input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /SEOJK.05/2017 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman perhitungan jumlah modal minimum berbasis risiko bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. 2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. - 2 - 4. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 5. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. 6. Aset Yang Diperkenankan yang selanjutnya disingkat AYD adalah aset yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. 7. Modal Minimum Berbasis Risiko yang selanjutnya disingkat MMBR adalah jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas. 8. Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah aset yang diperkenankan dikurangi dengan jumlah liabilitas. 9. Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. II. PERHITUNGAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO 1. MMBR bagi Perusahaan ditetapkan berdasarkan besar risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas. 2. Perhitungan jumlah dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan berdasarkan pedoman perhitungan jumlah MMBR sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Setiap jenis AYD dalam bentuk investasi yang diperhitungkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini termasuk juga jenis investasi yang menggunakan prinsip syariah. 2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk Perusahaan Asuransi syariah dan Perusahaan Reasuransi syariah - 3 - maupun unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. IV. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 24/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg> <related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 4 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /SEOJK.05/2016 TENTANG PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/SEOJK.05/2015 tanggal 31 Agustus 2015 tentang Penilaian Investasi Surat Utang dan Penyesuaian Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, selanjutnya disebut SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015, serta memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Berdasarkan SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 telah ditetapkan penilaian investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar dan penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagai dampak dari kondisi keuangan global yang mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat utang menunjukkan nilai yang tidak wajar. - 2 - 2. Kondisi keuangan global sebagaimana dimaksud pada angka 1 telah mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 3. Bahwa kondisi keuangan global dan perkembangan perekonomian Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang positif, yang tercermin dari indikator pasar: a. b. Nilai suku bunga Bank Indonesia sejak bulan Desember 2015 terus mengalami penurunan dan stabil. c. Country Rate atas Indonesia sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil. d. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Oktober 2015 mengalami peningkatan dan terus menunjukkan tren kenaikan. 4. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka kondisi keuangan global sudah menunjukkan nilai yang wajar bagi pasar investasi surat utang. 5. Bahwa berdasarkan angka 4, maka penetapan penilaian investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar dan penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 sebagai dasar bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi melakukan perhitungan atas surat utang yang dimiliki dan penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas perlu untuk dicabut. II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 24/SEOJK.05/2015 Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam romawi I, maka SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil. - 3 - III. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 21/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 27 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 27 Juni 2016 </effective_date> <replaced_reg> '24/SEOJK.05/2015' </replaced_reg> <related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012 | Pasal 5', '24/SEOJK.05/2015', 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang selanjutnya disebut POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Risiko Pasar merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan Bank dalam menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh karena itu, sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, Bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Pasar dalam perhitungan KPMM dengan menggunakan: a. Metode... - 2 - a. Metode Standar (Standard Method); dan/atau; b. Model Internal (Internal Model). 2. Untuk penerapan tahap awal, bagi Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam POJK KPMM Bank Umum, perhitungan ATMR untuk Risiko Pasar dilakukan dengan menggunakan Metode Standar (Standard Method). II. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KPMM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar termasuk risiko perubahan harga option. Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, wajib memperhitungkan Risiko Pasar. Bagi Bank yang memenuhi kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas, selain memperhitungkan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, perhitungan Risiko Pasar juga memperhitungkan risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas. A. Perhitungan Risiko Suku Bunga 1. Perhitungan risiko suku bunga dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko suku bunga. 2. Perhitungan risiko suku bunga meliputi perhitungan risiko spesifik dan risiko umum. B. Perhitungan Risiko Nilai Tukar 1. Perhitungan risiko nilai tukar dilakukan terhadap posisi valuta asing dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko nilai tukar. 2. Dalam perhitungan risiko nilai tukar tersebut, Bank dapat mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai posisi devisa neto. C. Perhitungan Risiko Ekuitas 1. Perhitungan risiko ekuitas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko ekuitas. 2. Perhitungan... - 3 - 2. Perhitungan risiko ekuitas meliputi perhitungan risiko spesifik dan risiko umum. D. Perhitungan Risiko Komoditas Perhitungan risiko komoditas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko komoditas. III. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL Tata cara perhitungan beban modal untuk risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan/atau risiko komoditas berpedoman pada Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. TATA CARA PELAPORAN 1. Laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar, disampaikan secara bulanan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia, penyampaian laporan dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran II dan Lampiran III Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. KETENTUAN PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor... - 4 - Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 perihal Prinsip Kehati- hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 38/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR </reg_title> <set_date> 8 September 2016 </set_date> <effective_date> 8 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '14/21/DPNP|SE-BI/2011', '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Penjaminan; 2. Direksi Perusahaan Penjaminan Syariah; 3. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang; 4. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 5. Direksi Perusahaan Penjaminan yang Memiliki Unit Usaha Syariah; 6. Direksi Pemeringkat Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi; 7. Agen Penjamin yang Berbentuk Orang Perseorangan; 8. Direksi Agen Penjamin yang Berbentuk Badan Hukum; 9. Direksi Broker Penjaminan; dan 10. Direksi Broker Penjaminan Ulang; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.05/2018 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK Sehubungan dengan amanat ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6013), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai pelayanan secara elektronik (e-licensing) permohonan perizinan, persetujuan, dan pelaporan bagi lembaga penjamin dan dan pendaftaran bagi lembaga penunjang penjaminan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Penjamin adalah perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan penjaminan ulang, dan perusahaan penjaminan ulang syariah yang menjalankan kegiatan penjaminan - 2 - sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 2. Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 3. Perusahaan Penjaminan Syariah adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan penjaminan syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 4. Perusahaan Penjaminan Ulang adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan penjaminan ulang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 5. Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan penjaminan ulang syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 6. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari Perusahaan Penjaminan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha penjaminan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 7. Lembaga Penunjang Penjaminan adalah pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, agen penjamin, broker penjaminan, dan broker penjaminan ulang. 8. Perizinan adalah pemberian legalitas dalam bentuk izin dari Otoritas Jasa Keuangan kepada badan hukum tertentu untuk melakukan kegiatan usaha di bidang penjaminan. 9. Persetujuan adalah pemberian legalitas dalam bentuk surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin untuk melakukan kegiatan tertentu di bidang penjaminan. 10. Pelaporan adalah penyampaian segala bentuk catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin dan UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 3 - 11. Pendaftaran adalah pemberian legalitas dalam bentuk surat tanda terdaftar sebagai Lembaga Penunjang Penjaminan. 12. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perusahaan umum atau koperasi. 13. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Direksi bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perusahaan umum atau koperasi. 14. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perusahaan umum atau koperasi. 15. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah bagian dari organ Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, dan Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha penjaminan syariah dan penjaminan ulang syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. II. RUANG LINGKUP PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN LEMBAGA PENJAMIN 1. Permohonan Perizinan, Persetujuan, dan Pelaporan Lembaga Penjamin sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin, yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut: a. kategori kelembagaan; dan b. kategori kepengurusan. - 4 - 2. Permohonan Perizinan, Persetujuan, dan Pelaporan yang termasuk kategori kelembagaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a meliputi: a. Bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang, yaitu: 1) permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 3) permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 4) Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 5) Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 6) Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 7) Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 8) Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 9) Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan terbatas terbuka atau sebaliknya; 10) Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 11) Pelaporan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; - 5 - 12) Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 13) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 14) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 15) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang menggabungkan diri; 16) Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 17) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 18) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 19) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang meleburkan diri; 20) Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 21) permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 22) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 23) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 24) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; - 6 - 25) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan murni; 26) Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 27) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru; 28) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan badan hukum baru yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 29) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang kepada Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang lain; 30) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang kepada badan hukum lain yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 31) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 32) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil pemisahan tidak murni; - 7 - 33) Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 34) permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 35) Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; 36) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan konversi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 37) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui konversi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 38) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang dikonversi; 39) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena keputusan RUPS; 40) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir; 41) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah; 42) permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; dan 43) Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. b. Bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, yaitu: 1) permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; - 8 - 2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 3) permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 4) Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 5) Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 6) Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 7) Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 8) Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 9) Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan terbatas terbuka atau sebaliknya; 10) Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas; 11) Pelaporan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 12) Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 13) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; - 9 - 14) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah: 15) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menggabungkan diri; 16) Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 17) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 18) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 19) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang meleburkan diri; 20) Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 21) permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 22) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 23) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 24) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 25) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjamin Syariah dan - 10 - Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan murni; 26) Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 27) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mendirikan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru; 28) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mendirikan badan hukum baru yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 29) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah lain; 30) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada badan hukum lain yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 31) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; - 11 - 32) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil pemisahan tidak murni; 33) Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 34) permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 35) Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 36) Pelaporan pelaksanaan konversi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; 37) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena keputusan RUPS; 38) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir; 39) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah; 40) permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; dan 41) Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. - 12 - c. Bagi UUS, yaitu: 1) permohonan izin pembentukan UUS; 2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha UUS; 3) permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS; 4) Pelaporan penutupan kantor cabang UUS; 5) permohonan pencabutan izin UUS; 6) permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan diri; 7) permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri; dan 8) permohonan penetapan izin pembukaan kantor cabang UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang UUS atas nama Perusahaan Penjaminan hasil pemisahan tidak murni. 3. Permohonan Persetujuan dan Pelaporan yang termasuk kategori kepengurusan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b meliputi: a. Bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang, yaitu: 1) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan; dan 2) Pelaporan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. b. Bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, yaitu: 1) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah; dan 2) Pelaporan perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. - 13 - c. Bagi UUS, yaitu: 1) Pelaporan perubahan pimpinan UUS; 2) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah; dan 3) Pelaporan perubahan anggota DPS UUS. III. RUANG LINGKUP PERMOHONAN PENDAFTARAN LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN Permohonan Pendaftaran Lembaga Penunjang Penjaminan sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin, yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut: 1. permohonan Pendaftaran sebagai pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; 2. permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk orang perseorangan; 3. permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk badan hukum; dan 4. permohonan Pendaftaran sebagai broker penjaminan dan broker penjaminan ulang. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN 1. Lembaga Penjamin harus menyampaikan permohonan Perizinan, Persetujuan, dan Pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin serta dilengkapi dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan. 2. Lembaga Penunjang Penjaminan harus menyampaikan permohonan Pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dilengkapi dengan dokumen pendukung yang dipersyaratkan. - 14 - 3. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilengkapi dengan form self assessment sebagaimana tercantum dalam: a. Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; b. Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; c. Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS; atau d. Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Lembaga Penunjang Penjaminan. 4. Form self assessment sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus ditandatangani oleh Direksi Lembaga Penjamin, agen penjamin yang berbentuk orang perseorangan, atau Direksi Lembaga Penunjang Penjaminan. 5. Permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. 6. Dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagai lampiran permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) adalah hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli. 7. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 5 belum tersedia atau mengalami gangguan teknis, penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara luar jaringan (offline). - 15 - 8. Dengan penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) sebagaimana dimaksud pada angka 5 atau luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7, Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan tidak perlu menyampaikan dokumen cetak (hard copy). 9. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan harus menyatakan bahwa dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) sebagaimana dimaksud pada angka 5 atau luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7 adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. 10. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 7, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan melalui situs web (website) Otoritas Jasa Keuangan dan/atau menyampaikan surat elektronik (email) kepada penanggung jawab (person in charge/PIC) Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan. 11. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik berupa hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli melalui compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 12. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilengkapi surat pengantar dalam bentuk cetak (hard copy) yang ditandatangani oleh Direksi Lembaga Penjamin, agen penjamin yang berbentuk orang perseorangan, atau Direksi Lembaga Penunjang Penjaminan. 13. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7 ditujukan kepada: a. Untuk Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya - 16 - u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42 Jakarta Selatan 12710; b. Untuk Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, dan Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur IKNB Syariah Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 15 Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42 Jakarta Selatan 12710; c. Untuk Lembaga Penunjang Penjaminan: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 12 Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42 Jakarta Selatan 12710. 14. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 13, Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman melalui situs web (website) Otoritas Jasa Keuangan. 15. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 13. 16. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan dinyatakan telah menyampaikan permohonan Perizinan, Pelaporan, dan Pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: Persetujuan, - 17 - a. untuk penyampaian secara dalam jaringan (online) sebagaimana dimaksud pada angka 5 sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan; atau b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7, dibuktikan dengan tanda terima dari Otoritas Jasa Keuangan. V. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau validasi atas kebenaran dan kewajaran dokumen dalam bentuk cetak (hard copy) permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 1 dan angka 2 yang telah disampaikan oleh Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan melalui komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. sistem jaringan 2. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan harus menyediakan dokumen dalam bentuk cetak (hard copy) permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 1 dan angka 2 yang telah disampaikan melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan pada saat pelaksanaan verifikasi dan/atau validasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1. VI. KETENTUAN PERALIHAN Permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk cetak (hard copy) sebelum Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku dan belum mendapatkan izin, Persetujuan, surat pencatatan Pelaporan, dan/atau surat tanda terdaftar dari Otoritas Jasa Keuangan tidak perlu disampaikan kembali secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan. - 18 - VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.05/2018 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK - 1 - DAFTAR ISI LAMPIRAN BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN No Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Form Self Assessment 1 Form Self Assessment 2 Form Self Assessment 3 Form Self Assessment 4 Form Self Assessment 5 Form Self Assessment 6 7. Form Self Assessment 7 8. Form Self Assessment 8 Permohonan Hal Permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas 9. Form Self Assessment 9 Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan terbatas terbuka atau sebaliknya 10. Form Self Assessment 10 11. Form Self Assessment 11 Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas Pelaporan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang 6 32 35 39 44 47 52 55 61 64 78 - 2 - No Keterangan 12. 13. 14. Form Self Assessment 12 Form Self Assessment 13 Form Self Assessment 14 15. Form Self Assessment 15 16. 17. 18. Form Self Assessment 16 Form Self Assessment 17 Form Self Assessment 18 19. 20. 21. 22. 23. Form Self Assessment 19 Form Self Assessment 20 Form Self Assessment 21 Form Self Assessment 22 Form Self Assessment 23 24. Form Self Assessment 24 Permohonan Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang menggabungkan diri Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang meleburkan diri Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Hal 82 85 101 104 107 110 132 136 139 142 155 158 172 - 3 - No Keterangan 25. Form Self Assessment 25 26. Form Self Assessment 26 27. Form Self Assessment 27 Permohonan Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan murni Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru 28. Form Self Assessment 28 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan badan hukum baru yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang 29. Form Self Assessment 29 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang kepada Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang lain 30. Form Self Assessment 30 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang kepada badan hukum lain yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang 31. Form Self Assessment 31 Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang 32. Form Self Assessment 32 Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil pemisahan tidak murni Hal 178 181 184 199 203 208 212 218 - 4 - No Keterangan 33. 34. 35. Form Self Assessment 33 Form Self Assessment 34 Form Self Assessment 35 36. Form Self Assessment 36 37. Form Self Assessment 37 38. Form Self Assessment 38 39. Form Self Assessment 39 40. Form Self Assessment 40 41. 42. 43. Form Self Assessment 41 Form Self Assessment 42 Form Self Assessment 43 Permohonan Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan konversi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui konversi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang dikonversi Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena keputusan RUPS Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah Permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Hal 221 224 227 229 237 242 245 247 250 252 258 - 5 - BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN No Keterangan 44. 45. Form Self Assessment 44 Form Self Assessment 45 Permohonan Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan Pelaporan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Hal 262 266 - 6 - FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 1 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin usaha Tanggal surat permohonan izin usaha Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin usaha Deskripsi perusahaan: (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. Nama Pemegang Saham 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] Susunan Direksi, Dewan Komisaris, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing: No. Jabatan 1. Direktur utama Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan Kewarganegaraan dan Domisili : : : : : Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP Jenis Sertifikasi (jika ada) - 7 - 2. 3. 4. Direktur Komisaris utama Komisaris 5. Tenaga ahli 6. Tenaga kerja asing (jika ada) (mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan tenaga kerja asing) No. Persyaratan 1. Permohonan izin usaha disampaikan menggunakan format 1 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. Akta Pendirian 2. Akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, yang paling sedikit memuat: Dasar Hukum Pasal 13 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan dari instansi - 8 - berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] a. nama, tempat kedudukan, dan lingkup wilayah operasional; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan nama: [.........] Tempat kedudukan: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan tempat kedudukan: [.........] Lingkup wilayah operasional sesuai dengan ketentuan Pasal 8 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar - 9 - yang mencantumkan lingkup wilayah operasional: [.........] b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Maksud dan tujuan: [.........] Kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) POJK Nomor 2/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha: [.........] c. permodalan; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jumlah modal disetor sesuai dengan ketentuan Pasal 7 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Jumlah modal dasar: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan jumlah modal disetor: [.........] - 10 - d. kepemilikan; dan Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Data kepemilikan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan kepemilikan: [.........] Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% e. wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris. Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris: [.........] Perubahan anggaran dasar (jika ada) disertai dengan bukti pengesahan, Pasal 13 ayat (2) huruf a POJK Nomor Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika - 11 - persetujuan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang. 1/POJK.05/2017 ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. Susunan Organisasi 3. Susunan organisasi yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, Pasal 13 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang - 12 - fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 4. Dokumen yang memuat uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja secara tertulis, yang ditetapkan oleh Direksi. Pasal 13 ayat (2) huruf b jo. Pasal 35 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] - 13 - berlaku; Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] - 14 - f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 15 - berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan - 16 - 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan - 17 - Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: - 18 - [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. - 19 - langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. - 20 - 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] - 21 - yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang Pasal 13 ayat (2) Nomor Peraturan - 22 - saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 8. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 9. Sistem dan prosedur kerja usaha penjaminan atau penjaminan ulang berupa: a. prosedur operasi standar (standard operating procedure); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] - 23 - Ditandatangani oleh: [.........] b. contoh perjanjian kerja sama; dan c. contoh sertifikat penjaminan yang akan digunakan oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Tenaga Ahli 10. Bukti mempekerjakan tenaga ahli penjaminan berupa: a. bukti pengangkatan tenaga ahli; dan Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf e jo Pasal 37 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama tenaga ahli: [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] b. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan tenaga ahli. 1. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan a. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] - 24 - Lembaga yang mengeluar- kan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] b. Dst. 2. Daftar pengalaman kerja: [.........] 3. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan surat: [.........] Modal Disetor 11. Bukti pelunasan modal disetor dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f Bukti pelunasan modal disetor - 25 - bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor minimum dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang bersangkutan pada salah satu bank umum atau bank umum syariah di Indonesia bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang dilegalisasi oleh bank penerima setoran dan masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha. POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal - 26 - penempatan deposito (Rupiah): [.......] Rencana Kerja 12. Rencana kerja untuk 3 (tiga) tahun pertama paling sedikit memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang melakukan kegiatan operasional. Bukti Kesiapan Infastruktur 13. Bukti kesiapan infastruktur paling sedikit berupa: Pasal 13 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] c. [.........] - 27 - a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] c. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*) 14. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung dari pihak asing. Pasal 13 ayat (2) huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Nama negara: [.........] Nama institusi: [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal: [.........] - 28 - Substansi konfirmasi: [.........] Dokumen Lain 15. Dokumen lain dalam rangka mendukung pertumbuhan usaha yang sehat, meliputi: a. laporan posisi keuangan awal/pembukaan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; b. rencana bidang kepegawaian termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia untuk paling singkat 3 (tiga) tahun mendatang; c. pedoman tata kelola yang baik bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; d. perjanjian kerja sama antara pihak asing dan pihak Indonesia, bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang di dalamnya terdapat penyertaan dari badan hukum asing atau warga Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian dan spesifikasi jabatan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] Kewajiban: [.........] - 29 - negara asing yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan paling sedikit memuat: 1) komposisi permodalan, susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penjaminan; dan 2) kewajiban pihak asing untuk menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya; dan e. bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha. Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sistem penerimaan Otoritas Jasa Keuangan: [.........] Tanggal pelunasan: [.........] Jumlah dilunasi: [.........] - 30 - 16. Sertifikat keahlian di bidang manajemen risiko dari lembaga sertifikasi profesi di bidang manajemen risiko, bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Pasal 36 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 17. Permohonan izin usaha disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. *) Hanya diisi dalam hal terdapat kepemilikan asing Pasal 13 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor tanda terima sistem informasi: [.........] - 31 - Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 32 - FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 2 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Tanggal dimulainya kegiatan usaha No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 2 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perjanjian kerja sama (jika ada). : : : : : : : Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 15 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Keterangan Pasal 15 ayat (4) huruf a Nomor: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] - 33 - Kewajiban: [.........] 3. Sertifikat penjaminan yang telah dilakukan. Pasal 15 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sertifikat penjaminan: [.........] Tanggal sertifikat penjaminan: [.........] 4. Surat izin menetap dan/atau surat izin menggunakan tenaga kerja asing yang dikeluarkan oleh instansi berwenang bagi anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris berkewarganegaraan asing. Pasal 15 ayat (4) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Berlaku bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang memiliki anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang berkewarganegaraan asing. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor surat izin: [.........] Tanggal: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor - 34 - 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 35 - FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 3 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Lingkup wilayah sebelumnya Lingkup wilayah yang dituju Deskripsi singkat mengenai latar belakang perubahan lingkup wilayah No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah disampaikan menggunakan format 9 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. Pemenuhan Kriteria 2. Memenuhi ketentuan modal disetor lingkup wilayah yang dituju. Pasal 40 ayat (3) huruf a Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 40 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 36 - 3. Telah mendapatkan persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional dari PSP. Lampiran Dokumen 4. Rencana perubahan anggaran dasar. 5. Bukti persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional dari PSP. Pasal 40 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 40 ayat (5) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 40 ayat (5) huruf b Pasal 40 ayat (9) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 6. Rencana kerja yang paling sedikit memuat: a. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan b. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang melakukan Pasal 40 ayat (5) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Nama pihak yang menandatangani: [.........] Tanggal dokumen: [.........] Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] - 37 - kegiatan operasional dengan lingkup wilayah operasional yang baru. 7. Peraturan perundang- undangan yang mendasari pemekaran wilayah. Pasal 40 ayat (9) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Apabila perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang disebabkan karena adanya pemekaran wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Nama peraturan: [.........] Nomor peraturan: [.........] Tanggal: [.........] Hal: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 38 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 39 - FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 4 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan sebelum perubahan Nama perusahaan setelah perubahan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat mengenai latar belakang perubahan nama No. 1. Persyaratan Laporan perubahan nama disampaikan menggunakan format 10 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas nama baru dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 3. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pasal 43 ayat (1) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta perubahan anggaran dasar: [.........] Tanggal akta perubahan anggaran dasar: [.........] : : : : : : Dasar Hukum Pasal 43 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 43 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] - 40 - yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 4. Akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan anggaran dasar bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 43 ayat (1) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau - 41 - penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] - 42 - Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 5. Peraturan Pemerintah yang mendasari perubahan nama bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 43 ayat (1) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 43 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 44 - FORM SELF ASSESSMENT 5 PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 5 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Data perubahan anggaran dasar: No. Pasal 1. 2. dst : : : : : Sebelum Perubahan Setelah Perubahan Kelengkapan No. 1. Persyaratan Laporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha disampaikan menggunakan format 11 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar serta bukti pengesahan atau persetujuan dari Pasal 43 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 43 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 45 - instansi berwenang. [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 46 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 47 - FORM SELF ASSESSMENT 6 PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 6 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal pemindahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan tempat kedudukan kantor pusat : : : : : : Data perubahan tempat kedudukan: Keterangan Kedudukan Alamat Kantor Nama Kota/Kabupaten No. Telp dan Fax Lama Baru No. Persyaratan 1. Laporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat disampaikan menggunakan format 12 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas Pasal 43 ayat (3) POJK Nomor Nama: [.........] Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 43 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 48 - alamat baru dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 3. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Pasal 43 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 3. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 4. Akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan anggaran dasar bagi Perusahaan Pasal 43 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] - 49 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum koperasi. Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] - 50 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 5. Peraturan Pemerintah yang mendasari perubahan tempat kedudukan bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 43 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] - 51 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 52 - FORM SELF ASSESSMENT 7 PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 7 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pengurangan modal disetor : : : : : Substansi pengurangan modal disetor: Sebelum Modal dasar Modal disetor Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Total Total No. Persyaratan 1. Laporan pengurangan modal disetor disampaikan menggunakan format 13 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani Dasar Hukum Pasal 43 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 53 - oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar serta bukti persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Nominal modal disetor: Rp [.........] Ekuitas per [.........]: Rp [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): - 54 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 55 - FORM SELF ASSESSMENT 8 PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 8 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang penambahan modal disetor Bentuk penambahan modal disetor (untuk penambahan modal disetor yang tidak menyebabkan terjadinya perubahan komposisi saham, pengambilalihan, dan/atau penambahan pemegang saham baru): Modal dasar Modal disetor Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % : : : : : setoran tunai konversi saldo laba konversi pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi dividen saham tanah dan bangunan Substansi penambahan modal disetor: Sebelum Sesudah Total Total No. Persyaratan 1. Laporan penambahan modal disetor Dasar Hukum Pasal 43 ayat (9) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 56 - disampaikan menggunakan format 14 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (9) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 3. Bukti penambahan - 57 - modal disetor, yaitu: a. bukti setoran pelunasan modal disetor dari pemegang saham dan bukti penempatan modal disetor atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang pada salah satu bank umum atau bank umum syariah di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran, dalam hal penambahan modal disetor dilakukan dalam bentuk uang tunai; Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] - 58 - Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] b. laporan keuangan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang telah diaudit oleh akuntan publik sebelum penambahan modal, dalam hal penambahan modal disetor dilakukan dalam bentuk konversi saldo laba, konversi pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi, dan/atau dividen saham; dan c. laporan penilai independen atas nilai tanah dan bangunan, dalam hal penambahan modal disetor dilakukan dalam bentuk tanah dan bangunan. Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Jumlah saldo laba/pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi/dividen saham*) yang akan dikonversi menjadi modal disetor: Rp [.......] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. Penambahan modal disetor dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham yang merupakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. - 59 - Tanggal penilaian: [.........] Nama penilai: [.........] Objek yang dinilai: [.........] Hasil penilaian: [.........] 4. Surat pernyataan pemegang saham atau anggota koperasi yang menyatakan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman, kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan dalam hal penambahan modal dilakukan dalam bentuk uang tunai. 5. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir, dalam hal pemegang saham berupa badan usaha, lembaga atau badan hukum koperasi. Pasal 43 ayat (9) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 43 ayat (9) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] - 60 - 2. Dst. 6. Rencana bisnis (business plan) dan langkah- langkah Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dalam penggunaan penambahan modal disetor. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 43 ayat (9) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 61 - FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA FORM: 9 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal efektif perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan status perusahaan No. Persyaratan 1. Laporan perubahan status perusahaan disampaikan menggunakan format 15 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (10) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] 5. Nomor akta: [.........] : : : : : : Dasar Hukum Pasal 43 ayat (10) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 62 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 63 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 64 - FORM SELF ASSESSMENT 10 PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 10 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan pemegang saham : : : : : Substansi perubahan pemegang saham: Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Total Total No. Persyaratan 1. Laporan perubahan pemegang saham disampaikan menggunakan format 17 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta pemindahan hak atas saham, dalam hal terjadi Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 44 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan Pasal 44 ayat (3) huruf a Nomor akta: [.........] POJK Nomor - 65 - pemindahan hak atas saham. 1/POJK.05/ 2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi akta pemindahan hak atas saham dari: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] kepada: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] Dalam hal terdapat - 66 - kepemilikan asing, total kepemilikan asing secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham selain PSP 3. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] - 67 - 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rp [.........] Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota selain pengendali sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 68 - dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah - 69 - mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran - 70 - dalam 5 (lima) tahun terakhir. 4. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] - 71 - Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode - 72 - [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; 2) tanda pengenal berupa kartu Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) 1. Nama: [.........] - 73 - tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] - 74 - (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan - 75 - pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 5. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 6. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] - 76 - Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 7. Surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa uang yang digunakan untuk membeli saham Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan, dalam hal terjadi jual beli saham. 8. Dalam hal Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang memperdagangkan sahamnya di bursa efek, batas waktu pelaporan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal pencatatan perubahan pemegang saham dalam daftar perseroan berlaku apabila: a. terdapat perubahan pemegang saham Pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 44 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 77 - dari saham yang diperoleh bukan dari perdagangan bursa efek; dan/atau b. terdapat perubahan PSP. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 78 - FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 11 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Bentuk badan hukum sebelumnya Bentuk badan hukum setelah perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan bentuk badan hukum No. Persyaratan 1. Laporan perubahan bentuk badan hukum disampaikan menggunakan format 18 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Risalah RUPS atau Peraturan Pemerintah mengenai perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Pasal 45 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta/Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 45 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 79 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. akta/Peraturan Pemerintah: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 3. Bukti perubahan bentuk badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 45 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] 1. Nomor akta: [.........] - 80 - Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 4. Berita acara pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru. 5. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas nama bentuk badan hukum Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 45 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 45 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] Nomor dan tanggal berita acara: [.........] Nama: [.........] - 81 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 82 - FORM SELF ASSESSMENT 12 PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 12 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal efektif perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan alamat kantor pusat : : : : : : Data perubahan tempat alamat: Keterangan Alamat Kantor Nama Kota/Kabupaten No. Telp dan Fax Lama Baru No. Persyaratan 1. Laporan perubahan alamat disampaikan dengan menggunakan format 19 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Data alamat lengkap kantor pusat dan/atau kantor Pasal 46 ayat (3) huruf a POJK Nomor Perubahan alamat kantor harus sesuai Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 46 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 83 - cabang. 3. Bukti penguasaan gedung kantor. 1/POJK.05/2017 Pasal 46 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 dengan lingkup wilayah operasionalnya. Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 84 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 85 - FORM SELF ASSESSMENT 13 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 13 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan yang menerima penggabungan Nama perusahaan yang menggabungkan diri Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha perusahaan yang menerima penggabungan Tanggal izin usaha perusahaan yang menerima penggabungan Nomor izin usaha perusahaan yang menggabungkan diri Tanggal izin usaha perusahaan yang menggabungkan diri Deskripsi singkat latar belakang penggabungan Substansi penggabungan: Sebelum Pemegang Saham Nominal (Rp) % Pemegang Saham : : : : : : : : : Sesudah Nominal (Rp) % Total Total - 86 - No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan penggabungan disampaikan dengan menggunakan format 20 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui penggabungan. Dasar Hukum Pasal 48 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 48 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta penggabungan: PT [.........] dengan: PT [.........] Substansi: [.........] 4. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % - 87 - b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 88 - 2. Dst. d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 89 - pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan - 90 - pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena - 91 - melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: - 92 - [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit - 93 - periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 94 - 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] - 95 - berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan pernyataan: [.........] - 96 - dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggara n dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 8. Dalam hal pemegang Pasal 13 ayat (2) Nomor Peraturan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] - 97 - saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 9. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 10. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil penggabungan. 11. Rencana kerja 3 (tiga) tahun pertama dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil penggabungan paling sedikit Pasal 13 ayat (2) huruf g jo Pasal 48 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] Pasal 48 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 98 - memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang melakukan kegiatan operasional. 12. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil penggabungan yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan Pasal 13 ayat (2) huruf b jo Pasal 48 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. c. [.........] - 99 - yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 13. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil penggabungan. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 48 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 100 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 101 - FORM SELF ASSESSMENT 14 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 14 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Uraian Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 21 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui penggabungan. Pasal 51 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 51 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 102 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta penggabungan. Pasal 51 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang Pasal 51 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] - 103 - menggabungkan diri tidak mempunyai utang pajak dari instansi yang berwenang. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Ditandantangani oleh: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 104 - FORM SELF ASSESSMENT 15 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MENGGABUNGKAN DIRI FORM: 15 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MENGGABUNGKAN DIRI Nama perusahaan yang menerima penggabungan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 22 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Dokumen izin pembukaan kantor cabang terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 51 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 51 ayat (4) huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] Tanggal - 105 - Perusahaan Penjaminan Ulang yang menggabungkan diri. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 51 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 106 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 107 - FORM SELF ASSESSMENT 16 PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 16 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan penggabungan Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan penggabungan Tanggal efektif pengabungan No. Persyaratan 1. Laporan pelaksanaan penggabungan disampaikan menggunakan format 23 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi yang berwenang. Pasal 52 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] : : : : : : : Pemenuhan Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 52 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 108 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 109 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 110 - FORM SELF ASSESSMENT 17 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 17 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan yang akan melakukan peleburan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nama perusahaan hasil peleburan Nomor izin usaha perusahaan yang akan melakukan peleburan Tanggal izin usaha perusahaan yang akan melakukan peleburan Deskripsi singkat latar belakang peleburan Substansi peleburan: Sebelum Pemegang Saham Nominal (Rp) % Pemegang Saham Sesudah Nominal (Rp) % : 1. : 1. : 1. : : : : : 2. 2. 2. Total Total No. Persyaratan 1. Permohonan Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 48 ayat (2) Keterangan - 111 - Persetujuan peleburan disampaikan dengan menggunakan format 20 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] Rancangan akta dengan risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta peleburan: PT [.........] dengan: PT [.........] menjadi: PT [.........] Substansi: [.........] 4. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 112 - b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 113 - 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 114 - pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah - 115 - mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. - 116 - 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 117 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah - 118 - ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) 1. Nama: [.........] - 119 - penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 120 - kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai - 121 - kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 8. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] - 122 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 9. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 10. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan. 11. Rencana kerja 3 (tiga) tahun pertama dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan paling sedikit memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Pasal 13 ayat (2) huruf g jo Pasal 48 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. c. [.........] [.........] Pasal 48 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 123 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dan langkah- langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang melakukan kegiatan operasional. 12. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 13. Rancangan akta pendirian dari Pasal 48 ayat (2) huruf i Substansi: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf b jo Pasal 48 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. - 124 - Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan. 14. Sistem dan prosedur kerja usaha penjaminan atau penjaminan ulang dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil Peleburan berupa: a. prosedur operasi standar (standard operating procedure); Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] b. contoh perjanjian kerja sama; dan c. contoh sertifikat penjaminan yang akan digunakan oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf d jo Pasal 48 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 125 - Tenaga Ahli 15. Bukti mempekerjakan tenaga ahli penjaminan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil Peleburan berupa: a. bukti pengangkatan tenaga ahli; dan Nomor: [.........] Tanggal: [.........] b. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan tenaga ahli. 1. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan a. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluar- kan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Nama tenaga ahli: Pasal 13 ayat (2) huruf e jis Pasal 37 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] - 126 - [.........] b. Dst. 2. Daftar pengalaman kerja: [.........] 3. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan surat: [.........] Bukti Kesiapan Infastruktur 16. Bukti kesiapan infastruktur dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 1 POJK Nomor Daftar inventaris: a. [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf h jo Pasal 48 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 127 - penguasaan; b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung; dan 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. [.........] c. Dst. Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*) 17. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung dari pihak asing, dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Pasal 13 ayat (2) huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjaminan Ulang hasil peleburan. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Nama negara: [.........] Nama institusi: [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal: [.........] Substansi konfirmasi: [.........] - 128 - Dokumen Lain 18. Dokumen lain dalam rangka mendukung pertumbuhan usaha yang sehat dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan, meliputi: a. laporan posisi keuangan awal/pembukaan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; b. rencana bidang kepegawaian termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia untuk paling singkat 3 (tiga) tahun mendatang; c. pedoman tata kelola yang baik bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; d. perjanjian kerjasama antara pihak asing dan pihak Indonesia, bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang di dalamnya terdapat penyertaan dari Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Pasal 13 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian dan spesifikasi jabatan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] - 129 - badan hukum asing atau warga negara asing yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan paling sedikit memuat: 1) komposisi permodalan, susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penjaminan; dan 2) kewajiban pihak asing untuk menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya; dan e. bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha. Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sistem penerimaan Otoritas Jasa Keuangan: [.........] Tanggal pelunasan: [.........] Kewajiban: [.........] - 130 - 19. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil peleburan. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 48 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jumlah dilunasi: [.........] Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 131 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 132 - FORM SELF ASSESSMENT 18 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 18 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Uraian : : : : : : Tanggal pelaksanaan RUPS : No. 1. Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 24 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui peleburan. Pasal 53 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 53 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 133 - notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta peleburan. Pasal 53 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Akta risalah RUPS mengenai pendirian perusahaan hasil peleburan. Pasal 53 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: - 134 - [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 5. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan peleburan tidak mempunyai utang pajak dari instansi yang berwenang. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 53 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani oleh: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 135 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 136 - FORM SELF ASSESSMENT 19 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELEBURKAN DIRI FORM: 19 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELEBURKAN DIRI Nama perusahaan hasil peleburan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan No. Persyaratan 1. Laporan pembukaan kantor cabang disampaikan menggunakan menggunakan format 25 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang (jika ada) terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang meleburkan Pasal 53 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor penetapan/ keputusan: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 53 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 137 - diri. Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 53 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 138 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 139 - FORM SELF ASSESSMENT 20 PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 20 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan peleburan Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan peleburan Tanggal efektif peleburan No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan peleburan disampaikan menggunakan menggunakan format 26 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi yang berwenang. Pasal 54 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] 1. Nomor akta: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 54 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 140 - Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 141 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 142 - FORM SELF ASSESSMENT 21 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 21 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nama pihak yang mengambilalih Deskripsi singkat latar belakang pengambilalihan No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan pengambilalihan disampaikan dengan menggunakan format 27 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui pengambilalihan. Pasal 55 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta pengambilalihan. Pasal 55 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pengambilalihan: PT [.........] Substansi: : : : : : Dasar Hukum Pasal 55 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 143 - [.........] 4. Rancangan akta pemindahan hak atas saham, dalam hal pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham. Pasal 55 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi akta pemindahan hak atas saham dari: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] kepada: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] 5. Surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa uang yang digunakan untuk membeli saham Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang tidak berasal dari pinjaman, kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan. Data pemegang saham atau anggota selain PSP 6. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor Pasal 55 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 144 - 1/POJK.05/2017 2. Dst. b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] - 145 - Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 146 - perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi - 147 - pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal - 148 - keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan - 149 - anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% - 150 - d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. - 151 - 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 152 - keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 8. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] - 153 - untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 9. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 10. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 55 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 11. Permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon Pasal 55 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] - 154 - PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 155 - FORM SELF ASSESSMENT 22 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 22 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 28 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pengambilalihan. Pasal 58 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 58 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 156 - [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pengambilalihan. Pasal 58 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Bukti pemberitahuan kepada instansi yang berwenang. Pasal 58 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] - 157 - Ditandantangani oleh: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 158 - FORM SELF ASSESSMENT 23 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 23 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni disampaikan dengan menggunakan format 29 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 61 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] Substansi: [.........] : : : : : Dasar Hukum Pasal 61 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 159 - 3. Rancangan akta pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru dan/atau badan hukum baru yang akan menerima aset, liabilitas, dan ekuitas. 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin dan penerima jaminan bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan murni. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru dan/atau badan hukum baru yang akan menerima aset, liabilitas, dan ekuitas. Pasal 61 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham atau anggota selain PSP dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru hasil pemisahan murni 6. Dalam hal pemegang saham atau anggota Pasal 61 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 61 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pendirian: PT [.........] Substansi: [.........] Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] - 160 - adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena - 161 - pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 162 - dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi - 163 - pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] - 164 - Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] - 165 - b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) 2. Dst. Laporan POJK Nomor 1/POJK.05/2017 keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. - 166 - hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: - 167 - (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 168 - perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 8. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 9. Dalam hal pemegang saham adalah Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: - 169 - pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 10. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan murni. Pasal 61 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 11. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil pemisahan murni. 12. Rencana kerja yang akan dilakukan untuk 3 (tiga) tahun pertama setelah mendapatkan izin usaha dari badan hukum baru yang merupakan Perusahaan Penjaminan dan Pasal 61 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] Pasal 61 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] - 170 - Perusahaan Penjaminan Ulang, yang paling sedikit memuat: a. studi kelayakan peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha penjaminan dan langkah- langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya dimulai sejak Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang melakukan kegiatan operasional. 13. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru hasil pemisahan murni. 14. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, Pasal 61 ayat (2) huruf i jo Pasal 13 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 61 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor c. [.........] - 171 - anggota Dewan Komisaris, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil pemisahan murni. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 172 - FORM SELF ASSESSMENT 24 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 24 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 30 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pemisahan murni. Pasal 64 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 64 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 173 - [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pemisahan murni. Pasal 64 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang tidak mempunyai utang pajak dari instansi yang Pasal 64 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani oleh: - 174 - berwenang. 5. Akta risalah RUPS yang menyatakan pengangkatan Direksi dan/atau Dewan Komisaris. Pasal 64 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 6. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang bersangkutan, dalam hal terdapat pemegang saham baru atau anggota baru (jika ada). Pasal 64 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] - 175 - Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] 7. Laporan posisi keuangan awal/pembukaan dari badan hukum baru hasil pemisahan murni. 8. Bukti kesiapan operasional dari badan hukum baru hasil pemisahan murni yang merupakan Pasal 64 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 176 - Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] c. Dst. b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan - 177 - yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 178 - FORM SELF ASSESSMENT 25 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI FORM: 25 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 31 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan murni. 3. Bukti kepemilikan Pasal 64 ayat (4) : : : : : Dasar Hukum Pasal 64 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 64 ayat (4) Huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup - 179 - atau penguasaan gedung kantor cabang. Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 180 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 181 - FORM SELF ASSESSMENT 26 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 26 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan murni Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan murni Tanggal pelaksanaan pemisahan murni No. Persyaratan 1. Laporan pemisahan murni disampaikan dengan menggunakan format 32 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi berwenang. Pasal 65 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 65 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 182 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 183 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 184 - FORM SELF ASSESSMENT 27 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BARU FORM: 27 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BARU Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] - 185 - 3. Rancangan akta pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin, penerima jaminan, dan pihak terkait lainnya. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% 6. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] - 186 - 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 7. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. 8. Rencana kerja yang akan dilakukan untuk 3 (tiga) tahun pertama setelah mendapatkan izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru, yang paling sedikit memuat: a. studi kelayakan peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha penjaminan dan langkah- langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya dimulai sejak Perusahaan Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 7 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] c. [.........] Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 187 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru melakukan kegiatan operasional. 9. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 10. Susunan organisasi yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 9 jo Pasal 13 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 8 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Data pemegang saham atau anggota selain PSP 11. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. - 188 - b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada - 189 - SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 190 - putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham - 191 - pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 12. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: - 192 - [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: - 193 - [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] - 194 - 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan - 195 - menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang Tanggal surat pernyataan: [.........] hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] - 196 - menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 13. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] - 197 - 14. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Nominal: [.........] 15. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 198 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 199 - FORM SELF ASSESSMENT 28 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 28 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 200 - 1/POJK.05/2017 Kepada: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta pendirian badan hukum baru. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pendirian: PT [.........] 4. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 5. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 201 - 6. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 202 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 203 - FORM SELF ASSESSMENT 29 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG LAIN FORM: 29 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG LAIN Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 204 - 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] 3. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin, penerima jaminan, dan pihak terkait lainnya. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang lain. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar - 205 - [.........] % b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% 6. Dokumen Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang akan menerima pengalihan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas, meliputi: a) izin usaha sebagai Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang; Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf a) Nomor surat keputusan: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] b) laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik; Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan - 206 - dan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] c) laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulan terakhir sebelum menerima pengalihan aset, liabilitas, dan ekuitas. 7. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 8. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 207 - permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 208 - FORM SELF ASSESSMENT 30 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 30 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 209 - ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] 3. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 4. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang akan melakukan pemisahan terhitung Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 210 - sejak pemisahan selesai dilakukan. 5. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 211 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 212 - FORM SELF ASSESSMENT 31 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 31 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 34 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni. Pasal 70 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Dasar Hukum Pasal 70 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : : Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 213 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pemisahan tidak murni. Pasal 70 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Akta risalah RUPS yang menyatakan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 70 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 214 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 5. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang bersangkutan, dalam hal terdapat pemegang saham baru atau anggota baru (jika ada). Pasal 70 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] - 215 - Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] 6. Laporan keuangan pembukaan dari badan hukum baru hasil pemisahan tidak murni. 7. Bukti kesiapan operasional dari badan hukum baru hasil pemisahan tidak murni yang merupakan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan Pasal 70 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 1 Daftar inventaris: - 216 - inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 a. [.........] b. [.........] c. Dst. Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 217 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 218 - FORM SELF ASSESSMENT 32 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI FORM: 32 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 35 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang (jika ada) terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan : : : : : Dasar Hukum Pasal 70 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 70 ayat (4) Huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] - 219 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan tidak murni. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang (jika ada). Pasal 70 ayat (4) Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 220 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 221 - FORM SELF ASSESSMENT 33 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 33 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan tidak murni Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan tidak murni Tanggal pelaksanaan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Laporan pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 36 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi berwenang. Pasal 71 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 71 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 222 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 223 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 224 - FORM SELF ASSESSMENT 34 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 34 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Maksud dan tujuan pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 37 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti penguasaan gedung kantor. : : : : : Dasar Hukum Pasal 73 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 73 ayat (4) Huruf a Lingkup wilayah POJK Nomor 1/POJK.05/2017 operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] - 225 - Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] 3. Struktur organisasi dan nama calon kepala kantor cabang serta jumlah karyawan. Pasal 73 ayat (4) Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Nama calon kepala kantor cabang: [.........] Jumlah Karyawan: [.........] 4. Rencana bisnis yang memuat rencana pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 73 ayat (4) Huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan - 226 - yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 227 - FORM SELF ASSESSMENT 35 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 35 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang penutupan kantor cabang : : : : : Daftar penutupan kantor cabang No. Nama Kantor 1. 2. Dst. *) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, dan Kode Pos No. Persyaratan 1. Laporan penutupan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 38 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti pemberitahuan rencana penutupan Pasal 76 ayat (4) huruf a Tanggal pemberitahuan Dasar Hukum Pasal 76 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Nomor dan Tanggal Keputusan Izin Pembukaan Kantor Cabang Alamat*) Kepala Kantor Cabang Tanggal Efektif Penutupan Kantor - 228 - kantor cabang. 3. Bukti pemberitahuan prosedur penyelesaian hak dan kewajiban. POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 76 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 kepada pihak yang terkait: [.......] Tanggal pemberitahuan prosedur penyelesaian hak dan kewajiban: [.......] 4. Bukti penyelesaian hak dan kewajiban debitur. Pasal 76 ayat (4) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 229 - FORM SELF ASSESSMENT 36 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 36 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan konversi Tanggal surat permohonan Persetujuan konversi Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin konversi Deskripsi perusahaan : (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. Nama Pemegang Saham 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] : : : : : Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP - 230 - Susunan Direksi, Dewan Komisaris, DPS, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing: No. Jabatan 1. 2. 3. 4. Direktur utama Direktur Komisaris utama Komisaris 5. DPS 6. Tenaga ahli 7. Tenaga kerja asing (jika ada) (mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan tenaga kerja asing) No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan konversi disampaikan menggunakan format 39 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui konversi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 3. Rancangan perubahan anggaran dasar yang mencantumkan: Pasal 77 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta konversi dari: PT [.........] Menjadi: PT [.........] Dasar Hukum Pasal 77 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan Kewarganegaraan dan Domisili Jenis Sertifikasi (jika ada) - 231 - a. nama, salah satu maksud dan tujuan perusahaan yaitu melakukan kegiatan usaha penjaminan syariah atau penjaminan ulang syariah; dan b. wewenang dan tanggung jawab DPS. Pasal 77 ayat (3) huruf b angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. Pasal 77 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 77 ayat (3) huruf b angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama perusahaan: [.........] Maksud dan tujuan: [.........] Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota DPS: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 5. Daftar kantor cabang yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahan Penjaminan Ulang. 6. Susunan organisasi yang dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan Pasal 77 ayat (3) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Alamat: [.........] 2. Dst. Pasal 77 ayat (3) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang - 232 - tanggung jawab. Rencana Kerja 7. Rencana kerja terkait kegiatan penjaminan syariah atau penjaminan ulang syariah yang akan dilakukan untuk 3 (tiga) tahun pertama setelah mendapatkan izin usaha sebagai Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, yang paling sedikit memuat: a. prosedur operasi standar (standard operating procedure); Pasal 77 ayat (3) huruf f angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). b. contoh perjanjian kerja sama; dan c. contoh sertifikat kafalah yang akan digunakan oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 8. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin, penerima jaminan, dan pihak terkait lainnya. 9. Studi kelayakan Pasal 77 ayat (3) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 77 ayat (3) Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Penjelasan Pasal 77 ayat (3) huruf f angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 77 ayat (3) huruf f angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Pasal 77 ayat (3) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 233 - peluang pasar dan potensi ekonomi. 10. Rencana kegiatan usaha penjaminan syariah atau penjaminan ulang syariah dan langkah- langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud. 11. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional. Tenaga Ahli 12. Bukti mempekerjakan tenaga ahli di bidang penjaminan syariah berupa: a. bukti pengangkatan tenaga ahli; dan huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 77 ayat (3) huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 berupa uraian: [.........] Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 77 ayat (3) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 77 ayat (3) huruf k jo Pasal 37 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama tenaga ahli: [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] b. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan tenaga ahli. 1. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan syariah a. Jenis sertifikasi: - 234 - [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengelu- arkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] b. Dst. 2. Daftar pengalaman kerja: [.........] 3. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi Nomor surat: [.........] - 235 - Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluar- kan surat: [.........] 13. Permohonan Persetujuan konversi disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 77 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 236 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 237 - FORM SELF ASSESSMENT 37 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI KONVERSI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 37 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI KONVERSI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 40 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui konversi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 80 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Dasar Hukum Pasal 80 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : : Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 238 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta risalah RUPS yang menyatakan pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS. Pasal 80 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Perubahan anggaran dasar yang mencantumkan: Nomor akta perubahan anggaran dasar: [.........] Tanggal akta - 239 - perubahan anggaran dasar: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] a. nama, salah satu maksud dan tujuan perusahaan yaitu melakukan kegiatan usaha penjaminan syariah atau penjaminan ulang syariah; dan b. wewenang dan tanggung jawab DPS. Pasal 80 ayat (2) huruf c angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 80 ayat (2) huruf c angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan nama: [.........] Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota DPS: - 240 - [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota DPS: [.........] 5. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil konversi. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 80 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 241 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 242 - FORM SELF ASSESSMENT 38 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG DIKONVERSI FORM: 38 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG DIKONVERSI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 41 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang dikonversi. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan Pasal 80 ayat (4) Huruf b : : : : : Dasar Hukum Pasal 80 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 80 ayat (4) Huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah - 243 - gedung kantor cabang. POJK Nomor 1/POJK.05/2017 operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 244 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 245 - FORM SELF ASSESSMENT 39 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA KEPUTUSAN RUPS FORM: 39 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA KEPUTUSAN RUPS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal pelaksanaan RUPS pembubaran Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya keputusan atau penetapan pembubaran. Pasal 85 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya keputusan atau penetapan pembubaran berupa sebagai berikut: [.........] 3. Asli salinan keputusan mengenai Pasal 85 ayat (3) huruf b Nomor surat keputusan: : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 85 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 246 - pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 247 - FORM SELF ASSESSMENT 40 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG DITETAPKAN DALAM ANGGARAN DASAR BERAKHIR FORM: 40 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG DITETAPKAN DALAM ANGGARAN DASAR BERAKHIR Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal berakhirnya jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang ditetapkan dalam anggaran dasar Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh Likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Dokumen yang menjadi dasar pengakhiran Perusahaan Pasal 86 ayat (3) huruf a POJK Nomor Dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya keputusan atau : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 86 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 248 - Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 3. Asli salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 86 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1/POJK.05/2017 penetapan pembubaran berupa sebagai berikut: [.........] Nomor surat keputusan: [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 249 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 250 - FORM SELF ASSESSMENT 41 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH FORM: 41 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau tanggal keputusan pemerintah diterima Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan pembubaran disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh Likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 87 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang bubar berdasarkan : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 87 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 251 - putusan pengadilan. 3. Keputusan pemerintah. Pasal 87 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang bubar berdasarkan keputusan pemerintah. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 252 - FORM SELF ASSESSMENT 42 PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 42 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Jenis transaksi Deskripsi singkat latar belakang rencana penghentian kegiatan usaha No. Persyaratan Analisis Substantif RPKU 1. Alasan penghentian kegiatan usaha. : : : : : : Dasar Hukum Pasal 89 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Uraian mengenai kondisi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang, termasuk data mengenai jumlah sertifikat penjaminan yang masih berlaku, jumlah terjamin dan/atau penerima jaminan, dan jumlah kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pasal 89 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Jelaskan dengan singkat alasan penghentian kegiatan usaha: [.........] Berdasarkan rencana penghentian kegiatan usaha PT [.........], diketahui hal- hal mengenai kondisi PT [.........] sebagai berikut: 1. Jumlah sertifikat penjaminan: [.........] 2. Jumlah - 253 - kepada terjamin dan/atau penerima jaminan. terjamin: [.........] 3. Jumlah penerima jaminan: [.........] 4. Jumlah kewajiban: [.........] 5. Ringkasan laporan keuangan: [.........] 3. Rencana penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang kepada seluruh kreditor. 4. Rencana pembubaran atau rencana lainnya setelah Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang menyelesaikan kewajiban kepada seluruh kreditor dan izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Analisis Dokumen Pendukung RPKU 5. Permohonan Persetujuan rencana penghentian kegiatan usaha disampaikan Pasal 89 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 89 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 89 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penyelesaian kewajiban sebagai berikut: 1. [.........] 2. [.........] Jelaskan rencana pembubaran atau rencana lainnya: [.........] - 254 - dengan menggunakan format 44 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 6. Asli salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang atau apabila asli salinan keputusan hilang harus dilampiri dengan salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha yang telah dilegalisasi dan surat pernyataan Direksi bahwa asli salinan keputusan hilang. Pasal 89 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Salinan Keputusan Menteri Keuangan/ Salinan Keputusan Dewan Komisioner Nomor surat keputusan: [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] Tanggal surat - 255 - pernyataan: [.........] 7. Keputusan RUPS mengenai Persetujuan atas rencana penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 89 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 8. Laporan keuangan terakhir Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Pasal 89 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan perusahaan yang telah di audit per [.........], sebagai berikut: 1. Total aset: Rp[.........] 2. Total liabilitas: Rp[.........] 3. Modal disetor: Rp[.........] - 256 - 4. Ekuitas: Rp[.........] 5. IJP bruto: Rp[.........] 6. Laba bersih: Rp[.........] 9. Bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara. 10. Bukti penyelesaian pungutan Otoritas Jasa Keuangan dan denda administratif terutang. Pasal 89 ayat (3) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 89 ayat (3) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti setor pajak: [.........] Bukti pembayaran Nominal: Rp[.........] Tanggal: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 257 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 258 - FORM SELF ASSESSMENT 43 PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 43 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Jenis transaksi Tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha No. Persyaratan 1. Laporan penghentian kegiatan usaha disampaikan menggunakan format 45 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang. 3. Bukti pelaksanaan pengumuman rencana penghentian Pasal 91 huruf b jo Pasal 90 ayat (8) huruf b Bukti pelaksanaan pengumuman koran yang : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 91 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 91 huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai berikut: [.........] - 259 - kegiatan usaha dan rencana penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dalam surat kabar selama 3 (tiga) hari berturut-turut paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat Persetujuan rencana penghentian kegiatan usaha. 4. Bukti pelaksanaan penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal surat Persetujuan rencana penghentian kegiatan usaha. 5. Neraca akhir Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang telah diaudit oleh akuntan publik. Pasal 91 huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Neraca akhir perusahaan yang telah di audit per [.........] sebagai berikut: 1. Total aset: [.........] 2. Total liabilitas: [.........] 3. Total ekuitas: [.........] 6. Surat pernyataan dari pemegang Pasal 91 huruf e POJK Nomor Surat pernyataan yang Pasal 91 huruf c jo Pasal 90 ayat (8) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penyelesaian seluruh kewajiban sebagai berikut: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 memuat hal-hal sebagai berikut: [.........] - 260 - saham yang menyatakan bahwa seluruh kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. 1/POJK.05/2017 ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 261 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 262 - FORM SELF ASSESSMENT 44 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN FORM: 44 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor registrasi dari Otoritas Jasa Keuangan Nama tenaga ahli Tempat dan tanggal Lahir Gelar profesi tenaga ahli : : : : : (Jika sudah terdaftar sebelumnya) : : : Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang*) Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli : *) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang, mohon diuraikan pula nama dan alamat kantor cabang dimaksud. No. Persyaratan Laporan Pengangkatan*) 1. Laporan pengangkatan disampaikan menggunakan format 8 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan. Pasal 38 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Jenis sertifikasi: [.........] Dasar Hukum Pasal 38 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 263 - Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 2. Dst. 3. Tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku. Pasal 38 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 4. Daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm. 5. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi. Pasal 38 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 38 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama: Sdr/i. [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan - 264 - surat: [.........] Laporan Pemberhentian*) 1. Surat laporan pemberhentian. Pasal 38 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Deskripsi singkat latar belakang pemberhentian tenaga ahli penjaminan: [.........] *) Pilih salah satu Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 265 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 266 - FORM SELF ASSESMENT 45 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG FORM: 45 FORM SELF ASSESMENT PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris : : : : : : Data perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris: Lama Baru Nama Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK Nama Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK No. Persyaratan 1. Laporan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 44 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 267 - disampaikan dengan menggunakan format 16 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017. 2. Akta risalah RUPS bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Pasal 44 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta risalah rapat anggota bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 44 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] - 268 - Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkop: [.........] Tanggal surat Kemenkop: [.........] Substansi: [.........] 4. Bukti pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Pasal 44 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Dalam hal terjadi pemberhentian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, maka dokumen dilengkapi dengan dokumen bukti pemberhentian yang bersangkutan. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: - 269 - 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd RISWINANDI LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.05/2018 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK - 1 - DAFTAR ISI LAMPIRAN BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN No Keterangan 1. 2. Form Self Assessment 1 Form Self Assessment 2 3. Form Self Assessment 3 4. 5. 6. Form Self Assessment 4 Form Self Assessment 5 Form Self Assessment 6 7. Form Self Assessment 7 8. Form Self Assessment 8 Permohonan Hal Permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas 9. Form Self Assessment 9 Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan terbatas terbuka atau sebaliknya 10. Form Self Assessment 10 11. Form Self Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas Pelaporan perubahan bentuk badan hukum 6 33 36 40 45 48 53 56 62 65 79 - 2 - No Keterangan Permohonan Assessment 11 Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 12. 13. 14. Form Self Assessment 12 Form Self Assessment 13 Form Self Assessment 14 15. Form Self Assessment 15 16. 17. 18. Form Self Assessment 16 Form Self Assessment 17 Form Self Assessment 18 19. Form Self Assessment 19 20. 21. 22. Form Self Assessment 20 Form Self Assessment 21 Form Self Assessment 22 23. Form Self Assessment 23 Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menggabungkan diri Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang meleburkan diri Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 83 86 102 Hal 105 108 111 133 137 140 143 156 159 - 3 - No 24. Keterangan Form Self Assessment 24 25. Form Self Assessment 25 26. Form Self Assessment 26 Permohonan Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan murni Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 27. Form Self Assessment 27 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mendirikan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru 28. Form Self Assessment 28 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mendirikan badan hukum baru yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 29. Form Self Assessment 29 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah lain 30. Form Self Assessment 30 Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada badan hukum lain yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 31. Form Self Assessment 31 Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Hal 173 179 182 185 200 204 209 213 - 4 - No Keterangan Permohonan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 32. Form Self Assessment 32 Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil pemisahan tidak murni 33. 34. 35. Form Self Assessment 33 Form Self Assessment 34 Form Self Assessment 35 36. Form Self Assessment 36 37. Form Self Assessment 37 Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pelaksanaan konversi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena keputusan RUPS 38. Form Self Assessment 38 Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir 39. Form Self Assessment 39 40. Form Self Assessment 40 41. Form Self Assessment 41 Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah Permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah Hal 219 222 225 228 230 233 235 238 240 246 - 5 - BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN No Keterangan 42. Form Self Assessment 42 43. Form Self Assessment 43 Permohonan Hal Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah Pelaporan perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah 250 254 - 6 - FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 1 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin usaha Tanggal surat permohonan izin usaha Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin usaha Deskripsi perusahaan : (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. Nama Pemegang Saham 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] Susunan Direksi, Dewan Komisaris, DPS, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing: No. Jabatan 1. Direktur utama Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan Kewarganegaraan dan Domisili Jenis Sertifikasi (jika ada) : : : : : Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP - 7 - 2. 3. 4. Direktur Komisaris utama Komisaris 5. DPS 6. Tenaga ahli 7. Tenaga kerja asing (jika ada) (mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan tenaga kerja asing) No. Persyaratan 1. Permohonan izin usaha disampaikan menggunakan format 1 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. Akta Pendirian 2. Akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, yang paling sedikit memuat: Dasar Hukum Pasal 13 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan dari - 8 - instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] a. nama, tempat kedudukan, dan lingkup wilayah operasional; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan nama: [.........] Tempat kedudukan: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan tempat kedudukan: [.........] Lingkup wilayah operasional sesuai dengan ketentuan Pasal 8 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada - 9 - anggaran dasar yang mencantumkan lingkup wilayah operasional: [.........] b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Maksud dan tujuan: [.........] Kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) POJK Nomor 2/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha: [.........] c. permodalan; Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jumlah modal disetor sesuai dengan ketentuan Pasal 7 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Jumlah modal dasar: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan jumlah modal disetor: [.........] - 10 - d. kepemilikan; dan Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Data kepemilikan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan kepemilikan: [.........] Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% e. wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS. Pasal 13 ayat (2) huruf a angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota DPS: [.........] - 11 - Perubahan anggaran dasar (jika ada) disertai dengan bukti pengesahan, persetujuan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang. Pasal 13 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. Susunan Organisasi 3. Susunan organisasi Pasal 13 ayat (2) Dibuktikan - 12 - yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 4. Dokumen yang memuat uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja secara tertulis, yang ditetapkan oleh Direksi. Pasal 13 ayat (2) huruf b jo. Pasal 35 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. - 13 - b. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah - 14 - kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 15 - dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun - 16 - terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] - 17 - Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan - 18 - dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.......] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. - 19 - secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] - 20 - 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] - 21 - pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. - 22 - 7. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 8. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 9. Sistem dan prosedur kerja usaha penjaminan syariah atau penjaminan ulang syariah berupa: a. prosedur operasi standar (standard operating procedure); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif - 23 - pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] b. contoh perjanjian kerja sama; dan c. contoh sertifikat kafalah yang akan digunakan oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Tenaga Ahli 10. Bukti mempekerjakan tenaga ahli penjaminan syariah berupa: a. bukti pengangkatan tenaga ahli; dan Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf e jo Pasal 37 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama tenaga ahli: [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] b. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan tenaga ahli. 1. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan syariah a. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor - 24 - sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluar- kan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] b. Dst. 2. Daftar pengalaman kerja: [.........] 3. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] - 25 - Asosiasi yang mengeluarkan surat: [.........] Modal Disetor 11. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor minimum dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang bersangkutan pada salah satu bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang dilegalisasi oleh bank penerima setoran dan masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha. Pasal 13 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu - 26 - penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] Rencana Kerja 12. Rencana kerja untuk 3 (tiga) tahun pertama paling sedikit memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dan langkah- langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Pasal 13 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] c. [.........] - 27 - Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional. Bukti Kesiapan Infastruktur 13. Bukti kesiapan infastruktur paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] c. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*) 14. Konfirmasi dari Pasal 13 ayat (2) Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Nama negara: - 28 - otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung dari pihak asing. huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Nama institusi: [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal: [.........] Substansi konfirmasi: [.........] Dokumen Lain 15. Dokumen lain dalam rangka mendukung pertumbuhan usaha yang sehat, meliputi: a. akta RUPS yang menyatakan pengangkatan DPS, bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama DPS: [.........] Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkumham: [.........] - 29 - Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] b. laporan posisi keuangan awal/pembukaan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; c. rencana bidang kepegawaian termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia untuk paling singkat 3 (tiga) tahun mendatang; d. pedoman tata kelola yang baik bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; e. perjanjian kerja sama antara pihak asing dan pihak Indonesia, bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang di dalamnya terdapat penyertaan dari Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian dan spesifikasi jabatan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] Kewajiban: [.........] - 30 - badan hukum asing atau warga negara asing yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan paling sedikit memuat: 1) komposisi permodalan, susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penjaminan; dan 2) kewajiban pihak asing untuk menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya; dan f. bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha. Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sistem penerimaan Otoritas Jasa Keuangan: [.........] Tanggal pelunasan: [.........] - 31 - Jumlah dilunasi: [.........] 16. Sertifikat keahlian di bidang manajemen risiko dari lembaga sertifikasi profesi di bidang manajemen risiko, bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Pasal 36 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 17. Permohonan izin usaha disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, PSP, dan anggota DPS Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pasal 13 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] - 32 - Syariah. *) Hanya diisi dalam hal terdapat kepemilikan asing Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 33 - FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 2 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Tanggal dimulainya kegiatan usaha No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 2 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perjanjian kerja sama (jika ada). : : : : : : : Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 15 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Keterangan Pasal 15 ayat (4) huruf a Nomor: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal: [.........] Komposisi - 34 - permodalan: [.........] Kewajiban: [.........] 3. Sertifikat kafalah yang telah dilakukan. Pasal 15 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sertifikat kafalah: [.........] Tanggal sertifikat kafalah: [.........] 4. Surat izin menetap dan/atau surat izin menggunakan tenaga kerja asing yang dikeluarkan oleh instansi berwenang bagi anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris berkewarganegaraan asing. Pasal 15 ayat (4) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Berlaku bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang memiliki anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang berkewarganegaraan asing. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor surat izin: [.........] Tanggal: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): - 35 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 36 - FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 3 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Lingkup wilayah sebelumnya Lingkup wilayah yang dituju Deskripsi singkat mengenai latar belakang perubahan lingkup wilayah No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah disampaikan menggunakan format 9 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. Pemenuhan Kriteria 2. Memenuhi ketentuan modal disetor lingkup wilayah yang dituju. Pasal 40 ayat (3) huruf a Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 40 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 37 - 3. Telah mendapatkan persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional dari PSP. Lampiran Dokumen 4. Rencana perubahan anggaran dasar. 5. Bukti persetujuan perubahan lingkup wilayah operasional dari PSP. Pasal 40 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 40 ayat (5) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 40 ayat (5) huruf b Pasal 40 ayat (9) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 6. Rencana kerja yang paling sedikit memuat: a. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dan langkah- langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan b. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Pasal 40 ayat (5) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Nama pihak yang menandatangani: [.........] Tanggal dokumen: [.........] Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] - 38 - Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional dengan lingkup wilayah operasional yang baru. 7. Peraturan perundang- undangan yang mendasari pemekaran wilayah. Pasal 40 ayat (9) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Apabila perubahan lingkup wilayah operasional Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah disebabkan karena adanya pemekaran wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Nama peraturan: [.........] Nomor peraturan: [.........] Tanggal: [.........] Hal: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga - 39 - Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 40 - FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 4 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan sebelum perubahan Nama perusahaan setelah perubahan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat mengenai latar belakang perubahan nama No. 1. Persyaratan Laporan perubahan nama disampaikan menggunakan format 10 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas nama baru dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 3. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Pasal 43 ayat (1) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : Dasar Hukum Pasal 43 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 43 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Nomor akta perubahan anggaran dasar: [.........] Tanggal akta perubahan anggaran dasar: [.........] - 41 - Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 4. Akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan anggaran dasar bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 43 ayat (1) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau - 42 - penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] - 43 - Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 5. Peraturan Pemerintah yang mendasari perubahan nama bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Pasal 43 ayat (1) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 44 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 45 - FORM SELF ASSESSMENT 5 PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 5 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Data perubahan anggaran dasar: No. Pasal 1. 2. dst Kelengkapan No. 1. Persyaratan Laporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha disampaikan menggunakan format 11 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar serta bukti pengesahan atau persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 43 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan : : : : : Sebelum Perubahan Setelah Perubahan - 46 - [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 47 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 48 - FORM SELF ASSESSMENT 6 PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 6 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal pemindahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan tempat kedudukan kantor pusat : : : : : : Data perubahan tempat kedudukan: Keterangan Kedudukan Alamat Kantor Nama Kota/Kabupaten No. Telp dan Fax Lama Baru No. Persyaratan 1. Laporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat disampaikan menggunakan format 12 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Nomor pokok wajib Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 43 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan Pasal 43 ayat (3) Nama: - 49 - pajak (NPWP) atas alamat baru dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 3. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Pasal 43 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Nomor NPWP: [.........] 3. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] - 50 - 4. Akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan anggaran dasar bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 43 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 51 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 5. Peraturan Pemerintah yang mendasari perubahan tempat kedudukan bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Pasal 43 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] - 52 - Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 53 - FORM SELF ASSESSMENT 7 PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 7 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pengurangan modal disetor : : : : : Substansi pengurangan modal disetor: Sebelum Modal dasar Modal disetor Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Total Total Kelengkapan No. Persyaratan 1. Laporan pengurangan modal disetor disampaikan menggunakan format 13 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 43 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 54 - dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar serta bukti persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Nominal modal disetor: Rp [.........] Ekuitas per [.........]: Rp [.........] - 55 - Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 56 - FORM SELF ASSESSMENT 8 PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 8 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang penambahan modal disetor Bentuk penambahan modal disetor (untuk penambahan modal disetor yang tidak menyebabkan terjadinya perubahan komposisi saham, pengambilalihan, dan/atau penambahan pemegang saham baru): Modal dasar Modal disetor Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % : : : : : setoran tunai konversi saldo laba konversi pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi dividen saham tanah dan bangunan Substansi penambahan modal disetor: Sebelum Sesudah Total Total No. Persyaratan 1. Laporan penambahan Dasar Hukum Pasal 43 ayat (9) POJK Nomor Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 57 - modal disetor disampaikan menggunakan format 14 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar yang disertai dengan bukti surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (9) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 1/POJK.05/2017 - 58 - 3. Bukti penambahan modal disetor, yaitu: a. bukti setoran pelunasan modal disetor dari pemegang saham dan bukti penempatan modal disetor atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah pada salah satu bank umum syariah di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran, dalam hal penambahan modal disetor dilakukan dalam bentuk uang tunai; Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh - 59 - tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] b. laporan keuangan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang telah diaudit oleh akuntan publik sebelum penambahan modal, dalam hal penambahan modal disetor dilakukan dalam bentuk konversi saldo laba, konversi pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi, dan/atau dividen saham; dan 2. Dst. c. laporan penilai independen atas nilai tanah dan bangunan, dalam hal penambahan modal disetor Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penambahan modal disetor dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham yang merupakan pemerintah pusat Pasal 43 ayat (9) huruf b angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Jumlah saldo laba/pinjaman yang diterbitkan dalam bentuk obligasi wajib konversi/dividen saham*) yang akan dikonversi menjadi modal disetor: Rp [.......] Nama kantor akuntan publik: [.........] - 60 - dilakukan dalam bentuk tanah dan bangunan. atau pemerintah daerah. Tanggal penilaian: [.........] Nama penilai: [.........] Objek yang dinilai: [.........] Hasil penilaian: [.........] 4. Surat pernyataan pemegang saham atau anggota koperasi yang menyatakan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman, kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan dalam hal penambahan modal dilakukan dalam bentuk uang tunai. 5. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir, dalam hal pemegang saham berupa badan usaha, lembaga atau badan hukum koperasi. Pasal 43 ayat (9) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 43 ayat (9) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.......] Nama kantor - 61 - akuntan publik: [.........] 2. Dst. 6. Rencana bisnis (business plan) dan langkah- langkah Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dalam penggunaan penambahan modal disetor. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 43 ayat (9) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 62 - FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA FORM: 9 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal efektif perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan status perusahaan No. Persyaratan 1. Laporan perubahan status perusahaan disampaikan menggunakan format 15 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar disertai dengan bukti persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 43 ayat (10) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] 5. Nomor akta: [.........] : : : : : : Dasar Hukum Pasal 43 ayat (10) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 63 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 64 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 65 - FORM SELF ASSESSMENT 10 PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS FORM: 10 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan pemegang saham : : : : : Substansi perubahan pemegang saham: Sebelum Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Sesudah Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) % Total Total No. Persyaratan 1. Laporan perubahan pemegang saham disampaikan menggunakan format 17 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta pemindahan hak atas saham, Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 44 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan Pasal 44 ayat (3) huruf a Nomor akta: [.........] - 66 - dalam hal terjadi pemindahan hak atas saham. POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi akta pemindahan hak atas saham dari: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] kepada: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] Dalam hal terdapat kepemilikan asing, total kepemilikan - 67 - asing secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham selain PSP 3. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. - 68 - e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota selain pengendali sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 69 - saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun - 70 - terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. - 71 - 4. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 72 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.......] - 73 - Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] - 74 - Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 75 - kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan - 76 - yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 5. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 6. Dalam hal pemegang saham Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: - 77 - adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 7. Surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa uang yang digunakan untuk membeli saham Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan, dalam hal terjadi jual beli saham. 8. Dalam hal Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah memperdagangkan sahamnya di bursa efek, batas waktu pelaporan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal pencatatan perubahan pemegang saham dalam daftar Pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Pasal 44 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 78 - perseroan berlaku apabila: a. terdapat perubahan pemegang saham dari saham yang diperoleh bukan dari perdagangan bursa efek; dan/atau b. terdapat perubahan PSP. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 79 - FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 11 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin usaha Bentuk badan hukum sebelumnya Bentuk badan hukum setelah perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan bentuk badan hukum No. Persyaratan 1. Laporan perubahan bentuk badan hukum disampaikan menggunakan format 18 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Risalah RUPS atau Peraturan Pemerintah mengenai perubahan bentuk badan Pasal 45 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta/Peraturan Pemerintah: [.........] : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 45 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 80 - hukum Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Tanggal akta/Peraturan Pemerintah: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 3. Bukti perubahan bentuk badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 45 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] 1. Nomor akta: [.........] - 81 - Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] 2. Dst. 4. Berita acara pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru. 5. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas nama bentuk badan hukum Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang baru. Pasal 45 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 45 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] Nomor dan tanggal berita acara: [.........] Nama: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) - 82 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 83 - FORM SELF ASSESSMENT 12 PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 12 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Tanggal efektif perubahan Deskripsi singkat latar belakang perubahan alamat kantor pusat : : : : : : Data perubahan tempat alamat: Keterangan Alamat Kantor Nama Kota/Kabupaten No. Telp dan Fax Lama Baru No. Persyaratan 1. Laporan perubahan alamat disampaikan dengan menggunakan format 19 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Data alamat lengkap kantor pusat dan/atau kantor Pasal 46 ayat (3) huruf a POJK Nomor Perubahan alamat kantor harus sesuai Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 46 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 84 - cabang. 3. Bukti penguasaan gedung kantor. 1/POJK.05/2017 Pasal 46 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 dengan lingkup wilayah operasionalnya. Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 85 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 86 - FORM SELF ASSESSMENT 13 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 13 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan yang menerima penggabungan Nama perusahaan yang menggabungkan diri Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha perusahaan yang menerima penggabungan Tanggal izin usaha perusahaan yang menerima penggabungan Nomor izin usaha perusahaan yang menggabungkan diri Tanggal izin usaha perusahaan yang menggabungkan diri Deskripsi singkat latar belakang penggabungan Substansi penggabungan: Sebelum Pemegang Saham Nominal (Rp) % Pemegang Saham : : : : : : : : : Sesudah Nominal (Rp) % Total Total - 87 - No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan penggabungan disampaikan dengan menggunakan format 20 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui penggabungan. Dasar Hukum Pasal 48 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 48 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta penggabungan: PT [.........] dengan: PT [.........] Substansi: [.........] 4. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % - 88 - b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 89 - 2. Dst. d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 90 - pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan - 91 - pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena - 92 - melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: - 93 - [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit - 94 - periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 95 - 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] - 96 - berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan pernyataan: [.........] - 97 - dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] - 98 - 8. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 9. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan penggabungan. Pasal 48 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 10. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil penggabungan. 11. Rencana kerja 3 (tiga) tahun pertama dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Pasal 48 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf g jo Pasal 48 ayat (2) huruf g Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: - 99 - Penjaminan Ulang Syariah hasil penggabungan paling sedikit memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dan langkah- langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional. 12. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil Pasal 13 ayat (2) huruf b jo Pasal 48 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua POJK Nomor 1/POJK.05/2017 a. [.........] b. [.........] c. [.........] - 100 - penggabungan yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 13. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan penggabungan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil penggabungan. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 48 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] fungsi-fungsi tersebut. Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan - 101 - 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 102 - FORM SELF ASSESSMENT 14 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 14 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Uraian Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 21 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui penggabungan. Dasar Hukum Pasal 51 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 : : : : : : : Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 51 ayat (2) huruf a Nomor akta: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan - 103 - notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta penggabungan. Pasal 51 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menggabungkan Pasal 51 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani - 104 - diri tidak mempunyai utang pajak dari instansi yang berwenang. Keterangan tambahan (bila diperlukan): oleh: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 105 - FORM SELF ASSESSMENT 15 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MENGGABUNGKAN DIRI FORM: 15 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MENGGABUNGKAN DIRI Nama perusahaan yang menerima penggabungan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penggabungan Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 22 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Dokumen izin pembukaan kantor cabang terdahulu yang dimiliki oleh : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 51 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 51 ayat (4) huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] - 106 - Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menggabungkan diri. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 51 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 107 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 108 - FORM SELF ASSESSMENT 16 PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 16 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan penggabungan Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan penggabungan Persyaratan : : : : : : Tanggal efektif pengabungan : No. 1. Laporan pelaksanaan penggabungan disampaikan menggunakan format 23 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi yang berwenang. Pasal 52 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: Pemenuhan Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 52 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 109 - [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 110 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 111 - FORM SELF ASSESSMENT 17 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 17 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan yang akan melakukan peleburan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nama perusahaan hasil peleburan Nomor izin usaha perusahaan yang akan melakukan peleburan Tanggal izin usaha perusahaan yang akan melakukan peleburan Deskripsi singkat latar belakang peleburan Substansi peleburan: Sebelum Pemegang Saham Nominal (Rp) % Pemegang Saham Sesudah Nominal (Rp) % : 1. : 1. : 1. : : : : : 2. 2. 2. Total Total No. Persyaratan 1. Permohonan Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 48 ayat (2) Keterangan - 112 - Persetujuan peleburan disampaikan dengan menggunakan format 20 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] Rancangan akta dengan risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta peleburan: PT [.........] dengan: PT [.........] menjadi: PT [.........] Substansi: [.........] 4. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 113 - b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% Data pemegang saham atau anggota selain PSP 5. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] - 114 - 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 115 - pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah - 116 - mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. - 117 - 6. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 118 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah - 119 - ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) 1. Nama: [.........] - 120 - penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 121 - dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebab- kan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang - 122 - mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 8. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] - 123 - pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 9. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan peleburan. Pasal 48 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 10. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan. 11. Rencana kerja 3 (tiga) tahun pertama dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan paling sedikit memuat: a. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi Pasal 48 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf g jo Pasal 48 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. c. [.........] [.........] - 124 - ekonomi; b. rencana kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional. 12. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, Pasal 13 ayat (2) huruf b jo Pasal 48 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. - 125 - dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 13. Rancangan akta pendirian dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan. 14. Sistem dan prosedur kerja usaha penjaminan atau penjaminan ulang dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil Peleburan berupa: a. prosedur operasi standar (standard operating procedure); Pasal 48 ayat (2) huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf d jo Pasal 48 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] b. contoh perjanjian kerja sama; dan Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 126 - c. contoh sertifikat kafalah yang akan digunakan oleh Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Tenaga Ahli 15. Bukti mempekerjakan tenaga ahli penjaminan syariah dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil Peleburan berupa: a. bukti pengangkatan tenaga ahli; dan Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Pasal 13 ayat (2) huruf e jis Pasal 37 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama tenaga ahli: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf d angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] b. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan tenaga ahli. 1. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan syariah a. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] - 127 - Lembaga yang mengeluar- kan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] b. Dst. 2. Daftar pengalaman kerja: [.........] 3. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan surat: [.........] Bukti Kesiapan Infastruktur 16. Bukti kesiapan infastruktur dari Perusahaan Pasal 13 ayat (2) huruf h jo Pasal - 128 - Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung; dan 48 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] c. Dst. Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 13 ayat (2) huruf h angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*) 17. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung dari pihak asing, dari Perusahaan Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Pasal 13 ayat (2) huruf i POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Nama negara: [.........] Nama institusi: [.........] - 129 - Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan. Nomor surat: [.........] Tanggal: [.........] Substansi konfirmasi: [.........] Dokumen Lain 18. Dokumen lain dalam rangka mendukung pertumbuhan usaha yang sehat dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan, meliputi: a. laporan posisi keuangan awal/pembukaan Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; b. rencana bidang kepegawaian termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia untuk paling singkat 3 (tiga) tahun mendatang; c. pedoman tata kelola yang baik bagi Perusahaan Penjaminan Syariah atau Perusahaan Penjaminan Ulang Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian dan spesifikasi jabatan: [.........] Pasal 48 ayat (2) huruf j jo Pasal 13 ayat (2) huruf j POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 130 - Syariah; d. perjanjian kerjasama antara pihak asing dan pihak Indonesia, bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang di dalamnya terdapat penyertaan dari badan hukum asing atau warga negara asing yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan paling sedikit memuat: 1) komposisi permodalan, susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penjaminan; dan 2) kewajiban pihak asing untuk menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] Kewajiban: [.........] - 131 - keahliannya; dan e. bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha. Pasal 13 ayat (2) huruf j angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sistem penerimaan Otoritas Jasa Keuangan: [.........] Tanggal pelunasan: [.........] 19. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil peleburan. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 48 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jumlah dilunasi: [.........] Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan - 132 - 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 133 - FORM SELF ASSESSMENT 18 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 18 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Uraian : : : : : : Tanggal pelaksanaan RUPS : No. 1. Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 24 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui peleburan. Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 53 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan Pasal 53 ayat (2) huruf a Nomor akta: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] - 134 - Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta peleburan. Pasal 53 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Akta risalah RUPS mengenai pendirian perusahaan hasil peleburan. Pasal 53 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] - 135 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 5. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan peleburan tidak mempunyai utang pajak dari instansi yang berwenang. Pasal 53 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani oleh: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 136 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 137 - FORM SELF ASSESSMENT 19 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELEBURKAN DIRI FORM: 19 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELEBURKAN DIRI Nama perusahaan hasil peleburan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas rencana peleburan No. Persyaratan 1. Laporan pembukaan kantor cabang disampaikan menggunakan menggunakan format 25 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang (jika ada) terdahulu yang : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 53 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 53 ayat (4) huruf a Nomor POJK Nomor penetapan/ keputusan: - 138 - dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang meleburkan diri. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 53 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1/POJK.05/2017 [.........] Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 139 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 140 - FORM SELF ASSESSMENT 20 PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 20 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan peleburan Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan peleburan Tanggal efektif peleburan No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan peleburan disampaikan menggunakan menggunakan format 26 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan disetujui oleh atau diberitahukan Pasal 54 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] 1. Nomor akta: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 54 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 141 - kepada instansi yang berwenang. Nama notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 142 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 143 - FORM SELF ASSESSMENT 21 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 21 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nama pihak yang mengambilalih Deskripsi singkat latar belakang pengambilalihan No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan pengambilalihan disampaikan dengan menggunakan format 27 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta risalah RUPS yang menyetujui pengambilalihan. Pasal 55 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta risalah RUPS: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta pengambilalihan. Pasal 55 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pengambilalihan: PT [.........] : : : : : Dasar Hukum Pasal 55 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 144 - Substansi: [.........] 4. Rancangan akta pemindahan hak atas saham, dalam hal pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham. Pasal 55 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi akta pemindahan hak atas saham dari: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] kepada: 1. Sdr/i [.........] 2. PT [.........] 5. Surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa uang yang digunakan untuk membeli saham Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah tidak berasal dari pinjaman, kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan. Data pemegang saham atau anggota selain PSP 6. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 55 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. - 145 - POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: - 146 - Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rp [.........] Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 147 - bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; - 148 - dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan - 149 - Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahu- an dari instan- si berwenang: - 150 - [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.........] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung - 151 - maupun tidak langsung: [.........]% d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] - 152 - (NPWP); dan huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 153 - yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. - 154 - 8. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 9. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 10. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Pasal 55 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: - 155 - [.........] 11. Permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 55 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 156 - FORM SELF ASSESSMENT 22 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 22 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 28 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pengambilalihan. Pasal 58 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 58 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 157 - [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pengambilalihan. Pasal 58 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Bukti pemberitahuan kepada instansi yang berwenang. Pasal 58 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani oleh: - 158 - [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 159 - FORM SELF ASSESSMENT 23 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 23 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni disampaikan dengan menggunakan format 29 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. : : : : : Dasar Hukum Pasal 61 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 61 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] Substansi: [.........] - 160 - 3. Rancangan akta pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru dan/atau badan hukum baru yang akan menerima aset, liabilitas, dan ekuitas. 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin dan penerima jaminan bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan murni. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru dan/atau badan hukum baru yang akan menerima aset, liabilitas, dan ekuitas. Pasal 61 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 61 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pendirian: PT [.........] Substansi: [.........] Pasal 61 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........]% b. [.........] kepemilikan sebesar [.........]% Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% - 161 - Data pemegang saham atau anggota selain PSP dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru hasil pemisahan murni 6. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 SPT atas Sdr/i: [.........] - 162 - (satu) tahun terakhir; huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 163 - pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 - 164 - (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 7. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal - 165 - keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi perubahan - 166 - anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.......] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. - 167 - 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang - 168 - bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 169 - dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 8. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 9. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Daerah: [.........] - 170 - mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 10. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan murni. Pasal 61 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 11. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil pemisahan murni. 12. Rencana kerja yang akan dilakukan untuk 3 (tiga) tahun pertama setelah mendapatkan izin usaha dari badan hukum baru yang merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, yang paling Pasal 61 ayat (2) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 61 ayat (2) huruf h POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] c. [.........] - 171 - sedikit memuat: a. studi kelayakan peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha penjaminan syariah dan langkah- langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan arus kas bulanan serta asumsi yang mendasarinya dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah melakukan kegiatan operasional. 13. Susunan organisasi dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru hasil pemisahan murni. 14. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Pasal 61 ayat (2) huruf i jo Pasal 13 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 61 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] - 172 - Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil pemisahan murni. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 173 - FORM SELF ASSESSMENT 24 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 24 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 30 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pemisahan murni. Pasal 64 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 64 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 174 - [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pemisahan murni. Pasal 64 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Dokumen yang menyatakan bahwa Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah tidak mempunyai utang pajak dari instansi Pasal 64 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Ditandantangani oleh: - 175 - yang berwenang. 5. Akta risalah RUPS yang menyatakan pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau DPS. Pasal 64 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 [.........] Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 6. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang bersangkutan, dalam hal terdapat pemegang saham baru atau anggota baru (jika ada). Pasal 64 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] - 176 - Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] 7. Laporan posisi keuangan awal/pembukaan dari badan hukum baru hasil pemisahan murni. 8. Bukti kesiapan operasional dari badan hukum baru hasil pemisahan murni yang merupakan Pasal 64 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 177 - Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] c. Dst. b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 64 ayat (2) huruf g angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] - 178 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 179 - FORM SELF ASSESSMENT 25 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI FORM: 25 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 31 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan : : : : : Dasar Hukum Pasal 64 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 64 ayat (4) Huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] - 180 - pemisahan murni. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 64 ayat (4) Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 181 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 182 - FORM SELF ASSESSMENT 26 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 26 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan murni Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan murni Tanggal pelaksanaan pemisahan murni No. Persyaratan 1. Laporan pemisahan murni disampaikan dengan menggunakan format 32 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi berwenang. Pasal 65 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 65 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 183 - [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 184 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 185 - FORM SELF ASSESSMENT 27 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH BARU FORM: 27 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH BARU Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] - 186 - Kepada: PT [.........] 3. Rancangan akta pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin, penerima jaminan, dan pihak terkait lainnya. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% 6. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode - 187 - murni. [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 7. Laporan keuangan proforma dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. 8. Rencana kerja yang akan dilakukan untuk 3 (tiga) tahun pertama setelah mendapatkan izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru, yang paling sedikit memuat: a. studi kelayakan peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha penjaminan syariah dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan c. proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan arus kas bulanan serta asumsi yang Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 7 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] c. [.........] - 188 - mendasarinya dimulai sejak Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru melakukan kegiatan operasional. 9. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 10. Susunan organisasi yang menggambarkan fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 9 jo Pasal 13 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Pasal 67 ayat (2) huruf a angka 8 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Data pemegang saham atau anggota selain PSP 11. Dalam hal pemegang saham atau anggota adalah perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah: a. 1 (satu) lembar pas Pasal 13 ayat (2) Pas foto atas - 189 - foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; huruf c angka 1 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 b. tanda pengenal berupa KTP atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. surat pemberitahuan (SPT) pajak untuk 1 (satu) tahun terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf e) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 SPT atas Sdr/i: [.........] Periode SPT: tahun [.........] Penghasilan kena pajak: Rp [.........] - 190 - Jumlah aset pada SPT: Rp [.........] Jumlah kewajiban pada SPT: Rp [.........] f. surat pernyataan pemegang saham yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; 4) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada lembaga jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 1 huruf f) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pemegang saham atau anggota koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 191 - melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap - 192 - dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau anggota dewan pengawas syariah pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 12. Dalam hal pemegang saham adalah badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah: a. akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang terakhir yang telah berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf a) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] - 193 - Nomor keputusan Kemenkumham: [.........] Tanggal keputusan Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] Data seluruh perubahan anggaran dasar perusahaan (jika ada): 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi - 194 - berwenang: [.........] Substansi perubahan anggaran dasar: [.........] b. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] Jumlah ekuitas: Rp [.......] Nama kantor akuntan publik: [.........] 2. Dst. c. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham yang disertai dengan dokumen pendukungnya yang menunjukkan persentase kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. - 195 - d. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf d) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] 2. Dst. e. data direksi badan hukum tersebut meliputi: 1) 1 (satu) lembar pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 2) tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 2. Dst. 3) daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4) nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. 1. Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] - 196 - 2. Dst. 5) surat pernyataan direksi atau yang setara dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: (a) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; (b) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; (c) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; (d) tidak termasuk dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi pemegang saham atau pihak yang mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 2 huruf e) angka 5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] - 197 - lembaga jasa keuangan; (e) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/ perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan (f) tidak pernah menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 13. Dalam hal pemegang saham adalah negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Peraturan Pemerintah: [.........] Tanggal: [.........] - 198 - modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 14. Dalam hal pemegang saham adalah pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 15. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 13 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Nominal: [.........] Nomor Peraturan Daerah: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Nominal: [.........] Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan - 199 - yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 200 - FORM SELF ASSESSMENT 28 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 28 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 201 - 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] Substansi: [.........] 3. Rancangan akta pendirian badan hukum baru. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pendirian: PT [.........] 4. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 5. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Pasal 67 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 202 - Syariah yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 6. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 203 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 204 - FORM SELF ASSESSMENT 29 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH LAIN FORM: 29 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH LAIN Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 205 - 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] 3. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 4. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban terjamin, penerima jaminan, dan pihak terkait lainnya. 5. Rencana daftar kepemilikan dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah lain. Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Rencana daftar nama dan komposisi pemegang saham berupa: a. [.........] kepemilikan - 206 - sebesar [.........] % b. [.........] kepemilikan sebesar [.........] % Jumlah kepemilikan asing baik secara langsung maupun tidak langsung: [.........]% 6. Dokumen Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang akan menerima pengalihan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas, meliputi: a) izin usaha sebagai Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf a) Nomor surat keputusan: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] b) laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf b) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan - 207 - kantor akuntan publik; dan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] c) laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulan terakhir sebelum menerima pengalihan aset, liabilitas, dan ekuitas. 7. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang akan melakukan pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 8. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 67 ayat (2) huruf c angka 5 huruf c) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 - 208 - bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 209 - FORM SELF ASSESSMENT 30 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 30 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan Persetujuan Tanggal surat permohonan Persetujuan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Persetujuan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 33 Lampiran POJK Nomor : : : : : Dasar Hukum Pasal 67 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 210 - 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Rancangan akta pemisahan. Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Rancangan akta pemisahan dari: PT [.........] Kepada: PT [.........] 3. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni. Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Substansi: [.........] Laporan keuangan PT [.........] yang dilampirkan: 1. Laporan keuangan yang telah diaudit periode [.........] 2. Jumlah ekuitas: Rp [.........] 3. Nama kantor akuntan publik: [.........] 4. Proyeksi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan laporan arus kas bulanan selama 3 (tiga) tahun dari Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang akan melakukan Pasal 67 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] - 211 - pemisahan terhitung sejak pemisahan selesai dilakukan. 5. Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau PSP Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Pasal 67 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 212 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 213 - FORM SELF ASSESSMENT 31 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 31 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal pelaksanaan RUPS No. 1. Persyaratan Laporan pelaksanaan RUPS disampaikan menggunakan format 34 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS yang menyetujui pemisahan tidak murni. : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 70 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 70 ayat (2) huruf a Nomor akta: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan - 214 - notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta pemisahan tidak murni. Pasal 70 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 4. Akta risalah RUPS yang menyatakan pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 70 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: - 215 - [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 5. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk setoran tunai dari pemegang saham atau anggota dan bukti penempatan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang bersangkutan, dalam hal terdapat pemegang saham baru atau anggota baru (jika ada). Pasal 70 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelunasan modal disetor Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] Bukti - 216 - penempatan modal disetor Bank penerima: [.......] Tanggal penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] 6. Laporan keuangan pembukaan dari badan hukum baru hasil pemisahan tidak murni. 7. Bukti kesiapan operasional dari badan hukum baru hasil pemisahan tidak murni yang merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah paling sedikit berupa: a. daftar aset tetap dan inventaris beserta bukti kepemilikan atau penguasaan; Pasal 70 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar inventaris: a. [.........] b. [.........] - 217 - b. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; dan Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 c. Dst. Surat keterangan domisili kantor pusat Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] c. nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pasal 70 ayat (2) huruf f angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 218 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 219 - FORM SELF ASSESSMENT 32 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI FORM: 32 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 35 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin pembukaan kantor cabang (jika ada) terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan : : : : : Dasar Hukum Pasal 70 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 70 ayat (4) Huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 penetapan/ keputusan: [.........] - 220 - Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang (jika ada). Pasal 70 ayat (4) Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal penetapan/ keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar - 221 - dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 222 - FORM SELF ASSESSMENT 33 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 33 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan tidak murni Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan pemisahan tidak murni Tanggal pelaksanaan pemisahan tidak murni No. Persyaratan 1. Laporan pelaksanaan pemisahan tidak murni disampaikan dengan menggunakan format 36 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi berwenang. Pasal 71 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 71 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 223 - Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan/ persetujuan/ penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 224 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 225 - FORM SELF ASSESSMENT 34 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 34 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang Contact person (nama, telepon, email) Maksud dan tujuan pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 37 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti penguasaan gedung kantor. : : : : : Dasar Hukum Pasal 73 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 73 ayat (4) Huruf a Lingkup wilayah POJK Nomor 1/POJK.05/2017 operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] - 226 - Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] 3. Struktur organisasi dan nama calon kepala kantor cabang serta jumlah karyawan. Pasal 73 ayat (4) Huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Nama calon kepala kantor cabang: [.........] Jumlah Karyawan: [.........] 4. Rencana bisnis yang memuat rencana pembukaan kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 73 ayat (4) Huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): - 227 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 228 - FORM SELF ASSESSMENT 35 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 35 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang penutupan kantor cabang : : : : : Daftar penutupan kantor cabang No. Nama Kantor 1. 2. Dst. *) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, dan Kode Pos No. Persyaratan 1. Laporan penutupan kantor cabang disampaikan dengan menggunakan format 38 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. Dasar Hukum Pasal 76 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Nomor dan Tanggal Keputusan Izin Pembukaan Kantor Cabang Alamat*) Kepala Kantor Cabang Tanggal Efektif Penutupan Kantor - 229 - 2. Bukti pemberitahuan rencana penutupan kantor cabang. 3. Bukti pemberitahuan prosedur penyelesaian hak dan kewajiban. Pasal 76 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 76 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal pemberitahuan kepada pihak yang terkait: [.......] Tanggal pemberitahuan prosedur penyelesaian hak dan kewajiban: [.......] 4. Bukti penyelesaian hak dan kewajiban debitur. Pasal 76 ayat (4) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 230 - FORM SELF ASSESSMENT 36 PELAPORAN PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 36 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan konversi Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian Persetujuan konversi Tanggal pelaksanaan konversi No. Persyaratan 1. Laporan pelaksanaan konversi disampaikan dengan menggunakan format 42 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Anggaran dasar yang telah disahkan, disetujui oleh atau diberitahukan kepada instansi yang Pasal 81 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 81 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 231 - berwenang. Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Substansi: [.........] 2. Dst. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 232 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 233 - FORM SELF ASSESSMENT 37 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA KEPUTUSAN RUPS FORM: 37 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA KEPUTUSAN RUPS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal pelaksanaan RUPS pembubaran Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh Likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya keputusan atau penetapan pembubaran. Pasal 85 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya keputusan atau penetapan pembubaran berupa sebagai berikut: [.........] 3. Asli salinan Pasal 85 ayat (3) Nomor surat : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 85 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 234 - keputusan mengenai pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 keputusan: [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 235 - FORM SELF ASSESSMENT 38 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG DITETAPKAN DALAM ANGGARAN DASAR BERAKHIR FORM: 38 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG DITETAPKAN DALAM ANGGARAN DASAR BERAKHIR Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal berakhirnya jangka waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang ditetapkan dalam anggaran dasar Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh Likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Dokumen yang menjadi dasar Pasal 86 ayat (3) huruf a Dokumen yang menjadi dasar : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 86 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 236 - pengakhiran Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 3. Asli salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 86 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 ditetapkannya keputusan atau penetapan pembubaran berupa sebagai berikut: [.........] Nomor surat keputusan: [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 237 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 238 - FORM SELF ASSESSMENT 39 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH FORM: 39 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor izin usaha Tanggal izin usaha Tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau tanggal keputusan pemerintah diterima Deskripsi singkat mengenai latar belakang pembubaran No. Persyaratan 1. Laporan pembubaran disampaikan menggunakan format 43 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan disampaikan oleh Likuidator atau kuasa rapat anggota. 2. Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 87 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 87 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 239 - bubar berdasarkan putusan pengadilan. 3. Keputusan pemerintah. Pasal 87 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah bubar berdasarkan keputusan pemerintah. Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 240 - FORM SELF ASSESSMENT 40 PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 40 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Jenis transaksi Deskripsi singkat latar belakang rencana penghentian kegiatan usaha No. Persyaratan Analisis Substantif RPKU 1. Alasan penghentian kegiatan usaha. : : : : : : Dasar Hukum Pasal 89 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Uraian mengenai kondisi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah, termasuk data mengenai jumlah sertifikat kafalah yang masih berlaku, jumlah terjamin dan/atau penerima jaminan, dan jumlah kewajiban Perusahaan Penjaminan Syariah Pasal 89 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Jelaskan dengan singkat alasan penghentian kegiatan usaha: [.........] Berdasarkan rencana penghentian kegiatan usaha PT [.........], diketahui hal- hal mengenai kondisi PT [.........] sebagai berikut: 1. Jumlah sertifikat kafalah: [.........] - 241 - dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada terjamin dan/atau penerima jaminan. 2. Jumlah terjamin: [.........] 3. Jumlah penerima jaminan: [.........] 4. Jumlah kewajiban: [.........] 5. Ringkasan laporan keuangan: [.........] 3. Rencana penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah kepada seluruh kreditor. 4. Rencana pembubaran atau rencana lainnya setelah Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah menyelesaikan kewajiban kepada seluruh kreditor dan izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Analisis Dokumen Pendukung RPKU 5. Permohonan Persetujuan rencana Pasal 89 ayat (3) POJK Nomor Pasal 89 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penyelesaian kewajiban sebagai berikut: 1. [.........] 2. [.........] Pasal 89 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jelaskan rencana pembubaran atau rencana lainnya: [.........] - 242 - penghentian kegiatan usaha disampaikan dengan menggunakan format 44 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 6. Asli salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah atau apabila asli salinan keputusan hilang harus dilampiri dengan salinan keputusan mengenai pemberian izin usaha yang telah dilegalisasi dan surat pernyataan Direksi bahwa asli salinan keputusan hilang. Pasal 89 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Salinan Keputusan Menteri Keuangan/ Salinan Keputusan Dewan Komisioner Nomor surat keputusan: [.........] Tanggal surat keputusan: [.........] Tentang: [.........] Instansi penerbit surat keterangan: [.........] Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh Direksi atau yang setara dari badan hukum sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 1/POJK.05/2017 - 243 - Tanggal surat pernyataan: [.........] 7. Keputusan RUPS mengenai Persetujuan atas rencana penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 89 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 8. Laporan keuangan terakhir Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. Pasal 89 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Laporan keuangan perusahaan yang telah di audit per [.........], sebagai berikut: 1. Total aset: Rp[.........] 2. Total liabilitas: Rp[.........] 3. Modal disetor: Rp[.........] - 244 - 4. Ekuitas: Rp[.........] 5. IJP bruto: Rp[.........] 6. Laba bersih: Rp[.........] 9. Bukti penyelesaian pajak dan kewajiban lainnya kepada negara. 10. Bukti penyelesaian pungutan Otoritas Jasa Keuangan dan denda administratif terutang. Pasal 89 ayat (3) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 89 ayat (3) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti setor pajak: [.........] Bukti pembayaran Nominal: Rp[.........] Tanggal: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 245 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 246 - FORM SELF ASSESSMENT 41 PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 41 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Jenis transaksi Tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha No. Persyaratan 1. Laporan penghentian kegiatan usaha disampaikan menggunakan format 45 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah. 3. Bukti pelaksanaan pengumuman rencana penghentian Pasal 91 huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti pelaksanaan kegiatan usaha sebagai berikut: [.........] Pasal 90 ayat (8) huruf b jo Pasal 91 huruf b Bukti pelaksanaan pengumuman : : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 91 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 247 - kegiatan usaha dan penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dalam surat kabar selama 3 (tiga) hari berturut-turut paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat Persetujuan rencana penghentian kegiatan usaha. 4. Bukti pelaksanaan penyelesaian kewajiban Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal surat Persetujuan rencana penghentian kegiatan usaha. 5. Neraca akhir Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang telah diaudit oleh akuntan publik. Pasal 91 huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Neraca akhir perusahaan yang telah di audit per [.........] sebagai berikut: 1. Total aset: [.........] 2. Total liabilitas: [.........] 3. Total ekuitas: [.........] 6. Surat pernyataan dari pemegang saham yang menyatakan Pasal 91 huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Surat pernyataan yang ditandatangani di Pasal 90 ayat (8) huruf c jo Pasal 91 huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penyelesaian seluruh kewajiban sebagai berikut: [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 koran yang memuat hal-hal sebagai berikut: [.........] - 248 - bahwa seluruh kewajiban Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. atas meterai oleh pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi sebagai berikut: 1. Sdr/i [.........] 2. Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Keterangan tambahan: (bila diperlukan) Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 249 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 250 - FORM SELF ASSESSMENT 42 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH FORM: 42 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor registrasi dari Otoritas Jasa Keuangan Nama tenaga ahli Tempat dan tanggal Lahir Gelar profesi tenaga ahli : : : : : : : : Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang*) Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli : *) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang, mohon diuraikan pula nama dan alamat kantor cabang dimaksud. No. Persyaratan Laporan Pengangkatan*) 1. Laporan pengangkatan disampaikan menggunakan format 8 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan Pasal 38 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Jenis sertifikasi: [.........] Dasar Hukum Pasal 38 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan (Jika sudah terdaftar sebelumnya) - 251 - syariah. Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 2. Dst. 3. Tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku. Pasal 38 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 4. Daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm. 5. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi. Pasal 38 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 38 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama: Sdr/i. [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan - 252 - surat: [.........] Laporan Pemberhentian*) 1. Surat laporan pemberhentian. Pasal 38 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Deskripsi singkat latar belakang pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah: [.........] *) Pilih salah satu Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 253 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 254 - FORM SELF ASSESMENT 43 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN/ATAU ANGGOTA DPS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH FORM: 43 FORM SELF ASSESMENT PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN/ATAU ANGGOTA DPS PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau DPS Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau DPS Lama Nama Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK Nama : : : : : : Data perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS: Baru Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK No. Persyaratan 1. Laporan perubahan anggota Direksi, Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 44 ayat (2) POJK Nomor Keterangan - 255 - anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS disampaikan dengan menggunakan format 16 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017. 2. Akta risalah RUPS bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Pasal 44 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta risalah rapat anggota bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 44 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] 1/POJK.05/2017 - 256 - Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkop: [.........] Tanggal surat Kemenkop: [.........] Substansi: [.........] 4. Bukti pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Pasal 44 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Dalam hal terjadi pemberhentian anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS, maka dokumen dilengkapi dengan dokumen bukti pemberhentian yang bersangkutan. - 257 - Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd RISWINANDI : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.05/2018 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK - 1 - DAFTAR ISI LAMPIRAN BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN No Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Form self assessment 1 Form self assessment 2 Form self assessment 3 Form self assessment 4 Form self assessment 5 Form self assessment 6 Form self assessment 7 Permohonan Hal Permohonan izin pembentukan UUS Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha UUS Permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS Pelaporan penutupan kantor cabang UUS Permohonan pencabutan izin UUS Permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan diri Permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri 8. Form self assessment 8 Permohonan penetapan izin pembukaan kantor cabang UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang UUS atas nama Perusahaan Penjaminan hasil pemisahan tidak murni BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN No Keterangan 9. 10. 11. Form self assessment 9 Form self assessment 10 Form self assessment 11 2 10 12 16 18 21 24 27 Permohonan Hal Pelaporan perubahan pimpinan UUS Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah Pelaporan perubahan anggota DPS UUS 30 34 38 - 2 - FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS FORM: 1 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS Nama perusahaan : Nomor surat permohonan izin UUS : Tanggal surat permohonan izin UUS : Contact person (nama, telepon, email) Identitas pimpinan UUS Identitas tenaga ahli Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin UUS Deskripsi perusahaan: No. Persyaratan 1. Permohonan izin UUS disampaikan menggunakan format 3 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perubahan anggaran dasar yang mencantumkan: Nomor akta perubahan anggaran dasar: [.........] Tanggal akta perubahan anggaran dasar: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan : : : : Dasar Hukum Pasal 19 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 3 - notaris: [.........] a. salah satu maksud dan tujuan Perusahaan Penjaminan yaitu melakukan kegiatan usaha penjaminan syariah; dan Pasal 19 ayat (3) huruf a angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Maksud dan tujuan: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan maksud dan tujuan: [.........] b. wewenang dan tanggung jawab DPS, Pasal 19 ayat (3) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota DPS: [.........] Pasal pada anggaran dasar yang mencantumkan wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota DPS: [.........] disertai dengan bukti persetujuan dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang. Pasal 19 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari instansi - 4 - berwenang: [.........] 3. Bukti setoran modal kerja minimum dalam bentuk deposito berjangka atas nama Perusahaan Penjaminan pada salah satu bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia yang dilegalisasi oleh bank penerima setoran dan masih berlaku selama dalam proses perizinan UUS. Pasal 19 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Bukti setoran modal kerja Tanggal transaksi: [.......] Bank penyetor: [.......] Nama penyetor: [.......] Bank penerima: [.......] Nama penerima: [.......] Nominal setoran modal (original currency): [.......] Nominal setoran modal (Rupiah): [.......] 4. Surat keputusan Direksi Perusahaan Penjaminan yang menyetujui penempatan modal kerja pada UUS disertai dengan besaran jumlah penempatan modal kerjanya. Pasal 19 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor surat: [.........] Tanggal: [.........] Substansi: [.........] Bukti penempatan modal kerja Bank penerima: [.......] Tanggal - 5 - penempatan: [.......] Jangka waktu penempatan: [.......] Tanggal jatuh tempo: [.......] Nominal penempatan deposito (Rupiah): [.......] 5. Risalah RUPS mengenai pengangkatan DPS. Pasal 19 ayat (3) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor risalah RUPS: [.........] Tanggal risalah RUPS: [.........] Substansi: [.........] Data Pimpinan UUS 6. Data pimpinan UUS: a. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] b. nomor pokok wajib pajak Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 2 Nama: [.........] - 6 - (NPWP); POJK Nomor 1/POJK.05/2017 c. daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm; d. bukti pengangkatan sebagai pimpinan UUS; e. bukti keahlian, pelatihan, dan/atau pengalaman di bidang keuangan syariah; dan Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor NPWP: [.........] Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama: 1. Sdr/i. [.........] 2. Dst. Nomor: [.........] Tanggal: [.........] 1. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] f. surat pernyataan yang menyatakan: 1) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan 2) tidak rangkap jabatan pada Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pimpinan UUS sebagai berikut: Sdr/i [.........] - 7 - fungsi lain pada Perusahaan Penjaminan yang sama, kecuali Tanggal surat pernyataan: [.........] pimpinan UUS adalah Direksi. 7. Laporan keuangan awal UUS yang terpisah dari kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan. 8. Susunan organisasi yang menggambarkan kedudukan UUS dan struktur UUS yang ditetapkan oleh Direksi, dilengkapi dengan jumlah dan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. Rencana kerja UUS 9. Rencana kerja UUS yang akan dibuka untuk 3 (tiga) tahun pertama yang paling sedikit memuat: a. studi kelayakan peluang pasar dan potensi ekonomi; b. target penjaminan syariah dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan target dimaksud; c. sistem dan prosedur kerja; dan d. proyeksi arus kas Pasal 19 ayat (3) huruf h angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) c. [.........] Pasal 19 ayat (3) huruf h angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf h angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf g POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian: [.........] Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] b. [.........] d. [.........] - 8 - bulanan serta asumsi yang mendasarinya yang dimulai sejak UUS melakukan kegiatan operasional serta proyeksi laporan posisi keuangan dan laporan kinerja keuangan. 10. Permohonan izin UUS disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota DPS Perusahaan Penjaminan. Pasal 19 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/ 2017 Nomor Permohonan: [.........] Tanggal Permohonan: [.........] Nomor penerimaan pada sistem: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): huruf h angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 9 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 10 - FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA UUS FORM: 2 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA UUS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin pembentukan UUS Tanggal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin pembentukan UUS Tanggal pelaksanaan kegiatan usaha UUS No. Persyaratan 1. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha UUS disampaikan dengan menggunakan format 4 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Perjanjian kerja sama penjaminan syariah yang telah dilakukan (jika ada). Pasal 21 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Komposisi permodalan: [.........] : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 21 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 11 - Kewajiban: [.........] 3. Sertifikat kafalah yang telah dilakukan. Pasal 21 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor sertifikat kafalah: [.........] Tanggal sertifikat kafalah: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 12 - FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG UUS FORM: 3 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG UUS Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang UUS No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS disampaikan dengan menggunakan format 5 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Data pimpinan kantor cabang UUS, meliputi: a. tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; dan : : : : : Dasar Hukum Pasal 25 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Pasal 25 ayat (2) huruf a angka 1 POJK Nomor Nama: [.........] 1/POJK.05/2017 Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] - 13 - Masa berlaku paspor: [.........] b. daftar riwayat hidup. 3. Data sumber daya manusia yang memiliki pengalaman dan/atau pelatihan mengenai keuangan syariah, disertai bukti pengalaman dan/atau pelatihan yang telah diikuti. Pasal 25 ayat (2) huruf a angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 25 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dilengkapi dengan pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm. 1. Nama: [.........] Jabatan: [.........] Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 2. Dst. 4. Data alamat lengkap kantor cabang UUS disertai dengan bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor. Pasal 25 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Alamat: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat - 14 - keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] 2. Dst. Rencana kerja kantor cabang UUS 5. Rencana kerja kantor cabang UUS yang akan dibuka yang paling sedikit memuat: a. target penjaminan syariah dan langkah-langkah untuk mewujudkan target dimaksud disertai asumsi pendukungnya; b. sistem dan prosedur kerja; c. struktur organisasi; dan d. jumlah dan susunan personalia. Pasal 25 ayat (2) huruf d angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 25 ayat (2) huruf d angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 25 ayat (2) huruf d angka 4 POJK Nomor c. [.........] b. [.........] Pasal 25 ayat (2) huruf d angka 1 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Penjelasan berupa uraian masing-masing poin: a. [.........] d. [.........] - 15 - 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 16 - FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG UUS FORM: 4 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG UUS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang penutupan kantor cabang UUS : : : : : Daftar penutupan kantor cabang UUS: Nomor dan Tanggal No. Nama Kantor 1. 2. Dst. *) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan kode pos No. Persyaratan 1. Laporan penutupan kantor cabang UUS disampaikan dengan menggunakan format 6 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Bukti pemberitahuan rencana penutupan kantor cabang UUS. Pasal 28 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal pemberitahuan kepada terjamin dan/atau penerima Dasar Hukum Pasal 28 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan Keputusan Izin Pembukaan Kantor Cabang UUS Alamat*) Kepala Kantor Cabang UUS Tanggal Efektif Penutupan Kantor - 17 - jaminan: [.......] 3. Bukti penyelesaian hak dan kewajiban terjamin dan/atau penerima jaminan. Pasal 28 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Penyelesaian seluruh hak dan kewajiban sebagai berikut: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 18 - FORM SELF ASSESSMENT 5 PERMOHONAN PENCABUTAN IZIN UUS FORM: 5 FORMAT SELF ASSESMENT PERMOHONAN PENCABUTAN IZIN UUS Nama perusahaan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nomor Keputusan Menteri Keuangan/Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin pembentukan UUS Tanggal Keputusan Menteri Keuangan/Otoritas Jasa Keuangan tentang pemberian izin pembentukan UUS Deskripsi singkat latar belakang pencabutan izin UUS Penutupan UUS dalam hal: : : : : : : : Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang memiliki UUS mengajukan permohonan penutupan UUS. UUS dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin UUS. No. Persyaratan 1. Permohonan pencabutan izin UUS disampaikan menggunakan format 7 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Asli salinan keputusan mengenai pemberian izin UUS. Pasal 31 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor keputusan: [.........] Tanggal Dasar Hukum Pasal 31 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 19 - keputusan: [.........] 3. Alasan penutupan. Pasal 31 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 4. Bukti pelaksanaan ketentuan sebagai berikut: a. bukti memberitahukan kepada penerima jaminan. b. bukti pengalihan portofolio penjaminan syariah ke Perusahaan Penjaminan Syariah atau UUS lainnya; dan Pasal 30 ayat (2) huruf b Tanggal POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 30 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 pemberitahuan kepada penerima jaminan: [.......] Daftar bukti pengalihan portofolio penjaminan syariah kepada Perusahaan Penjaminan Syariah lain atau UUS sebagai berikut: 1. [.......] 2. Dst. c. bukti menyelesaikan kewajiban yang dimiliki. Pasal 30 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan tambahan (bila diperlukan): Penyelesaian seluruh kewajiban sebagai berikut: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan - 20 - 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 21 - FORM SELF ASSESSMENT 6 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MENGGABUNGKAN DIRI FORM: 6 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MENGGABUNGKAN DIRI Nama perusahaan Nomor surat permohonan Tanggal surat permohonan Contact person (nama, telepon, email) Nomor SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan diri Tanggal SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan diri Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin UUS Deskripsi perusahaan: No. Persyaratan 1. Permohonan izin UUS disampaikan menggunakan format 22 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin UUS terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan diri. Pasal 51 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor keputusan: [.........] Tanggal : : : : : : : Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 51 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 22 - 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 51 ayat (4) huruf b keputusan: [.........] Surat POJK Nomor 1/POJK.05/2017 keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor cabang: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 23 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 24 - FORM SELF ASSESSMENT 7 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MELEBURKAN DIRI FORM: 7 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MELEBURKAN DIRI Nama perusahaan : Nomor surat permohonan izin UUS : Tanggal surat permohonan izin UUS : Contact person (nama, telepon, email) Nomor SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri Tanggal SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri Deskripsi singkat latar belakang permohonan izin UUS Deskripsi perusahaan : No. Persyaratan 1. Permohonan izin UUS disampaikan menggunakan format 25 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Izin UUS (jika ada) terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri. Pasal 53 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor keputusan: [.........] Tanggal keputusan: : : : : Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 53 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 25 - 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang. Pasal 53 ayat (4) huruf b [.........] Surat POJK Nomor 1/POJK.05/2017 keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor cabang: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 26 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 27 - FORM SELF ASSESSMENT 8 PERMOHONAN PENETAPAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG UUS ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI FORM: 8 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PENETAPAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG UUS ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI Nama perusahaan Nomor surat permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS Tanggal surat permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS Contact person (nama, telepon, email) Nomor SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang melakukan pemisahan tidak murni Tanggal SK UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang melakukan pemisahan tidak murni Deskripsi singkat latar belakang pembukaan kantor cabang No. Persyaratan 1. Permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS disampaikan dengan menggunakan format 35 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. : : : : : : : Dasar Hukum Pasal 70 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 28 - 2. Izin pembukaan kantor cabang UUS (jika ada) terdahulu yang dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang melakukan pemisahan tidak murni. 3. Bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor cabang UUS (jika ada). Pasal 70 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 70 ayat (4) huruf a Nomor POJK Nomor 1/POJK.05/2017 keputusan: [.........] Tanggal keputusan: [.........] Lingkup wilayah operasional: [.........] Surat keterangan domisili kantor cabang Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Alamat: [.........] Nama pihak pemilik yang tertera pada bukti penguasaan gedung kantor: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan - 29 - 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 30 - B. KATEGORI KEPENGURUSAN FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN PIMPINAN UUS FORM: 9 FORM SELF ASSESMENT PELAPORAN PERUBAHAN PIMPINAN UUS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan pimpinan UUS Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian pimpinan UUS : : : : : : Data perubahan pimpinan UUS: Lama No. Nama No. Baru Nama Kelengkapan No. Persyaratan 1. Laporan perubahan pimpinan UUS disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani oleh Direksi. Data Pimpinan UUS 2. Data pimpinan UUS, dokumen yang dilampirkan adalah: a. tanda pengenal berupa kartu Dasar Hukum Ya Tidak Pasal 23 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 1 Nama: [.........] - 31 - tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] b. nomor pokok wajib pajak (NPWP); Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 2 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 c. daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm; d. bukti pengangkatan sebagai pimpinan UUS; Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 3 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 4 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Nomor NPWP: [.........] Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama: Sdr/i. [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Dalam hal terjadi pemberhentian pimpinan UUS, maka dokumen dilengkapi dengan dokumen bukti pemberhentian yang e. bukti keahlian, pelatihan, dan/atau pengalaman di bidang keuangan syariah; dan Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 5 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 bersangkutan. 1. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: - 32 - [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] f. surat pernyataan yang menyatakan: 1) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan 2) tidak rangkap jabatan pada fungsi lain pada Perusahaan Penjaminan yang sama, kecuali pimpinan UUS adalah Direksi. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Pasal 19 ayat (3) huruf e angka 6 POJK Nomor 1/POJK.05/2017 2. Dst. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pimpinan UUS sebagai berikut: Sdr/i [.........] Tanggal surat pernyataan: [.........] Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 33 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 34 - FORM SELF ASSESMENT 10 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH FORM: 10 FORM SELF ASSESSMENT PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Nomor registrasi dari Otoritas Jasa Keuangan Nama tenaga ahli Tempat dan tanggal Lahir Gelar profesi tenaga ahli : : : : : (Jika sudah terdaftar sebelumnya) : : : Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang UUS *) Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga ahli*) : *) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang UUS, mohon diuraikan pula nama dan alamat kantor cabang UUS dimaksud. No. Persyaratan Laporan Pengangkatan*) 1. Laporan pengangkatan disampaikan menggunakan format 8 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Sertifikat keahlian dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan Pasal 38 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Jenis sertifikasi: [.........] Dasar Hukum Pasal 38 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Kelengkapan Ya Tidak Keterangan - 35 - syariah. Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku (jika ada): [.........] 2. Dst. 3. Tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku. Pasal 38 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] Masa berlaku paspor: [.........] 4. Daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm. 5. Surat keterangan dari asosiasi Perusahaan Penjaminan bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi. Pasal 38 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 38 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama : Sdr/i. [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang - 36 - mengeluarkan surat: [.........] Laporan Pemberhentian*) 1. Surat laporan pemberhentian. Pasal 38 ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Deskripsi singkat latar belakang pemberhentian tenaga ahli penjaminan syariah: [.........] *) Pilih salah satu Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 37 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 38 - FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DPS UUS FORM: 11 FORM SELF ASSESMENT PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DPS UUS Nama perusahaan Nomor surat pelaporan Tanggal surat pelaporan Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang perubahan anggota DPS UUS Tanggal pengangkatan dan/atau pemberhentian DPS UUS Data perubahan anggota DPS UUS: Lama Nama Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK Nama : : : : : : Baru Jabatan Nomor dan Tanggal Persetujuan PKK No. Persyaratan 1. Laporan perubahan anggota DPS UUS disampaikan dengan menggunakan format 16 Lampiran POJK Nomor 1/POJK.05/2017 dan ditandatangani oleh Direksi. 2. Akta risalah RUPS bagi Pasal 44 ayat (2) Nomor akta: Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 44 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 39 - Perusahaan Penjaminan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas. huruf a [.........] POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi berwenang. Nomor surat Kemenkumham: [.........] Tanggal surat Kemenkumham: [.........] Substansi: [.........] 3. Akta risalah rapat anggota bagi Perusahaan Penjaminan berbentuk badan hukum koperasi. Pasal 44 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta: [.........] Tanggal akta: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Disertai dengan surat persetujuan dari instansi - 40 - berwenang. Nomor surat Kemenkop: [.........] Tanggal surat Kemenkop: [.........] Substansi: [.........] 4. Bukti pengangkatan anggota DPS bagi Perusahaan Penjaminan yang berbentuk badan hukum perusahaan umum. Pasal 44 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Dalam hal terjadi pemberhentian anggota DPS, maka dokumen dilengkapi dengan dokumen bukti pemberhentian yang bersangkutan. Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. - 41 - Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.05/2018 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK - 1 - DAFTAR ISI LAMPIRAN No 1. 2. 3. 4. Keterangan Form self assessment 1 Form self assessment 2 Form self assessment 3 Form self assessment 4 Permohonan Permohonan Pendaftaran sebagai pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi Permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk orang perseorangan Permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk badan hukum Permohonan Pendaftaran sebagai broker penjaminan dan broker penjaminan ulang Hal 2 7 11 16 - 2 - FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI PEMERINGKAT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI FORM: 1 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI PEMERINGKAT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI Nama perusahaan Nomor surat permohonan Pendaftaran Tanggal surat permohonan Pendaftaran Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Pendaftaran : : : : : Deskripsi perusahaan: (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] Susunan Direksi dan Dewan Komisaris: No. Jabatan 1 2 Direktur Utama Direktur Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP Kewarganegaraan dan Domisili Jenis Sertifikasi (jika ada) - 3 - 3. 4. Komisaris Utama Komisaris No. Persyaratan 1. Permohonan Pendaftaran disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani oleh Direksi. Pemenuhan Kriteria 2. Pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi berbentuk badan hukum perseroan terbatas. 3. Pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi bersifat independen. Lampiran Dokumen 4. Akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 96 ayat (1) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Pasal 96 ayat (1) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dalam hal pemeringkat usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi bersifat independen. Pasal 96 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor akta pendirian badan hukum: [.........] Tanggal akta pendirian badan hukum: [.........] Nama notaris: Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 96 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 4 - [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Nama perusahaan: [.........] Tempat kedudukan: [.........] Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha: [.........] Jumlah modal disetor: [.........] Data kepemilikan: [.........] Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris: [.........] - 5 - 5. Data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham berikut rincian masing-masing besarnya kepemilikan pemegang saham. 6. Daftar susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris. 7. Susunan organisasi dan sumber daya manusia. Pasal 96 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 96 ayat (2) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 96 ayat (2) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. 8. Sistem teknologi informasi yang digunakan. 9. Kebijakan dan prosedur operasional. Pasal 96 ayat (2) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 96 ayat (2) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): - 6 - Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 7 - FORM SELF ASSESSMENT 2 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN PENJAMIN YANG BERBENTUK ORANG PERSEORANGAN FORM: 2 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN PENJAMIN YANG BERBENTUK ORANG PERSEORANGAN Nama agen penjamin Nomor surat permohonan Pendaftaran Tanggal surat permohonan Pendaftaran Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Pendaftaran No. Persyaratan 1. Permohonan Pendaftaran disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani oleh yang bersangkutan. Pemenuhan Kriteria 2. Agen penjamin memiliki sertifikat keagenan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan. 3. Agen penjamin terdaftar sebagai anggota asosiasi Lembaga Penjamin. Pasal 97 ayat (2) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 97 ayat (2) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Lembaga Penjamin yang diwakili agen penjamin: [.........] Nomor: : : : : : Kelengkapan Dasar Hukum Ya Pasal 97 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Tida k Keterangan - 8 - [.........] Tanggal: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan: [.........] Masa berlaku: [.........] Lampiran Dokumen 4. Sertifikat keagenan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang penjaminan. Pasal 97 ayat (3) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 1. Jenis sertifikasi: [.........] Nomor sertifikat: [.........] Tanggal sertifikat: [.........] Lembaga yang mengeluarkan sertifikat: [.........] Masa berlaku sertifikat: [.........] 2. Dst. 5. Tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku. Pasal 97 ayat (3) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nama: [.........] Jabatan: [.........] Nomor KTP/paspor: [.........] - 9 - Masa berlaku paspor: [.........] 6. Daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm. 7. Surat keterangan dari asosiasi Lembaga Penjamin bahwa tidak sedang dalam pengenaan sanksi. Pasal 97 ayat (3) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 97 ayat (3) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Daftar riwayat hidup dan pas foto atas nama: Sdr/i. [.........] Nomor surat: [.........] Tanggal surat: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan surat: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Agen penjamin tanda tangan [Nama Jelas] - 10 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 11 - FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN PENJAMIN YANG BERBENTUK BADAN HUKUM FORM: 3 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN PENJAMIN YANG BERBENTUK BADAN HUKUM Nama perusahaan Nomor surat permohonan Pendaftaran Tanggal surat permohonan Pendaftaran Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Pendaftaran Deskripsi perusahaan: (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. Nama Pemegang Saham 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] Susunan Direksi dan Dewan Komisaris: No. Jabatan 1 2 Direktur Utama Direktur Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan : : : : : Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP Kewarganegaraan dan Domisili Jenis Sertifikasi (jika ada) - 12 - 3. 4. Komisaris Utama Komisaris No. Persyaratan 1. Permohonan Pendaftaran disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani oleh Direksi. Pemenuhan Kriteria 2. Agen penjamin berbentuk badan hukum perseroan terbatas. 3. Agen penjamin terdaftar sebagai anggota asosiasi Lembaga Penjamin. Pasal 97 ayat (4) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 97 ayat (4) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Lembaga Penjamin yang diwakili agen penjamin: [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Asosiasi yang mengeluarkan: [.........] Masa berlaku: [.........] Lampiran Dokumen 4. Anggaran dasar atau anggaran rumah tangga yang telah disahkan oleh instansi yang Pasal 97 ayat (5) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor anggaran dasar atau anggaran rumah tangga: [.........] Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 97 ayat (3) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 13 - berwenang. Tanggal anggaran dasar atau anggaran rumah tangga: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Nama perusahaan: [.........] Tempat kedudukan: [.........] Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha: [.........] Jumlah modal disetor: [.........] Data - 14 - kepemilikan: [.........] Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris: [.........] 5. Data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham berikut rincian masing-masing besarnya kepemilikan pemegang saham. Pasal 97 ayat (5) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. 6. Struktur kepengurusan. 7. Susunan organisasi dan sumber daya manusia. Pasal 97 ayat (5) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 97 ayat (5) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi- fungsi tersebut. 8. Sistem teknologi informasi yang digunakan. 9. Kebijakan dan prosedur operasional. Pasal 97 ayat (5) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 97 ayat (5) huruf f POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan standard operating procedure - 15 - (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih - 16 - FORM SELF ASSESSMENT 4 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI BROKER PENJAMINAN DAN BROKER PENJAMINAN ULANG FORM: 4 FORM SELF ASSESSMENT PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI BROKER PENJAMINAN DAN BROKER PENJAMINAN ULANG Nama perusahaan Nomor surat permohonan Pendaftaran Tanggal surat permohonan Pendaftaran Contact person (nama, telepon, email) Deskripsi singkat latar belakang permohonan Pendaftaran Deskripsi perusahaan (uraikan riwayat perusahaan) ....... No. 1. 2. 3. Total Bagan group structure perusahaan: (sampai dengan pengendali akhir) [.........] Nama Pemegang Saham Nominal (Rp) (%) PSP/Bukan PSP : : : : : : - 17 - Susunan Direksi dan Dewan Komisaris: No. Jabatan 1 2 3. 4. Direktur Utama Direktur Komisaris Utama Komisaris Nama Informasi Mengenai Rangkap Jabatan Kewarganegaraan dan Domisili Jenis Sertifikasi (jika ada) No. Persyaratan 1. Permohonan Pendaftaran disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani oleh Direksi. Pemenuhan Kriteria 2. 3. Broker berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Broker terdaftar sebagai anggota asosiasi Lembaga Penjamin. Pasal 98 ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 98 ayat (4) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Alamat: [.........] Lembaga Penjamin: [.........] Nomor: [.........] Tanggal: [.........] Asosiasi yang Dasar Hukum Kelengkapan Ya Tidak Pasal 98 ayat (5) POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Keterangan - 18 - mengeluarkan surat: [.........] Lampiran Dokumen 4. Akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 98 ayat (5) huruf a POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Nomor anggaran dasar atau anggaran rumah tangga: [.........] Tanggal anggaran dasar atau anggaran rumah tangga: [.........] Nama notaris: [.........] Kedudukan notaris: [.........] Nomor bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Tanggal bukti pengesahan dari instansi berwenang: [.........] Nama perusahaan: [.........] Tempat kedudukan: [.........] Maksud dan - 19 - tujuan serta kegiatan usaha: [.........] Jumlah modal disetor: [.........] Data kepemilikan: [.........] Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris: [.........] 5. Data kepemilikan berupa daftar calon pemegang saham berikut rincian masing-masing besarnya kepemilikan 6. pemegang saham. Struktur kepengurusan. 7. Susunan organisasi dan sumber daya manusia. Pasal 98 ayat (5) huruf b POJK Nomor 1/POJK.05/2017 (Dijelaskan dalam bentuk bagan dan uraian) Pemilik akhir: 1. [.........] sebesar [.........]% 2. Dst. Pasal 98 ayat (5) huruf c POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 98 ayat (5) huruf d POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Dibuktikan dengan melampirkan bagan struktur organisasi yang memuat semua fungsi-fungsi tersebut. 8. Sistem teknologi informasi yang digunakan. 9. Kebijakan dan prosedur Pasal 98 ayat (5) huruf e POJK Nomor 1/POJK.05/2017 Pasal 98 ayat (5) huruf f Dibuktikan dengan - 20 - operasional. POJK Nomor 1/POJK.05/2017 melampirkan standard operating procedure (SOP). Nomor SOP: [.........] Tanggal efektif pelaksanaan SOP: [.........] Ditandatangani oleh: [.........] Keterangan tambahan (bila diperlukan): Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan 2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar dan sama dengan dokumen cetaknya. Jakarta, [………………………....] Direksi [……………………….] tanda tangan [Nama Jelas] - 21 - Keterangan: 1. Cara pengisian ”Checked”. 2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin. : klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 20/SEOJK.05/2018 </reg_id> <reg_title> PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK </reg_title> <set_date> 20 Desember 2018 </set_date> <effective_date> setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak 20 Desember 2018 </effective_date> <related_reg> '1/POJK.05/2017' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek; 2. Direksi PT Bursa Efek Indonesia; dan 3. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/SEOJK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN KETUA BAPEPAM DAN LK NOMOR: SE-16/BL/2012 TENTANG PENJELASAN PERATURAN BAPEPAM DAN LK NOMOR V.D.3 TENTANG PENGENDALIAN INTERNAL PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PERANTARA PEDAGANG EFEK Dalam rangka lebih mendorong peningkatan jumlah pemodal di Pasar Modal melalui Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek, perlu untuk mengubah ketentuan dalam Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor: SE-16/BL/2012 tentang Penjelasan Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang Efek tanggal 4 Desember 2012 melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek dapat menunjuk Pihak lain (outsourcing) untuk melakukan fungsi pemasaran, dengan ketentuan penyerahan pelaksanaan fungsi pemasaran tersebut dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Nomor V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-28/PM/2000 tanggal 30 Juni 2000, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan angka 13 huruf a angka 1) Peraturan Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Perantara Pedagang Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-548/BL/2010 tanggal 28 Desember 2010. II. PERUBAHAN... -2- II. PERUBAHAN SURAT EDARAN Ketentuan angka 10 huruf e angka 2) Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor: SE-16/BL/2012 tentang Penjelasan Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang Efek tanggal 4 Desember 2012 dihapus, sehingga ketentuan angka 10 berbunyi sebagai berikut: 10. Penyerahan pelaksanaan fungsi PPE kepada Pihak lain (outsourcing) Berkenaan penyerahan pelaksanaan fungsi PPE kepada Pihak lain sebagaimana diatur dalam ketentuan angka 13 Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.3, PPE wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. PPE wajib memastikan bahwa standar pelaksanaan fungsi yang diserahkan kepada pihak lain minimal sesuai dengan pelaksanaan fungsi PPE berdasarkan Peraturan Nomor V.D.3. b. Kegiatan terkait pelaporan kepada regulator tidak termasuk dalam fungsi yang diserahkan kepada pihak lain. c. PPE wajib menunjuk minimal satu pegawai untuk bertanggung jawab atas fungsi yang diserahkan kepada pihak lain. d. Sesuai dengan ketentuan angka 13 huruf a angka 1) Peraturan Nomor V.D.3, PPE dapat menunjuk Pihak lain (outsourcing) untuk melakukan fungsi pemasaran dengan mengacu pada Peraturan Nomor V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Keagenan Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-28/PM/2000 tanggal 30 Juni 2000. e. Kegiatan PPE tidak termasuk dalam kategori outsourcing fungsi pemasaran, sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) PPE menyelenggarakan fungsi pemasaran sendiri dan tidak menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain. PPE dapat menerima referensi calon pemodal dari Pihak lain untuk menjadi nasabahnya dan selanjutnya pegawai PPE melakukan fungsi pemasaran berdasarkan Peraturan Nomor V.D.3 dan Peraturan Nomor V.D.10. 2) 3) Dihapus. PPE menyimpan dan merahasiakan data nasabah sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. f. Dalam... -3- f. Dalam hal PPE menyerahkan pelaksanaan fungsi Kustodian kepada bank Kustodian atau PPE lain yang melakukan fungsi Kustodian, selanjutnya disebut penyedia jasa Kustodian, maka PPE wajib melengkapi dokumen tambahan sebagai berikut: 1) Surat kuasa dari PPE atas penyerahan akses kepada penyedia jasa Kustodian terhadap sistem LPP dan sistem Lembaga Kliring dan Penjaminan; 2) 3) 4) Surat pemberitahuan kepada nasabah PPE yang menginformasikan bahwa fungsi kustodian PPE diserahkan kepada penyedia jasa Kustodian; Perjanjian Kerahasiaan (non disclosure agreement) yang disepakati oleh PPE dengan penyedia jasa Kustodian ; dan Penyedia jasa Kustodian tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. III. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I Departemen Hukum, Ttd. Tini Kustini NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 9/SEOJK.04/2014 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN KETUA BAPEPAM DAN LK NOMOR: SE-16/BL/2012 TENTANG PENJELASAN PERATURAN BAPEPAM DAN LK NOMOR V.D.3 TENTANG PENGENDALIAN INTERNAL PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title> <set_date> 3 Juni 2014 </set_date> <effective_date> 3 Juni 2014 </effective_date> <changed_reg> 'SE-16/BL/2012|SETA-BAPEPAM-LK/2012' </changed_reg> <related_reg> 'SE-16/BL/2012|SE-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
Yth. 1. Direksi PT Bursa Efek Indonesia; 2. Direksi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia; 3. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia; dan 4. Direksi Anggota Kliring, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/SEOJK.04/2015 TENTANG KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI Dalam rangka pengaturan besaran nilai kontribusi Dana Jaminan yang didasarkan pada nilai transaksi dan pelaksanaan ketentuan Pasal 10 Ayat 2 huruf a dan huruf d Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26/POJK.04/2014 tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa tanggal 19 November 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 361, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635), Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan mengenai besaran nilai kontribusi Dana Jaminan Anggota Kliring yang didasarkan pada nilai transaksi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Anggota Kliring adalah Anggota Bursa Efek atau pihak lain, yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan layanan jasa Kliring dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa berdasarkan peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan. 2. Dana Jaminan adalah kumpulan dana dan/atau Efek yang diadministrasikan dan dikelola oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan yang digunakan untuk melakukan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan. 3. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi adalah sejumlah uang yang dibayar oleh Anggota Kliring sebagai kontribusi Dana Jaminan yang nilainya didasarkan pada nilai transaksi Anggota Kliring yang penyelesaiannya dijamin oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan. 4. Anggota… -2- 4. Anggota Kliring wajib membayar sejumlah uang sebagai kontribusi untuk Dana Jaminan yang tidak dapat ditarik kembali guna menjamin kelancaran dan keamanan penyelesaian Transaksi Bursa. II. BESARAN KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI DALAM TRANSAKSI BURSA 1. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi Efek bersifat ekuitas sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai setiap transaksi Efek bersifat ekuitas. 2. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi Kontrak Berjangka indeks Efek, sebesar 0,0006% (enam per satu juta) dari nilai setiap transaksi Kontrak Berjangka Indeks Efek. 3. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi Efek bersifat utang dan Sukuk, sebesar 0,00125% (seratus dua puluh lima per sepuluh juta) dari nilai setiap transaksi Efek bersifat utang dan Sukuk. 4. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi kontrak Opsi bersifat ekuitas sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai kontrak Opsi. III. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Bantuan Hukum Direktorat Hukum, ttd Mufli Asmawidjaja Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji NURHAIDA Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL ttd
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 23/SEOJK.04/2015 </reg_id> <reg_title> KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2015 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2015 </effective_date> <related_reg> '26/POJK.04/2014 | Pasal 10 ayat 2 huruf a dan huruf d' </related_reg>
Yth. 1. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan 2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20 /SEOJK.04/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN/ATAU PERANTARA PEDAGANG EFEK Sehubungan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5868), perlu mengatur ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Program Pendidikan Berkelanjutan bagi Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek, - 2 - yang selanjutnya disebut PPL Dirkom, adalah suatu bentuk program kegiatan peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek secara sistematis dan terukur. 2. Asosiasi Perusahaan Efek, yang selanjutnya disebut Asosiasi PE, adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek. II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL Dirkom adalah Asosiasi PE yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 2. Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL Dirkom, dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan PPL Dirkom tetap berada pada Asosiasi PE. III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. PPL Dirkom dapat dilakukan dengan metode tatap muka atau selain tatap muka. 2. PPL Dirkom dengan metode tatap muka dapat diselenggarakan dalam bentuk pelatihan, workshop, dan/atau seminar secara sistematis. 3. PPL Dirkom dengan metode selain tatap muka dilakukan dalam bentuk pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan oleh pihak penyelenggara PPL Dirkom, misalnya melalui layanan webinar (web-based seminar). 4. Tata cara pelaksanaan PPL Dirkom dengan metode tatap muka dan selain tatap muka diatur oleh penyelenggara PPL Dirkom. 5. Bagi anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang berdomisili di luar Indonesia, PPL Dirkom dapat dilakukan dengan metode selain tatap muka. 6. Dalam hal PPL Dirkom dilakukan dengan metode selain tatap muka, - 3 - penyelenggara PPL Dirkom wajib memastikan adanya evaluasi atas pelaksanaan PPL Dirkom tersebut melalui pelaksanaan ujian yang terkait dengan materi PPL Dirkom dimaksud. 7. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta hasil ujian PPL Dirkom bagi anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang mengikuti PPL Dirkom dengan metode selain tatap muka sebagaimana dimaksud dalam angka 6. 8. Penyelenggaraan PPL Dirkom wajib: a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang penyelenggaraan PPL Dirkom; dan b. didukung sarana dan prasarana yang memadai. 9. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek wajib mengikuti PPL Dirkom yang diselenggarakan oleh Asosiasi PE yang diakui Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. 10. Dalam hal terdapat 2 (dua) Asosiasi PE yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang telah menjadi anggota salah satu Asosiasi PE dapat mengikuti PPL Dirkom yang diselenggarakan oleh Asosiasi PE selain Asosiasi PE dimana Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek tersebut menjadi anggota. 11. Kewajiban mengikuti PPL Dirkom paling sedikit 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berlaku ketentuan sebagai berikut: a. bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang telah diangkat sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, dihitung sejak terdapat Asosiasi PE yang telah mendapatkan - 4 - pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah menyelenggarakan PPL Dirkom; atau b. bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang diangkat setelah berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, dihitung sejak tanggal surat persetujuan sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan telah terdapat Asosiasi PE yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah menyelenggarakan PPL Dirkom. 12. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek wajib mengikuti PPL Dirkom dengan total durasi paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) menit efektif. IV. KEWAJIBAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN 1. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang telah mengikuti kegiatan PPL Dirkom wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal sertifikat atau piagam bukti keikutsertaan PPL Dirkom diterima oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek sesuai dengan format Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan Bagi Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 jatuh pada hari libur, laporan tersebut disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. - 5 - 3. Dalam hal anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, penghitungan jumlah hari keterlambatan atas penyampaian laporan dihitung sejak hari pertama setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem elektronik bagi penyampaian Laporan Partisipasi Program Pendidikan Berkelanjutan bagi Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek sebagaimana dimaksud dalam angka 1, laporan tersebut wajib disampaikan melalui sistem elektronik tersebut. V. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan PPL Dirkom. VI. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 20/SEOJK.04/2017 </reg_id> <reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN/ATAU PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title> <set_date> 23 Mei 2017 </set_date> <effective_date> 23 Mei 2017 </effective_date> <related_reg> '20/POJK.04/2016 | Pasal 73 ayat (5)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PERBANKAN Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 57 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6035) yang selanjutnya disebut POJK APU dan PPT, perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) di sektor perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Bank adalah Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; b. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; c. Bank Umum Syariah adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; d. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan - 2 - di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah; e. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; f. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank yang menyediakan beragam layanan transaksi keuangan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. Dalam rangka mencegah Bank digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, Bank perlu menerapkan program APU dan PPT. 3. Dengan semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan perbankan termasuk pemasarannya (multichannel marketing), serta semakin meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada industri perbankan, perlu adanya peningkatan kualitas penerapan program APU dan PPT yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach) sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang berlaku secara internasional dan ketentuan dalam POJK APU dan PPT serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 4. Mengacu ke dalam Pasal 13 POJK APU dan PPT, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT dalam rangka pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang disesuaikan dengan tingkat risiko yang melekat pada masing-masing Bank. 5. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) POJK APU dan PPT, Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur dimaksud sesuai POJK APU dan PPT, paling lambat 6 (enam) bulan sejak POJK APU dan PPT diundangkan. - 3 - 6. Penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada angka 5 mengacu pada POJK APU dan PPT serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. II. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS 1. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris a. Bank menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan PPT yang bersifat teknis dan strategis berdasarkan pada penilaian risiko Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 POJK APU dan PPT. b. Penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan PPT yang bersifat teknis disetujui oleh Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 POJK APU dan PPT. c. Penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan PPT yang bersifat strategis diusulkan oleh Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 POJK APU dan PPT, dan disetujui oleh Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 POJK APU dan PPT. d. Kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan PPT yang bersifat teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b antara lain penetapan Nasabah yang dikategorikan sebagai Politically Exposed Person (PEP) dan pengelompokan calon Nasabah, Nasabah, dan/atau Walk In Customer (WIC) berdasarkan tingkat risiko terjadinya Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme; e. Kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan PPT yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam huruf c antara lain perubahan struktur organisasi yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT. f. Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang melekat pada seluruh aktivitas operasional Bank, sehingga Direksi mampu mengelola dan memitigasi risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang timbul sesuai dengan profil risiko Bank. - 4 - 2. Penanggung Jawab Penerapan Program APU dan PPT a. Berdasarkan pertimbangan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, Bank harus: 1) membentuk Unit Kerja Khusus (UKK) dan/atau menunjuk pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di kantor pusat dan di kantor cabang. Bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, pembentukan UKK dan/atau penunjukan pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dilakukan untuk kantor cabang dan kantor cabang pembantu. 2) memiliki mekanisme kerja yang memadai. Mekanisme dimaksud dilaksanakan oleh setiap unit kerja dan/atau pegawai terkait, dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off dan kerahasiaan informasi. b. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT melapor dan bertanggung jawab kepada direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Dalam hal BPRS belum memiliki direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan, UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT melapor dan bertanggung jawab kepada salah satu anggota Direksi. c. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT paling sedikit memiliki: 1) pengetahuan dan pengalaman yang memadai mengenai program APU dan PPT serta produk dan aktivitas perbankan, termasuk ketentuan peraturan perundang- undangan terkait; 2) pengalaman yang memadai di bidang perbankan; dan 3) pengetahuan yang memadai mengenai penilaian risiko dan mitigasi risiko penerapan program APU dan PPT. d. Pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT di: 1) kantor pusat paling rendah setingkat pejabat di bawah Direksi; dan/atau 2) kantor cabang paling rendah setingkat dengan penyelia (supervisor). - 5 - e. Dalam menetapkan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme pada kantor cabang, Bank memperhatikan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada bagian penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach) pada Romawi III angka 3 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. f. Terhadap kantor cabang Bank dengan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme selain rendah dan di dalamnya hanya terdapat unit kerja atau pegawai yang berhubungan dengan Nasabah maka pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dapat: 1) berasal dari kantor pusat atau kantor wilayah dengan tugas dan tanggung jawab khusus mengawasi pelaksanaan program APU dan PPT di beberapa kantor cabang tertentu; atau 2) dirangkap oleh pejabat dari unit kerja yang tidak berhubungan dengan Nasabah (non operasional) pada kantor cabang lainnya seperti unit kerja manajemen risiko. Rangkap jabatan diperkenankan dengan mempertimbangkan bahwa unit kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT terpisah dari unit kerja yang mengawasi penerapannya. g. Terhadap kantor cabang dengan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme rendah, pejabat yang bertanggung jawab dalam penerapan program APU dan PPT dapat dirangkap oleh pejabat yang berasal dari unit kerja yang berhubungan dengan Nasabah (operasional), sepanjang tugas operasional tersebut tidak mempengaruhi independensi dan profesionalisme pejabat tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Bagi BPR dan BPRS, pejabat yang bertanggung jawab dalam penerapan program APU dan PPT dapat dirangkap oleh pimpinan kantor cabang. III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR 1. Identifikasi dan Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Walk in Customer (WIC) a. Kebijakan dan prosedur mengenai identifikasi dan verifikasi calon Nasabah atau WIC paling sedikit meliputi: - 6 - 1) permintaan informasi dan dokumen pendukung mengenai calon Nasabah atau WIC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 POJK APU dan PPT; dan 2) proses verifikasi atas informasi dan dokumen pendukung calon Nasabah atau WIC. b. Prosedur identifikasi dan verifikasi terhadap calon Nasabah yang akan melakukan hubungan usaha dengan Bank antara lain pada saat pembukaan rekening, pemilikan kartu kredit, atau penyewaan safe deposit box. Dalam hal rekening berupa rekening bersama (joint account), prosedur identifikasi dan verifikasi dilakukan terhadap seluruh calon Nasabah. c. Dalam hal Bank menilai terdapat perubahan tingkat risiko dari: 1) Nasabah; dan/atau 2) Bank Penerima atau Bank Penerus di luar negeri yang sebelumnya telah melakukan hubungan usaha dengan Bank Umum atau Bank Umum Syariah dalam rangka Cross Border Correspondent Banking, identifikasi dan verifikasi ulang dilakukan sesuai dengan pendekatan berbasis risiko, yaitu dalam hal: Nasabah Perorangan dan Nasabah Perusahaan Bank Penerima atau Bank Penerus a. Terdapat peningkatan nilai transaksi yang signifikan. b. Terdapat perubahan standar dokumentasi yang mendasar. c. Terdapat perubahan profil Nasabah yang bersifat signifikan, antara lain perubahan pola transaksi yang signifikan atau substansial. d. Informasi pada profil Nasabah yang tersedia a. Terdapat perubahan profil Bank Penerima dan/atau Bank Penerus yang bersifat signifikan atau substansial. b. Informasi pada profil Bank Penerima dan/atau Bank Penerus tersedia belum dilengkapi dengan informasi yang dipersyaratkan. yang - 7 - dalam Identification File Customer (CIF) belum dilengkapi dengan dokumen dipersyaratkan. e. Menggunakan rekening anonim atau rekening yang menggunakan nama fiktif. d. Dalam hal Bank menggunakan pihak lain dalam melakukan prosedur identifikasi, Bank harus: 1) memberikan informasi mengenai prosedur identifikasi kepada pihak lain; 2) memastikan pihak lain memahami prinsip dasar Customer Due Diligence (CDD) termasuk prosedur dasar dalam rangka melakukan verifikasi; dan 3) membuat perjanjian atau kontrak sebagai dasar kerja sama antara Bank dengan pihak lain yang salah satu materi perjanjiannya adalah mewajibkan pihak lain untuk menerapkan prosedur identifikasi sesuai dengan prosedur Bank. e. Bank bertanggung jawab atas hasil identifikasi yang dilakukan oleh pihak lain. f. Sebelum melakukan transaksi dengan WIC, Bank meminta seluruh informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) bagi WIC yang melakukan transaksi paling sedikit Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan kriteria sebagai berikut: 1) transaksi dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; 2) transaksi dilakukan pada kantor Bank yang sama; dan 3) jenis transaksi yang dilakukan adalah transaksi yang sama, antara lain transaksi penyetoran, transaksi penarikan, transaksi pengiriman atau transfer uang, transaksi pencairan cek, dan bukan merupakan gabungan dari beberapa transaksi yang berbeda jenis transaksinya. yang - 8 - g. Bagi calon Nasabah perusahaan, informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) harus didukung dengan dokumen identitas perusahaan paling sedikit berupa: 1) akta pendirian dan/atau anggaran dasar perusahaan; dan 2) izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang. Contoh: Izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing dan kegiatan usaha pengiriman uang dari otoritas yang berwenang di moneter, atau izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha di bidang perkayuan atau kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. h. Terhadap Calon Nasabah perusahaan yang didirikan di luar negeri, dokumen identitas yang dimaksudkan adalah dokumen lainnya yang sejenis dengan akta pendirian dan/atau anggaran dasar sesuai dengan peraturan otoritas di negara tempat kedudukan perusahaan tersebut. i. Proses verifikasi identitas harus diselesaikan sebelum membuka hubungan usaha dengan calon Nasabah atau sebelum melakukan transaksi dengan WIC. j. Proses verifikasi identitas dapat diselesaikan kemudian dalam hal memenuhi kondisi antara lain kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat hubungan usaha akan dilakukan, misalnya karena dokumen identitas masih dalam proses pengurusan atau anggaran dasar masih dalam proses pengesahan. k. Proses verifikasi identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf j harus diselesaikan segera setelah terjadinya hubungan usaha. 2. Identifikasi dan Verifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) a. Dalam melakukan identifikasi terhadap calon Nasabah Korporasi, Bank harus menetapkan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner). Contoh identifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) calon Nasabah Korporasi antara lain: 1) perorangan yang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih; - 9 - 2) perorangan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) namun dapat dibuktikan yang bersangkutan melakukan pengendalian; atau 3) perorangan dalam perusahaan tersebut yang menjabat sebagai anggota direksi yang paling berperan dalam pengendalian perusahaan. b. Proses verifikasi terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) diselesaikan dengan cara yang sama pada proses verifikasi terhadap calon Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i, huruf j, dan huruf k. 3. Penerapan Program APU dan PPT Berbasis Risiko (Risk Based Approach) Dalam melakukan penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk-based approach), Bank paling sedikit melakukan kegiatan identifikasi risiko bawaan (inherent risk), penetapan toleransi risiko, penyusunan langkah-langkah mitigasi dan pengendalian risiko, evaluasi risiko residual (residual risk), penerapan pendekatan berbasis risiko, serta peninjauan dan evaluasi pendekatan berbasis risiko yang telah dimiliki. a. Identifikasi Risiko Bawaan (Inherent Risk) 1) Bank harus mempertimbangkan kerentanan Bank sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. Sebagai langkah awal, Bank memahami kegiatan usaha Bank secara keseluruhan dengan perspektif yang luas sehingga Bank dapat memprediksi risiko-risiko yang mungkin terjadi. 2) Bank harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. 3) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada angka 2), sebagai berikut: a) Nasabah Bank harus mengategorikan Nasabah berdasarkan tingkat risiko sesuai dengan karakteristik masing- masing Bank. - 10 - b) Negara atau Area Geografis Bank harus mengidentifikasi tingkat risiko dengan memperhatikan antara lain kedudukan kantor bank, domisili Nasabah bank, lokasi terjadinya transaksi, dan wilayah tujuan transaksi serta lokasi sumber dana yang masuk ke rekening Nasabah yang bersangkutan. c) Produk, Jasa, atau Transaksi Bank harus mengidentifikasi tingkat risiko terkait dengan produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk transaksi yang terjadi dengan Nasabah atau WIC, antara lain produk dan jasa yang mudah dikonversikan menjadi kas atau setara kas, atau yang dananya mudah dipindahkan dari satu wilayah ke wilayah lainnya dengan maksud mengaburkan asal usul dana tersebut. d) Jaringan Distribusi (Delivery Channels) Jaringan Distribusi (Delivery Channels) merupakan sarana yang digunakan Nasabah untuk memperoleh suatu produk atau jasa, maupun untuk melakukan suatu transaksi. Beberapa jaringan distribusi dapat meningkatkan risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme karena beberapa jenis jaringan distribusi dapat digunakan untuk mengaburkan identitas sebenarnya dari Nasabah atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner). 4) Beberapa contoh kriteria dari faktor dengan tingkat risiko tinggi, sebagai berikut: a) Nasabah, antara lain: (1) Nasabah yang melakukan hubungan usaha atau transaksi keuangan yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan profil Nasabah; (2) Nasabah dengan frekuensi dan pergerakan dana antar Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di berbagai wilayah, tidak dapat dijelaskan secara wajar; (3) Nasabah Korporasi dengan struktur kepemilikan yang kompleks sehingga sulit untuk dilakukan identifikasi terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial - 11 - Owner), pemilik akhir (ultimate owner), atau pengendali akhir Korporasi; (ultimate controller) dari (4) Nasabah yang mencari atau menerima produk atau jasa Bank yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak memberikan keuntungan bagi Nasabah tersebut; (5) Nasabah berupa organisasi amal atau organisasi non-profit lainnya yang tidak diatur dan diawasi oleh otoritas tertentu; (6) Nasabah dengan kepemilikan rekening atau kontrak pada Bank yang dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank diwakili oleh profesi penunjang seperti akuntan, advokat, atau profesi lainnya; (7) Nasabah yang termasuk dalam kategori PEP, termasuk anggota keluarga atau pihak yang terkait (close associates) dari PEP; (8) Nasabah yang proses verifikasinya tidak melalui pertemuan langsung (non face to face); (9) Nasabah yang menggunakan metode pembayaran yang tidak biasa seperti kas atau setara kas antara lain sertifikat deposito (negotiable certificate deposit) atau cek pelawat (traveller’s cheque); dan/atau (10) Nasabah yang memberikan informasi sangat minim. b) Negara atau Area Geografis, antara lain: 1) dana diterima dari atau dikirim ke negara atau yurisdiksi yang berisiko tinggi; dan/atau 2) Nasabah memiliki hubungan yang signifikan dengan negara atau yurisdiksi berisiko tinggi. Contoh negara atau area geografis yang memiliki tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal huruf c POJK APU dan PPT. 30 ayat (2) - 12 - c) Produk, Jasa, atau Transaksi, antara lain: 1) layanan Nasabah prima; 2) kartu kredit; 3) kustodian (custodian); 4) safe deposit box; 5) kegiatan usaha penukaran valuta asing; 6) penitipan dengan pengelolaan (trust); 7) letter of credit (L/C); dan/atau 8) penerimaan pembayaran dengan jumlah yang signifikan dalam bentuk tunai, wesel atau cek tunai. d) Jaringan Distribusi (Delivery Channels) antara lain layanan perbankan elektronik (electronic banking) seperti internet banking, mobile banking, Short Message Service (SMS) banking, Electronic Data Capture (EDC), dan Automated Teller Machine (ATM). 5) Faktor relevan lain yang dapat memberikan dampak pada risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, antara lain: a) tren tipologi, metode, teknik dan skema Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan b) model bisnis Bank, termasuk skala usaha, jumlah kantor cabang, dan jumlah pegawai sebagai faktor risiko bawaan (inherent risk) dalam intern Bank. 6) Penilaian Risiko a) Bank melakukan identifikasi terhadap masing-masing faktor sebagaimana dimaksud pada angka 4) dan 5), dengan mempertimbangkan kemungkinan dan dampak terjadinya risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. b) Bank harus menentukan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme dengan mempertimbangkan hasil identifikasi terhadap masing- masing faktor sebagaimana dimaksud dalam huruf a). - 13 - Tingkat risiko dimaksud dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu rendah, menengah, dan tinggi. c) Ilustrasi penilaian risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. b. Penetapan Toleransi Risiko Toleransi risiko merupakan tingkat risiko maksimum yang ditetapkan oleh Bank dalam menjalankan aktivitas bisnisnya sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite). Toleransi risiko merupakan komponen penting dari manajemen risiko yang efektif. Dalam menetapkan toleransi risiko, Bank perlu antara lain mempertimbangkan kemampuannya dalam menghadapi ancaman terkait Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, seperti batasan jumlah nasabah berisiko tinggi dan/atau karakteristik yang melekat pada produk berisiko tinggi, yang dapat mempengaruhi risiko Bank secara keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank. c. Penyusunan Langkah-Langkah Mitigasi dan Pengendalian Risiko 1) Mitigasi risiko adalah penerapan pengendalian risiko untuk membatasi risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang telah diidentifikasi dalam melakukan penilaian risiko. Mitigasi risiko akan membantu kegiatan usaha Bank tetap berada dalam toleransi risiko yang telah ditetapkan. 2) Bank harus mengembangkan strategi mitigasi risiko secara tertulis (berupa kebijakan dan prosedur untuk memitigasi risiko) dan menerapkannya pada area atau hubungan usaha sesuai dengan tingkat risiko sebagaimana hasil identifikasi. - 14 - 3) Mitigasi dan pengendalian risiko didasarkan pada toleransi risiko dan tingkat risiko yang diambil (risk appetite). Mitigasi dan pengendalian risiko harus sepadan dengan risiko yang telah diidentifikasi oleh Bank. 4) Seluruh kegiatan usaha Bank harus memiliki langkah pengendalian risiko sebagai langkah mitigasi terhadap seluruh faktor risiko yang telah diidentifikasi dan sesuai dengan tingkat risiko pada area atau hubungan usaha, yang dilanjutkan dengan proses pemantauan dan dokumentasi secara memadai. d. Evaluasi atas Risiko Residual 1) Risiko residual merupakan risiko yang tersisa setelah penerapan pengendalian dan mitigasi risiko. Bank perlu memperhatikan bahwa walaupun Bank telah menerapkan mitigasi risiko dan manajemen risiko yang dilakukan secara ketat, Bank tetap akan memiliki risiko residual yang harus dikelola secara baik. 2) Risiko residual harus sesuai dengan toleransi risiko yang telah ditetapkan. Bank harus memastikan bahwa risiko residual tidak lebih besar dari toleransi risiko yang telah ditetapkan Bank. Dalam hal risiko residual lebih besar daripada toleransi risiko, atau dalam hal pengendalian dan mitigasi risiko tidak memadai, Bank harus kembali melakukan langkah-langkah mitigasi dan pengendalian risiko, sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan meningkatkan level atau kuantitas dari langkah-langkah mitigasi yang telah ditetapkan. 3) Dengan adanya kegiatan evaluasi terhadap risiko residual, Bank harus dapat menyesuaikan tingkat risiko yang dimiliki dengan risiko yang ditoleransi. e. Penerapan Pendekatan Berbasis Risiko 1) Setelah Bank melakukan penilaian risiko, Bank harus menerapkan pendekatan berbasis risiko terhadap kegiatan atau aktivitas usaha sehari-hari. Namun demikian, proses identifikasi, verifikasi, dan pemantauan tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan - 15 - mengenai penerapan program APU dan PPT di sektor jasa keuangan. 2) Bank harus mendokumentasikan pendekatan berbasis risiko yang dimilikinya. Kebijakan dan prosedur terkait pendekatan berbasis risiko harus dikomunikasikan, dipahami, dan dipatuhi oleh semua pegawai, khususnya pegawai yang melakukan identifikasi dan verifikasi, penatausahaan data dan informasi Nasabah, serta pelaporan transaksi keuangan kepada otoritas terkait. Pegawai yang bersangkutan harus mendapatkan informasi yang cukup untuk memproses dan menyelesaikan transaksi keuangan termasuk untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan Nasabah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerapan program APU dan PPT di sektor jasa keuangan. 3) Dengan adanya penerapan pendekatan berbasis risiko, Bank harus dapat: a) memastikan bahwa penilaian risiko yang telah dilakukan menggambarkan proses berbasis risiko, pendekatan pengendalian risiko dan juga yang langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi tingkat risiko sesuai hasil identifikasi; b) melakukan pengkinian data, informasi dan dokumen pendukung terhadap Nasabah dan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner); c) melakukan pemantauan atas seluruh hubungan usaha yang dimiliki; d) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap hubungan usaha dengan risiko tinggi terkait Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme; e) menerapkan langkah-langkah yang memadai terhadap Nasabah berisiko tinggi paling sedikit: (1) melakukan pemantauan yang lebih sering; dan (2) melakukan identifikasi yang lebih mendalam dan/atau mengkinikan data Nasabah; dan/atau - 16 - f) melibatkan pejabat senior dalam menangani kondisi yang berisiko tinggi, termasuk pemberian persetujuan untuk melakukan hubungan usaha dengan PEP. f. Peninjauan dan Evaluasi Pendekatan Berbasis Risiko 1) Bank harus melakukan peninjauan terhadap penerapan pendekatan berbasis risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang paling sedikit meliputi: a) kebijakan dan prosedur; b) penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme; dan c) program pelatihan sumber daya manusia. 2) Dalam hal terdapat perubahan strategi bisnis terkait kegiatan usaha dan/atau terdapat penambahan produk dan jasa baru, Bank harus melakukan pengkinian kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian risiko. 3) Peninjauan atas pendekatan berbasis risiko dapat membantu evaluasi kebutuhan penyempurnaan kebijakan dan prosedur yang ada, atau penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur baru jika diperlukan. 4) Bank mendokumentasikan hasil peninjauan termasuk langkah-langkah perbaikan dan tindak lanjut yang diperlukan. 4. Pelaksanaan Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) a. Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) terhadap Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang Berisiko Tinggi 1) Bank harus melakukan kegiatan CDD yang lebih mendalam atau Enhanced Due Diligence (EDD) terhadap kriteria Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang memenuhi kriteria berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) POJK APU dan PPT. 2) Contoh EDD sebagaimana dimaksud pada angka 1) antara lain sebagai berikut: a) mencari informasi tambahan terkait Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berisiko tinggi mengenai: - 17 - (1) pekerjaan, daftar kekayaan, atau informasi lain di pangkalan data (database) yang dapat diakses oleh publik maupun melalui internet dan memperbaharui data identitas Nasabah dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang berisiko tinggi secara berkala; (2) alasan dan tujuan hubungan usaha atau transaksi keuangan baik yang akan atau telah dilakukan; dan (3) sumber dana atau sumber kekayaan; b) meminta persetujuan dari pejabat senior untuk memulai atau meneruskan hubungan usaha dengan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang berisiko tinggi; dan/atau c) melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap Nasabah, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang berisiko tinggi, dengan menambah jumlah dan waktu pemantauan, serta menyeleksi pola transaksi yang memerlukan penelaahan lebih lanjut. 3) Dalam hal berdasarkan hasil EDD yang dilakukan terhadap Nasabah berisiko tinggi yang melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil Nasabah yang bersangkutan namun diperoleh underlying atau alasan yang jelas atas transaksi yang dilakukan, pemantauan terhadap transaksi tersebut dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Dalam hal hasil EDD tidak diperoleh underlying atau alasan yang jelas, transaksi tersebut harus dilaporkan dalam Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan dilakukan pemantauan yang lebih ketat. 4) Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Nasabah dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berisiko tinggi yang diperoleh dari hasil EDD harus memberikan gambaran mengenai tingkat risiko yang timbul dari hubungan usaha yang terjadi. - 18 - 5) Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan memberikan keyakinan terhadap profil Nasabah dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berisiko tinggi sesungguhnya. b. EDD terhadap program Member Get Member Bagi Bank yang menyediakan produk kartu kredit melalui program member get member, proses EDD yang dilakukan termasuk: 1) memastikan bahwa dokumen pendukung yang memuat identitas calon Nasabah telah dilegalisir oleh lembaga yang berwenang; dan 2) transaksi pembayaran untuk pertama kalinya dilakukan langsung oleh pemegang kartu kredit di Bank penerbit kartu kredit yang berkedudukan di Indonesia dalam rangka verifikasi identitas Nasabah. c. EDD terhadap Jasa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust) 1) Bank Umum dan Bank Umum Syariah yang melakukan trust harus melakukan EDD terhadap: a) pemilik harta yang menitipkan pengelolaan hartanya (settlor); dan b) penerima manfaat dari harta yang dititipkan (beneficiary). Dalam hal settlor juga bertindak sebagai beneficiary maka EDD yang dilakukan hanya pada settlor atau beneficiary dengan menjelaskan bahwa settlor dan beneficiary adalah pihak yang sama. 2) Bank Umum dan Bank Umum Syariah meminta informasi kepada calon settlor dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku kepada calon Nasabah. 3) Bank Umum atau Bank Umum Syariah meminta informasi kepada beneficiary paling sedikit meliputi: a) jenis informasi; b) nomor rekening beneficiary; dan c) nama Bank Umum atau Bank Umum Syariah yang menerima pemindahan dana dari rekening settlor. - 19 - 5. Penutupan Hubungan Usaha atau Penolakan Transaksi a. Bank menolak atau membatalkan transaksi antara lain terhadap: 1) Nasabah yang ingin melakukan transaksi transfer dana namun tidak bersedia melengkapi aplikasi transfer dana; dan/atau 2) Transfer masuk (incoming transfer) pada rekening Nasabah, namun setelah Bank Penerima melakukan CDD ulang dan berdasarkan informasi dari Bank Pengirim diketahui bahwa rekening Nasabah penerima merupakan rekening penampungan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. Bank Penerima harus membatalkan transaksi transfer masuk (incoming transfer) dengan mengembalikan dana ke Bank Pengirim sepanjang dana masih tersimpan dalam rekening Nasabah penerima. b. Dalam hal penutupan hubungan usaha terkait dengan transaksi transfer dana, prosedur penutupan hubungan usaha dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana. c. Penolakan atau pembatalan transaksi terhadap rekening Nasabah penerima yang digunakan untuk menampung hasil tindak pidana dapat disertai dengan pengembalian dana kepada Nasabah pengirim apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) terdapat laporan dari Nasabah pengirim kepada Bank Pengirim dengan dilengkapi dokumen pendukung seperti laporan kepada Kepolisian; 2) identitas Nasabah penerima diketahui palsu dan/atau patut diduga menggunakan dokumen palsu; 3) masih terdapat sisa dana di rekening Nasabah penerima; 4) transaksi dari rekening Nasabah pengirim dilakukan melalui transfer dana; - 20 - 5) dana yang tersimpan pada rekening Nasabah penerima baik sebagian maupun seluruhnya adalah berasal dari rekening Nasabah pengirim; 6) rekening atau saldo dana dalam rekening Nasabah penerima tidak sedang dalam status diblokir atau disita oleh instansi yang berwenang; dan 7) terdapat klausula dalam perjanjian pembukaan rekening mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan usaha dengan Nasabah. d. Pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilakukan melalui proses pendebetan dana dari rekening Nasabah penerima untuk dikreditkan kembali ke rekening Nasabah pengirim. e. Pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dengan ketentuan: 1) dalam hal hanya terdapat 1 (satu) Nasabah pengirim yang mengajukan permohonan pengembalian dana, dana yang dikembalikan kepada Nasabah pengirim adalah sebesar dana milik Nasabah pengirim yang masih ada pada rekening Nasabah penerima; atau 2) dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Nasabah pengirim yang mengajukan permohonan pengembalian dana apabila dana yang terdapat pada rekening Nasabah penerima diyakini oleh Bank: a) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah dananya mencukupi untuk pengembalian dana kepada semua Nasabah pengirim, Bank dapat mengembalikan dana tersebut; b) hanya berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah dananya mencukupi, Bank hanya akan mengembalikan dana kepada sebagian Nasabah pengirim yang diyakini Bank sebagai sumber atas dana pada rekening Nasabah penerima; c) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana kepada semua Nasabah pengirim, pengembalian dana - 21 - hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim. Apabila tidak tercapai kesepakatan, pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank mengembalikan dana kepada pihak yang berhak; atau d) berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana kepada sebagian Nasabah pengirim, pengembalian dana hanya dilakukan kepada masing-masing Nasabah pengirim yang diyakini Bank dananya masih ada pada rekening Nasabah penerima berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim tersebut. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank untuk mengembalikan dana kepada pihak yang berhak. Pada saat telah terjadi pengembalian dana kepada Nasabah pengirim, Bank Pengirim membuat berita acara pengembalian dana yang ditandatangani oleh pejabat Bank Pengirim dan Nasabah pengirim. f. Proses sebagaimana dimaksud dalam huruf e tidak berlaku dalam hal nama Nasabah penerima dan/atau Nasabah pengirim tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT). 6. Pemantauan dan Pengkinian a. Pemantauan 1) Bank melakukan kegiatan pemantauan untuk secara berkesinambungan untuk mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah dan menatausahakan dokumen tersebut, terutama terhadap hubungan usaha atau transaksi dengan Nasabah dan/atau bank dari negara atau yurisdiksi berisiko tinggi. - 22 - 2) Kegiatan pemantauan transaksi dan profil Nasabah yang dilakukan secara berkesinambungan meliputi: a) memastikan kelengkapan informasi dan dokumen pendukung Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a angka 1); b) meneliti kesesuaian antara pola transaksi dengan profil Nasabah; c) meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama yang tercantum dalam: (1) pangkalan data (database) daftar teroris; (2) DTTOT; (3) nama tersangka atau terdakwa yang dipublikasikan dalam media massa atau oleh otoritas yang berwenang; dan (4) Daftar Hitam Nasional (DHN). 3) Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau Nasabah Bank yang ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dapat diperoleh antara lain melalui: a) pangkalan data (database) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); atau b) media massa seperti koran, majalah, televisi, dan/atau internet. 4) Pemantauan terhadap transaksi dan profil Nasabah harus dilakukan secara berkala dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko. 5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau kesamaan nama sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c), Bank harus melakukan klarifikasi untuk memastikan kemiripan atau kesamaan nama tersebut. 6) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan pangkalan data (database) daftar teroris dan/atau sesuai dengan nama tersangka atau terdakwa yang diinformasikan dalam media massa sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) angka (1) dan angka (3), Bank melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM. - 23 - 7) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama DTTOT sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) angka (2), Bank melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM dan melakukan pemblokiran setelah menerima surat permintaan atau perintah pemblokiran dari lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pemblokiran secara serta merta atas dana Nasabah di sektor jasa keuangan yang identitasnya tercantum dalam DTTOT. 8) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama yang tercantum dalam DHN sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) angka (4), Bank meneliti proses rehabilitasi yang dilakukan Nasabah tersebut. Dalam hal terdapat ketidakwajaran dalam proses rehabilitasi, Bank melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM. 9) Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib dan dalam bentuk tertulis baik melalui dokumen formal seperti memo, nota, atau catatan maupun melalui dokumen informal seperti korespondensi melalui surat elektronik. b. Pengkinian Data sebagai Tindak Lanjut Pemantauan 1) Bank harus menerapkan prosedur CDD terhadap Nasabah untuk mengkinikan data dengan memperhatikan materialitas dan tingkat risiko. CDD tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan CDD sebelumnya dan kecukupan data yang diperoleh. 2) Bank harus memastikan bahwa dokumen, data, atau informasi yang dihimpun dalam proses CDD selalu dikinikan dan relevan dengan melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang ada, khususnya yang terkait dengan Nasabah berisiko tinggi. 3) Pengkinian data Nasabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko yang mencakup pengkinian profil Nasabah termasuk pola transaksi. Dalam hal sumber daya yang dimiliki Bank terbatas, kegiatan pengkinian data dilakukan dengan skala prioritas. - 24 - 4) Dalam menentukan skala prioritas sebagaimana dimaksud pada angka 3), Bank dapat mengutamakan beberapa kriteria antara lain: a) Nasabah dengan tingkat risiko tinggi; b) transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau menyimpang dari profil transaksi atau profil Nasabah (red flag) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c) saldo rekening dengan nilai signifikan; atau d) informasi yang ada pada CIF belum sesuai dengan POJK APU dan PPT. 5) Pengkinian data dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat risiko Nasabah atau transaksi. Sebagai contoh, untuk Nasabah risiko tinggi pengkinian data dapat dilakukan setiap 6 (enam) bulan, untuk Nasabah risiko menengah pengkinian data dapat dilakukan setiap 1 (satu) tahun, dan untuk Nasabah risiko rendah pengkinian data dapat dilakukan setiap 2 (dua) tahun. 6) Pelaksanaan pengkinian data terhadap Nasabah yang tercantum dalam laporan rencana pengkinian data dapat dilakukan antara lain pada saat: a) pembukaan rekening tambahan; b) perpanjangan fasilitas pinjaman; c) penggantian buku tabungan, ATM, atau dokumen produk perbankan lainnya; d) kunjungan untuk keperluan safe deposit box; dan/atau e) pelunasan pinjaman. 7) Pencatatan ke dalam CIF atas informasi Nasabah yang dikinikan tanpa didukung dengan dokumen, harus dengan persetujuan dari pejabat Bank yang berwenang. Contoh: Nasabah mengisi jumlah penghasilan dalam formulir pembukaan rekening sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per bulan, namun berdasarkan transfer gaji bulanan yang dilakukan oleh perusahaan tempat Nasabah tersebut bekerja, jumlah penghasilan diketahui sebesar - 25 - Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dalam hal ini, Bank mengisi jumlah penghasilan per bulan dalam CIF adalah sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) disertai dengan catatan, nota, atau memo yang menjelaskan alasan atau pertimbangan pengisian angka tersebut dan persetujuan pejabat Bank yang berwenang. Dokumen catatan, nota, atau memo tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pembukaan rekening Nasabah. 8) Seluruh kegiatan pengkinian data harus ditatausahakan. 9) Dalam proses pengkinian data, Bank memberitahukan secara tertulis kepada Nasabah mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi, membatalkan transaksi dan/atau menutup hubungan usaha apabila Nasabah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 POJK APU dan PPT. 7. Cross Border Correspondent Banking a. Prosedur Cross Border Correspondent Banking 1) Sebelum menyediakan jasa Cross Border Correspondent Banking, Bank harus melakukan proses CDD terhadap calon bank responden baik yang bertindak sebagai Bank Penerus maupun sebagai Bank Penerima. Untuk transaksi L/C, yang dimaksud dengan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus termasuk issuing bank, advising bank, confirming bank, dan/atau negotiating bank. 2) Proses CDD dilakukan dengan meminta informasi mengenai: a) profil calon Bank Penerima dan/atau Bank Penerus, antara lain meliputi susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris, kegiatan usaha, produk perbankan yang dimiliki, target pemasaran, dan tujuan pembukaan rekening. Sumber informasi untuk memastikan informasi dimaksud didasarkan pada informasi publik yang memadai yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, antara lain banker’s almanac; - 26 - b) reputasi Bank Penerima dan/atau Bank Penerus berdasarkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk reputasi yang bersifat negatif, misalnya: (1) sanksi yang pernah dikenakan oleh otoritas kepada Bank Penerima dan/atau Bank Penerus terkait dengan pelanggaran ketentuan otoritas dan/atau Rekomendasi FATF; atau (2) Bank Penerima dan/atau Bank Penerus sedang dalam proses penyidikan dan/atau pembinaan oleh otoritas yang berwenang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. 3) Persetujuan untuk pembukaan hubungan usaha maupun untuk penutupan hubungan usaha dengan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus dalam rangka Cross Border Correspondent Banking diberikan oleh Pejabat Senior. b. Payable Through Account 1) Bank Pengirim harus memastikan akses terhadap Payable Through Account (PTA) dalam kerjasama antara Bank Pengirim dengan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama secara tertulis. 2) Contoh dari transaksi PTA adalah sebagai berikut: Bank A (didirikan dan berada dibawah pengawasan otoritas South Pacific Island Vanuatu) membuka PTA di American Express Bank International (AMEX) di Miami, Amerika Serikat. Tujuan pembukaan PTA tersebut adalah agar Bank A di Vanuatu dapat memberikan jasa perbankan AMEX secara virtual kepada Nasabah berkewarganegaraan Amerika Serikat yang tinggal di wilayah Vanuatu namun bukan merupakan Nasabah AMEX. Nasabah diberikan buku cek dan aplikasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan deposit atau penarikan dana melalui PTA Bank A. Transaksi PTA ini memungkinkan penyalahgunaan rekening maupun - 27 - transaksi yang dilakukan oleh Nasabah, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan risiko reputasi bagi AMEX. 8. Prosedur Transfer Dana a. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Pengirim adalah sebagai berikut: 1) Bank Pengirim harus memperoleh informasi dan melakukan identifikasi serta verifikasi terhadap Nasabah atau WIC pengirim dan/atau Nasabah atau WIC penerima, paling sedikit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 POJK APU dan PPT. 2) Dalam hal pengirim asal telah menjadi Nasabah pada Bank Pengirim maka Bank Pengirim harus memperoleh informasi: a) nama Nasabah pengirim; b) nomor rekening Nasabah pengirim; c) alamat Nasabah pengirim; d) nomor dokumen identitas, nomor identifikasi, atau tempat dan tanggal lahir dari Nasabah pengirim; e) sumber dana Nasabah pengirim; f) nama Nasabah atau WIC penerima; g) nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC penerima; h) jumlah uang dan jenis mata uang; dan i) tanggal transaksi. 3) Dalam hal kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh beberapa Nasabah atau WIC pengirim dari pengirim yang sama dalam bentuk batch file transmission, Bank Pengirim harus memperoleh informasi mengenai masing-masing Nasabah atau WIC pengirim. 4) Informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan/atau Nasabah atau WIC penerima pada angka 1) dan angka 2) harus disampaikan Bank Pengirim kepada Bank Penerus atau Bank Penerima. 5) Seluruh kegiatan transfer dana harus didokumentasikan. - 28 - b. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerus adalah sebagai berikut: 1) Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1). 2) Meneruskan pesan dan perintah transfer dana yang diterima dari Bank Pengirim. 3) Seluruh informasi yang diterima dari Bank Pengirim harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penatausahaan dokumen. 4) Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima terhadap transaksi transfer dana ke luar negeri dengan pola straight- through processing. 5) Dalam hal Bank Penerus menerima perintah transfer dari Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1), Bank Penerus dapat: a) melaksanakan transfer dana; b) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau c) menunda transaksi transfer dana. 6) Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerus sebagaimana pilihan tindakan pada angka 5) di atas disertai dengan tindak lanjut yang memadai yaitu antara lain melakukan pemantauan yang lebih ketat, dan/atau melaporkan sebagai LTKM. c. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerima adalah sebagai berikut: 1) Memastikan kelengkapan informasi Nasabah atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima dalam transaksi transfer dana dari luar negeri baik pada saat transaksi dilakukan (real-time monitoring) maupun setelah transaksi dilakukan (post-event monitoring). 2) Seluruh informasi yang diterima harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penatausahaan dokumen. - 29 - 3) Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), Bank Penerima dapat: a) melaksanakan transfer dana; b) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau c) menunda transaksi transfer dana. 4) Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerima sebagaimana pilihan tindakan pada angka 3) disertai dengan tindak lanjut yang memadai antara lain melakukan pemantauan yang lebih ketat, dan/atau melaporkan sebagai LTKM. 5) Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari Bank Pengirim di dalam wilayah Indonesia yang tidak dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) namun hanya dilengkapi dengan informasi nomor rekening Nasabah pengirim atau nomor referensi transaksi Nasabah atau WIC pengirim, Bank Penerima dapat meminta secara tertulis informasi yang dibutuhkan kepada Bank Pengirim. 9. Penerapan Program APU dan PPT bagi Kantor Cabang dari Bank yang Berbadan Hukum Indonesia di Luar Negeri a. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan program APU dan PPT pada jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri, Bank meminta jaringan kantor dan anak perusahaan tersebut untuk memantau dan melaporkan hasil pemantauan pelaksanaan program APU dan PPT secara berkala, termasuk statistik LTKM yang telah dilaporkan kepada otoritas setempat. b. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai penerapan program APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tempat jaringan kantor dan anak perusahaan berada, Bank harus melakukan tindakan yang memadai untuk memitigasi risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme serta menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan. - 30 - c. Dalam melaksanakan pertukaran informasi antara Bank yang berbadan hukum di Indonesia dengan seluruh jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri, Bank harus memperhatikan tingkat keamanan informasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Dalam hal terdapat perbedaan standar program APU dan PPT antara Bank yang berbadan hukum di Indonesia dengan jaringan kantor dan anak perusahan di luar negeri, penetapan kriteria ketat atau longgar terhadap peraturan APU dan PPT di tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri harus didukung dengan analisis terhadap masing-masing ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Penatausahaan Dokumen a. Bank harus menatausahakan semua data atau dokumen transaksi, yang diperoleh melalui prosedur CDD, baik dalam maupun luar negeri selama paling singkat 5 (lima) tahun. b. Dokumen pendukung yang terkait dengan identitas Nasabah atau WIC paling sedikit meliputi salinan atau rekaman dari dokumen identitas Nasabah atau WIC (contoh: kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, atau dokumen serupa). c. Dokumen pendukung lain yang perlu ditatausahakan antara lain berkas rekening dan korespondensi bisnis, termasuk hasil analisis yang dilakukan (contoh: penyelidikan yang dilakukan untuk memastikan latar belakang dan tujuan dari transaksi- transaksi yang besar, rumit, dan tidak lazim). IV. PENGENDALIAN INTERN 1. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi Bank, sistem pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam penerapan program APU dan PPT. 2. Pengendalian intern dalam rangka penerapan program APU dan PPT dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) atau pejabat yang ditunjuk dengan kewenangan antara lain meliputi: a. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur melalui uji petik (sample testing) dari beberapa jasa, produk, dan - 31 - Nasabah dengan pendekatan berbasis risiko untuk mendapatkan gambaran efektivitas penerapan kebijakan dan prosedur; b. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko dengan prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang yang tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi; dan/atau c. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di Bank dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang mencurigakan dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off. 3. Bank harus melakukan pemisahan fungsi, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antara satuan kerja operasional dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian. 4. Bank harus mempunyai sistem pengendalian intern, baik yang bersifat fungsional maupun melekat, yang dapat memastikan bahwa penerapan program APU dan PPT oleh satuan kerja terkait telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dengan memastikan satuan kerja telah: a. menerapkan pengawasan intern dengan baik, tepat dan efektif; dan b. memberikan pelatihan yang memadai bagi seluruh pegawai di unit kerja yang terkait dengan penerapan APU dan PPT. V. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1. Sistem Informasi Manajemen a. Sistem informasi manajemen untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan dengan menggunakan parameter yang disesuaikan secara berkala dan memperhatikan kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki Bank. b. Bank harus memiliki dan memelihara profil Nasabah secara terpadu (single CIF). c. Informasi yang terdapat dalam single CIF meliputi seluruh produk dan jasa yang digunakan oleh Nasabah pada suatu Bank yaitu antara lain tabungan, deposito, giro, kredit atau pembiayaan, safe deposit box, structured product, dan/atau trust. - 32 - d. Untuk rekening bersama (joint account), CIF dibuat atas masing- masing pihak pemilik rekening bersama (joint account), misal: 1) Rekening bersama (joint account) atas nama A dan B, CIF yang dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan CIF atas nama B dengan menginformasikan bahwa baik A maupun B memiliki rekening bersama (joint account). 2) Rekening bersama (joint account) atas nama A atau B, CIF yang dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan CIF atas nama B dengan menginformasikan bahwa baik A maupun B memiliki rekening bersama (joint account). e. Bank Umum yang memiliki Nasabah yang juga tercatat sebagai Nasabah pada unit usaha syariah dari Bank Umum yang sama dapat memiliki 2 (dua) CIF yang berbeda sepanjang Bank dapat mengidentifikasi bahwa 2 (dua) CIF tersebut merupakan Nasabah yang sama. Kedua CIF tersebut dapat dikategorikan sebagai profil Nasabah secara terpadu. 2. Pangkalan data (database) Daftar Teroris dan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris Bank harus memelihara pangkalan data (database) DTTOT yang diterima dari Otoritas Jasa Keuangan yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN 1. Sumber Daya Manusia Dalam rangka pencegahan penggunaan Bank sebagai sarana atau tujuan Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, Bank harus melakukan: a. prosedur penyaringan (pre-employee screening) pada saat penerimaan pegawai baru sebagai bagian dari penerapan Know Your Employee (KYE), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Metode screening disesuaikan dengan kebutuhan, kompleksitas usaha Bank, dan profil risiko Bank. 2) Metode screening paling sedikit memastikan profil calon pegawai tidak memiliki catatan kejahatan, antara lain: a) mengharuskan calon pegawai membuat surat pernyataan dan/atau menyerahkan Surat Keterangan - 33 - Catatan Kepolisian (SKCK); b) melakukan verifikasi identitas dan pendidikan yang telah diperoleh calon pegawai; c) memastikan kualitas kredit calon pegawai tidak tergolong kredit macet; d) memastikan track record calon pegawai dalam kurun waktu tertentu, misal 5 (lima) tahun terakhir; dan/atau e) melakukan penelitian melalui media informasi lainnya. 3) Pengenalan dan pemantauan profil pegawai antara lain mencakup perilaku dan gaya hidup pegawai, antara lain: a) memastikan pegawai tidak memiliki kredit macet; b) melakukan penelitian melalui internet; c) melakukan verifikasi terhadap pegawai yang mengalami perubahan gaya hidup yang cukup signifikan; d) memantau rekening pegawai; e) memastikan bahwa pegawai telah memahami dan menaati kode etik pegawai (staff code of conduct); dan/atau f) mengevaluasi pegawai yang bertanggung jawab pada aktivitas yang tergolong berisiko tinggi antara lain pegawai yang memiliki akses ke data Bank, berhadapan dengan calon Nasabah atau Nasabah, dan/atau terlibat dalam pengadaan barang dan jasa bagi Bank. b. Prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan, dan pemantauan terhadap profil pegawai dituangkan dalam kebijakan KYE yang berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi anti fraud. 2. Pelatihan a. Peserta Pelatihan 1) Bank harus memberikan pelatihan mengenai penerapan program APU dan PPT kepada seluruh pegawai. - 34 - 2) Dalam menentukan peserta pelatihan, Bank mengutamakan pegawai yang memiliki tugas harian dengan kriteria sebagai berikut: a) berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner); b) melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan program APU dan PPT; dan/atau c) terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan. 3) Pegawai yang melakukan pengawasan penerapan program APU dan PPT harus mendapatkan pelatihan secara berkala, sedangkan pegawai lainnya harus mendapatkan pelatihan paling sedikit 1 (satu) kali dalam masa kerjanya. Pegawai yang berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan. b. Metode Pelatihan 1) pelatihan dapat dilakukan secara elekronik (online base) maupun melalui tatap muka. 2) pelatihan secara elektronik (online base) dapat menggunakan media electronic learning (e-learning) baik yang disediakan oleh otoritas berwenang seperti PPATK dan/atau yang disediakan secara mandiri oleh Bank. 3) pelatihan melalui tatap muka dilakukan dengan menggunakan pendekatan antara lain: a) tatap muka secara interaktif (misalnya workshop) dengan topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Pendekatan ini digunakan untuk pegawai yang mendapatkan prioritas dan dilakukan secara berkala, misalnya setiap tahun. b) tatap muka satu arah (misal seminar) dengan topik pelatihan adalah berupa gambaran umum dari penerapan program APU dan PPT. Pendekatan ini diberikan kepada pegawai yang tidak mendapatkan prioritas dan dilakukan apabila terdapat perubahan ketentuan yang signifikan. - 35 - c. Topik dan Evaluasi Pelatihan 1) Topik pelatihan paling sedikit mengenai: a) implementasi ketentuan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT; b) teknik, metode, dan tipologi Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme termasuk tren dan perkembangan profil risiko produk perbankan; dan c) kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah dan memberantas Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, termasuk konsekuensi apabila tipping off. pegawai melakukan Kedalaman topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan pegawai dan kesesuaian dengan tugas dan tanggung jawab pegawai. 2) Untuk mengetahui tingkat pemahaman pegawai dan kesesuaian materi pelatihan, Bank harus melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah diselenggarakan. 3) Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui wawancara atau secara tidak langsung melalui tes. 4) Bank harus melakukan upaya tindak lanjut dari hasil evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode pelatihan. VII. PELAPORAN 1. Laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan a. Laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi pengkinian data harus disetujui dan disampaikan oleh direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan bagi Bank. Dalam hal BPRS belum memiliki direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan, laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi pengkinian data harus disetujui dan disampaikan oleh salah satu anggota Direksi. - 36 - b. Bagi BPR dan BPRS, penyampaian laporan rencana pengkinian data untuk pertama kalinya disampaikan paling lambat akhir bulan Desember 2017. Sementara penyampaian laporan realisasi pengkinian data untuk pertama kalinya disampaikan paling lambat akhir bulan Desember 2018. c. Perubahan atas laporan rencana kegiatan pengkinian data dapat dilakukan sepanjang terdapat perubahan yang terjadi di luar kendali Bank dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak perubahan dilakukan. d. Laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi pengkinian data dibuat sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Laporan Kepada PPATK Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangan tunai, dan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri, dibuat sesuai dengan ketentuan dan tata cara pelaporan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaporan kepada PPATK. VIII. PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, maka: a) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/37/DPNP tanggal 10 September 2004 perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi Atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain terkait dengan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; b) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/21/DPNP tanggal 14 Juni 2013 perihal Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; dan - 37 - c) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/14/DKBU tanggal 12 Mei 2011 perihal Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 32/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PERBANKAN </reg_title> <set_date> 22 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 22 Juni 2017 </effective_date> <replaced_reg> '15/21/DPNP|SE-BI/2013', '13/14/DKBU|SE-BI/2011', '6/37/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '12/POJK.01/2017' </related_reg>
Yth. PT Jamsostek (Persero) di Tempat SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PT JAMSOSTEK (PERSERO) Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tanggal 12 September 2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai laporan bulanan PT Jamsostek (Persero) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh lembaga jasa keuangan non bank untuk kepentingan OJK, yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan berjalan dan disampaikan sesuai format dan menurut tata cara yang ditentukan oleh OJK. II. BENTUK... -2- II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN Bentuk dan susunan Laporan Bulanan bagi PT Jamsostek (Persero), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN 1. PT Jamsostek (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN 1. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia maka Laporan Bulanan disampaikan secara online melalui surat elektronik (email) resmi perusahaan dengan melampirkan softcopy Laporan Bulanan dalam format spreadsheet ke LB.ASOS@ojk.go.id 3. Dalam hal Laporan Bulanan disampaikan secara offline, penyampaian dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Pengawasan Perasuransian Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai 14 Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4 Jakarta 10710 4. Penyampaian... -3- 4. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan. 5. PT Jamsostek (Persero) dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai beikut: a. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan dengan email tanda terima dari OJK, b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan: 1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan diserahkan langsung ke kantor OJK; atau 2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman/titipan. 6. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat elektronik (email) OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada angka 3, OJK akan menyampaikan perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. V. KETENTUAN SANKSI 1. OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama. 2. Apabila... -4- 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis ketiga. VI. KETENTUAN PERALIHAN 1. PT Jamsostek (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan kepada OJK untuk periode tahun 2013 yaitu hanya bulan Oktober 2013 dan November 2013 paling lambat akhir bulan berikutnya. 2. Dalam hal tanggal akhir bulan berikutnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya. VII. PENUTUP... -5- VII. PENUTUP Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran OJK ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2013 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS IKNB OTORITAS JASA KEUANGAN, Ttd. FIRDAUS DJAELANI Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Bantuan Hukum Direktorat Hukum Ttd. Mufli Asmawidjaja
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 14/SEOJK.05/2013 </reg_id> <reg_title> LAPORAN BULANAN PT JAMSOSTEK (PERSERO) </reg_title> <set_date> 25 November 2013 </set_date> <effective_date> 25 November 2013 </effective_date> <related_reg> '3/POJK.05/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 27 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai dasar penilaian aset dalam bentuk investasi dan bukan investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. 2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 3. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan - 2 - keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 4. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 5. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. 6. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 7. Medium Term Notes yang selanjutnya disingkat MTN adalah surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan dan memiliki jangka waktu satu sampai dengan lima tahun. 8. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan bank syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. 9. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 10. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. - 3 - II. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI 1. Dasar penilaian jenis investasi adalah sebagai berikut: a. deposito berjangka pada Bank, BPR, dan BPRS, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan berdasarkan nilai nominal; sertifikat deposito pada Bank berdasarkan nilai tunai; b. c. saham: 1) dalam hal saham aktif diperdagangkan di bursa efek berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek tempat saham tersebut tercatat dan diperdagangkan; atau 2) dalam hal saham tidak aktif diperdagangkan di bursa efek berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; d. obligasi korporasi yang tercatat di bursa efek berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; e. MTN berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional. Dalam hal tidak terdapat nilai wajar dari lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional maka menggunakan nilai dari penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan; f. surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; - 4 - g. surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; h. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan nilai pasar; i. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional; j. reksa dana berdasarkan: 1) nilai aktiva bersih; atau 2) nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek dimana reksa dana tersebut diperdagangkan, bagi reksa dana jenis exchange traded fund (ETF); k. efek beragun aset berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek di Indonesia, untuk efek beragun aset yang tercatat di bursa efek di Indonesia. Dalam hal tidak terdapat nilai pasar tersebut penilaian menggunakan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; l. dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif berdasarkan: 1) nilai pasar, untuk dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif yang aktif diperdagangkan di bursa efek. Dalam hal dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif tidak aktif diperdagangkan di bursa efek, berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; atau - 5 - 2) nilai aktiva bersih, untuk dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif yang tidak diperdagangkan di bursa efek; m. transaksi surat berharga melalui repurchase agreement (REPO) berdasarkan biaya perolehan efek yang diamortisasi dengan suku bunga efektif (amortized cost); n. penyertaan langsung pada perseroan terbatas yang sahamnya tidak tercatat di bursa efek dinilai berdasarkan nilai ekuitas; o. tanah, bangunan dengan hak strata (strata title), atau tanah dengan bangunan, untuk investasi berdasarkan nilai yang ditetapkan penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai; p. pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan Pihak lain dalam bentuk kerja sama pemberian kredit (executing) berdasarkan nilai sisa pinjaman; q. emas murni berdasarkan nilai pasar; r. pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan berdasarkan nilai sisa pinjaman; dan/atau s. pinjaman polis berdasarkan nilai sisa pinjaman. 2. Ketentuan dasar penilaian jenis investasi Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 termasuk juga untuk jenis investasi yang menggunakan prinsip syariah. III. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Dasar penilaian atas aset dalam bentuk bukan investasi adalah sebagai berikut: 1. kas dan bank berdasarkan nilai nominal; 2. tagihan premi penutupan langsung, termasuk tagihan premi koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan berdasarkan nilai sisa tagihan; 3. tagihan premi reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 4. aset reasuransi: a. aset yang bersumber dari nilai estimasi pemulihan klaim atas porsi pertanggungan ulang berdasarkan nilai cadangan premi, cadangan premi yang belum merupakan pendapatan, dan/atau - 6 - estimasi liabilitas klaim bagian reasuransi yang dihitung secara konsisten berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransinya. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh Pihak penanggung ulang, jumlah aset reasuransi harus disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad debt expense); dan b. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang (longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital oriented reinsurance) berdasarkan nilai sisa aset reasuransi. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh Pihak yang memberikan program reasuransi dukungan modal, jumlah aset reasuransi disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad debt expense); 5. tagihan klaim koasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 6. tagihan klaim reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan; 7. tagihan investasi berdasarkan nilai tagihan; 8. tagihan hasil investasi berdasarkan nilai sisa tagihan; 9. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai; dan/atau 10. biaya akuisisi yang ditangguhkan atau deferred acquisition cost (DAC) berdasarkan nilai sisa DAC setelah diamortisasi secara proporsional untuk setiap periode pelaporan keuangan dengan jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak periode pembentukan DAC. IV. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI YANG BERSUMBER DARI PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN DENGAN INVESTASI Ketentuan dasar penilaian atas aset dalam bentuk investasi dan bukan investasi yang bersumber dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Romawi II dan Romawi III. - 7 - V. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 22/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title> <set_date> 13 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date> <related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 5 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 27 ayat (5)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang selanjutnya disebut POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Risiko Pasar merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan Bank dalam menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh karena itu, sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, Bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Pasar dalam perhitungan KPMM dengan menggunakan: a. Metode... - 2 - a. Metode Standar (Standard Method); dan/atau; b. Model Internal (Internal Model). 2. Untuk penerapan tahap awal, bagi Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam POJK KPMM Bank Umum, perhitungan ATMR untuk Risiko Pasar dilakukan dengan menggunakan Metode Standar (Standard Method). II. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KPMM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar termasuk risiko perubahan harga option. Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam POJK KPMM Bank Umum, wajib memperhitungkan Risiko Pasar. Bagi Bank yang memenuhi kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas, selain memperhitungkan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, perhitungan Risiko Pasar juga memperhitungkan risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas. A. Perhitungan Risiko Suku Bunga 1. Perhitungan risiko suku bunga dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko suku bunga. 2. Perhitungan risiko suku bunga meliputi perhitungan risiko spesifik dan risiko umum. B. Perhitungan Risiko Nilai Tukar 1. Perhitungan risiko nilai tukar dilakukan terhadap posisi valuta asing dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko nilai tukar. 2. Dalam perhitungan risiko nilai tukar tersebut, Bank dapat mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai posisi devisa neto. C. Perhitungan Risiko Ekuitas 1. Perhitungan risiko ekuitas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko ekuitas. 2. Perhitungan... - 3 - 2. Perhitungan risiko ekuitas meliputi perhitungan risiko spesifik dan risiko umum. D. Perhitungan Risiko Komoditas Perhitungan risiko komoditas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko komoditas. III. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL Tata cara perhitungan beban modal untuk risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan/atau risiko komoditas berpedoman pada Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. IV. TATA CARA PELAPORAN 1. Laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar, disampaikan secara bulanan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia, penyampaian laporan dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran II dan Lampiran III Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VI. KETENTUAN PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor... - 4 - Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 perihal Prinsip Kehati- hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 8/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 10 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date> <related_reg> '5/POJK.03/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V Angka 14', 'Romawi V Angka 13', 'Romawi V Angka 15' </penalty_list>
Yth. Direksi Perusahaan Pembiayaan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /SEOJK.05/2016 TENTANG BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5638) dan dalam rangka mendorong pertumbuhan industri pembiayaan, perlu melakukan penyempurnaan atas pengaturan mengenai ketentuan besaran uang muka (down payment) pembiayaan kendaraan bermotor bagi perusahaan pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang- barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun. 3. Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan. - 2 - 4. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran. 5. Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka pengadaan kendaraan bermotor dengan menggunakan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran. 6. Debitur adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menerima pembiayaan pengadaan barang dan/atau jasa dari Perusahaan Pembiayaan. 7. Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) yang selanjutnya disingkat NPF adalah piutang pembiayaan yang terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet untuk pembiayaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran, setelah memperhitungkan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. 8. Rasio Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) yang selanjutnya disebut Rasio NPF adalah perbandingan antara NPF dengan total piutang pembiayaan untuk kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran. 9. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi Perusahaan Pembiayaan terhadap risiko permodalan, likuiditas, aset, operasional dan kinerja Perusahaan Pembiayaan. II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 1. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih rendah atau sama dengan 1% (satu persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down - 3 - Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 5% (lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 5% (lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 5% (lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 2. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 1% (satu persen) dan lebih rendah atau sama dengan 3% (tiga persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang yang bersangkutan. 3. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 3% (tiga persen) dan lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; - 4 - b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 4. Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 5. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau - 5 - c. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. 6. Pembiayaan kendaraan bermotor yang diberikan Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur dalam rangka program kepemilikan kendaraan bermotor (car ownership program) dengan korporasi lain tidak wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagaimana diatur pada butir 1 sampai dengan butir 5. 7. Program kepemilikan kendaraan bermotor (car ownership program) sebagaimana dimaksud pada butir 6 harus dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Perusahaan Pembiayaan dengan korporasi lain tersebut yang dapat memberikan kepastian tertagihnya piutang pembiayaan yang telah diberikan. 8. Kepastian tertagihnya piutang pembiayaan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada butir 7 dapat berupa adanya: a. pembayaran angsuran melalui mekanisme pemotongan gaji dari pegawai korporasi yang bersangkutan; dan b. penjaminan atas piutang pembiayaan. 9. Yang dimaksud dengan penjaminan atas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 8 huruf b adalah berupa: a. asuransi kredit atau penjaminan kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan; dan/atau b. penjaminan atas piutang pembiayaan dari korporasi yang bersangkutan. III. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II dihitung berdasarkan laporan bulanan per 30 Juni dan 31 Desember. - 6 - 2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari untuk jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya. Contoh: Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni 2017 Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Rasio NPF lebih tinggi dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 5. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2017 sampai dengan 31 Januari 2018. Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 31 Desember 2017 Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kriteria sehat dan nilai Rasio NPF sebesar 3,5% (tiga koma lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 3. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Februari 2018 sampai dengan 31 Juli 2018. Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30 Juni 2018 Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kriteria sangat sehat dan nilai rasio NPF sebesar 0,5% (nol koma lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Januari 2019. IV. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR 1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II - 7 - dilakukan terhadap harga jual kendaraan setelah dikurangi potongan harga (discount) dan potongan lainnya. Contoh: Harga kendaraan: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II tidak termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi, asuransi, penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya. Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh Debitur): Harga kendaraan: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan oleh Debitur secara tunai: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 Dengan demikian, biaya yang dibayar oleh Debitur secara tunai sekaligus (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar tunai oleh Debitur) = uang muka (Rp1.425.000,00) + biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) = Rp2.425.000,00 Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur = harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka (Rp1.425.000,00) = Rp8.075.000,00 - 8 - Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak dibayar tunai (angsuran) oleh Debitur): Harga kendaraan: Rp10.000.000,00 Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan: Rp500.000,00 Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00 Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 = Rp9.500.000,00 Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00 Dengan demikian, biaya yang dibayar oleh Debitur bila biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak bayar tunai oleh Debitur atau dibayar secara angsuran = uang muka (Rp1.425.000,00) Total yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur = biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) + harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.075.000,00) = Rp9.075.000,00 3. Biaya insentif yang diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan tidak dapat diperhitungkan dalam perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II. V. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 63 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. VI. PENUTUP 1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, maka Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor - 9 - 19/SEOJK.05/2015 tentang Besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Perusahaan Pembiayaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Desember 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 47/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 13 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 13 Desember 2016 </effective_date> <replaced_reg> '19/SEOJK.05/2015' </replaced_reg> <related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 17 ayat (3)' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Penjaminan; 2. Direksi Perusahaan Penjaminan Syariah; 3. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang; 4. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; dan 5. Direksi Perusahaan Penjaminan yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN LEMBAGA PENJAMIN Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 42 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6014), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara pengukuran kesehatan keuangan bagi lembaga penjamin dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 2. Penjaminan Syariah adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 3. Penjaminan Ulang adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan - 2 - sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 4. Penjaminan Ulang Syariah adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 5. Lembaga Penjamin adalah Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang, dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menjalankan kegiatan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 6. Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 7. Perusahaan Penjaminan Syariah adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan Penjaminan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 8. Perusahaan Penjaminan Ulang adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan Penjaminan Ulang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 9. Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan Penjaminan Ulang Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 10. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari Perusahaan Penjaminan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha Penjaminan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 11. Kesehatan Keuangan: a. bagi Lembaga Penjamin adalah hasil penilaian kondisi Lembaga Penjamin melalui pemenuhan atas rasio likuiditas, gearing ratio, rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata - 3 - kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin; atau b. bagi UUS adalah hasil penilaian kondisi UUS melalui pemenuhan atas rasio likuiditas, rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. 12. Gearing Ratio adalah perbandingan antara total nilai penjaminan yang ditanggung sendiri dengan ekuitas Lembaga Penjamin pada waktu tertentu. 13. Rasio Likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan Lembaga Penjamin dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, yang dihitung dengan menggunakan current ratio berupa perbandingan antara aset lancar dengan utang lancar. 14. Rentabilitas adalah ukuran untuk mengetahui kemampuan Lembaga Penjamin dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. 15. Imbal Jasa adalah Imbal Jasa Penjaminan, Imbal Jasa Kafalah, Imbal Jasa Penjaminan Ulang, dan Imbal Jasa Kafalah Ulang. II. PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN 1. Lembaga Penjamin wajib menjaga kondisi Kesehatan Keuangannya. 2. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi: a. Rasio Likuiditas; b. Gearing Ratio; c. Rentabilitas; dan d. penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin. 3. Kewajiban pemenuhan kondisi Kesehatan Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 bagi UUS dilakukan secara terpisah dengan komponen meliputi: a. Rasio Likuiditas; b. Rentabilitas; dan c. penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. - 4 - III. RASIO LIKUIDITAS 1. Lembaga Penjamin wajib menjaga tingkat likuiditasnya. 2. Lembaga Penjamin wajib menjaga Rasio Likuiditas paling rendah 120% (seratus dua puluh per seratus). 3. Rasio Likuiditas sebagaimana dimaksud pada angka 2 dihitung dengan menggunakan current ratio. 4. Current ratio sebagaimana dimaksud pada angka 3 dihitung dengan membandingkan antara aset lancar dengan utang lancar. 5. Rincian akun dalam perhitungan aset lancar dan utang lancar sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam perhitungan current ratio mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan bulanan lembaga penjamin. IV. GEARING RATIO 1. Lembaga Penjamin wajib menjaga Gearing Ratio untuk penjaminan bagi usaha produktif paling tinggi 20 (dua puluh) kali. 2. Lembaga Penjamin wajib menjaga total Gearing Ratio paling tinggi 40 (empat puluh) kali. V. RENTABILITAS 1. Penilaian terhadap komponen Rentabilitas sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf c dan romawi II angka 3 huruf b dilakukan terhadap rasio sebagai berikut: a. Rasio return on asset Rasio return on asset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan Lembaga Penjamin dalam menghasilkan laba dari aset yang digunakan untuk mendukung operasional dan permodalan Lembaga Penjamin atau UUS. b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Lembaga Penjamin dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. c. Rasio klaim terhadap Imbal Jasa Rasio klaim terhadap Imbal Jasa merupakan rasio yang - 5 - digunakan untuk mengukur tingkat kinerja penjaminan. 2. Perhitungan rasio Rentabilitas ditetapkan sebagai berikut: a. Rasio return on asset: 1) Rasio return on asset dihitung dari perbandingan antara laba atau rugi sebelum pajak terhadap total aset. 2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12. 3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban sebelum dikurangi taksiran pajak penghasilan. 4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata aset sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (Penjumlahan total aset dari Januari s.d. Maret)/3. b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional: 1) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dihitung dari perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan operasional. 2) Rincian akun dalam perhitungan pendapatan operasional dan beban operasional dalam perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan bulanan lembaga penjamin. c. Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa 1) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dihitung dari perbandingan antara beban klaim neto terhadap Imbal Jasa neto. 2) Rincian akun dalam perhitungan beban klaim neto dan Imbal Jasa neto dalam perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan bulanan - 6 - lembaga penjamin. VI. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI LEMBAGA PENJAMIN 1. Pengukuran terhadap komponen penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf d dilakukan oleh Lembaga Penjamin dengan mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi lembaga penjamin. 2. Hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam komponen perhitungan Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf d ditetapkan berdasarkan rangking dan predikat hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi lembaga penjamin. 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin. 4. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian sendiri (self assessment) yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin dengan hasil verifikasi dan/atau validasi Otoritas Jasa Keuangan, penilaian atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang berlaku adalah penilaian yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 5. Hasil penilaian atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 4 mulai diberlakukan dalam perhitungan Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin pada periode penyampaian laporan tata kelola penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik. - 7 - VII. TATA CARA PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN 1. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin; b. penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin; c. penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas; dan d. penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin. 2. Tahap perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: a. Rasio Likuiditas, yaitu perhitungan Rasio Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam romawi III; b. Gearing Ratio, yaitu perhitungan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud dalam romawi IV; c. Rentabilitas, yaitu: 1) perhitungan rasio return on asset sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf a; 2) perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf b; dan 3) perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf c; dan d. penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud dalam romawi VI. - 8 - 3. Tahap penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas 1) Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 130% (seratus tiga puluh persen) sampai dengan kurang dari 800% (delapan ratus persen). b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 120% (seratus dua puluh persen) sampai dengan kurang dari 130% (seratus tiga puluh persen). c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 110% (seratus sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 120% (seratus dua puluh persen). d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang dari 110% (seratus sepuluh persen). e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio Likuiditas: (1) kurang dari 100% (seratus persen); atau (2) 800% (delapan ratus persen) atau lebih. 2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas PT Penjaminan Kredit ABC memiliki data keuangan sebagai berikut: Aset lancar = Rp70 miliar Utang lancar = Rp35 miliar Current ratio = (aset lancar/utang lancar) Current ratio = (Rp70 miliar/Rp35 miliar) Current ratio = 200%, maka penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas PT Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 1. - 9 - b. Penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio 1) penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Gearing Ratio dari 4 (empat) sampai dengan kurang dari 28 (dua puluh delapan). b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Gearing Ratio dari 28 (dua puluh delapan) sampai dengan kurang dari 32 (tiga puluh dua). c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Gearing Ratio dari 32 (tiga puluh dua) sampai dengan kurang dari 36 (tiga puluh enam). d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Gearing Ratio dari 36 (tiga puluh enam) sampai dengan kurang dari 40 (empat puluh). e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Gearing Ratio: (1) kurang dari 4 (empat); atau (2) 40 (empat puluh) atau lebih. 2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio: PT Penjaminan Kredit ABC memiliki data keuangan sebagai berikut: Total nilai Penjaminan yang ditanggung sendiri = Rp750 miliar Ekuitas Lembaga Penjamin pada waktu tertentu = Rp100 miliar Gearing Ratio = (total nilai Penjaminan yang ditanggung sendiri/Ekuitas Lembaga Penjamin pada waktu tertentu) Gearing Ratio = (Rp750 miliar/Rp100 miliar) Gearing Ratio = 7,5 kali, maka penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio PT Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 1. c. Penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas 1) Penetapan pada kriteria nilai rasio return on asset adalah sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio - 10 - return on asset 5% (lima persen) atau lebih. b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio return on asset dari 2,5% (dua koma lima persen) sampai dengan kurang dari 5% (lima persen). c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio return on asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 2,5% (dua koma lima persen). d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio return on asset dari -5% (minus lima persen) sampai dengan kurang dari 0% (nol persen). e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio return on asset kurang dari -5% (minus lima persen). 2) Penetapan pada kriteria nilai rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional kurang dari 85% (delapan puluh lima persen). b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 85% (delapan puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen). d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 95% (sembilan puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 100% (seratus persen). e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 100% (seratus persen) atau lebih. 3) Penetapan pada kriteria nilai rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa adalah sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa kurang dari - 11 - 70% (tujuh puluh persen). b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (tujuh delapan puluh persen). c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 90% (sembilan puluh persen)sampai dengan kurang dari 100% (seratus persen). e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa 100% (seratus persen) atau lebih. 4) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas a) Contoh perhitungan rasio return on asset Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019: Laba sebelum pajak s.d. bulan Mei 2019 = Rp12,5 miliar Rata-rata aset s.d. bulan Mei 2019 = Rp1.600 miliar Dengan demikian, nilai rasio return on asset PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019 adalah: Laba sebelum pajak disetahunkan = (Rp12,5 miliar/5)x12 = Rp30 miliar Rasio return on asset = Rp30 miliar/Rp1.600miliar = 1,88%. b) Contoh perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019: Beban operasional = Rp100 miliar Pendapatan operasional = Rp130 miliar Dengan demikian, nilai rasio beban operasional - 12 - terhadap pendapatan operasional PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019 adalah: Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional = Rp100 miliar/Rp130miliar = 76,92%. c) Contoh perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019: Beban klaim neto = Rp80 miliar Pendapatan Imbal jasa penjaminan neto = Rp100 miliar Dengan demikian, nilai rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa PT Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019 adalah: Rasio klaim neto terhadap pendapatan Imbal Jasa neto= Rp80 miliar/Rp100miliar = 80%. d) Terhadap data rasio Rentabilitas PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud dalam huruf a), huruf b), dan huruf c), penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas disajikan dalam tabel sebagai berikut: No 1. 2. Rasio Rentabilitas Rasio return on asset Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 3. Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa 80% 3 Nilai 1,88% 76,92% Kriteria Nilai 3 1 d. Penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin 1) Penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: - 13 - a) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat sangat baik. b) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat baik. c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat cukup baik. d) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat kurang baik. e) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat tidak baik. 2) Contoh penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin PT Penjaminan Kredit ABC memiliki hasil penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan predikat baik maka penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik PT Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 2. 4. Tahap penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk menentukan kriteria nilai komposit Rentabilitas digunakan metode rata-rata tertimbang dari kriteria nilai masing-masing rasio Rentabilitas, dengan bobot masing-masing rasio sebesar: 1) Rasio return on asset sebesar 30% (tiga puluh persen). 2) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional sebesar 35% (tiga puluh lima persen). 3) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebesar 35% (tiga puluh lima persen). - 14 - b. Penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8 (satu koma delapan). 2) Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari 2,6 (dua koma enam). 3) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan kurang dari 3,4 (tiga koma empat). 4) Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2 (empat koma dua). 5) Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima). c. Contoh penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 4) huruf d), penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut: Nilai komposit Rentabilitas = (30%*3)+ (35%*1)+ (35%*3) = 2,3. Kriteria nilai komposit Rentabilitas dengan nilai komposit sebesar 2,3 adalah nilai 2. 5. Tahap penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: a. Berdasarkan penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b, penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c b, dan penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d, selanjutnya dihitung nilai - 15 - komposit Kesehatan Keuangan dengan bobot masing-masing sebagai berikut: 1) Rasio Likuiditas, dengan bobot 10% (sepuluh persen). 2) Gearing Ratio, dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). 3) Rentabilitas, dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). 4) penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik, dengan bobot 20% (dua puluh persen). b. Berdasarkan nilai komposit Kesehatan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) sangat sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8 (satu koma delapan). 2) sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari 2,6 (dua koma enam). 3) cukup sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan kurang dari 3,4 (tiga koma empat). 4) kurang sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki Kesehatan Keuangan dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2 (empat koma dua). 5) tidak sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki Kesehatan Keuangan dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima). c. Contoh penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a angka 2), penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b angka 2), penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c, dan data penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada - 16 - angka 3 huruf d angka 2) adalah: Penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan = (10%*1)+ (35%*1)+(35%*2)+(20%*2) = 1,55  sangat sehat. Dengan demikian, PT Penjaminan Kredit ABC memiliki Kesehatan Keuangan dengan kategori sangat sehat. VIII. TATA CARA PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN BAGI UUS 1. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi UUS sebagaimana dimaksud dalam romawi II pada angka 3 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS; b. penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS; c. penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas; dan d. penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan UUS. 2. Tahap perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: a. Rasio Likuiditas, yaitu perhitungan current ratio sebagaimana dimaksud dalam romawi III; b. Rentabilitas, yaitu: 1) perhitungan rasio return on asset sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf a; 2) perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf b; dan 3) perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf c; dan - 17 - c. penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, yaitu dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam rangka melakukan penilaian terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian berdasarkan: a) hasil evaluasi terhadap hasil penilaian sendiri (self- assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang disampaikan oleh Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS; dan/atau b) hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan terhadap UUS. 2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan paling sedikit terhadap faktor sebagai berikut: a) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah terkait pengelolaan kegiatan usaha penjaminan syariah; b) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pimpinan UUS; c) penerapan fungsi kepatuhan terkait penerapan prinsip syariah; d) penerapan manajemen risiko UUS, termasuk sistem pengendalian internal, dan penerapan tata kelola teknologi informasi; dan e) transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan UUS. 3) Predikat hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dikategorikan ke dalam 5 predikat, yaitu: a) predikat sangat baik, jika manajemen UUS telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang sangat memadai atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. Dalam hal terdapat kelemahan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, secara umum - 18 - kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh manajemen UUS. b) predikat baik, jika manajemen UUS telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang memadai atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. Dalam hal terdapat kelemahan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen UUS. c) predikat cukup baik, jika manajemen UUS telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang cukup memadai atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. Dalam hal terdapat kelemahan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup dari manajemen UUS. d) predikat kurang baik, jika manajemen UUS telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang kurang memadai atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum signifikan dan memerlukan perbaikan yang menyeluruh oleh manajemen UUS. e) predikat tidak baik, jika manajemen UUS telah melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang tidak memadai atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip tata - 19 - kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara umum sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh manajemen UUS. 4) Otoritas Jasa Keuangan menetapkan hasil penilaian terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS secara berkala paling lambat pada tanggal 30 Juni setiap tahunnya. 5) Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan hasil penilaian terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS kepada Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS. 6) Hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS sebagaimana dimaksud pada angka 5) diberlakukan sebagai dasar pengukuran Kesehatan Keuangan bagi UUS periode bulan Juli tahun berjalan sampai dengan periode bulan Juni tahun berikutnya. 3. Tahap penetapan pada kriteria nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas 1) penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 130% (seratus tiga puluh persen) sampai dengan kurang dari 800% (delapan ratus persen). b) Nilai 2 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 120% (seratus dua puluh persen) sampai dengan kurang dari 130% (seratus tiga puluh persen). c) Nilai 3 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 110% (seratus sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 120% (seratus dua puluh persen). d) Nilai 4 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang dari 110% (seratus sepuluh persen). - 20 - e) Nilai 5 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas: (1) kurang dari 100% (seratus persen); atau (2) 800% (delapan ratus persen) atau lebih. 2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ memiliki data keuangan sebagai berikut: Aset lancar = Rp10 miliar Kewajiban lancar = Rp5 miliar Current ratio = (aset lancar/kewajiban lancar) Current ratio = (Rp10 miliar/Rp5 miliar) Current ratio = 200%, maka penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ adalah nilai 1. b. Penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas 1) Penetapan pada kriteria nilai rasio return on asset adalah sebagai berikut: a) b) Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari 2,5% (dua koma lima persen) sampai dengan kurang dari 5% (lima persen). c) Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari 0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 2,5% (dua koma lima persen). d) Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari -5% (minus lima persen) sampai dengan kurang dari 0% (nol persen). e) Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio return on asset kurang dari -5% (minus lima persen). 2) Penetapan pada kriteria nilai rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional kurang dari 85% (delapan puluh lima persen). b) Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 85% (delapan Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio return on asset 5% (lima persen) atau lebih. - 21 - puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). c) Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen). d) Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dari 95% (sembilan puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 100% (seratus persen). e) Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 100% (seratus persen) atau lebih. 3) Penetapan pada kriteria nilai rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa adalah sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa kurang dari 70% (tujuh puluh persen). b) Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen). c) Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen). d) Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan kurang dari 100% (seratus persen). e) Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa 100% (seratus persen) atau lebih. 3) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas a) Contoh perhitungan rasio return on asset Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ - 22 - per Mei 2019: Laba sebelum pajak s.d. bulan Mei 2019 = Rp1,25 miliar Rata-rata aset s.d. bulan Mei 2019 = Rp160 miliar Dengan demikian, nilai rasio return on asset UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019 adalah: Laba sebelum pajak disetahunkan = (Rp1,25 miliar /5)x12 = Rp3 miliar Rasio return on asset = Rp3 miliar/Rp160 miliar = 1,88%. b) Contoh perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019: Beban operasional = Rp10 miliar Pendapatan operasional = Rp13 miliar Dengan demikian, nilai rasio rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019 adalah: Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional = Rp10 miliar /Rp13 miliar = 76,92%. c) Contoh perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019: Beban klaim neto = Rp8 miliar Pendapatan Imbal Jasa neto = Rp10 miliar Dengan demikian, nilai rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019 adalah: Rasio klaim neto terhadap pendapatan Imbal Jasa neto= Rp8 miliar/Rp10 miliar = 80%. d) Terhadap data rasio Rentabilitas UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud dalam huruf a), huruf b), dan huruf c), penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas disajikan dalam tabel - 23 - sebagai berikut: No Rasio Rentabilitas 1. Rasio return on asset 2. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional 3. Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa Nilai 1,88% 76,92% Kriteria Nilai 3 1 80% 3 c. Penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS: 1) Penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai 1 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat sangat baik. b) Nilai 2 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat baik. c) Nilai 3 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat cukup baik. d) Nilai 4 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat kurang baik. e) Nilai 5 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat tidak baik. - 24 - 2) Contoh penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ memiliki hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat sangat baik maka penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ adalah nilai 1. 4. Tahap penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk menentukan kriteria nilai komposit Rentabilitas digunakan metode rata-rata tertimbang dari kriteria nilai masing-masing rasio Rentabilitas, dengan bobot masing-masing rasio sebesar: 1) Rasio return on asset sebesar 30% (tiga puluh persen). 2) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional sebesar 35% (tiga puluh lima persen). 3) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebesar 35% (tiga puluh lima persen). b. Penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut: 1) Nilai 1 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8 (satu koma delapan). 2) Nilai 2 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari 2,6 (dua koma enam). 3) Nilai 3 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan kurang dari 3,4 (tiga koma empat). 4) Nilai 4 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2 - 25 - (empat koma dua). 5) Nilai 5 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima). c. Contoh penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b angka 3) huruf c), penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut: Nilai komposit Rentabilitas = (30%*3)+ (35%*1) + (35%*3) = 2,3 maka kriteria nilai komposit Rentabilitas dengan nilai komposit sebesar 2,3 adalah sebesar 2. 5. Tahap penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan UUS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: a. Berdasarkan penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, penetapan pada kriteria komposit nilai Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b, dan kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c, selanjutnya ditetapkan nilai komposit Kesehatan Keuangan UUS melalui pembobotan atas nilai peringkat sebagai berikut: 1) Rasio Likuiditas, dengan bobot 30% (tiga puluh persen). 2) rasio Rentabilitas, dengan bobot 50% (lima puluh persen). 3) penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, dengan bobot 20% (dua puluh persen). b. Berdasarkan nilai komposit Kesehatan Keuangan UUS sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kesehatan Keuangan UUS ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) sangat sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8 (satu koma delapan). 2) sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari 2,6 - 26 - (dua koma enam). 3) cukup sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan kurang dari 3,4 (tiga koma empat). 4) kurang sehat apabila UUS memiliki Kesehatan Keuangan dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2 (empat koma dua). 5) tidak sehat apabila UUS memiliki Kesehatan Keuangan dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima). c. Contoh penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan UUS Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a angka 2) penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c, dan penetapan pada kriteria hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c angka 2) adalah: Nilai komposit Kesehatan Keuangan UUS = (30%*1)+ (50%*2)+ (20%*1) = 1,5  sangat sehat. Dengan demikian, UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ memiliki Kesehatan Keuangan UUS dengan kategori sangat sehat. IX. VERIFIKASI DAN/ATAU VALIDASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar perhitungan Kesehatan Keuangan yang disusun oleh Lembaga Penjamin dan UUS. 2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Kesehatan Keuangan yang disusun oleh Lembaga Penjamin dan UUS dengan Kesehatan Keuangan hasil verifikasi dan/atau validasi Otoritas Jasa Keuangan, Kesehatan Keuangan yang berlaku adalah Kesehatan Keuangan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. - 27 - X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Desember 2018 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 18/SEOJK.05/2018 </reg_id> <reg_title> KESEHATAN KEUANGAN LEMBAGA PENJAMIN </reg_title> <set_date> 18 Desember 2018 </set_date> <effective_date> 18 Desember 2018 </effective_date> <related_reg> '2/POJK.05/2017 | Pasal 42 ayat (4)' </related_reg>
Yth. 1. Manajer Investasi; 2. Agen Penjual Efek Reksa Dana; 3. Bank Kustodian; 4. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan 5. Asosiasi Bank Kustodian Indonesia; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7/SEOJK.04/2014 TENTANG PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO FACE) DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA MELALUI PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK, SERTA TATA CARA PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI (REDEMPTION) EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-552/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-13/PM/2002 tanggal 14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan dan Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-476/BL/2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal serta untuk meningkatkan jumlah dan memperluas pemodal Reksa Dana, Otoritas Jasa Keuangan perlu mengatur Penerapan Pelaksanaan Pertemuan Langsung (Face To Face) Dalam Penerimaan Pemegang Efek Reksa Dana Melalui Pembukaan Rekening Secara Elektronik, Serta Tata Cara Penjualan (Subscription) Dan Pembelian Kembali (Redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN... -2- I. KETENTUAN UMUM 1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: a. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan memiliki perjanjian kerjasama dengan Manajer Investasi yang memuat ketentuan: 1) dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah, Bank Umum telah melakukan pertemuan langsung (face to face), dengan calon pemegang Efek Reksa Dana; dan 2) Manajer Investasi dapat menggunakan pertemuan langsung tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah yang dilakukannya. b. Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.B.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-10/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006 tentang Pendaftaran Agen Penjual Efek Reksa Dana, yang melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik. c. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik adalah transaksi penjualan (subscription) dan/atau pembelian kembali (redemption) Efek Reksa Dana melalui media elektronik, antara lain internet atau media elektronik lain yang bukti transaksinya disediakan oleh Manajer Investasi dalam bentuk tercetak (hard copy) dan/atau dalam bentuk dokumen elektronik (soft copy) yang dapat dicetak. 2. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib memenuhi: a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan peraturan pelaksanaannya; b. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-13/PM/2002 tanggal 14 Agustus... -3- 14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; c. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-552/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif; d. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-21/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996, tentang Pedoman Kontrak Penyimpanan Kekayaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; e. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-14/PM/2002 tanggal 14 Agustus 2002, tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; f. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-553/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif; g. Peraturan Bapepam Nomor IV.D.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2004 tanggal 29 April 2004, tentang Profil Pemodal Reksa Dana; h. Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-476/BL/2009 tanggal 23 Desember 2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal; i. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-367/BL/2012 tanggal 9 Juli 2012 tentang Nilai Pasar Wajar Dari Efek Dalam Portofolio Reksa Dana; j. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-516/BL/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Pedoman Pengumuman Harian Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Terbuka; k. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-262/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana... -4- Dana Terproteksi, Reksa Dana Dengan Penjaminan, dan Reksa Dana Indeks; dan l. Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.B.4, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-11/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006 tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana. II. PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO FACE) DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA MELALUI PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK 1. Pelaksanaan pertemuan langsung (face to face) dalam penerimaan pemegang Efek Reksa Dana melalui pembukaan rekening secara elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh Manajer Investasi berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Manajer Investasi dapat menggunakan pertemuan langsung (face to face) yang telah dilakukan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana. b. pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah terkait pertemuan langsung (face to face) sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan oleh dan di bawah koordinasi Manajer Investasi. c. Manajer Investasi wajib: 1) bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah terkait pertemuan langsung (face to face) yang telah dilakukan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan calon pemegang Efek Reksa Dana; 2) memastikan bahwa informasi, data, dan/atau dokumen yang dikirimkan oleh calon pemegang Efek Reksa Dana secara elektronik adalah benar dari calon pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana; dan 3) memastikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh pemegang Efek Reksa Dana secara elektronik adalah benar dari pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana. 2. Pelaksanaan... -5- 2. Pelaksanaan pertemuan langsung (face to face) dalam penerimaan pemegang Efek Reksa Dana melalui pembukaan rekening secara elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana dapat dilakukan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana dengan mendasarkan pada: a. pertemuan langsung (face to face) yang dilakukannya sendiri; atau b. pertemuan langsung (face to face) yang dilakukan oleh Bank Umum. III. TATA CARA PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI (REDEMPTION) EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK 1. Manajer Investasi dapat melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik, dengan ketentuan Manajer Investasi wajib terlebih dahulu: a. memiliki sistem Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik; b. mencantumkan tata cara Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik dalam Kontrak Investasi Kolektif dan/atau Prospektus; dan c. memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 2. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana. 3. Sistem Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, wajib menyediakan informasi secara elektronik bagi pemodal, yang paling sedikit memuat: a. Prospektus elektronik terkini yang isinya sama dengan Prospektus dalam bentuk cetak; dan b. tata cara Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik. 4. Informasi dan Prospektus elektronik sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling sedikit wajib: a. menggunakan... -6- a. menggunakan Bahasa Indonesia dan dapat disertai dengan terjemahannya dalam bahasa asing; dan b. menyajikan tampilan informasi, data, dan/atau dokumen yang mudah dimengerti dan komunikatif. 5. Sistem elektronik yang digunakan oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana dalam melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik paling sedikit wajib: a. terbebas dari kemungkinan dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak; b. teruji keandalannya; c. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian sengketa, verifikasi, pengujian, dan pemeriksaan lainnya; dan d. telah memperoleh rekomendasi dari lembaga yang berwenang, sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan peraturan pelaksanaannya. 6. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik hanya dapat dilakukan apabila pemodal telah mempunyai rekening Efek Reksa Dana dan terdaftar untuk melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik pada sistem yang disediakan oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana. 7. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana dalam menyelenggarakan transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib memastikan pemodal telah melakukan pendaftaran dalam sistem elektronik yang disediakannya. 8. Dalam rangka pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 7, pemodal wajib mengisi data pemodal dalam aplikasi sistem elektronik yang disediakan Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana dan menyampaikan dokumen pendukung untuk mendapatkan... -7- mendapatkan identitas pengguna (user identity) dan kata sandi (password) sebagai akses untuk melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik. 9. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang menyelenggarakan transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib melakukan verifikasi bahwa data yang disampaikan secara elektronik oleh pemodal telah sesuai dengan dokumen pendukung. 10. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 9 telah sesuai dengan dokumen pendukung, Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana menyampaikan identitas pengguna (user identity) dan kata sandi (password) kepada pemodal. 11. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib memberikan sistem pengamanan atas setiap transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik yang dilakukan pemegang rekening Efek Reksa Dana. 12. Dalam hal verifikasi informasi elektronik dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 9 dilakukan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana maka: a. Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menyampaikan informasi elektronik dan dokumen pendukung pemodal kepada Manajer Investasi; dan b. Manajer Investasi wajib memastikan bahwa informasi elektronik dan dokumen pendukung yang disampaikan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada huruf a sama dengan informasi elektronik dan dokumen pendukung yang disampaikan oleh pemodal kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana. 13. Pelaksanaan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik yang dilakukan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib dilaksanakan di bawah koordinasi Manajer Investasi. 14. Agen... -8- 14. Agen Penjual Efek Reksa Dana yang menyelenggarakan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib memberikan informasi dan dokumen pemegang Efek Reksa Dana kepada Manajer Investasi dengan ketentuan bahwa seluruh informasi dan dokumen pemegang Efek Reksa Dana hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas Reksa Dana. 15. Transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik hanya dapat dilakukan pemodal setelah: a. mempunyai rekening Efek Reksa Dana; b. mendaftar untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek Reksa Dana secara elektronik; dan c. memperoleh identitas pengguna (user identity), kata sandi (password), dan sistem pengamanan atas setiap transaksi secara elektronik dari Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana. 16. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib menyampaikan semua dokumen terkait transaksi pemegang Efek Reksa Dana kepada Bank Kustodian yang menyimpan kekayaan Reksa Dana. 17. Bank Kustodian yang mengadministrasikan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib: a. menyimpan semua dokumen dan kekayaan Reksa Dana; b. menerbitkan konfirmasi penjualan (subscription) dan pembelian kembali (redemption) Efek Reksa Dana secara tertulis; c. menyampaikan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf b tersebut kepada pemegang Efek Reksa Dana melalui jasa pengiriman atau surat elektronik (e-mail); dan d. memastikan bahwa dana dari hasil pembelian kembali (redemption) Efek Reksa Dana disampaikan: 1) ke... -9- 1) ke rekening yang terdaftar atas nama pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan penjualan; atau 2) ke rekening atas nama Reksa Dana lain yang dikelola oleh Manajer Investasi yang sama sesuai perintah pemegang Efek Reksa Dana untuk pembayaran pembelian Reksa Dana lain oleh dan atas nama pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan penjualan. 18. Bank Kustodian yang mengadministrasikan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 19. Setiap transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana secara elektronik yang terjadi dengan menggunakan identitas pengguna (user identity) dan kata sandi (password) pemegang Efek Reksa Dana merupakan tanggung jawab pemegang Efek Reksa Dana. 20. Manajer Investasi wajib mengadministrasikan dan menyimpan data yang terkait dengan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik paling singkat 5 (lima) tahun. 21. Manajer Investasi wajib bertanggung jawab atas kerugian pemegang Efek Reksa Dana yang diakibatkan oleh kegagalan sistem elektronik Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik yang dimiliki oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana, kecuali kegagalan sistem elektronik tersebut disebabkan oleh kondisi kahar (force majeur), seperti bencana alam. IV. PERALIHAN Manajer Investasi dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang telah melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini wajib: a. menyesuaikan... -10- a. menyesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan; dan b. melaporkan hasil penyesuaian dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya jangka waktu penyesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf a. V. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2014 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd. Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum I, Departemen Hukum Ttd. Tini Kustini NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 7/SEOJK.04/2014 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO FACE) DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA MELALUI PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK, SERTA TATA CARA PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI (REDEMPTION) EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK </reg_title> <set_date> 24 April 2014 </set_date> <effective_date> 24 April 2014 </effective_date> <related_reg> 'KEP-476/BL/2009|KEPTA-BAPEPAM-LK/2009 | Lampiran Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10', 'KEP-552/BL/2010|KEPTA-BAPEPAM-LK/2010 | Lampiran Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1', 'KEP-13/PM/2002|KEPTA-BAPEPAM/2002 | Lampiran Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3' </related_reg>
Yth. Direksi Emiten dan Perusahaan Publik di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/SEOJK.04/2013 TENTANG KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, selanjutnya disebut POJK Nomor 2/POJK.04/2013, perlu mengatur kondisi lain selain yang telah ditetapkan dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013 dimaksud, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dalam 3 (tiga) bulan terakhir mengalami tekanan yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia yang mengalami penurunan cukup signifikan. 2. Bahwa kondisi perekonomian masih mengalami tekanan baik regional maupun nasional. 3. Bahwa dalam rangka mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, maka diperlukan kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan aksi korporasi pembelian saham kembali tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan kondisi lain sebagaimana diamanatkan dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013. II. PENETAPAN KONDISI LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 1 ANGKA 1 HURUF b POJK NOMOR 2/POJK.04/2013 Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud angka I, maka penurunan Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 20 Mei 2013 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2013 ini sebesar 1.247,134 poin atau 23,91% (dua puluh tiga koma sembilan satu perseratus) ditetapkan sebagai Kondisi Lain sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013. III. PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Emiten atau Perusahaan Publik dapat melakukan pembelian kembali sahamnya berdasarkan mekanisme yang diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013. IV. PENUTUP… -2- IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2013 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, Ttd. NURHAIDA Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Divisi Bantuan Hukum Direktorat Hukum, Ttd. Mufli Asmawidjaja
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 1/SEOJK.04/2013 </reg_id> <reg_title> KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <related_reg> '2/POJK.04/2013' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5963) selanjutnya disingkat POJK MRTI, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh bank umum dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pedoman penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh bank umum merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank. 2. Bank yang telah memiliki kebijakan, standar, dan prosedur dalam penggunaan Teknologi Informasi dan/atau pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 2 - II. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI 1. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi untuk mendukung kelangsungan bisnis Bank terutama pelayanan kepada nasabah, Bank wajib memiliki kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta wajib menerapkan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi secara konsisten dan berkesinambungan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) POJK MRTI. 2. Kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/SEOJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 3. Kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi paling sedikit meliputi aspek: a. manajemen; b. pengembangan dan pengadaan; c. operasional Teknologi Informasi; d. jaringan komunikasi; e. pengamanan informasi; f. Rencana Pemulihan Bencana; g. Layanan Perbankan Elektronik; h. penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi; dan i. penyediaan jasa Teknologi Informasi oleh Bank. 4. Aspek kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi. 5. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar dapat menggunakan parameter tambahan dari yang diatur dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 3 - III. PELAPORAN 1. Dalam menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi, Bank menyampaikan laporan-laporan sebagai berikut: a. Laporan kondisi terkini penggunaan Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2) Laporan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak akhir tahun pelaporan. b. Laporan rencana pengembangan Teknologi Informasi yang akan diimplementasikan 1 (satu) tahun ke depan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.2. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2) Laporan disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Oktober tahun sebelumnya. 3) Laporan dapat diubah 1 (satu) kali dan disampaikan paling lambat pada tanggal 30 Juni tahun berjalan. 4) Pengajuan perubahan laporan rencana pengembangan Teknologi Informasi dapat dilakukan selain dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3) sepanjang memenuhi pertimbangan tertentu dan mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. c. Laporan realisasi: 1) kegiatan sebagai penyedia jasa Teknologi Informasi; 2) penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik; 3) penyelenggaraan Sistem Elektronik yang ditempatkan pada Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar wilayah Indonesia; dan 4) penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada pihak penyedia jasa di luar wilayah Indonesia; dengan ketentuan sebagai berikut: i. Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.4. yang merupakan bagian tidak terpisahkan - 4 - dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. ii. Laporan disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi. d. Laporan insidentil mengenai kejadian kritis, penyalahgunaan, dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraaan Teknologi Informasi yang dapat dan/atau telah mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran operasional Bank, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.5. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2) Laporan disampaikan dengan segera kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui surat elektronik (electronic mail) atau telepon yang diikuti dengan laporan tertulis paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah kejadian kritis dan/atau penyalahgunaan atau kejahatan diketahui. e. Laporan hasil audit Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.6. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2) Laporan disampaikan paling lambat 2 (dua) bulan setelah audit Teknologi Informasi selesai dilakukan. 2. Bank yang menyerahkan penyelenggaraan Teknologi Informasi kepada penyedia jasa Teknologi Informasi tetap menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. PERMOHONAN PERSETUJUAN 1. Bank yang memiliki rencana kegiatan sebagai penyedia jasa Teknologi Informasi dan/atau menerbitkan produk Layanan Perbankan Elektronik, harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum implementasi. 2. Bank yang menyelenggarakan Sistem Elektronik yang ditempatkan pada Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar wilayah Indonesia serta Bank yang menyerahkan penyelenggaraan - 5 - Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada pihak penyedia jasa di luar wilayah Indonesia, harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum rencana implementasi. Permohonan persetujuan pada angka 1 dan 2 disertai dengan dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM - 1 - DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................ 4 BAB I MANAJEMEN........................................................................................ 5 1.1. Pendahuluan ................................................................................................. 5 1.2. Peran dan Tanggung Jawab Manajemen ........................................................ 5 1.2.1. Direksi .................................................................................................. 5 1.2.2. Dewan Komisaris .................................................................................. 6 1.2.3. Komite Pengarah TI ............................................................................... 6 1.2.4. Pejabat Tertinggi yang Memimpin Satuan Kerja TI ................................ 8 1.3. Struktur Organisasi Satuan Kerja TI ............................................................ 10 1.4. Sistem Informasi Manajemen ....................................................................... 11 1.5. Manajemen Proyek ....................................................................................... 11 1.6. Rencana Strategis TI .................................................................................... 12 1.7. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Manajemen TI ........................................ 13 1.8. Proses Manajemen Risiko TI ......................................................................... 14 1.8.1. Identifikasi Jenis Risiko Terkait Manajemen TI ................................... 14 1.8.2. Risiko Terkait TI .................................................................................. 15 1.8.3. Penilaian Risiko TI .............................................................................. 15 1.8.4. Pengukuran Risiko Terkait TI .............................................................. 16 1.8.5. Pemantauan Risiko Terkait TI ............................................................. 18 1.8.6. Pengendalian Risiko terkait TI ............................................................. 19 BAB II PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN .................................................. 21 2.1. Pendahuluan ............................................................................................... 21 2.2. Langkah Pengendalian dalam Pengembangan dan Pengadaan ..................... 21 2.3. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan dan Pengadaan .............. 22 2.3.1. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan .............................. 23 2.3.1.1. Tahap Inisiasi dan Perencanaan .............................................. 23 2.3.1.2. Tahap Pendefinisian Kebutuhan Pengguna .............................. 24 2.3.1.3. Tahap Perancangan Sistem ...................................................... 25 2.3.1.4. Tahap Pemrograman ................................................................ 25 2.3.1.5. Tahap Uji Coba ........................................................................ 26 2.3.1.6. Tahap Implementasi ................................................................ 27 2.3.1.7. Tahap Kaji Ulang Pascaimplementasi....................................... 28 2.3.1.8. Tahap Pemeliharaan ................................................................ 28 2.3.1.9. Tahap Pemusnahan (Disposal) ................................................. 30 2.3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengadaan .................................... 30 2.3.2.1. Standar Pengadaan .............................................................. 31 2.3.2.2. Pedoman Proyek Pengadaan ................................................. 32 2.3.2.3. Escrow Agreement ................................................................ 33 2.3.2.4. Kontrak Pembelian, Lisensi, dan Pemeliharaan Perangkat Lunak ................................................................................... 34 2.3.2.5. Pemeliharaan ....................................................................... 35 2.3.2.6. Garansi ................................................................................ 36 2.3.2.7. Penyelesaian Perselisihan ..................................................... 36 2.3.2.8. Perubahan Perjanjian ........................................................... 36 2.3.2.9. Keamanan ............................................................................ 36 2.3.2.10. Subkontrak kepada Vendor .................................................. 37 2.3.3. Kebijakan, Standar, serta Prosedur Manajemen Proyek dan Manajemen Perubahan ..................................................................... 37 2.4. Proses Manajemen Risiko Pengembangan dan Pengadaan ........................... 40 2.4.1. Pengukuran Risiko terkait Pengembangan dan Pengadaan ................. 40 - 2 - 2.4.2. Pengendalian Risiko Pada Pengembangan dan Pengadaan .................. 41 2.4.2.1. Pengendalian Risiko pada Pengembangan................................ 42 2.4.2.2. Pengendalian Risiko pada Pengadaan ...................................... 43 BAB III AKTIVITAS OPERASIONAL TI .......................................................... 44 3.1. Pendahuluan ............................................................................................... 44 3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Aktivitas Operasional TI .............. 44 3.2.1. Kebijakan terkait Pusat Data ............................................................ 45 3.2.2. Kebijakan Perencanaan dan Pemantauan Kapasitas TI..................... 47 3.2.3. Kebijakan Pengelolaan Konfigurasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ............................................................................................... 47 3.2.4. Kebijakan Pemeliharaan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ...... 48 3.2.5. Kebijakan Manajemen Perubahan (Change Management) ................. 49 3.2.6. Kebijakan Penanganan Kejadian atau Permasalahan ....................... 50 3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Data (Database) ........................... 51 3.2.8. Kebijakan Pengendalian Pertukaran Informasi (Exchange of Information) ...................................................................................... 52 3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Library .......................................................... 52 3.2.10. Kebijakan Pemusnahan (Disposal) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ............................................................................................... 53 3.3. Proses Manajemen Risiko Aktivitas Operasional TI ...................................... 53 BAB IV JARINGAN KOMUNIKASI .................................................................. 56 4.1. Pendahuluan ............................................................................................... 56 4.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Jaringan Komunikasi .................. 56 4.3. Proses Manajemen Risiko Jaringan Komunikasi .......................................... 57 4.3.1. Pengendalian Risiko ............................................................................ 57 4.3.2. Pemantauan Risiko ............................................................................. 60 BAB V PENGAMANAN INFORMASI ................................................................ 62 5.1. Pendahuluan ............................................................................................... 62 5.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Pengamanan Informasi ............... 62 5.2.1. Kebijakan Pengamanan Informasi ....................................................... 63 5.2.2. Standar Pengamanan Informasi .......................................................... 64 5.2.3. Prosedur Pengamanan Informasi ........................................................ 64 5.2.3.1. Prosedur Pengelolaan Aset ....................................................... 64 5.2.3.2. Prosedur Pengelolaan Sumber Daya Manusia .......................... 65 5.2.3.3. Prosedur Pengamanan Fisik dan Lingkungan .......................... 66 5.2.3.4. Prosedur Pengendalian Akses .................................................. 67 5.2.3.5. Prosedur Pengamanan Operasional TI ..................................... 69 5.2.3.6. Prosedur Pemantauan Pengamanan Informasi ......................... 70 5.2.3.7. Prosedur Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi .. 71 5.3. Proses Manajemen Risiko terkait Pengamanan Informasi ............................. 74 5.3.1. Pengukuran Risiko Pengamanan Informasi ......................................... 74 5.3.2. Pengendalian dan Mitigasi Risiko ........................................................ 74 BAB VI RENCANA PEMULIHAN BENCANA..................................................... 76 6.1. Pendahuluan ............................................................................................... 76 6.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana ...... 76 6.2.1. Kebijakan terkait Rencana Pemulihan Bencana .................................. 76 6.2.2. Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana ................................... 80 6.3. Pengujian Rencana Pemulihan Bencana ...................................................... 83 6.3.1. Ruang Lingkup Pengujian Rencana Pemulihan Bencana .................... 83 6.3.2. Skenario Pengujian (Test Plan) Rencana Pemulihan Bencana.............. 84 6.3.3. Analisis dan Laporan Hasil Pengujian Rencana Pemulihan Bencana .. 84 6.4. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana dan Audit Intern ...................... 84 - 3 - 6.4.1. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana ....................................... 84 6.4.2. Audit Intern ........................................................................................ 85 BAB VII LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK ............................................. 86 7.1. Pendahuluan ............................................................................................... 86 7.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Layanan Perbankan Elektronik ... 86 7.3. Manajemen Risiko Layanan Perbankan Elektronik ...................................... 88 7.3.1. Pengukuran Risiko Terkait Layanan Perbankan Elektronik ................ 88 7.3.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik ............... 91 7.3.2.1. Pengendalian Risiko untuk Layanan Perbankan Elektronik Tertentu ................................................................................. 96 7.3.2.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik Lintas Negara ......................................................................... 98 7.3.2.3. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik yang Diselenggarakan oleh Pihak Penyedia Jasa TI ................ 98 7.4. Rencana Penerbitan Layanan Perbankan Elektronik Baru ........................... 99 7.5. Permohonan Persetujuan terkait Layanan Perbankan Elektronik ................ 99 7.6. Realisasi Layanan Perbankan Elektronik ................................................... 100 7.6.1. Pemeriksaan oleh Pihak Independen ................................................. 100 7.6.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pihak Independen ............................... 101 BAB VIII AUDIT INTERN TI ........................................................................ 103 8.1. Pendahuluan ............................................................................................. 103 8.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Audit TI ..................................... 103 8.3. Proses Audit TI ........................................................................................... 105 8.4. Pemenuhan Fungsi Audit Intern TI ............................................................ 108 BAB IX PENGGUNAAN PIHAK PENYEDIA JASA TI ...................................... 109 9.1. Pendahuluan ............................................................................................. 109 9.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI .............. 109 9.2.1. Kebijakan Penggunaan Penyedia Jasa TI .......................................... 109 9.2.2. Standar Penggunaan Penyedia Jasa TI.............................................. 111 9.2.3. Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI ............................................ 114 9.3. Proses Manajemen Risiko ........................................................................... 119 9.3.1. Identifikasi Risiko ............................................................................. 119 9.3.2. Pengukuran Risiko ............................................................................ 120 9.3.3. Mitigasi Risiko .................................................................................. 121 9.3.4. Pengendalian Risiko Lainnya ............................................................ 122 9.4. Pengendalian Intern dan Audit Intern ........................................................ 123 9.4.1. Pemantauan dan Pengawasan Penyedia Jasa TI ............................... 123 9.4.2. Audit Intern ...................................................................................... 123 BAB X PENYEDIAAN JASA TI OLEH BANK ................................................. 125 10.1. Pendahuluan ........................................................................................... 125 10.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penyediaan Jasa TI............................. 125 10.2.1. Kebijakan Penyediaan Jasa TI oleh Bank ........................................ 125 10.2.2. Standar Penyediaan Jasa TI oleh Bank ........................................... 126 10.2.3. Prosedur Penyediaan Jasa TI oleh Bank .......................................... 127 10.2.4. Pembuatan Perjanjian Penyediaan Jasa TI oleh Bank ..................... 128 10.3. Proses Manajemen Risiko ......................................................................... 129 10.3.1. Identifikasi Risiko ........................................................................... 129 10.3.2. Pengukuran dan Mitigasi Risiko ...................................................... 129 - 4 - KATA PENGANTAR Teknologi Informasi (TI) saat ini memainkan peran yang sangat penting dalam kegiatan perbankan. Dari yang semula hanya berperan sebagai pendukung kegiatan operasional Bank, sekarang menjadi penentu arah kegiatan operasional Bank. Hal ini antara lain tercermin dari semakin banyaknya produk dan aktivitas perbankan yang memanfaatkan penggunaan TI, yang diharapkan dapat meningkatkan layanan kepada nasabah ditengah semakin ketatnya kompetisi antar Bank. Keandalan Bank mengelola TI juga menentukan keberhasilan Bank dalam menghasilkan suatu informasi yang lengkap, akurat, terkini, tepat waktu, dan relevan. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan dapat mendukung proses pengambilan keputusan dan operasional bisnis Bank. Penggunaan TI selain meningkatkan kecepatan dan keakuratan transaksi serta pelayanan kepada nasabah juga meningkatkan risiko seperti risiko operasional, risiko reputasi, risiko hukum, risiko kepatuhan, dan risiko stratejik. Untuk itu diharapkan Bank memiliki manajemen risiko yang terpadu untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko. Namun demikian, mengingat terdapat perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko yang sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank. Pedoman ini merupakan pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan TI yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan TI. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar hendaknya dapat menggunakan parameter tambahan dari yang diatur dalam pedoman. Bank juga diharapkan menerapkan kerangka manajemen risiko ini dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, standar yang ditetapkan, dan best practices untuk memastikan bahwa manajemen risiko yang memadai telah diterapkan. - 5 - BAB I MANAJEMEN 1.1. Pendahuluan TI merupakan bagian yang penting dalam mendukung bisnis Bank baik untuk melakukan proses transaksi dengan nasabah maupun untuk menunjang kegiatan internal Bank. Dalam rangka meminimalisasi terjadinya risiko yang terkait dengan penggunaan TI dan untuk melindungi kepentingan Bank dan nasabah, Bank perlu menerapkan tata kelola TI (Information Technology governance). Keberhasilan penerapan tata kelola TI sangat tergantung pada komitmen dari Direksi, Dewan Komisaris, dan seluruh unit kerja di Bank, baik penyelenggara maupun pengguna TI. Penerapan tata kelola TI dilakukan melalui penyelarasan Rencana Strategis TI dengan strategi bisnis Bank, optimalisasi pengelolaan sumber daya, pemanfaatan TI, pengukuran kinerja, dan penerapan manajemen risiko yang efektif. Perwujudan dari komitmen Direksi dan Dewan Komisaris dalam bentuk pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris terhadap manajemen TI sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 POJK MRTI. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan kebijakan yang memuat peran dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan pejabat tertinggi TI dalam memastikan diterapkannya manajemen risiko TI secara efektif. 1.2. Peran dan Tanggung Jawab Manajemen Sesuai Pasal 4 POJK MRTI, Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas dari Direksi, Dewan Komisaris, dan pejabat pada setiap jenjang jabatan terkait dengan penggunaan TI. 1.2.1. Direksi Selain wewenang dan tanggung jawab bagi Direksi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 POJK MRTI, wewenang dan tanggung jawab bagi Direksi juga dapat mencakup: a. memastikan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang cukup dan kompeten sesuai dengan kebutuhan; b. memastikan terdapat upaya peningkatan kompetensi SDM terkait penyelenggaraan TI diantaranya melalui pendidikan atau pelatihan yang memadai dan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran atas pengamanan informasi; - 6 - c. memastikan struktur organisasi manajemen proyek dari seluruh proyek terkait TI digunakan dengan maksimal; dan d. memastikan bahwa Bank memiliki kontrak tertulis yang mengatur peran, hubungan, kewajiban, dan tanggung jawab dari semua pihak yang terikat kontrak tersebut, serta memiliki keyakinan bahwa kontrak tersebut merupakan perjanjian yang berkekuatan hukum dan melindungi kepentingan Bank, dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain. 1.2.2. Dewan Komisaris Selain wewenang dan tanggung jawab bagi Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam Pasal 6 POJK MRTI, wewenang dan tanggung jawab bagi Dewan Komisaris juga dapat mencakup: a. mengevaluasi, mengarahkan, dan memantau kebijakan manajemen risiko di bidang TI dan kesesuaian penerapannya dengan karakteristik, kompleksitas, dan profil risiko Bank; b. memberikan arahan perbaikan atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko di bidang TI; c. melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit, memastikan audit dilaksanakan dengan frekuensi dan lingkup yang memadai, serta melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit yang terkait dengan sistem informasi; dan d. melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengamanan yang andal dan efektif atas TI guna menjamin ketersediaan, kerahasiaan, dan keakuratan informasi. 1.2.3. Komite Pengarah TI Berdasarkan Pasal 7 POJK MRTI, Bank wajib memiliki komite pengarah TI (Information Technology steering committee). Hal ini berlaku juga untuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Fungsi komite pengarah TI dapat dilaksanakan oleh fungsi sejenis yang berada di kantor pusat atau kantor regional bank. Dalam melaksanakan tugasnya, komite pengarah TI perlu memiliki Information Technology steering committee charter yang mencantumkan wewenang dan tanggung jawab komite pengarah TI. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, komite pengarah TI perlu melakukan pertemuan secara berkala - 7 - untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan strategi TI, yang didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat. Wewenang dan tanggung jawab komite pengarah TI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 POJK MRTI adalah memberikan rekomendasi kepada Direksi yang paling sedikit terkait dengan: a. Rencana Strategis TI yang sejalan dengan rencana strategis kegiatan usaha Bank. Dalam memberikan rekomendasi, komite pengarah TI harus memperhatikan faktor efisiensi, efektivitas, dan hal-hal lain, yaitu: 1) peta jalan (road-map) untuk mencapai kebutuhan TI yang mendukung strategi bisnis Bank. Peta jalan (road-map) terdiri dari kondisi saat ini (current state), kondisi yang ingin dicapai (future state), dan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai kondisi yang ingin dicapai; 2) sumber daya yang dibutuhkan; 3) manfaat yang akan diperoleh saat Rencana Strategis TI diterapkan; dan 4) kendala yang mungkin timbul dalam penerapan Rencana Strategis TI; b. perumusan kebijakan, standar, dan prosedur TI yang utama, misalnya kebijakan TI yang utama yaitu kebijakan pengamanan TI dan manajemen risiko terkait penggunaan TI di Bank; c. kesesuaian antara proyek TI yang disetujui dengan Rencana Strategis TI. Komite pengarah TI juga menetapkan status prioritas proyek TI yang bersifat kritikal yang berdampak signifikan terhadap kegiatan operasional Bank, misalnya pergantian core banking application, server production, dan topologi jaringan; d. kesesuaian antara pelaksanaan proyek TI dengan rencana proyek yang disepakati (project charter). Komite pengarah TI harus melengkapi rekomendasi dengan hasil analisis dari proyek TI yang utama sehingga memungkinkan Direksi mengambil keputusan secara efisien; e. kesesuaian antara TI dengan kebutuhan sistem informasi manajemen serta kebutuhan kegiatan usaha Bank; f. efektivitas langkah-langkah dalam meminimalisasi risiko atas investasi Bank pada sektor TI agar investasi Bank pada sektor TI - 8 - memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan bisnis Bank; g. pemantauan atas kinerja TI dan upaya peningkatan kinerja TI, misalnya pendeteksian keusangan infrastruktur TI dan pengukuran efektivitas dan efisiensi penerapan kebijakan pengamanan TI; h. upaya penyelesaian berbagai masalah terkait TI yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggara TI secara efektif, efisien, dan tepat waktu; dan i. kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank. Dalam hal sumber daya yang dimiliki tidak memadai dan Bank akan menggunakan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan TI, komite pengarah TI harus memastikan Bank telah memiliki kebijakan dan prosedur yang dibutuhkan. 1.2.4. Pejabat Tertinggi yang Memimpin Satuan Kerja TI Dalam Pasal 7 POJK MRTI, diatur bahwa salah satu anggota komite pengarah TI adalah pejabat tertinggi yang memimpin satuan kerja TI. Dengan memperhatikan kompleksitas usaha Bank, posisi tersebut dapat dijabat oleh direktur TI atau pimpinan satuan kerja TI. Wewenang dan tanggung jawab utama dari pejabat tertinggi yang memimpin satuan kerja TI paling sedikit mencakup: a. merumuskan kebijakan, rencana, dan anggaran TI; b. mengoordinasikan pengembangan TI Bank sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan; c. menerapkan semua kebijakan, standar, dan prosedur TI serta rencana yang telah ditetapkan oleh Direksi; d. memberikan dukungan pemberian jasa TI kepada satuan kerja pengguna TI untuk mencapai target bisnis secara responsif dan tepat waktu; e. memastikan setiap informasi yang dimiliki oleh satuan kerja pengguna TI mendapatkan perlindungan yang baik terhadap semua gangguan yang dapat menyebabkan kerugian akibat bocornya data atau informasi penting; f. memastikan kecukupan dan efektivitas kebijakan, prosedur TI, dan penerapan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan mengawasi risiko TI; - 9 - g. memastikan adanya pengawasan yang memadai dalam setiap pengembangan atau modifikasi sistem TI; h. menyampaikan kepada Direksi mengenai laporan pelaksanaan TI secara berkala. Dalam hal diperlukan, juga dapat mengusulkan tindakan untuk mengatasi kelemahan TI yang telah ditemukan; i. menilai kinerja dari layanan TI di Bank, misalnya persentase berapa lama sistem mati (downtime error), pelanggaran keamanan, perkembangan proyek, dan penerapan perjanjian tingkat layanan (Service Level Agreement/SLA) antara satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna atau pihak penyedia jasa TI; j. memastikan tindakan yang tepat telah dilakukan untuk memperbaiki temuan audit baik dari auditor intern maupun auditor ekstern atau berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan; k. memastikan kecukupan SDM baik dalam penyelenggaraan TI maupun dalam penerapan manajemen risiko serta menjamin terpeliharanya SDM pada posisi TI yang bersifat kritikal dalam mendukung kelangsungan operasional dan pengembangan TI; l. mengawasi implementasi anggaran (budget) TI seperti pengadaan dan pelatihan di bidang TI, dalam hal pejabat tertinggi yang secara langsung membawahi TI adalah direktur. Apabila pejabat tertinggi bukan seorang direktur maka pengawasan dapat dilakukan oleh direktur yang membawahkan kedua bidang tersebut; m. bertanggung jawab terhadap penyusunan dan implementasi arsitektur TI serta rencana strategis lain yang mempengaruhi modal Bank secara signifikan, dalam hal pejabat tertinggi adalah direktur TI. Direktur TI harus memastikan struktur organisasi manajemen proyek dari seluruh proyek terkait TI digunakan secara maksimal. Apabila tidak ada pejabat yang mengisi posisi direktur TI maka hal tersebut menjadi tanggung jawab direktur yang membawahkan satuan kerja TI, misalnya satuan kerja TI tersebut berada di bawah direktur operasional maka fungsi tersebut menjadi tanggung jawab direktur operasional; dan n. memastikan bahwa kontrak tertulis antara Bank dengan pihak penyedia jasa TI mencakup hal-hal yang diatur bagi penggunaan - 10 - pihak penyedia jasa TI. 1.3. Struktur Organisasi Satuan Kerja TI Bank perlu memiliki struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan dan penggunaan TI, paling sedikit memperhatikan: a. struktur organisasi secara spesifik menggambarkan garis kewenangan, pelaporan, dan tanggung jawab untuk setiap fungsi TI yang dimiliki, termasuk pihak yang ditunjuk sebagai orang pengganti; b. struktur organisasi yang tidak membuka peluang bagi siapapun secara independen untuk melakukan dan/atau menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugas serta dapat mematikan fasilitas sistem keamanan; c. terdapat prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties) untuk mencegah seseorang mendapat tanggung jawab atas fungsi-fungsi yang berbeda dan kritikal, sedemikian rupa yang dapat menyebabkan kesalahan tidak mudah dideteksi, misalnya penetapan pegawai yang berbeda sebagai penanggung jawab administrasi pengamanan informasi (security administrator) dan penanggung jawab pengembangan TI dengan pegawai yang melakukan kegiatan operasional TI; d. bentuk pengawasan lain atau compensating controls untuk mencegah timbulnya kesalahan terkait penyelenggaraan TI, untuk Bank berskala usaha yang relatif kecil atau kantor cabang di daerah terpencil yang tidak dapat menerapkan prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab yang memadai (segregation of incompatible duties) baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dalam menentukan bentuk compensating controls yang akan diterapkan, Bank perlu memperhatikan kepemilikan data, tanggung jawab otorisasi transaksi, dan hak akses data, misalnya compensating controls antara lain audit trail, rekonsiliasi, exception reporting, transaction log, supervisory review, dan independent review. Sekalipun compensating control diterapkan, penyelenggaraan TI - 11 - tetap harus berdasarkan prinsip kehati-hatian; e. penempatan personel mempertimbangkan kompetensi SDM, antara lain pengetahuan dan keahlian, yang sesuai dengan posisi jabatan atau tugasnya; dan f. pembagian tanggung jawab dan penetapan target dirumuskan dengan baik di antara fungsi pengelolaan risiko dan bidang- bidang fungsional penyelenggaraan TI. 1.4. Sistem Informasi Manajemen Dalam Pasal 7 POJK MRTI diatur bahwa komite pengarah TI bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Direksi antara lain terkait kesesuaian antara TI dengan kebutuhan Sistem Informasi Manajemen (SIM) serta kebutuhan kegiatan usaha Bank sehingga Bank perlu memastikan tersedianya SIM yang dapat menghasilkan informasi yang diperlukan dalam rangka mendukung peran dan fungsi manajemen secara efektif. Disamping itu, SIM yang dimiliki Bank harus dapat: a. memfasilitasi pengelolaan operasional bisnis Bank termasuk pelayanan kepada nasabah; b. mencatat dan mengumpulkan informasi secara obyektif; c. mendistribusikan data atau informasi ke berbagai satuan kerja yang sesuai baik dari sisi jenis informasi, kualitas dan kuantitas informasi, maupun frekuensi dan waktu pengiriman laporan yang dibutuhkan; d. meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi di Bank; e. membantu Bank meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f. mendukung proses penilaian kinerja seluruh satuan kerja. Dalam rangka memastikan efektivitas SIM, satuan kerja TI harus menetapkan kebijakan, prosedur, dan pengendalian manajemen pangkalan data (database) dan pembuatan laporan. 1.5. Manajemen Proyek Dalam Pasal 11 POJK MRTI diatur bahwa Bank wajib melakukan langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan data yang terjaga kerahasiaan dan integrasi serta mendukung pencapaian tujuan Bank, yang mencakup penerapan manajemen proyek dalam pengembangan sistem. - 12 - Bank yang melakukan pengembangan dan pengadaan TI yang penting dan berskala besar, memerlukan suatu pengorganisasian dalam bentuk manajemen proyek. Hal ini untuk memastikan bahwa sistem TI yang diserahkan oleh satuan kerja TI kepada satuan kerja pengguna TI, telah dikembangkan dengan struktur yang baik, dan mengakomodasi kebutuhan pengguna, serta sesuai dengan sistem TI yang dimiliki Bank. Tim manajemen proyek mengadministrasikan kemajuan masing- masing proyek dan membantu koordinasi antara pelaksana proyek dan calon pengguna sistem TI di setiap proyek, serta melaporkannya kepada komite pengarah TI. Bentuk manajemen proyek dalam organisasi Bank dapat berupa suatu satuan kerja tetap atau bersifat ad hoc, yang disesuaikan dengan kompleksitas dan ukuran Bank. 1.6. Rencana Strategis TI Dalam Pasal 9 POJK MRTI, Bank wajib memiliki Rencana Strategis TI yang mendukung rencana strategis kegiatan usaha Bank dan dicantumkan dalam rencana bisnis Bank. Rencana Strategis TI dituangkan dalam dokumen yang menggambarkan visi dan misi TI Bank, strategi pendukung, serta prinsip-prinsip utama yang menjadi acuan dalam penggunaan TI. Proses penyusunan dilakukan oleh satuan kerja TI, satuan kerja pengguna TI, dan komite pengarah TI. a. Dokumen Rencana Strategis TI mencakup antara lain: 1) target perkembangan usaha Bank; 2) standar-standar teknologi yang digunakan; 3) ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari, antara lain mengenai rahasia Bank, pengamanan, transparansi informasi produk, dan penggunaan data pribadi nasabah; 4) rencana kebutuhan aplikasi untuk produk dan aktivitas baru serta pengembangan produk dan aktivitas yang ada; 5) biaya terkait dengan implementasi rencana; 6) proses yang dibutuhkan dalam rangka efisiensi; 7) pelayanan nasabah dan kualitas kinerja teknologi; 8) analisis kemampuan sumber daya TI yang dimiliki Bank; 9) infrastruktur TI yang optimal untuk masa depan; - 13 - 10) kemampuan untuk menyesuaikan dan mengintegrasikan dengan perkembangan teknologi baru; dan 11) kemampuan untuk menyesuaikan dengan iklim perkembangan ekonomi Indonesia secara makro. b. Dalam penyusunan Rencana Strategis TI, Bank harus memperhatikan: 1) kesesuaian arah dengan rencana strategis Bank secara keseluruhan; 2) kesesuaian arah dengan strategi dan kegiatan masing- masing unit bisnis, kondisi pasar, struktur demografi, dan segmentasi nasabah; 3) pemahaman manajemen mengenai peran dari TI dalam mendukung pelaksanaan kegiatan usaha Bank yang ada sekarang dan yang direncanakan; 4) pemahaman manajemen mengenai hubungan antara sumber daya TI yang digunakan sekarang dan yang direncanakan dengan strategi dan rencana kerja dari satuan kerja pengguna TI; 5) analisis manfaat langsung dan tidak langsung yang akan diperoleh dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk penggunaan teknologi; 6) kebutuhan akan investasi baru di bidang teknologi; dan 7) rencana kebutuhan SDM. 1.7. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Manajemen TI Berdasarkan Pasal 8 POJK MRTI, Bank wajib memiliki dan menerapkan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan TI, serta wajib melakukan kaji ulang dan pengkinian kebijakan, standar, dan prosedur dimaksud secara berkala. Disamping itu dalam Pasal 8 POJK MRTI, Bank juga wajib menetapkan jangka waktu kaji ulang dan pengkinian kebijakan, standar, dan prosedur dalam kebijakan secara tertulis. Contoh: Bank “X” menetapkan jangka waktu kaji ulang dan pengkinian untuk kebijakan setiap 5 (lima) tahun sekali, standar setiap 2 (dua) tahun sekali, dan prosedur setiap tahun. a. Kebijakan Kebijakan adalah ketentuan atau prinsip yang menggambarkan - 14 - tekad, komitmen, atau rencana manajemen terhadap suatu masalah tertentu yang dinyatakan secara formal oleh manajemen, dan menjadi landasan kerja organisasi. Kebijakan untuk setiap aspek dalam pengaturan TI ini akan dijelaskan dalam bab-bab berikutnya. Contoh : kebijakan manajemen risiko TI, kebijakan keamanan informasi, dan kebijakan penggunaan SDM TI. b. Standar Standar adalah seperangkat aturan teknis yang harus dipatuhi organisasi dalam rangka menerapkan suatu kerangka kerja dan tata kelola TI (dapat berasal dari intern atau ekstern). Standar menetapkan persyaratan atau ukuran tertentu yang dapat digunakan sebagai patokan bagi Bank dalam menyelenggarakan TI. Contoh: 1) standar intern berupa standar aplikasi desktop, standar konfigurasi komputer, dan standar penomoran dokumen. 2) standar ekstern berupa International Organization for Standardization (ISO) dan Standar Nasional Indonesia (SNI). c. Prosedur Prosedur adalah urutan kegiatan dari suatu proses penyelenggaraan TI yang melibatkan satu atau beberapa unit kerja TI dalam Bank. Contoh: prosedur pengendalian dokumen, pengendalian rekaman, dan audit internal. 1.8. Proses Manajemen Risiko TI 1.8.1. Identifikasi Jenis Risiko Terkait Manajemen TI Dalam melakukan identifikasi dan penilaian risiko TI, manajemen terlebih dahulu harus memastikan adanya risk awareness di seluruh lini Bank, yaitu: a. risk awareness dari Direksi dan pejabat eksekutif; b. pemahaman yang jelas mengenai risk appetite dari Bank; c. pemahaman terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan terkait TI; d. transparansi dan integrasi tanggung jawab mengenai risiko yang signifikan dari setiap aspek terkait penyelenggaraan TI. - 15 - Untuk dapat memastikan hal-hal di atas, Bank dapat menjalankan risk awareness program bagi seluruh pegawai dan manajemen Bank atau menjalankan metode lain yang dapat meningkatkan kesadaran para pengguna TI akan risiko yang ada. 1.8.2. Risiko Terkait TI Bank harus memiliki pendekatan manajemen risiko yang terpadu atau terintegrasi untuk dapat melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko secara efektif. Risiko terkait penyelenggaraan TI harus dikaji ulang bersamaan dengan risiko lainnya yang dimiliki Bank untuk menentukan profil risiko Bank secara keseluruhan. Adapun risiko terkait penyelenggaraan TI yang utama antara lain risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko stratejik. 1.8.3. Penilaian Risiko TI Penilaian risiko TI oleh Bank perlu dilakukan secara berkesinambungan sebagai suatu siklus dan paling sedikit mencakup 4 (empat) langkah penting sebagai berikut: a. Pengumpulan data atau dokumen atas aktivitas terkait TI yang berpotensi menimbulkan atau meningkatkan risiko, baik dari kegiatan yang sedang maupun yang akan berjalan termasuk namun tidak terbatas pada: 1) aset TI yang kritikal, dalam rangka mengidentifikasi titik- titik akses dan penyimpangan terhadap informasi nasabah yang bersifat rahasia; 2) hasil kaji ulang rencana strategis bisnis, khususnya kaji ulang terhadap penilaian risiko potensial; 3) hasil uji tuntas (due dilligence) dan pemantauan terhadap kinerja pihak penyedia jasa TI; 4) hasil kaji ulang atas laporan atau keluhan yang disampaikan oleh nasabah dan/atau pengguna TI ke call center dan/atau help desk; 5) hasil self assessment yang dilakukan seluruh satuan kerja terhadap pengendalian yang dilakukan terkait TI; dan temuan audit terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI. 6) b. Analisis risiko berkaitan dengan dampak potensial dari setiap risiko, seperti fraud pada pemrograman, virus komputer, - 16 - kegagalan sistem, bencana alam, dan kesalahan pemilihan teknologi yang digunakan. c. Penetapan prioritas pengendalian dan langkah mitigasi yang didasarkan pada hasil penilaian risiko Bank secara keseluruhan. Bank harus membuat peringkat risiko berdasarkan kemungkinan kejadian dan besarnya dampak yang dapat ditimbulkan serta mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk menurunkan eksposur risiko tersebut. d. Pemantauan kegiatan pengendalian dan mitigasi yang telah dilakukan atas risiko yang diidentifikasi dalam periode penilaian risiko sebelumnya, yang antara lain mencakup rencana tindak lanjut perbaikan, kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab, sistem pelaporan, serta pengendalian kualitas termasuk bentuk pengawasan lain atau compensating controls. 1.8.4. Pengukuran Risiko Terkait TI Bank perlu memperhatikan signifikansi dampak risiko yang telah diidentifikasi oleh Bank terhadap kondisi Bank dan frekuensi terjadinya risiko. Metode yang digunakan Bank dapat berupa metode kuantitatif maupun kualitatif tergantung kompleksitas usaha dan TI yang digunakan. Dalam metode kualitatif, besarnya dampak dan kemungkinan keterjadian (likelihood) dapat dijelaskan secara naratif atau dengan pemberian peringkat. Contoh metode kualitatif pengukuran yang sederhana berupa penggunaan check list atau subjective risk rating seperti High, Medium, atau Low. Agar risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai atau diukur dapat dipantau oleh manajemen maka Bank perlu memiliki dokumentasi risiko atau yang sering disebut sebagai risk register. Contoh pembuatan risk register paling sedikit mencakup: a. penetapan aset, proses, produk, atau kejadian yang mengandung risiko; b. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan dampak (inherent risk assessment); c. langkah-langkah penanganan terhadap risiko potensial (potential risk treatment), misalnya Accept, Control, Avoid, atau Transfer (ACAT). - 17 - Dalam dokumentasi penanganan terhadap risiko potensial (potential risk treatment), Bank perlu memperhatikan antara lain risk appetite dari manajemen, fasilitas yang dapat digunakan sebagai preventive control atau corrective control, dan kesesuaian rencana mitigasi risiko dengan kondisi keuangan Bank. Dokumentasi penanganan terhadap risiko potensial perlu dikinikan secara berkala. Langkah-langkah penanganan risiko potensial yang dapat diambil Bank sebagai berikut: 1) Accept: Manajemen memutuskan untuk menerima risiko apabila besarnya dampak dan tingkat kecenderungan masih dalam batas toleransi organisasi. Contoh: a) Penetapan kriteria penerimaan risiko terkait dengan evaluasi dan penanganan risiko misalnya nilai risiko akhir “Low”. b) Penetapan nilai risiko akhir “Medium” atau “High“, namun telah diputuskan untuk diterima oleh manajemen dan dibuat suatu sistem prosedur untuk memantau risiko tersebut, misalnya dengan menyediakan tambahan modal sesuai besarnya potensi risiko. 2) Control: Organisasi memutuskan mengurangi dampak maupun kemungkinan terjadinya risiko. Contoh: pemasangan firewall pada Personal Computer (PC) untuk mencegah akses yang tidak terotorisasi. 3) Avoid: Organisasi memutuskan untuk tidak melakukan suatu aktivitas atau memilih alternatif aktivitas lain yang menghasilkan output yang sama untuk menghindari terjadinya risiko. Contoh: pengguna tidak diberikan hak privilege sebagai administrator untuk menghindari risiko TI berupa malicious code pada PC akibat dari perubahan konfigurasi dan pemasangan perangkat lunak pada PC yang dilakukan oleh pengguna. 4) Transfer: Organisasi memutuskan untuk mengalihkan seluruh atau sebagian tanggung jawab pelaksanaan suatu - 18 - proses kepada pihak ketiga. Contoh: mengasuransikan fasilitas ruangan atau gedung yang mengandung risiko terjadi kebakaran; dan d. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan dampak setelah ACAT (residual risk assesment). 1.8.5. Pemantauan Risiko Terkait TI Bank harus melakukan pemantauan risiko TI dengan mengevaluasi kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas kinerja penyelenggaraan TI. a. Hal-hal yang dapat menjadi cakupan dalam evaluasi antara lain: 1) hasil audit dan kajian terkait; 2) umpan balik (feedback) yang diterima; 3) kebijakan, standar, dan prosedur serta penerapannya; 4) status dari tindakan preventif maupun korektif terkait risiko yang dihadapi Bank; 5) kelemahan dan ancaman baik yang telah ada maupun yang masih berupa potensi; 6) hasil pengukuran atas efektivitas penyelenggaraan TI; 7) tindak lanjut atas hasil evaluasi sebelumnya; 8) perubahan kondisi yang mempengaruhi penyelenggaraan TI; dan 9) rekomendasi untuk perbaikan atau penyempurnaan. b. Tindak lanjut atas hasil evaluasi dapat dituangkan dalam bentuk keputusan maupun tindakan untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan TI, antara lain: 1) pengkinian profil risiko, pengukuran risiko, dan rencana penanganan risiko; 2) penyempurnaan kebijakan, standar, dan prosedur di bidang TI; 3) pemenuhan kebutuhan SDM; 4) penetapan dan pelaksanaan tindakan preventif dan korektif berdasarkan assessment atas ketidaksesuaian yang ada maupun yang masih bersifat potensi, dengan mempertimbangkan skala prioritas; dan 5) pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tindakan preventif dan korektif. - 19 - c. Hasil evaluasi dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus didokumentasikan secara memadai. 1.8.6. Pengendalian Risiko terkait TI Manajemen harus menerapkan praktik-praktik pengendalian yang memadai, sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko TI secara keseluruhan dengan memperhatikan paling sedikit: a. hasil penilaian risiko; b. kriteria penanganan risiko dan rekomendasi bentuk penanganan risiko; c. ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan hukum atau kontrak lainnya; d. praktik-praktik pengendalian antara lain: 1) penerapan kebijakan, standar, dan prosedur, serta struktur organisasi termasuk alur kerjanya; 2) pengendalian intern yang efektif yang dapat memitigasi risiko dalam proses TI. Cakupan dan kualitas pengendalian intern adalah kunci utama dalam proses manajemen risiko sehingga manajemen harus mengidentifikasi persyaratan spesifik pengendalian intern yang diperlukan dalam setiap kebijakan dan prosedur yang diterapkan; 3) penetapan kebijakan, standar, dan prosedur sistem pengelolaan pengamanan informasi yang diperlukan Bank untuk melakukan pengamanan aset-aset terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI termasuk data atau informasi; 4) evaluasi hasil kaji ulang dan pengujian atas Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan/DRP) untuk setiap bagian operasional yang kritis; 5) penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penggunaan pihak penyedia jasa TI. Direksi harus memiliki pemahaman secara menyeluruh atas risiko yang berhubungan dengan penggunaan jasa pihak penyedia jasa TI untuk sebagian atau semua operasional TI; 6) evaluasi kemampuan penyedia jasa TI untuk menjaga tingkat keamanan paling sedikit sama atau lebih ketat dari yang diterapkan oleh pihak intern Bank baik dari sisi - 20 - kerahasiaan, integritas data, dan ketersediaan informasi. Pengawasan dan pemantauan yang ketat harus dilakukan karena tanggung jawab manajemen Bank tidak hilang atau menjadi berkurang dengan melakukan alih daya (outsourcing) operasional TI kepada pihak penyedia jasa TI; dan 7) pemakaian asuransi sebagai upaya untuk melengkapi mitigasi potensi kerugian dalam penyelenggaraan TI. Risiko yang perlu diasuransikan adalah residual risk. Bank harus melakukan kaji ulang secara berkala atas kebutuhan, cakupan, dan nilai asuransi yang ditutup. - 21 - BAB II PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN 2.1. Pendahuluan Pengembangan dan pengadaan TI yang merupakan bagian dari pengelolaan TI Bank, diawali dari identifikasi dan analisis kebutuhan TI sampai dengan tahapan implementasi dan pemeliharaan TI. Pengembangan dan pengadaan TI dapat berupa pengembangan perangkat lunak secara intern atau pembelian perangkat lunak, perangkat keras, dan penggunaan jasa pengembangan sistem dari pihak lain. Bank harus memiliki manajemen risiko yang memadai terhadap proses pengembangan dan pengadaan TI, agar dapat meminimalisasi berbagai risiko atau kerugian yang disebabkan adanya kesalahan (error), kecurangan (fraud), manipulasi data, penyalahgunaan sistem, atau ketidaktepatan fungsi layanan yang dikembangkan. Manajemen risiko terhadap proses pengembangan dan pengadaan antara lain meliputi adanya kebijakan, standar, prosedur, serta proses identifikasi dan pengukuran risiko terhadap proses tersebut. 2.2. Langkah Pengendalian dalam Pengembangan dan Pengadaan Dalam melakukan pengembangan dan pengadaan TI, Bank wajib melakukan langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan data yang terjaga kerahasiaan dan integrasi serta mendukung pencapaian tujuan Bank sebagaimana diatur dalam Pasal 11 POJK MRTI. Selain langkah pengendalian sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 POJK MRTI, langkah pengendalian dapat juga mencakup: a. memastikan sistem yang dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna; b. memastikan kesesuaian satu sistem dengan sistem yang lain agar tetap dapat berfungsi dengan baik (interoperabilitas dan kompatibilitas); c. memiliki kode sumber atas perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk Bank yang bersangkutan (proprietary) sehingga kode sumber tersebut dapat diakses apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan dan penyidikan. d. mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan secara memadai atas risiko yang dapat timbul terkait dengan - 22 - pengembangan dan pengadaan TI; e. menentukan risk appetite dan eksposur risiko yang dapat diterima oleh Bank terkait dengan pengembangan dan pengadaan TI; f. memiliki prosedur pengembangan sistem dalam keadaan darurat; dan g. memastikan adanya pemisahan lingkungan pengembangan dan operasional, termasuk memisahkan SDM yang bertanggung jawab atas proses pengembangan dengan SDM yang melakukan kegiatan operasional Bank. 2.3. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan dan Pengadaan Bank wajib memiliki kebijakan, standar, dan prosedur pengembangan dan pengadaan TI sebagaimana diatur dalam Pasal 8 POJK MRTI. Proses pengembangan dan pengadaan TI harus selalu di bawah kendali satuan kerja TI dan dikelola oleh manajemen proyek. Manajemen proyek dapat berbentuk tim kerja yang anggotanya paling sedikit berasal dari satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna TI, yang bertugas untuk memastikan sistem telah dikembangkan dengan struktur yang baik dan telah mengakomodasi kebutuhan pengguna. Apabila selama proses pengembangan dan pengadaan terjadi perubahan, antara lain: perubahan user requirement atau perubahan teknologi pendukung maka prosedur manajemen perubahan harus dirancang, dijalankan, dan didokumentasikan dengan baik. Kebijakan, standar, dan prosedur pengembangan dan pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tahapan pengembangan TI paling sedikit meliputi: 1) identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna; 2) pendefinisian kebutuhan pengguna; 3) perancangan sistem; 4) pemrograman; 5) pengujian; 6) implementasi; 7) pengkajian ulang paska implementasi; 8) pemeliharaan; dan 9) pemusnahan (disposal). - 23 - b. Proses pengadaan TI antara lain meliputi: 1) standar pengadaan; 2) pedoman proyek pengadaan; 3) escrow agreement; 4) kontrak pembelian, lisensi, dan pemeliharaan perangkat lunak; 5) pemeliharaan; 6) garansi; 7) penyelesaian perselisihan; 8) perubahan perjanjian; 9) keamanan; dan 10) subkontrak kepada pihak lain. c. Kebijakan, standar, dan prosedur yang perlu dimiliki Bank dalam manajemen proyek dan manajemen perubahan. 2.3.1. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan 2.3.1.1. Tahap Inisiasi dan Perencanaan Tahap inisiasi terdiri dari langkah-langkah antara lain: a. penyusunan proposal yang berisi identifikasi kebutuhan pengguna untuk menambah, menyempurnakan, atau memperbaiki suatu sistem, tujuan dan manfaat yang diharapkan, serta bagaimana sistem yang akan dikembangkan dapat mendukung strategi bisnis Bank; b. evaluasi oleh manajemen; c. persetujuan prinsip pengembangan sistem baru atau perubahan sistem; d. studi kelayakan proyek, yang antara lain berupa pertimbangan bisnis Bank, kebutuhan fungsional, rencana waktu pelaksanaan proyek, faktor-faktor yang mempengaruhi proyek serta analisis biaya dan manfaat; e. persetujuan manajemen atas dokumen studi kelayakan; dan f. penandatanganan dokumen studi kelayakan oleh semua pihak terkait. Setelah persetujuan pengembangan diperoleh pada tahap inisiasi, Bank melakukan perencanaan untuk identifikasi lebih rinci atas aktivitas yang spesifik dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Tahap perencanaan ini menghasilkan suatu - 24 - rencana proyek yang harus menjadi acuan dalam pelaksanaan proyek dan harus dikinikan sesuai perkembangan proyek. 2.3.1.2. Tahap Pendefinisian Kebutuhan Pengguna Berdasarkan dokumen studi kelayakan yang telah disetujui secara tertulis oleh manajemen, manajer proyek dapat membentuk tim untuk menyusun definisi kebutuhan pengguna secara detail sebagai dasar dimulainya pengembangan sistem aplikasi. Tahap pendefinisian kebutuhan pengguna terdiri dari: a. pengumpulan kebutuhan yang merupakan proses pengumpulan informasi, baik dengan melalui metode wawancara maupun melalui riset atau melalui pengisian format dokumen atau formulir tertentu, mengenai tujuan pengembangan sistem, output yang diinginkan, kemampuan sistem dalam mengakomodasi kebutuhan proses bisnis dan mekanisme kerja sistem, serta prosedur penggunaan sistem; b. analisis kebutuhan yang merupakan proses pemahaman permasalahan dan kebutuhan untuk menentukan solusi yang dapat dikembangkan. Pada tahap ini, ditentukan perkiraan umum dari waktu dan biaya pengembangan dari tiap kebutuhan dan kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Hasil analisis kebutuhan digunakan untuk menghasilkan alur proses bisnis, antara lain: business process flow, use cases modeling dan data flow diagrams, yang dapat memperjelas pemahaman mengenai kebutuhan dan solusinya, baik bagi pengguna maupun pengembang sistem; c. spesifikasi kebutuhan yang merupakan proses untuk mendeskripsikan fungsional sistem yang akan dikembangkan, spesifikasi proses atau prosedur dan sistem yang ada saat ini, baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras pendukung serta desain Pangkalan Data (Database). Spesifikasi kebutuhan harus lengkap, komprehensif, dapat diuji, konsisten, jelas, dan merinci kebutuhan input, proses, dan output yang dibutuhkan; dan d. pengelolaan kebutuhan (requirements management) yang merupakan proses untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan menyimpan setiap perubahan terhadap kebutuhan pada saat - 25 - pengembangan berjalan, yang dilakukan oleh tim proyek. 2.3.1.3. Tahap Perancangan Sistem Tahap ini mengonversikan kebutuhan informasi, fungsi, dan infrastruktur yang teridentifikasi selama tahap inisiasi dan perencanaan menjadi spesifikasi rancangan atau desain yang menjadi dasar pengembangan sistem. Pada tahap desain diperlukan suatu standar pengendalian aplikasi yang mencakup kebijakan dan prosedur terkait dengan aktivitas pengguna dan pengendalian terintegrasi dalam sistem yang akan dikembangkan. Tahap ini diperlukan untuk meningkatkan keamanan, integritas, dan keandalan sistem dengan memastikan informasi input, proses, dan output yang terotorisasi, akurat, lengkap dan aman. Bank perlu memperhatikan kesesuaian rancangan dengan arsitektur TI yang sudah dimiliki agar integrasi dan keberlangsungan antar sistem dapat terjaga. 2.3.1.4. Tahap Pemrograman Dalam tahap ini dilakukan konversi spesifikasi desain menjadi program yang dapat dijalankan. Bank harus membuat kebijakan, standar, dan prosedur pemrograman. Selain itu, Bank harus mengkinikan rencana migrasi, implementasi, pelatihan pengguna akhir dan operator, serta dokumen manual pemeliharaan. a. Standar Pemrograman Dalam standar pemrograman dijelaskan antara lain mengenai tanggung jawab programmer sistem. Manajer proyek harus memahami secara keseluruhan mengenai proses pemrograman untuk memastikan tanggung jawab programmer telah sesuai, antara lain: 1) membatasi akses terhadap data, program, utilitas, dan sistem di luar tanggung jawab programmer. Pengendalian pengelolaan library dapat digunakan untuk mengelola akses tersebut; dan 2) pengendalian versi merupakan metode yang secara sistematis menyimpan kronologis dari salinan program yang disempurnakan serta menjadi salah satu dokumentasi dalam penyelenggaraan pengembangan. - 26 - b. Dokumentasi 1) Bank harus mengelola dan memelihara dokumen yang detail untuk setiap sistem baik yang dikembangkan sendiri maupun produk atau perangkat lunak yang dibeli atau dikembangkan pihak lain yaitu mencakup: a) deskripsi detail mengenai aplikasi; b) dokumentasi pemrograman berupa kode sumber, dokumen yang dapat diunduh, dan tampilan dari sistem yang dikembangkan; c) standar format berbagai aspek yang digunakan terkait dengan sistem seperti Pangkalan Data (Database), format tampilan, dan informasi; d) standar penamaan; dan e) pedoman bagi operator dan pedoman untuk pengguna akhir dalam menjalankan fungsi pada sistem secara rinci, komprehensif, dan jelas. 2) Dokumentasi harus dapat mengidentifikasikan standarisasi pengembangan, seperti narasi sistem, alur sistem, pengkodean khusus sistem, dan pengendalian intern dalam dokumen aplikasi itu sendiri. 3) Dalam hal produk atau perangkat lunak dibeli atau dikembangkan oleh pihak lain, manajemen harus memastikan kaji ulang telah dilakukan sebelumnya baik secara intern maupun oleh pihak independen bahwa dokumentasi produk atau perangkat lunak telah sesuai dengan standar minimal dokumentasi Bank. 2.3.1.5. Tahap Uji Coba Bank harus melaksanakan beberapa rangkaian uji coba untuk memastikan keakuratan dan berfungsinya sistem sesuai kebutuhan pengguna serta hubungan sistem tersebut dengan sistem lain yang telah digunakan oleh Bank. Seluruh koreksi dan modifikasi yang dilakukan selama uji coba harus didokumentasikan untuk menjaga integritas keseluruhan dokumentasi program. Bank harus melengkapi pedoman bagi pengguna dan pengelola serta menyiapkan rencana implementasi dan pelatihan. Uji coba yang dapat dilakukan oleh Bank antara lain: - 27 - a. unit test, yaitu uji coba yang dilakukan oleh pengembang atas fungsional setiap unit atau sub modul dari sistem yang telah selesai dikembangkan; b. system integration test (SIT), yaitu pengujian yang dilakukan oleh pengembang terhadap keseluruhan fungsional sistem setelah diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang utuh; c. stress test, yaitu uji ketahanan yang dilakukan oleh pengembang terhadap kemampuan sistem dalam menangani proses atau transaksi dalam skala atau jumlah yang besar; dan d. user acceptance test (UAT), yaitu uji coba akhir yang dilakukan oleh pengguna akhir terhadap sistem yang telah selesai dikembangkan dalam rangka menguji fungsionalitas keseluruhan sistem, apakah telah sesuai dengan kebutuhan pengguna pada tahapan pendefinisian kebutuhan pengguna sebelum memutuskan implementasi dapat dilakukan. UAT oleh pengguna akhir ini hanya dapat dilakukan setelah pihak pengembang memberikan berita acara atas hasil pengujian SIT. Pada tahap ini audit intern dapat ikut melakukan pengujian dengan tetap menjaga tingkat independensi apabila audit intern perlu meyakini ketersediaan, kecukupan dan efektivitas pengendalian yang ada pada sistem. Jika hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem telah sesuai dengan kebutuhan pengguna dan standar pengamanan Bank maka harus dibuat suatu berita acara UAT yang disetujui pengguna. 2.3.1.6. Tahap Implementasi Pada tahapan implementasi, Bank harus melakukan antara lain pemberitahuan jadwal implementasi, instalasi sistem yang telah disetujui ke dalam lingkungan operasional, dan pelatihan pada pengguna. Hal-hal lainnya yang harus diperhatikan antara lain: a. pengecekan integritas program berupa pengendalian yang memadai terhadap konversi dari kode sumber ke object code yang akan diimplementasikan; b. migrasi data dari sistem lama ke sistem baru; c. pengecekan akurasi dan keamanan data hasil migrasi pada - 28 - sistem baru; d. kemungkinan diberlakukannya parallel run antara sistem yang lama dengan yang baru, sampai dipastikan bahwa data pada sistem yang baru telah akurat dan andal; e. Bank harus memastikan integritas data berupa keakuratan dan keandalan dari Pangkalan Data (Database) termasuk data yang tersimpan di dalamnya; f. perbaikan data dan referensi secara langsung (patching data) pada saat implementasi harus dihindari karena dapat mempengaruhi integritas data pada Pangkalan Data (Database) di server produksi; g. pengaturan penyimpanan kode sumber dan Pangkalan Data (Database) dari sistem lama; h. antisipasi adanya kelemahan sistem operasi, sistem yang dikembangkan, Pangkalan Data (Database) dan jaringan, termasuk ancaman dari pihak yang tidak berwenang seperti virus, trojan horse, worms, spyware, Denial-of-Service (DoS), wardriving, spoofing dan logic bomb, dengan menguji dan menerapkan pengendalian pengamanan atas sistem yang akan diimplementasikan. 2.3.1.7. Tahap Kaji Ulang Pascaimplementasi Manajemen harus melakukan kaji ulang pascaimplementasi pada akhir proyek untuk mengetahui bahwa seluruh aktivitas dalam proyek telah dilaksanakan dan tujuan proyek telah tercapai. Manajemen harus menganalisis efektivitas aktivitas manajemen proyek dengan membandingkan antara lain rencana dan realisasi biaya, manfaat yang diperoleh, dan ketepatan jadwal proyek. Hasil analisis harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada manajemen. 2.3.1.8. Tahap Pemeliharaan Bank harus menetapkan metodologi pemeliharaan yang sesuai dengan karakteristik dan risiko tiap proyek dari sistem yang ada. Pemeliharaan dilaksanakan sebagai jaminan bagi pengguna agar dapat terus menjalankan sistem yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan fungsional dan operasional kerja terkini. Tahap pemeliharaan memperhatikan aspek antara lain: - 29 - a. Library Untuk menjamin ketersediaan program yang digunakan, Bank harus memiliki library untuk menyimpan program. Selain itu, Bank juga perlu menyimpan informasi dan/atau dokumen berupa data dan program yang berhubungan dengan server atau mesin produksi yang berasal dari pengembangan dan/atau pengujian. b. Konversi Dalam hal terjadi merger, konsolidasi, atau akuisisi Bank yang memerlukan pengintegrasian sistem yang digunakan oleh Bank yang terlibat dalam merger, konsolidasi, atau akuisisi maka perlu dilakukan proses konversi. Dalam proses ini dilakukan modifikasi atau perubahan besar pada sistem yang ada dan pengembangan sistem baru apabila diperlukan. Dalam proses konversi ini, proses yang terstruktur seperti manajemen proyek dan siklus pengembangan sistem tetap harus diterapkan. Mengingat kompleksitas sistem di masing-masing Bank yang terlibat merger, konsolidasi, atau akuisisi, diperlukan analisis secara komprehensif terhadap dampak konversi pada kegiatan operasional Bank khususnya pemrosesan transaksi. Agar proses konversi berlangsung secara efektif, Bank perlu mengantisipasi peningkatan permintaan untuk balancing, reconcilement, exception handling, dukungan pengguna dan nasabah, penyelesaian masalah, keterhubungan jaringan, dan sistem administrasi. c. Pemeliharaan Dokumentasi Standar dokumentasi harus mengidentifikasikan dokumen utama dan dokumen detail yang telah disetujui dan sesuai format yang dibutuhkan. Dokumentasi tersebut harus berisi semua perubahan yang terjadi pada sistem baik dari perangkat lunak, perangkat keras, dan jaringan, serta konfigurasi sesuai dengan standar yang ditentukan. Dokumentasi terkait sistem hanya dapat diakses oleh personel Bank yang berhak dan/atau memiliki kewenangan untuk mengadministrasikan dokumentasi tersebut. Bank harus memiliki lokasi penyimpanan khusus dokumentasi baik yang berupa hardcopy maupun softcopy, termasuk lokasi yang akan - 30 - digunakan untuk kondisi darurat. 2.3.1.9. Tahap Pemusnahan (Disposal) Setiap perangkat lunak hasil pengembangan yang sudah tidak digunakan lagi dalam kegiatan operasional dan berdasarkan pertimbangan manajemen diyakini tidak akan diperlukan dan tidak akan dipelihara lagi maka perangkat lunak tersebut akan memasuki tahap terakhir yaitu tahap pemusnahan (disposal). Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem yang paling akurat dan terkini yang digunakan dalam kegiatan operasional serta menghindari penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang. 2.3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengadaan Dalam hal sistem yang dibeli dari pihak lain melalui proses pengadaan maka perlu pula diperhatikan kesesuaian spesifikasi dengan kebutuhan, pengaruh terhadap sistem yang telah ada, dukungan teknis purna jual, kondisi keuangan perusahaan, kelengkapan dokumentasi, escrow agreement, dan pelatihan. Dalam proses pengadaan sistem, Bank juga harus memastikan bahwa: a. pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak telah melalui studi kelayakan proyek pengadaan, mendapatkan persetujuan manajemen, terdapat pendefinisian kebutuhan pengguna, memiliki pengendalian dan pengamanan sistem yang memadai, serta terdapat pengujian dan implementasi produk; dan b. terdapat pembuktian bahwa aplikasi yang akan dibeli dari vendor dapat memenuhi kebutuhan Bank (Proof of Concept/PoC). Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk tujuan pembuktian konsep tersebut antara lain: 1) konsep dari vendor yang telah dibangun dalam bentuk purwarupa (prototipe) telah melewati tahap pengujian oleh sekelompok kecil pengguna operasional yang meliputi beberapa jenis peran (business role); 2) pembuktian konsep dapat dilakukan secara teknis terhadap seluruh aspek teknologi yang terlibat dalam aplikasi (steel thread); 3) pembuktian teknologi (proof of technology) dapat dilakukan untuk memastikan teknologi yang akan diadopsi dapat - 31 - mengatasi permasalahan teknis yang ada. Misalnya teknologi dimaksud dapat mengintegrasikan dua sistem yang berbeda atau dapat mencapai kinerja tertentu dengan konfigurasi yang telah ditetapkan. Proses pembuktian teknologi tidak perlu melibatkan pengguna operasional; dan 4) implementasi dalam ruang lingkup yang lebih kecil dapat didahului dengan proyek percobaan (pilot project) dengan target akhir yang lebih terbatas. Pembatasan ruang lingkup dapat dilakukan dengan cara membatasi jumlah pengguna yang dapat mengakses sistem, jumlah proses bisnis, komponen organisasi dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat, atau batasan lainnya yang dinilai layak. Tujuan proyek percobaan ini adalah untuk menguji kinerja sistem sesuai harapan dengan membatasi risiko kerugian bagi Bank apabila terdapat kegagalan sistem. 2.3.2.1. Standar Pengadaan Standar pengadaan harus diterapkan untuk memastikan bahwa produk yang dibeli telah memenuhi kebutuhan fungsional, kriteria keamanan, dan keandalan. Dokumen utama yang mengawali proyek pengadaan adalah Request For Proposal (RFP) yang paling sedikit memuat kebutuhan fungsional, keamanan, dan kebutuhan operasional secara tepat, jelas, dan terperinci. a. Dalam pengadaan sistem, manajer proyek harus menjalankan beberapa hal penting: 1) meninjau ulang secara menyeluruh mengenai kesesuaian vendor, kontrak, lisensi, dan produk yang diperoleh terhadap sistem yang ada; 2) membandingkan penawaran dengan persyaratan yang ada dalam proyek dan antar sesama penawaran; 3) mengkaji kondisi keuangan vendor dan komitmennya terhadap pelayanan; dan 4) meminta pendapat penasihat hukum sebelum kontrak ditandatangani oleh manajemen. b. Terkait dengan pengadaan perangkat keras, Bank memastikan - 32 - perangkat keras yang digunakan harus: 1) memenuhi aspek interkonektivitas dan kompatibilitas dengan sistem yang digunakan; 2) memperoleh sertifikat kelaikan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia; 3) mempunyai layanan dukungan teknis, pemeliharaan, dan purnajual dari penjual atau vendor; 4) memiliki referensi pendukung dari pengguna lainnya bahwa perangkat keras tersebut berfungsi sesuai dengan spesifikasinya; 5) memiliki jaminan ketersediaan suku cadang paling sedikit 3 (tiga) tahun; 6) memiliki jaminan kejelasan tentang kondisi perangkat keras; dan 7) memiliki jaminan bebas dari cacat produk. 2.3.2.2. Pedoman Proyek Pengadaan Proyek pengadaan harus memperhatikan paling sedikit: a. proyek pengadaan dimulai dengan pengajuan rencana proyek kepada manajemen; b. terdapat prosedur untuk memfasilitasi proses permintaan dan memastikan manajemen melakukan kaji ulang terhadap seluruh permintaan; c. permintaan harus didasarkan pada kebutuhan bisnis Bank untuk: 1) mendapatkan suatu produk, baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras, 2) mengidentifikasi fitur sistem yang diinginkan, dan 3) menggambarkan kebutuhan informasi, antarmuka jaringan (network interface), serta komponen perangkat keras dan perangkat lunak; d. Bank harus menyusun studi kelayakan untuk menentukan kebutuhan pengadaan perangkat lunak Bank, baik yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan maupun yang siap pakai (off-the shelf); e. persetujuan dari seluruh pihak terkait atas studi kelayakan tersebut harus didokumentasikan sebagai dasar pembuatan - 33 - definisi kebutuhan seperti yang telah dijelaskan pada sub bagian 2.3.1.2; f. setelah Bank menerima penawaran, Bank harus menganalisis dan membandingkan penawaran antar vendor terhadap kebutuhan yang ditetapkan Bank. Proposal vendor harus membahas dengan jelas semua kebutuhan Bank dan mengidentifikasi isu-isu lain yang dapat diterapkan; g. Bank harus memiliki prosedur untuk memastikan bahwa proses kaji ulang penawaran telah dilaksanakan dengan benar. Bank kemudian melakukan proses seleksi yang menghasilkan daftar vendor potensial; h. manajemen harus mengkaji kembali kestabilan kondisi keuangan dan komitmen pelayanan dari vendor yang terpilih; dan i. Bank menentukan produk dan vendor serta menegosiasikan kontrak. Satuan kerja hukum atau penasehat hukum harus meninjau ulang kontrak tersebut sebelum ditandatangani. Kontrak tersebut juga harus memuat klausul terkait pemeliharaan perangkat lunak maupun perangkat keras dalam jangka waktu tertentu, sebagai jaminan bahwa perangkat lunak maupun perangkat keras dimaksud dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan Bank. 2.3.2.3. Escrow Agreement Dalam hal aplikasi inti dibuat oleh vendor dan kode sumber tidak diberikan kepada Bank karena aplikasinya juga digunakan oleh pihak lain (non-proprietary), Bank harus melindungi kepentingannya untuk menjaga kelangsungan usaha Bank. Untuk memitigasi risiko atas terhentinya dukungan vendor maka Bank harus mempertimbangkan perlu tidaknya memiliki perjanjian tertulis berupa escrow agreement atas aplikasi atau perangkat lunak yang dianggap penting oleh Bank. Penggunaan escrow agreement mempertimbangkan antara lain reputasi vendor dan berapa banyak pengguna perangkat lunak baik di dalam maupun luar wilayah Indonesia. Dalam escrow agreement terdapat pihak ketiga independen yang ditunjuk untuk menyimpan kode sumber. Bank harus memastikan - 34 - paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun bahwa pihak ketiga menyimpan versi terkini dari kode sumber. Agen penyimpanan yang dipilih harus memastikan nomor dan tanggal versi kode sumber yang disimpan dan memastikan kepada vendor mengenai integritas dari kode sumber tersebut. 2.3.2.4. Kontrak Pembelian, Lisensi, dan Pemeliharaan Perangkat Lunak a. Lisensi Perangkat Lunak – Umum Bank harus memastikan bahwa dalam lisensi memuat: 1) penjelasan tertulis bahwa penggunaan perangkat lunak bersifat eksklusif atau tidak; 2) informasi dan jumlah personel Bank yang dapat menggunakan perangkat lunak; 3) pembatasan lokasi penggunaan. Apabila Bank menginginkan lisensi lokasi untuk pengguna yang tidak terbatas pada suatu lokasi, harus dipastikan bahwa di dalam kontrak hal tersebut dimungkinkan; 4) daftar entitas terkait lainnya yang dapat menggunakan perangkat lunak tersebut, seperti perusahaan anak (subsidiary) atau perusahaan terelasi (sister company) Bank; 5) informasi mengenai pengembangan perangkat lunak secara inhouse atau alih daya (outsourcing) oleh vendor atau konsultan, serta pembelian perangkat lunak disertai dengan kode sumbernya, atau hanya berupa hak pakai atau sewa dengan pembatasan waktu atau fitur tertentu; dan 6) escrow agreement antara vendor di Indonesia dengan vendor yang ada di luar wilayah Indonesia apabila lisensi dari perangkat lunak yang digunakan Bank dengan vendor yang ada di Indonesia merupakan lisensi hak pakai yang memungkinkan adanya modifikasi berdasarkan parameter, sedangkan kode sumber perangkat lunak ada pada vendor di luar wilayah Indonesia yang tidak memiliki kontrak langsung dengan Bank. b. Standar Spesifikasi Pengembangan dan Kinerja Perangkat Lunak Dalam pengadaan suatu perangkat lunak, Bank harus membuat kontrak perjanjian dengan pihak penyedia jasa pengembangan - 35 - yang memuat standar spesifikasi program yang diharapkan Bank sesuai dengan kebutuhan pengguna, antara lain: 1) kinerja yang diharapkan dan fungsional dari perangkat lunak; 2) persyaratan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjalankan perangkat lunak; 3) identifikasi dan spesifikasi fungsional dimana perangkat lunak operasional akan bekerja dan identifikasi milestone dari fungsional yang harus dipenuhi oleh vendor selama proses pengembangan; 4) pengaturan izin modifikasi dari spesifikasi dan standar kinerja selama proses pengembangan; 5) identifikasi kebutuhan uji coba guna menentukan pemenuhan standar kinerja perangkat lunak; 6) tindakan yang harus dilakukan vendor jika perangkat lunak gagal pada saat uji coba; 7) jaminan keamanan dan keandalan; dan 8) penggunaan perangkat lunak untuk publik mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 2.3.2.5. Pemeliharaan Bank perlu memperhatikan dan memastikan bahwa perjanjian lisensi atau perjanjian pengembangan memuat kesepakatan mengenai hal-hal yang diperlukan untuk pemeliharaan perangkat lunak seperti dokumentasi, modifikasi, pengkinian, dan konversi. Kesepakatan mencakup antara lain bahwa: a. vendor memberikan pelatihan yang menyeluruh kepada personel Bank yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan perangkat lunak; b. vendor memberikan dokumentasi perangkat lunak, termasuk dokumentasi sistem dan petunjuk teknis penggunaan; c. pelaksanaan dan biaya dari pengkinian dan modifikasi perangkat lunak; d. kemungkinan Bank melakukan akses ke kode sumber bila vendor tidak dapat memberikan layanan lagi atau terdapat kebutuhan modifikasi yang tidak dapat dilakukan oleh vendor; dan - 36 - e. kemungkinan vendor untuk membantu proses konversi data pada saat penggantian sistem pada masa mendatang paling sederhana dalam format standar seperti format text. Dalam hal diperlukan, kesepakatan tersebut dapat dimuat dalam suatu perjanjian pemeliharaan yang tersendiri. 2.3.2.6. Garansi Bank perlu melakukan penelitian untuk meyakini terdapat jaminan bahwa lisensi perangkat lunak dari vendor: a. tidak melanggar hak kekayaan intelektual dari pihak lainnya di seluruh dunia; b. tidak mengandung kode rahasia, pembatasan yang tidak diungkapkan, atau pembatasan secara otomatis pada perjanjian; c. berfungsi sesuai spesifikasi dan harus dinyatakan batasan tanggung jawab vendor dalam hal terjadi permasalahan; d. pemeliharaannya dilakukan oleh vendor selama jangka waktu yang diperjanjikan; dan e. tetap berlaku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau perubahan kepemilikan baik pada Bank atau vendor. 2.3.2.7. Penyelesaian Perselisihan Bank harus memasukkan klausula penyelesaian perselisihan pada perjanjian lisensi. Pemahaman mengenai klausula tersebut akan meningkatkan kemampuan Bank untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara terbaik dan memungkinkan untuk meneruskan pengembangan perangkat lunak selama periode penyelesaian perselisihan. 2.3.2.8. Perubahan Perjanjian Bank harus memastikan bahwa pada lisensi perangkat lunak secara jelas menyatakan bahwa vendor tidak dapat memodifikasi perjanjian tanpa adanya persetujuan dari kedua belah pihak. 2.3.2.9. Keamanan Bank harus menetapkan kriteria pengendalian keamanan (security control) atas TI yang akan menjadi standar kinerja dari fitur keamanan dalam perjanjian lisensi dan perjanjian pengembangan perangkat lunak. Standar tersebut harus memastikan bahwa - 37 - perangkat lunak yang dikembangkan konsisten dengan keseluruhan program keamanan yang ada di Bank. Perjanjian lisensi dan pengembangan tersebut antara lain mencakup: 1) tanggung jawab terus menerus dari pihak vendor untuk melindungi keamanan dan kerahasiaan sumber daya dan data Bank; 2) larangan bagi vendor untuk menggunakan atau mengungkapkan informasi yang dimiliki Bank tanpa persetujuan Bank; 3) jaminan dari vendor bahwa perangkat lunak tidak mengandung back door yang memungkinkan akses oleh pihak yang tidak berwenang ke dalam sistem dan data Bank; dan 4) pernyataan secara eksplisit bahwa vendor tidak akan menggunakan fitur yang dapat mengakibatkan perangkat lunak tidak berfungsi dengan baik. 2.3.2.10. Subkontrak kepada Vendor Bank harus menetapkan klausula dalam perjanjian pengembangan yang melarang penugasan kontrak oleh vendor kepada pihak ketiga tanpa persetujuan Bank. Apabila memang terdapat kondisi dimana sebagian dari pengembangan perangkat harus disubkontrakkan maka harus terdapat persetujuan tertulis dari Bank. Dalam memberikan persetujuan subkontrak tersebut, Bank harus mempertimbangkan tingkat kesulitan dan ketersediaan ahli dalam pengembangan perangkat lunak tersebut serta keamanan data Bank. Disamping itu, Bank harus memastikan terdapat klausula yang menyatakan bahwa vendor bertanggung jawab terhadap perangkat lunak meskipun dirancang atau dikembangkan oleh pihak lain. 2.3.3. Kebijakan, Standar, serta Prosedur Manajemen Proyek dan Manajemen Perubahan a. Manajemen proyek perlu memperhatikan antara lain: 1) Bank harus melakukan studi kelayakan untuk mengetahui biaya dan manfaat dari pengembangan dan pengadaan TI, sekaligus untuk menentukan penggunaan sumber daya intern atau alih daya (outsourcing) kepada vendor; 2) Bank harus menspesifikasikan secara jelas persyaratan - 38 - keamanan yang relevan sebelum sistem baru dikembangkan atau dibeli. Persyaratan keamanan tersebut harus sesuai dengan arsitektur keamanan informasi Bank secara keseluruhan; 3) Bank harus melakukan perencanaan yang baik untuk memastikan bahwa tujuan proyek akan tercapai; 4) Bank harus melakukan klasifikasi pemisahan lingkungan untuk pengembangan, uji coba, dan produksi, termasuk pembatasan akses ke masing-masing bagian lingkungan; 5) Bank harus memastikan kecukupan pelatihan dan kejelasan petunjuk penggunaan sistem informasi yang disusun sebagai bagian dari kontrak antara Bank dengan vendor; 6) terhadap sistem yang didukung atau dipelihara oleh vendor, harus terdapat analisis pemilihan perangkat lunak yang memadai sehingga memastikan kebutuhan pengguna dan proses bisnis terpenuhi; 7) terdapat perjanjian secara tertulis antara Bank dengan vendor; 8) Bank harus menerapkan manajemen pemeliharaan untuk semua proses pengembangan dan pengadaan yang telah diimplementasikan; 9) seluruh hasil (deliverables) pada setiap tahapan manajemen proyek harus didokumentasikan dengan baik; dan 10) Bank harus memiliki rencana proyek yang formal meliputi: a) identifikasi proyek, sponsor, dan manajer proyek; b) tujuan proyek, informasi latar belakang, dan strategi pengembangan; c) deskripsi tugas dan tanggung jawab utama dari tiap personel dalam manajemen proyek; d) prosedur untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi; e) kriteria hasil yang ditargetkan dapat diterima untuk masing-masing tahap pengembangan; f) masalah keamanan dan pengendalian yang harus dipertimbangkan; - 39 - g) prosedur untuk memastikan manajer proyek menilai, mengawasi, serta mengatur risiko intern dan ekstern dengan benar sepanjang siklus pengembangan; h) tanggal akhir pemberlakuan (cut off date) untuk mengalihkan penggunaan sistem aplikasi dari yang lama ke versi terbaru hasil pengembangan atau perubahan; i) standar pengembangan yang akan digunakan untuk pengawasan proyek, pengendalian sistem, dan kendali mutu; j) jenis dan tingkatan dokumentasi yang harus dihasilkan oleh setiap personel di setiap tahapan proyek; k) jadwal tahapan proyek dan aktivitas yang akan diselesaikan dalam tiap tahap; l) estimasi anggaran awal dari keseluruhan biaya proyek; m) rencana uji coba yang mengidentifikasikan kebutuhan uji coba berdasarkan jenis, prosedur, dan jadwal uji coba; dan n) rencana pelatihan yang mengidentifikasikan kebutuhan dan jadwal pelatihan agar pegawai Bank dapat menggunakan dan memelihara aplikasi pascaimplementasi. b. Proses manajemen perubahan paling sedikit mencakup: 1) peninjauan ulang sebelum modifikasi dan otorisasi; 2) pengujian sebelum modifikasi dalam lingkungan pengujian yang terpisah; 3) prosedur rekam cadang (backup) data dan kode sumber sebelum modifikasi; 4) dokumentasi yang terdiri atas: a) penjelasan dari modifikasi, b) alasan dari penerapan atau penolakan dari modifikasi yang diusulkan, c) nama individu yang membuat modifikasi, d) salinan dari kode sumber yang diubah, e) tanggal dan waktu modifikasi dilakukan, dan - 40 - f) evaluasi setelah modifikasi; dan 5) dokumentasi yang harus dibuat selama proses modifikasi berlangsung terdiri atas: a) informasi yang menjadi prioritas, b) identifikasi sistem, Pangkalan Data (Database), dan satuan kerja yang terpengaruh, c) nama dari individu yang bertanggung jawab dalam membuat perubahan, d) kebutuhan sumber daya, e) prediksi biaya, f) prediksi tanggal penyelesaian, g) prediksi tanggal implementasi, h) pertimbangan potensi keamanan dan keandalan modifikasi sistem, kebutuhan uji coba, prosedur implementasi, i) j) k) perkiraan downtime pada saat implementasi, l) prosedur rekam cadang (backup), m) pengkinian dokumentasi, antara lain berupa rancangan program dan script, topologi jaringan, manual pengguna, dan rencana kontinjensi, n) dokumentasi penerimaan modifikasi dari semua satuan kerja terkait, antara lain berupa pengguna, teknologi, quality assurance, keamanan, audit, dan o) dokumentasi audit pascaimplementasi disertai dengan perbandingan antara harapan dan hasil. 2.4. Proses Manajemen Risiko Pengembangan dan Pengadaan 2.4.1. Pengukuran Risiko terkait Pengembangan dan Pengadaan Pengukuran tingkat risiko pada proses pengembangan dan pengadaan TI tergantung pada faktor terkait antara lain: a. kesesuaian dengan rencana strategis bisnis dan regulasi yang berlaku; b. adanya perubahan pada cakupan sistem atau proses; c. pemisahan lingkungan pengembangan, uji coba dan operasional, termasuk pengaturan aksesnya kepada pengembang, penguji, dan pengguna; - 41 - d. rencana sistem aplikasi yang akan diperoleh melalui pembelian paket tanpa modifikasi, pembelian paket dengan modifikasi, pengembangan sendiri secara intern atau oleh pihak ketiga; e. cakupan dan tingkat kekritisan sistem atau banyaknya unit bisnis yang terpengaruh; f. kompleksitas tipe pemrosesan dari aplikasi yang akan dikembangkan (batch, real-time, client atau server, parallel distributed); g. volume dan nilai transaksi dari sistem aplikasi yang akan dikembangkan; h. klasifikasi dan sensitivitas data dari sistem yang akan dikembangkan; i. dampak pada data (baca (read), unduh (download), unggah (upload), pengkinian (update), atau ubah (alter)); j. tingkat pengalaman dan kemampuan vendor, jika sistem dibeli atau dikembangkan oleh pihak ketiga; k. kecukupan jumlah dan kemampuan personel yang termasuk dalam tim pengembangan; l. kesesuaian platform dan aplikasi yang dipilih dengan arsitektur Bank; m. ketergantungan sistem yang dikembangkan dengan sistem yang telah ada; n. ketidaksesuaian jumlah pengguna dengan rencana awal pengembangan atau terdapat perubahan struktur organisasi saat proses pengembangan; o. perubahan ketentuan; p. adanya risiko baru atau risiko yang dapat muncul dari teknologi yang sedang dikembangkan atau risiko keusangan teknologi; q. adanya kelemahan audit atau kelemahan yang ditemui dalam self-assessment; dan r. ketidaksesuaian pelaksanaan pengembangan dengan target waktu penyelesaian. 2.4.2. Pengendalian Risiko Pada Pengembangan dan Pengadaan Pada setiap tahapan pengembangan dan pengadaan TI, Bank harus memitigasi risiko yang telah diidentifikasi dan diukur dengan beberapa cara pengendalian yang telah ditetapkan dalam kebijakan, - 42 - standar, dan prosedur pengembangan dan pengadaan TI Bank. Setelah melakukan mitigasi, Bank harus memantau risiko yang dikendalikan dan residual risk karena setiap gangguan yang dapat mempengaruhi rencana dan proses pengembangan dan pengadaan TI, pada akhirnya dapat berdampak pada kegiatan operasional Bank. 2.4.2.1. Pengendalian Risiko pada Pengembangan Dalam rangka mengendalikan risiko terkait pengembangan TI, Bank harus dapat memastikan bahwa pengembangan sistem yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan, standar, dan prosedur untuk setiap tahapan pengembangan. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan: a. rencana pengembangan sistem telah sesuai dengan kebutuhan pengguna dan arah kebijakan bisnis Bank; b. rancangan sistem yang dikembangkan telah mencakup kebutuhan pengguna pada tahap inisiasi dan perencanaan serta sesuai dengan standar pengendalian aplikasi yang melibatkan partisipasi dari audit intern. Berdasarkan tujuannya, pengendalian terbagi atas pengendalian yang bersifat pencegahan, deteksi atau temuan, atau koreksi. Pengendalian yang harus dilakukan paling sedikit meliputi: 1) Pengendalian Input Paling sedikit mencakup pengecekan terhadap validitas atau kebenaran data, range data, parameter, dan duplikasi data yang di-input; 2) Pengendalian Proses Memastikan proses bekerja secara akurat dan dapat menyimpan atau menolak informasi. Pengendalian proses yang dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem mencakup paling sedikit error reporting, transaction log, pengecekan urutan, dan rekam cadang (backup) file; dan 3) Pengendalian Output Memastikan sistem mengelola informasi dengan aman dan mendistribusikan informasi hasil proses dengan tepat serta menghapus informasi yang telah melewati masa retensi; c. hasil pemrograman dibangun berdasarkan spesifikasi desain dengan dilakukannya rencana uji coba yang didokumentasikan - 43 - untuk mempermudah penelusuran pengubahan sistem aplikasi; d. pelaksanaan rangkaian uji coba dengan menetapkan ruang lingkup tes skenario, penilaian atas hasil uji coba, melakukan perbaikan pada sistem sampai dengan mendapatkan pengesahan atas laporan hasil uji coba; e. implementasi sistem yang baru dapat berjalan dengan sistem yang lama dengan adanya persiapan instalasi, migrasi file, konversi data, dokumen petunjuk teknis, dan pelatihan; dan f. hasil implementasi dari sistem berjalan dengan baik secara berkesinambungan dengan dilakukannya kaji ulang secara berkala atas hasil efektivitas pemeliharaan. 2.4.2.2. Pengendalian Risiko pada Pengadaan Dalam rangka mengendalikan risiko pada pengadaan, Bank harus membuat kriteria pemilihan vendor dan melakukan kaji ulang kemampuan vendor antara lain terkait dengan kondisi keuangan, tingkat dukungan (support level), dan pengendalian keamanan, sebelum menetapkan pilihan produk atau layanan dari vendor. Bank harus melakukan kaji ulang perjanjian lisensi (licensing agreement) untuk memastikan hak dan tanggung jawab masing- masing pihak secara jelas dan wajar. Penasihat hukum Bank harus melakukan konfirmasi bahwa jaminan kinerja (performance guarantee), akses terhadap kode sumber, hak cipta, dan keamanan perangkat lunak atau data, telah diatur secara jelas sebelum pihak manajemen menandatangani perjanjian. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. memastikan proses pengadaan telah sesuai dengan kebijakan, standar, dan prosedur Bank serta ketentuan berlaku terkait pengadaan; dan b. melakukan segala perikatan yang memiliki kekuatan hukum secara memadai. - 44 - BAB III AKTIVITAS OPERASIONAL TI 3.1. Pendahuluan Perkembangan TI memungkinkan Bank menjalankan kegiatan operasional yang semakin kompleks. Operasional TI tidak hanya terkonsentrasi di Pusat Data tetapi juga pada aktivitas lain yang terkait dengan penggunaan aplikasi yang terintegrasi, beragam media komunikasi, koneksi internet, dan berbagai platform komputer. Sementara itu, akses input dan output dapat dilakukan oleh banyak pengguna dari berbagai lokasi. Demikian juga dengan pemrosesan, dapat dilakukan di berbagai lokasi yang berjauhan namun saling terkait, baik secara real-time online, daring (online), maupun luring (offline). Oleh karena itu, diperlukan pengendalian yang memadai atas operasional TI agar Bank dapat meminimalisasi risiko terganggunya kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. Pengaturan atas aktivitas operasional TI yang memadai sangat penting untuk memastikan informasi pada sistem telah lengkap, akurat, terkini, terjaga integritasnya, dan andal, serta terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan data. 3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Aktivitas Operasional TI Sesuai Pasal 12 POJK MRTI, Bank wajib memastikan kelangsungan dan kestabilan operasional TI serta memitigasi risiko yang berpotensi dapat mengganggu kegiatan operasional Bank. Bank harus memiliki kebijakan yang mencakup setiap aspek operasional TI dan disesuaikan dengan kompleksitas operasional TI Bank. Aspek operasional TI antara lain meliputi Pusat Data, perencanaan dan pemantauan kapasitas, pengelolaan konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak, serta pengelolaan Pangkalan Data (Database). Prosedur memuat tanggung jawab, akuntabilitas, pemberian wewenang, dan pedoman bagi para pelaksana kegiatan operasional. Selain itu, manajemen harus menetapkan standar perangkat keras dan perangkat lunak yang dipergunakan di lingkungan operasional, pengujian, dan pengembangan dalam penyelenggaraan TI Bank. - 45 - 3.2.1. Kebijakan terkait Pusat Data Dalam Pasal 22 POJK MRTI, Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana wajib menjamin kelangsungan usaha Bank. a. Aktivitas Operasional Pusat Data Kebijakan, standar, dan prosedur serta sistem yang diterapkan dalam aktivitas operasional Pusat Data mencakup aktivitas rutin maupun tidak rutin. Aktivitas yang terkait dengan operasional Pusat Data antara lain: 1) penjadwalan tugas Bank memiliki dan melaksanakan jadwal semua tugas yang harus dijalankan di Pusat Data operasional TI secara efektif dan aman dari perubahan yang tidak sah; 2) pengoperasian tugas Pemberian akses command line kepada operator TI harus dibatasi sesuai kewenangan pada fungsi pengoperasian tugas yang telah ditentukan; 3) pendistribusian output Hasil informasi yang diproduksi oleh sistem (output), dalam bentuk softcopy atau hardcopy, dapat merupakan informasi yang sensitif atau rahasia. Prosedur yang harus dimiliki Bank meliputi penentuan informasi yang akan diproduksi, pendistribusian output baik secara fisik maupun logic, dan pemusnahan (disposal) output yang sudah tidak diperlukan lagi. Prosedur tersebut diperlukan untuk menghindari terbukanya informasi yang bersifat rahasia dan meningkatnya biaya akibat adanya output yang tidak diperlukan, serta untuk memastikan keamanan output; 4) proses rekam cadang (backup) baik onsite maupun offsite, restore, unduh (download), dan unggah (upload) untuk Pangkalan Data (Database); 5) pemantauan perangkat keras dan perangkat lunak; dan 6) pengaktifan jejak audit (audit trail). b. Pengendalian Akses Fisik Pusat Data Akses fisik ke Pusat Data harus dibatasi dan dikendalikan dengan baik. Pintu Pusat Data harus selalu terkunci dan dilengkapi dengan kartu akses dan/atau biometric device. Ruang Pusat Data tidak boleh diberi label atau papan petunjuk (signing - 46 - board) agar orang tidak mudah mengenali. Bank harus memiliki log-book untuk mencatat tamu yang memasuki Pusat Data. c. Pengendalian Lingkungan Pusat Data Kondisi lingkungan pemrosesan TI yang tidak sesuai standar dapat menimbulkan gangguan pada operasional TI sehingga manajemen paling sedikit: 1) mengawasi dan memantau faktor lingkungan Pusat Data, antara lain mencakup sumber listrik, api, air, suhu, dan kelembaban udara. Pengendalian lingkungan yang dapat diterapkan antara lain penggunaan Uninterruptible Power Supply (UPS); lantai yang ditinggikan (raised floor); pengaturan suhu dan kelembaban udara dengan pemanfaatan Air Conditioner (AC), termometer, dan higrometer; pendeteksi asap dan/atau api; sistem pemadaman api; dan kamera Closed-Circuit Television (CCTV); 2) memastikan tersedianya sumber listrik yang cukup, stabil, dan tersedianya sumber alternatif listrik untuk mengantisipasi tidak berfungsinya sumber listrik utama. Untuk mengantisipasi putusnya arus listrik sewaktu-waktu, Bank perlu memastikan pengatur voltase listrik, UPS, dan generator listrik dapat bekerja dengan baik pada saat diperlukan. Bank juga harus menggunakan metode pemindahan secara otomatis (automatic switching) apabila terjadi gangguan pada salah satu sumber listrik untuk menjaga pasokan listrik yang sesuai dengan kebutuhan peralatan; 3) memastikan Pusat Data memiliki detektor api dan asap serta pipa pembuangan air. Bank juga harus menyediakan sistem pemadam api yang memadai, baik yang dapat beroperasi secara otomatis maupun dioperasikan secara manual. Zat pemadam api dan sistem yang digunakan harus memperhatikan keamanan terhadap peralatan dan petugas pelaksana di dalam Pusat Data; 4) menggunakan lantai yang ditinggikan (raised floor) untuk mengamankan sistem perkabelan dan menghindari efek grounding di Pusat Data; dan - 47 - 5) menginventarisasi perangkat pendukung Pusat Data antara lain UPS dan power control, fire detection and extinguisher, air conditioning, termometer, dan higrometer. 3.2.2. Kebijakan Perencanaan dan Pemantauan Kapasitas TI Bank perlu memiliki kebijakan dan prosedur perencanaan dan pemantauan kapasitas TI untuk dapat memastikan bahwa perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan Bank telah sesuai dengan kebutuhan operasional bisnis dan mengantisipasi perkembangan usaha Bank. Tanpa perencanaan kapasitas TI yang baik, Bank dapat menghadapi risiko kekurangan atau bahkan pemborosan sumber daya TI. Perencanaan kapasitas TI harus disusun untuk jangka waktu cukup panjang dan selalu dikinikan untuk mengakomodasi perubahan yang ada. 3.2.3. Kebijakan Pengelolaan Konfigurasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Bank harus menetapkan prosedur terkait: a. proses instalasi perangkat keras dan perangkat lunak; b. pengaturan parameter (hardening) perangkat keras dan perangkat lunak; dan c. inventarisasi dan pengkinian informasi perangkat keras, perangkat lunak, infrastruktur jaringan, media penyimpan, dan perangkat pendukung lainnya yang terdapat di Pusat Data. Inventarisasi yang dilakukan meliputi: 1) Perangkat keras Inventarisasi perangkat keras harus dilakukan secara menyeluruh termasuk inventarisasi terhadap perangkat keras yang dimiliki oleh pihak lain tetapi berada di Bank. Informasi penting yang harus dicakup dalam inventarisasi perangkat keras antara lain nama vendor dan model, tanggal pembelian dan instalasi, kapasitas processor, memori utama, kapasitas penyimpanan, sistem operasi, fungsi, dan lokasi. 2) Perangkat lunak Bank harus melakukan inventarisasi atas informasi mengenai nama dan jenis perangkat lunak seperti sistem operasi, sistem aplikasi, atau sistem utilitas. Informasi lain - 48 - yang harus dicakup dalam inventarisasi perangkat lunak, antara lain meliputi nama vendor, tanggal instalasi, nomor versi dan keluaran (release), pemilik perangkat lunak, setting parameter dan service yang aktif, jumlah lisensi yang dimiliki, jumlah perangkat lunak yang di-install, dan jumlah pengguna. 3) Infrastruktur jaringan Infrastruktur jaringan merupakan hal yang penting bagi operasional Bank sehingga manajemen harus mendokumentasikan secara lengkap konfigurasi jaringan. Informasi yang harus dicakup antara lain: a) diagram jaringan; b) identifikasi seluruh koneksi intern dan ekstern Bank; c) d) daftar dan kapasitas peralatan jaringan seperti switch, router, hub, gateway, dan firewall; identifikasi vendor telekomunikasi; e) rencana perluasan dan perubahan konfigurasi jaringan; dan f) gambaran sistem pengamanan jaringan. 4) Media penyimpan Informasi yang diperlukan dalam inventarisasi media penyimpan antara lain jenis dan kapasitas, lokasi penyimpanan baik onsite maupun offsite, tipe dan klasifikasi data yang disimpan, source system, serta frekuensi dan masa retensi rekam cadang (backup). 3.2.4. Kebijakan Pemeliharaan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak a. Pemeliharaan Perangkat Keras Pemeliharaan preventif secara berkala terhadap peralatan TI perlu dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan pengoperasian peralatan tersebut dan untuk mendeteksi secara dini permasalahan yang potensial. Untuk itu Bank perlu memiliki perjanjian pemeliharaan dengan vendor guna memastikan ketersediaan dukungan pemeliharaan dari vendor. Pemeliharaan didasarkan jadwal yang telah ditetapkan, didokumentasikan pada suatu log-book, dan dilakukan kaji ulang secara berkala. - 49 - b. Pemantauan Kinerja Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Pemantauan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dilakukan setiap hari untuk memastikan seluruh perangkat tersebut beroperasi sebagaimana mestinya. Misalnya server tetap dalam keadaan menyala, kapasitas Pangkalan Data (Database) dan utilitas server tidak melampaui limit, dan fasilitas pendukung berfungsi dengan baik. 3.2.5. Kebijakan Manajemen Perubahan (Change Management) Manajemen perubahan adalah prosedur yang mengatur penambahan, penggantian, maupun penghapusan obyek di lingkungan operasional. Obyek dimaksud dapat berupa data, program, menu, aplikasi, perangkat komputer, perangkat jaringan, dan proses. Bank harus memiliki kebijakan, standar, dan prosedur manajemen perubahan yang paling sedikit mencakup permintaan, analisis, persetujuan perubahan, dan instalasi perubahan termasuk pemindahan perangkat keras dan perangkat lunak dari lingkungan pengujian ke lingkungan operasional. Manajemen perubahan harus memperhatikan: a. Pengendalian perubahan Ketergantungan antar aplikasi yang digunakan pada berbagai satuan kerja memerlukan penyelenggaraan TI yang terintegrasi. Oleh karena itu, semua perubahan harus melalui fungsi pengawasan dalam manajemen perubahan yang terkoordinasi dan melibatkan perwakilan dari satuan kerja bisnis, unit penyelenggara TI, keamanan informasi, dan audit intern. Prosedur instalasi perubahan harus memperhatikan kelangsungan operasional pada lingkungan operasional, pengawasan, dan pengaturan pengamanan sistem informasi. Standar minimal yang diatur harus mencakup risiko, pengujian, otorisasi dan persetujuan, waktu implementasi, validasi setelah penginstalan, dan back-out atau recovery. b. Patch management Dalam manajemen perubahan, Bank harus memiliki dokumentasi yang lengkap tentang instalasi patch yang dilakukan. Selain itu, Bank harus memastikan bahwa Bank - 50 - menggunakan versi perangkat lunak terbaru yang paling sesuai. Bank juga harus memiliki informasi terkini mengenai perbaikan produk, masalah keamanan, patch atau upgrade, atau permasalahan lain yang sesuai dengan versi perangkat lunak yang digunakan. c. Migrasi data Migrasi data terjadi jika terdapat perubahan besar pada sistem aplikasi, atau terjadi penggabungan data dari beberapa sistem yang berbeda. Dalam hal terdapat migrasi data, Bank perlu memiliki kebijakan, standar, dan prosedur mengenai penanganan migrasi data. Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam melakukan migrasi data dimulai dari rencana strategis, manajemen proyek, manajemen perubahan, pengujian, rencana kontinjensi, rekam cadang (backup), manajemen vendor, dan post-implementation review. 3.2.6. Kebijakan Penanganan Kejadian atau Permasalahan Prosedur penanganan kejadian atau permasalahan yang baik dibutuhkan Bank untuk menghadapi risiko finansial, operasional, dan reputasi dari permasalahan yang timbul. Prosedur penanganan kejadian atau permasalahan harus mencakup perangkat keras, sistem operasi, sistem aplikasi, perangkat jaringan, dan peralatan keamanan. Bank harus memelihara sarana yang diperlukan untuk menangani permasalahan antara lain: a. Pengelolaan Helpdesk Bank harus memiliki fungsi helpdesk agar Bank dapat menanggapi dan menangani permasalahan yang dihadapi oleh seluruh pengguna di Bank dengan segera. Bank akan menghadapi risiko jika tidak memiliki prosedur helpdesk yang memadai untuk memastikan bahwa pengguna telah memperoleh solusi atas permasalahan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi helpdesk adalah: 1) Tersedianya dokumentasi permasalahan yang lengkap Dokumentasi permasalahan harus mencakup data pengguna, penjelasan masalah, dampak pada sistem (platform, aplikasi, atau lainnya), kode prioritas, status - 51 - resolusi saat ini, pihak yang bertanggung jawab terhadap resolusi, akar permasalahan (jika teridentifikasi), target waktu resolusi, dan field komentar untuk mencatat kontak pengguna dan informasi relevan lainnya. 2) Sistem helpdesk Bank perlu menggunakan sistem yang dapat memberikan bantuan kepada staf helpdesk tentang alternatif solusi permasalahan yang umum terjadi. Bank secara berkala melakukan pengkinian terhadap sistem tersebut dengan informasi yang didapat dari vendor dan dari pengalaman staf helpdesk. b. Pengelolaan Power User Power user adalah user id yang memiliki kewenangan sangat luas. Dalam rangka penanganan permasalahan, Bank menetapkan prosedur penanganan power user agar penggunaannya tidak disalahgunakan. Prosedur tersebut antara lain mengatur: 1) penetapan pihak yang memiliki hak akses power user termasuk penerapan dual custody (pemecahan password kepada lebih dari 1 (satu) orang); 2) prosedur penyimpanan password power user; 3) prosedur break ID power user pada keadaan darurat; 4) prosedur penggantian password power user setelah digunakan; dan 5) pendokumentasian penggunaan power user dalam bentuk berita acara. 3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Data (Database) Kegagalan dalam mengelola dan mengamankan Pangkalan Data (Database) dapat mengakibatkan perubahan, penghancuran, atau pengungkapan informasi yang sensitif oleh pengguna secara sengaja maupun tidak sengaja atau oleh pihak lain yang tidak berhak. Pengungkapan tanpa izin terhadap informasi yang rahasia dapat mengakibatkan risiko reputasi, hukum, dan operasional serta dapat menyebabkan kerugian finansial. Bank perlu memiliki klasifikasi sensitivitas atas informasi yang disimpan pada Pangkalan Data (Database) sebagai dasar untuk - 52 - melakukan pengawasan. Pangkalan Data (Database) yang menyimpan informasi rahasia membutuhkan pengendalian yang lebih ketat dibandingkan Pangkalan Data (Database) yang menyimpan informasi yang tidak sensitif. Untuk itu, Bank memiliki fungsi Database Administrator (DBA) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Pangkalan Data (Database) Bank. Prosedur yang dimiliki Bank terkait Pangkalan Data (Database) adalah pengaksesan, pemeliharaan, penanganan permasalahan, dan administrasi Pangkalan Data (Database). 3.2.8. Kebijakan Pengendalian Pertukaran Informasi (Exchange of Information) Pengiriman informasi secara daring (online) maupun melalui media penyimpan (seperti tape dan disk) harus dikelola secara memadai oleh Bank untuk mencegah risiko terkait pengamanan informasi. Bank harus memiliki prosedur pengelolaan transmisi informasi secara fisik dan logic antara lain: a. permintaan dan pemberian informasi oleh pihak intern dan ekstern; dan b. pengiriman informasi melalui berbagai media, seperti hardcopy, tape, disk, email, pos, dan internet. Pada Bank besar dengan kompleksitas TI yang tinggi, manajemen harus mempertimbangkan pemisahan segmen Wide Area Network (WAN) dan Local Area Network (LAN) dengan perangkat pengamanan seperti firewall yang membatasi akses dan lalu lintas keluar masuknya data. 3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Library Pengelola library bertanggung jawab untuk menginventarisasi dan menyimpan seluruh perangkat lunak dan data yang tersimpan dalam berbagai media, antara lain tape dan disk. Disamping itu, pengelola library juga menyimpan salinan dari seluruh kebijakan dan prosedur seperti run book manual terkait Pusat Data. Adapun prosedur yang harus ditetapkan antara lain: a. pengamanan akses ke data di library; b. penanganan media penyimpan data (untuk Pangkalan Data (Database) dan audit journal); c. masa retensi media penyimpan data; - 53 - d. pengujian media penyimpan data; dan e. keluar dan masuk media penyimpan data dari dan ke library. Dalam membuat kebijakan, standar, dan prosedur untuk library, Bank harus memperhatikan kecukupan prosedur penyimpanan (storage), rekam cadang (back-up), dan pemusnahan (disposal) media. Rekam cadang (back-up) data maupun program harus selalu dikinikan agar Bank dapat memastikan kemampuannya untuk memulihkan sistem, aplikasi, dan data pada saat terjadi bencana atau gangguan lainnya. 3.2.10. Kebijakan Pemusnahan (Disposal) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Pemusnahan (Disposal) meliputi penghapusan perangkat lunak, perangkat keras, dan data yang sudah tidak digunakan lagi atau yang masa retensinya telah habis. Kode sumber versi lama yang sudah tidak dipakai lagi harus disimpan dengan informasi yang jelas mengenai tanggal, waktu, dan informasi lain ketika digantikan dengan kode sumber versi terbaru. Kegiatan yang dilakukan meliputi antara lain: a. memindahkan data dari sistem produksi ke media rekam cadang (back-up) dengan mekanisme sesuai prosedur, termasuk prosedur uji coba dan rekam cadang (back-up); b. menyimpan dokumentasi sistem sebagai persiapan jika diperlukan untuk meng-install ulang suatu sistem ke server produksi; c. mengelola arsip data sesuai masa retensi; dan d. memusnahkan data yang habis masa retensinya. 3.3. Proses Manajemen Risiko Aktivitas Operasional TI Manajemen risiko aktivitas operasional TI harus memperhatikan: a. Kejadian atau aktivitas yang dapat mengganggu operasional antara lain: 1) kesalahan investasi teknologi termasuk penerapan yang tidak benar, kegagalan dari pihak vendor, pendefinisian dari kebutuhan bisnis yang tidak tepat, ketidaksesuaian dengan sistem-sistem yang ada, atau keusangan perangkat lunak, termasuk hilangnya dukungan vendor terhadap perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh Bank; - 54 - 2) permasalahan pengembangan sistem dan implementasi termasuk ketidakcukupan manajemen proyek, biaya dan waktu yang melebihi batas, error pada pemrograman, kegagalan untuk mengintegrasikan atau migrasi dari sistem yang ada, atau kesalahan dari sebuah sistem untuk memenuhi kebutuhan pengguna; 3) permasalahan pada kapasitas sistem seperti kekurangan pada perencanaan kapasitas, ketidakcukupan kapasitas untuk mengakomodasi fleksibilitas sistem, dan/atau ketidakcukupan perangkat lunak untuk mengakomodasi pengembangan bisnis; 4) kegagalan sistem termasuk pada jaringan, interface, perangkat keras, perangkat lunak, atau kegagalan komunikasi intern; dan 5) pelanggaran pada keamanan sistem termasuk pelanggaran pada keamanan ekstern dan intern, penipuan dalam pemrograman, atau virus pada komputer. b. Tingkat risiko operasional TI yang tergantung pada faktor terkait antara lain: 1) kesesuaian dengan rencana strategis bisnis dan regulasi yang berlaku; 2) perubahan pada cakupan sistem atau proses; 3) lokasi pengaksesan sistem (intern atau ekstern, termasuk internet, dial-up, atau WAN); 4) perolehan aplikasi antara lain melalui pembelian paket tanpa modifikasi, pembelian paket dengan modifikasi, dan/atau pengembangan sendiri secara intern atau oleh pihak ketiga; 5) cakupan dan tingkat kekritisan sistem atau banyaknya unit bisnis yang terpengaruh; 6) kompleksitas tipe pemrosesan dari aplikasi (batch, realtime, client atau server, atau parallel distributed); 7) volume dan nilai transaksi dari sistem; 8) klasifikasi dan sensitivitas data yang diproses atau digunakan; 9) dampak pada data (baca (read), unduh (download), unggah (upload), pengkinian (update), atau ubah (alter)); - 55 - 10) tingkat pengalaman dan kemampuan pengelola TI; 11) kecukupan jumlah dan kemampuan staf pelaksana; 12) keragaman platform, aplikasi, dan delivery channel; 13) jumlah pengguna dan nasabah; 14) perubahan ketentuan; 15) adanya risiko baru atau risiko yang dapat muncul dari teknologi yang sedang dikembangkan atau risiko keusangan teknologi; dan 16) adanya kelemahan audit atau kelemahan yang ditemui dalam self-assessment. - 56 - BAB IV JARINGAN KOMUNIKASI 4.1. Pendahuluan Perkembangan teknologi jaringan komunikasi telah mengubah pendekatan usaha Bank menjadi tanpa mengenal batasan waktu dan tempat. Bank dapat menyediakan layanan perbankan secara realtime online dari seluruh kantor dan delivery channel lainnya, seperti; Automated Teller Machine (ATM), internet banking, mobile banking, dan Electronic Data Capture (EDC), baik milik Bank maupun milik pihak penyedia jasa TI. Jaringan komunikasi mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan media transmisi yang digunakan untuk mentransmisikan informasi berupa data, suara (voice), gambar (image), dan video. Penyelenggaraan jaringan komunikasi sangat dipengaruhi oleh perubahan TI, baik sistem maupun infrastruktur, dan rentan terhadap gangguan dan penyalahgunaan. Oleh karena itu, Bank perlu memastikan bahwa integritas jaringan dipelihara dengan cara menerapkan kebijakan, standar, dan prosedur pengelolaan jaringan dengan baik, memaksimalkan kinerja jaringan, mendesain jaringan yang tahan terhadap gangguan, dan mendefinisikan layanan jaringan secara jelas serta melakukan pengamanan yang diperlukan. 4.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Jaringan Komunikasi Dalam Pasal 13 POJK MRTI, Bank wajib menyediakan jaringan komunikasi yang memenuhi prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability). Untuk memenuhi kewajiban tersebut, Bank harus memiliki kebijakan, standar, dan prosedur sebagai pedoman dalam menyediakan jaringan komunikasi untuk meyakinkan bahwa kelangsungan operasional dan keamanan jaringan komunikasi tetap terjaga. Kebijakan jaringan komunikasi merupakan arah dan tujuan pengelolaan jaringan komunikasi yang akan diselenggarakan Bank, misalnya terkait dengan penerapan enkripsi pada jaringan komunikasi. Standar jaringan komunikasi merupakan sejumlah parameter yang ditetapkan oleh Bank untuk memenuhi kebijakan jaringan komunikasi, misalnya penggunaan Secure Socket Layer (SSL) pada - 57 - layer Session. Prosedur jaringan komunikasi merupakan serangkaian langkah teknis yang akan dilakukan oleh Bank untuk memenuhi standar jaringan komunikasi. Kebijakan, standar, dan prosedur yang perlu ditetapkan paling sedikit mencakup: a. pengukuran kinerja dan perencanaan kapasitas jaringan (performance and capacity planning); b. pengamanan jaringan komunikasi (network access control, termasuk remote access); c. change management (setting, configuration, and testing); d. network management, network logging, dan network monitoring; e. penggunaan internet, intranet, surat elektronik (e-mail), dan wireless (termasuk mekanisme penggunaan jaringan komunikasi); f. prosedur penanganan masalah (problem handling); g. fasilitas rekam cadang (backup) dan recovery; dan h. perjanjian dan SLA yang sesuai dengan kebutuhan Bank dan dipantau secara berkala apabila jaringan komunikasi yang digunakan oleh Bank diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI. 4.3. Proses Manajemen Risiko Jaringan Komunikasi 4.3.1. Pengendalian Risiko a. Penggunaan teknologi jaringan komunikasi memberikan berbagai kemudahan dan manfaat bagi Bank dan nasabah, namun demikian, perlu diperhatikan risiko-risiko yang mungkin timbul, antara lain: 1) kehilangan data/informasi; 2) kehilangan integritas data/informasi; 3) tidak lengkapnya data/informasi yang ditransmisikan; 4) hilangnya kerahasiaan informasi; 5) tidak tersedianya jaringan komunikasi akibat gangguan atau bencana; dan 6) kehilangan/kerusakan perangkat jaringan komunikasi. b. Dalam mengendalikan risiko pada jaringan komunikasi, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Desain Jaringan Komunikasi - 58 - Jaringan komunikasi harus didesain sedemikian rupa sehingga efisien tetapi juga dinamis untuk mengantisipasi pengembangan di masa mendatang. Pada tahap ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a) penentuan topologi jaringan komunikasi; b) perencanaan kapasitas (capacity planning) jaringan komunikasi; c) pemilihan media jaringan komunikasi; d) rekam cadang (backup) perangkat keras, jalur alternatif (alternative routing), atau provider alternatif; e) pengamanan fisik dan logic: i. penempatan perangkat jaringan pada lokasi yang aman terhadap gangguan alam dan akses oleh orang yang tidak berhak; dan ii. pengaturan parameter sistem perangkat jaringan. f) tersedianya jejak audit, paling sedikit untuk perubahan-perubahan pada setting parameter dan hak akses perangkat jaringan komunikasi dan juga penggunaan atas hak akses tersebut. 2) Pengendalian Akses Pengendalian akses di jaringan komunikasi sangat penting dan harus diperhatikan karena jaringan komunikasi merupakan pintu utama untuk masuk ke dalam sistem informasi Bank. Jika tidak dikelola dengan baik, maka keamanan informasi menjadi terancam. Dalam menerapkan pengendalian akses, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Bank, yaitu: a) akses ke jaringan komunikasi oleh pengguna didasarkan pada kebutuhan bisnis dengan memperhatikan aspek keamanan informasi; b) melakukan pemisahan jaringan komunikasi berdasarkan segmen baik secara fisik maupun logic, misalnya pemisahan antara lingkungan pengembangan dan operasional; c) jika pemisahan secara fisik tidak dapat dilakukan, maka Bank harus memisahkan jaringan komunikasi secara logic dan memantau security access di jaringan - 59 - komunikasi; d) keputusan untuk terhubung ke jaringan komunikasi di luar Bank harus sesuai dengan persyaratan pengamanan dan secara formal disetujui oleh manajemen sebelum pelaksanaan; e) menerapkan pengendalian yang dapat membatasi network traffic yang tidak sah atau tidak diharapkan; f) konfigurasi perangkat jaringan komunikasi harus diatur dengan baik. Fungsi-fungsi atau services yang tidak dibutuhkan harus dinonaktifkan; g) penggunaan perangkat pengamanan jaringan komunikasi, seperti firewall, Intrusion Detection System (IDS), dan Intrusion Prevention System (IPS); h) penggunaan penambahan perangkat monitor jaringan komunikasi (network management system) dengan memperhatikan pengamanannya; dan i) pengujian secara berkala terhadap keamanan jaringan komunikasi, misalnya dengan penetration testing. 3) Pengoperasian dan Pemeliharaan Jaringan Komunikasi Pengoperasian dan pemeliharaan jaringan komunikasi paling sedikit harus memperhatikan: a) petugas yang mengoperasikan jaringan komunikasi harus secara jelas ditunjuk oleh manajemen, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, serta diberi tugas dan wewenang yang memadai untuk menjalankan fungsinya; b) Bank harus memiliki incident response plan terhadap gangguan dan serangan jaringan komunikasi; c) Bank harus memiliki fasilitas rekam cadang (backup) perangkat keras atau perangkat lunak jaringan komunikasi, termasuk mekanisme restart/recovery yang telah teruji. Fasilitas rekam cadang (backup) tersebut sebaiknya memiliki risiko yang berbeda dengan perangkat utama seperti menggunakan pihak penyedia jasa yang berbeda; dan d) patch dan release harus selalu dikinikan setelah melalui pengujian intern untuk meyakini bahwa - 60 - kelemahan telah diperbaiki. 4) Dokumentasi Untuk dapat mengendalikan kegiatan pengelolaan jaringan komunikasi, Bank harus memiliki dokumentasi jaringan komunikasi yang lengkap dan terkini, antara lain: a) b) diagram jaringan komunikasi secara rinci; c) kebijakan, standar, prosedur, dan baseline tentang jaringan komunikasi; daftar dan spesifikasi perangkat lunak dan perangkat keras jaringan komunikasi; d) daftar permasalahan dan penanganannya; e) laporan pemantauan jaringan komunikasi; f) g) laporan perencanaan kapasitas jaringan komunikasi; perjanjian dan SLA dengan pihak penyedia jasa TI fasilitas jaringan komunikasi; h) dokumen pengujian jaringan komunikasi; i) dokumen pengimplementasian jaringan komunikasi; j) dokumen perubahan jaringan komunikasi disertai alasan perubahan; dan k) daftar pengguna dan wewenangnya. 4.3.2. Pemantauan Risiko Pemantauan terhadap risiko yang mungkin timbul dalam jaringan komunikasi yang digunakan oleh Bank antara lain mencakup hal- hal: a. jejak audit yang tersedia harus dipantau secara teratur untuk dapat mendeteksi secara dini ada tidaknya penyimpangan; b. kinerja jaringan komunikasi diukur secara berkala berdasarkan tingkat ketersediaan (availability) dan response time; c. Bank harus memantau kapasitas yang digunakan dan diperlukan untuk rencana pengembangan bisnis dibandingkan dengan kapasitas terpasang; d. Bank harus memantau dan menindaklanjuti penyusupan atau serangan terhadap jaringan komunikasi; dan e. Bank harus melakukan kaji ulang pemberian akses kepada pengguna secara berkala untuk meyakini bahwa akses yang diberikan masih sesuai dengan tugas dan wewenang. Selain itu, perlu dilakukan kaji ulang atas pengguna jaringan komunikasi - 61 - di Bank yang memiliki akses ke jaringan komunikasi di luar Bank. - 62 - BAB V PENGAMANAN INFORMASI 5.1. Pendahuluan Informasi adalah aset yang sangat penting bagi Bank, baik informasi yang terkait dengan nasabah, keuangan, laporan, maupun informasi lainnya. Kebocoran, kerusakan, ketidakakuratan, ketidaktersediaan, atau gangguan lain terhadap informasi tersebut dapat menimbulkan dampak yang merugikan baik secara finansial maupun non-finansial bagi Bank. Dampak dimaksud tidak hanya terbatas pada Bank, namun juga kepada nasabah. Mengingat pentingnya informasi maka informasi harus dilindungi atau diamankan oleh seluruh personel Bank. Pengamanan informasi tidak hanya mencakup pengamanan terhadap semua aspek dan komponen TI terkait seperti perangkat lunak, perangkat keras, jaringan, peralatan pendukung (misalnya sumber daya listrik, AC), dan SDM (termasuk kualifikasi dan keterampilan) namun juga informasi dalam bentuk yang lebih luas. 5.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Pengamanan Informasi Sesuai Pasal 16 POJK MRTI, Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan paling sedikit: a. pengamanan informasi yang ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan; b. pengamanan informasi yang dilakukan terhadap aspek teknologi, SDM, dan proses dalam penggunaan TI; c. pengamanan informasi yang diterapkan berdasarkan hasil penilaian terhadap risiko (risk assessment) pada informasi yang dimiliki Bank; dan d. ketersediaan manajemen penanganan insiden dalam pengamanan informasi. Selain kewajiban tersebut, Bank juga menerapkan pengamanan informasi secara komprehensif dan berkesinambungan yaitu dengan menetapkan kebijakan, standar, dan prosedur terkait pengamanan informasi, mengimplementasikan pengendalian pengamanan informasi, memantau dan mengevaluasi kinerja dan keefektifan - 63 - kebijakan pengamanan informasi, serta melakukan penyempurnaan. Disamping itu, Bank perlu mempertimbangkan implementasi standar internasional di bidang pengamanan informasi seperti International Organization for Standardization (ISO), International Electrotechnical Commission (IEC), Control Objective for Information and Related Technology (COBIT), Information Technology Infrastructure Library (ITIL) dan standar nasional seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan memperhatikan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank yang meliputi antara lain keragaman dalam jenis transaksi, produk, atau jasa dan jaringan kantor, serta teknologi pendukung yang digunakan. 5.2.1. Kebijakan Pengamanan Informasi Manajemen Bank harus menetapkan kebijakan dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengamanan informasi. Kebijakan tersebut harus sesuai dengan penerimaan risiko (risk appetite) dan dikomunikasikan secara berkala kepada seluruh pegawai Bank dan pihak ekstern yang terkait. Disamping itu, perlu dilakukan evaluasi kebijakan secara berkala dan apabila terdapat perubahan penting. Kebijakan tentang pengamanan informasi harus mencakup paling sedikit: a. tujuan pengamanan informasi yang paling sedikit meliputi pengelolaan aset, SDM, pengamanan fisik, pengamanan logic (logical security), pengamanan operasional TI, penanganan insiden pengamanan informasi, dan pengamanan informasi dalam pengembangan sistem; b. komitmen manajemen terhadap pengamanan informasi sejalan dengan strategi dan tujuan bisnis; c. kerangka acuan dalam menetapkan pengendalian melalui pelaksanaan manajemen risiko Bank; d. kepatuhan terhadap ketentuan intern dan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE); e. pelatihan dan peningkatan kesadaran atas pentingnya - 64 - pengamanan informasi (security awareness program); f. analisis dampak pengamanan informasi terhadap kelangsungan bisnis; g. tugas dan tanggung jawab pihak-pihak dalam pengamanan informasi; h. sanksi atas pelanggaran kebijakan pengamanan informasi; dan i. dokumen atau ketentuan lain yang mendukung kebijakan pengamanan informasi. 5.2.2. Standar Pengamanan Informasi Manajemen Bank harus menetapkan standar pengamanan informasi sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi dengan antara lain mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan dan best practice. Standar tentang pengamanan informasi merupakan: a. dasar untuk melaksanakan dan menilai kepatuhan pelaksanaan ketentuan terkait pengamanan informasi; dan b. acuan untuk menyusun prosedur pengamanan informasi. Contoh standar pengamanan informasi antara lain: 1) standar password; 2) standar enkripsi; 3) standar pengamanan server; 4) standar pengamanan perangkat jaringan; 5) standar pengamanan end-point atau komputer; 6) standar logging; dan 7) standar pengamanan aplikasi. 5.2.3. Prosedur Pengamanan Informasi 5.2.3.1. Prosedur Pengelolaan Aset Prosedur pengelolaan aset meliputi paling sedikit: a. aset Bank yang terkait dengan informasi harus diidentifikasikan, ditentukan pemilik atau penanggungjawabnya, dan dicatat agar dapat dilindungi secara tepat; b. aset yang terkait dengan informasi tersebut dapat berupa data (hardcopy atau softcopy), perangkat lunak, perangkat keras, jaringan, peralatan pendukung, misalnya sumber daya listrik dan AC, dan SDM termasuk kualifikasi dan keterampilan; c. pengaturan penggunaan informasi dan aset harus - 65 - diidentifikasi, didokumentasikan, dan diimplementasikan. Seluruh pegawai Bank dan pihak ketiga harus mematuhi pengaturan tersebut seperti pengaturan penggunaan surat elektronik, internet, mobile devices, teleworking, dan lainnya; dan d. informasi perlu diklasifikasikan agar dapat dilakukan pengamanan yang memadai sesuai dengan klasifikasinya. Contoh dari klasifikasi tersebut adalah informasi ”rahasia” (misalnya data simpanan nasabah dan data pribadi nasabah), ”intern” (misalnya peraturan tentang gaji pegawai Bank), dan ”biasa” (misalnya informasi tentang produk perbankan yang ditawarkan kepada masyarakat). Klasifikasi dapat dibuat berdasarkan nilai, tingkat kerahasiaan, hukum atau ketentuan, dan tingkat kepentingan bagi Bank. 5.2.3.2. Prosedur Pengelolaan Sumber Daya Manusia Prosedur pengelolaan SDM paling sedikit meliputi: a. Bank harus menerapkan pengendalian yang memadai sebelum mempekerjakan pegawai TI (tetap, kontrak, atau honorer), konsultan, termasuk pegawai pihak penyedia jasa TI pada posisi yang memiliki kerentanan atau dampak yang besar terhadap pengamanan informasi. Sebagai contoh yaitu melakukan background check catatan kriminal atau kejahatan lainnya seperti pencurian data, dan lain-lain saat melakukan rekrutmen untuk posisi network administrator atau system administrator; b. SDM baik pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI yang memiliki akses terhadap informasi harus memahami tanggung jawab terhadap pengamanan informasi; c. peran dan tanggung jawab SDM baik pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI yang memiliki akses terhadap informasi harus didefinisikan dan berdasarkan pada tingkat kebutuhan atas akses informasi serta didokumentasikan sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi; d. dalam perjanjian dengan pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI harus tercantum - 66 - ketentuan mengenai pengamanan TI yang sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi Bank. Sebagai contoh adalah perlu adanya klausula yang menyatakan bahwa mereka harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya sesuai dengan klasifikasi informasi; e. selain perjanjian antara Bank dengan perusahaan penyedia jasa TI, semua pegawai perusahaan penyedia jasa TI yang ditugaskan di Bank harus menandatangani suatu pernyataan menjaga kerahasiaan informasi (non-disclosure statement), termasuk kerahasiaan informasi untuk keperluan perlindungan data nasabah; f. pelatihan dan/atau sosialisasi tentang pengamanan informasi harus diberikan kepada pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI. Pelatihan dan/atau sosialisasi ini diberikan sesuai dengan peran dan tanggung jawab pegawai serta pihak penyedia jasa TI; g. Bank harus menetapkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh SDM terhadap kebijakan pengamanan informasi; dan h. Bank harus menetapkan prosedur yang mengatur tentang keharusan untuk mengembalikan aset dan pengubahan atau penutupan hak akses pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI yang disebabkan karena perubahan tugas atau selesainya masa kerja atau perjanjian. 5.2.3.3. Prosedur Pengamanan Fisik dan Lingkungan Prosedur pengamanan fisik dan lingkungan paling sedikit meliputi: a. fasilitas pemrosesan informasi yang penting (misalnya mainframe, server, komputer, dan perangkat jaringan aktif) harus diberikan pengamanan secara fisik dan lingkungan yang memadai untuk mencegah akses oleh pihak tidak berwenang, kerusakan, dan gangguan lain; b. pengamanan fisik dan lingkungan terhadap fasilitas pemrosesan informasi yang penting meliputi antara lain pembatas ruangan, pengendalian akses masuk (misalnya penggunaan access control card, Personal Identification Number - 67 - (PIN), dan biometrics), kelengkapan alat pengamanan di dalam ruangan, misalnya alarm, pendeteksi dan pemadam api, pengukur suhu dan kelembaban udara, dan kamera CCTV, serta pemeliharaan kebersihan ruangan dan peralatan, seperti dari debu, rokok, makanan, minuman, dan barang mudah terbakar; c. fasilitas pendukung seperti AC, sumber daya listrik, dan fire alarm harus dipastikan kapasitas dan ketersediaannya dalam mendukung operasional fasilitas pemrosesan informasi; d. aset milik pihak penyedia jasa TI seperti server dan switching tools harus diidentifikasikan secara jelas dan diberikan perlindungan yang memadai, misalnya dengan menerapkan pengamanan yang cukup, dual control atau menempatkan secara terpisah dari aset Bank; dan e. pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala terhadap fasilitas pemrosesan informasi dan fasilitas pendukung sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 5.2.3.4. Prosedur Pengendalian Akses Prosedur pengendalian akses paling sedikit meliputi: a. pengendalian akses fisik dan logic; b. Bank harus menerapkan metode identifikasi dan otentikasi (authentication) sesuai analisis risiko. Metode otentikasi yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari “what you know” (antara lain PIN dan password), “what you have” (antara lain handphone, kartu magnetis dengan chip, dan token), “something you are” (antara lain biometric seperti retina dan sidik jari); c. Bank harus memiliki prosedur formal tertulis dan telah disetujui oleh manajemen tentang pengadministrasian pengguna yang meliputi pendaftaran, perubahan dan penghapusan pengguna, baik untuk pengguna intern maupun ekstern Bank, misalnya vendor atau pihak penyedia jasa TI; d. pemberian akses mengacu kepada prinsip berdasarkan kebutuhan bisnis dan dengan akses yang seminimal mungkin; e. Bank harus menetapkan prosedur pengendalian melalui pemberian password atau PIN awal (initial password atau PIN) - 68 - kepada pengguna dengan memperhatikan antara lain: 1) password atau PIN awal harus diganti saat login pertama kali; 2) password atau PIN diberikan secara aman, misalnya melalui kertas karbon berlapis dua sehingga hanya diketahui oleh pihak yang berhak; 3) password atau PIN awal bersifat khusus (unique) untuk setiap user dan tidak mudah ditebak; 4) pemilik user-id terutama dari pegawai Bank, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI harus menandatangani pernyataan tanggung jawab atau perjanjian penggunaan user-id dan password atau PIN saat menerima user-id dan password atau PIN awal; dan 5) password atau PIN standar (default password atau PIN) yang dimiliki oleh sistem operasi, sistem aplikasi, database management system, serta perangkat jaringan dan keamanan harus diganti oleh Bank sebelum diimplementasikan dan mengganti user-id standar dari sistem (default user-id). f. Bank harus mewajibkan pengguna untuk: 1) menjaga kerahasiaan password atau PIN; 2) menghindari penulisan password atau PIN di kertas dan tempat lain tanpa pengamanan yang memadai; 3) memilih password atau PIN yang berkualitas yaitu: a) panjang password atau PIN yang memadai sehingga tidak mudah ditebak; b) mudah diingat dan terdiri dari paling sedikit kombinasi 2 (dua) tipe karakter (huruf, angka, atau karakter khusus); c) tidak didasarkan atas data pribadi pengguna seperti nama, nomor telepon atau tanggal lahir; dan d) tidak menggunakan kata yang umum dan mudah ditebak oleh perangkat lunak (untuk menghindari brute force attack), misalnya kata ’pass’, ’password’, ’adm’, ‘123’, atau kata umum di kamus; 4) mengubah password atau PIN secara berkala; dan 5) menghindari penggunaan password atau PIN yang sama - 69 - secara berulang; g. Bank harus menonaktifkan hak akses bila user-id tidak digunakan pada waktu tertentu, menetapkan jumlah maksimal kegagalan password atau PIN (failed login attempt), dan menonaktifkan pengguna setelah mencapai jumlah maksimal kegagalan password atau PIN; h. Bank harus melakukan kaji ulang berkala oleh satuan kerja yang tidak terlibat dalam operasional pengendalian akses, terhadap hak akses pengguna untuk memastikan bahwa hak akses sesuai dengan wewenang yang diberikan; i. sistem operasi, sistem aplikasi, Pangkalan Data (Database), utility, dan perangkat lainnya yang dimiliki oleh Bank dapat membantu pelaksanaan pengamanan password atau PIN, sebagai contoh: 1) memaksa pengguna untuk mengubah password atau PIN- nya setelah jangka waktu tertentu dan menolak bila pengguna memasukkan password atau PIN yang sama dengan yang digunakan sebelumnya saat mengganti password atau PIN; 2) menyimpan password atau PIN secara aman (terenkripsi); 3) memutuskan hubungan atau akses pengguna jika tidak terdapat respon selama jangka waktu tertentu (session time-out); dan 4) menonaktifkan atau menghapus hak akses pengguna jika pengguna tidak melakukan log-on melebihi jangka waktu tertentu (expiration interval), misalnya karena cuti, rotasi, dan mutasi; dan j. Bank yang menggunakan file sharing harus menetapkan pembatasan akses paling sedikit melalui penggunaan password atau PIN dan pengaturan pihak yang berwenang melakukan akses. 5.2.3.5. Prosedur Pengamanan Operasional TI Prosedur pengamanan operasional TI paling sedikit meliputi: a. Bank harus memelihara catatan dari versi anti virus dan perangkat lunak yang digunakan dan melakukan pemantauan informasi secara rutin tentang patch, upgrade, atau - 70 - permasalahan lain yang sesuai dengan versi yang digunakan serta melakukan evaluasi, pengujian, dan instalasi hal tersebut; b. Bank harus menetapkan jenis log (misalnya administrator log, user log, atau system log) serta data yang harus dimasukkan ke dalam log, jangka waktu penyimpanan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, untuk membantu investigasi di masa mendatang dan pemantauan pengendalian akses; c. Bank harus melakukan kaji ulang secara berkala atas jejak audit atau log berdasarkan hasil analisis risiko baik di tingkat jaringan, sistem operasi, Pangkalan Data (Database), maupun aplikasi; d. Jejak audit atau log harus dilindungi terhadap gangguan dan akses tidak sah; e. Penunjuk waktu dari seluruh sistem elektronik Bank harus disinkronisasikan dengan sumber penunjuk waktu akurat yang disepakati; f. Bank harus melakukan kaji ulang secara berkala atas layanan operasional TI yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI. Periode kaji ulang harus ditetapkan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dan pihak penyedia jasa TI; dan g. Bank harus menerapkan pengendalian media fisik dalam transit, untuk melindungi media terhadap akses yang tidak sah, penyalahgunaan, atau kerusakan selama transportasi diluar batas fisik Bank. 5.2.3.6. Prosedur Pemantauan Pengamanan Informasi Bank harus melakuan pemantauan dalam rangka mendeteksi upaya-upaya yang mengancam pengamanan informasi dengan metode yang ditentukan berdasarkan risiko atau tingkat kritikalitas informasi atau aset TI Bank. Pemantauan dapat dilakukan secara realtime untuk memberikan alert ketika terjadi aktivitas yang tergolong mencurigakan, misalnya brute force terhadap password administrator atau upaya mengakses server pada port yang tidak wajar, atau dilakukan secara berkala, misalnya pada akhir hari, berdasarkan tingkat risiko. - 71 - 5.2.3.7. Prosedur Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi Hal-hal yang harus diperhatikan Bank dalam melakukan penanganan insiden dalam pengamanan informasi antara lain sebagai berikut. a. Bank harus mengidentifikasi jenis insiden dalam pengamanan informasi misalnya pengguna dapat mengakses suatu sistem yang tidak diperbolehkan atau kelemahan (vulnerabilities) lain yang diketahui pengguna. b. Pegawai Bank, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI melaporkan setiap kali mengetahui, menemukan, atau melihat indikasi atau potensi insiden dalam pengamanan informasi sesuai huruf a. c. Bank perlu mempertimbangkan pembentukan tim khusus yang menangani insiden pengamanan misalnya Tim Respon Insiden dalam Pengamanan Informasi (TRIPI) sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. d. Bank harus menetapkan hal-hal terkait pelaporan insiden dalam pengamanan informasi sebagai berikut: 1) unit kerja atau personel yang harus dihubungi apabila pegawai Bank, pegawai honorer, maupun pihak penyedia jasa TI mengetahui adanya insiden dalam pengamanan keamanan informasi (Point of Contact/PoC); 2) mekanisme pelaporan yang dapat digunakan untuk melaporkan insiden dalam pengamanan informasi oleh personel yang mengetahui terjadinya insiden; 3) mekanisme verifikasi oleh PoC untuk meyakini bahwa laporan insiden dalam pengamanan informasi yang disampaikan pelapor sesuai dengan keadaan pada sistem baik sebelum maupun setelah pelapor menyampaikan bukti terjadinya insiden dalam pengamanan informasi; dan 4) mekanisme assessment oleh PoC untuk menentukan kesesuaian laporan dengan jenis insiden keamanan informasi yang disampaikan oleh pelapor. Dalam hal PoC telah menentukan bahwa laporan tersebut tergolong insiden dalam pengamanan informasi maka PoC harus segera menyampaikan laporan tersebut kepada TRIPI. - 72 - e. Bank harus menetapkan hal-hal terkait penanganan insiden dalam pengamanan informasi sebagai berikut: 1) personel yang menjadi anggota TRIPI termasuk tugas dan tanggung jawabnya; 2) panduan untuk melakukan assessment terhadap kebenaran laporan insiden termasuk klasifikasi insiden dalam pengamanan informasi yang disampaikan PoC; 3) panduan penanganan insiden dalam pengamanan informasi yang akan dilakukan oleh TRIPI. Adapun contoh klasifikasi insiden adalah sebagai berikut: a) Denial of Service (DoS); b) akses fisik dan logic yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang terhadap Sistem Elektronik; c) penyebaran malicious code (misalnya virus, worms, dan trojan horse); d) pelanggaran terhadap kebijakan pengamanan informasi dalam penggunaan resource TI oleh pegawai Bank, pegawai honorer, maupun penyedia jasa TI (misalnya penggunaan email kantor untuk tujuan spamming); dan e) metode verifikasi oleh TRIPI untuk meyakini bahwa laporan insiden dalam pengamanan informasi yang disampaikan oleh PoC adalah benar termasuk dalam kejadian yang diklasifikasikan sebagai insiden dalam pengamanan informasi. Dalam hal insiden dalam pengamanan informasi yang dilaporkan tersebut benar merupakan insiden dalam pengamanan informasi maka TRIPI harus menindaklanjuti insiden dalam pengamanan informasi tersebut sesuai panduan penanganan insiden dalam pengamanan informasi yang sesuai; 4) panduan TRIPI dalam melakukan penanganan terhadap insiden dalam pengamanan informasi sesuai jenisnya, mencakup langkah-langkah antara lain: a) dokumentasi semua informasi mengenai insiden dalam pengamanan informasi; b) identifikasi sistem TI yang terkena dampak insiden - 73 - dalam pengamanan informasi; c) isolasi terhadap sistem TI yang teridentifikasi terkena dampak insiden dalam pengamanan informasi; d) pengumpulan semua informasi yang tersimpan dalam sistem TI yang diidentifikasi terkena dampak insiden dalam pengamanan informasi. Dalam hal informasi tersebut akan dijadikan barang bukti digital (digital evidence) maka pengumpulan (collection) dan penyimpanan (preservation) informasi harus dilakukan dengan metode digital forensically sound; e) implementasi solusi terhadap insiden dalam pengamanan informasi sesuai dengan jenisnya dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan manajemen; f) dalam hal TRIPI mengidentifikasi bahwa insiden dalam pengamanan informasi tidak dapat dikendalikan, harus dilakukan eskalasi kepada manajemen untuk mengaktifkan prosedur penanganan krisis; dan g) Penyusunan laporan lengkap atas aktivitas penanganan insiden dalam pengamanan informasi untuk disampaikan kepada manajemen baik saat masih dalam proses penanganan maupun setelah solusi diimplementasikan dan insiden dalam pengamanan informasi berstatus closed; dan 5) pengkinian terhadap panduan penanganan insiden dalam pengamanan informasi menggunakan lesson learned dari aktivitas penanganan insiden dalam pengamanan informasi sebelumnya. f. Bank harus memelihara dokumentasi lengkap atas suatu insiden dalam pengamanan informasi. g. Bank secara berkala melakukan kaji ulang terhadap panduan penanganan insiden dalam pengamanan informasi untuk memastikan panduan tersebut relevan dengan kondisi sistem TI Bank terkini. h. Bank dapat mempertimbangkan pemberian insentif kepada pegawai Bank, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia - 74 - jasa TI yang melaporkan insiden atau vulnerabilities TI yang berisiko dieksploitasi dan mengancam pengamanan informasi, dalam rangka mendorong tercapainya pengamanan informasi yang kuat atau memadai. 5.3. 5.3.1. Proses Manajemen Risiko terkait Pengamanan Informasi Pengukuran Risiko Pengamanan Informasi Bank melakukan pengukuran kecenderungan atau probabilitas terjadinya risiko terkait pengamanan informasi (ancaman mengeksploitasi kelemahan) atas setiap aset dan besarnya dampak kerugian akibat hilangnya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dari aset yang mungkin terjadi untuk dapat mengetahui besarnya risiko potensial yang harus dihadapi. Setiap satuan kerja di Bank harus dapat menentukan kemungkinan adanya ancaman (threats), serangan (attacks), dan kerawanan (vulnerability) dari setiap aset yang teridentifikasi serta digunakan masing-masing satuan kerja dan kemungkinan dampak kerugian hilangnya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dari aset yang dimiliki. Proses ini harus dilakukan Bank karena identifikasi dan pengukuran risiko dapat menunjukkan potensi kegagalan atau kelemahan proses pengamanan informasi yang dapat berpengaruh pada kesuksesan bisnis Bank sehingga Bank dapat melakukan penanganan yang tepat terhadap risiko potensial. 5.3.2. Pengendalian dan Mitigasi Risiko Berdasarkan hasil pengukuran risiko, Bank harus menetapkan bentuk penanganan dan pengendalian risiko yang akan diterapkan untuk meminimalisasi risiko yang dihadapi Bank. Bank dapat menganalisis kelemahan dari bentuk pengendalian yang telah diterapkan dan bentuk pengendalian pengamanan yang dapat direkomendasikan untuk diterapkan kemudian. Pengendalian intern juga dilakukan untuk memastikan bahwa pengendalian pengamanan informasi telah diterapkan, memadai, dan berjalan secara efektif sesuai dengan kebijakan, standar, dan prosedur pengamanan informasi yang berlaku. Evaluasi dan penyempurnaan terhadap kebijakan, standar, prosedur, dan sistem - 75 - pengamanan informasi harus selalu dilakukan secara terencana, antara lain dengan melaksanakan pemantauan terhadap: a. perkembangan teknik atau metode baru yang mengancam sistem pengamanan informasi Bank; b. laporan kinerja pengamanan informasi dalam rangka mengidentifikasi tren ancaman atau kelemahan pengendalian pengamanan; c. tindak lanjut penanganan serangan atau insiden pengamanan informasi terhadap Bank; dan d. efektivitas penerapan kebijakan, standar, prosedur, dan pengendalian pengamanan informasi. - 76 - BAB VI RENCANA PEMULIHAN BENCANA 6.1 Pendahuluan Kegiatan perbankan tidak dapat terhindar dari adanya gangguan atau kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia misalnya terjadinya gempa bumi, bom, kebakaran, banjir, power failure, kesalahan teknis, kelalaian manusia, demo buruh, huru- hara, dan sebagainya. Gangguan atau kerusakan yang terjadi tidak hanya berdampak pada kemampuan teknologi Bank, tetapi juga berdampak pada kegiatan operasional bisnis Bank terutama pelayanan kepada nasabah. Apabila tidak ditangani secara khusus, Bank akan menghadapi risiko seperti risiko operasional dan risiko reputasi yang berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan nasabah kepada Bank. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, Bank harus memiliki Rencana Pemulihan Bencana yaitu proses manajemen terpadu dan menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan atau bencana guna melindungi kepentingan para pemangku kepentingan. Rencana Pemulihan Bencana menekankan pada aspek teknologi dengan fokus pada pemulihan data (data recovery atau restoration plan) dan berfungsinya sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang kritikal. 6.2. 6.2.1. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana Kebijakan terkait Rencana Pemulihan Bencana a. Penyusunan tim kerja Rencana Pemulihan Bencana Bank harus memiliki kebijakan terkait Rencana Pemulihan Bencana yang mendukung efektivitas pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana pada saat diperlukan. Bank perlu membentuk suatu organisasi atau tim kerja untuk mengoordinasikan pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana, yang terdiri atas: 1) koordinator; 2) anggota tim yang bertanggung jawab antara lain terhadap: a) satuan kerja bisnis; dan b) satuan kerja TI yang antara lain membawahkan fungsi pengelolaan offsite storage, aplikasi, perangkat keras, - 77 - perangkat lunak, network, security, communication, dan data preparation and records. Adapun peran tim kerja penanggung jawab Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit meliputi: i. bertanggung jawab penuh terhadap efektivitas pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana, termasuk memastikan bahwa program awareness atas Rencana Pemulihan Bencana diterapkan; ii. memutuskan kondisi bencana dan pemulihannya; iii. menentukan skenario pemulihan yang akan digunakan apabila terjadi gangguan atau bencana berdasarkan skala prioritas atas aktivitas, fungsi, dan jasa yang dianggap kritis; iv. melakukan kaji ulang atas laporan mengenai setiap tahapan dalam pengujian dan pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana; dan v. melaksanakan komunikasi kepada pihak intern dan ekstern Bank dalam hal terjadi gangguan operasional yang bersifat major. b. Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan prosedur yang akan diterapkan untuk menangani kondisi bencana, Bank harus memastikan diterapkannya prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Rencana Pemulihan Bencana disusun berdasarkan analisis dampak bisnis (business impact analysis) dan risk assessment yang memadai. 2) Rencana Pemulihan Bencana bersifat fleksibel untuk dapat merespon berbagai skenario ancaman dan gangguan serta bencana yang sifatnya tidak terduga yang bersumber dari kondisi intern dan/atau ekstern. 3) Rencana Pemulihan Bencana bersifat spesifik, terdapat kondisi-kondisi tertentu dan tindakan yang dibutuhkan segera untuk mengatasi kondisi tersebut. 4) Dilakukan pengujian dan pengkinian secara berkala atas Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 5) Rencana Pemulihan Bencana dan hasil pengujian Rencana - 78 - Pemulihan Bencana harus dikaji ulang secara berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. c. Analisis Dampak Bisnis (Business Impact Analysis) Efektifitas dari suatu Rencana Pemulihan Bencana bergantung pada kemampuan manajemen untuk mengidentifikasi tingkat kepentingan (criticality) berbagai proses kerja atau aktivitas yang ada di Bank sebelum Rencana Pemulihan Bencana disusun atau dikaji ulang. Dengan demikian analisis dampak bisnis (business impact analysis) merupakan dasar dari penyusunan keseluruhan Rencana Pemulihan Bencana. Hal-hal yang harus dianalisis dalam analisis dampak bisnis (business impact analysis) meliputi: 1) tingkat kepentingan (criticality) masing-masing proses bisnis dan ketergantungan antar proses bisnis serta skala prioritas yang diperlukan; 2) tingkat ketergantungan terhadap pihak penyedia jasa baik TI maupun non TI; 3) jangka waktu Bank dapat beroperasi tanpa sistem atau fasilitas yang mengalami gangguan dan/atau toleransi jangka waktu pemulihan sistem atau fasilitas tersebut hingga dapat berfungsi kembali; 4) kebutuhan minimal jumlah personel, data, kelengkapan sistem, dan fasilitas yang diperlukan agar bisnis dapat beroperasi (minimum resources requirement); 5) dampak potensial dari kejadian yang bersifat tidak spesifik dan tidak dapat dikontrol terhadap proses bisnis dan pelayanan kepada nasabah; 6) dampak gangguan dan/atau bencana terhadap seluruh satuan kerja dan fungsi bisnis, bukan hanya terhadap data processing; 7) estimasi downtime maksimum yang dapat ditoleransi, tingkat toleransi atas kehilangan data dan terhentinya proses bisnis, dan dampak downtime terhadap kerugian finansial; 8) jalur komunikasi yang dibutuhkan untuk berjalannya pemulihan; dan 9) dampak hukum dan pemenuhan ketentuan yang terkait, - 79 - seperti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerahasiaan data nasabah. Dalam melakukan analisis dampak bisnis (business impact analysis), baik satuan kerja TI maupun masing-masing unit bisnis perlu memperhatikan bahwa Rencana Pemulihan Bencana yang akan disusun bukan hanya untuk total disaster, melainkan juga untuk berbagai situasi bencana dan gangguan mulai dari yang bersifat minor, major sampai dengan catastrophic. Dampak yang harus diperhatikan bukan hanya yang dapat diukur dengan jelas (tangible impact) seperti penalti akibat keterlambatan pembayaran bunga atau biaya lembur pegawai, melainkan juga yang tidak dapat diukur secara jelas (intangible impact) seperti kesulitan nasabah memperoleh pelayanan. d. Risk Assessment Risk Assessment yang terdiri dari identifikasi dan pengukuran risiko merupakan tahap kedua yang harus dilalui dalam penyusunan Rencana Pemulihan Bencana. Proses ini diperlukan untuk dapat mengetahui tingkat kemungkinan terjadi gangguan pada kegiatan Bank yang penting (critical) serta dampaknya bagi kelangsungan usaha Bank. Risk assessment paling sedikit mencakup hal-hal: 1) melakukan analisis atas dampak gangguan atau bencana terhadap Bank, nasabah, dan industri keuangan; 2) melakukan gap analysis dengan membandingkan kondisi saat ini dengan langkah atau skenario yang seharusnya diterapkan; dan 3) membuat peringkat potensi gangguan bisnis berdasarkan tingkat kerusakan (severity) dan kemungkinan terjadinya (likelihood). e. Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana dilakukan setelah proses analisis dampak bisnis (business impact analysis) dan risk assessment. Adapun tujuan dan sasaran dari penyusunan Rencana Pemulihan Bencana antara lain: 1) mengamankan aset penting Bank; 2) meminimalisasi risiko akibat bencana misalnya dengan - 80 - membatasi kerugian finansial, risiko hukum, dan risiko reputasi; 3) memastikan operasional Bank tetap berjalan; 4) meyakini ketersediaan layanan yang berkesinambungan kepada nasabah; dan 5) mempersiapkan alternatif lain agar fungsi bisnis yang kritikal tetap dapat berjalan untuk menjaga kelangsungan operasi Bank. Rencana Pemulihan Bencana terdiri dari kebijakan, strategi, dan prosedur yang diperlukan untuk dapat memastikan kelangsungan proses bisnis pada saat terjadinya gangguan atau bencana. Rencana Pemulihan Bencana harus memuat beberapa alternatif strategi yang dapat diambil Bank untuk mengatasi masing-masing jenis dan ukuran gangguan atau bencana. Strategi pemulihan tersebut disesuaikan dengan hasil analisis dampak bisnis (business impact analysis), analisis risiko, sumber daya yang dimiliki, serta kapasitas dan tingkat teknologi Bank. Setiap strategi yang dipilih hendaknya disertai analisis atau alasan yang melatarberlakangi dan harus didukung dengan sistem dan prosedur yang sesuai. 6.2.2. Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana a. Jenis Prosedur Rencana Pemulihan Bencana Adapun jenis prosedur dalam Rencana Pemulihan Bencana antara lain mencakup: 1) prosedur tanggap darurat (emergency response - immediate steps) untuk mengendalikan krisis pada saat terjadi gangguan dan/atau bencana, membatasi dampak kerugian, serta menentukan perlu tidaknya mendeklarasikan keadaan gangguan dan/atau bencana; 2) prosedur pemulihan sistem yang memungkinkan kegiatan operasional Bank dapat kembali ke kondisi normal; dan 3) prosedur sinkronisasi data yang digunakan untuk memastikan kesamaan antara data mesin produksi dengan data yang ada di backup site serta untuk memastikan semua data hasil pemrosesan bisnis selama masa pemulihan telah masuk ke dalam sistem. - 81 - b. Komponen Prosedur Rencana Pemulihan Bencana Setiap prosedur Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit mencakup komponen sebagai berikut: 1) personel Rencana Pemulihan Bencana harus secara jelas mengemukakan komposisi, wewenang, dan tanggung jawab tim pelaksana pemulihan sistem dan memiliki alur komunikasi yang terintegrasi; dan 2) teknologi Prosedur yang disusun harus memperhatikan komponen teknologi yang dimiliki Bank seperti perangkat keras, perangkat lunak, fasilitas komunikasi, sampai dengan peralatan pemrosesan kegiatan operasional di masing- masing fungsi bisnis. Selain itu hal-hal yang berkaitan dengan data files dan vital records juga perlu diperhatikan seperti keberadaan Pusat Pemulihan Bencana dan dokumentasi sistem dan rekam cadang (backup) data. c. Pusat Pemulihan Bencana Bank harus memastikan ketersediaan Pusat Pemulihan Bencana sebagai rekam cadang (backup) Pusat Data yang dapat dioperasikan apabila Pusat Data tidak dapat beroperasi akibat gangguan dan/atau bencana. Sesuai dengan alternatif strategi yang dipilih Bank, Pusat Pemulihan Bencana dapat dikelola sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa TI. Dalam penyelenggaraan Pusat Pemulihan Bencana, Bank harus memperhatikan hal-hal: 1) Pusat Pemulihan Bencana hendaknya ditempatkan pada lokasi yang terpisah dari lokasi Pusat Data, dengan memperhatikan faktor geografis: a) jangkauan geografis atas suatu gangguan atau bencana dan dampaknya terhadap kota atau wilayah tempat lokasi Pusat Pemulihan Bencana berada; dan b) analisis risiko yang berkaitan dengan lokasi Pusat Pemulihan Bencana (seperti tidak berlokasi di wilayah rawan gempa, banjir, atau petir) dan terhubung dengan infrastruktur komunikasi dan listrik yang - 82 - berbeda dengan Pusat Data, serta fasilitas lain yang diperlukan untuk tetap berjalannya suatu sistem; 2) kondisi rentannya lokasi Pusat Pemulihan Bencana yang dipilih dengan kemungkinan huru-hara dan kerusuhan; 3) Pusat Pemulihan Bencana harus memiliki pasokan listrik dan sarana telekomunikasi yang dapat menjamin beroperasinya Pusat Pemulihan Bencana; 4) sistem di Pusat Pemulihan Bencana harus kompatibel dengan sistem yang digunakan pada Pusat Data dan harus disesuaikan jika terjadi perubahan pada Pusat Data; 5) Pusat Pemulihan Bencana merupakan restricted area; dan 6) waktu tempuh untuk terjaminnya proses pemulihan pada Pusat Pemulihan Bencana. d. Rekam Cadang (Backup) Dokumentasi, Sistem, dan Data Bank harus meyakini ketersediaan rekam cadang (backup) yang efektif dari informasi bisnis yang penting, perangkat lunak, dan dokumentasi terkait sistem dan pengguna untuk setiap proses fungsi bisnis yang penting (critical). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rekam cadang (backup) dokumentasi, sistem, dan data antara lain: 1) rekam cadang (backup) dimaksud harus disimpan di lokasi lain dari Pusat Data (off site). Setiap perubahan dan modifikasi harus didokumentasikan dan salinannya juga harus diperbaharui; 2) media rekam cadang (backup) harus disimpan di lingkungan yang aman di lokasi off site dengan standar sistem pengamanan yang memadai; 3) full system backup harus dilakukan secara berkala. Jika terjadi perubahan sistem yang mendasar maka full system backup harus dilakukan sesegera mungkin; 4) seluruh media rekam cadang (backup) menggunakan standar penamaan (labeling) untuk dapat mengidentifikasi penggunaan, tanggal, dan jadwal retensi; 5) media rekam cadang (backup) harus diuji secara berkala untuk meyakini agar dapat digunakan pada saat diperlukan (keadaan emergency); dan - 83 - 6) Bank harus memiliki prosedur untuk pemusnahan (disposal) media rekam cadang (backup). e. Fasilitas Komunikasi Bank harus memastikan bahwa alternatif jalur komunikasi yang terdapat di wilayah operasional Bank dapat digunakan pada saat gangguan dan/atau bencana, baik di lingkungan intern maupun dengan pihak ekstern Bank. 6.3. Pengujian Rencana Pemulihan Bencana Pengujian Rencana Pemulihan Bencana diperlukan untuk meyakini bahwa Rencana Pemulihan Bencana dapat diimplementasikan dengan baik pada saat terjadi gangguan dan/atau bencana. Uji coba dilakukan atas Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk seluruh sistem atau aplikasi kritikal sesuai hasil analisis dampak bisnis (business impact analysis) dan mewakili seluruh infrastruktur yang kritikal serta melibatkan pengguna TI. Jika Bank menggunakan pihak penyedia jasa TI dalam kegiatan operasionalnya maka pengujian yang dilakukan juga perlu melibatkan pihak ekstern tersebut. Dalam hal Bank melakukan perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem, aplikasi, atau infrastruktur TI Bank (misalnya perubahan pada core banking system) maka harus dilakukan pengujian Rencana Pemulihan Bencana paling lama 6 (enam) bulan setelah perubahan sistem dimaksud diimplementasikan. 6.3.1. Ruang Lingkup Pengujian Rencana Pemulihan Bencana Manajemen harus secara jelas menentukan fungsi, sistem, dan proses yang akan diuji. Hal-hal yang perlu diuji antara lain meliputi efektivitas dari: a. prosedur penetapan kondisi gangguan dan/atau bencana; b. prosedur pemulihan atas data penting (critical); dan c. pengembalian kegiatan operasional Bank dan Pusat Data ke lokasi unit bisnis dan Pusat Data semula. Pengujian yang dilakukan harus didokumentasikan secara tertib dan dievaluasi untuk meyakini efektivitas dan keberhasilan pengujian. Dalam hal pada saat pengujian terdapat kelemahan maka Rencana Pemulihan Bencana tersebut perlu disempurnakan. - 84 - 6.3.2. Skenario Pengujian (Test Plan) Rencana Pemulihan Bencana Bank harus memiliki skenario pengujian untuk setiap uji coba yang akan dilakukan dan skenario tersebut harus dikaji kecukupannya. Pelaksanaan skenario tersebut tidak boleh mengganggu kegiatan operasional Bank. Hasil uji coba diharapkan dapat mendeteksi adanya kelemahan dari prosedur yang ada dalam rangka perbaikan Rencana Pemulihan Bencana. Dalam hal ini, Bank perlu memvalidasi asumsi yang digunakan dalam skenario pengujian, antara lain mengenai: a. kritikalitas fungsi proses bisnis atau sistem yang diuji; b. volume transaksi; dan c. 6.3.3. strategi Rencana Pemulihan Bencana yang dipilih Bank. Analisis dan Laporan Hasil Pengujian Rencana Pemulihan Bencana Hasil pengujian dan analisis dari setiap permasalahan yang ditemukan pada saat pengujian harus dilaporkan kepada Direksi. Hal yang dilaporkan antara lain meliputi: a. penilaian ketercapaian tujuan pengujian; b. penilaian atas validitas pengujian pemrosesan data; c. tindakan korektif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi; d. deskripsi mengenai kesenjangan antara Rencana Pemulihan Bencana dan hasil pengujian serta usulan perubahannya; dan e. rekomendasi untuk pengujian selanjutnya. Dalam hal hasil uji coba mengalami kegagalan maka Bank harus mengkaji penyebab kegagalan atau permasalahan yang terjadi dan melakukan pengujian ulang. 6.4. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana dan Audit Intern 6.4.1. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana Bank harus memastikan bahwa Rencana Pemulihan Bencana dapat digunakan setiap saat antara lain dengan menyimpan salinan dokumen Rencana Pemulihan Bencana di lokasi alternatif (alternate site), meningkatkan pemahaman semua pihak di Bank maupun di penyedia jasa TI atas pentingnya Rencana Pemulihan Bencana dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana. - 85 - Di samping itu, setiap satuan kerja secara berkala harus melakukan self assessment kesesuaian analisis dampak bisnis (business impact analysis) dengan perubahan yang terjadi dalam kegiatan operasional baik yang diselenggarakan sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa TI. Bank harus melakukan pengkinian Rencana Pemulihan Bencana untuk meyakinkan kesesuaiannya dengan kondisi ekstern maupun intern. Dalam melakukan pengkinian, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain perubahan yang ada dalam proses bisnis, sistem, perangkat lunak, perangkat keras, operating system, personel atau key staff, dan service providers. Perubahan tersebut harus dianalisis pengaruhnya terhadap Rencana Pemulihan Bencana yang ada pada saat ini dan menentukan perbaikan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi perubahan tersebut dalam Rencana Pemulihan Bencana terbaru. Selanjutnya, Rencana Pemulihan Bencana hasil revisi tersebut harus didokumentasikan dan didistribusikan kepada satuan kerja TI. 6.4.2. Audit Intern Auditor Intern harus melakukan pemeriksaan terhadap: a. kesesuaian Rencana Pemulihan Bencana dengan kebijakan manajemen risiko Bank; b. Rencana Pemulihan Bencana mencakup kegiatan kritikal berdasarkan analisis dampak bisnis (business impact analysis) yang telah dilakukan oleh Bank; c. kecukupan Rencana Pemulihan Bencana untuk mengendalikan dan memitigasi risiko yang telah ditetapkan dalam risk assessment; d. kecukupan prosedur pengujian Rencana Pemulihan Bencana; e. f. efektifitas pelaksanaan pengujian Rencana Pemulihan Bencana; dan keterkinian Rencana Pemulihan Bencana sesuai perkembangan kegiatan operasional Bank dan hasil pengujian terakhir. Auditor intern harus mengomunikasikan hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada Direksi. Direksi hendaknya melakukan kaji ulang atas laporan hasil audit tersebut dan merencanakan penyempurnaan atau perbaikan. - 86 - BAB VII LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK 7.1. Pendahuluan Perkembangan pesat TI mendukung Bank untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah secara aman, nyaman, dan efektif, diantaranya untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik atau dikenal dengan Layanan Perbankan Elektronik. Contoh Layanan Perbankan Elektronik antara lain Automated Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM), phone banking, Short Message Services (SMS) banking, Electronic Data Capture (EDC), Point of Sales (POS), internet banking, dan mobile banking. Penggunaan Layanan Perbankan Elektronik berpotensi meningkatkan risiko antara lain risiko operasional, risiko hukum, dan risiko reputasi. Oleh karena itu, penyediaan Layanan Perbankan Elektronik harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, prinsip pengamanan, dan perlindungan nasabah yang memadai serta searah dengan strategi bisnis Bank. 7.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Layanan Perbankan Elektronik Sesuai Pasal 28 POJK MRTI, permohonan persetujuan Layanan Perbankan Elektronik yang diajukan oleh Bank wajib dilengkapi bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik, antara lain kebijakan, sistem, prosedur, dan kewenangan dalam penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut. a. Kebijakan, sistem, dan prosedur secara tertulis untuk setiap Layanan Perbankan Elektronik yang diterbitkan paling sedikit memuat: 1) kebijakan dan prosedur tertulis (standard operating procedures) produk dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik; 2) tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan produk dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik; 3) sistem informasi akuntansi produk dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik termasuk keterkaitan dengan sistem - 87 - informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan 4) prosedur identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian berbagai risiko yang melekat pada produk dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik. b. Setiap kebijakan, sistem, dan prosedur tertulis dimaksud harus memenuhi prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi Layanan Perbankan Elektronik, yaitu: 1) prinsip kerahasiaan (confidentiality) Bank memastikan bahwa metode dan prosedur yang digunakan dapat melindungi kerahasiaan data nasabah; 2) prinsip integritas (integrity) Bank memastikan bahwa metode dan prosedur yang digunakan mampu menjamin data yang digunakan akurat, andal, konsisten, dan terbukti kebenarannya sehingga terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan data; 3) prinsip ketersediaan (availability) Bank memastikan ketersediaan layanan dan Sistem Elektronik yang digunakan untuk menghasilkan data nasabah secara berkesinambungan; 4) prinsip keaslian (authentication) Bank harus dapat menguji keaslian identitas nasabah untuk memastikan informasi yang disampaikan dan/atau transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang berhak; 5) prinsip tidak dapat diingkari (non repudiation) Bank harus menyusun, menetapkan, dan melaksanakan prosedur yang dapat memastikan bahwa transaksi yang telah dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat dipertanggungjawabkan; 6) prinsip pengendalian otorisasi dalam sistem, Pangkalan Data (Database), dan aplikasi (authorization of control) Bank memastikan antara lain: a) adanya pengendalian terhadap hak akses dan otorisasi yang tepat terhadap sistem, Pangkalan Data (Database) dan aplikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan TI; dan - 88 - b) seluruh informasi dan data penyelenggaraan TI yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang telah memiliki otorisasi serta harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang; 7) prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties) Bank memastikan terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab terkait sistem, Pangkalan Data (Database) dan aplikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan TI untuk terlaksananya fungsi check and balance, misalnya terdapat pemisahan tugas antara pihak yang menginisiasi atau meng-input data dengan pihak yang bertanggung jawab untuk memverifikasi dan/atau mengotorisasi kebenaran data tersebut; dan 8) prinsip pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit trails) Bank memastikan ketersediaan dan pemeliharaan log transaksi sesuai dengan kebijakan retensi data dan ketentuan peraturan perundang-undangan, agar terdapat jejak audit yang jelas untuk membantu pembuktian, penyelesaian perselisihan, dan pendeteksian usaha penyusupan pada Sistem Elektronik. Bank harus menganalisis dan mengevaluasi fungsi jejak audit secara berkala. Dalam menetapkan pengendalian pengamanan pada Layanan Perbankan Elektronik, Bank selain harus memperhatikan pengamanan layanan terhadap nasabah juga memperhatikan pengamanan serta hak dan kewajiban pihak lain yang terkait dan/atau yang bekerja sama dengan Bank dalam menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik, khususnya terkait pengelolaan, penggunaan, dan penyimpanan data nasabah Layanan Perbankan Elektronik. 7.3. 7.3.1. Manajemen Risiko Layanan Perbankan Elektronik Pengukuran Risiko Terkait Layanan Perbankan Elektronik Pengukuran dilakukan terhadap potensi kerugian yang terjadi (loss - 89 - event) pada setiap jenis Layanan Perbankan Elektronik. Untuk dapat memantau besar dan kecenderungan risiko dari setiap jenis Layanan Perbankan Elektronik maka Bank harus membuat Pangkalan Data (Database) yang berisi data historis kerugian (loss event database) setiap jenis Layanan Perbankan Elektronik. Jenis risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik adalah sebagai berikut. a. Risiko umum, antara lain: 1) risiko operasional yaitu risiko yang timbul atau berasal dari fraud, kesalahan dalam proses, gangguan sistem atau kegiatan tidak terduga yang menyebabkan ketidakmampuan Bank untuk menyediakan produk atau layanan serta menimbulkan kerugian bagi Bank maupun nasabah. Risiko operasional juga dapat mencakup risiko terkait transaksi yang merupakan risiko yang dapat timbul dari kurang memadainya pelaksanaan prinsip pengendalian pengamanan; 2) risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila Bank memberikan kredit melalui media elektronik misalnya produk kartu kredit; 3) risiko hukum dan kepatuhan yang timbul dari: a) ketidakpatuhan terhadap hukum dan/atau peraturan dari otoritas pengawas; b) perbedaan dengan hukum di negara lain dalam hal cross border transaction; c) ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerahasiaan data nasabah dan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai transparansi informasi produk; dan d) keterbatasan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagai dasar hukum transaksi Layanan Perbankan Elektronik; 4) risiko stratejik merupakan risiko yang dapat timbul dari; a) ketidaksesuaian dengan tujuan atau rencana bisnis Bank; b) perencanaan investasi pada Layanan Perbankan Elektronik yang kurang memadai dapat menyebabkan - 90 - tidak optimalnya return on investment yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan; dan c) pengelolaan hubungan (relationship management) dengan pihak penyedia jasa TI yang kurang optimal; 5) risiko reputasi yaitu risiko yang timbul dari kemungkinan menurunnya atau hilangnya kepercayaan nasabah karena service level delivery kepada nasabah tidak terjaga seperti kelambatan atau tidak tersedianya Layanan Perbankan Elektronik, kelambatan respon atas komplain nasabah, ketidakamanan sistem, dan adanya gangguan pada sistem; 6) risiko pasar yaitu risiko yang timbul dalam hal Bank membuat produk yang memiliki fitur yang memungkinkan eksekusi transaksi yang terpapar perubahan tingkat bunga, perubahan nilai tukar misalnya pada layanan transfer di internet banking dari rekening rupiah milik nasabah ke rekening valas tujuan di luar negeri; dan 7) risiko likuiditas yaitu risiko yang timbul dalam hal Bank tidak membatasi jumlah yang dapat ditransfer oleh nasabah korporasi melalui internet banking. b. Risiko spesifik, antara lain: 1) risiko operasional yang mungkin timbul dari transaksi Layanan Perbankan Elektronik diantaranya adalah kecurangan, penyadapan, kesalahan, kerusakan, atau tidak berfungsinya sistem; 2) risiko yang mungkin timbul dari transaksi Layanan Perbankan Elektronik lintas negara antara lain risiko hukum mengingat transaksi melewati batas wilayah hukum yang berbeda. Risiko ini timbul karena terdapat perbedaan ketentuan peraturan perundang-perundangan di antara kedua wilayah hukum, seperti perlindungan konsumen, kerahasiaan Bank dan data pribadi nasabah, persyaratan pelaporan, dan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; 3) risiko dalam penyelenggaraan internet banking meliputi: a) nasabah memperoleh informasi yang salah atau tidak akurat melalui internet; - 91 - b) pencurian data finansial dari Pangkalan Data (Database) Bank melalui communicative internet banking yang tidak terisolasi; c) terdapat ancaman atau serangan misalnya defacing, cybersquating, denial of service, pemutusan jaringan (network interception), man-in-the middle-attack, dan virus; d) e) terjadi pencurian identitas (identity theft) misalnya phising, key logger, spoofing, dan cybersquating; dan terjadi transaksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang (unauthorized transaction) atau terjadi fraud; 4) ancaman keamanan pada produk yang menggunakan teknologi wireless misalnya mobile banking antara lain penyadapan komunikasi akibat belum semua transaksi melalui mobile banking dienkripsi, denial of service attack, virus, worm, trojan, dan penggandaan sim card; dan 5) ancaman keamanan pada produk phone banking yang rentan terhadap penyadapan. 7.3.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik Dalam rangka pengendalian risiko, Bank harus melakukan mitigasi atas risiko umum dan risiko spesifik yang mungkin terjadi dalam Layanan Perbankan Elektronik dengan memperhatikan prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi Layanan Perbankan Elektronik, antara lain dengan: a. melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (authentication) identitas dan kewenangan (authorization) nasabah yang melakukan transaksi melalui Layanan Perbankan Elektronik; b. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk memastikan bahwa Bank mampu menguji keaslian identitas dan kewenangan nasabah; c. menggunakan berbagai metode untuk menguji keaslian yang didasarkan atas penilaian manajemen risiko Layanan Perbankan Elektronik, sensitivitas, dan nilai data yang disimpan. Dalam menggunakan metode pengujian keaslian, informational and - 92 - Bank memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) menerapkan kombinasi paling sedikit 2 (dua) faktor otentikasi (two factor authentication) yaitu “what you know” (seperti PIN atau password), “what you have” (seperti identitas elektronik, kartu magnetis dengan chip, token, atau digital signature), dan/atau “something you are” (antara lain biometric seperti retina atau sidik jari); 2) persyaratan jumlah karakter minimum PIN. Khusus untuk PIN yang digunakan dalam alat pembayaran dengan menggunakan kartu, mobile banking, dan internet banking, panjang PIN harus paling sedikit terdiri dari 6 (enam) digit karakter; 3) adanya batasan maksimum kesalahan memasukkan PIN untuk menghambat upaya akses secara tidak sah; 4) Bank harus memastikan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan metode pengujian keaslian yang meliputi: a) pembuatan, validasi, dan enkripsi PIN dan metode pengujian keaslian lainnya harus menggunakan metode yang diyakini keamanannya. Khusus untuk metode enkripsi yang digunakan pada alat pembayaran menggunakan kartu, metode enkripsi PIN harus paling sedikit menggunakan metode triple Data Encryption Standard (triple DES) berdasarkan standar kartu dan/atau chip yang memenuhi standar; b) Pangkalan Data (Database) pengujian keaslian yang menyediakan akses kepada rekening nasabah pada Layanan Perbankan Elektronik dilindungi dari gangguan dan perusakan; c) setiap penambahan, penghapusan, atau perubahan Pangkalan Data (Database) dan pengujian keaslian telah diotorisasi dengan tepat oleh pihak yang berwenang; d) khusus untuk Layanan Perbankan Elektronik dengan menggunakan kartu, fungsi pembuatan dan pengiriman PIN harus terpisah dari fungsi pembuatan dan pengiriman kartu; - 93 - e) khusus untuk Layanan Perbankan Elektronik dengan menggunakan kartu, fungsionalitas dan keamanan kartu harus diuji menggunakan standar kartu dan chip yang memenuhi standar; f) terdapat sarana pengendalian yang tepat terhadap sistem Layanan Perbankan Elektronik sehingga pihak ketiga yang tidak dikenal tidak dapat menggantikan nasabah yang telah dikenal; dan g) terdapat kebijakan yang menyatakan bahwa jika terdapat indikasi telah terjadi pencurian data yang terkait dengan aspek otentikasi nasabah maka Bank harus melakukan penggantian data otentikasi nasabah dimaksud secepatnya; 5) Bank harus menyusun dan menetapkan prosedur untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) sehingga transaksi dapat dipertanggungjawabkan, yang meliputi antara lain: a) sistem Layanan Perbankan Elektronik telah dirancang untuk menghilangkan kemungkinan dilakukannya transaksi secara tidak sengaja oleh para pengguna yang berhak; b) seluruh pihak yang melakukan transaksi telah diuji keasliannya; c) data transaksi keuangan dilindungi dari kemungkinan pengubahan dan setiap pengubahan dapat dideteksi. Proses pencatatan transaksi keuangan harus dirancang sebaik mungkin agar dapat mencegah upaya pengubahan tidak sah. Setiap upaya pengubahan yang tidak sah perlu dicatat dan menjadi perhatian manajemen Bank; dan d) penerapan metode untuk menjamin dipenuhinya prinsip tidak dapat diingkari (non repudiation), misalnya digital signature dan Public Key Infrastructure (PKI). Kunci-kunci (keys) yang digunakan untuk keperluan enkripsi harus dipelihara secara aman sehingga tidak ada yang mengetahui kombinasi kunci-kunci tersebut secara utuh; - 94 - d. memastikan terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab terkait penggunaan sistem, Pangkalan Data (Database), dan aplikasi Layanan Perbankan Elektronik. Bank harus memastikan terdapat dual control dan pemisahan tugas untuk memastikan terlaksananya fungsi check and balance. Bank perlu memastikan terdapat pemisahan tugas antara pihak yang menginisiasi atau meng-input data dan pihak yang bertanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran data tersebut. Misalnya dalam suatu aplikasi perbankan, setiap penambahan atau perubahan Pangkalan Data (Database) yang dilakukan oleh data entry operator, akan efektif sepanjang disetujui oleh penyelia; e. memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem, Pangkalan Data (Database), dan aplikasi Layanan Perbankan Elektronik. Seluruh arsip dan data Bank yang bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang telah memiliki kewenangan dan otorisasi. Data Bank yang bersifat rahasia harus dipelihara secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang; f. memastikan metode dan prosedur diterapkan untuk melindungi integritas data, catatan, dan informasi terkait transaksi Layanan Perbankan Elektronik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Bank harus menerapkan metode dan teknik yang tepat untuk mengurangi ancaman ekstern seperti serangan virus dan malicious transaction, yang meliputi: a) perangkat lunak – penyediaan virus scanning dan anti virus untuk seluruh entry point dan masing-masing komputer; b) perangkat lunak untuk mendeteksi adanya penyusupan (intrusion detection system); dan c) pengujian penetrasi (penetration testing) terhadap jaringan intern dan ekstern secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; 2) Bank harus melakukan pengujian integritas data transaksi Layanan Perbankan Elektronik; dan - 95 - 3) Bank harus melakukan pengendalian untuk memastikan seluruh transaksi telah dilaksanakan dengan benar; g. memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi Layanan Perbankan Elektronik, yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Bank harus memelihara log transaksi berdasarkan kebijakan retensi data Bank sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan guna tersedianya jejak audit yang jelas serta membantu penyelesaian perselisihan. Data transaksi yang diperlukan mencakup paling sedikit data nasabah, nomor rekening, jenis, waktu, lokasi, dan jumlah transaksi; 2) Bank harus memberikan notifikasi kepada nasabah apabila suatu transaksi telah berhasil dilakukan. Apabila terdapat transaksi yang ditolak maka perlu didokumentasikan dan terdapat prosedur tindak lanjutnya; dan 3) Bank harus memastikan tersedianya fungsi jejak audit untuk dapat mendeteksi usaha dan/atau terjadinya penyusupan yang harus dikaji ulang atau dievaluasi secara berkala. Apabila sistem pemrosesan dan jejak audit merupakan tanggung jawab pihak ketiga maka proses jejak audit tersebut harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank. Bank harus memiliki kewenangan yang cukup untuk dapat mengakses jejak audit yang dipelihara oleh pihak ketiga tersebut; h. melakukan pendeteksian dan pemantauan atas transaksi yang tidak sah atau tidak wajar misalnya melalui Intrusion Detection System (IDS) dan fraud detection. Selanjutnya Bank harus memiliki prosedur penanganan masalah atau kejahatan yang terdeteksi; i. menerapkan langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Layanan Perbankan Elektronik. Prosedur pengamanan disesuaikan dengan tingkat sensitivitas informasi; j. memiliki standar dan pengendalian atas penggunaan dan perlindungan data apabila pihak penyedia jasa TI memiliki akses terhadap data tersebut; - 96 - k. memiliki Rencana Pemulihan Bencana termasuk contingency plan yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa Layanan Perbankan Elektronik secara berkesinambungan; dan l. mengembangkan rencana penanganan kejadian (incident response plan) yang cepat dan tepat untuk mengelola, mengatasi, dan meminimalisasi dampak suatu insiden, fraud, kegagalan sistem (intern dan ekstern), yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa Layanan Perbankan Elektronik. 7.3.2.1. Pengendalian Risiko untuk Layanan Perbankan Elektronik Tertentu a. Dalam menyediakan Layanan Perbankan Elektronik misalnya pada ATM dan internet banking, Bank juga harus memperhatikan kenyamanan dan kemudahan nasabah menggunakan fasilitas, termasuk efektivitas menu tampilan Layanan Perbankan Elektronik, khususnya dalam melakukan pilihan pesan yang diinginkan nasabah agar tidak terjadi kesalahan dan kerugian dalam transaksi. Dalam rangka meningkatkan pengamanan, Bank dapat menetapkan persyaratan atau melakukan pembatasan transaksi melalui Layanan Perbankan Elektronik untuk menjamin keamanan dan keandalan transaksi, misalnya meminta nasabah melakukan registrasi rekening pihak ketiga yang merupakan tujuan transfer dalam mobile banking atau membatasi nominal jumlah transaksi melalui ATM dan internet banking. b. Dalam penyelenggaraan Layanan Perbankan Elektronik yang menyediakan sarana fisik seperti ATM, Bank harus melakukan pengendalian pengamanan fisik terhadap peralatan dan ruangan yang digunakan terhadap bahaya pencurian, perusakan, dan tindakan kejahatan lainnya oleh pihak yang tidak berwenang. Bank harus melakukan pemantauan secara rutin untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi nasabah pengguna Layanan Perbankan Elektronik. c. Bank harus memastikan terdapatnya pengamanan atas aspek transmisi data antara terminal Electronic Fund Transfer (EFT) dengan host computer, terhadap risiko kesalahan transmisi, - 97 - gangguan jaringan, akses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan lain-lain. Pengamanan mencakup pengendalian terhadap peralatan yang digunakan, pemantauan terhadap akses perangkat lunak Controller (Host-Front End), pemantauan kualitas dan akurasi kinerja perangkat jaringan serta saluran transmisi. d. Point of Sales (POS) atau Electronic Data Capture (EDC) memungkinkan transfer dana secara elektronik dari rekening nasabah kepada rekening acquirer atau merchant untuk pembayaran suatu transaksi. Transaksi dilakukan melalui POS Terminal yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau pasar swalayan umumnya menggunakan suatu alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Penyediaan POS dapat dilakukan sendiri oleh Bank penerbit maupun oleh financial acquirer, technical acquirer, dan perusahaan switching. Pihak penyedia POS Terminal harus selalu melakukan peningkatan pengamanan fisik di sekitar lokasi POS Terminal dan terhadap POS Terminal, antara lain dengan menggunakan POS Terminal yang dapat meminimalisasi kemungkinan adanya penyadapan baik di POS Terminal sendiri maupun dalam jaringan komunikasi. e. Bagi Bank yang menyediakan jasa mobile banking maka Bank harus memastikan keamanan transaksi antara lain: 1) menggunakan suatu SIM Toolkit dengan fitur enkripsi end- to-end dari handphone hingga server mobile banking, untuk melindungi pengiriman data pada mobile banking; dan 2) melakukan mutual authentication yaitu pihak Bank dan nasabah dapat melakukan proses otentifikasi dengan digital certificate atau personal authentication message yaitu untuk membantu nasabah memastikan bahwa pihak yang bertransaksi dengan nasabah adalah pihak yang benar. f. Dalam penyediaan jasa TI layanan phone banking, Bank harus memastikan keamanan transaksi diantaranya melalui hal-hal: 1) layanan tidak digunakan untuk transaksi dengan nilai maupun risiko yang tinggi; - 98 - 2) semua percakapan melalui Interactive Voice Response (IVR) direkam termasuk nomor telepon nasabah, detil transaksi, dan lain-lain; 3) layanan menggunakan metode otentifikasi yang andal dan aman; dan 4) penggunaan metode otentifikasi nasabah seperti PIN dan password untuk transaksi finansial. 7.3.2.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik Lintas Negara Dalam menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik lintas negara (cross border), Bank antara lain perlu memperhatikan: a. pembangunan program manajemen risiko yang efektif untuk aktivitas Layanan Perbankan Elektronik lintas negara (cross border). Sebelum Bank mengenalkan produk dan jasa Layanan Perbankan Elektronik lintas negara (cross border), manajemen Bank sebaiknya melakukan penilaian risiko dan due diligence yang tepat guna menjamin bahwa Bank secara tepat mengelola risiko-risiko yang ada. Selain memperhatikan aspek hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, Bank perlu memperhatikan aspek hukum dan peraturan di negara tempat Bank akan menawarkan jasa Layanan Perbankan Elektronik lintas negara (cross border); dan b. adanya pengungkapan yang cukup pada website atau informasi lainnya yang memungkinkan calon nasabah mengetahui identitas Bank, home country, otoritas pengawas Bank, dan izin yang diperoleh Bank, sebelum melakukan hubungan bisnis dengan Bank. 7.3.2.3. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik yang Diselenggarakan oleh Pihak Penyedia Jasa TI Dalam hal sistem penyelenggaraan Layanan Perbankan Elektronik dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI misalnya perusahaan switching dan Internet Service Provider (ISP), Bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due diligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola hubungan Bank dengan pihak penyedia jasa TI tersebut. Untuk itu Bank harus membuat suatu perjanjian tertulis dengan pihak - 99 - penyedia jasa TI terkait Layanan Perbankan Elektronik yang secara rinci mengatur hak dan kewajiban, aspek pengamanan, dan melakukan pemantauan kinerja pihak penyedia jasa TI sesuai SLA. 7.4. Rencana Penerbitan Layanan Perbankan Elektronik Baru Yang dimaksud dengan “produk Layanan Perbankan Elektronik baru” adalah produk baru yang karakteristiknya berbeda dengan produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank, seperti internet banking dan mobile banking untuk nasabah penyimpan. Dengan demikian jika Bank hanya menambah jenis layanan pada produk Layanan Perbankan Elektronik yang telah ada dan penambahan risikonya tidak signifikan, misalnya penambahan fasilitas pembayaran melalui Layanan Perbankan Elektronik yang semula hanya melayani pembayaran kartu kredit menjadi pembayaran listrik atau telepon maka penambahan layanan pembayaran tersebut tidak tergolong produk baru sehingga tidak perlu dilaporkan. Namun jika Bank menambah layanan misalnya yang semula hanya menangani transaksi rupiah kemudian menambah layanan berupa transaksi valuta asing maka Bank harus melaporkan produk baru tersebut karena berdasarkan analisis risiko, transaksi tersebut dapat meningkatkan risiko pasar, risiko hukum, dan risiko lainnya. Dalam hal TI yang digunakan dalam menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI maka berlaku pula ketentuan penggunaan pihak penyedia jasa TI. 7.5. Permohonan Persetujuan terkait Layanan Perbankan Elektronik Permohonan persetujuan penerbitan Layanan Perbankan Elektronik tidak berlaku untuk produk Layanan Perbankan Elektronik yang diatur secara khusus dalam ketentuan mengenai persyaratan persetujuan produk tersebut. Selain bukti kesiapan dan dokumen pendukung untuk menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 28 POJK MRTI, Bank juga wajib melengkapi permohonan persetujuan Layanan Perbankan Elektronik dengan hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun yang akan datang, paling sedikit memuat: - 100 - a. potensi pasar yang ada; b. segmen pasar yang akan dituju; c. analisis persaingan usaha; d. target nasabah yang ingin dicapai; e. rencana kerja sama dengan pihak lain; dan f. target pendapatan yang akan dicapai. 7.6. 7.6.1. Realisasi Layanan Perbankan Elektronik Pemeriksaan oleh Pihak Independen Laporan realisasi Layanan Perbankan Elektronik harus dilengkapi dengan kajian pascaimplementasi (postimplementation review) oleh pihak independen. Pihak independen adalah pihak yang tidak terlibat dalam perancangan dan pengembangan sistem aplikasi, serta pengambilan keputusan untuk implementasi. Hasil pemeriksaan oleh pihak independen ditujukan untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem TI terkait produk tersebut serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau best practices yang memenuhi standar internasional seperti ISO, IEC, COBIT, dan ITIL. Hasil pemeriksaan dari pihak independen di luar Bank seperti kantor akuntan publik atau perusahaan konsultan di bidang information technology security diperlukan untuk produk Layanan Perbankan Elektronik yang baru pertama kali diterbitkan oleh Bank seperti internet banking yang bersifat transaksional dan SMS banking yang bersifat transaksional. Sedangkan untuk penambahan fitur produk Layanan Perbankan Elektronik yang telah ada di Bank, yang dapat menambah atau meningkatkan eksposur risiko Bank, dapat menggunakan pihak intern untuk melakukan kaji ulang independen (independent review). Contoh: a. penambahan fitur transaksi pemindahbukuan antar rekening melalui ATM yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh nasabah; b. penambahan fitur transaksi transfer antar Bank melalui ATM yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh nasabah. Bank perlu memastikan bahwa pihak ekstern memiliki kompetensi - 101 - dan pemahaman terhadap produk yang akan dikaji ulang terutama dalam aspek pengamanan TI. Dalam hal Bank menggunakan pihak intern untuk melakukan kaji ulang independen (independent review) maka Bank harus menyampaikan uraian tugas dan tanggung jawab pihak tersebut serta kedudukannya dalam struktur organisasi pada proyek pengembangan Layanan Perbankan Elektronik. 7.6.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pihak Independen Bank harus memastikan bahwa laporan yang disampaikan oleh pihak independen mengenai kesiapan TI Bank untuk kegiatan Layanan Perbankan Elektronik yang direncanakan memuat periode pemeriksaan, ruang lingkup, metode pemeriksaan, temuan, rekomendasi, tanggapan manajemen atas temuan, serta target penyelesaian. Adapun ruang lingkup pemeriksaan meliputi: a. pengawasan aktif manajemen; b. kecukupan kebijakan dan prosedur pengamanan sistem Layanan Perbankan Elektronik untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan, integritas, ketersediaan, dan tidak dapat diingkari dalam setiap transaksi Layanan Perbankan Elektronik; c. kecukupan penerapan dan pemantauan terhadap pengamanan sistem Layanan Perbankan Elektronik yang disiapkan Bank meliputi: 1) penerapan pengamanan sistem, infrastruktur (server, firewall, dan router), serta jaringan sistem Layanan Perbankan Elektronik; 2) pengamanan untuk mendeteksi transaksi yang tidak wajar; 3) terdapat pemeliharaan dan kaji ulang atas jejak audit log transaksi; 4) pengamanan fisik yang memadai atas perangkat komputer dan perangkat komunikasi terkait Layanan Perbankan Elektronik; 5) pengamanan atas jaringan intern Bank sehingga terlindung dari serangan yang berasal dari ekstern; dan 6) pengamanan atas data dan Pangkalan Data (Database) transaksi Layanan Perbankan Elektronik; - 102 - d. penanganan terhadap kondisi tertentu, antara lain fraud; e. Rencana Pemulihan Bencana dan prosedur tanggap darurat (incident response management); f. penggunaan pihak penyedia jasa TI sebagai penyelenggara Layanan Perbankan Elektronik; g. kaji ulang atas analisis risiko produk baru Layanan Perbankan Elektronik yang meliputi paling sedikit risiko stratejik, risiko pengamanan, risiko hukum, dan risiko reputasi; dan h. program edukasi dan perlindungan nasabah termasuk kehati- hatian dalam pembukaan rekening dan dalam melakukan transaksi melalui Layanan Perbankan Elektronik. - 103 - BAB VIII AUDIT INTERN TI 8.1. Pendahuluan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. SPI yang efektif antara lain dapat membantu manajemen Bank dalam menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Dalam penyelenggaraan TI, Bank harus melaksanakan SPI secara efektif terhadap seluruh aspek penggunaan TI. Audit intern TI sebagai salah satu bagian dari SPI diperlukan untuk melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan TI secara independen dan objektif untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola yang baik. Audit TI yang dimaksud antara lain audit terhadap Pusat Data, Pusat Pemulihan Bencana, aplikasi, dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. 8.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Audit TI Sesuai Pasal 18 POJK MRTI, pelaksanaan fungsi audit intern TI memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan mengenai standar pelaksanaan fungsi audit intern. Dalam rangka memastikan pelaksanaan audit intern TI, Bank harus memastikan ketersediaan jejak audit (audit trail) atas seluruh kegiatan penyelenggaraan TI untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian sengketa, verifikasi, pengujian, dan pemeriksaan lain. Bank harus melaksanakan audit intern terhadap seluruh aspek dalam penyelenggaraan dan penggunaan TI sesuai kebutuhan, prioritas, dan hasil analisis risiko TI paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Dalam rangka melaksanakan audit TI, Bank harus memiliki kebijakan, standar, dan prosedur yang meliputi: a. Kebijakan audit TI paling sedikit mencakup: 1) tujuan dan latar belakang perlu dilakukannya audit TI; 2) pernyataan independensi terhadap kegiatan operasional - 104 - dari auditee; 3) tanggung jawab auditor terhadap audit TI yang dilakukan secara independen terhadap auditee, pelaksanaan risk assessment hingga penyelesaian laporan hasil audit; 4) kewenangan auditor dalam melakukan audit TI terhadap akses data, informasi, personel, sistem, dan hal-hal lain yang diperlukan agar audit yang dilakukan dapat berjalan secara efisien dan efektif; 5) tanggung jawab auditee, antara lain system owner, data owner, system administrator, security officer, Chief Information Officer/CIO, terhadap audit TI yang dilakukan, seperti memberikan data, menjalankan rekomendasi, dan perbaikan; 6) batas waktu pemberian data dan tanggapan oleh auditee; 7) pernyataan bahwa setiap aktivitas Bank harus masuk dalam ruang lingkup audit TI Bank; 8) pelanggaran terhadap kebijakan audit TI; dan 9) kaji ulang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun atas fungsi audit TI sebagai bagian dari fungsi audit intern secara keseluruhan oleh pihak independen. b. Bank harus memiliki standar audit TI yang paling sedikit mencakup: 1) Rencana Kerja Audit (Audit Working Plan/AWP); 2) kertas kerja audit termasuk hasil atau temuan audit; 3) Laporan Hasil Audit (LHA); dan 4) pemantauan tindak lanjut hasil audit. c. Bank harus memiliki prosedur audit TI yang paling sedikit mencakup: 1) manajemen; 2) pengembangan dan pengadaan; 3) operasional TI; 4) jaringan komunikasi; 5) pengamanan informasi; 6) Rencana Pemulihan Bencana; 7) Layanan Perbankan Elektronik; 8) penggunaan pihak penyedia jasa TI; - 105 - 9) penyediaan jasa TI oleh Bank; dan 10) aplikasi bisnis seperti core banking system, kartu kredit, treasury, remittance, dan pembiayaan perdagangan (trade finance). Langkah-langkah pemeriksaan disesuaikan dengan masing- masing objek dan cakupan pemeriksaan. 8.3. Proses Audit TI a. Perencanaan Audit TI Bank harus memiliki rencana audit TI yang mencakup frekuensi dan jadwal audit TI. Dalam melakukan penilaian risiko, audit intern TI paling sedikit melakukan beberapa hal sebagai berikut: 1) mengidentifikasi aset TI yang berupa data, aplikasi, sistem operasi, teknologi, fasilitas, dan personel; 2) mengidentifikasi kegiatan dan proses bisnis yang menggunakan TI; dan 3) mengidentifikasi tingkat dampak risiko TI dalam operasional Bank dan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan tingkat risiko. Rencana audit TI harus mendapat persetujuan dari presiden direktur atau direktur utama. b. Pelaksanaan Audit TI 1) Pelaksanaan audit TI bertujuan untuk: a) memastikan kebijakan, standar, dan prosedur penyelenggaraan TI diterapkan secara efektif; b) memastikan efektivitas penerapan manajemen risiko TI; c) memastikan efektivitas standar pengelolaan informasi dan pengamanan penggunaan TI; d) menilai kecukupan kontrol yang diterapkan dalam penyelenggaraan TI; e) memberikan rekomendasi perbaikan untuk mengatasi kekurangan dalam penyelenggaraan TI; dan f) memastikan kepatuhan penyelenggaraan TI terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Dalam melaksanakan rencana tahunan audit TI, rencana - 106 - kerja audit harus disusun untuk setiap penugasan audit, yang paling sedikit mencakup: a) tujuan audit, jadwal, jumlah auditor, anggaran, dan pelaporan; 3) Dalam pelaksanaan b) cakupan audit sesuai hasil penilaian risiko; dan c) pembagian tugas dan tanggung jawab dari auditor. tugas, auditor TI harus memperhatikan aspek kerahasiaan data dan informasi yang diperolehnya. Pelaksanaan audit TI harus menggunakan standar kertas kerja pemeriksaan dan didokumentasikan dengan baik. Auditor TI dapat meminta data atau informasi guna keperluan pelaksanaan tugas baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy termasuk Pangkalan Data (Database) dari aplikasi. 4) Auditor TI harus menjunjung tinggi kode etik (etika) dalam melaksanakan tugas, yaitu sebagai berikut: a) integritas 1) bekerja dengan jujur, tekun, dan bertanggung jawab; 2) taat terhadap peraturan dan membuat pengungkapan yang sesuai dengan peraturan; 3) tidak melakukan kegiatan yang ilegal; dan 4) menghormati dan berperan dalam mendukung tujuan Bank; b) objektif 1) tidak ikut berperan dalam kegiatan yang dapat mempengaruhi objektivitas pelaksanaan tugas audit; 2) tidak menerima apapun yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas audit dan bekerja sesuai keahliannya; dan 3) mengungkapkan fakta sebagaimana yang ditemukan dalam pelaksanaan tugas audit; c) kerahasiaan 1) berhati-hati dalam penggunaan data atau informasi dan melindungi data atau informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas audit; - 107 - dan 2) tidak menggunakan data atau informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi ataupun bertentangan dengan hukum; dan d) kompetensi 1) memiliki pengetahuan yang memadai; 2) melaksanakan tugas audit sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank; dan 3) berusaha terus menerus kemampuan untuk meningkatkan kualitas audit. Pernyataan mengenai etika auditor TI tersebut dapat dituangkan dalam bentuk surat pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh masing-masing personel auditor TI Bank, termasuk mencakup sanksi apabila yang bersangkutan melanggar etika tersebut. c. Pelaporan Sesuai Pasal 30 POJK MRTI, Bank wajib melaporkan hasil audit TI paling lambat 2 (dua) bulan setelah audit selesai dilakukan. LHA TI disusun berdasarkan format standar laporan. Laporan tersebut merupakan sarana bagi manajemen untuk membantu melakukan penilaian kualitas pengendalian TI. LHA TI harus disampaikan kepada satuan kerja yang diperiksa. Disamping itu, laporan tersebut disampaikan secara tepat waktu kepada direktur utama dan Dewan Komisaris atau komite audit dengan tembusan kepada direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Pokok-pokok hasil audit TI disampaikan juga kepada Otoritas Jasa Keuangan. d. Pemantauan Tindak Lanjut Auditee harus memberikan tanggapan terhadap hasil pemeriksaan. Apabila temuan perlu ditindaklanjuti maka auditee harus memberikan komitmen dan target waktu penyelesaiannya. Selanjutnya, auditor TI harus memantau pelaksanaan komitmen auditee atas hasil pemeriksaan secara berkala dan melakukan verifikasi terhadap perbaikan yang sudah dilakukan. Auditor TI harus memelihara dokumentasi atas hasil tindak lanjut tersebut. Laporan tindak lanjut hasil pemeriksaan meningkatkan - 108 - disampaikan kepada direktur utama dan Dewan Komisaris atau komite audit dengan tembusan kepada direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Perubahan atas rencana dan realisasi tindak lanjut, serta target penyelesaian tindak lanjut harus disampaikan kepada auditor TI dan disetujui oleh direktur utama dan Dewan Komisaris atau komite audit dengan tembusan kepada direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. 8.4. Pemenuhan Fungsi Audit Intern TI Dalam hal terdapat keterbatasan kemampuan satuan kerja audit intern, pelaksanaan fungsi audit intern TI dapat dilakukan oleh auditor ekstern. Penggunaan auditor ekstern untuk melaksanakan fungsi audit intern atas TI tidak mengurangi tanggung jawab pimpinan satuan kerja audit intern. Selain itu, penggunaan auditor ekstern harus mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan terkait auditor ekstern dan pelaksanaannya dilakukan sesuai standar dan prosedur audit TI Bank. Pelaksanaan fungsi audit intern TI oleh auditor ekstern tetap memperhatikan aspek kompetensi (antara lain pengetahuan dan pengalaman yang memadai) dan independensi serta didasari dengan suatu perjanjian kerja sama. Disamping itu, Bank secara berkala melakukan kaji ulang terhadap fungsi audit intern TI oleh pihak ekstern yang independen agar pelaksanaan fungsi audit TI dapat berjalan efektif. - 109 - BAB IX PENGGUNAAN PIHAK PENYEDIA JASA TI 9.1 Pendahuluan Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan strategis, Bank dimungkinkan menggunakan pihak penyedia jasa TI. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 POJK MRTI yang mengatur bahwa penyelenggaraan TI dapat dilakukan oleh Bank sendiri dan/atau pihak penyedia jasa TI. Yang dimaksud dengan menggunakan pihak penyedia jasa TI adalah penggunaan jasa pihak lain dalam menyelenggarakan kegiatan TI yang dapat menyebabkan Bank memiliki ketergantungan terhadap jasa yang diberikan secara berkesinambungan atau dalam periode tertentu. Penggunaan pihak penyedia jasa TI dapat mempengaruhi risiko Bank antara lain risiko operasional, kepatuhan, hukum, dan reputasi. Risiko-risiko ini dapat timbul antara lain karena adanya kegagalan penyedia jasa TI dalam menyediakan jasa, pelanggaran hukum, atau ketidakmampuan untuk mematuhi hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk mengawasi semua aktivitas penyelenggaraan TI yang dilakukan sendiri oleh Bank atau pihak penyedia jasa TI. Untuk itu, pemeriksaan dan pengawasan Bank tidak boleh terhambat dengan adanya pengalihan fungsi-fungsi operasional Bank kepada pihak penyedia jasa TI. 9.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI Dalam hal penyelenggaraan TI Bank dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI, Bank harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 POJK MRTI, serta memiliki kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan penyedia jasa TI. 9.2.1. Kebijakan Penggunaan Penyedia Jasa TI Bank harus memiliki kebijakan mengenai penyelenggaraan TI kepada pihak lain yang paling sedikit mengatur mengenai: a. Prinsip-prinsip penggunaan penyedia jasa TI 1) Bank tetap bertanggung jawab terhadap layanan TI yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI; 2) penggunaan penyedia jasa TI tidak menghambat proses pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan; 3) keputusan penggunaan penyedia jasa TI harus sejalan - 110 - dengan rencana strategis TI Bank; 4) setiap penggunaan penyedia jasa TI harus dituangkan dalam perjanjian tertulis; 5) penggunaan penyedia jasa TI harus memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan Bank; dan 6) penggunaan penyedia jasa TI harus didasarkan pada hubungan kerja sama secara wajar (arm’s length principle), dalam hal pihak penyedia jasa TI merupakan pihak terkait dengan Bank. b. Pernyataan kebijakan dari manajemen Keputusan penggunaan penyedia jasa TI pada dasarnya harus mempertimbangkan faktor efisiensi dan risiko. Oleh karena itu, penggunaan penyedia jasa TI harus memenuhi prinsip-prinsip penggunaan penyedia jasa TI sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Disamping itu, dalam: 1) penggunaan penyedia jasa TI harus mendapat persetujuan manajemen; 2) pemilihan penyedia jasa TI harus melalui proses uji tuntas; 3) pemilihan penyedia jasa TI untuk layanan TI harus melalui proses seleksi dari beberapa penyedia jasa; dan 4) perjanjian penyedia jasa TI harus memungkinkan adanya klausula kondisi pengakhiran perjanjian sesuai dengan masa perjanjian maupun sebelum masa perjanjian berakhir. c. Peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan penyedia jasa TI Sebagai bagian dari implementasi kebijakan, setiap peranan harus dialokasikan kepada manajemen Bank yang ditunjuk, dengan tanggung jawab: 1) memastikan penyedia jasa TI memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan rencana strategis Bank; 2) memastikan Bank memiliki keahlian untuk mengawasi penyedia jasa TI; 3) mengevaluasi calon penyedia jasa TI berdasarkan ruang lingkup dan layanan yang akan diselenggarakan; - 111 - 4) memastikan terdapat perjanjian pemeliharaan dengan penyedia jasa TI dalam hal kerja sama pengadaan TI; 5) memantau dan melakukan risk assessment secara berkala terhadap layanan yang diselenggarakan oleh penyedia jasa TI; dan 6) memastikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan diberikan akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap layanan yang diselenggarakan penyedia jasa TI. 9.2.2. Standar Penggunaan Penyedia Jasa TI Bank harus memiliki standar mengenai penyelenggaraan TI kepada pihak lain yang paling sedikit mencakup: a. standar pemilihan penyedia jasa TI sesuai dengan kompleksitas jasa TI yang dibutuhkan Bank; b. standar pengelolaan penyedia jasa TI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata kelola (governance) yang memadai; dan c. standar isi perjanjian kerja sama dengan penyedia jasa TI, meliputi: 1) cakupan pekerjaan atau jasa; 2) biaya dan jangka waktu perjanjian kerja sama; 3) hak dan kewajiban Bank maupun pihak penyedia jasa TI; 4) jaminan pengamanan dan kerahasiaan data, terutama data nasabah. Data hanya bisa diakses oleh pemilik data (Bank); 5) jaminan tingkat pelayanan (SLA), berisi mengenai standar kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service level) dan target kinerja; 6) SLA tetap berlaku apabila terjadi perubahan kepemilikan baik pada Bank maupun penyedia jasa TI; 7) laporan hasil pemantauan kinerja penyedia jasa TI yang terkait dengan SLA; 8) batasan risiko yang ditanggung oleh Bank dan penyedia jasa TI, diantaranya: a) risiko perubahan ruang lingkup perjanjian; b) perubahan ruang lingkup bisnis dan organisasi perusahaan penyedia jasa TI; - 112 - c) perubahan aspek hukum dan regulasi; dan d) aspek hukum yang meliputi hak cipta, paten dan logo atau merek (trade mark); 9) persetujuan Bank secara tertulis dalam hal pihak penyedia jasa TI melakukan pengalihan sebagian kegiatan (subkontrak) kepada subkontraktor. Selain itu, subkontraktor harus mempunyai standar penyelenggaraan TI yang memadai; 10) tersedianya sarana komunikasi yang terkoneksi dengan jaringan internet serta pengamanan terhadap akses dan transmisi data dari dan ke Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana; 11) pengaturan yang jelas mengenai rekam cadang (back-up) data, kebijakan saat keadaan yang mengancam kelangsungan operasional Bank (contingency), perlindungan terhadap data Bank (record protection) termasuk perangkat keras, perangkat lunak, dan perlengkapan (equipment), untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan TI; 12) pengaturan mengenai pengamanan dalam pengiriman dokumen sumber (source document) yang diperlukan dari dan ke Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana. Pihak yang bertanggung jawab sebaiknya dilindungi asuransi yang cukup; 13) kesediaan diaudit baik oleh intern Bank, Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau pihak ekstern yang ditunjuk oleh Bank maupun oleh Otoritas Jasa Keuangan dan tersedianya informasi untuk keperluan pemeriksaan, termasuk hak akses, baik secara logic maupun fisik terhadap data yang dikelola oleh penyedia jasa TI; 14) pihak penyedia jasa TI harus memberikan dokumen teknis kepada Bank terkait dengan jasa yang dikerjakan oleh penyedia jasa TI antara lain alur proses TI dan struktur Pangkalan Data (Database); 15) pihak penyedia jasa TI harus melaporkan setiap kejadian penting (critical) yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan dan/atau mengganggu kelancaran operasional - 113 - Bank; 16) khusus untuk penyelenggaraan Pusat Data, Pusat Pemulihan Bencana, dan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi, pihak penyedia jasa TI harus menyampaikan kepada Bank laporan keuangan terkini yang telah diaudit setiap tahun. Penyedia jasa TI menyampaikan hasil audit TI yang dilakukan auditor independen secara berkala terhadap penyelenggaraan Pusat Data, Pusat Pemulihan Bencana, dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi, kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Bank yang bersangkutan; 17) tanggung jawab penyedia jasa TI dalam menyediakan SDM yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai jasa yang disediakan agar operasional Bank tetap terjamin; 18) rencana pelatihan SDM, baik jumlah yang dilatih, bentuk pelatihan maupun biaya yang diperlukan. Pihak penyedia jasa TI harus melakukan transfer ilmu kepada Bank, sehingga terdapat personel satuan kerja TI di Bank yang memahami TI yang digunakan Bank terutama mengenai alur proses TI dan struktur Pangkalan Data (Database) dari sistem yang disediakan oleh pihak penyedia jasa TI tersebut; 19) kepemilikan dan lisensi; 20) jaminan dari penyedia jasa TI bahwa penyediaan jasa masih akan diberikan kepada Bank selama periode tertentu setelah implementasi; 21) perubahan, pengakhiran, atau pemutusan perjanjian termasuk dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Bank menghentikan penyediaan jasa TI sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; 22) sanksi dan penalti terhadap alasan-alasan yang tidak jelas terhadap pembatalan perjanjian dan pelanggaran isi perjanjian; 23) kepatuhan pada hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia; 24) standar pengamanan sistem yang harus dipenuhi oleh - 114 - penyedia jasa TI; 25) standar tingkat pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa TI; 26) standar laporan pemantauan kinerja penyedia jasa TI; dan 27) standar perjanjian penyimpanan dokumen (escrow agreement). 9.2.3. Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI Bank harus memiliki prosedur penggunaan penyedia jasa TI yaitu prosedur pemilihan penyedia jasa TI yang paling sedikit mencakup: a. Pendefinisian Kebutuhan Pendefinisian kebutuhan paling sedikit memperhatikan: 1) Pendefinisian kebutuhan bisnis terhadap penggunaan jasa pihak penyedia jasa TI harus dilakukan sebelum Bank memutuskan menggunakan pihak penyedia jasa TI, diantaranya melalui: a) identifikasi secara spesifik mengenai fungsi atau aktivitas yang akan diserahkan penyelenggaraannya kepada pihak penyedia jasa TI; b) proses penilaian risiko yang dapat timbul akibat penyerahan penyelenggaraan fungsi atau aktivitas tersebut; dan c) penetapan dasar yang akan digunakan untuk mengidentifikasi pengukuran pengendalian yang memadai. 2) Tahap pendefinisian kebutuhan di atas harus menghasilkan suatu dokumen yang berisi gambaran secara rinci mengenai keinginan Bank terhadap jasa yang akan dikerjakan oleh pihak penyedia jasa TI. Isi dari dokumen tersebut mencakup beberapa komponen berikut ini: a) cakupan dan karakteristik dari layanan dan teknologi yang digunakan serta dukungan kepada nasabah; b) tingkat layanan meliputi ketersediaan dan kinerja, manajemen perubahan (change management), kualitas layanan, keamanan, dan kelangsungan usaha; - 115 - c) karakteristik minimal yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa TI yang akan digunakan seperti pengalaman, arsitektur TI dan sistem, pengendalian proses, kondisi keuangan, dan referensi mengenai reputasi; d) pemantauan dan pelaporan meliputi kriteria yang akan digunakan dalam pemantauan dan pelaporan baik untuk Bank maupun untuk pihak ketiga; e) persyaratan yang harus dipenuhi baik dari sisi sistem, data maupun pelatihan personel saat transisi atau migrasi ke sistem yang disediakan pihak penyedia jasa TI; f) jangka waktu, penghentian, dan isi minimal dari perjanjian; dan g) perlindungan perjanjian terhadap kewajiban seperti pembatasan kewajiban dan ganti rugi serta asuransi. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan atau fungsi yang didefinisikan tersebut dipertimbangkan untuk dilakukan oleh pihak terkait Bank maka manajemen Bank harus memastikan bahwa persiapan yang dilakukan tidak berbeda apabila akan dilakukan oleh pihak tidak terkait dengan Bank. b. Permintaan Proposal dari Penyedia Jasa TI Proses pemilihan penyedia jasa TI dimulai dengan permintaan proposal dari penyedia jasa TI. Proposal yang diajukan harus menjelaskan secara rinci kebutuhan Bank seperti cakupan dan jenis pekerjaan yang akan dilakukan, ekspektasi tingkat layanan, jangka waktu penyelesaian, rincian biaya layanan, pengukuran pekerjaan dan pengendaliannya, pengamanan, dan kelangsungan bisnis. Bank harus dapat memastikan kebijakan pihak penyedia jasa TI yang terkait dengan kepentingan audit penyelenggaraan TI Bank untuk akses auditor intern, ekstern, maupun Otoritas Jasa Keuangan. Dengan demikian, data dan informasi yang diperlukan dari penyelenggaraan TI tetap dapat diperoleh secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan meskipun TI tidak diselenggarakan sendiri oleh Bank. - 116 - c. Uji Tuntas (Due Diligence) Penyedia Jasa TI Uji tuntas (due diligence) perlu dilakukan untuk menilai reputasi, kemampuan teknis, kemampuan operasional, kondisi keuangan, rencana pengembangan, dan kemampuan mengikuti inovasi TI di pasar, agar Bank mendapatkan keyakinan bahwa penyedia jasa TI mampu memenuhi kebutuhan Bank. Pada saat uji tuntas (due diligence), Bank harus mempertimbangkan antara lain: 1) eksistensi dan sejarah perusahaan penyedia jasa TI; 2) kualifikasi, latar belakang, dan reputasi pemilik perusahaan penyedia jasa TI; 3) perusahaan lain yang menggunakan jasa yang sama dari penyedia jasa TI sebagai referensi; 4) kemampuan dan efektivitas pemberian jasa, termasuk dukungan purna jual; 5) teknologi dan arsitektur sistem; 6) lingkungan pengendalian intern, sejarah pengamanan, dan cakupan audit; 7) kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 8) kepercayaan dan keberhasilan dalam berhubungan dengan sub kontraktor; 9) jaminan pemeliharaan; 10) kemampuan untuk menyediakan pemulihan bencana dan keberlanjutan bisnis; 11) penerapan manajemen risiko; 12) laporan hasil pemeriksaan pihak independen; dan 13) kondisi keuangan termasuk kaji ulang atas laporan keuangan yang telah diaudit. Uji tuntas (due diligence) yang dilakukan Bank selama proses pemilihan harus didokumentasikan dengan baik dan dilakukan kembali secara berkala sebagai bagian dari proses pemantauan. Dalam melakukan uji tuntas (due diligence) secara berkala ini sebaiknya Bank memperhatikan perubahan atau perkembangan yang ada selama kurun waktu sejak uji tuntas (due diligence) terakhir dengan menggunakan informasi terkini. - 117 - d. Penentuan Penyedia Jasa TI Dalam menentukan penyedia jasa TI, Bank harus memperhatikan antara lain: 1) Bank harus melakukan evaluasi atas penerapan manajemen risiko pihak penyedia jasa TI secara berkala untuk memastikan penggunaan pihak penyedia jasa TI tidak mengurangi tanggung jawab Bank dalam menerapkan manajemen risiko; 2) Bank harus memastikan bahwa laporan yang diperlukan untuk memantau kinerja pihak penyedia jasa TI telah memadai; 3) Bank harus melakukan analisis biaya dan manfaat untuk setiap alternatif yang akan dipilih; 4) Bank harus memastikan bahwa pihak penyedia jasa TI dapat menyampaikan hasil audit terkini atas TI yang dilakukan oleh pihak independen terutama untuk penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana; 5) Bank dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber termasuk laporan tahunan pihak penyedia jasa TI dalam rangka memantau dan mengevaluasi kehandalan pihak penyedia jasa TI secara berkala, baik yang menyangkut kinerja, reputasi penyedia jasa TI, dan kelangsungan penyediaan layanan; 6) Bank harus memastikan akses terhadap Pangkalan Data (Database) dapat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan setiap saat baik untuk data terkini maupun untuk data yang telah lalu; dan 7) Bank harus menerapkan “hubungan kerja sama secara wajar (arm's length principle)” dengan pihak penyedia jasa TI termasuk pihak terkait dengan Bank. Bank harus melakukan proses seleksi dan didokumentasikan e. Pembuatan Perjanjian Kerja Sama dengan Penyedia Jasa TI Setelah memilih sebuah perusahaan penyedia jasa TI, manajemen membuat perjanjian tertulis dengan penyedia jasa TI sesuai standar perjanjian Bank. Dalam menyusun perjanjian, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - 118 - 1) isi penjanjian sesuai dengan standar perjanjian Bank; 2) melalui proses pembahasan dengan satuan kerja hukum; dan 3) mempertimbangkan adanya klausula khusus untuk pemutusan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian apabila penyedia jasa TI wanprestasi. f. Klausula Khusus Klausula khusus memperhatikan antara lain sebagai berikut: 1) Dalam perjanjian yang dibuat antara Bank dengan penyedia jasa TI harus dicantumkan klausula khusus mengenai kemungkinan mengubah, membuat perjanjian baru, atau mengambil alih kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI atau menghentikan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian. Termasuk dalam hal ini atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan apabila diperlukan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan oleh pihak penyedia jasa TI dapat mengganggu pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan. 2) Bank mampu mengukur risiko dan efisiensi dari penyelenggaraan TI yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa TI sehingga Bank dapat mengetahui secara dini bila terdapat kondisi-kondisi: a) memburuknya kinerja layanan TI oleh pihak penyedia jasa TI yang dapat berdampak signifikan pada kegiatan usaha Bank; b) tingkat solvabilitas pihak penyedia jasa TI tidak memadai, dalam proses menuju likuidasi, atau dipailitkan oleh pengadilan; c) terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai rahasia Bank dan data pribadi nasabah; dan/atau d) terdapat kondisi yang menyebabkan Bank tidak dapat menyediakan data yang diperlukan dalam rangka pengawasan yang efektif oleh Otoritas Jasa Keuangan. - 119 - 3) Dalam hal Bank menemukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 2) maka Bank harus melakukan hal-hal: a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah kondisi tersebut di atas diketahui oleh Bank; b) memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan termasuk penghentian penggunaan jasa TI apabila diperlukan; dan c) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan segera setelah Bank menghentikan penggunaan jasa TI sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. 4) Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank dalam hal penghentian penggunaan jasa TI dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian maka Bank harus memiliki rencana tindak lanjut yang teruji dan memadai (contingency plan) dalam keadaan kahar (force majeure). g. Penggunaan Penyedia Jasa TI di Luar Wilayah Indonesia Bank yang merencanakan penggunaan penyedia jasa TI di luar wilayah Indonesia tidak boleh menghambat pengawasan atau pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sama halnya dengan penggunaan penyedia jasa TI domestik, penggunaan jasa TI pihak asing atau yang berlokasi di luar wilayah Indonesia harus melalui prosedur yang sama yaitu mulai dari uji tuntas, pemilihan penyedia jasa TI, pembuatan perjanjian dan pengawasan, namun karena terkait dengan perbedaan yurisdiksi maka terdapat persyaratan lain yang harus diperhatikan oleh Bank. Penggunaan pihak penyedia jasa TI di luar wilayah Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 9.3. 9.3.1. Proses Manajemen Risiko Identifikasi Risiko Identifikasi risiko paling sedikit memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Penggunaan pihak penyedia jasa TI lain dalam menyelenggarakan TI Bank dapat memberikan kontribusi - 120 - terhadap beberapa jenis risiko, yaitu: 1) 2) risiko operasional yaitu ketidakmampuan penyedia jasa TI dalam memenuhi perjanjian; risiko hukum yaitu ketidakpastian hukum atas perselisihan dengan pihak penyedia jasa TI, pihak ketiga, dan/atau tuntutan nasabah atas penyalahgunaan data nasabah oleh pihak penyedia jasa TI; 3) 4) risiko reputasi yaitu ketidakpuasan nasabah karena ketidakmampuan penyedia jasa TI memenuhi SLA; risiko stratejik yaitu ketidakcocokan TI yang digunakan Bank dengan tujuan dan rencana strategis Bank yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut; 5) 6) risiko kepatuhan yaitu ketidakmampuan Bank memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan risiko negara (country risk) – kondisi di negara asing yang dapat mempengaruhi kemampuan penyedia jasa TI dalam memenuhi standar pemberian jasa. b. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, Bank harus mempertimbangkan: 1) terkait dengan aktivitas dan fungsi yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI meliputi sensitivitas data yang diakses, dilindungi, atau dikendalikan oleh penyedia jasa TI, volume transaksi, dan tingkat pentingnya aktivitas dan fungsi tersebut terhadap bisnis Bank; 2) terkait dengan penyedia jasa TI seperti misalnya kondisi keuangan, kompetensi tenaga kerja, perputaran manajemen dan tenaga kerja, pengalaman pihak penyedia jasa TI, dan profesionalitas; dan 3) terkait dengan teknologi yang digunakan meliputi keandalan (reliability), keamanan (security), ketersediaan (availability), dan ketepatan waktu (timeliness) serta kemampuan mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9.3.2. Pengukuran Risiko Setelah risiko diidentifikasi, Bank harus mengukur risiko tersebut untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko - 121 - penggunaan penyedia jasa TI harus terintegrasi dengan pengukuran risiko terkait TI lainnya dengan menggunakan pendekatan pengukuran risiko yang sama. Hasil pengukuran risiko penggunaan penyedia jasa TI ini harus menghasilkan suatu tingkat risiko yang selanjutnya menjadi salah satu parameter untuk penilaian risiko TI Bank secara keseluruhan. 9.3.3. Mitigasi Risiko Dari hasil pengukuran risiko, Bank mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Selanjutnya, Bank harus menetapkan strategi mitigasi risiko sesuai dengan tingkat risiko tersebut. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan Bank harus efektif untuk mengendalikan risiko. a. Contoh tindakan mitigasi risiko yang dapat dilakukan Bank antara lain menerapkan kontrol untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko, seperti: 1) perjanjian penyedia jasa TI yang memadai; 2) memantau kinerja penyedia jasa secara berkala; dan 3) pemilihan penyedia jasa TI yang andal. b. Tindakan mitigasi risiko lainnya adalah mengurangi dampak kerugian apabila risiko yang telah diidentifikasi terjadi seperti asuransi dan Rencana Pemulihan Bencana. c. Bank harus memastikan bahwa risiko ketergantungan pada pihak penyedia jasa TI dapat dimitigasi sehingga Bank tetap mampu menjalankan bisnisnya apabila penyedia jasa TI mengalami wanprestasi, pemutusan hubungan, atau dalam proses likuidasi. Mitigasi risiko yang dapat dilakukan mencakup: 1) memastikan bahwa pihak penyedia jasa TI memiliki Rencana Pemulihan Bencana sesuai dengan jenis, cakupan dan kompleksitas aktivitas atau jasa yang diberikan; 2) secara aktif mendapatkan jaminan kesiapan Rencana Pemulihan Bencana milik pihak penyedia jasa TI seperti pengujian secara berkala atas Rencana Pemulihan Bencana; 3) memiliki perjanjian penyimpanan program kode sumber (escrow agreement), jika Bank tidak memiliki kode sumber - 122 - dari program aplikasi yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI; dan 4) pemberian jaminan dari penyedia jasa TI kepada Bank bahwa kelangsungan aplikasi didukung oleh pejabat pengembang perangkat lunak dalam hal kode sumber tidak dimiliki oleh penyedia jasa TI. d. Dalam rangka menjamin fungsi dan efektifivitas Rencana Pemulihan Bencana, Bank harus menyusun dan melakukan pengujian Rencana Pemulihan Bencana secara berkala, lengkap, dan mencakup hal-hal yang signifikan yang didasarkan atas jenis, cakupan, dan kompleksitas aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh penyedia jasa TI. Disamping itu pihak penyedia jasa TI harus melakukan pengujian Rencana Pemulihan Bencana di pihak penyedia jasa sendiri untuk sistem atau fasilitas TI maupun pemrosesan transaksi yang diselenggarakan tanpa melibatkan pihak Bank. Hasil pengujian Rencana Pemulihan Bencana oleh pihak penyedia jasa TI tersebut digunakan Bank untuk mengkinikan Rencana Pemulihan Bencana yang dimiliki Bank. 9.3.4. Pengendalian Risiko Lainnya Meskipun Bank maupun pihak penyedia jasa TI sudah menggunakan sistem yang canggih namun masih memungkinkan adanya penyimpangan misalnya kesalahan manusia, penerapan prosedur yang lemah dan pencurian oleh pegawai. Bank harus memastikan adanya pengendalian pengamanan untuk memitigasi risiko dan mencakup hal-hal: a. pihak penyedia jasa TI harus melakukan penelitian latar belakang para pegawainya; b. memastikan kewajiban pihak penyedia jasa TI melakukan pengendalian keamanan terhadap seluruh fasilitas TI yang digunakan dan data yang diproses serta informasi yang dihasilkan telah dicantumkan dalam perjanjian; c. memastikan pihak penyedia jasa TI memahami dan dapat memenuhi tingkat pengamanan yang dibutuhkan Bank untuk masing-masing jenis data berdasarkan sensitivitas kerahasiaan data; dan - 123 - d. memastikan biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing pengamanan sebanding dengan tingkat pengamanan yang dibutuhkan dan sesuai dengan tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan oleh Bank. 9.4. 9.4.1. Pengendalian Intern dan Audit Intern Pemantauan dan Pengawasan Penyedia Jasa TI Dalam hal penyelenggaraan TI Bank dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI, Bank tetap harus memiliki satuan kerja TI dan pejabat tertinggi yang memimpin satuan kerja TI. Bank harus memiliki program pemantauan untuk memastikan penyedia jasa TI telah melaksanakan pekerjaan atau memberikan jasa sesuai dengan perjanjian. Sumber daya untuk mendukung program ini dapat bervariasi tergantung pada kritikalitas dan kompleksitas sistem, proses, dan jasa yang dikerjakan penyedia jasa TI. Bank harus melakukan kaji ulang sebelum dan setelah pekerjaan penyedia jasa TI untuk memastikan bahwa kebijakan, standar, dan prosedur manajemen risiko Bank telah dilakukan secara efektif. Selanjutnya, performance review dan pencapaian SLA dilakukan secara berkala yang didokumentasikan dalam bentuk laporan. Pemantauan harus dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan penyedia jasa TI. 9.4.2. Audit Intern Bank melaksanakan fungsi audit terhadap pihak penyedia jasa TI secara berkala, baik dilakukan oleh audit intern Bank maupun pihak audit ekstern yang ditunjuk oleh Bank. Ruang lingkup audit sesuai dengan cakupan jasa sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian. Area yang diaudit antara lain: a. sistem TI; b. keamanan data; c. kerangka kerja pengendalian intern; dan d. Rencana Pemulihan Bencana. Bank harus memastikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain yang ditugaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan memiliki hak akses ke penyedia jasa TI untuk mendapatkan catatan dan dokumen transaksi, serta informasi Bank yang disimpan atau - 124 - diproses oleh penyedia jasa TI serta hak akses terhadap laporan dan temuan audit terhadap penyedia jasa TI yang terkait dengan jasa TI. - 125 - BAB X PENYEDIAAN JASA TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK 10.1. Pendahuluan Dalam menyelenggarakan TI, Bank memerlukan infrastruktur TI yang memadai. Penyediaan infrastruktur tersebut dapat dilakukan sendiri oleh Bank, ataupun oleh penyedia jasa TI. Dalam hal Bank menyediakan infrastruktur TI secara mandiri, ada kemungkinan bahwa infrastruktur dimaksud belum terpakai secara penuh (idle) sehingga menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi Bank dapat berperan sebagai penyedia jasa TI. Bank dapat memberikan penyediaan jasa TI kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau lembaga jasa keuangan lain di luar wilayah Indonesia. Jasa TI yang dapat diberikan Bank hanya terbatas pada penyediaan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana termasuk jaringan komunikasi. Namun demikian, dalam rangka mendukung inklusi keuangan dan/atau meningkatkan efisiensi konglomerasi usaha, Bank dapat menyediakan jasa TI berupa penyediaan aplikasi kepada Bank lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 10.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penyediaan Jasa TI Dalam melakukan penyediaan jasa TI, Bank harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 POJK MRTI, serta memiliki kebijakan, standar, dan prosedur penyediaan jasa TI. 10.2.1. Kebijakan Penyediaan Jasa TI oleh Bank Bank harus memiliki kebijakan mengenai penyediaan jasa TI oleh Bank, yang paling sedikit mengatur mengenai: a. Prinsip-prinsip penyediaan jasa TI 1) memenuhi persyaratan penyediaan jasa Teknologi Informasi tidak menjadi salah satu kegiatan pokok Bank; 2) memenuhi prinsip kehati-hatian; 3) memperhatikan analisa biaya dan manfaat (cost and benefit analysis); 4) memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 5) memenuhi prinsip hubungan kerja sama secara wajar - 126 - (arm’s length principle). Selain memenuhi prinsip penyediaan jasa TI di atas, Bank juga harus memastikan bahwa penyediaan jasa TI oleh Bank tidak mengganggu operasional Bank. b. Pernyataan kebijakan dari manajemen Keputusan penyediaan jasa TI pada dasarnya harus mempertimbangkan faktor efisiensi dan risiko. Oleh karena itu, penyediaan jasa TI harus memenuhi prinsip-prinsip penyediaan jasa TI sebagaimana tertulis pada huruf a dan harus: 1) mendapatkan persetujuan manajemen; 2) memiliki perjanjian penyediaan jasa TI memungkinkan adanya klausula kondisi pemutusan perjanjian sesuai dengan jangka waktu perjanjian maupun sebelum perjanjian berakhir; 3) menetapkan peran dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terkait dengan penyediaan jasa TI; dan 4) mengevaluasi calon penerima jasa TI antara lain berdasarkan kondisi keuangan dan reputasi. 10.2.2. Standar Penyediaan Jasa TI oleh Bank Standar penyediaan jasa TI oleh Bank paling sedikit mencakup: a. standar isi perjanjian kerja dengan penerima jasa TI; b. jangka waktu perjanjian penyediaan jasa TI; c. hak dan kewajiban Bank maupun penerima jasa TI; d. jaminan pengamanan dan kerahasiaan data, terutama data nasabah. Data hanya bisa diakses oleh pemilik data. Khusus untuk menjaga kerahasiaan data Bank sebagai pengguna aplikasi maka Bank sebagai penyedia jasa TI harus memisahkan paling sedikit table dan/atau Pangkalan Data (Database) yang disesuaikan dengan arsitektur aplikasi Bank sebagai penyedia jasa TI; e. jaminan tingkat pelayanan SLA, berisi mengenai standar kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service levels) dan target kinerja; f. SLA tetap berlaku apabila terjadi perubahan kepemilikan baik pada Bank maupun penerima jasa TI; g. batasan risiko yang ditanggung oleh Bank dan penerima jasa yang - 127 - TI, antara lain: 1) risiko perubahan ruang lingkup perjanjian; 2) perubahan aspek hukum dan regulasi; dan 3) aspek hukum yang meliputi hak cipta, paten, dan logo atau merek (trade mark); h. pengaturan yang jelas mengenai perlindungan terhadap data Bank (record protection) termasuk infrastruktur pendukung berupa perangkat keras, perlengkapan (equipment), dan perangkat lunak, penyelenggaraan TI; untuk menjamin kelangsungan i. j. kepemilikan dan hak cipta (license) dalam hal penyediaan jasa TI berupa aplikasi; perubahan, pengakhiran, atau pemutusan perjanjian termasuk dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Bank menghentikan penyediaan jasa TI sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; k. sanksi dan penalti terhadap alasan-alasan yang tidak jelas terhadap pembatalan perjanjian dan pelanggaran isi perjanjian; l. kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia; dan m. standar pengamanan sistem yang harus dipenuhi. 10.2.3. Prosedur Penyediaan Jasa TI oleh Bank Bank harus memiliki prosedur penyediaan jasa TI oleh Bank yaitu prosedur pendefinisian kebutuhan penerima jasa TI. Pendefinisian kebutuhan bisnis penerima jasa terhadap penyediaan jasa TI oleh Bank harus dilakukan sebelum Bank memutuskan menyediakan jasa TI, antara lain melalui: a. proses penilaian risiko yang timbul akibat penyediaan jasa TI oleh Bank; dan b. penetapan dasar yang akan digunakan untuk mengidentifikasi pengukuran pengendalian risiko yang memadai. Tahap pendefinisian kebutuhan di atas harus menghasilkan suatu dokumen yang berisi secara rinci gambaran paling sedikit meliputi: 1) cakupan dan karakteristik dari layanan dan teknologi yang digunakan; 2) jangka waktu, pengakhiran, dan isi minimal dari perjanjian; - 128 - dan 3) perlindungan perjanjian terhadap kewajiban seperti pembatasan kewajiban, ganti rugi, dan asuransi. 10.2.4. Pembuatan Perjanjian Penyediaan Jasa TI oleh Bank Setelah pendefinisian kebutuhan bisnis penerima jasa TI terhadap penyediaan jasa TI oleh Bank, selanjutnya dalam menyusun perjanjian, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. melalui proses pembahasan dengan satuan kerja hukum; dan b. mempertimbangkan adanya klausula khusus untuk pemutusan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian apabila penerima jasa TI wanprestasi. Klausula khusus memperhatikan antara lain sebagai berikut: 1) Pencantuman klausula khusus mengenai kemungkinan mengubah, membuat perjanjian baru, atau menghentikan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian. 2) Bank mampu mengukur risiko dan efisiensi dari penyediaan jasa TI yang dilakukan agar Bank dapat mengetahui secara dini apabila terdapat kondisi-kondisi: a) memburuknya kondisi Bank akibat penyediaan jasa TI, sehingga berdampak signifikan pada kegiatan usaha Bank; b) memburuknya kondisi penerima jasa TI akibat penyediaan jasa TI, sehingga berdampak signifikan pada kegiatan usaha Bank; c) tingkat solvabilitas penerima jasa TI tidak memadai, dalam proses menuju likuidasi, atau dipailitkan oleh pengadilan; dan/atau d) terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerahasiaan data pribadi nasabah. 3) Dalam hal Bank menemukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 2) maka Bank harus melakukan hal-hal: a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah kondisi tersebut di atas diketahui oleh Bank; - 129 - b) memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan termasuk penghentian penyediaan jasa TI apabila diperlukan; dan c) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan segera setelah Bank menghentikan penyediaan jasa TI sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. 10.3. 10.3.1. Proses Manajemen Risiko Identifikasi Risiko Identifikasi risiko paling sedikit memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Penyediaan jasa TI oleh Bank dapat memberikan kontribusi terhadap beberapa jenis risiko, sebagai berikut: 1) risiko operasional 2) 3) 4) yaitu ketidakmampuan Bank menyediakan jasa TI sesuai perjanjian; risiko hukum yaitu ketidakpastian hukum atas perselisihan dengan penerima jasa TI; risiko reputasi yaitu ketidakpuasan penerima jasa TI karena ketidakmampuan Bank memenuhi SLA; dan risiko kepatuhan yaitu ketidakmampuan Bank memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, Bank harus mempertimbangkan: 1) aktivitas dan fungsi penyediaan jasa TI meliputi sensitivitas data yang diakses, dilindungi, atau dikendalikan oleh Bank; 2) penerima jasa TI seperti misalnya kondisi keuangan dan reputasi penerima jasa TI; dan 3) teknologi yang digunakan meliputi keandalan (reliability), keamanan (security), ketersediaan (availability), dan ketepatan waktu (timeliness) serta kemampuan mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10.3.2. Pengukuran dan Mitigasi Risiko Setelah risiko diidentifikasi, Bank harus mengukur risiko tersebut untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko penyediaan jasa TI harus terintegrasi dengan pengukuran risiko - 130 - terkait TI lainnya dengan menggunakan pendekatan pengukuran risiko yang sama. Dari hasil pengukuran risiko, Bank mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Selanjutnya, Bank harus menetapkan strategi mitigasi risiko sesuai dengan tingkat risiko tersebut. Tindakan mitigasi risiko yang dilakukan Bank harus efektif untuk mengendalikan risiko. Contoh mitigasi risiko dalam penyediaan jasa TI: 1. Bank harus memiliki perjanjian penyediaan jasa TI yang memadai dan memantau penyediaan jasa TI secara berkala. 2. Bank mampu mengurangi dampak kerugian apabila risiko-risiko yang diidentifikasi telah terjadi. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM FORMAT LAPORAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM - 1 - DAFTAR ISI Lampiran 2.1 Lampiran 2.2 Lampiran 2.3 Lampiran 2.4 Lampiran 2.5 LAPORAN KONDISI TERKINI PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI LAPORAN RENCANA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI PERMOHONAN PERSETUJUAN LAPORAN REALISASI TEKNOLOGI INFORMASI Lampiran 2.6 LAPORAN INSIDENTIL MENGENAI KEJADIAN KRITIS, PENYALAHGUNAAN, DAN/ATAU KEJAHATAN DALAM PENYELENGGARAAAN TEKNOLOGI INFORMASI LAPORAN HASIL AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI - 2 - Lampiran 2.1 LAPORAN KONDISI TERKINI PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI Nama Bank: .......................................... Alamat Kantor Pusat Bank: ................... Nomor Telepon.: .......................................... Nama Penanggung Jawab: ..................... Kantor/Divisi/Bagian Penanggung Jawab: .............................................................. Alamat Penanggung Jawab: ................... Nomor Telepon.: ........................................... Tanggal Laporan : ....................................... - 3 - DAFTAR LAPORAN KONDISI TERKINI PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI 2.1.1 Visi dan Misi Bank 2.1.2 Organisasi dan Manajemen 2.1.2.1 Struktur Organisasi Bank dan Jumlah Sumber Daya Manusia Bank 2.1.2.2 Struktur Organisasi Teknologi Informasi dan Jumlah Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi 2.1.2.3 Surat Keputusan Komite Pengarah Teknologi Informasi (Information Technology Steering Committee/ITSC) Terkini 2.1.2.4 Risalah Rapat Komite Pengarah Teknologi Informasi (Information Technology Steering Committee/ITSC) 1 (satu) Tahun Terakhir 2.1.2.5 Dokumen Rencana Strategis Teknologi Informasi (Information Technology Strategic Plan/ITSP) 2.1.3 Manajemen Risiko*) 2.1.3.1 Penerapan Manajemen Risiko 2.1.3.2 Struktur Organisasi Audit Intern Teknologi Informasi 2.1.3.3 Audit Teknologi Informasi 1 (satu) Tahun Terakhir 2.1.4 Kebijakan, Standar, dan Prosedur Teknologi Informasi 2.1.5 Arsitektur Aplikasi 2.1.6 Daftar Aplikasi 2.1.7 Alur Proses Pelaporan 2.1.8 Delivery Channel 2.1.9 Jaringan Komunikasi 2.1.10 Pusat Data (Data Center) dan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Center) 2.1.11 Pengamanan Teknologi Informasi 2.1.12 Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan) 2.1.13 Penyedia Jasa Teknologi Informasi 2.1.14 Biaya Teknologi Informasi *) Manajemen Risiko adalah manajemen risiko operasional terkait teknologi informasi yang dapat mengganggu kelancaran operasional Bank. - 4 - Lampiran 2.1.1 VISI DAN MISI BANK Visi Bank Misi Bank Arah kebijakan TI yang telah dilakukan selama 1 (satu) tahun untuk mendukung visi dan misi Bank: 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... - 5 - Lampiran 2.1.2 ORGANISASI DAN MANAJEMEN Nomor Lampiran 2.1.2.2 Deskripsi 2.1.2.1 Struktur Organisasi Bank Jumlah SDM Bank Struktur Organisasi TI Jumlah SDM TI 2.1.2.3 Surat Keputusan Komite Pengarah TI (ITSC) Terkini 2.1.2.4 Risalah Rapat ITSC 1 (satu) Tahun Terakhir 2.1.2.5 Dokumen Rencana Strategis TI (ITSP) Keterangan (dilampirkan) (diisi jumlah) (dilampirkan) (diisi jumlah) (dilampirkan) (dilampirkan) (dilampirkan) - 6 - Lampiran 2.1.3 MANAJEMEN RISIKO Nomor Lampiran 2.1.3.2 Deskripsi 2.1.3.1 Penerapan Manajemen Risiko Struktur Organisasi Audit TI 2.1.3.3 Audit TI 1 (satu) Tahun Terakhir Keterangan (dilampirkan) (dilampirkan) (dilampirkan) - 7 - Lampiran 2.1.3.1 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO *) Kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan TI ........ (Penjelasan singkat mengenai kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan TI) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko penggunaan TI ........ (Penjelasan singkat mengenai proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko penggunaan TI) Sistem pengendalian intern atas penggunaan TI ........ (Penjelasan singkat mengenai mekanisme pengendalian risiko dan hasilnya) IT risk rating (Low, Low-to-moderate, Moderate, Moderate-to-high, High) ........ (Nilai akhir self asessment IT risk rating) *) Manajemen Risiko adalah manajemen risiko operasional terkait Teknologi Informasi yang dapat mengganggu kelancaran operasional Bank. - 8 - Lampiran 2.1.3.2 STRUKTUR ORGANISASI AUDIT INTERN TEKNOLOGI INFORMASI (Diisi dengan gambar Struktur Organisasi Audit Intern TI; Sebutkan jumlah SDM Satuan Kerja Audit Intern-TI) - 9 - Lampiran 2.1.3.3 AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI 1 (SATU) TAHUN TERAKHIR Periode Audit (1) Jenis Audit (2) Cakupan Audit (3) Keterangan : (1) Diisi tanggal mulai dan tanggal selesai audit (2) Diisi jenis audit: intern atau ekstern (3) Diisi cakupan audit (contoh: Modul pinjaman core banking system) - 10 - Lampiran 2.1.4 KEBIJAKAN, STANDAR, DAN PROSEDUR TEKNOLOGI INFORMASI No. (1) Nomor Dokumen (2) Judul Dokumen (3) Deskripsi Kategori (4) (5) Jenis (6) Revisi Terakhir (7) Keterangan: (1) (2) (3) (4) (5) Diisi dengan nomor urut Diisi dengan nomor dokumen versi Bank Dilengkapi dengan judul dokumen Diisi keterangan singkat mengenai dokumen Diisi dengan salah satu kategori: 301: Manajemen 304: Jaringan Komunikasi 305: Pengamanan Informasi (6) Diisi dengan salah satu jenis: K = Kebijakan S = Standar P = Prosedur (7) Diisi tanggal revisi terakhir (DD-MM-YYYY) 306: Rencana Pemulihan Bencana 302: Pengembangan dan Pengadaan 307: Layanan Perbankan Elektronik 303: Operasional TI 308: Penggunaan Pihak Penyedia Jasa TI 309: Penyediaan Jasa TI oleh Bank - 11 - Lampiran 2.1.5 ARSITEKTUR APLIKASI Arsitektur Aplikasi (Diisi dengan gambar Arsitektur Aplikasi) - 12 - Lampiran 2.1.6 DAFTAR APLIKASI Lokasi No. (1) 1 2 Kategori Aplikasi (2) Nama Aplikasi (3) Contoh: 03 LOS Contoh: 01 PN2 Deskripsi Fungsi Aplikasi (4) Memproses pengajuan kredit Core banking di Kantor Cabang di WIT Keterangan: (1) Platform (5) “aaa” “aaa” “bbb” “ccc” Pangkalan Data (6) Pusat Data (7) Jakarta Sentul Penyelenggara Pusat Data (8) Sendiri Sendiri DRC (9) Jakarta Medan Sentul Penyelenggara DRC (10) sendiri sendiri Backup Real Time (11) Y Y (12) xxxxx xxxxx System Owner Pengembang Aplikasi (Inhouse/Pihak Penyedia Jasa) (13) inhouse inhouse Tanggal Implementasi (Go Live) (14) xx-xx-xxxx Sewa xx-xx-xxxx Beli Putus Kepemilikan (Sewa atau Beli Putus) (15) Diisi dengan nomor urut (2) Diisi dengan salah satu kategori: 01 : Pengelolaan nasabah 02 : Dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito) 03 : Perkreditan/pembiayaan 04 : Buku Besar (General Ledger/GL) 05 : Pembayaran 06 : Layanan Perbankan Elektronik 07 : Tresuri 08 : Pembiayaan Perdagangan (Trade finance) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Diisi dengan nama aplikasi (15) Diisi dengan keterangan singkat mengenai fungsi aplikasi Diisi platform sistem operasi Diisi database engine yang digunakan Diisi dengan kota dan negara lokasi Pusat Data (Data Center/DC) Diisi dengan nama perusahaan penyelenggara DC atau “sendiri” (Bank) Diisi kota dan negara lokasi Pusat Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Center/DRC) aplikasi Diisi perusahaan penyelenggara DRC atau “sendiri” (Bank) Diisi: - “Y” Jika rekam cadang (backup) dilakukan secara realtime - “T” Jika rekam cadang (backup) tidak dilakukan secara realtime Diisi “Sewa” atau “Beli Putus” - 13 - 09 : Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) 10 : Manajemen sistem informasi pelaporan 11 : Manajemen risiko 12 : Manajemen intern (12) (13) (14) Diisi unit bisnis yang mengelola aplikasi Diisi: - “Inhouse”, jika aplikasi dikembangkan sendiri oleh Bank - Nama Pihak Penyedia Jasa TI (PPJ TI), jika aplikasi dikembangkan oleh PPJ TI Diisi dengan tanggal implementasi aplikasi (DD-MM-YYYY) - 14 - Lampiran 2.1.7 ALUR PROSES PELAPORAN No. (1) Jenis Laporan (2) Aplikasi Sumber Data (3) Pengolahan Data (4) Aplikasi Pengolah Data yang Digunakan (5) Unit Pengolah Data (6) Unit Penanggung Jawab (7) Keterangan : (1) Diisi dengan nomor urut (2) Diisi nama laporan yang menjadi tujuan atau sasaran (contoh: Laporan Bulanan Bank Umum/LBU Form 01, Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan/LSMK, Sistem Layanan Informasi Keuangan/SLIK) (3) Diisi nama aplikasi dari sumber data laporan (contoh: Modul CASA core banking system) (4) Diisi: - “Manual”, jika pengolahan data menjadi laporan dilakukan secara manual - “Otomatis”, jika pengolahan data menjadi laporan dilakukan menggunakan aplikasi (5) Diisi nama aplikasi yang digunakan jika pengolahan data pada kolom (4) dilakukan secara otomatis (6) Diisi unit bisnis yang melakukan pengolahan data (7) Diisi unit yang bertanggung jawab terhadap laporan - 15 - Lampiran 2.1.8 DELIVERY CHANNEL Delivery Channel Cabang Deskripsi Jumlah Kantor Cabang Jumlah Kantor Cabang Pembantu Jumlah Kantor Kas Jumlah Agen Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) ATM Jumlah Mesin ATM Tunai: - Tarikan Tunai - Setoran Tunai - Tarikan dan Setoran Tunai Jumlah Mesin ATM Non Tunai EDC Phone Banking Internet Banking Mobile Banking Jumlah Mesin EDC Frekuensi Transaksi Nominal Transaksi Debit per Tahun Jumlah Pengguna Frekuensi Transaksi Nominal Transaksi Debit per Tahun Jumlah Pengguna Frekuensi Transaksi Nominal Transaksi Debit per Tahun Jumlah Pengguna Frekuensi Transaksi Nominal Transaksi Debit per Tahun Lainnya*) (Sebutkan) Jumlah Pengguna Frekuensi Transaksi Nominal Transaksi Debit per Tahun *) Contoh: 1. SMS Banking 2. Uang elektronik 3. Dompet elektronik Jumlah - 16 - Lampiran 2.1.9 JARINGAN KOMUNIKASI TOPOLOGI JARINGAN KOMUNIKASI (Diisi dengan gambar Topologi Jaringan Komunikasi) - 17 - Lampiran 2.1.10 PUSAT DATA (DATA CENTER/DC) PUSAT PEMULIHAN BENCANA (DISASTER RECOVERY CENTER/DRC) DC/DRC 1 Keterangan Fungsi : Penyelenggara : Alamat : Luas Area DC/DRC: Sertifikasi DC/DRC: Pengendalian fisik: (Penjelasan singkat mengenai pengendalian fisik di DC/DRC) Pengendalian lingkungan: - Uninterruptible Power Supply (UPS) - Lantai yang ditinggikan (raised floor) - Pengaturan suhu dan kelembaban udara (AC, termometer, dan higrometer) - Pendeteksi asap/api/panas/ kebocoran air - Sistem pemadaman api - Kamera CCTV - dan lain-lain (Penjelasan singkat mengenai pengendalian lingkungan di DC/DRC) DC/DRC 2, 3, … Keterangan Fungsi : Penyelenggara : Alamat : Luas Area DC/DRC: Sertifikasi DC/DRC: Pengendalian fisik: (Hasil penilaian sesuai sertifikasi jika ada/ekuivalen berdasarkan assessment intern) (DC atau DRC) (Hasil penilaian sesuai sertifikasi jika ada/ekuivalen berdasarkan assessment intern) (DC atau DRC) (Penjelasan singkat mengenai pengendalian fisik di DC/DRC) - 18 - Pengendalian lingkungan: - Uninterruptible Power Supply (UPS) - Lantai yang ditinggikan (raised floor) - Pengaturan suhu dan kelembaban udara (AC, termometer, dan higrometer) - Pendeteksi asap/api/panas/keb ocoran air - Sistem pemadaman api - Kamera CCTV - dan lain-lain (Penjelasan singkat mengenai pengendalian lingkungan di DC/DRC) - 19 - Lampiran 2.1.11 PENGAMANAN TEKNOLOGI INFORMASI No. (1) Nama Aset (2) Tipe Aset Deskripsi (3) (4) Keterangan : (1) Diisi dengan nomor urut (2) Diisi dengan nama aset untuk pengamanan TI (contoh: antivirus “XYZ” dan firewall “ABC”) (3) Diisi dengan jenis aset (software atau hardware) (4) Diisi dengan keterangan singkat mengenai aset (seperti fungsi aset, jumlah lisensi, versi aset, dan lain-lain) - 20 - Lampiran 2.1.12 RENCANA PEMULIHAN BENCANA (DISASTER RECOVERY PLAN/ DRP) Informasi Umum DRP Jenis Lokasi media rekam cadang (backup) Tanggal pengujian DRP terakhir Struktur Tim DRP (Diisi dengan informasi umum mengenai jenis) (Diisi dengan lokasi media rekam cadang (backup)) (Diisi waktu pengujian DRP) (Diisi dengan gambar Struktur Tim DRP) Pengujian DRP – 1 Waktu Pengujian Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank Hasil Pengujian dari DRP (Diisi waktu pengujian DRP) (Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang diuji dalam 1 (satu) tahun terakhir) (Diisi penjelasan singkat mengenai hasil pengujian DRP) Pengujian DRP – 2, 3, … Waktu Pengujian Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank Hasil Pengujian dari DRP (Diisi waktu pengujian DRP) (Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang diuji dalam 1 (satu) tahun terakhir) (Diisi penjelasan singkat mengenai hasil pengujian DRP) Pelaksanaan Kaji Ulang DRP - 1 Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 1 Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 2 (jika ada) Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank Hasil Kaji Ulang Pelaksana Kaji Ulang Tindak Lanjut Kaji Ulang (Diisi waktu kaji ulang DRP) (Diisi waktu kaji ulang DRP) (Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang dikaji ulang dalam 1 (satu) tahun terakhir) (Diisi dengan hasil kaji ulang) (Diisi dengan jabatan dan nama petugas yang melakukan kaji ulang) (Diisi dengan langkah- langkah yang perlu diambil setelah pelaksanaan kaji ulang) - 21 - Pelaksanaan Kaji Ulang DRP – 2, 3, ... Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 1 Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 2 (jika ada) Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank Hasil Kaji Ulang Pelaksana Kaji Ulang Tindak Lanjut Kaji Ulang (Diisi waktu kaji ulang DRP) (Diisi waktu kaji ulang DRP) (Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang dikaji ulang dalam 1 (satu) tahun terakhir) (Diisi dengan hasil kaji ulang) (Diisi dengan jabatan dan nama petugas yang melakukan kaji ulang) (Diisi dengan langkah- langkah yang perlu diambil setelah pelaksanaan kaji ulang) - 22 - Lampiran 2.1.13 PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI 13.1 Manajemen Penggunaan Pihak Penyedia Jasa TI Nama Pihak No. (1) Penyedia Jasa (2) Alamat Pihak Penyedia Jasa TI (3) Keterangan : (1) Diisi dengan nomor urut (2) Diisi dengan nama PPJ TI (3) Diisi dengan alamat PPJ TI (4) Pihak Terkait (4) Jasa yang Diberikan (5) Diisi: - “Y”, jika PPJ TI merupakan pihak terkait dengan Bank - “T”, jika PPJ TI bukan merupakan pihak terkait dengan Bank (5) Diisi dengan daftar jasa yang diberikan PPJ TI kepada Bank, dapat berupa support aplikasi maupun infrastruktur (Contoh: maintenance server core banking system dan aplikasi pendukung “ABC”) 13.2 Bank sebagai Pihak Penyedia Jasa TI No. Nama Pengguna Jasa (1) (2) Alamat Pengguna Jasa TI (3) Keterangan : (1) Diisi dengan nomor urut (2) Diisi dengan nama Pengguna Jasa TI (3) Diisi dengan alamat Pengguna Jasa TI (4) (5) (4) Pihak Terkait Jasa yang Diberikan (5) Diisi: - “Y” Jika Pengguna merupakan pihak terkait dengan Bank - “T” Jika Pengguna bukan merupakan pihak terkait dengan Bank Diisi: - Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center) - Penyelenggaraan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Center) - Penyediaan layanan aplikasi - Lainnya (sepanjang diatur dalam POJK mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh bank umum) - 23 - Lampiran 2.1.14 BIAYA TEKNOLOGI INFORMASI Jenis Biaya 1. Pembebanan ke laba/rugi a. Biaya modal yang dapat dikapitalisasikan (capital expenditure/Capex) b. Biaya operasional (operational expenditure/Opex) 2. Pembebanan ke neraca Keterangan: (1.a) Diisi dengan penyusutan Capex ke laba/rugi (1.b) Diisi dengan pembebanan Opex ke laba/rugi (2) Diisi dengan tambahan Capex tahun berjalan ke neraca *) Biaya dalam satuan mata uang Rupiah atau satuan mata uang lain disertai dengan nilai ekuivalen dalam mata uang Rupiah Kepada pihak terkait *) Kepada pihak tidak terkait *) - 24 - Lampiran 2.2 LAPORAN RENCANA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI Pihak No. Nama Aplikasi/ Infrastruktur Bank Deskripsi Kategori Jenis Pengembangan Pengembang Penyedia Jasa TI Pihak Terkait (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) DC (8) DRC (9) Lokasi Waktu Rencana Implementasi Capex (10) Opex (11) Estimasi Biaya Keterangan*) Keterangan: (1) (2) Diisi dengan nomor urut Diisi dengan nama aplikasi/ infrastruktur yang akan dikembangkan, contoh: "Aplikasi X", "Relokasi Data Center", "Penambahan kapasitas bandwidth jaringan" (3) Penjelasan detil aplikasi/infrastruktur yang akan dikembangkan (4) Kategori pengembangan, pilih salah satu: 01 : Pengelolaan nasabah 02 : Dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito) 03 : Perkreditan/pembiayaan 04 : Buku Besar (General Ledger/GL) 05 : Pembayaran 06 : Layanan Perbankan Elektronik 07 : Tresuri 08 : Pembiayaan Perdagangan (Trade finance ) 09 : APU dan PPT 10 : Manajemen sistem informasi pelaporan 11 : Manajemen risiko 12 : Manajemen intern 49 : Aplikasi lainnya 51 : DC/DRC 52 : Server dan/atau platform 53 : Jaringan komunikasi data 54 : Sistem keamanan (security system) 99 : Infrastruktur lainnya - 25 - (5) Diisi "baru" jika aplikasi/infrastruktur baru atau mengganti aplikasi/infrastruktur yang lama, diisi "upgrade" untuk penambahan/pengembangan terhadap aplikasi/infrastruktur yang telah ada (6) Diisi "inhouse" jika dikembangkan oleh intern Bank atau diisi “PPJ TI” jika dikembangkan oleh pihak ekstern Bank (7) Diisi "ya" jika PPJ TI merupakan pihak terkait Bank, "tidak" jika PPJ TI bukan merupakan pihak terkait, "-" jika pengembangan dilakukan secara inhouse atau PPJ TI belum ditetapkan (8) Diisi informasi nama kota dan negara lokasi DC dan DRC (9) Diisi menggunakan periode triwulan yaitu TW1/TW2/TW3/TW4 (10) Diisi estimasi Capex dan/atau Opex selama 1 (satu) tahun sejak implementasi (tidak termasuk biaya penyusutan Capex). Biaya dalam satuan mata uang Rupiah atau satuan mata uang lain disertai dengan nilai ekuivalen dalam mata uang Rupiah (11) Diisi:  dampak-dampak pengembangan TI, misalnya butuh penambahan SDM  penjelasan keterkaitan pengembangan TI dengan rencana TI dalam Rencana Bisnis Bank Catatan : Laporan Rencana Pengembangan TI ini tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan dan permohonan persetujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 32 POJK MRTI - 26 - Lampiran 2.3 PERMOHONAN PERSETUJUAN Nama Bank: ...................................... Alamat Kantor Pusat Bank: ............... Nomor Telepon: ................................. Nama Pelapor: .................................. Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: .......... Alamat Pelapor: ................................ Nomor Telepon: ................................. Tanggal Laporan: .............................. - 27 - Lampiran 2.3.1 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENYEDIAAN JASA TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK 1. Jenis layanan jasa TI yang akan disediakan oleh Bank. a. Penyelenggaraan Pusat Data. b. Pusat Pemulihan Bencana. c. Penyediaan aplikasi. 2. Pihak penerima jasa TI. a. Nama b. Alamat : : c. Deskripsi singkat usaha : d. Hubungan dengan Bank : 3. Informasi umum terkait layanan jasa TI yang akan disediakan Bank. a. Lokasi penyelenggaraan Pusat Data : : Pusat Pemulihan Bencana : b. Daftar layanan jasa aplikasi yang disediakan oleh Bank. No Jenis Layanan Aplikasi Nama Layanan Aplikasi 1 Contoh: Laku Pandai 2 Contoh: 3 Contoh: ... ... ... ... Aplikasi “ABC” Layanan Mobile Banking Perbankan Elektronik Layanan ATM Perbankan Elektronik ... ... 4. Jika Bank menyediakan layanan jasa TI berupa Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana maka lampirkan analisis kecukupan kapasitas Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana Bank (contoh: ruangan dan jaringan) untuk kebutuhan bisnis Bank pada masa Keterangan dan Tujuan Layanan Aplikasi Ya layanan Ya Tidak Tidak Ya Tidak - 28 - mendatang dengan memperhitungkan kapasitas Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang disediakan oleh Bank kepada pihak lain. 5. Lampirkan analisis biaya dan manfaat penyediaan layanan jasa TI yang dapat memperlihatkan manfaat bagi Bank melampaui biaya atas penyediaan layanan jasa TI. 6. Lampirkan analisis risiko terhadap penyediaan layanan jasa TI yang paling sedikit meliputi aspek operasional, reputasi, hukum, kepatuhan, dan strategis serta mitigasi yang harus dilakukan Bank untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan keaslian (authenticity) terhadap penyediaan layanan jasa TI. 7. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan pengguna jasa TI sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI. - 29 - Lampiran 2.3.2 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENERBITAN LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK*) 1. Sistem, prosedur, dan kewenangan dalam penerbitan Layanan Perbankan Elektronik. 2. Uraian singkat atau penjelasan mengenai Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan. 3. Kesiapan infrastruktur TI untuk mendukung produk masing-masing Layanan Perbankan Elektronik. 4. Lampirkan penjelasan mengenai sistem arsitektur TI dari Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan dan bentuk koneksi dengan core banking system. 5. Hasil analisis dan identifikasi risiko yang melekat pada Layanan Perbankan Elektronik dan bentuk pengendalian pengamanan untuk mitigasi risiko tersebut antara lain untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan tidak dapat diingkari (non repudiation). 6. Penjelasan aturan yang diterapkan Bank mengenai: a. dua faktor otentikasi (two factor authentication) yang akan digunakan; b. enkripsi yang akan digunakan; dan c. kata sandi (kriteria numeric alphanumeric, panjang kata sandi). 7. Uraian sistem informasi akuntansi yang akan diterapkan untuk Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan. 8. Lampiran hasil analisis dan identifikasi risiko Layanan Perbankan Elektronik dalam bentuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan mitigasi risiko dari Layanan Perbankan Elektronik yang baru diterbitkan, antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi. 9. Lampiran hasil pemeriksaan pihak independen yang memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem TI terkait Layanan Perbankan Elektronik serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, standar yang ditetapkan, dan/atau praktik-praktik yang berlaku umum (best practices). - 30 - 10. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk pengawasan yang melekat (built in control) yang akan diterapkan atas Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan. 11. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi penerbitan produk baru dalam 1 (satu) tahun ke depan. *) Permohonan persetujuan rencana penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik disampaikan kepada OJK paling lambat 2 (dua) bulan sebelum implementasi sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI. - 31 - Lampiran 2.3.3 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK YANG DITEMPATKAN PADA PUSAT DATA (DATA CENTER) DAN/ATAU PUSAT PEMULIHAN BENCANA (DISASTER RECOVERY CENTER) OLEH PIHAK PENYEDIA JASA DI LUAR WILAYAH INDONESIA *) 1. Rencana lokasi penyelenggaraan: a. Pusat Data .............................................................................. b. Pusat Pemulihan Bencana ...................................................... c. Fungsi Sistem Elektronik ........................................................ Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang direncanakan. 2. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan uji tuntas (due diligence) yang telah dilakukan Bank dalam rencana penggunaan PPJ TI untuk menyelenggarakan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar wilayah Indonesia. 3. Berkaitan dengan ringkasan uji tuntas (due diligence) pada angka 2, sertakan hal-hal di bawah ini sebagai lampiran ringkasan: a. analisis Bank atas hasil audit TI yang dilakukan oleh pihak independen terhadap pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki oleh PPJ TI; b. analisis risiko Bank mengenai rencana menyerahkan penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana kepada PPJ TI antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi serta analisis country risk; dan c. analisis Bank mengenai kecukupan Pusat Pemulihan Bencana milik PPJ TI. 4. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan penyelenggara Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar negeri yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI. 5. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh PPJ TI atas penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang akan ditawarkan kepada Bank. 6. Lampirkan ringkasan analisis biaya dan manfaat penyelenggaraan TI oleh PPJ TI yang antara lain mencakup: a. manfaat bagi Bank melampaui biaya dibebankan oleh PPJ TI kepada Bank; - 32 - b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan Bank; c. analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan PPJ TI untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan keaslian (authentication); dan d. analisis kinerja, reputasi, dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa TI. 7. Lampirkan gambar arsitektur TI saat ini dan yang direncanakan setelah penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana diserahkan kepada PPJ TI. 8. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan Bank atas penyelenggaraaan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang direncanakan. 9. Lampirkan surat pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. 10. Dalam hal Bank merupakan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing, lampirkan: a. Surat pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa PPJ TI merupakan cakupan pengawasannya; b. Surat pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat jika Otoritas Jasa Keuangan hendak melakukan pemeriksaan penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana tersebut; c. Surat pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atau kantor induk Bank atas penerapan manajemen risiko pada PPJ TI. Surat pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan; dan d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atau kantor induk Bank atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh PPJ TI. - 33 - 11. Lampirkan rencana Bank mengenai: a. peningkatan kualitas pelayanan kepada nasabah; dan b. peningkatan kemampuan SDM yang berkaitan dengan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank. *) permohonan persetujuan rencana penyelenggaraan Sistem Elektronik pada Pusat Data (data center) dan/atau Pusat Pemulihan Bencana (disaster recovery center) di luar wilayah Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh PPJ TI efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 34 - Lampiran 2.3.4 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI DI LUAR WILAYAH INDONESIA*) 1. Uraian atau penjelasan dan flow chart dari standar prosedur pelaksanaan (Standard Operating System) dari produk dan aktivitas yang penyelenggaraannya akan diserahkan kepada PPJ TI. 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat Data .............................................................................. b. Pusat Pemulihan Bencana ...................................................... c. Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi ............... Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi direncanakan. 3. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan uji tuntas (due diligence) yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan PPJ TI untuk menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia. 4. Ringkasan uji tuntas (due diligence) pada angka 3, disertai dengan lampiran ringkasan mengenai: a. yang analisis Bank atas hasil audit TI yang dilakukan oleh pihak independen terhadap sumber daya TI (termasuk pengembangan sistem aplikasi yang ditawarkan, sistem operasi dan prosedur, dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki) yang akan digunakan untuk memproses transaksi oleh PPJ TI; b. analisis risiko Bank atas rencana menyerahkan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada PPJ TI antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi, serta analisis country risk; dan c. analisis Bank mengenai kecukupan Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan) milik PPJ TI. 5. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI. - 35 - 6. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh PPJ TI atas penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang akan ditawarkan kepada Bank. 7. Lampirkan ringkasan analisis biaya dan manfaat penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak lain yang antara lain mencakup: a. manfaat bagi Bank dibandingkan dengan biaya yang dibebankan oleh PPJ TI kepada Bank; b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan digunakan dengan kebutuhan Bank; c. analisis Bank atas pengendalian pengamanan yang digunakan pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan keaslian (authentication); dan d. analisis kinerja, reputasi, dan kelangsungan penyediaan layanan kepada para pengguna jasa TI. 8. Lampirkan gambar alur proses pelaporan dan informasi saat ini serta yang direncanakan setelah pemrosesan transaksi diserahkan kepada PPJ TI. 9. Bila Bank merupakan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing, perlu melampirkan: a. Surat pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar negeri bahwa PPJ TI merupakan cakupan pengawasannya; b. Surat pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat apabila Otoritas Jasa Keuangan hendak memeriksa penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi tersebut; c. Surat Pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atau kantor induk Bank atas penerapan manajemen risiko pada PPJ TI. Surat pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang direncanakan. d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atau kantor induk Bank atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh PPJ TI. - 36 - 10. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan Bank atas penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang direncanakan. 11. Lampirkan rencana Bank mengenai: a. peningkatan kemampuan SDM yang berkaitan dengan penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank; b. peningkatan kemampuan SDM atas produk-produk yang ditawarkan Bank kepada nasabah; c. penerapan aspek perlindungan kepada nasabah atas produk yang pemrosesannya diserahkan kepada PPJ TI; dan d. peningkatan peran Bank bagi perkembangan perekonomian Indonesia melalui rencana bisnis. 12. Lampirkan surat pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank memberikan akses kepada auditor intern, ekstern, maupun Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh data dan informasi secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan. *) permohonan persetujuan rencana penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh PPJ TI di luar wilayah Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh PPJ TI efektif dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 37 - Lampiran 2.4 LAPORAN REALISASI TEKNOLOGI INFORMASI*) Nama Bank: ...................................... Alamat Kantor Pusat Bank: ............... Nomor Telepon: ................................. Nama Pelapor: ................................... Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: ........... Alamat Pelapor: ................................. Nomor Telepon: ................................. Tanggal Laporan: ............................... - 38 - Lampiran 2.4.1 REALISASI KEGIATAN SEBAGAI PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI*) 1. Jenis layanan jasa TI yang disediakan oleh Bank. Penyelenggaraan Pusat Data a. Tanggal Realisasi Dokumen Perjanjian Jangka waktu kerjasama b. Pusat Pemulihan Bencana Tanggal Realisasi Dokumen Perjanjian Jangka waktu kerjasama c. Tanggal Realisasi Dokumen Perjanjian Jangka waktu kerjasama d. Tanggal Realisasi Dokumen Perjanjian Jangka waktu kerjasama 2. Pihak pengguna jasa TI. a. Nama b. Alamat (dd/mm/yyyy) (nomor dan tanggal dokumen) (dd/mm/yyyy s.d dd/mm/yyyy) Jaringan Komunikasi (dd/mm/yyyy) (nomor dan tanggal dokumen) (dd/mm/yyyy s.d dd/mm/yyyy) Penyediaan Layanan Aplikasi (dd/mm/yyyy) (nomor dan tanggal dokumen) (dd/mm/yyyy s.d dd/mm/yyyy) : : c. Deskripsi singkat usaha : d. Hubungan dengan Bank : 3. Informasi umum terkait layanan jasa TI yang disediakan Bank. a. Lokasi penyelenggaraan Pusat Data : : Pusat Pemulihan Bencana : (dd/mm/yyyy) (nomor dan tanggal dokumen) (dd/mm/yyyy s.d dd/mm/yyyy) - 39 - b. Daftar layanan jasa aplikasi yang disediakan oleh Bank No Jenis Layanan Aplikasi Nama Layanan Aplikasi 1 Contoh: Laku Pandai Aplikasi “ABC” 2 Contoh: Layanan Perbankan Elektronik 3 Contoh: Layanan Perbankan Elektronik ... ... ... ... ATM ... ... 4. Lampiran perjanjian antara Bank dengan lembaga jasa keuangan pengguna yang sudah merealisasikan penggunaan layanan jasa TI. 5. Lampiran berita acara atas penyediaan layanan jasa TI yang disediakan oleh Bank sudah digunakan oleh lembaga jasa keuangan. 6. Lampiran hasil kajian pascaimplementasi (Post Implementation Review/PIR) atas penyediaan layanan jasa TI yang disediakan oleh Bank, antara lain mencakup: a. hasil kaji ulang kinerja sistem (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. masalah yang terjadi dan solusi atau eskalasi atau langkah penyelesaian yang dilakukan; dan d. efektivitas pengamanan yang ditetapkan. Mobile Banking Keterangan Layanan Aplikasi *) laporan realisasi kegiatan sebagai penyedia jasa TI disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 40 - Lampiran 2.4.2 REALISASI PENERBITAN LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK*) 1. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy). 2. Uraian singkat atau penjelasan mengenai Layanan Perbankan Elektronik yang baru diterbitkan. 3. Lampiran penjelasan mengenai sistem arsitektur TI dari Layanan Perbankan Elektronik yang baru diterbitkan dan bentuk koneksi dengan core banking system. 4. Lampiran penjelasan mengenai bentuk pengendalian intern, khususnya pengendalian keamanan yang memastikan terpenuhinya aspek kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability). 5. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk pengawasan yang melekat (built in control) atas Layanan Perbankan Elektronik. 6. Lampiran kebijakan dan prosedur yang menjelaskan kesiapan infrastruktur TI Layanan Perbankan Elektronik. 7. Lampiran hasil kajian pascaimplementasi atas penggunaan TI terkait Layanan Perbankan Elektronik yang diterbitkan, yang tidak terbatas pada kaji ulang mengenai: a. kinerja sistem (system performance review); b. komplain nasabah dan tindak lanjutnya; c. kesesuaian dengan user requirement; d. masalah yang terjadi beserta solusi atau eskalasi atau langkah penyelesaian yang dilakukan; dan e. efektivitas pengamanan yang ditetapkan. *) laporan realisasi penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 41 - Lampiran 2.4.3 REALISASI RENCANA PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK YANG DITEMPATKAN PADA PUSAT DATA DAN/ATAU PUSAT PEMULIHAN BENCANA DI LUAR WILAYAH INDONESIA*) 1. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy). 2. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat Data .............................................................................. b. Pusat Pemulihan Bencana ...................................................... c. Fungsi Sistem Elektronik ........................................................ 3. Lampiran fotokopi perjanjian antara Bank dan penyelenggara Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana. 4. Lampiran hasil analisis terkini atas pengendalian pengamanan yang digunakan untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dalam penyelenggaraan yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa TI. 5. Lampiran hasil pascaimplementasi atas penggunaan Pusat Data pihak penyedia jasa TI yang antara lain mencakup hasil kaji ulang mengenai: a. kinerja sistem (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. masalah yang terjadi beserta solusi, eskalasi atau langkah penyelesaian yang dilakukan; dan d. efektivitas pengamanan yang ditetapkan. 6. Lampiran hasil pengujian atas penggunaan Pusat Pemulihan Bencana yang diselenggarakan PPJ TI tersebut. 7. Lampiran berita acara pengalihan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana. 8. Lampiran gambar arsitektur TI terkini setelah penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana diserahkan kepada PPJ TI. 9. Uraian analisis risiko terkini Bank terhadap penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana oleh PPJ TI di luar wilayah Indonesia tersebut antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi, serta analisis country risk. *) laporan realisasi penyelenggaraan Sistem Elektronik yang ditempatkan pada Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar wilayah Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 42 - Lampiran 2.4.4 REALISASI RENCANA PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI KEPADA PIHAK PENYEDIA JASA DI LUAR WILAYAH INDONESIA*) 1. Uraian atau penjelasan dan flow chart dari standar prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedure) produk dan aktivitas Bank yang penyelenggaraannya diserahkan kepada pihak penyedia jasa TI. 2. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy) 3. Lokasi penyelenggaraan: a. Pusat Data .............................................................................. b. Pusat Pemulihan Bencana ....................................................... c. Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi ............... 3. Lampirkan fotokopi perjanjian antara Bank dan pihak penyedia jasa penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia. 4. Lampirkan hasil pengujian atas penggunaan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia. 5. Lampirkan berita acara pengalihan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia. 6. Lampirkan hasil pascaimplementasi atas penggunaan PPJ TI dalam menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia yang antara lain mencakup hasil kaji ulang mengenai: a. kinerja sistem (system performance review); b. kesesuaian dengan user requirement; c. masalah yang terjadi beserta solusi atau eskalasi atau langkah penyelesaian yang dilakukan; dan d. efektivitas pengamanan yang ditetapkan. 7. Lampirkan gambar alur proses pelaporan dan informasi saat ini setelah penyelenggaraan diserahkan kepada PPJ TI. 8. Lampirkan hasil analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dalam penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang diserahkan kepada PPJ TI di luar wilayah Indonesia. - 43 - 9. Lampirkan surat pernyataan dari PPJ TI sebagai pihak terafiliasi yang menyatakan kesediaan untuk diperiksa oleh Otoritas Jasa Keuangan terkait dengan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. *) Laporan realisasi Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa TI di luar wilayah Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI. - 44 - Lampiran 2.5 LAPORAN INSIDENTIL MENGENAI KEJADIAN KRITIS, PENYALAHGUNAAN, DAN/ATAU KEJAHATAN DALAM PENYELENGGARAAAN TEKNOLOGI INFORMASI*) Nama Bank: .................................... Alamat Kantor Pusat Bank: ............. Nomor Telepon: ............................... Nama Pelapor: ................................. Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: ......... Alamat Pelapor: ............................... Nomor Telepon: ............................... Tanggal Laporan: ............................. 1. Tanggal kejadian ... (dd/mm/yyyy). 2. Lampirkan kronologis dan evaluasi penyebab kejadian. 3. Terdapat unsur kesengajaan. Ya Tidak 4. Satuan kerja terkait termasuk orang yang dapat dihubungi lebih lanjut ... 5. Dampak atau akibat yang ditimbulkan. a. Kerugian keuangan b. Gangguan operasional c. Tidak terjaminnya kerahasiaan dan integritas data 6. Lampirkan rencana tindak lanjut Bank. *) Kejadian kritis adalah kejadian yang menambah eksposur risiko secara signifikan. Penyalahgunaan atau kejahatan dalam penyelenggaraan TI adalah tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan dan atau mengganggu kelancaran operasional Bank. - 45 - Lampiran 2.6 LAPORAN HASIL AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI *) Nama Bank: .................................... Alamat Kantor Pusat Bank: ............ Nomor Telepon: .............................. Nama Pelapor: ............................... Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: ....... Alamat Pelapor: ............................. Nomor Telepon: .............................. Tanggal Laporan: ........................... 1. Lampirkan detail anggota tim pelaksana audit TI. 2. Jika audit TI dilaksanakan oleh pihak ekstern, lampirkan perjanjian kerjasama pelaksanaan audit antara Bank dengan pihak ekstern tersebut.**) 3. Berikan keterangan mengenai cakupan audit TI. 4. Berikan penjelasan kelemahan TI yang ditemukan, tindak lanjut penyelesaian, dan target waktu penyelesaian. *) Audit khusus TI dilaksanakan terhadap aspek-aspek yang terkait TI sesuai kebutuhan, prioritas, dan hasil analisis risiko TI Bank. **) Informasi mencakup jenis layanan, data penyedia jasa (nama perusahaan, alamat Pusat Data, alamat perusahaan, pemilik/grup pemilik mayoritas), tanggal dan jangka waktu perjanjian, contact person di Bank yang menangani jasa penyelenggaraan TI tersebut dan informasi penting lainnya. - 46 - GLOSSARY 1. Acquirer: Bank atau lembaga selain Bank yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa financial acquirer dan/atau technical acquirer. 2. Access - akses: suatu usaha untuk membuka suatu saluran komunikasi dengan perangkat keras atau perangkat lunak tertentu, seperti modem yang digunakan untuk membuka akses internet. Perangkat keras atau perangkat lunak tersebut selain untuk memberikan data juga digunakan untuk menerima data untuk disimpan. 3. Accountability – akuntabilitas: mekanisme untuk menilai tanggung jawab atas pengambilan keputusan dan tindakan. 4. Administrator Log: file pada komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan administrator. 5. Automated Teller Machine (ATM): suatu terminal atau mesin komputer yang digunakan oleh Bank yang dihubungkan dengan komputer lainnya melalui komunikasi data yang memungkinkan nasabah Bank menyimpan dan mengambil uang di Bank atau melakukan transaksi perbankan lainnya. 6. Audit Trail – Jejak Audit: file pada komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan pengguna (user) atau komputer, yang tersimpan secara kronologis, yang dapat digunakan untuk audit atau penelusuran. 7. Authentication – Otentikasi: kemampuan dari setiap pihak dalam transaksi untuk menguji kebenaran dari pihak lainnya. 8. Back Door: metode untuk melewati otentikasi normal atau remote access yang aman dari suatu komputer terhadap pengaksesan suatu sistem namun tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan biasa. 9. Backup – rekam cadang: salinan dari dokumen asli atau cadangan dari mesin utama yang dapat digunakan apabila terjadi gangguan pada mesin utama. Backup dapat berupa backup data maupun backup system. Backup dapat ditempatkan secara on site di lokasi Pusat Data (Data Center) dan/atau off site di lokasi alternatif. 10. Backup Site: lokasi penyimpanan backup komputer dan file yang terpisah dengan Pusat Data. - 47 - 11. Business Impact Analysis (BIA): proses untuk memastikan akibat yang ditimbulkan dari tidaktersedianya dukungan semua resource TI. Pada fase ini mencakup identifikasi beragam kejadian yang dapat mengakibatkan kelangsungan kegiatan operasional TI. 12. Contingency Plan: prosedur yang berisikan rencana atau langkah- langkah secara manual yang harus dilakukan oleh unit bisnis untuk menjalankan kegiatan operasional bisnis pada saat proses recovery sedang dilakukan. 13. Controller (Host-Front End): sejenis komputer mini yang berfungsi untuk mengontrol kinerja perangkat keras dan perangkat lunak yang ada pada suatu sistem seperti terminal komputer atau ATM, jaringan komunikasi atau sarana komputer lainnya. 14. Cost and Benefit Analysis – Analisa Biaya dan Manfaat: suatu analisis perbandingan antara biaya investasi dan keuntungan yang diperoleh Bank dari setiap alternatif pilihan penyedia jasa. Hasil analisis ini menjadi salah satu pertimbangan Bank untuk mengambil keputusan alih daya (outsourcing) atau pemilihan penyedia jasa TI. 15. Cybersquating: pendaftaran atau penggunaan alamat website atau nama domain dengan maksud buruk yaitu untuk menyalahgunakan atau memperoleh keuntungan dari penggunaan suatu merek dagang oleh pihak yang tidak berwenang. 16. Defacing: upaya hacker untuk menyerang dan mengubah tampilan atau isi suatu website. 17. Denial of Service Attack: serangan terhadap sistem TI sehingga menjadi lambat atau tidak dapat berfungsi sama sekali misalnya dengan membuat kapasitas (bandwidth) jaringan atau kapasitas (disk space) komputer seolah-olah telah terpakai penuh, gangguan pada server serta gangguan penyediaan jasa kepada sistem lain atau pengguna. 18. Digital Certificate: identitas elektronik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memverifikasi bahwa pesan tersebut dikirim oleh orang atau perusahaan yang berwenang dan hanya dibaca oleh pihak yang berwenang pula. Digital certificate diterbitkan oleh pihak ketiga yang disebut "certification authority". 19. Digital Signature: suatu informasi berupa tanda-tanda tertentu yang berbentuk digital yang dapat memastikan otentikasi pengirim, integritas data, dan tidak dapat diingkari. - 48 - 20. Disposal Media Backup: proses penghancuran terhadap media backup yang sudah melewati masa retensi dan tidak digunakan. 21. Down Time: lamanya sistem tidak dapat berfungsi dan digunakan oleh pengguna karena adanya gangguan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan komunikasi. 22. Due Diligence – Uji Tuntas: suatu proses untuk mendapatkan informasi paling lengkap mengenai penyedia jasa TI untuk menilai reputasi, kemampuan operasional, manajerial, kondisi keuangan, strategi pengembangan di masa mendatang dan kemampuan mengikuti perkembangan teknologi terkini. 23. Electronic Fund Transfer (EFT): transfer dana antar rekening melalui sistem pembayaran yang menggunakan media elektronik. EFT dapat dilakukan pada transaksi keuangan antara lain melalui telepon, dan terminal komputer. 24. Enkripsi: alat untuk mencapai keamanan data dengan menerjemahkannya menggunakan password. Enkripsi mencegah password atau key supaya tidak mudah dibaca pada file konfigurasi. 25. Escrow Agreement: suatu perjanjian yang memungkinkan pemberian hak kepada pembeli perangkat lunak untuk dapat memiliki kode sumber (source code) versi terkini dalam hal perusahaan pembuat sistem aplikasi tidak beroperasi lagi antara lain karena dipailitkan. 26. Exception Handling: mekanisme untuk menangani munculnya kondisi yang tidak diharapkan yang dapat mengubah alur normal suatu sistem aplikasi. 27. Firewall: peralatan untuk menjaga keamanan jaringan yang melakukan pengawasan dan penyeleksian atas lalu lintas data atau informasi melalui jaringan serta memisahkan jaringan privat dan publik. Peralatan ini dapat digunakan untuk melindungi komputer yang telah dikoneksikan dengan jaringan dari serangan yang dapat merusak komputer internal dan menyebabkan data corruption dan/atau denial of service bagi pengguna yang diotorisasikan. 28. Full System Backup: system backup yang mencakup keseluruhan sistem yang digunakan. 29. Gateway: titik dalam suatu jaringan yang berfungsi sebagai pintu masuk ke jaringan lain atau menghubungkan satu jaringan dengan jaringan lain. Gateway dapat berupa komputer yang mengatur dan mengendalikan lalu lintas jaringan. - 49 - 30. Hardcopy: salinan data atau informasi komputer dalam bentuk tercetak atau dikenal dengan print out. 31. Hardening – pengaturan parameter: merupakan proses atau metode untuk mengamankan sistem dari berbagai ancaman atau gangguan. Metode yang digunakan termasuk antara lain menonaktifkan layanan yang tidak diperlukan, serta username atau login yang tidak diperlukan, mengembangkan intrusion detection system, intrusion prevention system dan firewall. 32. Hub: peralatan yang menghubungkan beberapa kabel pada jaringan dan meneruskan data atau informasi ke seluruh address yang berupa titik jaringan atau peralatan yang dituju. 33. Interoperability – interoperabilitas: a. kemampuan perangkat lunak atau perangkat keras pada berbagai jenis mesin dari banyak vendor untuk saling berkomunikasi; b. kemampuan untuk saling bertukar dan menggunakan informasi (biasanya dalam suatu jaringan besar yang terdiri beberapa jaringan lokal yang bervariasi). 34. IT Control: pengendalian TI yang mencakup pengendalian umum dan pengendalian aplikasi yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis. Pengendalian umum TI diperlukan untuk memungkinkan diterapkannya fungsi pengendalian aplikasi. Pengendalian umum Bank antara lain mencakup pengendalian di manajemen dan organisasi TI Bank, pengendalian akses baik fisik maupun logic dan pelaksanaan DRP. Pengendalian aplikasi diperlukan untuk memastikan kelengkapan dan akurasi dalam setiap tahap pemrosesan informasi. Pengendalian aplikasi diintegrasikan dengan sistem aplikasi yang digunakan untuk pemrosesan transaksi. 35. Key logger: ancaman berupa perangkat lunak atau perangkat keras yang digunakan untuk memperoleh informasi (PIN, password) yang diketikkan pengguna pada keyboard. 36. Library: kumpulan perangkat lunak atau data yang memiliki fungsi tertentu dan disimpan, serta siap untuk digunakan. 37. Logic Bomb: suatu kode yang sengaja dimasukkan ke dalam suatu sistem perangkat lunak yang pada suatu kondisi tertentu akan melakukan serangkaian fungsi yang bersifat merusak. - 50 - 38. Man-in-the-middle-attack: jenis serangan terhadap sistem teknologi informasi dimana penyerang (hacker) menyadap pesan yang dikirimkan pengirim kepada penerima dan/atau selanjutnya mengubah isi pesan dan mengirimkannya kembali kepada penerima. Penyerang (hacker) akan menggunakan program yang tampak seperti server bagi client dan tampak sebagai client bagi server. 39. Network interface – antarmuka jaringan: titik interkoneksi antara terminal pengguna, mesin, atau suatu jaringan dengan jaringan lain. 40. Non repudiation – tidak dapat diingkari: suatu cara untuk memastikan kebenaran pengirim dan penerima sehingga tidak ada pihak yang dapat menyangkal. 41. Offline – luar jaringan: sistem atau komputer yang tidak terdapat hubungan jaringan atau tidak dapat berkomunikasi dengan sistem atau komputer lain. 42. Off-the shelf: tersedia apa adanya, dibuat bukan berdasarkan pesanan khusus. 43. Outsourcing – alih daya: pengguna pihak lain (ekstern) dalam penyelenggaraan TI Bank yang menyebabkan Bank memiliki ketergantungan terhadap jasa yang diberikan pihak lain tersebut secara berkesinambungan dan/atau dalam periode tertentu. 44. Parallel Distributed: sistem terdistribusi yang terdiri dari sekumpulan komputer yang terhubung oleh jaringan, dengan software yang digunakan bersama sehingga seluruh komputer dapat berbagi sumber daya hardware, software, dan data. Sistem ini dapat menjembatani perbedaan geografis, meningkatkan kinerja, dan interaksi serta menekan biaya. 45. Password: kode atau simbol khusus untuk mengamankan sistem komputer yaitu untuk mengidentifikasi pihak yang mengakses data, program atau aplikasi komputer yang digunakan. 46. Patch: sekumpulan kode yang ditambahkan pada perangkat lunak untuk memperbaiki suatu kesalahan, biasanya merupakan koreksi yang bersifat sementara di antara dua keluaran versi perangkat lunak. 47. Patch Management: manajemen sistem yang meliputi proses memperoleh, pengujian dan instalasi berbagai patch yang digunakan untuk memperbaiki suatu program. 48. Pengamanan Fisik: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap area komputerisasi serta peralatan atau fasilitas pendukung. - 51 - 49. Pengamanan Logic: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap sistem komputer dan informasi yang tersimpan di dalamnya yang antara lain meliputi penggunaan user ID dan password. 50. Personal Identification Number (PIN): rangkaian digit unik terdiri dari huruf, angka atau kode ASCII yang digunakan untuk mengidentifikasi antara lain pengguna komputer, pengguna ATM, pengguna internet banking, dan pengguna mobile banking. 51. Perusahaan Switching: perusahaan yang memberikan pelayanan jasa perbankan elektronik kepada Bank dan lembaga jasa keuangan antara lain dalam pengelolaan perangkat keras komputer, jaringan telekomunikasi, informasi serta catatan transaksi nasabah Bank dan lembaga jasa keuangan tersebut. 52. Phising: salah satu bentuk teknik social engineering untuk memperoleh informasi rahasia seseorang secara ilegal. Phising dapat dalam bentuk surat elektronik palsu yang seolah-olah berasal dari Bank atau perusahaan kartu kredit untuk memperoleh informasi seperti PIN dan password. 53. Platform: perangkat keras atau lunak seperti arsitektur komputer, sistem operasi atau bahasa pemrograman yang memungkinkan suatu aplikasi beroperasi. 54. Point of Sales (POS) atau Electronic Data Capture (EDC): suatu perangkat keras atau terminal komputer dapat berupa cash register atau terminal debit/credit verification yang membaca informasi pada pita magnetis kartu (card’s magnetic stripe) kartu mengenai data transaksi di tempat penjualan (merchant), mentransmisikan data kepada acquirer untuk diverifikasi dan diproses. 55. Power User: user id yang memiliki kewenangan sangat luas. 56. Public Key Infrastructure (PKI): suatu pengolahan atau pengaturan dimana suatu pihak ketiga yang dapat dipercaya menyediakan pemeriksaan secara seksama dan memastikan keabsahan suatu identitas. 57. Request for Proposal (RFP): suatu proses permintaan proposal kepada para penyedia jasa sesuai dengan kebutuhan Bank untuk keperluan seleksi. Proposal yang disampaikan harus dapat menjawab secara rinci kebutuhan Bank yang sudah didefinisikan sebagaimana tertuang dalam dokumen business requirement atau target operating model. - 52 - 58. Restore: mengembalikan pada fungsi atau kondisi semula sebelum terjadi disaster. 59. Restricted area: area yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang telah mendapatkan hak akses. 60. Router: peralatan jaringan yang meneruskan suatu paket data atau informasi dengan memilih rute terbaik untuk ditempuh dalam menyampaikan data atau informasi tersebut. 61. Service Level Agreement – Jaminan Tingkat Pelayanan: bagian dari kontrak perjanjian dimana tingkat penyediaan layanan yang diharapkan para pihak ditetapkan biasanya mencakup pula standar kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service levels) atau target waktu penyediaan layanan. 62. Softcopy: salinan data atau dokumen dalam bentuk file elektronik. 63. Source Code – Kode Sumber: instruksi program perangkat lunak yang ditulis dalam suatu format (bahasa) dan dapat dibaca oleh manusia. 64. Spoofing: suatu keadaan dimana seseorang atau suatu program dapat menyerupai orang lain atau program lain dengan cara memalsukan data dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu. 65. Spyware: perangkat lunak yang mengumpulkan informasi-informasi sensitif tentang pengguna tanpa sepengetahuan atau izin dari pengguna. 66. Stress Test: jenis testing dalam pengembangan yang menggunakan berbagai skenario misalnya dalam kondisi buruk. Stress test diperlukan menyangkut performance, load balancing khususnya untuk aplikasi yang kompleks. 67. Switch: peralatan dalam jaringan yang meneruskan paket informasi kepada alamat situs atau peralatan yang dituju. 68. System: suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. 69. System Log: file pada komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan sistem atau komputer. 70. Trojan Horse: program yang bersifat merusak yang disusupkan oleh hacker di dalam program yang sudah dikenal oleh pengguna replikasi atau distribusinya harus diaktivasi oleh program yang sudah dikenal oleh penggunanya melalui metode “social engineering”. - 53 - 71. Unit Test: uji coba yang dilakukan oleh pengembang untuk menguji fungsionalitas dari modul-modul kecil dalam program perangkat lunak. 72. Upload dan Download - unggah dan unduh: transfer data elektronik antara dua komputer atau sistem yang sejenis. 73. User Acceptance Test: uji coba akhir oleh pengguna untuk menguji keseluruhan fungsionalitas dan interoperability dari suatu sistem aplikasi. 74. User Log: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan pengguna (user) seperti waktu login dan log-out. 75. Virus: program yang bersifat merusak dan akan aktif dengan bantuan orang (dieksekusi), dan tidak dapat mereplikasi sendiri penyebarannya, karena dilakukan oleh orang, seperti copy, biasanya melalui attachement surat elektronik, game, program bajakan, dan lain-lain. 76. Website: situs web atau informasi yang disampaikan melalui suatu web browser atau sekumpulan web page yang dirancang, dipresentasikan dan saling terhubung untuk membentuk suatu sumber informasi dan/atau melaksanakan fungsi transaksi. 77. Worm: program komputer yang dirancang untuk memperbanyak diri secara otomatis dan melekat pada surat elektronik atau sebagai bagian dari pesan jaringan. Worm menyerang jaringan dan berakibat kepada penuhnya bandwidth yang terpakai sehingga menghambat laju pengiriman data pada jaringan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 21/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM </reg_title> <set_date> 6 Juni 2017 </set_date> <effective_date> 6 Juni 2017 </effective_date> <related_reg> '38/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN TAGIHAN BERSIH TRANSAKSI DERIVATIF DALAM PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.03/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929), yang selanjutnya disebut POJK KPMM, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 50/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6099), yang selanjutnya disebut POJK NSFR, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman perhitungan tagihan bersih transaksi derivatif dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Salah satu cakupan Risiko Kredit adalah Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk). - 2 - 2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik: a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar; b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu; c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan; dan d. risiko bersifat bilateral yaitu: 1) jika nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan (counterparty); atau 2) jika nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan (counterparty) terekspos Risiko Kredit dari Bank. 3. Sesuai POJK KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit. Bank dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, yaitu: a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based Approach). Untuk penerapan tahap awal, Bank harus melakukan perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar (Standardized Approach) yang selanjutnya disebut ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) yang harus dihitung oleh Bank salah satunya adalah perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas transaksi derivatif, baik atas posisi Trading Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book maupun Banking Book mengacu pada POJK KPMM. - 3 - II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR UNTUK RISIKO KREDIT AKIBAT KEGAGALAN PIHAK LAWAN (COUNTERPARTY CREDIT RISK) ATAS TRANSAKSI DERIVATIF A. Cakupan dan Tata Cara Perhitungan 1. Cakupan transaksi derivatif yang dihitung dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) meliputi antara lain transaksi derivatif Over The Counter (OTC), transaksi derivatif melalui bursa (exchange traded derivative), dan long settlement transaction. 2. Long settlement transaction merupakan transaksi yang mewajibkan pihak lawan (counterparty) untuk menyerahkan surat berharga, komoditas, atau valuta asing atas pertukaran kas, instrumen keuangan, komoditas, atau bentuk lain yang secara kontraktual jangka waktu penyelesaiannya lebih lama dibandingkan dengan jangka waktu yang paling singkat antara: a. jangka waktu penyelesaian reguler atau standar di pasar atas transaksi dimaksud; atau b. 5 (lima) hari kerja setelah Bank melakukan transaksi dimaksud. 3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) atas transaksi derivatif merupakan hasil perkalian antara: a. Tagihan Bersih; dan b. bobot risiko. 4. Perhitungan Tagihan Bersih sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 5. Bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar, yang selanjutnya disebut SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 6. Khusus untuk transaksi derivatif OTC, selain perhitungan sebagaimana dimaksud pada angka 3 Bank juga harus menambahkan eksposur tertimbang dari Credit Valuation Adjustment (CVA Risk Weighted Assets) dalam perhitungan - 4 - ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud dalam SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. B. Tagihan Bersih 1. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) atas transaksi derivatif, perhitungan Tagihan Bersih adalah: Tagihan Bersih = 1,4 x (Replacement Cost + Potential Future Exposure) 2. Perhitungan Tagihan Bersih transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan pada setiap netting set. 3. Setiap netting set terdiri atas: a. 1 (satu) transaksi derivatif, dalam hal tidak terdapat perjanjian saling hapus (netting contract) yang memenuhi persyaratan tertentu; atau b. 2 (dua) atau lebih transaksi derivatif dengan pihak lawan (counterparty) yang sama sepanjang 2 (dua) atau lebih transaksi derivatif dimaksud dapat dilakukan saling hapus (netting) melalui perjanjian saling hapus (netting contract) yang memenuhi persyaratan tertentu. Perjanjian saling hapus (netting contract) yang memenuhi persyaratan tertentu dimaksud merupakan perjanjian yang bertujuan untuk menggabungkan beberapa kewajiban derivatif untuk menyerahkan sejumlah aset keuangan pada tanggal tertentu antara Bank dan pihak lawan (counterparty) antara lain melalui proses pembaruan utang (novasi), sehingga diperoleh 1 (satu) kewajiban hukum tertentu (single legal obligation) bagi salah satu pihak yaitu Bank atau pihak lawan (counterparty). 4. Persyaratan perjanjian saling hapus (netting contract) sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b adalah sebagai berikut: a. dalam hal terjadi event of default, kepailitan, likuidasi dan/atau kondisi lain yang menyebabkan pihak lawan (counterparty) tidak dapat memenuhi kewajiban, perjanjian saling hapus (netting contract) mensyaratkan adanya proses saling hapus (netting) sehingga hanya menghasilkan 1 (satu) kewajiban hukum tertentu (single legal obligation) bagi salah satu pihak (Bank atau pihak lawan/counterparty). - 5 - Besaran kewajiban hukum dimaksud didasarkan pada hasil saling hapus (netting) dari seluruh nilai positif dan seluruh nilai negatif atas hasil mark to market dari setiap transaksi yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus (netting contract); b. terdapat opini hukum yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi perkara hukum maka pengadilan atau lembaga terkait lain akan memutuskan nilai eksposur Bank adalah sebesar nilai hasil proses saling hapus (netting) dan perjanjian saling hapus (netting contract) telah sesuai dengan: 1) hukum dan peraturan yang berlaku di yurisdiksi tempat kedudukan Bank maupun pihak lawan (counterparty); 2) hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan transaksi; dan 3) hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan perikatan atau perjanjian antara Bank dan pihak lawan (counterparty). Dalam hal pihak yang bertransaksi adalah kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri maka harus dipastikan bahwa hukum dan peraturan dimaksud berlaku juga terhadap kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; dan c. tidak diperkenankan terdapat klausula walkaway, yaitu klausula yang memungkinkan dalam hal salah satu pihak mengalami event of default maka pihak yang tidak default (non-defaulting party): 1) hanya membayar sebagian kewajiban; atau 2) tidak membayar kewajiban sama sekali, dalam hal hasil proses saling hapus (netting) menyebabkan pihak yang tidak default (non-defaulting party) dimaksud memiliki kewajiban (net debtor) kepada pihak yang mengalami event of default dimaksud. 5. Bank harus memiliki prosedur kaji ulang untuk memastikan prosedur saling hapus (netting arrangement) dan perjanjian saling hapus (netting contract) tetap sesuai dengan hukum dan - 6 - peraturan yang berlaku terutama dalam hal terdapat perubahan terhadap hukum dan peraturan yang terkait. 6. Metode, tata cara perhitungan, dan contoh perhitungan Tagihan Bersih sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. III. PELAPORAN 1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas transaksi derivatif, Bank menyampaikan: a. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara individu yang disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan; dan b. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara konsolidasi yang disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember, bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak, dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR atas transaksi derivatif dengan menggunakan pendekatan standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan mulai posisi bulan Januari 2018. 3. Laporan perhitungan Tagihan Bersih atas transaksi derivatif dengan menggunakan pendekatan standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara daring (online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. 4. Dalam hal pelaporan daring (online) kepada Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan maka laporan disampaikan secara luring (offline) kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau - 7 - b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 5. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 melalui sistem pelaporan daring (online) Otoritas Jasa Keuangan atau secara luring (offline) ditetapkan sebagai berikut: a. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara individu disampaikan paling lambat tanggal 6 bulan berikutnya; dan b. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit- Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara konsolidasi disampaikan paling lambat tanggal 21 bulan berikutnya. 6. Dalam hal batas waktu penyampaian jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, dan/atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. 7. Pengenaan sanksi atas keterlambatan penyampaian laporan melalui sistem pelaporan daring (online) Otoritas Jasa Keuangan atau secara luring (offline) mengacu pada POJK NSFR. IV. LAIN-LAIN 1. Sampai dengan pelaporan posisi bulan Desember 2017, perhitungan Tagihan Bersih untuk transaksi derivatif mengacu pada SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 2. Mulai posisi bulan Januari 2018, perhitungan Tagihan Bersih untuk transaksi derivatif mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Mulai posisi bulan Januari 2018, Bank tidak lagi melaporkan perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas transaksi derivatif melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). 4. Mulai posisi bulan Januari 2018, Tagihan Bersih yang digunakan dalam perhitungan variabel Exposure at Default (EAD) pada perhitungan CVA Risk Weighted Assets sebagaimana dimaksud dalam SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar menggunakan Tagihan Bersih sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. - 8 - V. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku: 1. butir II.C.3.a; 2. tabel 3.c Transaksi Derivatif Over The Counter (OTC) dalam Formulir I.A Lampiran III; dan 3. tabel 3.c Transaksi Derivatif Over The Counter (OTC) dalam Formulir II.A Lampiran III, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2018. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 September 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd HERU KRISTIYANA Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 48/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN TAGIHAN BERSIH TRANSAKSI DERIVATIF DALAM PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR </reg_title> <set_date> 15 September 2017 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2018 </effective_date> <replaced_reg> '42/SEOJK.03/2016 | butir II.C.3.a', '42/SEOJK.03/2016 | Lampiran III Formulir I.A tabel 3.c', '42/SEOJK.03/2016 | Lampiran III Formulir II.A tabel 3.c' </replaced_reg> <related_reg> '11/POJK.03/2016', '34/POJK.03/2016', '50/POJK.03/2017' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771) perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Produk dan Aktivitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. UMUM 1. Pelaksanaan kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dilakukan antara lain dengan menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan BPRS dan/atau nasabah. 2. Dalam menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas, BPRS perlu menerapkan Prinsip Syariah, prinsip kehati-hatian, dan prinsip perlindungan nasabah. Selain itu, BPRS perlu menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh Produk dan/atau Aktivitas tersebut. II. PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BPRS Penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas BPRS dikelompokkan sebagai berikut: 1. Penghimpunan dana Kegiatan penghimpunan dana meliputi: a. simpanan (tabungan); b. investasi (tabungan, deposito); c. pinjaman... - 2 - c. pinjaman/pembiayaan yang diterima; dan d. kegiatan penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan oleh BPRS sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan Prinsip Syariah. 2. Penyaluran dana Kegiatan penyaluran dana meliputi: a. pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah, musyarakah, musyarakah mutanaqisah), prinsip sewa-menyewa (ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, multijasa), prinsip jual beli (murabahah, istishna’, salam), dan prinsip pinjam-meminjam (qardh) b. pembiayaan ulang (refinancing); c. pengalihan utang atau pembiayaan; dan d. kegiatan penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh BPRS sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan Prinsip Syariah. 3. Penempatan dana Penempatan dana dalam bentuk: a. giro, deposito, sertifikat deposito syariah dan/atau tabungan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah; b. deposito dan/atau tabungan pada BPRS; dan c. giro dan/atau tabungan pada bank umum konvensional untuk kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS. 4. Kegiatan usaha penukaran valuta asing 5. Kegiatan lainnya Kegiatan lainnya meliputi: a. kegiatan sebagai penyelenggara dan agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai); b. penyediaan layanan electronic banking berupa phone banking, SMS banking, mobile banking, internet banking; c. layanan pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll); d. kegiatan kerjasama dalam rangka transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri; e. kegiatan sebagai penerbit kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan/atau kartu debet; f. kegiatan sebagai penerbit uang elektronik (electronic money) dan kegiatan pemasaran uang elektronik milik lembaga penerbit; g. pemindahan... - 3 - g. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening BPRS di bank umum syariah atau unit usaha syariah; h. Safe Deposit Box (SDB); i. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan produk asuransi syariah kepada nasabah yang terkait dengan Produk BPRS; j. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan pajak; dan k. kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh BPRS sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah. III. KRITERIA PRODUK DAN AKTIVITAS BARU Produk dan/atau Aktivitas baru merupakan Produk dan/atau Aktivitas yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang bersangkutan; atau b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan fitur atau karakteristik. Yang dimaksud dengan pengembangan fitur atau karakteristik antara lain penambahan dan/atau penggantian fitur atau karakteristik yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko Produk dan/atau Aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik tapi tidak menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko adalah Produk tabungan berjangka yang mengalami perubahan jangka waktu dan/atau perubahan nominal. Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik dan menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko antara lain pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah untuk objek yang sebelumnya ready stock menjadi ready stock dan inden. IV. PENCANTUMAN... - 4 - IV. PENCANTUMAN RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU DALAM RENCANA BISNIS/RENCANA KERJA BPRS Rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis/rencana kerja BPRS paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1. jenis dan deskripsi umum Produk dan/atau Aktivitas baru; 2. waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 3. tujuan atau manfaat penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 4. keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas baru dengan strategi bisnis BPRS; 5. risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; dan 6. mitigasi risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru. Pencantuman rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran I. V. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN DAN PROSEDUR DALAM RANGKA PENGELOLAAN RISIKO Ruang lingkup kebijakan dan prosedur dalam rangka pengelolaan risiko Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit mencakup: 1. Identifikasi seluruh risiko yang terkait dengan Produk dan/atau Aktivitas baru; 2. Analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan untuk Produk dan/atau Aktivitas baru; dan 3. Sistem dan prosedur operasional serta kewenangan dalam pengelolaan Produk dan/atau Aktivitas baru. VI. PERIZINAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BARU 1. BPRS wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru apabila Produk dan/atau Aktivitas baru tidak tercantum dalam Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS. Produk dan/atau Aktivitas tersebut harus telah tercantum dalam rencana bisnis/rencana kerja BPRS... - 5 - BPRS apabila Produk dan/atau Aktivitas tersebut belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPRS. 2. BPRS menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru tanpa persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Produk dan/atau Aktivitas baru telah: a. tercantum dalam kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS; b. tercantum dalam rencana bisnis/rencana kerja BPRS; dan c. didukung dengan kesiapan operasional yang memadai. 3. Pencantuman Produk dan/atau Aktivitas baru dalam rencana bisnis/ rencana kerja BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b berlaku untuk Produk dan/atau Aktivitas baru karena memenuhi kriteria belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPRS. 4. Definisi atau karakteristik umum Produk dan Aktivitas sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 mengacu pada Lampiran II. 5. Cakupan Produk dan Aktivitas BPRS mengacu pada Lampiran III. 6. Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS mengacu pada Lampiran IV. VII. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU Permohonan persetujuan penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.1 disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1. penjelasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru meliputi: a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru; b. rencana waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; dan c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan diterbitkan dan/atau Aktivitas yang akan dilaksanakan; 2. manfaat dan biaya bagi BPRS; 3. manfaat dan risiko bagi nasabah; 4. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses... - 6 - proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); 5. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); 6. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk dan/atau Aktivitas baru; 7. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi : a. Produk dan/atau Aktivitas baru mendasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI); b. kesesuaian Produk dan/atau Aktivitas baru dengan fatwa DSN- MUI paling sedikit mencakup: 1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam akad yang digunakan; 2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan; 3) kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran dana); 4) penetapan biaya administrasi; dan 5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap agunan, apabila ada. c. standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan d. hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; 8. konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi paling sedikit meliputi: a. identitas para pihak; b. akad yang digunakan; c. uraian secara rinci dan jelas mengenai nilai dan objek perjanjian; d. hak dan kewajiban para pihak; e. mekanisme... - 7 - e. mekanisme pelaksanaan akad; f. jangka waktu; g. bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee; h. objek jaminan, apabila ada; i. rincian biaya yang terkait; j. mekanisme penyelesaian perselisihan/sengketa; k. dalam perjanjian memuat pernyataan: “Perjanjian ini telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan”; dan 9. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan teknologi informasi. Opini syariah dari DPS sebagaimana dimaksud pada angka 7 menggunakan contoh format surat sebagaimana Lampiran V.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. LAPORAN REALISASI PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU 1. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.3 disertai dengan dokumen pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang diterbitkan dan/atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Produk dan/atau Aktivitas baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.4 disertai dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. ringkasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi: 1) jenis... perselisihan apabila terjadi - 8 - 1) jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru; 2) tanggal penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; 3) kesesuaian Produk baru yang diterbitkan atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS; 4) manfaat dan biaya bagi BPRS; 5) manfaat dan risiko bagi nasabah; 6) target pasar atau nasabah; 7) karakteristik Produk atau Aktivitas; 8) alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses Produk atau Aktivitas; 9) jurnal pembukuan; 10) kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan 11) penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); b. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); 3. Realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru dihitung sejak tanggal Produk dan/atau Aktivitas tersebut sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. IX. LAPORAN RENCANA PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BPRS Laporan rencana penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.5 disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat: 1. alasan penghentian; 2. surat... - 9 - 2. surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas keputusan penghentian; dan 3. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. X. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS ATAS INISIATIF BPRS Laporan realisasi penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS mengacu pada format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.6. disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. XI. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN SEMENTARA, LAPORAN PENYEMPURNAAN, DAN LAPORAN REALISASI PENERBITAN KEMBALI PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN KEMBALI AKTIVITAS BPRS ATAS PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Laporan realisasi penghentian sementara Produk dan/atau Aktivitas BPRS atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.7. 2. Laporan penyempurnaan Produk dan/atau Aktivitas atas penghentian sementara disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.8. 3. Laporan realisasi penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas BPRS karena Otoritas Jasa Keuangan telah mencabut penghentian sementara disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas dengan... - 10 - dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.9. XII. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PERMANEN DAN LAPORAN RENCANA TINDAK PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BPRS ATAS PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Laporan realisasi penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas BPRS atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.10. 2. Laporan rencana tindak atas penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas BPRS disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat penghentian Produk dan/atau Aktivitas dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.11. XIII. PENYAMPAIAN PENGAJUAN PERSETUJUAN ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Departemen Perbankan Syariah, bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodebek), serta Provinsi Banten; atau b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), serta Provinsi Banten. 2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan secara elektronis. XIV. LAIN-LAIN... - 11 - XIV. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. XV. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mulai berlaku: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - RENCANA PENERBITAN PRODUK ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU BPRS TAHUN No. Jenis dan Nama Produk dan/atau Aktivitas Baru1) Rencana Waktu Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Tujuan Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Bagi BPRS Bagi Nasabah : : Keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas Baru dengan Strategi BPRS2) Deskripsi Umum Produk dan/atau Aktivitas Baru2) Risiko yang mungkin timbul dari Penerbitan Produk dan/atau Aktivitas Baru2) Rencana Mitigasi Risiko 1) contoh penghimpunan dana – deposito mudharabah, penyaluran dana – pembiayaan musyarakah mutanaqisah, kegiatan lainnya – electronic banking berupa phone banking. 2) penjelasan yang lebih rinci dapat disertakan dalam lembaran terpisah. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji ttd NELSON TAMPUBOLON LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - DEFINISI ATAU KARAKTERISTIK UMUM PRODUK DAN AKTIVITAS BPRS No. Produk dan Aktivitas 1. PENGHIMPUNAN DANA a. Simpanan (Wadi’ah) 1) Tabungan b. Investasi (Mudharabah) 1) Tabungan 2) Deposito c. Pinjaman/pembiayaan yang diterima d. Penghimpunan lainnya Definisi atau Karakteristik Umum Simpanan dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Investasi dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Investasi dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yang disepakati berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan BPRS. Pinjaman atau pembiayaan yang diterima dari bank atau pihak ketiga bukan bank yang berasal dari dalam negeri dalam bentuk rupiah. dana Cukup jelas 2. PENYALURAN DANA a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil 1) Pembiayaan Mudharabah Penyediaan dana untuk kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik dana menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan nisbah yang disepakati. 2) Pembiayaan Musyarakah Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. 3) Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu Mutanaqisah... - 2 - No. Produk dan Aktivitas Mutanaqisah (MMQ) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa menyewa 1) Pembiayaan Ijarah 2) Pembiayaan 3) Pembiayaan Multijasa Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) Ijarah Definisi atau Karakteristik Umum pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah). c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli 1) Pembiayaan Murabahah Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya. Pembiayaan untuk kepemilikan emas. 2) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) 3) Pembiayaan Istishna’ 4) Pembiayaan Salam Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dan penjual atau pembuat. Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk jual beli barang pesanan dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. d. Pembiayaan... - 3 - No. Produk dan Aktivitas d. Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjam meminjam 1) Pembiayaan Qardh 2) Pembiayaan Beragun Emas e. Pembiayaan sindikasi Qardh Definisi atau Karakteristik Umum Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pembiayaan qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh BPRS selama jangka waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas sebagai objek rahn. Pemberian pembiayaan bersama antara sesama BPRS, BPRS dengan perbankan syariah, atau BPRS dengan bank konvensional kepada satu nasabah, yang jumlah pembiayaannya terlalu besar apabila diberikan oleh satu BPRS saja. Dalam suatu perjanjian pembiayaan sindikasi, BPRS dapat bertindak antara lain sebagai arranger, underwriter, agen, atau partisipan. f. Pembiayaan (refinancing) g. Pengalihan utang pembiayaan 3. PENEMPATAN DANA ulang atau h. Penyaluran dana lainnya Pemberian fasilitas pembiayaan bagi nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya. Pemindahan utang nasabah dari lembaga keuangan konvensional ke BPRS dan/atau pemindahan pembiayaan nasabah dari lembaga keuangan syariah ke BPRS. Cukup jelas. Penempatan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito syariah dan/atau tabungan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah; deposito dan/atau tabungan pada BPRS; dan giro dan/atau tabungan pada bank umum konvensional untuk kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS. 4. 1. KEGIATAN 5. KEGIATAN LAINNYA a. kegiatan sebagai: 1) penyelenggara... USAHA PENUKARAN VALUTA ASING Kegiatan jual dan beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque (TC). - 4 - No. Produk dan Aktivitas 1) penyelenggara Laku Pandai 2) agen Laku Pandai b. penyediaan layanan electronic banking 1) phone banking 2) SMS banking 3) mobile banking 4) internet banking c. layanan pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll) d. kegiatan kerjasama dalam rangka transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri e. penerbitan kartu ATM dan/atau kartu debet f. kegiatan: 1) penerbitan uang Definisi atau Karakteristik Umum Kegiatan menyediakan layanan perbankan syariah dan/atau layanan keuangan syariah lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerja sama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi. Kegiatan dimana BPRS bekerjasama dengan bank penyelenggara Laku Pandai dan menjadi kepanjangan tangan bank penyelenggara Laku Pandai untuk menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat dalam rangka keuangan inklusif. Layanan untuk bertransaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi nomor layanan pada BPRS. Layanan informasi atau transaksi perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon seluler dengan menggunakan media SMS. Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon seluler. Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet bagi BPRS yang menjadi BPRS penyelenggara Laku Pandai. Layanan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran gaji kepada pegawai/karyawan secara massal. Cukup jelas. Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan/atau kartu debet. Penyelenggara alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: elektronik... - 5 - No. Produk dan Aktivitas elektronik (electronic money) Definisi atau Karakteristik Umum a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. 2) kegiatan pemasaran uang elektronik (electronic money) g. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening BPRS di bank umum syariah atau unit usaha syariah h. Safe Deposit Box (SDB) i. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan produk asuransi syariah kepada nasabah yang terkait dengan produk BPRS Kegiatan dimana BPRS bertindak menjadi agen dalam memasarkan electronic money (e-money). Cukup jelas. Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat berharga dalam ruang khasanah BPRS. Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dengan BPRS berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi syariah kepada nasabah. Peran BPRS dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi syariah dari perusahaan asuransi mitra BPRS kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi syariah kepada nasabah. j. kegiatan... - 6 - No. Produk dan Aktivitas j. kegiatan menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan pajak k. kegiatan lainnya Cukup jelas. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji Cukup jelas. Definisi atau Karakteristik Umum LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - PRODUK DAN AKTIVITAS BPRS No. 1. PENGHIMPUNAN DANA a. Simpanan (Wadi’ah) 1) Tabungan b. Investasi (Mudharabah) 1) Tabungan 2) Deposito c. Pinjaman/Pembiayaan yang diterima d. Penghimpunan dana lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf c 2) Huruf a sampai dengan huruf c namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS. 2. PENYALURAN DANA a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil 1) Pembiayaan Mudharabah 2) Pembiayaan Musyarakah 3) Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa menyewa 1) Pembiayaan Ijarah Produk/Aktivitas Keterangan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan 2) Pembiayaan... - 2 - No. Produk/Aktivitas 2) Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) 3) Pembiayaan Ijarah Multijasa c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli 1) Pembiayaan Murabahah 2) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) 3) Pembiayaan Istishna’ 4) Pembiayaan Salam d. Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjam-meminjam 1) Pembiayaan Qardh 2) Pembiayaan Qardh Beragun Emas e. Pembiayaan sindikasi f. Pembiayaan ulang (refinancing) g. Pengalihan utang atau pembiayaan h. Penyaluran dana lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf g 2) Huruf a sampai dengan huruf g namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS. 3. PENEMPATAN DANA 4. KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING Keterangan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa Persetujuan Tanpa persetujuan Tanpa persetujuan Persetujuan Tanpa Persetujuan Persetujuan 5. KEGIATAN... - 3 - No. Produk/Aktivitas 5. KEGIATAN LAINNYA a. kegiatan sebagai: 1) penyelenggara Laku Pandai 2) agen Laku Pandai b. penyediaan layanan electronic banking 1) phone banking 2) SMS banking 3) mobile banking 4) internet banking c. layanan pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll) d. kegiatan kerjasama dalam rangka transfer dana yang terbatas pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri e. penerbitan kartu ATM dan/atau kartu debet f. kegiatan: 1) penerbitan uang elektronik (electronic money) 2) kegiatan pemasaran uang elektronik (electronic money) g. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening BPRS di bank umum syariah atau unit usaha syariah Keterangan Persetujuan Tanpa Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Persetujuan Tanpa Persetujuan Persetujuan Persetujuan1) Persetujuan1) Tanpa persetujuan Tanpa Persetujuan h. Safe... - 4 - No. h. Safe Deposit Box (SDB) i. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan produk asuransi syariah kepada nasabah yang terkait dengan produk BPRS j. kegiatan lainnya 1) Diluar huruf a sampai dengan huruf i 2) Diluar huruf a sampai dengan huruf i namun tidak sesuai dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS. Keterangan: 1) : BPRS wajib memperoleh izin pelaksanaan dari Bank Indonesia setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji ttd NELSON TAMPUBOLON Produk/Aktivitas Keterangan Tanpa Persetujuan Persetujuan Persetujuan LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - Lampiran V.1 Nomor Lampiran Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Permohonan Persetujuan Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru dengan rincian sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : …………………………………………………….. 2. Nama Produk/Aktivitas2) : …………………………………………………….. 3. Rencana penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……………… Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Apabila terdapat pertanyaan atau hal-hal lainnya terkait surat permohonan ini, Saudara dapat menghubungi pegawai kami yaitu ………melalui telepon…….atau email…….. Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. : .................... : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) DIREKSI BPRS Tembusan: Departemen Perbankan Syariah3) 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. 3) Dalam hal merupakan permohonan persetujuan Produk baru dan BPRS berada diluar wilayah kerja Departemen Perbankan Syariah. CHECKLIST... - 2 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PERMOHONAN PERSETUJUAN PRODUK/AKTIVITAS1) BARU No. 1. Dokumen Penjelasan umum mengenai Produk/Aktivitas1) baru. a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1) baru; b. rencana waktu penerbitan Produk/ pelaksanaan Aktivitas1) baru; c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan diterbitkan/Aktivitas yang akan dilaksanakan1); 2. Manfaat dan biaya bagi BPRS. 3. Manfaat dan risiko bagi nasabah. 4. Check Keterangan Standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan). 5. Rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT). 6. Hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk/Aktivitas1) baru. syariah 7. Opini dari DPS terkait Produk/Aktivitas1) baru (terlampir) 8. Konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi 9. Kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan teknologi informasi. Demikian... - 3 - Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka permohonan persetujuan Produk/Aktivitas1) baru. (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) DIREKSI BPRS 1) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 4 - Lampiran V.2 OPINI SYARIAH DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) No Nama Produk/Aktivitas1) Baru: ……………………… Keterangan 1. Produk/Aktivitas1 baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI 2. Kesesuaian Produk/Aktivitas1 baru dengan fatwa DSN-MUI paling sedikit meliputi: a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam akad yang digunakan; b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan; c. kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran dana); d. penetapan biaya administrasi; dan e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap agunan, apabila ada. 3. Standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. 4. Hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. Kesimpulan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………… (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Opini (Dewan Pengawas Syariah) 1) coret yang tidak perlu Lampiran... (Dewan Pengawas Syariah) - 5 - Lampiran V.3 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ....., bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut: 1. Jenis produk/aktivitas2) 2. Nama produk/aktivitas2) 3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... : …………… Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan dokumen pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang diterbitkan/Aktivitas baru yang dilaksanakan2) dengan Produk/Aktivitas2) baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 6 - Lampiran V.4 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan,Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2) Baru Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) 3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... : …………… Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. CHECKLIST... - 7 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA REALISASI PENERBITAN PRODUK/PELAKSANAAN AKTIVITAS1) BARU No. 1. Dokumen Ringkasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi: a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru; b. tanggal penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru; c. kesesuaian Produk baru yang diterbitkan atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS; d. manfaat dan biaya bagi BPRS; e. manfaat dan risiko bagi nasabah; f. target pasar atau nasabah; g. karakteristik Produk atau Aktivitas; h. alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses Produk atau Aktivitas; i. jurnal pembukuan; dan j. kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah serta penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan). 2. Standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi; ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan Produk pembiayaan); Check Keterangan Demikian... - 8 - Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan realisasi penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas1) baru. (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) DIREKSI BPRS 1) Coret yang tidak perlu Lampiran... - 9 - Lampiran V.5 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Rencana Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan laporan rencana penghentian Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) : …….................................................. : ……................................................. 3. Rencana tanggal penghentian : ……………………………………………… Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. CHECKLIST... - 10 - CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PENGHENTIAN PRODUK/AKTIVITAS1) No. Dokumen 1. Alasan penghentian. 2. Surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas keputusan penghentian. 3. Penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penghentian Produk/Aktivitas1). (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Check Keterangan DIREKSI BPRS 1) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 11 - Lampiran V.6 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal .....2)/Sehubungan dengan surat kami Nomor ...... tanggal ..... Perihal .....3)4), dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian Produk/Aktivitas4) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian Produk/Aktivitas2) : ……………………………… Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung yang memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan. 3) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan penegasan. 4) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 12 - Lampiran V.7 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian sementara Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian sementara Produk/Aktivitas2) : …………….. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 13 - Lampiran V.8 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Penyempurnaan Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal .... dan surat kami Nomor ...... tanggal ..... perihal Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2, dengan ini kami laporkan bahwa kami telah menyempurnakan Produk ..... /Aktivitas2) ...... sesuai dengan permintaan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana terlampir. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 14 - Lampiran V.9 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Kembali Produk/Pelaksanaan Kembali Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat dari Otoritas Jasa Keuangan Nomor .......... tanggal ........ Hal............, bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……....................................... : ……....................................... 3. Tanggal penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2): .. Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 15 - Lampiran V.10 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Permanen Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal ..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian permanen Produk/Aktivitas2) sebagai berikut: 1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……........................................................... 3. Tanggal penghentian permanen Produk/Aktivitas2) : …………………..... Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Lampiran... - 16 - Lampiran V.11 Nomor : .................... (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Lampiran : .................... Kepada Otoritas Jasa Keuangan Up. 1) Perihal : Laporan Rencana Tindak Penghentian Produk/Aktivitas2) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan surat dari Otoritas Jasa Keuangan Nomor .... tanggal .... Hal...., dengan ini kami sampaikan rencana tindak atas penghentian permanen Produk ......../Aktivitas .........2) yang telah dilaksanakan pada tanggal .......... Demikian laporan kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DIREKSI BPRS 1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang mewilayahi BPRS bersangkutan. 2) Coret yang tidak perlu. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Desember 2015 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan Sesuai Dengan Aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 37/SEOJK.03/2015 </reg_id> <reg_title> PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title> <set_date> 21 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 21 Desember 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/16/DPbS|SE-BI/2012', '14/7/DPbS|SE-BI/2012', '10/31/DPbS|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '24/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. 1. Pemegang Saham Perusahaan Terbuka; dan 2. Direksi Perusahaan Terbuka. di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENAWARAN TENDER WAJIB SEBAGAI AKIBAT PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK Sehubungan ketentuan angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor IX.H.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, perlu diatur ketentuan tentang penerapan angka 6 huruf a angka 10) dalam kaitan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pengambilalihan adalah tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan perubahan Pengendali. 2. Perusahaan Terbuka adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik. 3. Pengendali Perusahaan Terbuka, yang selanjutnya disebut Pengendali, adalah Pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau Pihak yang mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan Perusahaan Terbuka. 4. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan -2- membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 6. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 7. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 8. Bahwa Otoritas Jasa Keuangan merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Bahwa bentuk interaksi secara baik sebagaimana dimaksud dalam angka 8 diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada kebijakan negara yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 10. Bahwa pengungkapan Harta oleh Wajib Pajak dalam program Pengampunan Pajak dapat mengakibatkan terungkapnya Wajib Pajak sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka. 11. Bahwa mengingat program Pengampunan Pajak merupakan kebijakan negara, Otoritas Jasa Keuangan memandang perlu untuk menegaskan bahwa terungkapnya Wajib Pajak sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka yang terjadi karena pelaksanaan program Pengampunan Pajak merupakan Pengambilalihan Perusahaan -3- Terbuka yang terjadi karena pelaksanaan kebijakan badan atau lembaga pemerintah atau negara sebagaimana dimaksud dalam angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor IX.H.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. 12. Bahwa sesuai angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor IX.H.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, terungkapnya Wajib Pajak sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka karena pelaksanaan program Pengampunan Pajak dapat dikecualikan dari kewajiban melakukan keterbukaan informasi dan Penawaran Tender Wajib. II. PENETAPAN PENGECUALIAN KEWAJIBAN MELAKUKAN KETERBUKAAN INFORMASI DAN PENAWARAN TENDER WAJIB DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK 1. Wajib Pajak yang mengungkapkan Harta dalam rangka program Pengampunan Pajak yang mengakibatkan terungkapnya Wajib Pajak sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka dikecualikan dari kewajiban untuk melakukan keterbukaan informasi dan Penawaran Tender Wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor IX.H.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. 2. Perusahaan Terbuka yang mengetahui adanya Pengendali baru sebagai akibat pengungkapan Harta dalam rangka program Pengampunan Pajak dikecualikan dari kewajiban untuk melakukan keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Nomor 31/POJK.04/2015 tentang Keterbukaan Atas Informasi Atau Fakta Material Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik. 3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan disertai dengan informasi tentang kepemilikan saham oleh Wajib Pajak pada Perusahaan Terbuka kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan format Laporan Kepemilikan Saham Pada -4- Perusahaan Terbuka sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Surat Keterangan Pengampunan Pajak; dan b. pernyataan akan melakukan pemindahbukuan seluruh Harta dalam rangka Pengambilalihan ke dalam rekening Efek pada Kustodian atas nama Wajib Pajak. III. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal 31 Maret 2017. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd NURHAIDA Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 35/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENAWARAN TENDER WAJIB SEBAGAI AKIBAT PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK </reg_title> <set_date> 2 September 2016 </set_date> <effective_date> 2 September 2016 sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal 31 Maret 2017. </effective_date> <related_reg> '11/UU/2016', 'KEP-264/BL/2011|KEPTA-BAPEPAM-LK/2011 | Lampiran Peraturan Nomor IX.H.1 angka 6 huruf a angka 10)' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2016 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5718), selanjutnya disebut POJK Sertifikat Deposito, perlu untuk mengatur tata cara penerbitan Sertifikat Deposito dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. 2. Sertifikat Deposito dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scripless). 3. Sesuai Pasal 2 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat wajib bersifat atas pengganti (aan order), yaitu kemampuan pemegang Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat untuk memindahtangankan sertifikat bukti penyimpanannya kepada pihak lain dengan cara menandatangani pada lembar Sertifikat Deposito (endorsement) sehingga pihak yang ditunjuk terakhir berhak menerima pembayaran dari bank yang menerbitkan pada saat Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat jatuh tempo. 4. Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat merupakan Sertifikat Deposito yang penatausahaan kepemilikannya dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. 5. Sesuai ... - 2 - 5. Sesuai Pasal 2 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat wajib diidentifikasi kepemilikannya oleh bank pada pencatatan di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Yang dimaksud dengan dapat diidentifikasi kepemilikannya pada pencatatan di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah nama pemegang terakhir Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang dicatat pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. 6. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, yang selanjutnya disebut LPP, adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain untuk kepentingan pencatatan dan penatausahaan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat. 7. Penerbitan Sertifikat Deposito memerlukan pengaturan mengenai persyaratan penerbitan Sertifikat Deposito, tata cara permohonan persetujuan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat, bukti penerbitan Sertifikat Deposito, penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), manajemen risiko, dan perlindungan konsumen. II. PERSYARATAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat 1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat dalam rupiah tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 2. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat dalam valuta asing tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 3. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah bank yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti. B. Sertifikat ... - 3 - B. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Tanpa Warkat 1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat dalam rupiah dan/atau valuta asing. 2. Sesuai Pasal 3 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat wajib mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 diperlukan untuk Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang pertama kali diterbitkan oleh bank untuk seluruh jenis mata uang. 4. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah bank yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti. III. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO DALAM BENTUK TANPA WARKAT 1. Bank harus mencantumkan rencana penerbitan Sertifikat Deposito dalam Rencana Bisnis bank, paling sedikit memuat informasi: a. deskripsi umum; b. rencana waktu penerbitan; c. tujuan penerbitan; d. strategi bisnis dan manfaat bagi bank; e. f. risiko yang mungkin timbul; dan mitigasi risiko atas penerbitan. 2. Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito yang disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi: a. rencana waktu penerbitan; b. jangka waktu Sertifikat Deposito; c. jenis mata uang dalam rupiah dan/atau valuta asing; d. target ... - 4 - d. target nilai dalam rupiah dan/atau valuta asing tergantung jenis mata uang; e. tingkat suku bunga; f. target pasar dan/atau nasabah; g. manfaat dan biaya bagi bank; h. manfaat dan risiko bagi nasabah; i. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures) dan kewenangan termasuk sistem pemantauan dalam mengidentifikasi perubahan kepemilikan dan pencairan Sertifikat Deposito; j. k. kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program APU dan PPT; hasil identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko, baik bagi bank maupun bagi nasabah; l. hasil analisis aspek hukum dan kepatuhan; m. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi dengan sistem akuntansi bank secara keseluruhan, dan/atau sistem pencatatan administrasi; n. transparansi dan edukasi kepada nasabah, antara lain mengenai cara memiliki, hak dan kewajiban nasabah, dan lain-lain; dan o. dokumen terkait: 1) perjanjian kerjasama antara bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito dengan LPP; 2) kesiapan teknologi informasi bank termasuk memastikan bank dapat mengakses data kepemilikan Sertifikat Deposito terkini pada sistem LPP; dan 3) prosedur menjaga kerahasiaan data nasabah atas penatausahaan di bank dan LPP dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. 3. Bank mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum target waktu bank mengajukan permohonan pencatatan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat pada sistem LPP, dengan disertai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 2. Contoh ... - 5 - Contoh: Bank A memiliki target waktu mengajukan permohonan pencatatan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat pada sistem LPP pada tanggal 31 Agustus 2016 sehingga Bank A harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 2 Juli 2016. 4. Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan kepemilikan Sertifikat Deposito dengan LPP yang paling sedikit memuat: a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan sistem yang digunakan dalam mencatat dan memantau perubahan kepemilikan; b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat Deposito yang disampaikan kepada bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito baik dalam bentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya sesuai dengan pencatatan dan pemindahbukuan Sertifikat Deposito pada LPP; c. klausula bahwa pencatatan yang dilakukan oleh LPP untuk dan atas nama bank; d. klausula bahwa bank menyatakan nama dalam daftar pemegang Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh LPP adalah pemilik Sertifikat Deposito yang sah; e. f. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme perpanjangannya; syarat dan tata cara perubahan perjanjian; g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian; h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito; dan i. klausula mengenai keadaan kahar (force majeure) dan penyelesaian sengketa. 5. Permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi bank yang berkantor pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat bank; atau c. secara ... - 6 - c. secara online dalam hal sarana penyampaian perizinan secara online telah tersedia. IV. BUKTI PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat paling sedikit memuat: 1. tanda tangan pejabat bank yang berwenang; 2. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi: a. frasa “SERTIFIKAT DEPOSITO” dan “DAPAT DIPINDAHTANGANKAN” yang ditulis dalam huruf kapital dan berukuran besar; b. nomor seri warkat dan nomor rekening dalam penatausahaan di bank; c. nama bank, jenis kantor bank, dan lokasi kantor bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito; d. nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan; e. tanggal dan tempat penerbitan; f. tanggal jatuh tempo; g. tingkat suku bunga; dan h. pernyataan bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito untuk membayar sejumlah nilai nominal Sertifikat Deposito pada tanggal yang ditetapkan dan bertempat di kantor bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito yang ditunjuk; 3. pada halaman belakang paling sedikit memuat: a. klausula bahwa Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan; b. klausula bahwa Sertifikat Deposito dijamin sepanjang memenuhi ketentuan penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan; c. klausula bahwa pelunasan dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau sesudah jatuh waktu dengan menyerahkan kembali warkat Sertifkat Deposito oleh pemilik terakhir yang tercatat di bank atau yang dikuasakan; d. klausula dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka pemilik Sertifikat Deposito yang baru harus melapor kepada bank ... - 7 - bank disertai dengan identitas diri dan fotokopi dokumen identitas pemilik lama; e. lembar untuk melakukan endorsement dengan contoh sebagai berikut: Nama: Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: dan f. informasi mengenai pihak bank yang dapat dihubungi oleh pemegang Sertifikat Deposito. B. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Tanpa Warkat 1. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat pada LPP, paling sedikit memuat: a. nama bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito; b. lokasi kantor bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito; c. data riwayat dokumen hukum pendirian perusahaan atau anggaran dasar berikut perubahannya; d. nomor seri Sertifikat Deposito; e. nominal Sertifikat Deposito; f. tingkat suku bunga; g. tanggal jatuh tempo Sertifikat Deposito; h. nama agen penjual atau arranger; i. Nomor identitas diri: Tanda tangan: Nama: Nomor identitas diri: Tanda tangan: pernyataan bahwa bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang didaftarkan pada LPP, diterbitkan atas nama LPP dan untuk kepentingan pemegang rekening LPP; dan j. tanda tangan pejabat bank. 2. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat harus didaftarkan dan dicatatkan pada sistem LPP. 3. Bank membuat daftar rekapitulasi distribusi Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat dari nasabah yang berhak untuk dicatatkan dalam sistem LPP. V. PENERAPAN ... - 8 - V. PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME Dalam melakukan kegiatan penerbitan dan transaksi pemindahtanganan Sertifikat Deposito, sesuai Pasal 12 POJK Sertifikat Deposito, bank wajib menerapkan program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai APU dan PPT. Di samping itu, pada kegiatan penerbitan dan transaksi Sertifikat Deposito harus memperhatikan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan. VI. MANAJEMEN RISIKO Bank yang menerbitkan dan melakukan transaksi Sertifikat Deposito harus menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, paling sedikit mencakup: 1. pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris; 2. kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko; 3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan 4. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. VII. PERLINDUNGAN NASABAH Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito harus menerapkan prinsip perlindungan konsumen sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, antara lain: 1. menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai Sertifikat Deposito kepada nasabah secara transparan, paling sedikit memuat: a. hak dan kewajiban nasabah, antara lain: 1) hak untuk memindahtangankan kepada pihak lain; dan 2) kewajiban nasabah untuk membuka rekening khusus dalam hal akan memiliki Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat; b. manfaat, risiko, dan biaya; c. pembayaran nominal Sertifikat Deposito pada saat jatuh tempo dan pembayaran bunga secara diskonto; d. syarat ... - 9 - d. syarat dan ketentuan, termasuk syarat Sertifikat Deposito agar memenuhi klausula penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan; dan e. hukum yang berlaku yaitu hukum Indonesia; 2. menggunakan kata, istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti dalam dokumen Sertifikat Deposito. VIII. PELAPORAN TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO Bank harus melakukan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Laporan Bulanan Bank Umum, antara lain: 1. 2. Sertifikat Deposito yang dimiliki oleh nasabah bukan bank dicatat dan dilaporkan dalam daftar rincian simpanan berjangka; dan Sertifikat Deposito yang dimiliki oleh bank dicatat dan dilaporkan dalam daftar rincian kewajiban kepada bank lain. IX. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 41/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO </reg_title> <set_date> 27 September 2016 </set_date> <effective_date> 27 September 2016 </effective_date> <related_reg> '10/POJK.03/2015' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Perasuransian; 2. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun; 3. Direksi Perusahaan Pembiayaan; 4. Direksi Lembaga Penjamin; 5. Direksi Perusahaan Modal Ventura; dan 6. Direksi Perusahaan Pergadaian, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.05/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 35 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama pada lembaga jasa keuangan non-bank dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat LJKNB adalah lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor keuangan non-bank, meliputi: a. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang -2- asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; b. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, termasuk yang menjalankan seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah; c. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa, termasuk yang melakukan seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai perusahaan pembiayaan dan perusahaan pembiayaan syariah; d. Lembaga Penjamin adalah perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan penjaminan ulang, dan perusahaan penjaminan ulang syariah yang menjalankan kegiatan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan; e. Perusahaan Modal Ventura yang selanjutnya disingkat PMV adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha modal ventura, termasuk yang melakukan seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai perusahaan modal ventura dan perusahaan modal ventura syariah; f. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian swasta dan perusahaan pergadaian pemerintah, termasuk yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha pergadaian. -3- 2. Pihak Utama adalah pihak yang memiliki, mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada LJKNB. 3. Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat PSP adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang memiliki saham atau yang setara dengan saham LJKNB dan mempunyai kemampuan untuk melakukan pengendalian atas LJKNB. 4. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum koperasi, usaha bersama, dana pensiun, perusahaan umum, perusahaan daerah, perusahaan umum daerah, atau perusahaan perseroan daerah, atau badan usaha perseroan komanditer. 5. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Direksi bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum koperasi, usaha bersama, dana pensiun, perusahaan umum, perusahaan daerah, perusahaan umum daerah, perusahaan perseroan daerah, atau badan usaha perseroan komanditer. 6. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum koperasi, usaha bersama, dana pensiun, perusahaan umum, perusahaan daerah, perusahaan umum daerah, perusahaan perseroan daerah, atau badan usaha perseroan komanditer. Syariah 7. Dewan Pengawas adalah pengawas yang direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia yang ditempatkan di LJKNB atau unit syariah yang -4- bertugas mengawasi kegiatan usaha perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah. 8. Pengendali Perusahaan Perasuransian adalah pihak yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan Direksi dan Dewan Komisaris, dan/atau mempengaruhi tindakan Direksi, dan Dewan Komisaris pada Perusahaan Perasuransian. 9. Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk pada LJKNB, dengan cara apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung. 10. Auditor Internal adalah pejabat pada Perusahaan Perasuransian yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses tata kelola perusahaan yang bekerja secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku. 11. Aktuaris Perusahaan adalah pejabat pada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengelola dampak keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan yang bekerja secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku. 12. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. CAKUPAN PIHAK YANG MENGIKUTI PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN 1. Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap pihak yang dicalonkan sebagai Pihak Utama. 2. Pihak Utama yang wajib mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan meliputi: a. PSP, antara lain: 1) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang akan melakukan pembelian, menerima hibah, -5- menerima hak waris, atau bentuk lain pengalihan hak atas saham LJKNB, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan akan menjadi PSP; 2) pemegang saham LJKNB yang tidak tergolong sebagai PSP (non-PSP) yang melakukan pembelian, menerima hibah, menerima hak waris, atau bentuk lain pengalihan hak atas saham LJKNB, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan akan menjadi PSP; 3) non-PSP yang melakukan penambahan setoran modal sehingga mengakibatkan yang bersangkutan akan menjadi PSP; 4) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada “LJKNB hasil penggabungan” (merger); 5) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP “LJKNB hasil peleburan” (konsolidasi); dan/atau 6) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada LJKNB yang akan didirikan. b. Pengendali Perusahaan Perasuransian, antara lain: 1) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang merupakan pemegang saham Perasuransian dan memenuhi kriteria sebagai PSP; 2) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan pemegang saham Perusahaan Perasuransian namun ditetapkan oleh Perusahaan Perasuransian sebagai pengendali, termasuk badan perwakilan anggota pada perusahaan asuransi yang berbentuk badan hukum usaha bersama; dan/atau 3) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang bukan merupakan pemegang saham Perusahaan Perasuransian namun ditetapkan oleh OJK sebagai pengendali. c. Pihak Utama selain PSP atau Pengendali Perusahaan Perasuransian yang terdiri dari anggota Direksi, pelaksana Perusahaan -6- tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan, antara lain: 1) orang perseorangan yang belum pernah menjadi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB; 2) orang perseorangan yang sedang menjabat sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB lain, baik pada sektor jasa keuangan yang sama maupun yang berbeda; 3) orang perseorangan yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan, pada LJKNB yang sama atau pada LJKNB lainnya, contoh: a) orang perseorangan yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris yang dicalonkan menjadi komisaris independen, pada LJKNB yang sama atau pada LJKNB lainnya sepanjang telah memenuhi persyaratan terkait komisaris independen; -7- b) orang perseorangan yang pernah menjabat sebagai Aktuaris Perusahaan yang dicalonkan menjadi anggota Direksi pada LJKNB yang sama atau pada LJKNB lainnya; atau c) orang perseorangan yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi yang dicalonkan menjadi komisaris utama pada LJKNB yang sama atau pada LJKNB lainnya; 4) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang akan beralih jabatan pada perusahaan yang sama, contoh: a) anggota Dewan Komisaris yang akan beralih jabatan menjadi anggota Direksi pada perusahaan yang sama; b) anggota Direksi yang akan beralih jabatan menjadi anggota Dewan Komisaris pada perusahaan yang sama; atau c) anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang akan beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada perusahaan yang sama, contoh: (1) anggota Direksi yang akan diangkat menjadi direktur utama, atau yang setara dengan itu pada perusahaan yang sama, dan/atau (2) anggota Dewan Komisaris yang akan diangkat menjadi komisaris utama, atau yang setara dengan itu pada perusahaan yang sama; 5) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang berasal dari LJKNB yang melakukan penggabungan atau peleburan, contoh: a) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau -8- Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil penggabungan” yang berasal dari “LJKNB yang melakukan penggabungan”; b) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil penggabungan” yang berasal dari “LJKNB yang menerima penggabungan” perpanjangan jabatan; atau c) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil peleburan” yang berasal dari “LJKNB yang melakukan peleburan”. 3. PSP sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a adalah orang perseorangan, badan hukum, dan/atau kelompok usaha yang: a. memiliki saham atau modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau b. memiliki saham atau modal kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian pada LJKNB, baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Penilaian kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap perpanjangan jabatan pada LJKNB yang sama bagi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan, kecuali: a) perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan; dan termasuk -9- b) perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 5) huruf b). 5. Perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 adalah setiap penugasan kembali dalam jabatan yang sama, setara, atau lebih rendah, contoh: a) jabatan yang sama adalah direktur pemasaran yang diangkat kembali menjadi direktur pemasaran pada perusahaan yang sama; b) jabatan yang setara adalah direktur keuangan yang diangkat menjadi direktur pengelolaan risiko pada perusahaan yang sama; dan c) jabatan yang lebih rendah adalah: 1) direktur utama yang diangkat menjadi direktur pada perusahaan yang sama; atau 2) komisaris utama yang diangkat menjadi komisaris pada perusahaan yang sama. III. PERSYARATAN DALAM PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN A. Persyaratan Integritas 1. Penilaian persyaratan integritas, dilakukan untuk memastikan tingkat kepatuhan dan itikad baik para Pihak Utama untuk mengelola, mengawasi, dan/atau melaksanakan proses bisnis sehingga perusahaan di sektor LJKNB mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur, debitur, pemegang polis, tertanggung, peserta, penerima jaminan, dan/atau konsumen lainnya. 2. Kriteria penilaian persyaratan integritas bagi Pihak Utama, meliputi: a. cakap melakukan perbuatan hukum; b. memiliki akhlak dan moral yang baik, paling sedikit ditunjukkan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana dalam jangka waktu tertentu sebelum dicalonkan, meliputi: 1) tindak pidana di sektor jasa keuangan yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 -10- (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; 2) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan; dan/atau 3) tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, pencucian uang, narkotika/psikotropika, kepabeanan, cukai, di bidang perpajakan, penyelundupan, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, dan di bidang kelautan dan perikanan, yang pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan. Yang dimaksud dengan sebelum dicalonkan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) adalah terhitung sejak yang bersangkutan telah selesai menjalani hukuman pidana sampai dengan tanggal surat permohonan LJKNB kepada OJK; c. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan mendukung kebijakan OJK, antara lain dibuktikan dengan: 1) tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di sektor jasa keuangan; dan 2) tidak pernah melanggar peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan; d. memiliki komitmen terhadap pengembangan LJKNB yang sehat, antara lain dibuktikan dengan: -11- 1) penyampaian rencana calon PSP dan/atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian terhadap pengembangan operasional LJKNB, yang paling sedikit memuat arah dan strategi pengembangan LJKNB, strategi dalam hal LJKNB yang akan dimiliki dan/atau yang akan dikendalikannya mengalami kesulitan keuangan, dan rencana permodalan LJKNB untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun; 2) tidak pernah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan instansi pembina dan pengawas LJKNB yaitu perbuatan tidak memenuhi komitmen untuk melaksanakan sebagian atau seluruh komitmen yang diperjanjikan yang dimuat dalam risalah rapat, berita acara, atau yang dinyatakan dalam surat pernyataan komitmen perusahaan, antara lain tidak melaksanakan: a) rekomendasi laporan hasil pemeriksaan; b) program dalam rangka penyehatan LJKNB; dan c) penyelesaian kewajiban LJKNB kepada kreditur, debitur, pemegang polis, tertanggung, peserta, penerima jaminan, dan/atau konsumen lainnya yang telah disepakati; 3) memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan tercantum dalam daftar pihak yang dilarang sebagai Pihak Utama, bagi calon yang pernah tercantum dalam daftar pihak yang dilarang sebagai Pihak Utama; 4) tidak pernah melakukan perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemegang saham, Pihak Utama, pegawai, -12- dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi hak kreditur, debitur, pemegang polis, tertanggung, peserta, penerima jaminan, dan/atau konsumen lainnya; 5) tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kewenangannya atau di luar kewenangannya; dan/atau 6) tidak pernah dinyatakan tidak mampu menjalankan kewenangannya; dan e. tidak termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk menjadi calon Pihak Utama. B. Penilaian Persyaratan Reputasi Keuangan 1. Penilaian terhadap persyaratan reputasi keuangan dilakukan untuk menilai kemampuan keuangan dan menilai keterlibatan anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, Aktuaris Perusahaan, dan Pengendali Perusahaan Perasuransian yang bukan merupakan pemegang saham dalam kriteria penilaian persyaratan reputasi keuangan. 2. Kriteria penilaian persyaratan reputasi keuangan bagi Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada angka 1, meliputi: a. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet; dan b. tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah menjadi pemegang saham, Pengendali Perusahaan Perasuransian yang bukan merupakan pemegang saham, anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan. 3. Pengertian kredit macet sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a tidak termasuk kredit macet yang berasal -13- dari tagihan annual fee kartu kredit, biaya administrasi kartu kredit, dan/atau tagihan lainnya terkait kartu kredit yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit. C. Persyaratan Kelayakan Keuangan 1. Penilaian terhadap persyaratan kelayakan keuangan dilakukan untuk menilai kemampuan keuangan PSP atau Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham dalam kriteria faktor reputasi keuangan. 2. Kriteria penilaian persyaratan kelayakan keuangan, meliputi: a. memiliki reputasi keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 2; b. memiliki kemampuan keuangan yang dapat mendukung perkembangan bisnis LJKNB, yaitu: 1) posisi keuangan PSP perorangan yang mampu mendukung perkembangan bisnis perusahaan, disertai surat pernyataan dari PSP perorangan bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan keuangan, hal tersebut dapat disertai bukti pendukung; dan 2) posisi laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi PSP badan hukum, antara lain: posisi likuiditas, posisi solvabilitas, posisi penempatan investasi, posisi return on assets, dan posisi return on equity; dan c. memiliki komitmen untuk melakukan upaya yang diperlukan apabila LJKNB menghadapi kesulitan keuangan. D. Persyaratan Kompetensi 1. Penilaian terhadap faktor kompetensi dilakukan untuk menilai pengetahuan, kemampuan, pengalaman, dan keahlian yang dimiliki anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan -14- Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan agar memadai dan relevan dengan jabatannya. 2. Kriteria penilaian faktor kompetensi bagi anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan, meliputi penilaian terhadap: a. pengetahuan dan kemampuan pengelolaan strategis yang dilakukan untuk memastikan bahwa: 1) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan memiliki pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya, antara lain dibuktikan dengan: a) pengetahuan mengenai struktur organisasi, manajemen, uraian tugas, dan tanggung jawab; b) kemampuan potensial untuk melakukan analisis proses bisnis, memimpin organisasi, dan mengelola sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi; c) pengetahuan dasar pengawasan meliputi pengendalian internal, khusus bagi anggota Dewan Komisaris dan anggota Dewan Pengawas Syariah; d) pengetahuan dasar terkait kepemimpinan dan manajemen konflik khusus bagi anggota Dewan Komisaris dan anggota Dewan Pengawas Syariah; dan/atau e) kemampuan melakukan evaluasi terhadap kewajiban perusahaan atau aspek teknis aktuaris lainnya; 2) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan memiliki pemahaman -15- terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain dibuktikan dengan: a) pemahaman terhadap peraturan perundang- undangan di sektor diutamakan atas peraturan perundang- undangan pada industri yang akan dijabat oleh anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan; b) pemahaman dasar terhadap peraturan perundang-undangan lain yang relevan, antara lain pemahaman atas peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas, OJK, kepailitan, dan tindak pidana pencucian uang, pelaksanaannya; dan peraturan 3) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan usaha yang sehat, antara lain dibuktikan dengan: a) bagi anggota Direksi, yaitu: (1) merumuskan visi dan misi perusahaan; (2) melakukan analisis situasi LJKNB; (3) melakukan analisis perkembangan kondisi internal LJKNB; (4) menetapkan target yang harus dicapai terkait jabatan yang diemban; dan (5) merancang strategi jangka pendek, menengah, dan panjang dalam rangka mencapai sasaran perusahaan termasuk kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan di masa jasa keuangan, -16- yang akan datang, seperti kemampuan untuk menyusun business plan tahunan serta corporate plan jangka menengah dan jangka panjang dengan menggunakan asumsi yang realistis dan terukur; b) bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, dan Auditor Internal, yaitu: (1) melakukan analisis dasar situasi LJKNB; (2) melakukan analisis perkembangan kondisi internal LJKNB, antara lain kondisi kesehatan keuangan perusahaan, sumber daya manusia, dan teknologi; dan (3) melakukan analisis atas kebijakan anggota Direksi; c) bagi Aktuaris Perusahaan, yaitu: (1) melakukan analisis situasi perusahaan; dan (2) melakukan analisis perkembangan kondisi internal perusahaan; b. pengalaman di bidang LJKNB dan/atau bidang lain yang relevan dengan jabatannya, antara lain dibuktikan dengan: 1) pengalaman pada lembaga jasa keuangan yang relevan; dan/atau 2) pengalaman pada jabatan yang relevan dengan rencana yang bersangkutan akan diangkat atau dipekerjakan; dan c. keahlian di bidang LJKNB dan/atau bidang lain yang relevan dengan jabatannya pada LJKNB. -17- IV. PROSEDUR PERMOHONAN DAN PERSYARATAN ADMINISTRATIF A. Prosedur Permohonan 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama diajukan oleh: a. calon pemilik, pendiri, atau anggota Direksi LJKNB dalam hal permohonan izin usaha LJKNB; dan b. anggota Direksi LJKNB, dalam hal LJKNB telah memperoleh izin usaha. 2. Dalam hal anggota Direksi LJKNB sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a atau huruf b tidak dapat menjalankan fungsinya atau mempunyai benturan kepentingan dengan LJKNB, permohonan diajukan oleh: a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan LJKNB; b. anggota Dewan Komisaris apabila seluruh anggota Direksi tidak dapat menjalankan fungsinya atau mempunyai benturan kepentingan dengan LJKNB; atau c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS apabila seluruh anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris tidak dapat menjalankan fungsinya atau mempunyai benturan kepentingan dengan LJKNB. 3. Permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 diajukan kepada OJK dengan menggunakan format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus dilengkapi dokumen persyaratan administratif. 5. LJKNB melakukan pengisian daftar pemenuhan persyaratan administratif dengan menggunakan format 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat -18- Edaran OJK ini. 6. LJKNB harus terlebih dahulu melakukan penilaian sendiri (self assessment) terhadap anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan sebelum diajukan kepada OJK dengan menggunakan format 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 7. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 6 dilakukan oleh pihak yang memiliki fungsi nominasi dan remunerasi pada masing-masing LJKNB. 8. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK terkait perizinan telah tersedia, maka penyampaian surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama dan/atau dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan kepada OJK secara online. 9. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat penyampaian permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama dan/atau dokumen persyaratan administratif, permohonan dan/atau dokumen persyaratan administratif dimaksud disampaikan kepada OJK secara offline. 10. Penyampaian permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama dan/atau dokumen persyaratan administratif secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 9, harus disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy dalam bentuk compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya. 11. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 9 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya gangguan teknis. -19- 12. Pengajuan permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama bagi calon Pihak Utama yang disampaikan oleh LJKNB harus mencantumkan jumlah Pihak Utama sesuai dengan posisi jabatan yang dituju. B. Dokumen Persyaratan Administratif 1. Kelengkapan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak yang dicalonkan sebagai PSP orang perseorangan dan/atau Pengendali Perusahaan Perasuransian orang perseorangan yang merupakan pemegang saham, yaitu: a. daftar isian yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 4 huruf A sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, dengan melampirkan: 1) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; 2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga negara Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi warga negara asing; dan 3) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan ukuran 4x6 cm; dan 2. Kelengkapan b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang dicalonkan dengan menggunakan format 5 huruf A sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas, aspek kelayakan keuangan, dan tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan. persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak yang dicalonkan sebagai Pengendali Perusahaan administratif -20- Perasuransian orang perseorangan merupakan pemegang saham, yaitu: a. yang bukan daftar isian yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 4 huruf B sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, dengan melampirkan: 1) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; 2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga negara Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi warga negara asing; dan 3) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan ukuran 4x6 cm; dan 3. Kelengkapan b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang dicalonkan dengan menggunakan format 5 huruf B sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas, aspek reputasi keuangan, dan tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan. persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak yang dicalonkan sebagai PSP berbentuk badan hukum dan/atau Pengendali Perusahaan Perasuransian berbentuk badan hukum yang merupakan pemegang saham, yaitu: a. daftar isian yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 4 huruf C sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat data badan hukum, dengan melampirkan: administratif -21- 1) fotokopi dokumen pendirian berupa akta pendirian badan hukum, termasuk perubahan anggaran dasar terakhir yang disahkan instansi berwenang atau dokumen yang setara bagi badan usaha asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal; dan 2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi badan hukum Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi badan hukum asing; b. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; c. daftar riwayat hidup anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dengan melampirkan: 1) data pribadi: a) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga negara Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi warga negara asing; dan c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan ukuran 4x6 cm; dan 2) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan bahasa asing; dan d. surat pernyataan badan hukum yang diwakili oleh direksi yang telah diisi lengkap dan bermeterai cukup dengan menggunakan format 5 huruf A sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas, aspek kelayakan keuangan, dan tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan -22- 4. Kelengkapan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan. dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak yang dicalonkan sebagai Pengendali Perusahaan Perasuransian berbentuk badan hukum yang bukan merupakan pemegang saham, yaitu: a. daftar isian yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 4 huruf D sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat data badan hukum, dengan melampirkan: 1) fotokopi dokumen pendirian berupa akta pendirian badan hukum, termasuk perubahan anggaran dasar terakhir yang disahkan instansi berwenang atau dokumen yang setara bagi badan usaha asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal; dan 2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi badan hukum Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi badan hukum asing; b. daftar riwayat hidup anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dengan melampirkan: 1) data pribadi: a) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga negara Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi warga negara asing; dan c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan ukuran 4x6 cm; dan -23- 2) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan bahasa asing; dan c. surat pernyataan badan hukum yang diwakili oleh direksi yang telah diisi lengkap dan bermeterai cukup dengan menggunakan format 5 huruf B sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas, aspek reputasi keuangan, dan tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan. 5. Kelengkapan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak yang dicalonkan sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan, yaitu: a. daftar riwayat hidup yang telah diisi lengkap dengan menggunakan format 6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, dengan melampirkan: 1) data pribadi: a) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga negara Indonesia atau dokumen yang setara yang berlaku bagi warga negara asing; dan c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan ukuran 4x6 cm; 2) dokumen riwayat pendidikan formal: a) fotokopi ijazah terakhir; dan b) fotokopi sertifikat keahlian (jika ada); 3) dokumen pelatihan dan seminar yang pernah diikuti (jika ada): -24- a) fotokopi tanda lulus atau sertifikat kehadiran pelatihan yang pernah diikuti; dan b) fotokopi sertifikat kehadiran seminar yang pernah diikuti; 4) dokumen riwayat pekerjaan: a) surat keterangan pengalaman bekerja; b) surat rekomendasi dan/atau surat pernyataan akan mengundurkan diri dari LJKNB yang lama; c) rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) khusus bagi anggota Dewan Pengawas Syariah; dan d) surat keterangan tidak mendapatkan sanksi dari asosiasi (untuk Aktuaris Perusahaan); 5) penghargaan yang relevan dengan industri keuangan yang pernah dicapai (jika ada); dan 6) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan bahasa asing; b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang dicalonkan sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan dengan menggunakan format 5 huruf C sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas, aspek reputasi keuangan, dan tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan; c. tulisan mengenai rencana yang akan dilakukan setelah diangkat pada jabatan yang dituju, meliputi: 1) visi dan misi; 2) program yang akan dilakukan selama menjabat; dan -25- 3) target yang akan dicapai selama menjabat; dan d. surat pernyataan tidak terafiliasi dengan LJKNB, bagi calon komisaris independen. C. Daftar Pemenuhan Dokumen Persyaratan Administratif 1. Sebelum LJKNB menyampaikan dokumen persyaratan administratif kepada OJK dalam permohonan pencalonan, LJKNB harus terlebih dahulu melakukan pengisian daftar pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 5. 2. LJKNB harus menyampaikan hasil daftar pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada OJK yang ditandatangani oleh: a. calon pemilik, pendiri, atau pejabat LJKNB yang berwenang dalam hal permohonan izin pendirian LJKNB; atau b. pejabat LJKNB yang berwenang dalam hal LJKNB telah memperoleh izin usaha. 3. Penyampaian hasil daftar pemenuhan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada angka 2 disertai penjelasan yang menyatakan bahwa dokumen persyaratan administratif yang disampaikan: a. lengkap dan benar baik jumlah, format, maupun substansi; dan b. menyatakan bahwa dokumen persyaratan administratif berupa “pernyataan” dan “daftar isian” adalah benar serta telah diisi dan ditandatangani oleh calon yang diajukan. 4. Daftar pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan bersamaan dengan penyampaian dokumen persyaratan administratif calon yang diajukan. D. Penilaian Sendiri (Self Assessment) 1. Penilaian sendiri (self assessment) terhadap anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan -26- Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 6 dilakukan oleh LJKNB sebelum diajukan kepada OJK yang terkait dengan: a. penilaian pemenuhan persyaratan integritas, reputasi keuangan, dan kompetensi terhadap calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris Perusahaan yang akan diajukan. Penilaian paling sedikit mencakup penilaian rekam jejak termasuk sanksi yang pernah diberikan LJKNB, latar belakang pendidikan baik formal maupun informal dan prestasi yang dicapai dalam pelaksanaan tugas, kemampuan calon untuk menduduki posisi yang akan dijabat, rangkap jabatan, serta kepemilikan kredit dan/atau pembiayaan macet; dan b. pemenuhan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Hasil penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada OJK pada saat pengajuan permohonan. E. Alamat Penyampaian 1. Surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama berikut dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3 dan angka 4, dan hasil penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada huruf D angka 2 disampaikan secara lengkap kepada OJK. 2. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama berikut dokumen persyaratan administratif, dan hasil penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditujukan kepada alamat sebagai berikut: a. bagi perusahaan pialang asuransi, perusahaan -27- pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Jasa Penunjang IKNB Gedung Menara Merdeka Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 b. bagi LJKNB selain perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB Gedung Menara Merdeka Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 c. bagi LJKNB yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan Up. Direktur IKNB Syariah Gedung Menara Merdeka Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta 10110 3. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk penyampaian surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama berikut dokumen persyaratan administratif, dan hasil penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 2, OJK akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman. -28- V. TATA CARA PELAKSANAAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN A. Penilaian Administratif 1. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP dan/atau Pengendali Perusahaan Perasuransian meliputi tahapan: a. penilaian administratif; dan b. penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan. 2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan/atau Aktuaris Perusahaan meliputi tahapan: a. penilaian administratif; dan b. penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan. 3. Penilaian administratif dilakukan untuk menilai permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama telah memenuhi persyaratan integritas, reputasi keuangan atau kelayakan keuangan, dan/atau kompetensi. 4. Dalam hal dokumen persyaratan administratif yang diterima OJK tidak lengkap, OJK meminta LJKNB untuk melengkapi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada Romawi IV huruf B dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. 5. Dalam hal LJKNB tidak menyampaikan kekurangan dokumen persyaratan administratif dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 4, LJKNB dianggap membatalkan permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama. 6. OJK menyampaikan surat penolakan atas surat permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama yang diajukan oleh LJKNB apabila dokumen administratif -29- persyaratan administratif dinyatakan tidak benar. 7. Dalam rangka penilaian administratif pada pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada angka 3, OJK dapat meminta informasi dan/atau surat rekomendasi atas Pihak Utama kepada pihak lain yang berwenang. B. Presentasi atau Pemaparan oleh Calon PSP atau Pengendali Perusahaan Perasuransian 1. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian, yang bersangkutan harus melakukan presentasi pemaparan. atau 2. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian adalah pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maka presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan apabila dianggap perlu. 3. Presentasi atau pemaparan harus dilakukan oleh calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian dalam rangka penilaian administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1, paling sedikit mengenai: a. rencana calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian terhadap pengembangan LJKNB yang akan dimiliki dan/atau yang akan dikendalikannya paling singkat untuk 3 (tiga) tahun sejak dimiliki; dan b. strategi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian dalam hal LJKNB yang akan dimiliki dan/atau yang akan dikendalikannya mengalami kesulitan keuangan. 4. Pelaksanaan pemaparan atau presentasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan melalui tatap muka langsung di kantor OJK atau tempat lain yang ditetapkan oleh OJK. 5. OJK memberitahukan jadwal pelaksanaan presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 secara -30- tertulis kepada Direksi LJKNB paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 3 berikut dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 4 diterima oleh OJK secara lengkap. 6. Calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang tidak dapat hadir pada jadwal pelaksanaan presentasi atau pemaparan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 5 harus menyampaikan pemberitahuan tertulis disertai alasan yang layak kepada OJK paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan. 7. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6, OJK dapat memberikan 1 (satu) kali kesempatan presentasi atau pemaparan dan menyampaikan jadwal pelaksanaan presentasi atau pemaparan yang baru kepada calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian. 8. Dalam hal berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6 OJK tidak memberi kesempatan presentasi atau pemaparan kepada calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian atau yang bersangkutan tidak hadir dalam pelaksanaan presentasi atau pemaparan sesuai jadwal yang baru tanpa pemberitahuan, OJK membatalkan permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian tersebut. 9. OJK menyampaikan pemberitahuan pembatalan permohonan calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian apabila alasan ketidakhadiran sebagaimana dimaksud pada angka 6 tidak diterima atau yang bersangkutan tidak menyampaikan pemberitahuan atas ketidakhadirannya dalam presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 6. -31- 10. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian tidak hadir dalam pelaksanaan presentasi atau pemaparan tanpa disertai pemberitahuan atau disertai pemberitahuan namun alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima oleh OJK, maka OJK menetapkan yang bersangkutan tidak disetujui untuk menjadi PSP atau Pengendali Perusahaan Perasuransian. 11. Presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dalam Bahasa Indonesia. 12. Calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang tidak dapat berbahasa Indonesia harus menyediakan sendiri jasa penerjemah dalam pelaksanaan presentasi atau pemaparan. 13. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian berbentuk badan hukum, presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan oleh direksi badan hukum tersebut atau direksi badan hukum lain dalam kelompok usahanya atau pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders). 14. Dalam hal direksi badan hukum lain dalam kelompok usahanya atau pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders) sebagaimana dimaksud pada angka 13 berhalangan hadir, maka dapat diwakili oleh pejabat lain 1 (satu) tingkat di bawah direksi berdasarkan penunjukan surat kuasa (power of attorney). C. Klarifikasi Calon Anggota Direksi, Pelaksana Tugas Pengurus, Anggota Dewan Komisaris, Anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan 1. Berdasarkan hasil penilaian administratif yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 2 huruf a serta informasi dan/atau surat rekomendasi yang diperoleh oleh OJK atas Pihak Utama dari pihak lain yang berwenang sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 7, OJK dapat menetapkan calon anggota Direksi, pelaksana -32- tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang memerlukan proses klarifikasi, apabila: a. terdapat informasi negatif mengenai calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan; b. calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan belum mempunyai pengalaman pada LJKNB di Indonesia yang relevan dengan jabatan yang dituju dan mempertimbangkan posisi jabatan, ukuran, kompleksitas, dan/atau permasalahan LJKNB tempat yang bersangkutan akan dicalonkan; dan/atau c. calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pernah ditetapkan tidak disetujui dalam pencalonan sebelumnya. 2. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi Perusahaan Perasuransian, bagi Lembaga Penjamin, Perusahaan Pembiayaan, PMV, dan Perusahaan Pergadaian berdasarkan pengalaman calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilaksanakan berdasarkan kriteria pada tabel 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 3. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja berdasarkan pengalaman calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilaksanakan -33- berdasarkan kriteria pada tabel 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan berdasarkan pengalaman calon pelaksana tugas pengurus atau anggota Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilaksanakan berdasarkan kriteria pada tabel 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. OJK melakukan klarifikasi calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 untuk mendapatkan penjelasan dari yang bersangkutan atas informasi yang diperoleh OJK atau untuk melakukan penilaian atas pengalaman atau keahlian yang bersangkutan. 6. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan harus menghadiri pelaksanaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 melalui tatap muka langsung di kantor OJK atau tempat lain yang ditetapkan oleh OJK. 7. OJK memberitahukan jadwal pelaksanaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 secara tertulis kepada Direksi LJKNB paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 3 berikut dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 4 diterima oleh OJK secara lengkap. 8. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang tidak -34- dapat hadir pada jadwal pelaksanaan klarifikasi yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 7 harus menyampaikan pemberitahuan tertulis disertai alasan yang layak kepada OJK paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan. 9. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 8, OJK dapat memberikan 1 (satu) kali kesempatan klarifikasi dan menyampaikan jadwal pelaksanaan klarifikasi yang baru kepada calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan. 10. Dalam hal berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 8 OJK tidak memberi kesempatan klarifikasi kepada calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan atau yang bersangkutan tidak hadir dalam pelaksanaan klarifikasi sesuai jadwal yang baru tanpa pemberitahuan, OJK membatalkan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang bersangkutan. 11. OJK menyampaikan pemberitahuan pembatalan permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan apabila alasan ketidakhadiran sebagaimana dimaksud pada angka 8 tidak diterima atau yang bersangkutan tidak menyampaikan pemberitahuan atas ketidakhadirannya dalam klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 8. 12. Dalam hal calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan tidak hadir dalam pelaksanaan klarifikasi -35- tanpa disertai pemberitahuan atau disertai pemberitahuan namun alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima oleh OJK, maka OJK menetapkan yang bersangkutan tidak disetujui dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. 13. Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dalam Bahasa Indonesia. 14. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang tidak dapat berbahasa Indonesia harus menyediakan sendiri jasa penerjemah dalam pelaksanaan klarifikasi. VI. PENGHENTIAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN 1. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan calon Pihak Utama LJKNB apabila calon tersebut menjalani: a. proses hukum; b. proses penilaian kemampuan dan kepatutan di OJK; dan/atau c. proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi pada suatu lembaga jasa keuangan. 2. Yang dimaksud menjalani proses hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a adalah apabila calon Pihak Utama sedang menjalani proses kepailitan, proses penyidikan, atau proses peradilan (termasuk banding dan kasasi) dalam perkara yang meliputi: a. tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan; b. tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; dan/atau c. tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi, -36- pencucian uang, narkotika/ psikotropika, penyelundupan, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, dan di bidang kelautan dan perikanan. 3. Yang dimaksud menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan di OJK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b adalah apabila calon Pihak Utama sedang diajukan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan kepada OJK sebagai calon Pihak Utama pada suatu lembaga jasa keuangan. 4. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pihak Utama yang menjalani proses penilaian kemampuan dan kepatutan di OJK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b atas pencalonan yang terakhir diajukan LJKNB kepada OJK. 5. Yang dimaksud dengan menjalani proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan atau reputasi keuangan, dan/atau kompetensi pada suatu LJKNB sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah apabila calon Pihak Utama sedang dalam proses penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan atau reputasi keuangan, dan/atau kompetensi dalam kapasitas yang bersangkutan sebagai pihak yang memiliki, mengelola, mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan pada LJKNB. 6. OJK memberitahukan secara tertulis penghentian penilaian kemampuan dan kepatutan kepada LJKNB yang mengajukan pencalonan. VII. TATA CARA PENETAPAN HASIL PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DAN KONSEKUENSI A. Klasifikasi Hasil Penilaian 1. Hasil penilaian kemampuan dan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) predikat sebagai berikut: a. disetujui; atau b. tidak disetujui. kepatutan -37- 2. Calon Pihak Utama yang memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dinyatakan memenuhi persyaratan dan memperoleh persetujuan dari OJK untuk menjadi Pihak Utama pada LJKNB yang mengajukan pencalonan. 3. Calon Pihak Utama yang memperoleh predikat tidak disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dan tidak memperoleh persetujuan dari OJK untuk menjadi Pihak Utama pada LJKNB yang mengajukan pencalonan. B. Penetapan dan Penyampaian Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan 1. OJK menetapkan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pihak Utama paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen permohonan diterima secara lengkap. 2. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan calon Pihak Utama dilakukan pada saat permohonan izin pendirian, penggabungan, dan/atau peleburan LJKNB, OJK memberikan penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemberian izin pendirian, penggabungan, dan/atau peleburan LJKNB. 3. Yang dimaksud dengan izin pendirian sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah: a. pengesahan Dana Pensiun; atau b. izin usaha Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, PMV, atau Perusahaan Pergadaian. 4. Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan berupa predikat disetujui atau predikat tidak disetujui atas permohonan calon Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 disampaikan secara tertulis kepada LJKNB yang mengajukan pencalonan. -38- 5. OJK dapat memberitahukan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang berkepentingan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, wewenang OJK atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan antara lain pemerintah, pemegang saham lembaga jasa keuangan, atau pihak lain yang dianggap perlu oleh OJK. C. Konsekuensi Hasil Penilaian 1. Bagi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham yang memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf a oleh OJK, maka yang bersangkutan dapat melakukan pembelian saham LJKNB. 2. Bagi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham yang memperoleh predikat tidak disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b oleh OJK namun telah memiliki saham LJKNB, maka: a. yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan dan tidak melakukan Pengendalian; dan b. dilakukan pembatasan atas hak pemegang saham pada LJKNB yang bersangkutan yaitu hak pemegang saham hanya diakui sebesar jumlah saham awal sebelum penambahan saham yang menyebabkan yang bersangkutan menjadi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham. 3. Yang dimaksud dengan mengalihkan kepemilikan sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a adalah mengalihkan kepemilikan sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham. -39- 4. Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a harus dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penolakan dari OJK. 5. Yang dimaksud dengan hak pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b misalnya, hak untuk menghadiri, perhitungan kuorum, mengeluarkan suara dalam RUPS, dan hak menerima dividen yang dibagikan. 6. Dalam hal calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham tidak melakukan pengalihan kepemilikan saham dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka hak pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 5 atas seluruh saham yang dimilikinya tidak diakui sampai dengan yang bersangkutan melakukan pengalihan kepemilikan saham. 7. OJK dapat menetapkan pihak yang tidak diperbolehkan menerima pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a. 8. Pihak yang tidak diperbolehkan menerima pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada angka 7 adalah pihak yang terafiliasi dengan calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham, yang terdiri dari: a. pihak yang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham termasuk kepada kelompok usahanya; b. pihak yang merupakan pengendali dari calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham yang bersangkutan; c. pihak dimana calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham bertindak sebagai pengendali; dan d. pihak yang memiliki ketergantungan keuangan -40- (financial interdependence) dengan calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan pemegang saham. 9. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf a adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal, termasuk mertua, menantu, dan ipar, meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak kandung/tiri/angkat; d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. g. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek/nenek dari suami/istri; l. suami/istri dan/atau dari cucu m. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya. kandung/tiri/angkat; dari suami/istri 10. LJKNB wajib melaporkan pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a kepada OJK dengan mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan perubahan anggaran dasar terkait perubahan kepemilikan yang berlaku pada LJKNB. 11. Dalam hal pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dilakukan dengan cara mengalihkan saham kepada pihak yang tidak diperbolehkan menerima pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada angka 8, maka: a. pengalihan tersebut tidak dianggap sebagai -41- pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a; b. LJKNB dilarang melakukan pencatatan atas pihak yang menerima pengalihan tersebut dalam daftar pemegang saham LJKNB; dan c. pihak yang menerima pengalihan tidak memperoleh haknya sebagai pemegang saham. 12. OJK membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf a, apabila setelah persetujuan diberikan: a. diketahui bahwa informasi atau dokumen yang disampaikan dalam proses penilaian kemampuan dan kepatutan tidak benar sehingga menjadi tidak memenuhi persyaratan; dan/atau b. terdapat informasi yang diperoleh dari otoritas lain yang mengakibatkan pihak yang telah disetujui menjadi tidak memenuhi persyaratan. 13. Bagi calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf a oleh OJK, harus diangkat dalam jabatannya sesuai dengan jabatan yang diajukan pada saat pengajuan penilaian kemampuan dan kepatutan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya hasil penilaian kemampuan dan kepatutan. 14. Dalam hal setelah lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 13, Pihak Utama yang memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf a oleh OJK belum diangkat, maka LJKNB yang mengajukan pencalonan memberitahukan kepada OJK alasan belum diangkatnya Pihak Utama dimaksud paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 13. 15. LJKNB wajib melaporkan pengangkatan calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan -42- Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 13 kepada OJK dengan mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan perubahan Pihak Utama terkait perubahan kepengurusan yang berlaku pada LJKNB. 16. Bagi calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota Dewan Pengawas Syariah yang tidak disetujui oleh OJK sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b namun telah diangkat sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas Syariah, LJKNB wajib menyelenggarakan RUPS untuk membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal yang bersangkutan permohonannya. 17. Bagi calon pelaksana tugas pengurus, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang tidak disetujui oleh OJK sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b namun telah diangkat sebagai pelaksana tugas pengurus, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan, LJKNB harus membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal yang bersangkutan dinyatakan tidak disetujui permohonannya. 18. LJKNB wajib melaporkan penyelenggaraan RUPS untuk membatalkan pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada angka 16 dan pembatalan pengangkatan pelaksana tugas pengurus, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 17 kepada OJK dengan mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan perubahan Pihak Utama yang berlaku pada LJKNB. dinyatakan tidak disetujui -43- VIII. MEKANISME PENGENAAN SANKSI A. Ketentuan Sanksi bagi Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV 1. Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan, dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha; atau c. pencabutan izin usaha. 2. Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK dapat memberikan sanksi tambahan berupa: a. penurunan tingkat kesehatan; b. pembatalan hasil kepatuan; penilaian kemampuan dan c. perintah penggantian manajemen; d. pencantuman manajemen dalam daftar pihak yang dilarang untuk menjadi Pihak Utama; dan/atau pendaftaran, e. pembatalan pengesahan. persetujuan, dan 3. Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a diberikan secara tertulis oleh OJK kepada Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling lama 60 (enam puluh) hari. 4. Dalam hal sebelum berakhirnya masa berlaku sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 3, Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK mencabut sanksi peringatan. -44- 5. Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 3 berakhir dan Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK mengenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b. 6. Pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b diberikan secara tertulis dan berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak surat pembatasan kegiatan usaha ditetapkan. 7. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 6, Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV telah memenuhi ketentuan maka OJK mencabut sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha. 8. Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 6, Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV tetap tidak memenuhi ketentuan, maka OJK mencabut izin usaha Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV yang bersangkutan. B. Ketentuan Sanksi bagi Dana Pensiun atau Perusahaan Pergadaian 1. Dana Pensiun atau Perusahaan Pergadaian yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan dikenakan dikenakan -45- sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. pemberian perintah tertulis untuk mengganti Direksi, pelaksana tugas pengurus, dan/atau Dewan Komisaris. 2. Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak surat peringatan tertulis ditetapkan. 3. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2, Dana Pensiun atau Perusahaan Pergadaian telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK mencabut sanksi peringatan. 4. Dalam hal setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut Dana Pensiun atau Perusahaan Pergadaian tetap tidak memenuhi ketentuan maka OJK memberikan perintah tertulis untuk mengganti Direksi, pelaksana tugas pengurus, dan/atau Dewan Komisaris. IX. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2016 Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 31/SEOJK.05/2016 </reg_id> <reg_title> PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2016 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2016 </effective_date> <related_reg> '27/POJK.03/2016 | Pasal 35' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
Yth. 1. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan 2. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5443) dan mengingat adanya tambahan informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6320), diperlukan perubahan terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah dari Perusahaan Pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. Beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah dari Perusahaan Pembiayaan diubah sebagai berikut: -2- 1. Ketentuan angka 2 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa. 2. Ketentuan angka 4 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang melaksanakan Pembiayaan Syariah dan/atau berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan syariah. 3. Ketentuan angka 4 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK. 4. Ketentuan angka 5 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu penyampaian Laporan Bulanan sehingga: a. Perusahaan Syariah tidak dapat menyampaikan Laporan Bulanan secara dalam jaringan (online); dan/atau b. OJK tidak dapat menerima Laporan Bulanan secara dalam jaringan (online), maka Perusahaan Syariah wajib menyampaikan Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) paling lambat pada hari kerja berikutnya dalam bentuk salinan elektronik (soft file) disertai dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan kepada: Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710 5. Ketentuan angka 7 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: -3- 7. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 5. 6. Ketentuan angka 8 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline) disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK. 7. Ketentuan angka 9 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Perusahaan Syariah dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk penyampaian secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK; atau b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline), dibuktikan dengan tanda terima dari OJK. 8. Ketentuan angka 10 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan Bulanan dapat disampaikan kepada: Helpdesk OJK Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 19 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav.40, Jakarta, 12710 Telepon: 021-29600000 ekstensi 7000 Surat elektronik (email): helpdesk@ojk.go.id 9. Ketentuan angka 1 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Kewajiban Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah untuk menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian yang diatur dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode laporan bulan Juni 2020, yang disampaikan dengan waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Romawi III. -4- 10. Ketentuan angka 2 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Perusahaan harus melakukan uji coba penyampaian Laporan Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK ini untuk periode laporan bulan Maret 2020 sampai dengan periode laporan bulan Mei 2020. 11. Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 12. Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 13. Lampiran III diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 14. Lampiran IV diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. II. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2020. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana -0 - LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1 - BENTUK, SUSUNAN, DAN PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAFTAR ISI BAB I : PENJELASAN UMUM A. Tujuan Pelaporan B. Asas Pelaporan C. Penyajian Transaksi Valuta Asing D. Pengisian Formulir Laporan BAB II : PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN A. Jenis Valuta B. Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa C. Kualitas D. Golongan Penerbit/Tertarik E. Golongan Pembeli F. Golongan Konsumen G. Golongan Penyedia Dana H. Hubungan Dengan Perusahaan Syariah I. Jangka Waktu J. Saldo Aset Produktif (Outstanding Principal)Pokok K. Saldo Aset Produktif (Outstanding Principal)Neto BAB III : PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH A. Formulir 0000-Profil Perusahaan Syariah B. Formulir 0010 - Rincian Izin Usaha C. Formulir 0020 - Rincian Kantor Cabang D. Formulir 0025 -Rincian Kantor Selain Kantor Cabang E. Formulir 0030 - Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham Derajat Kedua F. Formulir 0035 - Rincian Kepengurusan G. Formulir 0036 Rincian Pihak Terkait H. Formulir 0041 -Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan I. Formulir 0043 -Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi 3 3 3 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 8 8 9 9 20 22 23 27 31 34 36 40 -2 - J. Formulir 0046 -Rincian Tenaga Kerja Asing BAB IV : LAPORAN KEUANGAN BULANAN PERUSAHAAN SYARIAH A. Formulir 1100 - Laporan Posisi Keuangan B. Formulir 1110 - Rekening Administratif C. Formulir 1200 - Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain D. Formulir 1300 - Laporan Arus Kas E. Formulir 2100 - Rincian Pembiayaan yang Diberikan 44 47 47 87 91 105 124 F. Formulir 2200 - Rincian Surat Berharga yang Dimiliki 139 G. Formulir 2300 - Rincian Penyertaan Modal H. Formulir 2490 - Rincian Rupa-Rupa Aset I. Formulir 2550 - Rincian Pendanaan yang Diterima J. Formulir 2600 - Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan K. Formulir 2790 - Rincian Rupa-Rupa Liabilitas L. Formulir 3010- Rincian Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Syariah M. Formulir 3020 - Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga N. Formulir 5310 - Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan Liabilitas 144 147 149 155 161 163 167 171 -3 - BAB I PENJELASAN UMUM A. TUJUAN PELAPORAN Laporan Bulanan yang disusun menurut sistematika yang ditetapkan dalam Lampiran ini dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyusun data statistik Perusahaan Syariah secara individual maupun gabungan dalam rangka: 1. pengaturan dan pengawasan Perusahaan Syariah; 2. pembentukan statistik untuk keperluan analisis industri Perusahaan Syariah; dan 3. pemenuhan keperluan internal Perusahaan Syariah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perusahaan Syariah wajib menyampaikan laporan secara benar, lengkap, dan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. B. ASAS PELAPORAN Dalam sistem pelaporan ini dianut asas sebagai berikut: 1. Dasar penyusunan Penyusunan Laporan Bulanan didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh OJK dan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan serta Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Akuntansi transaksi Perusahaan Syariah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. 2. Pemisahan antara laporan posisi keuangan dan rekening administratif Semua pos yang merupakan aset, liabilitas, dan modal Perusahaan Syariah dilaporkan dalam laporan posisi keuangan. Pos-pos yang masih merupakan komitmen dan kontijensi serta catatan-catatan lainnya dilaporkan dalam rekening administratif. 3. Pemisahan transaksi dengan Bank dan Pemerintah Pusat Dalam sistem pelaporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi baik antara Perusahaan Syariah dengan Bank, maupun antara Perusahaan Syariah dengan Pemerintah Pusat. Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan- undangan tentang perbankan. -4 - 4. Pemisahan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident) Dalam sistem laporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi yang dilakukan antara Perusahaan Syariah dengan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident). a. Penduduk (resident) Penduduk (resident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan perusahaan yang berdomisili di Indonesia lebih dari satu tahun dan kegiatan utamanya (center of interest) melakukan konsumsi, produksi, dan transaksi ekonomi lainnya di Indonesia, termasuk perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta anggota stafnya yang berstatus diplomatik. b. Bukan Penduduk (nonresident) Bukan penduduk (nonresident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan perusahaan yang tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia paling lama satu tahun dan kegiatan utamanya (center of interest) tidak di Indonesia, termasuk perwakilan negara asing di Indonesia beserta stafnya yang berstatus diplomatik. C. PENYAJIAN TRANSAKSI VALUTA ASING Laporan keuangan harus disajikan dalam mata uang rupiah. Aset, liabilitas, modal, dan rekening administratif dalam valuta asing, yang selanjutnya disebut valas, yang dimiliki Perusahaan Syariah harus dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan Kurs Tengah Bank Indonesia yang berlaku pada akhir periode laporan. Kurs tengah adalah kurs jual ditambah kurs beli dibagi dua. D. PENGISIAN FORMULIR LAPORAN Pengisian formulir laporan dilakukan dengan cara memasukkan data secara otomatis dalam bentuk alfanumerik dengan menggunakan program data entry dan seluruh laporan keuangan disajikan dalam satuan Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain dalam satuan valas penuh, contoh 123000000000. -5 - BAB II PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN A. JENIS VALUTA Jenis valuta adalah jenis mata uang yang digunakan dalam melakukan transaksi antara Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak lain. Dalam hal transaksi yang diperjanjikan menggunakan valas (sebagaimana tercantum dalam perjanjian) namun realisasinya dalam rupiah, transaksi tersebut diperlakukan sebagai transaksi dalam valas. B. MARGIN/BAGI HASIL/IMBAL JASA Margin/bagi hasil/imbal jasa adalah nilai atau persentase pendapatan atas pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan oleh Perusahaan Syariah pelapor, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. jika kegiatan pembiayaan jual beli, maka pelapor menggunakan pilihan margin; 2. 3. jika kegiatan pembiayaan investasi syariah, maka pelapor menggunakan pilihan bagi hasil; atau jika kegiatan pembiayaan jasa, maka pelapor menggunakan pilihan imbal jasa. Apabila dalam satu rekening diberikan beberapa margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai diisi nilai tertinggi. Untuk margin/bagi hasil/imbal jasa diisi dengan dua angka di belakang koma, contoh margin/bagi hasil/imbal jasa 12,50% ditulis 12.50. Untuk jenis transaksi yang tidak diberikan margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai dikosongkan. Kolom nilai diisi sebagai berikut: 1. 2. jika pilihan margin, maka kolom nilai diisi nominal margin; jika pilihan bagi hasil, maka kolom nilai diisi persentase bagi hasil; atau 3. jika pilihan imbal jasa, maka kolom nilai diisi nominal imbal jasa. C. KUALITAS Kualitas adalah kualitas aset produktif yang dinilai dengan kriteria sesuai dengan Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Syariah , dengan penggolongan kualitas sebagai berikut: 1. Lancar 2. Dalam Perhatian Khusus 3. Kurang Lancar -6 - 4. Diragukan 5. Macet D. GOLONGAN PENERBIT/TERTARIK Golongan penerbit/tertarik adalah kategori pihak ketiga yang menerbitkan dan/atau bertanggung jawab terhadap pelunasan surat berharga yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor. E. GOLONGAN PEMBELI Golongan pembeli adalah kategori pihak ketiga yang membeli surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor. Dalam hal surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor adalah atas unjuk, golongan pembeli adalah pihak yang pertama kali membeli surat berharga tersebut pada saat diterbitkan. F. GOLONGAN KONSUMEN Golongan konsumen adalah kategori pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor atau pihak yang memiliki kewajiban kepada Perusahaan Syariah pelapor. G. GOLONGAN PENYEDIA DANA Golongan penyedia dana adalah kategori pihak yang memberikan pendanaan untuk kegiatan usaha pembiayaan syariah kepada Perusahaan Syariah pelapor. H. HUBUNGAN DENGAN PERUSAHAAN SYARIAH Hubungan dengan Perusahaan Syariah adalah status keterkaitan antara Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak yang melakukan transaksi dengan Perusahaan Syariah pelapor. 1. Terkait dengan Perusahaan Syariah Pihak yang Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah: a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan pengendali Perusahaan Syariah pelapor; b. badan usaha di mana Perusahaan Syariah pelapor bertindak sebagai pengendali; c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai Pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b; d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh: 1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau -7 - 2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c; e. dewan komisaris atau direksi Perusahaan Syariah pelapor; f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal: 1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau 2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e. g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai denganhuruf d; h. badan usaha yang dewan komisaris atau direksi merupakan: 1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Syariah pelapor; atau 2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai dengan huruf d; i. badan usaha di mana: 1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak sebagai pengendali; atau 2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, bertindak sebagai pengendali; dan j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan Syariah pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, atau sampai dengan huruf i. 2. Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak-pihak yang tidak memiliki keterkaitan dengan Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana disebutkan pada angka 1. I. JANGKA WAKTU Jangka waktu adalah jangka waktu yang diperjanjikan sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan syariah. 1. Tanggal Mulai -8 - yaitu tanggal, bulan, dan tahun dimulainya perjanjian atau kontrak. 2. Tanggal Jatuh Tempo yaitu tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya perjanjian atau kontrak. J. SALDO ASET PRODUKTIF (OUTSTANDING PRINCIPAL) POKOK Saldo aset produktif (outstanding principal) pokok adalah total tagihan, investasi, tagihan jasa, dan/atau aset persediaan untuk Pembiayaan Syariah dikurangi dengan: 1. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan 2. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan, yang diamortisasi. K. SALDO ASET PRODUKTIF (OUTSTANDING PRINCIPAL) NETO Saldo aset produktif (outstanding principal) neto adalah saldo aset produktif (outstanding principal) pokok dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan saldo aset produktif (outstanding principal). -9 - BAB III PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH A. FORMULIR 0000: PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH I. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH 1. BENTUK FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH) Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, Formulir 0000 (Informasi Profil Perusahaan Syariah) disusun sesuai format sebagai berikut: INFORMASI PERUSAHAAN 1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan Syariah 2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 3) Single Investor Identification (SID) 4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Syariah 5) Bentuk Badan Hukum 6) Status Perusahaan Pembiayaan Syariah 7) Tanggal Pendirian 8) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan ALAMAT PERUSAHAAN 9) Alamat Lengkap 10) Lokasi Kabupaten/Kota 11) Kode Pos 12) Nomor Telepon 13) Status Kepemilikan Gedung 14) Alamat situs web 15) Alamat Surat Elektronik (Email) JUMLAH KANTOR PELAYANAN 16) Jumlah Kantor Cabang 17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang JUMLAH TENAGA KERJA 18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat 19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang 20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB 21) Petugas Penyusun Laporan a) Nama Lengkap b) Jabatan c) Nomor Telepon -10 - d) Alamat Surat Elektronik (Email) 22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan a) Nama Lengkap b) Jabatan c) Nomor Telepon d) Alamat Surat Elektronik (Email) -11 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH) Formulir 0000 ( Profil Perusahaan Syariah) ini berisi seluruh informasi mengenai profil Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. a. Informasi Perusahaan 1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan Syariah Pos ini diisi dengan sebutan atau singkatan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, misalnya Dina Finance Syariah untuk Dina Persada Multi Finance Syariah, PT, Tbk. 2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pos ini diisi dengan NPWP Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. 3) Single Investor Identification (SID) Pos ini diisi dengan nomor tunggal identitas investor pasar modal Indonesia yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia. 4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Syariah Pos ini diisi dengan status kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu: a) Perusahaan Milik Negara Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor dimiliki oleh negara baik melalui penyertaan modal oleh pemerintah pusat maupun penyertaan modal oleh pemerintah daerah. b) Perusahaan Swasta Nasional Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor tidak dimiliki oleh negara serta tidak terdapat penyertaan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak asing. c) Perusahaan Swasta Patungan Pos ini diisi dalam hal terdapat adanya penyertaan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak asing pada Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. -12 - 5) Bentuk Badan Hukum Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum yaitu: a) Perseroan Terbatas b) Koperasi 6) Status Perusahaan Pembiayaan Syariah a) Tertutup/Terbatas Pos ini diisi dengan status perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. b) Terbuka Pos ini diisi dengan status perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal . 7) Tanggal Pendirian Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. 8) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan izin usaha yang diberikan, yaitu: a) Pembiayaan Jual Beli b) Pembiayaan Investasi c) Pembiayaan Jasa b. Alamat Perusahaan 9) Alamat Lengkap Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili kantor pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. 10) Lokasi Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota. -13 - 11) Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. 12) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor diawali dengan kode area wilayah. 13) Status Kepemilikan Gedung Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung kantor pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu: a) milik sendiri; b) sewa; atau c) status kepemilikan lainnya. 14) Alamat Situs Web Pos ini diisi dengan alamat situs web Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. 15) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. c. Jumlah Kantor Pelayanan 16) Jumlah Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang). 17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. Jumlah kantor selain kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang). d. Jumlah Tenaga Kerja 18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor pusat sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). -14 - 19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). 20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor selain kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab 21) Petugas Penyusun Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap personil Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang bertindak sebagai petugas penyusun laporan. a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas penyusun laporan. Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan petugas penyusun laporan. b) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja petugas penyusun laporan. c) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat email petugas penyusun laporan. 22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang bertindak sebagai penanggung jawab laporan. a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi penanggung jawab laporan. b) Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan direksi penanggung jawab laporan. -15 - c) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja anggota direksi penanggung jawab laporan. d) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat email anggota direksi penanggung jawab laporan. -16 - II. UNIT USAHA SYARIAH 1. BENTUK FORMULIR 0000 ( PROFIL UUS) Bagi UUS, Formulir 0000 ( Profil UUS) disusun sesuai format sebagai berikut: INFORMASI UUS 1) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan 2) Tanggal Pendirian UUS ALAMAT UUS 3) Alamat Lengkap 4) Lokasi Kabupaten/Kota 5) Kode Pos 6) Nomor Telepon 7) Status Kepemilikan Gedung Kantor 8) Ditambahkan alamat situs web. 9) Alamat Surat Elektronik (Email) JUMLAH KANTOR PELAYANAN 10) Jumlah Kantor Cabang 11) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang JUMLAH TENAGA KERJA 12) Jumlah Tenaga Kerja Kantor UUS 13) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang UUS 14) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor CabangUUS PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG JAWAB LAPORAN 15) Petugas Penyusun Laporan a) Nama Lengkap b) Jabatan c) Nomor Telepon d) Alamat Surat Elektronik (Email) 16) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan a) Nama Lengkap b) Jabatan c) Nomor Telepon d) Alamat Surat Elektronik (Email) -17 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0000: PROFIL UUS Formulir 0000 ( Profil UUS) ini berisi seluruh informasi mengenai profil UUS. a. Informasi Perusahaan 1) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan izin usaha yang diberikan, yaitu: a) Pembiayaan Jual Beli b) Pembiayaan Investasi c) Pembiayaan Jasa 2) Tanggal Pendirian UUS Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian UUS. b. Alamat UUS 3) Alamat lengkap Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili kantor UUS. 4) Lokasi Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota UUS. 5) Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor UUS. 6) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon UUS diawali dengan kode area wilayah. 7) Status Kepemilikan Gedung Kantor Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung Kantor, yaitu: a) milik sendiri b) sewastatus kepemilikan lainnya 8) Alamat Situs Web Pos ini diisi dengan alamat situs web UUS pelapor. 9) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) UUS. -18 - c. Jumlah Kantor Pelayanan 10) Jumlah Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang unit syariah pelapor. Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang). 11) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang Unit Syariah pelapor. Jumlah kantor selain kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir (0025 Rincian Kantor Selain Kantor Cabang). d. Jumlah Tenaga Kerja 12) Jumlah Tenaga Kerja Kantor UUS Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor pusat UUS sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). 13) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang UUS Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor cabang unit syariah sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). 14) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang UUS Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor selain kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan). e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan 15) Petugas Penyusun Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap personil UUS yang bertindak sebagai petugas penyusun laporan. -19 - a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas penyusun laporan. b) Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan petugas penyusun laporan. c) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja petugas penyusun laporan. d) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) petugas penyusun laporan. 16) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang bertindak sebagai penanggung jawab laporan. a) Nama Lengkap Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi penanggung jawab laporan. b) Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan anggota direksi penanggung jawab laporan. c) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan nomor telepon bagian/divisi/unit kerja anggota direksi penanggung jawab laporan. d) Alamat Surat Elektronik (Email) Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) anggota direksi penanggung jawab laporan. -20 - B. FORMULIR 0010: RINCIAN IZIN USAHA 1. BENTUK FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA) Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nomor Izin Usaha Tanggal Izin Usaha (3) Jenis Perizinan (4) Keterangan 2. PENJELASAN FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA) Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) berisi seluruh informasi mengenai rincian izin usaha yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor. (1) Nomor Izin Usaha Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin usaha Perusahaan Syariah pelapor dan perubahannya. (2) Tanggal Izin Usaha Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin usaha Perusahaan Syariah pelapor dan perubahannya. (3) Jenis Perizinan Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, pos ini diisi dengan dengan jenis perizinan yang ditetapkan oleh OJK dan/atau Menteri Keuangan, yaitu:  Izin Pendirian Pertama  Peningkatan Kegiatan Usaha  Perubahan Nama  Izin Usaha Lainnya Bagi UUS pos ini diisi dengan dengan jenis perizinan yang ditetapkan oleh OJK, yaitu:  Izin Usaha UUS -21 - (4) Keterangan Pos ini diisi dengan penjelasan atas jenis perizinan Perusahaan Syariah pelapor. Contoh: Dalam hal perubahan nama diisi perubahan nama dari PT Dina Persada Multi Finance Syariah menjadi PT Karya Persada Multi Finance Syariah. -22 - C. FORMULIR 0020: RINCIAN KANTOR CABANG 1. BENTUK FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG) Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Izin Kantor Cabang (2) Tanggal Izin Kantor Cabang Alamat (3) Lokasi Kecamatan Kabupaten/ Kota Kode Pos (4) (5) Nomor Telp Jumlah Tenaga Kerja (6) Nama Kepala Cabang 2. PENJELASAN FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG) RINCIAN KANTOR CABANG Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) berisi informasi kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk kantor cabang unit syariah dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan atau OJK. (1) Nomor Izin Kantor Cabang Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan kantor cabang. (2) Tanggal Izin Kantor Cabang Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan kantor cabang. -23 - (3) Lokasi  Alamat Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor cabang sesuai dengan alamat lengkap kantor cabang yang telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan atau OJK.  Kecamatan Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor cabang.  Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.  Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor cabang. (4) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing kantor cabang. (5) Jumlah Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk kepala kantor cabang, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing. (6) Nama Kepala Cabang Pos ini diisi dengan nama kepala cabang masing-masing kantor cabang. -24 - D. FORMULIR 0025: RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG 1. BENTUK FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG) Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) ini disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Jenis Kantor (2) (3) Nomor Surat Pencatatan Tanggal Surat Pencatatan (4) Lokasi Alamat Kecamatan Kabupaten/Kota Kode Pos (5) (6) (7) Nomor Telepon Jumlah Tenaga Kerja Nama Penanggung Jawab Kantor -25 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG) Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) berisi informasi kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor yang telah dilaporkan ke OJK. (1) Jenis Kantor Pos ini diisi dengan nama sebutan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor, antara lain kantor perwakilan, kantor pemasaran, dan kantor cabang pembantu. (2) Nomor Surat Pencatatan Pos ini diisi dengan nomor surat dari OJK perihal pencatatan pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. (3) Tanggal Surat Pencatatan. Pos ini diisi dengan tanggal surat dari OJK perihal pencatatan pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. (4) Lokasi  Alamat Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.  Kecamatan Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.  Kabupaten/Kota Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.  Kode Pos Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. (5) Nomor Telepon Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. (6) Jumlah Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk penanggung jawab kantor selain kantor cabang tersebut, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing. -26 - (7) Nama Penanggung Jawab Kantor Pos ini diisi dengan nama penanggung jawab masing-masing kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. -27 - E. FORMULIR 0030: RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA 1. BENTUK FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA) Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham) dan Pemegang Saham Derajat Kedua) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) (3) (4) Nama Pemegang Saham Golongan Pemegang Saham Negara Asal Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham (5) (6) Ekuitas Status Pemegang Saham Pemegang Saham (dalam Rp) (7) Persentase Kepemilikan Asing Secara Langsung/ Tidak Langsung (8) (9) Kepemilikan Saham Nilai (dalam Rp) Persentase (%) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum Nama Pengurus Jabatan Pengurus Negara Asal (10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua Nilai Nama Pemegang Saham Derajat Kedua Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Presentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua -28 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA) Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham Derajat Kedua) berisi rincian pemegang saham pada Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor baik perorangan maupun berbentuk badan hukum, informasi pengurus pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor dan informasi pemegang saham derajat kedua. UUS tidak mengisi formulir ini. (1) Nama Pemegang Saham Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham. (2) Golongan Pemegang Saham Pos ini diisi dengan golongan pemilik. (3) Negara Asal Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham. (4) Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum atau perseorangan pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu:  perseroan terbatas  koperasi  yayasan  dana pensiun  badan hukum Indonesia lainnya  pemerintah pusat  pemerintah daerah  perseorangan  badan hukum asing (5) Status Pemegang Saham Pos ini diisi dengan status pemegang saham, yaitu:   pemegang saham pengendali pemegang saham non pengendali (6) Ekuitas Pemegang Saham Pos ini diisi dengan nilai ekuitas dari pemegang saham yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dana pensiun, badan hukum Indonesia lainnya, pemerintah -29 - pusat, pemerintah daerah, dan badan hukum asing berdasarkan laporan audit. (7) Persentase Kepemilikan Asing secara Langsung atau Tidak Langsung Pos ini diisi dengan informasi mengenai persentase kepemilikan asing bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum pada Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. Bagi pemegang saham perseorangan warga negara Indonesia, maka pos ini diisi nol persen. Bagi pemegang saham berbentuk badan hukum Indonesia, pos ini diisi dengan persentase kepemilikan asing dalam badan hukum dimaksud baik secara langsung maupun tidak langsung. (8) Kepemilikan Saham  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang dimiliki pemegang saham. Total nilai ini harus sama dengan nilai nominal modal disetor di Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Bulanan).  Persentase Pos ini diisi dengan nilai persentase kepemilikan dengan format desimal 2 (dua) angka di belakang koma. (9) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum  Nama Pengurus Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang berbentuk badan hukum.  Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang berbentuk badan hukum, yaitu: - - - - - komisaris utama komisaris komisaris independen dewan pengawas syariah direktur utama -30 - - direktur Bagi pemegang saham selain berbentuk badan hukum perseroan terbatas pengawas disetarakan dengan komisaris dan pengurus disetarakan dengan anggota direksi.  Negara Asal Pos ini diisi dengan negara asal pengurus dan pengawas pemegang saham. (10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua  Nama Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham derajat kedua (pemegang saham pada pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor).  Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan sandi golongan pemegang saham derajat kedua.  Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham derajat kedua.  Nilai Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang dimiliki pemegang saham derajat kedua.  Presentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor dalam bentuk persentase pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang dimiliki pemegang saham derajat kedua. -31 - F. FORMULIR 0035 : RINCIAN KEPENGURUSAN 1. BENTUK FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN) Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Nama Nomor Identitas (3) Kewarganegaraan (4) Jabatan (5) Domisili (6) (7) Nomor Akta Pengangkatan Tanggal Akta (8) Tanggal Mulai Menjabat (9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Nomor Surat Keputusan Tanggal Surat Keputusan 2. PENJELASAN FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN) Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) berisi informasi kepengurusan Perusahaan Syariah pelapor yang terdiri dari anggota dewan komisaris dan anggota direksi untuk Perusahaan Pembiayaan Syariah yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pengawas dan pengurus untuk Perusahaan Pembiayaan Syariah yang berbadan hukum koperasi termasuk dewan pengawas syariah dan pimpinan UUS. (1) Nama Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas Perusahaan Syariah pelapor. (2) Nomor Identitas Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (3) Kewarganegaraan Pos ini diisi dengan kewarganegaraan pengurus dan pengawas Perusahaan Syariah pelapor. -32 - (4) Jabatan Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu:       Komisaris Utama Komisaris Komisaris Independen Dewan Pengawas Syariah Direktur Utama Direktur Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbadan hukum koperasi, pengawas disetarakan dengan komisaris dan pengurus disetarakan dengan direksi. Bagi UUS diisi jabatan pengurus dan pengawas, yaitu:  Dewan Pengawas Syariah pada Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai UUS Pimpinan UUS  (5) Domisili Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota tempat pengurus dan pengawas Perusahaan Syariah pelapor berdomisili. (6) Nomor Akta Pengangkatan Pos ini diisi dengan nomor akta pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas syariah. (7) Tanggal Akta Pos ini diisi dengan tanggal akta pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas syariah. (8) Tanggal Mulai Menjabat Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun mulai menjabat masing-masing pengurus dan pengawas Perusahaan Syariah pelapor sesuai dengan akta rapat umum pemegang saham atau yang setara yang menyetujui pengangkatan pengurus dan pengawas. (9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan  Nomor Surat Keputusan -33 - Pos ini diisi dengan Nomor Surat Keputusan Penetapan Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, misalnya KEP- 123/D.05/2015.  Tanggal Surat Keputusan Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya surat keputusan. Untuk jabatan Pimpinan UUS, kolom ini tidak diisi. -34 - G. FORMULIR 0036: RINCIAN PIHAK TERKAIT 1. BENTUK FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT) Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Pihak Terkait (2) Golongan (3) Lokasi Negara (4) Hubungan Pihak Terkait Sandi A-J 2. PENJELASAN FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT) Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) berisi rincian pihak terkait Perusahaan Syariah pelapor. (1) Nama Pihak Terkait Pos ini diisi dengan nama lengkap pihak terkait. (2) Golongan Pos ini diisi dengan golongan pihak terkait. (3) Lokasi Negara Pos ini diisi dengan lokasi negara tempat kedudukan pihak terkait. (4) Hubungan Pihak Terkait Pos ini diisi dengan menggunakan sandi huruf A sampai dengan huruf J yang menunjukan hubungan pihak terkait dengan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagai berikut: Sandi huruf A sampai dengan huruf J: A. Orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. B. Badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor bertindak sebagai pengendali. C. Orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf B. D. Badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh: 1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A; atau 2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf C. -35 - E. Dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. F. Pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal: 1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A; dan/atau 2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf E. G. Dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D. H. Badan usaha yang dewan komisaris atau direksi merupakan: 1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor; atau 2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D. I. Badan usaha di mana: 1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagaimana sebagaimana dimaksud huruf E bertindak sebagai pengendali; atau 2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan huruf D bertindak sebagai pengendali. J. Badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan Syariah pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf i. -36 - H. FORMULIR 0041: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN 1. BENTUK FORMULIR 0041 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN) Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan) disusun sesuai format sebagai berikut: Tenaga Tingkat Pendidikan 1. Kantor Pusat a. Tingkat Pendidik an Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana 2. Kantor Cabang a. Tingkat Pendidik an Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana 3. Kantor Selain Kantor Cabang a. Tingkat Pendidik an Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing Total Tenaga Kerja L P Total L P Total L P Total L P Total -37 - Tenaga Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Jumlah Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing Total Tenaga Kerja L P Total L P Total L P Total L P Total -38 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0041 (RINCIAN TINGKAT PENDIDIKAN TENAGA KERJA) Formulir 0041 (Rincian Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja) berisi rincian jumlah tenaga kerja pada masing–masing kategori tingkat pendidikan tenaga kerja di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. Bagi UUS, maka pelapor hanya mengisi untuk data tenaga kerja yang bertugas secara khusus melakukan kegiatan operasional UUS. 1) Tingkat Pendidikan 1. Kantor Pusat a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Syariah pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. 2. Kantor Cabang a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Syariah pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. 3. Kantor Selain Kantor Cabang a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA b. SMA c. Diploma d. Sarjana e. Pasca Sarjana Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana. -39 - 2) Tenaga Kerja Tetap Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja tetap yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total 3) Tenaga Kerja Kontrak Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja kontrak yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total 4) Tenaga Kerja Outsourcing Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja outsourcing yang berada di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang berdasarkan tingkat pendidikan. a. Laki-laki b. Perempuan c. Total -40 - I. FORMULIR 0043 : RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI 1. BENTUK FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI) Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Tenaga Manajerial sampai satu level di bawah Anggota Direksi Fungsi Tenaga Kerja Tetap 1. Pemasaran 2. Analisis Kelayakan Pembiayaan 3. Penagihan 4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA) 5. Administrasi dan Pembukuan 6. Manajemen Risiko Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing (3) Staf dan Lainnya Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Tenaga Kerja Kontrak Outsourcing Total Keterangan Rangkap Jabatan (4) (5) -41 - 7. Audit Internal 8. Legal 9. Teknologi Informasi (IT) 10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme 11. Satuan Kerja Lainnya Jumlah -42 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI) Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) berisi jumlah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan berdasarkan satuan kerja baik di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor sesuai dengan masing–masing status tenaga kerja. (1) Fungsi 1. Pemasaran 2. Analisis Kelayakan Pembiayaan 3. Penagihan 4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA) 5. Administrasi dan Pembukuan 6. Manajemen Risiko 7. Audit Internal 8. Legal 9. Teknologi Informasi (IT) 10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme 11. Satuan Kerja Lainnya Bagi UUS, maka pelapor hanya mengisi untuk data tenaga kerja yang bertugas secara khusus melakukan kegiatan operasional UUS. (2) Tenaga Manajerial Sampai Satu Level Di Bawah Anggota Direksi Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota direksi berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing status tenaga kerja:    Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak Tenaga Kerja Outsourcing (3) Staf dan Lainnya Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level staf dan lainnya berdasarkan satuan kerja untuk masing- masing status tenaga kerja:   Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Kontrak -43 -  Tenaga Kerja Outsourcing (4) Total Tenaga Kerja Pos ini diisi dengan jumlah total tenaga kerja yang merupakan level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota Direksi berdasarkan fungsi:  Tenaga Manajerial Sampai Satu Level di Bawah Anggota Direksi  Staf dan Tingkat Tenaga Kerja Lainnya (5) Keterangan Rangkap Jabatan Pos ini diisi dengan perangkapan fungsi yang dilakukan oleh tenaga kerja Perusahaan Syariah pelapor. Dalam rangka pengisian laporan, maka satu orang tenaga kerja hanya bisa masuk ke dalam satu fungsi meskipun dalam praktiknya menangani beberapa fungsi. -44 - J. FORMULIR 0046 : RINCIAN TENAGA KERJA ASING 1. BENTUK FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING) Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Identitas (2) Nomor Kewarganegaraan Jabatan (3) (4) (5) Bidang Spesialisasi (6) Domisili (7) (8) Nomor Izin Kerja Tanggal Izin Kerja (9) Awal Masa Laku Izin Kerja (10) Akhir Masa Laku Izin Kerja -45 - 2. PENJELASAN FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING) Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) berisi rincian tenaga kerja asing Perusahaan Syariah pelapor. (1) Nama Pos ini diisi dengan nama tenaga kerja asing Perusahaan Syariah pelapor. (2) Nomor Identitas Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (3) Kewarganegaraan Pos ini diisi dengan kewanegaraan tenaga kerja asing. (4) Jabatan Pos ini diisi dengan kategori jabatan tenaga kerja asing pada Perusahaan Syariah pelapor. Jabatan tenaga kerja asing meliputi:   tenaga ahli dengan level jabatan satu tingkat di bawah direksi; penasihat; atau konsultan (5) Bidang Spesialisasi Pos ini diisi dengan bidang spesialisasi dari tenaga kerja asing pada Perusahaan Syariah pelapor. Bidang spesialisasi antara lain bidang pengelolaan portofolio investasi, manajemen risiko, teknologi informasi, dan sebagainya. (6) Domisili Pos ini diisi dengan domisili tenaga kerja asing. (7) Nomor Izin Kerja Pos ini diisi dengan nomor surat keputusan izin kerja dari tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. (8) Tanggal Izin Kerja Pos ini diisi dengan tanggal surat keputusan izin kerja dari tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. (9) Awal Masa Laku Izin Kerja Pos ini diisi dengan informasi mengenai awal masa berlaku dari izin kerja tenaga kerja asing. -46 - (10) Akhir Masa Laku Izin Kerja Pos ini diisi dengan informasi mengenai akhir masa berlaku dari izin kerja tenaga kerja asing. -47 - BAB IV LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN SYARIAH A. FORMULIR 1100: LAPORAN POSISI KEUANGAN SYARIAH 1. BENTUK FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN SYARIAH) Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Syariah) disusun sesuai format sebagai berikut: ASET No. Pos-pos Rp Valas Jumlah 1. Kas dan Setara Kas a. Kas b. Simpanan pada Bank Syariah Dalam Negeri 1) Giro Wadiah 2) Simpanan Lainnya c. Simpanan pada Bank Syariah Luar Negeri 1) Giro 2) Simpanan Lainnya 2. Aset Tagihan Derivatif 3. Piutang Pembiayaan Neto a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Neto 1) Piutang Murabahah Neto a) Piutang Murabahah Bruto b) Pendapatan Murabahah Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Murabahah 2) Piutang Salam Neto a) Piutang Salam Bruto b) Pendapatan Salam Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Salam 3) Piutang Istishna Neto a) Piutang Istishna Bruto b) Pendapatan Istishna Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang -48 - No. Pos-pos Istishna 4) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Neto a) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Bruto b) Pendapatan Pembiayaan Jual Beli Lainnya Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya b. Piutang Pembiayaan Investasi Neto 1) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah Neto a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi MudharabahNeto  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Bruto  Pendapatan Pembiayaan Investasi Mudharabah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi MudharabahNeto  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Bruto  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah 2) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto Rp Valas Jumlah -49 - No. Pos-pos  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Bruto  Pendapatan Pembiayaan Investasi Musyarakah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Bruto  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah 3) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Neto a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Neto  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Bruto  Pendapatan Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah MusytarakahNeto Rp Valas Jumlah -50 - No. Pos-pos  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Bruto  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah 4) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Bruto  Pendapatan Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Bruto  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Rp Valas Jumlah -51 - No. Pos-pos  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh 5) Piutang Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Bruto  Pendapatan Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad LainnyaBruto  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Tangguhan  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya c. Pembiayaan Jasa Neto 1) Piutang Pembiayaan Jasa IMBT Neto a) Pembiayaan IMBT Bruto b) Pendapatan Pembiayaan Jasa IMBT Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Rp Valas Jumlah -52 - No. Pos-pos Pembiayaan IMBT 2) Piutang Pembiayaan Jasa Qardh Neto a) Pembiayaan Qardh Bruto b) Pendapatan Pembiayaan Jasa Qardh Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Qardh 3) Piutang Pembiayaan Jasa dengan Akad Lainnya Neto a) Pembiayaan Jasa dengan akad lainnya Bruto b) Pendapatan Pembiayaan Jasa dengan Akad lainnya Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa dengan Akad Lainnya 4) Piutang Jasa Ijarah a) Pembiayaan Jasa Ijarah Bruto b) Pendapatan Jasa Ijarah Tangguhan c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa Ijarah 5 Penyertaan Modal a. Penyertaan Modal Pada Bank Syariah b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Sektor Jasa Keuangan Syariah c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Non Sektor Jasa Keuangan 6 Investasi Dalam Surat Berharga Syariah 7 Aset yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Neto a. Aset yang Digunakan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan b. Akumulasi Penyusutan Aset yang Digunakan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan 8 Aset Tetap dan Inventaris Neto a. Aset Tetap dan Inventaris b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Rp Valas Jumlah -53 - No. Inventaris 9 Aset Pajak Tangguhan 10 Rupa-rupa Aset Jumlah Aset LIABILITAS DAN EKUITAS No. Pos-pos Rp Valas Jumlah Pos-pos Rp Valas Jumlah 1 Liabilitas Segera a. Akad Mudharabah b. Akad MudharabahMusytarakah c. Akad Musyarakah d. Akad Qardh e. Akad pendanaan lainnya f. Liabilitas segera lainnya 2 Liabilitas derivatif 3 Utang Pajak 4 Pendanaan yang Diterima a. Pendanaanyang Diterima dari Dalam Negeri 1) Pendanaan Yang Diterima dari Bank Syariah a) Akad Mudharabah b) Akad Mudharabah Musytarakah c) Akad Musyarakah d) Akad Ijarah e) Akad Qardh f) Akad pendanaan lainnya 2) Pendanaan yang Diterima dari Nonbank a) Akad Mudharabah b) Akad Mudharabah Musytarakah c) Akad Musyarakah d) Akad Ijarah e) Akad Qardh f) Akad pendanaan lainnya b. Pendanaan yang Diterima Dari Luar Negeri 1) Pendanaan yang Diterima dari Bank Syariah a) Akad Mudharabah b) Akad Mudharabah Musytarakah c) Akad Musyarakah d) Akad Ijarah e) Akad Qardh f) Akad pendanaan lainnya 2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank a) Akad Mudharabah b) Akad Mudharabah Musytarakah c) Akad Musyarakah d) Akad Ijarah e) Akad Qardh f) Akad pendanaan lainnya -54 - No. Pos-pos 5 Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan 6 Liabilitas Pajak Tangguhan 7 Pinjaman (Qardh) Subordinasi a. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Dalam negeri b. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Luar negeri 8 Rupa-rupa Liabilitas 9 Modal a. Modal Disetor / Modal Kerja 1) Modal Dasar 2) Modal yang belum Disetor b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib 1) Simpanan Pokok 2) Simpanan Wajib c. Tambahan Modal Disetor 1) Agio 2) Biaya Emisi Efek Ekuitas 3) Modal Hibah 4) Tambahan Modal Disetor Lainnya d. Disagio e. Modal Saham Yang Diperoleh Kembali f. Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali 10 Cadangan a. Cadangan Umum b. Cadangan Tujuan 11 Saldo Laba (Rugi) Yang Ditahan 12 Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak 13 Komponen Ekuitas Lainnya a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya 1) Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan Dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap 2) Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing 3) Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual 4) Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai Dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas 5) Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif Lainnya Periode Berjalan Jumlah Liabilitas dan Ekuitas Rp Valas Jumlah -55 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN SYARIAH) Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Syariah) ini berisi laporan posisi keuangan Perusahaan Syariah pelapor yang memberikan penjelasan rincian atas posisi aset dan posisi liabilitas dan ekuitas.  ASET 1. Kas dan Setara Kas Pos ini dirinci: a. Kas Pos ini diisi dengan jumlah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas dan uang logam, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia. Termasuk pula dalam pengertian kas adalah uang kertas dan uang logam asing yang masih berlaku milik Perusahaan Syariah pelapor. Commemorative coin dan commemorative note yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aset. b. Simpanan Pada Bank Syariah Dalam Negeri Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan Syariah pelapor pada bank di Indonesia, baik dalam rupiah maupun valas. Pos ini tidak boleh dikompensasi dengan pos bank pada pos-pos Liabilitas. Pos ini dirinci: 1) Giro Wadiah Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan Syariah pelapor dalam bentuk giro wadiahpada bank umum di Indonesia. 2) Simpanan Lainnya Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan Syariah pelapor selain giro antara lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call, dan simpanan lainnya yang sejenis pada bank umum syariah dan/atau bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. -56 - c. Simpanan Pada Bank Syariah Luar Negeri Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan Syariah pelapor pada bank di luar negeri. Pos ini dirinci: 1) Giro Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan Syariah pelapor dalam bentuk giro pada bank syariah di luar negeri. 2) Simpanan Lainnya Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan Syariah pelapor dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call, dan simpanan lainnya yang sejenis pada bank syariah di luar negeri. 2. Aset Tagihan Derivatif Pos ini diisi dengan semua aset tagihan yang merupakan potensi keuntungan yang timbul dari selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada tanggal laporan. Transaksi derivatif ini hanya untuk kegiatan lindung nilai. Pos ini harus dirinci pada Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai). 3. Piutang Pembiayaan Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan yang berasal dari kegiatan utama Perusahaan Syariah pelapor meliputi pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi dan pembiayaan jasa yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual beli yang meliputi akad murabahah, salam, istishna, dan piutang jual beli lainnya yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: 1) Piutang Murabahah Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual beli dengan akad murabahah setelah dikurangi -57 - dengan pendapatan murabahah tangguhan dan dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. a) Piutang Murabahah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual beli dengan akad murabahah sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati. b) Pendapatan Murabahah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang murabahah. d) Cadangan Penyisihan Piutang Murabahah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang murabahah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. 2) Piutang Salam Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual beli dengan akad salam setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Piutang Salam Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual beli dengan akad salam. b) Pendapatan Salam Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi -58 - belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang Salam. d) Cadangan Penyisihan Piutang Salam Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang salam sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan pembiayaan syariah. 3) Piutang Istishna Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual beli dengan akad istishna setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Piutang Istishna Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual beli dengan akad istishna. b) Pendapatan Istishna tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk piutang istishna. d) Cadangan Penyisihan Piutang Istishna Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang istishna sebagaimana usaha -59 - diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan pembiayaan syariah. 4) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual beli dengan akad jual beli selain dengan akad murabahah, salam, dan istishna setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual beli dengan akad jual beli selain dengan akad murabahah, salam dan istishna. b) Pendapatan Pembiayaan Jual Beli Lainnya tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya. d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan jual beli lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. usaha -60 - b. Piutang Pembiayaan Investasi Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan Investasi meliputi akad mudharabah, musyarakah, mudharabah musytarakah, musyarakah mutanaqishoh, dan piutang pembiayaan investasi lainnya yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: 1) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan investasi dengan akad mudharabah meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad mudharabah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad mudharabah. Termasuk di dalamnya pembiayaan investasi yang belum jatuh tempo.  Pendapatan Pembiayaan Investasi Mudharabah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi -61 - Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang mudharabah.  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pokok pembiayaan investasi mudharabah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad mudharabah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad mudharabah.  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya Sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi pembiayaan Syariah pelapor untuk investasi -62 - Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang bagi hasil pembiayaan investasi mudharabah.  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang bagi hasil pembiayaan investasi mudharabah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. 2) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan investasi dengan akad musyarakah meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai Neto. Pos ini dirinci: a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad musyarakah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad musyarakah. Termasuk di dalamnya pembiayaan investasi yang belum jatuh tempo. Syariah pelapor untuk -63 -  Pendapatan Pembiayaan Investasi Musyarakah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang pokok pembiayaan investasi musyarakah.  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pokok pembiayaan investasi musyarakah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad musyarakah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad musyarakah. Syariah pelapor untuk -64 -  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang bagi hasil pembiayaan investasi musyarakah.  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Diisi cadangan penyisihan penghapusan piutang bagi hasil pembiayaan investasi musyarakah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. 3) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah setelah dikurangi Syariah pelapor untuk -65 - dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah. Termasuk di dalamnya pembiayaan investasi yang belum jatuh tempo.  Pendapatan Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang  pembiayaan mudharabah musytarakah. Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pokok pembiayaan investasi mudharabah musytarakah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Neto Syariah pelapor untuk investasi -66 - Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah.  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang bagi hasil pembiayaan investasi mudharabah musytarakah.  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Mudharabah Musytarakah Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang bagi hasil pembiayaan investasi mudharabah musytarakah sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Usaha pembiayaan syariah. Syariah pelapor untuk -67 - 4) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai Neto. Pos ini dirinci: a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh. Termasuk di dalamnya pembiayaan investasi yang belum jatuh tempo.  Pendapatan Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk -68 - Piutang  pembiayaan musyarakah mutanaqishoh. Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pokok pembiayaan investasi musyarakah mutanaqishoh sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci:  Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh.  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi investasi -69 - pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang  pembiayaan musyarakah mutanaqishoh. Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Musyarakah Mutanaqishoh Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang bagi hasil pembiayaan investasi musyarakah mutanaqishoh sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. 5) Piutang Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan investasi dengan akad selain akad mudharabah, musyarakah, mudharabah musytarakah, dan musyarakah mutanaqishah meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad lainnya setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan. Pos ini dirinci:  piutang Syariah pelapor untuk investasi Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad lainnya. Termasuk di dalamnya -70 - pembiayaan investasi yang belum jatuh tempo.  Pendapatan Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Piutang pembiayaan investasi dengan akad lainnya.  Cadangan Penyisihan Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pokok pembiayaan investasi dengan akad lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Neto Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad lainnya setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan. Pos ini dirinci:  Syariah pelapor untuk piutang Piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad lainnya Bruto -71 - Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad lainnya.  Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad lainnya.  Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi dengan Akad Lainnya Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang bagi hasil pembiayaan investasi dengan akad lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. c. Piutang Pembiayaan Jasa Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan Jasa meliputi akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT), qardh, piutang pembiayaan investasi lainnya serta akad Ijarah yang dicatat sebesar nilai neto. Pos ini dirinci: 1) Piutang Pembiayaan Jasa IMBT Neto -72 - Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa dengan akad IMBT setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Pembiayaan IMBT Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jasa dengan akad IMBT. Pembiayaan Jasa b) Pendapatan Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang IMBT. d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan IMBT Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang IMBT sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan pembiayaan syariah. 2) Piutang Pembiayaan Jasa Qardh – Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan Jasa dengan akad qardh setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Pembiayaan Qardh Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jasa dengan akad qardh. IMBT usaha -73 - b) Pendapatan Pembiayaan Jasa Qardh Tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor untuk Piutang Qardh. d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Qardh Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang qardh sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan pembiayaan syariah. 3) Piutang Pembiayaan Jasa dengan Akad Lainnya Neto Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa dengan akad selain akad IMBT, qardh,dan ijarah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Piutang Jasa dengan Akad Lainnya Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jasa dengan akad lainnya. b) Pendapatan Piutang Jasa dengan Akad Lainnya tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. usaha -74 - c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang Jasa dengan Akad Lainnya. d) Cadangan Penyisihan piutang Pembiayaan Jasa dengan Akad Lainnya Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan jasa dengan akad lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan pembiayaan syariah. 4) Piutang Jasa Ijarah Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa dengan akad ijarah setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. Pos ini dirinci: a) Piutang Jasa Ijarah Bruto Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jasa dengan akad ijarah. b) Pendapatan Piutang Jasa Ijarah tangguhan Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang telah disepakati dengan konsumen tetapi belum diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor. c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk Piutang Ijarah. d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan Jasa Ijarah usaha -75 - Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan penghapusan piutang dengan Akad Lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah. Pos-pos Piutang Pembiayaan ini harus dirinci pada Formulir (2100 Rincian Pembiayaan). 4. Penyertaan Modal Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal dalam bentuk saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada perusahaan di sektor jasa keuangan dan perusahaan di sektor non jasa keuangan selain perusahaan dalam rangka restrukturisasi pembiayaan baik dalam rupiah maupun valas pada bank. Saham yang dimiliki dalam rangka penyertaan tidak untuk diperjualbelikan. Penyertaan modal terdiri: a. Penyertaan Modal Pada Bank Syariah Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank. Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai perbankan yang berlaku. b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Sektor Jasa Keuangan Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada perusahaan di sektor keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos ini antara lain Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan Dana Pensiun serta Perusahaan sekuritas. c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Non Sektor Jasa Keuangan Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor keuangan. -76 - Pos ini harus dirinci pada Formulir 2300 (Daftar Rincian Penyertaan Modal). 5. Investasi Dalam Surat Berharga Syariah Pos ini mencakup semua investasi Perusahaan Syariah pelapor pada surat-surat berharga syariah, selain penyertaan dalam bentuk saham. Nilai surat berharga tersebut disajikan sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2200 (Daftar Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki). 6. Aset Yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Neto Pos ini dirinci: a. Aset Yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Subpos ini mencakup nilai aset ijarah atau aset lain yang digunakan untuk kegiatan usaha pembiayaan. Aset yang digunakan untuk kegiatan usaha pembiayaan diakui pada saat diperoleh sebesar biaya perolehan. b. Akumulasi Penyusutan Aset Yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Subpos ini mencakup jumlah penyusutan atas aset yang digunakan usaha pembiayaan sampai dengan tanggal laporan. 7. Aset Tetap dan Inventaris Neto Pos ini dirinci: a. Aset Tetap dan Inventaris Pos ini mencakup aset tetap dan inventaris yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor. b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris Pos ini mencakup akumulasi penyusutan aset tetap dan inventaris sampai dengan tanggal laporan. 8. Aset Pajak Tangguhan Pos ini mencakup jumlah aset pajak tangguhan yang diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan yang diukur dengan tarif pajak yang berlaku -77 - terhadap seluruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) dan atau saldo rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa mendatang. Pos ini disajikan dilaporan posisi keuangan berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos liabilitas pajak tangguhan. 9. Rupa-rupa Aset Pos ini mencakup saldo aset yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos 1 sampai dengan 9 di atas, antara lain biaya-biaya yang dibayar di muka. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2490 (Rincian Rupa- Rupa Aset).  LIABILITAS DAN EKUITAS 1. Liabilitas Segera Pos ini mencakup liabilitas jangka pendek Perusahaan Syariah pelapor kepada pihak ketiga yang berjangka waktu tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Termasuk ke dalam pos ini antara lain utang yang berkaitan dengan program pensiun karyawan dan premi asuransi Perusahaan Syariah pelapor. Pos ini dirinci: a. Akad Mudharabah Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor dengan akad mudharabah. b. Akad Mudaharabah Musyarakah Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor dengan akad mudharabah musytarakah. c. Akad Musyarakah Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor dengan akad musyarakah. d. Akad Qardh Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor dengan akad qardh. e. Akad Pendanaan Lainnya Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor dengan Akad pendanaan lainnya, selain akad -78 - mudharabah, mudharabah musytarakah, musyarakah, dan qardh. f. Liabilitas segera lainnya Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah pelapor selain pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. 2. Liabilitas Derivatif Pos ini mencakup semua liabilitas yang merupakan potensi kerugian yang timbul dari selisih antara nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada tanggal laporan. Liabilitas derivatif ini hanya untuk kegiatan lindung nilai. Pos ini harus dirinci pada Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai). 3. Utang Pajak Pos ini mencakup seluruh liabilitas pajak Perusahaan Syariah pelapor yang belum dibayar berkaitan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. 4. Pendanaan yang Diterima Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah atau valas dari dalam negeri maupun luar negeri. Pos ini dirinci: a. Pendanaan yang Diterima Dari Dalam Negeri Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari dalam negeri atau penduduk. 1) Pendanaan yang Diterima Dari Bank Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia. Subpos ini tidak boleh dikompensasikan dengan pos bank pada pos-pos Aset. Pos ini dirinci: a) Akad Mudharabah -79 - Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah. b) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad musyarakah. d) Akad Ijarah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad ijarah. e) Akad Qardh Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad qardh. f) Akad Pendanaan Lainnya Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad selain poin i sampai dengan poin vi. 2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari perusahaan nonbank yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia. b. Pendanaan yang Diterima Dari Luar Negeri Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari luar negeri atau bukan penduduk (non resident). 1) Pendanaan yang Diterima Dari Bank Syariah Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah -80 - maupun valas dari bank yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia. Pos ini dirinci: a) Akad Mudharabah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah. b) Akad Mudharabah musytarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad musyarakah. d) Akad Ijarah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad ijarah. e) Akad Qardh Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad qardh. f) Akad pendanaan lainnya Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad selain poin i sampai dengan poin vi. 2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari jasa keuangan nonbank yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia. luar -81 - Pos ini dirinci: a) Akad Mudharabah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah. b) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad musyarakah. d) Akad Ijarah Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad ijarah. e) Akad Qardh Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad qardh. f) Akad pendanaan lainnya Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan skema akad selain poin a sampai dengan poin e. 3) Pendanaan yang Diterima Lainnya Pos ini mencakup pendanaan yang diterima Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari pihak ketiga bukan bank di luar negeri atau bukan penduduk (non resident). Pos-pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Daftar Rincian Pendanaan yang Diterima). 5. Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan Pos ini mencakup nilai seluruh surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor di -82 - dalam maupun luar negeri dalam rangka memperoleh tambahan dana dari masyarakat. Pos ini harus dirinci pada Formulir 2600 (Daftar Rincian Surat Berharga yang Diterbitkan). 6. Liabilitas Pajak Tangguhan Pos ini mencakup jumlah liabilitas pajak tangguhan yang diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan yang dihitung dengan tarif pajak yang berlaku bagi seluruh perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences). Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos Aset Pajak Tangguhan. 7. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan syarat sebagai berikut:   paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pendanaan yang ada  dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Syariah pelapor dengan pemberi pendanaan. Pos ini dirinci: a. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Dalam Negeri Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas penduduk/resident. b. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Luar Negeri Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas dari luar negeri atau bukan penduduk/non resident. 8. Rupa-rupa Liabilitas Pos ini mencakup saldo liabilitas lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos pada angka 1 sampai dengan angka 6 di atas. dari dalam negeri atau -83 - Pos ini harus dirinci pada Formulir 2790 (Daftar Rincian Rupa-rupa Liabilitas). 9. Modal a. Modal Disetor/Modal Kerja  Untuk Perusahaan Syariah, yang dimasukkan ke dalam subpos ini adalah nilai modal Perusahaan Syariah pelapor yang sudah disetor penuh oleh pemegang saham Perusahaan Syariah pelapor yang berbadan hukum perseroan terbatas.  Untuk UUS, yang dimasukkan ke dalam subpos ini adalah modal kerja yang ditempatkan dalam bentuk kas atau setara kas dari induk perusahaan yang dibuktikan dengan surat keputusan direksi mengenai penempatan modal kerja pada UUS. b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib Pos ini dirinci: 1) Simpanan Pokok Pos ini mencakup nilai simpanan pokok yang telah disetor oleh anggota pada Perusahaan Syariah pelapor yang berbadan hukum koperasi. 2) Simpanan Wajib Pos ini mencakup nilai simpanan wajib yang telah disetor oleh anggota pada Perusahaan Syariah pelapor yang berbadan hukum koperasi. c. Tambahan Modal Disetor 1) Agio Pos ini mencakup selisih lebih setoran modal yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 2) Biaya Emisi Efek Ekuitas Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada saat menerbitkan saham. -84 - 3) Modal Hibah Pos ini mencakup nilai modal hibah yang diterima Perusahaan Pembiayaan Syariah Pelapor. 4) Tambahan Modal Disetor Lainnya Pos ini mencakup tambahan modal disetor selain angka 1), sampai dengan angka 5) sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. d. Disagio Pos ini mencakup selisih kurang setoran modal sebagai akibat harga saham lebih rendah dari nilai nominalnya. e. Modal Saham Yang Diperoleh Kembali Pos ini mencakup jumlah modal saham yang diperoleh kembali oleh Perusahaan Syariah pelapor. f. Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali Pos ini mencakup selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. 10. Cadangan Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk menurut ketentuan anggaran dasar dan atau keputusan pemilik/rapat pemegang saham. Cadangan ini juga bisa dimaksudkan untuk UUS. Dalam pengertian ini meliputi: a. Cadangan Umum Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak. b. Cadangan Tujuan Pos ini mencakup bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu. 11. Saldo Laba (Rugi) yang Ditahan Pos ini mencakup saldo laba (rugi) yang ditahan (ditanggung) oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. -85 - 12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak Pos ini mencakup laba (rugi) Perusahaan Syariah pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. 13. Komponen Ekuitas Lainnya Pos ini mencakup komponen ekuitas Perusahaan Syariah pelapor yang berasal dari transaksi komprehensif. Pos ini dirinci: a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya Pos ini dirinci: 1) Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan Dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 2) Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing. Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 3) Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 4) Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai Dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas. Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian) akibat bagian efektif instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas oleh -86 - Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. 5) Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan. Pos ini mencakup saldo Keuntungan (Kerugian) atas komponen ekuitas lainnya sesuai ketentuan standar akuntansi yang berlaku oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun laporan. b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif Lainnya Periode Berjalan Pos ini mencakup Keuntungan (Kerugian) pendapatan komprehensif lainnya (other comprehensive income/OCI) oleh Perusahaan Syariah pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. Nilai pos ini harus sama dengan pos Keuntungan (Kerugian) Pendapatan Komprehensif Lainnya dalam Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain. -87 - B. FORMULIR 1110: REKENING ADMINISTRATIF 1. BENTUK FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF) Formulir 1110 (Rekening Administratif) disusun sesuai format sebagai berikut: No. Pos-pos 1 Fasilitas Pendanaan yang Belum Ditarik a. Dalam Negeri 1) Bank Syariah 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah 3) Lainnya b. Luar Negeri 1) Bank Syariah 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah 3) Lainnya 2 Fasilitas Pembiayaan kepada Konsumen yang Belum ditarik 3 Penerbitan Surat Sanggup Bayar dengan Prinsip Syariah a. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Dalam Negeri b. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Luar Negeri 4 Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan Channeling dengan Akad Wakalah Bil Ujrah b. Kegiatan Pembiayaan Sindikasi 5 Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Syariah a. Spot b. Forward Agreement 6 Rekening Administratif Lainnya a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan Jumlah Rupiah Valas Jumlah -88 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1110 REKENING ADMINISTRATIF Formulir 1110 (Rekening Administratif) berisi rekening transaksi yang belum efektif menimbulkan perubahan aset dan liabilitas serta beberapa catatan penting lainnya. Rekening administratif dalam valas dijabarkan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah valas yang dikeluarkan Bank Indonesia pada akhir periode laporan. Rekening administratif dirinci: 1. Fasilitas Pendanaan yang Belum Ditarik Rekening ini mencakup fasilitas pendanaan yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri yang tidak dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik oleh Perusahaan Syariah pelapor. Rekening ini dirinci: a. Dalam Negeri 1) Bank Syariah 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah 3) Lainnya b. Luar Negeri 1) Bank Syariah 2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah 3) Lainnya 2. Fasilitas Pembiayaan kepada Konsumen yang Belum Ditarik Rekening ini mencakup fasilitas pembiayaan yang disediakan oleh Perusahaan Syariah pelapor kepada konsumen yang tidak dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik. 3. Penerbitan Surat Sanggup Bayar dengan Prinsip Syariah Rekening ini mencakup nilai nominal surat sanggup bayar yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya. Rekening ini dirinci: a. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Dalam Negeri b. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Luar Negeri 4. Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga Penyaluran pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk: a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan Channeling dengan Akad Wakalah Bil Ujrah -89 - Pos ini mencakup sebesar total pembiayaan yang disalurkan melalui mekanisme pembiayaan penerusan (channeling) dengan menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Pos ini mencakup dana untuk pembiayaan yang seluruhnya berasal dari penyedia dana (bank, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan/atau perusahaan syariah) dan risiko yang timbul dari aktivitas ini berada pada penyedia dana. Adapun Perusahaan Syariah pelapor dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut. b. Kegiatan Pembiayaan Sindikasi Pos ini mencakup pembiayaan atas suatu kegiatan yang sumber pendanaannya lebih dari satu pihak. Subpos ini mencakup sebesar total Pembiayaan yang disalurkan melalui mekanisme pembiayaan sindikasi yang menjadi porsi pihak lain. Pos ini dirinci pada Formulir 3020 (Daftar Rincian Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga). 5. Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai Syariah Rekening ini mencakup aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah sehubungan dengan lindung nilai syariah sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang berlaku yang dilakukan untuk pokok pendanaan, margin, dan/atau jangka waktu pembayaran. Rekening ini dirinci: a. Spot b. Forward Agreement Pos ini dirinci pada Formulir 3010 (Rincian Tagihan Derivatif untuk Lindung Nilai Syariah). 6. Rekening Administratif Lainnya Rekening ini mencakup informasi rekening administratif lain selain angka 1 sampai dengan angka 5. Rekening ini dirinci: -90 - a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapusbukukan oleh Perusahaan Syariah pelapor namun belum dihapustagihkan oleh Perusahaan Syariah. b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapusbukukan namun berhasil ditagih kembali oleh Perusahaaan Pembiayaan Syariah pelapor. c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dihapustagihkan oleh Perusahaaan Syariah pelapor. d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang telah dialihkan melalui mekanisme jual beli yang diikuti dengan pengelolaan penagihan oleh Perusahaan Syariah pelapor. -91 - C. FORMULIR 1200: LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN 1. BENTUK FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN) Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain) disusun sesuai format sebagai berikut: Pos-pos I. PENDAPATAN 1. Pendapatan Operasional a. Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan 1) Pendapatan Margin Pembiayaan Jual Beli a) Pendapatan Margin Murabahah b) Pendapatan Margin Salam c) Pendapatan Margin Istishna d) Pendapatan Margin dengan Akad Jual Beli Lainnya 2) Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi a) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah b) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah c) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Musytarakah d) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Mutanaqisah e) Pendapatan Bagi Hasil dari akad investasi lainnya 3) Pendapatan Imbal Jasa Pembiayaan Jasa a) Pendapatan Imbal Jasa Ijarah b) Pendapatan Imbal Jasa IMBT Rp Valas Jumlah -92 - Pos-pos c) Pendapatan Imbal Jasa Hawalah Bil ujrah d) Pendapatan Imbal Jasa Wakalah Bil ujrah e) Pendapatan Imbal Jasa Kafalah Bil ujrah f) Pendapatan Imbal Jasa Ju'alah g) Pendapatan Imbal Jasa dari Akad Pembiayaan Jasa Lainnya 4) Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) b. Pendapatan Operasional Lain terkait Pembiayaan 1) Pendapatan Administrasi 2) Pendapatan Provisi 3) Pendapatan Ganti Rugi (Ta'widh) 4) Diskon Asuransi 5) Pendapatan Operasional Terkait Pembiayaan Lainnya 2. Pendapatan Non-Operasional a. Pendapatan Imbal Jasa/Jasa Giro b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya II. BEBAN 1. Beban Operasional a. Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa 1) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Mudharabah 2) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Mudharabah Musytarakah 3) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Musyarakah 4) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Rp Valas Jumlah -93 - Pos-pos Jasa Akad Ijarah 5) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Wakalah bil Ujrah untuk kegiatan pembiayaan 6) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad pendanaan dengan prinsip syariah lainnya b. Beban Premi Swap c. Beban Premi Asuransi d. Beban Tenaga Kerja 1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan 2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja 3) Beban Tenaga Kerja Lainnya e. Beban Pemasaran 1) Beban Insentif Pihak ketiga 2) Beban Pemasaran lainnya f. Beban Penyisihan/Penyusutan 1) Beban Penyisihan Piutang Ragu- ragu: a) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu Pembiayaan Jual Beli b) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu Pembiayaan Investasi c) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu Pembiayaan Jasa 2) Beban Penyusutan Aset yang digunakan untuk kegiatan usaha pembiayaan (khusus ijarah) 3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris Rp Valas Jumlah -94 - Pos-pos g. Beban Sewa h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan i. Beban Administrasi dan Umum j. Beban Operasional Lainnya 2. Beban Non Operasional III. IV. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK V. VI. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN 1. Pajak Tahun Berjalan 2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF LAINNYA 1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam surplus Revaluasi Aset Tetap 2. Selisih Lebih (Kurang) Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing 3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual 4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai dalam rangka Lindung Nilai Arus Kas 5. Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN Rp Valas Jumlah -95 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN) Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain )mencakup angka kumulatif sejak awal tahun buku Perusahaan Syariah pelapor sampai dengan tanggal laporan. Adapun tata cara pengisian laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain dirinci sebagai berikut: I. PENDAPATAN 1. Pendapatan Operasional Pos ini mencakup semua pendapatan dari kegiatan utama Perusahaan Syariah. Pos ini dirinci: a. Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan Pos ini mencakup semua pendapatan margin, bagi hasil (nisbah), dan imbal jasa (ujroh) yang diperoleh Perusahaan Syariah dari kegiatan pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi, dan pembiayaan jasa. Pos ini dirinci: 1) Pendapatan Margin Pembiayaan Jual Beli a) Pendapatan Margin Murabahah Pos ini mencakup pendapatan margin yang telah direalisasikan dari kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad murabahah. b) Pendapatan Margin Salam Pos ini mencakup pendapatan margin yang telah direalisasikan dari kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad salam. c) Pendapatan Margin Istishna Pos ini mencakup pendapatan margin yang telah direalisasikan dari kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad istishna. d) Pendapatan Margin dengan Akad Jual Beli Lainnya Pos ini mencakup pendapatan margin yang telah direalisasikan dari kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad jual beli -96 - lainnya berdasarkan prinsip syariah yang disetujui oleh OJK. 2) Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi a) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi dengan akad mudharabah. b) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Pos ini mencakup mencakup pendapatan bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi dengan akad musyarakah. c) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Musytarakah Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah. d) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Mutanaqishoh Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh. e) Pendapatan Bagi Hasil dari akad investasi lainnya. Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi dengan akad investasi lainnya berdasarkan prinsip syariah yang disetujui oleh OJK. 3) Pendapatan Imbal Jasa Pembiayaan Jasa a) Pendapatan Imbal Jasa Ijarah Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad ijarah. Pendapatan Ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya. -97 - b) Pendapatan Imbal Jasa IMBT Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad IMBT. c) Pendapatan Imbal Jasa Hawalah Bil Ujrah Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad hawalah atau hawalah bil ujrah. d) Pendapatan Imbal Jasa Wakalah Bil Ujrah Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad wakalah bil ujrah. e) Pendapatan Imbal Jasa Kafalah Bil Ujrah Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad kafalah atau kafalah bil ujrah. f) Pendapatan Imbal Jasa Ju’alah Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad ju’alah. g) Pendapatan Imbal Jasa dari Akad Pembiayaan Jasa Lainnya Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad pembiayaan jasa lainnya berdasarkan prinsip syariah yang disetujui oleh OJK. 4) Pendapatan Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Pos ini mencakup jumlah fee yang diperoleh dari pengelolaan dana yang berasal dari pihak lawan transaksi channeling Perusahaan Pembiayaan Syariah di mana risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada pemilik dana. b. Pendapatan Operasional Lain terkait Pembiayaan Pos ini mencakup Pendapatan Operasional Lain terkait kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor antara lain pendapatan administrasi, -98 - pendapatan provisi, pendapatan denda, dan pendapatan operasional lain terkait kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan pelapor lainnya. 1) Pendapatan Administrasi Pos ini mencakup biaya yang dibebankan ke Konsumen atas penggunaan fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah. 2) Pendapatan Provisi Pos ini mencakup biaya provisi yang dibebankan ke Konsumen. 3) Pendapatan Ganti Rugi (Ta’widh) Pos ini mencakup ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan perusahaan yang dibebankan ke Konsumen dalam rangka proses penagihan. 4) Diskon Asuransi Pos ini mencakup pendapatan yang diperoleh Perusahaan Syariah dalam bentuk diskon asuransi yang diperoleh dalam rangka penyaluran pembiayaan syariah. 5) Pendapatan Operasional Terkait Pembiayaan Lainnya Pos ini mencakup pendapatan operasional lainnya yang diterima Perusahaan Syariah selain pada pos 1) sampai dengan pos 4) di atas. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan memasarkan produk-produk keuangan syariah antara lain reksadana syariah, asuransi syariah atau produk-produk lain yang terkait dengan kegiatan jasa keuangan syariah. 2. Pendapatan Non-Operasional Pos ini mencakup pendapatan dari kegiatan selain kegiatan utama Perusahaan Syariah pelapor. a. Pendapatan Imbal Jasa/Jasa Giro Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa atau bagi hasil (nisbah) dalam rupiah dan valas dari penempatan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah -99 - pelapor dalam bentuk Aset lancar misalnya giro, tabungan, dan deposito pada bank syariah. b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya Pos ini mencakup pendapatan non operasional selain pendapatan ujrah dan jasa giro. II. BEBAN 1. Beban Operasional Pos ini mencakup beban yang timbul dari kegiatan operasional Perusahaan Syariah pelapor. a. Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa 1) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Mudharabah Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah) dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul maal) dengan menggunakan akad mudharabah. 2) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah) dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul maal) dengan menggunakan akad mudharabah musytarakah. 3) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal JasaAkad Musyarakah Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah) dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul maal) dengan menggunakan akad musyarakah. 4) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Ijarah Pos ini mencakup beban atas imbal jasa (ujrah) dari pendanaan yang diterima dengan menggunakan akad ijarah. Termasuk di dalamnya imbal jasa (ujrah) atas penerbitan sukuk ijarah. 5) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Wakalah bil Ujrah untuk Kegiatan Pembiayaan Pos ini mencakup beban atas imbal jasa (ujrah) dari pendanaan yang diterima dengan menggunakan akad wakalah bil ujrah. -100 - 6) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Pendanaan dengan Prinsip Syariah Lainnya Pos ini mencakup beban yang timbul dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul maal) dengan menggunakan akad pendanaan dengan prinsip syariah lainnya. b. Beban Premi Swap Pos ini mencakup beban yang dibayarkan dalam rangka transaksi swap. c. Beban Premi Asuransi Pos ini mencakup beban yang dibayarkan untuk keperluan pertanggungan, misalnya pembayaran premi asuransi kerugian aset tetap. d. Beban Tenaga Kerja 1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan Pos ini mencakup beban gaji pokok, upah, beserta tunjangan-tunjangan yang dibayarkan kepada anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan karyawan Perusahaan Syariah pelapor yang berstatuspegawai tetap maupun tidak tetap, sebelum dikurangi dengan pajak penghasilan dan potong-potongan. Termasuk pula dalam subpos ini adalah honorarium, uang lembur, dan perawatan kesejahteraan. 2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Syariah untuk pengembangan dan pelatihan tenaga kerja. 3) Beban Tenaga Kerja Lainnya Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Syariah terkait tenaga kerja selain yang termasuk dalam subpos gaji, upah, dan tunjangan dan pengembangan pelatihan tenaga kerja. -101 - e. Beban Pemasaran Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan Syariah terkait kegiatan pemasaran yang dilakukan yang terdiri dari: 1) Beban Insentif Pihak Ketiga Biaya Insentif Pihak Ketiga meliputi seluruh jenis pembayaran kepada pihak ketiga maupun kepada pegawai pihak ketiga termasuk juga pembayaran komisi kepada penyedia barang dan/atau jasa yang dibayarkan secara tunai, insentif pencapaian target, biaya wisata pihak ketiga, biaya promosi bersama, pajak penghasilan, dan/atau pengeluaran lain terkait dengan akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada pihak ketiga 2) Beban Pemasaran Lainnya Biaya Pemasaran Lainnya meliputi biaya pemasaran selain beban insentif pihak ketiga. f. Beban Penyisihan/Penyusutan 1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu Pos ini mencakup beban penyisihan piutang ragu- ragu atas piutang pembiayaan. a) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu Pembiayaan Jual Beli Pos ini mencakup beban penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan pembiayaan jual beli. b) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup beban penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan investasi. c) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu Pembiayaan Jasa Pos ini mencakup beban penyisihan piutang ragu-ragu atas piutang pembiayaan jasa. -102 - 2) Beban Penyusutan Aset yang digunakan untuk kegiatan usaha pembiayaan (khusus ijarah) 3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris Pos ini mencakup beban penyusutan aset tetap dan inventaris. g. Beban Sewa Pos ini mencakup sewa yang dibayarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor, misalnya sewa kantor, sewa rumah/gedung, dan sewa alat-alat. h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor untuk pemeliharaan dan atau perbaikan aset tetap, inventaris kantor, dan lain- lain. i. Beban Administrasi dan Umum Pos ini mencakup beban untuk pemakaian barang- barang/jasa-jasa, seperti biaya penerangan, air, telepon, telegram, dan alat-alat kantor. j. Beban Operasional Lainnya Pos ini mencakup beban selain dari pos huruf a sampai dengan huruf i di atas. 2. Beban Non Operasional Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor selain untuk kegiatan utama Perusahaan Syariah. III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Pos ini mencakup jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban Perusahaan Syariah pelapor sebelum dikurangi dengan pajak. IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN 1. Pajak Tahun Berjalan Pos ini mencakup taksiran beban pajak penghasilan yang dihitung secara progresif dari laba periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. 2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan Pos ini mencakup besarnya pendapatan (beban) pajak tangguhan terkait dengan besarnya aset (liabilitas) pajak -103 - tangguhan yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. V. LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK Pos ini mencakup laba (rugi) setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan yang meliputi pajak tahun berjalan dan pendapatan (beban) pajak tangguhkan yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF LAINNYA Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya (other comprehensive income/OCI) oleh Perusahaan Syariah pelapor selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan. Pos ini dirinci: 1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus Revaluasi Aset Tetap Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan revaluasi aset tetap yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 2. Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan selisih kurs penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan aset keuangan tersedia untuk dijual yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. -104 - 4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen Keuangan Lindung Nilai Dalam Rangka Lindung Nilai Arus Kas Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih terkait dengan lindung nilai arus kas yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. 5. Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian bersih selain dari pos 1 sampai dengan pos 4 di atas. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian. VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN Pos ini mencakup nilai laba (rugi) bersih setelah pajak ditambah keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya. -105 - D. FORMULIR 1300 : LAPORAN ARUS KAS 1. BENTUK FORMULIR 1300 (LAPORAN ARUS KAS) Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) disusun sesuai format sebagai berikut: Pos-pos I. Arus Kas bersih dari Kegiatan Operasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Operasi a. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Jual Beli 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Murabahah 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Salam 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Istishna 4) Arus Kas Masuk dari Akad Jual Beli Lainnya b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Mudharabah 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Musyarakah 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Mudharabah Musytarakah 4) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Musyarakah Muntanaqisah 5) Arus Kas Masuk dari Akad Investasi Lainnya c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Jasa 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Ijarah 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Rp Valas Jumlah -106 - Pos-pos IMBT 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Hawalah bil ujrah 4) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Wakalah/Wakalahbil ujrah 5) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Kafalah/Kafalah bil ujrah 6) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Ju'alah 7) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan qardh 8) Arus Kas Masuk dari Akad Pembiayaan Jasa Lainnya d. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan dengan akad wakalah bil ujrah e. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) g. Arus Kas Masuk dari Surat Berharga Diperjualbelikan h. Arus Kas Masuk dari Pendapatan operasi lainnya 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi a. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Jual Beli 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Murabahah 2) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Kegiatan Kegiatan yang Rp Valas Jumlah -107 - Pos-pos Pembiayaan Salam 3) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Istishna 4) Arus Kas Keluar untuk 5) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Bersama (Joint Financing) 6) Arus Kas Keluar untuk Akad Jual Beli Lainnya b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Investasi 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Mudharabah 2) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Musyarakah 3) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Mudharabah Musytarakah 4) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Musyarakah Muntanaqisah 5) Arus Kas Keluar untuk Akad Investasi Lainnya c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Jasa 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Ijarah 2) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan IMBT Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Kegiatan Kegiatan Rp Valas Jumlah Kegiatan -108 - Pos-pos 3) Arus Kas Keluar untuk 4) Arus Kas Keluar untuk 5) Arus Kas Keluar untuk 6) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Ju'alah 7) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan qardh 8) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan akad Pembiayaan lainnya jasa d. Arus Kas Keluar untuk Beban Umum Administrasi dan e. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan f. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga yang Diperjualbelikan g. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi Lainnya II. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Investasi 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan b. Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan, dan Peralatan c. Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga yang Tidak Dimaksudkan untuk Diperjualbelikan d. Arus Kas Masuk Dividen e. Arus Kas Masuk Bagi Hasil dari Kegiatan Investasi Kegiatan Kegiatan Pembiayaan Hawalah bil ujrah Kegiatan Pembiayaan Wakalah bil ujrah Kegiatan Pembiayaan Kafalah bil ujrah Kegiatan Rp Valas Jumlah -109 - Pos-pos f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi a. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Atas Anak Perusahaan b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan, dan Peralatan c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga yang Tidak Diperjualbelikan d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Pendanaan 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Bank Syariah 1) Akad Mudharabah 2) Akad Mudharabah Musytarakah 3) Akad Musyarakah 4) Akad Lainnya b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Nonbank 1) Akad Mudharabah 2) Akad Mudharabah Musytarakah 3) Akad Musyarakah 4) Akad Lainnya c. Arus Kas Masuk dari Pinjaman (Qardh) Subordinasi d. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Sukuk e. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Sekuritisasi dengan Prinsip Syariah f. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah g. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham Rp Valas Jumlah -110 - Pos-pos h. Arus Kas Masuk Setoran Modal Kerja (Khusus UUS) 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Bank 1) Akad Mudharabah 2) Akad Mudharabah Musytarakah 3) Akad Musyarakah 4) Akad Lainnya b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Nonbank 1) Akad Mudharabah 2) Akad Mudharabah Musytarakah 3) Akad Musyarakah 4) Akad Lainnya c. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Pinjaman (Qardh) Subordinasi d. Arus Kas Keluar untuk Penerbitan Sukuk e. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Sekuritisasi dengan Prinsip Syariah f. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah g. Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Saham Perusahaan (Treasury Stock) h. Arus Kas Keluar Dividen IV. V. Surplus (Defisit) dari Perubahan Kurs Valuta Kas dan Setara Kas Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas (I+II+III+IV) VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode Rp Valas Jumlah -111 - 2. PENJELASAN FORMULIR 1300 LAPORAN ARUS KAS Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) ini berisi merupakan laporan keuangan yang menggunakan dasar pergerakan kas dalam pembuatannya. Semua pos yang ada dalam laporan arus kas dibuat dan dihitung berdasarkan keterlibatan kas dan setara kas di dalamnya dari awal tahun laporan sampai dengan tanggal laporan. Hal ini berlaku bagi pos penerimaan maupun pengeluaran. Pada kolom valas, arus kas dan setara kas dipisahkan berdasarkan kelompok transaksi yang memengaruhi giro Perusahaan Syariah pada bank luar negeri dan transaksi dengan pihak selain bank luar negeri. I. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Operasi 1. Arus Kas Masuk Dari Aktivitas Operasi a. Arus Kas Masuk Dari Pembiayaan Jual Beli Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli. 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Murabahah Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad murabahah. 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Salam Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad salam. 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Istishna Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad Istishna. 4) Arus Kas Masuk dari Akad Jual Beli Lainnya Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad jual beli selain akad murabahah, salam, dan istishna. -112 - b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Mudharabah Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan investasi dengan akad mudharabah. 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Musyarakah Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan investasi dengan akad musyarakah. 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan 4) Mudharabah Musytarakah Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi penerimaan dari penjualan porsi kepemilikan aset pembiayaan investasi (hishshah) dan/atau bagi hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqisah. 5) Arus Kas Masuk dari Akad Investasi Lainnya Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi penerimaan pelunasan pokok dan/atau bagi hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan investasi dengan akad investasi selain akad mudharabah, musyarakah, musytarah, dan musyarakah mutanaqisah. c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Jasa 1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan ijarah mudharabah -113 - Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad ijarah. 2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan IMBT Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad IMBT, yang meliputi imbal jasa (ujrah) dan/atau penerimaan atas pemindahan kepemilikan aset kepada konsumen. 3) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan hawalah bil ujrah. Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad hawalah bil ujrah. 4) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Wakalah/Wakalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad wakalah bil ujrah. 5) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Kafalah/Kafalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa yang diikuti dengan akad kafalah bil ujrah. 6) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Ju’alah Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa yang diikuti dengan akad ju'alah. 7) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Qardh Pos ini memuat semua penerimaan atas pelunasan qardh. Kegiatan pembiayaan yang menggunakan akad qardh harus bersamaan dengan penggunaan akad pembiayaan lainnya. -114 - 8) Arus Kas Masuk dari Akad Pembiayaan Jasa Lainnya Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad pembiayaan jasa selain akad ijarah, IMBT, hawalah bil ujrah, wakalah bil ujrah, kafalah bil ujrah, ju’alah, dan qardh. d. Arus Kas Masuk Dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan Dengan Akad Wakalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad wakalah bil ujrah. Ujrah tersebut atas kegiatan yang didapat dari pengelolaan dana yang berasal dari mitra (counterparty) melalui kegiatan penerusan e. (Channeling) Perusahaan Syariah di mana risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada pemilik dana. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan f. (Channeling) Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari hasil kegiatan pembiayaan penerusan (channeling). Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari hasil kegiatan pembiayaan bersama (joint financing). g. Arus Kas Masuk dari Surat Berharga Yang Diperjualbelikan Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari penjualan atas surat berharga syariah yang ditujukan untuk diperjualbelikan. h. Arus Kas Masuk dari Pendapatan Kegiatan Operasi Lainnya Pos ini berisi semua penerimaan yang tidak berasal dari kegiatan utama di atas. Pos ini dapat bersumber dari penerimaan piutang yang telah dihapuskan, pendapatan administrasi, pendapatan provisi, pendapatan ganti rugi (ta’widh) penerimaan klaim atau manfaat asuransi lainnya dalam bentuk kas serta -115 - pendapatan lain yang tidak berasal dari kegiatan utama, termasuk di dalamnya adalah kegiatan memasarkan produk keuangan syariah antara lain reksa dana syariah, asuransi syariah atau produk lain yang terkait dengan kegiatan jasa keuangan syariah. 2. Arus Kas Keluar Untuk Kegiatan Operasi a. Arus Kas Keluar Untuk Kegiatan Pembiayaan Jual Beli Pos ini memuat semua pengeluaran yang berasal dari aktivitas pembiayaan jual beli. 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Murabahah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad murabahah. 2) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Salam Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad salam. 3) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Istishna Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan akad istishna. 4) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Penerusan (Channeling) Pos ini memuat semua pengeluaran yang dibebankan untuk kegiatan pembiayaan penerusan (channeling). 5) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini memuat semua pengeluaran yang dibebankan untuk kegiatan pembiayaan bersama (joint financing). 6) Arus Kas Keluar untuk Akad Jual Beli Lainnya Kegiatan -116 - Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan menggunakan akad jual beli selain akad murabahah, salam, dan istishna. b. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Investasi Pos ini memuat semua pengeluaran yang dilakukan untuk tujuan kegiatan pembiayaan investasi. 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Mudharabah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan investasi dengan akad mudharabah. 2) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Musyarakah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan investasi dengan akad musyarakah. 3) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Mudharabah Musytarakah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan investasi dengan akad mudharabah musytarakah. 4) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan investasi dengan akad musyarakah mutanaqisah. 5) Arus Kas Keluar untuk Akad Investasi Lainnya Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan investasi dengan akad investasi, Kegiatan selain akad mudharabah, musyarakah, mudharabah musytarakah, dan musyarakah mutanaqisah. -117 - c. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Jasa Pos ini memuat semua pengeluaran yang dilakukan untuk tujuan pembiayaan jasa. 1) Arus Kas Keluar untuk Pembiayaan Ijarah Pos ini memuat semua pengeluaran untuk pembelian aset dan biaya terkait lainnya dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad ijarah. 2) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan IMBT Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad IMBT. 3) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Hawalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad hawalah bil ujrah. 4) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Wakalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad wakalah bil ujrah. 5) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Kafalah Bil Ujrah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad kafalah bil ujrah. 6) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Ju’alah Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad ju'alah. Kegiatan -118 - 7) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan Qardh Pos ini memuat semua pengeluaran dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan akad qardh. 8) Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Akad Pembiayaan Jasa Lainnya Pos ini memuat semua pengeluaran dari kegiatan pembiayaan jasa selain akad ijarah, IMBT, hawalah bil ujrah, wakalah bil ujrah, kafalah bil ujrah, jualah, dan qardh. d. Arus Kas Keluar untuk Beban Umum dan Administrasi Pos ini berisi semua beban gaji karyawan, beban sewa gedung perusahaan, beban listrik dan telepon, premi asuransi pembayaran iuran pensiun, dan pembayaran lainnya, serta beban administrasi lain yang tidak berasal dari kegiatan utama perusahaan. e. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan Pos ini khusus digunakan untuk mencatat pembayaran pajak penghasilan perusahaan pada periode laporan. f. Arus Kas Keluar Untuk Perolehan Surat Berharga yangDiperjualbelikan Pos ini digunakan untuk mencatat pembayaran surat diperjualbelikan g. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi Lainnya Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi dari kegiatan operasi lainnya dan belum tercakup dalam pos-pos sebelumnya. II. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Investasi 1. Penerimaan Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan Pos ini berisi hasil pelepasan anak perusahaan yang melibatkan kas dan pendapatan lain yang terkait. berharga yang ditujukan untuk -119 - b. c. Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan dan Peralatan Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penjualan tanah, bangunan dan peralatan. Jika dalam penjualan tersebut terjadi pengeluaran untuk beban administrasi dan beban-beban lain yang harus ditanggung perusahaan, maka pos ini berisi neto pendapatan dari penjualan tanah setelah dikurangi dengan beban-beban yang harus dibayar perusahaan. Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga yang Tidak Dimaksudkan untuk Diperjualbelikan Dalam hal Perusahaan Syariah pelapor menjual kembali surat berharga berjangka panjang yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan maka hasil penjualan tersebut harus dilaporkan di dalam pos penerimaan kas ini secara neto setelah dikurangi dengan semua biaya yang harus dibayarkan sehubungan dengan transaksi tersebut. d. Arus Kas Masuk Dividen Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan dividen hasil investasi Perusahaan Syariah pelapor pada saham perusahaan lain. e. Arus Kas Masuk Bagi Hasil dari Kegiatan Investasi Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan bagi hasil kegiatan investasi Perusahaan Syariah pelapor. f. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya Pos ini berisi penerimaan kas dari aktivitas investasi lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di atas. 2. Arus Kas Keluar Kas untuk Kegiatan Investasi a. Arus Kas Keluar untuk Perolehan atas Anak Perusahaan Pos ini berisi pengeluaran kas untuk perolehan kepemilikan atas anak perusahaannya. b. Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan, dan Peralatan -120 - Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi pembelian tanah, bangunan, dan peralatan. c. Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga yang Tidak Diperjualbelikan Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi yang dilakukan dalam rangka transaksi perolehan surat berharga yang tidak diperjualbelikan. Jika dalam transaksi ini Perusahaan Syariah pelapor melakukan pembayaran kas untuk beban-beban lainnya, maka pos ini harus dicatat secara neto dengan cara biaya perolehan dikurangi beban lain yang dikeluarkan untuk memperolehnya. d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan investasi lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di atas. III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Pendanaan 1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan a. Arus Kas Masuk Kas dari Pendanaan Bank a) Akad Mudharabah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan bank dengan akad mudharabah. b) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan bank dengan akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan bank dengan akad musyarakah. d) Akad Lainnya Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan bank dengan akad selain mudharabah, mudharabah musytarakah dan musyarakah. b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Nonbank a) Akad Mudharabah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan nonbank dengan akad mudharabah. -121 - b) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan nonbank dengan akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan nonbank dengan akad musyarakah. d) Akad Lainnya Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan nonbank dengan akad selain mudharabah, mudharabah musytarakah dan musyarakah. c. Arus Kas Masuk dari Pinjaman (Qardh) Subordinasi Pos ini berisi penerimaan kas dari pinjaman (qardh) subordinasi. d. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Sukuk Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penerbitan sukuk yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. e. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Sekuritisasi dengan Prinsip Syariah Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil sekuritisasi dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. f. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil pendanaan lainnya sesuai dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. g. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penerbitan/penjualan modal saham Perusahaan Syariah pelapor. h. Arus Kas Masuk Setoran Modal Kerja (Khusus UUS) Pos ini berisi penerimaan kas atas setoran modal kerja yang diberikan oleh induk perusahaan kepada UUS pelapor. 2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan a. Pembayaran dari Pendanaan Bank -122 - 1) Akad Mudharabah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan bank dengan akad mudharabah. 2) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan bank dengan akad mudharabah musytarakah. 3) Akad Musyarakah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan bank dengan akad musyarakah. 4) Akad Lainnya Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan bank dengan akad selain mudharabah, mudharabah musytarakah dan musyarakah. b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Nonbank a) Akad Mudharabah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan nonbank dengan akad mudharabah. b) Akad Mudharabah Musytarakah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan nonbank dengan akad mudharabah musytarakah. c) Akad Musyarakah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan nonbank dengan akad musyarakah. d) Akad Lainnya Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan nonbank dengan akad selain mudharabah, mudharabah musytarakah dan musyarakah. c. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Pinjaman (Qardh) Subordinasi Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pinjaman (qardh) subordinasi. d. Arus Kas Keluar untuk Penerbitan Sukuk Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil penerbitan sukuk yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. e. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Sekuritisasi dengan Prinsip Syariah -123 - Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil sekuritisasi dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. f. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil pendanaan lainnya sesuai dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. g. Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Saham Perusahaan (Treasury Stock) Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi penarikan kembali modal saham dan modal pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. h. Arus Kas Keluar Dividen Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pembayaran dividen kepada para pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. IV. Surplus (Defisit) dari perubahan Kurs Valuta pada Kas dan Setara Kas Pos ini berisi jumlah perubahan kurs valuta kas dan setara kas dengan nilai yang seharusnya tercatat pada akhir periode laporan. V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas Pos ini berisi jumlah kenaikan atau penurunan bersih kas dan setara kas pada periode laporan. VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada awal periode laporan Perusahaan Syariah pelapor. VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada akhir periode laporan Perusahaan Syariah pelapor. - 124 - FORMULIR 2100: RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN 1. BENTUK FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN) Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Konsumen (2) Nama Konsumen Kelompok Konsumen (3) Nama (4) Kategori Usaha Konsumen (5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan (6) Golongan Konsumen (7) Status Keterkaitan (8) Sektor Lokasi Ekonomi Lapangan Usaha Kabupaten/ Kota Proyek Nomor Kontrak Jenis Pembiayaan (9) (10) (11) (12) (13) (14) Jangka Waktu Skema Tujuan Pembiayaan Pembiayaan Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo Nilai Awal Pembiayaan Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah (15) (16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto (17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok (18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama - 125 - (19) (20) Jenis Valuta Simpanan Jaminan/ Uang Muka (21) Pihak Lawan Kerja Sama Pembiayaan Bersama (Joint Financing) (22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga (23) Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa Jenis Nilai Tingkat (24) Margin Yang Ditangguhkan Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah (25) (26) Pendapatan Administrasi Pendapatan Provisi (27) Kualitas Tanggal (28) Pembayaran Angsuran Terakhir Nilai Angsuran Ke- Angsuran Jenis (29) Barang/Jasa yang dibiayai Nilai Barang/Jasa yang dibiayai (30) (31) Agunan Yang Diperhitungkan Nomor Identitas Agunan Jenis Agunan Nilai Agunan Jenis Sertifikat Pengikatan Agunan Nomor Sertifikat Kepemilikan Nomor Sertifikat Pengikatan Tanggal Sertifikat (32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan (33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Metode Aset Baik Aset Kurang Baik Aset Tidak Baik - 126 - (34) Proporsi Penjaminan Kredit Syariah Nama Perusahaan Asuransi (35) (36) Jangka Waktu Asuransi Syariah (37) Kontribusi oleh Konsumen (38) Diskon Kontribusi Asuransi - 127 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN) Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan Yang Diberikan) ini berisi rincian setiap kegiatan pembiayaan, baik itu pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi dan pembiayaan jasa dengan pada hakikatnya harus diisikan ke dalam Rincian Pembiayaan sesuai dengan periode laporan. Konsumen yang menerima fasilitas pembiayaan selain kriteria tersebut di atas tidak boleh digabungkan dengan Konsumen lainnya. Dengan demikian setiap kolom wajib diisi sandi bersangkutan dengan penjelasan sebagai berikut: (1) Nomor Konsumen Pos ini diisi dengan nomor kode konsumen yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor. Nomor Konsumen dapat menggunakan nomor identifikasi debitur yang disampaikan dalam sistem layanan informasi keuangan. (2) Nama Konsumen Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor. (3) Nama Kelompok Konsumen Pos ini diisi dengan grup konsumen. (4) Kategori Usaha Konsumen Pos ini diisi dengan kategori usaha konsumen berdasarkan skala bisnis Konsumen yang dibagi dengan kategori sebagai berikut:  Usaha Besar Usaha besar adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Usaha MenengahBerdasarkan ketentuan pada Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang termasuk dalam usaha menengah yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut: - 128 -  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).  Usaha Kecil Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang termasuk dalam usaha kecil yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).  Usaha Mikro Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang termasuk dalam usaha mikro yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:  memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau   memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00(tiga ratus juta rupiah). Lainnya/ Non Produktif Lainnya/Non Produktif adalah konsumen yang tidak memiliki usaha produktif atau untuk tujuan konsumtif. - 129 - (5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan Pos ini diisi dengan kategori usaha Konsumen yang memenuhi kriteria keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan. (6) Golongan Konsumen Pos ini mencakup pihak-pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor atau pihak-pihak yang memiliki kewajiban kepada Perusahaan Syariah pelapor. (7) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan status keterkaitan dengan Perusahaan Syariah, yaitu:  Terkait dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor yang terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor.  Tidak Terkait dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor. (8) Sektor Ekonomi Lapangan Usaha Pos ini diisi dengan klasifikasi baku terhadap kegiatan ekonomi debitur. Dalam hal pembiayaan digunakan untuk membiayai lebih dari satu jenis kegiatan ekonomi yang tidak dapat terpisahkan, cara penggolongannya dititikberatkan kepada sektor ekonomi yang diutamakan (sektor yang paling besar menerima fasilitas pembiayaan). (9) Lokasi Kabupaten/Kota Proyek Pos ini diisi dengan lokasi tempat kegiatan proyek/barang yang dibiayai berada/digunakan. (10) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor urut perjanjian Pembiayaan yang digunakan dalam kontrak perjanjian oleh Perusahaan Syariah pelapor. - 130 - (11) Jenis Pembiayaan Pos ini diisi dengan jenis pembiayaan, yaitu:  Pembiayaan Jual Beli Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.  Pembiayaan Investasi Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.  Pembiayaan Jasa Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak. (12) Skema Pembiayaan Pos ini diisi dengan jenis akad digunakan oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan konsumen. Skema pembiayaan tersebut meliputi:  Murabahah Murabahah adalah jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih (margin) sebagai laba sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Salam Salam adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu secara penuh.  Istishna’ Istishna’ adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan pembuatan barang sesuai dengan kriteria dan persyaratan - 131 - tertentu dan pembayaran harga barang sesuai dengan kesepakatan oleh para pihak.  Pembiayaan jual beli dengan akad lain Pembiayaan jual beli dengan akad lain adalah pembiayaan yang diberikan dengan skema jual beli selain akad murabahah, salam dan istishna’ yang diperkenankan berdasarkan prinsip syariah.  Mudharabah Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Musyarakah Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Mudharabah Musytarakah Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Musyarakah Muntanaqishoh Musyarakah muntanaqishoh adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian porsi kepemilikan (hishshah) secara bertahap oleh pihak lainnya.  Pembiayaan investasi dengan akad lain Pembiayaan investasi dengan akad lain adalah pembiayaan yang diberikan dengan skema investasi selain akad mudharabah, musyarakah, mudharabah musytarakah, dan - 132 - musyarakah muntanaqishoh berdasarkan prinsip syariah.  yang diperkenankan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah ijarah yang disertai dengan janji pemindahan kepemilikan (wa’d) setelah masa ijarah selesai.  Qardh Qardh adalah pinjam meminjam dana (dana talangan) tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pendanaan secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.  Pembiayaan Jasa Dengan Akad Lainnya Pembiayaan jasa dengan akad lainnya adalah pembiayaan yang diberikan dengan skema pembiayaan jasa selain akad ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik, hawalah, hawalah bil ujrah, wakalah, wakalah bil ujrah, kafalah, kafalah bil ujrah, ju’alah dan qardh yang diperkenankan berdasarkan prinsip syariah. (13) Tujuan Pembiayaan Pos ini diisi dengan tujuan pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan konsumen sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan Syariah. Tujuan pembiayaan tersebut meliputi:   Pembiayaan produktif Pembiayaan konsumtif (14) Jangka Waktu  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya kontrak sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan.  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya kontrak sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. (15) Nilai Awal Pembiayaan Pos ini diisi dengan nilai pembiayaan barang dan/atau jasa yang secara riil dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah pada awal - 133 - kontrak ditandatangani. Nilai pada kolom ini diisi nilai pembiayaan awal yang jumlahnya tetap selama periode kontrak. (16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto Pos ini diisi dengan tagihan piutang pembiayaan bruto dalam nilai mata uang asal atau dalam ekuivalen rupiah.  Dalam Nilai Mata Uang Asal Tagihan piutang pembiayaan bruto dalam nilai mata uang asal adalah nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Tagihan piutang pembiayaan bruto dalam ekuivalen rupiah adalah nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. (17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok Pos ini diisi dengan tagihan pembiayaan pokok dalam nilai mata uang asal atau dalam ekuivalen rupiah.  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dikurangi dengan margin ditangguhkan dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah 360 (Rupiah), maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dikurangi dengan margin ditangguhkan dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. (18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama Pos ini diisi dengan presentase porsi Perusahaan Syariah pelapor apabila perusahaan melakukan pembiayaan bersama (joint - 134 - financing). Apabila Perusahaan Syariah pelapor menggunakan dana sendiri atau pinjaman executing, maka Perusahaan Syariah tidak perlu mengisi kolom ini. (19) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian pembiayaan. (20) Simpanan Jaminan/ Uang Muka Pos ini diisi dengan jumlah uang simpanan jaminan atau uang muka yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam kegiatan pembiayaannya. Simpanan jaminan adalah jumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Syariah dari konsumen pada awal masa sewa pembiayaan sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran pembiayaan. Uang muka adalah jumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Syariah dari konsumen pada awal masa kontrak sebagai pembayaran awal pembiayaan tidak termasuk pembayaran biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya dari debitur. (21) Pihak Lawan Kerja Sama Pembiayaan Bersama (Joint Financing) Pos ini diisi dengan nama pihak counterparty yang melakukan kerja sama pembiayaan bersama (joing financing) dengan Perusahaan Syariah pelapor. (22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga Pos ini diisi dengan seluruh nilai pembayaran biaya insentif akuisisi yang dibayarkan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor kepada pihak ketiga yang terkait dengan perolehan bisnis. (23) Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa  Jenis Pos ini diisi dengan jenis skema pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau imbal jasa.  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum - 135 - di dalam kontrak bagi kegiatan pembiayaan jual beli dan pembiayaan jasa.  Tingkat Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga atau diskonto dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. Bagi kegiatan pembiayaan investasi syariah, pos ini diisi dengan persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan. (24) Margin yang Ditangguhkan Pos ini diisi dengan margin ditangguhkan dalam nilai mata uang asal atau dalam ekuivalen rupiah.  Dalam Nilai Mata Uang Asal Margin ditangguhkan dalam nilai mata uang asal adalah pendapatan margin yang belum diterima dari suatu piutang piutang pembiayaan dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Margin ditangguhkan dalam ekuivalen rupiah adalah pendapatan margin yang belum diterima dari suatu piutang piutang pembiayaan dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. (25) Pendapatan Administrasi Pos ini diisi dengan penempatan administrasi yang dibayarkan oleh Konsumen kepada perusahaan. (26) Pendapatan Provinsi Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang diterima atau dibayar sehubungan dengan fasilitas yang diberikan atau diterima. (27) Kualitas Pos ini diisi dengan kualitas piutang pembiayaan yang dinilai dengan kriteria sesuai dengan aturan penggolongan kualitas aset produktif Perusahaan Syariah mengikuti Peraturan OJK mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah, yaitu: - 136 -      Lancar Dalam Perhatian Khusus Kurang Lancar Diragukan Macet (28) Pembayaran Angsuran Terakhir  Pos ini diisi dengan dengan rincian pembayaran angsuran terakhir atas pokok pembiayaan dan/atau bunga yang dibayarkan debitur kepada Perusahaan Syariah pelapor. Tanggal Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pembayaran pokok dan/atau bunga terakhir.  Angsuran Ke- Pos ini diisi dengan informasi mengenai periode angsuran ke berapa.  Nilai Angsuran Pos ini diisi dengan jumlah nominal angsuran setiap bulan. (29) Barang/Jasa yang dibiayai  Jenis Pos ini diisi dengan kategori barang/ jasa yang dibiayai oleh Perusahaan Syariah sesuai dengan kebutuhan Konsumen. Rincian jenis barang/ jasa yang dibiayai dikelompokkan sebagaimana berikut: a. b. c. d. Barang Produktif dan turunannya Barang Infrastruktur dan turunannya Barang Konsumsi dan turunannya Jasa  Nilai Barang/ Jasa yang dibiayai Pos ini diisi dengan nilai barang/ jasa yang dibiayai oleh Perusahaan Syariah pelapor pada awal kontrak. Nilai ini diisi dalam rupiah dan selalu sama sepanjang kontrak. (30) Agunan yang Diperhitungkan Pos ini diisi dengan identitas agunan, jenis agunan, dan nilai agunan.  Nomor Identitas Agunan - 137 - Identitas agunan adalah nomor atau kode dari barang yang digunakan sebagai agunan.  Jenis Agunan Jenis agunan adalah jenis barang yang digunakan sebagai jaminan pembiayaan, sebagaimana pengelompokan berikut: - Barang Produktif - Barang Konsumsi - Simpanan Berjangka - Logam Mulia - Surat Berharga - Jaminan  Nilai Agunan Nilai agunan adalah nilai dalam rupiah atas setiap barang yang diagunkan. Diisi nilai yang dapat diperhitungkan sebagai PPAP (dalam ribuan rupiah), sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran OJK mengenai tingkat kesehatan keuangan Perusahaan Syariah. (31) Sertifikat Pengikatan Agunan Pos ini diisi dengan informasi mengenai sertifikat pengikatan agunan berupa:     Jenis Jenis pengikatan agunan dapat berupa fidusia, hak tanggungan, dan/atau hipotik. Nomor Sertifikat Kepemilikan Nomor Sertifikat Pengikatan Tanggal Sertifikat (32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan Pos ini diisi dengan lokasi tempat penyimpanan sertifikat agunan, dapat diisi dengan lokasi kantor cabang, kantor perwakilan, kantor pusat, dan/atau kantor lembaga penitipan (kustodian). (33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai  Metode Pos ini diisi dengan metode pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai yaitu secara: - - individual; kolektif. - 138 -  Aset Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang memiliki risiko pembiayaan rendah dan tidak mengalami peningkatan risiko pembiayaan.  Aset Kurang Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang mengalami kenaikan risiko pembiayaan secara signifikan dibandingkan sejak tanggal awal aset tersebut diperoleh.  Aset Tidak Baik Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas penurunan aset yang mengalami pemburukan risiko pembiayaan dibanding sejak tanggal awal aset tersebut diperoleh. (34) Proporsi Penjaminan Kredit Syariah Pos ini diisi dengan proporsi piutang pembiayaan yang mendapatkan mitigasi risiko berupa penjaminan syariah, dengan nilai antara 0%-100%. Dalam hal piutang pembiayaan tidak mendapatkan penjaminan syariah maka pos ini diisi 0%. (35) Nama Perusahaan Asuransi Pos ini diisi dengan nama perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan asuransi terhadap barang yang dijadikan agunan. (36) Jangka Waktu Asuransi Syariah Pos ini diisi dengan jumlah bulan lamanya pertanggungan asuransi syariah terhadap barang yang dijadikan agunan. (37) Kontribusi oleh Konsumen Pos ini diisi dengan jumlah kontribusi asuransi yang dibayarkan oleh konsumen kepada perusahaan asuransi syariah. (38) Diskon Kontribusi Asuransi Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang diterima sehubungan dengan pemasaran produk asuransi syariah. Nilai pada kolom ini jumlahnya tetap selama periode kontrak. - 139 - E. FORMULIR 2200: RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DIMILIKI 1. BENTUK FORMULIR Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga Syariah Yang Dimiliki) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Surat Berharga Syariah (2) Jenis Surat Berharga Syariah (3) Jenis Akad (4) Jatuh Tempo Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo (5) Tujuan Kepemili- kan (6) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Jenis Nilai Ting- kat (7) (8) Saldo Akhir Nilai Jenis Valuta Dalam Mata Uang Asal Status Nilai Rupiah Nama Negara Golongan Keterkaitan (9) Perusahaan Penerbit (10) (11) Lembaga Pemeringkat (12) Peringkat Surat Berharga (13) Tanggal Pemeringkatan - 140 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2200 (RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DIMILIKI) Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Dimiliki) berisi laporan posisi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang dalam bentuk surat berharga syariah yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak lain. Dalam pos ini tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham. (1) Nomor Surat Berharga Syariah Pos ini diisi dengan nomor dari surat berharga yang dimiliki atau kode dari surat berharga yang dimiliki sesuai dengan registrasi di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI). (2) Jenis Surat Berharga Syariah Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:  Saham    Sertifikat Deposito pada Bank Syariah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah Surat Berharga Komersial (CP) Syariah  Medium Term Notes (MTN) Syariah  Reksadana Syariah       Obligasi Syariah/Sukuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Wesel Ekspor Obligasi Negara (ON) Obligasi Ritel Indonesia (ORI) Surat Berharga Lainnya Berdasarkan Prinsip Syariah (3) Jenis Akad Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam surat berharga syariah yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:  Istishna  Mudharabah  Musyarakah  Ijarah  Wakalah  Wakalah bil Ujrah - 141 -  Kafalah  Kafalah bil Ujrah  (4) Jatuh Tempo  Pendanaan dengan Akad Lainnya Berdasarkan Prinsip Syariah Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan surat berharga syariah.  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun jatuh tempo surat berharga syariah. Untuk surat berharga syariah yang tidak memiliki jangka waktu, misalnya saham, maupun surat berharga syariah yang sudah jatuh waktu, tidak perlu diisi atau dikosongkan. (5) Tujuan Kepemilikan Pos ini diisi dengan sandi Tujuan Pemilikan, yaitu:  Dimiliki Hingga Jatuh Tempo (Held to Maturity/HTM) Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor sampai dengan tanggal jatuh tempo surat berharga.  Diperdagangkan (Held for Trading/Trading) Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan tujuan untuk diperdagangkan.  Tersedia Untuk Dijual (Available for Sale/AFS) Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor yang tidak dikelompokkan dalam kategori dimiliki hingga jatuh tempo maupun diperdagangkan dan siap untuk dijual. (6) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa  Jenis Pos ini diisi dengan skema pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau imbal jasa. - 142 -  Nilai Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum di dalam kontrak.  Tingkat Pos ini diisi dengan persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang tercantum di dalam kontrak. (7) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang pada surat berharga yang dimiliki. (8) Saldo Akhir Pos ini diisi dengan nilai surat berharga pada akhir periode laporan, berdasarkan penilaian kualitas aset produktif dengan penggolongan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, atau macet. Saldo akhir harus sama dengan pos investasi jangka pendek dalam surat berharga ditambah dengan pos investasi jangka panjang dalam surat berharga pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan).  Nilai dalam mata uang asal Nilai dalam mata uang asal adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara penerbit surat berharga dan dicatat sesuai dengan nominal pada Laporan Posisi Keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.  Nilai Rupiah Nilai rupiah adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi surat berharga dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada Laporan Posisi Keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (9) Perusahaan Penerbit  Nama Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerbitkan surat berharga. - 143 -  Negara Pos ini diisi dengan negara yang menerbitkan surat berharga.  Golongan Pos ini diisi dengan pihak-pihak yang menerbitkan surat berharga. (10) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.  Terkait Dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak- pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor. (11) Lembaga Pemeringkat Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (12) Peringkat Surat Berharga Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (13) Tanggal Pemeringkat Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. - 144 - F. FORMULIR 2300: RINCIAN PENYERTAAN MODAL 1. BENTUK FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL) Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nama Perusahaan (2) Golongan Perusahaan (3) Status Keterkaitan Negara (4) (5) Tanggal Mulai (6) Persentase Bagian Penyertaan (7) (9) Jenis Mata Uang Dalam Nilai Mata Uang Asal Nilai Penyertaan Awal Dalam Ekuivalen Rupiah (10) Dalam Nilai Mata Uang Asal Nilai Penyertaan Modal Dalam Ekuivalen Rupiah - 145 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL) Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) ini berisi rincian kegiatan penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. (1) Nama Perusahaan Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor. (2) Golongan Perusahaan Pos ini diisi dengan klasifikasi/golongan perusahaan yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor. (3) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.  Terkait Dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor yang terkait dengannya.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor yang tidak terkait dengannya. Penjelasan mengenai Hubungan Dengan Perusahaan Syariah dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum Kolom Rincian. (4) Negara Pos ini diisi dengan negara asal sumber penyertaan modal. (5) Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan waktu pelaksanaan penyertaan modal. (6) Persentase Bagian Penyertaan Pos ini diisi dengan persentase penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada perusahaan yang menerima penyertaan modal (investee company). (7) Jenis Mata Uang Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam penyertaan modal. (8) Nilai Penyertaan Awal Pos ini diisi dengan nilai penyertaan awal:  Dalam Nilai Mata Uang Asal - 146 - Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. (9) Nilai Penyertaan Modal Pos ini diisi dengan jumlah nilai penyertaan modal yang diklasifikasikan dalam nilai valas dan dalam ekuivalen Rupiah:  Dalam Nilai Mata Uang Asal Apabila jumlah nilai penyertaan Modal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Apabila jumlah nilai penyertaan modal dalam mata uang dari negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah. - 147 - G. FORMULIR 2490: RINCIAN RUPA-RUPA ASET 1. BENTUK FORMULIR 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET) Formulir 2490 (Rincian Rupa-rupa Aset) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Jenis Jenis Valuta (3) Nominal 2. PENJELASAN 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET) Formulir 2490 (Rincian Rupa-Rupa Aset) berisi rincian aset yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas. (1) Jenis Pos ini diisi dengan biaya dibayar di muka, aset istishna dalam penyelesaian, biaya yang ditangguhkan, uang muka pajak, pendanaan pegawai, dan biaya lainnya. 1. Biaya Dibayar Di Muka Biaya dibayar di muka adalah biaya yang digunakan sebagai pembayaran diawali atas sejumlah beban tertentu. 2. Aset Istishna Dalam Penyelesaian Aset Istishna dalam penyelesaian adalah besaran yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah dalam rangka memenuhi pesanan yang telah disepakati berdasarkan akad Istishna. 3. Biaya Yang Ditangguhkan Biaya yang ditangguhkan adalah biaya yang telah terjadi atau ditangguhkan karena manfaatnya dapat dirasakan pada periode mendatang. 4. Uang Muka Pajak Uang muka pajak adalah jumlah pajak penghasilan yang telah dibayarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor tetapi belum menjadi beban periode akuntansi yang bersangkutan. 5. Pendanaan Pegawai Pendanaan pegawai adalah nilai pendanaan yang diberikan Perusahaan Syariah pelapor kepada pegawai yang menimbulkan kewajiban pembayaran pegawai kepada Perusahaan syariah. - 148 - 6. Rupa-rupa Aset Lainnya Pos ini mencakup rupa-rupa aset lain selain poin di atas. (2) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan. (3) Nominal Pos ini diisi dengan nilai dari jenis rupa-rupa aset yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor. - 149 - H. FORMULIR 2550: RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA 1. BENTUK FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA) Formulir 2550 (Rincian Pendanaan Yang Diterima) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Kontrak (2) Jenis Pendanaan (3) Jenis Akad (4) Jenis Valuta Tanggal Mulai (5) Jangka Waktu Tanggal Jatuh Tempo (6) (7) Bagi Hasil/Imbal Jasa Jenis Bagi Hasil/Imbal Jasa Plafon/Jumlah Pendanaan Dalam Dalam Mata Uang Asal Ekuivalen Rupiah (8) (9) Pendanaan Awal Dalam Dalam Mata Uang Asal Ekuivalen Rupiah Dalam Mata Uang Asal Saldo Pendanaan Dalam Ekuivalen Rupiah (10) (11) Nama Penyedia Dana Golongan Penyedia Dana (12) Status Keterkaitan (13) Negara Penyedia Dana - 150 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA Formulir 2550 (Rincian Pendanaan yang Diterima) ini berisi rincian pendanaan yang diterima Perusahaan Syariah pelapor. (1) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor perjanjian pendanaan. (2) Jenis Pendanaan Pos ini diisi dengan jenis pendanaan yang diterima, yaitu:  Sindikasi Pendanaan sindikasi adalah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dari 2 (dua) pemberi pendanaan (penyedia dana) atau lebih, baik secara langsung maupun melalui jasa penghubung/perantara. Pengisian untuk kolom II Nama Penyedia Dana dan Kolom VI Negara Asal mengikuti asas dominasi berdasarkan nama Penyedia Dana yang mempunyai porsi terbesar dalam pemberian pendanaan.  Bilateral Pendanaan bilateral adalah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dari 1 (satu) Penyedia Dana.  Multilateral Pendanaan multilateral adalah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dari lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IFC dan ADB.  Subordinasi Pendanaan subordinasi adalah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan syarat sebagaimana dimuat dalam penjelasan pos-pos laporan posisi keuangan liabilitas dan ekuitas pada pos pendanaan subordinasi. (3) Jenis Akad Pos ini diisi dengan jenis akad, yaitu:  Mudharabah Akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, - 151 - dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Musyarakah Pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Mudharabah Musytarakah Bentuk mudharabah di mana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak. Bentuk mudharabah di mana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak. Ijarah  Pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.  Qardh Pinjam meminjam dana (dana talangan) tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pendanaan secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.  Pendanaan dengan Akad Lainnya Berdasarkan Prinsip Syariah. (4) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian. (5) Jangka Waktu  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya pendanaan yang diterima Perusahaan Syariah pelapor dari pihak penyedia dana sebagaimana tercantum dalam perjanjian. - 152 -  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya pendanaan yang diterima Perusahaan Syariah pelapor dari pihak Penyedia Dana sebagaimana tercantum dalam perjanjian. (6) Bagi Hasil/Imbal Jasa  Jenis Pos ini diisi dengan skema pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau imbal jasa.  Nilai Bagi Hasil/Imbal Jasa Pos ini diisi dengan nilai nominal margin, persentase bagi hasil dan nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum di dalam kontrak. (7) Plafon/Jumlah Pendanaan Pos ini diisi dengan jumlah maksimum pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian.  Dalam Nilai Mata Uang Asal Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (8) Pendanaan Awal Pos ini diisi dengan jumlah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor pada penerimaan awal setelah terjadi persetujuan perjanjian.  Dalam Nilai Mata Uang Asal - 153 - Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (9) Saldo Pendanaan Pos ini diisi dengan sisa pendanaan Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan.  Dalam Mata Uang Asal Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. (10) Nama Penyedia Dana Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang memberikan pendanaan kepada Perusahaan Syariah pelapor. Dalam hal Perusahaan Syariah pelapor mempunyai lebih dari 1 (satu) rekening pendanaan dengan penyedia dana yang sama, kolom nama penyedia dana untuk setiap transaksi tetap diisi nama - 154 - penyedia dana yang bersangkutan sesuai banyaknya akad perjanjian. (11) Golongan Penyedia Dana Pos ini diisi dengan golongan pihak-pihak yang memberikan pendanaan dana untuk kegiatan usaha pembiayaan kepada Perusahaan Syariah pelapor. Pos ini diisi dengan golongan penyedia dana. (12) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan penyedia dana dengan Perusahaan Syariah, yaitu:  Terkait Dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak yang memberikan fasilitas pendanaan kepada Perusahaan Syariah pelapor yang terkait dengannya.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak yang memberikan fasilitas pendanaan kepada Perusahaan Syariah pelapor yang tidak terkait dengannya. Penjelasan mengenai hubungan dengan Perusahaan Syariah pelapor dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum Kolom Daftar Rincian. (13) Negara Penyedia Dana Pos ini diisi dengan negara domisili penyedia dana. - 155 - I. FORMULIR 2600: RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DITERBITKAN 1. BENTUK FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DITERBITKAN) Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Surat Berharga Syariah (2) Jenis Surat Berharga Syariah (3) Jenis Akad (4) Jangka Waktu Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo (5) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Jenis Tingkat (6) (7) Nilai Nominal Surat Berharga Dalam Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Jenis Dalam Valuta Mata Uang Asal Ekuivalen Rupiah Dalam Penyedia Dana (8) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan (9) Nama Status Keterkaitan (10) (11) Golongan Pembeli (12) Lokasi Negara (13) (14) Tanggal Terdaftar KSEI Nomor Pendaftaran KSEI Nama Wali Amanat (15) (17) Lembaga Pemeringkat (16) 1 (18) Peringkat Surat Berharga Tanggal Pemeringkatan - 156 - 2. PENJELASAN FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DITERBITKAN) Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan) berisi laporan posisi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang dalam bentuk surat berharga yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak lain. Dalam pos ini tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham. Untuk surat berharga yang diterbitkan atas unjuk, kolom golongan pemilik diisi pembeli (investor) pertama pada saat surat berharga diterbitkan. Surat berharga yang telah diterbitkan dan kemudian dibeli kembali oleh Perusahaan Syariah pelapor di pasar sekunder, tidak boleh dilaporkan pada daftar rincian surat berharga yang dimiliki, melainkan harus mengurangi outstanding surat berharga yang diterbitkan tersebut. (1) Nomor Surat Berharga Syariah Pos ini diisi dengan nomor kontrak surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor atau kode dari surat berharga yang diterbitkan sesuai dengan registrasi di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI). (2) Jenis Surat Berharga Syariah Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor, yaitu:  Medium Term Notes (MTN) Syariah Medium Term Notes (MTN) Syariah adalah surat berharga berjangka menengah dengan jangka waktu 1 sampai dengan 3 tahun yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah kepada pemegang Medium Term Notes (MTN) Syariah dengan kewajiban membayar bagi hasil secara bertahap sesuai dengan jadwal pembayaran bagi hasil MTN kepada pemegang Medium Term Notes (MTN) Syariah dan membayar kembali seluruh utang pokok pada saat jatuh tempo.  Sukuk Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian dari pelapor - 157 - aset perusahaan, baik dalam mata uang rupiah maupun valas.  Obligasi Syariah Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan perusahaan untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin atau imbal jasa serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. (3) Jenis Akad Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam surat berharga syariah yang diterbitkan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:  Mudharabah  Mudharabah Musytarakah;Musyarakah  Ijarah  Qardh (4) akad pendanaan lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah.Jangka Waktu Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu:  Tanggal Mulai Tanggal mulai adalah tanggal dimulainya penerbitan surat berharga sebagaimana tercantum dalam surat berharga.  Tanggal Jatuh Tempo Tanggal jatuh tempo adalah tanggal jatuh tempo surat berharga yang diterbitkan sebagaimana tercantum dalam surat berharga. (5) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Pos ini diisi dengan jenis, nilai, dan tingkat Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa, yaitu:  Jenis Jenis adalah skema pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak - 158 - dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau imbal jasa. Pos ini diisi dengan jenis pendapatan yang disepakati: - Margin - -  Nisbah Bagi Hasil Imbal Jasa Tingkat Tingkat adalah persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per annum) yang tercantum pada surat berharga syariah yang diterbitkan. (6) Nilai Nominal Surat Berharga Pos ini diisi dengan nilai surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan penerbit dalam satuan rupiah.  Dalam Mata Uang Asal Nominal surat berharga dalam nilai mata uang asal adalah sisa pinjaman Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan dalam valas.  Dalam Ekuivalen Rupiah Nominal surat berharga dalam ekuivalen rupiah adalah sisa pinjaman Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan dalam valas yang diekuivalenkan dengan rupiah. (7) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam penerbitan surat berharga. (8) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan Pos ini diisi dengan saldo pendanaan, yaitu:  Dalam Mata Uang Asal Saldo pendanaan dalam nilai mata uang asal adalah sisa pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan dalam valas. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, Nilai dalam valas dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Saldo pendanaan dalam ekuivalen rupiah adalah sisa pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan dalam valas yang diekuivalenkan dengan rupiah. - 159 - (9) Nama Penyedia Dana Pos ini diisi dengan nama pihak yang membeli atau memiliki surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (10) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.  Terkait Dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor.  Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak- pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor. (11) Golongan Pembeli Pos ini diisi dengan golongan penyedia dana yang membeli atau memiliki surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (12) Lokasi Negara Pos ini diisi dengan negara asal pembeli atau pemegang surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (13) Tanggal Terdaftar KSEI Pos ini diisi dengan tanggal Perusahaan Pembiayaan pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). (14) Nomor Pendaftaran KSEI Pos ini diisi dengan nomor pendaftaran Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). (15) Nama Wali Amanat Pos ini diisi dengan nama wali amanat dari Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (14) Lembaga Pemeringkat Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. - 160 - (15) Peringkat Surat Berharga Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. (16) Tanggal Pemeringkat Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. - 161 - J. FORMULIR 2790: RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS 1. BENTUK FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS) Formulir 2790 (Rincian Rupa-rupa Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Jenis Jenis Valuta (3) Nominal 2. PENJELASAN FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS) Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) ini berisi rincian liabilitas yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos liabilitas di atas. (1) Jenis Pos ini diisi dengan jenis rincian rupa-rupa Liabilitas yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang dapat berupa antara lain:  Beban margin/bagi hasil/imbal jasa yang harus dibayar Pos ini mencakup total beban margin/bagi hasil/imbal jasa yang harus dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Utang gaji Pos ini mencakup utang gaji yang harus dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Dividen yang belum dibayar Pos ini mencakup utang dividen yang harus dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Liabilitas pajak penghasilan Pos ini mencakup pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Utang asuransi Pos ini mencakup utang asuransi yang belum dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.  Pendapatan yang tangguhan Pos ini mencakup total pendapatan yang tangguhan oleh Perusahaan Syariah pelapor. - 162 -  Liabilitas imbalan kerja Pos ini mencakup liabilitas imbalan kerja Perusahaan Syariah pelapor kepada pegawai.  Rupa-rupa liabilitas lainnya Pos ini mencakup rupa-rupa liabilitas lain selain poin di atas. (2) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan. (3) Nominal Pos ini diisi dengan nilai dari rupa-rupa liabilitas yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor. - 163 - K. FORMULIR 3010: RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI SYARIAH 1. BENTUK FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI SYARIAH) Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai Syariah) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) (2) Underlying Transaksi Pendanaan Nomor Kontrak Nominal Nomor Kontrak Instrumen Derivatif Syariah (3) Jenis Instrumen Derivatif Jenis Akad Jenis Valuta (4) (5) (6) (7) Jangka Waktu Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah Nama Golongan Asal Negara (8) Rincian Counterparty - 164 - 2. PENJELASAN FORMULIR 3010 (DAFTAR RINCIAN ASET DERIVATIF UNTUK LINDUNG NILAI SYARIAH) Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai Syariah) berisi daftar rincian instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas sebagai instrumen lindung nilai syariah. Setiap instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor menjadi instrumen lindung nilai syariah dalam setiap transaksi pendanaan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. (1) Underlying Transaksi Pendanaan Pos ini diisi dengan Underlying Transaksi Pendanaan, yaitu:  Nomor Kontrak Nomor kontrak adalah nomor kontrak transaksi pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor yang menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah.  Nominal Nominal adalah jumlah pendanaan yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam valas yang menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah. (2) Nomor Kontrak Instrumen Derivatif Syariah Pos ini diisi dengan nomor kontrak penempatan dana pada instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah dari transaksi pendanaan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor. (3) Jenis Instrumen Derivatif Pos ini diisi dengan jenis instrumen derivatif yang dipilih perusahaan dalam rangka lindung nilai syariah dari transaksi pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun jenis instrumen derivatif dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, antara lain:    Spot Forward Jenis Instrumen Derivatif Lainnya (4) Jenis akad - 165 - Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam penempatan aset derivatif untuk lindung nilai syariah. (5) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan sandi jenis valuta instrumen derivatif yang ditempatkan oleh perusahaan pada counterparty. (6) Jangka Waktu Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo kontrak lindung nilai syariah, yaitu:  Tanggal Mulai Mulai adalah tanggal, bulan, tahun mulai berlakunya instrumen derivatif yang ditempatkan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada counterparty.  Tanggal Jatuh tempo Jatuh tempo adalah tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya instrumen derivatif yang ditempatkan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada counterparty. (7) Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai Pos ini diisi dengan nominal kontrak lindung nilai syariah, yaitu:  Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam nilai mata uang asal adalah jumlah instrumen derivatif dari negara lain dalam bentuk valas yang ditempatkan oleh Perusahaan Syariah Pelapor pada counterparty.  Dalam Ekuivalen Rupiah Dalam ekuivalen rupiah adalah hasil ekuivalen dalam rupiah dari jumlah instrumen derivatif dari negara lain dalam bentuk valas yang ditempatkan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada counterparty. (8) Rincian Counterparty Pos ini diisi dengan nama, golongan, dan asal negara counterparty, yaitu:  Nama Nama adalah lembaga/perusahaan counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah. - 166 -  Golongan Golongan adalah sektor usaha lembaga/perusahaan counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah.  Asal Negara Asal negara adalah negara counterparty instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah. - 167 - L. FORMULIR 3020: RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN BERSAMA PORSI PIHAK KETIGA 1. BENTUK FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN BERSAMA PORSI PIHAK KETIGA) Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga) disusun sesuai format sebagai berikut: (1) Nomor Kontrak (2) Jenis Akad (3) Jangka Waktu Tanggal Mulai Tanggal Jatuh Tempo Jenis Valuta (4) (5) Porsi Perusahaan Pembiayaan Dalam Nilai Mata Uang Asal Dalam Ekuivalen Rupiah (6) Plafon (7) (8) Saldo Outstanding Principles Penyaluran Pembiayaan Bersama Dalam Dalam Nilai Mata Uang Asal Ekuivalen Rupiah Nama Penyedia Dana (9) Golongan Penyedia Dana (10) (11) Status Keterkaitan Negara Asal - 168 - 2. PENJELASAN FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA) Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga) ini berisi rincian penyaluran pembiayaan dari hasil kerja sama Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak lain baik dalam bentuk channeling maupun melalui akad musyarakah. (1) Nomor Kontrak Pos ini diisi dengan nomor kontrak perjanjian channeling atau melalui akad musyarakah dengan pihak ketiga. (2) Jenis Akad Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam rincian penyaluran kerja sama pembiayaan bersama yang dilakukan Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas  Musyarakah Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.  Wakalah bil Ujrah Wakalah adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang boleh diwakilkan, di mana penerima kuasa (wakil) tidak menanggung risiko terhadap apa yang diwakilkan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. Wakalah bil ujrah adalah wakalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah). Wakalah bil ujrah digunakan untuk skema channeling. (3) Jangka Waktu  Tanggal Mulai Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dimulainya penyaluran pembiayaan bersama dari pihak penyedia dana (bank syariah, Perusahaan Syariah lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) kepada Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama. - 169 -  Tanggal Jatuh Tempo Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun masa berakhirnya perjanjian penyaluran pembiayaan bersama dari pihak penyedia dana (bank syariah, Perusahaan Syariah lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) kepada Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama. (4) Jenis Valuta Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama. (5) Porsi Perusahaan Syariah Pos ini diisi dengan persentase porsi pembiayaan Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran pembiayaan bersama. (6) Plafon  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan jumlah plafon penyaluran pembiayaan bersama dalam nilai mata uang asal apabila jenis valuta adalah Rupiah, nilai dalam valas dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan jumlah plafon penyaluran pembiayaan bersama dalam ekuivalen rupiah apabila jenis valuta selain rupiah. (7) Saldo Outstanding Principles Penyaluran Pembiayaan Bersama  Dalam Nilai Mata Uang Asal Pos ini diisi dengan nilai jumlah outstanding principles piutang pembiayaan bersama yang menjadi porsi penyedia dana pada akhir periode laporan dalam nilai mata uang asal apabila jenis valuta adalah Rupiah, nilai dalam valas dikosongkan.  Dalam Ekuivalen Rupiah Pos ini diisi dengan nilai outstanding principles piutang pembiayaan bersama yang menjadi porsi penyedia dana pada akhir periode laporan dalam ekuivalen rupiah apabila jenis valuta selain rupiah. - 170 - (8) Nama Penyedia Dana Pos ini diisi dengan nama setiap penyedia dana Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode laporan. Dalam hal Perusahaan Syariah pelapor mempunyai lebih dari satu rekening pembiayaan bersama dengan penyedia dana yang sama, kolom nama penyedia dana untuk setiap transaksi tetap diisi nama penyedia dana yang bersangkutan sesuai banyaknya akad perjanjian. Contoh : PT. Bank Syariah Mandiri, ditulis Bank BSM PT. Bank Tabungan Negara, Tbk ditulis Bank BTN (9) Golongan Penyedia Dana Pos ini diisi dengan pihak yang memberikan pembiayaan bersama kepada Perusahaan Syariah pelapor. (10) Status Keterkaitan Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.  Terkait dengan Perusahaan Syariah Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah dengan pihak yang memberikan pembiayaan channeling atau melalui akad musyarakah kepada perusahaan yang terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor.  Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak yang memberikan pembiayaan channeling atau melalui akad musyarakah kepada perusahaan yang tidak terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor. (11) Negara Asal Pos ini diisi dengan negara domisili penyedia dana. - 171 - M. FORMULIR 5310: LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS 1. BENTUK FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS) Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset Dan Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut: Dalam Rupiah Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan I. ASET A. Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah - Neto 1. Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah - Neto a. Piutang Pembiayaan Murabahah - Pokok b. Piutang Pembiayaan Salam - Pokok c. Piutang Pembiayaan Istishna - Pokok d. Piutang Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah Lainnya - Pokok 2. Cadangan Piutang Pembiayaan Jual Beli >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 172 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Berdasarkan Prinsip Syariah 3. Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah - Neto a. Piutang Pembiayaan Mudharabah - Pokok b. Piutang Pembiayaan Musyarakah - Pokok c. Piutang Pembiayaan MudharabahMusyta rakah - Pokok d. Piutang Pembiayaan MusyarakahMutana qishoh - Pokok e. Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah Lainnya - Pokok 4. Cadangan Piutang Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah 5. Piutang Pembiayaan >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 173 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah - Neto a. Piutang Pembiayaan Ijarah - Pokok b. Piutang Pembiayaan IMBT - Pokok c. Piutang Pembiayaan Qardh - Pokok d. Piutang Pembiayaan Wakalah bil Ujrah – Pokok e. Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah Lainnya - Pokok 6. Cadangan Piutang Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah B. Aset Non Pembiayaan C. Total Aset II. LIABILITAS A. Pendanaan Yang Diterima B. Surat Berharga yang >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 174 - Rupiah Pos-pos ≤3 Bulan Diterbitkan C. Liabilitas Selain Pendanaan dan Surat Berharga yang Diterbitkan D. Total Liabilitas >3-≤6 Bulan Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan - ≤1 Tahun >1-≤5 Tahun > 5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah ≤3 Bulan >3-≤6 Bulan Valas Total Jatuh Tempo Sampai Dengan >6 Bulan -≤1 Tahun >1-≤5 Tahun >5- ≤10 Tahun >10 Tahun Jumlah - 175 - 2. PENJELASAN FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS) Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset Dan Liabilitas) berisi berisi nilai aset dan liabilitas Perusahaan Syariah pelapor berdasarkan umur sampai jatuh tempo yang dibagi menjadi <3 bulan, 3 – 6 bulan, 6 bulan – 1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 – 10 tahun, dan di atas 10 tahun. I. Aset Pos ini mencakup total aset berdasarkan masing-masing kategori umur dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah neto, dan aset non piutang pembiayaan. Nilai Aset harus sama dengan pos Jumlah Aset pada laporan posisi keuangan Formulir 1100 Laporan Posisi Keuangan Bulanan. A. Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah-Neto Pos ini mencakup umur total aset pembiayaan. Berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan umur pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi, pembiayaan jasa. 1. Pembiayaan Jual Beli Pos ini mencakup total pembiayaan jual beli neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam mata uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan masing-masing pokok piutang pembiayaan murabahah, piutang pembiayaan salam, piutang pembiayaan istishna, piutang pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip syariah lainnya, masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan jual beli dengan prinsip syariah. Pokok adalah outstanding principles setelah dikurangi margin ditangguhkan. Kategori nilai cadangan piutang pembiayaan jual beli pada prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun Perusahaan Syariah diperkenankan untuk mengisi pada kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3 bulan. 2. Pembiayaan Investasi Pos ini mencakup total pembiayaan investasi neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam - 176 - bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan pokok piutang pembiayaan mudharabah, piutang pembiayaan musyarakah, piutang pembiayaan mudharabah musytarakah, piutang pembiayaan musyarakah mutanaqisah, piutang pembiayaan investasi berdasarkan prinsip syariah lainnya, masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan investasi berdasarkan prinsip syariah. Kategori Nilai Cadangan Piutang Pembiayaan Investasi pada prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun Perusahaan Syariah diperkenankan untuk mengisi pada kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3 bulan. 3. Pembiayaan Jasa Pos ini mencakup total pembiayaan jasa neto berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan masing-masing pokok piutang pembiayaan ijarah, piutang pembiayaan IMBT, piutang pembiayaan Qardh, piutang pembiayaan wakalah bil ujrah, piutang pembiayaan Jasa berdasarkan prinsip syariah lainnya, masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang pembiayaan jasa berdasarkan prinsip syariah lainnya. Kategori nilai cadangan piutang pembiayaan jasa pada prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun Perusahaan Syariah pelapor diperkenankan untuk mengisi pada kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3 bulan. B. Aset Non Pembiayaan Pos ini mencakup umur total aset non pembiayaan sesuai dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau valas. C. Total Aset Pos ini mencakup total aset Perusahaan Syariah pelapor sesuai dengan Aset pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Bulanan). - 177 - II. Liabilitas Pos ini mencakup umur total liabilitas sesuai dengan mata uang, dalam bentuk rupiah dan/atau valas sesuai dengan klasifikasi umur. Pos ini terdiri dari penjumlahan pendanaan yang diterima, surat berharga yang diterbitkan, liabilitas selain pendanaan dan surat berharga yang diterbitkan, dan total liabilitas. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1- FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN BULANAN DAN PETUGAS PENYUSUN LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Perubahan Anggota Direksi yang Bertanggung Jawab atas Laporan Bulanan dan/atau Petugas Penyusun Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan untuk: 1. perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas laporan bulanan; dan/atau 2. perubahan petugas penyusun laporan bulanan, dengan perubahan sebagai berikut: Jabatan Keterangan Anggota Direksi Penanggung Jawab Nama Jabatan di Perusahaan Pembiayaan Syariah atau Perusahaan Pembiayaan yang Memiliki UUS Sebelum Setelah -2- Email Telp/Fax Petugas Penyusun Nama Jabatan di Perusahaan Email Telp Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1- FORMAT SURAT PERMOHONAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA SANDI (PASSWORD) APLIKASI SISTEM LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password) Aplikasi Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut: Nama Jabatan Email Telp/Fax : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ Demikian permohonan ini kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) -2- Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN -1- FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA SANDI (PASSWORD) LAPORAN BULANAN KOP SURAT PERUSAHAAN Nomor : Tanggal : Lampiran : Perihal : Permohonan Perubahan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password) Aplikasi Laporan Bulanan Kepada Yth. Otoritas Jasa Keuangan u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40 Jakarta, 12710 Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami untuk dan atas nama: Perusahaan : ______________________________________ Sandi Perusahaan : ______________________________________ mengajukan permohonan perubahan kode pengguna (user ID) dan kata sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut: Nama Jabatan Email Telp/Fax : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ : ______________________________________ Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Hormat kami, Direksi PT/Koperasi *) -2- Tanda tangan, nama, dan cap basah ( *) coret yang tidak perlu ) Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2019 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd RISWINANDI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 27/SEOJK.05/2019 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title> <set_date> 4 Desember 2019 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2020 </effective_date> <changed_reg> '4/SEOJK.05/2016' </changed_reg> <related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10', '4/SEOJK.05/2016', '10/POJK.05/2019' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM RANGKA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.03/2017 tentang Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6087) yang selanjutnya disebut POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank yang memiliki dan/atau melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi tersebut, penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak dilakukan secara bertahap. Dalam tahap awal penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dilakukan dengan menyampaikan laporan dan memperhitungkan beberapa rasio dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan mengenai prinsip kehati-hatian dan laporan dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Kelangsungan usaha Bank dipengaruhi oleh eksposur risiko yang timbul secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usaha Bank maupun dari kegiatan usaha Perusahaan Anak sehingga Bank perlu melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. 2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi tersebut, Bank harus mengetahui dengan baik kondisi Perusahaan Anak dan dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan. Untuk itu Bank harus dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko dari kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak. 3. Selain itu agar Bank dapat memantau dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan, perlu diterapkan prinsip kehati-hatian terhadap kegiatan usaha Perusahaan Anak sebagaimana yang diterapkan pada kegiatan usaha Bank. II. SISTEM INFORMASI Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan seluruh risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak untuk mendukung penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dengan efektif. Sistem tersebut diharapkan dapat membantu Bank dalam melaksanakan manajemen risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak secara menyeluruh. Sistem yang dimiliki oleh Bank tersebut paling sedikit meliputi sebagai berikut: 1. Sistem Informasi Akuntansi Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, sistem informasi akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling sedikit harus mampu menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan laporan lain dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam menyusun laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan metode dan teknik konsolidasi yang digunakan, Bank mengacu pada standar akuntansi keuangan. Sementara itu, prinsip kehati-hatian yang wajib dilaksanakan oleh Bank antara lain mencakup perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara konsolidasi, penilaian kualitas aset, dan pembentukan penyisihan penghapusan aset (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak, perhitungan Batas - 3 - Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang menghitung seluruh eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. 2. Sistem Informasi Manajemen Risiko Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan: a. terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan atau komposit, eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional Bank dan Perusahaan Anak; b. dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko; dan c. tersedianya hasil atau realisasi penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko. III. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI PERUSAHAAN ANAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ASURANSI 1. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan Perusahaan Anak juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dilakukan antara lain dengan cara: a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (Risk Based Capital/RBC minimum) dan pemenuhan prinsip kehati- - 4 - hatian lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan non- bank; dan b. memperhitungkan penyertaan pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi. 2. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan sebagai berikut: a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank secara konsolidasi. b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan: 1) penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan kerugian penurunan nilai; dan 2) kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar 100% (seratus persen), dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal konsolidasi - 5 - yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan kerugian penurunan nilai. IV. PENILAIAN KUALITAS ASET Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank wajib melakukan penilaian kualitas aset terhadap aset Bank dan Perusahaan Anak dalam rangka membentuk PPA. Pembentukan PPA dimaksudkan agar laporan keuangan Bank dan Perusahaan Anak dapat dikonsolidasikan secara wajar, dan perhitungan KPMM secara konsolidasi dapat dilakukan dengan lebih akurat. Penilaian kualitas aset secara konsolidasi dilakukan terhadap aset produktif dan aset non-produktif Bank serta aset produktif Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. A. Penilaian Kualitas Aset Produktif 1. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aset yang dapat disetarakan dengan kredit atau pembiayaan pada Bank, penilaian kualitas aset oleh Bank atas aset produktif Perusahaan Anak paling sedikit dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, margin, fee, atau bagi hasil. 2. Berdasarkan penilaian dalam angka 1, kualitas kredit atau pembiayaan ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. 3. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aset yang dapat disetarakan dengan surat berharga pada Bank, penilaian kualitas surat berharga oleh Bank mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. - 6 - 4. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki surat berharga berupa saham, kualitas saham oleh Bank ditetapkan sebagai berikut: a. Lancar, sepanjang saham aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara transparan; atau b. dalam hal saham tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a, penilaian kualitas saham mengacu pada penilaian kualitas untuk penyertaan dengan metode biaya (cost method) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. 5. Untuk aset produktif di Perusahaan Anak yang merupakan perusahaan pembiayaan, penilaian kualitas aset produktif oleh Bank dilakukan berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. B. Penilaian Kualitas Aset Produktif Lainnya Penilaian kualitas untuk aset produktif Perusahaan Anak selain yang disetarakan dengan kredit atau pembiayaan dan surat berharga, dilakukan oleh Bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. C. Penyisihan Penghapusan Aset 1. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, atas dasar penilaian kualitas aset produktif sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B, Bank wajib membentuk PPA untuk aset Bank maupun aset produktif Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. - 7 - 2. Dalam hal besarnya cadangan kerugian penurunan nilai lebih kecil dari PPA, kekurangan PPA menjadi faktor pengurang modal inti secara konsolidasi. V. PERHITUNGAN BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK) Bank harus melakukan pemantauan terhadap konsentrasi penyediaan dana dengan memperhatikan pemenuhan BMPK, baik untuk penyediaan dana dari Bank secara individu maupun penyediaan dana dari Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. BMPK secara konsolidasi adalah persentase maksimum total penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak yang diperkenankan terhadap modal Bank secara konsolidasi. A. Batasan atau Limit Penyediaan Dana Sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum, seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi sebesar persentase tertentu dari modal Bank. Dalam perhitungan BMPK secara konsolidasi, penetapan batasan penyediaan dana kepada pihak terkait juga mencakup seluruh penyediaan dana Bank dan penyediaan dana Perusahaan Anak dibandingkan dengan modal konsolidasi. Hal yang sama berlaku untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait. BMPK secara konsolidasi untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait Bank ditetapkan sebesar persentase tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum. Dalam hal terdapat pelanggaran atau pelampauan BMPK secara konsolidasi, Bank dikenakan sanksi administratif dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum. B. Modal Dalam menghitung BMPK secara konsolidasi, modal yang digunakan adalah modal Bank secara konsolidasi dengan perhitungan mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum syariah. Modal Bank secara - 8 - konsolidasi untuk perhitungan BMPK tersebut tidak dikurangi penyertaan. VI. PENGELOLAAN PERUSAHAAN ANAK Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, laporan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan Anak wajib disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS. Laporan daftar calon pengurus disampaikan Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. VII. PELAPORAN 1. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak secara daring (online) sesuai format dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan secara daring (online) yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LSMK BUS UUS), Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), atau Laporan Berkala Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LBBUS). a. Laporan Keuangan Setiap Perusahaan Anak Penyajian dan format laporan keuangan Perusahaan Anak mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), Laporan Stabilitas - 9 - Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LSMK BUS UUS), Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), atau Laporan Berkala Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LBBUS), dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. Dalam hal Perusahaan Anak merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha asuransi, penyampaian laporan keuangan termasuk laporan perhitungan tingkat solvabilitas (RBC). b. Laporan Keuangan Konsolidasi Penyajian dan format laporan keuangan konsolidasi mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LSMK BUS UUS), Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), atau Laporan Berkala Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LBBUS), dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. c. Laporan Perhitungan BMPK Secara Konsolidasi bagi Bank Umum Konvensional Penyajian dan format laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) atau Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat dilakukan. 2. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, dalam hal penyampaian laporan secara daring (online) belum dapat dilakukan, Bank wajib menyampaikan laporan secara luring (offline) setiap triwulan untuk periode bulan Maret, bulan Juni, bulan September dan bulan Desember yang meliputi: - 10 - a. Laporan Penilaian Kualitas Aset Secara Konsolidasi Penyajian dan format laporan penilaian kualitas aset secara konsolidasi mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. b. Laporan Perhitungan Batas Maksimum Penyaluran Dana Secara Konsolidasi bagi Bank Umum Syariah Penyajian dan format laporan perhitungan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) secara konsolidasi bagi Bank Umum Syariah mengacu pada: 1) Lampiran II: Laporan Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait Bank Secara Konsolidasi Bagi Bank Umum Syariah; dan 2) Lampiran III: Laporan Pelampauan atau Pelanggaran BMPD secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait Bagi Bank Umum Syariah, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP perihal Prinsip Kehati-hatian dan Laporan Dalam Rangka Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 43/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM RANGKA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK </reg_title> <set_date> 19 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '8/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '38/POJK.03/2017' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V Huruf A' </penalty_list>
Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; 3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29 /SEOJK.05/2017 TENTANG LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH Sehubungan dengan amanat ketentuan: 1. Pasal 44 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994); dan 2. Pasal 45 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5995), perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bentuk dan susunan laporan aktuaris tahunan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan asuransi yang memiliki unit perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah. 2. Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN 1. Laporan aktuaris tahunan Perusahaan disusun sesuai dengan bentuk dan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah, pernyataan, analisis, pendapat, dan rekomendasi yang dicantumkan dalam laporan aktuaris termasuk juga untuk unit syariah. 3. Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 mutatis mutandis berlaku bagi perusahaan asuransi umum atau perusahaan asuransi umum syariah yang laporan aktuarisnya masih ditandatangani pegawai Perusahaan yang memiliki sertifikat analis asuransi umum (certified non-life analyst) dari Persatuan Aktuaris Indonesia atau konsultan aktuaria yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan tidak terafiliasi dengan Perusahaan yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. III. KETENTUAN PENUTUP 1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2017. 2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-10/BL/2012 tentang Laporan syariah, atau - 3 - Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERASURANSIAN, DANA PENSIUN, LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd FIRDAUS DJAELANI Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 9/SEOJK.05/2017 </reg_id> <reg_title> PRODUK ASURANSI MIKRO DAN SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO </reg_title> <set_date> 23 Februari 2017 </set_date> <effective_date> setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak 23 Februari 2017 </effective_date> <related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (3)' </related_reg>
-1- Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin pada ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor Bank (Theoretical Capital). 2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan kemudahan Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan Bank dan menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)/Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam jumlah tertentu. 3. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan Kantor, Bank didorong untuk melakukan perluasan ke wilayah yang kurang terlayani oleh jasa perbankan, guna mendukung upaya pengembangan… -2- pengembangan pembangunan nasional. II. RUANG LINGKUP 1. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah: a. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor Cabang, Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan operasional, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional, atau Kantor Kas; b. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang atau jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri; c. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai Bank Umum dan ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 2. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan status kantor Bank. 3. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud pada angka 2 tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada: 1) zona yang sama; atau 2) zona yang lebih rendah persyaratan alokasi Modal Intinya; dan tidak terdapat peningkatan status kantor Bank. III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA 1. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri, Otoritas Jasa Keuangan mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan Zona 6. 2. Pembagian zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona, antara lain menggunakan parameter… -3- parameter pertumbuhan pendapatan domestik bruto, pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto, kinerja penyaluran dan penghimpunan dana yang dikaitkan dengan populasi di setiap provinsi. 3. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona 6 menunjukkan zona paling tidak jenuh. Untuk setiap zona ditetapkan suatu besaran koefisien, dengan angka koefisien tertinggi yaitu 5 untuk zona yang paling jenuh dan angka koefisien terendah yaitu 0,5 untuk zona yang paling tidak jenuh. 4. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri dikelompokkan ke dalam Zona 1. 5. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat dievaluasi dan dikinikan. 6. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka provinsi tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum pemekaran sepanjang Otoritas Jasa Keuangan belum menetapkan zona bagi provinsi baru tersebut. 7. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor berdasarkan jenis kantor Bank untuk masing- masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 2. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan dengan biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang. 3. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat dievaluasi dan dikinikan. V. PERTIMBANGAN PENCAPAIAN TINGKAT EFISIENSI DALAM PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR 1. Perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank yang antara lain diukur melalui rasio… -4- rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Interest Margin (NIM). 2. Bank yang dapat meningkatkan efisiensi sehingga mencapai rentang efisiensi tertentu diberikan pengurangan alokasi Modal Inti. 3. Terhadap Bank yang tidak mencapai rentang efisiensi tertentu, Otoritas Jasa Keuangan dapat mengurangi jumlah rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank walaupun Bank memiliki alokasi Modal Inti yang mencukupi. 4. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan koefisien terkait pencapaian efisiensi untuk masing-masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. VI. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM 1. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor terhadap jaringan kantor yang sudah ada (existing) dan terhadap rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru. 2. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank dengan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU dan koefisien terkait pencapaian efisiensi, dengan perhitungan sebagai berikut: TC = Kz x B x KF TC Kz B KF = Alokasi Modal Inti di suatu zona = Koefisien masing-masing zona = = Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU Koefisien terkait pencapaian efisiensi VII. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM 1. Bank yang mengajukan rencana Pembukaan Jaringan Kantor, wajib mencantumkan perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). 2. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: ETC =… -5- n E M TC JKE ) p1 TC  ( ETC M TCp JKEp p  p = Ketersediaan alokasi Modal Inti = Modal Inti = Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona = Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada (existing) pada suatu zona 3. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, dalam hal: a. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang positif, memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. b. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti nol atau negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. 4. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku terhadap: a. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit kepada UMK; atau b. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank dimaksud meliputi pula provinsi hasil pemekaran wilayah sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran wilayah belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di provinsi hasil pemekaran. 5. Dalam memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti, Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Jaringan Kantor UUS. 6. Perhitungan mengenai ketersediaan alokasi Modal Inti untuk UUS sebagaimana dimaksud pada angka 5 mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Pembukaan Jaringan… -6- Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan UUS berdasarkan Modal Inti. VIII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM 1. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor dengan jumlah sesuai dengan ketersediaan alokasi Modal Inti. Bank dimaksud dapat memperoleh insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor apabila Bank menyalurkan kredit kepada: a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit; dan/atau b. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit. Jumlah insentif tambahan Jaringan Kantor yang dapat dibuka adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 2. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun tidak memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor apabila: a. Bank menyalurkan kredit kepada: 1) UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit; atau 2) UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit; dan b. Bank melakukan pemupukan modal yang berasal dari alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal. Pemupukan modal yang dilakukan Bank sebagian besar wajib dialokasikan untuk menutupi kekurangan alokasi Modal Inti bagi Jaringan Kantor yang telah ada (maksimal sebesar kekurangan alokasi Modal Inti bagi Jaringan Kantor yang telah ada/existing) dan sisanya untuk mendukung rencana Pembukaan Jaringan Kantor. 3. Otoritas… -7- 3. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengurangi jumlah rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank walaupun Bank memiliki alokasi Modal Inti yang mencukupi. Contoh perhitungan penetapan jumlah pembukaan jaringan kantor tercantum dalam Lampiran V. IX. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM PADA ZONA TERTENTU Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank, Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4 diatur sebagai berikut: 1. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. 2. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP atau 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. 3. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dapat berupa KC atau KCP yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. 4. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud pada memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti. 5. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona 2 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dihitung secara kumulatif. Contoh: Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2 (dua) KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan pembukaan 4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank A harus membuka 2 (dua) KC di Zona 5 atau Zona 6. 6. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 namun belum merealisasikan kewajiban pembukaan KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 tidak dapat melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1, Zona 2, Zona 3 dan Zona 4. 7. Kewajiban… angka 3, tetap harus -8- 7. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, tidak berlaku bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. Contoh: Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di Provinsi DKI Jakarta (Zona 1) dan termasuk BUKU 3, apabila membuka 3 (tiga) KC di Provinsi DKI Jakarta, Bank dimaksud tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. 8. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank sebagaimana dimaksud pada angka 7 meliputi pula provinsi hasil pemekaran wilayah sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran wilayah belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di provinsi hasil pemekaran. Contoh: Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di Provinsi X yang berada pada Zona 2. Terjadi pemekaran wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X dan Provinsi X1. Dalam hal Bank A membuka 3 (tiga) KC di Provinsi X1, Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6, sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di Provinsi X1. X. LAIN-LAIN 1. Perhitungan jumlah Modal Inti, jumlah Jaringan Kantor yang telah ada (existing), pencapaian efisiensi dan pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK yang digunakan dalam rencana Pembukaan Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data posisi akhir bulan September. 2. Otoritas Jasa Keuangan menilai Modal Inti, pencapaian efisiensi dan pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK, baik pada saat penilaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB maupun pada saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan… -9- Pembukaan Jaringan Kantor kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Prosedur, tata cara dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor Bank dari Otoritas Jasa Keuangan juga wajib memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai: a. Bank Umum; atau b. persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 4. Bagi Bank Umum yang memiliki Bank Umum Syariah, Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah, atau Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan dengan Bank Umum Syariah, dalam perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti, penetapan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor, dan perimbangan penyebaran jaringan kantor pada zona tertentu juga memperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai pengembangan jaringan kantor perbankan syariah dalam rangka stimulus perekonomian nasional bagi Bank, sepanjang ketentuan dimaksud masih berlaku. 5. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. XI. KETENTUAN PERALIHAN Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun 2016 wajib dicantumkan dalam revisi RBB tahun 2016 dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai RBB dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan alamat sebagai berikut: 1. Departemen Pengawasan Bank atau Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jakarta; atau 2. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta. XII. KETENTUAN… -10- XII. KETENTUAN PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum berdasarkan Modal Inti dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 April 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 14/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title> <set_date> 29 April 2016 </set_date> <effective_date> 29 April 2016 </effective_date> <replaced_reg> '15/7/DPNP|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '6/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5861), perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU. Semakin tinggi Modal Inti Bank, semakin tinggi BUKU Bank dan semakin luas cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank. 2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank Umum dilakukan dengan menerbitkan produk maupun melaksanakan aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan nasabah. 3. Dalam ... - 2 - 3. Dalam menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas, Bank perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitasnya, serta menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh produk dan/atau aktivitas tersebut. II. KEGIATAN USAHA BANK UMUM A. Kegiatan Usaha Bank Umum 1. Kegiatan Usaha Bank Umum meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan nasabah. 2. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank yang terkait dengan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. 3. Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah. 4. Kegiatan Usaha Bank yang meliputi produk dan/atau aktivitas dikelompokkan: a. penghimpunan dana, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) giro, tabungan atau deposito; 2) penerbitan sertifikat deposito; 3) pinjaman yang diterima; 4) penerbitan surat utang termasuk surat utang dengan fitur ekuitas; 5) sekuritisasi aset; dan 6) produk dan/atau aktivitas penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; b. penyaluran dana, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) kredit termasuk kredit sindikasi; 2) anjak piutang; 3) pembelian ... - 3 - 3) pembelian surat berharga berupa surat berharga korporasi, Surat Berharga Negara (SBN) atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 4) penempatan pada Bank Indonesia; 5) penempatan pada Bank lain; 6) penerbitan bank garansi; dan 7) produk dan/atau aktivitas penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. pembiayaan perdagangan (trade finance), yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) pembiayaan transaksi dalam negeri dengan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); 2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter of Credit (L/C); 3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan Letter of Credit (L/C); dan 4) jasa atau layanan pembiayaan perdagangan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank Umum sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; d. kegiatan treasury, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) jual beli Uang Kertas Asing (Bank Notes); 2) transaksi tunai valuta asing berupa transaksi tod, tom, dan spot; 3) transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, antara lain forward, swap, atau option dengan fitur, karakteristik dan underlying asset yang tergolong sederhana; 4) transaksi derivatif kompleks, antara lain transaksi forward, swap, atau option yang bersifat kompleks, structured products, dan credit derivative; dan 5) transaksi valuta asing dan derivatif lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; e. kegiatan ... - 4 - e. kegiatan keagenan dan kerjasama, yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) agen penjual reksa dana; 2) agen penjual SBN; 3) bancassurance model bisnis referensi, distribusi, dan integrasi; 4) payment point; dan 5) aktivitas keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; f. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking, yang terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa: 1) penyelenggara kliring; 2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar Bank (settlement); 3) penyelenggara transfer dana; 4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 5) penyelenggara uang elektronik (electronic money); 6) phone banking; 7) Short Message Services (SMS) banking; 8) mobile banking; 9) internet banking; dan 10) produk dan/atau aktivitas sistem pembayaran dan electronic banking lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. jasa atau layanan lain, yang terdiri dari aktivitas berupa: 1) penyediaan safe deposit box; 2) penerbitan traveller’s cheque; 3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll); 4) pengelolaan kas (cash management); 5) Layanan Nasabah Prima (LNP); 6) kustodian; 7) wali amanat; 8) penitipan dengan pengelolaan (trust); dan 9) jasa ... - 5 - 9) jasa atau layanan lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Bank yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada angka 4 dalam valuta asing terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan dalam valuta asing. 6. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada angka 4, Bank dapat melakukan: a. kegiatan penyertaan modal, berupa penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) yang bersifat mandatory atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan; dan/atau b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit berupa penyertaan modal oleh Bank pada perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan kredit (debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyertaan modal Bank. 7. Definisi atau karakteristik umum produk dan/atau aktivitas sebagaimana pada angka 4 mengacu pada Lampiran I. B. Cakupan Kegiatan Usaha Bank Umum Menurut BUKU 1. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan Bank pada masing-masing BUKU: a. BUKU 1 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah berupa kegiatan penghimpunan dana dan kegiatan penyaluran dana berupa produk dan/atau aktivitas dasar, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan terbatas, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit dan kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA). b. BUKU ... - 6 - b. BUKU 2 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing yang meliputi kegiatan penghimpunan dana, kegiatan penyaluran dana dengan cakupan yang lebih luas, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan treasury secara terbatas, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan lebih luas, kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan lebih luas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit. c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia. d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3 di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri. 2. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank sesuai dengan BUKU mengacu pada Lampiran II. III. PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BANK UMUM A. Ketentuan Umum Bank dapat menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas sebagaimana pada butir II.A.4 sebagai berikut: 1. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang merupakan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan pada masing-masing BUKU; 2. rencana penerbitan produk yang belum pernah diterbitkan dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya dicantumkan dalam rencana bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas tersebut; 3. penerbitan ... - 7 - 3. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang merupakan produk dan/atau aktivitas dasar tidak memerlukan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; 4. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang bukan merupakan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas tinggi, terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan 5. Bank menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Rincian mengenai produk dan/atau aktivitas sebagaimana dalam angka 1, angka 3, dan angka 4 mengacu pada Lampiran II. B. Produk dan/atau Aktivitas Baru 1. Produk dan/atau aktivitas baru merupakan produk dan/atau aktivitas Bank yang memenuhi kriteria berikut: a. tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank; atau b. merupakan pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Pengembangan yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan sebelumnya antara lain: 1) pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya: a) penerbitan surat utang dengan fitur yang berbeda dari surat utang sebelumnya, seperti penerbitan surat utang dengan fitur opsi konversi menjadi saham; atau b) penerbitan structured product dengan struktur, fitur, karakteristik, imbal hasil, jangka waktu dan/atau ... - 8 - dan/atau underlying asset yang berbeda dengan produk sebelumnya; dan/atau 2) pengembangan dari aktivitas kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya aktivitas bancassurance model bisnis referensi dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau integrasi sehingga mengakibatkan perubahan pada profil risiko aktivitas tersebut. 2. Produk dan/atau aktivitas baru yang tidak memerlukan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada butir A.3 antara lain meliputi: a. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dasar, berupa: 1) penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, dan pinjaman yang diterima; 2) penyaluran dana dalam bentuk kredit, pembelian surat berharga, penempatan pada Bank Indonesia, dan penempatan pada Bank lain; dan 3) trade finance, transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, dan aktivitas pemindahan dana (transfer); b. pengembangan dari produk dan/atau aktivitas dasar yang pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank; c. aktivitas penjualan produk yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, misalnya aktivitas agen penjual SBN; d. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya pembelian reksa dana pendapatan tetap dan pembelian surat berharga; dan e. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka pengelolaan likuiditas, antara lain penempatan antar Bank dan penerimaan pinjaman antar Bank. 3. Produk dan/atau aktivitas baru yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana pada butir A.4 adalah produk dan/atau aktivitas yang bukan merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau memiliki ... - 9 - memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain meliputi: a. penghimpunan dana berupa penerbitan surat utang, surat utang yang memiliki fitur ekuitas, dan sekuritisasi aset; b. aktivitas treasury berupa penerbitan derivative kompleks, structured product atau credit derivative; c. keagenan dan kerjasama berupa aktivitas bancassurance dan reksa dana; d. kegiatan sistem pembayaran antara lain berupa penyelenggara kliring, penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan penyelenggara uang elektronik (electronic money), phone banking, SMS banking, mobile banking, dan internet banking; dan e. jasa atau layanan lain seperti kustodian, wali amanat, dan trust. 4. Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis Bank menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran III huruf A, yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. jenis dan deskripsi umum produk dan/atau aktivitas baru; b. waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; c. tujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; d. keterkaitan produk dan/atau aktivitas baru dengan strategi bisnis Bank; e. f. risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; dan mitigasi risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru. 5. Dalam rangka penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. informasi ... - 10 - a. informasi umum mengenai produk dan/atau aktivitas baru meliputi antara lain nama produk dan/atau jenis aktivitas, rencana waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas, target pasar dan/atau nasabah, rencana atau target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama, informasi mengenai skim atau fitur produk yang akan diterbitkan atau penjelasan mengenai aktivitas yang akan dilaksanakan; b. manfaat dan biaya bagi Bank; c. manfaat dan risiko bagi nasabah; d. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures), organisasi dan kewenangan untuk menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru; e. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT); f. identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada produk dan/atau aktivitas baru; g. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas produk dan/atau aktivitas baru; h. dokumen atau konsep dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi antara lain perjanjian antara Bank dengan nasabah atau pihak lain, brosur, leaflet, prospektus, dan/atau formulir aplikasi; i. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi; j. dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas terkait, dalam hal produk dan/atau aktivitas Bank memerlukan persetujuan dari otoritas tersebut. Dalam hal dokumen dimaksud belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait. Selanjutnya setelah otoritas terkait menerbitkan persetujuan ... - 11 - persetujuan atau izin, Bank menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai kelengkapan dokumen; dan k. kesiapan dan hasil uji coba Bank (jika ada) atas produk dan/atau aktivitas baru. Informasi dan penjelasan dalam dokumen pendukung permohonan persetujuan rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru berpedoman pada Lampiran III.B. 6. Permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana pada angka 5 disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru. 7. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan. 8. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan. 9. Dalam hal produk dan/atau aktivitas baru tersebut harus mendapat persetujuan atau izin dari otoritas terkait sebagaimana diatur pada butir 5.j, penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut dapat dilakukan dalam hal Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan otoritas terkait. 10. Bank harus menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. 11. Dalam ... - 12 - 11. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 10 namun Bank tetap akan menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas baru, Bank menyampaikan kembali permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan. 12. Bank menyampaikan laporan realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk diterbitkan dan/atau aktivitas baru dilaksanakan. 13. Realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru dihitung sejak tanggal produk dan/atau aktivitas tersebut sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit memuat informasi dan penjelasan: a. jenis dan nama produk dan/atau aktivitas baru; b. tanggal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; dan c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru yang dilaksanakan dengan produk dan/atau aktivitas yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. IV. PERLAKUAN TERHADAP BANK UMUM YANG MENGALAMI PENURUNAN MODAL INTI 1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti Minimum sesuai BUKU selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan: a. rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU; atau b. rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU. 2. Rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sesuai BUKU paling sedikit menguraikan: a. penyebab penurunan Modal Inti; b. mekanisme dan tahapan pemenuhan Modal Inti; dan c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 3. Rencana ... - 13 - 3. Rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU paling sedikit menguraikan: a. produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan serta nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu terlama untuk produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan; b. rencana waktu penyelesaian akhir produk dan/atau aktivitas yang tidak sesuai; c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau stakeholders mengenai penghentian produk dan/atau aktivitas; d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU, dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah DKI Jakarta; atau b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. 5. Bank menyelesaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sebagaimana pada angka 2 paling lambat 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Bank yang tidak mampu memenuhi rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, harus menyampaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU sebagaimana dimaksud pada angka 3. 7. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha sebagaimana pada angka 3 sampai dengan berakhirnya sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas yang tidak sesuai dengan BUKU. Dalam hal sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas lebih dari 3 (tiga) tahun, Bank harus ... - 14 - harus menyelesaikan penghentian produk dan/atau aktivitas dimaksud paling lambat 3 (tiga) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. 8. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action plan) pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan: a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang diperkenankan pada BUKU, termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan; atau b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan. 9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual dan/atau melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan mulai bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti berdasarkan BUKU. 10. Ketentuan pada angka 1 tidak berlaku untuk Bank yang mengalami penurunan Modal Inti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut termasuk Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam hal mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha tertentu dengan pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional. V. TINDAK LANJUT PENGAWASAN 1. Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dalam hal berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan: a. produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan: 1) tidak ... - 15 - 1) tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk dan/atau aktivitas yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; 3) berpotensi meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank secara signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan dari nasabah; dan/atau 4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas produk yang diterbitkan dan/atau aktivitas yang dilaksanakan. Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan yang terjadi. 2. Bank yang diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas sebagaimana pada angka 1: a. harus segera menghentikan penawaran, penjualan dan/atau perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan; dan b. menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban kepada nasabah terkait produk yang telah diterbitkan dan/atau aktivitas yang telah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bank diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas. VI. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas produk dan/atau aktivitas tertentu, Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan kepentingan nasional terkait dengan dampak penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas antara lain untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional termasuk untuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh LPS. 2. Bank tidak diperbolehkan memasarkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas yang belum mendapatkan persetujuan Otoritas ... - 16 - Otoritas Jasa Keuangan dan/atau tidak tercatat dalam pembukuan atau administrasi Bank. 3. Dalam hal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank telah diatur secara khusus dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait lainnya seperti ketentuan mengenai structured product, agen penjual SBN, agen penjual reksa dana, aktivitas bancassurance, penitipan dengan pengelolaan (trust), pelaksana sistem pembayaran, alat pembayaran dengan menggunakan kartu, dan penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dimaksud juga mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan otoritas terkait lain yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut. 4. Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Bank yang sebelum tanggal 8 Maret 2013 telah melakukan Kegiatan Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU namun telah memperoleh persetujuan dari otoritas terkait atas rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang diajukan oleh Bank, melakukan penambahan modal dan/atau menyesuaikan Kegiatan Usaha: a. paling lambat akhir bulan Juni 2016; atau b. paling lambat akhir bulan Juni 2018 bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 2. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sebagaimana pada angka 1: a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang diperkenankan pada BUKU Bank termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait; b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait. c. Bank ... - 17 - c. Bank yang mengajukan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual, dan/atau melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan. 3. Bagi Bank yang telah menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas yang berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, tetap dapat menyelenggarakan produk dan/atau aktivitas tersebut tanpa harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan, sepanjang merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan menurut BUKU Bank. 4. Kewajiban penyampaian rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha tidak berlaku bagi Bank yang pada posisi akhir Desember 2012 tidak memenuhi persyaratan Modal Inti minimum sesuai BUKU namun mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait untuk tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha tertentu berdasarkan pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong perkembangan perekonomian nasional, termasuk Bank yang dalam penanganan atau penyelamatan oleh LPS. VIII. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 27/SEOJK.03/2016 </reg_id> <reg_title> KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title> <set_date> 14 Juli 2016 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date> <replaced_reg> '15/6/DPNP|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2016', '6/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi atau Pengurus Penyedia Jasa Keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /SEOJK.01/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH DI SEKTOR JASA KEUANGAN YANG IDENTITASNYA TERCANTUM DALAM DAFTAR TERDUGA TERORIS DAN ORGANISASI TERORIS Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 46 ayat (4) juncto Pasal 68 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6035 perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman pemblokiran secara serta merta atas dana nasabah di sektor jasa keuangan yang identitasnya tecantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. 2. Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme yang selanjutnya disingkat DTTOT adalah daftar nama terduga teroris dan organisasi teroris yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan ditetapkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. -2- 3. Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat PJK adalah PJK di Sektor Perbankan, PJK di Sektor Pasar Modal, dan PJK di Sektor Industri Keuangan Non Bank, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan. 4. Pendanaan Terorisme adalah pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pendanaan Terorisme. 5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah PPATK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. 6. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kelompok yang terorganisasi, baik yang merupakan badan hukum (legal person) maupun bukan badan hukum. 7. Dana adalah semua aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun, termasuk dalam format digital atau elektronik, alat bukti kepemilikan, atau keterkaitan dengan semua aset atau benda tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada kredit bank, cek perjalanan, cek yang dikeluarkan oleh bank, perintah pengiriman uang, saham, sekuritas, obligasi, bank draf, dan surat pengakuan utang. 8. Pemblokiran adalah tindakan mencegah pentransferan, pengubahan bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, atau pergerakan Dana untuk jangka waktu tertentu. II. PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH 1. Dalam rangka pencegahan dan penanganan tindak pidana Pendanaan Terorisme, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan kewenangan untuk mengeluarkan DTTOT berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk kemudian disampaikan kepada PJK melalui OJK disertai dengan permintaan Pemblokiran secara serta merta. -3- 2. OJK menyampaikan DTTOT serta setiap perubahannya disertai dengan permintaan Pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang perseorangan atau Korporasi dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia kepada PJK, melalui surat yang disampaikan secara elektronik. 3. Setelah diterimanya DTTOT dan permintaan Pemblokiran secara serta merta dari Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui OJK, PJK menindaklanjuti dengan: a. melakukan kegiatan pemeliharaan DTTOT; b. melakukan identifikasi dan pemeriksaan kesesuaian identitas orang perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT dengan database nasabah yang ada di PJK; c. melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana; dan d. melaporkan transaksi yang melibatkan orang perseorangan atau Korporasi yang identitasnya tercantum dalam DTTOT dalam bentuk laporan sebagai laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d merupakan bagian dari penerapan program pencegahan Pendanaan Terorisme. 4. Dalam melakukan Pemblokiran secara serta merta, PJK harus melakukan mitigasi risiko atas kemungkinan terjadinya false positive atau false negative, untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaksanaan Pemblokiran. 5. Yang dimaksud dengan false positive adalah kesalahan pelaksanaan Pemblokiran secara serta merta yang dilakukan oleh PJK yang dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK menemukan adanya kesesuaian sebagian informasi nasabah yang berada dalam database nasabah yang ada di PJK dengan identitas orang perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT. -4- Contoh: Database nasabah di PJK Zulkarnain  Santoso  Tentena, 21 Agustus 1976 Zulkarnaen  Santoso  Tentena, 21 Agustus 1967 DTTOT Kesesuaian/ Status Sesuai/ Blokir Kesalahan Zulkarnain ≠ Zulkarnaen Sesuai/ Blokir 21 Agustus 1976 ≠ 21 Agustus 1967 6. Yang dimaksud dengan false negative adalah kesalahan tidak dilakukannya Pemblokiran secara serta merta oleh PJK yang dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK menemukan adanya kesesuaian atas sebagian informasi nasabah yang berada dalam database nasabah yang ada di PJK dengan identitas orang perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT, namun kurang memperhatikan adanya kesesuaian seluruh informasi. Contoh: Database nasabah di PJK  Mohamad Iqbal  Lombok Timur, 17 Agustus 1958  Fihir alias Mohamad Iqbal  Lombok Timur, 17 Agustus 1958 DTTOT Kesesuaian/ Status Tidak Sesuai/ Tidak Blokir Kesalahan Fihir alias Mohamad Iqbal adalah sama dengan Mohamad Iqbal yang masuk DTTOT. -5- 7. Dalam rangka mitigasi risiko atas false positive dan false negative, PJK melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Pemeriksaan kesesuaian melalui pemisahan nama, nama alias, tempat tanggal lahir, kewarganegaraan, dan alamat yang tercantum dalam DTTOT. Contoh: Database nasabah di PJK  Khalifa Al-Subaiy  Bertempat tinggal di Manhattan Street DTTOT  Khalifa Manhattan Al- Subaiy Potensi Kesalahan Apabila tidak dilakukan pemisahan antara nama dan alamat, maka sistem informasi membaca kesesuaian secara keseluruhan dan berpotensi menimbulkan false positive. b. Pemeriksaan berulang dan mendalam dalam hal terdapat kesesuaian nama yang umum yang terdapat dalam database nasabah yang ada di PJK, seperti nama Muhammad, Mochammad, Agus, Bambang dan lain-lain, dengan nama yang tercantum dalam DTTOT. Pemeriksaan mendalam dapat dilakukan oleh PJK melalui pencarian informasi yang sumbernya dapat dipercaya, baik informasi yang bersifat tertutup, seperti informasi yang bersumber dari OJK, PPATK, aparat penegak hukum, maupun informasi yang bersifat terbuka, seperti informasi yang bersumber dari internet. 8. Dalam hal PJK melakukan false positive dan false negative, maka PJK wajib melakukan koordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Detasemen Khusus 88 Anti Teror. 9. Berdasarkan hasil mitigasi risiko, dalam hal terdapat kesamaan nama nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan nama yang tercantum dalam DTTOT sebagaimana dimaksud pada angka 5, PJK segera melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana yang dapat -6- dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh nasabah, dan melaporkannya sebagai laporan transaksi keuangan mencurigakan. 10. Pemblokiran secara serta merta sebagaimana dimaksud dalam angka 9, dilakukan sepanjang identitas orang perseorangan atau Korporasi tersebut tercantum dalam DTTOT. III. BERITA ACARA, LAPORAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH, DAN LAPORAN NIHIL 1. PJK yang melakukan Pemblokiran secara serta merta harus membuat berita acara Pemblokiran secara serta merta dan harus menyampaikannya kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan tembusan kepada OJK. 2. Penyampaian berita acara Pemblokiran secara serta merta sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan oleh PJK paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah waktu Pemblokiran secara serta merta. 3. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dibuat secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas paling sedikit: a. nama, jabatan, dan alamat pimpinan PJK; b. tanggal dilakukannya Pemblokiran secara serta merta; c. pernyataan telah dilakukan Pemblokiran secara serta merta; d. nomor DTTOT; e. surat permintaan Pemblokiran secara serta merta dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia melalui OJK; f. nama dan jabatan saksi yaitu pegawai pada PJK; g. bagi nasabah orang perseorangan, identitas nasabah orang perseorangan paling sedikit memuat nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan alamat; h. bagi nasabah Korporasi, identitas nasabah Korporasi paling sedikit memuat nama perusahaan, tanggal pendirian Korporasi, dan alamat Korporasi; i. nomor rekening nasabah meliputi nomor rekening tabungan, nomor rekening giro, nomor rekening efek, dan/atau nomor lain sesuai kebutuhan dan karakteristik PJK; j. saldo rekening terakhir atau nilai aset yang dimiliki atau dikuasai oleh nasabah yang dilakukan Pemblokiran secara serta merta; -7- k. jenis dan identitas aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dikelola atau yang berada dalam penguasaan PJK, yang dilakukan Pemblokiran secara serta merta; dan l. pernyataan berita acara Pemblokiran secara serta merta dibuat dihadapan saksi yaitu pegawai PJK. Format berita acara Pemblokiran secara serta merta mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 4. Laporan Pemblokiran secara serta merta dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas paling sedikit: a. tanggal dilakukannya Pemblokiran secara serta merta; b. pernyataan telah dilakukan Pemblokiran secara serta merta; c. nama nasabah; d. nomor rekening nasabah meliputi nomor rekening tabungan, nomor rekening giro, nomor rekening efek, dan/atau nomor lain sesuai kebutuhan dan karakteristik PJK; dan e. jenis aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dikelola atau yang berada dalam penguasaan PJK, yang dilakukan Pemblokiran secara serta merta. Format laporan Pemblokiran secara serta merta mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 5. Dalam hal PJK tidak menemukan adanya kesesuaian identitas nasabah yang terdapat dalam database dengan identitas orang perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT, PJK harus menyampaikan laporan nihil ke Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tembusannya ke OJK. Format laporan nihil mengacu pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini. 6. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil dibuat rangkap 1 (satu). 7. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil disampaikan kepada: -8- KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA DENSUS 88 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Jalan Trunojoyo Nomor 3 Jakarta atau email: dttot.report@gmail.com 8. Tembusan berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil disampaikan kepada: KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN Cq. KEPALA GRUP PENANGANAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME Gedung Sumitro Djojohadikusumo Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta 10710 atau email: apupptojk@ojk.go.id fax: 021 3857917 IV. KEBERATAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA Dalam hal terdapat nasabah yang menyampaikan keberatan atas pelaksanaan Pemblokiran secara serta merta kepada PJK maka PJK dapat menyampaikan informasi kepada nasabah atas mekanisme keberatan Pemblokiran secara serta merta yang mengacu pada Pasal 29 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, yaitu sebagai berikut: a. Nasabah dapat mengajukan keberatan terhadap pelaksanaan Pemblokiran secara serta merta yang dilakukan oleh PJK kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Keberatan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tembusan kepada PJK, dan dilengkapi dengan: 1) alasan yang mendasari keberatan disertai penjelasan mengenai hubungan atau kaitan pihak yang mengajukan keberatan dengan Dana nasabah yang diblokir; dan -9- 2) bukti, dokumen asli, atau salinan yang telah dilegalisasi yang menerangkan sumber dan latar belakang Dana nasabah. c. Dalam hal keberatan diterima, PJK menindaklanjuti dengan melakukan pencabutan Pemblokiran secara serta merta yang dituangkan dalam berita acara pencabutan Pemblokiran secara serta merta sesuai permintaan atau perintah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. d. Berita acara pencabutan Pemblokiran secara serta merta disampaikan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pencabutan Pemblokiran secara serta merta. e. Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada pada huruf a ditolak maka nasabah dapat mengajukan keberatan melalui gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. V. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Selain melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh nasabah yang identitasnya tercantum dalam DTTOT, PJK menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme tersebut kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah mengetahui adanya Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Pendanaan Terorisme tersebut sesuai Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. 2. Tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme sebagaimana dimaksud pada angka 1, mengacu pada peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai bagi PJK. 3. Dalam hal dilakukan Pemblokiran secara serta merta, terhadap Dana nasabah yang diblokir tersebut, tetap diberikan hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PJK. 4. Hak sebagaimana dimaksud pada angka 3 termasuk dalam Dana yang wajib dilakukan Pemblokiran secara serta merta. -10- VI. PENUTUP Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 2017 KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd MULIAMAN D. HADAD Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 38/SEOJK.01/2017 </reg_id> <reg_title> PEDOMAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH DI SEKTOR JASA KEUANGAN YANG IDENTITASNYA TERCANTUM DALAM DAFTAR TERDUGA TERORIS DAN ORGANISASI TERORIS </reg_title> <set_date> 18 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 18 Juli 2017 </effective_date> <related_reg> '12/POJK.01/2017 | Pasal 46 ayat (4) juncto Pasal 68' </related_reg>
- 1 - Yth. Direksi atau Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, di Tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12/SEOJK.07/2014 TENTANG PENYAMPAIAN INFORMASI DALAM RANGKA PEMASARAN PRODUK DAN/ATAU LAYANAN JASA KEUANGAN Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor 118 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431), dan kebutuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), Konsumen dan/atau masyarakat mengenai petunjuk pelaksanaan tentang penyampaian informasi dalam rangka pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan, perlu untuk mengatur ketentuan mengenai penyampaian informasi dalam rangka pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Iklan adalah suatu bentuk komunikasi melalui Media tentang produk dan/atau layanan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Media adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi tentang produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat. 3. Informasi Akurat adalah informasi berdasarkan kejelasan referensi yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 4. Informasi Jujur adalah informasi yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. 5. Informasi Jelas adalah informasi yang disampaikan secara lengkap. 6. Informasi Tidak Menyesatkan adalah informasi yang tidak menimbulkan perbedaan penafsiran antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam perjanjian. II. ITIKAD ... - 2 - II. ITIKAD BAIK KONSUMEN 1. PUJK berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. 2. Untuk memastikan itikad baik Konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 1, PUJK dapat: a. meminta Konsumen memenuhi kesepakatan antara Konsumen dan PUJK; b. meminta Konsumen mentaati ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi Konsumen dengan fakta yang sebenarnya. Misalnya identitas Konsumen yang sesuai dengan tempat tinggal Konsumen, apabila diperlukan melakukan survei yang memadai dan melakukan wawancara dengan Konsumen untuk meneliti dan meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang disampaikan oleh Konsumen; d. meminta Konsumen menandatangani Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa seluruh informasi dan/atau dokumen yang diberikan kepada PUJK adalah yang sebenar-benarnya. III. POKOK-POKOK PENGATURAN MENGENAI INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN 1. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat berdasarkan kejelasan referensi yang digunakan PUJK ketika menyampaikan informasi produk dan/atau layanan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Misalnya pernyataan sebagai produk dan/atau layanan yang menguntungkan harus dapat memberikan perbandingan ketika memberikan penjelasan kepada Konsumen dan/atau masyarakat atau dapat menggunakan penilaian dari lembaga independen yang melakukan penilaian dan mengungkapkan periode penilaiannya. 2. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jujur berdasarkan informasi yang sebenarnya tentang manfaat, biaya, dan risiko dari setiap produk dan/atau layanan. Informasi ini wajib disampaikan PUJK ketika melakukan kegiatan pemasaran, pada saat membuat perjanjian dengan Konsumen dan/atau masyarakat, dan jika terjadi perubahan ketika Konsumen menggunakan dan/atau memanfaatkan produk dan/atau layanan yang diberikan oleh PUJK. 3. PUJK ... - 3 - 3. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas berdasarkan informasi secara lengkap mengenai manfaat, biaya, dan risiko termasuk melakukan konfirmasi kepada Konsumen dan/atau masyarakat atas penjelasan yang diberikan. Konfirmasi Konsumen dan/atau masyarakat atas penjelasan yang telah diberikan oleh PUJK tersebut dilakukan dengan menandatangani pernyataan pada saat membuat perjanjian atau bukti lain yang menyatakan persetujuan konfirmasi, antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan PUJK. Informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas juga memperhatikan ketentuan yang berdasarkan prinsip syariah. 4. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang tidak menyesatkan sehingga tidak menimbulkan perbedaan penafsiran antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam perjanjian. Tanda asterisk (*) pada Iklan di Media hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut. Tanda asterisk (*) pada Iklan di Media tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan atau menyesatkan Konsumen dan/atau masyarakat tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk dan/atau layanan yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan hadiah suatu produk dan/atau layanan. 5. Kewajiban untuk menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 adalah termasuk menyediakan ringkasan informasi produk dan/atau layanan, kegiatan pemasaran dan Iklan serta hal lain yang dapat dipersamakan dengan itu. 6. PUJK wajib menyampaikan informasi mengenai realisasi penerbitan dan/atau perubahan fitur produk dan/atau layanan jasa keuangan yang memerlukan persetujuan dari OJK, paling lambat 7 hari kerja setelah produk dan/atau layanan dilakukan. Informasi tersebut disampaikan kepada Bidang Pengawasan terkait dengan tembusan kepada Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen – Otoritas Jasa Keuangan melalui surat dan email dengan alamat konsumen@ojk.go.id. IV. KETENTUAN MENGENAI INFORMASI YANG DIMUAT DALAM IKLAN DI MEDIA Dalam menyampaikan informasi yang dimuat dalam Iklan di berbagai media antara lain media cetak, media elektronik, media luar griya, atau yang dapat dipersamakan dengan itu, PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. Terhadap informasi dimaksud wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1. Bahasa ... - 4 - 1. Bahasa a. Iklan wajib disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh Konsumen dan/atau masyarakat. b. Iklan dilarang menggunakan kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “satu-satunya”, ”top”, kata berawalan “ter”, atau kata yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam hal menggunakan kata superlatif harus mencantumkan bukti atau sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. c. Iklan dilarang mencantumkan kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama, apabila Konsumen tetap membayar biaya lain terkait pembelian atau penggunaan produk dan/atau layanan PUJK. 2. Janji Pengembalian Uang Jika suatu Iklan menjanjikan pengembalian uang kepada Konsumen atas pembelian suatu produk dan/atau penggunaan layanan, maka syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kondisi yang harus dipenuhi, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. 3. Kesaksian Konsumen dan Anjuran a. Pemberian kesaksian dan anjuran hanya dapat dilakukan atas nama: 1) perorangan bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas; atau 2) perorangan yang mewakili Konsumen berbentuk badan hukum. b. Kesaksian Konsumen wajib dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Konsumen tersebut dan dilengkapi dengan identitas dan alamat pemberi kesaksian. c. Iklan yang memuat kesaksian Konsumen atau informasi dari tokoh terkenal, selebritis atau komentator media merupakan pengalaman yang benar dialami dan wajib disampaikan secara jujur, tanpa bermaksud mengungkapkan secara berlebihan, serta hanya memuat pendapat tentang produk dan/atau layanan tersebut secara wajar. 4. Ketersediaan hadiah Iklan yang menjanjikan hadiah tertentu, dilarang menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama. Iklan tersebut mencantumkan jumlah hadiah dan/atau jangka waktu tertentu yang disediakan oleh PUJK. 5. Proses yang sesuai dengan prosedur dan penawaran yang tidak menyesatkan: a. Iklan yang menjanjikan proses cepat dan instan wajib memperhatikan ketentuan dan prosedur baku yang berlaku. b. Iklan ... - 5 - b. Iklan wajib menyatakan secara jelas ketika menawarkan produk dan/atau layanan dengan manfaat tertentu yang berdiri sendiri dan tidak dapat diambil secara bersamaan. 6. Kinerja masa lalu dan proyeksi kinerja a. Iklan yang mencantumkan kinerja masa lalu wajib menyatakan bahwa kinerja masa lalu tidak berarti mengindikasikan proyeksi kinerja. b. Informasi terkait proyeksi kinerja hanya dapat digunakan dalam Iklan jika relevan dan ada dasar pijakan yang kuat untuk ditampilkan agar tidak menyesatkan. c. Iklan yang menyajikan proyeksi kinerja wajib mencantumkan disclaimer bahwa proyeksi tersebut tidak dijamin pasti akan tercapai. 7. Penggunaan Data Riset a. Data riset tidak boleh diolah sedemikian rupa atau dimanipulasi sehingga tampilannya dalam Iklan dapat menyesatkan Konsumen dan/atau masyarakat. b. Iklan yang mencantumkan sesuatu hasil riset wajib menyebutkan sumber datanya. V. LAYANAN INFORMASI PELAKU USAHA JASA KEUANGAN 1. PUJK wajib menyediakan berbagai sarana media komunikasi yang mudah untuk diakses oleh Konsumen dan/atau masyarakat yang paling kurang meliputi surat, email, telepon, faximile, dan website. 2. Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi dengan berbagai media maka PUJK wajib memastikan sarana komunikasi tersebut selalu dilakukan pengkinian dan dapat diakses. 3. Informasi yang disampaikan melalui website paling kurang memuat hal- hal sebagai berikut: a. company profile, yang secara lengkap diantaranya mencantumkan: 1) ijin dari Otoritas Jasa Keuangan atau otoritas lain sebelum terbentuknya OJK; 2) struktur organisasi dan nama pejabat PUJK minimal Komisaris, Direksi dan Kepala Wilayah; dan 3) jaringan, alamat, dan nomor telepon kantor wilayah/cabang; b. ringkasan informasi seluruh produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada Bab. VI Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; c. prosedur dan cara bertransaksi; d. informasi tatacara pelayanan dan penyelesaian pengaduan; e. penerapan ... - 6 - e. penerapan Tata Kelola Perusahaan yang termuat dalam Laporan Tahunan; dan f. informasi lainnya baik yang telah diwajibkan oleh peraturan lainnya maupun kebutuhan dari PUJK. 4. Dalam hal penyampaian informasi melalui sarana komunikasi pribadi (telepon, text message, email, dan yang dapat dipersamakan dengan itu) atau kunjungan langsung harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. komunikasi hanya dapat dilakukan pada hari Senin sampai dengan Sabtu diluar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 18.00 waktu setempat, kecuali atas persetujuan atau permintaan calon Konsumen atau Konsumen; b. menginformasikan nama PUJK dan menjelaskan maksud dan tujuan terlebih dahulu sebelum menawarkan produk dan/atau layanan PUJK; dan c. Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi pribadi berupa telepon: 1) PUJK wajib menyediakan dan menggunakan alat rekam suara; 2) jika diperlukan sebagai alat bukti adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh Konsumen dan PUJK di Pengadilan dan/atau diperlukan oleh Bidang Pengawas maka wajib disajikan dalam hasil cetakan dan/atau surat yang ditandatangani oleh Konsumen; dan 3) alat rekam suara yang menyampaikan persetujuan Konsumen yang disajikan dalam hasil cetakan dapat dipersamakan dengan pernyataan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh Konsumen. VI. PENYUSUNAN RINGKASAN INFORMASI MENGENAI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN 1. PUJK wajib menyusun dan menyediakan ringkasan informasi produk dan/atau layanan. 2. Ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan bukan merupakan dokumen perjanjian dan berbeda dengan dokumen penawaran seperti brosur dan leaflet. 3. Ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan wajib disampaikan pada saat: a. memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai hak dan kewajibannya; dan/atau b. membuat perjanjian dengan Konsumen. 4. Ringkasan informasi produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dibuat secara tertulis, sekurang-kurangnya memuat: a. nama ... - 7 - a. nama dan jenis produk dan/atau layanan Yang dimaksud dengan nama produk dan/atau layanan adalah sebutan yang digunakan oleh PUJK untuk menggambarkan produk dan/atau layanan. Sedangkan yang dimaksud dengan jenis produk dan/atau layanan adalah pengklasifikasian untuk mengelompokan produk dan/atau layanan yang digunakan oleh PUJK sesuai dengan jenis dan karakteristiknya. b. nama penerbit Yang dimaksud dengan nama penerbit adalah nama dari PUJK yang telah menerbitkan jenis produk dan/atau layanan tersebut. c. data ringkas Yang dimaksud dengan data ringkas adalah data yang menjelaskan mengenai karakteristik produk dan/atau layanan termasuk jangka waktu berlakunya produk dan/atau layanan. d. manfaat Yang dimaksud manfaat adalah sesuatu yang menguntungkan yang diperoleh dari pembelian suatu produk dan/atau pemanfaatan suatu layanan. Disamping itu, perlu dijelaskan antara lain metode pemberian manfaat, dan metode perhitungan manfaat berupa bunga atau bagi hasil. e. risiko Yang dimaksud dengan risiko adalah dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang yang terjadi dalam pemilikan, penggunaan dan/atau pemanfaatan produk dan/atau layanan. f. persyaratan dan tata cara Mekanisme dan/atau prosedur yang harus dipenuhi oleh Konsumen dalam menggunakan, membeli atau memanfaatkan produk dan/atau layanan. Informasi yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut: 1) Dokumen yang harus dipersiapkan Konsumen. Termasuk menyampaikan kewajiban Konsumen menyediakan informasi dan/atau data sesuai dengan kondisi sesungguhnya dan konsekuensi jika Konsumen tidak menyampaikan informasi dan/atau data yang sebenarnya; dan 2) Tata cara yang dapat ditempuh dalam hal terjadi pengaduan dalam pembelian produk dan/atau pemanfaatan layanan. g. biaya Yang dimaksud dengan biaya adalah segala sesuatu pembebanan secara finansial kepada Konsumen yang antara lain terdiri dari biaya pembukaan, biaya bunga, biaya asuransi, biaya provisi/komisi, denda, dan penalti. Disamping itu, perlu dijelaskan antara lain metode ... - 8 - metode pembebanan biaya, jumlah angsuran, jangka waktu pembayaran, metode penghitungan bunga dan penggunaan produk dan/atau layanan dalam satu paket dengan produk dan/atau layanan lain. h. Simulasi Yang dimaksud dengan simulasi adalah proses percontohan yang berdasarkan karakteristik produk dan/atau layanan beserta kondisi yang mempengaruhinya dengan menggunakan perhitungan tertentu. Simulasi yang diberikan wajib menggunakan beberapa skenario perhitungan yaitu perhitungan terbaiknya, perhitungan standar, dan perhitungan terburuknya. Disamping itu, dapat diungkapkan kinerja sebelumnya. i. informasi tambahan Dalam hal PUJK memiliki informasi selain informasi di atas maka dapat dimuat sebagai informasi tambahan. VII. PIHAK KETIGA YANG BERTINDAK UNTUK KEPENTINGAN PELAKU USAHA JASA KEUANGAN 1. PUJK wajib bertanggung jawab kepada Konsumen atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan PUJK, misalnya dalam hal memasarkan produk dan/atau layanan PUJK. 2. Pihak ketiga yang melakukan pemasaran wajib menyampaikan semua informasi dan data yang termuat dalam ringkasan informasi produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada bab VI angka 4 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 3. Pihak ketiga yang melakukan pemasaran wajib menyampaikan informasi dan data secara sederhana, sesuai dengan fakta, tidak mengandung unsur kebohongan/penipuan, dapat dimengerti oleh Konsumen dan tidak menimbulkan multi tafsir. VIII. KETENTUAN PERALIHAN Kewajiban mengenai penyampaian informasi melalui website sebagaimana diatur dalam Bab V angka 1, dilakukan paling lambat 31 Desember 2015. IX. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2014. Agar ... - 9 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 24 Juli 2014 ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN, Ttd KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 12/SEOJK.07/2014 </reg_id> <reg_title> PENYAMPAIAN INFORMASI DALAM RANGKA PEMASARAN PRODUK DAN/ATAU LAYANAN JASA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 24 Juli 2014 </set_date> <effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date> <related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988), dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771), serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: - 2 - I. KETENTUAN UMUM 1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat) BUKU, yaitu BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. 2. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. Bank yang termasuk kelompok BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA). 3. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 4. Bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 5. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek pengawasan terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang dilakukan Bank, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan persyaratan bagi Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING 1. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan Usaha Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dalam valuta asing. 2. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing BUKU sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank. 3. Dalam hal bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan kompleksitas yang tinggi maka Bank harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum melakukan penerbitan produk dan/atau aktivitas tersebut. Contoh produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan/atau kompleksitas - 3 - yang tinggi antara lain structured product dan produk keuangan luar negeri (offshore product). III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir; b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum syariah, dengan persyaratan dalam hal KPMM sesuai profil Risiko kurang dari 10% (sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling sedikit 10% (sepuluh persen). 2. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induk telah mendapat persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. - 4 - B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan tahun pengajuan permohonan. 2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum pada RBB paling sedikit memuat: a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi Bank, yang antara lain meliputi: 1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dan potensi permintaan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang mendukung perkembangan bisnis para nasabah Bank; dan 2) strategi Bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing untuk mendukung bisnis Bank secara umum; b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang akan dilakukan Bank; dan c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan: a. dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling sedikit meliputi: 1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas) bulan; 2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan mengacu pada ketentuan Otoritas - 5 - Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah; 3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure); 4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang digunakan; 5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan 6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar negeri; dan b. daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3 dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai unit usaha syariah. 5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan. 6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam proses memberikan persetujuan, batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan. 7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, persetujuan Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku. - 6 - 8. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka 7 namun Bank tetap akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, Bank harus menyampaikan kembali permohonan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan. IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN OTORITAS JASA KEUANGAN ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Penurunan Modal Inti Bank 1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka: a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti. Contoh: Bank “X” melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada posisi bulan Agustus 2017, modal inti Bank “X” adalah sebesar Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar rupiah). Pada posisi bulan September, bulan Oktober, dan bulan November 2017, modal inti Bank “X” mengalami penurunan menjadi sebagai berikut: Bulan Modal Inti September Oktober November Rp980.000.000.000,00 Rp995.000.000.000,00 Rp960.000.000.000,00 Dengan demikian, rencana tindak (action plan) Bank “X” sudah harus diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lambat akhir bulan Desember 2017. 3. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a paling sedikit menjelaskan: a. penyebab penurunan Modal Inti; - 7 - b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan tahapan untuk pemenuhan Modal Inti; dan c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 4. Rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b paling sedikit menjelaskan: a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang harus dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu; b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta waktu penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta asing, baik secara agregat maupun untuk masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing; c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah dan/atau pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai penghentian Kegiatan Usaha dalam valuta asing; dan d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa jangka waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing dengan batas waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Contoh : Pada tanggal 1 Desember 2017, rencana tindak (action plan) penyelesaian kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank “X” telah disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan tanggal 30 November 2020. Salah satu rencana tindak (action plan) terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan kepada PT “Y” dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2022 adalah target bahwa pada awal tahun 2020 kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank lain. 6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling lama 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. - 8 - 7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka: a. Bank dapat melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan; atau b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru sampai dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dalam hal terjadi pelanggaran terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan. 8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan harus menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 4. 9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dalam valuta asing. 10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan angka 9 meliputi: a. penerimaan nasabah baru; dan/atau b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing. 11. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dapat melakukan kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding (kewajiban, komitmen, dan/atau kontinjen) dalam valuta asing dengan tetap memperhatikan tahapan penurunan eksposur dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5, serta kepatuhan terhadap ketentuan lain seperti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai posisi devisa neto. - 9 - Contoh : Pada tanggal 3 Januari 2017, Bank “A” menyetujui pemberian kredit investasi dalam valas kepada PT “B” dengan plafon sebesar USD150.000 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika). Dikarenakan Bank “A” mengalami penurunan modal inti tiga bulan berturut-turut, Bank “A” mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 3 Oktober 2017. Sampai dengan tanggal tersebut PT “B” telah melakukan penarikan atas fasilitas kredit tersebut sebesar USD100.000 (seratus ribu dolar Amerika). Dengan demikian, Bank “A” masih memiliki komitmen kepada PT “B” berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar USD50.000 (lima puluh ribu dolar Amerika) yang rencana penarikannya diajukan PT “B” pada tanggal 18 November 2017. Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang hanya tersedia sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu dolar Amerika), Bank “A” memutuskan untuk memenuhi kekurangan dana valuta asing sebesar USD20.000 (dua puluh ribu dolar Amerika) dengan menggunakan sumber dana pihak ketiga dalam rangka memenuhi komitmen terhadap PT “B”. B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing 1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak (action plan). 2. Otoritas Jasa Keuangan mencabut persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing telah berakhir. V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF) 1. Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan antara 2 (dua) Bank atau lebih, Bank hasil penggabungan atau peleburan tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam hal: - 10 - a. paling sedikit terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan penggabungan atau peleburan telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum penggabungan atau peleburan dilakukan; b. Bank hasil penggabungan atau peleburan telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b; dan c. Bank hasil penggabungan atau peleburan memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana penggunaan persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki oleh salah satu bank peserta penggabungan atau peleburan. 2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK menjadi Bank Umum Syariah (BUS) dan BUK dimaksud telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. 3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang menjadi induknya, diatur sebagai berikut: a. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan pemisahan (spin off) menjadi BUS maka BUS hasil pemisahan (spin off) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. b. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan pemisahan (spin off) dan pada saat yang sama bergabung dengan BUS atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha (konversi) menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah - 11 - memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan. VI. KETENTUAN LAIN – LAIN 1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3 dan pemberitahuan untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir V, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Bank Umum Konvensional 1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta. 3. Pengajuan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai berikut: a. Bank Umum Konvensional 1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank. - 12 - b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau 2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Dalam hal Bank yang dimiliki Pemerintah Daerah telah memiliki izin sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing namun belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum yaitu sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), wajib mengajukan rencana tindak (action plan) untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau meningkatkan Modal Inti paling lambat akhir bulan Juni 2018 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. 2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang tidak dapat memenuhi persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, dapat melakukan kegiatan sebagai PVA sepanjang mendapatkan persetujuan sebagai PVA dari Otoritas Jasa Keuangan. VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/27/DPNP perihal Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. - 13 - Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd NELSON TAMPUBOLON Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 33/SEOJK.03/2017 </reg_id> <reg_title> PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING </reg_title> <set_date> 7 Juli 2017 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2017 </effective_date> <replaced_reg> '15/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg> <related_reg> '18/POJK.03/2016', '24/POJK.03/2015', '65/POJK.03/2016', '6/POJK.03/2016' </related_reg>
Yth. Direksi Emiten dan Perusahaan Publik di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/SEOJK.04/2015 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN Sehubungan dengan Peraturan Nomor VIII.G.7, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik juncto Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan, serta memperhatikan penerbitan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 31: Interpretasi Atas Ruang Lingkup PSAK 13: Properti Investasi, perlu menetapkan pencabutan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal, Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai kewajiban penyampaian laporan keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. 2. Bahwa Standar Akuntansi Keuangan, yang selanjutnya disebut dengan SAK adalah Pernyataan dan Interpretasi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan -2- Indonesia (IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya. 3. Bahwa mengingat belum terdapat SAK yang mengatur secara khusus mengenai perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi yang disewakan dan dalam rangka memberikan pedoman kepada Emiten atau Perusahaan Publik sehingga terdapat keseragaman dalam perlakuan akuntansi atas aset dimaksud, pada tanggal 1 September 2015 Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan. 4. Bahwa pada tanggal 18 November 2015 DSAK-IAI telah menerbitkan ISAK 31: Interpretasi Atas Ruang Lingkup PSAK 13 yang membatasi definisi bangunan sebagaimana dimaksud dalam PSAK 13 sehingga dapat digunakan sebagai pedoman oleh Emiten atau Perusahaan Publik dan/atau entitas anaknya dalam perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi yang disewakan. 5. Bahwa dengan terbitnya ISAK 31, Otoritas Jasa Keuangan memandang perlu untuk menegaskan bahwa Emiten atau Perusahaan Publik dan/atau entitas anaknya wajib mengikuti ketentuan SAK terkini atas aset menara telekomunikasi yang disewakan, sehingga perlu untuk mencabut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan. II. PENETAPAN PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/SEOJK.04/2015 Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka I, maka Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. III. KETENTUAN PENUTUP 1. Dengan dicabutnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan, ISAK 31 berlaku untuk -3- penyusunan laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan mulai tahun 2018. 2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PASAR MODAL, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana NURHAIDA
<reg_type> SEOJK </reg_type> <reg_id> 36/SEOJK.04/2016 </reg_id> <reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/SEOJK.04/2015 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN </reg_title> <set_date> 5 September 2016 </set_date> <effective_date> 5 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '27/SEOJK.04/2015' </replaced_reg> <related_reg> 'Kep-347/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VIII.G.7', '8/UU/1995 | Pasal 69 ayat (2)', '27/SEOJK.04/2015' </related_reg>
DIREKSY BANK INDONESIA NO. 23/88/KEP/DIR SURAT KEBUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK DIREKSI BANK INDONESIA, Minimbang : a. bahwa garansi bank merupakan produk perbankan yang diperlukan dalam rangka memperlancar lalw. lintas barang dan jasa serta perdagangan surat-surat berharga; b. bahwa pemberian garansi oleh bank perlu dilaksanakan sesuai dengan azas-azas perbankan yang sehat; c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan mengenai pemberian garansi oleh bank. : Mengingat : 1. Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Po- kok-Pokok Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 No. 34, Tambahan Lemba- ran Negara Republik Indonesia No. 2842). 2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 No. 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 2865). 3. Keputusan 211 BI. 100 D (A48)- 100 - 2 - ‘82 - DG. DIREKSY BANK INDONESIA Halaman 0.0 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1991 tentang Penerimaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerbitan Jaminan Bank Untuk Penerimaan Pinjaman Luar Negeri oleh Bank Milik Negara dan Bank Pembangunan Daerah yang Ditetapkan Sebagai Bank Devisa. 4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep. 792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Pengawasan dan Pembinaan terhadap Lembaga Keuangan Bukan Bank. 5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 279/KMK.01/1991 tanggal 18 Maret 1991 tentang Penerimasan Pinjaman Luar Negeri dan Penerbitan Jaminan Bank Untuk Penerimaan Pinjaman Luar Negeri oleh Bank Devisa. MEMUTUSZ KAN : Mencabut { SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA NO. 11/110/KEP/DIR/UPPB TANGGAL 29 MARET 1977 TEN- TANG PEMBERIAN JAMINAN OLEH BANK DAN PEMBERIAN JAMINAN OLEH LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK. Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK Pasal 1 Dalam surat keputusan ini yang dimaksud dengan (1) Bank adalah bank umum, bank pembangunan, dan bank tabungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, serta Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang didirikan atas dasar Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Pengawasan dan Pembinaan Terhadap Lembaga Keuangan Bukan Bank. (2) Kantor cabang bank di luar negeri adalah unit usaha dari bank tersebut pada ayat (1) yang menjalankan kegiatan operasional di luar negeri. (3) Garansi adalah a. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cidera janji (wan-prestasi}. b. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga © 213 81-101 D (A4B) -27r-7-88 - MT oyRekss BANK INDONESIA Hafamar ._.. berharga - seperti aval dan endosemen dengan hak regres yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila pihak yang dijamin cidera janji (wan- prestasi). ¢. Garansi lainnya yang terjadi karena per- janjian bersyarat sehingga dapat menim- bulkan kewajiban finansial bagi bank. Pasal 2 (1) Garansi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 agat (3a) yang diterbitkan oleh bank dapat berupa Caransi Bank atau Standby Letter of Credit (Standby L/C). (2) Garansi Bank diterbitkan dengan memuat syarat-syarat sekurang-kurangnya sebagai berikut a. Judul "Garansi Bank" atau "Bank Garansi." b. Nama dan alamat bank pemberi garansi. ¢. Tanggal penerbitan Garansi Bank. d. Transaksi antara pihak yang di jamin dengan penerima garansi. e. Jumlah uang yang dijamin oleh bank. f. Tanggal 214 BI-101 0 (A4B) - 100 ¢- 11-82. DOW ~ OIREKS! BANK INDONESIA Halaman .... f. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya Garansi Bank. g. Penegasan batas waktu péengajuan claim. h. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebih dahulu menyita dan menjual benda-benda si berutang untuk melunasi hutangnya sesuai dengan puual 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, atau pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewa- nya untuk menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnya sesuail dengan pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (3) Penerbitan Standby L/C tunduk pada ketentuan Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (UCP). (4) Garansi Bank dan Standby L/C tidak memuat a. Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya Garansi Bank atau Standby L/C, dan atau b. Ketentuan bahwa Garansi Bank atau Standby L/C dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak. ou ns 0s 9 - fw 215 BI-101 0 (448) - 1007-11-82. DW DIREKSI SANK “INDONESIA Halaman, ...2._ Pasal 3 (1) Garansi dalam bhentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (3b) dapat berupa aval atau endosemen dengan hak regres. (2) Pemberian garansi tersebut pada ayat (1) pasal ini berlaku sejak tanggal dilakukannya pembubuhan tanda tangan oleh bank, dan berakhir apabila a. telah ada pembayaran dari debitur, baik = dalam hal tidak terjadi protes maupun dalam hal terjadi protes yang kemudian diterima; b. tidak diterima pemberitahuan protes dalam tenggang waktu dan menurut ketentuan yang ditetapkan .dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; c. tenggang waktu penuntutan pembayaran menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah kadaluwarsa, dalam hal diterima pemberitahuan protes sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Pasal 4 (1) Pemberian garansi dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (3c) dapat berupa surat yang dapat menimbulkan kewajiban membayar suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin cidera janji (wan-prestasi) atau berupa Letter of Credit (L/cj. (2) Pemberian garansi tersebut pada ayat (1) pasal ini mulai berlaku pada saat penandatangan garansi dan berakhir pada saat realisasi garansi dalam hal syarat perjanjian dipenuhi atau pada saat tidak dipenuhi syarat perjanjian. (3) Penerbitan L/C tunduk pada ketentuan Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (uce). “ Pasal 5 (1) Bank dapat memberikan garansi baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. (2) Pemberian garansi untuk penerimaan kredit dari luar negeri hanya dapat dilakukan dengan jumlah seluruhnya setinggi-tingginya 20% dari modal. (3) Dalam perhitungan jumlah garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini termasuk pula garansi yang dikeluarkan kantor-kantor bank yang bersangkutan di luar negeri. (4) Garansi untuk penerimaan kredit dari luar negeri yang telah diberikan sebelum berlakunya surat keputusan ini dan jumlah seluruhnya melebihi batas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus disesuaikan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 1991. Pasal 6 Bank dalam memberikan garansi harus mengadakan penilaian atas bonafiditas dan reputasi pihak vang dijamin. Pasal 7 (1) Pemberian garansi térkena ketentuan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM). (2) Penghitungan pemberian garansi dalam BMPK dan KPMM dilakukan secara gabungan sehingga meliputi pemberian garansi oleh kantor bank baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pasal 8 (1) Penerbitan Garansi Bank atau Stanby L/C atas permintaan bukan penduduk hanya diperkenankan apabila disertai dengan a. Kontra garansi dari bank di luar negeri yang bonafide. Dalam pengertian bank tersebut tidak termasuk cabang bank yang bersangkutan di luar negeri, atau b. Setoran sebesar 100% dari nilai garansi yang diberikan. (2) Bank dilarang bertindak sebagai penjamin emisi efek. Pasal 9 (1) pelanggaran terhadap ketentuan dalam surat keputusan ini dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan pada Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) di samping dikenakan sanksi tersebut pada ayat (1) pasal ini juga dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar 3% sebulan dari nilai nominal pelanggaran. Pasal 10 (1) Surat Keputusan ini mulai berlaku pada saat ditetapkan. (2) Pelaksanaan surat keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Maret 1991 DIREKSI Z BANK INDONESIA : [CS CASS = ADRIANUS MOOY SUJTTNO SISWAIDAGDO 220 UKU/PPKr 81-101 0 (A48) - 100¢- 11-82 - OW
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 23/88/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991 </reg_id> <reg_title> PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK </reg_title> <set_date> 18 Maret 1991 </set_date> <effective_date> 18 Maret 1991 </effective_date> <replaced_reg> '11/110/KEP/DIR/UPPB|SKDIR-BI/1977' </replaced_reg> <related_reg> '14/UU/1967', '13/UU/1968', '15/KEPPRES/1991', '792/MK/IV/12/1970|KEP-MENKEU/1970', '280/KMK.01/1989|KEP-MENKEU/1989', '279/KMK.01/1991|KEP-MENKEU/1991' </related_reg> <penalty_list> 'Pasal 9' </penalty_list>
BANK INDONESIA DIREKSI No. 32/53/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, Menmimbang : a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Baok, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan tentang tata cara pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank umum; b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk menetapkan peraturan tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usatia, Perbubaian Dan Likuidasi Bank Umum dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962. tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tawmbahan Lembaran “Negara Nomor 2387); 2. Undang-undand’E, (fo 611000 (48) - 100 1-208. SAP. DIREKSI BANK INDONESIA Menetapkan BI-1010 (A4B) - 120 - 2- 98 - KP 2 Halaman . . = 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah divbah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); 6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal {Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3831); MEMUTUSKAN : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini-dengan: a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomwor 10 Tahun 1998; . Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri adalah bank yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri; . Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri adalah kantor cabang yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusatnya di luar negeri dan mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia; . Kreditur adalah setiap pihak yang memiliki piutang atau tagihan kepada Bank, termasuk nasabah penyimpan dana; . Pengurus Bank adalah direksi dan dewan komisaris bagi Bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas atau yang dipersamakan dengan itu bagi Bank yang berbentuk hukum koperasi atau perusahaan daerah, atau pimpinan Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri; © Tim Pengelola Sementara adalah pihask yang menjalankan fungsi direksi Bank sampai dengan terbentuknya Tim Likuidasi apabila direksi Bank yang dicabut izin usahanya tidak bersedia melaksanakan fugas dan kewajiban atau dalam keadaan tidak hadir; . Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris, termasuk dalam pengertian ini adalah Rapat Anggota bagi badan hukum berbentuk Koperasi; . Likuidasi Bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban Bank sebagai akibat pencabutan izin usaba dan pembubaran badan hukum Bank; i. Tim Likuidasi adalah tim yang bertugas melakukan Likuidasi Bank yang dicabut izin usahanya; j. Tim Penyelesai adalah tim yang dibentuk oleh Bank Indonesia dengan tugas. melakukan -penyelesaian seluruh hak dan kewajiban Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, yang dicabut izin usahanya, . Neraca Penutupan adalah iaporan keuangan yang memuat posisi kekayaan dan kewajiban Bank termasuk rekening administratif pada tanggal pencabutan izin usaha yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; . Neraca Verifikasi adalah neraca awal yang dibuat oleh Tim Likuidasi berdasarkan Neraca Penutupan Bank Dalam Likuidasi, yang memperhitungkan/memuat sekurang-kurangnya: 1. posisi harta kekayaan berdasarkan nilai aktual yang diperkirakan dapat direalisasikan; 2. posisi kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan tagihan atau piutang oleh Kreditur. . Neraca Akhir Likuidasi adalah neraca yang memuat posisi kekayaan dan kewajiban Bank setelah Tim Likuidasi menyelesaikan seluruh tugasnya, yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. BAB II PENCABUTAN IZIN USAHA DAN PEMBUBARAN BADAN HUKUM Pasal 2 ~ Pencabutan izin usaha Bank dilakukan oleh Direksi Bank Indonesia apabila: a. tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank; atau b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank dapat membahayakan sistem perbankan; atau c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham Bank. Pasal 3 Pencabutan izin usaha Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri dilakukan oleh Direksi Bank Indonesia berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf'b atau: a. terdapat permintaan kantor pusat Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri; atau b. izin usaha kantor pusat Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri dicabut dan/atau kantor pusat dimaksud dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang di negara sctempat. Pasal 4 Pencabutan izin usaha yang dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf b atau Pasal 3 huruf b, ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank indonesia yang memuat antara lain: a. penetapan pencabutan izin usaha; b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantor-kantomya; c. perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengurus Bank wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; d. perintah pelaksanaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 kecuali bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri. Pasal 5 (1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf ¢, atau Pasal 3 hurul a, hanya dapat diberikan apabila Bank atau Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri yang bersangkutan telah menyelesaikan © kewajibannya kepada seluruh Kreditur atau menyediakan dana sekurang-kurangnya sebesar kewajiban Bank atau Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri yang belum diselesaikan. (2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang memuat antara lain: a. penetapan pencabutan izin usaha; b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantor-kantornya; c. perintah pelaksanaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 kecuali bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri. Pasal 6 (1) Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 kepada Bank atau Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri. (2) Bagi Bank yang telah terdaftar di pasar modal, tembusan surat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal. (3) Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. (4) Bagi Bank yang memiliki kantor di {war negeri, pencabutan izin usaha diberitalukan oleh Bank Indonesia kepada otoritas berwenang di tempat kedudukan kantor tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. (5) Bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, pencabutan izin usaha diberitahukan olch Dircksi Bank Indonesia kepada otoritas negara asal selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pasal 7 Bank yang dicabut izin usahanya wajib menutup seluruh kantor-kantornya untuk umum dan menghentikan segala kegiatan perbankan, sejak tanggal pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 8 Sejak tanggal pencabutan izin usalia, Pengurus Bank dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset dan kewajiban Bank, kecuali atas persetujuan dan/atau ‘penugasan Bank Indonesia dan untuk: a. pembayaran gaji pegawai yang terutang; b. pembayuran biayu kantor; c. pembayaran kewajiban Bank kepada nasabah penyimpan dana dengan menggondkan dana lembaga penjainin simpanan. Pasal 9 Tugas-tugas yang wajib dilaksanakan oleh direksi Bank setelah dilakukan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 antara lain: a. menyusun Neraca Penutupan yang belum diaudit; b. mempersiapkan calon anggota Tim Likuidasi untuk mendapat persetujuan Bank Indonesia sebelum diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham; c. mempersiapkan pemutusan hubungan kerja dengan pegawai; d. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, kecuali bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri. Pasal 10 (1) Dalam hal direksi Bank yang dicabut izin usabanya tidak bersedia melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, atau direksi Bank dalam keadaan tidak hadir, Bank Indonesia membentuk Tim Pengelola Sementara. (2) Tim Pengelola Sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjalankan fungsi dircksi Bank sampai terbentuknya Tim Likuidasi, dengan tugas- tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal Pasal 11 (1) Bank wajib menyampaikan Neraca Penutupan yang belum diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. (2) Penyampaian Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disertai dengan daftar rincian aset dan kewajiban. Pasal 12 (1) Neraca Penutupan sebagaimana 'dimaksud dalam Pasal 9 huruf a wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bank Indonesia. (2) Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari sejak tanggal terbeatuknya Tim Likuidasi. Pasal 13 (1) Bank yang dicabut izin usahanya wajib melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d untuk memutuskan sekurang-kurangnya: a. pembubaran badan hulum Bank; dan b. pembentukan Tim Likuidasi. (2) Penyclenggaraan Rapat Umum Pemegang Salam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pasal 14 (1) Apabila Rapat Umum Pemwegang Saban tidak dapat diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam - Pasal 13 ayat (2) atau diselenggaraken namun tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum Bank dan pembentukan Tim Likuidasi, Direksi Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang memuat: a. pembubaran badan hukum Bank; b. penunjukan Tim Likuidasi dengan susunan dan nama-nama anggota yang diusulkan oleh Bank Indonesia; c. perintah pelaksanaan likuidasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan d. perintah agar Tim Likuidasi mempertanggung jawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank Indonesia. (2) Penmintaan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan susunan dan nama calon anggota Tim Likuidasi. (3) Penyampaian permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya batas waktu penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 15 (1) Scbelum menyelenggarakan Rapat Umum Pemicgang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Bank yang dicabut izin usahanya wajib menyampaikan nama calon anggota Tim Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha dan wajib dilampiri dengan : a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau fotokopi paspor; b. riwayat hidup; c. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm; d. surat pernyataan pribadi (personal statement) yang menyatakan tidak pemah melakukan kegiatan tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaha lainnya dan/atan tidak pernah dihulum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan. (2) Calon anggota Tim Likuidasi wajib terlebih dahulu mempernieh persetujuan Bank Indonesia. (3) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah Bank Indonesia menerima nama-nama calon anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Bank Indonesia tidak memberikan tanggapan, ‘maka nama-nama dimaksud dianggap telah disetujui untuk diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 16 Apabila Rapat Unum Pemegang Saham tidak berhasil diselenggarakan atau tidak berhasil membuat keputusan pembubaran badan hukum Bank atau pembentukan Tim Likuidasi, direksi Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Rapat Umum Pemegang Saham yang dijadwalkan disertai dengan alasannya. Pasal 17 (1) Anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dapat terdiri dari: a. pihak lain yang bukan Pengurus Bank atau pemegang sahaim; b. campuran antara pihak lain dengan satu atau dua orang yang mewakili Pengurus Bank dan/atau pemegang saham, sepanjang wakil Pengurus Bank dan pemegang saham tidak melebihi 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota Tim Likuidasi; atau ¢. Pengurus Bank dan/atau pemegang saham sepanjang Likuidasi Bank dilakukan atas permintaan pemilik dan/atau pemegang saham, dengan memperhatikan keahlian yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan likuidasi. (2) Jumlah anggota Tim Likuidasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang. (3) Salah satu anggota Tim Likuidasi yang ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau pengadilan untuk menjabat sebagai ketua lim Likuidasi diberi wewenang untuk bertindak mewakili Tim Likuidasi. Pasal 18 Sejak fanggal berita acara Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau tanggal penctapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bank disebut sebagai “Bank Dalam Pasal 19 (1) Bank Indonesia melakukan pengawasan atas pelaksanaan pembubaran badan hukum Bank dan Likuidasi Bank. (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pengawasan langsung dan tidak langsung yang dilakukan dengan: a. meneliti laporan yang disampaikan oleh Tim Likuidasi; b. melakukan pengawasan langsung . - atas pelaksanaan Likuidasi Bank. BAB II LIKUINAST Bagian Pertama Umum Pasal 20 Sejak terbentuknya Tim Likuidasi: a. fanggung jawab pengelolaan Bank beralih dari Pengurus Bank kepada Tim Likuidasi; b. Pengurus Bank: 1. menjadi non akiif namun tetap berkewajiban untuk setiap saat memberikan segala data dan bantuan yang diperfukan oleh Tim Likuidasi; 2. tidak diperkenankan mengundurkan diri sebelum Likuidasi Bank selesai, kecuali atas persetujuan Bank Indonesia; 3. menerima penghasilan dari Bank yang ditetapkan oleh Tim Likuidasi dengan persetujuan Bank Indonesia, = sepanjang melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Pasal 21 Tim Likuidasi wajib menyampaikan laporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham termasuk susunan Tim Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelabh Rapat Umum Pemegang Saham diselenggarakan. Pasal 22 (1) Tim Likuidasi wajib melaksanakan tugasnya secara efisien dan efektif sehingga dapat menyelesaikan Likuidasi Bank dalam waktu singkat. (2) Apabila penyelesaian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengalumi tingkat kesulitan yang tinggi maka jangka waktu yang diperkenankan adalah selama-lamanya 5 (lima) tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi. (3) Apabila Likuidasi Bank tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penjualan harta Bank dilakukan secara lelang. (4) Pelaksanaan lelang scbagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Kantor Lelang Negara atau lembaga lain atas permohonan Tim Likuidasi dengan menggunakan metode harga penawaran tertinggi. (5) Pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diselesaikan selambat- lambatnya dalam Jangka wakiu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhimya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 23 (1) Honor Tim Likuidasi yang termasuk salah satu komponen biaya likuidasi ditetapkan deugau juuilah tertentu dan/atau persentase tertentu dari setiap hasil pencairan harta kekayaan Bank. (2) Honor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan kondisi aset Bank yang akan dilikuidasi. (3) Pembayaran honor kepada Tim Likuidasi dilakukan sampai dengan berakhimya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat {1) atau ayat (2). (4) Apabila pelaksanaan likuidasi Bank ditkuti dengan penjualan aset secara lefang, Tim Likuidasi dapat menerima persentase tertentu dari hasil lelang, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 24 Bank Indonesia memberhentikan anggota Tim Likuidasi yang dibentuk berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 dan menunjuk penggantinya apabila anggota Tim Likuidasi . yang bersangkutan: a. mengundurkan diri; b. berhalangan tetap; c. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik; atau d. terbukti melalaskan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Tugas, Wewenang, dan Tanggungjawab Tim Likuidasi Pasal 25 (1) Tugas Tim Likuidasi meliputi: a. mendaftarkan dan mengumumkan pembubaran badan hukum Bank; b. melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi; ¢. menentukan cara likuidasi; d. menyusun rencana kerja dan anggaran biaya; e. menyusun rencana dan imelaksanakan pencairan harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi, termasuk rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur; f. meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas Neraca Penutupan per tanggal pencabutan izin wusaha, yang belim diaudit; . menyusun Neraca Verifikasi; a h. membagikan sisa harta kepada para pemegang saham; i. menitipkan Lagian yung belum diambil oleh Kreditur kepada Bank yang disetujui oleh Bank Indonesia; j. menyusun Neraca Akhir Likuidasi; k. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi; 1. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia; m. mengumumkan dan mendaftarkan berakhimya Likuidasi Bank; n. melakukan tugas-tugas lain yang dianggap perlu untuk mendukung pelaksanaan Likuidasi Bank. (2) Wewenang Tim Likuidasi meliputi: a. melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap para debitus; melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur; mewakili Bank Dalam Likuidasi di dalam dan di luar pengadilan; memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai, mempekerjakan = pegawai sebagal tenaga pendukang Tim Likuidasi; meminta bantuan konsultan dalam pelaksanaan Likuidasi Bank; melakukan pemanggilan kepada para Kreditur; meminta pengadilan untuk membatalkan segala perbuatan hukwm Bank, yang mengakibatkan kerugian harta Bank yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha; mengajukan gugatan atau tuntutan kepada Pengurus dan/atau pemegang saham Bank yang turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi Bank atau menjadi penyebab kegagalan Bank; melakukan tindakan lain dalam rangka pelaksanaan Likuidasi Bank. (3) Tanggung jawab Tim Likuidasi meliputi: a. pengambilaiihan tangeung jawab - pengelolaan dari Pengurus Bank sejak terbentuknya Tim Likuidasi; perianggungjawaban pelaksanaan Likuidasi Bank; C. pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Pasal 26 Dalam rangka melaksanakan tugas mendaftarkan dan mengununikan pembuburen badan hukum Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, Tim Likuidasi wajib: a. mendaftarkan pembubaran badan hukum Bank dalam daftar perusahaan kepada instansi berwenang; b. memberitahukan pembubaran badan hukum Bank kepada instansi berwenang; ¢. mengumumkan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam Berita Negara Republik Indonesia; d. mengunuuikan © pembubaran badan hukum Bank dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya 7 (tujuh) had sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham atau penetapan pengadilan untizk pembubaran badan hukum Bank. Pasal 27 Apabila dalam melakukan tugas inventarisasi kekayaan dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) hwuf b, diketahui terdapat hata kekayaan yang diterima Bank dalam kegiatan penitipan atau dalam kedudukan sebagai kustodian, berlaku ketenman sebagai berilout: a. harta kekayaan dimaksud wajib dipisahkan dari harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi; b. harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dikembalikan kepada pihak yang berhak selambat-lambatnya dalam jangka waktn 30 (tiga puluh) hari sejak selesainya inventarisasi kekayaan dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi; c. dalam hal pengembalian harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b karena alasan yang sah tidak dapat dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib menitipkan harta kekayaan dimaksud pada Bank lain dengan persetujuan Bask Indonesia; d. pengertian kegiatan penitipan meliputi penyediaan tempat untuk menyimpan. barang berupa safe deposit box, sedangkan kegiatan kustodian merupakan kegiatan penitipan dana atau surat berharga untuk kepentingan nasabah berdasarkan suatu kontrak. Pasal 28 Dalam rangka melaksanakan tugas menentukan cara iikuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berkut: a. pelaksanaan Likuidasi Bank dilakukan dengan cara: 1. mencairkan harta dan/atau menagih piutang debitur ditkuti dengan pembayaran kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau 2. mengalihkan selurub harta dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi sebagai satu kesatuan kepada pihak lain; b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 dilaksanakan dengan persetujuan Bank Indonesia; c. persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pihek lain untuk monycicsaikan kewajiban Bank Dalam Likuidasi terhadap Kreditur; d. selama proses likuidasi menurut cara yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlangsung, Tim Likuidasi dapat mengubah cara likuidasi yang digunakan dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Pasal 29 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. rencana kerja dan anggaran biaya, sekurang- kurangnya memuat antara lain: 1. jenis kegiatan yang akan dilakukan; 2. jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan; 3. rencana dan cara pencairan harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi, . rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur, . perincian jumlah pegawai yang diperlukan; . biaya pencairan harta dan penagihan piutang; . honor Tim Likuidasi; 0 NNN nn . honor pegawai yang dipekerjakan oleh Tim Likuidasi; 9. biaya kantor dan biaya operasional lainnya; b. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana diaksud dalam huruf a wajib disusun: l. pada awal terbentulmya Tim Likuidasi untuk periode penyelesaian selama-lamanya dalam waktu 5 (lima) tahun, yang dirinci secara tahunan; 2. pada setiap awal tahun masa kerja Tim Likuidasi untuk periode | (satu) tahun, yang dirinci secara triwulanan; c. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib disampaikan oleh Tim Likuidasi kepada Bank Indonesia: 1. selambat-lambatnya 30 (tiga pulah) hari sejak terbentuknya Tim Likuidasi untuk rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam hurufb angka 1; dan 2. selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah akhir tahun masa kerja tahunan berakhir untuk rencana kerja tahunan; d. penyusunan dan penyampaian rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam hutuf b dan huruf ¢ bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri disesuaikan dengan -batas waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2). (2) Bank Indonesia meneliti kelayakan rencana kerja dan anggaran biaya dan meminta perbaikan atas rencana kerja dan anggaran biaya apabila diperlukan. Pasal 30 Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi, termasuk rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi melakukan pencaivan hata kekayaan Bank Dalam Likuidasi sesuai dengan rencana dan cara yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; b. hasil pencairan harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a disetorkan kepada Bank yang telah ditunjuk oleh Tim Likuidasi pada rekening deposito dan/atau tabungan dan atas nama “11m Likuidasi”, serta dilaporkan kepada Bank Indonesia; c. pencairan rekening deposito danfatau tabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Bank Indonesia; d. dana pada Bank sebagaimana dimaksud dalam hurufb wajib digunakan untuk melakukan pembayaran kepada pihak-pihak scbagaimana ditetapkan dalam Pasal 40, sesuai dengan rencana kerja Tim Likuidasi. Pasal 31 Dalam rangka melaksanakan tugas meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas Neraca Penutupan per tanggal pencabutan izin usaha, yang belum diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f, Tim Likuidasi wajib: a. menunjuk akuntan publik independen; b. menyediakan data dan informasi berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan audit. Pasal 32 Dalain rangka penyusunan Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf g, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi wajib menyampaikan Neraca Verifikasi yang telah disusun kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf e; b. Bank Indonesia meneliti Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan meminta perbaikan atas Neraca Verifikasi apabila diperlukan; c. apabila Bank Indonesia tidak miemnberikan tanggapan dalam jangka waktu 15 (lima belas) ‘hari sejak diterima, Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dianggap telah disetujui; d. Tim Likwidasi wajib mengusmunkan Neraca Verifikasi dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya 30 {tiga puluh) hari sejak Neraca Verifikasi dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia atau dilampauinya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam hurufc. Pasal 33 Dalam rangka melakukan tugas untuk membagikan sisa harta kepada pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. apabila setelah pelaksanaan tahap pembayaran terakiur mastih terdapat kelebihan harta, Tim Likuidasi membagikan sisa harta dimaksud kepada para pemegang saham secara pro rata sesual dengan kepemilikan jumlah saham; b. tagihan yang timbul setelah proses likuidasi dapat diajukan terhadap sisa hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang saham. Pasal 34 Dalam rangka melaksanakan tugas untuk wmenitipkan bagian yang belum diambil oleh Kreditur kepada Bank yang disetujui oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huraf i, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. apabila sebelum batas waktu pembayaran yang ditentukan oleh Tim Likuidasi berakhir, ternyata masih terdapat pembayaran yang belum diambil oleh Kreditur, Tim Likuidasi wajib mengumumkan akan berakhirnya batas wakfu pembayaran sebanyak- banyaknya 3 (tiga) kali, dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; . apabila Tim Likuidasi telah melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a namun Kzeditur yang bersangkutan belum mengambil haknya maka bagian fersebut disimpan pada Bank yang disetujui Bank Indonesia dan atas nama “Bank Indonesia gq. kreditur yang bersangkutan”; . apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tehun dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak diambil oleh Kreditwr yang berhak maka Bank Indonesia akan menyerahkan dana tersebut kepada Kas Negara. Pasal 35 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf j, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi wajib menyusun Neraca Akhir Likuidasi selambat-fambatnya 15 (lima belas) hari setelah Tim Likuidasi menyelesaikan pencairan harta kekayaan dan melaksanakan tahapan pembayaran yang terakhir; b. Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib diaudit oleh akuntan publik yang independen dan diselesaikan selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Neraca Akhir Liluidasi selesai disusun; c. Tim Likuidasi wajib melaporkan Neraca Akhir Likuidasi yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada: 1. Bank Indonesia dan Rapat Umum Pemegang Saham, bagi Tim Likuidasi yang dibentuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham; atau 2. Bank Indonesia, bagi Tim Likuidasi yang dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak Neraca Alhir Likuidasi selesai diaudit. (2) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas Neraca Akhir Likuidasi yang disampaikan oleh Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf ¢ angka 1 berdasarkan kebenaran data dan fakta yang dimiliki. (3) Persetujuan Bank Indonesia diberikan selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Neraca Akhir Likuidasi, (4) Apabila Bank Indonesia belum memberikan persetujuan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Neraca Akhir Likuidasi dianggap telah disetujui. Pasal 36 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf k, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi telah menyelesaikan seluruh tugas dan kewajibannya; b. Tim Likuidasi melakukan pernanggilan dan/atau pengumuman kepada seluruh pemegang saham sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 15 (lima belas) hari dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; c. apabila setelah dilakukan pemanggilan dan/atau pengunwiman sebagaimana dimaksud dalam lurul b, pemegang saham tidak hadir atau hadir narmm tidak memenuhi korum, Rapat Umum Pemegang Saham dianggap tidak berhasil dilaksanakan; d. apabila Rapat Umum Pemegang Saham dianggap tidak berhasil dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam huruf ¢, Tim Likuidasi wajib melaporkan kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 3 (tiga) hari setelah fanggal Rapat Umum Pemegang Saham yang dijadwalkan; e. apabila Rapat Umum Pemegang Saham telah berhasil dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib menyampaikan hasil Rapat Umiim Pemegang Saham dimaksud kepada Bank Indonesia selambat-lambamya 3 (tiga) hari setelah Rapat Umum Pemegang Saham selesai dilaksanakan. (2) Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi diselenggarakan guna: a. menerima pertanggungjawaban Tim Likuidasi, b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38; c. membubarkan Tim Likuidasi apabila pertanggungjawaban Tim Likuidasi diterima. (3) Berdasarkan laporan Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, Bank Indonesia meminta pengadilan untuk mengeloarkan penetapan yang memuat: a. pengesahan pertanggungjawaban Tim Likuidasi sesuai dengan rekomendasi dari Bank Indonesia; b. permintaan kepada Tim Likuidasi untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38; ¢. pembubaran Tim Likuidasi. Pasal 37 Dalam rangka melaksanakan tugas penyampaian laporan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf 1, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi wajib melaporkan secara tertulis perkembangan pelaksanaan fugasnya kepada Rank Indonesia setiap bulan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah akhir bulan laporan; b. laporan perkembangan pelaksanaan {ikuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a sekurang- kurangnya memuat: 1 2 z 4 ta . posisi harta yang telah dicairkan; . posisi kewajiban yang telah dibayarkan; posisi kredit per debitur; . posisi harta dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi yang terakliir; . pengeluaran biaya operasional, . hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana tindak lanjut. Pasal 38 (1) Dalam tangka melaksanakan tugas untuk mengumumkan dan mendaftarkan berakhimnya Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huraf m, Tim Likuidasi wajib: a. mengumumkan berakhimya Likuidasi Bank dan perseroan dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran {uas; . memberitahukan kepada instansi berwenang mengenai hapusnya status badan hukum Bau; c. meminta kepada instansi berwenang untuk mencoret nama badan hukum dari dafiar perusahaan, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah laporan perfanggungjawaban Tim Likuidasi dapat diteritna oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau oleh Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan. (2) Status badan hukum Bank yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhimya likuidasi dalam. Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)huruf a. Pasal 39 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap para debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi dapat melakukan kompensasi antara jumlah kewsajiban dan jumlah tagihan dari nasabah debitur © yang juga menjadi nasabah Kreditur, sepanjang Neraca Verifikasi telah disusun dan disetujui oleh Bank Indonesia; b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak berlaku apabila nasabah debitur yang juga sebagai nasabah Kreditur merupakan pihak terkait dengan Bank sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Pasal 40 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur sebagaitana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi melakukan pembayaran atas kewajiban Bank Dalam Likuidasi dengan urutan pembayaran: 1. gaji pegawal yang ferutang, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang terutang yang berupa pajak Bank dan pajak yang dipungut oleh Bank selaku pemotong/pemungut pajak, biaya kantor; 2. nasabah penyimpan dana, yang jumlah pembayarannya ditetapkan oleh Tim Likuidasi; 3. Kreditur {ainnya; b. dalam hal terdapat Jlembaga yang dalam kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian atau seluruh hak nasabah penyimpan dana, kedudukan lembaga tersebut menggantikan kedudukan nasabah penyimpan dana; c. termasuk dalam mnasabah penyimpan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 adalah deposan, giran, penabung, Bank dan negara dalam kaitan dengan dana yang berasal dari pajak yang disimpan oleh bank persepsi; d. dalam pengertian gaji pegawali yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huraf a angka 1 termasuk juga pembayaran dalam kaitan dengan hak pegawai Bank atas pesangon yang belum dibayarkan; e. dalam hal terdapat lembaga yang dalam kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian atau seluruh hak kreditur lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf d, kedudukan lembaga tersebut menggantikan kedudukan kreditur lainnya. Pasal 41 (1) Tim Likuidasi menetapkan jumlah pembayaran kepada nasabah penyimpan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a angka 2 atas dasar pro rata untuk setiap nasabah atau atas dasar proporsional dengan memperhitungkan jumlah dana yang tersedia dan jumlah kewajiban yang harus dibayar. > (2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Pasal 42 Dalam rangka pembayaran kewajiban kepada para Kreditur, Kreditur pemegang hak gadai dan hak tanpgungan memiliki preferensi atau hak didahulukan khusus terhadap harta Bank Dalam Likuidasi yang dibebani hak gadai atau hak tanggungan. Pasal 43 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk mewakili Bank Dalam Likuidasi di dalam dan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c, Tim Likuidasi dapat bertindak sendiri maupun dengan menggunakan jasa pengacara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pasal 44 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d, Tim Likuidasi tunduk kepada peraturan. perundang- undangan yang beraku di bidang ketenagakerjaan, Pasal 45 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk mempekerjakan pegawai sebagai tenaga pendukung Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf e, Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal, antara lain: a. efisiensi dalam pelaksanaan {ikuidasi; b. keahlian tenaga pendukung; dan ¢. kemampuan keuangan Bank Dalam Likuidasi untuk membayar honor. Pasal 46 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk meminta bantuan konsultan dalam pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf f, Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal, antara lain: a. efisiensi dalam pelaksanaan likuidasi; b. keahlian tenaga konsultan; dan ©. kemampuan keuangan Bank Dalam Likuidasi untuk membayar jasa konsultan. Pasal 47 Dalam rangka melaksanukan wewenang pemanggilan kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf g, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan secara umum kepada Kreditur melatui pengumuman dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan/atau media cetak lainnya untuk mendaftarkan piutangnya, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak terbentuknya Tim Likuidasi; b. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing selama 15 (lima belas) hari; ¢. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib mencantumkan persyaratan bukti piutang yang harus dipenuhi Kreditur, seperti bilyet deposito, buku tabungan, laporan rekening koran, dan surat perjanjian utang pintang atau bukti piutang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. disamping pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat memerintahkan Tim Likuidasi melakukan pemanggilan kepada Kreditur tertentu melalui surat tercatat; e. para Kreditur wajib mengajukan tagihannya kepada Tim Likuidasi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman scbagaimana dimaksud dalam huruf a. Pasal 48 Dalam rangka melaksanakan wewenang meminta pengadilan untuk membatalkan segala perbuatan hukum Bank, yang mengakibatkan kerugian harta Bank yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebefum pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf h, Tim Likuidasi melakukan tindakan, antara lain: a. mengidentifikasi seluruh transaksi yang dilakukan Bank dalam jangka wakt 1 (satu) tahun sebelum dilakukannya pencabutan izin usaha; b. menetapkan kritcria perbuatan hukum Bank yang dikategorikan merugikan harta Bank, antara lain: 1. meneliti keabsahan transaksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. membandingkan antara harga transaksi menurut pasar dengan harga transaksi yang dilakukan Bank dengan masing-masing nasabah atau pihak ketiga pada waktu terjadinya transaksi; c. menefapkan jenis-jemis transaksi yang diduga merugikan harta Bank; d. mengajukan pembatalan kepada pengadilan baik secara sendiri maupun dengan menggunakan jasa pengacara. Pasal 49 Dalam rangka melaksanakan wewenang wmengajukan gugatan atau tuntutan kepada Pengurus dan/atau pemegang saham Bank yang turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi Bank atau menjadi penyebab kegagalan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf i, Tim Likuidasi wajib: a. mengidentifikasi Pengurus dan/atau pemegang saham Bank yang diduga melakukan tindakan yang mengakibatkan kesulitan keuangan atau menjadi penyebab kegagalan Bank; b. mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Pengurus dan/atau pemegang saham Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang sekurang-kurangnya memuat: 1. tuntuan terhadap Pengurus dan/atau pemegang saham atas pcrbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kesulitan keuangan atau kegagalan Bank; dan 2. permohonan sita jaminan atas kekayaan pribadi Pengurus - dan/atau - pemegang. saham Bank dimaksud. Pasal 50 Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban pengambilalihan pengelolaan dari Pengurus Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a, Tim Likuidasi wajib meminta kepada Pengurus Bank untuk melakukan serah ferima secara tertulis, yang sekurang-kurangnya meliputi: a. posisi dan rincian harta dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi; b. dokumen pendukung transaksi, dokumen kepemilikan harta Bank, dan dokumen agunan yang dikuasai, ‘beserta rinciannya. Pasal 51 Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, Tim Likuidasi wajib: a. mempertanggungjawabkan kepada pemegang saham inelalui Rapat Umum Pemegang Saham dalam -hal Tim Likuidasi dibentuk melalui Rapat Umum Pemegang Saham; atau b. mempertanggungjawabkan kepada Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui penetapan pengadilan, setelah pelaksanaan Likuidasi Bank berakhir. Pasal 52 Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam tugasnya mengambil keuntungan untuk diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf c¢, anggota Tim Likuidasi yang menyebabkan kerugian pada Bank Dalam Likuidasi wajib mengembalikan seluruh kerugian yang ditimbulkan kepada Bank Dalam Likuidasi atas dasar bukti-bukti terjadinya tindak penyimpangan atau pelanggaran. Bagian Ketiga Pencabutan Izin Usaha Atas Permintaan Pemilik atau Pemegang Saham Bank Pasal 53 Persetujuan pencabutan izin usaha atas permintaan pemilik atau pemegang saham Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf ¢, dilakukan dalam 2 (dua) tahap: a. persetujuan persiapan pencabutan izin usaba; b. keputusan pencabutan izin usaha. Pasal 54 Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a diajukan oleh direksi Bank kepada Bank {ndonesia dan wajib dilampiri dengan: a. hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana penutupan Bank; b. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada Kreditur; laporan keuangan terakhir; d. alasan penutupan. Pasal 55 Berdasarkan permohonan scbagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Bank Indonesia mengeluarkan surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha Bank, dan meminta Bank yang bersangkutan untuk: a. menghentikan seluruh kegiatan usaha Bank; b. smeugwnusnkan rencana pencabutan izin usaha Bank dan rencana penyelesaian kewajiban Bank dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran nas; ¢. menyelesaikan seluruh kewajiban Bank dalam jangka waktu selambat-lambainya 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha Bank. Pasal 56 (1) Berdasarkan surat persetujuan persiapan -pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, direks1 Bank mengajukan permohonan pencabutan izin usaha Bank kepada Bank Indonesia dan wajib dilampiri dengan laporan yang sekurang-kurangnya memuat: a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Bank; b. pelaksanaan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf'b; c. penyelesaian seluruh kewajiban kepada Kreditur atau penyediaan dana sekurang-kurangnya sebesar kewajiban Bank yang belum diselesaikan. (2) Berdasarkan permohonan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan pencabutan izin usaha Bank dengan ~memperhatikan Hhasil pemeriksaan terhadap Bank yang bersangkutan untuk memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55. BAB IV PENCABUTAN IZIN USAHA KANTOR CABANG DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI Pasal 57 (1) Dalam hal Bank indonesia mencabut izin usaha Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bank Indonesia menetapkan susunan dan anggota Tim Penyelesai. (2) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan batas waktu penyelesaian kewajibannya: a. selama-lamanya 2 (dua) tahun sejak terbentuknya Titn Penyelesai apabila pencabutan izin usaha disebabkan karena kesulitan Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri yang bersangkutan atau karena permintaan kantor pusatnya; b. selama-lamanya 5 (lima) tahun sejak terbentuknya Tim Penyedesai apabila pencabutan izin usaha disebabkan karena izin usaha kantor pusatnya dicabut oleh otoritas negara asal. (3) Apabila penyelesaian kewajiban tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penjualan harta Bank dilakukan secara lelang. Pasal 58 Dalam hal Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri dicabut izin usahanya karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. seluruh harta kantor cabang yang bersangkutan diutamakan untuk pembayaran seluruh kewajiban di Indonesia; b. kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban kantor cabangnya di Indonesia. Pasal 59 Dalam melaksanakan likuidasi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab seperti halnya Tim Likuidasi. Pasal 60 (1) Dalam rangka pencabutan izin usaha yang dilakukan atas permintaan kantor pusat deri Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Pimpinan Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri mengajukan permohonan dari kantor pusatmya dalam rangka persetujuan persiapan pencabutan izin usaha Bank, disertai dengan surat kepumsan direksi Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri mengenai perintah penutupan kantor cabang; b. atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan yang memuat antara lain: 1. persetujuan ~~ persiapan dalam rangka pencabutan izin usaha Bank; 2. perintah penghentian seluruh kegiatan usaha Bank; 3. perintah pembentukan Tim Penyelesai yang dapat terdiri dari pimpinan Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri dan/atau kantor pusatnya; 4. perintah untuk mengumumkan rencana pencabutan izin usaha kantor cabang dan Tencana penyelesaian kewajiban kantor cabang; 5. perintah untuk menyelesaikan seluruh kewajihan kantor cabang yang dilakukan selama-lamanya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari. (2) Kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri mengajukan permohonan pencabutan izin usaha kantor -cabang kepada Bank Indonesia setelah menyelesaikan seluruh kewajibannya. (3) Dalam rangka memberikan persetujuan pencabutan izin usaha, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap kantor cabang yang bersangkutan mengenai hal-hal scbagaimana dimaksud dalam ayut (1) furl b angka 2, angka 4 dan angka 5. (4) Bank Indonesia -mengeluarkan Surat Keputusan Pencabutan {zin Usaha kantor cabang yang ‘bersangkutan setefah hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disetujui. BAB V SANKSI Pasal 61 Pemegang saham, anggota dewan komisaris atau pengawas, anggota direksi dan pejabat lainnya, pegawai serta pihak terafiliasi, yang turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank, yang telah melakukan tindakan- tindakan yang menyebabkan keadaan Bank yang bersangkutan memburuk sehingga dicabut izin usahanya, yang telah melanggar ketentuan dalam Surat Keputusan ini, diancam sanksi pidana dan/atau administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 504, Pasal 52, dan Pasal 53 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. BAB VI LAIN-LAIN Pasal 62 Yelaksanaan Likuidasi Bank yang oleh Bank Indonesia ditetapkan dan diserahkan kepada badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan berdasarkan ketentuan Pasal 37A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, tunduk kepada ketentuan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank serta ketentuan dalam Surat Keputusan ini. Pasal 63 Setelah berakhirnya pelaksanaan Likuidasi Bank, Tim Likuidasi atau Tim Penyelesai menyerahkan dokumen- dokumen Bank kepada: a. para pemegang saham, b. kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri; atau c. pihak-pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham atau kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri atau pengadilan, untuk disimpan selama jangka wakfu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64 Segala ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku juga bagi Bank yang telah dicabut izin usahanya dan sedang dalam proses likuidasi pada saat diberlakukannya Surat Keputusan ini. Pasal 65 Tim Likuidasi yang telah terbentuk sebelum berlakunya Surat Keputusan ini wajib menyesuaikan ketentuan mengenai honor sebagaimana dimaksud datam Pasal 23, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tangeal berlakunya Surat Keputusan ini. BAB VII PENUTUP Pasal 66 Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/63/KEP/DIR tanggal 2 September 1997 tentang Tata Cara Pelaksanaan Likuidasi Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 67 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Mei 1999 DIREKSI BANK INDONESIA 2. Achwan Subarjo Joyosumarto
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 32/53/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id> <reg_title> TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK UMUM </reg_title> <set_date> 14 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date> <replaced_reg> '30/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997' </replaced_reg> <related_reg> '5/UU/1962', '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '25/UU/1992', '1/UU/1995', '8/UU/1995', '25/PP/1999' </related_reg> <penalty_list> 'BAB V' </penalty_list>
No.31/177/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemberian kredit yang melebihi batas yang wajar kepada peminjam atau kelompok peminjam baik sebagai pihak yang terkait atau tidak terkait dengan bank secara umum merupakan salah satu penyebab utama kegagalan usaha bank; b. bahwa dalam rangka menghindari kegagalan usaha sebagai akibat dari konsentrasi pemberian kredit, bank wajib melaksanakan prinsip kehati-hatian sungguh-sungguh dalam pemberian kredit; c. bahwa dalam upaya untuk menghindari konsentrasi pemberian kredit, bank perlu melakukan penyebaran dalam pemberian kredit; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan tentang batas maksimum pemberian … secara pemberian kredit bank umum dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, 2. Undang-undang Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); Nomor 7 Tahun Lembaran Negara Nomor 1992 tentang 3472) Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); M E M U T U S K A N : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan : a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan … Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998; b. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah prosentase perbandingan batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal Bank; c. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar-Bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif; d. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: 1. pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA); 2. pengambilalihan anjak piutang; tagihan dalam rangka kegiatan e. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas Kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal (SBPU), dan pasar uang, antara lain Surat Berharga Reksadana, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (Commercial Papers), Sertifikat Medium Term Note; f. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada Bank lainnya berupa giro, call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit yang diberikan penempatan lainnya; dan g. Penyertaan … Komersial g. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang tidak melalui pasar modal, serta dalam bentuk penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan Kredit; h. Transaksi Rekening Administratif adalah komitmen dan kontinjensi (Off-Balance Sheet) yang terdiri dari warkat penerbitan irrevocable Letter of Credit berjalan, akseptasi mempunyai risiko Kredit; i. Risiko Kredit untuk transaksi derivatif adalah nilai pasar (the mark to market kerugian Bank wanprestasi; j. Kredit Program adalah kredit yang didukung oleh Kredit Likuiditas Bank diberikan untuk mendukung swasembada pengembangan Indonesia Nomor Indonesia (KLBI) yang pangan, koperasi, pengusaha kecil, petani, pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank 31/156/KEP/DIR tanggal 23 November 1998 tentang Persyaratan Bank Pelaksana Kredit Program, serta Penyediaan Dana kepada PERTAMINA untuk pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan Penyediaan Dana kepada Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam rangka pengadaan pangan; k. Peminjam … value) dari seluruh perjanjian/kontrak yang menjanjikan keuntungan yang belum dapat terealisir namun secara potensial dapat menjadi apabila pihak lawan jaminan, akseptasi/endosemen, (L/C) yang masih impor wesel lainnya, serta transaksi atas dasar L/C berjangka, penjualan Surat Berharga dengan syarat repurchase agreement (repo), standby L/C dan garansi derivatif yang k. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh satu atau lebih Penyediaan Dana; l. Kelompok Peminjam adalah sejumlah Peminjam yang satu sama lain mempunyai m. Pihak Terkait adalah Peminjam dan/atau Kelompok Peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan Bank karena merupakan: 1. pemegang saham perorangan yang memiliki saham 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor Bank; 2. pemegang saham berbentuk perusahaan/badan yang memiliki saham 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor Bank; 3. anggota dewan komisaris Bank; 4. anggota direksi Bank; 5. keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1, angka 3 dan angka 4; 6. perorangan yang memiliki saham 25% (duapuluh lima per seratus) mengendalikan operasional, pengawasan atau lebih dan/atau yang atau pengambilan keputusan baik langsung maupun tidak langsung, atas perusahaan-perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2; 7. pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif, yaitu yang mempunyai operasional Bank dan/atau pengaruh terhadap bertanggungjawab langsung kepada Direksi termasuk pejabat Satuan Kerja Audit Intern dan Dewan Audit; 8. perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak dimaksud dalam angka … kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan; angka 1 sampai dengan angka 7 di atas dengan kepemilikan 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor perusahaan; 9. perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat pengaruh dalam operasional, pengawasan pengambilan keputusan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 7 walaupun pihak-pihak tersebut tidak memiliki saham pada perusahaan dimaksud; 10. anak perusahaan Bank dengan kepemilikan Bank lebih dari 25% (duapuluh lima perseratus) dari modal disetor Perusahaan dan/atau apabila Bank mempengaruhi perusahaan tersebut; n. Kriteria keluarga dalam pengertian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam huruf m angka 5 adalah keluarga sampai dengan derajat kedua dalam garis lurus maupun garis kesamping, termasuk mertua, menantu dan ipar, sehingga yang dimaksud dengan keluarga meliputi sebagai berikut: 1. orang tua kandung/tiri/angkat; 2. saudara kandung/tiri/angkat; 3. suami/isteri; 4. anak kandung/tiri/angkat; 5. suami/isteri dari anak kandung/tiri/angkat; 6. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; 7. cucu kandung/tiri/angkat; 8. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/isteri; 9. suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkat; 10. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; 11. mertua; o. Pihak … atau o. Pihak Tidak Terkait adalah Peminjam dan/atau Kelompok Peminjam diluar Pihak Terkait; p. Modal adalah modal Bank sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Indonesia Nomor sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank 31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998; q. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut: Penyediaan Dana pada tanggal laporan BMPK Modal pada tanggal laporan BMPK r. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut: Penyediaan Dana pada saat pemberiannya Modal pada saat pemberian Penyediaan Dana Pasal 2 (1) Saat pemberian dalam pengertian Pelanggaran BMPK dikaitkan dengan waktu realisasi Penyediaan Dana. (2) Bank … x 100% - [ BMPK ]. x 100% - [ BMPK ] ; (2) Bank wajib melarang nasabah melakukan peminjam untuk penarikan Penyediaan Dana apabila berakibat terjadinya Pelanggaran BMPK. Pasal 3 Perhitungan Penyediaan Dana dalam pengertian Pelanggaran BMPK ditetapkan sebagai berikut: a. Kredit yang diberikan didasarkan atas baki debet; b. Jaminan yang diterbitkan Bank didasarkan atas nilai nominal; c. Surat Berharga didasarkan atas harga perolehan; d. Penyertaan didasarkan atas jumlah dana yang ditanamkan; e. Tagihan yang diambilalih dalam rangka anjak piutang didasarkan atas nilai pengambilalihan; f. Transaksi Derivatif didasarkan Risiko Kreditnya; g. Nilai tukar yang dipergunakan untuk Penyediaan Dana dalam valuta asing didasarkan atas nilai tukar pada saat pemberian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 4 (1) Pelampauan BMPK yang terjadi karena perubahan nilai tukar dan/atau penurunan Modal atas Penyediaan Dana yang telah diberikan, tidak dikategorikan sebagai Pelanggaran BMPK. (2) Pelampauan … atas nilai dari (2) Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenakan sanksi Pelanggaran BMPK. Pasal 5 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi atas penggolongan Pihak Terkait seperti dan Peminjam yang dilakukan oleh Bank. (2) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disesuaikan kembali sepanjang Bank dapat menyampaikan bukti-bukti dan dokumentasi yang mendukung. Pasal 6 (1) Bank yang memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) lebih kecil atau sama dengan 0% (nol perseratus) dilarang melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk apapun. (2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Bank yang telah memperoleh persetujuan dari program rekapitalisasi Pemerintah dengan untuk mengikuti dana Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tanggal 31 Desember 1998 tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum. (3) Perhitungan Pelampauan dimaksud untuk Pelanggaran BMPK dan/atau bagi BMPK dalam rasio Kewajiban Bank ayat (2) Minimum (KPMM) yang ditetapkan Indonesia. sebagaimana diperkenankan menggunakan asumsi besarnya Modal sesuai dengan persyaratan BAB II … Penyediaan Modal oleh Bank penggolongan Bank Kelompok BAB II BMPK UNTUK PIHAK TIDAK TERKAIT Pasal 7 BMPK bagi Peminjam atau Kelompok Peminjam yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan setinggi- tingginya: a. 30% (tigapuluh perseratus) dari Modal sejak diberlakukannya Surat Keputusan ini sampai dengan akhir tahun 2001; b. 25% (duapuluh lima perseratus) dari Modal selama tahun 2002; c. 20% (duapuluh perseratus) dari Modal sejak tanggal 1 Januari 2003. Pasal 8 (1) Suatu perusahaan digolongkan sebagai anggota suatu Kelompok Peminjam apabila memenuhi sekurang- kurangnya salah satu kriteria keterkaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan dengan satu atau lebih perusahaan lainnya, sebagai berikut: a. 25% (duapuluh lima perseratus) atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan dikuasai oleh suatu perusahaan atau seseorang atau secara bersama oleh suatu keluarga; b. Salah satu perusahaan menguasai 25% (duapuluh lima perseratus) atau lebih hak kepemilikan perusahaan lain; c. Anggota … c. Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan pejabat lainnya yang mempunyai fungsi eksekutif pada salah satu perusahaan, menjadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pejabat eksekutif pada perusahaan lainnya yang berwenang memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan operasional perusahaan; d. Dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c di atas, dua atau lebih perusahaan dianggap kelompok apabila terdapat hubungan keuangan sebagai berikut: i. ii. satu perusahaan bertindak sebagai penjamin Penyediaan Dana yang diterima oleh perusahaan lainnya; satu perusahaan memberikan bantuan keuangan sehingga mengakibatkan pengendalian usaha oleh pemberi bantuan. kepada perusahaan lainnya adanya perusahaan (2) Perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (BUMD) Peminjam. BAB III BMPK UNTUK PIHAK TERKAIT Pasal 9 (1) BMPK bagi Pihak Terkait baik sebagai Peminjam atau Kelompok satu Peminjam ditetapkan setinggi- … dan/atau Badan Usaha Milik Daerah tidak diperlakukan sebagai Kelompok setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari Modal. (2) BMPK untuk jumlah seluruh Pihak Terkait ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari Modal. Pasal 10 (1) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait melalui Bank lain, perusahaan pembiayaan dan/atau Bank Perkreditan Rakyat dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (2) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait melalui Bank lain dalam rangka pertukaran Penyediaan Dana (loan swap) dengan risiko pada Bank dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (3) Perusahaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perusahaan yang melakukan satu atau lebih kegiatan sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen. (4) Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Pasal 11 (1) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tidak boleh bertentangan dengan prosedur umum pemberian Penyediaan … Penyediaan Dana yang berlaku dan wajib tetap memberikan keuntungan yang wajar bagi Bank. (2) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait wajib mendapat persetujuan Dewan Komisaris Bank. (3) Apabila kualitas Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait menurun menjadi kurang lancar, diragukan dan macet, Bank wajib mengambil langkah-langkah penyelesaian dengan cara restrukturisasi kredit dan/atau pelunasan oleh debitur, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 hari. Pasal 12 (1) Perusahaan tergolong Pihak Tidak Terkait yang menerima penyertaan modal sementara Bank dalam rangka restrukturisasi kredit sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit, dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait. (2) BMPK untuk perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. BAB IV PENYEDIAAN DANA YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN DALAM BMPK Pasal 13 (1) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penyediaan Dana … Dana sebagai berikut : a. Penanaman dana pada Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia; b. Bagian Penyediaan Dana yang diterbitkan dan/atau dijamin oleh Pemerintah Indonesia atau dijamin oleh Bank Indonesia; c. Penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan Kredit sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit; d. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin dengan agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan, setoran jaminan yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan; e. Penempatan, sepanjang program penjaminan Pemerintah berlaku dan Bank tempat Penempatan memenuhi persyaratan program penjaminan; f. Pengambilalihan berjangka yang (negosiasi) diterbitkan berjangka (Usance L/C) wesel ekspor atas dasar L/C yang pemeringkatan sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang berlaku, dan telah diaksep oleh bank-bank utama (prime bank) di luar negeri berdasarkan oleh lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors. seperti Moody’s dan (2) Ketentuan … (2) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penyediaan Dana sampai dengan 31 Desember 2000 yaitu: a. b. Kredit Program yang disalurkan melalui Bank sebagai pelaksana (executing); Pembukaan L/C (outstanding L/C) dalam rangka impor dan pembukaan L/C dalam negeri (Surat Kredit Berdokumen pembayaran Dalam Negeri/SKBDN) kepada Bank sampai dengan Bank pembuka tersebut (opening bank) melakukan penegosiasi (negotiating bank), baik di luar negeri maupun di dalam negeri. BAB V PELAPORAN Pasal 14 (1) Setiap bulan Bank wajib menyampaikan laporan mengenai Pelanggaran BMPK, Pelampauan BMPK dan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait kepada Bank Indonesia sesuai Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. (4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus telah diterima oleh Bank Indonesia dalam jangka … dengan format dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. (5) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan sampai (6) Bank berikutnya setelah bulan laporan. dianggap dimaksud dengan akhir dalam periode setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak menyampaikan bulan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud sejak awal bulan kedua setelah bulan laporan. Pasal 15 (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana penyelesaian (action plan) masing-masing untuk Pelanggaran BMPK dan Pelampauan BMPK. (2) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib untuk sekurang-kurangnya memuat upaya-upaya penyelesaian Pelampauan BMPK Pelanggaran BMPK dengan penyelesaian selama periode tertentu. (3) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan sebagai berikut: a. untuk Pelanggaran BMPK selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan; b. untuk setiap Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) selambat- lambatnya dalam jangka waktu 9 (sembilan) bulan. (4) Action … dan target waktu (4) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. (5) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diterima oleh Bank Indonesia selambat- lambatnya 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan. (6) Bank dianggap terlambat menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan action plan dimaksud dalam jangka waktu 14 hari kerja setelah periode sebagaimana dimaksud dalam ayat (5). (7) Bank dianggap tidak menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud setelah periode sebagaimana dimaksud dalam ayat (6). Pasal 16 (1) Bank wajib menyampaikan action plan masing-masing BMPK dan Pelampauan BMPK. (2) Laporan pelaksanaan laporan pelaksanaan untuk action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah tahapan realisasi action plan. (3) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud dalam periode setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah tahapan realisasi action plan. (4) Bank … Pelanggaran (4) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud sejak awal bulan kedua setelah tahapan realisasi action plan. Pasal 17 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 16 serta action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Urusan Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10010 sesuai dengan Urusan yang mengawasi Bank yang bersangkutan bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Bank Indonesia Jakarta; b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai berlaku untuk laporan bulan Januari 1999. BAB VI SANKSI Pasal 18 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban … a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kelambatan untuk setiap laporan Pasal 14 ayat (5); b. kewajiban membayar (tiga puluh juta rupiah) apabila tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6). (2) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) penyampaian action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6); b. kewajiban membayar sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) apabila tidak menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7). (3) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas kelambatan penyampaian action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6); b. kewajiban membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) apabila tidak menyampaikan action plan sebagaimana (4) Pelanggaran laporan dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7). terhadap ketentuan pelaksanaan action plan penyampaian sebagaimana dimaksud … atas kelambatan sebagaimana dimaksud dalam sebesar Rp30.000.000,00 dimaksud dalam Pasal 16 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap laporan per hari kelambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3); b. kewajiban membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) apabila tidak menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4). Pasal 19 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 9 dikenakan sanksi berupa penurunan nilai kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan. (2) Pelanggaran karena tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan tidak menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal peringatan 2 (dua) kali 16, setelah surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu untuk setiap teguran, dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa: a. Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; diberi b. Pembekuan … b. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk ekspansi Penyediaan Dana; c. Pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara; d. Larangan untuk kliring. turut serta dalam kegiatan (3) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan setelah diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu untuk setiap teguran, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (5) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan untuk Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), terhadap Dewan Komisaris, Direksi, pegawai Bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50, dan Pasal 50A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. dengan BAB VII … BAB VII LAIN-LAIN Pasal 20 (1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan (musharakah), prinsip jual memperoleh prinsip penyertaan modal beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). (3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang pihak yang dibiayai dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pasal 21 (1) Kredit yang telah diberikan dengan cara risk sharing atau dijamin dengan stand-by L/C sebelum berlakunya … berlakunya Surat Keputusan ini, dikecualikan dari perhitungan BMPK sampai berakhirnya risk sharing atau stand-by L/C dimaksud. (2) Bagi Bank yang telah melakukan Penyertaan pada perusahaan di bidang keuangan dimaksud sebagaimana dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 25/97/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/1/BPPP masing-masing tanggal 17 November 1992 tentang Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank, diwajibkan menyesuaikan prosentase BMPK sehingga memenuhi ketentuan dalam Surat Keputusan ini selambat- lambatnya pada akhir Desember 1999. Pasal 22 Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka : a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 25/97/KEP/DIR tanggal 17 November 1992 tentang Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank; b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/21/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit; dan c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/63/KEP/DIR tanggal 6 September 1995 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit untuk Perusahaan yang Sahamnya Diperdagangkan di Bursa Efek; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal … Pasal 23 Surat Keputusan ditetapkan. Agar ini mulai berlaku pada tanggal pengumuman setiap orang mengetahuinya memerintahkan ini Surat Keputusan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 31 Desember 1998 D I R E K S I BANK INDONESIA Ttd Achwan ttd Subarjo Joyosumarto UPPB.
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 31/177/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id> <reg_title> BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM </reg_title> <set_date> 31 Desember 1998 </set_date> <effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date> <replaced_reg> '25/97/KEP/DIR|SKDIR-BI/1992', '26/21/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '28/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '7/UU/1992', '13/UU/1968', '10/UU/1998' </related_reg> <penalty_list> 'BAB VI' </penalty_list>
(IB) BANK INDONESIA DIREKSY No. 32/37/KEP/DIR. SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR PERWAKILAN DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang © a. babwa untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan yang lebih luas dalam era globalisasi dan perdagangan bebas yang. terus berkembang, diperlukan peranan bank yang berkedudukan di nar negeri yang lebih besar untuk .memperkuat kepetcayaan dan profesionalisme perbankan nasionat; b. bahwa untuk mendorong keberadaan kantor bank yang berkedudukan di luar neégeri yang bermanfaat bagi perkembangan perckonomian dalam mnegeri, peru dikeluarkan ketentuan perbankan mengenai akses dan keberadaan bank yang berkedudukan di luar negeri pada perbankan di Indonesia; c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menetapkan persyaratan dan fata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kaunior perwakilan dari bank yang berkedudukan di Ivar negeri dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia; MenginenZy {fe RALTIAL NE IER DIREKSI Halnman . 2. BANK INDONESIA k Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambyahan Lembaran Negara Nomor 2865); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) scbagaimana telah diubsh dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Talwn 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 3. Peraturan Pemerintab Nowmor 24 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Perwakilan dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri (Fembaran Negara Tahun 1999 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3830); 4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 323YKEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum; 5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Pringip Syariah; MEMUTUSKAN : Monefapkan: SURAT KEPUTUSAN DIREXSY BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR PERWAKILAN DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERJ, BABI] ps BE-107 0 (4B) 1207-2 +95 + KP DIREKSI Halaman 3. BANK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan: a. Bank adalah bank yang berkedudukan di luar negeri yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri; b. Kantor Cabang adalah kantor dari Bank yang secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dan mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia; c. Kantor Cabang Pembantu adalah kaotor dari Bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada Kantor Cabang Bank yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas, dimana Kantor Cabang Pembantu tersebut melakukan kegiatan usahanya; d. Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas adalah kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu yang kegiatan usahanya membantu Kantor - Cabang Pembantu induknya: e. Kantor Perwakilan adalah kantor dari Bank yang bertindak semata-mata sebagai penghubung antara Bank dengan nasabahnya; f. Kas Mobil atau Kas Terapung adalah kegiatan kas di luar kantor bank dalam rangka memberikan pelayanan kepada nasabab dengan menggunakan alat transportasi darat atau air; g. Payment Point adalah kegiatan kas di luar kantor bank dalam rangka meningkatkan pelayanan melalui kerjasama antura Kantor Cabang dengan pibak lain yang roerupakan nasabah Kantor Cabang; h. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah kegiatan kas yang dilakukan secara elektronis untuk memudahian nasabah dalam rangka menarik atau menyetor dana secara tunai, melakukan pemindahbukuan, dan memperoleh informasi mengenai saldo rekening nasabah; i. Pimpinan Kantor Cabang adalah pemimpin Kantor Cabang dan pejabat satu fingkat di bawah pemimpin Kantor Cabang; j. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang mempunyai pengarwh terhadap kebijakan perusshsan dan bertanggung jawab langsung kepada direksi; k. Dana Usaha adalah dana bersih yang berasal dari kantor pusat Bank pada Kantor Cabang sefelah dikurangi dengan penempatan Kantor Cabang pada kantor-kantor Bank di luar negeri, yang diperlakukan sebagai komponen modal untuk Kantor Cabang yang harus selalu tercatat selamna Kantor Cabang beroperasi; L Peringkat dan Reputasi Baik adalah peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional terkemuka, seperti Moody's, Standard & Poor's atau lembaga pemeringkat internasional lainnya yang dianggap setingkat, dengan predikat minimal A atan setara; m. Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah adalah kegiatan usaha perbankan yang dilakukan berdasarkan Pringip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomeor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998; n. Prinsip Syarigh adalah aturan petjanjian berdasarkan bukum Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah. diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. BAB II PEMBUKAAN KANTOR CABANG Pasal 2 (1)Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan izin Direksi Bank Indonesia, (2) Bank yang akan membuka Kantor Cabang wajib: a. memiliki Peringkat dan Reputasi Baik; b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia; c. menempatkan Dana Usaha dalam valuta rupizh atau dalam valuta asing dengan nitai sekurang-kurangnya setara dengan Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun ruplak). BABI PERIZINAN Bagian Pertama Umuin Pasal 3 Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan dalam dua tahap: a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pembukaan Kantor Cabang; b. izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Kantor Cabang sclelal persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan. Bagian Kedua Persetujuzn Prinsip Pasal 4 (1)Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran 1 dan wajib dilampiri dengan: a. fotokopi akta pendirian badan hukum Bank, termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang di negara tempat kantor pusat Bank, disertai dengan tetjemahannya datam bahasa Indonesia atan bahaga Inggris; b., fotokopi izin usaba Bank yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan di negara tempat kantor pusat Bank; c. fotokopi dokumen yang menyatakan bahwa; 1. Bank memiliki Peringkat dan Reputasi Baik dari lembaga pemeringkat internasional; dan 2. total aset Bank termasuk 200 (dua ratus) besar dunia; d. surat pemyataan tidak berkeberatan untuk membuka Kantor Cabang di Indonesia dari atoritas perbankan di negara tempat kantor pusat Bank; e. laporan kevangan Bank per tanggal terdekat sebelum tanggal permohonan persetujuan prinsip; f. laporan keuangan konsolidasi Bank 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik internasional yang independen; g. fotokopi dokumen yang menyatakan tentang tingkat keschatan Bank selama 2 (dua) tahun teralhir dari otoritas perbankan di negara tempat kantor pusat Ban; h. daftar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang, disertai dengan: - } 1. fotokopi karin tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor; 2. riwayat hidup; 3. surat pernyataan pribadi {personal statement) yang menyatakan tidak pernab melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan bidang usaha lainnya dan/atau tidak pemah dihokum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, yang disahkan oleh instansi berwenang, otoritas perbankan negara asal, atau kedutasn besar nepara asal Bank di Indonesia; 4. surat keterangan atau bukti tertulis darl bank atau kantor bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman operasional di bidang perbankan bagi calon Pimpinan Kantor Cabang yang telah berpengalaman; i. fencana susunan organisasi; J. rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat; I. hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; 2. rencana kegiatan usaha yang - mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; 3. rencana kebutuhan pegawai; 4. proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Kantor Cabang melalukan kegiatan operasional serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi; k. daftar nasabah/calon nasabah yang berkedudukan di Indonesia; 1. daftar nama bank koresponden di Indonesia; m. bukii setoran awal untuk pemennhan Dana Usaha sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari Dana Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf ¢ dalam bentuk fotokopi bilyet deposite pada bank di Indonesia dan atas nama “Direksi Bank Indonesia qq. Bank yang bersangkutan”, dengae mencantumkan keterangan babwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia. (ZYPermohonan persetujuen prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa lnggris, Pasal 5 (1)Persetujuan atau pepolakan alas permohonan persetujuan prinsip diberikan selambat-lambamya 60 (enam puluh) kari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. (2)Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan scbagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. apalisis yang mencakup antars lain tingkat persaingan yang schat antar bank, tingkat kejershan jumiah bank, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional; ¢. wawancara terhadap calon Pimpinan Kantor Cabang. Pasal 6 (1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berlaku untuk jangka wakiu 360 (tiga ratus enam puluh) hari terhitung s¢jok tanggal persetujuan pringip dikeluarkan. (2) Kantor Cabang yang mendapat persetujuan prinsip © dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat izin usaha. Bagian Ketiga Tzin Usaha Pasal 7 (1) Pexmohonan untuk mendapatkan izin usaha schagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huwuf b diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan: a. daftar susunan Pimpinan Kantor Cabang, disertai dengan: ’ : 1. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2. contoh tanda tangan dan paraf; 3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya; 4 fosskoni RL Je BHAT D ASB) 1201-238: KP DIREKSI Halaman . 10. BANK INDONESIA 4. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi izin bekerja dari instansi berwenang, bagi warga negara asing; 5. surat penunjukan atau pemberian wewenang dari kantor pusat Bank hanes calon pemimpin Kantor Cabang; b. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susupan personaliz, dalam bahasa Indonesia; ¢. bukti pelunasan Dana Usaha sebagaimana diroaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huraf ¢, dalam bentuk fofokopi bilyet deposit pada bank di Indonesia dan atas nama “Direksi Bank Indonesia gg. Bank yang Dbersangkutan”, dengan. mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelsh mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indogesia; d. bukti kesiapan operasional antara lain berupa: 1. daftar aktiva tetap dan inventaris; 2. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sews-tnenyewa gedung Kantor; } 3. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; 4. contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional Kantor Cabang; 5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP); e. surat pernyataan tidak merangkap jabatan schagaimana dimaksud dalam Pagal 22 ayat (1) huruf a bagi Pimpinan Kantor Cabang, (2)Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. ris 81-101 D(A)» 12310 2+ 5 KP DIKKKYL ruueman 1), BANK INDONESIA Pasal 8 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka memberikan persetujuen atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; So b. wawancara terbadap Pimpinan Kantor Cabang, dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelummnya, Pasal 9 (1) Kantor Cabang yang telah mendapat izin ussha dari Direksi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatim usaha selambatdambamya 60 (enam puluh) . hari terhitung sejak tanggal izin usaha dikeloarkan. (2) Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia sclambat-lambatnya 1G (sepulub) bari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional sesuai dengan format dalam Lampiran 3. (3) Apabila setelah jangka wakfu sebagaimana dimaksed dalam ayat (1) Kantor Cabang belum melakukan kegiatan usaha, Direksi Bank Indonesia membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan, BHO D {A4B) - 1301-2. 93 KF DIREKSI Halaman, 12 BANK INDONESIA BAB IV PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU Pasal 10 (1) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu hanya dapat dilakukan dengan izin Dircksi Bank Indonesia. (2) Rencana pembukaan Kantor Cabang Pembantu scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Kantor Cabang. (3) Permohonan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), digjukan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Direksi Bank Indonesia sesual dengan format dalam ELampiran 4 dan wajib dilampiri dengan: a. laporan keuangan gabungan Kantor Cabang dan rincian kualitas aktiva produktif 2 (dua) bulan terakhir sebelum fanggal surat permohonan sesuai dengan format dalam Lampiran 5; b, rencana persiapan operasional dalam rangka pembukaan Kantor Cabang Pembantu; ¢. hasil studi kelayakan yang sekuwrang-kurangnya memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang schat aotar bank, tingkat kejenvhan jumiah bank, dan proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan; d. rencana ketja Kantor Cabang Pembantu sekurang- kurangnya selama 12 (dua belas) bulan. (4)Persetujuan atau penolakan atas permohonan scbagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan selambat-lambamya 30 (tiga puluh) hari setclah dokumen permohonan diterima secara lengkap. (5) Dalam rangka memberikan persetujusn atau penolakan sebagaimana dimsksud dalam ayat (4), Bank Indonesia melakukan: a. penelition atas kelengkapan dan kebenaran + dokumen; b. analisis yang mencakup antera lain kemampuan Kantor Cabang termasuk tingkat keschatan, tingkat pessaingan yang schat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Pasal 11 (1) Pelaksangan pembukaan Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dikelarkan izin Direksi Bank Indonesia. } (2) Laporan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang Pembantun schagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia gelambat-lambamya 10 (sepulub) hari setelah tanggal pembukaan sesuai dengan format dalam Lampiran 6. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kantor Cabang tidak melaksanakan persbukaan Kantor Cabang Pembantu, Direksi Bank Indonesia membatatkan izin pembukaan Kantor Cabang Pembantu yang tefah dikeluarkan. BABEL BH100 DAD) - 1001-298 KF DIREKSI BANK INDONESIA F101 0 (1 920 1+ 2-88 RP Hafan 14. BAB V PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG PEMBANTU DAN KEGIATAN KAS DI LUAR KANTOR BANK Pasal 12 (1) Rencana pembukaan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Kantor Cabang, (2) Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi Kantor Kas atau yang dipersamakan dengan iba. (3) Pembukaan kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan: a. hanya dalam satu wilayah kliring dengan Kantor Cabang Pembantu induknya, kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia; b. dengan memperhatikan hasil studi kelayakan yang memuat tingkat kejenvhan jumlah bank, (4) Laporan keuangan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu wajib digabungkan dengan laporan kenangan Kantor Cabang Pembantu induknya pada hari yang sama. Pasal 13 (1) Kantor Cabang wajib menyampaikan rencana pembukaan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) bari sebelum pelaksanaan pembukaan kantor, disertai dengan hasil studi kelayakan yang memuat tingkat kejenuhan jumiah bank. (2)Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu kepada Bank Indonesia selambat- tambatnya 10 (sepuluhy hari setelah tanggal pembukaan kantor yang bersangkutan sesuai dengan format dalam Lampiran 7. Pasal 14 (1) Kantor Cabang dapat melakukan kegiatan kas di luar kantor bank yang berupa kegiatan Kas Mobil, Kas Terapung, Payment Point, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan itu. (2) Kantor Cabang wajib mencanfumkan rencana kegiatan kas di luar kantor bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam remcana kerja tahunan Kantor Cabang. (3) Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan rencana kegiatan kas di Ivar kantor bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum kegiatan dilakukan. (4) Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan kas di luar kantor bank sehagaimana dimaksud dalam ayat (3) secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepulult} hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan sesuai dengan format dalam Lampiran 7. BAB VI PEMBUKAAN KANTOR PERWAKILAN Pasal 15 (1) Pembukaan Kantor Perwakilan hanya dapat dilakukan dengan izin Direksi Bank Indonesia. (2) Bank yang dapat membuka Kantor Perwakilan di Indonesia wajib memiliki total aset yang termasuk dalam 300 (tiga ratus) besar dunia. (3) Permohonan untuk mendapatkan izin pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia, disertai dengan alasan pembukaan Kantor Perwakilan dan wajib dilampiri dengan: a. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huraf a, huraf bhuruf §, huruf k dan huruf 1 serta fotokopi dokutnen yang menyatakan total aset Bank termasuk dalam 300 (tiga ratus) besar dunia; b. surat pemunjukan atau pemberian wewenang dari kantor pusat Bank kepada calon pemimpin Kantor Perwakilan di Indonesia; c. data calon pemimpin Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h angka 1, angka 2, dan angka 3, serta Pasal 7 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 4; d. surat pemyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huraf a bagi pemimpin Kantor Perwakilan; €. surat pernyataan tidak berkeberptan untuk membuka Kantor Perwakilan di Indonesia dari otoritas perbankan di negara tempat kentor pusat Pasal 16 (1) Persetujuan atau penolakan atas - permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia melakukan: a penelitian atas kelengkapan dan = kebenaran " dokumen; b. wawancara, terhadap calon pemimpin Kantor Perwakilan. Pasal 17 (1) Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kantor Pezwakilan antara lain: a. memberikan keferangan kepada pibak ketiga mengenai syarat dao {ata cara dalam melakukan hubungan- dengan kantor pusat’kantor cabangnya di luar negeri; b, membantu kantor pusat atau kantor cabangaya di Tuer negeri dalam mengawasi agunan kredit yang berada di Indonesia; c. bertindak sebagai pemegang kuasa dalam menghubungi instansi/lembaga guna keperhan Kantor pusat atau kantor cabang banknya di fuar negeri; d. bertindak sebagai pengawas fterhadap proyek- proyek yang sebagian atan selurubnya dibiayai oleh kantor pusat atau kantor cabangnya di luar negeri; ¢. melakukan kegiatan promosi dalam rangka memperkenalkan Bank; f. memberikan informasi mengenai perdapangan, ekonomi dan keuangan Indonesia kepada pihak Iuar negeri atau scbaliknya; g. membantu para cksportir Indonesia guna memperoleh akses pasar di luar negeri melalui jaringan infernasional yang dimiliki Kantor Perwakilan atau sebaliknya. (Kantor Perwakilan dilarang melakukan kegiatan - usaha bank sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Talun 1998. Pasal 18 (1) Kantor Perwakilan wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia tentang debitur yang menerima pinjaman danfatau memperoleh garansi bank dari kantor pusat/kantor cabsngnya di luar negeri. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan | oleh Bank Indonesia. Pasal 19 Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Kantor Perwakilan untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuas dalam Surat Keputusan ini. BAB VII PIMPINAN KANTOR CABANG, PEMIMPIN KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN Pasal 20 (1) Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan dapat terdiri dari warga negara Indonesia dan/atau warga negara asing yang wajib memenuhl persyaratan sebagai berikut: a tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; b. memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya; ¢. memput penifeian Bank Indonesia yang bersangkutan merniliki integritas yang baik, (2) Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan yang memilild integritas yang bak sehagaimana dimaksud dalam ayat {1} huruf ¢, antara lain adalah pihak-pihak yang: a. memiliki akhlak dan moral yang baik; b, mematuhi peraturan perondang-undangan yang berlaku; ¢. memiliki komitmen yang tinggi terbadap pengembangan operasional Kantor Cabang yang sehat, bagi Pimpinan Kantor Cabang; d. dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Pewakilan. Pasal 21 (1) Pimpinan Kantor Cabang sekurang-kurangnya meliputi pemimpin Kantor Cabang dan 1 (satu) orang pejabat satu tingkat di bawah pemimpin Kantor Cabang, ’ (2) Mayoritas anggota Pimpinan Kantor Cabang wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Pejabat Eksekutf, (3)Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan wajib memikiki pengetahuan - mengensi Indonesia, terutama mengenai ekonomi, " bahasa dan budaya. Pasal 22 (1) Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan: a. dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi atau Pejabat Ekselutif yang memerlukan tanggimg jawab penuh pada bank, perusahaan atau lembaga lain; b. wajib bertempat tinggal di kota tempat kedudukan Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan., } (2) Pemimpin Kantor Cabang dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas, Pasal 23 (1) Calon anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan wajib memperolsh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. (2) Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digjukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebetum pengangkatan dilakukan, disertai dengan dokumten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf ¢, bagi Pimpinan Kantor Cabang atau Pasal 15 ayat (3) huruf b, huruf ¢ dan huruf d, bagi + pemimpin Kantor Perwakilan, (3) Persetjuan atau penolakan atas permohonan pengangkatan anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan diberikan selambat- lambatnya 15 (lima belas) had sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. (4) Dalem rangka memberikan persehyjuan atau penolzkan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebemaran “dokumen scbagaimana dimaksud dalam ayat (2); b. wawancars terhadap calon anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan. (5) Laporan pengangkatan anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan wajib disampaikan oleh direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepulub) hari setelah pengangkatan dimaksud disahkan oleh direksi Bank sesuai dengan format dalam Lampiran 8, Pasal 24 Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang Pembantu wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan dan dilampiri dengan: a surat pengangkatan dam pemberian kuasa sebagai pemimpin Kantor Cabang Pembantu dari Pimpinan Kantor Cabang; b. dokumen yang menyatakan identitas calon pemimpin Kantor Cabang Pembantu dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) buruf angka 1, angka 2 dan angka 3, seria Pasal 7 ayat (1) huruf 2 angka |, angka 2, dan angka 4. BAB VIII PENINGKATAN DAN PENURUNAN STATUS KANTOR Pasal 25 (1) Peningkatan status’ dari Kantor di bawah Kantor Cabang Perbantu menjadi Kantor Cabang Pembantn wajib memenubi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11, (2) Pesurunan status dari Kantor Cezbang Pembantn menjadi Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu hanya dapat dilakukan dengan cara! a menutup Kantor Cabang Pembantu dengan memenuhi ketentuan Pasal 31 dan Pasal 32; b. membuka Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu dengan memenuhi ketentuan Fasal 12 dan Pasal 13. BAR IX PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR Pasal 26 (1) Pemindahan alamat Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu hanya dapat dilakukan dengan izin Direksi Bank Indonesia, (2) Permohonan pemindahan alamat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajuken oleh Pimpinan Kantor Csbang kepada Direksi Bank Indonesia sebelum pemindahan alamat dilaksanakan. sesusi dengan format dalam Lampirar 9. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib disertai dengan: a. slasan pemindahan alamat dan bukti kesiapan kantor bank termasuk sarapanya; b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban; c. hasil studi kelayakan mengenai tempat kedudukan baru yang sekurang-kurangnya memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar bank dan tingkat kejenuhan jumliah bank. (4) Pemindahan alamat kantor bank yang dilakukan dalam kotamadya/kabupaten yang sama sekuraag- kurangnya wmemenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan hurufb. (5) Persetujuan atau penolakan atas permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat {2) diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga putuh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara Jengkap. (6) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Bank Indonesia melakukan: a, penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. analisis yang mencakup antara lain tingkat persaingan yang schat entar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. (7) Pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumian dalam surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan kantor bank sebelumnya, selambat-lambatnya (0 {sepuluh) hari setelah tanggal izin pemindahan alamat dari Direksi Bank Indonesia. (8) Pelaksanaan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan selambet- lambatmya 30 (tiga pulub) hari sejak tanggal dikeluarkan izin pemindahan alamat dari Direksi Bank Indonesia. (9) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepulub) bari setelah tenggal peleksanaan pemindahan alamat sesuai dengan format dalam Lampiran 10. (10) Apabils dalam jangka waktu 30 (tiga pulul) hari setelah tanggal . izin, Kantor Cabang tidak melaksanakan pemindahan alamat kantor, Direksi Bank Indonesia membatalkan izin yang telah dikeluarkan. Pasal 27 (1) Rencana pemindahan alarmat Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pemindahan alamat kantor dilaksanakan sesuaf dengan format dalam Lampiran 11, disertai dengan alasan pernindahan. (2) Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3). (3) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari seielah pemindahar dilakukan sesuai + dengan format dalam Lampiran 10. Pasal 28 (1) Pemindahan alamat Kantor Perwakilan wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia, (2) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepulub) hari setelah pemindahan dilakukan sesuai dengan format dalam Lampiran 10, BAB X PERUBAHAN NAMA DAN BENTUK BADAN HUKUM Pasal 29 (1)Perubahan nama dan/atau bentuk badan hukum Bank wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia, selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) hari setelah perubahan nama dan/atdu bentuk badan hukum sesuai dengan format dalam Lampiran 12 dan wajib dilampiri dengan perubahan anggaran dasar dan/atau dokumen perubahan nama dan/atau bentuk- badan hukum yang telah disabkan oleh otoritas berwenang di negara asal. (2) Berdasarkan laporan scbagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank [Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai adanya perubahan dimaksud. (3)Pelaksanaan perubahen nama dan/atzu bentuk badan hukum Bank wajib diumumkan dalam surat kabar yang mempunyai peredaran Iuas di tempat kedudukan Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan selambat- lambatnya 10 (sepulub) hari setelah tanggal penerbitan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia. BAB XI MERGER DAN KONSOLIDASI Pasal 30 (1) Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan wajib melaporkan rencana merger atau konsolidasi kantor pusainya kepada Bank Indonesia, termasuk rencana’ tindakan yang akan dizmbil oleh kantor pusat Bank tersebut terhadap Kantor Cabang atau Kantor Perwakilannya di Indonesia. (2) Laporan rencana merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) hari sebelum tanggal pelaksanaan merger atau konsolidasi. (3) Laporan pelaksanaan merger atau konsolidasi wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Csbang atau pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelzh tanggal pelaksanaan, disertai ' dengan fotokopi dokumen persetujuan merger atau konsolidasi dari otoritas berwenang di negara asal Bank. (4) Pelaksanaan merger atatn konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib diumumkan dalam surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan selambat-lambataya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan. BAB XII PENUTUPAN KANTOR Pasal 31 (1) Penutupan Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Perwakilan hanya dapat dilakukan dengan izin Direksi Bank Indonesia. (2) Permohonan penutupan Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Direksi Bank Indonesia sebelum pelaksanaan penutupan Kantor Cabang Pembantu dimaksud sesuai dengan format dalam Lamplran 13, disertai dengan alasan permtupan dan langkah-langkah serta bukti penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak lainnya. (3) Permohonan penutupan ~~ Kanter Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digjukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebelum pelaksanaan penutupan Kantor Perwakilan dimaksud, sesuai dengan format dalam Lampiran 14, disertai dengan alasan penutupan dan langkah-langksh serta bukti penyelesaian kewajiban kepada pihak lain. (4) Persetujuan © atan penolakan -atas permohonan penutupan kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diberikan Ll 15 (tina belas) hari setelah: a. dokumen permohonan diterima secara lengkap; b. berdasarkan hasil pemeriksaan, sefuruh kewajiban Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Perwakilan telah diselesaikan. (5) Penutupan Kantor Cabang Pembant: sébagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumomkan dalam surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan kantor bank selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal izin penutupen dari Direksi Bank Indonesia, (6) Laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Perwakilan yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat {4) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia selambat-lambatmya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penutupan sesuai dengan format dalam Lampiran 15. Pasal 32 (1) Rencana penutupan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu dan/atau penghentian kegiatan kas di luar kantor bank wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia, disertai dengan alasan penutupan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan penutupan kantor danfatau penghentian kegiatan kas di luar kantor bank dimaksud. (2) Laporan pelaksanaan penutupan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu dan/atau penghentian kegiatan kas di luar kantor bank scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesis selambat-lambatnya 10 (sepulub) hari setelah tanggal penutupan dan/atay penghentian kegiatan kas di Tuar kantor bank sesuai dengan format dalam Lampiran 16. Pasal 33 Penutupan Kantor Cabang mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Peacabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank, BAB XIII LAIN-LAIN Pasal 34 Penggunaan tenaga kerja warga negara asing pada Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu, atau Kantor Perwakilan wajib mengikuti ketentuan mengenai ketenagakerjaan yang berialu di Indonesia. Pasal 35 Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu, atau Kantor Perwakilan wajib tunduk pada ketentuan perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlakn di Indonesia. Pasal 36 (1) Seluruh permohonan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dalam Surat Keputusan ini, kecuali permohonan persetujuan prinsip dan permohonan izin uszha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1), wajib menggunakan bahasa Indonesia, (2) Selurub laporan, baik yang dinyatakan dalam Surat Keputusan ini maupun laporan lain yang disampaikan kepada Bank Indonesia, wajib menggunakan bahasa Indonesia, (3) Petunjuk pelaksanaan operasional dan dokumen operasional Kantor Cabang wajib menggunakan sekurang-kurangnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pasal 37 Pembukaan Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu yang akan melakukan Xegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, selain mengikuti ketentuan- ketentuan dalam Surat Keputusan ini juga wajib mengikuti ketentuan yang mengatur tentang bank umum berdasarkan Prinsip Syaniah. BAB XIV ALAMAT PERMOHONAN IZIN DAN PENYAMPAJAN LAPORAN Pasal 38 (1) Permohonan untuk mendapatkan izin Direksi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan ini dialarnatkan kepada: a. Direksi Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, JI. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Kantor Cabang atax Kantor Perwakilan yang berkedudukan di wilayah Jabotabek; atau b. Direksi Bank Indonesia Up. Utusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek. (2) Penyampaian laporan-laporan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan ini dialamatkan kepada: a. Bank Indonesia Up. Utusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, JI. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Kantor Cabang ‘atau Kantor Perwakilan yang berkedudukan di wilayah Jabotabek; atau b. Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, J. MH. Thamrin Neo. 2, Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek. BAB XV SANKSI Pasal 39 (1) DKantor Cabang dan Kantor Perwakilan yang tidak menaati ketentuan dalam Pasal 12 ayat (4), Pasal 14 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 41 ayat (3) dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 Undang-undeng Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998. (2) Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan yang tidak menaati ketentuan dalam Pasal 9 ayst (2), Pasal 1! ayat (2), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (4), Pasal 23 ayat (5), Pasal 24, Pasal 26 ayst (7) dan ayat (9), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 31 ayat (5) dan ayat (6), Pasal 32 ayat (2), dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal $2 Undang-undeng Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. teguran tertulis dan denda berupa kewsajiban membayar sebesar Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kelambatan untuk setiap laporan dan/atau pengumuman; b. teguran tertulls dan denda berupa kewajiban membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) apabila Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan tidak menyampaikan laporan dan/atau pengumuman. (3) Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan dinyatakan tidek menyampaikan laporan dan/atau pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b apabila Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan belum menyampaikan laporan dimaksud setelsh 30 (tiga puluh) hari sejak batas akhir penyampaian laporan, (4) Setiap pihak yang tidak menaati keterituan Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2), dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 46 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan scbagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 Permohonan penutupan dan perubshan nama Kantor Perwakilan yang telah digjukan kepada Menteri Keuangan sebelum berlakunya Surat Keputusan ini dan belum mendapat persetujuan atau penolakan akan diselesaikan oleh Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Surat Keputusan ini. Pasal 41 (1) Ketentuan mengenai Dana Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf ec, tidak berlaku bagi Kantor Cabang Bank yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya Surat Keputusan ini. Kewajiban Penyedizan Modal Minimum bagi Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menerapkan Dana Usaha sebagai pengganti Net Inter Office Fund sebagaimena distur dalam Surat Keputusan Direksi tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minirsum Bank. Penerapan Dana Usaha sebagai pengganti Net Inter Office Fund sebagaimena dimaksud dalam ayat (2) wajib dilaksanakan sefambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1999, Pasal 42 Ketentuan mengenai anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwskilan sebagaimana dimaksud dalam Pasa} 20, Pasal 21, dan Pasal 22 tidak berlaku bagi anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan yang telah memperoleh persetujuan sebetumn berlakunya Surat Keputusan ini. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 43 Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, semua ketentuan yang bertentangan dengan Surat Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 44 Surat Keputusan ini mula berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengefahuinya, memerintahken pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannys dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Mei 1999 DIREKSI BANK INDONESIA — TVRs Achwan Subarjo Joyosumarto weg S107 0 (448) 20-10-98. TS No Lamp : Kepada Direks! Bank Indonesia JIL. MH. Thamrin No. 2 JAKARTA 10110 Up. Uruser, Pengatursn dag Pengembangan Pecbankan Perihal: Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang dari Bark Vang Berkedudukan Di Luar Negeri ee ———————— Dengast ini kami mengajukan permohionan untuk mendapatkan persetujusn prinsip pembulaan Kantor Cabang di..covur vrei sninapscnense Sebagai bahan pertimbangen bersama ini difampirkan: 1. Fotokopt akta pendirian badan Jhukum Bank, termasuk anggaran dasar yang telah disakkan oleh instansi berwenang di negara tempat kantor pusat Bank. 2. Fotokopi izin usaha Bank yang dikeluarkan aleh otoritas perbankan di negara tempat kantor pusat Bank, 3. Fotokopi dokumen yang menyatekan : uw Peringkat dan Reputasi Bank; b. Peringkat total aset Bank di dunia. 4. Surat pernyataan tidak berkeberntan unfuk mermbuka Kantor Cabang di Indonesia dari otoritas perbarkan di negara tempat kantor pusat. 5. Laparan keuangan per tanggal terdekat. 6. Laporan Keuangan Konsolidasi 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik internasional yang independen. 7. Fotokopi dokumen tentang tingkat kesehatan 2 (dus) tahun terakhir. 8. Daftar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang Jisertai dengan dokumen yang dipersyaratkan. 5. Rencana susnan organisasi. “% } 10. Rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama yang berisi: a. hisil penefaghan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana; e. rencana kebutuhan pegawai; d. proyeksi arus kas bulanan selama 17 (dua belas) bulan serta proyeksi nersca dan perhitungan laba rugi. 11. Dafiar nasabab/calon nasabah yang berkedudukan di Indonesia, 12. Daftar nama bank koresponden di Indonesia. I3.Fotokopi bilyet deposito setara dengan Rp. {... «}) 8las name Direksi Demikian permohonan kami. DIREKSI ot Kantor Bank Indonesia emeeen(bagi Kantor Cabang yang beckedudukan di fuar wilayah Jabotabek) No. Lamp Kepada Direkst Bank Indonesia IN. MH, Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Perihal : Permohonan fzin Usaha Kentor Cabang dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri Menunjuk persetujuan prinsip Direksi ‘Bunk Indonesia Nomor .......... tanggal very dE0gEN ini kami Nama bank : Gindsnkh dunn Alamat Kantor Cabang : asnpabnsindbOlE mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha Kantor Sa Bank. Untuk melengkapi permohonan dimaksud, becsama ini kami sampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Daftar susuman Pimpinan Kantor Cabang disertal dengan dolumen yang dipersyaratkan. 2. Susunan orgenisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personafia, dalam bahasa Indonesia. 3. Fotokopi bilyet deposifo setara dengan Rp. oon (oni, J} atas nama Direksi Bank Indonesia qq. . yang merupakan bukt! pelunasan dari Dana Usaha yang dipersyaral 4. Bukti kesiapan operasional lainnya, antara lain berupa La daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyews gedung kantor; ¢. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; “hh \ waagrersenacos nrares No Lamp Kepada Direksi Bank Indonesia JL MH. Thasarin No. 2 Perihal: Permohonan Persctujuan Prinsip Perabuksan Kantor Cabang dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan porsetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang Bheveiercernrmenmersinivn sn enne —— Sebagal bahan pertimbangan bersama ini dilampirkan: 1. Fotokopi akin pendirian badan huknm Rank, termasuk anggaran desar yang whah digahkan oleh instansi berwenang di negara tempat Kantor pusat Bank 2. Fotokopi zin usaha Bask yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan di negara tempat Kantor pusat Bank. 3, Fotokopi dokurmen yang menyatakan : a. Peringkat dan Reputasi Bank; b. Peringkat total aset Bank di dunia, 4, Suyat pernyatasn tidak berkeberatan untuk membuka Kantor Cabang di Indonesia dari otoritas perbankan di negara tesnpat kantor pusat. 5. Laporan keuangan per tanggal terdekat. 6. Laporan Keuangan Konsolidesi 3 (tiga) tahun terakhix yang telah diaudit oleh kantor akumtan publik intermasional yang independen. 7. Fotokopi dokumen tentang tingkat kesehatan 2 {dua} tahun terakhir. 8. Dafiar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan, 9. Rencana susunan organisast. “hk —- } 10. Rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama yang berisi: a. hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; b. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana, c. rencana kebutuhan pegawai; d. proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan serta proyeksi neraca dan pethitungan Taba rugi, 11. Daftar nasabah/calon nasabsh yang berkedudukan di Indonesia. 12. Daftar nama bank koresponden dj Indonesia, 13. Fotokopi bilyet deposit setara dengan Rp. { ) atas pama Direksi Bank i aq. Demikian permohonan kami. DIREKSI co: Kantor Bank Indonesia ..........(bagi Kantor Cabang yang berkeduduksn di luar wilayah Tabotabek) No. Lemp ! Kepada Direksi Bank Indonesia JL M.H. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Perihal : Fermohonan Izin Usaha Kantor Cabang dari Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri Menunjuk persetujuan prinsip Direksi Bank Indonesia Nomor ....eeve. tanggal 1neeny dengan ind kami Nama bank Fea Alamat Kantor Cabang % . mengajukan permobionan untuk mendapatkan izin usaha Kantor Cabang Bank. Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut: i, Daftar susuman Pimpinan Kantor Cabang disertal dengan dolumen yung dipersyaratkan. 2. Susunan organisasi serta sistem dan prossduc kega, tenmasuk suswnan personalia, dalam bahasa Indonesia. 3. Fotekopi bilyet deposito setara dengan Rp. nama Direksi Bank Indonesia gg. ................ bukit pelunasan dari Dana Usaba yang dipersyaratian, 4. Bukti kesiapan operasional lainnys, antara isin berupa : _ a. dafter aktiva tetap dan inventaris; b. bukil kepemilikan, penguasasn stan perjanfian sewa-menyewa gedung kantor; ¢. foto gedung kantor dan tata letak rusngan; d. contoh formulir warkat yang akan digunakan untuk operasional Kantor Cabang Bank; ¢. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). 5. Surat pernyataan tidek merangkap jabatan bagi Pimpinan Kantor Cabang. Demikian permohonan kami. DIREXS! ca Kantor Bank Indonesia ............... {bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di har wilaysh Iabotabek}, No. Lamp : Kepada Bank Indonesia Ji MH. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Perihal : Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Kantor Cabang Memumjuk Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia Nomeor .... tanggal ..... eeorenitoritang Pemberian Yzin Usaha Kantor Cabang Bank | dengan ini ilaporkan bahwa kami telah memulai kegiatan tissha pada tanggal Demikian agar snaklum, PIMPINAN KANTOR CABANG BANK owaimarimimmie ce: Kantor Bank Indonesia ............... {bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di Juar wilayzh - Jabotabek). Lh Ne. Lamp : Kepada Direksi Bank Indonesia BMH, Thaswin No.2 JAKARTA 10110 Dengan ini kami mengajukan permohonan isin pembukaan Kantor Cabang Pembantu dengan alamat ......c.ovuverrerretli KOterosvoeonnn.on.. $6521 dengan rencans keria tabunan Kantor Cabang kei, Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Laporan kevangan gabungan Kantor Cabang dan rincian Kualitas Aktive Produktif 2 {dua} bulan terakhir. £ 2. Rencana persiapan operasional Kantor Cabang Pembantu, 3. Hasil studi kelayakan yang memuat: 2. potensi ekonomi; b. peluang pasar; e. tingkat persaingan yang sehat antar bak; d. tingkat kejenuhan jurnlah bank; ©. proyeksi arus kes bulanan selena 12 (dua befas) bulan; 4. Rencanz kega Kantor Cabang Pembanty selama ........... {i.ev.e-...) bulatt, Demikian permobionan kami, PIMPINAN KANTOR CABANG oe ¥antor Bask Indonesia Tabotabek). +. (bagi Kantor Cebarg yang berkedudukan di fuar wilaywh “hh acinomae (SIREN MAL Rk 100 Faihplren 3 FERHITURGAN LABA-RUGI DAN LAMA DITARAN GABUNGAN 5 s 2.1. Prost a ousted wisi rest 32. Perdapucss yubte astog 2 Pendupeiun lninnyn 24, Petupitan Sata Santor MLA PERDA PATA OPERABIONKL, LMWYA bus epmamensd Inkagn uk. Boban idmintairnst dem neues 4.3. Baran pecneintis: 4.3, Pentland smarts tas 6530 proach 4, aban Ize 4.5. Bebo Ker Kanan HUAI BEAN OFERASIONN, LAURA -/- VERDARATAN/IEBAN OPERATIONAL BERS PERDAPATA/ BEAN NON PRARIONAL Fenlagaiar pin apernsiont Beran oon gperesimnal PENDAPATANTEERSH HOM OPURSSIONAL HERSHL FENORPATAS {SEAS LIAR BIASA Lebnfrugl webelnas prac parghanita Talsiern pak pesgiiotan f+ TANAREO] TAMU BERIALAN Bada ditmbran new] prrisde LABA DIYARAN ARHIR PERIDOE ‘Let, fd Mik sm rnc hs IAAT aM LL MINS = LAPORAN KOMITMER DAR XORTIHIENSL GABUNGAN RANTOR CABANG RANK Frailioht irda gg diderins dan bekum digesian 4. Rpish Valin using Fembolion valuta ashy berfangin, Prmbellan vabita nals ford 5 blu diarirasiiar Lan. Jwala tagihan kymitoven Kesendipee Sppibiar Foaling bees Joapada ranatiah oy bekum ddr reveals LiC yang sinh begeler dein rangi ompaz dam chur Hsmseptunl wan pac ates dame LAC Bedfangki Panfiainn Yalus wing MAKES Penfurlai: Wits doing hind yy Seuss Litre shams koewaliemn keosirorert SUNLER ROMITHEN ERY = Vetuin wang. b. Akaepissl bless ARSESeRiSR Ret Brians, « Lats Hevncable LiL yong mans betjaian dalam canglx enpor dar ckaper Peruatun opst valuta aang Laanys umslah Sowden nein | SUMLAM ROWTQLIENS SERS KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF RANTOR CARANG BARK wer omemnris . TRRERRD opanosinnes . Pencrapatan pads Bark lain Surat-surat Berharge Kredit yang dibarikan a Fibak tered! dengan bank « Jersdit properti = kredit yang direstriturisasi b. Pihak bain. - Jeredlit prapests + redit yang diresirukturisesi Penyeriamn & Pode pernsuhaan keuangan b Dadar rangle restruldurissst kredie - Transakai Rekening Administratid 4 No. Lamp : Kepada Bank Indonesia JL MH. Thamrin No.2, Perhal: Laporan Pelaksanazn Pembukaan Kantor Cabang Pembantu oer en bene eens Berdasarkan surat izin pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari Direksi Bank Indonesia Nomor ,.vuuviisas... tanggal .. dengan ini dilaporkan bahwa Kantor Cabang Pembantu kami di ....... .. secara resmi telah dibuka pada tanggal ... RRS " Demikian agar maklurs. PIMPINAN KANTOR CABANG cer - Kantor Bauk Indonesia ......ceevennen (bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di luar wilayah Jabotatiek). t,t No. Lamp : Kepada Bank Indonesia JL MH. Thamrin No.2 Perilinl : Laporan Pelalesanaan Pembuksan Kantor di bawsh Kantor Cabang Pembantu + - dan Kegiatan Kas di Loar Kantor Bank Menunjuk surat kami Nemor ............. tanggal .............. peribal ...... Een , dan sesuai dengan rencana kerja fahunan Kantor Cabang kami, dengan ini dilaporkan bahwa telah dilaksanskan pemnbukasn / pelaksanaan kegietan : Demikian agar maklum, ” PIMPINAN KANTUR CABANG BANK een pranitiasin ¢ * Kentor Bank Indoncsia ............... {bagt Kantor Cabang yang berkedudukan di fuar wilsyah Jobotabek). *) untuk kegiatan lainnys agar disebuikan jendsnya 5 No. Lamp : Kepada Bank Indonesia JL MH. Thamrin No.2 JAKARTA 100810 Peeihal 1 Laporan Pengangkatan Pimpinau Keator Cabang/pemimpin Kantor Perwakilan®) Berdasarkan surat persetjusn Direksi Bank Indonesia Nomor coer... tanggal CITT perihal .............. dengen ini dilaporkan telsh diangkat Pimpinan Kantor Cabang/pemimpin Kantor Perwakilan®) sebagai berikut : Nama Jabatan Terlawnpir kami sampaikan dekumen-dokumen yang dipersysratkan, Demnifdan ager maklum, DIREKSE J BANK . ot Kantor Bark Indonesia v..veenennss (bagi Kardor Cabang yuig berkechudukan i Tuar witayah Jabatabok). +) ort yang tidak perfu mpiran ?_Sural mugen Direksi Bank Indonesia 2/ 37 al 1.199% No. Lamp : Kepada Direksi Bank Indonesia Il. MLH, Thamrin No.2, JAKARTA 10110 Perihal : Permohonan Izin Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu *} Dengan ini kami mengsjukee permohonan persetujuan cai alamat Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu *) yang semula beralmmat di . - mead b beralmmat di a pngan asan Stage disertai data-data sebagai berticut: 1. Bukti-bukti kesiapan operasional kantor, ternasuk sarananya. 2. Rencana penyelosaian atau pengalihan tagthan dan kewajiban 3. Hasil studi kelayakan mengenai tempat kedndukan kantor bank yaitu: +) 2 potensi ekonomi; } b. pelueng pasar; ©. tingkat persaingan yang sehat antar bank; d. tingkat kejenuhan jumlah bank. Demikian permohonan kami. PIMPINAN KANTOR CABANG ec : Kantor Bank Indonesia pada alamat scbelummya dan alanmt yang baru (bagi Kantor . Cabang/Pexwakilan yang hetkedndukan di lvar witayah Jabotabek) " caret yang tidak perfu *y Apabile perindaban alamat &f Juar kabupatenfotamadya asl A) b ~~ Lamp : Kepada * Bank Indonesia JI MH. Thamrin No.2 Peribal: Laporan Pelaksangan Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kanter co Cabang Pembantw/ Kantor di bawah Kantor Cabang Pernbantu/Kantor Perwakilan*} Dengan ini kami laperkan sebagai berikut | Berdasarkan surat izin pemindshan alamat Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu®) dari Direksi Bank Indonesia NOMOT ..cvvverrreerersinneenn nd tanggal......... waren telat kami laksanakan kepindshan alamat kantor pada tanggal dengan informasi : Alamat lama coll Telp. ... Telex . «Fax. Alamat baru Hosavoronggl Telp. ... oo Telex Line. Fax oo, Menunjuk surat kami nomor .........tanggal .......... perifal coo... telah kami {aksanakan kepindahan alamat Kantor di bawah Kantor Cabang Fembantu / Kantor Perwakilan *) pada tanggal .. dengen informasi Alamat lama ....Telp. . oo Telex Alamat baru Eel. Demikian agar aklum. PIVIPINAN KANTOR CABANG/PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN®) BANK. .......oorimarernrennan Cree, . Kanter Dank Indonesis peda slamat scbeumnga den slamat yang bare (bagi Kantor Cabeng/Kantor Perwskilan yang berkedudukan di luar witaysh Jabotabek) caret yang tidak perin ht No. Lamp : Kepads Bank Indonesia Ji. MH. Thamrin No.2 Perihat: Rencana Pemindzhan Alamat Kantor & bawah Kantor Cabang Pembantu Dengan ini dilaporkan bahwa kantor kami df .......cco.ooereceernenen.akon kami pindahkan dengan data-data sebagai berikut : 1. Alamat lama 35 vennassies Telp. coniconenn. Telex nnn Fax ee. i 2. Alamat barn Dvveeeses Teper Tele nn Fax, 3. BAI 0 SA SR. 5. Hasil studi laste mengenai tingat wndian jas bank apabila pemindahan dilakukan di fuar Kabupaten/Kotamadya tempat kedudukan semula. Demikian agar maklum. PIMPINAN KANTOR CABANG BANK .. oc : Kantor Bank Indonesia pada alomat sebelumnys dan alamet yang bara (bagi Kantor Cabang yang barkedudukan di lier wilayah Jabotabek) Sh Ne. Lamp : Kepada Bank Indonesia Ji, MH. Thamyin No.2 AKAR 16 Dengan ini dilaporkan bahwa bark kami dengan nama/bentuk hulkum*) -osejek tanggal Loe telah berubah nama/bentuk huknm*) menjadi a8 .. dan telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang di nega asal Bank sesuai dokumen terlampir. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kami mohon kepada Bagk Indonesia untuk memberlakukan fzin ussha bagi Kantor Cabang/bentuk hukurn®) ........... kepada Kantor Cabang/bentuk Bukum®) ........co.vovvevivinoreen v Demikian permahonan kami. PIMPINAN KANTOR CABANG/PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN®) BANK. oe Kantor Bank Indonesia ......... {bagi Kantoe Cabang/Kantor Perwskilan yang beckedudukan di luar wilaysh Jahntabek) *} cote yang tidak perfy 54k ampiran 13 Surat Keputusap Dizeksi k 7 /KEP, Mei 1999 EE 13 No. Lamp : Kepada Direksi Bank Indonesia J. MH. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Peribal © Permohonan Izin Penutupan Kantor Cabang Penbantu Dengan ini kami menpajukan Jemchona izin A kantor yang beralamat ry dengan alasan _. SO Secbagal bahan pertimbangan kami fi I dan bukti penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya. Demikian permobonan kami, PIMPINAN KANTOR CABANG BANK .... ce: Kantor Bank Indonesia cov... {bagi Kantor Cabung yang berkedudukan di luar wilayeh + Jabotabek) 25k Lampiean 14 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Norvor 7 fnpga i 1999 Lampiran 14 No. Lamp Kepada Dircksi Bank Indonesia JI MH. Thamrin No.2 Peribal : Pej zin Penn or Perwa Dengan imi kami mengajukan pecmshiunze. 2 izin I pemiugan Kantor Perwakilan Bank kami yang beralamet 8... coeveee. dengan alasan "goog & bahan + gedinmngi kal sumpaikan langkah-langkals dan bukd penyelesaian kewajiban kepada pihak fain, Demikian permohonan kami. DIREKSY © Kantor Bank Indonesia .. Jabotabek). « (bagi Kantor Perwakilan yang berkedudukan di liar wilayah £4} Lampiran 15 Surat Keputusan Diceksi Bank Indonesia Nowor 32/37 /KEP/DIR tanagal 12 Mej 1990 Lampirap 15 Ne. Lamp : Kepada Bank Indonesia JI. M.H. Thamrin No.2 Perihal 1 Laporan Pelsksanasn Penutupan Kantor Casbang Pembante/Kantor Perwakilan®) Berdasarkan surat izin Direksi Bank Indonesia tentang peautupan kantor Nomor 2% ... tanggal ... dengan ini dilsporkan bahwa Kantor Cabang Pembantu / Kantor erwekilan *) kami yang beralamat di 5 tell kami tatup pada tanggal Demikian ager maklum, PIMPINAN KANTOR CABANG/DIREK SI BANK*} © Kantor Bank Indonesia .............. (bagi Kantor Cabagniantor Pervakilan yang berkedudukan } di lnar wilaysh Jabotabek)} La 4 coe yang tidak perl Kepada Bank Indonesia 11. MH. Thamrin No.2 JAKARTA 10318 Ub. Urusan Peneaturan dan Pengembangan Perbankan Perihal : Laporan Pelaksanwan Penutupas Kantor di bawah Kantor Cabang so Pembantuw/Penghention Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank *) Menuntjuk surat kami Nomor .......icevvieenee tanggal oie. perihal rasrensenenss , dengan ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penutupan / penghentian Kegiatan Lain™) Demikian agar maklum, PIMPINAN KANTOR CABANG ce: Kantor Bank Indonesia Jabotabek) » Uttar kegfutan lainnya agar disebutkan jendtnya +. (bagi Kantor Cabeng yang berkedudukan di lnar wilayeh Bh}
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 32/37/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id> <reg_title> PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR PERWAKILAN DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI </reg_title> <set_date> 12 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 12 Mei 1999 </effective_date> <related_reg> '10/UU/1998', '32/34/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999', '7/UU/1992', '13/UU/1968', '24/PP/1999', '32/33/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XV' </penalty_list>
SK DIR ini dicabut oleh: PBI No.9/17/PBI/2007 tgl.04-12-2007 bagi BPR berdasarkan prinsip DIREKSI No. 30/12/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG TATACARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang © a bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna josa bak maupun Bank Indonesia selaku pembiria dan pengawas bank; b. bahwa dengan pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang keuangan dan perbankan maka telah terjadi perubahan yang eukop berpengaruh terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan Kesehatan bark, termasuk kesehatan Bank Perkreditan Rakyat; c. babwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan tatacara penifaian’ tingkat keschatan Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia; 0-180 © fad - 507 - 12-9 + 51 DIREKSI Halaman . 2 BANK INDONESIA Mengingat © ©. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan {L.embaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomeor 3472); 3. Peraluran Pemerintsh Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3504); 4, Peratwran Pemerintah Nomor 72 Tshun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 119, Tambaban Lembaran Negara Nomor 3505); MEMUTU SKAN Menetapkar ©: SURAT KEPUTUSAN DIREKSE BANK INDONESIA TENTANG TATACARAPENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Bank adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1972 tentang Perbankan, Pasal 2 (1) Tingkat keschatan Beck pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengarub terhadap kendisi dan perkembangan suatu Bank, (2) Pendekatan kualitatif sebagaimana dimaksod dalam ayat (1) dilalukan dengan penilaian terhadap faktor-fakior permodalan, kualitas aktiva produkiif, mavajemen, rentabilitas dan likuiditas. (3) Setiap faktor yang dinilai scbagaimaria dimaksud dalam ayat (2), terdiri atas beberapa komponen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Surat Keputusan ini. Pasal 3 Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) pada tabap pertmma dilakukao dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat 3). Pasal 4 (1) Faktor dan komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap keschatan Bank, dan fercantum dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini. (2) Penilaian foktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit (reward system) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampa dengan 100. (3) Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat dikurangi dengan nifai kredit atas pelaksannan ketentuan-ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat keschatan Bank, Pasal 5 (1) Hasil kuantifikasi dari komponen-komponen sebagaimana dimaksud datam Pasal 3 dan Pasal 4 dinilal lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil berpengarsh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor. (2) Berdasarkan penilsian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan empat predikat tingkat kesehatan Bank sebagai berikut : a. Sehat; b. Cukup Sehat; ¢. Kurang Schat; d. Tidak Sehat. Pasal 6 Predikat tingkat keschatan Bank yang sehat atau cukup schat atau kurang sehat akan diturankan menjadi tidak schat apabila terdapat ; a. perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbaikan kesulitan dalam Bank yang bersangkutan; b. campar tangsn pihak-pihak di lear Bank dalam kepengurusan (manajemen) Bank, termasuk di dalamnya ketjasama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atan beberapa kantornya berdiri sendiri; c. “window dressing” dalam pembukuan dan atau laporan Bank yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan Bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap Bank; d. prakiek “bank dalam bank” atau melakuken wsaha bank di fuar pembukuan Bank; e. kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak keliga; atau f. praktek perbankan lain yang menyimpsng yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank dan/atan menurunkan kesehatan Bank. ; BAB II PELAKSANAAN PENILAIAN Faktor Permodatan Pasal 7 (1) Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurnt Risiko (ATMR) sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor = 26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyediaany Modal Minimum Bank dap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/2/BPPP tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Bagi Bank Perkreditan Rakyat masing- masing tanggal 29 Mei 1993. (2) Penilaian terhadap pemenuban KPMM ditetapkan sebagai berikut : . a. pemenuban KPMM sebesar 8% diberi predikat “Sehat” dengan nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0,1% dari pemenahan KPMM scbesar 8% nilai kredit ditambah 1 hingga maksimum 100; b. pemenuhan XPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9% diberi predikat “Kurang Sehat” dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap pesurunan 0,1% dari pemenuhan KPMM sebesar 7,9% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum ©. Faktor Kualitas Aktiva Preduoktif Pasal 8 (1) Penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada 2 rasio yaitu : a. rasio Aktiva Produktif Yang Dillasifikasikan terhadap Aktiva Produktif, b. rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif wang dibentuk olch Bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk oleh Bank. (2) Aktiva Produktif, Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan serta Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif masing-masing tertanggal 29 Mei 1993, sebagsimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bapk Indonesia Nomor 26/167/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/9/BPPP tentang Penyempurnaan Pembentukan Penyisthan Penghapusan Aktiva Produkiif masing masing tanggal 29 Maret 1994. (3) Rasio Aktiva Produktif Yang Dikiasifikasikan terhadap Aktive Produktif schagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sebesar 22,5% atan jebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 22,5% nilai kredit ditambah 1 dengan maksinum 100, (4) RasioPenyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk oleh Bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk oleh Bank sebugaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar 0% diberi uilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1% dimulai dari 0 nilal kredit ditambaly § dengan maksimvm 100. Fakior Manajemen Pasal 9 (1) Penilaian torhadap faktor manajemen mencakup 2 (dua) ’ komponen yaitu manajemen unum dan menajemen risiko, dengan mengpunakan daftar pertanyaan/pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 Surat Keputusan ini. (2) Jumlah pertanyaan/pernyataan. ditetapkan sebanyak 25 yang terdiri atas 1@ pertanysaw/pernyataan manajemen umum dan 15 pertanyaan/pernyataan manajemen risiko. (3) Skala penilaian untuk setiap pertapyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai dengan 4 dengan kriteria : a. milai 0 mencerminkan kondisi yang lemah; b. nilal [, 2 dan 3 mencerminkan kondisi antara; ¢. nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik, Fakior Rentabilitas Pasal 10 (1) Penilajan terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio vaitu : a. rasic Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhodap Rata-rata Volume Usaha dalam periode yang sama; b. rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan Operasional dalam periode yang sama. (2) Rasio Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap Ratarata Volume Usaha dalam periode yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat {1) huruf a sebesar 0% atau negatif diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenatkan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. (3) Rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan Operasional dalam periode yang sama scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100, Faktor Likuiditas Pasal 11 (1) Pepilafan terhadap faktor fikuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu : a. rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar; b. rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank (2) Alat Likuid schagaimana dimaksud dalam ayat (1) howl a meliputi kas dan penanaman pada bank lain dalam bentul giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank lain pada Bank, (3) Hutang Lancer sebagaimave dimaksud dalam ayet 1 huruf a meliputi Kewajiban Segera, Tabuogan dan Deposito. (4) Kredit scbagaimana dimaksud dalam ayat I huraf b meliputi : a. kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian kredit sindikasi yang dibjayai bank lain; b. penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang diberikan dengan jangka waka lebih dari 3 (tiga) bulan; ©. penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka kredit sindikasi. (5) Dana Yang Diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huraf b meliputi : a. Deposito dan tabunpan magyarakat ; b. Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan (dius pinjaman subordinasiy; c. Deposito dan pinjaman dari bank fain dengan jangka waku lebih dari 3 bulan; d, Modal int; dan e. Modal Pinjaman. (6) Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar sebagnimana dimaksud dalam ayat | hurof a sehesar 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0,05 % nilal kredit ditambah | dengan maksimum 100. (7) Rasio Kredit terhadap Dana Yang Dilerima oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar 115% atau lebih diberi nilaf kredit 0 dan untuk setiap pengrunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100. Pelaksanaan Ketentsan Lain Pasal 12 (1) Sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) pelaksanaan ketentudn yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan Bank adalah pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). (2) Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan fumlah - kemulatif pelanggaran BMPK kepada debitw individual, debitur kelompok dan pihak terkait dengan Bank, terbadap modal Bank. (3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (2) mengurangi nilai kredit hasil penilaian tingkat keseltatan dengan perhitungan : a. untuk setiap pelanggaran BMPK, nila kredit dikurangi 5; dan b. untuk setiap 1% pelanggaran BMPK nilai kredit dikurangi tagi dengan £,03 dengan maksimum 10. BAR III HASIL PENILAIAN Nilai Kredit dan Predikat Tiagkat Kesehatan Pasal 13 (1) Atas dasar nilai kredit dari faktor-fakior yang dinilai sehagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 11 diperoleh nilai kredit gabungan. (2) Nilai kredit gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah dikurangi dengan nilai kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diperoleh hasil penilaian tingkat kesehatan. (3) Penilaian tingkat kesehatan scbagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditewpkan dalam empat golongan predikat tingkat kesehatan Bank sebagai berikut : a. nilai kredit 81 sanpai dengan 100 diberi predikal Schat. b. nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat Cukup Sehat. c. nilai kredit 51 sampal dengan kurang dari 66 dibert predikat Kurang Sehat. d. nilai kredit 0 sampai dengae karang dari 51 diberi predikat Tidak Sehat. BAB IV PENUTUP Pasal 14 Ketentuan-ketentuan dalam Surat Keputusan ini belum diberiakukan bagi Bank Desa dan Lumbung Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357, Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9 dan Rijksblad Tahun 1938 Nomor 3/1 Pasal 15 Pelaksanaan tata cara penilaian tingkat keschatan Bank sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan ini berlaku mula penilaian bulan April 1997. Pasat 16 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. aa BY BIAOTD (548) - 305. 93. 86. 1 DIREKS! Halaman 13. BANK INDONESIA Agar setiap orang mengetabuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 30 April 1997 DIREKSI # ANK ho a fudin Nuodin Btu 8 z ADD AE - 301-12 95-81 Lampiran 1 SK DIR. BI Nomor 30/ 12 /KEP/DIR tanggal 30 April 1997 | Poker one dail | 1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang mentrut rigike a. Ragio akpiva produktif yan Giklnsjfikasikan crhadap skid | b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva Produvnt (en beni terladap penyisihan penghapusan aktiva produkdif yang wajth dibentuk . Manajemen Umum Manajemen Ristko . Ragjo laba terhadap rata-rata volume usaha . . Rasio biaya operasional terhadap pendapatar’ operasional . Rasio alat likuid terhadap hutang lancar . Rasip kredit terbadap dama yang diterima Lampiran 2 SK DIR BI Nomor 30/A2/KEP/DIR tan, PERTANYAAN / PI ATAAN M, N BAN] REDITA] 1. MANAJEMEN UMUM A. STRATEGI / SASARAN 1. Renwana ketja tabunan bank digunakan sebagai dasar acuan kegiatan usaha bank selama 1 tahun, B.STRUKTUR 2. Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan sefurub kegiatan bank dan tidak terdapat jabatan kosong atau perangkapan jabawan yang dapat mengpanggu kelancaran pelaksanaan tugas. 3. Bank menuliki batasan tugas dan wewenang yang jelas uniuk masing-masing karyawannya yang tercermin pada kegiawn operasionalnya. C.B3ISTEM 4. Kegiatan operasional dari pemberian kredit telah dilaksanzkan sesual dengan sistim dan prosedur tertulis. 5. Pencatatan setiap transaksi dilakukan secara akuras dan laporan keuangan disusun sesuai-dengan standar akuntansi keuanpan yang berlaku. 6. Bank mempunyai sistim pengamanan yang baik terhadap semua dokumen penting. 7. Pimpinan semantiasa melakukan pengawasan terhadap perkembangan . dan pelaksanaan kegiatan bawahaonya. “ D. KEPEMIMPINAN 0. Peagambilan keputusan-keputusan yang bersifat operasional dilakukan oleh direksi secary indepeaden. Pimpinan bank komit untuk menangani permasalahan bank yang dihadapi seria sepantiasa melakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Ditekst dan karyawan memiliki terib kerja yang melipudi disiplin kerja sents komitmen dan didukung sarana kerja yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan. H. MANAJEMEN RISIKO A. RISIKO LIKUIDITAS (LIQUIDITY RISK} HH. 12. Bank melakukan pemantauan dan pencatatan tagihan dan kewajiban yang jatuh tempo untuk mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan likuiditas. Bank senantiasa memelibara likuiditas dengan baik. B. RISIKQ EREDIT (CREDIT RISK) 13. 14. 15. Dalam memberikan kredit bank imelakukan analisis terliadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya, Setetah kredit diberikan bank melakukan pemantauan terbadap penggunaan kredit, serta kepminpuan dan kepatuhan debitur datam mememhi kewajibanoya, Baik melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan. C. RISIKO OTERASIONAL (OPERATIONAL RISK) 16. Bank menecapkan kebijaksanaan pembentukan penyisihan penghapusan piutang berdasarkan prinsip’ kehati-hatian. £ 17. 18. 19. 0. 21 22. 23. 24. Bank tidak menetapkan persyaratan yang lebih ringan kepada pemili/pengurs bank untuk memperoleh fasilitas dart bank. Pimpinan semantiasa melakukan tindak-lanjut secara efek!if terhadap temuan hasil pemeriksaan oleh Bank Indonesia. : . RISIKO HUKUM (LEGAL RISK) Perjanjian kredit tefah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Baok telah memastikan bahwa agunan yang diterina wlah memenohi persyaratan ketentuan yang berlaku. Bank menatwsahakan secara batk dan aman blangko bilyet deposito dan bukn tabungan yang belum digunakan (kosong), dan blangko bityet deposizo yang telah dicairkan dananys serta bukn tbungan yang dikembalikan ke bank karema rekeningnya telah ditstup. . RISIKO PEMILIK DAN PENGURUS (OWNERSHIP AND MANAGERSHIP RISK} Pemilik bank tidak mencampuid kegiatan operasional sehari-hari yang cenderung menguungkan kepentingan sendiri, keluarga atau grupnya sehingga merugikan bank. Pemilik bask mempunyai kemmmpuan dan kemauan untuk meningkatkan permodalan bank sehingga senantiasa mernenubi ketentuan yang betlaku, Direksi bank di datam melaksanakan kegiatan operasional tidak melakukan hal-hal yang cenderung menguntungkan diri-sendiri, keluargs dan grupnya, atau berpotensi akan merugikan bank. Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas direksi dalam batasan tugas dan wewenang yang jelas, yang dilakukan secara efekiil. {
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 30/12/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997 </reg_id> <reg_title> TATACARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 30 April 1997 </set_date> <effective_date> 30 April 1997 </effective_date> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '71/PP/1992', '72/PP/1992' </related_reg>
BANK TNDONESIA No. 28/76/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA TERHADAP BANK OLEH BANK INDONESIA DIREKST BANK INDONESIA, Henimhang i a. bahwa kesehatan bank sebagai lembaga kepercayaan Yang terutama bekerja dengan dana dari masyarakat wajib dipelihara guns kelangsyngan usahanya, terutama oleh pikak pengelola dan pemilik bank; b. bahwa dalam rangka memelihara kesehatan bank tersebut, Bank Indonesia berwenang untuk membina dan mengawasi bank termasuk melakukan pengussaan sementara terhadap bank yang mengalami kesulitan yarig membahayakan kelangsungan usahanya; a. hahwa tindakan panguasasan sementara terhadap bank termaksud diperlukan, agar . BL 10D D (ARG) «26 — 9 «8% - gop, Terma wan BANK INDONESIA Mengingat 1. Halgman oo. Bank Indonesia dapat secara -intensif melaksanakan pénelitian terhadap berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi untuk melindungi kepentingan masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang menyimpangi peraturan perundang-undangan vang berlaku; Dahwa berhubung dengan itn, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan tentang tindakan penguasaan sementara terhadap bank oleh Bank Indonesia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia;- Undang-undang Nomor 13 Pahun 1968 tentang Bank Sentral) {(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomoy 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865}; ’ . Undang~undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 199% Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) ; MEHUTUS KAN Menetapkan © SURAT | KEPUTUSAN DIREKST BANK INDONESIA TENTANG TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA TERHADAP BANK OLEH BANK INDONESYA SJRERSH BANK INDONESIA Halaman ...... Pasal 1 Dalam hal suatu bank mengalami Xesulitan -Yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat : .. a. melakukan tindekan sgar : 1. pemegang saham menambah modal; 2. pemegang saham mengganti dawan komisaris dan atau direksi bank; 3. bank menghapusbukukan kredit yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya: . 4. bank meleskukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; 5. bank dijual kepada pembeli vang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; b. mengambil <tindskan lain sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2 (1) Tindakan laip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 buruf Bb antara lain adalah Penguasaan samentara terhadap bank oleh Rank Indonesia; (2) Tindakan penguasaan sementara terhadap . bank - oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat {1}, tidak dimaksudkan untuk dan tidak dapat diartikan sebagai : a. mengambil - alih tenggung Jjawab perbuatan perbuatan penyimpangan atay pelanggaran yang dilakukan oleh Qewan komisaris dan atau diveksi lama. b. mengambil alih hak dan kewajiban bank. Pasal 3 Bank Indonesia melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 apabila berdasarkan penilajan Bank Indonesia tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pagal 1 huruf a tidak dapat mengatasi kesulitan vang membahavakan kelangsungan usahanya dan atay keadaan bank sodah cenderung membahayakan sistem perbankan. Pasal 4 Tindakan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia TwAnERNSE BANK INDONESIA tentang antara lain penguasaan sementara terhadap bank, pembekuan dewan komisaris dan atau direksi bank, ‘dan pengangkatan dewan komisaris dan atau direksi sementara oleh Bank Indonesia, serta disampaikan secara tertulis kepada bank yang bersangkutan. Pasal 5 Dewan konisarie dan atau direksi bank yang telan dibekukan : &. tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukom untuk dan atas nama bank sejak tanggal berlakunya . Suf#t Keputusan- Direksi Bank Indonesia tentang pembekuan dewan komisaris dan atau direksi bank; dan b. tetap bertanggung jawab baik bersama-~sama maupun sendiri sendiri terhadap semua perbuatan hukum vang dilakukan sebelum tanggal berlakunya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang .pembekuan dewan komisaris dan atau direksi bank; ‘dan ©. 'wajib membantu dewan komisaris dan atan direksi baru melskukan inventarisasi mengenai hak dan kewa jiban bank serta momberikan A man Em BANK HNOONESIA Er rar elaras cna a pm a Halaman memberikan informasi lain Yang diperlukan. Pasal 6 . Sebagal. tindak lanjut gary’ tindakan | penguaszaan sementara terhadap bank, Bank Indonesia dapat melakukan satu atau beberapa tindakap : a. melakukan upaya . dan tindakan menyelamatkan bank, tsrmasuk mengalihkan sebaglan atau Seluruh kepemilikan bank kepada investor baru; : Bb. mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyimpangan dengan menjatuhkan senksi administratif dan atau melaporkan kepada yang berwaiib; Pasal 7 Apabila tindakan penguasaan sementarsa terhadap bank oleh Bank Indonesia telah dapat memulihkan kesehatan bank yang bersangkutan, maka Bank Indonesia menyerakkan pengelolaannya kepada dewan komisaris dan atal direksi yang diangkat oleh para peregang saham yang telah disetujul oleh Bank Indonesia. Pasal 8 Apabila menurut ‘penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank telah sangat parah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan- tindakan sebagalmana dimaksed dalam Surat Reputusan ini, Bank Indonesia mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mensabut dzin usaha hank yang bersangkutan. Pasal 9 Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini dengan Denempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 Oktober 1995 DIREKSY # PANK INDONESIA Pa Hendrobudiyanto Heru Soepraptomo
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 28/76/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995 </reg_id> <reg_title> TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA TERHADAP BANK OLEH BANK INDONESIA </reg_title> <set_date> 3 Oktober 1995 </set_date> <effective_date> 3 Oktober 1995 </effective_date> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992' </related_reg>
DIREKSI No. 32/54/KEP/DIR BANK INDONESIA SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT DIREKSI BANK INDONESIA bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bark,” periu dilakukan penyesuaian ketentuan tentang tata cara pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank perkreditan rakyat; bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk menetapkan peraturan tentang Tata Cara Pencabutan Izin * Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat ‘Keputusan Direksi Bank Indonesia; : Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2387), 2 tte, DIREKS1 BANK INDONESIA Menetapkan “Halaman 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); 3. Undang-undang Nomor 7 Tzhun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tamibahan Lembaran Negara Nomor 3472) * sebagaimana telah diubah -dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tzhun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara ~Nomor 3790); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor ~ 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); } 6. Peratiran Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3831); MEMUTUSKAN : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK - INDONESIA TENTANG TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT. 2. DIREKSI Halaman . 3. BANK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ‘Dalam Surat Keputusan ini yang dimaksud dengan: a4 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1+ angka 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998; b. Kreditur adalah setiap pihak yang memiliki piutang atau tegihan kepada BPR, termasuk nasabah penyimpan dana; c. Pengurus BPR adalah direksi dan dewan komisaris bagi BPR. yang berbentuk hukum perseroan terbatas atau yang dipersamakan- dengan itu bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi atau perusahaan daerah; d. Tim Pengelola Sementara adalah pihak yang menjalankan fungsi direksi BPR sampai dengan terbentuknya Tim Likuidasi apabila direksi BPR yang dicabut izin usahanya tidak bersedia melaksanakan tugas dan kewajiban atau dalam keadaan tidak hadir; e. Rapat Umum Pemegang Sgham adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris, termasuk dalam pengertian ini adalah Rapat Anggota bagi badan hukum berbentuk Koperasi; f Likuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan izin uszha dan pembubaran badan hukum BPR; g. Tim Likuidasi adalah suatu tim yang bertugas melakukan Likuidasi BPR yang dicabut izin usahanya; h. Neraca Penutupan adalah laporan keuangan yang memuat posisi kekayaan dan kewajiban BPR termasuk rekening administratif pada tanggal pencabutan izin usaha yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; i: -Neraca Verifikasi adalah neraca awal yang dibuat oleh Tim “Likuidasi berdasarkan Neraca Penutupan BPR dalam _ likuidasi, yang memperhitungkan/memuat sekurang-kurangnya: . posisi- harta kekayaan berdasarkan nilai aktual yang diperkirakan dapat direalisasikan; 2.7 posisi - kewajiban setelah berakhirnya jangka :;:-waktu pengajuan tagihan atau piutang oleh ~Kreditur; jo Neraca Akhir Likuidasi adalah neraca yang memuat posisi kekayaan dan kewajiban BPR setelah Tim Likuidasi. menyelesaikan seluruh- tugasnya, yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi erpogns yang berlaku. BAB II _PENCABUTAN 1ZIN USAHA DAN PEMBUBARAN BADAN HUKUM Pasal 2 Pencabutan izin usaha BPR dilakukan oleh Direksi Bank Indonesia apabila a. tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun [998 belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi BPR; atau b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu BPR dapat membahayakan kelangsungan usahanya; atau c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham BPR. Pasal 3 Pencabutan izin usaha yang dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf b, ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang memuat antara lain: a. penetapan pencabutan izin usaha; b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantor-kantornya; - c. perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengurus BPR wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; d. perintah melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 12. ‘ Pasal 4 (1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, hanya dapat diberikan apabila BPR yang bersangkutan telah menyelesaikan kewajibannya kepada seluruh Kreditur. rd (2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang memuat antara lain: a. penetapan pencabutan izin usaha; b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantor-kantornya; c. perintah melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 12. Pasal 5 (1) Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada BPR yang bersangkutan. (2) Bank Indonesia: mengumumkan pencabutan izin usaha pada surat kabar harian setempat atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat, selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pasal 6 BPR yang dicabut izin usahanya wajib menutup seluruh kantornya untuk umum dan menghentikan - segala kegiatan perbankan, sejak tanggal pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4. Pasal 7 Sejak tanggal pencabutan izin usaha, Pengurus BPR dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan kekayaan dan kewajiban BPR, kecuali atas persetujuan dan/atau penugasan Bank Indonesia dan untuk: a. pembayaran gaji pegawai yang terutang; bB. pembayaran biaya kantor; Ce pembayaran kewajiban BIR kepada nasabah penyimpan dana dengan menggunakan dana lembaga penjamin simpanan. Pasal 8 Tugas-tugas yang wajib dilaksanakan oleh direksi BPR setelah dilakukan pencabutan izin usaha sebagaimana ~dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 antara lain: a. menyusun Neraca Penutupan yang belum diaudit atau ’ disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Pengurus BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; b. mempersiapkan calon anggota Tim Likuidasi untuk mendapat persetujuan Bank Indonesia sebelum diajukan pada Rapat Umum Pemegang Saham; c. mempersiapkan pemutusan hubungan kerja dengan pegawali; i d. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 9 (1) Dalam hal direksi BPR yang dicabut izin usahanya tidek bersedia melaksanakan tugas.dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, atau direkst BPR dalam keadaan tidak hadir, Bank Indonesia membentuk Tim Pengelola Sementara. (2) Tim Pengelola Sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjalankan fungsi direksi BPR sampai terbentuknya Tim Likuidasi, dengan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8. Pasal 10 Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a: a. wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bank Indonesia bagi BPR yang memiliki total aset Rp10.000.000.000,00 - (sepuluh milyar rupiah) atau lebih; b. wajib ‘memperoleh pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham pada saat pembubaran badan hukum bagi. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10:000.000.000,00 (sepulutrmilyar rupiah); c. dalam: “hal Rapat Umum. Pemegang = Saham sebagaimana “dimaksud dalam huruf b tidak dapat _dilaksanakan, Neraca Penutupan wajib disahkan Pengurus BPR.” - Pasal 11 (1) BPR wajib menyampaikan Neraca Penutupan yang ‘belum diaudit atau belum disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. (2) Penyampaian Neraca Penutupan sebagaimana * dimaksud dalam ayat (1) wajib disertai dengan daftar Tincian aset dan kewajiban. (3) "BPR " wajib menyampaikan - Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a ‘kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari sejak tanggal terbentuknya Tim Likuidasi. Pasal 12 (1) BPR yang dicabut = izin usahanya wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk merhutuskan sekurang-kurangnya: a. pembubaran badan hukum BPR; dan b. pembentukan Tim Likuidasi. (2) Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pasal 13 (1) Apabila Rapat Umum Pemegang Saham tidak dapat diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atau diselenggarakan namun tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum BPR dan pembentukan Tim Likuidasi, Direksi Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang memuat: a. pembubaran badan hukum BPR; b. penunjukan Tim Likuidasi dengan susunan dan nama-nama anggota yang diusulkan oleh Bank Indonesia; . : wi c. perintah pelaksanaan likuidasi sesyai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 dan ketentuan pelaksanaannya; dan d. perintah agar Tim Likuidasi mempertanggung Jjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank Indonesia. . (2) Permintadn penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan susunan dan nama-nama calon anggota Tim Likuidasi. (3) Penyampaian permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya batas waktu penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 14 (1) Sebelum menyelenggarakan ~~ Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, BPR yang dicabut izin usahanya wajib menyampaikan nama-nama calon anggota Tim Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha dan wajib dilampiri dengan: a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk; b. riwayat hidup; ¢. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm; d. surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan kegiatan tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatas. (2) Calon anggota Tim Likuidasi wajib terlebih dahuly - memperoleh persetujuan Bank Indonesia. (3) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah Bank Indonesia menerima nama-nama calon anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Bank Indonesia tidak memberikan tanggapan, - maka nama-nama dimaksud dianggap telah disetujui untuk diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 15 Apabila Rapat Umun Pemegang Saham tidak berhasil diselenggarakan atau tidak berhasil membuat keputusan pembubaran badan hukum BPR dan/atau pembentukan Tim Likuidasi, Pengurus BPR wajib melaporkan kepada Bank Indonesia selumbat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Rapat Unum Pemegang Saham disertai dengan alasannya. f Pasal 16 (1) Anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1) dapat -- terdiri dari: a. ‘pthak lain yang bukan Pengurus BPR atau pemegang saham; atau . b. campuran antara beberapa orang dari pihak lain dengan satu orang Pengurus atau pemegang saham BPR; atau c. Pengurus danfatau pemegang saham BPR sepanjang BPR yang dicabut izin usahanya atas permintaan pemilik BPR yang bersangkutan, dengan memperhatikan keahlian yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan likuidasi. (2) Jumlah ‘anggota Tim Likuidasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. ? (3) Salah satu anggota Tim Likuidasi yang ditetapkan untuk menjabat sebagai ketua Tim Likuidasi diberi wewenang untuk bertindak mewakili Tim Likuidasi. Pasal 17 Sejak tanggal berita acara Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau tanggal penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, BPR disebut sebagai BPR Dalam Likuidasi dan wajib mencantumkan kata “(Dalam Likuidasi)” setelah penulisan nama BPR. Pasal 18 (1) Bank Indonesia melakukan pengawasan atas pelaksanaan pembubaran badan hukum BPR dan Likuidasi BPR. (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan cara: a. meneliti laporan yang disampaikan oleh Tim Likuidasi; b. melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan likuidasi. BAB III LIKUIDASI Bagian Pertama Umum Pasal 19 Sejak terbentuknya Tim Likuidasi: a. tanggung jawab pengelolaan BPR Dalam Likuidasi beralih dari Pengurus BPR kepada Tim Likuidasi. b. Pengurus BPR: 1. menjadi non aktif namun tetap berkewajiban untuk setiap saat memberikan segala data dan bantuan yang diperlukan oleh Tim Likuidasi; 2. tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri sebelum Likuidasi BPR selesai, kecuali atas persetujuan Rank Indonesia: . Pasal 20 Tim Likuidasi wajib menyampaikan laporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham termasuk susunan Tim -Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 21 (1) Tim Likuidasi wajib melaksanakan tugasnya secara efisien dan efektif sehingga dapat menyelesaikan Likuidasi BPR dalam waktu singkat. (2) Apabila penyelesaian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengalami tingkat kesulitan yang tinggi maka jangka waktu yang diperkenankan adalah selama-lamanya 5 (lima) tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi. (3) Apabila Likuidasi BPR tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penjualan harta BPR dilakukan secara lelang. - : (4) Pelaksanaan lelang sebagaimana’ dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Kantor Lelang Negara atau lembaga lain atas permohonan Tim Likuidasi dengan menggunakan metode harga penawaran tertinggi. (5) Pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diselesaikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi BPR scbagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 22 (1) Honor Tim Likuidasi yang termasuk salah satu komponen biaya likuidasi ditetapkan dengan jumlah tertentu dan/atau persentase tertentu dari setiap hasil pencairan harta kekayaan BPR yang bersangkutan. (2) Honor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bark Indonesia dengan memperhatikan kondisi aset BPR yang akan dilikuidasi. (3) Pembayaran honor kepada Tim Likuidasi dilakukan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau ayat (2). (4) Apabila pelaksanaan Likuidasi BPR diikut; dengan penjualan aset secara lelang, Tim Likuidasi dapat menerima persentase tertentu dari hasil lelang yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. - Pasal 23 Bank Indonesia memberhentikan .anggota Tim Likuidasi yang dibentuk berdasarkan Pasal 12 dan Pasal 13 dan menunjuk penggantinya apabila anggota - Tim Likuidasi yang bersangkutan: & a. mengundurkan diti;. b. berhalangan tetap; ¢. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik; atau d - terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Tim Likuidasi Pasal 24 (1) Tugas Tim Likuidasi meliputi: a. mendaftarkan dan mengumumkan pembubaran badan hukum BPR; b. melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban BPR Dalam Likuidasi; c. menentukan cara likuidasi; d. menyusun rencana kerja dan anggaran biaya; e. menyusun rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan BPR Dalam Likuidasi, termasuk rencana, cara dan pembayaran kepada Kreditur; f menyelesaikan penyusunan Neraca Penutupan "atau meminta akuntan publik untuk melakukan audit atas Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; g. menyusun Neraca Verifikasi; h. membagikan sisa harta kepada para pemegang saham; i. menitipkan bagian yang belum diambil oleh Kreditur kepada bank umum yang disetujui oleh Bank Indonesia; j- menyusun Neraca Akhir Likuidasi; k. menyelenggarakan Rapat’ Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi; I. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia; m. mengumumkan dan mendaftarkan berakhirnya Likuidasi BPR; n. melakukan tugas-tugas lain yang dianggap periu untuk mendukung pelaksanaan Likuidasi BPR. (2) Wewenang Tim Likuidasi meliputi: a. melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap para debitur; b. melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur; c. mewakili BPR Dalam Likuidasi di dalam dan di luar pengadilan; d. memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai sesuai dengan ketentuan yang berlaku; ¢. mempekerjakan pegawai sebagai tenaga ~ pendukung Tim Likuidasi; -f melakukan pemanggilan kepada para Kreditur dan debitur; g meminta pengadilan untuk membatalkan segala perbuatan hukum BPR, yang mengakibatkan kerugian harta BPR yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha; h. mengajukan gugatan atau funtutan kepada pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi atau menjadi penyebab kegagalan BPR; } i. melakukan tindakan lain - dalam rangka pelaksanaan Likuidasi BPR. (3) Tanggung jawab Tim Likuidasi meliputi: a. pengambilalihan tanggung- jawab pengelolaan dari Pengurus BPR sejak terbentiiknya Tim Likuidasi; b. pertanggungjawaban pelaksanaan Likuidasi BPR; C. pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Pasal 25 Dalam rangka melaksanakan tugas pendaftaran dan mengumumkan pembubaran badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a, Tim Likuidasi wajib : a. mendaftarkan pembubaran badan hukum BPR dalam daftar perusahaan pada instansi yang berwenang; b. memberitahukan kepada instansi yang berwenang; ¢. mengumumkan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam Berita Negara Republik Indonesia; d. mengumumkan pembubaran badan hukum BPR pada surat kabar harian setempat atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan atau di kantor kecamatan setempat, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham atau penetapan pengadilan” untuk pembubaran badan hukum BPR. Pasal 26 Dalam rangka melaksanakan tugas menentukan cara likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf ¢, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. pelaksanaan Likuidasi BPR dilakukan dengan cara: 1. -mencairkan harta dan/atau menagih piutang debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban BPR Dalam Likuidasi kepada Kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau 2. mengalihkan selurub harta dan kewajiban BPR Dalam Likuidasi sebagai satu kesatuan kepada pihak lain; b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 dilaksanakan dengan persetujuan Bank Indonesia; c. persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pihak lain unwk menyelesaikan kewajiban BPR Dalam: Likuidasi terhadap Kreditur; d. selama proses lil menurut cara yang telah ditentukan sebagy dimaksud dalam huruf a berlangsung, Tim Lisuidusi dapat mengubah cara can dengan -terlebih dahulu » Bank Indonesia. Pasal 27 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasa 24 ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut: . a. rencana kerja dan anggaran biaya, sekurang- kurangnya memuat antara fain : 1. jenis kegiatan yang akan dilakukan; 2. jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan; 3. rencana dan cara pencairan harta kekayaan BPR Dalam Likuidasi; 4. rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur, - perincian jumlah pegawai yang diperlukan; . biaya pencairan harta dan peniagihan piutang; . honor Tim Likuidasi; - honor pegawai yang dipekerjakan oleh Tir Likuidasi; 9. biaya kantor dan biaya operasional lainnya; b. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib disusun ; 1. pada awal terbentuknya Tim Likuidas; untuk periode penyelesaian selama-lamanya dalam waktu 5 (lima) tahun, yang dirinci secara tahunan; 2. pada setiap awal tahun masa kerja Tim Likuidasi untuk periode satu tahun yang dirinci secara triwulanan; c. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib disampaikan kepada Bank Indonesia: 1. selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak terbentuknya Tim- Likuidasi untuk rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1; dan 2. ‘selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah akhir tahun masa kerja tahunan berakhir untuk rencana kerja tahunan. (2) Bank Indonesia meneliti kelayakan rencana kerja dan anggaran biaya dan meminta perbaikan atas rencana kerja dan anggaran biaya apabila diperlukan. Pasal 28 Dalam rangka melaksanakan tugas- untuk menyusun rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan BPR Dalam Likuidasi, termasuk. rencana, cara dan _pembayaran kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf 'e, berlaku ketentuan sebagai berikut: : a. Tim Likuidasi melakukan pencairan haria kekayaan BPR Dalam Likuidasi sesuai dengan rencana dan cara yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, b. hasil pencairan haria kekayaan BPR Dalam Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a’ disetorkan kepada bank umum yang telah ditunjuk oleh Tim Likuidasi pada rekening deposito dan/atau tabungan atas nama “Tim Likuidasi”, serta dilaporkan kepada Bank Indonesia: ito dan/atau tabungan m huruf b hanya dapat at persetujuan tertulis dari c. pencairan . rekening sebagaimana dimaksud dilakukan setelah mend Bank Indonesia; dana pada bank sebagaimana dimaksud dalam huref b wajib digunakan untuk melakukan pembayaran kepada pihak-pihak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38, sesuai dengan rencana kerja Tim Likuidasi. Pasal 29 Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyelesaikan penyusunan Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf { dan Pasal 10 huruf a, Tim kuidasi wajib: menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit Neraca Penutupan per tanggal pencabutan izin usaha; . menyediakan data dan informasi’ yang berkaitan dengan kelancaran ~ pelaksanaan audit Neraca Penutupan sebagaimana-dimaksud dalam huruf a. Pasal 30 Dalam rangka penyusunan Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf g, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi wajib menyampaikan Neraca Verifikasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf €; Bank Indonesia meneliti Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan meminta perbaikan atas Neraca Verifikasi apabila diperiukan; . Apabila Bank Indonesia tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu [5 (lima belas) hari sejak diterima, Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dianggap telah disetujui; d. Tim Likuidasi wajib mengumumkan Neraca Verifikasi pada surat kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Neraca Verifikasi dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia atau dilampauinya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam hurufc. Pasal 31 Dalam rangka melakukan tugas untuk membagikan sisa harta kepada pemegang saham sebagaiinana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf h, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. apabila setelah pelaksanaan tahap pembayaran terakhir masih terdapat kelebihan harta, Tim Likuidasi membagikan sisa harta dimaksud kepada para pemegang saham secara pro rata sesuai dengan kepemilikan jumlah saham; b. tagihan yang timbul sctelah proses likuidasi dapat diajukan terhadap sisa likuidasi yang menjadi hak pemegang saham. Pasal 32 Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menitipkan bagian yang belum diambil oleh Kreditur kepada bank umum yang disetujui olch Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 avat (1) huruf i, berlaku ketentuan sebagai berikut: bavaran yang ditentukan a. sebelum batas waktu pen oleh Tim Likuidusi be , ternyata masih terdapat pembayaran yang bolum diambil oleh Kreditur, Tim Likuidasi wajib mengumumkan mengenai akan berakhimya batas wake pembayaran sebanyak- banyaknya 3 (tiga) kali. dalam surat kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor Kecamatan setempat; b. apabila Tim Likuidasi telah melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a namun Kreditur yang bersangkutan belum mengambil haknya maka bagian tersebut disimpan pada bank umum yang disetujui Bank Indonesia dan atas nama “Bank Indonesia qq. Kreditur yang bersangkutan™; c. apabila’ dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dana sebagaimana dimaksud dalam hurof b tidak diambil oleh Kreditur yang berhak, maka Bank Indonesia menyerahkan dana tersebut kepada Kas Negara. Pasal 33 (1) Dalam rarigka melaksanakan tugas untuk menyusun Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf j, berlaku ketentuan sebagai berikut: °° . To i a. Tim Likuidasi wajib menyusun Neraca Akhir Likuidasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) “hari setelah Tim Likuidasi menyelesaikan pencairan harta kekayasan dan melaksanakan tahapan pembayaran yang terakhir; b. Tim Likuidasi wajib melaporkan Neraca Akhir Likuidasi kepada: 1. Bank Indonesia dan Rapat Umum Pemegang Saham, bagi Tim Likuidasi yang dibentuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham; atau 2. Bank Indonesia. bagi Tim Likuidasi yang dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan, selambat-lambatnya 10 (sepuiuh) hari sejak Neraca Akhir Likuidasi selesai disusun. (2) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas Neraca Akhir Likuidasi yang disampaikan oleh Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) huruf b angka 1 berdasarkan kebenaran data dan fakta yang dimiliki. (3) Persetujuan Bank Indonesia diberikan selambat- lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya Neraca Akhir Likuidasi. (4) Apabila Bank Indonesia belum memberikan persetujuan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Neraca Akhir Likuidasi dianggap telah disetujui. Pasal 34 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan Repat Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf k, berlaku ketentuan sebagai berikut: : a. Tim Likuidasi telah menyelesaikan seluruh tugas dan kewajibannya; b. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan dan/atau pengumuman kepada seluruh pemegang saham sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 15 (lima belas) hari dalam surat kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman di kaator BPR yang bersangkutan, atau pada papan pengumuman di kantor kecamatan seternpat; c. apabila setelah dilakukan pemanggilan dan/atau pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf b, pemegang saham tidak hadir atau hadir namun tidak memenuhi korum, Rapat Umum Pemegang Saham dianggap tidak berhasi! dilaksanakan; d. apabila Rapat Umum Pemegang Saham dianggap tidak berhasit dilaksanakan ~~ sebagaimana dimaksud dalam huruf ¢, Tim Likuidasi wajib melaporkan kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Rapat Umum Pemegang Saham yang dijadwalkan; e. apabila Rapat' Umum Pemegang Saham telah berhasil dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib melaporkan- hasil Rapat Umum Pemegang Saham dimaksud kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Rapat Umum Pemegang Saham selesal dilaksanakan. : (2) Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi, diselenggarakan guna: a. menerima pertanggungjawaban Tim Likuidasi; b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 0; ¢. membubarkan Tim Likuidasi apabila pertanggungjawaban Tim Likiidasi diterima, (3) Berdasarkan. laporan Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, Bank Indonesia meminta Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang memuat: a pengesahan pertanggungjawaban Tim Likuidasi sesuai dengan rekomendasi dari Bank Indonesia; b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam-Pasal 36 ayat (1); c. pembubaran Tim Likuidasi. Pasal 35 Dalam rangka melaksanakan tugas penyampaian laporan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf I, berluku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi wajib melaporkan secara tertulis perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Bank Indonesia setiap bulan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah periode bulan laporan; b. laporan = perkembangan = pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a sekurang- kurangnya memuat: 1. posisi harta yang telah dicairkan; 2. posisi kewajiban yang telah dibayarkan; 3. posisi kredit per debitur; 4. posisi harta dan kewajiban BPR Dalam Likuidasi yang terakhir; wh . pengeluaran biaya operasional; 6. hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana tindak lanjut. Pasal 36 (1) Dalam rangka melaksafakan tugas untuk . mengumimkan dan - mendafiarkan = berakhirmya Likuidasi BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf m, Tim Likuidasi wajib: a. mengumumkan berakhimya Likuidasi BPR dan perseroan dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan pada surat kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat; b. memberitahukan kepada instansi berwenang mengenai hapusnya status badan hukum BPR; c. meminta kepada instanst vang berwenang untuk mencoret nama badan hukum dari daftar perusahaan, selambat-lambatnya [5 (lima belas) hari setelah laporan pertanggungjawaban Tim Likuidasi dapat diterima oleh Rapat Umum Pemegang Ssham atau oleh Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui penetapan pengadilan. (2) Status badan hukum BPR yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhirnya likuidasi dalami Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. Pasal 37 (1) Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap para debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi dapat melekukan kompensasi antara jumlah kewajiban dan jumlah tagihan dari ' nasabsgh debitur yang juga menjadi nasabah Kreditur, sepanjang Neraca Verifikasi telah disusun dan disetujui oleh Bank Indonesia; b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak berlaku apabila nasabah debitur yang juga sebagai nasabah Kreditur merupakan pihak terkait dengan BPR. (2) Pihak terkait dengan BPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah meliputi: a. pemegang saham BPR yang kepemilikannya 10% (sepuluh per seratus) atau lebih; b. anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris BPR yang bersangkutan; c. suami/isteri/anak dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b; d. perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pihak- pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang kepemilikan sahamnya 35% (tiga puluh lima per seratus) atau lebih. Pasal 38 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Tim Likuidasi melakukan pembayaran atas kewajiban BPR Dalam Likuidasi dengan urutan pembayaran: 1. gaji pegawai yang terutang, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang terutang yang berupa pajak BPR dan pajak yang dipungut oleh BPR selaku pemotong/pemungut pajak, biaya kantor; 2. nasabah penyimpan dana, yang jumlah pembayarannya ditetapkan oleh Tim Likuidasi; 3. Kreditur lainnya; b. dalam hal - terdapat lembaga yang. dalam kedudukannya membayar terlebih dahuiu sebagian atau seluruh hak nasabah penyimpan dana, kedudukan lembaga tersebut menggantikan kedudukan- nasabah penyimpan dana, c. termasuk dalam nasabah penyimpan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 adalah deposan dan penabung; d. dalam pengertian gaji pegawai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1 termasuk juga pembayaran dalam kaitan dengan hak pegawai BPR atas pesangon; e. dalam hal terdapat lembaga yang dalam kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian atau seluruh - hak Kreditur lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 3, kedudukan lembaga tersebut menggantikan kedudukan Kreditur lainnya. Pasal 39 (1) Tim Likuidasi menetapkan jumlah pembayaran kepada nasabah penyimpan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a angka 2 atas dasar pro rata untuk setiap nasabah atau atas dasar proporsional, dengan memperhitungkan jumlah dana yang tersedia dan jumlah kewajiban yang harus ". dibayar. : (2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. " Pasal 40 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk mewakili BPR Dalam Likuidasi. di luar dan di dalam pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c, Tim Likuidasi dapat bertindak sendiri maupun-‘dengan menggunakan jasa pengacara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. - } Pasal 41 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk memutuskan ~~ hubungan kerja terhadap pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d, Tim Likuidasi tunduk kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan. Pasal 42 Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk menggunakan pegawai sebagai tenaga pendukung Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e, Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal, antara lain: a. efisiensi dalam pelaksanaan likuidasi; b. kes b. keahlian tenaga pendukung; ¢. kemampuan keuangan BPR Dalam Likuidasi dalam membayar honor pegawai yang dipekerjakan. Pasal 43 Dalam rangka melaksanakan wewenang pemanggilan kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf f, berlaku ketentuan sebagal berikut: a. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan secara umum kepada Kreditur melalui pengumuman dalam surat kabar harian setempat, atau penempatan pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat untuk mendaftarkan piutangnya, selambat-lawbatinya 30 (tiga puluh) hari sejak terbentuknya Tim Likuidasi; b. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dengan * tenggang wakty masing-masing selama 15 (lima belas) hart; : ¢. pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib mencantumkan persyaratan bukti piutang yang harus dipenuhi Kreditur, seperti bilyet deposito, buku tabungan, dan surat perjanjian utang piutang atau bukti piutang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku; d. disamping pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat memerintahkan agar Tim Likuidasi melakukan pemanggilan kepada Kreditur tertentu melalui surat tercatat; e. para Kreditur wajib mengajukan tagihannya kepada Tim Likuidasi selambac-lambaya dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari techitung sejak tanggal pengumuman yang perama sebagaimana dimaksud dalam hurut'a. Pasal 44 Dalam rangka melaksanakan wewenang meminta pengadilan untuk membatalkan atas segala perbuatan hukum BPR yang mengakibatkan kerugian kepada harta BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf g, Tim Likuidasi melakukan tindakan, antara lain: a. mengidentifikasi seluruh transaksi yang dilakukan BPR dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum dilakukannya pencabutan izin usaha; b. menetapkan kriteria perbuatan hukum BPR yang dikategorikan merugikan harta BPR, antara lain: 1. meneliti keabsahan transaksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. membandingkan antara harga transaksi menurut pasar dengan harga transaksi yang dilakukan BPR ‘dengan masing-masing nasabah atau pihak ketiga pada waktu terjadinya transaksi; C. -menetapkan jenis-jenis transaksi ~ yang diduga merugikan harta BPR; } d. mengajukan pembatalan kepada pengadilan baik secara sendiri maupun dengan menggunakan jasa pengacara. Pasal 45 Dalam rangka melaksanakan wewenang mengajukan gugatan atau tuntutan kepada Pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi BPR atau menjadi penyebab kegagalan BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf h, Tim Likuidasi wajib: a. mengidentifikasikan Pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang diduga melakukan tindakan yang mengakibatkan kesulitan keuangan atau menjadi penyebab kegagalan BPR; b. mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Pengurus dan/atau pemegang saham BPR sebagaimana = dimaksud dalam huruf a, yang sekurang-kurangnya memuat: 1. tuntutan terhadap Pengurus dan/atau pemegang saham atas perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kesulitan keuangan atau kegagalan BPR; dan 2. permohonan sita jaminan atas kekayaan pribadi Pengurus dan/atau pemegang saham BPR dimaksud. Pasal 46 Dalam rangka melaksanakan pengawbilalihan tangguig jawab pengelolaan dari Pengurus BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, Tim Likuidasi wajib meminta kepada Pengurus BPR untuk melakukan serah terima secara tertulis tentang penguin BPR, © yang sckurang-kutangnya meliputi: a. posisi dan rincian ftayeat dan kewajiban BPR Dalam Likuidasi; b. dokumen pendukung transaksi, dokumen kepemilikan harta BPR dan bukti agunan yang dikuasai beserta rinciannya. Pasal 47 Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban pelaksanaan Likuidasi BPR sebagaimana dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b, Tim Likuidasi wajib: a. mempertanggungjawabkan kepada pemegang saham dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui Rapat Umum Pemegang Saham; atau b. mempertanggungjawabkan kepada Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui penetapan pengadilan, setelah pelaksanaan Likuidasi BPR berakhir. Pasal 48 Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya mengambil keuntungan untuk diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf c¢, anggota Tim Likuidasi yang menyebabkan kerugian pada BPR Dalam Likuidasi wajib mengembalikan seluruh kerugian - yang ditimbulkan, atas dasar bukti-bukti terjadinya tindak penyimpangan atau pelanggaran. Bagian Ketiga Pencabutan Izin Usaha Atas Permintaan Pemilik atau Pemegang Saham BPR Pasal 49 Persetujuan pencabutan izin usaha atas pemintaan pemilik atau pemegang saham BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf ¢, dilakukan dalam 2 tahap: a. persetujuan persiapan pencabutan izin usaha; b. keputusan pencabutan izin usaha. Pasal 50 Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a diajukan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia dan wajib dilampiri dengan: a. hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana penutupan BPR; b. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada Kreditur; c. laporan keuangan terakhir; d. alasan penutupan. Pasal 51 Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia mengeluarkan surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha BPR, dan meminta BPR yang bersangkutan untuk: a. menghentikan seluruh kegiatan usaha BPR; b. mengumumkan rencana pencabutan izin usaha BPR dan rencana penyelesaian kewajiban BPR dalam surat kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat; c. menyelesaikan seluruh kewajiban BPR dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan. Pasal 52 (1) Berdasarkan surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, direksi BPR mengajukan permohonan pencabutan izin usaha BPR kepada Bank Indonesia dan wajib dilampiri dengan laporan yang sekurang-kurangnya memuat: a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPR; b. pelaksanaan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf'b; untuk memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan perintah sebagaimana dimaksud dajar, Pasa] 571. BAB IV SANKSI Pasal 53 - Pemegang saham, Pengurus BPR, Pejabat lainnya, begawai serta pihak terafiliasi, yang turut serta mempengaruhj pengelojaan BPR, ‘Yang terbukti melakukan tindakan-tindakan Yang menyebabkan 1992 tentang Perbankar sebagaimana telah diubap dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1993, BAB V LAIN-LAIN Pasal 54 Setelah berakhirnya pelaksanaan Likuidasi BPR, Tim Likuidasi menyerahkan dokumen-dokumep RPR Dalam, Likuidasi kepada: a. para pemegang saham; atau b. pihak-pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham atau pengadilan, untuk disimpan ‘selama jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 55 Ketentuan dalam Surat Keputusan ini tidak diberlakukan bagi Badan Kedit Desa (BKD) yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 56 Segala ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku juga bagi BPR yang telah dicabut izin usahanya dan sedang dalam proses likuidasi pada saat diberiakukannya Surat Keputusan ini. BAB VII PENUTUP Pasal 57 Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/63/KEP/DIR tanggal 2 September 1997 tentang Tata Cara Pelaksanaan Likuidasi Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 58 Surat. Keputusan jn; mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengumuman Surat Keputusan inj dengan Penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Mei 1999 ] 4 _ DIREKSI - { ’S BANK INDONESIA en Achwan S4=rijo Joyosumarty UBPR.
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 32/54/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id> <reg_title> TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title> <set_date> 14 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date> <replaced_reg> '30/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997' </replaced_reg> <related_reg> '5/UU/1962', '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '25/UU/1992', '1/UU/1995', '25/PP/1999' </related_reg> <penalty_list> 'BAB IV' </penalty_list>
BANK INDONESIA DIREKSI No. 31/148/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung pada kesiapan untuk menghadapi risiko kerugian dari penanaman dana; b. bahwa untuk menutup risiko kerugian, bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif: c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan tentang pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Tembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); BI.100 D.A4B1. 150; ,.97.AM DIREKSI DIRESSI Halaman. BANK INDONESIA 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif. MEMUTUSKAN : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF. Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998; b. Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar-Bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif; c. Kredit , DIREKSI Halaman BANK INDONESIA c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 1. pembelian Surat Berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA); 2. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang d. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel. obligasi, sekuritas Kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang, antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Surat Berharga Komersial (Commercial Papers), Sertifikat Reksadana. dan Mediun Term Note; e. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada Bank lainnya berupa giro, call money, deposito berjangka, sertifikat deposito. Kredit yang diberikan dan penempatan lainnya f. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang tidak melalui pasar modal, serta dalam bentuk penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan Kredit: g. Transaksi Rekening Administratif adalah komitmen dan kontinjensi (0f-Balance Sheet) yang terdiri dari warkat penerbitan jaminan, akseptasi/endosemen, irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih DIREKSI BANK INDONESIA berjalan, akseptasi wesel impor atas dasar L/C berjangka. penjualan Surat Berharga dengan syarat repurchase agreement (repo), standby L/C dan garansi lainnya, serta transaksi derivatif yang mempunyai risiko Kredit, h. Penilai Independen adalah perusahaan penilai yang 1. tidak mempunyai keterkaitan dalam kepemilikan, kepengurusan dan keuangan baik dengan Bank maupun nasabah yang menerima fasilitas: 2. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Dewan Penilai Indonesia. 3. memiliki izin usaha dari instansi berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan penilai; serta 4. tercatat sebagai anggota Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia (GAPPI); Penilaian adalah pemyataan tertulis dari Penilai Independen atau penilai intern Bank mengenai taksiran dan pendapat atas nilai ekonomis dari agunan berupa aktiva tetap berdasarkan analisis terhadap fakta-fakta objektif dan relevan menurut metode dan prinsip-prinsip yang berlaku umum yang ditetapkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI): J. Nilai Pasar (Marker Approach) adalah jumlah uang yang diperkirakan dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset pada tanggal penilaian setelah dikurangi biaya-biaya transaksi, pihak penjual dan pembeli sebelumnya tidak mempunyai ikatan, memiliki pengetahuan tentang aset yang diperdagangkan dan melakukan transaksi tidak dalam keadaan terpaksa; k. Kalkulasi Biaya (Cost Approach) adalah perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk mereproduksi aktiva yang baru setelah dikurangi dengan penyusutan akibat kerusakan fisik dan penurunan nilai ekonomis 1. Kapitalisasi DIREKSI BANK INDONESIA 1. Kapitalisasi Pendapatan (Income Approach) adalah nilai tunai penerimaan kas masa depan (present value) dari pendapatan yang diperkirakan akan diterima dalam jangka waktu 5 - 10 tahun; m. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif; n. Modal adalah modal sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank scbagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998. Pasal 2 (1) Bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutup risiko kemungkinan kerugian. (2) Cadangan umum PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% (satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah. (3) Cadangan khusus PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar a. 5% (lima perseratus) dari Aktiva Produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus; dan b. 159 DIREKSI Halaman BANK INDONESIA b. 15% (lima belas perseratus) dari Aktiva Produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; dan c. 50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan d. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan. Pasal 3 (1)Untuk kualitas Aktiva Produktif yang digolongkan lancar, dalam perbatian khusus dan kurang lancar, pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), sampai dengan akhir Mei 2001 ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar persentase sebagaimana terdapat dalam Lampiran Surat Keputusan ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini. Pasal 4 Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP terdiri dari: a. Giro, deposito, tabungan, dan setoran jaminan dalam mata uang Rupiah dan valuta asing yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan; b. Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah: c. Surat, Halaman. DIREKSI BANK INDONESIA c. Surat Berharga yang aktif diperdagangkan di pasar modal; d. Tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara, dan kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) Meter Kubik. Pasal 5 Penilaian terhadap agunan berupa Surat Berharga, tanah, gedung, rumah tinggal. pesawat udara, dan kapal laut scbagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dan huruf d wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut a. Surat Berharga dinilai dengan menggunakan Nilai Pasar yang tercatat di bursa efek pada akhir bulan b. Tanah dinilai berdasarkan Nilai Pasar; c. Rumah tinggal dinilai berdasarkan Nilai Pasar dan Kalkulasi Biaya; d. Gedung, pesawat udara dan kapal laut dinilai berdasarkan Nilai Pasar, Kalkulasi Biaya, dan Kapitalisasi Pendapatan. Pasal 6 Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 ditetapkan a. untuk agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan, setoran jaminan dalam mata uang Rupiah dan valuta asing yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan setinggi-tingginya sebesar 100% (seratus perseratus) b. untuk DIREKSI BANK INDONESIA b. untuk agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah setinggi-tingginya sebesar 100% (seratus perseratus) c. untuk agunan berupa Surat Berharga setinggi- tingginya sebesar 50% (lima puluh perseratus): d. untuk agunan berupa tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara dan kapal laut setinggi-tingginya sebesar 1) 70% (tujuh puluh perseratus) untuk Penilaian yang dilakukan belum melampaui 6 (enam) bulan: 2) 50% (lima puluh perseratus) untuk Penilaian yang dilakukan setelah 6 (enam) bulan tetapi belum melampaui 18 (delapan belas) bulan; 3) 30% (tiga puluh perseratus) untuk Penilaian yang dilakukan setelah melampaui 18 (delapan belas) bulan tctapi belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan: 4) 0% (nol perseratus) untuk Penilaian yang dilakukan setelah melampaui 30 (tiga puluh) bulan. Pasal7 (1)Penilaian agunan wajib dilakukan oleh Penilai Independen bagi a. Kredit yang diberikan lebih dari Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah) kepada debitur atau grup debitur oleh Bank yang memiliki Modal setinggi-tingginya sampai dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah): DIREKSI b. Kredit yang diberikan lehih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) kepada debitur atau grup debitur oleh Bank yang memiliki Modal lebih dari Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah). (2) Penilaian agunan dapat dilakukan oleh penilai intem Bank, bagi Kredit dengan jumlah Jebih kecil dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 8 Bank Indonesia dapat melakukan perhitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPAP apabila a. Agunan tidak dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah dan/atau pengikatan agunan belum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; atau b. Penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7; atau c. Agunan tidak dilindungi asuransi dengan banker 's clause yaitu klausula yang memberikan hak kepada bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim. Pasal 9 (1) Bank wajib memuat PPAP yang harus dibentuk sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 pada Laporan Keuangan Publikasi. (2) Bank. 10 DIRESSI 10 Halaman . ... BANK INDONESIA (2) Bank wajib memperbaiki Laporan Keuangan Publikasi dan mengumumkannya kembali dalam hal PPAP yang telah dimuat pada Laporan Keuangan Publikasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 10 Bank dilarang melakukan koreksi atas kelebihan pembentukan PPAP yang sudah memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 apabila pembentukan PPAP tersebut belum memenuhi ketentuan dalam Pasal 2. Pasal 11 (l)Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. (2) Apabila Bank melakukan pelanggaran ketentuan dalam Surat Keputusan ini secara berulang-ulang, Bank Indonesia akan meminta pergantian manajemen Bank. Pasal 12 (1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam DIREKSI Halaman. antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabuhah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (jarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (jarah wa iqtina). (3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pasal 13 Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/167/KEP/DIR tanggal 29 Maret 1994 tentang Penyempurnaan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, khusus bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku. DIREKSI Halaman ....12 BANK INDONESIA b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 14 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1998. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 November 1998 DIREKSI BANK INDONESIA u Lampasaia Surat Kspatusan Direksi Ilank Indonesia No.31/148.KEP/DIR tanssal 12 November 1908 PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP) Cadangan Cadangan Khusus Umun Dole Kurang Diragkan Laporan| Perhatian| Lanear Khusus 31.12.1998 s.d. 0,25%| 1.25% 3,759 50,00% 100,00% 31.05.1999 30.06.1999 s.d. 0,50% 0,50% 31.12.1999 s.d. 0,625% 2.50% 7,50% 50.009 100,00% s.d. 0,625% 2.50% 7,50% 31.05.2000 30.06.2000 s.d. 0.75% s.d. 0.75% 3,009 30.11.2000 31.12.2000 s.d. 0.875% 4,00% 12.509 50,009| 100,00% 30.05.2001 30.06.2001 lan 1,00% 5, seterusnya Catatan: Pembentukan PPAP untuk setiap akhir bulan dalam setiap periode laporan dilitung sebesar persentase sebagaimana dalam tabel dari setiap kualitas Aktiva
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 31/148/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id> <reg_title> PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF </reg_title> <set_date> 12 November 1998 </set_date> <effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date> <replaced_reg> '26/167/KEP/DIR|SKDIR-BI/1994', '26/22/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '30/268/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '31/147/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg> <penalty_list> 'Pasal 11' </penalty_list>
DIREKSI] BANK INDONESIA No. 31/310/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DANA UNTUK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, a. bahwa perbankan nasional akhir-akhir ini memerlukan konsolidasi intern agar bank-bank nasional dapat bettahan; b. bahwa fenaga perbankan yang profesional periu diciptakan dengan upaya yang berkesinambungan dan biaya yang memadai, schingga setiap bank wajib mengupayakan peningkatan kemampuan ~~ serta keterampilan pegawai guna memenuhi kebutuhan tenaga profesional yang diperiukan; c. bahwa oleh - Karena - itu dipandang peru. untuk menyempurnakan ketértuan tentang kewajiban penyediaan dana untuk pengembangan sumber daya manusia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia; % Merging ( DIREKSI Halaman .. 2 BANK INDONESIA Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor {3 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tabun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); MEMUTUSKAN: Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DANA UNTUK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BANK UMUM. Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan: I. Bank adalah bank wmum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nemor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Noor 10 Tahun 1998. 2. Sumber Daya Manusia adalah pegawai dan direksi Bank yang diangkat berdasarkan rapat umum pemegang ssham atau berdasarkan ketentuan intern Bank. g > pun B01 D 48}: 190-358 - KP. DIREKSI Halaman. 3. BANK INDONESIA 3. Dana Pendidikan adalah dana yang disediakan oleh Bank yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia. 4. Anggaran Pengeluaran Sumber Daya Manusiz adalgh pengeluaran untuk tensga kerja sebagaimana ditetaplan pada pos laba/rugi di neraca bulanan Bank yang terdiri dari gaji dan upah, honorarium koimisaris/dewan pengawas, dan lainnya. Pagal 2 (1) Bank wajib menyediakan Dana Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia dalam pengelolaan perbankan yang antara lain meliputi bidang operasional, pemasaran, dan manajenien Bank. (2) Biaya yang dapat dibebankan pada Dana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. biaya penyelenggaraan; b. uang saku; c. transportasi dan akomodast; d. materi pendidikan, alat tulis kantor, fotokopi; dan e. biaya leinnya yang lazim dikeluarkan untuk menurjang kelancaran penyslenggaraan pendidikan. (3) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak termasuk blaya investasi untuk penyediaan sarana pendidikan. Pasal 3 Besarnya Dana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan sebagai berikut: a. mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 diserahkan kepada kebijaksanaan masing-masing Bank; b. untuk tahun 2003 dan seferusnya sekurang-kurangnya sebesar 5% dari Anggaran Pengeluaran Sumber Daya Manusia: ‘ Pasal 4 Pelaksapaan pendidikan yang dibiayal dengan Dana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan dengan cara: a. dilakukan oleh Bank sendiri; bh, ikut seria pada pendidikan yang dilakukan oleh Bank lain; c. bersama dengan Bank lain menyelenggarakan pendidikan; atau d. mengirim Sumber Daya Manusia untuk mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pasal 5 (1) Bank wajib menyusun rencana kegiatan pendidikan tahunan dengan memperhatikan esas prioritas dan pemerataan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia. (2) Rencana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh persetujuan dewan komisaris atan badan pengawas Bank. (3) Rencanza pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah alchir tahun buku. Pasal 6 Mulai akhir tahun 2003, apabila Dana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b masih tersisa, Bank wajib: a. menyetorkan Dana Pendidikan tersebut kepada Institut Bankir Indonesia (JBI) untuk digunakan sebagai biaya pendidikan perbankar; atau b. menambahkan Dana Pendidikan tersebut ke Dana Pendidikan tahun berikutnya. Pasal 7 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Urusan Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10010 bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; b. Kantor Bank Indonesia (KBI} setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di Tuar wilayah Jabotabek. Pasal 8 Ppelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomeor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubsh dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 9 Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/80/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Kewajiban Penyediaan Dana Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 1999 DIREKSI ANK INDONES! vo. Iwan R. Prawiranata Subarjo Joyosumarte B10 0 [AGB] - t20r. 7 98- XP
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 31/310/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id> <reg_title> PENYEDIAAN DANA UNTUK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BANK UMUM </reg_title> <set_date> 31 Maret 1999 </set_date> <replaced_reg> '23/80/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991' </replaced_reg> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg> <penalty_list> 'Pasal 8' </penalty_list>
1). BANK INDONESIA SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK UMIM DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang © a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, terdapat beberapa ketentuan yang mermerfukan pengaturan lebih lanjut; b. bahwa berhubung dengan itu dipandang pertu untuk mengatur febih fanjut ketentuan tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambshan Lembaran Negara Nomor 2863); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun [992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana lelah diubah dengan Undang-undang Nomor Ze Lk 050 ram 100 2 58 Sa DIREKST Halaman BANK INDONESIA Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambshan Lembaran Negara Nomor 3790); 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 19953 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 04, Tambahan Lembaran Negara Notnor 3608); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomeor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3741); 6. Pcraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank {Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3840); MEMUTUSKAN : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISIST BANK UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalars Surat Keputusan inj dengan: a. Bank adaleh Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998; Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Bank dan membubarkan Bank-bank Jainnya tanpa melikuidasi teriebib dahulu; . Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atan lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan membubarkan Bank-bank tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu; . Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendatian tethadap Bank; Pengendalian adalsh kemampuan untuk menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan. danfatau kebijaksanaan Bank; Pembelian Saham Melalui Bursa adalah . pembeljan saham Bank melalui penawaran umum pada pasar perdana maupun melalui bursa efek; . Badan Khusus adalah badan khuses vang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998; . Seham Bank adalah bukti penyetoran modal atas nama pemegangnya bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas atau bentuk lain yang disamakan dengan saham bagi Bank yang berbentuk hukum lainnya; Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perscroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris, DIREKSI Halaman BANK INDONESIA termasuk dalam pengertian ini adalab Rapat Anggota bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi. Pasal 2 (1) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dapat dilakukan atas: a. inisiatif Bank yang bersangkutan; b. permintaan Bank Indonesia; atau ¢. inisiatif Badan Khusus. (2) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lnruf a dan huruf ¢ wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Direksi Bank Indonesia. ’ Pasal 3 Merger atau Konsolidasi antara Bank konvensional dengan Bank berdasarkan Prinsip Syariah hanya dapat dilakukan apabila Bank hasil Merger atau Konsolidasi dimaksud menjadi: a. Bani berdasatkan Prinsip Syariah; atau b. Bank konvensional, namun memiliki Kantor Cabang berdasarkan Prinsip Syariah. 81-301 © (AR) 1201-293 - XP DIREKSI Halaman... 5 BANK INDONESIA BAB II MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI ATAS INISIATIF BANK Bagian Pertama Persyaratan dan Tata Cara Merger atau Konsolidasi Pasal 4 Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: a. telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham; b. pada saat terjadinya Merger atau Konsolidasi jumiah aktiva Bank hasil Merger atau Konsolidasi setinggi- tingginva 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah aktiva seluruh Bank di Indonesia; c. permodalan Bank hasil Merger atau Konsolidasi memenuhi ketentuan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; d. calon dewan komisaris dan direksi Bank hasil Merger atau Koosolidasi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang mengatur kepengurusan Bank, Pasal 5 (1) Direksi masing-masing Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi wajib menyusun usulan Merger atau Konsolidasi yang sekurang kurangnya memuat: a. nama dan tempat kedudukan Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; b. alasan serta penjelasan masing-masing direksi Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi terhadap Saham Bank hasil Merger atau Kouasolidasi; d. rancangan perubahan Anggaran Dasar atau rancangan Alda Pendirian termasuk Anggaran Dasar; ¢. laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari seluruh Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; f. proyeksi tingkai kesehatan Bank hasil Merger atau Konsolidasi selama 12 {dua belas) bulan dan rencana perbaikannya; g. tencana status Kantor-kantor Bank hasil Merger atau Konsolidasi; h. nama pemegang saham, calon anggota dewan komisaris dan direksi Bank hasit Merger atau Konsolidasi; dan i. hal-hal lain yang perlu diketahui olch pemegang saham masing-masing Bank, antara ain: I. peraca proforma Bank hasil Merger atau Konsolidast sesuai dengan Standar Akuntensi Keuangan vang bedaku, dan perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian serta masa depan Bank yang dap Konsolidasi berdasarkan hasil penilaian akhli yang independen; . cara penyelesaian status karyawan Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; 3. cara penyelesaian hak dan kewajiban Bank terhadap pihak ketiga; 4. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas; 5. gaji dan tunjangan lain bagi dewan komisaris dan dircksi Bank hasil Merger atau Konsolidasi; 6. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Merger atau Konsolidasi; 7. laporan mengenai keadaan dan jalannya Bank serta hasil yang telah dicapai; 8. kegiatan utama Bank dan perubahannya selama tahun buku yang sedang berjalan; 9. rincian permasalahan yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Bank. (2YUsulan rencana Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat persetujuan dari dewan komisaris masing-masing Bank. Pasal 6 (1) Usulan rencana Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan bahan rancangan Merger atau Konsolidasi yang disusun secara bersama-sama oleh direksi Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidast. (2) Rancangan Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 aya b. penegasan dari Bank hasil Merger atau Konsolidasi mengenai penerimaan pengatihan segala hak dan kewajiban dari Bank yang akan Merger atau Konsolidasi. Pasal 7 (1) Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham, direksi Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi wajib mengumumikan ringkasan rancangan Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang sekurang-kurangnya memuat: a. nama dan tempat kedudukan Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; b. laporan kevangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari seluruh Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi; c. rencana status kantor-kantor Bank hasil Merger atau Konsolidasi; d. nama pemegang saham, calon anggota komisaris dan direksi Bank hasil Merger atau Konsolidasi. (2) Pengumuman ringkasan rancangan Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan selambat-lambatiiya: a. 30 (tiga pulub) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham, dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; b. 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham, kepada karyawan masing- masing Bank secara tertulis. Pasal 8 (1) Keberatan atas pelaksanaan Me oleh kreditur dan pemegaug seham minoritas dapat diajukan selarabat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum emanggilan Rapat Umum Pemegang Saham. (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kreditur dan pemegang saham minoritas tidak mengajukan keberatan maka kreditur dan pemegang sabam minoritas dianggap menyetujui Merger atau Konsolidasi. (3) Keberatan oleh kreditur dan pemegang saham minoritas disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian. (4) Selama penyelesalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) belum tercapal, Merger atau Konsolidasi tidak dapat dilaksanakan. Pasal 9 (1) Rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan konsep Akta Merger atau konsep Akta Konsolidasi wajib dimintakan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing Bank. (2) Konsep Akta Merger atau konsep Akta Kousolidast yang telah disetujui Rapat Umum Pemnegang Saham scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Merger atau Akita Konsolidasi dan Akta Perubahan Anggaran Dasar atau Akita Pendirian termasuk Angparan Dasar, yang dibuat dibadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Pasal 10 (1) Permohonan untuk memperoleh izin Merger atan Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2} diajukan oleh direksi masing-masing Bank yang aken melakukan Merger atau Konsolidast secara bersama-sama kepada Direksi Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Rapat Umm Pemegang Ssham dengan tembusan kepada Menter Kehakiman. (2) Permohonan izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan sesuai dengan format dalam Lampiran 1 dan wajib dilampiri dengan: a. notulen Rapat Umum Pemegang Szham; b. Akta Merger atau Akia Konsolidasi dan Akta perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger atau Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar Bank hasil Konsolidasi sebagaimana dimaksud dajarn Pasal 9 ayat (2); c. bukti pelaporan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan pengumuman kepada investor, bagi Bank yang terdaftar di pasar modal; d. bukti pengumuman mengenai ringkasan rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). Pasal 11 Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan {zin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. wawancara terhadap calon anggota dewsn komisaris dan direksi Bank hasil Merger atan Konsolidasi. Pasal 12 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin Merger atau Konsolidasi diberikan oleh Direksi Bank indonesia dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara lengkap. (2) Tembusan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam (1) disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Menteri Kehakiman. (3) Dalam hal permohonan ditolak maka Bank Indonesia akan menjelaskan alasan penolakan secara tertulis. Pasal 13 Dalam hal perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger memerfukan persetujuan dari instansi berwenang, permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar diajukan oleh direksi Bank hasil Merger kepada instansi berwenang dan dilakukan bersamaan dengan pengajuan izin Merger kepada Direksi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). Pasal 14 Permohonan persetujuan atas Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar Bank hasil Konsolidasi diajukan oleh direksi Bank hasil Konsolidasi kepada instansi berwenang dan dilakukan bersamaan dengan pengajuan izin Konsolidasi kepada Direksi Bank Indonesia sebapaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). Pasal 15 Izin Merger atau Komsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas berlaku sejak: a. tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar oleh Menteri Kehakiman; b. tanggal pendaftaran Akta Merger dan perubahan Anggaran Dasar dalam deftar perusahaan apabila perubaban Anggaran Dasar tidak memeriukan persetujuan Mente Kehakiman. Pasal 16 Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Bank yang berbentuk hukum selain Perseroan Terbatas berlaku sejak: a. tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar dari instansi berwenang; b. tanggal pendaftaran Akta Merger dalam daftar perusahaan apabila perubahan Anggaran Dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi berwenang. Pasal 17 (1) Bank yang telah memperoleh izin Merger atau Konsolidasi wajib: a. menyusun neraca penuiupan masing-masing Bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi; b. menyusun neraca pembukaan Bank hasil Merger atau Konsolidasi; c. mengumumkan hasil Merger atau Konsolidasi disertai dengan neraca pembukaan Bank hasil Merger atau Konsclidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b delam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas selambat- fambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal 16; d. menyampaikan laporan pelaksanaan Merger atau Konsolidasi kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengumurman dan dilampiri dengan: 1. fotokopi Akta perubahan Anggaran Dasar atau fotokopi Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar yang telah mendapat persetujuan dari instanst berwenang; 2. guntingan surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam huruf ec. Pasal 18 Akta Merger dan Akta perubahian Anggaran Dasar Bank hasil Merger atau Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar Bank hasil Konsolidasi wajib didaftarkan dalam dafter perusshean dap diumumkan dalam Tambshan Berita Negara Republik Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan laporan oleh Menteri Kehakiman atau tanggal persetujuan Menteri Kehakiman. Bagian Kedna Persyaratan dan Tata Cara Akuisisi Pasal 19 (1) Akuisisi Bank dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, baik melalui pembelian saham secara langsung maupun Pembelian Sabam Melalui Bursa. (2) Akuisisi Bank dilakukan melalui pembelian seluruh atau sebagian jumlah saham Bank yang mengakibatkan beralihnya Pengendalian Bank kepada pihak yang mengakuisisi. (3) Pembelian saham Bank dianggap mengakibatkan beralibnya ~~ Pengendalian Bank scbagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila kepemilikan saham: a. menjadi sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor Bank; atau b. kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor Bank namun menentukan baik langsung maupun tidak langsung pengelolaan «dan/atau kebijaksanaan Bank. Pasal 20 Izin Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: a. telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dari Bank yang akan diakuisisi; b. pihak yang melakokan Akuisisi memenuhi persyaralan sebagai pemilik Bank sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang mengatur kepemilikan Bank; c. apabila Bank yang diakuisisi terdaftar di pasar modal maka wajib dipenuhi ketentuan pasar modal mengenai penawaran tender dan keterbukaan informasi pemegang saham tertentu. Pasal 21 (1) Direksi Bank yang akan diakuisisi dan pihak yang akan mengakuisisi masing-masing menyusun usulan rencana Akuisisi. (2) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajibs mendapal persetujuan dari komisaris Bank yang akan diakuisisi dan pihak yang akan mengakuisisi, yang sekurang-kurangnya memuat: a. nama dan tempat kedudnkan Bank yang akan diakuisisi dan pihak yang akan mengakuisisi, disertal dengan identitas pihak yang akan mengakuisisi; b. alasan serta penjelasan dari Bank yang akan diakuisisi dan dari pihak yang mengakuisisi; <. laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir, dari Bank dan badan hukum yang akan mengakuisisi; d. tata cara konversi saham dari masing-masing pihak yang melakukan Akuisisi apabila pembayaran Akuisisi ditakukan dengan saham; e. rancangan perubahan Anggaran Dasar Bank yang diakuisisi; f jumish dan ailai saham Bank yang akan diakuisisi; g. kesiapan pendanaan dari pihak yang akan mengakuisisi; h. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas; i. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Akuisisi; j- komposisi pemegang ssham sctelah dilakukan Akuisisi; k. rancangan Akita Akuisisi; L surat pernyataan dan pihak yang akan mengakuisisi bahwa dana yang digunakan untuk mengakuisisi bukan: 1. berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain di Indonesia; 2. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang {money laundering); 2 3. berasal dari dana yang diharamkan menurut Prinsip Syarizh bagi Bank yang melakukan kepiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Pasal 22 (1) Usulan rencana Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan bahan rancangan Akuisisi yang disusun oleh direksi Bank vang diakuisisi bersama pihak yang akan mengakuisisi. (2) Rancangan Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan rencana Akuisisi. Pasal 23 (1) Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang akan diakuisisi, direksi Bank yang diakuisisi wajib mengumumkan ringkasan rancangan Akuisisi yang sckurang-kurangnya memuat: nama gan fempal cegudukan Sank yar diakuijsisi dan pihak vang akan m b. alasan serta penjelasan dari Bank yang akan - diakuisisi dan dari pihak yang mengakuisisi; c. laporan keuangan 3 {tiga} tahun buku terakhir dari Bank dan badan hukum yang akan mengakuisisi; d. jumlah sabam Bank yang akan diakuisisi; e. komposisi pemegang saham seieleh dilakukan Akuisisi; f. perkiraan jangka wakitu pelaksanaan Akuisisi. (2) Pengmmuman ~~ ringkasan rancangan Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan selambat-lambatnya: a. 30 (tiga puluh) hat sebelum Rapat Umum Pemegang Saham dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran fnas; b. 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Sabam kepada karyawan Bank secara tertults. Pasal 24 (1) Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi waiib mendapat nersetujuan dari | y pal p 4 a. Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang akan diakuisisi; b. pihak yang akan melakukan Akuisisi. (2) Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi yang telah disetujui oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah memperoleh izin Bank Indonesia dituangkan dalam Akta Akuisisi. Pasal 25 Permohonan untuk memperoleh izin Akuisisi diajukan direksi Bank yang akan diakuisisi bersama dengen pihak yang akan mengakuisisi kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan rancangan Akuisisi beserta dokumen pendukungnya. Pasal 26 Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Bank Indonesia melakukan: a. penelitian kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. wawancara terhadap pihak yang akan mengakuisisi. Pasal 27 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin Akuisisi diberikan oleh Bank Indonesia dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara lengkap. (2) Tembusan izin Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Menteri Kehakiman, apabila terdapat perubahan Anggaran Dagar. (3) Dalam hal permohonan ditolak maka Bank Indonesia akan menjelaskan alasan penolakan secara tertudis, Pasal 28 (1) Bank berhak penandatanganan Akta Akuisisi. (2) Diveksi Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Akuisisi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penandatanganan Akta Akuisisi dilampiri dengan fotokopi Aka Akuisisi. BAB III MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI ATAS PERMINTAAN BANK INDONESIA Pasal 29 (1) Apabila meaurut penilaian Bank Indonesia suatu Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan Bank tidak dapat melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang ditetapkan Bank Indonesia maka Bank Indonesia dapat meminta kepada pemilik dan pengurus Bank yang bersangkutan untuk: a. melakukan Merger atau Konsolidasi denpan Rank lain; atau b. menjual scbagian atau seluruh kepemilikannya kepada Bank atau pihak lain; sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Uundang-undang Namor 10 Tajwn 1998. (2) Pelaksanaan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditakukan sesual dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam BAB IV MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI ATAS PERMINTAAN BADAN KHUSUS Pasal 30 (1) Badan Khusus wajib meminta izin kepada Bank Indonesia untuk melakukan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi terhadap Bank yang kepemilikarmya telah diambilalib oleh Badan Khusus. (2) Pelaksanaan Merger, Konsolidasi dan A si sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakekan sesual dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam BAB V ALAMAT PERMOHONAN DAN PELAPORAN Pasal 31 (1) Permohonan izin Merger, Konsolidasi dan Akuisist sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan ini dialamatkan kepada: a. Direksi Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, JI. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; b. Direkst Bank Indonesia Up. Uwmisan Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, JL M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110 dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. (2) Penyampaian Japoran sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan ini dialamatkan kepada: a. Bank Indonesia Up. Urusan Pengawasan Bank, JI. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang beckantor pusat di wilayah Jabotabek; b. Bank Indonesia Up. Urusan Pengawasan Bank, JI. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10110 dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. BAB VI SANKSI Pasal 32 (1) Bank yang tidak menaati ketentuan mengenai kewajiban pelaporan dan/atau pepgumuman schapaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf ¢ serta huruf d dan Pasal 28 ayat (2) dikenakan sanksi: a. denda kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,06 (satu -julta rupiah) per hari kelambatan setiap laporan danvatan pengumuman; atau b. denda kewajiban membayar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) apebila Bank tidak menyampaikan laporan dan/atau pengomuman. (2) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan dan/atau pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huraf b, apabila Bank tidak menyampaikan laporan dan/atau pengumuman dimaksud setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak batas akhir penyampaian laporan dan/atai pengumuman. BAB VII LAIN-LAIN Pasal 33 Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Surat Keputusen ini, maka segala ketentuan mengenat kepemilikan dan kepengurusan Bank sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syarieh dinyatakan berlakn unk Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum, BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar sstiap orang mengetahiinya, memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Mei 1999 DIREKSI BANK INDONESIA — Abin A A FV “7 Achwan Subario as uBR & fe B10 0 (AGH) - 00 7-2-3 - KP Lampiran § -Suret Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/5 1KEP/IIR tanggal 14 Mei 1999 Lampiran 1 No. Lamp. © Kepada Dircksi Bank Indonesia Ji. MH. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Up. Urusan Pengawasan Bank Perihal © Permohonan Izin Merger/Konsolid Dengan inl kami mengajukan permohoman izin Merger/Konsolidasi *) antaca Bank Bank Bank ..., dan Bank .. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Notulen Rapat Umum Pemegang Sahanyrapat anggota *). 2. Akta Merger/Akia Kondofidasi *). 3. Akta Perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger/Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar Bank hasil Konsolidasi *). 4. Bukt pelaporan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan pengumuman kepada invesior. bagi Bank yany tercatat di pasar modal. 5. Bukti pengumumnan mengenai ringkasan rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi. Demikian permohonan kami. cc. : Kantor Bank HdORESE ones eon..... (bagi Bank yang herkantor pusat di luac witayah Jabatabelk) " Coret yang tidak perlu ShY Lampiran 2 Surat Kepuiusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KFP/DIR taneeal 14 Mei 1999 Lawpirar 2 No. Lamp. : Kepada Dircksi Bank Indoncsis JI. MH. Thamrin No.2 JAKARTA 10119 Up. Urusan Pengawasan Bank Perihal © Permohonan fzin Ak i Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Akuisisi saham Bank .... oleh (pthak yang mengakuisisi). Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan dokumen rancangan Aknisisi yang memuat: Nama dan tempat kedudukan Bank yang akan diakuisist. Daftar pihak yang mengakuisisi disertai dengan dokumen identitas yang dipersyaratkan. Alasan dan penjelasan dar: Bank yang diakuisisi dan pihak yang mengakuisisi. Laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari badan hukum yang mengakuisisi Tata Cara Konversi saham dari masing-masing pihak yang mengakuisisi apabila pembayeran Akuisisi dilakukan dengan saham. Rancungan Perubahan Anggaran Dasar Bank yang diakuisisi, Jumiah Sabam Bank yang diakuisisi. Kestapan pendanaan dari pihak yang mengakuisisi Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas. 0. Perkirann jangks waktu pelaksanaan Akuisisi. 1. Komposisi pemegang saham seiclah pelaksanaan Akuisisi. 5 3 Une . Rancasgan Akta Akuisisi. . Surat pernyataan dati pihak yang mengakuisisi tentang sumber dana yang digunakan unuk mengakuisisi Saham Bank. SoogweENe Lampitan 2 Surat Keputusan Direksi Ban! 14. Surat pernyataan dau pihek yang mengakuisisi tentang tidak pernah melakukan tindskan tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaba lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan. Demikian permohonan kari, DIREKSI BANK .. ce Kantor Bank Indonesia . (bagi Bank yang berkantor pusat di tua witayah Jabotabek) *) Coret yang tidak periu 1 me
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 32/51/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id> <reg_title> PERSYARATAN DAN TATA CARA MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK UMUM </reg_title> <set_date> 14 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date> <related_reg> '13/UU/1968', '10/UU/1998', '28/PP/1999', '1/UU/1995', '27/PP/1998', '7/UU/1992', '8/UU/1995' </related_reg> <penalty_list> 'BAB VI' </penalty_list>
DIREKSI No. 31 / 147 / KEP / DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DIREKSI BANK INDONESIA , Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung pada kesiapan untuk menghadapi penanaman dana ; b. bahwa dalam rangka kesiapan menghadapi kerugian , pengurus bank berkewajiban kualitas aktiva produktif ; resiko menjaga risiko kerugian dari c. bahwa dalam menetapkan kualitas aktiva produktif harus didasarkan pada prospek usaha, kondisil keuangan dan kemampuan membayar nasabah ; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan tentang kualitas aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ; Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral 1968 Nomor 63, Tambahan Nomor 2865 ) ; 2. Undang - Undang Nomor ( Lembaran Negara Tahun Lembaran Negara 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) ; sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang Nomor 10 Tahun 1998 ( Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790 ) ; M E M U T U S K A N : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA PRODUKTIF. TENTANG KUALITAS Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan : a. Bank adalah Bank umum sebagaimana dalam Undang - Undang Nomor tentang Perbankan 7 sebagaimana AKTIVA Tahun dimaksud 1992 telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998. b. Aktiva Produktif adalah penanaman baik dalam Rupiah bentuk kredit, dana Bank maupun Valuta Asing dalam Surat Berharga, Penempatan Dana Antar Bank Penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif ; c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam - meminjam antara Bank pihak peminjam untuk melunasi termasuk ; 1. pembelian dilengkapi dengan pihak lain yang mewajibkan setelah utangnya jangka waktu tertentu dengan pemberian surat berharga Agreement ( NPA) ; 2. pengambilalihan tagihan kegiatan anjak piutang ; d. Surat wesel, Berharga adalah surat pengakuan utang, Sekuritas Kredit atau setiap dari penerbit, dalam bentuk diperdagangkan dalam pasar modal lain, atau suatu yang lazim dan pasar dalam rangka nasabah dengan Note bunga, yang Purchase obligasi, derivatifnya, atau kepentingan kewajiban uang, antara lain ; - Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) - Surat Berharga Pasar Uang ( SPBU ) - Surat Berharga Komersial ( Commercial Papers ) - Sertifikat Reksadana dan - Medium Term Note ; e. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada Bank lainnya berupa giro, call money , deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit yang diberikan serta penempatan lainnya . f. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan debitur untuk modal sementara mengatasi yang bergerak dibidang keuangan yang tidak melalui pasar modal, serta bentuk penyertaan perusahaan kegagalan Kredit. g. Transaksi komitmen yang Rekening Administrasi terdiri dan kontinjensi dari adalah ( Of - Balance Sheet ) warkat penerbitan jaminan, akseptasi / endosemen, irrevocable Letter of Credit ( L/C ) yang masih berjalan, akseptasi wesel impor atas dasar L/C berjangka, penjualan Berharga dengan syarat repurchase repo ) , standby L/C dan garansi Surat agreement transaksi derivatif yang mempunyai resiko Kredit. h. Risiko Kredit untuk nilai pasar ( the seluruh keuntungan transaksi mark to market derivatif adalah value ) perjanjian/ kontrak yang secara potensial dapat menjadi apabila pihak lawan wanprestasi. Pasal 2 menjanjikan yang belum dapat terealisir namun kerugian Bank ( lainnya, serta pada akibat dari (1) Penanaman dana Bank pada Aktiva Produktif wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati - hatian. (2) Pengurus Bank wajib memantau dan mengambil langkah - langkah senantiasa dalam keadaan baik. Pasal 3 Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan : a. prospek usaha ; b. kondisi keuangan dengan penekanan kas debitur ; dan c. kemampuan membayar ; pada arus agar kualitas Aktiva Produktif Pasal 4 (1) Kualitas Kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet menurut kriteria yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian yang tidak Surat Keputusan ini. terpisahkan dari Pasal 5 Kualitas Aktiva Produktif yang oleh Bank telah ditetapkan lancar dan dalam perhatian khusus akan diturunkan oleh Bank Indonesia menjadi setinggi - tingginya kurang lancar, apabila dokumen dan arsip debitur tidak dapat memberikan informasi yang cukup. Pasal 6 (1) Dalam hal debitur pada satu Bank memiliki beberapa rekening dengan masing - masing rekening mengikuti dengan kualitas yang paling rendah. (2) Kualitas setiap rekening dimaksud dalam ayat (1) menjadi kualitas yang Kredit sebenarnya kepastian kualitas yang berbeda, kualitas rekening Kredit sebagaimana dapat dikembalikan sepanjang terdapat bukti -bukti dan dokumentasi yang cukup untuk menyatakan pemenuhan kelancaran pembayaran dan dari ddebitur yang dinilai berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar. Pasal 7 Penggolongan ditetapkan sesuai kualitas Transaksi Rekening Administratif dengan ketentuan penggolongan kualitas Kredit sebagaimana dimmaksud dalam Pasal 4 . Pasal 8 (1) Penggolongan Rekening Administratif yang berjumlah kualitas Kredit dan Transaksi lebih besar dari Rp. 350.000.000,00 ( tiga ratus lima puluh juta rupiah ) grup didasarkan atas ketentuan dalam Pasal 4. (2) Penggolongan kualitas Kredit dan Transaksi Rekening Administratif yang dengan dari Rp. 350.000.000,00 berjumlah ( tiga ratus lima puluh juta rupiah ) untuk debitur individual atau debitur grup hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan bunga dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 9 Penggolongan kualitas Surat Berharga ditetapkan : a. Lancar : 1. Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) dan Surat Utang Pemerintah ; 2. Surat Berharga Pasar Uang belum jatuh tempo ; ( SBPU ) yang sebagaimana baik untuk debitur individual atau debitur sampai 3. Surat Berharga Komersial ( Commercial Papers / Cps ) nyang belum jatuh tempo dengan peringkat IdA1 - IdA2 - IdA3 - IdA4 sebagaimana ditetapkan oleh PT. Pemeringkat Efek Indonesia ( PT Pefindo ) atau yang setingkat dengan itu dari lembaga pemeringkat yang memiliki reputasi baik dan dikenal luas oleh Masyarakat ; 4. Obligasi yang dicatat dan diperdagangkan di Pasar Modal, belum jatuh tempo, dan kupon selalu dibayar dalam jumlah dan waktu yang tepat. 5. Sertifikat Reksadana yang memiliki prospek pengembalian, serta mengikuti ketentuan untuk surta berharga komersial atau obligasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4 dan portofolionya tidak mengandung saham ; 6. Surat Berharga lainnya seperti Medium Term Note yang mempunyai prospek pengembalian serta mengikuti ketentuan berharga komersial untuk atau surat obligasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4. b. Macet ; - apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Pasal 10 (1) Penggolongan perusahaan Kualitas Penyertaan yang bergerak dibidang dengan pangsa Bank kurang perseratus ) ditetapkan sebagai berikut : a. pada keuangan dari 20% ( dua puluh Lancar : Perusahaan tempat penyertaan kumulatif berdasarkan Bank memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit ; b. Kurang Lancar : Perusahaan tempat penyertaan mengalami kerugian sampai dengan Bank 25% ( dua puluh lima perseratus ) dari modal perusahaan berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit ; c. Diragukan : Perusahaan tempat penyertaan Bank mengalami kerugian lebih dari 25% ( dua puluh lima perseratus ) sampai dengan 50% ( lima puluh perseratus ) dari modal perusahaan berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit ; d. Macet : Perusahaan tempat penyertaan mengalami perseratus ) modal Bank lebih dari 50% ( lima puluh dari berdasarkan laporan terakhir yang telah diaudit ; (2) Penyertaan pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dengan pangsa Bank 20 % ( dua puluh perseratus ) atau lebih maupun penyertaan modal sementara pada debitur untuk mengatasi digolongkan akibat kegaala dengan metode ekuitas ( equity method ). Pasal 11 Penggolongan kualitas Penempatan hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 . Pasal 12 (1) Pendapatan dari Aktiva Produktif dengan kualitas kurang diakui apabila telah diterima secara tunai. perusahaan keuangan tahun buku perusahaan Kredit, lancar dan penyertaan wajib dicatat lancar, diragukan, dan macet hanya boleh (2) Pendapatan dari Aktiva Produktif dengan kualitas lancar dan kualitas dalam perhatian khusus yang telah diakui secara akrual dikoreksi apabila kualitas Aktiva Produktif, menjadi kurang lancar, diragukan, atau macet. Pasal 13 Pelangaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini akan dikenakan sanksi dimaksud administratif sebagaimana Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana dalam Pasal 52 Undang - undang Nomor 7 telah diubah dengan Undang - undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 14 (1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula bagi Bank berdasarkan Prinsip Syari’ah. (2) Prinsip Syari’ah sebagaimana ayat (1) adalah aturan perjanjian dimaksud dalam berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan / atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya sesuai dengan syariah , antara lain ; yang dinyatakan - mudharabah : pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil - musharakah : pembiayaan berdasarkan prinsip penyerttaan modal. - murabahah : prinsip jual beli barang memperoleh keuntungan, : pembiayaan barang - ijarah berdasarkan tanpa pilihan atau, - ijarah wa igtina : dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari Bank oleh pihak lain pihak (3). Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah adalah penyediaan uang dipersamakan atau tagihan yang dapat atau kesepakatan antara Bank dengan pihak yang mewajibkan pihak yang dibiayai imbalan dengan itu bedasarkan persetujuan lain untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan hasil. Pasal 15 Penempatan pada Bank lain dan Surat Berharga yang diendos oleh Bank lain yang ikut Pemerintah penjaminan Pemerintah digolongkan program penjaminan serta dalam program lancar selama berlaku dan Bank memenuhi persyaratan program penjaminan . atau bagi dengan modal prinsip sewa murni Pasal 16 Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka : a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26 / 22 / KEP / DIR Kualitas tanggal 29 Mei Aktiva Produktif 1993 tentang dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif , khusus bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku ; Penyempurnaan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26 / 22 / KEP/ DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif Pembentukan Penyisihan Penghapusan dan Aktiva Produktif khusus bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku ; b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/ 268 / KEP / DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku . Aktiva Pasal 14 Surat Keputusan ini 31 Desember 1998. Agar setiap orang pengumuman penempatannya Indonesia. mulai berlaku pada tanggal mengetahuinya, memerintahkan Surat Keputusan ini dengan dalam Berita Negara Republik Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 November 1998 --------------------------------------------------- DIREKSI BANK INDONESIA Achwan Subarjo Joyosumarto Lampiran Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 PENGGOLONGAN KUALITAS KREDIT KHUSUS usaha memiliki potensi usaha menunjukkan usaha menurun sungan usata sangat diragukan, usaha menunjukkan/ usaha menurun pertumbuhan yang pertumbuhan yang baik terbatas taassanat penurunan dan sulit atau tidak mengalami pertumbuhan Kemungkinan besar kegiatan usaha akan terhenti Pasar yang stabil dan Posisi di pasar baik, tidak | * Pasar dipengaruhi olen Pasarsangat Posisi di pasar baik, tidak |* Kehilangan pasar banyak dipengaruhi oleh perubahan kondisi dipengaruhi oleh tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi dipengaruhi oleh perekonomian yang rekonomian. Posisi di pasar cukup perekonomian Persaingan yang baik tetapi banyak Persaingan usaha angatketatdan dengan pesaing terbatas, termasuk posisi sangat ketat dan pulih kembali jika operasional perusahaan pulih kembali jika yang kuat dalam pasar melaksanakan strategi mengalami bisnis yang baru serius anajemen cukup baik * Manajemen kuran Manajemen cukup baik Manajernen sangat Manajemen yang baik Manajemen yang sangat ik Manejemen kurang berpengalaman baik baik Perusahaan afiliasi atau grup stabil dan tidak perusahaan afiliasi atau grup stabil dan sangat merugikan memiliki dampak yang grup mulai memberikan mendukung usaha memberatkan terhadap dampak yang memberatkan debitur memberatkan terhadap debitur memberatk debitur| memberatkan terhadap debitur debitur enaga kerja berlebihan |* Tenaga kerja berlebihan | * Terjadi pemogokan Tenaga kerja yang Tenaga kerja pada Tenaga ke pemah tercatat mengalami perselisihan atau pemogokan atau pemogokan keresahan Lampiran Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 KHUSUS KONDISI + Laba sangat kecil atau Mengalami Kerugian Perolehan laba cukup|+ Perolehan laba rendah negatif / yang besar baik namun memiliki dan stabil yang besar potensi menurun Kerugian operasiona dibiayal dengan memenuhi seluruh dibiayat dengan kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan Rasio utang terhadap | Rasio utang terhadar Rasio utang terhadap Permodalan kuat Permodalan cukup baik dan pemilik mempunyai modal tinggi modal tinggi modal sangat tinggi modal sangat tinggi memberikan modal diperlukan Likuiditas sangat Kesulitan likuiditas Likuiditas dan modal kerja umumnya baik| modal kerja terbatas rendah kerja umumnya baik| modal k kerja kuat Analisis arus kas Analisa arus kas Analisis arus kas * Analisis arus kas Analisis arus kas * Analisis arus kas menunjukkan menunjukkan bahwa menunjukkan bah menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa menunjukkan bat henunjukkan bahia debitur dapat memenuhi meskipun debitur mampu debitur hanya mampu kewajiban pembayaran memenuhi kewajiban membayar bunga dan membayar pokok dan memenuhi kewajiban membayar bunga dan menutup biaya produksi pokok serta bunga tanpa pembayaran pokok serte bunga bunga namun terdapat tambahan indikasi masalah tertentu tambahan yang apabila tidak diatasi akan mempengaruhi mendatang Beberapa portofolio sensitif terhadap senstif tehadap sensitif terhadap terpengaruh perubahan perubahan nilai tukar| perubahan nilai tukar nilai tukar valuta asing fluktuasi nilai tukar bunga relatif sedikit atau bunga tetapi masih bunga bunga telah dilakukan lindung terkendali nilai (hedging) secara baik untuk menutup digunakan untuk menutup kerugian operasional Lampiran Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 LANCAR DALAM PERHATIAN KHUSUS KEMAMPUAN Pembayaran tepat* Terdapat tunggake tu, perkembangan pembayaran pokok pembayaran pokok dan pembayaran pokok dan Pokok dan/atau b pembayaran pokok pembayaran pokok darl pembayaran pokok dant pokok dan/atau bunga |MEMBAYAR waktu, perkembangan pembayaran pokok. ada tunggakan serta dengan 90 hari . Jarang mengalami sampaidengan 180 hari / sampaidengan 2/0han sampaidengan 180 hari / sampai dengan 2/0han sesuai dengan Terdapat cerukan yang Terjadi cerukan yang persyaratan kredit cerukan untuk menutupi khususnya untuk kerugian operasional| menutupi kerugian kas | kekurangan arus ka Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur Hubungan debitur Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur dengan bank baik dan dan informasi keuangan | memburuk dan debitur selalu menyampaikan informasi tidak dapat dipercaya Informasi keuangan tidak dapat dipercaya Informasi keuangan menyampaikan informasi tidak tersedia atau tidak keuangan secara teratur keuangan secara teratur dan masih akurat dapat dipercaya dan akurat Dokumentasi kredit ngkap dan pengikatan kurang lengkap dan tidak lengkap dan atau pengikatan agunan lengkap dan pengikatan agunan kuat pengikatan agunan| pengikatan agunan tidak ada yang lemah| yang temah kredit yang tidak prinsipil| persyaratan pokok prinsipil terhadap Kredit yang tidak prinsipi Persyaratan pokok prinsipil terhadap. persyaratan pokok Kredit dalam perjanjan kredit Perpanjangan Kredit
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 31/147/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id> <reg_title> KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF </reg_title> <set_date> 12 November 1998 </set_date> <effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date> <replaced_reg> '26/22/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '31/268/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg> <penalty_list> 'Pasal 13' </penalty_list>
No. 31/178/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan timbulnya produk-produk baru sejalan dengan perkembangan pasar valuta asing yang semakin meningkat, mengakibatkan peningkatan risiko yang dihadapi bank; b. bahwa dengan meningkatnya risiko yang dihadapi, bank perlu menerapkan prinsip kehati-hatian pengelolaan dana valuta asing secara lebih baik; c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan tentang posisi devisa neto dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865); dalam 2. Undang … 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3210) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3291); M E M U T U S K A N : Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM. Pasal 1 Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan: a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing; b. Modal … b. Modal adalah modal Bank sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998; c. Posisi Devisa Neto adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari: (1) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing; ditambah dengan, (2) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing, yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah; d. Kurs Penutupan adalah kurs tengah yang merupakan rata-rata kurs beli dan kurs jual berdasarkan Reuters pada pukul 16.00 WIB setiap hari; e. Aktiva dalam valuta asing terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro pada Bank Indonesia), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, surat berharga, kredit yang diberikan sebesar nilai buku yaitu setelah dikurangi penyisihan penghapusan aktiva produktif, nilai bersih wesel ekspor yang telah diambilalih, rekening antar kantor aktiva dan tagihan lainnya dalam valuta asing baik kepada penduduk maupun bukan penduduk; f. Pasiva dalam valuta asing terdiri dari giro, deposit on call, deposito margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan impor, rekening berjangka, sertifikat kantor antar kewajiban lainnya dalam valuta asing baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk; g. Rekening … deposito, pasiva dan g. Rekening administratif dalam valuta asing adalah rekening yang dapat menimbulkan tagihan dan/atau kewajiban di masa mendatang yang merupakan komitmen dan valuta kontinjensi melalui asing yang transaksi mencakup spot, forward, option yang diterbitkan oleh Bank (Bank sebagai writer), future, kerugian/keuntungan margin trading yang belum diselesaikan, bank garansi dan L/C yang dipastikan akan menjadi kewajiban Bank setelah dikurangi margin deposit, serta produk-produk lain yang sejenis terhadap penduduk maupun bukan penduduk. Pasal 2 Option yang dibeli oleh Bank (Bank sebagai holder) dapat diperhitungkan dalam Posisi Devisa Neto sepanjang memiliki kontrak yang identik dengan option yang diterbitkan oleh Bank (back-to-back option), dalam nilai kontrak, jenis valuta, tanggal pelaksanaan (exercise date) dan harga yang disepakati (strike price). Pasal 3 (1) Bank wajib memelihara Posisi Devisa Neto pada setiap akhir hari kerja setinggi-tingginya 20% (dua puluh per seratus) dari Modal. (2) Posisi Devisa Neto yang harus dipelihara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung secara konsolidasi, yaitu mencakup seluruh kantor cabang di dalam negeri maupun luar negeri. (3) Bank … (3) Bank harus memelihara posisi sepanjang hari (intra- day) berdasarkan prinsip kehati-hatian. Pasal 4 Bank yang pada saat diberlakukannya ketentuan ini memiliki Posisi Devisa Neto melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diberikan masa peralihan untuk melakukan penyesuaian sebagai berikut: a. Jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto sejak tanggal 30 Juni 1999 menjadi setinggi-tingginya 70% (tujuh puluh per seratus) dari jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto pada tanggal 31 Desember 1998; b. Jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto sejak tanggal 31 Desember 1999 menjadi setinggi-tingginya 40% (empat puluh per seratus) dari jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto pada tanggal 31 Desember 1998; c. Pada tanggal 30 Juni 2000 Posisi Devisa Neto Bank telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). Pasal 5 (1) Bank wajib menyampaikan laporan Posisi Devisa Neto harian dalam bentuk: a. laporan konsolidasi yang mencakup kantor- kantor cabang di dalam negeri; b. laporan konsolidasi yang mencakup seluruh kantor cabang baik di dalam negeri maupun luar negeri. (2) Kewajiban … (2) Kewajiban penyampaian laporan Posisi Devisa Neto harian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara mingguan dengan periode: a. masa laporan I, tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang bersangkutan; b. masa laporan II, tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang bersangkutan; c. masa laporan III, tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan yang bersangkutan; d. masa laporan IV, tanggal 24 sampai dengan akhir bulan. (3) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus telah diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pada akhir masa laporan berikutnya termasuk penyampaian koreksi atas laporan yang bersangkutan dalam hal terdapat kesalahan, dengan menggunakan contoh formulir sesuai dengan petunjuk pengisian Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto sebagaimana terdapat dalam Lampiran Surat Keputusan ini. (4) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini. (5) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. (6) Apabila tanggal akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. (7) Bank … (7) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud sampai dengan akhir masa laporan berikutnya setelah masa laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (8) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan laporan dimaksud setelah akhir masa laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7). Pasal 6 (1) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disusun dengan menggunakan Kurs Penutupan. (2) Apabila Kurs Penutupan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk valuta asing tertentu tidak tersedia, Bank dapat menggunakan crossing rate pada waktu yang sama dengan Kurs Penutupan yang terjadi. Pasal 7 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Urusan Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010 sesuai dengan Urusan yang mengawasi bank yang bersangkutan bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Bank Indonesia Jakarta; b. Kantor … b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, masing-masing dengan tembusan ke Bagian Analisis dan Pengelolaan Devisa, Urusan Devisa, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010. Pasal 8 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kelambatan untuk setiap laporan bagi Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7); b. kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap laporan bagi Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8); (2) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian koreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan sanksi berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan koreksi yang disampaikan dalam 1 (satu) masa laporan berikutnya setelah masa penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); b. kewajiban … b. kewajiban membayar sebesar Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap laporan koreksi yang disampaikan dalam 2 (dua) masa laporan berikutnya setelah masa penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). (3) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 dikenakan sanksi berupa penurunan nilai kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan. (4) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dikenakan dalam sanksi ayat (3), juga dapat administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 9 (1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan … pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). (3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pasal 10 Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, maka Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 24/50/KEP/DIR tanggal 20 November 1991 tentang Posisi Devisa Neto Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 11 Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 1999. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 31 Desember 1998 D I R E K S I BANK INDONESIA Achwan Subarjo Joyosumarto UPPB.
<reg_type> SKDIR-BI </reg_type> <reg_id> 31/178/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id> <reg_title> POSISI DEVISA NETO BANK UMUM </reg_title> <set_date> 31 Desember 1998 </set_date> <effective_date> 31 Maret 1999 </effective_date> <replaced_reg> '24/50/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991' </replaced_reg> <related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '1/PP/1982', '24/PP/1985' </related_reg> <penalty_list> 'Pasal 8' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang- Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank ... - 2 - Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. 2. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. 3. Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner. 4. Lembaga ... - 3 - 4. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 5. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah. 6. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal. 7. Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian. 8. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai dana pensiun. 9. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 10. Lembaga ... - 4 - 10. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. 11. Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 12. Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal OJK. 13. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai lembaga penjamin simpanan. 15. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 16. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia. 17. Gubernur Bank Indonesia adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. 18. Menteri ... - 5 - 18. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 19. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. 20. Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. 21. Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik. 22. Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen risiko OJK. 23. Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk memilih dan menetapkan calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan kepada Presiden. 24. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 25. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota. BAB II PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 2 (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK. (2) OJK ... - 6 - (2) OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 3 (1) OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan. BAB III TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG Pasal 4 OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Pasal 5 OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pasal 6 ... - 7 - Pasal 6 OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Pasal 7 Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank; c. pengaturan ... - 8 - c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati- hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. pemeriksaan bank. Pasal 8 Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 9 ... - 9 - Pasal 9 Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan; dan h. memberikan dan/atau mencabut: 1. izin usaha; 2. izin orang perseorangan; 3. efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. surat tanda terdaftar; 5. persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. pengesahan; 7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. BAB IV ... - 10 - BAB IV DEWAN KOMISIONER Bagian Kesatu Struktur Dewan Komisioner Pasal 10 (1) OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner. (2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial. (3) Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Susunan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. seorang Ketua merangkap anggota; b. seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota; c. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota; d. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota; e. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota; f. seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota; g. seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen; h. seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan i. seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. (5) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki hak suara yang sama. Bagian ... - 11 - Bagian Kedua Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 11 (1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden. (2) Pemilihan dan penentuan calon anggota Dewan Komisioner untuk diusulkan kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk dengan Keputusan Presiden: a. paling singkat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Komisioner; atau b. paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal kekosongan jabatan atau penetapan pemberhentian anggota Dewan Komisioner karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan/atau huruf j. (3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat. (4) Panitia Seleksi mengumumkan penerimaan calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditetapkannya Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja secara terus menerus. (6) Panitia Seleksi melakukan seleksi administratif terhadap calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (7) Panitia ... - 12 - (7) Panitia Seleksi mengumumkan nama calon yang telah lulus seleksi administratif untuk mendapatkan masukan dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berakhirnya waktu pendaftaran calon sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Panitia Seleksi dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan. (9) Panitia Seleksi melakukan penilaian dan pemilihan serta menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8). Pasal 12 (1) Presiden memilih dan menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner sebanyak 2 (dua) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya nama calon anggota Dewan Komisioner dari Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (9). (2) Dari calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mengajukan sebanyak 2 (dua) orang calon anggota Dewan Komisioner untuk dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Ketua Dewan Komisioner. (3) Calon anggota Dewan Komisioner yang tidak terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikutsertakan untuk dipilih sebagai anggota Dewan Komisioner oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Dewan ... - 13 - (4) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan jumlah anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya nama- nama calon anggota Dewan Komisioner dari Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Calon anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja sejak selesainya proses pemilihan calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Presiden mengangkat dan menetapkan calon terpilih sebagai anggota Dewan Komisioner paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya nama calon anggota Dewan Komisioner terpilih dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 13 (1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h diangkat dan ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia. (2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i diangkat dan ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Menteri Keuangan. Pasal 14 (1) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (2) Pembagian tugas di antara anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b sampai dengan huruf g diputuskan berdasarkan rapat Dewan Komisioner dan ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner. (3) Anggota ... - 14 - (3) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pasal 15 Syarat calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g adalah sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik; c. cakap melakukan perbuatan hukum; d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; e. sehat jasmani; f. berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan; g. mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan; dan h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih. Pasal 16 (1) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Mahkamah Agung. (2) Bunyi ... - 15 - (2) Bunyi lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Ketua/Wakil Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apapun”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Ketua/Wakil Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK dengan sebaik- baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”. Pasal 17 (1) Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali; d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut; e. tidak ... - 16 - e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; f. tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h; g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i; h. memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/atau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya; i. melanggar kode etik; atau j. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan. Bagian Ketiga Penggantian Antarwaktu Pasal 18 (1) Dalam hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g, diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan/atau huruf j, dilaksanakan penggantian anggota Dewan Komisioner antarwaktu sesuai dengan tata cara pemilihan anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Anggota ... - 17 - (2) Anggota Dewan Komisioner pengganti diangkat untuk menggantikan jabatan anggota Dewan Komisioner yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melanjutkan sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang digantikan. (3) Penggantian anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang diberhentikan kurang dari 1 (satu) tahun. Pasal 19 (1) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Wakil Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru. (2) Dalam hal Wakil Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Wakil Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Wakil Ketua Dewan Komisioner yang baru. (3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), berdasarkan kesepakatan Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c sampai dengan huruf g bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner yang baru. (4) Dalam ... - 18 - (4) Dalam hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c sampai dengan huruf g diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), berdasarkan kesepakatan Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner, kecuali anggota Dewan Komisioner Ex-officio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h dan huruf i, bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang anggota Dewan Komisioner tersebut sampai dengan ditetapkannya anggota Dewan Komisioner yang baru. Bagian Keempat Tugas dan Wewenang Pasal 20 Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. Pasal 21 Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Dewan Komisioner menetapkan Peraturan OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner. Bagian Kelima Larangan Pasal 22 Anggota Dewan Komisioner dilarang: a. memiliki benturan kepentingan di Lembaga Jasa Keuangan yang diawasi oleh OJK; b. menjadi ... - 19 - b. menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di Lembaga Jasa Keuangan; c. menjadi pengurus partai politik; dan d. menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Antaranggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat kedua dan semenda. (2) Jika antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah seorang di mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbukti mempunyai hubungan keluarga. (3) Dalam hal tidak ada satu pun anggota Dewan Komisioner yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), semua anggota Dewan Komisioner yang mempunyai hubungan keluarga tersebut diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden. Bagian Keenam Rapat dan Pengambilan Keputusan Pasal 24 (1) Dewan Komisioner melaksanakan rapat Dewan Komisioner secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan salah satu anggota Dewan Komisioner. (2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner. (3) Dalam ... antara mereka wajib - 20 - (3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner. (4) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berhalangan, berdasarkan kesepakatan anggota Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan Komisioner. (5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota Dewan Komisioner. (6) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. (7) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. (8) Setiap rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisioner yang hadir. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Bagian Ketujuh Lain-lain Pasal 25 (1) Dewan Komisioner mewakili OJK di dalam dan di luar pengadilan. (2) Dewan Komisioner dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada satu atau lebih anggota Dewan Komisioner, dan/atau kepada pejabat OJK atau pihak lain untuk mewakili OJK yang khusus dikuasakan untuk itu. (3) Ketentuan ... - 21 - (3) Ketentuan mengenai tata cara penugasan dan pemberian kuasa kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. BAB V ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN Pasal 26 (1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner membentuk organisasi. (2) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner membentuk organ pendukung yang mencakup sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik, dan organ lainnya sesuai dengan kebutuhan. (3) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner dapat mengangkat staf ahli. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja OJK diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 27 (1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai OJK. (2) OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. BAB VI ... - 22 - BAB VI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT Pasal 28 Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 29 OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi: a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; b. membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 30 ... - 23 - Pasal 30 (1) Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi: a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud; b. mengajukan gugatan: 1. untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau 2. untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. (2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Pasal 31 Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan Konsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK. BAB VII ... - 24 - BAB VII KODE ETIK DAN KERAHASIAAN INFORMASI Bagian Kesatu Kode Etik Pasal 32 (1) Dewan Komisioner menetapkan dan menegakkan kode etik OJK. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Bagian Kedua Kerahasiaan Informasi Pasal 33 (1) Setiap orang perseorangan yang menjabat atau pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner, pejabat atau pegawai OJK dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh Undang-Undang. (2) Setiap Orang yang bertindak untuk dan atas nama OJK, yang dipekerjakan di OJK, atau sebagai staf ahli di OJK, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh Undang-Undang. (3) Setiap ... - 25 - (3) Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia, baik karena kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, maupun hubungan apa pun dengan OJK, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh Undang-Undang. (4) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. BAB VIII RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Pasal 34 (1) Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK. (2) Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 35 (1) Anggaran OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya. (2) Anggaran ... - 26 - (2) Anggaran dan penggunaan anggaran untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan dan dikecualikan dari standar biaya umum, proses pengadaan barang dan jasa, dan sistem remunerasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pengadaan barang dan jasa Pemerintah, dan sistem remunerasi. (3) Untuk mendukung kegiatan operasional OJK, Pemerintah dapat melakukan penempatan dana awal ke OJK. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, dan sistem remunerasi diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 36 Untuk penetapan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 37 (1) OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. (2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK. (4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri. (5) Dalam ... - 27 - (5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS Pasal 38 (1) OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan semesteran dan tahunan. (2) OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan. (3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK wajib menyampaikan laporan. (4) Periode laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (5) OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. (6) Laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. (7) Untuk penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK. (8) Laporan ... - 28 - (8) Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (9) OJK wajib mengumumkan laporan tahunan OJK kepada publik melalui media cetak dan media elektronik. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta tata cara, bentuk, dan susunan laporan yang diumumkan kepada publik diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. BAB X HUBUNGAN KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Koordinasi dan Kerja Sama Pasal 39 Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: a. kewajiban pemenuhan modal minimum bank; b. sistem informasi perbankan yang terpadu; c. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri; d. produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya; e. penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan f. data ... - 29 - f. data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Pasal 40 (1) Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. (2) Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. (3) Laporan hasil pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. Pasal 41 (1) OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai kewenangan Bank Indonesia. Pasal 42 ... dengan - 30 - Pasal 42 Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. Pasal 43 OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi. Bagian Kedua Protokol Koordinasi Pasal 44 (1) Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas: a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator; b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota; c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota. (2) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. (3) Pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam ... - 31 - (4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Pasal 45 (1) Dalam kondisi normal, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan: a. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan; b. melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan; c. membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan d. melakukan pertukaran informasi. (2) Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. (3) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berwenang mengambil dan melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dalam kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Forum ... - 32 - (4) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing. (5) Keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 46 (1) Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Bagian Ketiga Hubungan Internasional Pasal 47 (1) OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya, antara lain pada bidang dan/atau kegiatan sebagai berikut: a. pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan; b. pertukaran... - 33 - b. pertukaran informasi; dan c. kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan. (2) OJK dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional. (3) Dalam hal persetujuan perjanjian internasional di sektor jasa keuangan menyangkut masalah hukum dan berdampak pada sistem keuangan nasional, OJK wajib mendapatkan konfirmasi dari Dewan Perwakilan Rakyat. (4) OJK dapat melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain berdasarkan permintaan tertulis. (5) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila: a. otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan OJK; dan b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum. (6) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila: a. otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan OJK; dan b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama timbal balik dalam masalah pidana. Pasal 48 ... - 34 - Pasal 48 Semua bentuk kerja sama internasional, termasuk di bidang pengaturan, pengawasan, dan penyidikan, wajib didasarkan pada prinsip timbal balik yang seimbang. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 49 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan; b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; c. melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; d. memanggil ... - 35 - d. memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan; g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi; h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain; j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; k. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan m. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan. Pasal 50 ... - 36 - Pasal 50 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan. (2) Jaksa wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 51 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK hanya dapat ditarik dengan pemberitahuan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum penarikan dan tidak sedang menangani perkara. (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 52 (1) Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan/atau ayat (3) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) dan/atau sebesar jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut. Pasal 53 ... - 37 - Pasal 53 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah). Pasal 54 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah). BAB XIII ... - 38 - BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 (1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. (2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Pasal 56 (1) Paling lama 8 (delapan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, Presiden mengangkat dan menetapkan anggota Dewan Komisioner untuk pertama kali dengan susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (3) sampai dengan ayat (9), Pasal 12 ayat (1) sampai dengan ayat (3) dan ayat (6), Pasal 13, dan Pasal 14. (2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. (3) Paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Undang- Undang ini diundangkan, Presiden membentuk Panitia Seleksi calon anggota Dewan Komisioner untuk pertama kali dengan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3). (4) Dewan ... - 39 - (4) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan jumlah anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya nama-nama calon anggota Dewan Komisioner dari Presiden. (5) Calon anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya proses pemilihan calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 57 (1) Sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan ditetapkannya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Kementerian Keuangan dibantu oleh Bank Indonesia menyiapkan: a. struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, rancang bangun infrastruktur dan teknologi informasi, sistem sumber daya manusia, dan standar prosedur operasional; b. rencana kerja dan anggaran untuk tahun anggaran 2013; c. pejabat dan pegawai OJK; d. pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner; dan e. hal lain yang diperlukan dalam rangka pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. (2) Kementerian Keuangan menyampaikan hasil persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Komisioner OJK untuk ditetapkan. Pasal 58 ... - 40 - Pasal 58 Paling lama 7 (tujuh) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan masing-masing mengusulkan calon anggota Dewan Komisioner Ex-officio Bank Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf h dan Ex-officio Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf i kepada Presiden untuk diangkat dan ditetapkan sebagai anggota Dewan Komisioner. Pasal 59 Sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Dewan Komisioner bertugas: a. menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, rancang bangun infrastruktur dan teknologi informasi, sistem sumber daya manusia, dan standar prosedur operasional; b. menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK tahun anggaran 2013; c. mengangkat pejabat dan pegawai OJK; d. mengangkat pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner; dan e. menetapkan hal lain yang diperlukan dalam rangka pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Pasal 60 ... - 41 - Pasal 60 (1) Paling lama 1 (satu) bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner membentuk tim transisi setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. (2) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia wajib mengusulkan kepada Dewan Komisioner orang- orang yang menjadi anggota tim transisi paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat permintaan anggota tim transisi dari Dewan Komisioner. (3) Dewan Komisioner menetapkan anggota tim transisi berdasarkan usulan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Pasal 61 (1) Tim transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim transisi berwenang untuk mengindentifikasi dan memverifikasi kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen, dan hal lain yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK. (3) Tim transisi wajib melaporkan kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner OJK. (4) Menteri ... - 42 - (4) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, tim transisi, atau pejabat dan pegawai di Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang terkait dengan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, wajib membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. (5) Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan/atau Ketua Dewan Komisioner OJK melaporkan perkembangan proses pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang dari Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 62 Paling lama 2 (dua) bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, standar prosedur operasional, dan rancang bangun infrastruktur OJK. Pasal 63 (1) Paling singkat 3 (tiga) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Ketua Dewan Komisioner menyampaikan permintaan secara tertulis usulan nama pejabat dan pegawai kepada Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan yang akan dialihkan atau dipekerjakan ke OJK. (2) Paling ... - 43 - (2) Paling singkat 2 (dua) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan wajib mengusulkan nama pejabat dan pegawai Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, sesuai dengan permintaan Ketua Dewan Komisioner, untuk dialihkan atau dipekerjakan ke OJK. (3) Untuk memenuhi kebutuhan OJK, selain pejabat dan pegawai sebagaimana dimaksud ayat (2), Dewan Komisioner melakukan rekrutmen pejabat dan pegawai secara terbuka. (4) Paling singkat 1 (satu) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Dewan Komisioner menetapkan pejabat dan pegawai yang diterima OJK. Pasal 64 (1) Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: a. pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan b. pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK. (2) Pejabat dan/atau pegawai yang dialihkan untuk dipekerjakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib bekerja di OJK untuk jangka waktu paling singkat: a. 1 (satu) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan b. 3 (tiga) ... - 44 - b. 3 (tiga) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Bank Indonesia. (3) Pejabat dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menetapkan pilihan status sebagai pejabat dan/atau pegawai OJK atau: a. sebagai pejabat dan/atau pegawai Kementerian Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan b. sebagai pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia, paling lama 2 (dua) tahun sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Bank Indonesia. (4) Pejabat dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pejabat dan/atau pegawai OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan hak sesuai dengan ketentuan OJK dengan tidak mengurangi hak pejabat dan/atau pegawai yang telah dimiliki sebelum dan selama pengalihan. Pasal 65 (1) Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor ... - 45 - di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK. (2) Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yang ditetapkan paling singkat 1 (satu) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55. Pasal 66 (1) Sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: a. Bank Indonesia tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; dan b. Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. (2) Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan menyampaikan laporan atas pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada OJK. (3) Pembiayaan yang terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersumber dari: a. Bank ... - 46 - a. Bank Indonesia untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. (4) Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan ke OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bersumber dari anggaran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan dan/atau Bank Indonesia. Pasal 67 (1) Keputusan mengenai pemberian izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dinyatakan tetap berlaku. (2) Permohonan ... - 47 - (2) Permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan atau penetapan pembubaran, serta permohonan penetapan lainnya yang sedang dalam proses penyelesaian pada Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Pasal 68 Sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 69 (1) Fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 8 huruf c, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana ... - 48 - sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); b. Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 37A, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 52, dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); c. Pasal 1 angka 15, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 46, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); beralih menjadi fungsi, tugas, dan wewenang OJK sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2). (2) Dengan ... - 49 - (2) Dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2), Lembaga Pengawas Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963), adalah OJK. (3) Sejak Undang-Undang ini diundangkan, fungsi, tugas, dan wewenang Komite Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana diubah dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963), dilaksanakan oleh Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. (4) Ketentuan ... - 50 - (4) Ketentuan mengenai protokol koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 berlaku sampai dengan diundangkannya undang- undang mengenai jaring pengaman sistem keuangan. Pasal 70 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467) dan peraturan pelaksanaannya; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) dan peraturan pelaksanaannya; 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477) dan peraturan pelaksanaannya; 4. Undang-Undang ... - 51 - 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) dan peraturan pelaksanaannya; 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan pelaksanaannya; 6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867) dan peraturan pelaksanaannya; dan 7. peraturan perundang-undangan lainnya di sektor jasa keuangan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 71 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ... - 52 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 111. Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian, SETIO SAPTO NUGROHO SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan ekonomi nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pembangunan ekonomi nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik yang secara terus menerus melakukan reformasi terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. Terjadinya ... - 2 - Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga ... - 3 - Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dalam Undang-Undang ini disebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur- unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio ... - 4 - Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Independensi Otoritas Jasa Keuangan tercermin dalam kepemimpinan Otoritas Jasa Keuangan. Secara orang perseorangan, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan Otoritas Jasa Keuangan yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut: 1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; 3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum; 4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 5. asas ... - 5 - 5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan 7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 ... - 6 - Pasal 4 Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat” termasuk perlindungan terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b ... - 7 - Huruf b Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan” adalah peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Jasa Keuangan dan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “perintah tertulis” adalah perintah secara tertulis untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan/atau mencegah dan mengurangi kerugian Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan. Perintah tertulis diberikan antara lain untuk mengganti pengurus atau pihak tertentu di Lembaga Jasa Keuangan, menghentikan, membatasi, atau memperbaiki kegiatan usaha atau transaksi, menghentikan atau mengubah perjanjian antara Lembaga Jasa Keuangan dengan pihak lain yang diduga merugikan Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan, serta menyampaikan informasi, dokumen, dan/atau laporan tertentu kepada OJK. Huruf g Yang dimaksud dengan “pengelola statuter” adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan OJK. Pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK, antara lain, untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, mencegah dan mengurangi kerugian Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan, dan/atau pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak tertentu di sektor jasa keuangan. Langkah ... - 8 - Langkah yang dilakukan pengelola statuter antara lain melalui penyelamatan kelangsungan usaha Lembaga Jasa Keuangan tertentu, pengambilalihan seluruh wewenang dan fungsi manajemen Lembaga Jasa Keuangan oleh pengelola statuter, pembatalan atau pengakhiran perjanjian, serta pengalihan portofolio kekayaan atau usaha dari Lembaga Jasa Keuangan. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 9 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pengawasan Dewan Komisioner terhadap pelaksanaan tugas Kepala Eksekutif ditujukan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja dari Kepala Eksekutif. Pengawasan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada Dewan Komisioner untuk mengintervensi atau turut campur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang setiap Kepala Eksekutif. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 10 ... - 9 - Pasal 10 Ayat (1) Dewan Komisioner merupakan pimpinan tertinggi OJK. Dalam rangka pelaksanaan kerja sama dengan otoritas lembaga pengawas lembaga jasa keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya di sektor jasa keuangan, anggota Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat yang mewakili negara. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “bersifat kolektif” adalah bahwa setiap pengambilan keputusan Dewan Komisioner diputuskan secara bersama-sama oleh anggota Dewan Komisioner. Yang dimaksud dengan “bersifat kolegial” adalah bahwa setiap pengambilan keputusan Dewan Komisioner berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan berasaskan kesetaraan dan kekeluargaan di antara anggota Dewan Komisioner. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Huruf d Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal. Huruf e Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin ... - 10 - memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (5) Setiap anggota Dewan Komisioner memiliki hak untuk memberikan pendapat dalam setiap proses pengambilan keputusan Dewan Komisioner, dan memiliki hak suara pada saat keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Pasal 11 Ayat (1) Dalam penyampaian calon anggota Dewan Komisioner kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden menyampaikan nama-nama calon Dewan Komisioner. Yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah akademisi di sektor jasa keuangan, masyarakat industri Perbankan, industri Pasar Modal, dan/atau Industri Keuangan Non-Bank yang meliputi Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Ayat (4) ... - 11 - Ayat (4) Di samping mengumumkan penerimaan calon anggota Dewan Komisioner, Panitia Seleksi secara aktif dapat mencari calon- calon yang memenuhi persyaratan dan keterwakilan sesuai dengan keahliannya dari sektor jasa keuangan yang diawasi OJK. Ayat (5) Pendaftaran calon anggota Dewan Komisioner dilakukan dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ayat (6) Yang dimaksud dengan “seleksi administratif” adalah seleksi terhadap calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Yang dimaksud dengan “3 (tiga) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner” adalah bahwa dalam pengajuan calon, Panitia Seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner dengan kualifikasi keahlian dan pengalaman yang proporsional dalam industri jasa keuangan. Untuk 7 (tujuh) orang anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, Panitia Seleksi mengajukan kepada Presiden sebanyak 21 (dua puluh satu) orang calon anggota Dewan Komisioner. Pasal 12 Ayat (1) Untuk 7 (tujuh) orang anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, Presiden mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebanyak 14 (empat belas) orang calon anggota Dewan Komisioner. Ayat (2) ... - 12 - Ayat (2) Ketentuan ini hanya berlaku apabila terdapat kebutuhan untuk mengisi jabatan Ketua Dewan Komisioner. Ayat (3) Ketentuan ini hanya berlaku apabila terdapat kebutuhan untuk mengisi jabatan Ketua Dewan Komisioner dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner. Ayat (4) Dalam rangka memilih calon anggota Dewan Komisioner, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon anggota Dewan Komisioner untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak anggota Dewan Komisioner. Yang dimaksud dengan “45 (empat puluh lima) hari kerja” tidak termasuk masa reses. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “selesainya proses pemilihan calon anggota Dewan Komisioner” adalah sejak ditetapkannya di rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik”, antara lain tidak pernah masuk dalam daftar orang tercela. Huruf c ... - 13 - Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Anggota Dewan Komisioner tidak terkendala oleh kondisi jasmani yang secara permanen menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki pengalaman, keilmuan, atau keahlian yang memadai di sektor jasa keuangan. Huruf h Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pengunduran diri anggota Dewan Komisioner berlaku efektif sejak tanggal pengunduran diri tersebut disetujui oleh Presiden. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Pemberhentian ... - 14 - Pemberhentian anggota Dewan Komisioner karena cacat fisik dan/atau cacat mental ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Yang dimaksud dengan “diperkirakan secara medis” adalah perkiraan secara medis yang dibuktikan dengan keterangan tertulis dari dokter yang menerangkan bahwa anggota Dewan Komisioner yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut- turut. Huruf e Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan" adalah tidak adanya alasan yang kuat yang menyebabkan anggota Dewan Komisioner diberhentikan. Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain, sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk Dewan Komisioner, penugasan di luar kegiatan OJK oleh Presiden, atau kegiatan lain demi kepentingan negara. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “semenda” adalah pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Huruf i Pelanggaran kode etik dalam ketentuan ini adalah pelanggaran yang dikategorikan pelanggaran berat dan dilaporkan oleh Dewan Komisioner kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Huruf j Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 18 ... - 15 - Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang diberhentikan kurang dari 1 (satu) tahun” adalah sisa masa jabatan terhitung sejak tanggal penetapan pemberhentian anggota Dewan Komisioner. Pasal 19 Ayat (1) Wakil Ketua yang bertindak sebagai pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner memiliki kewenangan sebagai Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak suara. Ayat (2) Ketua yang bertindak sebagai pejabat sementara Wakil Ketua Dewan Komisioner memiliki kewenangan sebagai Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak suara. Ayat (3) Anggota Dewan Komisioner yang bertindak sebagai pejabat sementara Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner memiliki kewenangan sebagai anggota, Ketua, dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak suara. Ayat (4) Anggota Dewan Komisioner yang bertindak sebagai pejabat sementara dari anggota Dewan Komisioner yang kosong sebagaimana dimaksud ayat ini, memiliki kewenangan sebagai anggota Dewan Komisioner dan anggota Dewan Komisioner yang dijabat sementara, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak suara. Pasal 20 ... - 16 - Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Huruf a Yang dimaksud dengan “dilarang memiliki benturan kepentingan di Lembaga Jasa Keuangan yang diawasi oleh OJK” adalah pada saat menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner: 1) tidak menjadi pengurus atau yang setara dengan pengurus di Lembaga Jasa Keuangan, atau tidak lagi menjadi pengurus dengan cara mengundurkan diri secara tertulis sebagai pengurus; 2) tidak menjadi pengendali dan pengelola di Lembaga Jasa Keuangan; dan 3) tidak lagi menjadi pengendali di Lembaga Jasa Keuangan dengan cara melepaskan pengendalian dan pengelolaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Huruf b Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner dan yang bersangkutan merupakan pengurus salah satu organisasi pelaku atau profesi di Lembaga Jasa Keuangan, yang bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan jabatan kepengurusan pada organisasi pelaku atau profesi di Lembaga Jasa Keuangan tersebut sebelum ditetapkan menjadi anggota Dewan Komisioner. Huruf c Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner dan yang bersangkutan merupakan pengurus salah satu partai politik, yang bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan jabatan kepengurusan pada partai politik tersebut sebelum ditetapkan menjadi anggota Dewan Komisioner. Huruf d ... - 17 - Huruf d Mengingat anggota Dewan Komisioner memiliki tugas yang sangat strategis dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, anggota Dewan Komisioner harus bertindak profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya. Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan Komisioner dapat merangkap jabatan pada lembaga- lembaga tertentu, misalnya jabatan pada organisasi internasional. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal hubungan keluarga terjadi pada 2 (dua) orang atau lebih anggota Dewan Komisioner, hanya 1 (satu) orang yang dapat tetap menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) ... - 18 - Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Risalah rapat paling sedikit memuat hari dan tanggal pelaksanaan rapat, pimpinan dan peserta rapat, agenda rapat, dan keputusan rapat. Dalam risalah rapat tersebut, dituangkan pendapat seluruh peserta rapat, baik yang menyatakan persetujuan, tidak memberikan persetujuan, atau tidak berpendapat terhadap materi yang diputuskan dalam rapat, disertai dengan alasannya. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dewan Komisioner yang ditunjuk mewakili OJK, antara lain dalam pelaksanaan kerja sama antarinstansi dan hubungan internasional. Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga, institusi, atau orang, baik dari dalam maupun luar OJK. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “membentuk organisasi” termasuk membentuk lembaga tertentu untuk antara lain mendukung kegiatan, pengembangan dan pembinaan pegawai dan pensiunan. Untuk tujuan ini, OJK dapat bekerja sama dengan lembaga lain. Ayat (2) ... - 19 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sekretariat” adalah organ di bawah Dewan Komisioner yang antara lain membidangi tugas umum, keuangan, sumber daya manusia, organisasi, serta hubungan masyarakat dan kelembagaan. Organ pendukung yang dibentuk oleh Dewan Komisioner diketuai atau dikoordinasikan oleh salah seorang anggota Dewan Komisioner berdasarkan rapat Dewan Komisioner. Yang dimaksud dengan “organ lain” antara lain komite remunerasi, komite manajemen risiko, serta komite teknologi informasi dan komunikasi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah pejabat dan pegawai baik tetap maupun dipekerjakan. Pejabat OJK merupakan pejabat struktural ataupun fungsional di lingkungan OJK antara lain deputi komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya. Ayat (2) Untuk mengefektifkan tugas dan wewenangnya, OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri dari instansi lain atau dengan status lainnya. Pegawai negeri yang bekerja pada OJK dapat berstatus dipekerjakan atau status lainnya dalam rangka menunjang kewenangan OJK di bidang pemeriksaan, penyidikan, atau tugas-tugas yang bersifat khusus. Pegawai negeri tersebut antara lain berasal dari pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau Pejabat Penyidik Kepolisian. Hak dan kewajiban pegawai negeri tersebut disetarakan dengan hak dan kewajiban pegawai OJK. Ayat (3) ... - 20 - Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kepegawaian” mencakup antara lain pengangkatan, kepangkatan, jenjang karier, sistem remunerasi, pemberhentian, usia pensiun, tata cara mempekerjakan pegawai negeri, serta hak dan kewajiban lain pejabat dan pegawai OJK. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Dalam rangka penyelesaian pengaduan Konsumen, OJK dapat melakukan antara lain verifikasi dan pemeriksaan khusus atas pengaduan dimaksud. Pasal 30 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan “itikad tidak baik” adalah itikad tidak baik berdasarkan penilaian OJK. Angka 2 Pengajuan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian materi bagi Konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak yang dirugikan” adalah pihak Konsumen dan/atau industri jasa keuangan karena pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Ganti kerugian diberikan sesuai dengan nilai yang ditetapkan pihak yang berwenang. Pasal 31 ... - 21 - Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik, OJK merumuskan dan menerapkan kode etik. Kode etik antara lain memuat ketentuan mengenai larangan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji dan ketentuan umum mengenai perilaku yang diharapkan dari anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK. Kode etik ini dievaluasi secara berkala. Pemberlakuan kode etik disesuaikan dengan tingkatan jabatan dan kewenangan dari setiap anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK. Pelanggaran kode etik terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran, yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “rahasia” adalah sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia karena kedudukannya misalnya, pejabat dari lembaga yang berkoordinasi atau bekerja sama dengan OJK. Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia karena profesinya misalnya, auditor, penilai, notaris, atau aktuaris di industri jasa keuangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) ... - 22 - Ayat (5) Peraturan Dewan Komisioner mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan pengungkapan informasi ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan” adalah Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pembiayaan kegiatan OJK sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK. Namun, pembiayaan OJK yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri, antara lain pada masa awal pembentukan OJK. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kegiatan operasional” adalah kegiatan penyelenggaraan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, antara lain pengaturan, pengawasan, penegakan hukum, edukasi dan perlindungan konsumen. Yang ... - 23 - Yang dimaksud dengan “kegiatan administratif” antara lain meliputi kegiatan perkantoran, remunerasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia. Yang dimaksud dengan “aset” adalah aset lancar dan aset nonlancar, antara lain persediaan, gedung, peralatan dan mesin, kendaraan, perlengkapan kantor, serta infrastruktur teknologi informasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “standar yang wajar pada sektor jasa keuangan” adalah standar biaya yang lazim digunakan oleh sektor jasa keuangan atau regulator sektor jasa keuangan sejenis, baik domestik maupun internasional. Hal ini dilakukan agar OJK dapat mengimbangi tuntutan dan dinamika sektor jasa keuangan, baik secara domestik maupun internasional. Yang dimaksud dengan “standar biaya umum” adalah standar biaya umum yang diberlakukan terhadap Kementerian dan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Yang dimaksud dengan “sistem remunerasi” antara lain sistem mengenai penghasilan, asuransi dan dana pensiun, tunjangan, pesangon, dan imbalan prestasi. Ayat (3) Dana awal berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang jumlah dan peruntukannya berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal ini adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 36 Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Pasal 37 ... - 24 - Pasal 37 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pungutan” antara lain pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi perdagangan efek. Pungutan digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pungutan OJK digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi dan pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya untuk penyesuaian biaya-biaya dimaksud terhadap standar yang wajar di industri jasa keuangan. Yang dimaksud dengan “pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan” adalah Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) OJK menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah yang memuat antara lain tata cara penetapan, jenis, besaran, waktu penagihan dan pembayaran pungutan, dan sanksi denda. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Laporan kegiatan yang disusun OJK antara lain memuat: a. pelaksanaan ... - 25 - a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode sebelumnya. b. rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang akan datang. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “penjelasan” adalah penjelasan terkait pelaksanaan tugas dan wewenang OJK. Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Penyampaian laporan OJK kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun berjalan. Ayat (7) Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh OJK dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Dalam rangka menyusun laporan keuangan yang terkait dengan pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Dewan Komisioner harus memperhatikan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 ... - 26 - Pasal 39 Tata cara koordinasi OJK dengan Bank Indonesia diatur bersama antara OJK dan Bank Indonesia. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha bank lainnya” antara lain adalah kartu kredit, kartu debit, dan internet banking. Huruf e Yang dimaksud dengan “systemically important bank” adalah suatu bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban, luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank-bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Huruf f Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal Bank Indonesia melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu yang masuk systemically important bank dan/atau bank lainnya sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang macroprudential. Untuk ... - 27 - Untuk kelancaran kegiatan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, pemberitahuan secara tertulis dimaksud paling sedikit memuat tujuan, ruang lingkup, jangka waktu, dan mekanisme pemeriksaan. Ayat (2) Penilaian terhadap tingkat kesehatan bank merupakan kewenangan OJK. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “langkah-langkah sesuai kewenangan Bank Indonesia” adalah pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek dalam menjalankan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of last resort. Dalam menjalankan fungsi dimaksud, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK. Pasal 42 Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan kegiatan pemeriksaan bank, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan bank dan tetap berkoordinasi dengan OJK terlebih dahulu. Lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan bank, tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas aset, dan kejahatan di sektor perbankan. Pasal 43 ... - 28 - Pasal 43 Pada prinsipnya OJK membangun, memelihara dan mengembangkan sistem informasi sesuai dengan tugas dan kewenangnya. Yang dimaksud dengan “terintegrasi” adalah bahwa sistem yang dibangun oleh OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan saling terhubung satu sama lain, sehingga setiap institusi dapat saling bertukar informasi dan mengakses informasi perbankan yang dibutuhkan setiap saat (timely basis). Informasi tersebut meliputi informasi umum dan khusus tentang bank, laporan keuangan bank, laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan atau oleh OJK, dan informasi lain dengan tetap menjaga dan mempertimbangkan kerahasiaan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44 Ayat (1) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan masing-masing mewakili Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (2) Cakupan kerja, sumber daya, dan anggaran kesekretariatan disepakati oleh setiap anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Keputusan yang diambil Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan mengikat seluruh anggota forum. Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) ... - 29 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan “krisis pada sistem keuangan” adalah kondisi sistem keuangan yang sudah gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan antara lain berupa kesulitan likuiditas, masalah solvabilitas, dan/atau penurunan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “bank gagal” adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Pasal 46 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “keuangan negara” adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada saat kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan ditetapkan dan/atau dilaksanakan. Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Pengajuan persetujuan disampaikan oleh Menteri Keuangan selaku koordinator Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat ditujukan langsung kepada Pimpinan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi ... - 30 - membidangi keuangan dan perbankan dengan tembusan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Surat dinyatakan diterima setelah dibacakan dalam rapat pleno alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat dimaksud. Pasal 47 Ayat (1) OJK dapat bekerja sama antara lain dengan: organisasi internasional seperti International Organization of Securities Commissions (IOSCO), International Organization of Pension Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors (IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasional; dan lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB), World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Ayat (2) Pembiayaan terkait keanggotaan organisasi dibebankan dalam anggaran OJK. Ayat (3) Perjanjian internasional yang berdampak pada sistem keuangan nasional termasuk perjanjian internasional yang berdampak pada kepentingan nasional di bidang sumber daya manusia, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 48 ... - 31 - Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan “penegak hukum lain” antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l ... - 32 - Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain kejaksaan, kepolisian dan pengadilan. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Anggota Dewan Komisioner ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Ayat (2) ... - 33 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan “masa jabatan 5 (lima) tahun” adalah masa jabatan anggota Dewan Komisioner selain anggota Dewan Komisioner Ex-officio Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Ayat (3) Pembentukan Panitia Seleksi ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Ayat (4) Dalam rangka memilih calon anggota Dewan Komisioner, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon anggota Dewan Komisioner untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak anggota Dewan Komisioner. Yang dimaksud dengan “30 (tiga puluh) hari” tidak termasuk masa reses. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “selesainya proses pemilihan calon anggota Dewan Komisioner” adalah sejak ditetapkannya di rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 57 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah pejabat dan pegawai OJK yang dialihkan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e ... - 34 - Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Penyampaian hasil persiapan dimaksud dilakukan segera setelah Dewan Komisioner ditetapkan. Dewan Komisioner dapat melakukan kajian dan penyempurnaan terhadap hasil persiapan dimaksud. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Huruf c Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah pejabat dan pegawai OJK yang dialihkan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan, dan dari rekrutmen secara terbuka. Pengangkatan jabatan pegawai OJK dilakukan dengan Surat Keputusan Dewan Komisioner. Huruf d Pengangkatan jabatan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner dilakukan dengan Surat Keputusan Dewan Komisioner. Huruf e Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) ... - 35 - Ayat (2) Keanggotaan tim transisi berasal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam proporsi yang seimbang berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, tim transisi dapat menggunakan pihak lain yang relevan atas biaya tim transisi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai” adalah pejabat dan pegawai Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan di Kementerian Keuangan yang saat ini atau berpengalaman menangani pengaturan dan pengawasan perbankan ... - 36 - perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan serta pejabat dan pegawai yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang memadai di bidang pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Ayat (2) Usulan nama pejabat dan pegawai yang dialihkan atau dipekerjakan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan dilengkapi dengan keterangan tertulis yang memadai mengenai pangkat, golongan, jabatan, bidang tugas, gaji dan tunjangan, pendidikan, pengalaman, keahlian, sasaran jabatan yang direkomendasikan, dan keterangan lain yang terkait. Yang dimaksud dengan “sesuai dengan permintaan Ketua Dewan Komisioner” adalah kesesuaian jumlah, kualifikasi, pengalaman, dan sasaran jabatan yang dibutuhkan dan diminta Ketua Dewan Komisioner. Ayat (3) Rekrutmen pejabat dan pegawai secara terbuka dimulai sejak ditetapkannya struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, dan rancang bangun infrastruktur OJK oleh Dewan Komisioner. Ayat (4) Penetapan pejabat dan pegawai yang diterima OJK tidak diartikan bahwa pejabat dan pegawai yang bersangkutan sudah dialihkan atau dipekerjakan menjadi pejabat dan pegawai OJK. Pejabat dan pegawai tersebut dinyatakan sebagai pejabat dan pegawai OJK sejak pengangkatan yang bersangkutan oleh Dewan Komisioner. Pejabat dan pegawai yang dipekerjakan tersebut berhak memilih menjadi pegawai tetap OJK. Pasal 64 Ayat (1) Penetapan pejabat dan pegawai OJK dilakukan dengan Surat Keputusan Dewan Komisioner. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) ... - 37 - Ayat (3) Huruf a Penetapan jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi OJK untuk melakukan proses rekrutmen untuk mengisi kekosongan dari pejabat dan pegawai yang tetap memilih status sebagai pegawai Kementerian Keuangan. Pejabat dan pegawai yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang tetap memilih sebagai pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan dikembalikan ke Kementerian Keuangan pada akhir tahun pertama. Huruf b Penetapan jangka waktu 2 (dua) tahun dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi OJK untuk melakukan proses rekrutmen untuk mengisi kekosongan dari pejabat dan pegawai yang tetap memilih status sebagai pegawai Bank Indonesia. Pejabat dan pegawai yang berasal dari Bank Indonesia yang tetap memilih sebagai pejabat dan pegawai Bank Indonesia dikembalikan ke Bank Indonesia pada akhir tahun ketiga. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “hak pejabat dan pegawai” antara lain hak atas pengakuan masa kerja, kepangkatan, pensiun, asuransi, penghasilan, tunjangan dan hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang telah menjadi hak pegawai yang bersangkutan. Sejak pejabat dan pegawai dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dipekerjakan di OJK, pejabat dan pegawai dimaksud memiliki hak yang distandardisasi berdasarkan Peraturan Dewan Komisioner. Hak pejabat dan pegawai setelah menjadi pejabat dan pegawai OJK selanjutnya mengikuti ketentuan mengenai hak pejabat dan pegawai dengan ketentuan: a. Bank ... - 38 - a. Bank Indonesia tetap bertanggung jawab atas biaya yang timbul untuk memenuhi hak pejabat dan pegawai yang berasal dari Bank Indonesia, misalnya: pensiun, asuransi dan/atau tabungan hari tua, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia. b. Kementerian Keuangan tetap bertanggung jawab atas biaya yang timbul untuk memenuhi hak pejabat dan pegawai yang berasal dari Kementerian Keuangan, misalnya: pensiun, asuransi dan/atau tabungan hari tua, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Kementrian Keuangan. c. OJK bertanggung jawab atas biaya yang timbul untuk memenuhi kesetaraan hak pejabat dan pegawai yang berasal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, dalam rangka mengikuti standardisasi hak pejabat dan pegawai di OJK. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kekayaan” dan “kekayaan negara” meliputi gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor, dan infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang terselenggaranya kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan “dokumen” adalah data dan informasi baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki dan/atau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan perbankan tetapi juga diperlukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugasnya, digunakan secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan “digunakan” adalah dapat dimanfaatkan, dikelola, dan dipelihara oleh OJK. Ayat (2) ... - 39 - Ayat (2) Keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner antara lain keputusan mengenai jenis kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen yang dapat digunakan, mekanisme penggunaan, status kepemilikan, dan tata cara penggunaan secara bersama-sama. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan agar Dewan Komisioner dapat menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara efektif pada saat fungsi, tugas, dan wewenang tersebut beralih ke OJK dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Hal yang diinformasikan antara lain meliputi: a. pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya; b. kondisi terkini dan kecenderungan yang akan terjadi di Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya; c. kejadian penting yang terkait dengan Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang patut diketahui Dewan Komisioner; dan d. kebijakan strategis yang telah dan akan diambil oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan/atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pembagian pembiayaan diatur bersama antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Pasal 67 ... - 40 - Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Ayat (1) Huruf a Tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c yang dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan microprudential sebagaimana dimaksud Undang-Undang ini. Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan terkait macroprudential. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5253.
<reg_id> 21/UU/2011 </reg_id> <reg_title> OTORITAS JASA KEUANGAN </reg_title> <set_date> 22 November 2011 </set_date> <effective_date> 22 November 2011 </effective_date> <issued_date> 22 November 2011 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33', '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XII' </penalty_list>
PRESIDEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan di segala bidang perlu dilaksanakan secara berkesinambungan b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi berbagai ragam dan jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat; c. bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi anggota masyarakat dan sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, sehingga memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian, dalam upaya memajukan kesejahteraan d. bahwa dalam rangka meningkatkan peranan usaha perasuransian dalam pembangunan, perlu diberikan kesempatan yang lebih luas bagi pihak-pihak yang ingin berusaha di bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada umumnya e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang tentang Usaha Perasuransian. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23); End of Page 1 3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2959); . Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok- pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904). Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan 1. Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. End of Page 2 2. Obyek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya. Program Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. 4. Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Ker Perusahaan Asuransi jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Akturia. 5. Perusahaan Asuransi Kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. 6. Perusahaan Asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. 7. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi jiwa. 8. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi Asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. 9. Perusahaan Pialang Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jas keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi. 10. Agen Asuransi adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. 1. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan. 12. Perusahaan Konsultan Akturia adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu program asuransi dan atau program pensiun. 13. Afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijaksanaan orang yang lain atau badan hukum yang lain, atau sebaliknya dengan memanfaatkan adanya kebersamaan kepemilikan saham atau kebersamaan pengelolaan perusahaan. End of Page 3 14. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II BIDANG USAHA PERASURANSIAN Pasal 2 Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang; b. Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia. BAB II JENIS USAHA PERASURANSIAN Pasal 3 Jenis usaha perasuransian meliputi: a. Usaha asuransi terdiri dari 1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti; 2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya sescorang yang dipertanggungkan . Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa. b. Usaha penunjang usaha asuransi terdiri dari: 1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam a penanganan penyelesaianganti rugiasuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung; 2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi; End of Page 4 3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransiyang dipertanggungkan 4. Usaha konsultan akturia yang memberikanjasa konsultasi akturia 5. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam Tangka pemasaranjasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. BAB IV RUANG LINGKUP USAHA PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 4 Usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi; b. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang. Pasal 5 Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian dengan ruang lingkup kegiatan usaha sebagai berikut Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam tangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi; Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak reasuransi; Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada obyek asuransi kerugian Perusahaan Konsultan Akturia hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang akturia; e. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran asuransi bagi satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Menteri. End of Page 5 BAB V PENUTUPAN OBYEK ASURANSI Pasal 6 (1) Penutupan asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi Program Asuransi Sosial ) Penutupan obyek asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi di dalam negeri. (3) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI BENTUK HUKUM USAHA PERASURANSIAN Pasal 7 (1) Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk a. Perusahaan Perseroan (PERSERO): b. Koperasi Usaha Bersama (Mutual). (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),usaha konsultan akturia dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perorangan. (3) Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-undang. BAB VII KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 8 (1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat didirikan oleh a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia b. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing. End of Page 6 (2) Perusahaan perasuransian yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus merupakan Perusahaan perasuransian yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dengan kegiatan usaha dari Perusahaan perasuransian yang mendirikan atau memilikinya b. Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, yang para pendin atau pemilik perusahaan tersebut adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Reasuransi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VISI PERIZINAN USAHA Pasal 9 (1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Menteri, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial. (2) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat () harus dipenuhi persyaratan mengenai Anggaran dasar; b. Susunan organisasi; c. Permodalan; d. Kepemilikan, e. Keallian di bidang perasuransian f Kelayakan rencana kerja, . Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat. (3) Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, maka untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. End of Page 7 BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 10 Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri. Pasal 11 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian meliputi .Keschatan keuangan bagi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi, yang terdiri dari 1. Batas tingkat solvabilitas; 2. Retensi sendiri; 3. Reasuransi, 4. Investasi; 5. Cadangan teknis; dan 5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan; b. Penyelenggaraan usaha, yang terdiri darit 1. Syarat-syarat polis asuransi; 2. tingkat premi; 3. Penyelesaian klaim, 4. Persyaratan keahlian di bidang perasuransian; dan 5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha. (2) Setiap Perusahaan Perasuransian wajib memelihara kesehatan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi yang sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keschatan keuangan dari penyelenggaraa usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 12 Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi pada perusahaan asuransi yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. End of Page 8 Pasal 13 (1) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi kepada suatu perusahaan asuransi yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Pialang Asuransi yang bersangkutan, kecuali apabila calon tertanggung telah terlebih dahulu diberitahu secara tertulis dan menyetujui mengenai adanya Afiliasi tersebut. (2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dilarang melakukan penilaian kerugian atas obyek asuransi yang diasuransikan kepada Perusahaan Asuransi Kerugian yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Penilai Kerugian Asuransiyang bersangkutan. (3) Perusahaan Konsultan Aktuaria dilarang memberikan jasa kepada Perusahaan Asuransi jiwa atau dana pensiun yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Konsultan Aktuaria yang bersangkutan. (4) Agen Asuransi dilarang bertindak sebagai agen dari perusahaan asuransi yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Pasal 14 (1) Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara. (2) Terhadap perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam Undang-undang ini. Pasal 15 (1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan berkala atau setiap waktu apabila diperlukan terhadap usaha perasuransian. (2) Setiap perusahaan perasuransian wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen, dan laporan-laporan, serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 16 (1) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyampaikan neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada Menteri. (2) Setiap perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan operasional kepada Menteri. (3) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba End of Page 9 rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas. (4) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), setiap Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menyampaikan laporan investasi kepada Menteri. (5) Bentuk, susunan dan jadwal penyampaian laporan serta pengumuman nerasa dan pethibangan laba rug perusahaan sebagaimana dimaksus dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 17 (1) Dalam hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang undang, ini atau peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterapkan dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut a. Pemberian peringatan; b. Pembatasan kegiatan usaha; Pencabutan izin usaha. (3) Sebelum pencabutan izin usaha, Menteri dapat memerintahkan perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya. ) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat () serta jangka waktu bagi perusahaan dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Dalam hal tindakan untuk memenuhi rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) telah dilaksanakan dan apabila dari pelaksanaan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak mampu atau tidak bersedia menghilangkan hal-hal yang menyebabkan pembatasan termaksud, maka Menteri mencabut izin usaha perusahaan. (2) Pencabutan izin usaha diumumkan oleh Menteri dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas. Pasal 19 Dalam hal perusahaan telah berhasil melakukan tindakan dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), maka perusahaan yang bersangkutan dapat melakukan usahanya kembali. 10 End of Page 10 BAB X KEPAILITAN DAN LIKUIDASI Pasal 20 (1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri, berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. (2) Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama. BAB XT KETENTUAN PIDANA Pasal 21 (1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (ima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). (2) Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah). (3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). (4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (6) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (ima) tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). End of Page 11 Pasal 22 Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih lanjut akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 23 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan. Pasal 24 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatau badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun terhadap kedua-duanya. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 (1) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapat izin usaha dari Menteri pada saat ditetapkannya Undang-undang ini, dinyatakan telah mendapat izin usaha berdasarkan Undang-undang ini. (2) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwaibkan menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. (3) Ketentuan tentang penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta jangka waktunya ditetapkan oleh Menteri. Pasal 26 Peraturan perundang-undangan mengenai usaha perasuransian yang telah ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai peraturan perundang-undangan yang menggantikannya berdasarkan Undang-uindang ini ditetapkan. End of Page 12 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Dengan berlakunya Undang-undang ini maka Ordonnanntie ophet Levensverzekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 28 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 11 Pebruari 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SOEHARTO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 11 Pebruari 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR13 End of Page 13 PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN L. UMUM Sasaran utama pembangunan jangka panjang sebagaimana tertera dalam Garis- garis Besar Haluan Negara adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah yang memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan sendiri dan oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari tabungan masyarakat. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Dalam pada itu, pembangunan tidak luput dari berbagai risiko yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Schubungan dengan itu dibutuhkan hadirnya usaha Perasuransian yang tangguh, yang dapat menampung kerugian yang dapat timbul oleh adanya berbagai risiko. Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian juga merupakan salah satu sarana finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar, yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai perasuransian juga dirasakan oleh dunia usaha mengingat di satu pihak terdapat berbagai risiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya, di lain pihak dunia usaha sering kali tidak dapat menghindarkan diri dari suatu sistim yang memaksanya untuk menggunakan jasa usaha perasuransian. Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan lainnya. Sejauh ini kehadiran usaha perasuransian hanya didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUH Dagang) yang mengatur asuransi sebagai suatu perjanjian. Sementara itu usaha asuransi merupakan usaha yang menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung dan sekaligus usaha ini juga menyangkut dana masyarakat. Dengan kedua peranan usaha asuransi tersebut, dalam perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat maka semakin terasa kebutuhan akan hadimnya industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka usaha perasuransian merupakan bidang usaha yang memerlukan pembinaan dan pengawasan secara berkesinambungan dari Pemerintah, dalam rangka pengamanan kepentingan masyarakat. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan dalam bentuk Undang. End of Page 14 undang, schingga mempunyai kekuatan hukum yang lebih kokoh, yang dapat merupakan landasan baik bagi gerak usaha dari perusahaan-perusahaan di bidang ini maupun bagi Pemerintah dalam rangka melaksanakan pembinaan dan pengawasan. Undang-undang ini pada dasarnya menganut azas spesialisasi usaha dalam jenis-jenis usaha di bidang perasuransian. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa usaha perasuransian merupakan usaha yang memerlukan keahlian serta keterampilan teknis yang khusus dalam penyelenggaraannya. Undang-undang ini juga menegaskan adanya kebebasan pada tertanggung dalam memilih perusahaan asuransi. Dalam rangka perlindungan atas hak tertanggung, Undang-undang ini juga menetapkan ketentuan yang menjadi pedoman tentang penyelenggaraan usaha, dengan mengupayakan agar praktek usaha yang dapat menimbulkan konflik kepentingan sejauh mungkin dapat dihindarkan, serta mengupayakan agar jasa yang ditawarkan dapat terselenggara atas dasar pertimbangan obyektif yang tidak merugikan pemakai II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukupjelas. Pasal 2 Cukupjelas. Pasal 3 Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam Pasal ini didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Di samping itu, di bidang perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi, yang dalam Pasal ini kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian sebagai sesama penyedia jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan perusahaan di bidang usaha penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia. Selain pengelompokan menurut jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial. Usaha asuransi yang bersifat sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Sosial, yang bersifat wajib berdasarkan Undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat. 15 End of Page 15 Pasal 4 Berdasarkan ketentuan ini setiap perusahaan perasuransian hanya dapat pula menjalankan jenis usaha yang telah ditetapkan. Dengan demikian tidak dimungkinkan adanya sebuah perusahaan asuransi yang sekaligus menjalankan usaha asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal ini pengertian dana pensiun terbatas pada dana pensiun lembaga keuangan. Pasal 5 Jasa yang dapat diberikan oleh Perusahaan Konsultan Akturia mencakup antara lain konsultasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan analisis dan penghitungan cadangan, penyusunan laporan akturia, penilaian kemungkinan terjadinya risiko dan perancangan produk asuransi jiwa. Pasal 6 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi hak tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini dipandang perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan atas obyek yang dipertanggungkannya sehingga sudah sewajarnya apabila mereka secara bebas tanpa adanya pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dapat menentukan sendiri perusahaan asuransi yang akan menjadi penanggungnya. Ayat (2) Dalam asas kebebasan untuk memilih pananggung ini terkandung maksud bahwa tertanggung bebas untuk menempatkan penutupan obyek asuransinya pada Perusahaan Asuransi jiwa dan Perusahaan Asuransi Kerugian yang memperoleh izin usaha di Indonesia. Ayat (3) Agar pelaksanaan dari ketentuan ini dapat disesuaikan dengan perkembangan usaha perasuransian di Indonesia, maka ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan asuransi dan atau penempatan reasuransinya diatur dalam peraturan pelaksanaan dari Undang- undang ini. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. End of Page 16 Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Mengingat Undang-undang mengenai bentuk hukum Usaha Bersama (Mutual) belum ada, maka untuk sementara ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (2) Ayat (1) Dalam ayat ini ditentukan bahwa warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dapat menjadi pendiri perusahaan perasuransian, baik dengan pemilikan sepenuhnya maupun dengan membentuk usaha patungan dengan pihak asing, Termasuk dalam pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta. Ayat (2) Perusahaan perasuransian yang didirikan atau dimiliki oleh perusahaan perasuransian dalam negeri dan perusahaan perasuransian asing yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dimaksudkan untuk menumbuhkan penyelenggaraan kegiatan usaha perasuransian yang lebih profesional Selain itu kerjasama perusahaan perasuransian yang sejenis juga dimaksudkan untuk lebih memungkinkan terjadinya proses alih teknologi. Sesuai dengan tujuan dari ketentuan ini yang dimaksudkan untuk lebih menumbuhkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha, maka kepemilikan bersama atas perusahaan perasuransian oleh Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi dalam negeri dengan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi luar negeri harus tetap didasarkan pada jenis usaha masing. masing partner dalam kepemilikan tersebut. Contoh mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut a. Perusahaan Reasuransi luar negeri dengan Perusahaan Asuransi Kerugian dalam negeri dapat mendirikan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi. b. Perusahaan Asuransi Kerugian luar negeri dengan Perusahaan Reasuransi dalam negeri dapat mendirikan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi. Ayat (3) Cukup jelas. End of Page 17 Pasal 9 Ayat (1) Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara program tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini berarti bahwa Pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah. Dengan demikian bagi Badan Usaha Milik Negara termaksud tidak diperlukan adanya izin usaha dari Menteri. Ayat (2) Untuk mendukung suatu kegiatan usaha perasuransian yang bertanggung jawab, perlu adanya anggaran dasar, susunan organisasi yang baik, Jumlah modal yang memadai, status kepemilikan yang jelas, tenaga ahli asuransi yang diperlukan sesuai dengan bidangnya, rencana kerja yang layak sesuai dengan kondisi, dan hal-hal lain yang dikemudian hari diperkirakan dapat mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat. Yang dimaksud dengan keahlian di bidang perasuransian dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuaria, underwriting, manajemen risiko. penilai kerugian asuransi, dan sebagainya, sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijalankan. Ayat (3) Dalam pengertian istilah ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing, termasuk pula pengertian tentang proses Indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan industri perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri. Ayat (4) Cukupjelas. Pasal 10 Cukupjelas. Pasal 11 Ayat (1) Batas tingkat solvabilitas (Solvency Margin) merupakan tolok ukur kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Batas tingkat solvabilitas ini merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban, yang perhitungannya didasarkan pada cara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha asuransi. Retensi sendiri dalam hal ini merupakan bagian pertanggungan yang menjadi beban atau tanggung jawab sendiri sesuai dengan tingkat kemampuan 18 End of Page 18 keuangan perusahaan asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang bersangkutan. Reasuransi merupakan bagian pertanggungan yang dipertanggungkan ulang pada perusahaan asuransi lain dan atau Perusahaan Reasuransi. Dalam hubungannya dengan investasi, yang akan diatur adalah kebijaksanaan investasi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi dalam menentukan investasinya pada jenis investasi yang aman dan produktif. Sesuai dengan sifat usaha asuransi di mana timbulnya beban kewajiban tidak menentu, maka Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi perlu membentuk dan memelihara cadangan yang diperhitungkan berdasarkan pertimbangan teknis asuransi dan dimaksudkan untuk menjaga agar perusahaan yang bersangkutan dapat memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis. Asuransi adalah perjanjian atau kontrak yang dituangkan dalam bentuk polis. Sebagai suatu perjanjian atau kontrak maka ketentuan-ketentuan yang diatur di dalamnya tidak boleh merugikan kepentingan pemegang polis. Untuk melindungi kepentingan masyarakat luas, penetapan tingkat premi harus tidak memberatkan tertanggung, tidak mengancam kelangsungan usaha penanggung, dan tidak bersifat diskriminatif. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, peraturan pelaksanaan yang mencakup masalah penyelesaian klaim akan menetapkan batas waktu maksimum antara saat adanya kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar dengan saat pembayaran klaim tersebut oleh penanggung, Salah satu ketentuan yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha adalah mengenai pembayaran premi asuransi kepada penanggung atas risiko yang ditutupnya, sesuai dengan perjanjan yang telah dibuat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukupjelas. End of Page 19 Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial sebenarnya menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya. Oleh karena itu, terlepas dari peraturan perundang-undangan yang membentuknya, Menteri sebagai pembina dan pengawas usaha perasuransian berwenang dan berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi sosial tersebut, sedangkan mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap Progtam Asuransi Sosial dilakukan oleh Menteri teknis yang bersangkutan berdasarkan Undang. undang yang mengatur Program Asuransi Sosial dimaksud. Pasal 15 Ayat (1) Pemeriksaan dimaksudkan untuk meneliti secara langsung kebenaran laporan yang disampaikan perusahaan, baik kesehatan keuangan maupun praktek penyelenggaraan usaha, sesuai dengan ketentuan Undang-undang, Pemeriksaan dimaksud dapat dilakukan secara berkala maupun setiap saat apabila dipandang perlu dengan tujuan agar perlindungan terhadap masyarakat dapat dijamin dan penyimpangan yang terjadi pada perusahaan dapat diketahui sedini mungkin. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. End of Page 20 Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukupjelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Keputusan mengenai pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha merupakan tahapan tindakan yang dapat diberlakukan pada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini. Dalam hal tertentu Menteri dapat mendengar pendapat pihak-pihak yang diperlukan. Ayat (2) Tahapan tindakan yang diperlukan merupakan urutan yang harus dilalui sebelum dilakukan pencabutan izin usaha. Namun demikian terhadap Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b dan huruf c tidak dapat diterapkan. Hal ini mengingat bahwa apabila terjadi hal-hal yang dapat mengganggu kelangsungan usaha dari Badan Usaha Milik Negara tersebut, maka tindak lanjutnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai Program Asuransi Sosial tersebut serta peraturan perundang-undangan tentang pembentukan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. Ayat (3) Tergantung pada tingkat dan jenis pelanggaran yang dilakukan, Menteri dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan upaya pembenahan dengan memerintahkan dilakukannya tindakan yang dianggap perlu yang dikuti perkembangannya secara terus-menerus, tanpa mengorbankan perlindungan terhadap perusahaan ataupun tertanggung. Dalam peraturan pelaksanaan yang mengatur tata cara pengenaan sanksi, akan ditetapkan batas waktu maksimum yang disediakan bagi perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat ini untuk diajukan kepada Menteri. Batas waktu tersebut tidak dapat melebihi 4 bulan sejak dimulainya masa pembatasan kegiatan usaha. Rencana kerja yang telah diajukan selanjutnya akan dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan tindak lanjut pengenaan sanksi. Ayat (4) Cukupjelas. End of Page 21 Pasal 18 Ayat (i) Dalam hal Menteri mempertimbangkan bahwa upaya yang dilakukan tidak menunjukkan perbaikan atau dalam hal perusahaan tidak melakukan usaha untuk mengupayakan perbaikan, maka Menteri akan mencabut izin usaha perusahaan yang bersangkutan. Ayat (2) Cukupjelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Apabila suatu perusahaan asuransi telah dicabut izin usahanya, maka kekayaan perusahaan tersebut perlu dilindungi agar para pemegang polis tetap dapat memperoleh haknya secara proporsional. Untuk melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri diberi wewenang berdasarkan Undang-undang ini untuk meminta Pengadilan agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit, schingga kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan pengurus atau pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan para pemegang polis. Selain itu, dengan adanya kewenangan untuk mengajukan permintaan pailit tersebut, maka Menteri dapat mencegah berlangsungnya kegiatan tidak sah dari perusahaan yang telah dicabut izin usahanya, sehingga kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih Juas pada masyarakat dapat dihindarkan. Ayat (2) Hak utama dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa dalam hal kepailitan, hak pemegang polis mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak-pihak lainnya, kecuali dalam hal kewajiban untuk negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. End of Page 22 Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (65) Cukupjelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukupjelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Jangka waktu yang diperlukan untuk mengadakan penyesuaian berdasarkan ketentuan ayat ini adalah 1 (satu) tahun. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3467 23 End of Page 23
<reg_id> 2/UU/1992 </reg_id> <reg_title> USAHA PERASURANSIAN </reg_title> <set_date> 11 Pebruari 1992 </set_date> <effective_date> 11 Pebruari 1992 </effective_date> <issued_date> 11 Pebruari 1992 </issued_date> <replaced_reg> '101/STBLD/1941' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1)', '23/STBLD/1847', 'KUH Dagang', 'KUH Perdata', '4/UU/1971', '12/UU/1967', '9/UU/1969', '1/PERPPU/1969' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XI' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa sejalan dengan hakekat pembangunan nasional tersebut, diperlukan penghimpunan dan pengelolaan dana guna memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; c. bahwa Dana Pensiun merupakan sarana penghimpun dana guna meningkatkan kesejahteraan pesertanya serta meningkatkan peranserta masyarakat dalam melestarikan pembangunan nasional yang meningkat dan berkelanjutan; d. bahwa adanya Dana Pensiun dapat pula meningkatkan motivasi dan ketenangan kerja untuk peningkatan produktivitas; e. bahwa untuk memberikan daya guna dan hasil guna yang optimal dalam penyelenggaraan Dana Pensiun sesuai dengan fungsinya, maka dipandang perlu untuk mengatur penyelenggaraannya dalam suatu Undang-undang; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DANA PENSIUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun; 2. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja; 3. Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja; 4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan; 5. Peraturan Dana Pensiun adalah peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun; 6. Program Pensiun adalah setiap program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi peserta; 7. Program Pensiun Manfaat Pasti adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti; 8. Program Pensiun Iuran Pasti adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing- masing peserta sebagai manfaat pensiun; 9. Manfaat Pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun; 10. Manfaat Pensiun Normal adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya; 11. Manfaat Pensiun Dipercepat adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal; 12. Manfaat Pensiun Cacat adalam manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta menjadi cacat; 13. Pensiun Ditunda adalah hak atas manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, yang ditunda pembayarannya sampai pada saat peserta pensiun sesuai dengan peraturan Dana Pensiun; 14. Peserta adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan peraturan Dana Pensiun; 15. Pemberi Kerja adalah pendiri atau mitra pendiri yang mempekerjakan karyawan; 16. Pendiri adalah : a. orang atau badan yang membentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja; b. bank atau perusahaan asuransi jiwa yang membentuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan; 17. Mitra Pendiri adalah pemberi kerja yang ikut serta dalam suatu Dana Pensiun Pemberi Kerja Pendiri, untuk kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya; 18. Pengurus adalah pengurus Dana Pensiun; 19. Dewan pengawas adalah dewan pengawas Dana Pensiun; 20. Pekerja Mandiri adalah pekerja atas usaha sendiri, bukan karyawan dari orang atau badan; 21. Penerima titipan adalah bank yang menyelenggarakan jasa penitipan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Perbankan; 22. Buku Daftar Umum adalah buku yang berisikan daftar pengesahan atas peraturan Dana Pensiun serta perubahan-perubahannya dan setiap saat dapat dilihat oleh umum; 23. Cacat adalah cacat total dan tetap yang menyebabkan seseorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang layak diperoleh sesuai dengan pendidikan, keahlian, keterampilan, dan pengalamannya; 24. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia; BAB II JENIS DAN STATUS HUKUM DANA PENSIUN Pasal 2 Jenis Dana Pensiun adalah : 1. Dana Pensiun Pemberi Kerja; 2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Pasal 3 Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dengan syarat dan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Pasal 4 Setiap pihak yang dengan atau tanpa iuran, mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan sejumlah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, wajib terlebih dahulu memperoleh pengesahan Menteri berdasarkan Undang-undang ini, kecuali apabila program yang menjanjikan dimaksud didasarkan pada Undang-undang tersendiri. BAB III DANA PENSIUN PEMBERI KERJA Bagian Pertama Pembentukan dan Tata Cara Pengesahan Pasal 5 (1) Pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja didasarkan pada : a. pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusannya untuk mendirikan Dana Pensiun dan memberlakukan peraturan Dana Pensiun; b. peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh pendiri; c. penunjukan pengurus, dewan pengawas, dan perima titipan. (2) Dalam hal Dana Pensiun dibentuk untuk menyelenggarakan program pensiun bagi karyawan lebih dari 1 (satu) pemberi kerja, maka pembentukannya didasarkan pada : a. pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusannya untuk mendirikan Dana Pensiun, memberlakukan peraturan Dana Pensiun dan menegaskan persetujuannya atas keikutsertaan karyawan mitra pendiri; b. pernyataan tertulis mitra pendiri yang menyatakan kesediannya untuk tunduk pada peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan pendiri bagi kepentingan karyawan mitra pendiri yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta, serta pemberian kuasa penuh kepada pendiri untuk melaksanakan peraturan Dana Pensiun; c. Peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh Pendiri; d. penunjukan pengurus, dewan pengawas dan penerima titipan. (3) Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) serta tata cara perubahannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 6 (1) Pendiri mengajukan permohonan pengesahan Dana Pensiun kepada Menteri dengan melampirkan : a. peraturan Dana Pensiun; b. pernyataan tertulis pendiri dan mitra pendiri bila ada; c. keputusan pendiri tentang penunjukan pengurus, dewan pengawas, dan penerima titipan; d. arahan investasi; e. laporan aktuaris, apabila Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti; f. surat perjanjian antara pengurus dengan penerima titipan. (2) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan pengesahan Dana Pensiun secara lengkap dan memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, maka peraturan Dana Pensiun tersebut wajib disahkan dengan keputusan Menteri dan dicatat dalam buku daftar umum yang disediakan untuk itu, dan dalam hal permohonan ditolak, pemberitahuan penolakan harus disertai alasan penolakannya. (3) Ketentuan mengenai pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dan dapat memulai kegiatannya sebagai suatu Dana Pensiun sejak tanggal pengesahan Menteri. (2) Pengurus wajib mengumumkan pembentukan Dana Pensiun dengan menempatkan keputusan Menteri tentang pengesahan atas peraturan Dana Pensiun pada Berita Negara Republik Indonesia. Pasal 8 (1) Pemberi kerja yang belum mendirikan Dana Pensiun bagi seluruh karyawannya dapat menjadi mitra pendiri Dana Pensiun yang telah berdiri dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). (2) Dana Pensiun yang telah berdiri dapat menggabungkan diri dengan Dana Pensiun lain, atau memisahkan diri menjadi dua atau lebih Dana Pensiun. (3) Ketentuan mengenai penggabungan dan pemisahan Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 Perubahan atas peraturan Dana Pensiun tidak boleh mengurangi manfaat pensiun yang menjadi hak peserta yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat pengesahan Menteri. Bagian Kedua Kepengurusan Dana Pensiun Pasal 10 (1) Pengurus ditunjuk oleh dan bertanggung jawab kepada pendiri. (2) Menteri menetapkan ketentuan dan persyaratan bagi orang atau badan usaha, yang dapat ditunjuk sebagai pengurus. (3) Pengurus bertanggung jawab atas pelaksanaan peraturan Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun serta melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun, dan mewakili Dana Pensiun di dalam dan di luar pengadilan. (4) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab pengurus serta tata cara penunjukan dan perubahan pengurus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 Untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan dalam peraturan Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan investasi dan menjamin keamanan kekayaan Dana Pensiun, pengurus dapat mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga. Pasal 12 (1) Keanggotaan dewan pengawas terdiri dari wakil-wakil pemberi kerja dan peserta dengan jumlah yang sama. (2) Anggota dewan pengawas diangkat oleh pendiri. (3) Anggota dewan pengawas tidak dapat merangkap sebagai pengurus. Pasal 13 (1) Tugas dan wewenang dewan pengawas adalah : a. melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Pensiun oleh pengurus; b. menyampaikan laporan tahunan secara tertulis atas hasil pengawasannya kepada pendiri, dan salinannya diumumkan agar peserta mengetahuinya. (2) Tugas, kewajiban dan tanggun jawab dewan pengawas, serta tata cara penunjukan dan perubahan dewan pengawas diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 14 Laporan keuangan Dana Pensiun setiap tahun harus diaudit oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh dewan pengawas. Bagian Ketiga Iuran Dana Pensiun Pasal 15 (1) Iuran Dana Pensiun Pemberi Kerja berupa : a. iuran pemberi kerja dan peserta; atau b. iuran pemberi kerja. (2) Seluruh iuran pemberi kerja dan peserta serta setiap hasil investasi yang diperoleh harus disetor kepada Dana Pensiun. Pasal 16 (1) Iuran pemberi kerja harus dibayarkan dengan angsuran setidak-tidaknya sekali sebulan kecuali bagi suatu Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan yang wajib disetor selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari sejak berakhirnya tahun buku pemberi kerja. (2) Apabila berdasarkan laporan aktuaris yang disampaikan kepada Menteri ternyata Dana Pensiun memiliki kekayaan melebihi kewajibannya, maka kelebihan yang melampaui batas tertentu yang ditetapkan oleh Menteri, harus digunakan sebagai iuran pemberi kerja. (3) Dalam hal pendiri Dana Pensiun tidak mampu memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut maka pengurus wajib memberitahukan hal tersebut kepada Menteri. (4) Dalam hal mitra pendiri tidak mampu memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut atau mitra pendiri bubar, pengurus wajib memberitahukan hal tersebut kepada pendiri yang selanjutnya akan melakukan perubahan terhadap peraturan Dana Pensiun dengan menetapkan : a. penangguhan kepesertaan karyawan dari mitra pendiri; atau b. mengakhiri kepesertaan karyawan mitra pendiri setelah pemisahan kekayaan Dana Pensiun antara peserta dari mitra pendiri dengan peserta lainnya berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). Pasal 17 (1) Dalam hal peraturan Dana Pensiun menetapkan adanya iuran peserta maka pemberi kerja merupakan wajib pungut iuran peserta yang dipungut setiap bulan. (2) Pemberi kerja wajib menyetor seluruh iuran peserta yang dipungutnya serta iurannya sendiri kepada Dana Pensiun selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. (3) Iuran peserta dan iuran pemberi kerja yang belum disetor setelah melewati dua setengah bulan sejak jatuh temponya, dinyatakan : a. sebagai hutang pemberi kerja yang dapat segera ditagih, dan dikenakan bunga yang layak yang dihitung sejak hari pertama dari bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). b. sebagai piutang Dana Pensiun yang memiliki hak utama dalam pelaksanaan eksekusi keputusan pengadilan, apabila pemberi kerja dilikuidasi. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Besarnya iuran peserta Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti tidak boleh melebihi jumlah yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Besarnya manfaat pensiun yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun, demikian pula iuran dan kekayaan yang diperlukan bagi pembiayaan program pensiun, tidak boleh melampaui jumlah yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Pengaturan mengenai iuran pemberi kerja dalam Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Hak Peserta Pasal 19 Setiap karyawan yang termasuk golongan karyawan yang memenuhi syarat kepesertaan dalam Dana Pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja, berhak menjadi peserta apabila telah berusia setidak- tidaknya 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin, dan telah memiliki masa kerja sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun, pada pendiri atau mitra pendiri. Pasal 20 (1) Hak terhadap setiap manfaat pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun tidak dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman, dan tidak dapat dialihkan maupun disita. (2) Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari Dana Pensiun dinyatakan batal berdasarkan Undang-undang ini. (3) Suatu pembayaran manfaat pensiun yang dilakukan oleh pengurus dengan itikad baik, membebaskan Dana Pensiun dari tanggung jawabnya. Pasal 21 (1) Peserta yang memenuhi persyaratan berhak atas Manfaat Pensiun Normal, atau Manfaat Pensiun Cacat, atau Manfaat Pensiun Dipercepat, atau Pensiun Ditunda, yang besarnya dihitung berdasarkan rumus yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. (2) Peraturan Dana Pensiun wajib memuat ketentuan mengenai besarnya hak atas manfaat pensiun bagi janda/duda atau anak yang belum dewasa dari peserta. (3) Dalam Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, peraturan Dana Pensiun wajib memuat hak peserta untuk menentukan pilihan bentuk anuitas. Pasal 22 (1) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti, besarnya hak atas manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari manfaat pensiun yang telah dibayarkan kepada pensiunan; b. dalam hal peserta meninggal dunia dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang- kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari yang seharusnya dibayarkan kepada peserta apabila peserta pensiun sesaat sebelum meninggal dunia. c. dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang- kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari yang seharusnya menjadi haknya apabila ia berhenti bekerja. (2) Dalam hal tidak ada janda/duda yang sah atau janda/duda meninggal dunia, manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari peserta. (3) Pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dilakukan secara sekaligus. Pasal 23 (1) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, besarnya hak atas manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah tidak boleh kurang dari haknya berdasarkan pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3); b. dalam hal peserta meninggal dunia seblum dimulainya pembayaran pensiun, maka manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah adalah sebesar 100% (seratus perseratus) dari jumlah yang seharusnya menjadi hak peserta apabila ia berhenti bekerja. (2) Dalam hal tidak ada janda/duda yang sah atau janda/duda meninggal dunia, manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari peserta. (3) Dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat dilakukan secara sekaligus. (4) Dalam hal peserta tidak menentukan pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), maka peserta dianggap memilih bentuk anuitas yang memberikan pembayaran kepada janda/duda yang sama besarnya dengan pembayaran kepada pensiunan yang bersangkutan. Pasal 24 (1) Peserta yang berhenti bekerja dan memiliki masa kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun, sekurang-kurangnya berhak menerima secara sekaligus himpunan iurannya sendiri, ditambah bunga yang layak. (2) Peserta yang mengikuti Program Pensiun Manfaat Pasti apabila berhenti bekerja setelah memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan belum mencapai usia pensiun dipercepat, berhak menerima Pensiun Ditunda yang besarnya sama dengan jumlah yang dihitung berdasarkan rumus pensiun bagi kepesertaannya sampai pada saat pemberhentian. (3) Peserta Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti apabila berhenti bekerja setelah memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan belum mencapai usia pensiun dipercepat, berhak atas jumlah iurannya sendiri dan iuran pemberi kerja beserta hasil pengembangannya yang harus dipergunakan untuk memperoleh pensiun ditunda. Pasal 25 (1) Manfaat pensiun dari suatu Dana Pensiun tidak dapat dibayarkan kekpada peserta sebelum dicapainya usia pensiun dipercepat, kecuali bagi pembayaran pensiun janda/duda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) dan bagi pengembalian iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1). (2) Manfaat Pensiun bagi peserta atau bagi janda/duda harus dalam bentuk angsuran tetap, atau meningkat guna mengimbangi kenaikan harga, yang pembayarannya dilakukan sekali sebulan untuk seumur hidup. (3) Dalam hal besarnya manfaat pensiun bulanan lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri maka nilai yang sama dapat dibayarkan secara sekaligus. (4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), peraturan Dana Pensiun dapat memungkinkan pilihan bagi peserta pada saat pensiun atau pada saat pemberhentian dan bagi janda/duda atau anak pada saat pesera meninggal dunia, untuk menerima sampai sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh perseratus) dari manfaat pensiun secara sekaligus. Pasal 26 (1) Seorang peserta tidak dapat mengundurkan diri atau menuntut haknya dari Dana Pensiun apabila ia masih memenuhi syarat kepesertaan. (2) Dalam hal peserta berhenti bekerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, maka berdasarkan pilihan peserta, hak atas pensiun ditunda dapat tetap dibayarkan oleh Dana Pensiun yang bersangkutan, atau dapat dialihkan kepada Dana Pensiun Pemberi Kerja lainnya, dengan ketentuan yang bersangkutan masih hidup dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah ia berhenti bekerja. Pasal 27 (1) Peserta yang pensiun pada usia pensiun normal atau setelahnya, berhak atas manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan rumus pensiun yang berlaku bagi kepesertaannya sampai saat pensiun. (2) Usia pensiun normal wajib ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dan tidak boleh melebihi usia yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi masalah ketenagakerjaan. (3) Seorang peserta yang pensiun sebelum mencapai usia pensiun normal berhak mengajukan pembayaran Manfaat Pensiun dipercepat dengan ketentuan : a. berusia sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebelum usia pensiun normal; atau b. dalam keadaan cacat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. (4) Nilai Manfaat Pensiun Dipercepat sekurang-kurangnya harus sama dengan nilai sekarang dari Pensiun Ditunda. (5) Dalam peraturan Dana Pensiun dapat ditetapkan batas usia maksimum peserta wajib pensiun dalam hal peserta tetap bekerja setelah dicapainya usia pensiun normal, dengan ketentuan bahwa batas usia maksimum dimaksud sesuai dengan usia yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi masalah ketenagakerjaan. Pasal 28 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Kekayaan Dana Pensiun dan Pengelolaannya Pasal 29 Kekayaan Dana Pensiun dihimpun dari : a. iuran pemberi kerja; b. iuran peserta; c. hasil investasi; d. pengalihan dari Dana Pensiun lain. Pasal 30 (1) Pengelolaan kekayaan Dana Pensiun harus dilakukan pengurus sesuai dengan : a. arahan investasi yang digariskan oleh pendiri; dan b. ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh menteri. (2) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, arahan investasi ditetapkan oleh pendiri bersama dewan pengawas. (3) Arahan investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah, dan perubahan dimaksud wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya perubahan. (4) Dengan persetujuan pendiri dan dewan pengawas, pengelolaan kekayaan Dana Pensiun dapat dialihkan oleh pengurus kepada lembaga keuangan yang memenuhi ketentuan Menteri. (5) Kekayaan Dana Pensiun yang disimpan pada penerima titipan hanya dapat ditarik atau dialihkan atas perintah pengurus. (6) Tanggung jawab pembayaran manfaat pensiun kepada peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun dapat dialihkan pengurus sdengan membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan asuransi jiwa, yang selanjutnya bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran dimaksud. (7) Pengurus dari Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti wajib mengalihkan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) kepada perusahaan asuransi jiwa yang dipilih oleh peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun. Pasal 31 (1) Dana Pensiun tidak diperkenankan melakukan pembayaran apapun, kecualil pembayaran yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. (2) Dana Pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman. (3) Tidak satu bagianpun dari kekayaan Dana Pensiun dapat dipinjamkan atau diinvestasikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada surat berharga yang diterbitkan oleh, atau pada tanah dan bangunan yang dimiliki atau yang dipergunakan oleh orang atau badan yang tersebut di bawah ini: a. pengurus, pendiri, mitra pendiri atau penerima titipan; b. badan usaha yang lebih dari 25% (dua puluh lima perseratus) sahamnya dimiliki oleh orang atau badan yang terdiri dari pendiri, mitra pendiri, pengurus, penerima titipan, atau serikat kerja yang anggotanya adalah peserta Dana Pensiun yang bersangkutan; c. pejabat atau direktur dari badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, serta keluarganya sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu dan ipar. Pasal 32 (1) Tanpa mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), penyewaan tanah, bangunan atau harta tetap lainnya milik Dana Pensiun kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), hanya dapat dilakukan sepanjang hal tersebut melalui transaksi yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) tidak berlaku bagi investasi Daan Pensiun dalam bentuk surat berharga yang diperdagangkan di Pasar Modal di Indonesia, dengan memenuhi ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) berlaku pula bagi kekayaan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang dikelola oleh suatu lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalamPasal 30 ayat (4). (4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), suatu Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan dapat menginvestasikan sebanyak-banyaknya 50% (lima puluh perseratus) dari kekayaannya dalam bentuk saham biasa pada perusahaan pendiri atau mitra pendiri. Bagian Keenam Pembubaran dan Penyelesaian Dana Pensiun Pasal 33 (1) Pembubaran Dana Pensiun dapat dilakukan berdasarkan permintaan pendiri kepada Menteri. (2) Dana Pensiun dapat dibubarkan apabila Menteri berpendapat bahwa Dana Pensiun tidak dapat memenuhi kewajibannya kipada peserta, pensiunan dan pihak lain yang berhak, atau dalam hal terhentinya iuran dinilai dapat membahayakan keadaan keuangan Dana Pensiun dimaksud. (3) Apabila pendiri Dana Pensiun bubar, maka Dana Pensiun bubar. Pasal 34 (1) Pembubaran Dana Pensiun ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang sekaligus menunjuk likuidator, untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator. (3) Biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun. Pasal 35 (1) Likuidator mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun serta mewakilinya di dalam dan di luar Pengadilan; b. melakukan pencatatan atas segala kekayaan dan kewajiban Dana Pensiun; c. menentukan dan membeitahukan kepada setiap peserta, pensiunan dan ahli waris yang berhak, mengenai besarnya hak yang dapat diterima dari dana Pensiun. (2) Likuidator menyampaikan rencana kerja dan mengusulkan tata cara penyelesaian likuidasi kepada Menteri dan melaksanakan proses penyelesaian setelah mendapat persetujuan Menteri. Pasal 36 (1) Sebelum proses likuidasi selesai, pemberi kerja tetap bertanggung jawab atas iuran yang terutang sampai pada saat Dana Pensiun dibubarkan sesuai dengan ketentuan tentang pendanaan dan solvabilitas yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Pengembalian kekayaan Dana Pensiun kepada pemberi kerja, dilarang. (3) Setiap kelebihan kekayaan atas kewajiban pada saat pembubaran harus dipergunakan untuk meningkatkan manfaat pensiun bagi peserta sampai maksimum yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2). (4) Dalam hal masih terdapat kelebihan dana sesudah peningkatan manfaat sampai batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) maka sisa dana tersebut harus dibagikan kepada peserta, pensiun dan pihak yang berhak atas manfaat pensiun. Pasal 37 (1) Dalam pembagian kekayaan Dana Pensiun yang dilikuidasi, hak peserta dan hak pensiunan atau ahli warisnya merupakan hak utama. (2) Pengaturan lebih lanjut tentang pembagian kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 38 Likuidator wajib melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian likuidasi kepada Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1). Pasal 39 (1) Likuidator wajib mengumumkan hasil penyelesaian likuidasi yang telah disetujui Menteri dalam Berita Negara Republik Indonesia. (2) Status badan hukum Dana Pensiun berakhir terhitung sejak tanggal pemgumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB IV DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN Pasal 40 (1) Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti. (2) Bank dan perusahaan asuransi jiwa dapat beartindak sebagai pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Untuk dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bank atau perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri, dengan melampirkan peraturan Dana Pensiun. Pasal 41 (1) Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (2) Setiap perubahan atas peraturan Dana Pensiun wajib mendapatkan pengesahan dari Menteri. Pasal 42 (1) Kepesertaan dalam Dana Pensiun Lembaga Keuangan terbuka bagi perorangan baik karyawan maupun pekerja mandiri. (2) Peserta berhak atas iurannya, termasuk di dalamnya iuran pemberi kerja atas nama peserta, apabila ada, ditambah dengan hasil pengembangannya, terhitung sejak tanggal kepesertaannya yang dibukukan atas nama peserta pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan. (3) Dalam hal peserta meninggal dunia, maka hak peserta menjadi hak ahli warisnya. Pasal 43 Pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan bertindak sebagai pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan investasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan dengan memenuhi ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 44 (1) Dalam hal bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan bubar, maka Dana Pensiun Lembaga Keuangan bubar, dan Menteri menunjuk likuidator untuk melakukkan penyelesaian. (2) Likuidator bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang bubar dapat ditunjuk sebagai likuidator Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Pasal 45 Kekayaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan harus dikecualikan dari setiap tuntutan hukum atas kekayaan bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Pasal 46 Ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud dalam Bab III Undang-undang ini berlaku pula bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan, kecuali Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 19, Pasal 22, Pasal 24, Pasal 27 ayat (2), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1) huruf a, ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 32 ayat (3) dan ayat (40), serta Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 47 (1) Tanpa mengurangi maksud ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 26, Dana Pensiun Lembaga Keuangan dapat memungkinkan penarikan suatu jumlah dana tertentu oleh peserta setiap saat dengan ketentuan bahwa jumlah dana yang ditarik tidak melebihi jumlah iuran peserta Dana Pensiun sebelum dilakukan penarikan. (2) Jumlah dana yang ditarik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk hasil pengembangannya dan dana yang dialihkan dari Dana Pensiun lainnya. Pasal 48 Ketentuan lebih lanjut tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. BAB V PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN Pasal 49 (1) Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang ini merupakan subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. (2) Iuran yang diterima diperoleh Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan berdasarkan Undang-undang ini serta penghasilan Dana Pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan bukan merupakan obyek pajak dan berlangsung terus sampai proses likuidasi selesai dilaksanakan dalam hal Dana Pensiun dibubarkan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 50 (1) Pembinaan dan pengawasan atas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan dilakukan oleh Menteri. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengelolaan kekayaan Dana Pensiun dan penyelenggaraan program pensiun, baik dalam segi keuangan maupun teknis operasional. (3) Ketentuan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 51 (1) Dana Pensiun wajib dikelola dengan memperhatikan kepentingan peserta serta pihak lain yang berhak atas manfaat pensiun sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. (2) Dana Pensiun wajib diselenggarakan sesuai dengan peraturan Dana Pensiun dan wajib memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini maupun peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pasal 52 (1) Setiap Dana Pensiun wajib menyampaikan laporan berkala mengenai kegiatannya kepada Menteri yang terdiri dari : a. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. b. laporan teknis yang disusun oleh pengurus atau oleh Pengurus dan aktuaris sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Menteri melakukan pemeriksaan langsung terhadap Dana Pensiun. (3) Setiap pendiri, mitra pendiri, pengurus, dan penerima titipan wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Dalam rangka pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Menteri dapat menunjuk akuntan publik dan/atau aktuaris. Pasal 53 (1) Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti wajib memiliki laporan aktuaris yang harus disampaikan kepada Menteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali atau apabila dilakukan perubahan terhadap peraturan Dana Pensiun. (2) Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf e harus menyatakan : a. besarnya iuran yang diperlukan untuk membiayai program pensiun; b. cukup tidaknya kekayaan yang dimiliki Dana Pensiun untuk pembayaran manfaat pensiun; dan c. besarnya angsuran iuran tambahan untuk menutupi kekurangan pendanaan, yang perlu dibayarkan selama jangka waktu yang diperkenankan dalam ketentuan tentang pendanaan dan solvabilitas yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 54 (1) Setiap Dana Pensiun wajib mengumumkan neraca dan perhitungan hasil usaha kepada peserta menurut bentuk, susunan dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Pengurus wajib menyampaikan keterangan kepada setiap peserta mengenai hal-hal yang timbul dalam rangka kepesertaannya dalam bentuk dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Pengurus wajib menyampaikan keterangan kepada peserta mengenai setiap perubahan yang terjadi pada peraturan Dana Pensiun. (4) Pengurus wajib menyampaikan keterangan pribadi yang menyangkut masing-masing peserta. Pasal 55 (1) Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dan ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 51, Pasal 52 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 54 serta peraturan- peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat mengenakan sanksi administratif bagi Dana Pensiun atau pendiri. (2) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 56 (1) Barangsiapa dengan sengaja, dengan atau tanpa iuran, mengelola dan menjalankan program uang menjanjikan sejumlah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, atau menjalankan kegiatan Dana Pensiun, tanpa mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 40, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 57 Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Pasal 58 Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan pembayaran suatu jumlah uang Dana Pensiun yang menyimpang dari peraturan Dana Pensiun atau ikut serta dalam transaksi-transaksi yang melibatkan kekayaan Dana Pensiun yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Pasal 59 Barangsiapa dengan sengaja : a. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi Dana Pensiun; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi Dana Pensiun; c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan Dana Pensiun tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). Pasal 60 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 adalah kejahatan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 61 (1) Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua Dana Pensiun yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dinyatakan pengesahan berdasarkan Undang-undang ini. (2) Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan diri demgam ketentuan Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini. (3) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), investasi yang dilakukan oleh Dana Pensiun yang telah ada sebelumnya ditetapkannya Undang-undang ini wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini. (4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dana pensiun sebagaimana dalam ayat (1) yang menyelenggarakan program pensiun yang menjanjikan pembayaran uang secara sekaligus, tetap dapat melanjutkan program tersebut sampai selesainya seluruh kewajiban kepada karyawan yang telah menjadi peserta pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini. (5) Setiap orang atau badan usaha yang menyelenggarakan Dana Pensiun dengan nama apapun baik dengan atau tanpa iuran, yang belum mendapat persetujuan Menteri diwajibkan mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri berdasarkan Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang- undang ini. (6) Menteri dapat memperkenankan pembayaran secara angsuran kekurangan kekayaan atas kewajiban yang disebabkan oleh masa kerja sebelum diberlakukannya Undang-undang ini, dalam jangka waktu yang lebih lama daripada yang ditetapkan dalam ketentuan tentang pendanaan dan solvabililtas. (7) Dana Pensiun karyawan yang telah ada dalam bentuk apapun, hanya dapat menamakan diri sebagai Dana Pensiun bila penyelenggaraanya didasarkan pada Undang-undang ini. (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang dikelola Badan Usaha Milik Negara. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 62 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Arbeidersfondsen Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 377) dinyatakan tidak dapat lagi dipergunakan sebagai dasar pembentukan Dana Pensiun. Pasal 63 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd S O E H A R T O Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd M O E R D I O N O LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 37 Salinan ini sesuai dengan aslinya SEKERTARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan ttd Bambang Kasowo, S.H., LL.M. Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN U M U M Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka upaya untuk mewujudkan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kewajiban konstitusional yang harus dilakukan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan. Sejalan dengan itu upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna. Dalam hubungan ini di masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yaitu Dana Pensiun. Bentuk tabungan ini mempunyai ciri sebagai tabungan jangka panjang, untuk dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Penyelenggaraannya dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dan yang lazim disebut sistem pendanaan. Sistem pendanaan suatu program pensiun memungkinkan terbentuknya akumulasi dana, yang dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta program pada hari tua. Keyakinan akan adanya kesinambungan penghasilan menimbulkan ketentraman kerja, sehingga akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim yang kondusif bagi peningkatan produktivitas. Dalam dimensi yang lebih luas, akumulasi dana yang terhimpun dari penyelenggaraan program pensiun merupakan salah satu sumber dana yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional yang berlandaskan kemampuan sendiri. Hal ini sejalan dengan salah satu arah dan kebijaksanaan pembangunan jangka panjang, yakni peningkatan dan pengembangan sumber- sumber dana pembangunan yang berasal dari dalam negeri secara optimal, baik dari Pemerintah maupun masyarakat. Mengingat manfaatnya yang besar, baik bagi peserta maupun bagi masyarakat luas dan bagi pembangunan nasional, maka upaya penyelenggaraan program pensiun selama ini telah didukung oleh Pemerintah. Dukungan tersebut dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yaitu dengan pemberian fasilitas penundaan pajak (penghasilan) sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dewasa ini program pensiun dengan pemupukan dana diselenggarakan oleh pemberi kerja berdasarkan Arbeidersfondsen Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 377) yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 1601 s bagian kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketentuan tersebut memungkinkan pembentukan dana bersama antara pemberi kerja dan karyawan, namun tidak memadai sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan program pensiun. Hal ini disebabkan tidak adanya ketentuan yang mengatur hal-hal mendasar dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan program pensiun, serta mengenai pengelolaan, kepengurusan, pengawasan, dan sebagainya. Di samping itu, kelembagaan yayasan yang dalam praktek dipergunakan sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun, mengandung pula berbagai kelemahan. Di sisi lain, cukup banyak anggota masyarakat yang berstatus pekerja mandiri, yang tidak menjadi karyawan dari orang atau badan lain. Terhadap mereka ini perlu pula diberikan kesempatan yang sama untuk mempersiapkan diri menghadapi masa purna bakti, sekaligus kesempatan untuk turut menggunakan fasilitas penundaan pajak penghasilan. Dengan demikian kehadiran Undang-undang tentang Dana Pensiun sangat dibutuhkan. Undang-undang tentang Dana Pensiun diharapkan membawa pertumbuhan Dana Pensiun di Page 1 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Indonesia secara lebih pesat, tertib dan sehat, sehingga membawa manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Undang-undang tentang Dana Pensiun yang merupakan landasan hukum pembentukan Dana Pensiun dan penyelenggaraan program pensiun mengandung asas-asas pokok sebagai berikut : 1. Asas keterpisahan kekayaan Dana Pensiun dari kekayaan badan hukum pendirinya. Asas ini didukung oleh adanya badan hukum tersendiri bagi Dana Pensiun, dan diurus serta dikelola berdasarkkan ketentuan Undang-undang. Berdasarkan asas ini kekayaan Dana Pensiun yang terutama bersumber dari iuran, terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi pada pendirinya. 2. Asas penyelenggaraan dalam sistem pendanaan. Dengan asas ini penyelenggaraan program pensiun, baik bagi karyawan maupun bagi pekerja mandiri, haruslah dilakukan dengan pemupukan dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri, sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang ini pembentukan cadangan dalam perusahaan guna membiayai pembayaran manfaat pensiun karyawan tidak diperkenankan. 3. Asas pembinaan pengawasan. Sesuai dengan tujuannya, harus dihindarkan penggunaan kekayaan Dana Pensiun dari kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama dari pemupukan dana, yaitu untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pengawasan atas investasi kekayaan Dana Pensiun. 4. Asas penundaan manfaat. Penghimpunan dana dalam penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah pensiun, agar kesinambungan penghasilannya terpelihara. Sejalan dengan itu berlaku asas penundaan manfaat, yang mengharuskan bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala. 5. Asas kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun. Berdasarkan asas ini keputusan membentuk Dana Pensiun merupakan prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan demikian prakarsa tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan pemberi kerja. Hal pokok yang harus selalu menjadi perhatian utama adalah bahwa keputusan untuk menjanjikan manfaat pensiun merupakan suatu komitmen yang membawa konsekuensi pembiayaan, bahkan sampai pada saat Dana Pensiun terpaksa dibubarkan. Melalui asas-asas yang terkandung dalam Undang-undang tentang Dana Pensiun tersebut, diupayakan untuk menyediakan suatu tata kelembagaan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat, baik secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri, merencanakan dan mempersiapkan diri menghadapi saat datangnya hari tua atau bagi keluarganya dalam hal datangnya kejadian yang tidak terelakkan baik karena kematian maupun karena cacat, dengan membentuk atau ikut serta dalam Dana Pensiun. Pada hakekatnya kegiatan perusahaan merupakan upaya bersama antara pemberi kerja (pengusaha) dan karyawan, untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan sekaligus kesejahteraan karyawan dan masyarakat luas. Hal tersebut sejalan dengan kewajiban perusahaan untuk memperhatikan peningkatan kesejahteraan karyawan sesuai dengan peningkatan kemampuan dan kemajuan perusahaan. Oleh karena itu walaupun Undang-undang ini menganut asas kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun, namun dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteran karyawan, masyarakat luas, dan sekaligus meningkatkan tabungan masyarakat, maka para pemberi kerja yang mampu diharapkan untuk membentuk Dana Pensiun di perusahaannya, menjadi mitra pendiri dari Dana Pensiun yang sudah ada, atau mengikutsertakan karyawannya pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Page 2 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan 24 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Ayat(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diperlukan sebagai bagian dari persyaratan untuk membentuk Dana Pensiun, yang selanjutnya digunakan untuk permohonan pengesahan Dana Pensiun sebagai badan hukum. Huruf a Agar supaya peraturan Dana Pensiun mengikat secara hukum bagi pemberi kerja dan berlaku di perusahaan, maka pemberi kerja harus menyatakan keinginannya tersebut secara tertulis sebagai bukti kesediaannya untuk mendirikan Dana Pensiun. Huruf b Penyelenggaraan program pensiun bagi karyawan bermula dari janji pemberi kerja. Agar pemenuhan janji dimaksud sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini, maka janji tersebut harus dituangkan dalam peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai pendiri, setelah mendengar dan memperhatikan pendapat dan saran karyawan. Huruf c Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah badan hukum yang memiliki pengurus dan dewan pengawas dengan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Agar supaya jelas diketahui siapa yang diberi tugas dan wewenang dimaksud, harus ada keputusan pendiri tentang penunjukan pengurus dan dewan pengawas. Selain itu dalam rangka pengamanan kekayaan Dana Pensiun perlu ditunjuk penerima titipan. Penerima titipan adalah bank yang menyelenggarakan jasa penitipan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan, yang bertanggung jawab atas keamanan penyimpanan kekayaan Dana Pensiun yang disimpan secara terpisah dari kekayaan penerima titipan, dan kekayaan dimaksud harus dibebaskan dari segala tuntutan yang timbul terhadap penerima titipan. Ayat (2) Dana Pensiun Pemberi Kerja dapat pula didirikan oleh lebih dari 1 (satu) pemberi kerja yang: a. memiliki kegiatan atau usaha sejenis; b. berada dalam 1 (satu) kelompok usaha dengan pemilikan yang sama. c. didasarkan pada pertimbangan praktis atau efisiensi, atau alasan lainnya. Dalam hal demikian, peraturan Dana Pensiun ditetapkan oleh salah satu pemberi kerja sebagai pendiri, setelah mendengar dan memperhatikan pendapat dan saran karyawan. Pemberi kerja lainnya sebagai mitra pendiri menyatakan kesediaannya untuk tunduk dan memberlakukan peraturan Dana Pensiun dimaksud pada perusahaan masing-masing, berarti Page 3 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 mitra pendiri terikat terhadap segala ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun. Ayat (3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan yang harus dimuat dalam peraturan Dana Pensiun, sebagai berikut : a. rumus untuk menentukan manfaat pensiun, iuran dan semua faktor yang mempengaruhi perhitungannya; b. hak dan kewajiban para peserta, pendiri dan bila ada mitra pendiri; c. pembentukan dana yang terpisah dari kekayaan pemberi kerja, yang secara jelas merupakan kekayaan Dana Pensiun; d. tata cara perubahan peraturan Dana Pensiun; e. tanggal pembentukan dan nama Dana Pensiun yang secara jelas menunjukkan pendiri dan bila ada mitra pendiri, serta kelompok karyawan berdasarkan unit kerja yang berhak menjadi peserta Dana Pensiun; syarat kepesertaan; f. g. kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran; h. ketentuan tentang penunjukan dan penggantian anggota pengurus dan dewan pengawas, serta penggunaan jasa penerima titipan; i. tata cara pembayaran manfaat pensiun; j. tata cara penunjukkan dan penggantian pihak yang berhak atas manfaat pensiun bila seorang peserta meninggal dunia; k. biaya yang merupakan beban Dana Pensiun; l. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Arahan investasi merupakan pedoman bagi pengurus Dana Pensiun dalam mengelola atau menginvestasikan kekayaan Dana Pensiun. Huruf e Laporan aktuaris diperlukan untuk mengetahui besarnya dana yang diperlukan dan cara pemenuhannya. Pada saat pendirian Dana Pensiun laporan ini diperlukan agar sejak awal diketahui konsekuensi pembiayaan bagi pemberi kerja, yang selanjutnya akan menjadi tolok ukur komitmennya dalam penyelenggaraan program pensiun. Huruf f Cukup jelas Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan seperti persyaratan tambahan yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan pengesahan serta ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan. Pasal 7 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Cukup jelas Page 4 of 16 ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini. Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 8 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas Cukup jelas Penggabungan atau pemisahan Dana Pensiun menyangkut berbagai masalah antara lain aspek hukum, pengalihan kekayaan, hak dan kewajiban, yang perlu pengaturan tersendiri. Oleh karena itu penggabungan atau pemisahan Dana Pensiun hanya dapat dilakukan apabila memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 9 Perubahan pada Peraturan Dana Pensiun yang mengakibatkan berkurangnya hak peserta, hanya dimungkinkan apabila perubahan tersebut bertujuan menyelamatkan Dana Pensiun dari ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajibannya. Undang-undang ini menegaskan bahwa walaupun dimungkinkan perubahan Peraturan Dana Pensiun, namun ketentuan mengenai hak peserta seperti tercantum dalam Peraturan Dana Pensiun yang semula masih tetap harus dipenuhi sampai saat pengesahan oleh Menteri atas perubahan Peraturan Dana Pensiun. Sejak saat pengesahan dimaksud, berlaku ketentuan mengenai hak peserta dalam peraturan Dana Pensiun yang telah diubah. Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Persyaratan dimaksud mencakup antara lain persyaratan kualitas dan keahlian yang harus dimiliki orang atau badan usaha yang ditunjuk sebagai pengurus. Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan antara lain mengenai surat penunjukan pengurus, hak pendiri untuk mengubah susunan pengurus, tanggung jawab pengurus kepada pendiri, kewajiban pengurus untuk memelihara buku dan catatan Dana Pensiun, serta kewajibannya menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 11 Yang dimaksud dengan pihak ketiga dalam pasal ini adalah penyedia jasa seperti aktuaris, penasehat investasi, akuntan, pengacara, dan sebagainya. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan wakil peserta dalam keanggotaan dewan pengawas juga mencakup wakil pensiunan. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 13 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Cukup jelas Page 5 of 16 Cukup jelas Cukup jelas Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 14 Penunjukkan akuntan publik dilakukan oleh dewan pengawas berdasarkan pertimbangan dewan pengawas mewakili kepentingan peserta dan pendiri. Pasal 15 Ayat 1 Ayat 2 Pasal 16 Ayat (1) Ayat (2) Cukup Jelas Pada prinsipnya kekayaan Dana Pensiun harus dijaga agar tetap berada pada tingkat yang sama dengan kewajibannya. Dimungkinkannya ada kelebihan kekayaan berdasarkan ayat ini dimaksudkan agar terdapat faktor pengamanan terhadap penyimpangan hasil investasi, sehingga walaupun pada waktu tertentu hasil investasi menyimpang dari harapan, Dana Pensiun tetap dapat menjaga perimbangan antara kekayaan dan kewajiban. Selain itu, sesuai dengan prinsip bahwa tidak diperkenankan adanya pembayaran kembali dari Dana Pensiun kepada pemberi kerja, maka jumlah di atas batas maksimum yang ditetapkan Menteri harus dibukukan sebagai iuran pemberi kerja. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan agar Menteri berdasarkan pemberitahuan pengurus termaksud dapat mengambil tindakan yang dipandang perlu untuk mencegah memburuknya keadaan Dana Pensiun yang bersangkutan dalam rangka melindungi kepentingan peserta. Ayat (4) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dampak negatif yang terjadi pada Dana Pensiu sebagai akibat dari keadaan yang terjadi pada mitra pendiri. Pasal 17 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Cukup Jelas Cukup Jelas Keterlambatan pemberi kerja untuk menyerahkan iuran kepada Dana Pensiun akan mempengaruhi kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya. Oleh sebab itu tidak dikehendaki adanya kelambatan penyetoran iuran. Pemberi kerja bertanggung jawab atas keterlambatan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan "bunga yang layak" adalah tingkat bunga yang berlaku pada masa kelambatan penyetoran dimaksud. Mengingat terdapat berbagai tingkat bunga maka sebagai dasar perhitungan perlu dipilih tingkat bunga yang layak, yaitu bunga deposito Bank Umum milik Pemerintah yang paling menguntungkan bagi peserta yang bersangkutan. Sedangkan pengertian hak utama dalam ayat ini adalah dalam hal pembubaran pemberi kerja. Dana Pensiun mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada pihak-pihak lainnya, kecuali dalam kewajiban kepada Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 18 Ayat (1) Page 6 of 16 Cukup Jelas Cukup Jelas Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Dalam Program Pensiun Manfaat Pasti tanggung jawab pemberi kerja terhadap pembiayaan program pensiun lebih besar dari pada peserta. Tanggung jawab termaksud tidak boleh dialihkan kepada peserta dengan mewajibkan peserta menanggung beban iuran yang lebih besar. Untuk itu pengaturan tentang hal ini perlu diatur oleh Menteri. Ayat (2) Pembatasan manfaat pensiun demikian pula iuran dan kekayaan yang diperlukan Dana Pensiun berkaitan dengan fasilitas perpajakan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, iuran pemberi kerja dan karyawan (peserta) yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang mendapat pengesahan Meenteri, demikian pula hasil yang diperoleh dari penanaman dananya di bidang-bidang tertentu yang ditetapkan Menteri, tidak diperlakukan sebagai obyek pajak. Oleh karena itu besar maksimum manfaat Pensiun dan iuran perlu diatur oleh Menteri agar tidak terjadi pemberian fasilitas pajak yang berlebihan. Ayat (3) Dalam suatu Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan, besar iuran pemberi kerja dikaitkan dengan laba/rugi perusahaan. Dengan demikian iuran pemberi kerja pada dasarnya menjadi beban pemberi kerja apabila terdapat keuntungan. Namun demikian tanggung jawab pemberi kerja bukan saja apabila ada keuntungan, melainkan juga apabila tidak ada keuntungan, dengan pertimbangan agar kesinambungan Dana Pensiun terjamin. Untuk itu pengaturan tentang hal ini perlu ditetapkan oleh Menteri. Pasal 19 Dalam hal karyawan telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin, dan telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, maka ia tidak dapat dihalangi oleh siapapun untuk menjadi peserta. Di samping hak di atas, maka karyawan juga tetap dilindungi haknya untuk tidak menjadi peserta, khususnya apabila karyawan harus mengiur. Dalam suatu Dana Pensiun yang karyawannya ikut mengiur, kepesertaan karyawan harus bersifat aktif dalam arti karyawan yang menjadi peserta harus menyatakan kesediaannya untuk dipotong upah/gajinya setiap bulan. Pada Dana Pensiun yang seluruh iurannya berasal dari pemberi kerja perlakuan yang sama harus diberlakukan kepada seluruh karyawan, sepanjang karyawan memenuhi syarat kepesertaan. Pasal 20 Ayat (1) Manfaat pensiun diharapkan merupakan penghasilan bagi peserta pada masa pensiunnya. Agar maksud tersebut dapat tercapai, maka Undang-undang ini melarang penggunaan hak pensiun sebagai jaminan atas pinjaman atau hutang, atau disita, yang dapat mengganggu kelancaran penghasilan peserta dimaksud. Ayat (2) Sebagai akibat dari dilarangnya manfaat pensiun digunakan sebagai jaminan pinjaman sebagaimana diatur dalam ayat (1), maka semua transaksi yang berkaitan dengan pembayaran manfaat pensiun, misalnya pembebanan, atau pengikatan, menjadi batal demi hukum, sehingga perikatan yang menyangkut manfaat pensiun tersebut dianggap tidak pernah ada. Ayat (3) Pengertian "itikad baik" dalam ayat ini ialah bahwa apabila ada gugatan dari pihak lain mengenai tindakan pengurus tersebut, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan putusan pengadilan. Pasal 21 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bentuk-bentuk hak peserta serta berdasarkan peristiwa yang terjadi padanya. Dalam Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti, harus ditetapkan rumusan untuk menentukan besar tiap-tiap hak tersebut. Dalam Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun Page 7 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, rumusan yang ditetapkan lebih sederhana, yaitu himpunan iuran dan hasil pengembangannya. Yang dimaksud drngan rumus untuk menentukan pensiun adalah rumus untuk mengetahui berapa besarnya manfaat pensiun yang akan diperoleh peserta apabila peserta pensiun. Faktor-faktor yang mempengaruhi rumus manfaat pensiun dalam Peraturan Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti pada umumnya adalah masa kerja, faktor penghargaan per tahun masa kerja (persentase) dan dasar pensiun. Penghargaan pertahun masa kerja dapat pula dinyatakan dalam satuan rupiah. Manfaat yang diperoleh peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti sebagaimana juga peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada dasarnya adalah himpunan iuran beserta hasil pengembangannya. Akumulasi iuran dan hasil pengembangan inilah yang akan dipergunakan untuk membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan asuransi jiwa yang selanjutnya akan berbentuk pensiun bulanan. Baik iuran peserta maupun iuran pemberi kerja ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti. Dalam peraturan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti maka iuran yang ditetapkan hanyalah iuran peserta saja sedangkan iuran pemberi kerja ditentukan dalam perhitungan aktuaris dalam laporan aktuaris berdasarkan kebutuhan dana bagi pembiayaan program pensiun yang ditetapkan. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini menegaskan adanya hak atas manfaat pensiun bagai janda/duda dalam hal peserta atau pensiunan meninggal dunia. Ayat (3) Pada saat pensiun, peserta Program Pensiun Iuran Pasti berhak memilih bentuk anuitas yang dapat dibeli dengan menggunakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya. Pasal 22 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat ini adalah batasan mengenai besar manfaat pensiun minimum bagi janda/duda dari pensiunan atau janda/duda dari peserta Program Pensiun Manfaat Pasti. Dalam peraturan Dana Pensiun harus ditentukan besar manfaat pensiun yang berlaku bagi Dana Pensiun yang bersangkutan. Manfaat pensiun yang ditentukan dalam peraturan Dana Pensiun dapat lebih besar dari batas-batas yang ditetapkan dalam ayat ini. Ayat (2) Ayat (3) Cukup Jelas Dengan ayat ini dimungkinkan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus kepada janda/duda dari peserta yang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dipercepat yang diharapkan lebih bermanfaat bagi janda/duda tersebut daripada manfaat pensiun bulanan yang kecil. Pasal 23 Ayat (1) Berdasarkan ayat ini, dalam Peraturan Dana Pensiun yang dinyatakan besarnya hak janda/duda dari pensiunan atau janda/duda dari peserta Program Pensiun Iuran Pasti. Huruf a Ketentuan ini merupakan penegasan bahwa besarnya manfaat pensiun bagi janda/duda pensiunan tergantung pada bentuk anuitas yang dipilih oleh pensiunan. Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Page 8 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Ayat (3) Dengan ayat ini dimungkinkan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus kepada janda/duda dari peserta yang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dipercepat, yang diharapkan lebih bermanfaat bagi janda/duda tersebut dari manfaat pensiunan bulanan yang kecil. Ayat (4) Ayat ini menetapkan pilihan dasar bentuk anuitas, yang berlaku bila peserta tidak melakukan pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). Pilihan dasar dimaksud adalah bentuk anuitas yang memberikan pembayaran yang sama besarnya, baik kepada pensiunan maupun janda/dudanya. Pasal 24 Ayat (1) Peserta yang memiliki masa kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun dan berhenti bekerja hanya memiliki hak atas iurannya sendiri. Pemberian bunga dimaksudkan agar kepada peserta yang berhenti tersebut tidak hanya memperoleh kembali iurannya saja, tetapi memperoleh pula hasil dari iuran yang pernah dibayarnya, sebagaimana lazimnya bila seseorang menabung. Adapun yang dimaksud dengan "bunga yang layak" adalah tingkat bunga yang berlaku pada masa kepesertaan yang bersangkutan. Mengingat terdapat berbagai tingkat bunga, maka sebagai dasar perhitungan perlu dipilih tingkat bunga yang layak, yaitu bunga deposito Bank Umum milik Pemerintah yang paling menguntungkan bagi peserta yang bersangkutan. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 25 Ayat (1) Tujuan pembentukan Dana Pensiun adalah memelihara kesinambungan penghasilan peserta pada hari tuanya dan untuk itu penyelenggaraannya diberikan fasilitas penundaan pajak penghasilan. Agar tujuan penyelenggaraan Dana Pensiun tercapai, maka pembayaran manfaat pensiun sebelum waktunya tidak diperkenankan, kecuali dalam hai-hal tertentu. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ketentuan ini memungkinkan pembayaran pertama bagi peserta maupun pihak yang berhak untuk memperoleh sejumlah uang sampai sebanyak-banyaknya 20% (duapuluh perseratus) dari nilai sekarang manfaat pensiun, untuk keperluan masa transisi pada awal pensiun. Pasal 26 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Ketentuan ini memberikan pilihan bagi peserta untuk menentukan apa yang dapat dilakukan terhadap haknya atas Pensiun Ditunda, bila ia berhenti bekerja. Adapun batas 30 (tiga puluh) hari dimaksudkan agar jelas status hak yang timbul bagi janda/duda apabila peserta meninggal dunia, yaitu apakah atas Pensiun Ditunda atau hak atas pensiun janda/duda. Pasal 27 Ayat (1) Page 9 of 16 Cukup jelas Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari penatausahaan jumlah yang kecil untuk jangka waktu yang lama. Ayat ini menegaskan mengenai saat seseorang peserta mempunyai hak atas Pensiun Ditunda Cukup jelas Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Cukup jelas Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Ketentuan ini dimaksudkan agar pendiri memiliki kesempatan apabila ingin tetap mempekerjakan karyawan yang telah mencapai usia pensiun normal sampai pada batas usia tertentu, dimana setiap karyawan wajib pensiun. Usia tertentu tersebut harus diatur dalam peraturan Dana Pensiun, sesuai dengan ketentuan Menteri yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Kekayaan Dana Pensiun dipupuk agar Dana Pensiun mampu memenuhi kewajiban pembiayaan program pensiun. Pasal ini menjelaskan sumber-sumber kekayaan tersebut. Huruf a Apabila masa kerja lampau diperhitungkan pula dalam penentuan manfaat pensiun maka termasuk dalam pengertian iuran pemberi kerja adalah : 1) iuran pemberi kerja untuk masa kerja lampau yang belum ada iurannya; dan 2) iuran pemberi kerja untuk masa kerja yang akan datang. Huruf b Yang dimaksud dalam ketentuan ini dengan iuran peserta adalah iuran untuk masa kerja setelah Dana Pensiun didirikan. Dengan demikian iuran untuk masa kerja sebelum Dana Pensiun didirikan tidak dapat dibebankan kepada peserta, tetapi menjadi kewajiban pemberi kerja. Walaupun iuran peserta dicantumkan dalam ketentuan ini tetapi Undang-undang ini tetap memungkinkan diselenggarakannya Dana Pensiun tanpa iuran peserta. Huruf c Cukup jelas Huruf d "Pengalihan dari Dana Pensiun lain" adalah pengalihan dana yang menjadi hak peserta sebagai konsekuensi pindahnya kepesertaan seorang peserta dari Dana Pensiun yang satu ke Dana Pensiun yang lain. Pasal 30 Ayat (1) Kekayaan Dana Pensiun harus diinvestasikan dalam jenis-jenis investasi yang aman. Untuk itu penempatan kekayaan Dana Pensiun dalam jenis-jenis investasi termaksud oleh pengurus harus didasarkan pada arahan investasi yang ditetapkan pendiri dengan berpedoman pada ketentuan investasi yang ditetapkan Menteri. Ayat (2) Manfaat pensiun yang diterima peserta dalam suatu Program Pensiun Iuran Pasti bergantung pada hasil investasi. Oleh karena itu adalah wajar apabila peserta ikut menentukan arahan investasi melalui wadah dewan pengawas. Ayat (3) Cukup jelas Page 10 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Ayat (4) Investasi kekayaan Dana Pensiun merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar kepada keadaan keuangan Dana Pensiun, oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan secara profesional dan berhati-hati. Undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pengurus Dana Pensiun untuk menggunakan jasa lembaga keuangan yang memiliki keahlian di bidang pengelolaan investasi. Lembaga keuangan yang dimaksud dalam ayat ini adalah perusahaan efek yang memiliki izin untuk bertindak sebagai manajer investasi dan Bank Umum, yang memenuhi persyaratan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (5) Ayat (6) Cukup jelas Pengelolaan pembayaran manfaat pensiun mengandung berbagai risiko, antara lain karena ketidakpastian usia dan ketidakpastian hasil investasi. Untuk mengurangi pengaruh risiko tersebut kepada posisi pendanaan Dana Pensiun, maka Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti diberi kesempatan untuk mengalihkan pembayaran manfaat pensiun dengan cara membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan asuransi jiwa, yang merupakan satu-satunya lembaga keuangan yang menjual anuitas. Ayat (7) Manfaat pensiun pada Program Pensiun Iuran Pasti merupakan akumulasi dari iuran pemberi kerja dan peserta serta hasil pengembangannya. Agar pembayaran manfaat pensiun secara berkala dapat dipastikan, pembayaran manfaat pensiun tersebut oleh pengurus wajib dialihkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Pengalihan dimaksud dilakukan atas dasar keputusan peserta, untuk memilih perusahaan asuransi jiwa dan memilih bentuk anuitas yang sesuai dengan kehendaknya. Pasal 31 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas Cukup jelas Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi kepentingan peserta dari praktek yang mengandung konflik kepentingan yang merugikan Dana Pensiun. Yang dimaksud dengan "pejabat" dalam huruf c adalah pegawai dari badan sebagaimana dimaksud dalam a dan huruf b yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha badan yang bersangkutan. Pasal 32 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Ketentuan dalam ayat ini membolehkan transaksi atas surat berharga yang diperdagangkan di Pasar Modal di Indonesia, mengingat surat berharga termaksud, termasuk yang diterbitkan oleh pemberi kerja, telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam emisi surat berharga tersebut. Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas Besar kecilnya manfaat pensiun yang akan diterima peserta Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan sangat bergantung pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu ketentuan ayat ini memungkinkan penempatan sebanyak-banyaknya 50 % (lima puluh perseratus) dari kekayaan Dana Pensiun berdasarkan Keuntungan dalam bentuk saham biasa pada Page 11 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 perusahaan pendiri atau mitra pendiri, mengingat dengan adanya penempatan tersebut, maka peserta dapat memperoleh manfaat ganda yaitu : a. pemilikan atas perusahaan pendiri/mitra pendiri oleh peserta, melalui Dana Pensiun, sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan yang pada gilirannya dapat memperbesar keuntungan pemberi kerja yang akhirnya memperbesar iuran pemberi kerja; b. keuntungan berupa deviden yang diperoleh dari penyertaan tersebut. Pasal 33 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Pasal 34 Ayat (1) Keputusan menteri dalam ayat ini merupakan persetujuan secara administratif tentang pembubaran Dana Pensiun. Pembubaran tersebut memerlukan tindak lanjut agar hal-hal yang berhubungan dengan masalah penyelesaian dapat dilaksanakan melalui proses likuidasi. Dalam rangka ini, maka Menteri dapat menunjuk pengurus atau pihak lain, misalnya akuntan publik atau aktuaris, sebagai likuidator. Ayat (2) Penempatan pengurus dalam ayat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penguruslah pihak yang paling mengetahui tentang segala aspek yang perlu diselesaikan melalui proses likuidasi. Dewan pengawas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses likuidasi. Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 35 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 36 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan melindungi kepentingan peserta bahkan sampai saat Dana Pensiun dibubarkan. Ayat (2) Kekayaan Dana Pensiun terpisah dari kekayaan pemberi kerja. Selain itu Pemeintah telah memberikan fasilitas pajak dengan memberlakukan setiap pengeluaran yang dilakukan oleh pemberi kerja dalam rangka pembiayaan program pensiun sebagai biaya. Oleh karena itu pengembalian kekayaan Dana Pensiun kepada pemberi kerja melanggar ketentuan Undang- undang ini serta Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Ayat (3) Ayat (4) Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup Jelas Page 12 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 37 Ayat (1) Hak utama dalam Pasal ini mengandung pengertian bahwa dalam hal pembubaran, hak peserta, pensiunan dan ahli warisnya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak-pihak lainnya kecuali dalam hal kewajiban kepada Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 40 Ayat (1) Penyelenggaraan Dana Pensiun dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak anggota masyarakat yang tidak terikat dalam hubungan kerja dengan perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja. Oleh karena itu bagi anggota masyarakat pekerja mandiri dimungkinkan untuk memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi karyawan yang terikat dalam hubungan kerja dengan suatu perusahaan untuk dapat pula memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan sesuai dengan kemampuannya. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 41 Ayat (1) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini menetapkan agar Peraturan Dana Pensiun memuat sekurang-kurangnya : a. pembentukan dana yang secara jelas merupakan kekayaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, terpisah dari kekayaan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang menjadi pendiri dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang bersangkutan; b. rumus untuk pembebanan biaya; c. tata cara pembayaran manfaat pensiun; d. pilihan yang tersedia bagi peserta mengenai berbagai bentuk investasi; e. ketentuan lain sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 42 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Cukup Jelas Page 13 of 16 Cukup Jelas Apabila pemberi kerja yang tidak mendirikan Dana Pensiun ikut mengiur, maka iurannya disetor dan dibukukan atas nama peserta sehingga tidak ada hubungan hukum antara pemberi kerja dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Cukup Jelas Cukup Jelas Cukup jelas Cukup jelas Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Ayat (1) Ayat (2) Cukup Jelas Dimungkinkannya penunjukan likuidator bank atau likuidator perusahaan asuransi jiwa sebagai likiudator Dana Pensiun Lembaga Keuangan dalam ayat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa hal tersebut dapat memudahkan penyelesaian hak dan kewajiban antara kedua lembaga dimaksud. Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Ayat (1) Dana Pensiun Lembaga Keuangan juga dimaksudkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta pada hari tuanya. Namun demikian untuk memberikan fleksibilitas kepada peserta dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhannya, maka ketentuan ayat ini memberikan kesempatan kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan untuk memungkinkan peserta menarik dana sebatas iurannya sendiri. Ayat (2) Ketentuan ayat ini mengatur tentang larangan bagi peserta untuk menarik sejumlah dana dari Dana Pensiun Lembaa Keuangan selain dari yang diatur dalam ayat (1). Termasuk dana yang tidak dapat ditarik adalah dana yang dialihkan dari Dana Pensiun Pemberi Kerja berdasarkan prinsip penundaan pembayaran manfaat pensiun. Pasal 48 Cukup Jelas Pasal 49 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Dana Pensiun yang didirikan berdasarkan Undang-undang ini adalah subyek pajak (badan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Ayat (2) Ketentuan dalam Undang-undang Perpajakan yang dimaksud adalah Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Pasal 50 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Page 14 of 16 Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 52 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 53 Ayat (1) Laporan aktuaris secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun, diperlukan untuk mengetahui kebutuhan dana yang dihubungkan dengan perubahan obyektif yang terjadi antara lain pada mutasi peserta, peraturan gaji, dan lain-lain. Demikian pula apabila pendiri melakukan perubahan Peraturan Dana Pensiun yang mengakibatkan perubahan pada manfaat pensiun, maka laporan aktuaris diperlukan pula untuk memastikan konsekuensi pendanaan yang timbul karena perubahan dimaksud. Ayat (2) Dalam hal terjadi perubahan atas manfaat pensiun sebagai konsekuensi adanya perubahan dalam Peraturan Dana Pensiun, laporan aktuaris diperlukan untuk mengetahui dampak yang timbul akibat perubahan tersebut, serta agar terdapat kejelasan mengenai tanggung jawab pendiri sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut. Pasal 54 Ayat (1) Pengumuman neraca dan perhitungan hasil usaha kepada peserta dimaksudkan agar peserta mengetahui keadaan keuangan suatu Dana Pensiun. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sanksi administratif dalam ayat ini antara lain berupa tegoran tertulis, pengenaan denda administratif yang harus disetor ke Kas Negara, pembubaran Dana Pensiun, dan bahkan sampai pembatalan pengesahan Dana Pensiun yang besangkutan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Cukup jelas Page 15 of 16 Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas Walaupun berdasarkan Undang-undang ini Yayasan Dana Pensiun diakui sebagai Dana Pensiun, pemberi kerja tetap harus melakukan penyesuaian berdasarkan Undang-undang ini. Cukup jelas Ketentuan ayat ini memberi kemungkinan bagi Dana Pensiun yang telah mendapat pengesahan Menteri untuk tetap melanjutkan penyelenggaraan Tabungan Hari Tua atau pembayaran sejumlah uang secara sekaligus lainnya yang dikaitkan dengan usia tertentu, sampai dengan berakhirnya pembayaran seluruh hak peserta tersebut. Selanjutnya ayat ini mengandung pengertian bahwa dalam menyelesaikan seluruh kewajiban dimaksud, Dana Pensiun dilarang untuk : a. mengubah rumus manfaat; dan/atau b. menerima peserta baru dalam penyelengaraan Tabungan Hari Tua dimaksud. Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3477 Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Page 16 of 16
<reg_id> 11/UU/1992 </reg_id> <reg_title> DANA PENSIUN </reg_title> <set_date> 20 April 1992 </set_date> <effective_date> 20 April 1992 </effective_date> <issued_date> 20 April 1992 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1)', '7/UU/1991', '7/UU/1983' </related_reg> <penalty_list> 'BAB VII', 'BAB VI Pasal 55' </penalty_list>
q,D PRESIDEN R EP UBLIK IND ONES IA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDDN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : !,ahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, a.mrnah, dan kompetitif akan meningkatkan pelindungan bAgi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan nasional; b. bahwa dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi perkembangan industri perasuransian serta perkembangan perekonomian, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat global, perlu mengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun lgg2 tentang Usah; Perasuransian dengan undang-undang yang baru; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang- Undang tentang Perasuran sian; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPI'BLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANGTENTANG PERASURANSIAN. -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yarrg dimaksud dengan: l. Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 2. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan pe{anjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara: a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yanrg didasarkal pada meninggatrya peserta atau pembayaran yang didasarkan pa.da hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. -3- 3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 4. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertangtungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegarlg polis, tertanggung, atau pihak Lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam pe{anjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 5. 7. 9. Usaha. 6. 8. PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -4- 9. Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan kinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran Iain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dala. 10. 11. t2. Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatar reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian ttaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melalukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah. 13. Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/ atau jasa konsultasi atas objek asuransi. 14. 15. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusa-haan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa. 16. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah. 17. Pihak. -5- t7. 18. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum. Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusatraan reasuransi syariah yang merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah dilikuidasi. 19. Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dan/atau mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama. 20. Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari premi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim asuransi. 2L. Dana Tabarm'adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian reasuransi syariah. 22. Pernegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain. 23. Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam pedanjian Asuransi atau pe{anjian reasuransi. 24. Peserta m PRESIDEN R EP I]EL IK IN D ONES IA -6- 24. Peserta adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana rliatur dalam perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian reasuransi syariah. 25. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya. 26. Pialarl,g Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim. 27. Piallang Reasuransi adalah orang yang beke{a pada perusahaan pialang reasuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusaJraan reasuransi syariah dalam melakukan penutupan reasuransi atau reasuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim. 28. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas narna Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah. 29. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuralsi atau pe{anjian reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. 30. Kontribusi. PRESIDEN R EPI.IBL IK IN D ONES IA -7 - 30. Kontribusi adalah sej umlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan reasuransi syariah dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan pe{anjian Asuransi Syariah atau perjanjian reasuransi syariah untuk memperoleh manfaat dari Dana Tabarm'dan/atau dana investasi Peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari progrErm asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. 31. Afrliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dari orang yang lain atau badan hukum yang lain atau sebaliknya. 32. Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkan peraturan perundang-undangan bagr seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan pelindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk program yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan pelindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau Kontribusinya. 33. Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah. 34. 35. 36. 37. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengatur darr pengawas seli:tor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai otoritas jasa keuangan. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia. 38. Menteri R EFUBL IK IND ONES IA q,D -8- PRESIDEN 38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB II RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN Pasal 2 (1) Perusahaan asuransi umum hanya menyelenggarakan: dapat a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usalta asuransi kecelakaan diri; dan b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain. (2t Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri. (3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Reasuransi. Pasal 3 (1) Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan: a. Usaha Asuransi Urnum Syariah, termasuk lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan Prinsip Syariah dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan Prinsip Syariah; dan b. Usaha Reasuralsi Syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah Lain. (2t (3) Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan Prinsip Syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan Prinsip Syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan Prinsip Syariah. Perusahaan reasuransi syariah hanya dapat menyelenggaralan Usaha Reasuransi Syariah. Pasal 4 f).) -ag4{ PRESIDEN R EPL]BL IK INDONESIA -9- Pasal 4 (l) Perusahaan piatang asuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Pialang Asurarsi. Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat menyelenggarakan Us$a Pialang Reasuransi. Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi. (2t (3) Pasal 5 (1) Ruang lingkup Usaha Asuransi Umum dan Usaha Asuransi Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (21 serta Usaha Asuransi Umum Syariah dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (2\ (3) Perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan manfaat yang besamya didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB III BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEM]LIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 6 (1) Bentuk badan hukum Perasuransian adalah: a. perseroan terbatas; b. koperasi; atau c. usaha bersama yang telah Undang ini diundangkan. penyelenggara Usaha ada pada saat Undang- (2) Usaha PRESIDEN REPUEL.IK INOONESIA _ 10_ (21 Usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dinyata}an sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang ini. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang secara Langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, bersama-sama dengan warga negara asing atau badan hukum asing yang harus merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuran sian yang sejenis. (21 Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menjadi pemilik Perusahaan Perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek. (3) Ketentuan lebih lanj ut mengenai kriteria badan hukum asing dan kepemilikan badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepemilikan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Perusahaan Perasuransian diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB IV PERIZINAN USAHA Pasal 8 (1) Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat izin u saha dari Otoritas Jasa Keuangan. (2) Untuk fl,D PRESIDEN R EPUBL IK INDONESIA - 1l - (2\ Untuk mendapatlan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai: a. anggaran dasar; b. susunan organisasi; modal disetor; Dana Jaminan; kepemilikan; kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan Pengendali; kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebaga im6ns dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal; tenaga ahli; kelayakan rencana kerja; kelayakan sistem manajemen risiko; produk yang akan dipasarkan; perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha; c. d. e. f. e. h. i. j. k. 1. m. infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan; n. konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal terdapat penyerlaan langsung pihak asing; dan (3) (4) Persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan sesuai dengan jenis usaha yang akan dijalankan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 9 (1) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak permohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian paling lama 30 (tiga puluh) hari ke{a sejak permohonan diterima secara lengkap. (2) Dalam o. hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat. PRESIDEN R EPLIBLIK IN DONES IA -12- (21 Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya. Pasal l0 (1) (21 (3) (41 Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap pembukaan kantor di luar kantor pusatnya kepada Otoritas Jasa Keuangan. Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memiliki kewenangan untuk membuat keputusan mengenai penerimaan atau penolakan pertanggungan dan/ atau keputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaim setiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap kantor yang dimiliki atau dikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberi izin menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB V PEMELENGGARAAN USAHA Pasal l l (1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. {2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 12 PRESIDEN REPt]BLIK INDONESIA _13- Pasal 12 (1) (2) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor intemal, dan Pengendali setiap saat wajib memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dart tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 13 (l) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menetapkan paling sedikit I (satu) Pengendali. (21 Ddam hal terdapat Pengendali lain yang belum ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan Pengendali di luar Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Pengendali sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 14 (1) Setiap Pihak yang ditetapkan sebagai Pengendali sebagaimsla dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. l2l Perubahan Pengendali wajib dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. (3) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidak dapat berhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. (4) Ketentuan $-.D PRESIDEN REFI,]ElLIK IND ONES IA -14- (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh persetujuan berhenLi sebagai Pengendali sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 15 Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya. Pasal 16 (1) (2t (3) Setiap Pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali pada I (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1 (satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, I (satu) perusahaan asuransi umurr syariah, dan I (satu) perusahaan reasuransi syariah. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pemegang saham pengendali adalah Negara Republik Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemegang saham pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 17 (1) (21 Perusahaan Perasuransian wajib mempeke{akan tenaga ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka memastikan penerap.rn manajemen asuralsi yang baik. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan. (3) Ketentuan PRESIDEN R EPUELIK INDONESIA - 15- (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, jumlah, dan persyaratan tenaga a-l.li sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 18 (t) (2t (3) (4) Perusahaan Perasuransian dapat bekerja sanrla dengan pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau melaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usahanya. Perusahaan Perasuransian wajib memastikan bahwa pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki izin untuk menjalankan usahanya dari instansi yang berwenang. Perusahaan Perasuransian wajib memiliki dan menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan ke{a sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l ). Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 19 (1) (2t (3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib melakukan evaluasi secara berkala terhadap kemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabamt' untuk memenuhi ktaim atau kewajiban lain yang timbul dari polis. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib merencanakan dan menerapkan metode mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya. (4) Ketentuan $-,D PRESIDEN R EF LIBL,IK INDONESIA -16- (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan metode mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 20 (1) (2t Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib membentuk Dana Jaminan dalam bentuk dan jumlah yarlg ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waj ib disesuaikan jumlahnya dengan perkembangan usaha, dengan ketentuan tidak kurang dari yang d (3) (4t (s) ipersyaratlan pada awal pendirian. Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang diagunkan atau dibebani dengan hak apa pun. Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasa] 2l (1) (21 Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. Untuk perusahaan asuransi jiwa syariah, kekayaan dan kewajiban Peserta untuk keperluan saling menolong dalam menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban Peserta untuk keperluan investasi' (3) Perusahaan $.).) -t!sy4{ PRESIDEN R EP UBLIK INOONESIA -t7- (s) (4) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan kesesuaian antara kekayaan dan kewajiban dalam menginvestasikan kekayaan Pemegang Polis, Tertalggung, atau Peserta. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan kekayaan dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2ll, dan investasi kekayaan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 22 (1) (2t (3) Perusahaan Perasuransian wajib menyampaikan laporan, informasi, data, dan/ atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem data elektronik. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasttransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kine{a keuangal, dan kondisi kesehatal keuangan perusahaan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional dan media elektronik. (4) (s) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinya kepada pihak yang berkepentingan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit paling lama 1 (satu) bulan setelah batas waktu penyampaian laporan keuangan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan. (6) Ketentuan f,,D PRESIDEN REPIJBL..IK IN D ONES IA -18- (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 23 (1) Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak dapat dibuka oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak lain, kecuali kepada: a. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyidikan; b. hakim untuk kepentingan peradilan; c. pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan; d. Bank Indonesia untuk pelaksanaan tugasnya; atau e. pihak lain berdasarkan peraturan perundang- undangan. (2t Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 24 (1) (2t Penutupan asuransi atas Objek Asuransi harus didasarkan pada asas kebebasan memilih Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuralsi Syariah. (3) Penutupan Objek Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaal reasuransi syariah di dalam negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan Objek Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasa] 25 m PRESIDEN R EP'JBL IK IN DONES IA -19- Pasal 25 Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali da-lam hal: a. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan atau mengelola risiko asuransi atau risiko asuransi syariah dari Objek Asuransi yang bersangkutan; atau b. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia yang bersedia melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah atas Objek Asuransi yang bersangkutan. Pasal 26 (1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar perilaku usaha yang mencakup ketentuan mengenai: a. polis; b. Premi atau Kontribusi; c. urderutititrg dan pengenalan Pemegalg Polis, Tertanggung, atau Peserta; d. penyelesaian klaim; e. keahlian di bidang perasuransian; f. distribusi atau pemasaran produk; g. penarlganan keluhan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta; dan h. standar lain yang penyelen ggaraan usaha. berhubungan dengan (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal2T (1) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. (2) Pialang PRESIDEN R EPUBL IK IND ONES IA _20- (2t (3) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup serta memiliki reputasi yang baik. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 28 (1) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaart Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau dibayarkan melalui Agen Asuransi. (21 Agen Asuransi hanya dapat menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari Pemegang Polis atau Peseria setelah mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. (s) (41 (s) (6) Pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikat para Pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusi diterima oleh Agen Asuransi. Agen Asuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atau Kontribusi. Agen Asuransi dilarang menggelapkan Premi atau Kontribusi. (71 Dalam hat Premi atau Kontribusi dibayarkan mela-lui Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan Asuransi atau Peru sahaan Asuransi Syariah wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atau Kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah tersebut. (8) Perusahaan PRESIDE N R EPUBLIK INDONESIA -21- (8) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib membayarkan imbalan jasa keperantaraan kepada Agen Asuransi segera setelah menerima hemi atau Kontribusi. Pasal 29 (l) (21 (3) (41 (s) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi. Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan pialang reasuransi. Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atau Kontribusi. (6) Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi dilarang menggelapkan Premi atau Kontribusi. Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) atau melalui perusahaan pialang reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2l', perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal penyerahan Premi atau Kontribusi dilakukan oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul dari kerugian yang terl'adi setelah berakhirnya jangka waktu tersebut. (7) Perusahaan PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA -22- (71 Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi mendapatlan imbalan jasa keperantaraan dari Pemegang Polis atas jasa keperantaraannya. Pasal 30 (1) Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi atau penutupan asuransi syariah pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang merupakan Afiliasi dari Pialang Asuransi atau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutart. Perusahaan pialang reasuransi dilarang menempatkan penutupan reasuransi atau penutuPan reasuransi syariah pada perusahaan rieasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang merupatan Afiliasi dari Pialang Reasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yang bersangkutan. Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi bertanggung jawab atas tindakan Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi yang memberikan rekomendasi kepada Pemegang Polis terkait penutupan asuransi atau penutupan reasuransi. (21 (3) Pasa] 31 (1) Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. (21 Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Perasuransian wajib memberikan informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidak menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan produk asuransi atau produk asuransi syariah yang ditawarkan. (3) Perusahaan PRESIDEN REPi]t]LIK IND ON ES IA _23- (3) (4) (s) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Ketentuan Iebih lanjut mengenai penanganan klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 32 (1) (2) (3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransi w4iib menerapkan kebljakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransi wajib mendapatkan informasi yang cukup mengenai calon Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang terkait dengan penutupan asuransi atau asuransi syariah untuk dapat menerapkan kebljakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan kebijakan anti pencucian uang dal pencegahan pendanaan terorisme bagr Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransi sglagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 33 PRESIDEN R EPUBLIK IN DONES IA -24- Pasal 33 Setiap Orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. Pasal 34 Anggota direksi dan/ atau pihak yang berwenang menandatangani polis dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha dilarang menandatangani polis baru. BAB VI TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA Pasal 35 (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c hanya dapat menyelenggaral<an jasa asuransi atau jasa asuransi syariah bagi anggotanya. (2t Setiap anggota dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c w4lib menjadi Pemegang Polis dari perusahaan yang bersangkutan. (3) Keanggotaan pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau keanggotaan pada usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c berakhir apabila: a. anggota meninggal dunia; b. anggota tidak lagi memiliki polis asuransi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan berturut-turut; atau c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, keanggotaan harus berakhir. (a) Anggota PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -25- (4) (s) Anggota dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota dari usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c berhak atas seluruh keuntungan dan wajib menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keuangan untuk menjadi anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 serta pemanfaatan keuntungan oleh anggota dan pembebanan kerugian di antara anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota dari usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB VII PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI, DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI Pasal 36 Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaar reasuransi syariah wajib mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri. Pasal 37 Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan mendorong peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri guna memenuhi kebutuhan pertanggungan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri. Pasal 38 q.D PRESIDEN R EPUBL IK INDONESIA -26- Pasal 38 Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorong pemanfaatan jasa asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuraresi syariah dalam pengelolaan risiko sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII PROGRAM ASURANSI WAJIB Pasal 39 (1) (2t Frogram Asuransi Wajib harus diselenggarakan secara kompetitif. Pengaturan Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pding sedikit memuat: a. cakupan kepesertaan; b. hak dan kewajiban Tertanggung atau Peserta; c. Premi atau Kontribusi; d. manfaat atau santunan; e. tata cara klaim dan pembayaran manfaat atau santunan; (3) f. kriteriapenyelenggara; g. hak dan kewajiban penyelenggara; dan h. keterbukaan informasi. Pihak yang dapat menyelenggarakan Program Asuransi (4) (s) Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan. Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menawarkan manfaat tambahan dengan tambahan Premi atau Kontribusi. Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang memaksa Pemegang Polis untuk menerirna tawaran manfaat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). BAB Ix $-,D PRESIDEN R EPUEL IK IND ONES IA -27 - BAE} IX PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN Pasal 40 (1) (21 Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal perubahan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perubahan kepemilikan yang mengakibatkan terdapatnya penyertaan langsung oleh pihak asing di dalam Perusahaan Perasuransian, pihak asing tersebut harus merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasu ransian yang sejenis. (3) Ketentuan mengenai Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau kepemilikan perusahaan induk atas anak perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib tetap dipenuhi selama pihak asing tersebut memiliki penyertaan pada Peru sahaan Perasuransian. (4) (s) Perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian melalui transaksi di bursa efek dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang tidak menyebabkan perubahan pengendalian pada Perusahaan Perasuransian tersebut. Untuk memperoleh persetujuan, perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan: a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah; dan b. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi hak penanggung, penanggung ulang, atau pengelola, bagr perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (6) Ketentuan PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA _28- (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 4l (1) (2t (3) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penggabungan atau peleburan wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan antar Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaEln reasur€rnsi syariah yang bidang u sahanya sejenis. Untuk memperoleh persetujuan, penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan: a. penggabungan atau peleburan tersebut tidak mengurangi hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; dan b. kondisi keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah hasil penggabungan atau peleburan tersebut harus tetap memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB X PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN Pasal 42 (l) (2\ (3) (4) Perusahaan Perasuransian yang menghentikan kegiatan usahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencana penghentian kegiatan usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib terlebih dahulu menyelesaikan seluruh kewajibannya. Dalam hal Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah menyelesaikan seluruh kewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Perasuransian yalg bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelesaian kewajiban Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 43 (1) (21 Perusahaan Perasuransian yang dicabut izin usahanya wajib menghentikan kegiatan usahanya. Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (f) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dilaralg mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sejak dicabut izin usahanya. Pasal 44 q,D PRESIDEN F{ EP URLIK IND ONES IA -30- Pasal 44 (l) Paling Lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6 ayat (1) huruf c untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi. (21 Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (l) rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dima]<sud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c tidak dapat diselenggarakan atau rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dapat diselenggarakan, tetapi tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi, Otoritas Jasa Keuangan: a. memutuskan pembubaran badan hukum peru sahaan dan membentuk tim likuidasi; b. mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran badan hukum perusahaan kepada instansi yang berwenang, serta mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran yang luas; c. memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan d. memerintahkan tim likuidasi melaporkan hasil pelalsanaan likuidasi. (3) Ketentuan tebih lanjut mengenai pembentukan tim likuidasi dan pelaporan hasil pelaksanaan likuidasi oleh tim likuidasi sebagairnala dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 45 $1.) -$ay4{ PRESIDEN R EP UBL IK INDONESIA -31 - Pasal 45 (1) Sejak terbentuknya tim likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat {21, tanggung jawab dan kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasi dilaksanakan oleh tim likuidasi. (2t Tim likuidasi berwenang mewakili Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengal penyelesaian hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (3) Ketentuan lebih Ianjut mengenai pelaksanaan likuidasi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 46 (1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dan dewan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi tidak memiliki kewenangan sebagai direksi dan dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (2) Pemegang i.D PRESIDEN R EF I,.II-]I., IK IND ONESIA -32- (21 Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang diperlukan oleh tim likuidasi. (3) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, at€.u yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuralsi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi dilarang menghambat proses likuidasi. Pasal 47 (1) Seluruh biaya pelaksanaan likuidasi yang tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairannya. (2t Dalam ha.l terdapat sisa hasil likuidasi setelah dilakukan pembayaran atas seluruh kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaEln reasuransi syariah dalam Iikuidasi, sisa hasil likuidasi tersebut merupakan hak pemegang saham atau yang setara dengan pemegarlg saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c. Pasal 48 PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -33- Pasal 48 (1) Dalam hal terdapat sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), tagihan yang timbul dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak proses [kuidasi selesai diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan kepada pemegang saham atau yang setara dengan pemegarlg saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama ssla ga i p6qna dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c. (21 Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada sisa hasil likuidasi yang merupakan hak pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c. Pasal 49 (1) Tim likuidasi harus bertindak adil dan objektif dalam melaksanal<an tugasnya. (21 Dalam hal teg'adi benturan kepentingan antara kepentingan pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimala dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c dan kepentingan Pemegang Polis, lbrtanggung, atau Peserta, tim likuidasi harus mengutamakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. Pasal 5O (1) Permohonan pernyataan pailit Asuransi, Perusahaan Asuransi reasuransi, atau perusahaan berdasarkan Undang-Undang ini oleh Otoritas Jasa Keuangan. terhadap Perusahaan Syariah, perusahaan reasuransi syariah hanya dapat diajukan (2) Tata . PRESIDEN REPURL.IK IND ONES IA -34- l2t Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada diajukan dalam rangka mengeksekusi putusan pengadilan. ^yat Pasal 51 (1) Kreditor menyampaikan permohonal kepada Otoritas Jasa Keuangal untuk mengajukan permohonan pemyataan pailit kepada pengadilan niaga. (2) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Datam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasalnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan permohonan dari kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. (3) (4) Pasal 52 (1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya. (2) Dalam (1) tidak dapat $-.D PRESIOEN R EPUBLIK INDONESIA -35- (2) Dalam hd Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dipaifitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas marfaat asuransi. (3) Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selain Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi. (41 Dalam hat Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan reasuransi syariah dipailittan atau dilikuidasi, Dana Tabamt' dan dana investasi peserta tidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selain kepada Peserta. BAB XI PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG, ATAU PESERTA Pasal 53 (1) (21 (3) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang' Pada saat program penjaminan polis berlaku berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan mengenar Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah ' (4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 54 PRESIDEN R EPT]EL IK INDONESIA -36- Pasal 54 (1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi anggota lembaga mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak memperoleh manfaat asurarsi. (2t (3) (4) (s) kmbaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen dan imparsial. I-embaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan. Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi para Pihak. Ketentuan Iebih lanjut mengenai lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB XII PROFESI PEI{YEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN Pasal 55 (1) Profesi penyedia jasa bagi Perusahaan Perasuransian terdiri atas: a. konsultan aktuaria; b. akuntan publik; c. penilai; dan d. profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. (2) Untuk dapat menyediakan jasa bagi Perusahaan Perasuransian, profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. (3) Ketentuan PRESIDEN R EPTJEII,..IK IN D ONES IA -37 - (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyarat€rn dan tata cara pendaJtaran profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat l2l diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 56 (r) (21 (3) (4) Pendaftaran profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) menjadi batal apabila izin profesi yang bersangkutan dicabut oleh instansi yang berwenang. Jasa dari profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (l) yang diberikan sebelum dibatalkannya pendaftaran profesi dinyatakan tetap berlaku, kecuali apabila jasa yang diberikan tersebut merupakan penyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesi yang bersangkutan. Dalam hal pendaftaran profesi penyedia jasa menjadi batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan atau penilaian atas jasa lain yang diberikan profesi penyedia jasa tersebut kepada Perusahaan Perasuransian untuk menentukan berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memutuskan bahwa jasa yang diberikan oleh profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku, Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Perusahaan Perasuransian yang menggunakan jasa profesi penyedia jasa tersebut untuk menunjuk profesi penyedia lain untuk melakukan kembali jasa yang sama. BAB XIII PENGATURAN DAN PENGAWASAN Pasal 57 (1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. (2) Menteri FRESIDEN R EPIJ?L IK IND ONES IA -38- (21 Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Pasal 58 Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanya persaingan usaha yang sehat di bidang Usaha PerasurEmsian. Pasal 59 (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak tertentu untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan dan pengawasan. (2t Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan dan pelaksanaan sebagian fungsi pengaturan dan pengawasan oleh pihak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 60 (1) (2t Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan menetapkan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang: a. menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha Perasuransian; b. mencabut iain Usaha Perasuransian; c. menyetujui atau menolak memberikan pemyataarl pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian; d. membatalkan pemyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian; e. mewajibkan PRESIDEN REPLIi]LIK IN DONES IA -39- e. mewajibkarl f. Perusahaan menyampaikan laporan secara berkala; melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian dan pihak lain yang sedang atau pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian; c. h. menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihak menjadi Pengendali Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah; 1. mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadi Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah ; j. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan k. 1. terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris peru sahaan, auditor internal, dan Pengendali; menonal,rtifkan direksi, dewal komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter; memberi perintah tertulis kepada: l. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu, atas biaya Perusahaan Perasuransian dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan; 2. Perusahaan Perasuransian m PRESIOEN R EPLIBLIK INDONESIA _40- 2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan seba gran atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain; 3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu guna memenuhi ketentuar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; 4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem pengendalian intern untuk mengidentifrkasi dan menghindari pemanfaatan Perusahaan Perasuransian untuk kejahatan keuangan; 5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk menghentikan pemasaran produk asuransi tertentu; dan 6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan seseorang dari jabatan atau posisi tertentu, atau menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu untuk menempati jabatan atau posisi tertentu, dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak memenuhi kualifrkasi tertentu, tidak berpengalaman, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian; m. mengenakan sanksi kepada Perusahaan Perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau auditor internal; dan melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 61 PRESIDEN R EP UBL-IK INDONESIA -4t- Pasal 6 I (1) Pemeriksaan sslagaimana dimaksud dalam Pasal 6O ayat (2) huruf f dilakukan secara berka-la dan/atau sewaktu- waktu. (2t Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Untuk tujuan pemeriksaan, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, pegawai liain, pemegang saham, Pengendali, pihak teraliliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepentingan Perusahaan Perasuransian wajib memberikan keterangan dan/atau data, kesempatan untuk melihat semua pembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dan hal lain yang diperlukan oleh pemeriksa. (41 Untuk tujuan pemeriksaan, pihak yang pernah menjadi anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, alrtuaris perusahaan, auditor internal, pegawai lain, pemegang saham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepenLingan Perusahaal Perasuransian, wajib memberikan keterangan dan/atau data, kesempatan untuk melihat semua pembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan Usaha Perasuransian yang diperlukan oleh pemeriksa. (5) Ketentuan PRESIDEN R EPI,]BLIK IND ONES IA _42_ (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta kriteria dan tata cara penugasan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 62 (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktilkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, serta menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambil alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, dalam hal: a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha; b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut memberikan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa menurut pertimbangannya perusahaan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajibannya atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo; c. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo; d. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian atau secara finansial dinilai tidak sehat; atau e. menurut PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -43- e. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasi dan/atau melakukan kejahatan keuangan. 12) Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas: a. menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sesuai dengan Undang-Undang ini; c. menyusun langi<ah-langkah apabila Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan; d. mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan mencabut i n usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan e. melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa Keuangan. (3) Pada saat Pengelola Statuter mulai melakukan pengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahEran reasuransi syariah, maka: a. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ atau dewan pengawas syariah tidak dapat melakukan tindakan selaku direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hurufc, dan/atau dewan pengawas syariah; dan b. direksi $).) -fl64€ PRESIDEN R EF L]tsL IK IN D ONES IA -44- b. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (I) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah nonaktif w4jib membantu Pengelola Statuter dalam menjalankan fungsi kepengurusan. (4) Direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah nonaktif dilarang mengundurkan diri selama fungsi kepengurusarl diambil alih oleh Pengelola Statuter. (5) Otoritas Jasa Keuangan setiap saat memberhentikan Pengelola Statuter. dapat (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, tugas, masa tugas, dan pemberhentian Pengelola Statuter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) serta hak dan kewajiban direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dal /atau dewan pengawas syariah nonaktif sebagaimana dimalsud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 63 (1) (21 Pengelola Statuter dalam melaksanakan tugasnya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Pengelola Statuter wajib mematuhi setiap perintah tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai pengendalian dan pengelolaan kegiatan usaha dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (3) Pengelola PRESIDEN R EP IJALIK IND ONES IA _45_ (3) Pengelola Statuter mengambil alih pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sejak tanggal penetapan sebagai Pengelola Statuter. (41 Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenEutg dan fungsi direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud datam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ atau dewan pengawas syariah dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (s) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l', Pengelola Statuter juga memiliki kewenangan: a. membatalkan atau mengakhiri pe{anjian yang dibuat oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dengan pihak ketiga, yang menurut Pengelola Statuter dapat merugikan kepentingan perusahaan dan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta; dan b. melakukan pengalihan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, yang menurut Pengelola Statuter dapat mencegah kerugian Iebih besar bagi Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. Pasal 64 Pengelola Statuter bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan/atau pihak ketiga jika kerugian tersebut disebabkan oleh kecurangan, ketida\iujuran, atau kesengajaannya untuk tidak mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perasuransian. Pasal 65 PRESIDEN R EPI.,]BL IK IND ONES IA _46_ Pasal 65 (l) Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah oleh Pengelola Statuter berakhir apabila Otoritas Jasa Keuangan memutuskan: a. pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah oleh Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi; atau b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah telah dicabut izin usahanya. (2t Pengelola Statuter wqiib mempertanggungjawabkan segala keputusan dan tindakannya dalam mengenda-likan dan mengelola Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 66 (1) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (21 huruf I diberikan dalam hal Otoritas Jasa Keuangan berkesimpulan bahwa Perusahaan Perasuransian: a. menjalankan hati-hati dan finansial; b. diperkirakan yang tidak kewajibannya; kegiatan usahanya dengan cara tidak tidak wajar atau tidak sehat secara akan mengalami keadaan keuangan sehat atau akan gagal memenuhi c. melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian; dan /atau d. terlibat kejahatan keuangan. (2) Perintah PRESIDEN R EPUB L.IK IN DONES IA -47 - (2t Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diberikan kepada Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (3) Perusahaan Perasuransian dan/atau Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusa.haan reasuransi, atau perusahaal reasuransi syariah wajib mematuhi perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh pihak yang melakukan perjanjian dengan Perusahaan Perasuransian untuk membatalkan atau menolak pery'anjian, menghindari kewajiban yang ditentukan di dalam pe{anjian, atau melakukan hal apa pun yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Perusahaan Perasuransian. (s) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak mendapatkan ganti kerugian dari Perusahaan Perasuransian apabila menderita kerugian yang disebabkan oleh perintah tertulis yang diberikan kepada Perusahaan Perasuransian. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku apabila pihak yang bersangkutan merupakan pihak teraliliasi atau pihak yang terkait dengan keadaan yang menyebabkan dikeluarkannya perintah tertulis tersebut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 67 Pihak lain yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana rl imaksud dalam Pasa.l 59 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (21 dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang. BAB XIV PRESIDEN R EPUR I- IK IN DONES IA _48_ BAB xIV ASOSIASI USAHA PERASURANSIAN Pasal 68 (1) (2) Setiap Perusahaan Perasuralsian wajib menjadi anggota salah satu asosiasi Usaha Perasuransian yang sesuai dengan jenis usahanya. Asosiasi Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertuls dari Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 69 (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan atau mendelegasikan wewenang tertentu kepada asosiasi Usaha Perasuransian dalam rangka pengatura-n dan/atau pengawasan Usaha Perasuransian. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan atau pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB XV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 70 Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Setiap Orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaan nya. Pasal 71 i.D PRESIDEN REPL]BLIK IN D ONES IA _49_ Pasal 7l (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 3 ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), Pasal 4 ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), Pasal 7 ayat (l), Pasal 10 ayat (l) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasaf 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (l), ayat(21, dan ayat (3), Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), Pasa.l 17 ayat (l) dan ayat (2), Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1), ayat (21, ayat (3), dan ayat (4), Pasal 2l ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 22 ayat (l), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (2), ayat (4), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), Pasal 29 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (3), dan ayat (a), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (21, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36, Pasal 39 ayat (5), Pasal 40 ayat (l) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (l) dan ayat (21, Pasal 46 ayat l2l dan ayat (3), Pasal 53 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (21, Pasal 68 ayat (1), dan Pasal 86 dikenai sanksi administratif. (2t Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa: a. peringatantertulis; b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha; c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu; d. pencabutan izin usaha; e. pembatalan pemyataan pendaftaran bagi Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi; f. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan alrtuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagr Perusahaan Perasuransian; g. pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi; h. denda administratif; dan/ atau i. larangan . . . PRESIDEN R EPUBL IK IND ONES IA -50- i. larangan menjadi pemegang saham, Pengendali, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, Pengendali, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau u saha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah direksi pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6 ayat (1) huruf c, pada Perusahaan Perasuransian. (s) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi Perusahaan Perasuransian membahayakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, Otoritas Jasa Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), serta besaran denda sanksi administratif seb,gaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 72 (1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuralsi, atau perusahaan reasuransi syariah dikenai sanksi peringatan tertulis atau pembatasan kegiatan usaha, Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan : a. penambahan modal; b. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, al<tr.raris perusahaan, atau auditor internal; c. direksi PRESIDEN REPI,]BLIK INDONESIA -51 - c. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah menyerahkan pengendalian dan pengelolaan kegiatan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah kepada Pengelola Statuter; d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain; dan/atau e. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusalraan reasuransi syariah melakukan tindakan yang dinilai dapat mengatasi kesulitan atau tidak melakukan tindakan yang dinilai dapat memperburuk kondisi perusahaan. (2t Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut izin usaha Perusaluan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. (3) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk memblokir sebagian atau seluruh kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin usahanya. (4) Pencabutan PRESIDEN R EP UBL IK iNDONESIA -52- (4) (s) Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruh kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemblokiran sebagaimana dimalsud pada ayat (3) dan pencabutan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 73 (1) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi, usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud datam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.OO0.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (3) Setiap PRESIDEN R EPUBLIK IND ONES IA -53- (3) Setiap Orang yang menjalankaa kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi tarpa iarr usaha sebagaimana rlimaksud dalam Pasal 8 ayat (l) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 74 (1) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama s€bagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/ atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (l) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2t Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sensaja memberikan informasi, dar.a, dan/atau dokumen kepada pihak yang berkepentingan sebagaimala dimaksud dalam Pasal 22 ayat (a) dan Pasal 46 ayat (21 yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 75 PRESIOEN R EP UBL IK IN D ONES IA -54- Pasal 75 Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu, dan / atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 76 Setiap Orang yarrg menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 77 Setiap Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaal reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (21 tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pasal 78 Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 79 PRESIDEN REPUBLIK IN OONESIA -55- Pasal 79 Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 8O Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20. 0OO. 000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 81 (1) Dalam hd tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atau Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. (21 Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana: a. dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali dan/atau pengurus yang berlindak untuk dan atas nama korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukarr i,D PRESIOEN R EPUBL IK INDONESIA -56- d. dilakukan dengan malsud memberikan manfaat bagi korporasi. Pasal 82 Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 83 (1) (2t (3) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izin usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan telah mendapat izn usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Perusahaan agen asuransi yang telah mendapatJ<an izin usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap dapat menjalankan usahanya. Izin atau persetujuan yang telah diberikan kepada Perusahaan Perasuransian berkenaan dengan kelembagaan dan penyelenggaraan Usaha Perasuransian pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 84 (1) (21 Perusahaan konsultan aktuaria yang telah mendapat izin usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya. Dengan diundangkannya Undang-Undang ini, perizinan usaha, pembinaan, dan pengawasan perusahaan konsultan aktuaria dilakukan oleh Menteri. Pasal 85 q,D PRESIDEN R EPUBLIK INOONESIA -57- Pasal 85 (1) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, setiap Pihak yang menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari I (satu) perusahaan asuransi jiwa, I (satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1 (satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu) perusahaan reasuransi syariah wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) pafing lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian pemegang saham pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sanksi bag, Pihak yang tidak melakukan penyesuaian pemegang saham pengendali diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 86 Usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 6 ayat (1) huruf c wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan f,eraturan pelaksanaannya paling lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 87 (1) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai Dana Tabamt' dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai Dana Asuransi, Dana Tabarnt', dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut w4Jib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan reasuransi syariah. (2) Ketentuan PRESIOEN R EPUBLIK INDONESIA -58- (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan unit syariah dan sanksi bagi Perusahaan Asuransi dan perusahaan reasuransi yang tidak melakukan pemisahan unit syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 88 (1) (2t Perusahaan Perasuransian yang belum memenuhi ketentuan dalam Pasal 7 ayat (ll huruf a wajib menyesuaikan dengan ketentuan tersebut dengan mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada warga negara Indonesia atau melakukan perubahan kepemilikan melalui mekanisme penawzuan umum (inifial pttblic offenng pding lama 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian kepemilikan sglagairnana dimaksud pada ayat (l) dan sanksi bagr Perusahaan Perasuransian yang tidak melakukan penyesuaian kepemilikan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 89 Ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang mewajibkan penutupan asuransi atau asuransi syariah oleh seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 90 PRESIDEN R EP UBL IK INDONESIA -59- Pasal 90 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (I*mbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; b. ketentuan mengenai permohonan pemyataan pailit oleh Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2OO4 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443) dinyatakan tidak berlaku bagi Perusahaan Asuransi dan perusahaan reasuransi; dan c. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasurarsian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasa] 91 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 92 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -60- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 17 Oktober 2014 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 337 Satinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Deputi Perundang-undangan Perekonomian, Silvanna Djaman PRESIDEN R EPUBLIK IND ONES IA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN I. UMUM Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri perasuransian, baik secara nasional maupun global, terjadi perkembangan yang pesat yang ditandai dengan meningkatnya volume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa perasuransian oleh masyarakat. I€.yanan jasa perasuransian pun semakin bervariasi sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pengelolaan risiko dan pengelolaan investasi yang semakin tidak terpisahkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kegiatan usaha. Selain perkembangan di dalam industri perasuransian, terjadi pula perkembangan di industri jasa keuangan yang lain. Perkembangan di berbagai industri jasa keuangan ini mengakibatkan semakin menipisnya batasan dan perbedaan jenis layanan yang diberikal oleh industri jasa keuangan. Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pengaturan dan pengawasan selrtor keuangan yang lebih baik dan terpadu. Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13; Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467] tidalc lagr cukup untuk menjadi dasar pengaturan dan pengawasan industri perasuransian yang tela,h berkembang. Penyempumaan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perzmnya dalam mendorong pembangunan nasional. Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik dengan penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempumaan ketentuan yang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk: l. penetapan landasan hukum bagi penyelen trgaraar. Usaha Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah; 2. penetapan PRESIDE N R EPUBL IK INDONESIA -2- 2. penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentuk usaha bersama yalg telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan; 3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan perasuransian yang mendukung kepentingan nasional; 4. pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola kerja sama dengan pihak lain dalam rangka pemasarErn layanan jasa asuransi dan asuransi syariah, termasuk kerja sama keagenan; dan 5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang sehat. Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan nasional tedadi apabila industri perasuransian dapat lebih mendukung masyarakat dalam menghadapi risiko yang dihadapinya sehari- hari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan kegiatan usaha. Untuk itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia dan penutupan Objek Asuransi tersebut harus memperhatikan optimalisasi kapasitas Perusahaar Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaErn reasuransi syariah dalam negeri. Guna mengimbangi kebiliakan ini, Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan melakukan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas asuransi dan reasuransi dalam negeri. Undang-Undang ini juga mengharuskan penyelenggaraan Program Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secara kompetitif dan memungkinkan pemberian fasilitas frskal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorong peningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah dalam rangka pengelolaan risiko. Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang dalam jumlah besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan. Pengaturan lebih lanjut yang diamanatlan Undang-Undang ini kepada Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk Asuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentukan besar atau kecilnya peran industri perasuransia.rr tersebut. Pengaturan PRESIDEN R EFIJBI- IK IND ONESIA -3- Pengaturan dalam Undang-Undang ini juga mencerminkan perhatian dan dukungan besar bagi upaya pelindungan konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yErng lebih terbuka pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan, dan pengawasan industri perasuransian. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat ( 1) Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai Usaha Asuransi Umum. Namun, mengingat Objek Asuransi yang dipertanggungkan dalam kedua lini usaha dimaksud menyangkut diri manusia, lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri juga dapat digolongkan sebagai Usaha Asuransi Jiwa. Dalam praktiknya, kedua lini usaha asuransi tersebut telah diselenggarakan, baik oleh perusa-haan asuransi umum maupun oleh perusahaan asuransi jiwa. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 3 Usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah berbeda dari usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha asuransi dan Usaha Reasuransi yang dikelola secara konvensional menerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah merupakan penerapan konsep berbagi risiko (risk slnringl. Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasari penyelenggaraan usaharrya, usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah. Pasal 4 PRESIDEN REPIIE]L,IK INDONESIA -4- Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pihak yang bermaksud menyelenggarakan Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, atau Usaha Asuransi Jiwa Syariah dengan bentuk badan hukum usaha bersama setelah Undang-Undang ini diundangkan, didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) HaJ yang diatur dalam Peraturan Pemerintah antara lain tata kelola, persyaratan dan tata cara perubahan menjadi badan hukum perseroan terbatas atau koperasi, serta persyaratan dan tata cara pembubaran badan hukum usaha bersama. Pasal 7 Ayat (1) Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka dan berkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko yang semakin beragam dan berkualitas oleh Perusahaan Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif. Untuk itu, Perusahaan Perasuransian perlu dibangun dengan permodalan yang kuat, yang bersumber, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Huruf a Cukup jelas. Huruf b i,D PRESIDEN R EPUTIL IK IN DONES IA -5- Huruf b Kepemilikan pihak asing pada Perusahaan Perasuransian dibatasi secara kualitatif. Pembatasan secara kualitatif dilakukan dengan mempersyaratkan bahwa pada saat pendirian Perusahaan Perasuransian, pihak asing yang dapat menjadi pemilik adalah badan hukum asing yang memiliki Usaha Perasurzulsian yang sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang sejenis. Persyaratan badan hukum asing harus mempunyai Usaha Perasuransian yang sejenis dimaksudkan agar mitra asing yang akan menjadi salah satu pemilik Perusahaan Perasuransian di Indonesia tersebut merupakan Perusahaan Perasuransian yang benar-benar mempunyai pengalaman usaha di bidangnya sehingga diharapkan terjadi transfer modal dan transfer pengetahuan dan teknologi kepada pihak Indonesia. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lain mengenai pembatasan kepemilikan badan hukum asing secara kuantitatif. Pembatasan tersebut dapat berupa persentase maksimum kepemilikan asing pada Perusahaan Perasuransian. Pembatasan secara kuantitatif membutuhkan fleksibilitas guna menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan dan ketersediaan dana dalam negeri. Batas kepemilikan badan hukum asing dalam Perusahaan Perasuransian dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rat<yat Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 8 Ayat (l) Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Cukup jelas. q.D PRESIDEN R EP IJBI.IK IND ONESIA -6- Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan usaha antara lain berupa persyaratan kompetensi atau keahlian di bidang Usaha Perasuransian sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangaa termasuk bagi pengurus dan tenaga ahli asing. Pasal 9 Ayat (l) Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan bagi anggota dewan pengawas syariah mencakup integritas dan kompetensi terkait tugas dan fungsi dewan pengawas syariah serta pengalaman dan keahlian di bidang usaha perasuransian syariah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Penetapan Pengendali diperlukan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat menentukan Pihak yang dimintai pertanggungiawaban, selain direksi dan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusalraan untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta akibat pengaruh Pihak tersebut dalam pengelolaan perusahaan. Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 14 Waktu 30 (tiga puluh) hari kerja mencakup waktu untuk mengklarifikasi data atau informasi dalam dokumen yang dipersyaratkan untuk mendapatkan izin usaha. PRESIDE N R EPUBL IK IND ONESIA -7 - Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Persetujuan ini diperlukan antara lain agar Prhak yang tidak lagi menjadi Pengendali dipas'ikan tidak lagi memiliki kewajiba;r untuk ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak yang sebelumnya berada dalam pengendaliannya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Pengecualian dalam ketentuan ini dimaksudkan agar negara dapat memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompok masyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan usaha asuransi yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta, atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagi masyarakat. Ayat (3) Hal yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain besar kepemilikan saham dan tata cara konsolidasi perusahaan. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) PRESIDEN R EPL]BI- IK IN D ONES IA -8- Ayat (3) HaJ yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara mengenai jenis, jumlah, persyaratan, tugas, tanggung jawab, wewenang tenaga ahli dan alrhraris. Pasal 18 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "standar seleksi'adalah persyaratan minimum bagi Pihak vang akan dijadikan mitra kerja sama oleh Perusahaan Perasuransian. Yang dimaksud dengan 'akuntabilitas' adalah adanya keyakinan Perusahaan Perasuransian atas kemampuan dan pengalaman dari perusahaan yalg diajak bekeqia sarna dan adanya kejelasan pertanggungjawaban oleh Perusahaan Perasuransian atas kegiatan atau fungsi yang dilaksanalan oleh pihak lain tersebut. Ayat (4) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain mengenai jenis, nilai, dan jangka waktu pengalihan fungsi yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Perasuransian, termasuk perusahaan penilai kerugian asuransi, kepada pihak lain terutama pihak asing. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan agar Dana Asuransi atau Dana Tabarnt' dapat dikelola dengan baik, mengingat Dana Asuransi atau Dana Tabamt' dimaksud merupakan dana yang akan digunakan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. Kewajiban melakukan evaluasi atas Dana Asuransi atau Dana Tabamt' juga dilakukan di negara lain. Ayat (3) Ayat (a) Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 20 Iain dan R EPUBL.IK IN D ONES IA $-.# -9- PRESIDEN Pasal 20 Ayat (l) Dana Jnminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantian sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam hal perusahaan harus dilikuidasi. Dengan demikian, Dana Jaminan merupakan bagian dari upaya melindungi Pemegang Polis, Te rtanggun g, atau Peserta. Ayat (2) Pada umumnya, perkembangan usaha mengakibatkan bertambahnya kewajiban perusahaan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. HaI ini juga berarti bertambah pula besar hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta yang perlu dijamin pengembaliannya jika perusahaan dilikuidasi. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan agar penggunaan Dana Jaminan untuk mengembalil<an sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta pada saat perusahaan dilikuidasi dapat dipastikan. Ayat (4) Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan meliputi pengaturEln jenis aset yang dapat digunakan sebagai Dana Jaminan, jumlah Dana Jaminan minimum yang harus dimiliki perusahaan, penyesuaian besar Dana Jarninan berdasarkan volume usaha, tata cara pemindahan atau pencairan Dana Jaminan, dan penatausahaannya. Pasal 21 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Pemisahan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetap memperhatikan keseirnbangan a-rrtara pengembangan u pelindungan konsumen. Pasal22 saha dan Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan Dana Jaminan. $-,D PRESIDEN R EP IJB I- IK INDONES IA - 10- Pasal 22 Ayat (1) Iaporan yang wajib disampaikan Perusahaan Perasuransian kepada Otoritas Jasa Keuangan antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan usaha, dan laporan program dukungan reasuransi otomatis. Selain itu, dalam keadaan atau untuk tujuan tertentu, Perusahaan Perasuransian juga dapat diwajibkan menyampaikan laporan yang bersifat tematik misalnya profil risiko dan pelaksanaan tata kelola perusahaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisi kesehatan keuangan yang diumumkan paling sedikit meliputi rasio kesehatan keuangan sesuai dengan ketentuan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. Pengumuman melalui media elelrtronik dilakukan pada situs perusahaan dan situs Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain mengenai jenis, bentuk, dan susunan laporan atau pengumumErn, serta jadwal dan batas waktu penyampaian laporan dan pengumuman. Pasal 23 Cukup jelas. Pasd24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 $-,D PRESIDEN REPI]BLIK IND ONES IA - 11- Pasal 26 Ayat (1) Ketentuan mengenai standar perilaku usaha bagt Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan reasuransi syariah mengacu pula pada Prinsip Syariah. Ayat (21 Pengaturan mengenai standar perilaku usaha dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan disesuaikan dengan jenis usaha Perusahaan Perasuransian masing-masing. PaseJ27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Imbalan jasa keperantaraan dapat dibayarkan langsung oleh Pemegang Polis atau menjadi bagian dari Premi. Dalam hal imbalan jasa keperantaraan merupakan bagian dari Premi, dalam polis atau dokumen yang merupakan kesatuan dengannya dimuat perincian mengenai bagran premi yang diteruskan kepada Perusahaan Asuransi dan imba-lan jasa keperantaraan yang dibayarkan kepada Perusahaan Pialang Asuransi. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 3 1 FRESIDEN REPI]RL.IK INDONES IA -12- Pasal 31 Ayat (1) Cukupjelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "cepat" adalah bahwa proses penanganan klaim dan keluhan ditakukan dengan segera, dalam waktu sesingkat- singkatnya, dan secara cekatan. Yang dimaksud dengan "sederhana.' adalah bahwa proses penanganan klaim dan keluhan bersifat lugas dan tidak rumit. Yang rlirnaksud dengan "mudah diakses" adalah bahwa proses penanganan klaim dan keluhan diselenggarakan di kantor perusahaan atau tempat lain yang mudah dikunjungi, atau diselenggarakan dengan memanfaatkan telanologi yang memudahkan orang untuk menyampaikan klaim atau keluhan dan mendapatkan tanggapan. Yang dimaksud dengan "adil" adalah bahwa proses penanganan klaim dan keluhan dilakukan dengan berpegang kepada kebenaran, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenairg. Ayat (4) Tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim antara lain: a. memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta penyeraJran dokumen tertentu, yalg kemudian diikuti dengan meminta penyerahan dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal yang sama; b. menunda penyelesaian dan pembayaran klaim karena menunggu penyelesaian dan / atau pembayaran klaim reasuransinya; c. tidak meLakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagran dari penutupan asuransi karena alasan adanya keterkaitan dengan penyelesaian klaim yang merupakan bagian lain dari penutupan asuransi dalam 1 (satu) polis yang sama; d. memperlambat penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi, apabila jasa penilai kerugian asuransi dibutuhkan dalam proses penyelesaian klaim; dan e. menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai dengan praktik usaha asuransi yang berlaku umum. Ayat (s) q.D PRESIDEN R EPL]BL IK IN D ONES IA -13- Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa koperasi atau usaha bersama memiliki keterbatasan kemampuan untuk menambah modal. Namun, di sisi lain koperasi atau usaha bersama tetap harus memastikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan konsep pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal bagi usaha asuransi yang dijalankan oleh Perusah.ran Asur.rnsi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) hurufc. Ayat (3) Ketentuan ini juga dimaksudkal untuk menegaskan konsep pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan 'persyaratan keuangan" antara lain besaran simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus disetor oleh anggota. Pasal 36 Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah agar benar-benar menjalankal fungsinya sebagai penanggung dan/ atau penanggung ulang. Optimalisasi PRESIDEN R EPUBLIK IND ONES IA -14- Optimalisasi pemanfaatan kapasitas reasuransi dalam negeri dilakukan dengan menempatkan sebanyak-banyalnya pertanggungan ulang asuransi pada Perusahaan Asuransi dan/atau perusahaan reasuransi di dalam negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan tetap memperhatikan prinsip manajemen risiko, terutama penyebaran risiko. Pasal 37 Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat melakukan langkah- langkah, seperti: a. membentuk perusahaan reasuransi baru; b. menggabungkan beberapa badan usaha milik negara yang bergerak di bidang perasuransian dan menugaskan perusahaan hasil penggabungan tersebut menjadi perusahaan reasuransi; c. memberikan fasilitas untuk pembentukan pool atau konsorsium asurarrsi untuk risiko tertentu, misalnya risiko bencana alam; atau d. menghindari pengenaan pqiak berganda terhadap industri perasuransian. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Otoritas Jasa Keuangan harus menetapkan persyaratan bagi pihak yang akan menyelenggarakan Program Asuransi Wajib, misalnya besar modal dan ketersediaan infrastruktur usaha' Ayat (4) Yang dimaksud dengan "manfaat tambahan" adalah besaran manfaat yang diberikan dan bukan tambahan jenis manfaat. Ayat (5) Cukup jeLas. Pasal 40 Ayat (1) Perubahan kepemilikan mencakup antara lain perubahan komposisi saham, pengambilalihan, dan penambahan pemegang saham baru. Ayat (2) f,,D PRESIDEN R EPUEJLIK INDONESIA - 15- Ayat 12\ Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) HaI yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain adanya transfer portofolio pertanggungan atau pengembalian hak Pemegang Polis atau Tertanggung sebelum Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebut menghentikan kegiatan usahanya. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Likuidasi perusahaan yang telah dicabut izin usahanya perlu segera dilakukan untuk melindungi kepentingan Pemegang Polis, Tertanggu ng, atau Peserta. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) $).) -r)c>.€ PRESIDEN REPLiPL.IK lN D ONESIA -16- Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 45 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Hal yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain: a. mekanisrne pembubaran badan hukum Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; b. jumlah anggota tim likuidasi; c. penghasilan tim likuidasi; d. tata cara pelaksanaan likuidasi; e. jangka waktu likuidasi; f. pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; g. tata cara pengalihan aset dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; dan h. pertanggungiawaban tim likuidasi. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (l) Tagihan diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan dimaksudkan untuk memudahkan proses penagihan, tetapi Otoritas Jasa Keuangan tidak melakukan verifikasi terhadap tagihan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA -t7- Pasal 50 Ayat (1) Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang ini. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagiarr atau seluruh ha} Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatlarr minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi. Ayat(21 Cukup jelas. Ayat (3) CukupjeLas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 54 FRESIDEN R EI] UEL IK IND ONES IA -18_ Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan 'independen" adalah tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Yang dimaksud dengan "imparsid" adalah tidak berpihak pada salah satu pihak yang bersengketa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan openilai' adalah penilai aset. Huruf d Cukup jelas. Ayat (21 Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa Usaha Perasuransiar memiliki karakteristik yarrg khas sehingga profesi penyedia jasa bagi Perusahaan Perasuransian harus memenplf ftqalifikasi tertentu. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 PRESIDEN REPtJtsLIK IN D ONES IA -19- Pasal 57 Ayat (1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian oleh Otoritas Jasa Keuangan antara Iain aspek tata kelola, perilaku usaha, dan kesehatan keuangan. Yang dimaksud dengan upengawasan' antara lain analisis laporan, pemeriksaan, dan penyidikan. Ayat (2) Kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dal reasuransi untuk mendukung perekonomian nasiona-l melputi hal kepemilikan asing atas Perusahaan Perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, asuransi s,yariah, reasuransi, dan reasuransi syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiskal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 6O Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Huruf f Cukup jelas. Cukup jelas. Huruf g PRESIDEN R EP UE'_ iK INDONESIA -20- Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Hurufj Huruf I Angka 1 Cukup jelas. Arrdr'a2 Cukup jelas, Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Yang dimaksud dengan produk asuransi tertentu yang dapat dihentikan pemasarannya adalah produk yang dapat merugikan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, produk yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan norrna yang berlaku di masyarakat, darr/atau produk yang dapat membahayakan keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusaha€u1 reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. Angka 6 Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Hurufn Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. PRESIDEN R EPI.]RL IK IN D ONESIA -2t- Pasal 61 Ayat (1) Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cana pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian dan/ atau pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan. Pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuralsian dapat dilakukan terhadap seluruh aspek penyelenggaraErn kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian dan/atau terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian. Sedangkan pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dilakukan hanya terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian. Pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian apabila: a. data, dokumen, dan/atau keterangan dari Perusahaan Perasuransian yang diperiksa tidak dapat memberikan dasar yang cukup bagi pegawai Otoritas Jasa Keuangan dan/atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk membuat kesimpulan atas hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan; dan /atau b. adanya tanggapan Perusahaan Perasuransian yang diperiksa terhadap kesimpulan hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan 'pihak lain" adalah badan, lembaga, institusi, atau orang, baik dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan. Pihak tersebut antara lain akuntan publik, konsultan aktuaria, penilai kerugian, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau pejabat penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (r) Cukup jelas. Ayat (2) q,D PRESIDEN R EPLIAL !K INDONESIA -22 - Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan "kekayaan" tanah, gedung, dan kendaraan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Ketentuan ini didasarkan bahwa direksi dan komisaris nonaktif Perusahaan Perasuransian dianggap pihak yang paling mengetahui keadaan keuangan dan operasional Perusahaan Perasuransian yang sedang diambil alih kepengurusannya oleh Pengelola Statuter. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Yang dimaksud "perintah tertulis' adalah perintah secara tertulis untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan/atau mencegah dan mengurangi kerugian Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) antara Lain surat berharga, $-,D PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -23- Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Ketentuan ini didasarkan bahwa Pengendali mempunyai per.rnan penting, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan suatu Perusahaan Perasuransian. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 67 Informasi yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dapat berupa informasi yang sifatnya rahasia, antara lain informasi yang terkait dengan stabilitas perekonomian nasional dan informasi yang berkaitan dengan kepentingan pelindungan Usaha Perasuransian dari persaingan usaha lidak sehat. Informasi rahasia tersebut dapat dialses oleh pegawai Otoritas Jasa Keuangan atau pihak yang ditunjuk dan/atau diberi tugas oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 68 Ayat (l) Pengaturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran asosiasi ddam mengatur para anggotanya (self regulatory) d* melancarkan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (2) $).) -ilt>^-€ PRESIDEN R EPLIBL IK INDONESIA -24- Ayat (2) Pasal 69 Ayat Cukup jelas. (1) Penugasan atau pendelegasian wewenang tertentu dari Otoritas Jasa Keuangan kepada asosiasi antara lain penyusunan standar etika usalra dan tata perilaku (ade of anduc{, pembentukan profil risiko dan tabel mortalita, serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasi keagenan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7O Cukup jelas. Pasal 7l Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Contoh kondisi yang membahayakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta antara lain kondisi keuangan peru sahaan memburuk secara drastis, pemegang saham tidak kooperatif, dan/atau direksi dan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, tidak memiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasa-l 74 Cukup jelas. Pasal 75 #).) -r,},c>^4 PRESIDEN REF]UBL.IK INDONESIA -25- Pasal 75 Cukup jelas. Pasa-l 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 8l Cukup jel;as. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "izin" adalah izin di luar izin usaha. Contoh izin atau persetujuan antara lain izin untuk memasarkan produk asuransi dan persetujuan untuk banwos surance. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 PRESIDEN R EPUBLIK INDONESIA -26- Pasal 87 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain mengenai kewajiban membuat rencana keda dan kewajiban perusahaan menginforrnasikan rencana pemisahan kepada Pemegang Polis dan Peserta. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Ketentuan yang wajib disesuaikan termasuk ketentuan mengenai aspek Program Asuransi Wajib yang terdapat di dalam peraturan perundang- undangan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dan dana kecelakaan lalu lintas jalan. Pasal 9O Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5618
<reg_id> 40/UU/2014 </reg_id> <reg_title> PERASURANSIAN </reg_title> <set_date> 17 Oktober 2014 </set_date> <effective_date> 17 Oktober 2014 </effective_date> <issued_date> 17 Oktober 2014 </issued_date> <replaced_reg> '2/UU/1992', '37/UU/2004 | Pasal 2 Ayat (5)' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XV', 'BAB XVI' </penalty_list>
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 1958 TENTANG PENGUBAHAN PASAL-PASAL 16 DAN 19 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA (UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 1953) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kedudukan uang dalam negara sedang membangun dalam arti kata seluas-luasnya adalah penting; b. bahwa perlu diadakan kemungkinan untuk menjalankan politik moneter dan politik perkreditan yang riil dan effektif; c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut perlu ditetapkan peraturan-peraturan pokok mengenai batas-batas kebijaksanaan pengendalian jumlah uang yang beredar dalam masyarakat tanpa mengganggu jalannya pembangunan serta keseimbangan moneter; Mengingat : pasal-pasal 89, 109 dan 111 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN PASAL-PASAL 16 dan 19 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA (UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1953). Pasal I. … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Pasal I. Pasal 16 Undang-undang Pokok Bank Indonesia, Undang-undang No. 11 tahun 1953 (Lembaran Negara tahun 1953 No. 40), diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Bank berusaha supaya jumlah semua uang-kertas bank, saldo rekening koran dan tagihan-tagihan lain yang segera dapat ditagih dari Bank untuk sebesar duapuluh persen dijamin dengan emas, mata- uang emas, bahan mata-uang emas dan cadangan yang tediri atas alat- alat pembayaran luar negeri yang umumnya dapat ditukar-tukarkan, begitu pula dengan hak-hak atas International Monetary Fund dan Worldbank yang diserahkan atau akan diserahkan kepada Bank dengan Undang-undang. (2) Bank berusaha untuk memelihara jaminan tersebut dalam ayat (1) pasal ini paling sedikit pada tingkatan yang sama dengan jumlah impor selama 3 bulan, dihitung atas dasar jumlah rata-rata dari impor selama 3 tahun takwin berturut-turut yang baru lewat. (3) Jaminan yang termaksud dalam ayat (1) tersebut sekurang-kurangnya sebesar duapuluh persen harus ada di Indonesia. (4) Jika ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) tidak terpenuhi, maka Pemerintah memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu sebulan setelah saat ketentuan- ketentuan dalam ayat (1), (2) dan (3) itu tidak terpenuhi. Pemerintah selanjutnya mempertanggung-jawabkan pula kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap triwulan jika setelah laporan pertama di atas diberikan bantuan seperti dimaksud dalam ayat- ayat (1), (2) dan (3) belum terpenuhi lagi". Pasal II. … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - Pasal II. Pasal 19 Undang-undang Pokok Bank Indonesia, Undang-undang No. 11 tahun 1953 (Lembaran Negara tahun 1953 No. 40), diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam pasal 16 dan menyimpang dari pada yang ditentukan pada ayat pertama pasal 15, Bank wajib setiap kali Menteri Keuangan menganggap hal ini perlu untuk menguatkan Kas Negara sementara waktu, memberikan uang muka dalam rekening-koran kepada Republik Indonesia, yang diadakan atas tanggungan yang cukup dalam kertas-perbendaharaan dan yang pengeluaran atau penggadaiannya akan diizinkan dengan atau berdasarkan undang-undang. (2) Pemerintah berpedoman, supaya uang muka tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam tiap tahun anggaran tidak lebih daripada tigapuluh persen dan dalam keadaan luar biasa setinggi-tingginya limapuluh persen dari penghasilan Negara dalam tahun anggaran terakhir yang telah ditetapkan dengan Undang-undang. (3) Jika ketentuan dalam ayat (2) dilampaui maka Pemerintah memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu sebulan setelah saat ketentuan dalam ayat (2) dilampaui. Selanjutnya Pemerintah mempertanggung-jawabkan pula kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap triwulan jika setelah laporan pertama di atas diberikan, ketentuan termaksud dalam ayat (2) masih juga dilampaui." Pasal III. … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - Pasal III. Segala peraturan atau keputusan yang menyebutkan atau menyandarkan pasal-pasal 16 dan 19 Undang-undang Pokok Bank Indonesia dalam isi dan bentuk lama, sejak mulai berlakunya undang-undang ini harus disesuaikan dengan Undang-undang ini. Pasal IV. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1958. Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. Menteri keuangan, ttd. SOETIKNO SLAMET. Diundangkan pada tanggal 31 Desember 1958. Menteri Kehakiman, ttd. G.A. MAENGKOM. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 160 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG PERUBAHAN PASAL-PASAL 16 dan 19 DARI UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA. I. PENJELASAN UMUM. 1. Dalam pasal 16 ayat 1 dari Undang-undang Pokok Bank Indonesia disebutkan bahwa banyaknya uang yang beredar harus dijamin sebesar 20% dengan emas dan alat-alat pembayaran luar negeri. Pada tanggal 20 Agustus 1958 jaminan moneter ini tinggal sebesar 7,30%, yang menggambarkan perbandingan antara kekayaan sebesar Rp. 1.542 juta yang berupa emas, uang dollar U.S. dan Indonesia sebesar Rp. 21.115 juta yang berupa uang kertas bank, saldo-saldo rekening-koran dan tagihan-tagihan lain yang segera dapat digagih. Jaminan moneter ini sudah berada dibawah 20% minimum sejak Januari 1957. Ayat 3 dan 4 dari pasal 16 tersebut memang memberi kelonggaran sebanyak seluruhnya 6 bulan setelah mendapat persetujuan Parlemen, yang berarti bahwa setelah jangka waktu tersebut lewat, perbandingan harus kembali lagi ketingkat minimum 20%. Sebagai diterangkan dalam laporan tahunan Bank Indonesia, laporan- laporan Biro Pusat Statistik dan Nota Keuangan Pemerintah, maka sebab-sebab makin bertambah besarnya uang yang beredar itu terletak untuk sebagian besar pada makin besarnya uang muka yang diberikan oleh Bank kepada Pemerintah. Disamping itu kekayaan emas dan deviden tidak bertambah yang sebanding dengan kenaikan volume uang yang beredar, dan bahkan sejak kwartal terakhir tahun yang lalu sampai saat ini menunjukkan kemunduran. Dengan fakta-fakta tersebut ternyata bahwa kita harus mempunyai kriterium baru dalam hal pengendalian uang yang beredar ini, sedemikian rupa sehingga tidak perlu menghalang-halangi kewajiban-kewajiban kita dalam keadaan luar biasa, tetapi juga tidak perlu mengganggu keseimbangan moneter. 2. Dalam … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - 2. Dalam standar kertas, sebagai halnya dengan sistim uang kita, nilai uang tidak ditentukan oleh perbandingan antara jaminan dan banyaknya uang yang beredar. Hal ini disebabkan karena nilai uang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain oleh perubahan-perubahan kecepatan uang beredar, perubahan-perubahan dalam sistim perpajakan, perubahan-perubahan dalam harga kredit yang ditetapkan oleh bank-bank, perubahan-perubahan dari neraca pembayaran luar negeri, perubahan-perubahan harga bahan-bahan baku, dan sebagainya. Pada pokoknya nilai uang tergantung atas perubahan-perubahan produksi nasional. Jadi, jaminan pada uang yang berstandar kertas dimaksudkan sebagai penjaga nilai uang. Jaminan disini diadakan sebagai garis pembatasan besarnya volume uang yang beredar, atau lebih tepat, dipakai sebagai tanda bahaya bahwa jika batas jaminan dilampaui, maka penguasa-penguasa moneter harus lebih waspada dalam mengendalikan kebijaksanaan moneter dan perkreditan. 3. Sebagai dikatakan diatas jaminan nilai uang terletak pada perubahan-perubahan produk nasional. Ukuran untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan uang, - jadi berapa besarnya uang yang beredar ditambah yang masih bisa diciptakan -, terletak pada besarnya perubahan produk nasional itu. Untuk ini diperlukan suatu budget ekonomi nasional yang membutuhkan perhitungan yang teliti dan peralatan yang cermat. Bagi negara yang baru berdiri yang sedang dalam taraf permulaan dari pembangunan, soal tersebut sukar dipecahkan dalam waktu pendek; bagi kita diperlukan suatu kriterium yang mudah, tapi juga lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Karena ekonomi Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh perdagangan luar negeri, maka kreterium produk nasional tersebut bisa kita ganti dengan neraca pembayaran luar negeri. Tetapi juga dalam hal ini diperlukan perhitungan-perhitungan yang sukar untuk membandingkan kebutuhan akan uang, mengingat banyaknya unsur-unsur didalam neraca pembayaran tersebut yang memakai dasar perhitungan yang bermacam-macam. Yang … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - Yang terang menyulitkan perhitungan ialah pengaruh real money transfer, yaitu perubahan-perubahan volume uang akibat pengaruh pergeseran dan pembayaran jasa-jasa modal yang ditahan disini serta pembayaran-pembayaran hutang-piutang lainnya yang diakibatkan karena masuk keluarnya barang- barang akibat perdagangan internasional. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam sistim uang berstandar kertas yang tidak disertai pembatasan-pembatasan dalam penciptaan uang ialah mekhanisme dari sistim perkreditan didalam negeri, atau keadaan pasaran uang dan modal. Jika badan-badan perkreditan itu belum merupakan benar-benar perantara antara penabung dan mereka yang membutuhkan kredit, maka penciptaan uang akan lebih memperbesar tekanan inflatoir hingga mempersulit perkembangan perekonomian. Penghapusan hubungan uang yang beredar dengan jaminan, lebih-lebih dalam keadaan ekonomi yang suram seperti sekarang ini, akan berarti menghilangkan rem terhadap tekanan inflasi. Disamping itu, tindakan semacam itu bisa mengganggu kepercayaan publik terhadap nilai uang, yang akibatnya akan mengganggu produksi saja. Jadi kriterium pengukur besarnya uang yang dapat diedarkan tanpa membahayakan keseimbangan moneter dan juga perkembangan ekonomi, ialah pembatalan secara prosenan tetapi yang fleksibel. Dengan demikian, dihubungkannya besarnya volume uang yang beredar dengan adanya suatu cadangan empas dan devisen sebagai dasar pengawasan adalah pegangan yang paling mudah dan aman. Jadi sistim jaminan seperti sekarang baik dipertahankan terus, hanya harus disesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan dan keadaan yang nyata. 4. Disamping jaminan 20% tersebut diatas, bank harus usaha untuk mempunyai cadangan paling sedikit sama dengan besarnya jumlah impor selama 3 bulan, yang dihitung atas dasar angka rata-rata dari 3 tahun yang lalu berturut-turut, tidak termasuk impor dari perusahaan-perusahaan minyak. Besarnya cadangan ini bukan limit, tetapi tujuan minimum yang sedapat mungkin harus dipelihara. Sebagai … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - Sebagai contoh perhitungan: Jumlah impor (tidak termasuk impor perusahaan-perusahaan minyak) sejak 1955-1956-1957 adalah Rp. (6.429 + 9.001 p+ 7.507) juta = Rp. 22.937 juta. Impor rata-rata untuk 3 bulan jadi sebesar Rp. 1.911 juta. Jumlah inilah yang sebaiknya menjadi tujuan minimum dari bank untuk memelihara cadangan emas dan devisen. Cadangan yang sama dengan jumlah impor rata-rata 3 bulan ini diperlukan sebagai penjaga riil dari keperluan produksi/konsumsi dalam negeri. Jadi dapat dikatakan jumlah ini merupakan cadangan besi, yang diadakan untuk menjaga kontinuitet produksi nasional. 5. Sebagai dikatakan diatas, sebab utama dari penambahan uang yang beredar ialah uang muka yang diberikan oleh bank kepada Pemerintah, yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran sebagai tertera dalam anggaran belanja- anggaran-belanja. Ternyata, bahwa dalam keadaan-keadaan yang luar biasa, lebih-lebih untuk keperluan pembangunan ekonomi dan keadaan (darurat) perang, uang muka yang dibutuhkan lebih banyak dari pada 30% dari penghasilan negara dalam tahun anggaran. Batas uang muka dari penghasilan negara dalam tahun anggaran. Batas uang muka ini sebaiknya ditambah sampai 50% didalam keadaan-keadaan luar biasa tersebut, karena dengan demikian Pemerintah dapat bertindak lebih cepat dan tegas untuk bisa mengatasi keadaan. Kepentingan pasal 19 ini terletak diberikannya fleksibilitet bagi Pemerintah dalam permintaan uang muka, supaya bisa bertindak cepat. Penjagaan atas ketelodoran penggunaan pasal 19 ini terletak dipasal 16. Jikalau sekiranya 30% itu akan dilampaui, maka Pemerintah akan memberitahukan sebab-sebabnya pelampauan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat. II. PENJELASAN … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 5 - II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal l. a. Mengenai ayat 1 pasal 16: Lihat penjelasan umum. Yang perlu mendapat penjelasan ialah pengertian "alat-alat pembayaran luar negeri yang umumnya dapat ditukar-tukarkan". Disini yang dimaksudkan tidak hanya uang convertible, yaitu mata uang-mata uang U.S., Kanada, Inggeris dan Swiss, tetapi yang pada umumnya transferable, termasuk dollar stretits, D.M., gulden dan franc Belgi. Jadi pengertian convertible harus diganti dengan international transferbility, karena pada hakekatnya mata uang-mata uang yang transferable itu dapat dipindahkan/ditukarkan kemata uang-mata uang convertible untuk pembayaran- pembayaran internasional. b. Mengenai ayat 2 pasal 16: Cukup dijelaskan dalam penjelasan umum, c. Mengenai ayat 3 pasal 16: Sudah jelas. Maksudnya supaya jangan seluruh tergantung atas bank-bank devisen diluar negeri. Disamping itu 20% dari jaminan ini bisa dianggap sebagai dana sterilisasi. d. Mengenai ayat 4 pasal 16: Cukup jelas. Pasal 2. Cukup dijelaskan dalam penjelasan umum. Pasal-pasal 3 dan 4. Cukup jelas. Diketahui: Menteri Kehakiman, ttd G.A. MAENGKOM.
<reg_id> 84/UU/1958 </reg_id> <reg_title> PENGUBAHAN PASAL-PASAL 16 DAN 19 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA (UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 1953) </reg_title> <set_date> 27 Desember 1958 </set_date> <effective_date> 31 Desember 1958 </effective_date> <issued_date> 31 Desember 1958 </issued_date> <changed_reg> '11/UU/1953' </changed_reg> <related_reg> 'UUDS | pasal-pasal 89, 109 dan 111' </related_reg>
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat; c. bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan; d. bahwa sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai pembangunan nasional serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Pasar Modal; Mengingat :… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Afiliasi adalah: a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut; c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama; d. hubungan… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - d. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. 2. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek. 3. Biro Administrasi Efek adalah Pihak yang berdasarkan kontrak dengan Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek. 4. Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak-Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka. 5. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. 6. Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum. 7. Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. 8. Kustodian… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - 8. Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. 9. Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah Pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa. 10. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain. 11. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 13. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. 14. Penasihat Investasi adalah Pihak yang memberi nasihat kepada Pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. 15. Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 16. Penitipan… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 5 - 16. Penitipan Kolektif adalah jasa penitipan atas Efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian. 17. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. 18. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain. 19. Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal oleh Emiten dalam rangka Penawaran Umum atau Perusahaan Publik. 20. Perseroan dalah perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 21. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi. 22. Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 23. Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi. 24. Portofolio Efek adalah kumpulan Efek yang dimiliki oleh Pihak. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 6 - 25. Prinsip… 25. Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut. 26. Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli Efek. 27. Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. 28. Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek. 29. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif. 30. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang. Pasal 2 Menteri menetapkan kebijaksanaan umum di bidang Pasar Modal. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 7 - BAB II… BAB II BADAN PENGAWAS PASAR MODAL Pasal 3 (1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam. (2) Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Pasal 4 Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Pasal 5 Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Bapepam berwenang untuk: a. memberi: 1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek; 2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 8 - Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan 3) persetujuan bagi Bank Kustodian; b. mewajibkan… b. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat; c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru; d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; f. mewajibkan setiap Pihak untuk: 1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau 2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud; g. melakukan pemeriksaan terhadap: 1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini; h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 9 - rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g; i. mengumumkan… i. mengumumkan hasil pemeriksaan; j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal; k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat; l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal; o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya; p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan q. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 10 - BAB III… BAB III BURSA EFEK, LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN Bagian Kesatu Bursa Efek Paragraf 1 Perizinan Pasal 6 (1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (2) Persyaratan dan tata cara perizinan Bursa Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Tujuan dan Kepemilikan Pasal 7 (1) Bursa Efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur, wajar, dan efisien. (2) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bursa Efek wajib menyediakan sarana pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 11 - (3) Rencana... (3) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam. Pasal 8 Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha untuk melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek. Paragraf 3 Peraturan Bursa Efek dan Satuan Pemeriksa Pasal 9 (1) Bursa Efek wajib menetapkan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan Bursa Efek. (2) Tata cara peralihan Efek sehubungan dengan Transaksi Bursa ditetapkan oleh Bursa Efek. (3) Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencatatan Efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang diberikan. (4) Biaya dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 12 - Pasal 10… Pasal 10 Bursa Efek dilarang membuat ketentuan yang menghambat anggotanya menjadi Anggota Bursa Efek lain atau menghambat adanya persaingan yang sehat. Pasal 11 Peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek, termasuk perubahannya, mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam. Pasal 12 (1) Bursa Efek wajib mempunyai satuan pemeriksa yang bertugas menjalankan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap anggotanya serta terhadap kegiatan Bursa Efek. (2) Pimpinan satuan pemeriksa wajib melaporkan secara langsung kepada direksi, dewan komisaris Bursa Efek, dan Bapepam tentang masalah-masalah material yang ditemuinya serta yang dapat mempengaruhi suatu Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek atau Bursa Efek yang bersangkutan. (3) Bursa Efek wajib menyediakan semua laporan satuan pemeriksa setiap saat apabila diperlukan oleh Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 13 - Bagian… Bagian Kedua Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Paragraf 1 Perizinan Pasal 13 (1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (2) Persyaratan dan tata cara perizinan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Tujuan dan Kepemilikan Pasal 14 (1) Lembaga Kliring dan Penjaminan didirikan dengan tujuan menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa yang teratur, wajar, dan efisien. (2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian didirikan dengan tujuan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 14 - menyediakan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi yang teratur, wajar, dan efisien. (3) Lembaga... (3) Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat memberikan jasa lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. (4) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam. Pasal 15 (1) Yang dapat menjadi pemegang saham Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam. (2) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib dimiliki oleh Bursa Efek. Paragraf 3 Peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Pasal 16 (1) Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menetapkan peraturan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 15 - mengenai kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa. (2) Lembaga... (2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menetapkan peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa penyelesaian transaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa. (3) Penentuan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Pasal 17 Peraturan yang wajib ditetapkan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, termasuk perubahannya, mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam. BAB IV REKSA DANA Bagian Kesatu Bentuk Hukum dan Perizinan Pasal 18 (1) Reksa Dana dapat berbentuk: a. Perseroan; atau PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 16 - b. kontrak investasi kolektif. (2) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat bersifat terbuka atau tertutup. (3) Yang dapat menjalankan usaha Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (4) Reksa... (4) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat dikelola oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak. (5) Persyaratan dan tata cara perizinan Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 (1) Pemegang saham Reksa Dana terbuka dapat menjual kembali sahamnya kepada Reksa Dana. (2) Dalam hal pemegang saham melakukan penjualan kembali, Reksa Dana terbuka wajib membeli saham-saham tersebut. (3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila: a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana diperdagangkan ditutup; b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana di Bursa Efek dihentikan; c. keadaan darurat; atau d. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan investasi setelah mendapat persetujuan Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 17 - Pasal 20 (1) Manajer Investasi sebagai pengelola Reksa Dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektif dapat menjual dan membeli kembali Unit Penyertaan secara terus-menerus sampai dengan jumlah Unit Penyertaan yang ditetapkan dalam kontrak. (2) Dalam... (2) Dalam hal pemegang Unit Penyertaan melakukan penjualan kembali, Manajer Investasi wajib membeli kembali Unit Penyertaan tersebut. (3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila: a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana diperdagangkan ditutup; b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana di Bursa Efek dihentikan; c. keadaan darurat; atau d. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan investasi setelah mendapat persetujuan Bapepam. Bagian Kedua Pengelolaan Pasal 21 (1) Pengelolaan Reksa Dana, baik yang berbentuk Perseroan maupun yang berbentuk kontrak investasi kolektif, dilakukan oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 18 - (2) Kontrak pengelolaan Reksa Dana berbentuk Perseroan dibuat oleh direksi dengan Manajer Investasi. (3) Kontrak pengelolaan Reksa Dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektif dibuat antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Pasal 22… Pasal 22 Manajer Investasi Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan dan kontrak investasi kolektif wajib menghitung nilai pasar wajar dari Efek dalam portofolio setiap hari bursa berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 23 Nilai saham Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan dan nilai Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif ditentukan berdasarkan nilai aktiva bersih. Pasal 24 (1) Reksa Dana dilarang menerima dan atau memberikan pinjaman secara langsung. (2) Reksa Dana dilarang membeli saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana lainnya. (3) Pembatasan investasi Reksa Dana diatur lebih lanjut oleh Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 19 - Pasal 25 (1) Semua kekayaan Reksa Dana wajib disimpan pada Bank Kustodian. (2) Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana. (3) Reksa Dana wajib menghitung nilai aktiva bersih dan mengumumkannya. Pasal 26… Pasal 26 (1) Kontrak penyimpanan kekayaan Reksa Dana berbentuk Perseroan dibuat oleh direksi Reksa Dana dengan Bank Kustodian. (2) Kontrak penyimpanan kekayaan investasi kolektif dibuat antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Pasal 27 (1) Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana. (2) Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 20 - Pasal 28 (1) Saham Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan diterbitkan tanpa nilai nominal. (2) Pada saat pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan, paling sedikit 1% (satu perseratus) dari modal dasar Reksa Dana telah ditempatkan dan disetor. (3) Pelaksanaan... (3) Pelaksanaan pembelian kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan dan pengalihan lebih lanjut saham tersebut dapat dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. (4) Dana yang digunakan untuk membeli kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan berasal dari kekayaan Reksa Dana. Pasal 29 (1) Reksa Dana yang berbentuk Perseroan tidak diwajibkan untuk membentuk dana cadangan. (2) Dalam hal Reksa Dana membentuk dana cadangan, besarnya dana cadangan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. BAB V PERUSAHAAN EFEK, WAKIL PERUSAHAAN EFEK, DAN PENASIHAT INVESTASI Bagian Kesatu Perizinan Perusahaan Efek PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 21 - Pasal 30 (1) Yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (2) Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. (3) Pihak... (3) Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi hanya untuk Efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun, sertifikat deposito, polis asuransi, Efek yang diterbitkan atau dijamin Pemerintah Indonesia, atau Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam tidak diwajibkan untuk memperoleh izin usaha sebagai Perusahaan Efek. (4) Persyaratan dan tata cara perizinan Perusahaan Efek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 31 Perusahaan Efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek yang dilakukan oleh direktur, pegawai, dan Pihak lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Bagian Kedua Perizinan Wakil Perusahaan Efek PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 22 - Pasal 32 (1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi hanya orang perseorangan yang telah memperoleh izin dari Bapepam. (2) Persyaratan dan tata cara perizinan Wakil Perusahaan Efek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 33… Pasal 33 (1) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek dapat bertindak sebagai Wakil Perantara Pedagang Efek. (2) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi dilarang bekerja pada lebih dari satu Perusahaan Efek. Bagian Ketiga Perizinan Penasihat Investasi Pasal 34 (1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penasihat Investasi adalah Pihak yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (2) Persyaratan dan tata cara perizinan Penasihat Investasi diatur lebih PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 23 - lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pedoman Perilaku Pasal 35 Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dilarang: a. menggunakan pengaruh atau mengadakan tekanan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah; b. mengungkapkan… b. mengungkapkan nama atau kegiatan nasabah, kecuali diberi instruksi secara tertulis oleh nasabah atau diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengemukakan fakta yang material kepada nasabah mengenai kemampuan usaha atau keadaan keuangannya; d. merekomendasikan kepada nasabah untuk membeli atau menjual Efek tanpa memberitahukan adanya kepentingan Perusahaan Efek dan Penasihat Investasi dalam Efek tersebut; atau e. membeli atau memiliki Efek untuk rekening Perusahaan Efek itu sendiri atau untuk rekening Pihak terafiliasi jika terdapat kelebihan permintaan beli dalam Penawaran Umum dalam hal Perusahaan Efek tersebut bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek atau agen penjualan, kecuali pesanan Pihak yang tidak terafiliasi telah terpenuhi seluruhnya. Pasal 36 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 24 - Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib: a. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi nasabahnya; dan b. membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangannya. Pasal 37 Perusahaan Efek yang menerima Efek dari nasabahnya wajib: a. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek; dan b. menyelenggarakan… b. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 38 Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek dilarang melakukan transaksi atas Efek yang tercatat pada Bursa Efek untuk Pihak terafiliasi atau kepentingan sendiri apabila nasabah yang tidak terafiliasi dari Perusahaan Efek tersebut telah memberikan instruksi untuk membeli dan atau menjual Efek yang bersangkutan dan Perusahaan Efek tersebut belum melaksanakan instruksi tersebut. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 25 - Pasal 39 Penjamin Emisi Efek wajib mematuhi semua ketentuan dalam kontrak penjaminan emisi Efek sebagaimana dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran. Pasal 40 Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek harus mengungkapkan dalam Prospektus adanya hubungan Afiliasi atau hubungan lain yang bersifat material antara Perusahaan Efek dengan Emiten. Pasal 41… ... Pasal 41 Dalam hal Perusahaan Efek bertindak sebagai Manajer Investasi dan juga sebagai Perantara Pedagang Efek atau Pihak terafiliasi dari Perusahaan Efek tersebut bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek untuk Reksa Dana, Perusahaan Efek atau Pihak terafiliasi dimaksud dilarang memungut komisi atau biaya dari Reksa Dana yang lebih tinggi dari komisi atau biaya yang dipungut oleh Perantara Pedagang Efek yang tidak terafiliasi. Pasal 42 Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Manajer Investasi atau Pihak terafiliasinya dilarang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 26 - menerima imbalan dalam bentuk apa pun, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi Manajer Investasi yang bersangkutan untuk membeli atau menjual Efek untuk Reksa Dana. BAB VI LEMBAGA PENUNJANG PASAR MODAL Bagian Kesatu Kustodian Paragraf 1 Persetujuan Pasal 43 (1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam. (2) Persyaratan... (2) Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan bagi Bank Umum sebagai Kustodian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Efek yang Dititipkan Pasal 44 (1) Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab untuk menyimpan Efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara Kustodian dan pemegang rekening dimaksud. (2) Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 27 - (3) Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian dari harta Kustodian tersebut. Pasal 45 Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya. Pasal 46 Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Pasal 47… Pasal 47 (1) Kustodian atau Pihak terafiliasinya dilarang memberikan keterangan mengenai rekening Efek nasabah kepada Pihak mana pun, kecuali kepada: a. Pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau ahli waris pemegang rekening; b. Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk kepentingan peradilan perkara pidana; c. Pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perdata atas PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 28 - permintaan Pihak-Pihak yang berperkara; d. Pejabat Pajak untuk kepentingan perpajakan; e. Bapepam, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Emiten, Biro Administrasi Efek, atau Kustodian lain dalam rangka melaksanakan fungsinya masing-masing; atau f. Pihak yang memberikan jasa kepada Kustodian, termasuk konsultan, Konsultan Hukum, dan Akuntan. (2) Setiap Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f yang memperoleh keterangan mengenai rekening Efek nasabah dari Kustodian atau afiliasinya dilarang memberikan keterangan dimaksud kepada Pihak mana pun, kecuali diperlukan dalam pelaksanaan fungsinya masing-masing. (3) Permintaan... (3) Permintaan untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung atau pejabat yang ditunjuk, dan Direktur Jenderal Pajak kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan dengan menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, hakim atau pejabat pajak, nama atau nomor pemegang rekening, sebab-sebab keterangan diperlukan, dan alasan permintaan dimaksud. Bagian Kedua PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 29 - Biro Administrasi Efek Pasal 48 (1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. (2) Persyaratan dan tata cara perizinan Biro Administrasi Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49 (1) Pendaftaran pemilikan Efek dalam buku daftar pemegang Efek Emiten dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek dapat dilakukan oleh Biro Administrasi Efek berdasarkan kontrak yang dibuat oleh Emiten dengan Biro Administrasi Efek dimaksud. (2) Kontrak... (2) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib secara jelas memuat hak dan kewajiban Biro Administrasi Efek dan Emiten, termasuk kewajiban kepada pemegang Efek. Bagian Ketiga Wali Amanat Pasal 50 (1) Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat dapat dilakukan oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 30 - a. Bank Umum; dan b. Pihak lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat, Bank Umum atau Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. (3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 51 (1) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten, kecuali hubungan Afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal Pemerintah. (2) Wali Amanat mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan. (3) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten dalam jumlah sesuai dengan ketentuan Bapepam yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan antara Wali Amanat sebagai kreditur dan wakil pemegang Efek bersifat utang. (4) Penggunaan... (4) Penggunaan jasa Wali Amanat ditentukan dalam peraturan Bapepam. Pasal 52 Emiten dan Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 53 Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 31 - pemegang Efek bersifat utang atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan. Pasal 54 Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi Efek bersifat utang yang sama. BABVII PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSA DAN PENITIPAN KOLEKTIF Bagian Kesatu Penyelesaian Transaksi Bursa Pasal 55 (1) Penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Lembaga... (2) Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin penyelesaian Transaksi Bursa. (3) Tata cara dan jaminan penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada kontrak antara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 32 - (4) Untuk menjamin penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Lembaga Kliring dan Penjaminan dapat menetapkan dana jaminan yang wajib dipenuhi oleh pemakai jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan. (5) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan penetapan dana jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam. Bagian Kedua Penitipan Kolektif Pasal 56 (1) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk kepentingan pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang bersangkutan. (2) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek yang dicatat dalam rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dicatat atas nama Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dimaksud untuk kepentingan pemegang rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek tersebut. (3) Apabila... (3) Apabila Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian merupakan bagian dari Portofolio Efek dari suatu kontrak investasi kolektif dan tidak termasuk dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Efek tersebut dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Bank Kustodian untuk kepentingan pemilik Unit Penyertaan dari kontrak PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 33 - investasi kolektif tersebut. (4) Emiten wajib menerbitkan sertifikat atau konfirmasi kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sebagai tanda bukti pencatatan dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. (5) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek wajib menerbitkan konfirmasi kepada pemegang rekening sebagai tanda bukti pencatatan dalam rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). Pasal 57 Dalam Penitipan Kolektif, Efek dari jenis dan klasifikasi yang sama yang diterbitkan oleh Emiten tertentu dianggap sepadan dan dapat dipertukarkan antara satu dan yang lain. Pasal 58 (1) Kustodian wajib mencatat mutasi kepemilikan Efek dalam Penitipan Kolektif dengan menambah dan mengurangi Efek pada masing-masing rekening Efek. (2) Emiten... (2) Emiten wajib memutasikan Efek dalam Penitipan Kolektif yang terdaftar atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dalam buku daftar pemegang Efek Emiten menjadi atas nama Pihak yang ditunjuk oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 34 - (3) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif apabila Efek tersebut hilang atau musnah, kecuali Pihak yang meminta mutasi dimaksud memberikan bukti dan atau jaminan yang cukup bagi Emiten. (4) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif apabila Efek tersebut dijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan berdasarkan penetapan pengadilan, atau disita untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana. Pasal 59 (1) Pemegang rekening sewaktu-waktu berhak menarik dana dan atau Efek dari rekening efeknya pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. (2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menolak penarikan dana dan atau pemutasian Efek dari rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika rekening Efek dimaksud diblokir, dibekukan, atau dijaminkan. (3) Pemblokiran rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atas perintah tertulis dari Bapepam atau berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, atau Ketua Pengadilan Tinggi untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata atau pidana. Pasal 60… Pasal 60 (1) Pemegang rekening yang efeknya tercatat dalam Penitipan Kolektif berhak mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 35 - (2) Emiten, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek wajib segera menyerahkan dividen, bunga, saham bonus, atau hak-hak lain sehubungan dengan pemilikan Efek dalam Penitipan Kolektif kepada pemegang rekening. Pasal 61 Efek dalam Penitipan Kolektif, kecuali Efek atas rekening Reksa Dana, dapat dipinjamkan atau dijaminkan. Pasal 62 Anggaran dasar Emiten wajib memuat ketentuan mengenai Penitipan Kolektif. Pasal 63 Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diatur lebih lanjut oleh Bapepam. BABVIII PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL Bagian Kesatu Pendaftaran Pasal 64 (1) Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri dari: a. a. Akuntan; b. Konsultan Hukum; Akuntan;... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 36 - c. Penilai; d. Notaris; dan e. Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Untuk dapat melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. (3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 65 (1) Pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal di Bapepam menjadi batal apabila izin profesi yang bersangkutan dicabut oleh instansi yang berwenang. (2) Jasa dari Profesi Penunjang Pasar Modal di bidang Pasar Modal yang telah diberikan sebelumnya tidak menjadi batal karena batalnya pendaftaran profesi, kecuali apabila jasa yang diberikan tersebut merupakan sebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesi yang bersangkutan. (3) Dalam hal pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dibatalkan, Bapepam dapat melakukan pemeriksaan atau penilaian atas jasa lain berkaitan dengan Pasar Modal yang telah diberikan sebelumnya oleh Profesi Penunjang Pasar Modal dimaksud untuk menentukan berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut. (4) Dalam... (4) Dalam hal Bapepam memutuskan bahwa jasa yang diberikan oleh Profesi Penunjang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak berlaku, Bapepam dapat mewajibkan perusahaan yang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 37 - menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut untuk menunjuk Profesi Penunjang Pasar Modal lain untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian atas perusahaan dimaksud. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 66 Setiap Profesi Penunjang Pasar Modal wajib menaati kode etik dan standar profesi yang ditetapkan oleh asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Pasal 67 Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal wajib memberikan pendapat atau penilaian yang independen. Pasal 68 Akuntan yang terdaftar pada Bapepam yang memeriksa laporan keuangan Emiten, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Pihak lain yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut: a. a. pelanggaran… pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 38 - Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; atau b. hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentingan para nasabahnya. Bagian Ketiga Standar Akuntansi Pasal 69 (1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. BABIX EMITEN DAN PERUSAHAAN PUBLIK Bagian Kesatu Pernyataan Pendaftaran Pasal 70 (1) Yang dapat melakukan Penawaran Umum hanyalah Emiten yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah efektif. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak yang melakukan: a. penawaran... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 39 - a. penawaran Efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun; b. penerbitan sertifikat deposito; c. penerbitan polis asuransi; d. penawaran Efek yang diterbitkan dan dijamin Pemerintah Indonesia; atau e. penawaran Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 71 Tidak satu Pihak pun dapat menjual Efek dalam Penawaran Umum, kecuali pembeli atau pemesan menyatakan dalam formulir pemesanan Efek bahwa pembeli atau pemesan telah menerima atau memperoleh kesempatan untuk membaca Prospektus berkenaan dengan Efek yang bersangkutan sebelum atau pada saat pemesanan dilakukan. Pasal 72 (1) Penjamin Pelaksana Emisi Efek ditunjuk oleh Emiten. (2) Dalam hal Penjamin Pelaksana Emisi Efek lebih dari satu, Penjamin Pelaksana Emisi Efek bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas penyelenggaraan Penawaran Umum. (3) Penjamin Pelaksana Emisi Efek dan Emiten bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan kepada Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 40 - Pasal 73… Pasal 73 Setiap Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam. Bagian Kedua Tata Cara Penyampaian Pernyataan Pendaftaran Pasal 74 (1) Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif pada hari ke-45 (keempat puluh lima) sejak diterimanya Pernyataan Pendaftaran secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif oleh Bapepam. (2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi dari Emiten atau Perusahaan Publik. (3) Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik menyampaikan perubahan atau tambahan informasi, Pernyataan Pendaftaran tersebut dianggap telah disampaikan kembali pada tanggal diterimanya perubahan atau tambahan informasi tersebut. (4) Pernyataan Pendaftaran tidak dapat menjadi efektif sampai saat informasi tambahan atau perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima dan telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 41 - Pasal 75… Pasal 75 (1) Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan. (2) Bapepam tidak memberikan penilaian atas keunggulan dan kelemahan suatu Efek. Pasal 76 Jika dalam Pernyataan Pendaftaran dinyatakan bahwa Efek akan dicatatkan pada Bursa Efek dan ternyata persyaratan pencatatan tidak dipenuhi, penawaran atas Efek batal demi hukum dan pembayaran pesanan Efek dimaksud wajib dikembalikan kepada pemesan. Pasal 77 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Bagian Ketiga Prospektus dan Pengumuman Pasal 78 (1) Setiap Prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat keterangan yang benar PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 42 - tentang Fakta Material yang diperlukan agar Prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan. (2) Setiap... (2) Setiap Pihak dilarang menyatakan, baik langsung maupun tidak langsung, bahwa Bapepam telah menyetujui, mengizinkan, atau mengesahkan suatu Efek, atau telah melakukan penelitian atas berbagai segi keunggulan atau kelemahan dari suatu Efek. (3) Ketentuan mengenai Prospektus diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Pasal 79 (1) Setiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu Penawaran Umum dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material dan atau tidak memuat pernyataan tentang Fakta Material yang diperlukan agar keterangan yang dimuat di dalam pengumuman tersebut tidak memberikan gambaran yang menyesatkan. (2) Hal-hal yang diumumkan dan isi serta persyaratan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 43 - Bagian… Bagian Keempat Tanggung Jawab atas Informasi yang Tidak Benar atau Menyesatkan Pasal 80 (1) Jika Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya sehingga informasi dimaksud menyesatkan, maka setiap Pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran direktur dan komisaris Emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif Penjamin Pelaksana Emisi Efek; dan Profesi Penunjang Pasar Modal atau Pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran wajib bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. (2) Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d hanya bertanggung jawab atas pendapat atau keterangan yang diberikannya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan huruf d dapat membuktikan bahwa Pihak yang bersangkutan telah bertindak secara profesional dan telah mengambil langkah-langkah yang cukup untuk memastikan bahwa: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 44 - a. pernyataan atau keterangan yang dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran adalah benar; dan b. tidak... b. tidak ada Fakta Material yang diketahuinya yang tidak dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran yang diperlukan agar Pernyataan Pendaftaran tersebut tidak menyesatkan. (4) Tuntutan ganti rugi dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Pernyataan Pendaftaran efektif. Pasal 81 (1) Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. (2) Pembeli Efek yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan sebelum melaksanakan pembelian Efek tersebut tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul dari transaksi Efek dimaksud. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 45 - Bagian… Bagian Kelima Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan, Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Pasal 82 (1) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memberikan hak memesan Efek terlebih dahulu kepada setiap pemegang saham secara proporsional apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut menerbitkan saham atau Efek yang dapat ditukar dengan saham Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. (2) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut melakukan transaksi di mana kepentingan ekonomis Emiten atau Perusahaan Publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud. (3) Persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu dan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Pasal 83 Setiap Pihak yang melakukan penawaran tender PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 46 - untuk membeli Efek Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 84… Pasal 84 Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. BABX PELAPORAN DAN KETERBUKAAN INFORMASI Pasal 85 Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, Wali Amanat, dan Pihak lainnya yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam. Pasal 86 (1) Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan secara berkala PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 47 - kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat; dan menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut. (2) Emiten... (2) Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif dapat dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pasal 87 (1) Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik wajib melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut. (2) Setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik wajib melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak terjadinya kepemilikan atau perubahan kepemilikan atas saham Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. Pasal 88 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 48 - Ketentuan dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Pasal 86, dan Pasal 87 diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Pasal 89 (1) Informasi yang wajib disampaikan oleh setiap Pihak kepada Bapepam berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum. (2) Pengecualian... (2) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Bapepam. BABXI PENIPUAN, MANIPULASI PASAR, DAN PERDAGANGAN ORANG DALAM Pasal 90 Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 49 - Pasal 91 Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Pasal 92… Pasal 92 Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek. Pasal 93 Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 50 - tersebut. Pasal 94 Bapepam dapat menetapkan tindakan tertentu yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bukan merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92. Pasal 95… Pasal 95 Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek: a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Pasal 96 Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 51 - Pasal 97 (1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. (2) Setiap... (2) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan. Pasal 98 Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila: a. b. Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan. Pasal 99 transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 52 - Bapepam dapat menetapkan transaksi Efek yang tidak termasuk transaksi Efek yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. BABXII PEMERIKSAAN Pasal 100 (1) Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. (2) Dalam... (2) Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyai wewenang untuk: a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya atau Pihak lain apabila dianggap perlu; b. mewajibkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan, dan atau dokumen lain, baik milik Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya maupun milik Pihak lain apabila dianggap perlu; dan atau d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 53 - Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. (3) Pengaturan mengenai tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (4) Setiap pegawai Bapepam yang diberi tugas atau Pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam untuk melakukan pemeriksaan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selain dalam rangka upaya mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya. BABXIII… BABXIII PENYIDIKAN Pasal 101 (1) Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang : a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 54 - seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal; b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; c. melakukan penelitian terhadap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap Pihak yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; f. melakukan... f. melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar Modal; g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; dan i. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan. (4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 55 - (5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. (7) Setiap pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selain dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya. BAB XIV… BABXIV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 102 (1) Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. pembatasan kegiatan usaha; d. pembekuan kegiatan usaha; PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 56 - e. pencabutan izin usaha; f. pembatalan persetujuan; dan g. pembatalan pendaftaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. BABXV… BABXV KETENTUAN PIDANA Pasal 103 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 57 - Pasal 104 Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 105 Manajer Investasi dan atau Pihak terafiliasinya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 106… Pasal 106 (1) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 107 Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 58 - Bapepam, menghapuskan, menghilangkan, mengubah, memusnahkan, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 108 Ancaman pidana penjara atau pidana kurungan dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pelanggaran Pasal-Pasal dimaksud. Pasal 109… Pasal 109 Setiap Pihak yang tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 110 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105, dan Pasal 109 adalah pelanggaran. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 59 - (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan. BABXVI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 111 Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Pasal 112… Pasal 112 Bapepam dan Bank Indonesia wajib mengadakan konsultasi dan atau koordinasi sesuai dengan fungsi masing-masing dalam mengawasi kegiatan Kustodian dan Wali Amanat serta kegiatan lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Bank Umum di Pasar Modal. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 60 - BABXVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 113 Setiap perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perusahaan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan belum menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam sampai dengan tanggal diundangkannya Undang-undang ini wajib memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan. Pasal 114 Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka: a. semua peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diatur yang baru berdasarkan Undang-undang ini; b. semua izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, dan pendaftaran yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku; c. Pernyataan… c. Pernyataan Pendaftaran dan permohonan izin usaha, persetujuan, dan pendaftaran yang telah diajukan sebelum berlakunya Undang-undang ini diselesaikan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini; dan d. kegiatan kliring, penyelesaian transaksi Efek, dan penyimpanan Efek yang selama ini dilaksanakan oleh satu perusahaan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 61 - berdasarkan izin usaha sebagai Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian tetap dapat dilaksanakan untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan oleh Bapepam. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 115 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 116 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1996. Agar… Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. dengan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 62 - Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 64 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL UMUM Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pencerminan kehendak ini antara lain dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang menegaskan bahwa "Sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa". Sedangkan di bidang ekonomi sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua, antara lain, adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal, dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan di bidang Pasar Modal yang pada saat ini masih didasarkan pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan "Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Dengan lahirnya Undang-undang tentang Pasar Modal diharapkan Pasar Modal dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunan di bidang ekonomi dapat tercapai. Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah. Ketentuan… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Ketentuan yang mengatur tentang kegiatan Pasar Modal yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan "Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67) tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada pada saat ini oleh karena ketentuan yang ada dalam Undang-undang tersebut tidak mengatur hal-hal yang sangat penting dalam kegiatan Pasar Modal, yaitu kewajiban Pihak-Pihak dalam suatu Penawaran Umum untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan, serta terutama ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan kepada masyarakat umum. Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi, ditambah lagi dengan globalisasi ekonomi, maka sudah saatnya apabila ketentuan-ketentuan tentang kegiatan Pasar Modal diatur dalam suatu Undang-undang yang baru, dengan tetap mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Undang-undang ini diatur tentang adanya kewajiban bagi perusahaan yang melakukan Penawaran Umum atau perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan usahanya, baik dari segi keuangan, manajemen, produksi maupun hal yang berkaitan dengan kegiatan usahanya kepada masyarakat. Informasi tersebut mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini diatur mengenai adanya ketentuan yang mewajibkan Pihak yang melakukan Penawaran Umum dan memperdagangkan efeknya di pasar sekunder untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan. Kegagalan atas kewajiban tersebut mengakibatkan Pihak yang melakukan atau yang terkait dengan Penawaran Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita masyarakat dan dapat dituntut secara pidana apabila ternyata terkandung unsur penipuan. Dalam kaitannya dengan itu, di dalam Undang-undang ini diatur pula kewajiban-kewajiban yang melingkupi Pihak-Pihak yang berkaitan dengan Penawaran Umum seperti Penjamin Emisi Efek, Akuntan, Konsultan Hukum, Notaris, Penilai, dan profesi lainnya, untuk mematuhi kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi, disertai dengan ancaman berupa sanksi ganti rugi dan atau ancaman pidana atas kegagalan mematuhi kewajiban yang ada berdasarkan Undang-undang ini. Di dalam Undang-undang ini juga diatur tentang adanya sistem perdagangan di pasar sekunder agar Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menjalankan fungsi masing-masing agar perdagangan dapat dilakukan secara teratur, wajar, dan efisien. Selanjutnya, agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan dan dilaksanakan secara teratur dan wajar, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari praktik yang merugikan dan tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini, maka Badan Pengawas Pasar Modal diberi kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan untuk melakukan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - PASAL… PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Huruf a Yang dimaksud dalam huruf ini dengan: 1) hubungan keluarga karena perkawinan adalah hubungan seseorang dengan: a) suami atau istri; b) orang tua dari suami atau istri dan suami atau istri dari anak (derajat I vertikal); c) kakek dan nenek dari suami atau istri dan suami atau istri dari cucu (derajat II vertikal); d) saudara dari suami atau istri beserta suami atau istrinya dari saudara yang bersangkutan (derajat II horizontal); dan e) suami atau istri dari saudara orang yang bersangkutan (derajat II horizontal). 2) hubungan keluarga karena keturunan adalah hubungan seseorang dengan: a) orang tua dan anak (derajat I vertikal); b) kakek dan nenek serta cucu (derajat II vertikal); dan c) Huruf b Yang dimaksud dengan "pegawai dalam huruf ini adalah seseorang yang bekerja pada Pihak lain, di mana Pihak lain tersebut mempunyai kewenangan untuk mengendalikan dan mengarahkan orang dimaksud untuk melakukan pekerjaan dengan memperoleh upah atau gaji secara berkala. Huruf c Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat 1 (satu) atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama adalah sebagai berikut: Tuan A menduduki jabatan rangkap sebagai Direktur PT X dan PT Y, Komisaris PT X dan PT Y, atau Direktur PT X dan Komisaris PT Y. Huruf d Yang dimaksud dengan "pengendalian dalam huruf ini adalah kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan. Sebagai contoh hubungan perusahaan dengan Pihak yang langsung mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: saudara dari orang yang bersangkutan (derajat II horizontal). PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - Tuan A… Tuan A mengendalikan PT X. Sebagai contoh, hubungan perusahaan dengan Pihak yang tidak langsung mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Tuan A mengendalikan PT X dan PT X mengendalikan PT Y. Dengan demikian, Tuan A mengendalikan secara tidak langsung PT Y. Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang dikendalikan secara langsung oleh perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: PT Y dikendalikan oleh PT X. Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang dikendalikan secara tidak langsung oleh perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: PT Z dikendalikan oleh PT Y dan PT Y dikendalikan oleh PT X. Dengan demikian, PT Z dikendalikan secara tidak langsung oleh PT X. Huruf e Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan secara langsung oleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut: PT X dan PT Y dikendalikan oleh Tuan A. Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan secara tidak langsung oleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut: PT X 1 dikendalikan oleh PT X 2 dan PT Y 1 dikendalikan oleh PT Y 2, selanjutnya PT X 2 dan PT Y 2 dikendalikan oleh Tuan A. Dengan demikian, PT X 1 dan PT Y 1 dikendalikan secara tidak langsung oleh Tuan A. Huruf f Yang dimaksud dengan "pemegang saham utama" dalam huruf ini adalah Pihak yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) hak suara dari seluruh saham yang mempunyai hak suara yang dikeluarkan oleh suatu Perseroan atau jumlah yang lebih kecil dari itu sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama adalah sebagai berikut: Tuan A memiliki 20% (dua puluh perseratus) hak suara dari seluruh saham yang mempunyai hak suara yang dikeluarkan oleh PT X. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 5 - Angka 2… Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas Angka 4 Pengertian ini mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan atau sarana untuk memperdagangkan Efek. Angka 5 Yang dimaksud dengan derivatif dari Efek dalam angka ini adalah turunan dari Efek, baik Efek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas, seperti opsi dan waran. Yang dimaksud dengan opsi dalam penjelasan angka ini adalah hak yang dimiliki oleh Pihak untuk membeli atau menjual kepada Pihak lain atas sejumlah Efek pada harga dan dalam waktu tertentu. Yang dimaksud dengan waran dalam penjelasan angka ini adalah Efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang Efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak Efek dimaksud diterbitkan. Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Sebagai contoh, Informasi atau Fakta Material, adalah antara lain informasi mengenai: a. b. pemecahan saham atau pembagian dividen saham (stock dividend); c. d. e. f. g. pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya; perolehan atau kehilangan kontrak penting; produk atau penemuan baru yang berarti; perubahan tahun buku perusahaan; dan perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen; sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition), peleburanusaha (consolidation) atau pembentukan usaha patungan; PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 6 - Angka 8… Angka 8 Penitipan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini termasuk pula Penitipan Kolektif. Yang dimaksud dengan "pemegang rekening" dalam angka ini adalah Pihak yang namanya tercatat pada rekening Efek berdasarkan kontrak yang dibuat dengan Kustodian. Pemegang rekening dapat merupakan pemilik atau wakil pemilik Efek yang tercatat dalam rekening Efek. Sebagai contoh, pemilik Efek menitipkan Efek dalam rekening Efek atas namanya pada Perusahaan Efek. Kemudian, Perusahaan Efek ini menitipkan Efek tersebut dalam rekening Efek atas nama Perusahaan Efek dimaksud pada Bank Kustodian. Selanjutnya, Bank Kustodian menitipkan Efek tersebut dalam rekening Efek atas nama Bank Kustodian dimaksud pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Dalam hal ini, Bank Kustodian tercatat sebagai pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian selaku wakil substitusi Perusahaan Efek yang dalam hal ini mewakili pemilik Efek. Yang dimaksud dengan "rekening Efek" dalam penjelasan angka ini adalah catatan yang menunjukkan posisi Efek dan dana nasabah pada Kustodian. Angka 9 Yang dimaksud dengan "kliring Transaksi Bursa" dalam angka ini adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang timbul dari Transaksi Bursa. Yang dimaksud dengan "penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa" dalam angka ini adalah pemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota Bursa Efek yang timbul dari Transaksi Bursa. Angka 10 Cukup jelas Angka 11 Cukup jelas Angka 12 Cukup jelas Angka 13 Cukup jelas Angka 14 Pemberian nasihat kepada Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka ini PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 7 - mencakup pemberian nasihat yang dilakukan secara lisan atau tertulis, termasuk melalui penerbitan dalam media massa. Angka 15… Angka 15 Penawaran Umum dalam angka ini meliputi penawaran Efek oleh Emiten yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia dengan menggunakan media massa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak atau telah dijual kepada lebih dari 50 (lima puluh) Pihak dalam batas nilai serta batas waktu tertentu. Penawaran Efek di wilayah Republik Indonesia meliputi penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten dalam negeri atau asing, baik kepada pemodal Indonesia maupun asing, yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia melalui pemenuhan Prinsip Keterbukaan. Ketentuan Penawaran Umum berlaku juga bagi Emiten dalam negeri yang melakukan Penawaran Umum di luar negeri kepada warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan dalam rangka melindungiwarga negara Indonesia yang melakukan investasi dalam Efek yang ditawarkan oleh Pihak tersebut di luar wilayah Republik Indonesia. Penawaran Efek kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak tersebut tidak dikaitkan dengan apakah penawaran tersebut diikuti dengan pembelian Efek atau tidak. Sedangkan penjualan Efek kepada lebih dari 50 (lima puluh) Pihak tersebut lebih ditekankan kepada realisasi penjualan Efek dimaksud tanpa memperhatikan apakah penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran atau tidak. Yang dimaksud dengan "media massa dalam penjelasan angka ini adalah surat kabar, majalah, film, televisi, radio, dan media elektronik lainnya, serta surat, brosur dan barang cetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak. Jumlah 100 (seratus) Pihak dalam penawaran Efek dan 50 (lima puluh) Pihak dalam penjualan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan Pasar Modal. Perubahan tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam. Angka 16 Yang dimaksud dengan "Efek yang dimiliki bersama dalam angka ini adalah Efek yang dimiliki oleh lebih dari satu Pihak dan tercatat atas nama Kustodian. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 8 - Sebagai… Sebagai contoh, Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang terdaftar dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tetap diakui oleh Emiten bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yang diwakili oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek yang dicatat dalam rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tetap diakui oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yang diwakili oleh Bank Kustodian atau Perusahaan Efek tersebut. Angka 17 Cukup jelas Angka 18 Cukup jelas Angka 19 Angka 20 Angka 21 Cukup jelas Angka 22 Cukup jelas Angka 23 Cukup jelas Angka 24 Cukup jelas Angka 25 Cukup jelas Angka 26 Cukup jelas Angka 27 Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 9 - Angka 28… Angka 28 Pinjam-meminjam Efek dapat terjadi dalam hal Anggota Bursa Efek tidak memiliki Efek yang mencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang timbul akibat jual beli Efek yang dilakukannya di Bursa Efek. Kontrak lain mengenai harga Efek mencakup, antara lain opsi terhadap indeks harga saham. Angka 29 Cukup jelas Angka 30 Cukup jelas Pasal 2 Kebijaksanaan umum adalah kebijaksanaan di bidang Pasar Modal yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kebijaksanaan fiskal, moneter, dan kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya. Pasal 3 Ayat (1) Mengingat Pasar Modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal yang memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, kegiatan Pasar Modal perlu mendapatkan pengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Untuk itu, secara operasional Bapepam diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Huruf a PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 10 - Angka 1) Cukup jelas Angka 2) Cukup jelas Angka 3)… Angka 3) Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Calon anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bapepam. Persyaratan tersebut meliputi, antara lain: 1. 2. 3. 4. orang perseorangan warga negara Indonesia dan cakap melakukan perbuatan hukum; tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direktur atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit; tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana; tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada khususnya dan di bidang keuangan pada umumnya; 5. memiliki akhlak dan moral yang baik; 6. memiliki keahlian di bidang Pasar Modal; dan 7. tidak pernah melakukan pelanggaran yang material atas ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal. Tata cara pencalonan anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah sebagai berikut: 1. 2. calon anggota direksi atau komisaris diajukan kepada Bapepam untuk diteliti sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Bapepam; apabila calon anggota direksi atau komisaris dimaksud telah memenuhi persyaratan, Bapepam wajib memberikan persetujuannya. Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam, calon dimaksud tidak memenuhi persyaratan, Bapepam menolak pencalonan tersebut; dan 3. calon anggota direksi atau komisaris yang telah disetujui Bapepam diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Bapepam dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian apabila anggota direksi atau komisaris PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 11 - tersebut, antara lain: 1. 2. kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum; dinyatakan pailit; 3. dihukum karena melakukan tindak pidana; 4. melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada khususnya dan di bidang keuangan pada umumnya; 5. 5. Tidak memiliki akhlak dan moral yang baik; atau 6. melakukan pelanggaran yang cukup material atas ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal. Dalam hal Bapepam memberhentikan sementara seluruh anggota direksi, Bapepam dapat menunjuk Pihak yang berasal, baik dari dalam maupun luar Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagai manajemen sementara. Selanjutnya, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengangkat anggota direksi atau komisaris yang baru. Huruf d Pernyataan efektif dalam hal ini menunjukkan lengkap atau dipenuhinya seluruh prosedur dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Pernyataan efektif tersebut bukan merupakan izin untuk melakukan Penawaran Umum dan juga bukan berarti bahwa Bapepam menyatakan informasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar atau cukup. Emiten atau Perusahaan Publik yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran bertanggung jawab bahwa seluruh informasi dan pernyataan yang dibuat adalah benar dan tidak menyesatkan. Bapepam tidak menjamin kebenaran dan kelengkapan informasi yang disampaikan dalam Pernyataan Pendaftaran. Sesuai dengan kewenangan yang ada pada huruf ini, Bapepam dapat menunda efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal tata cara dan atau persyaratan Pernyataan Pendaftaran belum dipenuhi. Di samping itu, Bapepam dapat membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal diperoleh informasi baru yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Huruf e Cukup jelas Huruf f Angka 1) Apabila suatu Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal menyampaikan informasi melalui iklan atau promosi yang tidak sesuai dengan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, untuk Tidak… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 12 - melindungi kepentingan pemodal dan atau Pasar Modal, Bapepam memiliki kewenangan untuk menghentikan iklan atau promosi tersebut dan mewajibkan Pihak yang bersangkutan untuk meluruskannya dengan cara memperbaiki iklan atau promosi dimaksud. Angka 2)… Angka 2) Apabila iklan atau promosi tersebut pada angka 1) di atas mengakibatkan kerugian kepada Pihak lain termasuk pemodal, Bapepam memiliki kewenangan untuk mewajibkan Pihak tersebut mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan, antara lain berupa pembayaran ganti rugi. Huruf g Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah pemeriksaan rutin terhadap Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh Bapepam dengan mewajibkan para Pihak dimaksud untuk menyampaikan laporan tertentu atau memeriksa kantor dan catatan seperti rekening, pembukuan, dokumen, atau kertas kerja yang disusun secara manual, mekanis, elektronik atau dengan cara lain. Huruf h Penugasan kepada Pihak lain oleh Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, misalnya, adalah penugasan Bapepam kepada Bursa Efek untuk melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Efek yang menjadi Anggota Bursa Efek. Penugasan tersebut dapat pula diberikan kepada Akuntan atau Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan dalam kasus tertentu di mana jasa Akuntan atau Pihak lain yang bersangkutan diperlukan. Huruf i Dalam hal Bapepam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan huruf g dan hasil pemeriksaan tersebut dipandang perlu untuk diketahui oleh masyarakat dalam rangka menjaga integritas pasar dan kepatuhan setiap Pihak terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, Bapepam dapat mengumumkan hasil pemeriksaan tersebut berdasarkan kewenangan dalam huruf ini. Huruf j Pembekuan atau pembatalan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau penghentian Transaksi Bursa atas Efek tertentu dapat dilakukan oleh Bapepam bilamana terdapat hal-hal atau kejadian yang membahayakan kepentingan pemodal atau keadaan yang tidak memungkinkan diselenggarakannya Transaksi Bursa atas Efek tertentu secara wajar, misalnya diketahui bahwa PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 13 - Emiten tidak mengungkapkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Huruf k… Huruf k Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah suatu keadaan memaksa di luar kemampuan Pihak sebagai akibat, antara lain, adanya perang, peristiwa alam seperti gempa bumi atau banjir, pemogokan, sabotase atau huru-hara, turunnya sebagian besar atau keseluruhan harga Efek yang tercatat di Bursa Efek sedemikian besar dan material sifatnya yang terjadi secara mendadak (crash), atau kegagalan sistem perdagangan atau penyelesaian transaksi. Huruf l Jika suatu Pihak dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan yang bersangkutan tidak menerima sanksi tersebut, maka Pihak dimaksud dapat mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi tersebut kepada Bapepam. Bapepam dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila berdasarkan hasil penelaahan Bapepam sanksi dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan membatalkan atau mengubah keputusan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Sebaliknya, Bapepam dapat menolak permohonan tersebut dengan menguatkan keputusan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian apabila keberatan atas pengenaan sanksi tersebut tidak beralasan. Hurufm Yang dimaksud dengan biaya perizinan dalam huruf ini adalah biaya-biaya yang dipungut dalam rangka pemberian izin yang dikeluarkan Bapepam kepada Pihak-Pihak yang akan melakukan kegiatan di Pasar Modal, misalnya pemberian izin kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, dan Penasihat Investasi. Yang dimaksud dengan biaya persetujuan dalam huruf ini adalah biaya-biaya yang dipungut dalam rangka pemberian persetujuan yang dikeluarkan oleh Bapepam kepada Pihak-Pihak yang akan melakukan kegiatan di Pasar Modal seperti pemberian persetujuan kepada bank yang akan bertindak sebagai Kustodian. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 14 - Yang dimaksud dengan biaya pendaftaran dalam huruf ini adalah biaya-biaya yang dipungut dalam rangka pendaftaran Wali Amanat dan Profesi Penunjang Pasar Modal yang meliputi pendaftaran Akuntan, Penilai, Notaris, dan Konsultan Hukum. Yang… Yang dimaksud dengan biaya pemeriksaan dan penelitian dalam huruf ini, antara lain, biaya-biaya yang dipungut dalam rangka penelaahan dokumen Pernyataan Pendaftaran dan pemeriksaan yang melibatkan Pihak lain dalam rangka pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Akuntan. Yang dimaksud dengan biaya lain dalam huruf ini, antara lain biaya-biaya yang dipungut dalam pemberian informasi yang dibutuhkan oleh pemodal. Semua penerimaan dari pungutan biaya-biaya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini merupakan penerimaan negara dan disetor ke kas negara. Mengingat cakupan tugas Bapepam yang cukup luas, termasuk mengantisipasi perkembangan masa datang, kepada Bapepam perlu disediakan anggaran yang memadai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Huruf n Yang dimaksud dengan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat dalam huruf ini adalah tindakan-tindakan yang bersifat penting dan segera harus diambil untuk melindungi masyarakat dari pelanggaran Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, antara lain mencakup: 1. memutuskan cara penyelesaian transaksi dalam hal Lembaga Kliring dan Penjaminan tidak mampu menyelesaikan transaksi tertentu; 2. mengambil tindakan-tindakan penting dalam hal terjadi pemalsuan saham seperti pengusulan pencekalan terhadap Pihak tertentu kepada Direktur Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman melalui Jaksa Agung; 3. mewajibkan Bursa Efek untuk mengubah peraturan yang dibuatnya apabila peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan Pasar Modal yang berlaku; 4. mewajibkan Emiten untuk menggunakan dana hasil emisi sesuai dengan tujuan yang telah diungkapkan dalam Prospektus; dan 5. menyetujui dilakukannya perubahan atas penggunaan dana hasil emisi dengan syarat bahwa hal tersebut telah memperoleh putusan Rapat Umum Pemegang Saham. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 15 - Huruf o Cukup jelas Huruf p Dalam menetapkan instrumen lain sebagai Efek dalam huruf ini dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kewenangan instansi lain, misalnya Bank Indonesia. Huruf q… Huruf q Yang dimaksud dengan "melakukan hal-hal lain dalam huruf ini adalah kewenangan selain yang ditetapkan pada huruf a sampai dengan huruf p. Kewenangan lain yang diberikan kepada Bapepam, antara lain mengenai: 1. 2. 3. 4. rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (3); persetujuan atas peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek, termasuk perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; penetapan jasa lain yang dapat diberikan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3); dan rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang wajib disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan kepada Bapepam sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (4). Pasal 6 Ayat (1) Kegiatan Bursa Efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek bagi para anggotanya. Mengingat perdagangan dimaksud menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek, perdagangan tersebut harus dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Oleh karena itu, penyelenggaraan kegiatan Bursa Efek hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. izin usaha; ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar; kepengurusan; d. permodalan; dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 16 - e. Pasal 7 Ayat (1) Perdagangan Efek secara teratur, wajar, dan efisien adalah suatu perdagangan yang diselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten. Dengan demikian, harga yang terjadi mencerminkan mekanisme pasar berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Perdagangan Efek yang efisien tercermin dalam penyelesaian transaksi yang cepat dengan biaya yang relatifmurah. Ayat (2)… Ayat (2) Bursa Efek didirikan untuk menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek. Dengan tersedianya sistem dan atau sarana yang baik, para Anggota Bursa Efek yang sekaligus pemegang saham Bursa Efek yang bersangkutan dapat melakukan penawaran jual dan beli Efek secara teratur, wajar, dan efisien. Di samping itu, tersedianya sistem dan atau sarana dimaksud memungkinkan Bursa Efek melakukan pengawasan terhadap anggotanya dengan lebih efektif. Ayat (3) Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Bursa Efek wajib berpedoman pada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam yang menyangkut, antara lain, hal-hal sebagai berikut: a. meningkatkan sistem atau sarana perdagangan Efek; b. meningkatkan sistem pembinaan dan pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek; c. mengembangkan sistem pencatatan Efek yang efisien; d. mengembangkan sistem kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Bursa Efek; e. meningkatkan sistem pelayanan informasi; f. melakukan kegiatan pengembangan Pasar Modal melalui kegiatan promosi dan penelitian; dan g. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam. Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, Bapepam dapat menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud, direksi Bursa Efek wajib melakukan penyesuaian dan meminta persetujuan komisaris Bursa Efek sebelum diajukan kembali latar belakang ekonomis pendirian Bursa Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 17 - kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Bapepam. Pasal 8 Oleh karena tujuan Bursa Efek adalah untuk menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek dan yang dapat melakukan perdagangan Efek di Bursa Efek hanya Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek, pemegang saham Bursa Efek dibatasi hanya pada Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam sebagai Perantara Pedagang Efek. Pasal 9… Pasal 9 Ayat (1) Bursa Efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur pelaksanaan kegiatannya. Oleh karena itu, ketentuan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek mempunyai kekuatan mengikat yang wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, Emiten yang efeknya tercatat di Bursa Efek tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Kustodian atau Pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan Bursa Efek. Kendatipun demikian, dalam hal pembuatan peraturan mengenai kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa, peraturan tersebut perlu dibuat bersama-sama dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan. Yang dimaksud dengan hal-hal lain dalam ayat ini adalah kewenangan Bursa Efek untuk menetapkan aturan tentang pemeriksaan terhadap Anggota Bursa Efek, aturan yang berkaitan dengan mekanisme koordinasi pelaksanaan fungsi Bursa Efek dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan untuk mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang. Kesepadanan Efek adalah sifat dari Efek yang dapat dipertukarkan dengan Efek sejenis yang mempunyai nilai yang sama dan diterbitkan oleh Emiten yang sama. Ayat (2) Dalam rangka menetapkan ketentuan mengenai peralihan Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, Bursa Efek wajib memperhatikan kelaziman praktik yang berlaku di Pasar Modal. Peralihan Efek yang dimaksud dalam hal ini adalah peralihan hak yang melekat pada Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 18 - Ayat (3) Pendapatan Bursa Efek pada dasarnya berasal dari pungutan berupa iuran anggota, biaya transaksi, dan biaya pencatatan Efek. Penggunaan pungutan dimaksud diperkenankan untuk membiayai pelaksanaan fungsinya agar perdagangan Efek di Bursa Efek yang dilakukan oleh para anggotanya dapat terlaksana dengan teratur, wajar, dan efisien. Ayat (4)… Ayat (4) Besarnya biaya dan iuran yang ditetapkan oleh Bursa Efek harus didasarkan pada kebutuhan bagi penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek. Dalam hal dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek sudah mencukupi, biaya dan iuran dimaksud dapat diturunkan. Pasal 10 Larangan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya persaingan yang tidak sehat di antara Bursa Efek. Oleh karena itu suatu Perusahaan Efek dapat menjadi anggota lebih dari satu Bursa Efek. Pasal 11 Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, peraturan dimaksud wajib mendapat persetujuan Bapepam terlebih dahulu sebelum dinyatakan berlaku. Pasal 12 Ayat (1) Pembentukan satuan pemeriksa pada setiap Bursa Efek dimaksudkan agar pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek dapat dilakukan secara terus-menerus untuk memastikan bahwa setiap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek melakukan kegiatannya sesuai dengan Undang-undang ini, peraturan pelaksanaannya dan atau ketentuan Bursa Efek. Ayat (2) Pelaporan dalam ayat ini dimaksudkan agar direksi dan dewan komisaris Bursa PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 19 - Efek serta Bapepam dapat mengambil tindakan atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan, baik pada Anggota Bursa Efek maupun Bursa Efek. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan agar Bursa Efek mengadministrasikan semua laporan satuan pemeriksa secara baik sehingga selalu tersedia apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh Bapepam. Pasal 13… Pasal 13 Ayat (1) Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kegiatan Bursa Efek dalam rangka penyelesaian Transaksi Bursa. Mengingat kegiatan tersebut menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan harus memenuhi persyaratan teknis tertentu agar penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Demikian pula halnya dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang melaksanakan fungsi sebagai Kustodian sentral yang aman dalam rangka penitipan Efek juga diwajibkan memenuhi persyaratan teknis tertentu. Sehubungan dengan itu, kedua lembaga tersebut wajib memperoleh izin usaha dari Bapepam. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. izin usaha; ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar; kepengurusan; dan d. permodalan. Pasal 14 Ayat (1) Kegiatan kliring pada dasarnya merupakan suatu proses yang digunakan untuk PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 20 - menetapkan hak dan kewajiban para Anggota Bursa Efek atas transaksi yang mereka lakukan sehingga mereka mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "jasa lain dalam ayat ini di antaranya adalah jasa yang berhubungan dengan hak pemodal, seperti distribusi dokumen mengenai kuasa dalam pemberian hak suara, distribusi laporan tahunan, pemrosesan hak memesan Efek terlebih dahulu, penerimaan Efek dalam rangka penawaran tender, serta pemberian jasa penyelesaian terhadap Kustodian sentral asing. Ayat (4)… Ayat (4) Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib berpedoman pada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam yang menyangkut, antara lain, hal-hal sebagai berikut: a. menyelenggarakan peningkatan pelayanan kliring dan penjaminan serta penyelesaian Transaksi Bursa secara teratur, wajar, dan efisien; b. menyelenggarakan peningkatan pelayanan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara teratur, wajar, dan efisien; c. meningkatkan kegiatan penyelesaian Transaksi Bursa secara pembukuan yang aman; dan d. mengembangkan sistem keamanan penyimpanan Efek . Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam. Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam, rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, Bapepam dapat menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud, maka direksi Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib melakukan penyesuaian dan meminta persetujuan komisaris Lembaga Kliring dan Penjaminan serta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 21 - Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebelum diajukan kembali kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Bapepam. Pasal 15… Pasal 15 Ayat (1) Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sangat erat hubungannya dengan penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek. Oleh karena itu, pemilikan saham Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diutamakan kepada lembaga-lembaga yang menggunakan jasa kedua lembaga tersebut, seperti Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, dan Bank Kustodian. Namun, jika kebutuhan dana penyelenggaraan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dirasakan tidak dapat terpenuhi oleh lembaga-lembaga tersebut, dimungkinkan Pihak lain turut serta sebagai pemegang saham berdasarkan persetujuan Bapepam. Ayat (2) Kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa merupakan satu kesatuan dengan kegiatan Bursa Efek. Sehubungan dengan itu, dalam rangka menjamin keselarasan antara pelaksanaan kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa dengan kegiatan Bursa Efek, dalam ayat ini ditentukan bahwa mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan dimiliki oleh Bursa Efek. Mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan. Pasal 16 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 22 - Ayat (1) Agar kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa dapat terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien, perlu suatu aturan yang jelas yang dapat melindungi kepentingan para pemakai jasa. Untuk itu, kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat dan wajib ditaati oleh para pemakai jasa tersebut. Ayat (2) Agar kepentingan para Pihak yang terkait dengan kegiatan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian terlindungi, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menerbitkan peraturan mengenai hak dan kewajiban pemakai jasa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Ayat (3)… Ayat (3) Sebagai suatu lembaga yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, besarnya biaya atas pemakaian jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian harus disesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan dan pengembangan Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian setelah mempertimbangkan kepentingan pemakai jasa. Pasal 17 Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sesuai dengan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan Bapepam terlebih dahulu sebelum dinyatakan berlaku. Pasal 18 Ayat (1) Huruf a Reksa Dana berbentuk Perseroan adalah Emiten yang kegiatan usahanya menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di Pasar Modal dan pasar uang. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 23 - Huruf b Kontrak investasi kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif. Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif menghimpun dana dengan menerbitkan Unit Penyertaan kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di Pasar Modal dan di pasar uang. Ayat (2) Reksa Dana terbuka adalah Reksa Dana yang dapat menawarkan dan membeli kembali saham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah modal yang telah dikeluarkan, sedangkan Reksa Dana tertutup adalah Reksa Dana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada pemodal. Ayat (3)… Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Agar pengelolaan dana kontrak investasi kolektif dapat dilakukan secara profesional, pengelolaannya hanya dapat dilakukan oleh Manajer Investasi. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. izin usaha; ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar; kepengurusan; dan d. permodalan. Pasal 19 Ayat (1) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 24 - Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sejumlah nilai tertentu yang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per saham Reksa Dana. Perhitungan nilai portofolio dan aktiva bersih per saham berdasarkan harga Efek-Efek di Bursa Efek di mana portofolio Reksa Dana diperdagangkan. Apabila Bursa Efek tersebut ditutup, tidak ada harga bagi Efek yang menjadi dasar perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per saham dari Reksa Dana. Huruf b… Huruf b Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi bagian portofolio Reksa Dana dihentikan perdagangannya di Bursa Efek, maka tidak ada harga bagi Efek tersebut. Huruf c Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 huruf k. Huruf d Ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan Pasar Modal yang memungkinkan adanya situasi di luar huruf a, huruf b, dan huruf c yang lazimnya diatur berdasarkan kontrak para Pihak berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Oleh karena itu, bila ada hal-hal lain di luar huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut, perlu persetujuan terlebih dahulu dari Bapepam sebelum kontrak berlaku dan mengikat para Pihak. Pasal 20 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 25 - Ayat (1) Pembelian kembali Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif dilakukan oleh Manajer Investasi dan dibebankan kepada rekening Reksa Dana. Dana yang dipergunakan untuk membeli kembali Unit Penyertaan yang dilakukan oleh Manajer Investasi berasal dari kekayaan Reksa Dana. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)… Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sejumlah nilai tertentu yang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per Unit Penyertaan Reksa Dana. Perhitungan nilai portofolio dan aktiva bersih per Unit Penyertaan berdasarkan harga Efek-Efek di Bursa Efek di mana portofolio Reksa Dana diperdagangkan. Apabila Bursa Efek tersebut ditutup, maka tidak ada harga bagi Efek yang menjadi dasar perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per Unit Penyertaan dari Reksa Dana. Huruf b Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi bagian portofolio Reksa Dana dihentikan perdagangannya di Bursa Efek, maka tidak ada harga bagi Efek tersebut. Huruf c Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 huruf k. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 26 - Huruf d Yang dimaksud dengan "hal-hal lain dalam huruf ini adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 19 ayat (3) huruf d. Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengelolaan Reksa Dana adalah pengelolaan dana Reksa Dana oleh Manajer Investasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan kontrak pengelolaan dalam ayat ini, antara lain memuat: a. b. c. d. rencana diversifikasi portofolio di pasar uang dan di Pasar Modal; rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham; rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu. Ayat (3)… Ayat (3) Yang dimaksud dengan "kontrak pengelolaan dalam ayat ini, antara lain memuat: a. b. c. d. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam dalam ayat ini, antara lain mengenai: a. pedoman penyusunan kontrak pengelolaan investasi; dan b. tata cara penyampaian rancangan kontrak pengelolaan investasi. Pasal 22 Nilai pasar wajar suatu Efek adalah harga pasar atau kurs Efek itu sendiri apabila Efek tersebut secara aktif diperdagangkan di Bursa Efek. Namun, nilai pasar wajar dapat berbeda dengan harga pasar apabila transaksi atas Efek tersebut tidak aktif atau tidak ditransaksikan dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal demikian, kriteria penentuan nilai pasar wajar diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan rencana diversifikasi portofolio di pasar uang dan di Pasar Modal; rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham; rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 27 - oleh Bapepam. Yang dimaksud dengan "hari bursa dalam Pasal ini adalah hari dimana Bursa Efek melakukan kegiatan. Pasal 23 Yang dimaksud dengan nilai aktiva bersih dalam Pasal ini adalah nilai pasar yang wajar dari suatu Efek dan kekayaan lain dari Reksa Dana dikurangi seluruh kewajibannya. Pasal 24 Ayat (1) Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk dalam hal Reksa Dana membeli obligasi, Efek lain yang bersifat utang, dan atau menyimpan dana di bank. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)… Ayat (3) Hal-hal yang berkaitan dengan pembatasan investasi, antara lain mengenai: a. jumlah investasi dalam satu jenis Efek; b. c. batasan dalam investasi pada Efek di luar negeri; dan jenis-jenis instrumen yang dilarang dibeli oleh Reksa Dana. Pasal 25 Ayat (1) Kekayaan Reksa Dana terdiri dari uang kas dan Efek, antara lain sertifikat deposito, surat berharga komersial, saham, obligasi, dan tanda bukti utang. Kewajiban penyimpanan kekayaan Reksa Dana pada Bank Kustodian dimaksudkan untuk mengamankan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu, perlu adanya pemisahan fungsi penyimpanan yang dilakukan oleh Bank Kustodian dan fungsi pengelolaan yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Ayat (2) Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan dana Reksa Dana, kewenangan Manajer Investasi dan Bank Kustodian perlu PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 28 - dibatasi. Manajer Investasi hanya bertindak sebagai pengelola, sedangkan Bank Kustodian menyimpan dan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana. Untuk menjamin hal tersebut Manajer Investasi dilarang terafiliasi dengan Bank Kustodian. Ayat (3) Nilai aktiva bersih Reksa Dana terbuka dihitung dan diumumkan setiap hari bursa. Nilai aktiva bersih Reksa Dana tertutup dihitung dan diumumkan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu. Pasal 26 Ayat (1) Direksi Reksa Dana bertindak mengawasi pelaksanaan pengelolaan Reksa Dana, termasuk penyimpanan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu, direksi wajib membuat kontrak penyimpanan kekayaan Reksa Dana dengan Bank Kustodian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kontrak penyimpanan kekayaan dalam ayat ini, antara lain memuat: a. pemisahan… a. pemisahan Efek Reksa Dana dari Kustodian; b. pencatatan mutasi kekayaan Reksa Dana; c. larangan penghentian kegiatan Kustodian sebelum ditunjuk Kustodian pengganti; dan d. pembuatan dan penyampaian laporan kepada direksi Reksa Dana, Manajer Investasi, dan Bapepam. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam dalam ayat ini, antara lain mengenai: a. pedoman penyusunan kontrak penyimpanan; dan b. tata cara penyampaian rancangan kontrak penyimpanan kekayaan investasi kolektif. Pasal 27 Ayat (1) Mengingat semua dana yang dikelola oleh Manajer Investasi adalah dana masyarakat, perlu adanya pengamanan maksimal dengan mewajibkan Manajer PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 29 - Investasi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin untuk kepentingan Reksa Dana. Ayat (2) Manajer Investasi berdasarkan ayat ini dibebani tanggung jawab atas kerugian Reksa Dana yang timbul karena pengelolaan yang tidak dilakukan dengan itikad baik dan tidak dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Reksa Dana. Pasal 28 Ayat (1) Nilai saham Reksa Dana adalah cerminan dari nilai bersih portofolionya. Setiap ada perubahan nilai portofolio, maka nilai aktiva bersih per saham berubah pula. Pemodal membeli atau menjual saham Reksa Dana sesuai dengan nilai aktiva bersih per saham. Baik pada pertama kali didirikan maupun setelah beroperasi harga saham Reksa Dana selalu sama dengan nilai aktiva bersih per saham, hanya saja nilai aktiva bersih per saham itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan nilai portofolionya. Oleh karena itu, saham Reksa Dana diterbitkan tanpa nilai nominal. Ayat (2)… Ayat (2) Penyetoran modal pada waktu pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan oleh pendiri, hanya dimaksudkan untuk merintis pendirian Reksa Dana dimaksud. Untuk itu, pendiri cukup diwajibkan untuk melakukan pemenuhan modal ditempatkan dan disetor pada waktu Reksa Dana tersebut didirikan sekurang-kurangnya 1% (satu perseratus) dari modal dasar Reksa Dana. Pemenuhan modal selanjutnya sampai dengan modal dasar akan dilakukan melalui Penawaran Umum karena Reksa Dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek. Ayat (3) Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham tidak diperlukan karena pembelian kembali saham-sahamnya yang telah dikeluarkan oleh Reksa Dana dan pengalihan lebih lanjut saham tersebut dapat terjadi setiap saat dalam hal pemegang saham Reksa Dana menjual kembali saham dimaksud. Ayat (4) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 30 - Dana yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain, adalah kas dan hasil penjualan portofolio Reksa Dana. Pasal 29 Ayat (1) dan Ayat (2) Pada dasarnya semua keuntungan yang diperoleh Reksa Dana akan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham Reksa Dana. Reksa Dana tidak mempunyai pinjaman dari Pihak ketiga. Oleh karena itu, tidak diperlukan dana cadangan untuk melindungi dana Pihak ketiga. Akan tetapi, untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai investasinya, Reksa Dana dapat membentuk dana cadangan. Pasal 30 Ayat (1) Untuk melaksanakan kegiatan sebagai Perusahaan Efek diperlukan berbagai persyaratan di antaranya keahlian dan permodalan yang cukup. Ayat (2)… Ayat (2) Izin usaha sebagai Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin usaha Perantara Pedagang Efek. Dengan demikian, Perusahaan Efek yang telah memiliki izin tersebut, di samping dapat bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek, juga dapat bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek. Sedangkan Perusahaan Efek yang hanya memiliki izin usaha sebagai Perantara Pedagang Efek tidak dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek. Ayat (3) Pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, atau Manajer Investasi atas Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tidak diwajibkan memperoleh izin usaha dari Bapepam. Namun, karena kegiatan dimaksud dapat dilakukan oleh Pihak yang telah mendapatkan izin usaha dari Bapepam, dan juga karena ada kemungkinan Efek baru yang diperdagangkan dalam kegiatan tersebut belum ada badan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 31 - pemerintah yang mengatur dan mengawasinya, maka Bapepam dapat melaksanakan kewenangannya berdasarkan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. Pasal 31 Yang dimaksud dengan segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek dalam Pasal ini adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Efek yang meliputi, antara lain kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan Manajer Investasi. Yang dimaksud dengan pegawai dalam Pasal ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 huruf b. Yang dimaksud dengan "Pihak lain yang bekerja untuk Perusahaan Efek dalam Pasal ini adalah Pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Efek untuk melakukan tugas tertentu meskipun Pihak tersebut bukan pegawai Perusahaan Efek dimaksud. Pasal 32… Pasal 32 Ayat (1) Wakil Penjamin Emisi Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pelaksanaan penjaminan emisi Efek. Wakil Perantara Pedagang Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pelaksanaan perdagangan Efek. Wakil Manajer Investasi bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pengelolaan Portofolio Efek. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: persyaratan kepengurusan, permodalan dan tenaga ahli; dan tata cara pengajuan permohonan izin. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 32 - a. b. Pasal 33 Ayat (1) Izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin Wakil Perantara Pedagang Efek. Oleh karena itu, orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Penjamin Emisi Efek dapat mewakili Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. Sedangkan orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Perantara Pedagang Efek hanya dapat mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek. Ayat (2) Orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini bekerja untuk kepentingan perusahaan dan nasabah perusahaan yang diwakilinya. Untuk menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan, Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi hanya dapat bekerja pada satu Perusahaan Efek. keahlian dan pengalaman; dan tata cara pengajuan permohonan izin. Pasal 34… Pasal 34 Ayat (1) Kegiatan Penasihat Investasi adalah memberikan nasihat mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. Oleh karena itu, Penasihat Investasi harus memenuhi persyaratan tertentu seperti keahlian dalam bidang analisis Efek. Termasuk dalam kegiatan Penasihat Investasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pemeringkat Efek. Untuk memastikan hal tersebut sebelum melakukan kegiatannya, Penasihat Investasi diwajibkan terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Bapepam. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 33 - a. b. Pasal 35 Huruf a Kegiatan usaha Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi pada dasarnya dilandasi oleh adanya kepercayaan dari nasabah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatannya Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi harus mendahulukan dan menjaga kepentingan nasabahnya sepanjang kepentingan nasabah tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib menghindarkan segala tindakan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah yang bersangkutan. Sebagai contoh, pegawai pemasaran Perusahaan Efek dilarang mempengaruhi nasabahnya yang mempunyai dana terbatas untuk diinvestasikan terhadap Efek yang mempunyai risiko tinggi. Huruf b Cukup jelas persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon Penasihat Investasi, antara lain memiliki izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi; dan tata cara pengajuan permohonan menjadi Penasihat Investasi. Huruf c… Huruf c Sebagai Pihak yang memperoleh kepercayaan dari nasabahnya, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib secara benar dan sejujurnya mengungkapkan Fakta Material untuk diketahui oleh nasabah mengenai kemampuan profesi serta keadaan keuangannya. Huruf d Larangan yang dimaksud dalam huruf ini adalah untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya benturan kepentingan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dengan mewajibkan mereka untuk mengungkapkan segala kepentingan dalam Efek yang bersangkutan. Dalam hal Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mempunyai kepentingan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 34 - dalam suatu Efek bersamaan dengan nasabahnya, mereka wajib memberitahukan hal tersebut kepada nasabahnya sebelum memberikan rekomendasi. Kepentingan dalam Efek timbul, antara lain apabila: 1. Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Pihak lain memiliki Efek atau berhak atas dividen, bunga atau hasil penjualan dan atau penggunaan Efek; 2. Pihak telah terikat dalam kesepakatan atau perjanjian untuk membeli Efek, mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan Efek, atau memiliki hak memesan Efek terlebih dahulu; 3. 4. Pihak yang diwajibkan membeli sisa Efek yang tidak habis terjual dalam Penawaran Umum; dan Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, mengendalikan Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, atau angka 3 penjelasan huruf d. Huruf e Selain merupakan sarana pengerahan dana masyarakat, Penawaran Umum dimaksudkan untuk menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyebaran Efek kepada sejumlah besar pemodal merupakan hal yang sangat penting. Penguasaan Efek yang ditawarkan dalam rangka Penawaran Umum oleh sebagian kecil pelaku di Pasar Modal tidak akan mampu menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Di lain pihak hal itu dapat menciptakan peluang bagi Pihak-Pihak tersebut untuk memanfaatkan keadaan pasar untuk memperkaya diri sendiri. Untuk… Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal terjadi kelebihan permintaan dalam Penawaran Umum, Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek wajib mendahulukan kepentingan Pihak lain yang tidak terafiliasi yang telah memesan Efek daripada pesanan Penjamin Emisi Efek sendiri, agen penjualan, dan semua Pihak yang terafiliasi. Pasal 36 Huruf a dan huruf b Karena hubungan antara nasabah dan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi didasarkan pada kepercayaan, sudah sepatutnya Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mengetahui keinginan, kemampuan, serta latar belakang nasabah. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, Perusahaan Efek atau Penasihat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 35 - Investasi dapat menentukan arah dalam pemberian jasanya sesuai dengan keadaan nasabah sehingga dapat dihindarkan keadaan di mana Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan untuk kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib menyimpan dengan baik segala catatan yang berhubungan dengan pesanan, transaksi, dan kegiatan investasi nasabah. Dengan demikian, catatan tersebut sewaktu-waktu dapat diketahui oleh nasabah untuk kepentingan pembuktian. Pasal 37 Huruf a Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari Perusahaan Efek. Oleh karena itu, Efek nasabah tersebut harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek. Karena Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari kekayaan Perusahaan Efek, dalam hal Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau dilikuidasi, Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua kreditur atau Pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap Perusahaan Efek tidak mempunyai hak untuk menuntut Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek. Huruf b… Huruf b Di samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi pencampuran Efek di antara nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabah agar terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun risiko kecurian. Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan Efek dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan menggunakannya untuk kepentingan pembuktian. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 36 - Pasal 38 Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku bagi Perusahaan Efek yang bertindak selaku Perantara Pedagang Efek dalam hal yang bersangkutan akan membeli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak terafiliasinya di mana pada saat yang bersamaan terdapat pesanan beli dari Pihak yang tidak terafiliasi dengan persyaratan transaksi Efek yang sama atau lebih tinggi dari persyaratan transaksi Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efek yang bersangkutan atau Pihak terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang Efek dimaksud membeli Efek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih tinggi dibandingkan dengan persyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi, Perantara Pedagang Efek dimaksud dapat membeli Efek tersebut, baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun Pihak terafiliasinya. Larangan yang sama berlaku pula dalam hal Perantara Pedagang Efek dimaksud bermaksud melakukan penjualan Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak terafiliasinya di mana pada saat yang bersamaan terdapat pesanan jual dari Pihak yang tidak terafiliasi dengan persyaratan transaksi Efek yang sama atau lebih rendah dari persyaratan transaksi Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efek yang bersangkutan atau Pihak terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang Efek bermaksud menjual Efek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih rendah dibandingkan dengan persyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi, maka Perantara Pedagang Efek dimaksud dapat menjual Efek tersebut, baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun Pihak terafiliasinya. Misalnya, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek mengajukan pesanan beli atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00 sementara pada saat yang bersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud membeli saham yang sama dengan harga di atas Rp10.000,00. Dalam hal ini, Perantara Pedagang Efek tersebut dapat membeli saham dimaksud baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Pihak terafiliasinya. Contoh… Contoh lain, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek mengajukan pesanan jual atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00, sementara pada saat yang bersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud menjual saham yang sama dengan harga yang lebih rendah dari Rp10.000,00. Dalam hal ini, Perantara Pedagang Efek dimaksud dapat menjual saham tersebut untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Pihak terafiliasinya. Pasal 39 Apabila Penjamin Emisi Efek dan Emiten telah sepakat untuk melaksanakan Penawaran Umum berdasarkan jenis kontrak yang ditentukan, Pihak tersebut wajib melakukan Penawaran Umum tersebut sesuai dengan kontrak yang dibuat dan untuk PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 37 - itu harus dicantumkan dalam Prospektus. Kontrak penjaminan emisi Efek dapat berbentuk kesanggupan penuh (full commitment) atau kesanggupan terbaik (best effort). Dengan kesanggupan penuh, Penjamin Emisi Efek bertanggung jawab mengambil sisa Efek yang tidak terjual, sedangkan dengan kesanggupan terbaik, Penjamin Emisi Efek tidak bertanggung jawab terhadap sisa Efek yang tidak terjual, tetapi berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menjualkan Efek Emiten. Pasal 40 Pada dasarnya Emiten dapat menerbitkan Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Dalam hal ini, penetapan harga dilaksanakan oleh Emiten yang bersangkutan. Penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek dimaksudkan untuk membantu Emiten memasarkan dan atau menjual Efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian perolehan dana hasil penjualan Efek dimaksud. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasi terhadap Efek yang ditawarkan sepenuhnya berada di tangan pemodal. Oleh karena itu, penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek yang terafiliasi dengan Emiten pada dasarnya dapat dipersamakan dengan penawaran Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Namun, penjaminan tersebut harus benar-benar memperhatikan adanya kemungkinan benturan kepentingan. Dengan demikian, hubungan antara Emiten dan Penjamin Emisi Efek tidak menjadi faktor dominan bagi pemodal sepanjang hubungan dimaksud diungkapkan secara jelas dalam Prospektus. Dengan dimuatnya dalam Prospektus adanya hubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini pemodal dapat mengetahui dan menilai sejauh mana tingkat independensi dari Perusahaan Efek dimaksud yang bertindak selaku Penjamin Emisi Efek atas Efek yang diterbitkan oleh Emiten. Yang dimaksud dengan "hubungan lain yang bersifat material dalam Pasal ini, antara lain meliputi hubungan bisnis yang bersifat material antara Emiten dan Penjamin Emisi Efek seperti hubungan utang-piutang dan pemberian jasa tertentu. Pasal 41… Pasal 41 Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Reksa Dana dari pengenaan komisi secara tidak wajar oleh Perusahaan Efek yang bertindak sekaligus sebagai Manajer Investasi dan sebagai Perantara Pedagang Efek untuk Reksa Dana atau oleh Perantara Pedagang Efek yang terafiliasi dengan Perusahaan Efek yang bersangkutan. Pasal 42 Mengingat keputusan investasi harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 38 - pemegang saham Reksa Dana berbentuk Perseroan atau pemegang Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, Manajer Investasi dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi keputusannya dalam melakukan pembelian atau penjualan Efek untuk Reksa Dana tersebut. Komisi yang diperoleh Perusahaan Efek dalam rangka pemberian jasa sebagai Perantara Pedagang Efek dengan tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan imbalan lain yang berkaitan dengan pengelolaan dana investasi sebagaimana dituangkan dalam kontrak pengelolaan investasi bukan merupakan imbalan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini. Pasal 43 Ayat (1) Kegiatan penitipan adalah salah satu kegiatan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Oleh karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatan penitipan. Namun, untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian yang merupakan kegiatan yang lebih luas dari kegiatan penitipan dan terkait dengan kegiatan lembaga lainnya seperti Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, dan Reksa Dana, maka Bank Umum tetap memerlukan persetujuan Bapepam. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek tidak memerlukan izin atau persetujuan secara terpisah untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian karena izin yang telah diberikan sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek sudah mencakup kegiatan Kustodian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. a. b. c. d. Pasal 44 Ayat (1) persyaratan penyediaan sarana; persyaratan tenaga ahli; persyaratan penanggung jawab kegiatan Kustodian pada Bank Umum tersebut; dan tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh persetujuan. persyaratan… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 39 - Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Oleh karena Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek bukan merupakan harta Kustodian, Efek tersebut tidak dapat diambil atau disita oleh kreditur Kustodian. Dalam hal Kustodian mengalami kepailitan, semua Efek yang dititipkan pada Kustodian tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada pemegang rekening yang bersangkutan. Pasal 45 Bentuk perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat berupa surat yang ditandatangani atau bentuk perintah lainnya sesuai dengan kontrak yang dibuat antara Kustodian dan pemegang rekening. Pasal 46 Oleh karena Efek dalam rekening Efek dititipkan dan diadministrasikan pada Kustodian, sudah sepatutnya pemegang rekening perlu mendapat perlindungan dari kerugian yang timbul akibat kesalahan Kustodian, antara lain karena: a. b. c. hilang atau rusaknya harta atau catatan mengenai harta dalam penitipan; keterlambatan dalam penyerahan harta keluar dari penitipan; atau kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa dividen, bunga, atau hak-hak lain atas harta dalam penitipan. Pasal 47… Pasal 47 Ayat (1) Pengecualian dalam ayat ini diperlukan, antara lain untuk memungkinkan pelaksanaan penerapan sistem perdagangan Efek, kliring, penjaminan dan penyelesaian atas Transaksi Bursa, serta penyimpanan Efek, di mana lembaga-lembaga yang terkait saling memerlukan keterangan mengenai rekening Efek. Untuk maksud tersebut, Bursa Efek dan Lembaga Kliring dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 40 - Penjaminan perlu diberi kesempatan untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek pada Kustodian, termasuk Bank Kustodian. Di samping itu, dalam rangka penyelenggaraan daftar pemegang Efek dan pembagian hak-hak yang berkaitan dengan Efek, termasuk dividen, Biro Administrasi Efek juga perlu diberikan kesempatan untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek pada Kustodian, termasuk Bank Kustodian. Ketentuan ini juga diperlukan agar Bapepam dapat melaksanakan fungsi pengawasan sesuai dengan wewenang yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa walaupun Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f dapat memperoleh keterangan mengenai rekening Efek nasabah Kustodian atau Pihak terafiliasinya tidak berarti bahwa keterangan tersebut dapat diberikan kepada Pihak lain dengan bebas. Keterangan mengenai rekening Efek dimaksud hanya dapat diberikan kepada Pihak lain semata-mata dalam pelaksanaan fungsinya. Sebagai contoh, Biro Administrasi Efek menerima keterangan mengenai rekening Efek nasabah dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, kemudian Biro Administrasi Efek meneruskannya kepada Emiten untuk menentukan pemegang saham yang berhak hadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Ayat (3) Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang diberikan kewenangan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek. Pasal 48… Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 41 - Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. d. persyaratan penyediaan sarana; persyaratan tenaga ahli; persyaratan permodalan; dan tata cara pengajuan permohonan izin. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Oleh karena Efek bersifat utang adalah merupakan surat pengakuan utang yang sifatnya sepihak dan para pemegangnya tersebar luas, maka untuk mengurus dan mewakili mereka selaku kreditur, perlu dibentuk lembaga perwaliamanatan. Agar Wali Amanat dapat mewakili kepentingan para pemegang Efek bersifat utang tersebut, ditetapkan Bank Umum sebagai Pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan perwaliamanatan karena mempunyai jaringan kegiatan usaha yang luas. Namun, untuk mengantisipasi perkembangan Pasar Modal, dimungkinkan Pihak lain, selain Bank Umum, untuk melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat berdasarkan Peraturan Pemerintah. Ayat (2) Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat merupakan salah satu kegiatan Bank Umum sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Oleh karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat. Namun, untuk melakukan kegiatan tersebut, Bank Umum tetap memerlukan pendaftaran di Bapepam. Ayat (3)… Ayat (3) Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. persyaratan tenaga ahli; persyaratan permodalan; dan tata cara pengajuan permohonan pendaftaran. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 42 - Pasal 51 Ayat (1) Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang dan kepentingan Emiten di mana Wali Amanat mempunyai hubungan Afiliasi. Hal ini diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek bersifat utang secara maksimal. Ayat (2) Sejak ditandatangani kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan Wali Amanat, Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang, tetapi perwakilan tersebut akan berlaku efektif pada saat Efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para pemodal. Dalam hal ini, Wali Amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-undang ini untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang Efek bersifat utang tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari pemegang Efek bersifat utang dimaksud. Ayat (3) Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang dan kepentingan Wali Amanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten. Hal ini diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek bersifat utang secara maksimal. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "penggunaan jasa Wali Amanat" dalam ayat ini adalah penggunaan jasa Wali Amanat oleh Emiten dalam penerbitan Efek yang bersifat utang jangka panjang, seperti obligasi. Pasal 52… Pasal 52 Yang dimaksud dengan ketentuan yang harus ditetapkan Bapepam dalam ayat ini adalah hal-hal yang harus dimuat dalam kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan Wali Amanat, antara lain mengenai: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 43 - a. b. c. d. e. Pasal 53 Ketentuan dalam Pasal ini memberikan hak kepada pemegang Efek bersifat utang untuk menuntut ganti rugi kepada Wali Amanat yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian kepada pemegang Efek bersifat utang dimaksud. Pasal 54 Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya benturan kepentingan Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang dengan kepentingan Wali Amanat selaku penanggung yang justru wajib memenuhi kewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang dalam hal terjadi wanprestasi oleh Emiten. Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penyelesaian pembukuan" (book entry settlement) dalam ayat ini adalah pemenuhan hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat adanya Transaksi Bursa yang dilaksanakan dengan cara mengurangi Efek dari rekening Efek yang satu dan menambahkan Efek dimaksud pada rekening Efek yang lain pada Kustodian, yang dalam hal ini dapat dilakukan secara elektronik. Peralihan hak atas Efek terjadi pada saat penyerahan Efek atau pada waktu Efek dimaksud dikurangkan dari rekening Efek yang satu dan kemudian ditambahkan pada rekening Efek yang lain. Yang dimaksud dengan penyelesaian fisik dalam ayat ini, adalah penyelesaian Transaksi Bursa yang dilakukan langsung oleh setiap Perantara Pedagang Efek yang melakukan transaksi, berdasarkan serah terima fisik warkat Efek. Yang… Yang dimaksud dengan cara lain dalam ayat ini antara lain adalah: a. penyelesaian Transaksi Bursa secara langsung pada daftar pemegang Efek tanpa melalui rekening Efek pada Kustodian; b. penyelesaian Transaksi Bursa secara internasional atau melalui negara lain; utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten; saat jatuh tempo; jaminan (jika ada); agen pembayaran; dan tugas dan fungsi Wali Amanat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 44 - c. penyelesaian Transaksi Bursa secara elektronik atau cara lain yang mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan perkembangan teknologi; dan d. penyelesaian Transaksi Bursa lain yang wajib dilaksanakan apabila terdapat peraturan perundang-undangan baru. Ayat (2) Setiap Transaksi Bursa wajib diselesaikan oleh para Pihak yang melakukan Transaksi Bursa karena merupakan transaksi yang saling terkait dari waktu ke waktu. Transaksi yang terjadi sebelumnya merupakan dasar bagi transaksi berikutnya, sehingga pembatalan Transaksi Bursa sebelumnya akan mempengaruhi Transaksi Bursa berikutnya. Oleh karena itu, Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin penyelesaian Transaksi Bursa dengan merealisasikan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing Anggota Bursa Efek yang melakukan Transaksi Bursa. Ayat (3) Oleh karena kegiatan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian merupakan satu kesatuan kegiatan yang saling berkaitan mulai dari kegiatan transaksi sampai dengan penyelesaian transaksi, ketiga lembaga dimaksud wajib menjamin terlaksananya kegiatan tersebut secara efisien dan aman. Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan tersebut, ketiga lembaga dimaksud wajib membuat kontrak tertulis diantara mereka, antara lain memuat penentuan waktu dan tahap-tahap penyelesaian transaksi, jumlah dan cara pemenuhan dana jaminan yang wajib dipenuhi oleh Anggota Bursa Efek, dan penentuan biaya transaksi dan penyelesaian transaksi. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 56… Pasal 56 Ayat (1) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 45 - Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa para pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian berdasarkan Undang-undang ini diakui sebagai pemilik Efek atau Pihak yang berhak atas Efek di mana kepentingannya diwakili oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dengan mencatatkan nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tersebut dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa berdasarkan Undang-undang ini, pemilik atau Pihak yang berhak atas Efek yang tercatat pada rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah para pemegang rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek, meskipun nama yang tercatat pada rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah nama Bank Kustodian atau Perusahaan Efek. Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dalam hal ini mewakili kepentingan pemegang rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dimaksud. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan bahwa berdasarkan Undang-undang ini keseluruhan pemilik Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif adalah Pihak yang memiliki atau berhak atas Efek yang termasuk dalam portofolio Reksa Dana dimaksud. Kepemilikan tersebut diwakili oleh Bank Kustodian dengan mencatatkan nama Bank Kustodian tersebut dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Bank Kustodian dalam hal ini semata-mata bertindak selaku wakil dari keseluruhan pemilik Unit Penyertaan Reksa Dana dimaksud. Ayat (4) Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat berupa keterangan tertulis atau bentuk lain yang menerangkan jumlah Efek yang tercatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang mewakili kepentingan pemegang rekening atau Bank Kustodian yang mewakili kepentingan Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif. Ayat (5)… Ayat (5) Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Lembaga Penyimpanan dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 46 - Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek untuk memberikan tanda bukti pencatatan sebagai konfirmasi kepada pemegang rekening dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek dimaksud. Pasal 57 Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelesaian transaksi Efek, Efek dalam Penitipan Kolektif dianggap sepadan. Dalam hal ini Efek dianggap memiliki sifat yang sama dengan uang, misalnya apabila seseorang hendak mencairkan uang dari rekeningnya pada bank, maka yang bersangkutan tidak dapat menuntut atau mensyaratkan kepada bank agar uang yang dicairkan tersebut adalah fisik uang yang dahulu disetorkan nasabah tersebut kepada bank. Dengan demikian, pemegang rekening Efek tidak dapat menuntut pemilikan suatu Efek berdasarkan nomor, seri, atau ciri-ciri tertentu dari Efek. Pemegang rekening hanya dapat menuntut berdasarkan jumlah, jenis, dan kelas Efek. Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Walaupun Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian tercatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten, pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dapat menginstruksikan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian agar namanya atau Pihak lain yang ditunjuk oleh yang bersangkutan dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerima instruksi tersebut wajib melaksanakannya dengan memerintahkan Emiten agar mencatatkan nama Pihak tersebut atau Pihak lain yang ditunjuk oleh yang bersangkutan dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Emiten yang menerima instruksi tersebut wajib melaksanakannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini. Ayat (3)… Ayat (3) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 47 - Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa Efek yang dimasukkan dalam Penitipan Kolektif adalah Efek yang baik dalam arti bebas dari permasalahan, termasuk dari gugatan Pihak mana pun yang menyatakan berhak atas Efek dimaksud. Hal ini diperlukan agar Efek yang masuk dalam Penitipan Kolektif benar-benar Efek yang siap untuk diperjualbelikan. Efek yang hilang atau musnah dianggap Efek yang bermasalah, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam Penitipan Kolektif. Namun, kemungkinan dapat terjadi bahwa Efek yang hilang atau musnah tersebut dimiliki oleh Pihak dan tidak dialihkan kepada Pihak lain serta Pihak tersebut dapat membuktikan bahwa Efek tersebut adalah milik sendiri. Dalam hal ini, Emiten dapat menerima pencatatan Efek dimaksud ke dalam Penitipan Kolektif dan mengambil alih tanggung jawab terhadap pencatatan Efek dimaksud ke dalam Penitipan Kolektif. Ayat (4) Efek yang dijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan berdasarkan penetapan pengadilan, atau disita untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana dianggap Efek yang tidak bebas untuk ditransaksikan. Atas dasar itu, Efek tersebut tidak dapat dimasukkan dalam Penitipan Kolektif berdasarkan ketentuan ayat ini. Pasal 59 Ayat (1) Oleh karena dana dan atau Efek dalam Rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian merupakan milik dari pemegang rekening, pemegang rekening yang bersangkutan dapat menarik dana dan atau Efek tersebut sewaktu-waktu berdasarkan ketentuan ayat ini. Ayat (2) Dengan pemblokiran, pembekuan, atau penjaminan atas rekening Efek berarti bahwa dana dan atau Efek yang terdapat dalam rekening Efek tersebut tidak dapat ditarik atau dimutasikan. Atas dasar itu, apabila terdapat permintaan untuk menarik atau memutasikan dana dan atau Efek dalam rekening Efek dimaksud, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menolak permintaan tersebut. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 60… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 48 - Pasal 60 Ayat (1) Oleh karena pemegang rekening adalah Pihak yang memiliki atau berhak atas rekening Efek, sudah dengan sendirinya Pihak tersebut mempunyai hak suara atas Efek yang tercatat dalam rekening Efek yang bersangkutan. Untuk itu berdasarkan ketentuan ayat ini ditegaskan bahwa pemegang rekening adalah Pihak yang berhak untuk hadir dan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Efek walaupun Efek tersebut tercatat atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Fungsi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dan Bank Kustodian dalam hal ini adalah selaku Kustodian yang mewakili kepentingan pemegang rekening. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menjamin agar hak pemegang rekening berupa dividen, bunga, saham bonus, atau hak lain dapat segera diterima oleh pemegang rekening yang bersangkutan. Hal ini diperlukan untuk menghindari kerugian yang mungkin timbul yang diderita oleh pemegang rekening akibat keterlambatan penyerahan hak dimaksud. Pasal 61 Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pemegang rekening sewaktu-waktu dapat meminjamkan atau menjaminkan Efek yang tercatat dalam rekening Efek tanpa mengeluarkan Efek tersebut dari Penitipan Kolektif. Hal ini diperlukan agar peminjaman atau penjaminan Efek itu terlaksana dengan aman dan efisien. Peminjaman atau penjaminan Efek dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis oleh pemegang rekening kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerangkan jumlah, jenis Efek yang dipinjamkan atau dijaminkan, Pihak yang menerima pinjaman atau penjaminan, dan persyaratan peminjaman atau penjaminan. Pasal 62 Yang dimaksud dengan "ketentuan mengenai Penitipan Kolektif dalam Pasal ini adalah ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam anggaran dasar Emiten, antara lain: a. b. kesepadanan Efek; kewajiban untuk menerbitkan sertifikat atau konfirmasi kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian; c. d. hak suara, hak atas dividen, dan hak-hak lain yang dimiliki oleh pemegang rekening Efek dalam penitipan kolektif; dan pengalihan kepemilikan dalam Penitipan Kolektif. Ketentuan… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 49 - Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diperlukan agar pemegang Efek, khususnya pemegang saham, secara jelas mengetahui dan dapat melaksanakan hak-haknya atas Efek yang tercatat dalam Penitipan Kolektif. Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Akuntan adalah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri dan terdaftar di Bapepam. Huruf b Konsultan Hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukum kepada Pihak lain dan terdaftar di Bapepam. Huruf c Penilai adalah Pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan dan terdaftar di Bapepam. Huruf d Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan terdaftar di Bapepam. Huruf e Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kemungkinan diperlukannya jasa profesi lain untuk memberikan pendapat atau penilaian sesuai dengan perkembangan Pasar Modal di masa mendatang dan terdaftar di Bapepam. Ayat (2) Karena pendapat dan atau penilaian Profesi Penunjang Pasar Modal sangat penting bagi pemodal dalam mengambil keputusan investasinya, maka kegiatan profesi tersebut di Pasar Modal perlu diawasi dengan mewajibkannya mendaftar di Bapepam. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 50 - Ayat (3)… Ayat (3) Yang dimaksud dengan persyaratan dan tata cara pendaftaran dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. persyaratan sarana dan prasarana; persyaratan kualifikasi pendidikan; persyaratan izin profesi bagi profesi yang memerlukan izin dari instansi yang berwenang; dan d. Pasal 65 Ayat (1) Karena izin profesi merupakan salah satu persyaratan pendaftaran di Bapepam, maka apabila izin profesi tersebut dicabut, dengan sendirinya pendaftaran di Bapepam menjadi batal. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Dalam hal tertentu Profesi Penunjang Pasar Modal dapat memberikan lebih dari satu jenis jasa. Demikian juga halnya satu jenis jasa dapat diberikan yang sifatnya berulang-ulang berdasarkan penugasan secara periodik. Selanjutnya pemberian jasa dimaksud dapat diberikan kepada satu Pihak atau lebih. Dalam hal pencabutan pendaftaran berhubungan dengan pemberian salah satu jenis jasa kepada Pihak tertentu atau pemberian jasa pada salah satu periode kepada Pihak tertentu, Bapepam dapat melakukan pemeriksaan atas jasa lain atau jasa yang diberikan untuk periode lainnya, baik untuk Pihak tersebut maupun Pihak lainnya. Yang dimaksud dengan jasa lain dalam ayat ini adalah jasa yang bukan menjadi penyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pemeriksaan atas jasa lain dimaksud diperlukan dalam rangka untuk memperoleh kepastian tentang dampak yang mungkin timbul akibat dari pembatalan tersebut. Ayat (4) Cukup jelas tata cara pengajuan permohonan pendaftaran. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 51 - Pasal 66… Pasal 66 Kode etik dan standar profesi merupakan suatu standar pemenuhan kualitas minimal jasa yang diberikan kepada nasabahnya, dan merupakan suatu kewajiban bagi setiap Profesi Penunjang Pasar Modal untuk menaatinya. Namun, dalam hal kode etik dan standar profesi dimaksud bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, Profesi Penunjang Pasar Modal harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan para pemodal. Pasal 67 Ketentuan ini dimaksudkan agar pendapat atau penilaian yang diberikan oleh Profesi Penunjang Pasar Modal dilakukan secara profesional dan bebas dari pengaruh Pihak yang memberikan tugas dan menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut dan atau afiliasinya sehingga pendapat atau penilaian yang diberikan objektif dan wajar. Pasal 68 Ketentuan tentang kewajiban untuk melaporkan adanya pelanggaran dalam jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksudkan agar Bapepam dapat mengetahui hal tersebut sedini mungkin dan dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat pemodal. Pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam dalam Pasal ini adalah penyampaian informasi secara rahasia tentang adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya atau hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentingan para nasabahnya. Pemberitahuan dimaksud wajib disampaikan kepada Bapepam secara tertulis. Pasal 69 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam ayat ini adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal. Ayat (2) Meskipun pengaturan suatu hal tertentu sudah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan ayat (1), tetapi apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di Pasar Modal seperti dalam rangka PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 52 - memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik. Pasal 70… Pasal 70 Ayat (1) Kegiatan Penawaran Umum merupakan salah satu cara untuk menghimpun dana masyarakat. Untuk itu, kepentingan masyarakat yang akan menanamkan dananya pada Efek perlu mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, setiap Pihak yang bermaksud menghimpun dana melalui Penawaran Umum diwajibkan terlebih dahulu menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam dan Penawaran Umum tersebut baru dapat dilakukan setelah Pernyataan Pendaftaran dimaksud efektif. Ayat (2) Pengecualian pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperlukan mengingat pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Efek dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c ayat ini dilaksanakan oleh instansi lain. Khusus untuk penawaran Efek yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah Indonesia, ketentuan ayat (1) juga tidak berlaku mengingat Pemerintah sebagai Pihak yang menerbitkan atau menjamin Efek dimaksud memiliki kemampuan untuk memenuhi segala kewajiban dalam penerbitan Efek tersebut. Sedangkan pengecualian terhadap Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penerbitan Efek yang oleh karena satu dan lain hal harus dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 71 Dengan ketentuan ini, pemodal mempunyai kesempatan memahami isi Prospektus sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasinya. Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam ayat ini adalah bahwa dalam hal terdapat lebih dari satu Penjamin Pelaksana Emisi Efek, pemodal dapat menuntut ganti rugi kepada satu atau lebih Penjamin Pelaksana Emisi Efek apabila terjadi kerugian yang diderita pemodal akibat kelalaian para Penjamin Pelaksana Emisi Efek termaksud. Ayat (3) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 53 - Cukup jelas Pasal 73… Pasal 73 Untuk melindungi kepentingan pemegang saham perusahaan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik, perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran. Pasal 74 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar Emiten memperoleh kepastian bahwa dalam hal Pernyataan Pendaftaran yang disampaikannya kepada Bapepam telah lengkap dan memenuhi persyaratan dan prosedur yang ditetapkan, apabila Bapepam tidak melakukan sesuatu, Pernyataan Pendaftaran tersebut menjadi efektif dengan sendirinya pada hari ke-45 (keempat puluh lima). Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Dalam hal Bapepam meminta perubahan dan atau tambahan informasi dari Emiten atau Perusahaan Publik, penghitungan waktu untuk efektifnya Pernyataan Pendaftaran dihitung sejak tanggal diterimanya tambahan informasi atau perubahan dimaksud.. Ayat (4) Terdapat kemungkinan bahwa Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan kepada Bapepam belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan sehingga efektifnya Pernyataan Pendaftaran akan melebihi jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari. Dalam hal ini, Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi kepada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Pernyataan Pendaftaran baru dapat dinyatakan efektif apabila: a. b. Pasal 75 perubahan dan atau tambahan informasi yang diminta oleh Bapepam telah dipenuhi; dan perubahan dan atau tambahan informasi dimaksud telah memenuhi persyaratan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 54 - Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)… Ayat (2) Bapepam tidak melakukan penilaian atas kualitas Efek yang ditawarkan. Keputusan untuk melakukan investasi sepenuhnya ada pada pemodal. Pasal 76 Rencana pencatatan Efek di Bursa Efek merupakan salah satu hal penting yang dijadikan dasar pertimbangan keputusan untuk melakukan investasi oleh pemodal. Oleh karena itu, apabila janji tersebut tidak dapat dipenuhi, Penawaran Umum tersebut menjadi batal demi hukum dan Emiten serta Penjamin Emisi Efek wajib mengembalikan uang pesanan Efek kepada pemesan. Pasal 77 Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran dalam Pasal ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. c. persyaratan tentang jenis dokumen yang termasuk dalam Pernyataan Pendaftaran; persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pihak yang melakukan Penawaran Umum; dan tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran. Pasal 78 Ayat (1) Prospektus merupakan salah satu dokumen pokok dalam rangka Penawaran Umum. Oleh karena itu, informasi yang terkandung di dalamnya harus memuat hal-hal yang benar-benar menggambarkan keadaan Emiten yang bersangkutan sehingga keterangan atau informasi dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan keputusan investasinya. Apabila informasi yang disajikan tidak benar tentang fakta yang material, atau tidak mengungkapkan informasi yang benar tentang fakta yang material, hal tersebut dapat mengakibatkan pemodal mengambil keputusan investasi yang tidak tepat. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya Pihak-Pihak yang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 55 - menggunakan keterangan yang tidak benar dengan menyebutkan bahwa Bapepam telah memberikan persetujuan, izin, pengesahan, penelitian, atau penilaian atas berbagai segi keunggulan suatu Efek dengan maksud untuk mempengaruhi masyarakat agar membeli Efek yang ditawarkan. Ayat (3)… Ayat (3) Yang dimaksud dengan "ketentuan mengenai Prospektus dalam ayat ini, antara lain mengenai bentuk dan isi Prospektus. Prospektus tersebut sekurang-kurangnya memuat: a. uraian tentang Penawaran Umum; b. c. d. e. f. g. h. Pasal 79 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar masyarakat memperoleh keterangan atau informasi yang sebenarnya mengenai Emiten yang diperlukan sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan keputusan investasinya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ketentuan tentang persyaratan pengumuman dalam ayat ini, antara lain mengenai: a. nama Emiten; b. c. jenis Efek yang ditawarkan; jenis industri Emiten; d. nama dan alamat agen penjualan (jika ada); dan e. nama dan alamat Penjamin Emisi Efek (jika ada). Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Tanggung jawab masing-masing Profesi Penunjang Pasar Modal terbatas pada pendapat atau keterangan yang diberikannya dalam rangka Pernyataan tujuan dan penggunaan dana Penawaran Umum; analisis dan pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan; risiko usaha; data keuangan; keterangan dari segi hukum; informasi mengenai pemesanan pembelian Efek; dan keterangan tentang anggaran dasar. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 56 - Pendaftaran. Oleh karena itu, pemodal hanya dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat dari pendapat atau penilaian yang diberikan Profesi Penunjang Pasar Modal. Ayat (3)… Ayat (3) Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tidak dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pemodal apabila Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut telah melakukan penilaian atau memberikan pendapatnya secara profesional, dalam arti pekerjaannya telah dilaksanakan sesuai dengan norma pemeriksaan, prinsip-prinsip dan kode etik masing-masing profesi, dan pendapatnya atau penilaiannya itu telah diberikan secara independen. Selain itu, Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal telah melakukan langkah-langkah konkret yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari pernyataan atau keterangan yang diungkapkan dalam Pernyataan Pendaftaran. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 82 Ayat (1) Yang dimaksud dengan hak memesan Efek terlebih dahulu dalam ayat ini adalah hak yang melekat pada saham yang memberikan kesempatan bagi pemegang saham yang bersangkutan untuk membeli Efek baru sebelum ditawarkan kepada Pihak lain. Ayat (2) Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya merupakan pemegang saham minoritas dari kemungkinan adanya penetapan harga yang tidak wajar atas transaksi yang dilakukan oleh Emiten disebabkan oleh adanya benturan kepentingan antara pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama, Bapepam dapat mewajibkan Emiten PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 57 - untuk terlebih dahulu memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang saham independen. Ayat (3)… Ayat (3) Yang dimaksud dengan persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu dan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: a. b. dokumen-dokumen yang wajib disampaikan dalam Pernyataan Pendaftaran tersebut; c. d. bentuk dan isi Prospektus dalam rangka penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu; dan tata cara pelaksanaan penentuan korum dan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen. Pasal 83 Yang dimaksud dengan "penawaran tender dalam Pasal ini adalah penawaran melalui media massa untuk memperoleh Efek bersifat ekuitas dengan cara pembelian atau pertukaran dengan Efek lainnya. Yang dimaksud dengan "Efek bersifat ekuitas dalam penjelasan Pasal ini adalah saham atau Efek yang dapat ditukar dengan saham atau Efek yang mengandung hak untuk memperoleh saham. Mengingat penawaran tender melibatkan penawaran untuk membeli Efek dari pemegang saham publik yang dapat berakibat berkurangnya jumlah pemegang saham secara signifikan dan ada kemungkinan perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik, pemegang saham publik tersebut perlu memperoleh perlindungan. Perlindungan kepada pemegang saham publik tersebut dilakukan terutama agar transaksi penawaran tender dilakukan dengan wajar. Kewajaran di atas, terutama dalam hal perolehan informasi yang benar tentang rencana penawaran tender yang diusulkan, termasuk penetapan harga, tata cara penjualan Efek, serta persyaratan tertentu yang dapat mengakibatkan batalnya penawaran tender dimaksud. Pasal 84 bentuk dan isi Pernyataan Pendaftaran dalam rangka penerbitan hak memesan Efek terlebih dahulu; PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 58 - Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan pemodal dari praktik yang merugikan pemodal dalam transaksi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan, termasuk penyertaan yang melibatkan Emiten atau Perusahaan Publik, dengan mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan tanpa mengurangi ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 85… Pasal 85 Yang dimaksud dengan laporan dalam Pasal ini adalah laporan berkala dan laporan insidental lainnya. Pasal 86 Ayat (1) Oleh karena informasi mengenai Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai peranan yang penting bagi pemodal, di samping untuk efektivitas pengawasan oleh Bapepam, kewajiban untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan bagi Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan juga agar informasi mengenai jalannya usaha perusahaan tersebut selalu tersedia bagi masyarakat. Huruf a Informasi berkala tentang kegiatan usaha dan keadaan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik diperlukan oleh pemodal sebagai dasar pengambilan keputusan investasi atas Efek. Oleh karena itu, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan berkala untuk setiap akhir periode tertentu kepada Bapepam dan laporan tersebut terbuka untuk umum. Huruf b Selain tambahan dari laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, apabila terjadi peristiwa yang sifatnya material, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakat selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa yang sifatnya material tersebut. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk menetapkan persyaratan tertentu di mana Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 59 - diwajibkan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Persyaratan dimaksud, antara lain, berupa penentuan maksimal jumlah pemegang saham dan modal disetor Perusahaan Publik yang tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Ketentuan ini tidak berarti bahwa Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meskipun tidak memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik. Pasal 87… Pasal 87 Ayat (1) Karena kedudukannya yang penting tersebut, direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan perubahan kepemilikan efeknya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Jangka waktu pelaporan kepemilikan atau perubahan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dihitung sejak terjadinya transaksi. Pasal 88 Yang dimaksud dengan "ketentuan dan tata cara penyampaian laporan yang akan diatur oleh Bapepam dalam Pasal ini, antara lain: a. b. c. d. bentuk dan isi laporan; Pihak yang dapat menandatangani laporan; batas waktu penyampaian laporan; dan tata cara penyampaian laporan. Pasal 89 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "informasi dalam ayat ini, antara lain Pernyataan Pendaftaran termasuk Prospektus, permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan dan pendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lainnya. Ayat (2) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 60 - Yang dimaksud dengan pengecualian dalam ayat ini, antara lain berupa formula rahasia produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Pasal 90 Yang dimaksud dengan kegiatan perdagangan Efek dalam Pasal ini adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik. Pasal 91… Pasal 91 Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek, antara lain: a. melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau b. melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek pada harga tertentu, di mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama. Pasal 92 Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di Bursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli Efek yang sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain. Pasal 93 Cukup jelas Pasal 94 Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam Pasal ini, antara lain menyangkut: a. b. stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut dicantumkan dalam Prospektus; dan penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan Efek selaku pembentuk pasar untuk rekeningnya sendiri secara terus-menerus untuk menjaga likuiditas perdagangan Efek. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 61 - Pasal 95 Yang dimaksud dengan orang dalam dalam Pasal ini adalah: a. komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; b. pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; c. orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau Pihak… Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas. Yang dimaksud dengan kedudukan dalam penjelasan huruf c ini adalah jabatan pada lembaga, institusi, atau badan pemerintah. Yang dimaksud dengan hubungan usaha dalam penjelasan huruf c ini adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, dan kreditur. Yang dimaksud dengan informasi orang dalam dalam penjelasan huruf c adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum. Sebagai contoh penjelasan huruf d adalah Tuan A berhenti sebagai direktur pada tanggal 1 Januari. Namun demikian Tuan A masih dianggap sebagai orang dalam sampai dengan tanggal 30 Juni pada tahun yang bersangkutan. Huruf a Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain. Huruf b Di samping larangan tersebut dalam huruf a, orang dalam dari suatu Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 62 - Yang dimaksud dengan "transaksi dalam huruf ini adalah semua bentuk transaksi yang terjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain, termasuk transaksi atas Efek perusahaan lain tersebut yang dilakukan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Pasal 96… Pasal 96 Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan, walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain, karena hal ini dapat mendorong Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek berdasarkan informasi orang dalam. Selain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain yang diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan atau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak disalahgunakan oleh Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek. Pasal 97 Ayat (1) Setiap Pihak yang dengan sengaja berusaha secara melawan hukum untuk memperoleh dan pada akhirnya memperoleh informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik, juga dikenakan larangan yang sama seperti yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Artinya, mereka dilarang untuk melakukan transaksi atas Efek yang bersangkutan, serta dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek tersebut atau memberikan informasi orang dalam tersebut kepada Pihak lain yang patut diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan penjualan Efek. Sebagai contoh perbuatan melawan hukum, antara lain: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 63 - a. b. c. Ayat (2) Sebagai contoh, apabila seseorang yang bukan orang dalam meminta informasi dari Emiten atau Perusahaan Publik dan kemudian memperolehnya dengan mudah tanpa pembatasan, orang tersebut tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam. Namun,… Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan untuk merahasiakannya atau persyaratan lain yang bersifat pembatasan, terhadap Pihak yang memperoleh informasi orang dalam berlaku larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Pasal 98 Ketentuan Pasal ini memberi kemungkinan Perusahaan Efek untuk melakukan transaksi Efek semata-mata untuk kepentingan nasabahnya karena salah satu kegiatan Perusahaan Efek adalah sebagai Perantara Pedagang Efek yang wajib melayani nasabahnya dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan transaksi Efek dimaksud, Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi apa pun kepada nasabahnya tersebut. Apabila larangan dalam Pasal ini dilanggar, Perusahaan Efek melanggar ketentuan orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Pasal 99 Transaksi Efek tertentu yang tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 ditetapkan dengan peraturan Bapepam. Sebagai contoh, transaksi Efek tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah transaksi Efek antar orang dalam. Pasal 100 Ayat (1) Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan fungsi sebagai badan pengawas terhadap kegiatan di Pasar Modal, Bapepam perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga telah, sedang, atau mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk, atau membantu melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Dengan kewenangan ini, Bapepam dapat mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara mencuri; berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara membujuk orang dalam; dan berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara kekerasan atau ancaman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 64 - sebagai bukti atas pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Ayat (2) Dalam rangka pemeriksaan, Bapepam dapat meminta keterangan dan atau konfirmasi, serta memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen lain dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya ataupun Pihak lain apabila dianggap perlu. Di… Di samping itu, Bapepam dapat memerintahkan dihentikannya suatu kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, seperti memerintahkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk menghentikan pemuatan iklan dalam media massa yang memuat informasi yang menyesatkan. Sebaliknya, Bapepam dapat memerintahkan dilakukannya suatu kegiatan tertentu apabila dipandang perlu untuk mengurangi kerugian yang timbul dan atau mencegah kerugian lebih lanjut, seperti mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperbaiki iklan yang dimuat dalam media massa. Bapepam dapat pula menetapkan syarat dan atau mengizinkan dilakukannya penyelesaian tertentu atas kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Penyelesaian dimaksud antara lain berupa penyelesaian secara perdata diantara para Pihak. Data, informasi, bahan, dan atau keterangan lain yang dikumpulkan dalam rangka pemeriksaan tersebut dapat digunakan oleh Bapepam untuk menetapkan sanksi administratif. Apabila Bapepam menetapkan untuk meneruskan pemeriksaan yang dilakukan ke tahap penyidikan, data, informasi, bahan, dan atau keterangan lain tersebut dapat digunakan sebagai bukti awal dalam tahap penyidikan. Hal ini tidak berarti bahwa tindakan penyidikan harus didahului oleh tindakan pemeriksaan. Artinya, apabila Bapepam berpendapat bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dan mengakibatkan kerugian terhadap kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal dan masyarakat, maka tindakan penyidikan dapat mulai dilakukan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan tata cara pemeriksaan dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 65 - a. b. c. Ayat (4) Yang dimaksud dengan pegawai Bapepam sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bapepam. tata cara penyusunan program pemeriksaan; tata cara pelaksanaan pemeriksaan; dan tata cara pelaporan hasil pemeriksaan. Pasal 101… Pasal 101 Ayat (1) Pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal sangat beragam dilihat dari segi jenis, modus operandi, atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karena itu, Bapepam diberikan wewenang untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan pertimbangan dimaksud. Tidak semua pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya di bidang Pasar Modal harus dilanjutkan ke tahap penyidikan karena hal tersebut justru dapat menghambat kegiatan penawaran dan atau perdagangan Efek secara keseluruhan. Apabila kerugian yang ditimbulkan membahayakan sistem Pasar Modal atau kepentingan pemodal dan atau masyarakat, atau apabila tidak tercapai penyelesaian atas kerugian yang telah timbul, Bapepam dapat memulai tindakan penyidikan dalam rangka penuntutan tindak pidana. Tindakan untuk memulai penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam dilakukan setelah memperoleh penetapan dari Ketua Bapepam. Ayat (2) Penyidikan di bidang Pasar Modal adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana di bidang Pasar Modal yang terjadi, menemukan tersangka, serta mengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkannya. Penyidik di bidang Pasar Modal adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 66 - lingkungan Bapepam yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e… Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Tindakan untuk memulai dan menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf ini oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam dilakukan setelah memperoleh penetapan dari Ketua Bapepam. Ayat (4) Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa untuk memperoleh keterangan mengenai keadaan keuangan tersangka di bank sehubungan dengan penyidikan, Bapepam harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri. Apabila penyidikan tersebut tidak berkaitan dengan keadaan keuangan tersangka di bank, Bapepam tidak memerlukan izin dari Menteri. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 67 - Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum lain dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung. Ayat 7 Cukup jelas Pasal 102 Ayat (1) Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud. Pihak… Pihak yang dimaksud dalam ayat ini adalah Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, Biro Administrasi Efek, Kustodian, Wali Amanat, Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam. Ketentuan dalam ayat ini berlaku juga bagi direktur, komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Undang-undang ini. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 68 - Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 103 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 104 Cukup jelas Pasal 105… Pasal 105 Cukup jelas Pasal 106 Ayat (1) Ayat ini menegaskan bahwa setiap Penawaran Umum harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 70 ayat (1). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6, Emiten diartikan sebagai Pihak yang melakukan Penawaran Umum sehingga wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah menjadi efektif. Oleh karena itu, setiap Pihak yang bermaksud melakukan Penawaran Umum wajib memenuhi ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan apabila dilanggar diancam dengan pidana berdasarkan ketentuan ayat ini. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Pihak dalam ayat ini adalah Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 22. Pasal 107 Cukup jelas Pasal 108 Cukup jelas Pasal 109 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 69 - Cukup jelas Pasal 110 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 111 Cukup jelas Pasal 112 Cukup jelas Pasal 113 Cukup jelas Pasal 114… Pasal 114 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Pasal 115 Cukup jelas Pasal 116 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3608
<reg_id> 8/UU/1995 </reg_id> <reg_title> PASAR MODAL </reg_title> <set_date> 10 Nopember 1995 </set_date> <effective_date> 1 Januari 1996 </effective_date> <issued_date> 10 Nopember 1995 </issued_date> <replaced_reg> '15/UU/1952' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33', '1/UU/1995' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XIV', 'BAB XV' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah; c. bahwa sehubungan dengan itu, perlu dilaksanakan prinsip keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan pengawasan dan tanggung jawab atas kinerjanya serta akuntabilitas publik yang transparan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas, dipandang perlu mengubah dan menyempurnakan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843); - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 4 (1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. (2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. (3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang- undang ini.” 2. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 6 (1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang- kurangnya Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah). (2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban moneter, dengan dana yang berasal dari Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset. (3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.” - 3 - 3. Ketentuan Pasal 7 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 7 (1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.” 4. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 (1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Bank Indonesia berwenang: a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi; b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara- cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4) pengaturan kredit atau pembiayaan. (2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.” - 4 - 5. Ketentuan Pasal 11 ditambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (4) dan ayat (5), sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 11 (1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. (4) Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah. (5) Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang-undang tersendiri, yang ditetapkan selambat- lambatnya akhir tahun 2004.” 6. Penjelasan Pasal 34 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, dan ketentuan Pasal 34 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 34 (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.” 7. Penjelasan Pasal 37 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. - 5 - 8. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) diubah, dan menambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 38 (1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. (2) Pembagian tugas dan wewenang Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. (3) Tata tertib dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. (4) Kinerja Dewan Gubernur dan Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat.” 9. Ketentuan Pasal 40 huruf b diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 40 Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat: a. warga negara Indonesia; b. memiliki integritas, akhlak, dan moral yang tinggi; c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.” 10. Ketentuan Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 41 (1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur. (3) Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengajukan calon baru. - 6 - (4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengangkat kembali Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6). (5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang.” 11. Ayat (1) huruf c Pasal 47 dihapus, dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat baru yaitu ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 47 (1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang: a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga; b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut; c. dihapus. (2) Dalam hal Anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dan huruf b, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib mengundurkan diri dari jabatannya. (3) Dalam hal Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mengundurkan diri, Presiden menetapkan Anggota Dewan Gubernur tersebut berhenti dari jabatan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” - 7 - 12. Ketentuan Pasal 48 diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat baru, yaitu ayat (2) dan ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 48 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 48 (1) Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena yang bersangkutan: a. mengundurkan diri; b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; c. tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggung- jawabkan; d. dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; atau e. berhalangan tetap. (2) Anggota Dewan Gubernur yang direkomendasikan untuk diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d berhak didengar keterangannya. (3) Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.” 13. Ketentuan Pasal 52 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 52 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 52 (1) Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah. (2) Dalam melaksanakan fungsi tersebut pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan bunga atas saldo kas Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” 14. Ketentuan Pasal 54 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 54 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 54 (1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia. - 8 - (2) Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.” 15. Ketentuan Pasal 55 ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 55 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 55 (1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. (2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali surat utang negara berjangka pendek yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian moneter. (5) Bank Indonesia dapat membeli surat utang negara dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) di pasar primer.” 16. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 58 (1) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tahunan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada setiap awal tahun anggaran, yang memuat: a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada tahun sebelumnya; dan b. rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia untuk tahun yang akan datang dengan memperhatikan perkembangan laju inflasi serta kondisi ekonomi dan keuangan. - 9 - (2) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan secara tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. (3) Laporan tahunan dan laporan triwulanan yang disampaikan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dievaluasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan digunakan sebagai bahan penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia. (4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya, termasuk dalam rangka penilaian terhadap kinerja Bank Indonesia, Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan secara lisan dan/atau tertulis. (5) Laporan tahunan dan laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa dengan mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara. (6) Setiap awal tahun anggaran, Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa yang memuat: a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya; b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.” 17. Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 58A yang berbunyi sebagai berikut: “Pasal 58A (1) Untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap Bank Indonesia dibentuk Badan Supervisi dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia. (2) Badan Supervisi terdiri 5 (lima) orang anggota terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, dan 4 (empat) orang anggota yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. - 10 - (3) Keanggotaan Badan Supervisi dipilih dari orang-orang yang mempunyai integritas, moralitas, kemampuan/kapabilitas/ keahlian, profesionalisme dan berpengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum. (4) Seluruh biaya Badan Supervisi dibebankan pada anggaran operasional Bank Indonesia. (5) Badan Supervisi berkedudukan di Jakarta. (6) Badan Supervisi menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 18. Ketentuan Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat baru yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 60 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 60 (1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender. (2) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang meliputi anggaran untuk kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan. (3) Anggaran kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal ini alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidanginya, untuk mendapatkan persetujuan. (4) Anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan, wajib dilaporkan secara khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” 19. Ketentuan Pasal 62 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 62 (1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut: a. 30% (tiga puluh perseratus) untuk Cadangan Tujuan; - 11 - b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum menjadi 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). (2) Dalam hal terjadi risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang mengakibatkan modal Bank Indonesia menjadi berkurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), sebagian atau seluruh surplus tahun berjalan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk Cadangan Umum guna menutup risiko dimaksud. (3) Dalam hal setelah dilakukan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jumlah modal Bank Indonesia masih kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut yang dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat (1) diserahkan kepada Pemerintah.” 20. Ketentuan Pasal 77 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 77 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 77 Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya Undang-undang ini, Bank Indonesia wajib sudah melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1).” 21. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 77 A yang berbunyi sebagai berikut: “Pasal 77A Ketentuan mengenai mata uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang- undang ini dinyatakan tetap berlaku hingga diatur lebih lanjut dengan undang-undang tersendiri.” Pasal II 1. Sepanjang Undang-undang sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) belum ditetapkan maka pengaturan hal-hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia. - 12 - 2. Nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemerintah dan Bank Indonesia selambat- lambatnya akhir Februari 2004. 3. Selama penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum berakhir, Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh perseratus). 4. Sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa surplus Bank Indonesia dikenakan pajak penghasilan, maka berdasarkan Undang-undang ini surplus Bank Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan. Pasal III Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 7. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Lambock V. Nahattands
<reg_id> 3/UU/2004 </reg_id> <reg_title> PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA </reg_title> <set_date> 15 Januari 2004 </set_date> <effective_date> 15 Januari 2004 </effective_date> <issued_date> 15 Januari 2004 </issued_date> <changed_reg> '23/UU/1999' </changed_reg> <related_reg> '23/UU/1999', 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 33' </related_reg>
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu diadakan peraturan-peraturan supaya pimpinan bank sentral, yang telah dinasionalisasi dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 1951, dilakukan menurut kebijsakanaan Pemerintah dalam lapangan moneter dan perekonomian. b. bahwa perseroan terbatas "De Javasche Bank, harus diganti dengan badan baru yakni "Bank Indonesia" yang berbentuk badan-hukum berdasarkan Undang-undang. c. bahwa berhubung dengan yang tersebut di atas perlu ditetapkan peraturan-peraturan pokok tentang bank sentral yang baru; Mengingat : pasal 89, 109, 110 dan 118 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat : Dewan Perwakilan Rakyat. MEMUTUSKAN: PERTAMA : "De Javasche Bankwet 1922" dan Undang-undang tanggal 31 Maret 1922 (Staatsblad 1922 Nr 181) dicabut kembali. KEDUA : … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - KEDUA : Menetapkan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1. (1) Dengan nama "Bank Indonesia" didirikan suatu bank yang bermaksud menggantikan De Javasche Bank N.V. dan bertindak sebagai Bank sentral Indonesia. (2) Bank Indonesia adalah badan-hukum kepunyaan Negara yang berhak melakukan tugas-tugas berdasarkan Undang-undang ini. (3) Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: a. Bank, ialah: Bank Indonesia; b. Pemerintah, ialah: Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan Menteri; c. Direksi, ialah: Gubernur Bank dan anggota-anggota Direksi lainnya. Pasal 2 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang- undang ini maka atas Bank berlaku hukum perdata Eropa dan hukum dagang Eropa. (2) Bank dapat ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - (2) Bank dapat menjalankan hak-hak atas benda tetap yang takluk pada hukum adat. (3) Tahun-buku Bank mulai 1 April sampai dengan 31 Maret dari tahun berikutnya dengan ketentuan, bahwa tahun-buku pertama mulai pada hari berlakunya undang-undang ini sampai dengan 31 Maret 1954. Pasal 3 (1)Bank berkedudukan di Jakarta. (2) Bank mempunyai di Indonesia kantor-kantor agen, kantor-kantor koresponden dan jika perlu kantor-kantor agen-besar, yang jumlahnya diatur menurut keperluan untuk menjalankan tugas Bank dengan semestinya. (3) Bank dapat mempunyai di luar Indonesia satu atau lebih bank- cabang atau kantor agen-besar, begitu juga koresponden- koresponden dan wakil-wakil, sekadar hal itu dianggap perlu untuk menjalankan tugas Bank dengan semestinya. Pasal 4 Modal Bank berjumlah dua puluh lima juta rupiah. Pasal 5 (1) Bank mempunyai dana-cadangan, yang dibentuk dan ditambah menurut yang ditentukan dalam Pasal 34. (2) Dana- ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - (2) Dana-cadangan itu gunanya untuk menutup kerugian-kerugian yang mungkin diderita terhadap modal Bank. Pasal 6 Bank berhak membentuk cadangan-cadangan istimewa, sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 34, begitu juga Bank berhak menarik uang dari cadangan istimewa itu. BAB II TUGAS BANK Pasal 7 (1) Bank bertugas mengatur nilai satuan-uang Indonesia menurut cara yang sebaik-baiknya bagi kemakmuran nusa dan bangsa dan dalam hal itu menjaga sebanyak mungkin supaya nilai itu seimbang (stabiel). (2) Bank menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, sekadar peredaran uang itu terdiri dari uang-kertas bank, mempermudah jalannya. uang giral di Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri. (3) Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan Bank di Republik Indonesia pada umumnya dan dari urusan kredit nasional dan urusan bank nasional pada khususnya. (4) Bank melakukan pengawasan terhadap urusan kredit. (5) Menunggu ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 5 - (5) Menunggu terlaksananya suatu peraturan Undang-undang tentang pengawasan terhadap urusan kredit maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan peraturan-peraturan lebih lanjut bagi Bank untuk menjalankan pengawasan termaksud guna kepentingan kemampuan membayar ("solva-biliteit") dan kelanjutan keuangan ("liquiditeit") badan-badan kredit, begitu juga untuk pemberian kredit secara sehat dan berdasarkan asas-asas kebijaksanaan bank yang tepat. Pasal 8 (1) Dengan tidak memperbolehkan kemungkinan ini bagi yang lain-lain, Bank berhak mengeluarkan uang-kertas-bank. (2) Uang-kertasnya itu bersifat alat pembayaran sah sampai setiap jumlah. Pasal 9 Uang-kertas-bank itu dapat ditukar di kantor-besar Bank, di kantor- kantor agen-besar dan di kantor-kantor agennya pada tiap hari waktu jam-kas yang ditetapkan, kecuali pada hari-hari raya yang sah, sebagaimana ditentukan oleh pembesar yang berkuasa. Pasal 10 (1) Nilai dan bentuk uang-kertas-bank yang akan dikeluarkan ditentukan oleh Bank dan diberitahukan kepada umum dengan jalan pengumuman dalam Berita Negara. (2) Bank tidak mengeluarkan uang-kertas-bank yang lebih rendah nilainya daripada Rp. 5,- (lima rupiah). (3) Uang-kertas-bank ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 6 - (3) Uang-kertas-bank bebas daripada bea meterai. (4) Uang-kertas-bank yang mengalir kembali ke dalam kas-kas Bank dan karena lusuh atau sebab-sebab yang lain dianggap tidak layak lagi untuk diedarkan kembali diberi tanda oleh Bank dan caranya diumumkan dengan pengumuman dalam Berita Negara. (5) Uang-kertas-bank yang diberi tanda demikian tidak berharga dan tidak perlu ditukar oleh Bank, jika uang-kertas itu karena pencurian atau dengan cara yang lain diedarkan lagi. Pasal 11 (1) Bank tidak usah memberi penggantian kerugian jika uang-kertas- bank itu hilang atau musnah. Bank tidak usah memberi penggantian kerugian untuk bagian-bagian uang-kertas-bank, kecuali jika ada jaminan-jaminan yang dianggap perlu untuk mencegah timbulnya kerugian bagi Bank. (2) Jika ada persangkaan karena kejahatan atau atas permintaan tertulis oleh yang berkepentingan, maka Bank dibolehkan meminta surat tanda penerimaan dan penanda tanganan uang-kertas-bank itu kepada pihak yang menukarkan uang-kertas itu atau menyerahkannya untuk dikreditkan. (3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal -pasal 229 i, 229 j dan 229 k dalam Kitab Undang-undang Perniagaan tidak berlaku terhadap uang- kertas-bank. Pasal 12 … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 7 - Pasal 12 (1) Bank dapat mencabut kembali uang-kertas-bank yang dikeluarkannya serta menariknya dari peredaran dan memanggil pemegang-pemegang uang-kertas itu untuk menyerahkannya untuk ditukar. (2) Bank menetapkan jangka-waktu, dalam mana penyerahan termaksud pada ayat 1 harus dilakukan. (3) Pencabutan dan panggilan itu sekurang-kurangnya diumumkan satu kali oleh Bank dalam Berita Negara. (4) Sehabis waktu yang termaksud dalam ayat 2 maka uang-kertas-bank yang tersebut dalam panggilan itu hanya ditukar oleh kantor-besar Bank, setelah ternyata menurut pemeriksaan, bahwa permintaan akan menukar itu selayaknya dikabulkan. (5) Sepuluh tahun sesudah waktu tersebut di atas berakhir, maka jumlah uang-kertas-bank yang tersebut dalam panggilan tetapi tidak diserahkan, ditambahkan kepada laba tahun-buku yang sedang berjalan. Uang-kertas yang masih diserahkan sesudah itu dan telah diperiksa seperti termaksud dalam ayat 4 ditukar atas beban rekening laba-rugi. (6) Sesudah tiga puluh tahun berselang sejak akhir jangka-waktu yang termaksud dalam ayat 2, maka hak untuk menuntut penukaran uang- kertas yang tersebut dalam panggilan itu tak berlaku lagi. Pasal 13 Selain mengeluarkan uang-kertas-bank, Bank berhak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berikut: 1. memindahkan ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 8 - 1. memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram, maupun dengan surat, ataupun dengan jalan memberikan wesel- tunjuk di antara sesama kantor-kantornya, penarikan atas saldi kredit yang ada pada koresponden-koresponden hanya boleh dilakukan secara telegram atau dengan wesel-tunjuk; 2. menerima dan membayarkan kembali uang-uang dalam rekening- koran, menjalankan perintah-perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran dari tagihan atas kertas-kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga; 3. mendiskonto: a. surat-surat wesel dan surat-surat order dengan dua penanggung- jawab atau lebih secara solider dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan; b. surat-surat wesel dan kertas-dagang yang lain yang tidak lebih lama masa berlakunya daripada kebiasaan dalam perdagangan, baik yang ditarik dengan jaminan surat-surat-kredit, maupun dengan jaminan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal; c. kertas-perbendaharaan atas beban Republik Indonesia, d. surat-surat-utang dengan pelunasan dalam enam bulan dan selamanya diskontannya turut bertanggung-jawab secara solider; e. mandat-mandat yang dikeluarkan di Indonesia atau ordonansi- ordonansi atas Kas-kas Negeri untuk rendemen-rendemen-lelang; 4. membeli dan menjual: a. wesel-wesel yang diakseptasi oleh bank-bank yang menjalankan perusahaannya di Indonesia dan yang waktu berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan; b. kertas- ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 9 - b. kertas-perbendaharaan atas beban Republik Indonesia; c. surat-surat-utang yang tercatat pada suatu bursa-effek yang resmi di Indonesia atas beban Republik Indonesia atau bunganya atau pelunasannya dijamin oleh Republik Indonesia; 5. membeli dan menjual pembayaran-pembayaran dengan surat dan secara telegram, cek-cek, surat-surat wesel dan kertas-dagang yang lain, satu dan lain dibayar di luar negeri, yang masa berlakunya - sekadar berlaku atas hal ini - tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan dan: a. dengan dua penanggung-jawab atau lebih secara solider; atau b. ditarik dengan jaminan surat-surat-kredit atau c. dengan jaminan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal; 6. memberi uang-muka secara penggadaian atau dalam rekening-koran dan memberikan jaminan dengan tanggungan effek-effek, hasil bumi, barang-barang, mata-uang dan bahan mata-uang, juga dengan tanggungan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal dan dokumen-dokumen penyimpanan atau cedul-cedul yang mewakili barang-barang itu, begitu juga dengan tanggungan kertas-kertas berharga termaksud pada angka-angka 3 dan 5, yang mewakili barang-barang itu; 7. menjalankan untuk sementara waktu uang yang ada pada bank- cabang, kantor-kantor agen-besar dan pada koresponden- koresponden di luar negeri, sekadar uang itu tidak segera diperlukan, baik dalam kertas perbendaharaan luar negeri atau dengan mendiskonto kertas-kertas berharga sebagaimana termaksud pada angka 3 huruf a dan d, maupun menurut cara lain yang biasa pada bursa; 8. a. Bertindak ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 10 - 8. a. bertindak sebagai pemegang kuasa atau bankir Pemerintah Republik Indonesia pada transaksi-transaksi keuangan; b. memberi bantuan teknis pada perjanjian-perjanjian dengan negara-negara asing dan organisasi-organisasi luar negeri atau internasional, kedua-duanya atas permintaan Pemerintah; 9. mengurus dan menyelenggarakan administrasi persediaan alat-alat pembayaran luar negeri Republik Indonesia; 10. perdagangan logam mulia, mata-uang dan kertas-bank luar negeri dan memeriksa kadar serta memurnikan dan menyuruh memeriksa kadar serta menyuruh memurnikan bijih-bijih dan logam-logam; 11.menyimpan effek-effek, barang-barang, cedul-cedul, akta-akta, barang-barang kemas-kemas dan benda-benda lain yang berharga atas syarat-syarat yang diumumkan oleh Bank, jika dikehendaki, dengan penyelenggaraan administrasinya; 12.menyewakan lemari-lemari besi atau ruangan-ruangan lain gedungnya. Pasal 14 (1) Dalam hipotik-hipotik untuk keperluan Bank sekali-kali tidak boleh ditanam lebih daripada satu persepuluh modal Bank dan satu perlima daripada dana-cadangan. (2) Hipotik sekali-kali tidak boleh melebihi dua pertiga bahagian dari harga nilai barang tetapnya dan hanya boleh diadakan dengan jangka-waktu penghentian selambat-lambatnya enam bulan. Pasal 15 … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 11 - Pasal 15 (1) Bank tidak memberi kredit atau uang-muka blanko kepada barang siapa pun. Dalam kredit atau uang-muka blanko tidak termasuk perbuatan mempercayakan untuk kepentingan Bank sendiri uang atau barang-barang kepada penerima kuasa yang tidak bekerja tetap pada Bank. (2) Bank tidak ikut serta dalam perusahaan perdagangan dan kerajinan atau perusahaan manapun juga. (3) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam angka 4 huruf c Pasal 13 dan dalam ayat pertama Pasal 17 maka Bank tidak membeli dan tidak menjual hasil bumi, barang, effek atau barang tetap, kecuali pada penyitaan barang-barang tetap atau hasil bumi, barang- barang, effek-effek atau tanggungan lain, yang terikat kepada Bank, sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap Bank itu. Dalam hal terakhir ini Bank berhak membeli seluruh atau sebagian dari barang tetap atau hasil bumi, barang-barang, effek-effek atau tanggungan yang lain itu untuk dijadikan uang kembali dengan selekas-lekasnya. (4) Kecuali yang ditentukan dalam ayat 3, maka Bank tidak membeli atau mempunyai barang-barang tetap selain yang diperlukannya untuk menjalankan perusahaannya dan bagi perumahan para pegawainya. (5) Bank tidak memberi uang-muka dengan kapal sebagai tanggungan. Pasal 16 … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 12 - Pasal 16 (1) Jumlah semua uang-kertas-bank, saldo rekening-koran dan tagihan- tagihan lain yang segera dapat ditagih dari Bank harus satu perlima dijamin dengan emas, mata-uang emas, bahan mata-uang emas atau cadangan yang terdiri atas alat-alat pembayaran luar negeri yang umumnya dapat ditukar-tukarkan, begitu pula dengan hak-hak atas International Monetary Fund dan Worldbank yang diserahkan atau akan diserahkan kepada Bank dengan Undang-undang. (2) Jaminan yang termaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya satu perlima bahagian harus ada di Indonesia. (3) Dalam keadaan luar biasa Bank dapat menentukan, bahwa untuk sesuatu masa selama-lamanya tiga bulan Bank boleh menyimpang daripada peraturan ayat 1 pasal ini sampai pada suatu batas yang ditentukan pada waktu itu. (4) Keputusan yang diambil menurut ayat ketiga dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara dan dalam Berita Negara. (5) Bilamana Bank dalam waktu tiga bulan yang dimaksudkan dalam ayat 3 pasal ini tidak dapat mengembalikan keadaan seperti tercantum dalam ayat 1 pasal ini, maka Pemerintah mengajukan permintaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperpanjang waktu tersebut dalam ayat 3 pasal ini dengan tiga bulan lagi. Pasal 17 (1) Bank berhak menanam modal Bank, dana-cadangan dan cadangan istimewanya. (2) Penghasilan ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 13 - (2) Penghasilan yang diperoleh daripada penanaman uang termaksud dimasukkan sebagai laba Bank. Bertambah atau berkurangnya nilai harta-benda, yang dalamnya ditanamkan modal Bank dan dana-cadangan ataupun cadangan istimewa itu, dimasukkan sebagai keuntungan atau kerugian atas dana-cadangan atau cadangan istimewa itu. Sekadar hal itu berhubung dengan yang ditetapkan pada Pasal 34 tidak mungkin dilakukan terhadap dana-cadangan, maka tambahan atau kekurangan itu dimasukkan ke dalam rekening laba-rugi Bank. Pasal 18 (1) Bank wajib menyelenggarakan penyimpanan kas umum Negara dengan cuma-cuma dan bertindak sebagai pemegang-kas Republik Indonesia, baik di Jakarta maupun pada segala tempat di mana bank- cabang atau kantor-agen-besar dan kantor agennya ada atau akan diadakan. Terhadap segala sesuatu mengenai hal ini Bank bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan dan wajib memberikan perhitungan kepada Dewan Pengawas Keuangan. (2) Bank wajib menyelenggarakan dengan cuma-cuma pemindahan uang untuk Republik Indonesia di antara kantor-besar, kantor-kantor agen besar dan kantor-kantor agennya dan di antara kantor-kantor agen besar dan kantor-kantor agennya sesamanya, sepanjang kantor-kantor ini tidak berkedudukan di luar negeri. (3) Bank wajib menjadi pemegang-kas Bank Tabungan Pos dengan cuma-cuma dan menyimpan benda-benda berharga milik badan itu atau yang menjadi tanggungan pada badan itu, begitu pula jika Menteri Keuangan menganggap perlu, maka Bank wajib dengan cuma-cuma menjadi pemegang-kas badan-badan lain yang didirikan dengan undang-undang dan menyimpan semua benda-benda berharga kepunyaan Republik Indonesia dan badan-badan itu. (4) Bank ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 14 - (4) Bank wajib memberikan bantuannya dengan cuma-cuma untuk mengeluarkan dengan langsung surat-surat-utang atas beban Republik Indonesia, demikian pula.untuk membayar dengan cuma- cuma kupon dan surat-utang yang telah diundikan di atas kepada para pemegangnya, atas beban rekening kas-Negara di tempat pembayaran itu. Pasal 19 (1) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam Pasal 16 dan menyimpang daripada yang ditentukan pada ayat pertama Pasal 15, Bank wajib setiap kali Menteri Keuangan menganggap hal ini perlu untuk menguatkan kas-Negara sementara waktu, memberikan uang- muka dalam rekening-koran kepada Republik Indonesia, yang diadakan atas tanggungan yang cukup dalam kertas-perbendaharaan dan yang pengeluaran atau penggadaiannya akan diizinkan dengan atau berdasarkan undang-undang. (2) Uang-muka tersebut dalam ayat 1 tidak boleh lebih daripada 30% (tiga puluh perseratus) dari penghasilan Negara dalam tahun anggaran, yang mendahului tahun anggaran, pada waktu mana Pemerintah meminta uang-muka itu kepada Bank. (3) Batas uang-muka seperti tersebut dalam ayat 2 pasal ini hanya boleh dilampaui dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Daripada seluruh jumlah uang-muka itu sejumlah Rp. 50.000. 000,- (lima puluh juta rupiah) tidak berbunga. Pasal 20 … Pasal 20 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 15 - Untuk kepentingan umum Bank dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lain daripada yang tersebut dalam Undang-undang ini. Keputusan tentang hal itu dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara dan Berita Negara. BAB III TENTANG DEWAN MONETER, DIREKSI DAN DEWAN PENASEHAT Pasal 21 Bank Indonesia dipimpin oleh: a. Dewan Moneter, b. Direksi dan c. Dewan Penasehat, yang tugas dan susunannya ditetapkan dalam pasal-pasal berikut. a. Dewan Moneter Pasal 22 (1) Tugas Dewan Moneter ialah: a. menetapkan kebijaksanaan moneter umum dari Bank; b. memberi petunjuk-petunjuk kepada Direksi tentang kebijaksanaan Bank dalam urusan-urusannya yang lain, sekadar kepentingan umum memerlukannya; c. pekerjaan- ... c. pekerjaan-pekerjaan Bank sebagai tersebut dalam Pasal 7 ayat 1, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 16 - 3 dan 4, Pasal 13 ayat 9, Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 20, begitu pula penetapan tarip-tarip bunga dari Bank yang bagaimanapun juga dianggap sebagai urusan kebijaksanaan moneter umum atau urusan Bank yang mengenai kepentingan umum. (2) Tanggung-jawab atas kebijaksanaan moneter berada pada Pemerintah. Pasal 23 (1) Dewan Moneter terdiri atas tiga orang anggota yang mempunyai hak suara, yakni Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian dan Gubernur Bank. (2) Jika ternyata perlu, maka Pemerintah dengan mengadakan pengangkatan untuk masa selama-lamanya lima tahun dapat menambahkan seorang atau dua orang anggota penasihat kepada Dewan Moneter, yang berjasa dalam lapangan ilmu-pengetahuan. (3) Jika Pemerintah hendak mengangkat seorang anggota penasihat, maka ia meminta supaya Dewan Moneter membuat suatu daftar- anjuran yang memuat dua orang untuk tiap-tiap lowongan yang akan diisi. Pemerintah dapat memperhatikan daftar-anjuran itu sebagaimana dianggapnya perlu. (4) Uang-jasa bagi anggota yang termaksud dalam ayat 2 ditetapkan oleh Pemerintah. (5) Setelah ... (5) Setelah meletakkan jabatannya karena masa pengangkatannya berakhir, maka anggota-anggota penasihat pada Dewan Moneter PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 17 - pada saat sesudah berhentinya dapat diangkat kembali. Mereka dapat dipecat atau diperhentikan oleh Pemerintah dari keanggotaannya. (6) Di dalam pembicaraan mengenai hal-hal yang pada hakekatnya bersifat teknis, anggota-anggota Dewan Moneter masing-masing berhak menunjuk seorang penasihat yang dapat menghadiri sidang- sidang Dewan. Pasal 24 (1) Jabatan Ketua Dewan Moneter dipangku oleh Menteri Keuangan, jika beliau tidak ada, maka Gubernur menggantikannya. (2) Seorang anggota Dewan Moneter yang dimaksud dalam pasal 23 ayat 1 wajib menunjuk seorang wakil, yang jika anggota tersebut di atas tidak ada, dengan surat kuasa dapat turut serta pada sidang- sidang dan dapat memberikan suara. (3) Keputusan Dewan Moneter diambil dengan suara terbanyak. Jika suara sama banyak, maka usul bersangkutan dianggap tidak diterima. (4) Seorang anggota Dewan Moneter yang kalah suara dalam Dewan itu berhak dalam waktu satu minggu meminta, supaya pokok pertikaian itu diajukan kepada Dewan Menteri untuk diputuskan. Sambil menunggu keputusan Dewan Menteri, maka selanjutnya seorang anggota dapat meminta, supaya keputusan yang diambil oleh Dewan Moneter itu ditunda pelaksanaannya dan permintaan penundaan itu dikabulkan, kecuali jika Dewan Moneter dalam hal yang sangat mendesak lain keputusannya. (5) Jika ... (5) Jika pendapatnya tidak dibenarkan dalam hal yang termaksud dalam ayat 4 pasal ini, maka Gubernur berhak mengumumkan pendiriannya PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 18 - dalam Berita Negara, jika menurut anggapan Dewan Menteri hal ini tidak bertentangan dengan kepentingan Negara. (6) Notulen Dewan Moneter adalah rahasia, jika Pemerintah menghendakinya, maka ia dapat melihatnya. (7) Dewan Moneter sekurang-kurangnya bersidang sekali empat belas hari dan selanjutnya setiap kali salah seorang anggota yang mempunyai hak-suara atau yang menjadi penasihat menyatakan keinginannya. (8) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Dewan Moneter, begitu juga peraturan selanjutnya tentang perhubungan ke dalam antara Dewan Moneter dan Direksi ditetapkan dalam dua peraturan yang akan disusun oleh Dewan Moneter. (9) Dewan Moneter mengangkat sendiri seorang sekretaris yang harus warganegara Indonesia, begitu pula pegawai-pegawai lain dari Dewan Moneter diangkat dan diperhentikan oleh Dewan. Pasal 25 (1) Anggota Dewan Moneter tidak boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada salah satu perusahaan manapun juga, baik langsung maupun tidak langsung. (2) Antara anggota-anggota Dewan Moneter dan para Direksi satu sama lain tidak boleh ada pertalian darah atau periparan pada atau dalam derajat ketiga, kecuali jika diizinkan oleh Pemerintah. Jika ... Jika sesudah pengangkatan mereka masuk periparan yang terlarang itu, maka mereka tidak boleh terus memangku jabatannya tidak PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 19 - seizin Pemerintah. b. Direksi Pasal 26 Tugas Direksi ialah. a. menyelenggarakan kebijaksanaan moneter umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Moneter, b. menyelenggarakan pemberian kredit oleh Bank, teristimewa mengenai pemberian dan untuk memperpanjang kredit dengan penetapan syarat-syarat yang berhubungan dengan kredit-kredit tersebut, begitu pula untuk menghentikan kredit yang lagi berjalan dan menolak pemberian kredit, c. menyelenggarakan segala pekerjaan Bank yang lain dengan memperhatikan Pasal 22 ayat 1 huruf b dan c. Pasal 27 (1) Direksi terdiri atas Gubernur dengan sekurang-kurangnya dua orang Direktur. Atas usul Dewan Moneter maka jumlah anggota Direksi dapat ditambah oleh Pemerintah sampai sebanyak-banyaknya lima orang. (2) Jika ... (2) Jika Gubernur tidak ada, maka kekuasaan-kekuasaannya dijalankan oleh seorang Gubernur-pengganti yang diangkat oleh Pemerintah atas usul Dewan Moneter daripada Direktur-direktur yang lain untuk PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 20 - waktu selama-lamanya lima tahun. (3) Gubernur dan para Direktur diangkat oleh Pemerintah setiap kali untuk waktu selama-lamanya lima tahun atas suatu usul yang memuat nama dua orang yang diajukan oleh Dewan Moneter kepada Pemerintah bagi tiap kali pengangkatan. Pemerintah mengangkat salah seorang dari calon-calon yang dimuat dalam daftar usul yang bersangkutan. (4) Gaji dan pendapatan lainnya bagi Gubernur dan Direktur-direktur ditetapkan oleh Pemerintah. (5) Semua anggota Direksi yang berhenti dapat lantas diangkat kembali pada saat sesudah mereka berhenti. (6) Atas usul Dewan Moneter tiap-tiap anggota Direksi dapat dipecat atau diperhentikan oleh Pemerintah dari jabatannya. Jika diusulkan pemecatan, maka diadakan suatu usul pula untuk mengisi jabatan itu untuk sementara waktu. (7) Anggota-anggota Direksi harus warganegara Indonesia. (8) Untuk membantu Direksi, maka Direksi dapat meminta kepada Dewan Moneter untuk mengangkat seorang penasihat atau lebih untuk masa selama-lamanya lima tahun. Mereka itu dapat dipecat atau diperhentikan oleh Dewan Moneter. Pasal 28 … Pasal 28 (1) Jika seorang Direktur sakit atau tidak ada, maka Direktur yang bersangkutan untuk sementara waktu diwakili oleh seorang Direktur- pengganti. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 21 - (2) Direktur-pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dua orang diangkat oleh Pemerintah untuk masa lima tahun atas usul Dewan Moneter. (3) Direktur-pengganti harus penjabat dari Bank. Pasal 29 (1) Direksi mewakili Bank di hadapan dan di luar pengadilan. Dengan memperhatikan Pasal 22, maka Direksi memimpin Bank, mengurus milik mutlak Bank dan berhak menguasai atau menjalankan segala tindakan pemilihan mutlak terhadap milik- mutlak itu. (2) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi dimuat dalam suatu peraturan yang akan ditetapkan oleh Direksi. (3) Pengurus bank-cabang, agen-agen besar, agen-agen, koresponden- koresponden dan semua penjabat serta lain-lain pegawai Bank diangkat dan diperhentikan oleh Direksi. Pasal 30 (1) Anggota Direksi dan penasihat-penasihat yang tersebut dalam Pasal 27 ayat 8 tidak boleh memangku pekerjaan, jabatan atau tugas lain yang digaji. (2) Tidak termasuk dalam hal itu ialah: a. jabatan ... a. jabatan yang dipikulkan Pemerintah kepadanya; b. bagi para Direktur dan penasihat-penasihat: pekerjaan komisaris pada perseroan terbatas atau perseroan komanditer, asal saja tidak menjadi komisaris-amanat (gedelegeerd commissaris). PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 22 - Para Direktur dan penasihat-penasihat tidak boleh tetap memegang atau menerima suatu pekerjaan yang tersebut dalam sub b kecuali jika mendapat izin dari Dewan Moneter. (3) Dua orang Direktur tidak boleh bersama-sama menjadi komisaris pada suatu perseroan. (4) Anggota Direksi dan penasihat-penasihat yang tersebut di atas tidak boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada usaha dagang manapun juga. Pasal 31 Pada akhir tiap-tiap tahun-buku Gubernur, sesudah berunding dengan Dewan Moneter, memberikan laporan keuangan dan ekonomi yang luas. Dewan Penasihat Pasal 32 (1) Tugas Dewan Penasihat ialah memberi nasihat kepada Dewan Moneter, atas permintaan atau tidak atas permintaan Dewan Moneter, tentang segala urusan Dewan Moneter dengan maksud supaya Dewan ini antara lain mengetahui dengan sebaik-baiknya aliran-aliran yang terdapat tentang urusan itu dalam masyarakat. Dewan ... Dewan Penasihat berhak mengumumkan nasihat-nasihatnya, sekadar hal itu oleh Pemerintah tidak dianggap bertentangan dengan kepentingan Negara. Ketika memberikan nasihat kepada Dewan Moneter, maka pendapat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 23 - dari seorang anggota yang berbeda dengan pendapat terbanyak dan anggota-anggota lain, dinyatakan dengan terpisah, yakni jika ketua atau anggota tersebut memintanya. 2) Dewan Penasihat terdiri atas 9 orang anggota, termasuk ketua. Ketua dan anggota-anggota yang lain ditunjuk oleh Pemerintah untuk masa lima tahun dari orang-orang ahli dan/atau terkemuka dalam kalangan perusahaan, pertanian dan perburuhan. Pemerintah dapat memecat dan memperhentikan mereka itu dan jabatannya. Anggota-anggota yang berhenti dapat diangkat kembali pada saat sesudah mereka berhenti. Jika sementara itu terjadi lowongan, maka anggota yang baru diangkat itu, menggantikan orang yang digantikannya itu untuk selama sisa masa duduk orang yang digantikannya itu. (3) Dewan Penasihat sekurang-kurangnya bersidang dua kali setahun dan selanjutnya setiap kali dianggap perlu oleh ketua atau sekurang- kurangnya oleh empat orang anggota. (4) Anggota Dewan Moneter dapat menghadiri rapat-rapat Dewan Penasihat. (5) Anggota-anggota dan Sekretaris Dewan diwajibkan merahasiakan segala yang diketahui mereka menurut jabatannya, sekadar kewajiban itu sudah sepatutnya menurut sifat hal yang bersangkutan atau dinyatakan dengan tegas oleh ketua. Jika ... Jika kewajiban merahasiakan itu dilanggar, maka pelanggaran itu dapat menjadi alasan bagi Pemerintah untuk memecat atau memperhentikan orang yang bersangkutan. (6) Dewan menetapkan suatu peraturan tata-tertib. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 24 - (7) Uang-jasa bagi anggota-anggota Dewan Penasihat ditetapkan oleh Pemerintah. (8) Direksi Bank menunjuk seorang sekretaris bagi Dewan Penasihat. BAB IV NERACA SINGKAT Pasal 33 (1) Sekali seminggu Bank mengumumkan neraca singkat. Neraca singkat ini harus juga dimuat dalam Berita Negara. (2) Pekerjaan-pekerjaan Bank yang dilakukannya sebagai Bank Sentral dan pekerjaan-pekerjaan yang terletak dalam lapangan bank-bank yang lain dipisahkan dengan sejelas-jelasnya dalam neraca singkat ini. BAB V PENETAPAN SURAT-SURAT TAHUNAN DAN PEMBAGIAN LABA Pasal 34 (1) Neraca dan perhitungan laba-rugi disusun oleh Direksi dan disampaikan kepada Dewan Moneter. (2) Dewan ... (2) Dewan Moneter menetapkan surat-surat tahunan ini untuk sementara waktu dan dalam hal itu Dewan dibantu oleh Jawatan Akuntan Negeri. (3) Selanjutnya neraca dan perhitungan laba-rugi sementara itu PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 25 - diserahkan oleh Dewan Moneter kepada Pemerintah. Jika dalam waktu satu bulan sesudah Pemerintah menerima surat- surat itu, tidak diajukan keberatan-keberatan dengan surat oleh Menteri Keuangan kepada Dewan Moneter, maka itu berarti bahwa surat-surat tahunan itu telah disahkan oleh Pemerintah. (4) Neraca dan perhitungan laba-rugi yang disahkan demikian memberi pembebasan sepenuhnya kepada Direksi. (5) Dari laba Bank yang telah disahkan demikian pertama-tama dapat disisihkan dahulu suatu jumlah bagi cadangan istimewa, sisa dari laba ini disetor sebanyak dua puluh prosen ke dalam dana-cadangan sampai jumlah dana itu menjadi sama besar dengan modal Bank. Sisanya jatuh ke dalam tangan Negara. BAB VI DANA PENSIUN DAN SOKONGAN PARA PEGAWAI BANK Pasal 35 (1) Bank mengadakan dana pensiun dan sokongan untuk para pegawai Bank. (2) Bank wajib mengusahakan supaya dana ini mencapai jumlah harga tunai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap para pegawai Bank, juga Bank wajib menjaga supaya jumlah harga tunai itu jangan berkurang. (3) Sumbangan-sumbangan ... (3) Sumbangan-sumbangan Bank kepada dana dan peraturan-peraturan selanjutnya tentang dana ini ditentukan dengan suatu peraturan. BAB VII PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 26 - KETENTUAN PERALIHAN DAN KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 (1) Pada hari mulai berlakunya undang-undang ini, maka: a. De Javasche Bank NV berada dalam likwidasi; b. segala hak-hak, kekuasaan-kekuasaan, hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban dari De Javasche Bank NV pindah kepada Bank Indonesia; c. Bank Indonesia menjadi pelikwidasi dari De. Javasche Bank NV; d. Sekadar perlu berhubung dengan likwidasi de Javasche Bank NV, maka Presiden dan Direktur-direktur De Javasche Bank NV masih bertindak terus. (2) Segala ketentuan dalam Pasal 13 yang mengenai pekerjaan-pekerjaan Bank di lapangan lain daripada fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya diserahkan kepada bank-bank lain yang akan ditunjuk dengan Undang-undang selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 1953. Pasal 37 "De Javasche Bankwet 1922" dan Undang-undang tanggal 31 Maret 1922 (Staatsblad 1922 No. 181) masih berlaku sekadar perlu berhubung dengan likwidasi De Javasche Bank NV dan selanjutnya tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini. Pasal 38 … Pasal 38 (1) Menyimpang dari anjuran-anjuran dan usul-usul yang diharuskan dalam Undang-undang pokok ini maka Presiden dan Direktur- direktur De Javasche Bank yang memangku jabatannya sebelum PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 27 - Undang-undang ini mulai berlaku, jika mereka itu warganegara Indonesia, menjadi Gubernur dan Direktur-direktur Bank untuk bagian masa-jabatannya yang belum berakhir. (2) Direktur-direktur De Javasche Bank yang bukan warganegara Indonesia, meletakkan jabatannya pada hari mulai berlakunya Undang-undang ini. (3) Komisaris-komisaris De Javasche Bank yang memangku jabatannya sebelum hari Undang-undang ini mulai berlaku, meletakkan jabatannya pada hari itu. Komisaris baru tidak diangkat lagi. Pasal 39 Pengangkatan para anggota Dewan Penasihat oleh Pemerintah untuk pertama kalinya dilakukan pada suatu waktu dalam tiga bulan sesudah undang-undang ini mulai berlaku. Pasal 40 Pada waktu Undang-undang,ini mulai berlaku dan menyimpang daripada yang ditentukan dalam Pasal-pasal 8 dan 10, maka: a. uang-kertas-bank ... a. uang-kertas-bank yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank berdasarkan Pasal 14 "De Javasche Bankwet 1922" dan yang pada waktu itu mempunyai sifat alat pembayaran sah; b. uang-kertas-bank yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank menurut Pasal 1 Ordonansi 14 Juli 1949 (Staatsblad 1949 No. 186) dan yang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 28 - pada waktu itu mempunyai sifat alat pembayaran sah; tetap sifatnya sebagai alat pembayaran sah sampai uang-kertas-bank itu dicabut kembali dan ditarik dari peredaran. Pasal 41 Nama "Bank Indonesia" hanya boleh dipakai oleh Bank. Pasal 42 (1) Semua persekot dalam rekening-koran yang diberikan oleh De Javasche Bank kepada Pemerintah sebelum undang-undang ini mulai berlaku, akan dipisahkan menjadi pinjaman dengan jangka waktu panjang yang dapat dilunasi. (2) Untuk keperluan pelunasan pinjaman kepada Bank yang tersebut pada ayat 1, Negara dapat mengeluarkan pinjaman yang dapat ditawarkan pada Bursa dengan syarat-syarat yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 43 (1) Undang-undang ini dapat disebut "UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA 1953". (2) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953. Agar ... Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 29 - pada tanggal 19 Mei 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SUKARNO MENTERI KEUANGAN, ttd SUMITRO JOYOHADIKUSUMO Diundangkan pada tanggal 2 Juni 1953 MENTERI KEHAKIMAN, ttd LOEKMAN WIRIADINATA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1953 NOMOR 40
<reg_id> 11/UU/1953 </reg_id> <reg_title> PENETAPAN UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA </reg_title> <set_date> 19 Mei 1953 </set_date> <effective_date> 1 Juli 1953 </effective_date> <issued_date> 2 Juni 1953 </issued_date> <replaced_reg> '181/STBLD/1922', 'De Javasche Bankwet 1922' </replaced_reg> <related_reg> 'UUDS | pasal 89, 109, 110 dan 118' </related_reg>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional; b. bahwa guna mendukung terwujudnya perekonomian nasional sebagaimana tersebut di atas dan sejalan dengan tantangan perkembangan dan pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah; c. bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati- hatian; d. bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan Bank Sentral yang memiliki kedudukan yang independen; e. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tidak sesuai lagi dan perlu diganti dengan Undang-undang baru tentang Bank Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998; 3. Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998; 4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BANK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia; 2. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur; 3. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur; 4. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur; 5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan yang berlaku; 6. Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi; 7. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Indonesia dan Bank yang mewajibkan Bank yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil; 8. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia; 9. Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank Indonesia; 10. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga; 11. Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia; 12. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta untuk penyertaan. Pasal 2 (1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp. (2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. (3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia. (4) Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dilarang menolak untuk menerima uang rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk keperluan pembayaran di tempat atau di daerah tertentu, untuk maksud pembayaran, atau untuk memenuhi kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 3 (1) Uang rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB II STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MODAL Pasal 4 (1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. (2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. (3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 5 (1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia. (2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia. Pasal 6 (1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah). (2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari Cadangan Umum atau sumber lain. (3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau sumber lainnya ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. BAB III TUJUAN DAN TUGAS Pasal 7 Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Pasal 8 Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi Bank. Pasal 9 (1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. BAB IV TUGAS MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MONETER Pasal 10 (1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang: a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4) pengaturan kredit atau pembiayaan. (2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 11 (1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 12 Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. Pasal 13 (1) Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. (2) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa. (3) Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri. Pasal 14 (1) Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. (3) Dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. (4) Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam Undang-undang. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB V TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN Pasal 15 (1) Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang: a. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; b. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; c. menetapkan penggunaan alat pembayaran. (2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 16 Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Pasal 17 (1) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 18 (1) Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. (2) Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 19 Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Pasal 20 Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran. Pasal 21 Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai. Pasal 22 Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena sebab apapun. Pasal 23 (1) Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama. (2) Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. (3) Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan. (4) Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. (5) Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB VI TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK Pasal 24 Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. (2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 26 Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bank Indonesia: a. memberikan dan mencabut izin usaha Bank; b. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank; c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank; d. memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Pasal 27 Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Pasal 28 (1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari Bank. Pasal 29 (1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. (2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank. (3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada pemeriksa: a. keterangan dan data yang diminta; b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; c. hal-hal lain yang diperlukan. Pasal 30 (1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). (2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan. (3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 31 (1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan. (2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. (3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 32 (1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. (2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. (3) Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Pasal 33 Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku. (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Pasal 35 Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia. BAB VII DEWAN GUBERNUR Pasal 36 Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Pasal 37 (1) Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur. (2) Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil. (3) Dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur. (4) Dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (3) karena sesuatu hal tidak dapat dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur. Pasal 38 (1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. (2) Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 39 (1) Dewan Gubernur mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan. (2) Kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur. (3) Gubernur dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau seorang atau beberapa orang pegawai Bank Indonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu. (4) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan hak substitusi. Pasal 40 Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat antara lain: a. warga negara Indonesia; b. memiliki akhlak dan moral yang tinggi; c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum. Pasal 41 (1) Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau calon Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden atau Gubernur wajib mengajukan calon baru. (4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden atau Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengangkat kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6). (5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang. Pasal 42 (1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah Agung. (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut. "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara". Pasal 43 (1) Rapat Dewan Gubernur diselenggarakan: a. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara; b. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menetapkan kebijakan lain yang prinsipil dan strategis. (2) Rapat Dewan Gubernur dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur. (3) Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. (4) Dalam keadaan darurat dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat diselenggarakan karena jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan. (5) Kebijakan dan atau keputusan Gubernur atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam rapat Dewan Gubernur berikutnya. (6) Tata tertib dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 44 (1) Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia. (2) Dewan Gubernur menetapkan peraturan kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 45 Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Pasal 46 (1) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan besan. (2) Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti mempunyai hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga tersebut, salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya. (3) Dalam hal salah satu anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti dari jabatannya. Pasal 47 (1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang: a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga; b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut; c. menjadi pengurus dan atau anggota partai politik. (2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib mengundurkan diri dari jabatannya. Pasal 48 Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap. Pasal 49 Dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan, permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Pasal 50 (1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 48, Presiden mengangkat Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), untuk sisa masa jabatan yang digantikannya. (2) Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara. (3) Dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berhalangan, Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara. Pasal 51 (1) Gaji, penghasilan lainnya dan fasilitas bagi Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur ditetapkan oleh Dewan Gubernur. (2) Besarnya gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan penghasilan lainnya bagi pegawai dengan jabatan tertinggi di Bank Indonesia. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. BAB VIII HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH Pasal 52 Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah. Pasal 53 Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Pasal 54 (1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia, atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia. (2) Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pasal 55 (1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. (2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder. (5) Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum. Pasal 56 (1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. (2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum. BAB IX HUBUNGAN INTERNASIONAL Pasal 57 (1) Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. (2) Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota. BAB X AKUNTABILITAS DAN ANGGARAN Pasal 58 (1) Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat: a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya; b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan juga secara tertulis kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 (tiga) bulan. (4) Dengan tidak mengurangi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 59 Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat apabila diperlukan. Pasal 60 (1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender. (2) Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan. (3) Setiap penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Gubernur. Pasal 61 (1) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia. (2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selesai disusun, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dimulai pemeriksaan. (3) Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media massa. Pasal 62 (1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut: a. 30% (tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan; b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). (2) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan kepada Pemerintah. (3) Apabila modal menjadi kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut, yang pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan pajak penghasilan. Pasal 63 Bank Indonesia menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pasal 64 (1) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Dana untuk penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil dari dana Cadangan Tujuan. BAB XI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 65 Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). Pasal 66 Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 67 Barang siapa yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 68 Anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 69 Badan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), diancam dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 70 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Penuntutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah, yang melakukan perbuatan, yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan dimaksud, atau terhadap ketiga-tiganya. Pasal 71 (1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan, badan tersebut diancam dengan pidana denda sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). (3) Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 72 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71, Dewan Gubernur dapat menetapkan sanksi administratif terhadap pegawai Bank Indonesia serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. denda; atau b. teguran tertulis; atau c. pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila pelanggaran dilakukan oleh badan usaha; atau d. pengenaan sanksi disiplin kepegawaian. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia atau Peraturan Dewan Gubernur. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 73 Segala aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral beralih menjadi aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang ini. Pasal 74 (1) Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik, dialihkan berdasarkan suatu perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk Pemerintah, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini. (2) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengelola hasil angsuran dan atau pelunasan pokok dan bunga kredit likuiditas dimaksud sampai dengan jangka waktu kredit likuiditas tersebut berakhir. (3) Subsidi bunga atas kredit likuiditas yang berada dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap menjadi beban Pemerintah. Pasal 75 (1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Direksi yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dinyatakan diberhentikan dan diangkat kembali sebagai anggota Dewan Gubernur dengan pengaturan sebagai berikut: a. Gubernur dan seorang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 4 (empat) tahun; b. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 1 (satu) tahun; c. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 2 (dua) tahun; d. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 3 (tiga) tahun. (2) Selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak Undang-undang ini berlaku, Presiden mengusulkan calon Deputi Gubernur Senior menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 40 dan Pasal 41 untuk masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun. (3) Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usul Gubernur. Pasal 76 (1) Ketentuan tentang Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dinyatakan mulai berlaku selambat- lambatnya 1 Januari 2000 kecuali untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan. (2) Terhadap tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia dan belum jatuh tempo, Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu tagihan tersebut selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun sejak jatuh tempo apabila diperlukan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dalam hal diperlukan perpanjangan jangka waktu tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tagihan tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tagihan jatuh tempo. Pasal 77 Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Undang-undang ini, Bank Indonesia wajib sudah melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1). Pasal 78 (1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. (2) Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya sepanjang belum diperbarui dan tidak bertentangan dalam Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 79 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. PROF. DR. H. MULADI, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 66 . PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya penegakan hukum disertai dengan sistem politik yang kurang demokratis sehingga di antaranya mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasar yang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian nasional. Di sisi lain, perkembangan ekonomi internasional mengalami perubahan yang cepat dan sangat mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang memudahkan pergerakan arus lalu lintas modal disertai dengan semakin ketatnya persaingan di dunia internasional. Selain menguntungkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan arus modal juga meningkatkan kerentanan perekonomian nasional. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan pemecahannya yang sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan yang tepat dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu diadakan penyesuaian berbagai kebijakan ekonomi dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Selama ini perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh Dewan Moneter sementara status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan Moneter berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968. Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang tersebut di atas dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional dewasa ini dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan penggantian Undang-undang tersebut dengan yang baru yang memberikan status, tujuan dan tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Dalam Undang-undang ini, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan yang kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia. Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri Pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman luar negeri swasta merupakan tanggung jawab yang bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank Indonesia secara fungsional dan transparan. Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender the of last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksanakan fungsi lender of the last resort, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, risiko manajemen, dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas Bank Indonesia.Mengantisipasi perkembangan perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, tugas dan fungsi Bank Indonesia perlu mengakomodasikan Prinsip-prinsip Syariah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Berhubung kelancaran sistem pembayaran sangat penting bagi pelaksanaan kebijakan moneter, kepada Bank Indonesia diberikan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, kepada Bank Indonesia perlu diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang luas dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan kliring dan jasa transfer dana, serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan Bank, kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara lain juga menetapkan prioritas penyaluran dana kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi. Kewenangan Bank Indonesia dimaksudkan pula untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar. Hal ini sesuai dengan amanat Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut diharuskan membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan mendayagunakan devisa. Dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan. Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Independensi ini membawa konsekuensi yuridis logis bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang dan menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai kemungkinan pemberian sanksi administratif. Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan praktek- praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998. Dalam rangka koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan sektor riil, Rapat Dewan Gubernur dapat dihadiri oleh Menteri atau pejabat pemerintah. Demikian pula sebaliknya Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Dewan Moneter tidak diperlukan lagi. Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat. Transparansi dan prinsip akuntabilitas publik tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan dan perbankan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara berkala dan terbuka kepada masyarakat disampaikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan perbankan. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Satu rupiah terdiri atas 100 (seratus) sen. Ayat (2) Yang dimaksud dengan wilayah negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah teritorial Indonesia termasuk kapal yang berbendera Republik Indonesia. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang memuat antara lain: a. pencantuman harga barang dan jasa dalam valuta asing di tempat dan kegiatan usaha tertentu; b. penggunaan mata uang ASEAN dalam rangka ekspor dan atau impor di kawasan ASEAN; c. antisipasi terhadap kemungkinan integrasi ekonomi. Ayat (4) Dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah, pihak yang meragukan tersebut dapat meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia. Ketidaksepakatan para pihak yang melakukan transaksi tidak dianggap sebagai penolakan menerima rupiah. Ayat (5) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. penetapan wilayah dan atau daerah tertentu; b. tempat usaha atau kegiatan usaha tertentu; c. perjanjian perdagangan barang dan jasa. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. penetapan jumlah uang rupiah yang dapat dibawa keluar atau masuk wilayah Indonesia; b. prosedur perizinan membawa uang rupiah keluar atau masuk wilayah Indonesia; c. sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan pemindahan uang rupiah dari atau ke luar negeri tanpa izin. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort. Bank Sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh Bank pada umumnya. Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugas-tugasnya Bank Sentral dapat melakukan aktivitas perbankan yang dianggap perlu. Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia. Ayat (2) Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar pemerintahan dan lembaga lain sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, laporan keuangan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (3) Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-undang ini dan dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia adalah kantor-kantor cabang Bank Indonesia di daerah atau kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia di luar negeri. Pada kantor-kantor tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan Bank Indonesia sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pasal 6 Ayat (1) Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang merupakan penjumlahan dari modal, Cadangan Umum, Cadangan Tujuan dan bagian dari laba yang belum dibagi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral sebelum Undang-undang ini diberlakukan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan sumber lain untuk tambahan modal dapat berupa hasil revaluasi aset dan atau setoran modal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu, sumber lain tersebut dimaksudkan pula untuk menampung kemungkinan perubahan standar akuntansi keuangan tentang modal. Yang dimaksud dengan kewajiban moneter adalah kewajiban Bank Indonesia kepada masyarakat, Bank, dan Pemerintah yang terdiri atas uang kartal yang diedarkan, saldo kredit rekening milik Bank, milik Pemerintah, dan milik pihak lain seperti simpanan pegawai yang tercatat di Bank Indonesia serta surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur meliputi antara lain: a. perlakuan akuntansi untuk modal Bank Indonesia; b. persyaratan dan tata cara revaluasi aset; c. persyaratan penambahan modal yang berasal dari sumber-sumber lain. Pasal 7 Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam pasal ini adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 8 Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pihak lain adalah semua pihak di luar Bank Indonesia, termasuk Pemerintah dan atau lembaga-lembaga lainnya. Yang dimaksud dengan segala bentuk campur tangan adalah segala perbuatan pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-undang ini secara efektif. Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain atau bantuan teknis yang diberikan oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang ini. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal. Dalam hal terjadi perbedaan, Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan secara terbuka apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Huruf b Angka 1 Termasuk dalam pengertian operasi pasar terbuka pada ayat ini adalah intervensi di pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka stabilisasi rupiah. Angka 2 Yang dimaksud dengan penetapan tingkat diskonto adalah penetapan tingkat bunga tertentu yang diberlakukan oleh Bank Indonesia antara lain dalam operasi pasar terbuka dalam rangka kredit dari Bank Indonesia maupun dalam pelaksanaan fungsi lender of the last resort. Angka 3 Cukup jelas Angka 4 Yang dimaksud dengan pengaturan kredit atau pembiayaan adalah penetapan pertumbuhan penyaluran kredit atau pem-biayaan oleh lembaga perbankan secara keseluruhan berkaitan dengan pengendalian moneter. Ayat (2) Operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter melalui Bank berdasarkan Prinsip Syariah dilakukan dengan cara penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan sebagai pengganti tingkat diskonto yang diberlakukan pada Bank konvensional. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara lain: a. tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah; b. tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah; c. instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka; d. tata cara penetapan tingkat diskonto; e. penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi Bank, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing; f. penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum; g. pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas pinjaman dana melalui pasar rupiah dan valuta asing; h. pengaturan huruf c, huruf d, dan huruf g yang didasarkan pada Prinsip Syariah, terutama mengenai penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan. Pasal 11 Ayat (1) Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar. Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender. Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya. Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencair-kan agunan yang dikuasainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi Bank tersebut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai. Yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, misalnya bagi hasil atau risiko yang ditanggung bersama secara proporsional. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk di dalamnya persyaratan tingkat kesehatan Bank penerima. Dalam rangka meneliti pemenuhan persyaratan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank calon penerima kredit atau pembiayaan; b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya; c. jenis agunan berupa surat berharga dan atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi; d. tata cara pengikatan agunan. Pasal 12 Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan kebijakan nilai tukar yang ditetapkan sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut, antara lain berupa: a. dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing; b. dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar; c. dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi. Penetapan kebijakan-kebijakan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Cadangan devisa mencakup pula hak atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional. Bank Indonesia mengupayakan agar cadangan devisa yang dipelihara mencapai jumlah yang oleh Bank Indonesia dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter. Ayat (2) Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar Ayat (3) Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia pada ayat ini adalah pinjaman luar negeri atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan hukum. Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jumlah pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan Bank Indonesia untuk membayar kembali. Pelaksanaan pinjaman dimaksud dapat dipantau Dewan Perwakilan Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Pasal 14 Ayat (1) Survei yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa pengumpulan informasi yang bersifat makro atau mikro seperti survei mengenai kegiatan usaha, survei konsumen, survei perkembangan harga aset dan survei-survei lainnya, yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk survei dalam rangka penyusunan dan penyem-purnaan statistik neraca pembayaran. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah lembaga survei yang independen, kompeten dan profesional. Ayat (3) Keterangan dan data yang diminta oleh Bank Indonesia bukan untuk maksud pemeriksaan, melainkan untuk kepentingan statistik. Ayat (4) Yang dimaksud dengan Undang-undang pada ayat ini adalah Undang-undang lain yang mewajibkan pihak yang mempunyai keterangan dan data yang bersifat rahasia untuk mengungkapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan. Ayat (5) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. tata cara pengumpulan dan penyampaian data; b. koordinasi dan kerja sama pengumpulan data dengan pihak-pihak lain apabila diperlukan; c. persyaratan bagi pihak ketiga sebagai pelaksana survei. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Jasa sistem pembayaran yang dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia antara lain adalah jasa transfer dana nilai besar. Adapun persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi. Huruf b Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Informasi yang diperoleh dari penyelenggaraan sistem pembayaran itu juga diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Huruf c Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi per-syaratan keamanan bagi pengguna. Dalam wewenang ini termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pada ayat (1) ini, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Ayat (2) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang memerlukan persetujuan Bank Indonesia dan prosedur pemberian persetujuan oleh Bank Indonesia; b. cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara jasa sistem pembayaran, termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan manajemen risiko; c. persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; d. penyelenggara jasa sistem pembayaran yang wajib menyampaikan laporan kegiatan; e. jenis laporan kegiatan yang perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dan tata cara pelaporannya; f. jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alat pembayaran yang bersifat elektronis seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu pra bayar dan uang elektronik; g. persyaratan keamanan alat pembayaran; h. sanksi administratif berupa denda bagi pelanggaran ketentuan pada huruf a, huruf d dan huruf f tersebut di atas. Pasal 16 Yang dimaksud dengan kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku, yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Pengaturan sistem kliring lintas negara mencakup antara lain: a. penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau Bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional atau internasional; b. pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan Bank Sentral dan atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan oleh pihak lain; b. persyaratan dan bentuk hukum pihak lain yang dapat menyelenggarakan kliring; c. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan kliring. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Persetujuan Bank Indonesia kepada pihak lain dapat diberikan atas dasar permintaan atau permohonan pihak lain, atau dapat berupa penunjukan oleh Bank Indonesia. Persetujuan tersebut hanya diberikan apabila untuk daerah tertentu Bank Indonesia belum dapat menyelenggarakan kegiatan tersebut. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. persyaratan bagi pihak lain yang dapat menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank; b. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank; c. mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajib-an Bank dalam penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Pasal 19 Yang dimaksud dengan macam uang adalah jenis uang yang dikeluarkan Bank Indonesia, yaitu uang kertas dan uang logam. Uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Uang logam adalah uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel dan bahan lainnya. Harga uang adalah nilai nominal atau pecahan uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Ciri uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap uang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 20 Sebagai konsekuensi dari ketentuan pasal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk: a. melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya; b. melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan; c. menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk diedarkan kembali. Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Pengertian uang yang hilang atau musnah adalah uang yang karena suatu sebab, fisik dan atau tanda keasliannya telah hilang atau musnah. Namun, Bank Indonesia dapat memberikan penggantian atas uang yang karena suatu sebab telah rusak sebagian tetapi tanda keaslian uang tersebut masih dapat diketahui atau dikenali. Adapun besarnya penggantian atas uang yang rusak tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. pengumuman mengenai uang yang akan ditarik dari peredaran; b. prosedur penukaran uang; c. tempat dan waktu penukaran uang yang ditarik dari peredaran. Pasal 24 Dalam hal ini, pengaturan dan pengawasan Bank mengacu pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Pasal 25 Ayat (1) Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat. Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan- peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil. Pengaturan Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuaikan pula dengan standar yang berlaku secara internasional. Ayat (2) Pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain memuat: a. perizinan Bank; b. kelembagaan Bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan; c. kegiatan usaha Bank pada umumnya; d. kegiatan usaha Bank berdasarkan Prinsip Syariah; e. merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank; f. sistem informasi antarbank; g. tata cara pengawasan Bank; h. sistem pelaporan Bank kepada Bank Indonesia; i. penyehatan perbankan; j. pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum Bank; k. lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan. Pasal 26 Huruf a Pemberian dan pencabutan izin usaha Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia. Huruf b Pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia. Dalam pengertian izin pembukaan kantor Bank termasuk pula persetujuan mengenai peningkatan status kantor Bank. Huruf c Pemberian persetujuan kepemilikan dan kepengurusan Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia. Huruf d Dalam pengertian izin untuk melakukan kegiatan usaha tertentu termasuk izin untuk melakukan kegiatan usaha sebagai bank devisa, penitipan, melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, dan kegiatan-kegiatan usaha lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan–tindakan perbaikan. Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Bank. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan ini diterapkan apabila perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi tersebut mendapat fasilitas tertentu dari Bank atau dapat diduga mempunyai peran dalam kegiatan operasional Bank. Pasal 29 Ayat (1) Tujuan pemeriksaan terhadap Bank adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi kegiatan usaha Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan pemeriksaan Bank oleh Bank Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data elektronis, termasuk salinan-salinannya. Ayat (2) Pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank dilakukan secara selektif dan dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan keterangan dan data termasuk data elektronis dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan. Huruf b Cukup jelas Huruf c Hal-hal lain yang diperlukan antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan. Pasal 30 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah pihak-pihak yang oleh Bank Indonesia dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan, misalnya Akuntan Publik. Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari Bank Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara lain: a. kriteria tentang pihak yang ditugasi sebagai pemeriksa; b. kode etik pemeriksa Bank; c. sanksi yang dikenakan bagi pihak lain yang melakukan pelanggaran dalam melaksanakan pemeriksaan. Pasal 31 Ayat (1) Yang termasuk dalam transaksi tertentu antara lain adalah transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan yang melanggar hukum. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Sistem informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha Bank. Informasi antar bank tersebut antara lain berupa: a. informasi Bank, untuk mengetahui keadaan dan status Bank; b. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur Bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan; c. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Ayat (2) Perluasan sistem informasi kepada lembaga lain di bidang keuangan diperlukan karena adanya keterkaitan antara kegiatan usaha Bank dan lembaga tersebut. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang- undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam hal Gubernur berhalangan, tugas Gubernur diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior dengan berita acara serah terima. Ayat (3) Yang dimaksud berhalangan adalah apabila Gubernur: a. menjalani masa cuti; b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut; c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal 6 (enam) hari kerja; d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana. Ayat (4) Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur. Pasal 38 Ayat (1) Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Gubernur dapat menetapkan organisasi berikut perangkatnya. Ayat (2) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain: a. pembagian tugas anggota Dewan Gubernur; b. pendelegasian wewenang; c. kode etik Dewan Gubernur. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan atau orang di luar Bank Indonesia yang memiliki kapasitas tertentu yang menyediakan jasanya untuk mewakili Gubernur antara lain dalam berperkara di muka pengadilan. Hal-hal yang dapat didelegasikan adalah tugas Bank Indonesia yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Dewan Gubernur, tetapi sifat dari tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh pejabat Bank Indonesia atau badan lain, misalnya saksi ahli, penyediaan atau pengedaran uang kecil di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia. Pemberian kuasa kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dikuasakan tersebut pada umumnya dilakukan secara langsung. Ayat (4) Yang dimaksud dengan hak substitusi adalah hak dari penerima kuasa untuk menunjuk seseorang atau lebih untuk menggantikannya dalam melaksanakan tugas pemberi kuasa tanpa menghilangkan haknya sebagai penerima kuasa. Pasal 40 Huruf a Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai warga negara Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan memiliki akhlak dan moral yang tinggi adalah seseorang yang dapat dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya. Yang bersangkutan senantiasa melaksanakan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara adil serta tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupannya sehari-hari. Huruf c Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai suatu bidang keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan memiliki pengalaman adalah latar belakang perjalanan karir yang bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Sentral. Pasal 41 Ayat (1) Untuk setiap jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior, Presiden menyampaikan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) nama calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior. Usul Presiden tersebut dilakukan dengan memperhatikan pula aspirasi masyarakat. Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui salah satu atau menolak seluruh calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul diterima. Dalam rangka pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior. Calon yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dan diangkat menjadi Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior oleh Presiden sebagai kepala negara dengan keputusan Presiden. Ayat (2) Gubernur menyampaikan paling banyak 3 (tiga) nama calon untuk setiap jabatan Deputi Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Deputi Gubernur berakhir. Calon Deputi Gubernur yang diusulkan oleh Gubernur berasal dari pejabat Bank Indonesia yang memenuhi syarat menurut Undang-undang ini. Tata cara persetujuan dan pengangkatan untuk calon Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana terdapat dalam Penjelasan ayat (1) alinea 2, 3, dan 4 berlaku juga untuk Deputi Gubernur. Ayat (3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior yang diusulkan, Presiden mengajukan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) calon baru Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Deputi Gubernur yang diusulkan, Gubernur mengajukan paling banyak 3 (tiga) calon baru Deputi Gubernur selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan salah satu calon yang diusulkan atau menolak seluruh calon selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul kedua diterima Dewan Perwakilan Rakyat Ayat (4) Yang dimaksud dengan mengangkat untuk jabatan yang lebih tinggi adalah apabila Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Gubernur, atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Deputi Gubernur Senior. Periode masa jabatan Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur sebelum diangkat ke jabatan yang lebih tinggi tersebut tidak diperhitungkan dalam periode masa jabatan baru. Pengangkatan calon yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi anggota Dewan Gubernur dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Gubernur yang akan digantikan. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang dilakukan secara berkala dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan dan pelaksanaan tugas pengelolaan Bank Indonesia Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 43 Ayat (1) huruf a dan huruf b Rapat Dewan Gubernur adalah forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis, misalnya kebijakan umum di bidang moneter. Pengertian prinsipil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang mempunyai dampak luas baik ke dalam maupun ke luar Bank Indonesia. Adapun kebijakan lain yang bersifat strategis dan prinsipil termasuk antara lain kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan Bank. Untuk hal-hal lain tidak perlu dibahas dalam rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan dalam rapat bidang yang dipimpin oleh tiap-tiap Deputi Gubernur sesuai dengan kewenangannya atau rapat antar bidang terbatas yang dapat dihadiri anggota Dewan Gubernur yang terkait, dengan catatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat Dewan Gubernur mingguan untuk diketahui. Ayat (2) Penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi misalnya melalui konferensi jarak jauh (teleconference). Hal ini memungkinkan anggota Dewan Gubernur dapat mengikuti rapat Dewan Gubernur tanpa selalu harus hadir secara fisik dalam ruang rapat yang sama. Ayat (3) Pengertian Gubernur pada ayat ini termasuk Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur yang bertindak sebagai pemimpin rapat menggantikan Gubernur yang karena sesuatu hal berhalangan hadir. Ayat (4) Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah situasi dan kondisi kritis yang apabila tidak diambil tindakan tertentu dapat berdampak negatif baik bagi Bank Indonesia maupun terhadap pelaksanaan tugas yang diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang ini. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 44 Ayat (1) Termasuk dalam pengertian pengangkatan adalah melakukan penempatan dan mutasi baik diikuti dengan maupun tanpa promosi. Ayat (2) Dalam menetapkan peraturan kepegawaian Bank Indonesia, Dewan Gubernur memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan hal tersebut sepanjang tidak mengurangi independensi Bank Indonesia. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain: a. pengangkatan dan pemberhentian pegawai; b. peraturan kepegawaian; c. sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya. Pasal 45 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang dengan itikad baik berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sulit tetapi sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pengambilan keputusan dapat dianggap telah memenuhi itikad baik apabila: a. dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompoknya sendiri, dan atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi dan nepotisme; b. dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif; c. diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak tepat; d. dilengkapi dengan sistem pemantauan. Yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia adalah pegawai Bank Indonesia yang berdasarkan keputusan Dewan Gubernur diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak mengambil keputusan sesuai dengan batas wewenangnya. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan langsung pada suatu perusahaan adalah apabila yang bersangkutan duduk sebagai pengurus dalam suatu perusahaan atau menjalankan sendiri usaha perdagangan barang atau jasa. Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan tidak langsung adalah apabila yang bersangkutan memiliki kepentingan melalui kepemilikan saham suatu perusahaan di atas 25% (dua puluh lima per seratus). Huruf b Mengingat anggota Dewan Gubernur memiliki tugas yang sangat strategis di bidang moneter, sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan bank sudah sewajarnya apabila anggota Dewan Gubernur lebih profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya. Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan Gubernur secara ex- officio dapat merangkap jabatan pada lembaga-lembaga tertentu, antara lain pada International Monetary Fund (IMF), World Bank dan Institut Bankir Indonesia. Huruf c Larangan dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak politik yang bersangkutan dalam memilih atau dipilih dalam pemilihan umum. Ayat (2) Dalam hal Deputi Gubernur Senior dan atau Deputi Gubernur yang diketahui telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (1) tidak bersedia mengundurkan diri, Gubernur mengajukan usul kepada Presiden untuk meminta yang bersangkutan mengundurkan diri. Apabila yang melakukan pelanggaran adalah Gubernur, Presiden meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri. Pasal 48 Pengunduran diri sebagaimana disebut dalam pasal ini adalah diajukan secara sukarela oleh yang bersangkutan atau disebabkan oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) atau Pasal 47 ayat (2). Pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini harus dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, mengalami cacat fisik dan atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas- tugasnya dengan baik atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan dimaksud dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan berhalangan adalah apabila Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior: a. menjalani masa cuti tahunan; b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut; c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal 6 (enam) hari kerja; d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana kejahatan sebagai tersangka/terdakwa. Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 52 Sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan rekening Pemerintah. Pasal 53 Penerimaan pinjaman luar negeri untuk kepentingan Pemerintah hanya dilakukan oleh Bank Indonesia atas permintaan Pemerintah. Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama Pemerintah berdasarkan Undang-undang ini. Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi pinjaman. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 55 Ayat (1) Konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tepat waktu dan tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter sehingga pelaksanaan penjualan surat utang tersebut dapat dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta menguntungkan Pemerintah. Ayat (2) Pelaksanaan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan komisi yang membidangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ayat (3) Apabila penerimaan negara dari pajak, laba perusahaan negara, dan sebagainya tidak cukup untuk membiayai pengeluaran negara seluruhnya, kekurangan tersebut di atas ditutup dengan dana yang berasal dari masyarakat, baik berupa pinjaman dalam negeri maupun masyarakat luar negeri dengan menerbitkan surat-surat utang negara. Pembelian surat-surat utang negara oleh Bank Indonesia hanya dapat dilakukan secara tidak langsung atau di pasar sekunder. Ayat (4) Dalam hal Bank Indonesia membeli surat-surat utang negara di pasar sekunder semata-mata untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter. Ayat (5) Pembatalan demi hukum dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat kepada Mahkamah Agung. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pembatalan demi hukum dalam ayat ini dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat kepada Mahkamah Agung. Pasal 57 Ayat (1) Kerja sama Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional termasuk multilateral dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Kerja sama tersebut misalnya di bidang: a. intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing; b. penyelesaian transaksi lintas negara; c. hubungan koresponden; d. tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas Bank Sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan Bank; e. pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran. Ayat (2) Keanggotaan Bank Indonesia pada lembaga multilateral dimaksud dilakukan berdasarkan kuasa Presiden sebagai kepala negara. Pasal 58 Ayat (1) Penyampaian informasi kepada masyarakat dimaksudkan agar masyarakat ikut serta memantau/mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya karena masyarakat mempunyai hak untuk melakukan kontrol agar Bank Indonesia dapat menjadi lembaga yang dapat dipercaya dan berwibawa. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Penyampaian informasi kepada Presiden bersifat informatif, sedangkan penyampaian informasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan agar lembaga tinggi negara tersebut dapat mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya. Ayat (3) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Bank Indonesia menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya secara tertulis. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 59 Pemeriksaan khusus atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Bank Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh Bank Indonesia. Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Penyampaian anggaran tahunan Bank Indonesia yang telah ditetapkan Dewan Gubernur dan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun yang lalu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran, sedangkan untuk Pemerintah dimaksudkan sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 61 Ayat (1) Yang dimaksud dengan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia adalah neraca dan laporan penerimaan dan pengeluaran beserta lampiran-lampirannya. Selisih lebih dari perhitungan antara penerimaan dan pengeluaran selama satu tahun anggaran merupakan surplus yang dapat digunakan untuk Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan. Dalam hal penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran, Bank Indonesia mengalami defisit yang dapat ditutup dari Cadangan Umum dan modal. Ayat (2) Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan tugasnya memeriksa laporan keuangan Bank Indonesia dapat menggunakan jasa kantor akuntan publik yang memiliki reputasi internasional. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia yang diumumkan kepada publik adalah laporan keuangan singkat yang terdiri atas neraca singkat dan laporan pokok-pokok penerimaan dan pengeluaran yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 62 Ayat (1) Cadangan Umum dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia, sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia, serta penyertaan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus) yang digunakan untuk biaya penggantian/pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang diperlakukan dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank Indonesia. Dalam Undang-undang ini, Cadangan Tujuan digunakan untuk biaya penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, pengembangan sumber daya manusia dan organisasi dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64. Pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank Indonesia antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi. Ayat (2) Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia. Ayat (3) Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia dapat dilakukan dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat diperjualbelikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan. Besar maksimum yang harus disetor oleh Pemerintah adalah selisih kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) dengan jumlah modal yang tersedia dalam laporan keuangan tersebut di atas. Ayat (4) Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar pemenuhan kecukupan modal Bank Indonesia sebesar 10 % (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter dapat segera tercapai. Dalam hal modal Bank Indonesia sudah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sebagian besar dari surplus yang diperoleh Bank Indonesia diserahkan kepada negara melalui Pemerintah. Pasal 63 Pengumuman neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut kepada masyarakat. Pasal 64 Ayat (1) Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh Bank Indonesia dalam badan hukum atau badan lain tertentu. Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan lembaga penjamin simpanan. Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Yang dimaksud dengan badan dalam ketentuan ini adalah semua badan, misalnya badan hukum, persekutuan perdata, yayasan, asosiasi atau badan-badan lain yang ditetapkan sebagai responden dalam suatu survei. Pasal 70 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 71 Ayat (1) Yang dimaksud dengan rahasia pada ayat ini adalah rahasia jabatan. Yang dimaksud dengan pihak lain yang melakukan tugas tertentu adalah pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud antara lain dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), dan Pasal 39 ayat (3). Yang dimaksud dengan secara melawan hukum adalah apabila seseorang atau badan yang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain: a. jenis keterangan dan data lainnya yang dikategorikan rahasia, antara lain keterangan dan data individual yang diperoleh melalui survei dan data individual Bank peserta kliring; b. perlakuan terhadap keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia; c. prosedur pengungkapan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia; d. pejabat yang berwenang mengungkapkan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia. Pasal 72 Ayat (1) Kewenangan Dewan Gubernur untuk menetapkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal ini berlaku terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang- undang ini dan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Dewan Gubernur. Yang dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau badan yang diatur dalam Undang-undang ini antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), Pasal 14 ayat (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 29 ayat (3), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan pihak-pihak yang ditunjuk dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan denda adalah kewajiban untuk membayar uang dalam jumlah tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini. Huruf b Cukup jelas Huruf c Pencabutan atau pembatalan izin usaha terhadap badan usaha dilakukan oleh instansi yang berwenang berdasarkan permintaan Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan badan usaha lain yang ditunjuk dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini. Huruf d Sanksi disiplin hanya dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia berdasarkan peraturan disiplin kepegawaian yang ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Ayat (3) Pengaturan lebih lanjut sanksi administratif yang dikenakan terhadap pihak lain di luar pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia, sedangkan sanksi administratif yang dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif; b. besarnya sanksi administratif yang berupa denda; c. tata cara pengenaan sanksi administratif. Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain: a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif; b. jenis-jenis sanksi disiplin pegawai; c. tata cara pengenaan sanksi disiplin kepegawaian. Pasal 73 Pengalihan aktiva dan pasiva Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini. Pasal 74 Ayat (1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit likuiditas dalam rangka kredit program. Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah adalah Badan Usaha Milik Negara yang kondisi keuangannya sehat. Pengalihan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk pula pengalihan pinjaman penerusan yang dananya berasal dari luar negeri dan bantuan teknis dalam rangka penyaluran kredit program. Mengingat pinjaman penerusan dan bantuan teknis tersebut melibatkan lembaga/pihak lain di luar Bank Indonesia, batas waktu pengalihannya kepada Badan Usaha Milik Negara ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait. Tugas dan wewenang Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah antara lain adalah: a. melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia; b. melakukan penyaluran dan administrasi kredit program; c. mencari sumber-sumber pendanaan untuk kelanjutan pelaksanaan kredit program. Ayat (2) Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program meliputi berbagai jenis (skim) yang masing-masing memiliki persyaratan tersendiri baik jangka waktu maupun suku bunganya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan jangka waktu KLBI tersebut adalah jangka waktu KLBI untuk masing-masing skim yang bersangkutan. Selama KLBI tersebut belum dibayar kembali kepada Bank Indonesia, Bank yang bersangkutan membayar pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara . Badan Usaha Milik Negara membayar pokok dan bunga KLBI yang terutang kepada Bank Indonesia pada waktu berakhirnya jangka waktu KLBI untuk tiap-tiap skim. Ayat (3) Yang dimaksud dengan subsidi bunga dalam ayat ini adalah selisih antara suku bunga pasar dan suku bunga KLBI. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 76 Ayat (1) Adanya pengecualian untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan pada ayat ini dimaksudkan untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pada dasarnya adalah untuk meringankan beban rakyat. Ayat (2) Perpanjangan jangka waktu surat-surat utang negara diperlukan oleh Pemerintah apabila kondisi keuangan negara tidak memungkinkan untuk menyelesaikan kewajiban kepada Bank Indonesia tersebut. Tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia adalah dalam rangka: a. pelaksanaan kredit program; b. pembayaran berbagai kewajiban dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. program jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat; d. rekapitalisasi perbankan. Berkaitan dengan keempat butir di atas, huruf c dan huruf d adalah program restrukturisasi perbankan dengan bagian yang terbesar merupakan kewajiban pembayaran Bank Pemerintah. Penyelesaian tagihan atas surat-surat utang negara yang dibeli oleh Bank Indonesia tersebut seharusnya diselesaikan sebelum jatuh tempo surat utang dimaksud. Penyelesaian ini hanya dapat dicapai apabila: a. instansi terkait seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Departemen Keuangan, dan sebagainya dapat melakukan pengamanan uang masyarakat (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) secara optimal atau meminimumkan beban rakyat; b. keberhasilan dalam memulihkan kondisi perekonomian nasional. Dalam hal huruf a dan huruf b terpenuhi, tidak diperlukan pengaturan mengenai perpanjangan jatuh tempo. Namun untuk berjaga-jaga, dalam hal terjadi kondisi yang tidak diharapkan, diperlukan landasan hukum untuk mencari jalan keluar yang memungkinkan melakukan perpanjangan jatuh tempo. Ayat (3) Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender. Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 79 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3843
<reg_id> 23/UU/1999 </reg_id> <reg_title> BANK INDONESIA </reg_title> <set_date> 17 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 17 Mei 1999 </effective_date> <issued_date> 17 Mei 1999 </issued_date> <replaced_reg> '13/UU/1968' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33', 'X/MPR/1998|TAP-MPR/1998 | Bab IV huruf A butir 1a', 'XI/MPR/1998|TAP-MPR/1998 | Pasal 3', 'XVI/MPR/1998|TAP-MPR/1998' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XI' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mendukung perekonomian nasional melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, diperlukan stabilitas sistem keuangan yang kokoh; b. bahwa untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang kokoh guna menghadapi ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, diperlukan upaya pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang- Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan; Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN. BAB I . . . - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Keuangan adalah sistem yang terdiri atas lembaga jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat dan pengalokasiannya untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. 2. Stabilitas Sistem Keuangan adalah kondisi Sistem Keuangan yang berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. 3. Krisis Sistem Keuangan adalah kondisi Sistem Keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dan efisien, yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan. 4. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 5. Bank Sistemik adalah Bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika Bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. 6. Surat Berharga Negara adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai surat berharga syariah negara. 7. Bank . . . - 3 - 7. Bank Perantara adalah bank umum yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan untuk digunakan sebagai sarana resolusi dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank yang ditangani Lembaga Penjamin Simpanan, selanjutnya menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. 8. Program Restrukturisasi Perbankan adalah program yang diselenggarakan untuk menangani permasalahan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional. 9. Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Otoritas Jasa Keuangan adalah otoritas jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. 11. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. 12. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut dengan Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 2 Pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan diselenggarakan berdasarkan asas: a. kepentingan nasional; b. kemanfaatan; c. keadilan; d. keterpaduan; e. efektivitas; f. efisiensi; dan g. kepastian hukum. Pasal 3 . . . - 4 - Pasal 3 (1) Pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan meliputi: a. koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan; b. penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan c. penanganan permasalahan Bank Sistemik, baik dalam kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal maupun kondisi Krisis Sistem Keuangan. (2) Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup bidang: a. fiskal; b. moneter; c. makroprudensial dan mikroprudensial jasa keuangan; d. pasar keuangan; e. infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran dan penjaminan simpanan; dan f. resolusi Bank. (3) Penanganan Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup penanganan seluruh bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Penanganan permasalahan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank Sistemik. BAB II KOMITE STABILITAS SISTEM KEUANGAN Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 4 (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Komite . . . - 5 - (2) Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan untuk melaksanakan kepentingan dan ketahanan negara di bidang perekonomian. (3) Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan: a. Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dengan hak suara; b. Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota dengan hak suara; c. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai anggota dengan hak suara; dan d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagai anggota tanpa hak suara. (4) Setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertindak untuk dan atas nama lembaga yang dipimpinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tugas dan Wewenang Pasal 5 Komite Stabilitas Sistem Keuangan bertugas: a. melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan; b. melakukan penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan c. melakukan penanganan permasalahan Bank Sistemik, baik dalam kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal maupun kondisi Krisis Sistem Keuangan. Pasal 6 Komite Stabilitas Sistem Keuangan berwenang: a. menetapkan keputusan mengenai tata kelola Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan; b. membentuk . . . - 6 - b. membentuk gugus tugas atau kelompok kerja untuk membantu pelaksanaan tugas Komite Stabilitas Sistem Keuangan; c. menetapkan kriteria dan indikator untuk penilaian kondisi Stabilitas Sistem Keuangan; d. melakukan penilaian terhadap kondisi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan masukan dari setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, beserta data dan informasi pendukungnya; e. menetapkan langkah koordinasi untuk mencegah Krisis Sistem Keuangan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan; f. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan, dari kondisi normal menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan atau dari kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal; g. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan langkah penanganan Krisis Sistem Keuangan; h. menyerahkan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan; i. menetapkan langkah yang harus dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk mendukung pelaksanaan penanganan permasalahan Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan; j. menetapkan keputusan pembelian oleh Bank Indonesia atas Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan Bank; dan k. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan penyelenggaraan dan pengakhiran Program Restrukturisasi Perbankan. Bagian . . . - 7 - Bagian Ketiga Kesekretariatan Pasal 7 (1) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dibantu oleh sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang dipimpin oleh sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Anggaran sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (3) Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat menyelenggarakan rapat yang dihadiri oleh pejabat Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mempersiapkan pelaksanaan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Organisasi dan tata kerja sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Rapat dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Pasal 8 (1) Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyelenggarakan rapat secara berkala atau sewaktu-waktu. (2) Rapat secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan. (3) Rapat sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan permintaan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 9 (1) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan harus dihadiri oleh seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Rapat . . . - 8 - (2) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan dipimpin oleh koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (3) Dalam hal anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan berhalangan hadir secara fisik pada waktu dan tempat rapat yang telah ditentukan, rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat diselenggarakan melalui sarana komunikasi elektronik yang memungkinkan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. (4) Dalam hal koordinator dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan berhalangan tetap, koordinator dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bersangkutan diwakili oleh pejabat pengganti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan tidak dihadiri oleh seluruh anggota, baik secara fisik maupun melalui sarana komunikasi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau oleh pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rapat dijadwalkan kembali. (6) Dalam hal rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan rapat sewaktu-waktu berdasarkan permintaan anggota, penjadwalan kembali dilakukan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam. (7) Rapat hasil penjadwalan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diselenggarakan dengan kehadiran paling sedikit 2 (dua) anggota dengan hak suara dan dapat mengambil keputusan. (8) Pelaksanaan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan harus didokumentasikan secara utuh mulai dari awal sampai dengan berakhirnya rapat. Pasal 10 (1) Pengambilan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan dilakukan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Pengambilan . . . - 9 - (2) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. (3) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berhak menyampaikan pendapat dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, tetapi tidak berhak memberikan suara dalam pengambilan keputusan. Pasal 11 (1) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal tidak tercapai mufakat, usulan keputusan yang diajukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dinyatakan ditolak dan pendapat akhir setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan didokumentasikan. (3) Usulan keputusan yang dinyatakan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam. (4) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (5) Setiap keputusan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditandatangani oleh seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). (6) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang tidak hadir dalam rapat, dianggap menyetujui keputusan rapat tanpa harus menandatangani keputusan rapat. Bagian . . . - 10 - Bagian Kelima Pertukaran Data dan Informasi Pasal 12 (1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan pertukaran data dan informasi antaranggota yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan. (2) Pertukaran data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Kode Etik Pasal 13 Komite Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan menegakkan kode etik Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Bagian Ketujuh Akuntabilitas dan Pelaporan Pasal 14 (1) Komite Stabilitas Sistem Keuangan memublikasikan dan memberikan akses informasi kepada publik mengenai keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Komite Stabilitas Sistem Keuangan memublikasikan pelaksanaan tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh Undang-Undang ini. (3) Komite Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan: a. jenis informasi yang bersifat rahasia; b. jenis informasi yang tidak bersifat rahasia; dan c. tata cara akses informasi oleh publik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam . . . - 11 - (4) Dalam hal informasi ditetapkan sebagai jenis informasi yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, setiap orang yang mengetahui informasi tersebut, baik karena kedudukan, profesi, maupun hubungan apa pun dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi dimaksud kepada pihak lain, kecuali untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang, atau diwajibkan oleh Undang- Undang. Pasal 15 Komite Stabilitas Sistem Keuangan melaporkan kepada Presiden mengenai: a. kondisi Stabilitas Sistem Keuangan setiap 3 (tiga) bulan; b. penanganan Krisis Sistem Keuangan; c. penanganan permasalahan Bank Sistemik; dan/atau d. pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. BAB III PENCEGAHAN KRISIS SISTEM KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 16 (1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang setiap anggota untuk mencegah terjadinya Krisis Sistem Keuangan. (2) Pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dilakukan berdasarkan Undang-Undang dan sesuai dengan protokol manajemen krisis setiap anggota. (3) Anggota . . . - 12 - (3) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merumuskan rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Bagian Kedua Bank Sistemik Pasal 17 (1) Untuk mencegah Krisis Sistem Keuangan di bidang perbankan, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia menetapkan Bank Sistemik. (2) Penetapan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pertama kali dilakukan pada kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal. (3) Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia melakukan pemutakhiran daftar Bank Sistemik secara berkala 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. (4) Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan hasil penetapan dan pemutakhiran daftar Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 18 (1) Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 wajib: a. memenuhi ketentuan khusus mengenai rasio kecukupan modal dan rasio kecukupan likuiditas; dan b. menyusun rencana aksi untuk disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. (2) Rencana . . . - 13 - (2) Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat kewajiban pemegang saham pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal Bank dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal Bank. (3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan tambahan kapasitas permodalan bagi Bank Sistemik yang digunakan untuk menyerap kerugian pada saat Bank mengalami permasalahan keuangan. (4) Ketentuan mengenai rasio kecukupan modal, rasio kecukupan likuiditas, dan rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta tambahan kapasitas permodalan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 19 (1) Dalam hal Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 mengalami kesulitan keuangan, Bank Sistemik menerapkan rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dan ayat (2) yang sudah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. (2) Dalam hal rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dan ayat (2) belum disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank Sistemik menerapkan langkah penyehatan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. (3) Otoritas Jasa Keuangan memastikan dilaksanakannya rencana aksi atau langkah penyehatan oleh Bank dengan menerbitkan perintah tertulis, menempatkan pengelola statuter, dan/atau melalui mekanisme lain berdasarkan Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. (4) Ketentuan mengenai rencana aksi dan langkah penyehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Bagian . . . - 14 - Bagian Ketiga Penanganan Permasalahan Likuiditas Bank Sistemik Pasal 20 (1) Bank Sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. (2) Dalam pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian mengenai pemenuhan persyaratan solvabilitas dan tingkat kesehatan Bank Sistemik; dan b. Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian mengenai pemenuhan persyaratan agunan dan perkiraan kemampuan Bank Sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. (3) Pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah harus dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi berupa surat berharga yang memiliki peringkat tinggi dan mudah dicairkan. (4) Dalam hal Bank Sistemik tidak memiliki agunan surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jumlah yang cukup, Bank Sistemik dapat menggunakan aset kredit dengan kolektibilitas lancar sebagai agunan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. (5) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia memutuskan pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. (6) Pemberian . . . - 15 - (6) Pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan Undang-Undang ini dan Undang-Undang mengenai Bank Indonesia. (7) Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Sistemik yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk memastikan penggunaannya dan pelaksanaan rencana pembayarannya kembali sesuai dengan perjanjian. Bagian Keempat Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik Pasal 21 (1) Dalam hal terdapat Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas, Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan wewenangnya melakukan penanganan permasalahan solvabilitas, termasuk memastikan pelaksanaan rencana aksi Bank Sistemik. (2) Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan untuk melakukan persiapan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kondisinya memburuk dan ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus, Otoritas Jasa Keuangan meminta Lembaga Penjamin Simpanan meningkatkan intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik. (4) Dalam meningkatkan intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan: a. meminta pengurus Bank untuk menjaga kondisi keuangan Bank sehingga tidak terjadi penurunan aset dan/atau peningkatan kewajiban Bank Sistemik secara material; b. meminta . . . - 16 - b. meminta pengurus Bank untuk mendukung pelaksanaan pengalihan aset dan kewajiban Bank Sistemik; dan/atau c. memfasilitasi Lembaga Penjamin Simpanan dalam melakukan pemasaran atas aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dan memfasilitasi calon Bank penerima untuk melakukan uji tuntas dalam hal akan dilakukan pengalihan aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik. (5) Dalam hal penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak dapat mengatasi permasalahan solvabilitas Bank Sistemik, Otoritas Jasa Keuangan meminta penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan disertai dengan rekomendasi langkah penanganan permasalahan Bank Sistemik. (6) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diselenggarakan untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik. (7) Langkah penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan: a. memutuskan penyerahan Bank Sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan untuk dilakukan penanganan berdasarkan Undang-Undang ini dan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan; dan b. menetapkan langkah yang harus dilakukan oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan wewenang masing-masing untuk mendukung pelaksanaan penanganan Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (8) Ketentuan mengenai penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persiapan penanganan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 22 . . . - 17 - Pasal 22 (1) Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan dilakukan dengan cara: a. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima; b. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank Perantara; atau c. melakukan penanganan Bank sesuai dengan Undang- Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. (2) Ketentuan mengenai pemilihan cara penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dan tata cara penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 23 Dalam pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a atau kepada Bank Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang: a. menetapkan jenis dan kriteria aset dan kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan; b. mengalihkan kewajiban Bank Sistemik sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank penerima atau Bank Perantara yang diikuti dengan pengalihan sebagian atau seluruh aset Bank Sistemik tanpa persetujuan kreditur, debitur, dan/atau pihak lain; c. melakukan pembayaran kepada Bank penerima atau Bank Perantara atas selisih kurang antara nilai aset dan nilai kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan; dan d. melakukan wewenang lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 24 . . . - 18 - Pasal 24 (1) Pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank penerima dan/atau Bank Perantara, terjadi demi hukum sejak akta pengalihan ditandatangani. (2) Pengalihan demi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi perizinan untuk melakukan kegiatan tertentu yang dimiliki Bank Sistemik kepada Bank Perantara. (3) Pengalihan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diikuti dengan proses penyesuaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Setelah dilakukan pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima dan/atau Bank Perantara, Lembaga Penjamin Simpanan meminta Otoritas Jasa Keuangan untuk mencabut izin usaha Bank yang telah dialihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajibannya. (5) Lembaga Penjamin Simpanan melakukan proses likuidasi terhadap Bank yang telah dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 25 (1) Lembaga Penjamin Simpanan mendirikan Bank Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b untuk menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dan menjalankan aktivitas usaha Bank. (2) Dalam pendirian Bank Perantara oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas. (3) Otoritas . . . - 19 - (3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin Bank Perantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 2 (dua) tahap: a. persetujuan prinsip untuk melakukan persiapan pendirian Bank; dan b. izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan. (4) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan setelah memenuhi persyaratan: a. anggaran dasar yang paling sedikit memuat kegiatan usaha sebagai Bank; b. modal disetor sebagaimana diatur dalam Undang- Undang mengenai perseroan terbatas; dan c. struktur organisasi dan sumber daya manusia, pedoman manajemen risiko, tata kelola perusahaan yang baik, prosedur kerja, rencana bisnis, proyeksi neraca dan laba rugi, serta laporan arus kas bulanan. (5) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan setelah memenuhi persyaratan: a. kewajiban penyediaan modal minimum bank umum; b. susunan direksi dan dewan komisaris; dan c. rencana tindak meliputi cara dan jadwal pengalihan, pemenuhan dan pengelolaan sumber daya manusia, serta migrasi infrastruktur Bank Perantara. (6) Uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota dewan komisaris dan direksi Bank Perantara dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan uji kemampuan dan kepatutan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan bagi anggota dewan komisaris dan direksi Bank Perantara. (7) Bank Perantara dalam menjalankan kegiatan usaha harus: a. menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan berkala dan dokumen lain yang diwajibkan bagi bank umum; dan b. memenuhi persyaratan terkait prinsip kehati-hatian dan indikator tingkat kesehatan bank umum. Pasal 26 . . . - 20 - Pasal 26 (1) Lembaga Penjamin Simpanan harus segera menjual Bank Perantara atau mengalihkan seluruh aset dan kewajiban Bank Perantara kepada Bank atau pihak lain. (2) Penjualan Bank Perantara kepada pihak lain atau pengalihan seluruh aset dan kewajiban Bank Perantara kepada Bank lain dilakukan berdasarkan nilai wajar, secara terbuka, dan transparan. Pasal 27 (1) Dana untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bersumber dari kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan. (2) Untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Penjamin Simpanan: a. menjual Surat Berharga Negara yang dimilikinya melalui pasar, kepada Bank Indonesia dan/atau pihak lain; dan/atau b. memperoleh pinjaman dari pihak lain. (3) Penjualan Surat Berharga Negara oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diputuskan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia membeli Surat Berharga Negara. Pasal 28 (1) Selisih kurang antara dana hasil penjualan Bank Perantara ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang telah ditangani permasalahannya dan dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik, merupakan biaya penanganan permasalahan Bank Sistemik bagi Lembaga Penjamin Simpanan dan bukan merupakan kerugian keuangan negara. (2) Selisih . . . - 21 - (2) Selisih lebih antara dana hasil penjualan Bank Perantara ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang telah ditangani permasalahannya dan dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik, merupakan penambah kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 29 Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan laporan mengenai perkembangan penanganan Bank Sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Bagian Kelima Penanganan Permasalahan Bank selain Bank Sistemik Pasal 30 Ketentuan mengenai pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Bank selain Bank Sistemik. Pasal 31 (1) Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank selain Bank Sistemik yang diserahkan Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. (2) Ketentuan mengenai penyelesaian permasalahan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan. BAB IV . . . - 22 - BAB IV PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 32 (1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat meminta penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan kepada koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan jika protokol manajemen krisis yang dimilikinya mengindikasikan adanya permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawab setiap anggota yang dapat memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Permintaan penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan hasil penilaian protokol manajemen krisis anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bersangkutan yang mengindikasikan adanya permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawabnya. (3) Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan memberikan informasi mengenai hasil penilaian protokol manajemen krisis yang memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan di bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). (4) Penilaian mengenai status Stabilitas Sistem Keuangan didasarkan pada data, informasi, kerangka penilaian kondisi Stabilitas Sistem Keuangan, dan pertimbangan dari seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk pertimbangan profesional setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (5) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyepakati status Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi: a. normal; atau b. Krisis Sistem Keuangan. (6) Dalam . . . - 23 - (6) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi normal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. (7) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi normal menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan. (8) Penyampaian rekomendasi kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disertai dengan langkah penanganan kondisi Krisis Sistem Keuangan yang mencakup bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). (9) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 33 Dalam hal Presiden menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Pasal 34 Dalam hal Presiden memutuskan Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), Presiden dapat menerima sebagian atau seluruh rekomendasi langkah penanganan yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8). Pasal 35 . . . - 24 - Pasal 35 Selain langkah penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memutuskan perubahan besaran nilai simpanan nasabah penyimpan pada Bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 36 (1) Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai terjadi perubahan Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi normal sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi normal yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Bagian Kedua Penanganan Permasalahan Bank Pasal 37 (1) Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 29 berlaku juga untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan. (2) Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, serta ketentuan mengenai penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga untuk penanganan permasalahan Bank selain Bank Sistemik dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan. Bagian . . . - 25 - Bagian Ketiga Restrukturisasi Perbankan dalam Krisis Sistem Keuangan Pasal 38 (1) Dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Komite Stabilitas Sistem Keuangan merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan. (2) Rekomendasi penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari rekomendasi yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8). (3) Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 39 (1) Dana penyelenggaraan Perbankan berasal dari: a. pemegang saham Bank atau pihak lain berupa tambahan modal dan/atau perubahan utang tertentu menjadi modal; b. hasil pengelolaan aset dan kewajiban yang berasal dari aset dan kewajiban Bank yang ditangani; c. kontribusi industri perbankan; dan/atau d. pinjaman yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari pihak lain. (2) Kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan bagian dari premi penjaminan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. (3) Penetapan kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum Program Restrukturisasi Perbankan diselenggarakan. (4) Ketentuan . . . Program Restrukturisasi - 26 - (4) Ketentuan mengenai besaran bagian premi untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 40 (1) Lembaga Penjamin Simpanan bertanggung jawab atas pengelolaan serta penatausahaan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan. (2) Lembaga Penjamin Simpanan memisahkan pencatatan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan dari aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. (3) Ketentuan mengenai pengelolaan, penatausahaan, serta pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 41 (1) Dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang: a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang organ yang setara dengan pemegang saham dan rapat umum pemegang saham Bank; b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang direksi dan dewan komisaris Bank atau organ lain yang setara; c. menangguhkan pembayaran kewajiban tertentu dari Bank; d. menjual, melelang, atau mengalihkan kekayaan Bank di dalam negeri maupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum; e. menjual . . . - 27 - e. menjual, melelang atau mengalihkan tagihan Bank dan/atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur; f. mengalihkan pengelolaan seluruh atau sebagian kekayaan, kegiatan, dan/atau manajemen Bank kepada pihak lain; g. melakukan penyertaan modal sementara pada Bank secara langsung atau melalui konversi tagihan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank menjadi saham Bank; h. melakukan konversi kewajiban Bank kepada kreditur tertentu menjadi modal; i. menagih piutang Bank yang sudah pasti dengan penerbitan surat paksa; j. melakukan pengosongan atas tanah dan/atau bangunan milik atau yang menjadi hak Bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang; k. meneliti dan memeriksa untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai Bank, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan Bank; l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami Bank dan membebankan kerugian tersebut kepada modal Bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian anggota direksi, anggota dewan komisaris atau organ yang setara, dan/atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan; m. mewajibkan pemegang saham Bank untuk menambah modal sesuai dengan jumlah tambahan modal yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan; n. membekukan aset milik pengurus Bank, pemegang saham Bank, dan/atau pihak terafiliasinya yang terindikasi melakukan tindakan yang merugikan Bank, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri; o. mengalihkan . . . - 28 - o. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank Perantara; p. menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; q. menjamin pinjaman tertentu dari Bank; r. memberi pinjaman kepada Bank; dan s. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjalankan Program Restrukturisasi Perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan dapat menggunakan seluruh wewenang terkait dengan penanganan Bank sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 42 Ketentuan mengenai pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 26 berlaku secara mutatis mutandis bagi pelaksanaan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf o. Pasal 43 Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan memberikan dukungan kepada Lembaga Penjamin Simpanan dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan. Pasal 44 Lembaga Penjamin Simpanan melaporkan pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan kepada Presiden melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Pasal 45 . . . - 29 - Pasal 45 (1) Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional telah teratasi, Komite Stabilitas Sistem Keuangan merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan pengakhiran Program Restrukturisasi Perbankan. (2) Presiden memutuskan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan. Pasal 46 (1) Dalam hal Presiden memutuskan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan, aset dan kewajiban yang masih tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan tetap menjadi aset dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan. (2) Pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari pencatatan aset dan kewajiban yang diperoleh atau yang berasal dari pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. (3) Dalam hal terdapat selisih lebih antara aset dan kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan, selisih lebih tersebut menambah kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan yang berasal dari kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c. (4) Dalam hal terdapat selisih kurang antara aset dan kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan, selisih kurang tersebut tidak diperhitungkan dalam modal Lembaga Penjamin Simpanan dan ditutup dengan kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c yang diterima Lembaga Penjamin Simpanan. (5) Untuk . . . - 30 - (5) Untuk menyelesaikan aset dan kewajiban yang masih tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Penjamin Simpanan memiliki wewenang untuk menghapus buku dan menghapus tagih aset. (6) Penghapusbukuan dan penghapustagihan aset yang masih tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan dari ketentuan penghapusan aset negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perbendaharaan negara. (7) Ketentuan mengenai tata cara penghapusbukuan dan penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 47 Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai kerahasiaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 48 (1) Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan Undang-Undang ini. (2) Dalam . . . - 31 - (2) Dalam hal anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini menghadapi tuntutan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan maka yang bersangkutan mendapat bantuan hukum dari lembaga yang diwakilinya atau yang menugaskannya. Pasal 49 Keputusan yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau pelaksanaan dari keputusan tersebut oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan Undang-Undang ini adalah sah dan mengikat setiap pihak. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) dinyatakan tetap sah dan mengikat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini. Pasal 51 Tugas dan wewenang sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk pengelolaan dokumen, dilaksanakan oleh sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan sampai dengan terbentuknya sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 52 . . . - 32 - Pasal 52 Penetapan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 53 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Pasal 37A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); b. Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 55 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); dan c. Pasal 1 angka 25, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Pada . . . - 33 - (2) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Komite Koordinasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963) beralih menjadi Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (3) Fungsi, tugas, dan wewenang Komite Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 54 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 55 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 34 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 April 2016 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 April 2016 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 70 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN I. UMUM Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mendukung perekonomian nasional melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, diperlukan stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Belajar dari krisis keuangan tahun 1997-1998, Pemerintah melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membangun sistem keuangan yang lebih tangguh dan siap dalam menghadapi krisis sistem keuangan. Upaya perbaikan tersebut meliputi penataan kembali kelembagaan yang ada, antara lain melalui reorganisasi Kementerian Keuangan, amendemen Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pendirian Lembaga Penjamin Simpanan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, serta pendirian Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Mekanisme koordinasi dalam rangka menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan secara terpadu dan efektif menjadi semakin penting setelah munculnya krisis keuangan global pada awal tahun 2008. Indonesia melanjutkan penyusunan dan penerapan kebijakan strategis di berbagai sektor keuangan, termasuk mempersiapkan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan sebagai landasan hukum bagi lembaga untuk berkoordinasi dalam menjaga dan menciptakan stabilitas sistem keuangan. Undang-Undang ini melengkapi peraturan perundang-undangan yang telah ada untuk pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, terutama untuk permasalahan yang tidak dapat ditangani oleh lembaga secara sendiri-sendiri sesuai dengan wewenang yang dimilikinya. Undang-Undang . . . - 2 - Undang-Undang ini mengatur peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang meliputi (i) koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii) penanganan krisis sistem keuangan, dan (iii) penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan. Komite Stabilitas Sistem Keuangan beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. Titik berat Undang-Undang ini terletak pada pencegahan dan penanganan permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. Meskipun demikian, pemantauan, pemeliharaan, dan penanganan permasalahan sistem keuangan dilakukan juga terhadap bidang fiskal, moneter, lembaga jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan utama. Pertama, permasalahan bank sistemik dapat menyebabkan gagalnya sistem pembayaran yang mengakibatkan tidak berfungsinya sistem keuangan secara efektif dan berdampak langsung pada jalannya roda perekonomian. Kedua, sebagian besar dana masyarakat saat ini dikelola oleh sektor perbankan, khususnya bank sistemik, dan perlu dijaga keamanannya dari kemungkinan kegagalan bank. Pencegahan dan penanganan permasalahan pasar keuangan dan lembaga jasa keuangan lain dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang mengenai perbankan, perasuransian, pasar modal, surat utang negara, Lembaga Penjamin Simpanan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia. Dalam Undang-Undang ini, penanganan permasalahan bank diutamakan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara. Jika upaya penanganan ini belum dapat mengatasi permasalahan, penanganan permasalahan bank dilakukan dengan dukungan Bank Indonesia untuk penanganan masalah likuiditas dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan masalah solvabilitas. Dalam kondisi krisis sistem keuangan, jika terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Presiden berdasarkan rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat memutuskan diselenggarakannya program restrukturisasi perbankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui program ini Lembaga Penjamin Simpanan menangani permasalahan bank, baik bank sistemik maupun bank selain bank sistemik. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dibentuk Undang- Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. II. PASAL . . . - 3 - II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah seluruh pengaturan kebijakan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan bermanfaat bagi kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat, khususnya dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan merupakan kesatuan yang utuh, saling menunjang, selaras antarberbagai kepentingan, serta terkoordinasi dalam satu kendali yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan secara tepat dalam mencegah dan menangani permasalahan Krisis Sistem Keuangan, termasuk permasalahan Bank Sistemik. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan menggunakan sumber daya secara tepat guna dan berdaya guna untuk memastikan keefektifan pencegahan dan penanganan permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan. Huruf g . . . - 4 - Huruf g Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum bagi pengambil keputusan dalam menetapkan langkah pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Makroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan yang bersifat makro dan berfokus pada risiko sistemik dalam rangka mendorong Stabilitas Sistem Keuangan. Mikroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan yang bersifat mikro dan berfokus pada kesehatan dan kinerja setiap individu lembaga jasa keuangan tersebut. Huruf d Pasar keuangan mencakup pasar uang, pasar modal, dan pasar Surat Berharga Negara. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “resolusi Bank” adalah penyelesaian permasalahan solvabilitas Bank, baik Bank Sistemik maupun Bank selain Bank Sistemik. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 4 . . . - 5 - Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “hak suara” adalah hak untuk memberikan suara dalam pengambilan keputusan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Dalam menetapkan kriteria dan indikator, Komite Stabilitas Sistem Keuangan mempertimbangkan kerangka kerja penilaian kondisi Stabilitas Sistem Keuangan yang digunakan oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j . . . - 6 - Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah meninggal dunia, mengalami cacat fisik, atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya. Pejabat pengganti termasuk pejabat sementara atau istilah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Pendokumentasian dilakukan secara tertulis dan/atau secara elektronik. Pasal 10 . . . - 7 - Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Kehadiran Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan tetap diperlukan karena informasi dan pendapat dari Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan untuk pengambilan keputusan. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Jika rapat diselenggarakan dengan sarana komunikasi elektronik, tanda tangan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang berhalangan hadir secara fisik dibubuhkan sementara dalam keputusan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Pertukaran data dan informasi dilakukan melalui sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Ayat (2) Peraturan perundang-undangan yang dimaksud mencakup Undang-Undang mengenai perbankan, Undang-Undang mengenai pasar modal, Undang-Undang mengenai perpajakan, dan Undang- Undang mengenai surat berharga negara. Pasal 13 . . . - 8 - Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penanganan permasalahan Bank Sistemik merupakan penanganan permasalahan yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Huruf d Laporan ini merupakan laporan mengenai hal yang sama dari Lembaga Penjamin Simpanan yang telah dievaluasi dan diberikan catatan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “protokol manajemen krisis” adalah pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah pencegahan dan penanganan krisis. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 . . . - 9 - Pasal 18 Ayat (1) Huruf a Kecukupan modal antara lain mencakup bantalan cadangan permodalan (capital conservation buffer) dan tambahan modal (capital surcharge) untuk Bank Sistemik. Kecukupan likuiditas antara lain mencakup rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio) dan rasio pendanaan yang stabil (net stable funding ratio). Huruf b Yang dimaksud dengan “rencana aksi” (recovery plan) adalah rencana untuk mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Tambahan kapasitas permodalan bagi Bank Sistemik antara lain jenis utang tertentu yang dapat dikonversi menjadi modal. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Berdasarkan Undang-Undang mengenai Bank Indonesia, Bank yang mengalami kesulitan likuiditas dapat mengajukan pinjaman likuiditas jangka pendek kepada Bank Indonesia sebagai lender of last resort sepanjang Bank yang bersangkutan memenuhi ketentuan solvabilitas dan memiliki agunan yang cukup. Pinjaman likuiditas jangka pendek untuk Bank Syariah berupa pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. Ayat (2) . . . - 10 - Ayat (2) Ketentuan ini memperhatikan wewenang yang dimiliki oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Penilaian solvabilitas dan tingkat kesehatan Bank merupakan wewenang Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga pengawas Bank sehingga pelaksanaannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Penilaian agunan dan perkiraan kemampuan Bank Sistemik mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, yang dilakukan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia, merupakan kebutuhan Bank Indonesia selaku pihak yang akan memberikan pinjaman atau pembiayaan. Untuk penilaian tersebut, Bank Indonesia memerlukan kerja sama Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas yang mengetahui kondisi terkini aset dan kewajiban Bank serta kondisi keuangan Bank Sistemik secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan dalam rangka penilaian pemenuhan persyaratan agunan dan perkiraan kemampuan Bank Sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. Ayat (3) Surat berharga yang memiliki peringkat tinggi dan mudah dicairkan mencakup surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia atau Surat Berharga Negara atau surat berharga yang diterbitkan badan hukum lain yang memiliki peringkat tinggi berdasarkan penilaian dari lembaga pemeringkat yang kompeten. Ayat (4) Aset kredit dengan kolektibilitas lancar yang dapat dijadikan agunan merupakan aset kredit yang telah dipersiapkan kelengkapan dokumennya dan nilainya telah dimutakhirkan oleh Bank, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) . . . - 11 - Ayat (7) Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat ikut serta untuk melakukan pengawasan bersama Otoritas Jasa Keuangan untuk memantau dan memastikan penggunaan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah oleh Bank sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, pengawasan dimaksudkan agar Bank menjaga kondisi keuangannya sehingga dapat mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah pada saat jatuh tempo. Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “permasalahan solvabilitas” adalah kesulitan permodalan yang dialami Bank Sistemik sehingga tidak memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Sistemik yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penanganan permasalahan solvabilitas antara lain mencakup konversi kewajiban Bank Sistemik menjadi modal (bail-in). Ayat (2) Persiapan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan agar pada saat Lembaga Penjamin Simpanan menerima penyerahan Bank Sistemik dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan telah siap mengimplementasikan pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik. Persiapan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan antara lain penilaian aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik (due diligence) setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (3) Peningkatan intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik dalam pengawasan khusus dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan antara lain dengan melakukan penjajakan kepada Bank lain yang bersedia menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (4) . . . - 12 - Ayat (4) Huruf a Permintaan kepada pengurus Bank, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan, wajib dipenuhi untuk menjaga kondisi keuangan Bank sehingga pada saat akan dilakukan penanganan Bank Sistemik tidak terjadi perubahan secara material. Huruf b Permintaan kepada pengurus Bank, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan, wajib dipenuhi untuk melancarkan proses pengalihan aset dan kewajiban Bank Sistemik. Huruf c Fasilitasi tersebut dimaksudkan agar penyelesaian transaksi pengalihan aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dapat dilakukan secepat mungkin setelah Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyerahkan penanganan Bank Sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (5) Permasalahan solvabilitas tidak dapat diatasi apabila kondisi Bank semakin memburuk atau batas waktu Bank dalam pengawasan khusus telah berakhir. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Huruf a Bank Sistemik yang diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan merupakan Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (8) . . . - 13 - Ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain mengatur waktu pemberitahuan mengenai Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Cara penanganan ini bertujuan agar fungsi dan pelayanan Bank yang berpotensi menimbulkan dampak sistemik dapat dijaga kesinambungannya. Untuk itu, fungsi dan pelayanan Bank tersebut dialihkan ke Bank lain, disertai dengan pengalihan sejumlah aset, terutama yang masih berkualitas baik. Huruf b Pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dilakukan kepada Bank baru yang dibentuk dan dimiliki sendiri oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Bank baru ini disebut Bank Perantara. Huruf c Cara penanganan ini dilakukan dengan penambahan modal oleh Lembaga Penjamin Simpanan ke dalam Bank, dengan ataupun tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama. Ayat (2) Dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan diatur kriteria untuk pemilihan cara penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik, antara lain dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan Bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor, dan efektivitas penanganan permasalahan Bank. Pasal 23 Huruf a Jenis dan kriteria aset yang dapat dialihkan antara lain: 1. aset yang memiliki kualitas lancar atau dalam perhatian khusus, tidak dalam sengketa, disita, dan/atau dijaminkan; 2. aset tetap dan inventaris yang digunakan dalam kegiatan usaha Bank; dan 3. aset tak berwujud yang dimanfaatkan untuk kegiatan usaha Bank. Jenis . . . - 14 - Jenis dan kriteria kewajiban yang dapat dialihkan antara lain: 1. simpanan nasabah penyimpan, termasuk simpanan dari Bank lain; dan 2. pinjaman yang diterima dari Bank lain dalam bentuk transaksi pasar uang antar-Bank, kecuali pinjaman tersebut dijamin dengan aset Bank. Huruf b Fungsi dan layanan Bank Sistemik, terutama yang berpotensi menimbulkan dampak sistemik, perlu dipertahankan kesinambungannya dengan mengalihkan kepada Bank lain dengan cara yang seksama dan dalam waktu sesingkat- singkatnya. Untuk itu, Lembaga Penjamin Simpanan perlu memiliki wewenang untuk mengalihkan kewajiban Bank yang melekat pada fungsi dan layanan tersebut, termasuk simpanan nasabah dan pinjaman antarbank, tanpa menunggu persetujuan dari pihak yang memiliki kepentingan atas kewajiban tersebut. Pihak lain antara lain mencakup organ perusahaan seperti dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham. Jumlah kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan sebesar saldo kewajiban Bank yang berupa simpanan dan pinjaman yang diterima dari Bank lain yang tercatat pada pembukuan Bank pada saat dialihkan. Huruf c Pembayaran kepada Bank penerima untuk menutup selisih kurang nilai aset dari nilai kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan dimaksudkan sebagai kompensasi atas kesediaannya menerima pengalihan aset dan kewajiban tersebut. Bagi Bank Perantara, pembayaran tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tingkat kesehatan Bank yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan. Huruf d Wewenang lain yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan dan diperlukan untuk menerapkan cara penanganan melalui pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima atau kepada Bank Perantara antara lain wewenang untuk melikuidasi Bank. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 . . . - 15 - Pasal 25 Ayat (1) Pada dasarnya satu Bank Perantara digunakan untuk menerima pengalihan aset dan kewajiban dari satu Bank Sistemik. Dalam kondisi tertentu, satu Bank Perantara dapat digunakan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menerima pengalihan aset dan kewajiban lebih dari satu Bank Sistemik. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, atau badan hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing. Dengan ketentuan ini, Lembaga Penjamin Simpanan sebagai badan hukum menjadi pendiri dan satu-satunya pemegang saham Bank Perantara. Pengecualian ini dimaksudkan agar Lembaga Penjamin Simpanan menguasai sepenuhnya pengoperasian Bank Perantara. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pemenuhan persyaratan dapat menggunakan surat pernyataan dari Lembaga Penjamin Simpanan bahwa persyaratan tersebut akan dipenuhi dengan menggunakan data dan/atau dokumen Bank Sistemik yang akan dialihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajibannya. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota dewan komisaris dan direksi Bank Perantara memperhatikan kebutuhan untuk beroperasinya Bank Perantara dalam waktu segera. Anggota dewan komisaris dan direksi Bank Perantara dinyatakan memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan apabila yang bersangkutan tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan daftar tidak lulus. Pada . . . - 16 - Pada saat Bank Perantara dijual oleh Lembaga Penjamin Simpanan, anggota dewan komisaris dan direksi Bank harus telah memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan yang berlaku umum. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Lembaga Penjamin Simpanan dapat menjual Bank Perantara setelah Bank Perantara memenuhi tingkat kesehatan dan terdapat calon investor yang berkomitmen untuk menjaga tingkat kesehatan Bank Perantara. Lembaga Penjamin Simpanan juga dapat menjual seluruh aset dan kewajiban Bank Perantara dan selanjutnya membubarkan badan hukum Bank Perantara. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “terbuka” adalah dapat diikuti oleh setiap calon investor yang memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan “transparan” adalah proses penjualan dan pengalihan dapat diakses oleh publik. Pasal 27 Ayat (1) Ketentuan ini tidak membatasi pemegang saham Bank Sistemik dan/atau pihak lain menyediakan pendanaan untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank Sistemik, disamping dana yang bersumber dari kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (2) Huruf a Penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas pasar Surat Berharga Negara. Huruf b Pinjaman dapat berbentuk surat utang yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan dibeli oleh pihak lain. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) . . . - 17 - Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Yang dimaksud dengan “mutatis mutandis” adalah ketentuan mengenai pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada Bank Sistemik, dengan perubahan kecil atau yang perlu untuk disesuaikan, berlaku juga untuk Bank selain Bank Sistemik. Contoh: Penggantian frasa “Bank Sistemik” dalam Pasal 20 menjadi kata “Bank selain Bank Sistemik”. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan antara lain mengatur kriteria pemilihan cara penyelesaian Bank selain Bank Sistemik yang sekurang-kurangnya dengan mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test). Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) . . . - 18 - Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pertimbangan profesional” (professional judgement) adalah suatu proses pragmatik melalui faktor berupa pengalaman, pembenaran terhadap tindakan, merespons terhadap motivasi dari luar, dan belajar dari kesalahan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 33 Jika rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditolak oleh Presiden, status Stabilitas Sistem Keuangan tetap berada dalam kondisi normal. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin dilakukan sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Jika rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditolak oleh Presiden, status Stabilitas Sistem Keuangan tetap berada dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) . . . - 19 - Ayat (2) Penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan juga dapat dilakukan untuk mendanai penanganan permasalahan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik. Pasal 38 Ayat (1) Permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional ditandai dengan kegagalan sejumlah Bank, baik Bank Sistemik maupun Bank selain Bank Sistemik. Rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan kepada Presiden antara lain memuat kriteria Bank yang masuk dalam Program Restrukturisasi Perbankan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Huruf a Pihak lain antara lain investor baru dan pemegang obligasi yang dapat dikonversi menjadi modal. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pinjaman dari pihak lain berasal dari orang perseorangan, badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, dan/atau badan hukum lainnya. Ayat (2) Bagian premi penjaminan yang digunakan untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan dihitung dan dikelola secara terpisah dari premi penjaminan untuk pelaksanaan tugas Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Besaran bagian premi ini menjadi tambahan atas besaran premi yang dikenakan sebelum berlakunya Undang-Undang ini. Ayat (3) . . . - 20 - Ayat (3) Kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan ditetapkan sebelum Program Restrukturisasi Perbankan diselenggarakan agar Program tersebut dapat segera dilaksanakan setelah penetapan oleh Presiden dan agar tidak membebani industri perbankan pada saat Krisis Sistem Keuangan. Ayat (4) Penetapan besaran bagian premi untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan dalam Peraturan Pemerintah mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemisahan pencatatan aset dan kewajiban merupakan bagian dari akuntabilitas Lembaga Penjamin Simpanan dalam menjalankan tugas berdasarkan Undang-Undang ini yang terpisah dari tugas berdasarkan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (3) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan antara lain memuat pedoman pembukuan dan pelaporan keuangan, pedoman pengadaan barang dan jasa, pedoman penagihan piutang, pedoman penyelesaian kewajiban, pedoman standar biaya, pedoman penempatan dana, dan pedoman penghapusan aset. Pasal 41 Ayat (1) Huruf a Berdasarkan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan memiliki wewenang mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang rapat umum pemegang saham Bank. Ketentuan . . . - 21 - Ketentuan ini menegaskan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan juga memiliki wewenang untuk mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang organ yang setara dengan pemegang saham dan rapat umum pemegang saham dalam hal Bank dalam Program Restrukturisasi Perbankan berbentuk hukum selain perseroan terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Penjualan atau pengalihan kekayaan Bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan diikuti dengan beralihnya hak kebendaan kepada pembeli. Dengan demikian, pembeli memperoleh kepastian hukum beralihnya hak atas kekayaan tersebut. Penjualan atau pengalihan dapat dilakukan secara langsung atau melalui penawaran umum untuk memperoleh harga terbaik. Huruf e Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah orang perseorangan, badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, dan/atau badan hukum lainnya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Ketentuan ini menegaskan bahwa penyertaan modal sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilakukan secara langsung melalui penyetoran modal dan/atau melalui konversi tagihan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank menjadi saham. Mengingat kekhususan penyertaan modal sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan, pelaksanaannya dikecualikan dari ketentuan dan prosedur penambahan modal yang berlaku bagi Bank yang sahamnya tercatat di bursa efek. Huruf h . . . - 22 - Huruf h Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau kewajiban Bank, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang melakukan konversi kewajiban Bank kepada kreditur tertentu menjadi modal. Mengingat kekhususan konversi kewajiban menjadi modal tersebut, pelaksanaannya dikecualikan dari ketentuan dan prosedur penambahan modal yang berlaku bagi Bank yang sahamnya tercatat di bursa efek. Huruf i Menurut ketentuan ini, atas piutang Bank terhadap pihak ketiga, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan tindakan penagihan piutang dengan penerbitan surat paksa, dengan berdasarkan pada catatan utang debitur yang bersangkutan pada Bank dalam Program Restrukturisasi Perbankan. Surat paksa ini memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal tindakan penagihan piutang tidak diindahkan oleh debitur, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan penyitaan atas kekayaan debitur dan selanjutnya dapat melakukan pelelangan atas kekayaan debitur dalam rangka pengembalian piutang dimaksud. Harta debitur yang tidak dapat disita meliputi perlengkapan rumah tangga, buku-buku, dan peralatan kerja untuk kelangsungan hidup debitur. Walaupun Lembaga Penjamin Simpanan diberi wewenang untuk melakukan penagihan paksa, tata cara pelaksanaannya tetap memperhatikan aspek kepastian hukum dan keadilan. Huruf j Pengosongan atas tanah dan/atau bangunan milik atau yang menjadi hak Bank dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan bukti kepemilikan dan/atau bukti hak antara lain hak jaminan yang dipegang Bank sebagai kreditur, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf k Untuk memperoleh keterangan dimaksud, Lembaga Penjamin Simpanan dapat meminta bantuan aparat penegak hukum yang berwenang. Yang . . . - 23 - Yang dimaksud dengan “pihak manapun” adalah pihak terafiliasi dan pihak lain yang terlibat atau patut diduga terlibat, termasuk badan hukum yang dimiliki oleh Bank atau pihak terafiliasi. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 42 Yang dimaksud dengan “mutatis mutandis” adalah ketentuan mengenai pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima atau Bank Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 26, dengan perubahan kecil atau yang perlu untuk disesuaikan, berlaku juga untuk pelaksanaan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf o. Pasal 43 Dukungan kepada Lembaga Penjamin Simpanan antara lain mencakup penetapan peraturan tertentu bagi Bank dalam Program Restrukturisasi Perbankan dan pengalokasian sumber daya, termasuk sumber daya manusia dan teknologi informasi. Pasal 44 . . . - 24 - Pasal 44 Pelaporan sewaktu-waktu dilakukan atas permintaan Presiden, permintaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, atau atas kebutuhan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menyampaikan informasi mengenai permasalahan dan/atau penanganan Program Restrukturisasi Perbankan kepada Presiden. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Aset yang dapat dihapus buku atau dihapus tagih berupa tagihan. Penghapusbukuan pada dasarnya merupakan upaya terakhir jika upaya penyelamatan tagihan seperti penagihan intensif, pengondisian kembali, penjadwalan kembali, restrukturisasi, dan penjualan agunan memberikan hasil yang diperkirakan lebih kecil dari biaya yang akan dikeluarkan dan/atau upaya penagihan tidak bisa dilakukan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Peraturan Pemerintah ini antara lain memuat kriteria tagihan yang dapat dihapus buku dan dihapus tagih, mekanisme persetujuan penghapusbukuan dan penghapustagihan, serta pihak yang berwenang menyetujui penghapusbukuan dan penghapustagihan. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 . . . - 25 - Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Tuntutan hukum antara lain mencakup tuntutan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum tata usaha negara. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Yang dimaksud dengan “keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan” adalah simpulan rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang ditandatangani oleh seluruh anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5872
<reg_id> 9/UU/2016 </reg_id> <reg_title> PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN </reg_title> <set_date> 15 April 2016 </set_date> <effective_date> 15 April 2016 </effective_date> <issued_date> 15 April 2016 </issued_date> <replaced_reg> '6/UU/2009 | Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 55 ayat (5)', '23/UU/1999', '2/PERPPU/2008', '21/UU/2011 | Pasal 1 angka 25, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 69 ayat (3)', '10/UU/1998 | Pasal 37A', '7/UU/1992' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20' </related_reg> <penalty_list> 'BAB V' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1968 TENTANG BANK SENTRAL   DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,   Menimbang : a.         bahwa sebagai langkah ke arah perbaikan ekonomi rakyat perlu diadakan penilaian kembali daripada semua landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila; b.         bahwa dalam rangka pengamanan Keuangan Negara pada umumnya dan pengawasan serta penyehatan tata-perbankan pada khususnya, dianggap perlu segera dihidupkan kembali suatu Bank Sentral yang dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, satu dan Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966. c.         bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu segera meninjau kembali peraturan perundangan yang berlaku terhadap Bank Negara Indonesia Unit I dan menetapkan suatu Undang-undang tentang Bank Sentral;   Mengingat : 1.         Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945; 2.         Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966. 3.         Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XLIV/MPRS/1968. 4.         Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. 5.         Undang-undang Nomor 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu-Lintas Devisa.     Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.                                                         Memutuskan :               Mencabut : Penetapan Presiden nomor 8, 9, 10, 11, 13, 16, 17 dan 18 tahun 1965 dan Undang-undang Nomor 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia dengan segala perobahan dan tambahannya   Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BANK SENTRAL.   BAB I. KETENTUAN PENDIRIAN.   Pasal 1.             (1)       Dengan nama Bank Indonesia didirikan suatu Bank Sentral di Indonesia.             (2)       Bank Indonesia adalah milik Negara dan merupakan badan hukum , yang berhak melakukan tugas dan usaha berdasarkan Undang-undang ini.             (3)       Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, terhadap Bank Indonesia berlaku segala macam hukum Indonesia.   BAB II. KETENTUAN UMUM.   Pasal 2.             Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan : a.         "Bank" adalah Bank Indonesia; b.         "Gubernur" adalah Gubernur Bank Indonesia; c.         "Pengganti-Gubernur" adalah Pengganti-Gubernur Bank Indonesia; d.         "Direktur" adalah Direktur Bank Indonesia; e.         "Direksi" adalah Gubernur dan Direktur-direktur Bank Indonesia.                                                                     Pasal 3.             (1)       Bank berkedudukan serta berkantor Pusat di Ibu Kota Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor-kantor di seluruh wilayah Republik Indonesia.             (2)       Bank dapat mempunyai perwakilan-perwakilan dan koresponden-koresponden di luar-negeri.   BAB III. MODAL.   Pasal 4.               (1)       Modal Bank berjumlah Rp. 1.000.000.000,- (seribu juta rupiah) yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan.             (2)       Modal termaksud dalam ayat (1) dapat ditambah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.                                                                     Pasal 5.               (1)       Bank mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan dalam Pasal 47 ayat (6) huruf a.             (2)       Cadangan umum dipergunakan untuk menutup kerugian yang mungkin diderita terhadap modal Bank.                                                                     Pasal 6.               (1)       Bank membentuk cadangan tujuan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 47 ayat (6) huruf b.             (2)       Setiap cadangan yang diadakan oleh Bank harus jelas ternyata dalam tata-buku Bank.   BAB IV. TUGAS POKOK BANK.   Pasal 7.               Tugas pokok Bank adalah membantu Pemerintah dalam: a.         Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah; b.         Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja;             guna meningkatkan taraf hidup rakyat.   BAB V. HUBUNGAN BANK SENTRAL DENGAN PEMERINTAH.   Pasal 8.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             (1)       Bank menjalankan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah.             (2)       Dalam menetapkan kebijaksanaan tersebut pada ayat (1)Pemerintah dibantu oleh suatu Dewan Moneter.   BAB VI. DEWAN MONETER.   Pasal 9.             (1)       Dewan Moneter membantu Pemerintah dalam merencanakan dan menetapkan kebijaksanaan moneter seperti termaksud dalam Pasal 8, dengan mengajukan patokan-patokan dalam rangka usaha menjaga kestabilan moneter, kepenuhan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup rakyat.             (2)       Dewan Moneter memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.                                                                   Pasal 10.               (1)       Dewan Moneter terdiri atas 3 (tiga) orang anggota, yaitu Menteri-menteri yang membidang Keuangan dan Perekonomian serta Gubernur Bank.             2)        Antara Anggota-anggota Dewan Moneter dan Anggota-anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu dan ipar.             (3)       Jika seorang Anggota Direksi sesudah pengangkatannya masuk hubungan keluarga yang terlarang dengan seorang Anggota Dewan Moneter sebagai dimaksudkan dalam ayat (2), maka Anggota Direksi yang bersangkutan tidak boleh terus memangku jabatannya tanpa izin Presiden.             (4)       Jika dipandang perlu, Pemerintah dapat, menambahkan beberapa orang Menteri sebagai Anggota penasehat kepada Dewan Moneter.             (5)       Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh Departemen Keuangan.                                                                   Pasal 11               (1)       Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.             (2)       Anggota Dewan Moneter pada tiap kali ia berhalangan, menunjuk seorang wakil yang atas kuasanya dapat turut serta dalam Sidang-sidang Dewan Moneter dengan mempunyai hak suara.                                                                   Pasal 12.               (1)       Dewan Moneter bersidang sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sekali dan selanjutnya setiap kali apabila seorang Anggota memintanya.             (2)       Dalam pembicaraan mengenai hal-hal yang bersifat tehnis, Anggota Dewan Moneter masing-masing berhak menunjuk penasehat ahli yang dapat menghadiri Sidang Dewan.             (3)       Dewan Moneter dapat meminta Komisaris Pemerintah untuk menghadiri Sidang-sidang Dewan.                                                                   Pasal 13.               (1)       Keputusan Dewan Moneter diambil dengan hikmah musyawarah untuk mufakat.             (2)       Apabila Gubernur tidak dapat memufakati hasil musyawarah Dewan Moneter, maka ia dapat mengajukan pendapatnya kepada Pemerintah.                                                                   Pasal 14.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Dewan Moneter ditetapkan oleh Dewan Moneter.                                                                   BAB VII.                                                                    DIREKSI.                                                                   Pasal 15.               (1)       Bank dipimpin oleh Direksi yang terdiri atas seorang Gubernur dan sekurang-kurangnya 5 (lima) dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Direktur.             (2)       Sebanyak-banyak 2 (dua) orang Direktur ditunjuk oleh Presiden sebagai Pengganti-Gubernur untuk mewakili Gubernur apabila Gubernur berhalangan.             (3)       a.         Gubernur dan Direktur diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Moneter untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Setelah waktu itu berakhir, yang bersangkutan dapat diangkat kembali;                         b.         Untuk dapat diangkat sebagai Gubernur dan Direktur, yang bersangkutah harus Warga- Negara Indonesia yang memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.                                                                   Pasal 16.               (1)       Tugas dan kewajiban Direksi ialah :                         a.         melaksanakan segala pekerjaan Bank sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini;                         b.         melaksanakan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;                         c.         menentukan kebijaksanaan dalam pengurusan Bank.             (2)       Atas pelaksanaan tugas dan kewajiban tersebut dalam ayat (1) Direksi bertanggung-jawab kepada Pemerintah.             (3)       Keputusan Direksi diambil dengan hikmah musyawarah untuk mufakat.             (4)       Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai Bank menurut peraturan kepegawaian Bank tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan-peraturan Pemerintah yang berlaku.             (5)       Direksi menetapkan gaji, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya dari Pegawai Bank.             (6)       Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam suatu Peraturan yang ditetapkan oleh Direksi.                                                                   Pasal 17.               (1)       Presiden dapat memberhentikan Gubernur dan Direktur-direktur meskipun masa jabatan yang bersangkutan belum berakhir :                         a.         karena meninggal dunia;                         b.         karena melakukan sesuatu atau bersikap yang merugikan Bank atau yang bertentangan dengan kepentingan Negara;                         c.         karena sesuatu hal yang menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan wajar;                         d.         atas permintaan sendiri.             (2)       Dalam hal-hal dimana diduga terdapat tuduhan tersebut dalam ayat (1) huruf b, Gubernur dan Direktur-direktur dapat diberhentikan untuk sementara dari tugasnya oleh Pemerintah.                         Pemberhentian sementara tersebut diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan-alasan yang menyebabkan tindakan tersebut.             (3)       Gubernur dan Direktur-direktur yang dikenakan pemberhentian sementara diberi kesempatan untuk membela diri secara tertulis kepada Presiden dalam waktu 2 (dua) minggu setelah yang bersangkutan diberitahukan tentang keputusan tersebut.             (4)       Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberhentian sementara tidak ada pengesahan file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA atau keputusan Presiden tentang hal ini, maka pemberhentian sementara tersebut menjadi batal menurut hukum.             (5)       Apabila pelanggaran sebagaimana disebut dalam ayat                         (1) huruf b, merupakan suatu pelanggaran hukum pidana, maka pemberhentian itu akan merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.                                                                     Pasal 18.               (1)       Antara para anggota Direksi satu sama lainnya tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar.   Jika sesudah pengangkatannya mereka masuk hubungan keluarga yang terlarang itu, maka salah seorang di antara mereka itu, tidak boleh melanjutkan jabatannya tanpa izin Presiden.             (2)       Gubernur dan Direktur-direktur tidak boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada salah satu perusahaan manapun juga, baik langsung maupun tidak langsung.             (3)       Gubernur dan Direktur-direktur tidak dapat merangkap jabatan lain, kecuali dengan persetujuan Pemerintah.                                                                   Pasal 19.               Gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur dan Direktur- direktur ditetapkan oleh Presiden.                                                                   Pasal 20.               Peraturan-peraturan yang ada tentang tuntutan ganti rugi terhadap Pegawai Negeri bukan Bendaharawan berlaku juga terhadap Anggota Direksi dan Pegawai-pegawai Bank.                                                                   Pasal 21.               (1)       Direksi mewakili Bank di dalam dan di luar Pengadilan.             (2)       Direksi dapat menyerahkan kekuasaan mewakili tersebut pada ayat (1) kepada seorang atau beberapa orang Direktur yang khusus ditunjuk untuk itu atau kepada seorang beberapa orang Pegawai Bank, baik sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang/badan lain.                                                                  BAB VIII.                                      KOMISARIS PEMERINTAH.                                                                   Pasal 22.               (1)       Komisaris Pemerintah mengawasi pengurusan Bank sebagai Perusahaan.             (2)       Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan.             (3)       Untuk dapat diangkat sebagai Komisaris Pemerintah, yang bersangkutan harus Warga-Negara Indonesia yang memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.             (4)       Pengangkatan Komisaris Pemerintah berlaku untuk 3 (tiga) tahun. Setelah waktu itu berakhir, ia dapat diangkat kembali.             (5)       Antara Komisaris Pemerintah dan Anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar. Apabila sesudah pengangkatannya Komisaris Pemerintah masuk hubungan keluarga yang terlarang itu, maka ia tidak boleh melanjutkan jabatannya tanpa izin Presiden.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA                                                                   Pasal 23.               (1)       Komisaris Pemerintah berhak meminta segala keterangan dan memeriksa segenap buku dan surat Bank serta ia dapat minta bantuan Direktorat Akuntan Negara untuk memeriksa buku-buku dan surat-surat tersebut jika dipandangnya perlu untuk menjalankan kewajibannya.             (2)       Direksi wajib memberikan segala penjelasan yang diperlukan oleh Komisaris Pemerintah untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.             (3)       Komisaris Pemerintah berhak menghadiri rapat Direksi                                                                   Pasal 24.               (1)       Dalam menjalankan tugasnya Komisaris Pemerintah dibantu oleh sebuah Sekretariat yang pembiayaannya dibebankan pada Bank.             (2)       Komisaris Pemerintah menerima uang jasa yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dibebankan pada Bank.                                                                    BAB IX.                                        SATUAN HITUNG UANG.                                                                   Pasal 25.               (1)       Satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah. Sebagai singkatannya dipakai tanda "Rp".             (2)       Rupiah Indonesia dibagi dalam 100 (seratus) sen.             (3)       Tiap perbuatan yang mengenai uang atau mempunyai tujuan pembayaran ataupun tujuan kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, jika dilakukan di Indonesia, dilakukan dalam uang Rupiah Indonesia, kecuali jika dengan tegas diadakan ketentuan lain dengan peraturan perundangan.                                                                      BAB X.   PERINCIAN TUGAS BANK.   Pengedaran uang.   Pasal 26.               (1)       Bank mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam.             (2)       Uang termaksud pada ayat (1) pasal ini merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.             (3)       Sebelum permulaan tahun Anggaran Pemerintah menentukan jumlah maksimum uang yang berdasarkan ayat (1) akan beredar dalam tahun yang bersangkutan dan mencantumkannya dalam Nota Keuangan.             (4)       Jenis, nilai dan ciri-ciri uang yang akan dikeluarkan ditentukan oleh Bank, dan diberitahukan kepada umum dengan jalan pengumuman dalam Berita-Negara.             (5)       Uang yang dikeluarkan oleh Bank dibebaskan dari bea meterai.             (6)       Uang yang mengalir kembali ke dalam kas Bank dan oleh karena dianggap tidak layak lagi untuk diedarkan kembali, diberi tanda oleh Bank dan cara pemberian tanda itu diumumkan dengan penempatan dalam Berita-Negara.             (7)       Uang yang telah diberi tanda demikian, tidak berharga lagi dan tidak ditukar oleh Bank, jika uang itu karena pencurian atau sebab lain beredar lagi.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA                                                                 Pasal 27.               (1)       Uang dapat ditukar di kantor pusat Bank dan Kantor- kantor cabangnya pada tiap hari kerja pada waktu jam kas yang ditetapkan oleh Bank.             (2)       Bank tidak memberi penggantian kerugian jika uang hilang atau musnah, Bank tidak memberi penggantian kerugian untuk bagian-bagian uang uang kecuali jika ada jaminan  yang dianggap perlu untuk mencegah timbulnya kerugian Bank.             (3)       Jika ada persangkaan kejahatan atau atas permintaan tertulis oleh yang berkepentingan, Bank dapat meminta surat tanda penyerahan dan pembubuhan tanda-tangan pada uang atau paket uang kepada pihak yang menukarkan uang itu atau yang menyerahkannya untuk dibukukan dalam suatu rekening di Bank.             (4)       Ketentuan dimaksud dalam Pasal-pasal 229 i, 229 j, dan 229 k dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang tidak berlaku terhadap uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank.                                                                   Pasal 28.               (1)       Bank dapat mencabut kembali uang yang dikeluarkannya serta menariknya dari peredaran dan memanggil para pemegang uang itu untuk menyerahkannya guna ditukar.             (2)       Bank menetapkan jangka waktu untuk penyerahan tersebut pada ayat (1).             (3)       Pencabutan dan panggilan itu diumumkan dalam Berita-Negara.             (4)       Sehabis waktu yang disebut pada ayat (2) uang yang dimaksud dalam panggilan itu hanya dapat ditukar pada kantor pusat Bank, setelah menurut pemeriksaan ternyata, bahwa permintaan penukaran selayaknya dilakukan.             (5)       Sepuluh tahun sesudah waktu tersebut pada ayat (2) berakhir jumlah uang yang dimaksud dalam panggilan yang tidak diserahkan, ditambahkan kepada laba tahun buku yang sedang berjalan. Uang yang masih diserahkan sesudah pemindah-bukuan dan telah diperiksa seperti termaksud pada ayat (4) ditukar atas beban perhitungan laba-rugi.             (6)       Sesudah tiga puluh tahun berselang sejak akhir jangka waktu yang termaksud pada ayat (2), hak untuk menuntut penukaran uang yang disebut dalam panggilan itu tidak berlaku lagi.                          PERBANKAN DAN PERKREDITAN.                                                                   Pasal 29.               (1)       Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan perbankan.             (2)       Bank mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit.                                                                   Pasal 30.               Bank membina perbankan dengan jalan : a.         memperluas, memperlancar dan mengatur lalu-lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan clearing antar Bank; b.         menetapkan ketentuan-ketentuan umum tentang solvabilitas dan likwiditas Bank-bank; c.         memberikan bimbingan kepada Bank-bank guna penata-laksanaan Bank secara sehat.                                                                   Pasal 31.               Bank meminta laporan yang dianggap perlu dan mengadakan pemeriksaan terhadap segala aktivitas bank- bank guna mengawasi pelaksanaan ketentuan yang telah dikeluarkan dalam bidang perbankan seperti tercantum dalam Pasal 29 dan Pasal 30. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA                                                                   Pasal 32.               (1)       Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, maka Bank :                         a.         menyusun rencana kredit untuk suatu jangka waktu tertentu untuk diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter;                         b.         menetapkan tingkat dan struktur bunga;                         c.         menetapkan pembatasan kwalitatif dan kwantitatif atas pemberian kredit oleh perbankan.             (2)       Bank dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank dengan cara :                         a.         menerima penggadaian ulang;                         b.         menerima sebagai jaminan surat-surat berharga;                         c.         menerima aksep;                                     dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank.             (3)       Bank dapat pula memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan likwiditas dalam keadaan darurat.             (4)       Pemberian kredit Bank dibatasi oleh rencana kredit yang bersangkutan.             (5)       Bank tidak diperkenankan melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan kecuali dalam Lembaga-lembaga Keuangan penyertaan mana hanya dapat dilakukan dari cadangan.                                                                   Pasal 33.               (1)       Bank dapat mengadakan ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan penggunaan dana-dana oleh Lembaga-lembaga Keuangan, kecuali Badan-badan Asuransi.             (2)       Lembaga-lembaga termaksud pada ayat (1) diwajibkan mengikuti petunjuk dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank.   HUBUNGAN KEUANGAN DENGAN PEMERINTAH.                                                                   Pasal 34.               (1)       Bank bertindak sebagai Pemegang Kas Pemerintah.             (2)       Bank menyelenggarakan pemindahan uang untuk Pemerintah di antara kantor-kantornya di seluruh wilayah Republik Indonesia.             (3)       Bank membantu Pemerintah dalam penempatan surat-surat hutang Negara, penata-usahaan serta pembayaran kupon dan pelunasannya.             (4)       Dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal ini Bank tidak memperhitungkan biaya-biaya.                                                                   Pasal 35.               (1)       Bank memberikan kepada Pemerintah kredit dalam rekening koran untuk memperkuas kas Negara menurut keperluan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.             (2)       Kredit tersebut diberikan atas tanggungan yang cukup dalam kertas perbendaharaan Negara dan yang pengeluaran serta penggadaiannya diizinkan dengan atau berdasarkan Undang-undang.             (3)       Atas penggunaan kredit tersebut di atas, Pemerintah membayar bunga sebesar 3% (tiga perseratus) setahun dan tingkat bunga termaksud dapat dirubah oleh Dewan Moneter mengingat perkembangan keadaan.             (4)       Hasil pembayaran bunga termaksud pada ayat (3) setelah dikurangi biaya-biaya Bank yang bersangkutan disisihkan dan diselesaikan menurut ketentuan pada ayat (5).             (5)       Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir, maka Pemerintah wajib memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang jumlah kredit berdasarkan ayat (1) dan tentang hasil pembayaran bunga yang disisihkan menurut file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA ayat (4) di atas disertai usul-usul penjelasannya. Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya menetapkan cara penyelesaian tersebut.                                                                   Pasal 36.               (1)       Bank membantu penempatan surat-surat hutang Negara untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pengeluarannya diatur dengan atau berdasarkan Undang-undang.             (2)       Bank dapat membeli sendiri surat-surat hutang Negara tersebut pada ayat (1).                                 PENGERAHAN DANA-DANA                                                                   Pasal 37.               Bank mendorong pengerahan dana-dana masyarakat oleh perbankan untuk tujuan usaha pembangunan yang produktif dan berencana.                              HUBUNGAN INTERNASIONAL.                                                                   Pasal 38.               (1)       Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, maka Bank menyusun rencana devisa yang mencerminkan pemeliharaan Ekonomi Nasional dan memperlancar usaha pembangunan dengan memperhatikan posisi likwiditas dan solvabilitas internasional untuk diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter.             (2)       Untuk menjaga dan memelihara posisi likwiditas dan solvabilitas internasional termaksud pada ayat (1) di atas :                         a.         Bank menguasai, mengurus dan menyelenggarakan tata-usaha cadangan emas dan devisa milik Negara;                         b.         Pemerintah menetapkan syarat-syarat pembayaran berkenaan dengan perjanjian-perjanjian pinjaman yang mengakibatkan kewajiban pembayaran atas beban cadangan emas dan devisa Negara, walaupun dalam batas-batas yang telah ditetapkan dalam rencana devisa dengan memperhatikan pertimbangan Bank;                         c.         Bank menata-usahakan tagihan dan kewajiban tunai maupun berjangka eterhadap luar negeri;                         d.         Bank mengusahakan pemeliharaan jumlah cadangan minimum emas dan devisa milik Negara terhadap kewajiban internasional dalam perbandingan yang akan diatur dengan Undang- undang.                                                                   Pasal 39.               (1)       Apabila perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang mengakibatkan turunnya cadangan emas dan devisa milik Negara di bawah cadangan minimum yang ditetapkan dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d maka Bank melaporkan perkembangan tersebut kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dan mengambil tindakan pengamanan yang dipandangnya perlu untuk mengembalikan keseimbangan dalam neraca pembayaran tersebut.             (2)       Pemerintah dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan menetapkan tindakan selanjutnya untuk mengatasi keadaan di atas.                                                                   Pasal 40.               Bank dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan dalam bidang pembayaran dengan Luar Negeri. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA                                                                    BAB XI.                                            USAHA-USAHA BANK.                                                                   Pasal 41.               Dalam rangka tugasnya sebagai Bank Sentral:             (1)       Bank memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram maupun dengan surat, atau dengan jalan memberikan wesel-tunjuk di antara kantornya; penarikan atas saldo kredit yang ada pada koresponden dilakukan secara telegram atau dengan wesel-tunjuk.             (2)       Bank menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, menjalankan perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran dari tagihan atas kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.             (3)       Bank mendiskonto :                         a.         surat-wesel dan surat-order dengan dua penanggung-jawab atau   lebih secara solider dan dengan masa berlaku yang tidak   lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan;                         b.         surat-wesel dan kertas-dagang yang lain yang tidak lebih lama masa berlakunya dari kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik dengan jaminan surat-kredit, maupun dengan jaminan dokumen-pengangkutan;                         c.         kertas-perbendaharaan atas beban Negara;                         d.         surat-hutang dengan pelunasan dalam enam bulan dan selama diskontonya turut bertanggung-jawab secara solider;                         e.         mandat dan/atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk rendemen-lelang.             (4)       Bank membeli dan menjual :                         a.         wesel yang diakseptasi oleh suatu bank dengan masa berlaku yang tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan;                         b.         kertas-perbendaharaan atas beban Negara;                         c.         surat-hutang Negara atau surat-hutang lainnya yang tercatat pada suatu bursa efek yang resmi yang bunga dan pelunasannya dijamin oleh Negara.             (5)       Bank membeli dan menjual cek, surat-wesel, kertas-dagang lainnya, pembayaran dengan surat atau telegram dengan masa berlaku tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan dan adanya jaminan yang lazim berlaku untuk itu.             (6)       Bank memberi jaminan-bank (bank-garansi) dengan tanggungan yang cukup.             (7)       Bank menyediakan tempat penyimpanan barang-barang berharga.                                                                     Pasal 42.               Pada penyitaan barang-tetap atau hasil bumi, barang efek atau tanggungan lain, yang terikat kepada Bank, sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban terhadap Bank, maka Bank boleh membeli seluruh atau sebagian dari barang-barang atau hasil bumi, barang efek atau tanggungan lain, untuk dijadikan uang kembali dengan secepat- cepatnya.   BAB XII. PERATURAN PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA PADA PEGAWAI BANK.   Pasal 43.               (1)       Bank mengadakan dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank yang merupakan file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA kekayaan yang dipisahkan.             (2)       Bank wajib mengusahakan supaya dana ini mencapai jumlah harga tunai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap para Pegawai Bank dan wajib menjaga juga supaya jumlah harga tunai itu jangan berkurang.             (3)       Bank memberi sumbangan kepada dana yang disebut pada ayat (1).             (4)       Dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank disebut pada ayat (1) dan sumbangan Bank kepada dana disebut pada ayat (3) tidak diperhitungkan dengan dana-dana dalam Pasal 47 ayat (6) huruf c dan d.             (5)       Ketentuan selanjutnya tentang dana tersebut pada ayat (1) serta sumbangan tersebut pada ayat (3) ditetapkan oleh Direksi.   BAB XIII. ANGGARAN, NERACA DAN LAPORAN.   Pasal 44.               (1)       Sebelum tahun buku baru mulai berjalan, Direksi menyampaikan Anggaran Tahunan Bank kepada Pemerintah untuk disetujui.             (2)       Persetujuan Pemerintah atas Anggaran Tahunan Bank harus telah diberikan selambat-lambatnya 2(dua) bulan sesudah diterimanya Anggaran Tahunan Bank tersebut pada ayat (1).                         Apabila dalam waktu yang telah ditetapkan itu Pemerintah tidak mengemukakan keberatan-keberatan terhadap Anggaran Tahunan Bank, Anggaran tersebut berlaku sepenuhnya untuk dilaksanakan oleh Direksi.             (3)       Tiap perubahan atas Anggaran Tahunan Bank yang terjadi dalam tahun buku yang bersangkutan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah sebelum dapat dilaksanakan.                                                                   Pasal 45.               Bank membuat neraca singkat mingguan yang harus diumumkan tiap 7 (tujuh) hari sekali dan dimuat dalam Berita-Negara.                                                                   Pasal 46.               Pada akhir tiap tahun buku, Bank menyusun laporan tahunan yang menggambarkan perkembangan keuangan dan ekonomi secara luas.   BAB XIV.   PERHITUNGAN TAHUNAN.   Pasal 47.             (1)       Tahun buku Bank adalah Tahun Dinas Anggaran.             (2)       Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah akhir tahun buku, Direksi menyampaikan perhitungan tahunan yang terutama terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi kepada Pemerintah untuk disahkan.             (3)       Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah Pemerintah menerima perhitungan tahunan itu tidak diajukan keberatan olehnya, maka hal itu berarti bahwa perhitungan tahunan telah disahkan oleh Pemerintah.             (4)       Direktorat Akuntan Negara memeriksa perhitungan tahunan itu.             (5)       Neraca dan perhitungan laba-rugi yang disahkan secara demikian memberi pembebasan tanggung- jawab sepenuhnya kepada Direksi.             (6)       Laba Bank yang disahkan dan setelah dikurangi pajak dibagi sebagai berikut :                         a.         dua puluh perseratus untuk cadangan umum, sampai cadangan ini mencapai jumlah yang sama besarnya dengan modal Bank;                         b.         dua puluh perseratus untuk cadangan tujuan;                         c.         tujuh  setengah perseratus untuk dana kesejahteraan Pegawai Bank yang penggunaannya dilaksanakan dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Pemerintah;                         d.         tujuh setengah perseratus untuk jasa produksi bagi Pegawai Bank, dengan batas sebanyak- banyaknya 3 (tiga) kali gaji sebulan;                         e.         penggunaan laba selebihnya ditetapkan oleh Pemerintah.   BAB XV. KETENTUAN KHUSUS.   Pasal 48.             Bank dapat mewajibkan badan-badan dan/atau kesatuan ekonomi untuk memberikan kepadanya keterangan-keterangan dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Bank dalam melakukan tugas dan usahanya.   BAB XVI KETENTUAN PIDANA   Pasal 49             (1)       Gubernur, Direktur dan Pegawai Bank, Komisaris Pemerintah serta Pegawai Sekretariat Dewan Moneter dan Pegawai Sekretariat Komisaris Pemerintah tidak memberikan keterangan- keterangan yang diperoleh karena jabatannya kecuali apabila diperlukan untuk pelaksanaan tugasnya atau untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-undang ini.             (2)       Gubernur, Direktur dan Pegawai Bank, Komisaris Pemerintah serta Pegawai Sekretariat Dewan Moneter dan Pegawai Sekretariat Komisaris Pemerintah yang bertentangan dengan ketentuan- ketentuan tersebut pada ayat (1) memberikan keterangan yang diperolehnya karena jabatannya, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/ atau denda setinggi- tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).             (3)       Tindak pidana tersebut pada ayat (2) pasal ini dianggap sebagai kejahatan.                                                                   Pasal 50             Apabila kewajiban tersebut dalam Pasal 48 Undang-undang ini tidak dipenuhi oleh Badan-badan atau kesatuan-kesatuan ekonomi, maka yang bersangkutan dapat dihukum dengan hukuman denda sebanyak- banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).   BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN   Pasal 51             (1)       Segala hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan Bank negara Indonesia Unit I sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965, beralih menjadi hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank.             (2)       Segala hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank Negara Indonesia Unit II, III, IV dan V sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965, beralih menjadi hak, kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank-bank Negara yang masing-masing akan dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.             (3)       Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku Gubernur dan Direktur-direktur serta pegawai lainnya pada Bank Negara Indonesia Unit I tetap melanjutkan pekerjaannya sampai ketentuan lebih lanjut.                                                                 Pasal 52             Untuk menjamin konstinuitas dalam pimpinan Bank, maka pada pengangkatan pertama dari Direktur dapat diadakan penyimpangan dari ketentuan masa jabatan seperti tersebut dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a.                                                                   Pasal 53             Untuk pertama kali tahun buku Bank dimulai pada tanggal yang akan ditentukan oleh Menteri Keuangan dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1969.                                                                   Pasal 54             (1)       Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, maka uang kertas Bank Indonesia serta uang kertas logam Pemerintah yang dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap sifatnya sebagai alat pembayaran yang sah.             (2)       Dengan pengeluaran Undang-Undang ini, maka Undang- undang tentang Mata Uang Tahun 1951 dengan tambahan dan perubahannya dinyatakan tidak berlaku.             (3)       Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953 dan Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 sepanjang   ketentuan dalam Undang-undang ini tetap berlaku. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP   Pasal 55             Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.                                                                   Pasal 56.             Undang-undang ini disebut "Undang-undang Bank Indonesia 1968", Saat mulai berlakunya Undang- undang ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.               Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.   Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1968. Presiden Republik Indonesia,   SOEHARTO. Jenderal T.N.I.   Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1968. Sekretaris Negara R.I.   ALAMSJAH. Major Jenderal T.N.I.   PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1968 tidak bertentangan dengan ketentuan- UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BANK SENTRAL.   A. PENJELASAN UMUM.               I.          Dalam membangun suatu tata-perekonomian nasional yang berlandaskan suatu demokrasi ekonominya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila, perlu digali dan diolah segala kekuatan ekonomi potensiil menjadi, kekuatan ekonomi riil dengan mempergunakan segala potensi dan daya rakyat itu sendiri.             Berhubung dengan itu maka perbankan sebagai salah satu kekuatan ekonomi potensiil dan suatu aparatur yang berkewajiban turut serta dalam menanggulangi kesulitan dibidang ekonomi dan moneter perlu dinilai kembali untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Sebagai langkah kearah usaha penyehatan tata- perbankan pada umumnya, maka dianggap perlu untuk membangun kembali Bank Sentral yang dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dalam menjaga dan memelihara kestabilan intern maupun kestabilan ekstern dari nilai satuan Rupiah kita guna mendorong kelancaran produksi dan pembangunan.             Dengan membangun kembali Bank Sentral, maka pengintegrasian bank-bank Pemerintah ke dalam bank Negara Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan maksud tersebut diatas. Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945, maka Bank Sentral tersebut diberi nama "Bank Indonesia". Oleh karena itu dengan Undang-undang ini segala hak dan kewajiban, kekayaan dan perlengkapan Bank Negara Indonesia Unit I sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 beralih menjadi hak dan kewajiban, kekayaan dan perlengkapan dari Bank Indonesia. Sebagai lanjutan dari pada pengalihan Bank Negara Indonesia Unit I ini maka pada saat yang bersamaan juga Unit-unit lainnya yang tergabung dalam Bank Negara Indonesia itu perlu dialihkan kepada Bank- bank Negara lain yang akan dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.               II.         Sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dimana kekuasaan Pemerintah berada ditangan Presiden, sedangkan para Menteri adalah menjadi pembantunya maka penetapan kebijaksanaan di bidang moneter dengan sendirinya berada dalam tangan Presiden.             Dalam prakteknya penetapan kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter itu diolah dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh para Pembantu Presiden.             Dalam Prakteknya penetapan kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter itu diolah dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh para Pembantu Presiden.             Oleh karena penelaahan persoalan moneter itu memerlukan koordinasi dan synkhronisasi mengenai pelbagai bidang, maka dianggap perlu untuk membentuk suatu Dewan yang terdiri dari Menteri-menteri yang memimpin bidang keuangan dan perekonomian serta Gubernur Bank Sentral, yang bertugas membantu Pemerintah dalam pemikiran, perencanaan dan penetapan kebijaksanaan di bidang moneter.             Dewan tersebut diberi nama Dewan Moneter.             Jumlah Anggota Dewan Moneter ini besarnya dibatasi dengan maksud agar Dewan ini tidak menjadi terlalu besar dan dapat bekerja secara cepat dan tepat.             Sungguhpun demikian, oleh karena bidang moneter itu menyangkut pula bidang-bidang ekonomi dan pembangunan lainnya, maka jika dianggap perlu, Pemerintah dapat menambahkan beberapa orang Menteri sebagai anggota penasehat pada Dewan Moneter.               Disamping tugas tersebut diatas, maka dalam pelakasanaan kebijaksanaan moneter itu perlu juga adanya koordinasi dan synkhronisasi serta kesatuan pimpinan yang dapat menjamin terlaksananya kebijaksanaan tersebut.               Berhubung dengan itu maka Dewan Moneter juga bertugas memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.               Dari uraian diatas jelaslah bahwa Dewan Moneter itu tidak lain daripada suatu alat Pemerintah yang terdiri file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA dari beberapa Menteri ditambah Gubernur Bank Sentral guna membantu Pemerintah secara effisien dalam mempersiapkan serta dalam memimpin pelaksanaan kebijaksanaan moneter. Dalam hubungan ini kedudukan Gubernur Bank Sentral dalam Dewan Moneter mempunyai arti khusus, disebabkan oleh karena Bank Sentral dalam struktur pemerintahan berkedudukan di luar Departemen-departemen, sedangkan Gubernur Bank Sentral tidak mempunyai kedudukan sebagai Menteri.               Bank Sentral adalah suatu Lembaga Negara yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan kebijaksanaan moneter, sehingga karena itu Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis pokok kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.               Dengan kedudukannya di luar Departemen-departemen, Bank Sentral kini dapat menilai kebutuhan dan kemampuan perekonomian Negara lebih obyektif dan bertindak berdasarkan wewenang yang tercantum dalam Undang-undang ini.               Berhubung dengan itu kedudukan Gubernur Sentral dalam Dewan Moneter akan membawa pandangan dan pendapat yang sesuai dengan situasi moneter yarg dihadapinya, dan karena itu kepada Bank Sentral diberikan wewenang untuk mengajukan pendapatan-pendapatannya secara khusus kepada Pemerintah apabila keputusan yang diambil oleh Dewan Moneter itu menurut pertimbangannya tidak atau kurang sesuai dengan situasi moneter yang dihadapinya atau prinsip-prinsip ekonomi yang obyektif dan realistis.               Dengan demikian Pemerintah mempunyai bahan-bahan tambahan untuk dapat mempertimbangkan kebijaksanaannya dibidang moneter secara lebih obyektif dan rasionil.               III.       Sungguhpun Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter, namun dalam Undang-undang ini kepada Bank Sentral diberikan beberapa wewenang yang ditujukan ke arah pemeliharaan dan jaminan dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter itu yang sesuai dengan kebutuhan penjagaan kestabilan nilai satuan uang rupiah dan perkembangan produksi dan pembangunan guna meningkatkan taraf hidup rakyat.               Wewenang-wewenang tersebut adalah antara lain:   a.         Dibidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.                         Pemberian kredit dalam rekening-koran kepada Pemerintah oleh Bank Sentral hanya dilakukan dalam batas-batas Anggaran yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan jaminan kertas perbendaharaan. Permintaan kredit yang melebihi batas-batas tersebut diatas hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ini berarti bahwa Bank Sentral diberi wewenang untuk menolak permintaan kredit dari Pemerintah sebelum Anggaran tambahan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.                         Memperhatikan perkembangan ekonomi dan keuangan sekarang  ini, maka dalam Undang-undang ini batas-batas terhadap pemberian kredit dalam rekening-koran kepada  Pemerintah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Anggaran  Pendapatan dan Belanja Negara.                         Apabila keadaan ekonomi dan keuangan berubah sedemikian rupa hingga dapat diusahakan kembali adanya kestabilan moneter maka batas-batas dalam pengendalian pembelian kredit kepada Pemerintah ini perlu ditinjau kembali.   b.         Di bidang perkreditan.                         Bank Sentral dan perbankan pada umumnya diwajibkan mengikuti batas-batas yang telah ditetapkan dalam rencana kredit. Rencana kredit tersebut disusun oleh Bank Sentral untuk diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dalam rangka penyusunan rencana moneter.                         Sebagai bangkers bank, Bank Sentral dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk tujuan peningkatan produksi dan lain-lain sesuai dengan program Pemerintah, sedangkan sebagai lender of last resort Bank Sentral dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan- file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA kesulitan likwiditas yang dihadapinya dalam keadaan darurat.                         Dalam hal ini pemberian kredit yang diberikan oleh Bank Sentral, dilakukan dalam rangka program Pemerintah dan  dalam batas-batas yang ditetapkan oleh rencana kredit dari tahun yang bersangkutan.                         Disamping itu Bank Sentral mempunyai wewenang untuk menetapkan batas-batas kwantitatif dan kwalitatif dibidang perkreditan bagi perbankan, satu dan lain dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.   c.         Dibidang devisa.                           Dalam menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah terhadap valuta asing, maka Bank Sentral menyusun rencana devisa dalam rangka pemeliharaan ekonomi nasional dan memperlancar usaha-usaha pembangunan dengan memperhatikan posisi likwiditas dan solvabilitas internasional.                         Rencana devisa tersebut diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dalam rangka penyusunan rencana moneter.                         Untuk keperluan ini Bank Sentral antara lain menetapkan dan memelihara cadangan minimum dibidang devisa dalam pertandingan yang layak terhadap kewajiban internasional.       Apabila perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang menunjukkan turunnya cadangan devisa dan emas milik Negara dibawah cadangan minimum, maka Bank mendahului Keputusan Pemerintah tentang hal ini wajib mengambil tindakan pengamanan yang dipandangnya perlu untuk mengembalikan keseimbangan dalam neraca pembayaran tersebut.   d.         Dibidang pembinaan dan pengawasan Bank.                           Bank Sentral berkewajiban pula untuk membina dan mengawasi perbankan di Indonesia, baik dari sudut ekonomi perusahaan terutama dengan jalan pengaturan dan penjagaan likwiditas dan solvabilitas bank maupun dan sudut moneter dengan jalan pengaturan dan pengawasan terhadap pemberian kredit bank.                         Kewajiban tersebut diatas dilakukan dalam rangka usaha perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan perbankan.               IV.       Sebagaimana dimaklumi, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (termasuk anggaran pembangunan), rencana kredit dan rencana devisa merupakan komponen-komponen dari rencana moneter, yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan efek-efek moneter yang telah diperhitungkan oleh Pemerintah berdasarkan suatu program ekonomi jangka pendek dan jangka panjang, yang telah ditetapkan bagi tahun yang bersangkutan.                         Bersama-sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang setiap tahunnya diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk disetujui, maka dalam Nota Keuangan yang diajukan itu dicantumkan pula komponen-komponen lainnya yaitu rencana kredit dan rencana devisa.                         Dalam rangka rencana moneter tersebut, maka dalam Nota Keuangan dinyatakan pula oleh Pemerintah jumlah maksimum uang yang dapat diedarkan oleh Bank Sentral untuk tahun yang bersangkutan. Penetapan jumlah maksimum uang yang dapat diedarkan itu pada dasarnya merupakan pembatasan yang pada dewasa ini berdasarkan keadaan ekonomi dan keuangan Negara dapat diletakkan terhadap Bank Sentral sebagai Bank yang mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang yang merupakan alat pembayaran yang sah.                         Apabila keadaan ekonomi keuangan berubah sedemikian rupa, hingga memungkinkan diusahakan kembali adanya suatu kestabilan moneter, maka batas-batas dalam pengendalian pengedaran uang oleh Bak Sentral itu perlu ditinjau kembali. Dalam hubungan ini dapat kiranya diusahakan adanya suatu jaminan berupa emas dan devisa milik Negara dalam perbandingan yang wajar terhadap jumlah uang yang beredar, satu dan lain untuk mengembalikan dan mempertinggi kepercayaan terhadap Rupiah. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA   B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.   Pasal 1.               (1)       Bank Sentral berdasarkan Undang-undang ini diberi nama "Bank Indonesia", sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Dengan ketentuan dalam ayat (3) ini, maka selain berdasarkan hukum perdata Eropah dan hukum dagang Eropah, Bank dapat melakukan perbuatan-perbuatan menurut hukum adat dengan orang- orang/badan-badan yang takluk pada hukum adat serta menjalankan hak-hak atas benda-benda yang takluk pada hukum adat.   Pasal 2.               Cukup jelas.   Pasal 3.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 4.               (1)       Sebagai Badan Hukum berdasarkan Undang-undang maka Bank mempunyai modal yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan. Dengan demikian, maka untuk selanjutnya Bank dalam menjalankan usahanya terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 5.               (1)       Bank perlu memupuk cadangan umum untuk memperbesar jaminan terhadap kewajibannya dalam melakukan tugas dan usahanya seperti dalam Bab IV, X dan XI.               (2)       Cukup jelas.   Pasal 6.               (1)       Cadangan tujuan dimaksud dalam pasal ini ialah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu, yaitu untuk biaya penggantian/pembaharuan milik tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank.               (2)       Tiap-tiap cadangan atau pemupukan dana lain harus dengan jelas ternyata dalam tata-buku Bank, sehingga dengan demikian diperoleh suatu gambaran mengenai keadaan kegiatan usaha Bank yang sebenarnya.   Pasal 7.               Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.   Pasal 8. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA               (1)       Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.             (2)       Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.   Pasal 9.               (1)       Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.             (2)       Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.   Pasal 10.               (1)       Dengan tidak mengurangi jumlah Anggota yang ditetapkan dalam pasal ini maka komposisi dari pada Anggota Dewan Moneter disesuaikan dengan struktur dan organisasi Pemerintah.                           Kecuali Gubernur, maka Anggota-anggota Dewan Moneter lainnya terdiri dari Menteri-menteri.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.             (4)       Anggota penasehat dapat memberikan nasehat-nasehat kepada Dewan Moneter baik diminta maupun tidak diminta. Komposisi dari pada Anggota Penasehat disesuaikan dengan kebutuhan dalam bidang moneter.                           Juga Anggota-anggota penasehat ini harus terdiri dari Menteri-menteri.             (5)       Demi kelancaran   Pasal 11               (1)       Oleh karena Menteri Keuangan adalah penanggung-jawab dalam bidang keuangan dan sebagai sektor yang terpenting dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter, maka jabatan Ketua Dewan Moneter dipegang oleh Menteri Keuangan.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 12.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Dewan Moneter dapat meminta Komisaris Pemerintah menghadiri Sidang-sidang Dewan untuk didengar pendapatnya atau apabila Dewan menganggap hal-hal yang akan dibicarakan perlu diketahui oleh Komisaris Pemerintah.   Pasal 13.               (1)       Keputusan Dewan Moneter diambil dengan hikmah musyawarah untuk mencapai mufakat, namun apabila mufakat tidak tercapai keputusan dapat diambil atas dasar suara terbanyak.                         Jika suara sama banyaknya, maka hal yang dimusyawarahkan diserahkan kepada kebijaksanaan Pemerintah untuk diputuskan.             (2)       Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.   Pasal 14.             Cukup jelas.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] dan kelengkapan diselenggarakan oleh Departemen Keuangan. penata-usahaan maka Sekretariat Dewan Moneter UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Pasal 15.               (1)       Untuk menjamin pelaksanaan tugas Bank yang effisien dan effektif perlu ditentukan jumlah minimal dan maksimal dari Anggota-anggota pimpinan Bank.             (2)       Gubernur sebagai Anggota pimpinan Bank dan sebagai anggota Dewan Moneter, sudah barang tentu tidak dapat senantiasa menjalankan tugas pimpinan sehari-hari dari Bank. Oleh karena itu untuk menjamin kelangsungan pimpinan sehari-hari dari Bank di antara Direktur-direktur ditunjuk oleh Pemerintah 2 (dua) orang sebagai Pengganti Gubernur untuk mewakili Gubernur apabila Gubernur berhalangan.             (3)       Sebelum memangku jabatannya, para Anggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan menurut peraturan yang berlaku.                           Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu di bawah ini :                           a.         bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;                         b.         setia kepada Panca Sila;                         c.         berwibawa;                         d.         jujur;                         e.         cakap/ahli;                         f.          adil;                         g.         tidak terlibat, G.30.S/P.K.I. atau organisasi- organisasi terlarang lainnya.                           Dalam mengangkat seseorang menjadi Anggota Direksi harus diperhatikan pula calon-calon yang diajukan oleh dan dari Bank, serta jangan sampai ia mempunyai kepentingan-kepentingan dan di luar Bank yang dapat berlawanan dengan atau merugikan kepentingan Bank.   Pasal 16.               (1)       Yang dimaksud dengan "pengurusan" dalam huruf c ayat ini adalah management.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Apabila mufakat tak tercapai dapat diambil keputusan atas dasar suara terbanyak.                         Jika suara sama banyaknya, maka keputusan diserahkan kepada kebijaksanaan Gubernur.             (4)       Cukup jelas.             (5)       Cukup jelas.             (6)       Cukup jelas.   Pasal 17.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.             (4)       Cukup jelas.             (5)       Cukup jelas.   Pasal 18.               (1)       Dalam hal terjadinya hubungan keluarga yang terlarang maka penetapan siapa di antara kedua Anggota Direksi tersebut yang boleh melanjutkan jabatannya didasarkan atas pertimbangan obyektif sesuai dengan kepentingan Bank.             (2)       Cukup jelas. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             (3)       Mengingat kedudukan Bank yang sangat vital dalam bidang ekonomi, dan keuangan, maka dalam pasal ini perlu ditentukan larangan jabatan rangkap, kecuali dengan persetujuan Pemerintah. Dalam hal Direksi merangkap pekerjaan lain yang telah disetujui oleh Pemerintah, maka harus diusahakan jangan sampai jabatan yang dirangkap tersebut adalah incompatible.   Pasal 19.               Dewan Moneter mengusulkan gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur dan Direktur.   Pasal 20.               Cukup jelas   Pasal 21.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 22.               (1)       Komisaris Pemerintah adalah seorang wakil Pemerintah di dalam Bank yang mengawasi supaya tugas dan kewajiban Direksi dilaksanakan se-effisien mungkin dan selanjutnya ia memberikan laporan- laporannya kepada Pemerintah. ditetapkan oleh Pemerintah. Tata-kerja Komisaris Pemerintah dalam menjalankan tugasnya             (2)       Cukup jelas.             (3)       Sebelum memangku jabatannya, Komisaris Pemerintah harus mengucapkan sumpah jabatan menurut peraturan yang berlaku.                         Untuk dapat diangkat sebagai Komisaris Pemerintah harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dibawah ini:               a.         bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;             b.         setia kepada Panca Sila             c.         berwibawa;             d.         jujur;             e.         cakap/ahli,             f.          adil;             g.         tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi G. 30 S./P.K.I. atau organisi-organisasi terlarang lainnya.             (4)       Cukup jelas.             (5)       Cukup jelas.   Pasal 23.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Dalam rapat-rapat Direksi, Komisaris Pemerintah tidak mempunyai hak suara, tetapi ia dapat memberikan pandangannya tentang hal-hal yang dibicarakan.   Pasal 24.               (1)       Cukup jelas. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             (2)       Cukup jelas.               (1)       Dengan memuat ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, maka Undang-undang tentang Mata Uang tahun 1951 dengan tambahan dan perubahannya tidak diperlukan lagi dan dapat dinyatakan tidak berlaku (lihat pasal 54 ayat (2))             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.   Pasal 26.               (1)       Mengingat bahwa antara uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank dan uang kertas dan logam yang dikeluarkan oleh Pemerintah dipandang dari sudut ekonomi tidak ada perbedaan fungsionil, lagi pula Bank adalah Lembaga Keuangan Negara, maka untuk kepentingan keseragaman dan effisiensi, pengeluaran uang baik uang kertas maupun uang logam, cukup dilakukan oleh satu instansi saja, yaitu Bank.             (2)       Cukup jelas.               (3)       Selama keadaan ekonomi dan keuangan belum memungkinkan adanya suatu pembatasan peredaran uang yang dihubungkan/dijamin dengan suatu jumlah tertentu cadangan emas dan devisa milik Negara, maka pada taraf sekarang pembatasan itu hanya dilakukan dengan jalan menentukan jumlah masksimum uang cartal yang akan beredar tersebut dalam Nota Keuangan yang setiap tahunnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penetapan jumlah maksimum uang cartal tersebut di atas merupakan landasan yang cukup untuk dipakai sebagai pegangan yang effektif guna pengendalian jumlah yang yang beredar termasuk uang giral.               (4)       Yang dimaksud dengan:   -    "Jenis" adalah uang logam atau uang kertas; -    "Nilai" adalah nilai nominal; -    "Ciri-ciri" adalah warna, gambar atau tanda-tanda lain dan uang.             Adapun "macam" dan "harga" uang yang disebut dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 diatur dengan Undang-undang tersendiri.             (5)       Cukup jelas.             (6)       Yang dimaksud dengan tidak layak adalah lusuh, rusak sebagian atau seluruhnya karena terbakar, robek ataupun karena sebab-sebab lainnya.             (7)       Cukup jelas.   Pasal 27.               (l)        Yang dimaksud dengan penukaran uang dalam ayat ini, ialah penukaran uang dengan berbagai kopur lainnya. Jika dianggap perlu Bank dapat menunjuk badan-badan lain untuk melancarkan penukaran uang.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.             (4)       Cukup jelas.   Pasal 28.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             (4)       Penukaran ini sudah tentu dapat dilakukan dengan perantaraan cabang Bank.             (5)       Cukup jelas.             (6)       Cukup jelas.   Pasal 29.               (1)       Tugas tersebut dalam pasal ini disandarkan kepada sifat dan kedudukan Bank sebagai pembina dan pengawas perbankan. Dalam rangka tugas tersebut Bank memajukan perkembangan yang sehat dari perbankan dan perkreditan serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan uangnya kepada Bank-bank. Bank-bank sebagai perusahaan diselenggarakan berdasarkan azas-azas ekonomi perusahaan yang sehat dan wajar.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 30.               Dalam rangka pembinaan perbankan, maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang fihak ketiga yang dipercayakan kepada Bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi deposito dengan tujuan pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.               Di samping itu dalam rangka membimbing perbankan Bank mengusahakan pendidikan dengan tujuan mempertinggi mutu dan keahlian para pegawai perbankan.   Pasal 31.               Cukup jelas.   Pasal 32.               (1)       Bank menyusun rencana kredit untuk suatu jangka waktu tertentu.                         Di samping itu Bank dapat menggunakan alat-alat kebijaksanaan moneter antara lain tingkat dan struktur bunga guna menjamin terlaksananya kebijaksanaan Pemerintah sebaikbaiknya.             (2)       Apabila dianggap perlu, Bank menyediakan kredit likwiditas kepada perbankan untuk bidang-bidang yang sesuai dengan kebijaksanaan kredit yang telah ditetapkan. Pemberian kredit tersebut dilakukan dengan cara-cara seperti termaksud dalam ayat ini.             (3)       Cukup jelas.             (4)       Cukup jelas.             (5)       Penyertaan Bank dalam Lembaga-lembaga keuangan masih dimungkinkan dengan alasan guna mendorong berkembangnya Lembaga-lembaga tersebut dengan sebaik-baiknya. Penyertaan yang dilakukan oleh Bank hanya bersifat sementara yang berarti bahwa Bank mencabut kembali partisipasinya bilamana lembaga tersebut telah berkembang dengan baik. Yang dimaksud dengan "Lembaga Keuangan" termasuk pula lembaga keuangan swasta. Adapun yang dimaksud dengan cadangan ialah cadangan umum.   Pasal 33.               (1)       Ketentuan dalam pasal ini mengatur wewenang dari Bank sebagai Bank Sentral untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu dalam melaksanakan tugasnya di bidang pengawasan dan pembinaan, terutama dalam penggunaan dana-dana dari Lembaga-lembaga Keuangan (termasuk badan-badan yang menjalankan lalu-lintas cek dan giro) dan badan-badan penanaman modal (institutional investors) guna memajukan perkembangan yang sehat dari urusan perkreditan.                         Penggunaan dana-dana oleh badan-badan asuransi dikecualikan dari ketentuan ini karena diatur file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA khusus dalam Undang-undang tersendiri.               (2)       Cukup jelas.   Pasal 34.               (1)       Dengan adanya ketentuan dalam pasal ini, maka Bank wajib menyelenggarakan penyimpanan kas umum Negara dan bertindak sebagai pemegang kas Republik Indonesia.               (2)       Bank wajib menyelenggarakan pemindahan uang untuk Pemerintah di antara kantor-kantornya.             (3)       Dalam pengeluaran surat-surat hutang atas beban Negara, bank wajib memberikan bantuan sebesar- besarnya. Dengan adanya ketentuan tersebut di atas, maka dimungkinkan pemusatan dari penyimpanan semua Keuangan Negara sehingga dapat dicapai penata-usahaan yang lebih effisien dari penerimaan dan pengeluaran Negara.             (4)       Cukup jelas.   Pasal 35.               (1)       Untuk memenuhi kekurangan likwiditas, Bank dapat memberikan kepada Pemerintah kredit dalam rekening-koran atas jaminan penuh dalam kertas perbendaharaan Negara. Kredit itu dapat diberikan di sampigng, untuk membiayai kekurangan pendapatan karena ketidak-samaan waktu antara pendapatan dan pengeluaran, juga untuk membiayai defisit sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.                           Apabila dalam tahun Anggaran yang sedang berjalan terdapat tanda-tanda bahwa kredit yang dibutuhkan itu akan melampaui jumlah yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja tersebut, maka Pemerintah wajib dengan segera melaporkannya dan mengajukan tambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.                           Sebelum tambahan tersebut disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Bank tidak diperkenankan untuk memberi kredit kepada Pemerintah.               (2)       Cukup jelas.               (3)       Cukup jelas.               (4)       Cukup jelas.               (5)       Apabila tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, Pemerintah wajib memberikan, laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang realisasi penggunaan kredit atas dasar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang bersangkutan disertai usul-usul penyelesaiannya.                         Dalam hubungan ini selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan cara penyelesaian kredit dalam rangka usaha mencapai stabilitas nilai rupiah.                         Mengingat bahwa cara demikian baru untuk pertama kali dilakukan, maka Dewan Perwakilan Rakyat perlu pula menetapkan cara penyelesaian dari kredit Pemerintah yang ada pada dewasa ini. sehingga dengan demikian Pemerintah dapat mulai dengan lembaran baru dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.   Pasal 36. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA               (1)       Apabila penerimaan Negara dari Pajak, laba perusahaan- perusahaan Negara dan lain sebagainya tidak cukup untuk membiayai pengeluaran Negara seluruhnya, maka kekurangan tersebut diatas harus diusahakan sedapat mungkin ditutup dengan hasil pinjaman-pinjaman dari masyarakat.                         Dalam penempatan pindjaman-pinjaman Negara yang diatur oleh/atau berdasarkan Undang- undang sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut Bank memberikan bantuannya secara aktif.             (2)       Cukup jelas.   Pasal 37.               Dalam menjalankan tugasnya Bank wajib berusaha menciptakan suatu iklim yang sebaik-baiknya untuk dapat mendorong masyarakat menyimpan dana-dananya ke dalam perbankan atau menjalankan kegiatan usahanya dengan mempergunakan jasa-jasa perbankan.   Pasal 38.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Dengan adanya ketentuan dalam ayat ini, maka Bank adalah satu-satunya Lembaga Negara yang menguasai, mengurus dan menyelenggarakan tata-usaha cadangan emas dan devisa milik Negara. Termasuk pula dalam cadangan emas dan devisa adalah hak atas devisa yang dapat setiap waktu ditarik (drawing rights)  dari sesuatu badan keuangan internasional. Pemerintah menetapkan syarat- syarat pembayaran berkenaan dengan perjanjian-perjanjian pinjaman yang mengakibatkan kewajiban pembayaran atas beban dadangan emas dan devisa milik Negara dengan maksud untuk dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara kemapuan dan kewajiban. Oleh karena berdasarkan perkembangan keadanan devisa pada dewasa ini sulit untuk menetapkan jumlah cadangan minimum emas dan devisa milik Negara yang harus dipelihara, maka untuk sementara waktu penetapan jumlah cadangan minimum tersebut ditetapkan tersebut ditetapkan oleh Bank. Apabila keadaan telah memungkinkan kembali, maka penetapan cadangan minimum emas dan devisa milik Negara sewajarnya dilakukan dengan Undang-undang berdasarkan perbandingan yang lebih tepat antara kemampuan dan kewajiban.   Pasal 39.               (1)       Dengan pasal ini kepada Bank diberikan wewenang untuk mengambil tindakan pengamanan yang dipandangnya perlu, apabila perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang mengakibatkan turunnya cadangan emas dan devisa milik Negara, dibawah cadangan minimum yang telah ditetapkan.                         Dengan sendirinya perkembangan tersebut diatas dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter. Dewan Moneter meneruskan persoalan tersebut kepada Pemerintah dengan disertai pertimbangan-pertimbangannya.             (2)       Dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Direksi Bank menjyampaikan laporan tersebut, Pemerintah wajib menetapkan tindakan-tindakan selanjutnya untuk mengatasi keadaan tersebut.   Pasal 40.               Cukup jelas.   Pasal 41.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] jumlah cadangan minimum UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             Bank menyelenggarakan usaha-usaha dalam pasal ini semata-mata dalam rangka tugasnya sebagai Bank Sentral.             (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan menguangkan kepada Bank kertas-kertas berharga sebagaimana dimaksudkan dalam ayat ini.             (4)       Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan Bank secara aktif turut serta dalam pasar uang dan modal.             (5)       Cukup jelas.             (6)       Cukup jelas.             (7)       Cukup jelas.   Pasal 42.               Cukup jelas.   Pasal 43.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.             (4)       Cukup jelas.             (5)       Cukup jelas.   Pasal 44.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.   Pasal 45.               Cukup jelas.   Pasal 46.               Laporan tahunan ini diumumkan oleh Bank secara luas kepada masyarakat.   Pasal 47.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.-             (4)       Pemerintah dalam mengesahkan neraca dan perhitungan laba-rugi yang disusun oleh Direksi menggunakan Direktorat Akuntan Negara untuk memeriksa neraca dan perhitungan laba-rugi tersebut.             (5)       Cukup jelas.             (6)       Sisa laba sebagaimana dimaksud dalam huruf e ayat ini pada dasarnya masuk dalam Kas Negara.                         Dalam penggunaan sisa laba tersebut Pemerintah juga memperhatikan keperluan-keperluan di bidang sosial.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Pasal 48.               Keterangan dan bahan-bahan yang diminta oleh Bank bukan untuk maksud pemeriksaan melainkan diperlukan antara lain guna penyusunan laporan di bidang ekonomi dan keuangan yang sifatnya sangat luas.               Keterangan-keterangan dan bahan-bahan dari perbankan dapat diminta oleh Bank berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam Undang-undang Perbankan 1967.   Pasal 49.               (1)       Cukup jelas.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.   Pasal 50.               Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya tugas dan kewajiban Bank secara effektif.   Pasal 51.               (1)       Dalam peralihan hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan maka untuk permodalan Bank, bagi rekening-rekening cadangan dan bagian sisa laba Bank Negara Indonesia Unit I yang belum dibagikan, dipindahkan ke rekening modal Bank.                         Selama modal Bank belum mencapai jumlah tersebut dalam Pasal 4, maka bagian sisa laba Bank yang menurut Pasal 47 ayat (6) huruf a diperuntukkan cadangan umum dimasukkan ke rekening modal.                         Agar modal Bank selekas-lekasnya terpenuhi, maka tiap tahun Pemerintah menetapkan jumlah dari sisa laba termaksud Pasal 47 ayat (6) huruf e yang harus dipindahkan ke rekening modal.             (2)       Cukup jelas.             (3)       Selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun harus telah terbentuk susunan Direksi berdasarkan Undang-undang ini.   Pasal 52.               Cukup jelas.   Pasal 53.               Cukup jelas.   Pasal 54.               (1)       Cukup jelas.             (1)       Cukup jelas.             (3)       Cukup jelas.   Pasal 55.               Cukup jelas.   Pasal 56.   file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA             Saat berlakunya Undang-undang ini perlu ditetapkan oleh Menteri Keuangan oleh karena persiapan- persiapan di dalam dan di luar Negeri yang diperlukan untuk menampung akibat-akibat dari peralihan Bank Negara Indnesia Unit I ke dalam Bank Indonesia harus selesai tepat pada waktunya sehingga pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia dapat melakukan tugasnva dengan lancar. file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
<reg_id> 13/UU/1968 </reg_id> <reg_title> BANK SENTRAL </reg_title> <set_date> 7 Desember 1968 </set_date> <issued_date> 7 Desember 1968 </issued_date> <replaced_reg> '11/UU/1953', '8/PENPRES/1965', '9/PENPRES/1965', '10/PENPRES/1965', '11/PENPRES/1965', '13/PENPRES/1965', '16/PENPRES/1965', '17/PENPRES/1965', '18/PENPRES/1965' </replaced_reg> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33', '32/UU/1964', '14/UU/1967', 'XXIII/MPRS/1966|TAP-MPRS/1966 | Pasal 55', 'XLIV/MPRS/1968|TAP-MPRS/1968' </related_reg> <penalty_list> 'BAB XVI' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan peningkatan, baik dari jumlah transaksi, jumlah nilai nominal transaksi, maupun jenis media yang digunakan; b. bahwa seiring dengan peningkatan transaksi perkembangan media transfer dana dan permasalahan yang terjadi, diperlukan pengaturan yang menjamin keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta memberikan kepastian bagi pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana; c. bahwa penyelenggaraan transfer dana yang aman, lancar, dan memberikan kepastian bagi pihak terkait diharapkan dapat mewujudkan kelancaran sistem pembayaran nasional; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Transfer Dana; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang– Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang . . . - 2 - 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TRANSFER DANA. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Definisi Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima. 2. Penyelenggara . . . - 3 - 2. Penyelenggara Transfer Dana, yang selanjutnya disebut Penyelenggara, adalah Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan kegiatan Transfer Dana. 3. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. 4. Dana adalah: a. uang tunai yang diserahkan oleh Pengirim kepada Penyelenggara Penerima; b. uang yang tersimpan dalam Rekening Pengirim pada Penyelenggara Penerima; c. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima pada Penyelenggara Penerima lain; d. uang yang tersimpan dalam Rekening Penerima pada Penyelenggara Penerima Akhir; e. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima yang dialokasikan untuk kepentingan Penerima yang tidak mempunyai Rekening pada Penyelenggara tersebut; dan/atau f. fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan Penyelenggara kepada Pengirim. 5. Perintah Transfer Dana adalah perintah tidak bersyarat dari Pengirim kepada Penyelenggara Penerima untuk membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada Penerima. 6. Pengirim (Sender) adalah Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal, dan semua Penyelenggara Penerus yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. 7. Pengirim Asal (Originator) adalah pihak yang pertama kali mengeluarkan Perintah Transfer Dana. 8. Penyelenggara Pengirim adalah Penyelenggara Pengirim Asal dan/atau Penyelenggara Penerus yang mengirimkan Perintah Transfer Dana. 9. Penyelenggara Pengirim Asal adalah Penyelenggara yang menerima Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal untuk membayarkan atau memerintahkan kepada Penyelenggara lain untuk membayar sejumlah Dana tertentu kepada Penerima. 10. Penyelenggara . . . - 4 - 10. Penyelenggara Penerima adalah Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Penerus, dan/atau Penyelenggara Penerima Akhir yang menerima Perintah Transfer Dana, termasuk bank sentral dan Penyelenggara lain yang menyelenggarakan kegiatan penyelesaian pembayaran antar-Penyelenggara. 11. Penyelenggara Penerus adalah Penyelenggara Penerima selain Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerima Akhir. 12. Penyelenggara Penerima Akhir adalah Penyelenggara yang melakukan pembayaran atau menyampaikan Dana hasil transfer kepada Penerima. 13. Penerima (Beneficiary) adalah pihak yang disebut dalam Perintah Transfer Dana untuk menerima Dana hasil transfer. 14. Autentikasi (Authentication) adalah prosedur yang dilakukan oleh Penyelenggara Penerima untuk memastikan bahwa penerbitan suatu Perintah Transfer Dana, perubahan, atau pembatalannya benar-benar dilakukan oleh pihak yang dalam Perintah Transfer Dana dimaksudkan sebagai Pengirim yang berhak. 15. Pengaksepan (Acceptance) adalah kegiatan Penyelenggara Penerima yang menunjukkan persetujuan untuk melaksanakan atau memenuhi isi Perintah Transfer Dana yang diterima. 16. Tanggal Pelaksanaan (Execution Date) adalah tanggal tertentu Penyelenggara Penerima wajib melaksanakan Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal. 17. Tanggal Pembayaran (Payment Date) adalah tanggal saat Penyelenggara Penerima Akhir wajib menyediakan Dana yang dapat digunakan untuk kepentingan Penerima. 18. Rekening adalah rekening giro, rekening tabungan, rekening lain, atau bentuk pencatatan lain, baik yang dimiliki oleh perseorangan, institusi, maupun bersama, yang dapat didebit dan/atau dikredit dalam rangka pelaksanaan Transfer Dana, termasuk Rekening antarkantor Penyelenggara yang sama. 19. Sistem . . . - 5 - 19. Sistem Transfer Dana adalah sistem terpadu untuk memproses perintah Transfer Dana dengan menggunakan sarana elektronik atau sarana lain sesuai dengan peraturan. 20. Perintah Transfer Debit adalah perintah tidak bersyarat dari Pengirim Transfer Debit kepada Penyelenggara Pengirim Transfer Debit untuk menagih sejumlah Dana tertentu kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit agar dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 21. Pengirim Transfer Debit adalah Pengirim Asal Transfer Debit, Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit, dan semua Penyelenggara Penerus Transfer Debit yang menerbitkan Perintah Transfer Debit. 22. Pengirim Asal Transfer Debit atau Penerima Akhir Transfer Debit adalah pihak yang pertama kali menyerahkan Perintah Transfer Debit kepada Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit yang sekaligus merupakan pihak yang berhak menerima Dana. 23. Pembayar Transfer Debit adalah pihak yang mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah Dana tertentu kepada Penerima Akhir Transfer Debit melalui Penyelenggara Pembayar Transfer Debit. 24. Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit atau Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit adalah Penyelenggara yang menerima Perintah Transfer Debit dari Penerima Akhir Transfer Debit atau pihak yang menerbitkan Perintah Transfer Debit untuk kepentingannya sendiri, kemudian memerintahkan Penyelenggara Pembayar Transfer Debit untuk membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit untuk dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 25. Penyelenggara Pengirim Transfer Debit adalah Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit dan/atau Penyelenggara Penerus Transfer Debit yang mengirimkan Perintah Transfer Debit. 26. Penyelenggara . . . - 6 - 26. Penyelenggara Penyelenggara Penerima Transfer Debit adalah Penerima Akhir Transfer Debit, Penyelenggara Penerus Transfer Debit, dan/atau Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang menerima Perintah Transfer Debit, termasuk bank sentral dan Penyelenggara lain yang menyelenggarakan kegiatan penyelesaian akhir (settlement) pembayaran antar- Penyelenggara. 27. Penyelenggara Penerus Transfer Debit adalah Penyelenggara Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang meneruskan Perintah Transfer Debit. 28. Penyelenggara Pembayar Transfer Debit adalah Penyelenggara yang melakukan pembayaran atau menyampaikan Dana hasil transfer kepada Penerima Akhir Transfer Debit. 29. Hari Kerja adalah hari Penyelenggara Penerima membuka kantor untuk melaksanakan kegiatan Transfer Dana. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku untuk: a. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra- Penyelenggara dalam rupiah atau valuta asing yang Penyelenggara Pengirim dan Penyelenggara Penerima seluruhnya berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau b. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra- Penyelenggara ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melibatkan Penyelenggara di Indonesia, baik sebagai Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Penerus, maupun Penyelenggara Penerima Akhir, sepanjang Perintah Transfer Dana telah atau masih berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagian Ketiga . . . Penerima Transfer Debit selain - 7 - Bagian Ketiga Prinsip Umum Pasal 3 Undang-Undang ini menganut prinsip umum sebagai berikut: a. setiap kantor Penyelenggara, baik Penyelenggara yang sama maupun Penyelenggara yang berbeda, dianggap sebagai pihak yang berbeda dalam proses Transfer Dana; b. tidak diberlakukannya prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 (zero hour rules); c. prinsip pembayaran atau penyelesaian pembayaran yang telah memenuhi persyaratan bersifat final (finality of payment/finality of settlement); d. diberlakukannya prinsip penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus payment); dan e. diakuinya mekanisme netting dalam suatu Sistem Transfer Dana yang efisien. Pasal 4 Ketentuan intern Penyelenggara yang berkaitan dengan pelaksanaan Transfer Dana, baik untuk keperluan Penyelenggara hubungannya dengan nasabah, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 5 (1) Perintah Transfer Dana yang telah memperoleh Pengaksepan berlaku sebagai perjanjian. (2) Perjanjian yang menyebabkan timbulnya Transfer Dana antara Pengirim Asal dan Penerima, perjanjian antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal, perjanjian antara Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir, serta perjanjian antara Penyelenggara Penerus dan Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir masing-masing merupakan perjanjian yang terpisah dan berdiri sendiri. (3) Dalam . . . yang bersangkutan maupun dalam - 8 - (3) Dalam hal perjanjian antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir, serta perjanjian antara Penyelenggara Penerus dan Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir dibuat secara baku, klausul dalam perjanjian tersebut tunduk pada peraturan perundang-undangan. (4) Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana, Penyelenggara dapat meneliti perjanjian atau melakukan verifikasi dokumen perjanjian antara Pengirim dan Penerima yang menyebabkan timbulnya Transfer Dana, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang- undangan. Pasal 6 Untuk keperluan konfirmasi dalam transaksi Transfer Dana yang dilakukan secara elektronik, pemberitahuan nomor Rekening dan/atau nama Penerima dapat dikecualikan dari ketentuan rahasia Bank. Bagian Keempat Bentuk Perintah Transfer Dana Pasal 7 (1) Perintah Transfer Dana dapat disampaikan secara tertulis atau elektronik. (2) Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk satu kali pembayaran atau lebih. BAB II . . . Pengirim Asal, perjanjian antara - 9 - BAB II PELAKSANAAN TRANSFER DANA Bagian Kesatu Penerbitan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal Pasal 8 (1) Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya informasi: a. identitas Pengirim Asal; b. identitas Penerima; c. identitas Penyelenggara Penerima Akhir; d. jumlah Dana dan jenis mata uang yang ditransfer; e. tanggal Perintah Transfer Dana; dan f. informasi lain yang menurut peraturan perundang- undangan yang terkait dengan Transfer Dana wajib dicantumkan dalam Perintah Transfer Dana. (2) Identitas Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi sekurang-kurangnya nama dan nomor Rekening atau apabila Pengirim Asal tidak memiliki Rekening pada Penyelenggara Pengirim Asal, identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Identitas Penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi sekurang-kurangnya nama dan nomor Rekening atau apabila Penerima tidak memiliki Rekening pada Penyelenggara Penerima Akhir, identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Informasi identitas Penyelenggara Penerima Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dicantumkan dalam Perintah Transfer Dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh Penerima. (5) Informasi . . . - 10 - (5) Informasi identitas Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diteruskan kepada Penerima jika terdapat permintaan dari Pengirim Asal kepada Penyelenggara Pengirim Asal untuk meneruskan informasi tersebut kepada Penerima. (6) Pengirim Asal dapat mencantumkan berita atau pesan dalam Perintah Transfer Dana. (7) Dalam hal Pengirim Asal mencantumkan berita atau pesan dalam Perintah Transfer Dana, Penyelenggara Pengirim Asal harus menginformasikan berita atau pesan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Penyelenggara Penerima untuk diinformasikan kepada Penerima. (8) Tata cara Transfer Dana dari dan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 9 (1) Pengirim Asal wajib mengisi informasi secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali untuk Perintah Transfer Dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh Penerima yang pengisiannya dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). (2) Dalam hal Pengirim Asal tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal berhak untuk tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana. (3) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Pengirim Asal wajib memberitahukannya kepada Pengirim Asal mengenai tidak dapat dilaksanakannya Perintah Transfer Dana beserta alasannya paling lambat pada Hari Kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal. (4) Jangka waktu pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan berdasarkan kesepakatan antara Penyelenggara Pengirim Asal dan Pengirim Asal. Pasal 10 . . . - 11 - Pasal 10 Pengirim Asal dapat mencantumkan Tanggal Pelaksanaan dalam Perintah Transfer Dana berdasarkan kesepakatan dengan Penyelenggara Pengirim Asal. Pasal 11 Pengirim Asal berhak mendapatkan informasi dari Penyelenggara Pengirim Asal mengenai perkiraan jangka waktu pelaksanaan Transfer Dana. Pasal 12 (1) Pengirim Asal dapat mencantumkan Tanggal Pembayaran dalam Perintah Transfer Dana sepanjang tidak ditentukan lebih awal dari tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerima Akhir. (2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal menyetujui pencantuman Tanggal Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal menjamin Dana dapat dibayarkan kepada Penerima sesuai dengan Tanggal Pembayaran yang tercantum dalam Perintah Transfer Dana. (3) Dalam hal Tanggal Pembayaran Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggal hari libur, Tanggal Pembayaran Perintah Transfer Dana menjadi tanggal Hari Kerja berikutnya. Pasal 13 Perintah Transfer Dana dianggap telah diterbitkan oleh Pengirim Asal apabila Perintah Transfer Dana telah dikirim oleh Pengirim Asal dan diterima oleh Penyelenggara Pengirim Asal. Bagian Kedua . . . - 12 - Bagian Kedua Pelaksanaan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Pengirim Paragraf 1 Pelaksanaan Perintah Transfer Dana oleh Bank Pengirim Asal Pasal 14 (1) Penyelenggara Pengirim Asal melaksanakan Perintah Transfer Dana sesuai dengan isi Perintah Transfer Dana yang diterima dari Pengirim Asal dengan memperhatikan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan lain. (2) Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal wajib memperhatikan perjanjian antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal. (3) Dalam hal Dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai, Penyelenggara Pengirim Asal dapat meneliti kewenangan Pengirim Asal atas Dana yang akan ditransfer, kecuali diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Penyelenggara Pengirim Asal dapat melakukan Pengaksepan terhadap Perintah Transfer Dana apabila memenuhi persyaratan: a. Perintah Transfer Dana memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali informasi identitas Penyelenggara Penerima Akhir bagi Transfer Dana yang diserahkan secara tunai; b. tersedia Dana yang cukup dari Pengirim Asal; c. Penyelenggara Pengirim Asal telah melakukan Autentikasi; dan d. Perintah Transfer Dana telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Transfer Dana. (2) Penyelenggara Pengirim Asal hanya dapat menolak melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana atas dasar alasan yang wajar. Pasal 16 . . . - 13 - Pasal 16 (1) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal melakukan Pengaksepan, Pengaksepan tersebut wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal. (2) Penyimpangan terhadap waktu Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila terdapat: a. alasan yang wajar dan paling lambat dilakukan pada Hari Kerja berikutnya setelah diterimanya Perintah Transfer Dana; atau b. kesepakatan tentang waktu Pengaksepan antara Penyelenggara Pengirim Asal dan Pengirim Asal yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi Penyelenggara Pengirim Asal. Pasal 17 (1) Dalam hal persyaratan Pengaksepan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) terpenuhi, Penyelenggara Pengirim Asal dianggap telah melakukan Pengaksepan jika melakukan kegiatan sebagai berikut: a. melakukan pendebitan Rekening Pengirim Asal; b. menerbitkan Perintah Transfer Dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana yang diterima dari Pengirim Asal; atau c. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada Pengirim Asal melalui media yang disepakati antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal. (2) Penyelenggara Pengirim Asal dianggap telah melakukan Pengaksepan apabila telah menerima Perintah Transfer Dana dan tidak memberikan penolakan dalam waktu 1 (satu) Hari Kerja berikutnya setelah tanggal Perintah Transfer Dana diterima. (3) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal melakukan lebih dari satu kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), saat Pengaksepan terhitung sejak kegiatan Pengaksepan yang dilakukan lebih dahulu. (4) Pelaksanaan . . . - 14 - (4) Pelaksanaan pendebitan Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Pengirim Asal. (5) Apabila pelaksanaan pendebitan Rekening Pengirim Asal oleh Penyelenggara Pengirim Asal dilakukan lebih awal dari tanggal penerbitan Perintah Transfer Dana, Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal terhitung sejak tanggal pendebitan Rekening Pengirim Asal sampai dengan tanggal penerbitan Perintah Transfer Dana. Pasal 18 Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b telah diterbitkan apabila Perintah Transfer Dana telah dikirim oleh Penyelenggara Pengirim Asal kepada Penyelenggara Penerima dan telah diterima oleh Penyelenggara Penerima, baik secara langsung maupun melalui Sistem Transfer Dana. Pasal 19 (1) Penyelenggara Pengirim Asal dapat menolak melakukan Pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal, kecuali diperjanjikan lain. (2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal menolak melakukan Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal wajib memberitahukan penolakan tersebut beserta alasannya kepada Pengirim Asal pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan Pengaksepan. (3) Apabila Penyelenggara Pengirim Asal tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan, Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal yang dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan tanggal pengembalian Dana. Pasal 20 . . . - 15 - Pasal 20 Penyelenggara Pengirim Asal yang telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab kepada Pengirim Asal atas terlaksananya Perintah Transfer Dana sampai dengan Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 21 (1) Penyelenggara Pengirim Asal yang telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana walaupun terjadi keadaan sebagai berikut: a. bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi Penyelenggara Pengirim Asal yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana; b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim Asal; c. kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana; atau d. hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal yang tidak melakukan Perintah Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan tetap berkewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal atas Dana yang seharusnya ditransfer. Pasal 22 Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Penyelenggara Pengirim Asal harus memberitahukan dan melakukan tindak lanjut penanganan Perintah Transfer Dana kepada Pengirim Asal. Pasal 23 . . . - 16 - Pasal 23 (1) Pelaksanaan Perintah Transfer Dana tidak dilanjutkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal jika terdapat perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang dari negara asal atau negara tertuju yang melarang pelaksanaan Perintah Transfer Dana. (2) Dalam hal Transfer Dana tidak dapat diselesaikan oleh Penyelenggara Pengirim Asal karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dana transfer diperlakukan sesuai dengan perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang. Pasal 24 Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Penyelenggara Pengirim Asal harus memberitahukan keadaan tersebut kepada Pengirim Asal pada hari yang sama atau paling lambat pada Hari Kerja berikutnya. Pasal 25 Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana, Penyelenggara Pengirim Asal dapat menggunakan jasa Penyelenggara Penerus. Pasal 26 Dalam hal penggunaan Penyelenggara Penerus ditetapkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerus tidak dapat melaksanakan Perintah Transfer Dana karena dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Penyelenggara Pengirim Asal wajib menerbitkan Perintah Transfer Dana baru atas beban Penyelenggara Pengirim Asal tanpa menunggu pengembalian Dana dari Penyelenggara Penerus yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit. Pasal 27 . . . - 17 - Pasal 27 Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), Pasal 19 ayat (3), dan Pasal 21 ayat (2) serta tata cara pemberitahuan dan penanganan Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Paragraf 2 Pelaksanaan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerus Pasal 28 Kecuali diatur secara khusus dalam Paragraf ini, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 27 berlaku juga terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana dan pelaksanaan atau penolakan Pengaksepan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerus dengan penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus sebelumnya. Pasal 29 Penyelenggara Penerus melaksanakan Perintah Transfer Dana jika telah tersedia Dana yang cukup pada salah satu Rekening sebagai berikut: a. Rekening Penyelenggara Penerus di Penyelenggara Pengirim; b. Rekening Penyelenggara Pengirim di Penyelenggara Penerus; c. Rekening Penyelenggara Penerus di Penyelenggara lain; atau d. Rekening Penyelenggara Penerus di bank sentral. Pasal 30 . . . - 18 - Pasal 30 Dalam hal Penyelenggara Penerus menerima Perintah Transfer Dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya Dana pada Rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16 dan Pasal 17, Pengaksepan Perintah Transfer Dana dilaksanakan oleh Penyelenggara Penerus pada tanggal yang lebih akhir di antara kedua tanggal tersebut. Pasal 31 Penyelenggara Penerus yang telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya atas terlaksananya Perintah Transfer Dana sampai dengan Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Bagian Ketiga Pelaksanaan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerima Akhir Pasal 32 Kecuali diatur secara khusus dalam Bagian ini, pelaksanaan Perintah Transfer Dana dan pelaksanaan atau penolakan Pengaksepan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerima Akhir dilakukan sesuai dengan pelaksanaan Perintah Transfer Dana dan pelaksanaan atau penolakan Pengaksepan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Pengirim Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 27 dengan penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus. Pasal 33 Penyelenggara Penerima Akhir melaksanakan perintah Transfer Dana jika telah tersedia Dana yang cukup pada salah satu Rekening sebagai berikut: a. Rekening . . . - 19 - a. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di Penyelenggara Pengirim; b. Rekening Penyelenggara Pengirim di Penyelenggara Penerima Akhir; c. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di Penyelenggara lain; atau d. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di bank sentral. Pasal 34 (1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir menerima Perintah Transfer Dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya Dana pada Rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17, Pengaksepan Perintah Transfer Dana dilaksanakan oleh Penyelenggara Penerima Akhir pada tanggal yang lebih akhir di antara kedua tanggal tersebut. (2) Dalam hal Perintah Transfer Dana mencantumkan Tanggal Pembayaran dan Tanggal Pembayaran tersebut lebih akhir dari tanggal Pengaksepan, nilai Dana yang dibayarkan dihitung sesuai dengan tanggal valuta pada saat Pengaksepan. Pasal 35 Penyelenggara Penerima Akhir yang telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya atas terlaksananya Perintah Transfer Dana untuk kepentingan Penerima sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 36 (1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan Pengaksepan, Pengaksepan tersebut wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara Pengirim sebelumnya. (2) Penyelenggara . . . - 20 - (2) Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara Pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan sebagai berikut: a. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya; b. melakukan pendebitan Rekening Penyelenggara Pengirim sebelumnya pada Penyelenggara Penerima Akhir; c. mengalokasikan Dana untuk kepentingan Penerima; d. menerima Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara Pengirim sebelumnya dan antara Penyelenggara Penerima Akhir dan Penyelenggara Pengirim tersebut telah terdapat perjanjian bahwa setiap Perintah Transfer Dana yang diterima dari Penyelenggara Pengirim akan dilaksanakan oleh Penyelenggara Penerima Akhir; e. mengkredit Rekening Penerima pada Penyelenggara Penerima Akhir; atau f. mengirimkan pemberitahuan kepada Penerima bahwa Penerima mempunyai hak untuk mengambil Dana hasil transfer. (3) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan lebih dari satu kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), saat Pengaksepan terhitung sejak dilakukan Pengaksepan yang lebih dahulu terjadi. (4) Penyelenggara Penerima Akhir dianggap telah melakukan Pengaksepan apabila Penyelenggara Penerima Akhir tidak melakukan salah satu kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada Hari Kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dan Dana dari Penyelenggara Pengirim sebelumnya. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikecualikan jika terdapat kesepakatan antara Penyelenggara Penerima Akhir dan Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus tentang waktu Pengaksepan yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi Penyelenggara Penerima Akhir. (6) Dalam . . . - 21 - (6) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit sebelum melakukan salah satu kegiatan Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetapi Perintah Transfer Dana dan dananya telah diterima oleh Penyelenggara Penerima Akhir dan tidak terdapat kekeliruan transfer dari Penyelenggara Pengirim, Penyelenggara Penerima Akhir dianggap telah melakukan Pengaksepan atas Perintah Transfer Dana. Pasal 37 (1) Dana hasil transfer yang harus diambil secara tunai oleh Penerima, tetapi belum diambil dalam jangka waktu tertentu setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf f, Penyelenggara Penerima Akhir memberitahukan kembali sebanyak 2 (dua) kali kepada Penerima dalam jangka waktu yang wajar. (2) Dalam hal Dana hasil transfer setelah diberitahukan sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diambil oleh Penerima, Dana tersebut dikembalikan kepada Penyelenggara Pengirim Asal untuk diserahkan kembali kepada Pengirim Asal. (3) Dalam hal Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui keberadaannya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, Dana hasil transfer tersebut diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal kepada Balai Harta Peninggalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 (1) Penyelenggara Penerima Akhir dapat menolak melakukan Pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara Pengirim sebelumnya, kecuali diperjanjikan lain. (2) Penolakan beserta alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan Pengaksepan. (3) Pemberitahuan . . . - 22 - (3) Pemberitahuan pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika tidak terdapat informasi yang cukup mengenai identitas Penyelenggara Pengirim sebelumnya. (4) Apabila Penyelenggara Penerima Akhir tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan, Penyelenggara Penerima Akhir wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya untuk diteruskan kepada Pengirim Asal. (5) Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi oleh Penyelenggara Penerima Akhir kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan jika Penyelenggara Penerima Akhir tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana karena perintah undang-undang. Pasal 39 Ketentuan mengenai tata cara Pengaksepan dan penetapan jangka waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 serta tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Keempat Berakhirnya Proses Transfer Dana Pasal 40 Proses Transfer Dana berakhir pada saat Dana hasil transfer diterima oleh Penerima atau Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). Bagian Kelima . . . - 23 - Bagian Kelima Penundaan Pelaksanaan Transfer Dana Pasal 41 Dalam hal Penyelenggara Penerima telah melakukan Pengaksepan, Penyelenggara Penerima wajib segera melaksanakan Perintah Transfer Dana, kecuali Penyelenggara Penerima melakukan penundaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau adanya permintaan dari pihak yang berwenang. BAB III PEMBATALAN DAN PERUBAHAN TRANSFER DANA Bagian Kesatu Pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Pasal 42 (1) Pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim hanya dapat dilakukan sepanjang permintaan pembatalan tersebut telah diterima oleh Penyelenggara Penerima dan Penyelenggara Penerima mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan pembatalan dan/atau Penyelenggara Penerima Akhir belum melakukan langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). (2) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembatalan oleh Pengirim Asal hanya dapat dilakukan dengan alasan: a. terdapat perjanjian antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal untuk melakukan pembatalan tersebut; atau b. Penyelenggara Penerima tidak melaksanakan Perintah Transfer Dana. (3) Dalam . . . - 24 - (3) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2), permohonan pembatalan Perintah Transfer Dana diproses sesuai dengan ketentuan mengenai permintaan pengembalian Dana. (4) Segala biaya yang timbul sehubungan dengan pembatalan Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan beban Pengirim yang meminta pembatalan. (5) Penyelenggara Pengirim Asal dibebaskan dari segala akibat hukum yang timbul sehubungan dengan pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. (6) Dalam hal terjadi pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi dan mengembalikan biaya transfer kepada Pengirim Asal. (7) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 43 Pembatalan atas Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dilakukan secara tertulis atau dengan sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. Pasal 44 (1) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 dilakukan menurut tata cara yang berlaku dalam setiap Sistem Transfer Dana. (2) Dalam hal Sistem Transfer Dana tidak mengatur mengenai ketentuan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembatalan dilakukan dengan tata cara sesuai dengan kesepakatan antar-Penyelenggara yang terkait dalam proses pembatalan. Bagian Kedua . . . - 25 - Bagian Kedua Pembatalan Perintah Transfer Dana Berdasarkan Penetapan atau Putusan Pengadilan Pasal 45 (1) Pembatalan Perintah Transfer Dana dapat dilakukan berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan. (2) Penyelenggara Penerima dibebaskan dari segala akibat hukum yang timbul sehubungan dengan pembatalan Perintah Transfer Dana berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Ketiga Perubahan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara Pengirim Pasal 46 (1) Perubahan Perintah Transfer Dana hanya dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pengirim jika terjadi kekeliruan yang diatur dalam BAB V Bagian Kedua dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. (2) Perubahan Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Penerima jika Penyelenggara Penerima mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan perubahan dan/atau Penyelenggara Penerima Akhir belum melakukan langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). BAB IV . . . - 26 - BAB IV PENGEMBALIAN DANA Bagian Kesatu Pengembalian Dana dalam Keadaan Memaksa Pasal 47 (1) Dalam hal Perintah Transfer Dana tidak terlaksana karena keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) serta Pengirim Asal meminta pembatalan Perintah Transfer Dana dan pengembalian Dana transfer dari Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal wajib mengembalikan Dana kepada Pengirim Asal. (2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal terlambat mengembalikan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi. Pasal 48 Dalam hal Penyelenggara Penerus tidak dapat melaksanakan Perintah Transfer Dana, pengembalian Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika penggunaan Penyelenggara Penerus terbukti ditentukan oleh Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal wajib mengembalikan Dana kepada Pengirim Asal setelah memperoleh pengembalian Dana dari Penyelenggara Penerus; atau b. jika penggunaan Penyelenggara Penerus terbukti ditentukan oleh Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal wajib mengembalikan Dana kepada Pengirim Asal tanpa menunggu pengembalian Dana dari Penyelenggara Penerus. Pasal 49 . . . - 27 - Pasal 49 Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) serta tata cara pengembalian Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua Pengembalian Dana oleh Penyelenggara yang Dibekukan Kegiatan Usaha atau Dicabut Izin Usaha atau Dinyatakan Pailit Pasal 50 Dalam hal Penyelenggara Pengirim dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Perintah Transfer Dana wajib diselesaikan apabila Perintah Transfer Dana tersebut: a. telah dilaksanakan oleh Penyelenggara Pengirim mulai pukul 00.00 sampai dengan saat dilakukan penutupan sistem operasional Penyelenggara Pengirim yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha; b. telah dilaksanakan oleh Penyelenggara Pengirim mulai pukul 00.00 sampai dengan saat diucapkan putusan pernyataan pailit Penyelenggara Pengirim; atau c. telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana tertentu. Pasal 51 (1) Dalam hal Penyelenggara dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Dana yang sedang dalam proses Transfer Dana wajib dikembalikan kepada: a. Pengirim Asal, jika yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit merupakan Penyelenggara Pengirim Asal dan Perintah Transfer Dana belum dilaksanakan; atau b. Pengirim . . . - 28 - b. Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal, atau Penyelenggara Penerus sebelumnya, jika yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit merupakan Penyelenggara Penerus dan Perintah Transfer Dana belum dilaksanakan. (2) Pelaksanaan pengembalian Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai pengembalian Dana dengan tidak mengurangi ketentuan mengenai kewajiban Penyelenggara Pengirim untuk mengirim Perintah Transfer Dana baru atas beban sendiri. (3) Dalam hal Penyelenggara yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit merupakan Penyelenggara Penerima Akhir, hak atas Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara Penerima Akhir diatur sebagai berikut: a. merupakan hak Penerima jika tidak terdapat kekeliruan dalam pengiriman Perintah Transfer Dana; atau b. merupakan hak Pengirim yang pertama kali melakukan kekeliruan. (4) Mekanisme pengembalian Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, atau kepailitan. Pasal 52 Ketentuan mengenai kewajiban penyelesaian Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan kriteria Perintah Transfer Dana yang belum dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Ketiga . . . - 29 - Bagian Ketiga Pengembalian Dana Berdasarkan Penetapan atau Putusan Pengadilan Pasal 53 (1) Dalam hal terjadi pembatalan Perintah Transfer Dana berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Penyelenggara Penerima Akhir wajib menahan atau menarik kembali Dana hasil transfer sepanjang masih terdapat Dana dalam Rekening Penerima atau Dana tersebut belum dibayarkan secara tunai kepada Penerima. (2) Dana yang ditahan atau ditarik kembali oleh Penyelenggara Penerima Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada pihak yang berhak sesuai dengan penetapan atau putusan Pengadilan. BAB V KETERLAMBATAN DAN KEKELIRUAN TRANSFER DANA SERTA TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA PENERIMA Bagian Kesatu Keterlambatan Transfer Dana Pasal 54 (1) Setiap Penyelenggara yang terlambat melaksanakan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab dengan membayar jasa, bunga, atau kompensasi atas keterlambatan tersebut kepada Penerima. (2) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 55 . . . - 30 - Pasal 55 Dalam hal keterlambatan pelaksanaan Perintah Transfer Dana disebabkan oleh keterlambatan Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir, kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi keterlambatan kepada Penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) tetap merupakan kewajiban Penyelenggara Pengirim Asal dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan penggantian kepada Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima Akhir yang melakukan keterlambatan dalam meneruskan Perintah Transfer Dana. Bagian Kedua Kekeliruan dalam Pelaksanaan Transfer Dana Pasal 56 (1) Dalam hal Penyelenggara Pengirim melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana, Penyelenggara Pengirim harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan atau perubahan. (2) Penyelenggara Pengirim yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Penerima. Pasal 57 (1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan kekeliruan Pengaksepan Perintah Transfer Dana sehingga Pengaksepan dilakukan untuk kepentingan penerima yang tidak berhak, Penyelenggara Penerima Akhir wajib melakukan koreksi atas kekeliruan Pengaksepan dan melakukan tindakan Pengaksepan untuk kepentingan Penerima yang berhak. (2) Penyelenggara Penerima Akhir yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Penerima. Pasal 58 . . . - 31 - Pasal 58 Ketentuan mengenai jenis kekeliruan, tata cara untuk memperbaiki kekeliruan, serta tata cara penghitungan dan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Ketiga Tanggung Jawab Penyelenggara Penerima Dalam Membantu Pelaksanaan Transfer Dana Pasal 59 Penyelenggara Penerima bertanggung jawab membantu Pengirim Asal dan setiap Penyelenggara Pengirim sebelumnya atau Penyelenggara Penerus mengenai penyelesaian pelaksanaan Perintah Transfer Dana sampai dengan selesainya pelaksanaan Transfer Dana, termasuk jika terjadi pembatalan atau koreksi Perintah Transfer Dana. BAB VI PELAKSANAAN TRANSFER DEBIT Pasal 60 Transfer debit merupakan rangkaian 2 (dua) kegiatan yang tidak terpisahkan, yang meliputi: a. permintaan pembayaran, yaitu kegiatan Penyelenggara Pengirim Transfer Debit, baik untuk kepentingannya sendiri maupun atas permintaan Pengirim Transfer Debit dengan menggunakan sarana transfer debit yang diterbitkan sendiri atau dengan menggunakan sarana transfer debit tertentu yang diterbitkan oleh Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, untuk menagih Penyelenggara Pembayar Transfer Debit dan melakukan Transfer Dana atas beban Penyelenggara Pembayar Transfer Debit sendiri atau atas perintah dan beban Pembayar Transfer Debit; dan b. pelaksanaan . . . - 32 - b. pelaksanaan pembayaran, yaitu kegiatan Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, baik atas beban dirinya sendiri maupun atas perintah dan beban Pembayar Transfer Debit melaksanakan Transfer Dana kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit, untuk kepentingan Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit sendiri atau untuk diteruskan kepada Penerima Akhir Transfer Debit. Pasal 61 Sarana transfer debit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 berfungsi sebagai Perintah Transfer Debit. Pasal 62 (1) Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit hanya dapat melakukan Pengaksepan terhadap Perintah Transfer Debit jika seluruh persyaratan sebagai berikut telah terpenuhi: a. Perintah Transfer Debit memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali informasi mengenai identitas Pengirim Asal Transfer Debit; b. Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit telah melakukan Autentikasi jika diperlukan; c. Perintah Transfer Debit telah memenuhi ketentuan internal yang berlaku pada Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit; dan d. Perintah Transfer Debit telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan Transfer Dana. (2) Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Debit dari Pengirim Asal Transfer Debit jika telah melakukan salah satu kegiatan sebagai berikut: a. menerbitkan sarana Perintah Transfer Debit untuk kepentingan Pengirim Asal Transfer Debit; b. meneruskan . . . - 33 - b. meneruskan sarana transfer debit tertentu kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit; atau c. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada Pengirim Asal Transfer Debit melalui media yang disepakati Pengirim Asal Transfer Debit. (3) Pengaksepan bagi Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit dalam Bab ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 sampai dengan Pasal 20. (4) Dalam hal pelaksanaan transfer debit didasarkan pada perintah dari Pengirim Asal Transfer Debit untuk melakukan pendebitan langsung atas Rekening Pembayar Transfer Debit, Pengaksepan oleh Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit hanya dilakukan jika terdapat kesepakatan tertulis di antara pihak terkait dalam pelaksanaan transfer debit. Pasal 63 (1) Penyelenggara Pembayar Transfer Debit hanya dapat melakukan Pengaksepan terhadap Perintah Transfer Debit jika seluruh persyaratan sebagai berikut telah terpenuhi: a. Perintah Transfer Debit memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali informasi mengenai identitas Pengirim Asal Transfer Debit; b. Penyelenggara Pembayar Transfer Debit telah melakukan Autentikasi jika diperlukan; c. Perintah Transfer Debit memenuhi ketentuan internal yang berlaku pada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit; d. Perintah Transfer Debit telah memenuhi peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan Transfer Dana; dan e. dalam . . . - 34 - e. dalam hal pelaksanaan transfer debit didasarkan pada perintah dari Penerima Akhir Transfer Debit untuk mendebit Rekening Penyelenggara Pembayar Transfer Debit atau Rekening Pembayar Transfer Debit, Pengaksepan oleh Penyelenggara Pembayar Transfer Debit hanya dilakukan jika Perintah Transfer Debit sesuai dengan kesepakatan tertulis di antara para pihak. (2) Penyelenggara Pembayar Transfer Debit dianggap telah melakukan Pengaksepan jika telah melakukan pendebitan Rekening Pembayar Transfer Debit. (3) Dalam hal Penyelenggara Pembayar Transfer Debit melakukan Pengaksepan, Penyelenggara Pembayar Transfer Debit wajib membayarkan Dana kepada Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit sesuai dengan Perintah Transfer Debit yang diterimanya dari Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit pada tanggal yang sama dengan tanggal pendebitan Rekening Pembayar Transfer Debit. (4) Penyimpangan terhadap waktu Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan jika terdapat alasan dan jangka waktu yang wajar. Pasal 64 (1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit menerima Perintah Transfer Debit dari Pengirim Asal Transfer Debit yang memuat permintaan pendebitan: a. lebih dari satu Pembayar Transfer Debit untuk untung satu Rekening Pengirim Asal Transfer Debit; dan/atau b. satu Pembayar Transfer Debit untuk untung lebih dari satu Rekening Pengirim Asal Transfer Debit yang sama, setiap permintaan pendebitan tersebut dianggap sebagai satu Perintah Transfer Debit. (2) Dalam . . . - 35 - (2) Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah nominal yang tercantum dalam Perintah Transfer Debit yang diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit dan jumlah nominal yang dibayar oleh Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit wajib menolak dan mengembalikan Dana kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit. (3) Penyimpangan terhadap kewajiban pengembalian Dana dan pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang wajar dan jangka waktu yang ditentukan. (4) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit menolak dan mengembalikan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Pembayar Transfer Debit wajib menyampaikan kembali Dana kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Perintah Transfer Debit. (5) Penyimpangan terhadap kewajiban menyampaikan kembali Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dilakukan berdasarkan alasan yang wajar dan dalam jangka waktu yang ditentukan. (6) Dalam hal terjadi kekeliruan penyampaian Dana yang jumlahnya tidak sesuai dengan Perintah Transfer Debit, Penyelenggara Pembayar Transfer Debit membayar jasa, bunga, atau kompensasi. (7) Ketentuan mengenai jangka waktu, tata cara perhitungan, dan pengenaan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 65 (1) Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah uang yang ditulis dalam huruf dan yang ditulis dalam angka pada Perintah Transfer Debit: a. Penyelenggara Penerima Transfer Debit dapat menolak untuk melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Debit; atau b. Penyelenggara . . . - 36 - b. Penyelenggara Penerima Transfer Debit dapat melakukan Pengaksepan dengan ketentuan: 1. jumlah uang yang berlaku sesuai dengan yang tertulis dalam huruf; dan 2. jika jumlah uang yang dicantumkan dalam huruf dan/atau angka ditulis berulang-ulang, dalam hal terdapat perbedaan, berlaku jumlah uang yang terkecil. (2) Dalam hal Penyelenggara Penerima Transfer Debit menolak melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Debit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Penyelenggara Penerima Transfer Debit wajib mengembalikan Perintah Transfer Debit sesegera mungkin dan paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja kepada Pengirim Transfer Debit disertai dengan alasan penolakan. Pasal 66 Kegiatan pelaksanaan pembayaran dalam transfer debit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Transfer Dana, kecuali ditentukan lain dalam Bab ini, dengan penyesuaian penyebutan sebagai berikut: a. Pengirim Asal menjadi Pembayar Transfer Debit; b. Penyelenggara Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Pembayar Transfer Debit; c. Penyelenggara Penerima Akhir menjadi Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit; dan d. Penerima menjadi Pengirim Asal Transfer Debit. Pasal 67 Dalam hal terdapat ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai sarana transfer debit yang digunakan sebagai Perintah Transfer Debit, penggunaan sarana transfer debit tersebut tunduk pada setiap ketentuan tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini. BAB VII . . . - 37 - BAB VII BIAYA TRANSFER DANA Pasal 68 (1) Setiap Penyelenggara Penerima berhak mengenakan biaya Transfer Dana. (2) Penyelenggara Pengirim Asal wajib memberikan informasi mengenai besarnya biaya Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengirim Asal. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan biaya dan kewajiban pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. BAB VIII PERIZINAN PENYELENGGARA TRANSFER DANA Pasal 69 (1) Badan usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan penyelenggaraan Transfer Dana wajib berbadan hukum Indonesia dan memperoleh izin dari Bank Indonesia. (2) Syarat dan tata cara perizinan Penyelenggara Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 70 Badan Usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan penyelenggaraan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang ini. BAB IX . . . - 38 - BAB IX PENGATURAN KOMPENSASI BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Pasal 71 (1) Segala kewajiban yang berkaitan dengan pembayaran jasa dan bunga yang diatur dalam Undang-Undang ini bagi kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh Penyelenggara yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berlaku ketentuan kompensasi berdasarkan prinsip syariah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. BAB X PEMANTAUAN Pasal 72 (1) Pemantauan terhadap penyelenggaraan Transfer Dana oleh Penyelenggara dilakukan oleh Bank Indonesia. (2) Dalam melakukan kegiatan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia berkoordinasi dengan otoritas pengawas terkait. (3) Pemantauan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemantauan langsung dan/atau pemantauan tidak langsung. (4) Pemantauan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemeriksaan berkala dan/atau setiap waktu apabila diperlukan. (5) Pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui penelitian terhadap laporan, keterangan, dan penjelasan penyelenggaraan Transfer Dana. (6) Bank . . . - 39 - (6) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia dalam melaksanakan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (7) Pihak lain yang melaksanakan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemantauan. Pasal 73 Penyelenggara wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan penyelenggaraan Transfer Dana kepada Bank Indonesia. Pasal 74 Dalam hal Penyelenggara tidak memenuhi kewajiban dalam rangka pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, dan/atau penyampaian laporan, keterangan, dan penjelasan sebagaimana dimaksud Pasal 73, Bank Indonesia berwenang mengenakan sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. denda administratif; c. pembekuan sementara kegiatan usaha Transfer Dana; atau d. pencabutan izin kegiatan usaha Transfer Dana. Pasal 75 Ketentuan mengenai ruang lingkup dan tata cara pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, tata cara penyampaian laporan, keterangan, dan penjelasan penyelenggaraan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, serta tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. BAB XI . . . - 40 - BAB XI ALAT BUKTI DAN BEBAN PEMBUKTIAN Pasal 76 (1) (2) Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalam kegiatan Transfer Dana merupakan alat bukti hukum yang sah. Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Pasal 77 Tanda tangan elektronik dalam kegiatan Transfer Dana memiliki kekuatan hukum yang sah. Pasal 78 Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana yang menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau Penerima, Penyelenggara dan/atau pihak lain yang mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana tersebut. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 79 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan penyelenggaraan Transfer Dana tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Selain . . . - 41 - (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang melakukan kegiatan penyelenggaraan Transfer Dana tanpa izin wajib menghentikan seluruh kegiatan penyelenggaraan Transfer Dananya. Pasal 80 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum membuat atau menyimpan sarana Perintah Transfer Dana dengan maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain untuk menggunakannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (2) Setiap orang yang menggunakan dan/atau menyerahkan sarana Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Pasal 81 Setiap orang yang secara melawan hukum mengambil atau memindahkan sebagian atau seluruh Dana milik orang lain melalui Perintah Transfer Dana palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 82 Penerima yang dengan sengaja menerima atau menampung, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, suatu Dana yang diketahui atau patut diduga berasal dari Perintah Transfer Dana yang dibuat secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 83 . . . - 42 - Pasal 83 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum mengubah, menghilangkan, atau menghapus sebagian atau seluruh informasi yang tercantum dalam Perintah Transfer Dana dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian Pengirim dan/atau Penerima yang berhak dan/atau pihak lain, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 84 Setiap orang yang secara melawan hukum merusak Sistem Transfer Dana dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 85 Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 86 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, atau Pasal 83 dilakukan oleh pengurus, pejabat, dan/atau pegawai Penyelenggara, dipidana dengan pidana pokok maksimum ditambah 1/3 (satu pertiga). Pasal 87 . . . - 43 - Pasal 87 (1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 dilakukan oleh korporasi, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. (2) Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan. (3) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana: a. dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. (4) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda maksimum ditambah 2/3 (dua pertiga). Pasal 88 Di samping pidana pokok, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), Pasal 81, Pasal 83 ayat (2), atau Pasal 85 juga dapat dikenai kewajiban pengembalian Dana hasil tindak pidana beserta jasa, bunga, atau kompensasi kepada pihak yang dirugikan. BAB XIII . . . - 44 - BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 89 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. orang perseorangan atau badan usaha bukan badan hukum yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara Transfer Dana wajib berbadan hukum Indonesia dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun; b. badan usaha yang telah melakukan penyelenggaraan Transfer Dana dan telah memperoleh izin dari institusi lain di luar Bank Indonesia izinnya tetap berlaku dan diakui sebagai Penyelenggara setelah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan; dan c. badan usaha yang telah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib menyesuaikan kegiatannya sesuai dengan Undang- Undang ini dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 90 Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Transfer Dana yang diatur dalam peraturan perundang- undangan lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 91 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 45 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Maret 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Maret 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 39 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian, SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA I. UMUM Meningkatnya kegiatan perekonomian nasional merupakan salah satu faktor utama dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap iklim usaha di Indonesia. Meningkatnya kepercayaan masyarakat tersebut antara lain tercermin dari arus transaksi perpindahan Dana yang terus menunjukkan peningkatan tidak saja dari sisi jumlah transaksi, tetapi juga dari sisi nilai nominal transaksinya. Selain faktor kelancaran dan kenyamanan dalam pelaksanaan Transfer Dana, faktor kepastian dan pelindungan hukum bagi para pihak terkait juga merupakan faktor utama dalam Transfer Dana. Untuk mewujudkan upaya tersebut dan dalam rangka mencapai tujuan akhir untuk menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran, perlu adanya peraturan yang komprehensif tentang kegiatan Transfer Dana. Belum adanya peraturan yang komprehensif dalam bentuk undang-undang yang mengatur kegiatan Transfer Dana mengakibatkan permasalahan yang timbul dalam kegiatan Transfer Dana pada saat ini terkendala dalam penyelesaiannya. Di sisi lain, perkembangan perekonomian internasional sudah semakin terintegrasi dengan pasar keuangan global. Pergerakan Dana secara lintas batas (cross border) telah menjadi kebutuhan para pelaku ekonomi dunia dan menuntut adanya pemanfaatan yang optimal atas kondisi tersebut dari pemerintah dan otoritas yang berwenang sebagai salah satu upaya dalam memajukan perekonomian nasional. Sebagai suatu transaksi yang bersifat universal, kegiatan Transfer Dana semakin melibatkan banyak pihak, baik pihak dalam negeri maupun luar negeri. Pihak luar negeri sebagai mitra pelaku usaha dalam negeri perlu mendapat keyakinan terkait dengan kelancaran dan keamanan pelaksanaan Transfer Dana di Indonesia. Jaminan tersedianya peraturan perundang-undangan yang memadai tentang kegiatan Transfer Dana sangat diperlukan tidak hanya untuk pihak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Jika … - 2 - Jika melihat kompleksitas permasalahan dan luasnya materi yang diatur, pengaturan kegiatan Transfer Dana tidak cukup hanya dituangkan dalam ketentuan yang lebih rendah dari undang-undang. Selain itu, pengaturan tentang alat bukti dan aspek pemidanaan dalam kegiatan Transfer Dana menuntut kepastian agar hal tersebut dapat diterapkan secara tegas oleh seluruh pihak dan otoritas terkait, baik dalam penyelesaian perselisihan maupun tindak pidana dalam kegiatan Transfer Dana. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan Transfer Dana, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa prinsip pengaturan, seperti pengecualian terhadap prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 (zero hour rules), prinsip pembayaran atau penyelesaian pembayaran yang telah memenuhi persyaratan bersifat final (finality of payment/finality of settlement), dan prinsip penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus payment). Dengan tidak dianutnya prinsip zero hour rules, Transfer Dana yang telah dilaksanakan setelah pukul 00.00 pada hari itu sampai dengan saat ditutupnya sistem operasional Penyelenggara yang berupa Bank atau diucapkannya putusan pailit Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank wajib diselesaikan. Dengan demikian, Dana yang telah ditransfer kepada Penyelenggara Penerima tidak dapat ditarik kembali. Untuk memperkuat pengaturan tersebut, dalam Undang-Undang ini juga dianut prinsip finality of payment/finality of settlement yang merupakan penjabaran dari pengecualian prinsip zero hour rules, yaitu Dana yang telah berpindah dari satu lembaga ke lembaga lain pada prinsipnya bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali. Apabila proses tersebut dikaitkan dengan kewajiban Penerima sebagai penjual untuk menyerahkan suatu barang setelah diterimanya Dana dari Pengirim Asal selaku pembeli, sejak saat itu pula Penerima berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dibeli kepada Pengirim Asal (prinsip delivery versus payment). Untuk memberikan pengaturan yang sama kepada seluruh Penyelenggara dalam melakukan kegiatan Transfer Dana, pengaturan dalam Undang- Undang ini tidak saja berlaku bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional, tetapi juga berlaku bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Untuk Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, ketentuan yang terkait dengan jasa bunga, atau kompensasi dan kewajiban lain disesuaikan berdasarkan prinsip syariah. Untuk … - 3 - Untuk menjamin pemenuhan seluruh aspek tersebut, termasuk aspek pelindungan konsumen, pemenuhan prinsip pengenalan nasabah, serta pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang dalam Transfer Dana, baik yang dilakukan oleh Bank maupun badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, diperlukan adanya pengaturan mengenai perizinan dan bentuk pemantauan kegiatan Transfer Dana. Untuk badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank, kegiatan Transfer Dana pada prinsipnya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang. Selain itu, kegiatan Transfer Dana tersebut wajib dilaporkan secara periodik kepada otoritas yang berwenang sebagai bentuk pemantauan dalam kegiatan Transfer Dana. Khusus untuk Bank, mengingat kegiatan Transfer Dana merupakan salah satu kegiatan usaha Bank, maka penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana oleh Bank tidak memerlukan persetujuan dari otoritas yang berwenang. Namun, pelaksanaan kegiatan Transfer Dana oleh Bank tetap harus memenuhi segala aspek yang ditentukan dalam Undang-Undang ini, termasuk kewajiban pelaporan atas kegiatan tersebut. Berkaitan dengan alat bukti, mengingat hampir seluruh kegiatan Transfer Dana melibatkan penggunaan media elektronik, dalam Undang-Undang ini diatur secara tegas cakupan alat bukti yang meliputi pula informasi, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Pengaturan tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan alat bukti dalam transaksi elektronik sehingga dapat meningkatkan kepastian hukum bagi para pihak dalam melakukan kegiatan Transfer Dana. Mengingat tindak pidana dalam berbagai transaksi saat ini tidak saja dilakukan oleh individu, tetapi juga melibatkan korporasi, dalam Undang-Undang ini juga diatur aspek pemidanaan terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana dalam kegiatan Transfer Dana. Dengan diaturnya segala aspek terkait dengan kegiatan Transfer Dana, diharapkan para pihak, baik pihak dalam negeri maupun luar negeri, semakin yakin dan merasa aman melakukan kegiatan Transfer Dana tidak hanya dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga dari dalam ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dari luar ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi tersebut secara langsung berdampak pada meningkatnya transaksi Transfer Dana yang pada akhirnya juga akan mendorong kelancaran perkembangan ekonomi tanah air. II. PASAL … - 4 - II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan ”Transfer Dana intra-Penyelenggara” adalah Transfer Dana yang dilakukan oleh satu Penyelenggara yang sama, baik dilakukan antarkantor Penyelenggara yang sama maupun dalam satu kantor Penyelenggara yang sama. Contoh: Pelaksanaan transfer dari nasabah A ke nasabah B melalui Bank yang sama atau dari nasabah A ke nasabah B melalui badan usaha bukan Bank yang sama. Yang dimaksud dengan ”Transfer Dana antar-Penyelenggara” adalah Transfer Dana yang dilakukan oleh Penyelenggara yang berbeda, baik dilakukan antar-Bank, antarbadan usaha bukan Bank, maupun antara Bank dan badan usaha bukan Bank. Contoh: Pelaksanaan transfer dari nasabah A melalui Bank X ke nasabah B melalui Bank Y atau dari nasabah A pada badan usaha bukan Bank X ke nasabah B melalui badan usaha bukan Bank Y. Termasuk dalam pengertian ”Penyelenggara Pengirim dan Penyelenggara Penerima yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah kantor Bank asing yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Dalam proses Transfer Dana, prinsip setiap kantor Penyelenggara, baik Penyelenggara yang sama maupun Penyelenggara yang berbeda, dianggap sebagai pihak yang berbeda dimaksudkan untuk menegaskan pelaksanaan kewajiban dari setiap kantor Penyelenggara dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana. Namun, prinsip tersebut tidak berlaku dalam kaitannya dengan tanggung jawab Penyelenggara sebagai korporasi. Huruf b … - 5 - Huruf b Prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 yang disebut zero hour rules merupakan suatu prinsip dalam hukum kepailitan yang menetapkan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh Penyelenggara setelah pukul 00.00 pada tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha Bank, atau diucapkannya pernyataan pailit badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank tersebut dianggap batal atau tidak berlaku. Dengan tidak berlakunya prinsip zero hour rules, seluruh Transfer Dana yang telah dilaksanakan setelah pukul 00.00 pada hari itu sampai dengan saat ditutupnya sistem operasional Bank atau diucapkannya putusan pernyataan pailit badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank tidak menjadi batal dan wajib diselesaikan. Dengan demikian, Dana yang telah ditransfer kepada Penyelenggara Penerima tidak dapat ditarik kembali. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran sistem pembayaran dan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Dengan tidak berlakunya prinsip zero hour rules, dalam hal terjadi kondisi: 1) Pengirim Asal dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Dana tetap diteruskan kepada Penerima. Dengan adanya kondisi tersebut, tim likuidasi atau kurator dari Pengirim Asal berhak menilai transaksi atau motif yang mendasari pelaksanaan Transfer Dana. Dalam hal terdapat ketidakbenaran atau ketidakabsahan transaksi atau motif tersebut, tim likuidasi atau kurator dapat mengajukan permintaan pembatalan transaksi dan meminta Dana yang telah ditransfer oleh Pengirim Asal untuk dikembalikan sebagai budel likuidasi atau budel pailit. Dalam hal Penyelenggara berupa Bank, tim likuidasi berhak menilai motif pelaksanaan transfer dan meminta pembatalan Transfer Dana jika terbukti pelaksanaan transfer dilakukan dengan maksud untuk merugikan Bank. 2) Penyelenggara Pengirim dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Perintah Transfer Dana yang telah dilaksanakan mulai pukul 00.00 sampai dengan: a. saat dilakukannya penutupan sistem operasional Penyelenggara Pengirim yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha; atau b. saat … - 6 - b. saat diucapkannya putusan pernyataan pailit Penyelenggara Pengirim, wajib diselesaikan. 3) Penyelenggara Penerima dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Dana dari Perintah Transfer Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara Penerima menjadi hak Penerima yang penyelesaiannya dilakukan oleh tim likuidasi atau kurator Penyelenggara Penerima sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Prinsip pembayaran atau penyelesaian pembayaran yang telah memenuhi persyaratan bersifat final (finality of payment/finality of settlement) merupakan sebuah prinsip bahwa Dana yang telah berpindah dari satu Penyelenggara ke Penyelenggara lain bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh Penyelenggara Pengirim, kecuali terdapat permintaan pembatalan dari Penyelenggara Pengirim dengan mekanisme pembatalan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Huruf d Yang dimaksud dengan “prinsip penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus payment)” adalah suatu prinsip bahwa jika Transfer Dana merupakan suatu kewajiban yang timbul dari perjanjian lain antara Pengirim dan Penerima pada saat Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana, kewajiban Pengirim untuk melakukan pembayaran kepada Penerima telah selesai dan Pengirim berhak atas objek yang diperjanjikan. Huruf e Yang dimaksud dengan “mekanisme netting” adalah suatu proses perhitungan hak dan kewajiban antara 2 (dua) pihak atau lebih yang dilakukan oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana dengan memperhitungkan secara langsung hasil akhir hak dan kewajiban yang dimiliki para pihak tersebut (offsetting). Penyelenggara Sistem Transfer Dana yang menggunakan mekanisme perhitungan secara netting harus melaksanakan setiap Perintah Transfer Dana yang telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana tersebut dan Perintah Transfer Dana tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh pihak Pengirim. Dalam hal … - 7 - Dalam hal terdapat keputusan pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha Bank atau keputusan pernyataan pailit badan usaha bukan Bank berbadan hukum merupakan peserta suatu Sistem Transfer Dana yang menggunakan mekanisme netting, penyelenggara Sistem Transfer Dana tersebut tetap melaksanakan proses perhitungan atas Perintah Transfer Dana yang telah diterima untuk atau dari peserta yang bersangkutan pada tanggal diberlakukannya keputusan likuidasi atau pailit tersebut. Dengan demikian, seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh peserta yang dikenai pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha atau pailit pada tanggal diterbitkannya keputusan pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha atau diucapkannya putusan pernyataan pailit tetap diperhitungkan dan dilakukan penyelesaian akhirnya sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Sistem Transfer Dana tersebut. Contoh: Putusan pailit diucapkan di Jakarta pada tanggal 30 November 2010 pukul 13.00 WIB maka seluruh Perintah Transfer Dana yang telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana pada tanggal 30 November 2010 pukul 00.00 WIB sampai dengan sebelum pukul 13.00 WIB tetap diperhitungkan dan dilakukan penyelesaian akhirnya. Dalam hal hasil netting menunjukkan bahwa peserta yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit memiliki kewajiban kepada penyelenggara atau peserta lain, peserta yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit harus memenuhi kewajiban pembayaran tersebut sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan mengenai Sistem Transfer Dana dimaksud. Dalam hal hasil netting menunjukkan bahwa peserta yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit memiliki hak untuk memperoleh pembayaran dari penyelenggara atau peserta lain, peserta yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit harus memperoleh pembayaran tersebut sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan mengenai Sistem Transfer Dana dimaksud. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 … - 8 - Pasal 5 Ayat (1) Dengan adanya Pengaksepan dari Penyelenggara Penerima atas Perintah Transfer Dana dari Pengirim, hal itu berarti telah ada kesepakatan dari Penyelenggara Penerima untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana dari Pengirim. Ayat (2) Pengaturan sebagai perjanjian yang terpisah dan berdiri sendiri pada ayat ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa walaupun Transfer Dana merupakan suatu rangkaian kegiatan, hubungan hukum di antara setiap pihak dalam proses Transfer Dana diatur berdasarkan kesepakatan di antara setiap pihak yang terlibat dalam setiap perjanjian Transfer Dana. Dengan demikian, batalnya salah satu perjanjian tidak dengan sendirinya membatalkan perjanjian lain. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ”dibuat secara baku” adalah perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh Penyelenggara Pengirim atau Penyelenggara Penerima Akhir. Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan” antara lain undang-undang yang mengatur mengenai pelindungan konsumen. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Yang dimaksud dengan “ketentuan rahasia Bank” adalah ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”Perintah Transfer Dana dapat disampaikan secara elektronik” adalah Perintah Transfer Dana yang dibuat dengan media elektronik yang digunakan dalam proses pelaksanaan Perintah Transfer Dana. Sistem elektronik yang digunakan untuk memproses Perintah Transfer Dana yang disampaikan secara elektronik tunduk pada peraturan … - 9 - peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transaksi elektronik, seperti sertifikasi terhadap sistem penyelenggaraan Transfer Dana secara elektronik tersebut. Ayat (2) Perintah Transfer Dana yang dapat diberikan untuk lebih dari satu kali pembayaran dalam ketentuan ini antara lain standing instruction, yaitu Pengirim cukup menerbitkan Perintah Transfer Dana satu kali untuk dilaksanakan lebih dari satu kali oleh Penyelenggara Pengirim. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Dalam Perintah Transfer Dana yang disampaikan secara elektronik melalui sistem elektronik yang disepakati untuk digunakan oleh Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal, pencantuman tanggal Perintah Transfer Dana dilakukan secara otomatis oleh sistem komputer. Huruf f Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Transfer Dana” antara lain ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang dan prinsip mengenal nasabah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) … - 10 - Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan ”berita atau pesan” antara lain keterangan mengenai peruntukan Dana yang ditransfer. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Kewajiban pemberitahuan kepada Pengirim Asal dilakukan dengan menggunakan sarana komunikasi yang lazim digunakan oleh Penyelenggara, baik elektronik maupun nonelektronik. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 10 Penyelenggara Pengirim Asal dapat menyepakati adanya Tanggal Pelaksanaan hanya apabila Penyelenggara Pengirim Asal menyediakan fasilitas Perintah Transfer Dana titipan yang pelaksanaannya dilakukan kemudian. Dalam hal Tanggal Pelaksanaan telah disepakati, Penyelenggara Pengirim Asal melaksanakan Perintah Transfer Dana pada Tanggal Pelaksanaan. Pasal 11 … - 11 - Pasal 11 Penyelenggara memberikan perkiraan lamanya waktu sesuai dengan praktik yang umum berlaku di dalam kegiatan Transfer Dana dan perkiraan lamanya waktu tersebut tidak mengikat Penyelenggara Pengirim Asal.. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “dapat dibayarkan” adalah sesuai dengan pengertian Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan lain” antara lain peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”perjanjian antara Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal” antara lain berupa perjanjian pembukaan Rekening dan perjanjian pengiriman uang. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” misalnya peraturan mengenai tindak pidana pencucian uang. Pasal 15 … - 12 - Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “tersedia Dana yang cukup” adalah Dana dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana yang telah disetorkan secara tunai oleh Pengirim Asal atau telah tersedia dalam Rekening Pengirim Asal di Penyelenggara Pengirim Asal, termasuk fasilitas cerukan atau kredit lain. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Transfer Dana” antara lain peraturan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan valuta asing. Ayat (2) Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana antara lain Penyelenggara Pengirim Asal tidak sanggup melaksanakan Perintah Transfer Dana sesuai dengan Tanggal Pembayaran atau Penyelenggara Pengirim Asal tidak dapat menggunakan jasa Penyelenggara Penerus yang telah ditunjuk oleh Pengirim Asal. Pasal 16 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Huruf a Dalam ketentuan ini alasan yang wajar antara lain penyerahan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal kepada Penyelenggara Pengirim Asal telah mendekati berakhirnya jam operasional Penyelenggara Pengirim Asal sehingga Penyelenggara Pengirim Asal tidak memungkinkan memproses Perintah Transfer Dana pada hari yang sama. Huruf b … - 13 - Huruf b Kesepakatan tentang waktu Pengaksepan tidak harus dalam bentuk kontrak, tetapi dapat juga dalam bentuk kesepakatan secara lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penyelenggara yang berwenang. Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Perintah Transfer Dana yang diterbitkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal dapat berbentuk, antara lain: a. warkat transfer; b. data elektronik yang berisi Perintah Transfer Dana untuk diproses dalam Sistem Transfer Dana; atau c. pemrograman dalam aplikasi komputer untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Dalam ketentuan ini kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dimaksudkan untuk menegaskan hak Pengirim Asal yang rekeningnya telah didebit oleh Penyelenggara Pengirim Asal, sementara Penyelenggara Pengirim Asal belum menerbitkan Perintah Transfer Dana kepada Penyelenggara Penerima. Pasal 18 … - 14 - Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab Penyelenggara Pengirim Asal sehingga Penyelenggara Pengirim Asal tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan ”keadaan bahaya” adalah keadaan bahaya yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan ”huru-hara” termasuk pertikaian antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional Penyelenggara. Yang dimaksud dengan ”Penyelenggara Pengirim Asal yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana” adalah kantor Penyelenggara yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. Dalam hal Penyelenggara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang mengintegrasikan seluruh sistem akuntansi dan/atau Sistem Transfer Dana Penyelenggara tersebut, pengertian Penyelenggara Pengirim Asal yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana termasuk kantor Penyelenggara tempat pusat kendali komputer dioperasikan. Huruf b Yang dimaksud dengan ”kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim Asal” antara lain kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir. Huruf c … - 15 - Huruf c Yang dimaksud dengan ”kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana” adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana secara keseluruhan tidak dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti. Kegagalan sistem yang hanya terjadi di Penyelenggara Pengirim Asal tidak tergolong pengertian kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana. Huruf d Yang dimaksud dengan “hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” antara lain keputusan Bank Indonesia mengenai penghentian sementara Penyelenggara Pengirim Asal dari kegiatan kliring atau kegiatan Sistem Transfer Dana lain. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 22 Pemberitahuan dapat dilakukan melalui surat atau sarana tertulis lain kepada Pengirim Asal atau melalui media cetak. Dalam hal pemberitahuan tersebut dilakukan melalui media cetak, pemberitahuan tersebut sekurang-kurangnya harus dimuat dalam satu media cetak yang mempunyai oplah terbesar di setiap wilayah tempat Penyelenggara dan/atau kantor Penyelenggara yang tidak dapat beroperasi tersebut berada. Pasal 23 Ayat (1) Perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang dari suatu negara yang melarang pelaksanaan Perintah Transfer Dana antara lain dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. Yang dimaksud dengan “negara asal atau negara tertuju” adalah negara asal Pengirim atau negara tempat Dana akan diterima. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 24 … - 16 - Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Kewajiban penerbitan Perintah Transfer Dana baru merupakan konsekuensi dari tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum antara Penyelenggara Pengirim Asal dan Pengirim Asal untuk mengirimkan Dana kepada Penerima sesuai dengan Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Penerus sebelumnya diperlukan apabila Penyelenggara Pengirim Asal menggunakan lebih dari satu Penyelenggara Penerus. Pasal 29 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “Penyelenggara lain” adalah Penyelenggara selain bank sentral yang memelihara Rekening Penyelenggara Penerus. Huruf d Cukup jelas. Pasal 30 … - 17 - Pasal 30 Penggunaan tanggal yang lebih akhir dimaksudkan agar Penyelenggara Penerus telah memiliki informasi yang cukup untuk meneruskan Perintah Transfer Dana dan telah menerima Dana untuk ditransfer. Pasal 31 Pembatasan tanggung jawab Penyelenggara Penerus dimaksudkan agar Penyelenggara Penerus tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 32 Yang dimaksud dengan “penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus” adalah perubahan posisi para pihak, yaitu Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus berposisi sebagai Pengirim Asal. Pasal 33 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “Penyelenggara lain” adalah Penyelenggara selain bank sentral yang memelihara Rekening Penyelenggara Penerima Akhir. Huruf d Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Penggunaan tanggal yang lebih akhir dimaksudkan agar Penyelenggara Penerima Akhir telah memiliki informasi untuk meneruskan Perintah Transfer Dana dan telah menerima Dana untuk dibayarkan. Ayat (2) … - 18 - Ayat (2) Penggunaan tanggal valuta sesuai dengan tanggal Pengaksepan disebabkan kewajiban Penyelenggara muncul pada saat Penyelenggara melakukan Pengaksepan. Pasal 35 Terlaksananya Perintah Transfer Dana untuk kepentingan Penerima ditandai dengan dilakukannya salah satu kegiatan Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab Penyelenggara Penerima Akhir sehingga Penyelenggara Penerima Akhir tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan ”mengalokasikan Dana untuk kepentingan Penerima” adalah menyediakan Dana pada Rekening tertentu di Penyelenggara Penerima Akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada Penerima. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Ayat (3) … - 19 - Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “kesepakatan“ adalah tidak harus dalam bentuk kontrak, tetapi dapat juga dalam bentuk lain, antara lain kesepakatan secara lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penyelenggara yang berwenang. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana antara lain: a. Perintah Transfer Dana bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; b. Penyelenggara Penerima Akhir tidak dapat melaksanakan Perintah Transfer Dana sesuai dengan Tanggal Pembayaran; c. terdapat perbedaan nomor Rekening dan nama Rekening Penerima; dan d. Perintah Transfer Dana diterima oleh Penyelenggara Penerima Akhir mendekati berakhirnya jam operasional Penyelenggara Penerima Akhir sehingga tidak memungkinkan Penyelenggara Penerima Akhir untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana pada hari yang sama. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Ayat (5) … - 20 - Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “undang-undang” antara lain undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan pengadilan. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” antara lain peraturan mengenai tindak pidana pencucian uang. Pasal 42 Ayat (1) Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan situasional, antara lain terkait dengan Sistem Transfer Dana yang digunakan untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 43 … - 21 - Pasal 43 Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini antara lain melalui proses Autentikasi. Pasal 44 Ayat (1) Contoh Sistem Transfer Dana antara lain Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI RTGS). Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan situasional antara lain terkait dengan Sistem Transfer Dana yang digunakan untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 … - 22 - Pasal 51 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”Perintah Transfer Dana belum dilaksanakan” adalah Dana masih berada di dalam Sistem Transfer Dana pada Penyelenggara Pengirim dan belum berpindah kepada Penyelenggara Penerima. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”Rekening Penerima” termasuk Rekening antara milik Penyelenggara untuk menampung kewajiban segera kepada Penerima. Dalam hal Dana dalam Rekening Penerima tidak mencukupi, pendebitan dilakukan sebesar Dana yang tersedia setelah dikurangi saldo minimum yang wajib dipelihara pemegang Rekening di Penyelenggara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Pada prinsipnya pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau kompensasi keterlambatan adalah Penerima. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 55 … - 23 - Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Huruf a Sarana transfer debit yang diterbitkan sendiri oleh Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit antara lain nota debit antar-Bank. Sarana transfer debit tertentu yang diterbitkan oleh Penyelenggara Pembayar Transfer Debit antara lain cek, bilyet giro, dan wesel. Huruf b Cukup jelas. Pasal 61 Dengan penerimaan sarana transfer debit tertentu sebagai Perintah Transfer Debit, Penyelenggara Penerima Transfer Debit tidak memerlukan penerbitan Perintah Transfer Debit baru. Pasal 62 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b … - 24 - Huruf b Autentikasi diperlukan antara lain untuk mengecek kewenangan Penerima Akhir Transfer Debit dalam penerbitan Perintah Transfer Debit. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan ”menerbitkan sarana Perintah Transfer Debit untuk kepentingan Pengirim Asal Transfer Debit” adalah penerbitan Perintah Transfer Debit untuk melaksanakan perintah penagihan yang diberikan oleh Penerima Akhir Transfer Debit. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pihak terkait dalam pelaksanaan transfer debit” antara lain Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, dan Pengirim Asal Transfer Debit untuk melakukan pembayaran kepada Pengirim Asal Transfer Debit atas beban Rekening Pembayar Transfer Debit. Yang dimaksud dengan “kesepakatan tertulis” adalah kesepakatan antara Pembayar Transfer Debit dan Penerima Akhir Transfer Debit mengenai cara Penerima Akhir Transfer Debit untuk memperoleh pembayaran dari Pembayar Transfer Debit atas prestasi yang dilakukan oleh Penerima Akhir Transfer Debit, yaitu dengan cara Penerima Akhir Transfer Debit menerbitkan suatu permintaan pembayaran, antara lain berupa nota debit antar-Bank untuk ditagihkan oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit. Pasal 63 … - 25 - Pasal 63 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Autentikasi diperlukan antara lain untuk mengecek kewenangan Pembayar Transfer Debit dalam melakukan pembayaran. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan ”para pihak” antara lain Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit, dan/atau Penerima Akhir Transfer Debit. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ”alasan dan jangka waktu yang wajar” antara lain penyerahan Perintah Transfer Debit oleh Penerima Akhir Transfer Debit kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit telah mendekati berakhirnya jam operasional Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit sehingga Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit tidak memungkinkan memproses Perintah Transfer Debit pada hari yang sama. Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) … - 26 - Ayat (3) Yang dimaksud dengan “alasan yang wajar” antara lain pembayaran diterima oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit mendekati berakhirnya jam operasional sehingga Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit tidak memungkinkan melakukan penolakan dan pengembalian Dana. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Perintah Transfer Debit dapat dilakukan dengan sarana transfer debit, seperti cek, bilyet giro, wesel, atau bentuk lain, yang diterima dari Penerima Akhir Transfer Debit atau nota debit kliring yang diterbitkan sendiri oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Seluruh ketentuan yang terkait dengan tanggal penarikan, tanggal efektif, tenggang waktu penawaran, dan kedaluwarsa tunduk pada ketentuan yang mengatur setiap dokumen. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 … - 27 - Pasal 69 Ayat (1) Kewajiban memperoleh izin dilakukan mengingat kegiatan Transfer Dana pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi karena terkait dengan kepentingan masyarakat yang dananya diamanatkan untuk ditransfer. Kewajiban untuk memperoleh izin tidak berlaku bagi Penyelenggara berupa Bank karena izin untuk melakukan kegiatan Transfer Dana sudah menjadi bagian kegiatan usaha Bank sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. Badan hukum dari badan usaha bukan Bank yang dapat melakukan kegiatan Transfer Dana adalah badan hukum Indonesia, seperti perseroan terbatas dan koperasi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Pemantauan (oversight) terdiri atas kegiatan pengamatan (monitoring), penilaian (assessment), dan kegiatan upaya mendorong perubahan (inducing change). Pengamatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana. Penilaian (assessment) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memahami dan menilai penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana. Kegiatan upaya mendorong perubahan (inducing change) merupakan upaya untuk mendorong perubahan industri dalam penyelenggaraan Transfer Dana yang dilakukan antara lain dengan kegiatan imbauan moral, pertemuan konsultatif, penegakan sanksi, kerja sama dengan institusi lain, dan penyusunan pedoman atau panduan bagi industri. Ayat (2) … - 28 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan “otoritas pengawas terkait” antara lain lembaga pengawas jasa keuangan dan kementerian yang membidangi kegiatan perposan, telekomunikasi, dan informatika. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud “pihak lain” adalah pihak yang menurut Bank Indonesia memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pemantauan dan penilaian. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan/atau penilaian oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan Bank Indonesia. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Dalam ketentuan ini, informasi elektronik dalam kegiatan Transfer Dana adalah satu atau sekumpulan data elektronik dalam kegiatan Transfer Dana, antara lain dalam bentuk tulisan, suara, gambar, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telekopi atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi … - 29 - perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dalam ketentuan ini, dokumen elektronik dalam kegiatan Transfer Dana adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, antara lain tulisan, suara, gambar, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pasal 77 Yang dimaksud dengan “tanda tangan elektronik” adalah informasi elektronik yang dilekatkan yang memiliki hubungan langsung atau terkait pada suatu informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk menunjukkan identitas subjek hukum, misalnya kode akses (password), infrastruktur kunci publik (tanda tangan digital), biometrik, dan kriptografi simetrik. Dalam menilai keabsahan suatu tanda tangan elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik. Pasal 78 Yang dimaksud dengan “pihak lain yang mengendalikan sistem” adalah pihak yang mengoperasikan Sistem Transfer Dana. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Yang dimaksud dengan “Dana milik orang lain” termasuk Dana milik Penyelenggara Pengirim. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 … - 30 - Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “korporasi” dalam ketentuan ini adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Personel pengendali korporasi terdiri atas setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. .Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 88 … - 31 - Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5204
<reg_id> 3/UU/2011 </reg_id> <reg_title> TRANSFER DANA </reg_title> <set_date> 23 Maret 2011 </set_date> <effective_date> 23 Maret 2011 </effective_date> <issued_date> 23 Maret 2011 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23D', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008', '11/UU/2008', '8/UU/2010' </related_reg> <penalty_list> 'BAB X Pasal 74', 'BAB XII' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah; b. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat; c. bahwa perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional; d. bahwa pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perbankan Syariah; Mengingat: 1. Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang ... - 2 - 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); 4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420); 5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG PERBANKAN SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. 3. Bank ... - 3 - 3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. 5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. 11. Kantor Cabang adalah kantor cabang Bank Syariah yang bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan usahanya. 12. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 13. Akad ... - 4 - 13. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah. 14. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpananannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. 15. Pihak Terafiliasi adalah: a. komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat, dan karyawan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS; b. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah atau UUS, antara lain Dewan Pengawas Syariah, akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum; dan/atau c. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta memengaruhi pengelolaan Bank Syariah atau UUS, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain pengendali bank, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, dan keluarga direksi. 16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau UUS. 17. Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Simpanan berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan. 18. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan. 19. Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah. 20. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 21. Tabungan ... - 5 - 21. Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. 22. Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS. 23. Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. 24. Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 25. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 26. Agunan . . . - 6 - 26. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas. 27. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan Akad antara Bank Umum Syariah atau UUS dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum Syariah atau UUS yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. 28. Wali Amanat adalah Bank Umum Syariah yang mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan Akad wakalah antara Bank Umum Syariah yang bersangkutan dan pemegang surat berharga tersebut. 29. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Bank atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Bank lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Bank yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Bank yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Bank yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 30. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Bank atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Bank baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Bank yang meleburkan diri dan status badan hukum Bank yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 31. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Bank tersebut. 32. Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu Bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI Pasal 2 Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Pasal 3 . . . - 7 - Pasal 3 Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pasal 4 (1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. (2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. (3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). (4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERIZINAN, BENTUK BADAN HUKUM, ANGGARAN DASAR, DAN KEPEMILIKAN Bagian Kesatu Perizinan Pasal 5 (1) Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia. (2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang: a. susunan organisasi dan kepengurusan; b. permodalan; c. kepemilikan; d. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan e. kelayakan usaha. (3) Persyaratan .. . . - 8 - (3) Persyaratan untuk memperoleh izin usaha UUS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia. (4) Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas kata “syariah” pada penulisan nama banknya. (5) Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin usaha UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas frase “Unit Usaha Syariah” setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan. (6) Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank Indonesia. (7) Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional. (8) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat. (9) Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat Bank dengan izin Bank Indonesia. Pasal 6 (1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. (2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis- jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. (3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia. (4) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri. Bagian Kedua Bentuk Badan Hukum Pasal 7 Bentuk badan hukum Bank Syariah adalah perseroan terbatas. Bagian ... - 9 - Bagian Ketiga Anggaran Dasar Pasal 8 Di dalam anggaran dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan memuat pula ketentuan: a. pengangkatan anggota direksi dan komisaris harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia; b. Rapat Umum Pemegang Saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen, remunerasi komisaris dan direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukkan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Keempat Pendirian dan Kepemilikan Bank Syariah Pasal 9 (1) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau c. pemerintah daerah. (2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; b. pemerintah daerah; atau c. dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b. (3) Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 10 ... - 10 - Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 11 Besarnya modal disetor minimum untuk mendirikan Bank Syariah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 12 Saham Bank Syariah hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Pasal 13 Bank Umum Syariah dapat melakukan penawaran umum efek melalui pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pasal 14 (1) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 Perubahan kepemilikan Bank Syariah wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14. Pasal 16 (1) UUS dapat menjadi Bank Umum Syariah tersendiri setelah mendapat izin dari Bank Indonesia. (2) Izin perubahan UUS menjadi Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 17 . . . - 11 - Pasal 17 (1) Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Bank Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Bank Indonesia. (2) Dalam hal terjadi Penggabungan atau Peleburan Bank Syariah dengan Bank lainnya, Bank hasil Penggabungan atau Peleburan tersebut wajib menjadi Bank Syariah. (3) Ketentuan mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Bank Syariah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV JENIS DAN KEGIATAN USAHA, KELAYAKAN PENYALURAN DANA, DAN LARANGAN BAGI BANK SYARIAH DAN UUS Bagian Kesatu Jenis dan Kegiatan Usaha Pasal 18 Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Pasal 19 (1) Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; e. menyalurkan .. . - 12 - e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah; m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kegiatan ... - 13 - (2) Kegiatan usaha UUS meliputi: a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. menyediakan .. . - 14 - l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 (1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Bank Umum Syariah dapat pula: a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah; e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik; g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan i. menyediakan . . . - 15 - i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), UUS dapat pula: a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik; e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. (3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: 1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan 2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: 1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; 2. Pembiayaan .. . - 16 - 2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; 3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh; 4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan 5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Pasal 22 Setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia, kecuali diatur dalam undang-undang lain. Bagian Kedua Kelayakan Penyaluran Dana Pasal 23 (1) Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas. (2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, Agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas. Bagian ... - 17 - Bagian Ketiga Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS Pasal 24 (1) Bank Umum Syariah dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. (2) UUS dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c; dan d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. Pasal 25 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia; d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah; e. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Pasal 26 . . . - 18 - Pasal 26 (1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. (3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. (4) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB V PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS, DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI, DAN TENAGA KERJA ASING Bagian Kesatu Pemegang Saham Pengendali Pasal 27 (1) Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. (2) Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh persen). (3) Dalam hal pemegang saham pengendali tidak menurunkan kepemilikan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka: a. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham; b. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan sebagai penghitungan kuorum atau tidaknya Rapat Umum Pemegang Saham; c. dividen . . . - 19 - c. deviden yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham pengendali paling banyak 10% (sepuluh persen) dan sisanya dibayarkan setelah pemegang saham pengendali tersebut mengalihkan kepemilikannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan d. nama pemegang saham pengendali yang bersangkutan diumumkan kepada publik melalui 2 (dua) media massa yang mempunyai peredaran luas. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua Dewan Komisaris dan Direksi Pasal 28 Ketentuan mengenai syarat, jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab, serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris dan direksi Bank Syariah diatur dalam anggaran dasar Bank Syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 29 (1) Dalam jajaran direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 wajib terdapat 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 30 (1) Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. (2) Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan direksi yang melanggar integritas dan tidak memenuhi kompetensi dilakukan oleh Bank Indonesia. (3) Komisaris . . . - 20 - (3) Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib melepaskan jabatannya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 31 (1) Dalam menjalankan kegiatan Bank Syariah, direksi dapat mengangkat pejabat eksekutif. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah Pasal 32 (1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. (3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Keempat Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pasal 33 (1) Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Syariah dapat menggunakan tenaga kerja asing. (2) Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI . . . - 21 - BAB VI TATA KELOLA, PRINSIP KEHATI-HATIAN, DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKAN SYARIAH Bagian Kesatu Tata Kelola Perbankan Syariah Pasal 34 (1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata kelola yang baik yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya. (2) Bank Syariah dan UUS wajib menyusun prosedur internal mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua Prinsip Kehati-hatian Pasal 35 (1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. (2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. (3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik. (4) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. (5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Pasal 36 . . . - 22 - Pasal 36 Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan Nasabah yang mempercayakan dananya. Pasal 37 (1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan. (2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah kepada: a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor Bank Syariah; b. anggota dewan komisaris; c. anggota direksi; d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. pejabat bank lainnya; dan f. perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e. (4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (5) Pelaksanaan ... - 23 - (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bagian Ketiga Kewajiban Pengelolaan Risiko Pasal 38 (1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 39 Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah dan/atau UUS. Pasal 40 (1) Dalam hal Nasabah Penerima Fasilitas tidak memenuhi kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat membeli sebagian atau seluruh Agunan, baik melalui maupun di luar pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik Agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan. (3) Dalam hal harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut harus dikembalikan kepada Nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait dengan proses pembelian Agunan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB VII . . . - 24 - BAB VII RAHASIA BANK Bagian Kesatu Cakupan Rahasia Bank Pasal 41 Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. Bagian Kedua Pengecualian Rahasia Bank Pasal 42 (1) Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat pajak. (2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak, dan kasus yang dikehendaki keterangannya. Pasal 43 (1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi tersangka atau terdakwa pada Bank. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. (3) Permintaan . . . - 25 - (3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan, dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal 44 Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43. Pasal 45 Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi Bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan Nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Pasal 46 (1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antarbank, direksi Bank dapat memberitahukan keadaan keuangan Nasabahnya kepada Bank lain. (2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 47 Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut. Pasal 48 Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut. Pasal 49 ... - 26 - Pasal 49 Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45, dan Pasal 46, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 50 Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia. Pasal 51 (1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan terhadap Prinsip Syariah dan prinsip manajemen Islami, serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah dan UUS. (2) Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Bank Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 52 (1) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. (2) Bank Syariah dan UUS, atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan. (3) Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia berwenang: a. memeriksa . . . - 27 - a. memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank; b. memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank; dan c. memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan. (4) Keterangan dan laporan pemeriksaan tentang Bank Syariah dan UUS yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak diumumkan dan bersifat rahasia. Pasal 53 (1) Bank Indonesia dapat menugasi kantor akuntan publik atau pihak lainnya untuk dan atas nama Bank Indonesia, melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2). (2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 54 (1) Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia berwenang melakukan tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan antara lain: a. membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris, direksi, dan pemegang saham; b. meminta pemegang saham menambah modal; c. meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris dan/atau direksi Bank Syariah; d. meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran dana yang macet dan memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan modalnya; e. meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau peleburan dengan Bank Syariah lain; f. meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajibannya; g. meminta . . . - 28 - g. meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank Syariah kepada pihak lain; dan/atau h. meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak lain. (2) Apabila tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dialami Bank Syariah, Bank Indonesia menyatakan Bank Syariah tidak dapat disehatkan dan menyerahkan penanganannya ke Lembaga Penjamin Simpanan untuk diselamatkan atau tidak diselamatkan. (3) Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diselamatkan, Bank Indonesia atas permintaan Lembaga Penjamin Simpanan mencabut izin usaha Bank Syariah dan penanganan lebih lanjut dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Atas permintaan Bank Syariah, Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha Bank Syariah setelah Bank Syariah dimaksud menyelesaikan seluruh kewajibannya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencabutan izin usaha Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 55 (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. BAB X ... - 29 - BAB X SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 56 Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip Syariah dalam menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. Pasal 57 (1) Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang melanggar Pasal 41 dan Pasal 44. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat dari pelanggaran kerahasiaan bank. Pasal 58 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini adalah: a. denda uang; b. teguran tertulis; c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah dan UUS; d. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk Bank Syariah dan UUS secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; g. pencantuman ... - 30 - g. pencantuman anggota pengurus, pegawai, dan pemegang saham Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; dan/atau h. pencabutan izin usaha. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu. Pasal 60 (1) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota ... - 31 - (2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Pasal 61 Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 47, dan Pasal 48 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 62 (1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja: a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang lalai: a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dipidana . . . - 32 - dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 63 (1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS; dan/atau c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang, atau barang berharga untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka: 1. mendapatkan ... - 33 - 1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas penyaluran dana dari Bank Syariah atau UUS; 2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau UUS atas surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang, atau bukti kewajiban lainnya; 3. memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas penyaluran dananya pada Bank Syariah atau UUS; dan/atau b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 64 Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 65 Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan Bank Syariah atau UUS tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 66 . . . - 34 - Pasal 66 (1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja: a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau UUS atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah atau UUS tidak sehat; b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang ditugasi oleh dewan komisaris; c. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan melanggar ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank Syariah atau UUS, yang mengakibatkan kerugian sehingga membahayakan kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS; dan/atau d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah atau UUS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). BAB XII ... - 35 - BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 67 (1) Bank Syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. (2) Bank Syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. Pasal 68 (1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 69 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 70 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 36 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 94 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, Setio Sapto Nugroho PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur, berdasarkan demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan kontribusi semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah. Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal. Perbankan . . . - 38 - Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang. Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam Akad oleh para pihak. Untuk . . . - 39 - Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini, maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan, apabila telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan memenuhi tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank Syariah dalam undang-undang tersendiri. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah); b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Yang . . . - 40 - Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah). Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “dana sosial lainnya”, antara lain adalah penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi terhadap Nasabah (ta’zir). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-kurangnya memuat tentang: a. susunan organisasi dan kepengurusan; b. modal kerja; c. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan d. kelayakan usaha. Ayat (4) Yang diwajibkan mencantumkan kata “syariah” hanya Bank Syariah yang mendapatkan izin setelah berlakunya Undang- Undang ini. Penulisan kata “syariah” ditempatkan setelah kata “bank” atau setelah nama bank. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) . . . - 41 - Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kantor di bawah Kantor Cabang” adalah kantor cabang pembantu atau kantor kas yang kegiatan usahanya membantu kantor induknya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain: a. pemberhentian anggota direksi dan komisaris yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan; b. pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia; c. pengalihan . . . . . . - 42 - c. pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru, perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi Bank terbuka harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia; d. perubahan modal disetor Bank yang meliputi penambahan, pengurangan, dan komposisi harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia; e. pelarangan penjaminan saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum Syariah adalah badan hukum asing, yang bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas perbankan negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 . . . - 43 - Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Perubahan kepemilikan Bank Syariah yang tidak mengakibatkan perubahan pemegang saham pengendali cukup dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Bank Indonesia mencakup antara lain: a. minimum kecukupan modal; b. persiapan sumber daya manusia; c. susunan organisasi dan kepengurusan; dan d. kelayakan usaha. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang. Huruf b . . . - 44 - Huruf b Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam menghimpun dana adalah Akad kerja sama antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad. Huruf c Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam Pembiayaan adalah Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Yang dimaksud dengan “Akad musyarakah” adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Huruf d Yang dimaksud dengan “Akad murabahah” adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad salam” adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Yang dimaksud dengan “Akad istishna’ ” adalah Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). Huruf e . . . - 45 - Huruf e Yang dimaksud dengan “Akad qardh” adalah Akad pinjaman dana kepada Nasabah dengan ketentuan bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. Huruf f Yang dimaksud dengan “Akad ijarah” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Yang dimaksud dengan “Akad ijarah muntahiya bittamlik” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Huruf g Yang dimaksud dengan “Akad hawalah” adalah Akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” adalah transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud. Yang dimaksud dengan “Akad kafalah” adalah Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful). Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n . . . - 46 - Huruf n Cukup jelas. Huruf o Yang dimaksud dengan “Akad wakalah” adalah Akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah, antara lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana kebajikan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “penyertaan modal” adalah penanaman dana Bank Umum Syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible bonds) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank Umum Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan syariah. Huruf c Yang dimaksud dengan “penyertaan modal sementara” adalah penyertaan modal Bank Umum Syariah, antara lain, berupa pembelian saham dan/atau konversi pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan Nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia. Huruf d . . . - 47 - Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS. Kemampuan berkaitan dengan keadaan dan/atau aset Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS. Ayat (2) . . . - 48 - Ayat (2) Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara Bank Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya sehingga Bank Syariah dan/atau UUS dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima Fasilitas yang bersangkutan jujur, beriktikad baik, dan tidak menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di kemudian hari. Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau kemampuan manajemen calon Nasabah sehingga Bank Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan dibiayai dikelola oleh orang yang tepat. Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah dan/atau UUS harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun perkiraan untuk masa yang akan datang sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon Nasabah yang bersangkutan. Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah dan/atau UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah sudah cukup memadai sehingga apabila Nasabah Penerima Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang bersangkutan. Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan. Pasal 24 . . . - 49 - Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Semua tindakan Bank Umum Syariah yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d UUS dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasrkan Prinsip Syariah. Semua tindakan UUS yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah. Pasal 25 Huruf a Usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah antara lain usaha yang dianggap riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. Huruf b Cukup jelas. Huruf c . . . - 50 - Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi syariah. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Komite perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali” adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang: a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau b. memiliki . . . - 51 - b. memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, tetapi yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau bank, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk bank, dengan cara apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan dengan cara-cara, antara lain, sebagai berikut: a. memiliki secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; b. secara langsung menjalankan manajemen dan/atau memengaruhi kebijakan Bank Syariah; c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; d. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis; e. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah; f. mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; g. mempunyai . . . - 52 - g. mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan/atau memberhentikan pengurus Bank Syariah; h. secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah; i. melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank Syariah; dan/atau j. melakukan pengendalian terhadap pihak yang melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i. Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia untuk menilai kompetensi, integritas, dan kemampuan keuangan pemegang saham pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah untuk memperoleh pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh Bank Indonesia tidak perlu dipertanggungjawabkan. Ayat (2) Kewajiban menurunkan kepemilikan saham bagi Pemilik Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan adalah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dinyatakan tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Bank Indonesia. Pokok-pokok pengaturan tugas direksi Bank Syariah dalam anggaran dasar antara lain: a. tugas dan tanggung jawab; b. pelaporan; dan c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas. Pasal 29 . . . - 53 - Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pokok-pokok pengaturan tugas direktur adalah: a. tugas dan tanggung jawab; b. pelaporan; dan c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas. Pasal 30 Ayat (1) Uji kemampuan dan kepatutan bertujuan untuk menjamin kompetensi, kredibilitas, integritas, dan pelaksanaan tata kelola yang sehat (good corporate governance) dari pemilik, pengurus bank, dan pengawas syariah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif” adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin Kantor Cabang, atau kepala satuan kerja audit internal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . - 54 - Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang- kurangnya meliputi: a. ruang lingkup, tugas, dan fungsi dewan pengawas syariah; b. jumlah anggota dewan pengawas syariah; c. masa kerja; d. komposisi keahlian; e. maksimal jabatan rangkap; dan f. pelaporan dewan pengawas syariah. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Dalam rangka menjamin terlaksananya pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, Bank memiliki dan menerapkan, antara lain, sistem pengawasan intern. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum” adalah standar akuntansi syariah yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Ayat (3) Kantor akuntan publik yang dimaksud adalah kantor akuntan publik yang memiliki akuntan dengan keahlian bidang akuntansi syariah. Ayat (4) Dalam memberikan pengecualian, Bank Indonesia memperhatikan kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang bersangkutan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 36 . . . - 55 - Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS. Mengingat bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah dan UUS, risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada Nasabah debitur atau kelompok Nasabah debitur tertentu. Ayat (2) Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Batas maksimum yang dimaksud diperuntukkan bagi masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan- perusahaan dalam kelompok yang sama. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d . . . - 56 - Huruf d Yang dimaksud dengan “keluarga” adalah hubungan sampai dengan derajat kedua, baik menurut garis keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua, menantu, dan ipar. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “manajemen risiko” adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal Nasabah (know your customer principle) merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi Nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi Nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan Nasabah dilakukan antara lain dengan cara adanya mekanisme pengaduan Nasabah, meningkatkan transparansi produk, dan edukasi terhadap Nasabah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 39 Penjelasan yang diberikan kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian Nasabah dimaksudkan untuk menjamin transparansi produk dan jasa Bank. Apabila informasi tersebut telah disediakan, Bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Pasal 40 . . . - 57 - Pasal 40 Ayat (1) Pembelian Agunan oleh Bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu Bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli Agunan Nasabah Penerima Fasilitasnya, status Bank adalah sama dengan pembeli bukan Bank lainnya. Bank dimungkinkan membeli Agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya. Batas waktu 1 (satu) tahun dengan memperhitungkan pemulihan kondisi likuiditas Bank dan batas waktu ini merupakan jangka waktu yang wajar untuk menjual aset Bank. Agunan yang dapat dibeli oleh Bank adalah Agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. Agunan yang dapat dibeli oleh Bank Syariah dan UUS adalah Agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu; b. Jangka waktu pencairan Agunan yang telah dibeli. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “memperlihatkan bukti tertulis”, termasuk menyampaikan keterangan atau fotokopi. Ayat (2) . . . - 58 - Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan” adalah pimpinan departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen setingkat menteri. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Pembinaan yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain, mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan (termasuk uji kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Bank Syariah dan UUS. Pengawasan . . . - 59 - Pengawasan bank meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar laporan Bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan. Pasal 51 Ayat (1) Bank Syariah dan UUS perlu menjaga tingkat kesehatannya dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “data/dokumen” adalah segala jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun elektronis, yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “setiap tempat yang terkait dengan Bank” adalah setiap bagian ruangan dari kantor bank dan tempat lain di luar bank yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “data/dokumen” adalah segala jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun elektronis yang terkait dengan objek pengawasan Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “setiap pihak” adalah orang atau badan hukum yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan operasional Bank, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain, ultimate shareholder atau pihak tertentu yang namanya tidak tercantum sebagai pegawai, pengurus atau pemegang saham bank tetapi dapat memengaruhi kegiatan operasional bank atau keputusan manajemen bank. Huruf c . . . - 60 - Huruf c Yang dimaksud dengan “rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan” adalah rekening-rekening, baik yang ada pada Bank yang diawasi/diperiksa maupun pada Bank lain, yang terkait dengan objek pengawasan/pemeriksaan Bank Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pihak lainnya” adalah pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki kompetensi untuk melaksanakan pemeriksaan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Keadaan suatu Bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha Bank semakin memburuk, antara lain, ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan Bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Huruf a Yang dimaksud dengan “membatasi kewenangan” antara lain pembatasan keputusan pemberian bonus (tantiem), pemberian dividen kepada pemilik Bank, atau kenaikan gaji bagi pegawai dan pengurus. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e . . . - 61 - Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah pihak di luar Bank yang bersangkutan, baik Bank lain, badan usaha lain, maupun individu yang memenuhi persyaratan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut: a. musyawarah; b. mediasi perbankan; c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 56 . . . - 62 - Pasal 56 Pada dasarnya sanksi administratif dikenakan terhadap anggota komisaris atau anggota direksi secara personal yang melakukan kesalahan, tetapi tidak menutup kemungkinan sanksi administratif dikenakan secara kolektif apabila kesalahan tersebut dilakukan secara kolektif. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 . . . - 63 - Pasal 67 Ayat (1) UUS yang telah memiliki izin usaha dalam ketentuan ini adalah UUS yang sudah ada berdasarkan izin pembukaan Kantor Cabang Syariah pada Bank Umum Konvensional. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4867
<reg_id> 21/UU/2008 </reg_id> <reg_title> PERBANKAN SYARIAH </reg_title> <set_date> 16 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 16 Juli 2008 </effective_date> <issued_date> 16 Juli 2008 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 20 dan Pasal 33', '23/UU/1999', '24/UU/2004', '3/UU/2004', '40/UU/2007', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg> <penalty_list> 'BAB X', 'BAB XI' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesinambungan pembangunan nasional harus dipelihara berdasarkan keadilan yang merata dan diarahkan untuk terwujudnya perekonomian nasional yang bernafaskan kerakyatan, mandiri, andal, dan mampu bersaing dalam kancah perekonomian internasional yang ditunjang dengan sistem devisa dan sistem nilai tukar yang dapat mendukung tercapainya stabilitas moneter guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa devisa merupakan salah satu alat dan sumber pembiayaan yang penting bagi bangsa dan negara, oleh karena itu pemilikan dan penggunaan devisa serta sistem nilai tukar perlu diatur sebaik-baiknya untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran dengan luar negeri; c. bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan keadaan, oleh karena itu perlu diadakan pembaruan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan undang-undang baru tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Nomor 66 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843); - 2 - Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Lalu Lintas Devisa adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk; 2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional; 3. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri; 4. Sistem Nilai Tukar adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing. BAB II LALU LINTAS DEVISA Pasal 2 (1) Setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa. (2) Penggunaan Devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk keperluan transaksi di dalam negeri, wajib memperhatikan ketentuan mengenai alat pembayaran yang sah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Bank Indonesia. - 3 - Pasal 3 (1) Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan oleh Penduduk. (2) Setiap Penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 4 (1) Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia menetapkan ketentuan atas berbagai jenis transaksi Devisa yang dilakukan oleh bank. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB III SISTEM NILAI TUKAR Pasal 5 (1) Bank Indonesia mengajukan Sistem Nilai Tukar untuk ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan Sistem Nilai Tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. - 4 - BAB IV KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 6 Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diancam dengan pidana denda sekurang- kurangnya Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 7 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Indonesia berwenang menetapkan sanksi administratif terhadap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. teguran tertulis; atau b. denda; atau c. pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila pelanggaran dilakukan oleh badan usaha. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 8 Dengan berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 32 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2717) dinyatakan tidak berlaku. - 5 - BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 17 Mei 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 Mei 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MULADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 67
<reg_id> 24/UU/1999 </reg_id> <reg_title> LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR </reg_title> <set_date> 17 Mei 1999 </set_date> <effective_date> 17 Mei 1999 </effective_date> <issued_date> 17 Mei 1999 </issued_date> <replaced_reg> '32/UU/1964' </replaced_reg> <related_reg> '23/UU/1999', 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33' </related_reg> <penalty_list> 'BAB IV' </penalty_list>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis ekonomi secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga tidak menyebabkan kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar; b. bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank; c. bahwa pengaturan mengenai kriteria agunan yang dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia tidak sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini, sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; d. bahwa . . . - 2 - d. bahwa perubahan terhadap ketentuan yang mengatur mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat perbankan; terhadap e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); Dengan . . . - 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901) ditetapkan menjadi Undang- Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 4 - Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Januari 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Januari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 7 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG I. UMUM Dampak krisis keuangan global saat ini berimbas pada berbagai negara termasuk Indonesia, karena sistem keuangan global saling interdependensi. Menyikapi krisis keuangan global tersebut pemerintah Indonesia sudah, tengah, dan akan terus melakukan berbagai langkah antisipatif dan mengambil langkah-langkah responsif dalam membendung dampak krisis keuangan global sehingga stabilitas sistem keuangan nasional tetap terpelihara. Selama ini pelaksanaan fungsi sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, namun pengaturan mengenai kriteria agunan tersebut tidak sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini. Salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan agar tidak menyebabkan kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar adalah dengan merubah kriteria agunan yang dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia. Pemerintah menilai kebutuhan perubahan kriteria tersebut merupakan keadaan kegentingan yang memaksa sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Penetapan . . . - 2 - Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia oleh Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dalam menghadapi ancaman krisis keuangan global, sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4962 LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 6 TAHUN 2009 TANGGAL : 13 JANUARI 2009 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis ekonomi secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan; b. bahwa dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang mengatur mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; Mengingat : 4. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang … - 4 - 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA. Pasal I Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 ... - 5 - Pasal 11 (1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. (4) Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah. (5) Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang- undang tersendiri. Pasal II Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ... - 6 - Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengudangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 142 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA I. UMUM Adanya krisis keuangan akhir-akhir ini di Amerika Serikat yang merupakan terbesar sejak krisis 1929 telah memaksa pemerintah Amerika Serikat memberikan dana talangan atau bantuan likuiditas kepada industri keuangan yang bermasalah sebesar USD700 miliar. Krisis keuangan ini dipicu dari masalah pembiayaan kredit properti (subprime mortgage) yang dilakukan kurang hati-hati. Dampak krisis keuangan ini berimbas pada berbagai negara termasuk Indonesia, karena sistem keuangan global saling interdependensi. Pemerintah Indonesia sudah, tengah, dan akan terus melakukan berbagai langkah antisipatif dan mengambil langkah-langkah responsif dalam membendung dampak krisis keuangan Amerika Serikat sehingga stabilitas sistem keuangan tetap terpelihara. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Pasal 11 Ayat (1) Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar. Yang . . . - 2 - Yang dimaksud dengan “hari” adalah hari kalender. Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya. Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan yang dikuasainya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi Bank tersebut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “agunan yang berkualitas tinggi” meliputi surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai dan aset kredit kolektibilitas lancar. Yang dimaksud dengan “pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah” misalnya bagi hasil atau risiko yang ditanggung bersama secara proporsional. Ayat (3) Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain: a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk didalamnya persyaratan Bank penerima. Dalam rangka meneliti pemenuhan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan Bank calon penerima kredit atau pembiayaan; b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya; c. jenis agunan berupa surat berharga dan/atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi; dan d. tata cara pengikatan agunan. Ayat (4) … - 3 - Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal II Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4901
<reg_id> 6/UU/2009 </reg_id> <reg_title> PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG </reg_title> <set_date> 13 Januari 2009 </set_date> <effective_date> 13 Januari 2009 </effective_date> <issued_date> 13 Januari 2009 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2)', '23/UU/1999', '3/UU/2004', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa sektor perdagangan luar negeri merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan, kemajuan, dan kemandirian bangsa; c. bahwa untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis, diperlukan suatu lembaga pembiayaan independen yang mampu menyediakan pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa lainnya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA. BAB I ... - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional. 2. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 3. Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan non-bank yang salah satu kegiatannya memberikan pembiayaan kepada Eksportir. 4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia. 5. Eksportir adalah badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan yang melakukan kegiatan Ekspor. 6. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia. 7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 8. Pembiayaan adalah kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. 9. Kredit adalah fasilitas pinjaman, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga maupun imbalan jasa. 10. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah fasilitas pembiayaan, baik berbentuk tunai maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan fasilitas pembiayaan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 11. Prinsip Syariah adalah pokok-pokok aturan berdasarkan hukum Islam yang dijadikan landasan dalam pembuatan perjanjian antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan pihak lain dalam menjalankan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional. 12. Penjaminan . . . - 3 - 12. Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada kreditornya. 13. Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti. BAB II PEMBIAYAAN EKSPOR NASIONAL Bagian Kesatu Asas, Tujuan, dan Kebijakan Dasar Pasal 2 Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional berdasarkan atas asas: a. kepentingan nasional; b. kepastian hukum; c. keterbukaan; d. akuntabilitas; e. profesionalisme; f. efisiensi berkeadilan; dan g. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pasal 3 Pembiayaan Ekspor Nasional bertujuan untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Pasal 4 Pemerintah menetapkan kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor Nasional untuk: a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; b. mempercepat peningkatan ekspor nasional; c. membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan d. mendorong . . . - 4 - d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor. Bagian Kedua Bentuk Pembiayaan Ekspor Nasional Pasal 5 (1) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan dalam bentuk: a. Pembiayaan; b. Penjaminan; dan/atau c. Asuransi. (2) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah. (3) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada badan usaha baik badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum termasuk perorangan. (4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berdomisili di dalam atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 6 Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan/atau investasi. Pasal 7 Bentuk Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b meliputi: a. Penjaminan bagi Eksportir Indonesia atas pembayaran yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri; b. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau akan diberikan kepada Eksportir Indonesia untuk pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang dan/atau jasa atau pemenuhan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia; c. Penjaminan . . . - 5 - c. Penjaminan bagi Bank yang menjadi mitra penyediaan pembiayaan transaksi Ekspor yang telah diberikan kepada Eksportir Indonesia; dan/atau d. Penjaminan dalam rangka tender terkait dengan pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian merupakan kegiatan yang menunjang Ekspor. Pasal 8 Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam bentuk: a. Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor; b. Asuransi atas risiko kegagalan bayar; c. Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri; dan/atau d. Asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan ekspor. Pasal 9 Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh lembaga keuangan yang didirikan khusus untuk itu. BAB III LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Bagian Kesatu Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan Pasal 10 (1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Ekspor Nasional, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI sebagai lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (2) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum menurut Undang-Undang ini. (3) LPEI adalah lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan independen. (4) LPEI bertanggung jawab kepada Menteri. Pasal 11 . . . - 6 - Pasal 11 (1) LPEI berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) LPEI dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Republik Indonesia. Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pasal 12 LPEI berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). Pasal 13 (1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPEI mempunyai tugas: a. memberi bantuan yang diperlukan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam rangka Ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor; b. menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, tetapi mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional; dan c. membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. (2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan: a. bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan b. melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 14 . . . - 7 - Pasal 14 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, LPEI berwenang: a. menetapkan skema Pembiayaan Ekspor Nasional; b. melakukan restrukturisasi Pembiayaan Ekspor Nasional; c. melakukan reasuransi terhadap asuransi yang dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan d. melakukan penyertaan modal. (2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat dilakukan pada badan hukum atau badan lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas LPEI dengan persetujuan Menteri. Pasal 15 LPEI dapat memberikan fasilitas Asuransi kepada Eksportir dalam hal lembaga asuransi ekspor tidak dapat memenuhi permintaan fasilitas asuransi bagi Eksportir atau dalam rangka memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh pembeli di luar negeri. Pasal 16 Dalam melakukan kegiatannya, LPEI turut serta dalam sistem pembayaran nasional dan internasional. Pasal 17 (1) Dalam menjalankan tugasnya, LPEI wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, prinsip penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal nasabah. (2) Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup prinsip keterbukaan, akuntabilitas, kemandirian, dan kewajaran. tanggung jawab, (3) Penerapan prinsip manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan kecukupan modal minimum, pengawasan aktif, dan pemenuhan disiplin pasar terhadap risiko yang melekat. (4) Penerapan . . . - 8 - (4) Penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah, pemantauan rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah, serta manajemen risiko. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan pelaksanaan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penugasan Khusus Pasal 18 (1) LPEI dapat melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program Ekspor nasional atas biaya Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkait dengan penugasan khusus pelaksanaan program Ekspor nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Permodalan LPEI Pasal 19 (1) Modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). (2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (3) Dalam hal modal LPEI menjadi berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan mekanisme yang berlaku. (4) Penambahan modal LPEI untuk menutup kekurangan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 20 (1) LPEI dapat membentuk cadangan umum dan cadangan tujuan. (2) Dalam . . . - 9 - (2) Dalam hal akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan telah melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal awal LPEI, kelebihannya sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) digunakan untuk kapitalisasi modal dan 25% (dua puluh lima persen) sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. (3) Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Menteri. Pasal 21 (1) Surplus yang diperoleh LPEI dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kegiatan digunakan untuk: a. cadangan umum; b. cadangan tujuan; c. jasa produksi dan tantiem; dan d. bagian laba Pemerintah. (2) Persentase alokasi surplus ditetapkan: a. cadangan umum dan cadangan tujuan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari surplus; dan b. jasa produksi dan tantiem serta bagian laba Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari surplus. (3) Besarnya persentase untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa produksi dan tantiem, serta bagian laba Pemerintah ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kelima Sumber dan Penempatan Dana Pasal 22 (1) Untuk membiayai kegiatannya, LPEI dapat memperoleh dana dari: a. penerbitan surat berharga; b. pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang yang bersumber dari: 1. pemerintah asing; 2. lembaga multilateral; 3. bank serta lembaga keuangan dan pembiayaan, baik dari dalam maupun luar negeri; 4. Pemerintah; dan/atau c. hibah. (2) Selain . . . - 10 - (2) Selain memperoleh dana dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat membiayai kegiatannya dengan sumber pendanaan dari penempatan dana oleh Bank Indonesia. Pasal 23 (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada LPEI sesuai dengan yang tercantum atau ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 24 (1) LPEI dapat menempatkan dana yang belum dipergunakan untuk membiayai kegiatannya dalam bentuk pembelian surat berharga dan/atau penempatan di lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri. (2) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain dalam bentuk: a. surat berharga yang diterbitkan Pemerintah; b. Sertifikat Bank Indonesia; c. surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah negara donor; d. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga keuangan multilateral; e. simpanan dalam bentuk rupiah atau valuta asing pada Bank Indonesia; dan/atau f. simpanan pada bank dalam negeri dan/atau bank luar negeri. (3) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan mempertimbangkan faktor likuiditas dan risiko. BAB IV ORGANISASI Bagian Kesatu Organ LPEI Pasal 25 (1) Dewan Direktur merupakan organ tunggal LPEI. (2) Anggota . . . - 11 - (2) Anggota Dewan Direktur berjumlah paling banyak 10 (sepuluh) orang, yang terdiri atas: a. 3 (tiga) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi fiskal, 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi perdagangan, 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi perindustrian, dan 1 (satu) orang pejabat yang berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi pertanian. b. paling banyak 3 (tiga) orang yang berasal dari luar LPEI dan 1 (satu) orang dari dalam LPEI. (3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul instansi atau lembaga yang bersangkutan. (4) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. (5) Salah seorang dari anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif. (6) Ketua Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mempunyai hak suara dalam rapat Dewan Direktur. (7) Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan tugas secara penuh waktu dan dilarang merangkap jabatan eksekutif di tempat lain. (8) Anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 26 (1) Dewan Direktur bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional LPEI. (2) Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas anggota Dewan Direktur ditetapkan oleh Dewan Direktur. (3) Gaji, penghasilan, dan tunjangan lainnya Dewan Direktur dan Direktur Pelaksana ditetapkan oleh Menteri. Pasal 27 . . . - 12 - Pasal 27 Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Direktur, paling sedikit harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. mampu melakukan perbuatan hukum; c. sehat jasmani dan rohani; d. memiliki integritas, kepemimpinan, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi; e. f. tidak termasuk daftar tidak lulus, baik yang disusun oleh otoritas perbankan maupun otoritas pasar modal dan lembaga keuangan; tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang perbankan dan perekonomian; g. memiliki keahlian dan pengalaman di salah satu bidang yang menjadi ruang lingkup kegiatan LPEI; dan h. tidak pernah dinyatakan pailit. Pasal 28 (1) Anggota Dewan Direktur dapat diberhentikan oleh Menteri apabila: a. berhalangan tetap; b. masa jabatannya berakhir; c. mengundurkan diri; d. kinerja anggota Dewan Direktur tidak memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan oleh Menteri; e. memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan anggota Dewan Direktur yang lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri; f. melakukan kejahatan korporasi, tindak pidana korupsi, tindak pidana lainnya, atau pelanggaran moral; dan/atau g. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf h. (2) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak lagi menjadi pejabat di instansi atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a. 3. Anggota . . . - 13 - (3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) sebelum diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan diri kepada Menteri. (4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (5) Pemberhentian anggota Dewan Direktur dan pengangkatan anggota yang baru harus dilakukan sehingga jumlah anggota Dewan Direktur paling sedikit 4 (empat) orang. (6) Dalam hal anggota Dewan Direktur diberhentikan, anggota Dewan Direktur penggantinya ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberhentian. (7) Masa jabatan anggota Dewan Direktur yang diangkat untuk menggantikan anggota yang diberhentikan bukan karena berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sisa masa jabatan anggota Dewan Direktur yang digantikannya. Pasal 29 (1) Kegiatan operasional LPEI dilakukan oleh Direktur Eksekutif. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Eksekutif dibantu oleh paling banyak 5 (lima) orang Direktur Pelaksana. (3) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak 4 (empat) orang berasal dari dalam LPEI. (4) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Direktur atas usul Direktur Eksekutif. Pasal 30 (1) Direktur Eksekutif mewakili LPEI, baik di dalam maupun di luar pengadilan; (2) Kewenangan . . . - 14 - (2) Kewenangan Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada 2 (dua) orang Direktur Pelaksana. Bagian Kedua Kepegawaian Pasal 31 (1) Direktur Eksekutif menetapkan sistem kepegawaian, penggajian, penghargaan, program pensiun, dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai LPEI. (2) Direktur Eksekutif mengangkat dan memberhentikan pegawai LPEI. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Direktur Eksekutif. Bagian Ketiga Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Piutang serta Penghapusbukuan Aktiva Tetap Pasal 32 (1) Kewenangan penghapusbukuan piutang LPEI dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif, Dewan Direktur, atau Menteri dengan ketentuan sebagai berikut: a. piutang sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) oleh Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur; b. piutang lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) oleh Dewan Direktur dengan persetujuan Menteri; dan c. piutang lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) oleh Menteri. (2) Piutang yang dapat dihapusbukukan adalah piutang macet yang walaupun telah dilakukan upaya restrukturisasi, tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan dalam penyalurannya. (3) LPEI wajib terus melakukan upaya penagihan atas piutang yang telah dihapusbukukan sebelum piutang tersebut dihapus tagih. Pasal 33 . . . - 15 - Pasal 33 (1) Dalam hal upaya penagihan atas piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) telah dilakukan lebih dari 10 (sepuluh) tahun, tetapi tetap tidak tertagih dan perkiraan biaya tagih lebih besar dibandingkan dengan hasil tagih, piutang tersebut dapat dihapustagihkan. (2) Kewenangan penghapustagihan piutang LPEI dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Direktur. Pasal 34 (1) Aktiva tetap yang dapat dihapusbukukan adalah aktiva yang telah habis umur ekonomisnya atau mengalami keusangan karena kemajuan teknologi. (2) Kewenangan penghapusbukuan aktiva tetap dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Direktur. Pasal 35 Tata cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) serta tata cara penghapusbukuan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Pasal 36 Tahun Buku dan Tahun Anggaran LPEI dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pasal 37 (1) Direktur Eksekutif menyiapkan Rencana Jangka Panjang sebagai rencana strategis yang memuat sasaran yang hendak dicapai oleh LPEI dalam periode 5 (lima) tahunan. (2) Direktur Eksekutif menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagai penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang. (3) Tata cara penyusunan, penyampaian, dan pengubahan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Bagian Kelima . . . - 16 - Bagian Kelima Pelaporan dan Akuntabilitas Pasal 38 (1) LPEI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada Menteri paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur. (3) LPEI wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa elektronik dan paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. Bagian Keenam Pembubaran Pasal 39 LPEI hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 40 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap LPEI dilakukan oleh Menteri. (2) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI ditetapkan dalam Peraturan Menteri. BAB VI BANTUAN HUKUM Pasal 41 LPEI memberikan bantuan hukum kepada anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, pegawai, mantan Dewan Direktur, mantan Direktur Eksekutif, mantan Direktur Pelaksana, dan mantan pegawai atas tuntutan pidana dan/atau gugatan yang dapat menimbulkan kewajiban dan/atau akibat hukum, sepanjang keputusan dan/atau kebijakan yang diambil dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan tugas dan wewenangnya. BAB VII . . . - 17 - BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 42 (1) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, dan pegawai yang melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (3), dan Pasal 40 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. (3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 43 (1) Pegawai LPEI yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan kerugian bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). (2) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, atau Direktur Pelaksana yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan kerugian bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). BAB IX . . . - 18 - BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 Dengan berlakunya Undang-Undang ini: a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional sampai dengan beroperasinya LPEI. b. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk mempersiapkan operasional LPEI dan melakukan sosialisasi. c. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan penutup Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Untuk pertama kali, anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan sebagai berikut: a. anggota Dewan Direktur yang merupakan Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; b. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; c. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun; d. paling banyak 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang berasal dari luar LPEI yang bukan merupakan Ketua Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; dan e. 1 (satu) orang . . . - 19 - e. 1 (satu) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang berasal dari dalam LPEI yang bukan merupakan Ketua Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Pasal 46 Dalam menjalankan kegiatannya, baik dalam melakukan Pembiayaan, Penjaminan, maupun Asuransi, LPEI tunduk pada Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 47 LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dapat menggunakan nama Indonesia Eximbank. Pasal 48 (1) Paling lama 9 (sembilan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan: a. LPEI mulai beroperasi; b. anggota Dewan Direktur telah diangkat; dan c. peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini telah ditetapkan. (2) Dengan beroperasinya LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia dinyatakan bubar dan semua aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum LPEI; dan b. semua pegawai Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi pegawai LPEI. Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 20 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 2 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat konstitusi negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini, dilaksanakan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, mandiri, serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Perekonomian Indonesia semakin terintegrasi ke dalam perekonomian global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk, dan efisiensi semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi tersebut dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Oleh karena itu, sebagai bangsa dengan sumber daya ekonomi yang sangat besar, pengembangan perekonomian nasional secara berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata rantai perekonomian nasional sehingga bangsa Indonesia mampu mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia yang salah satu tolok ukurnya adalah meningkatnya kapabilitas di dalam memproduksi barang dan jasa yang kompetitif di pasar global. Pencapaian sasaran ini menjadi semakin relevan, karena kontribusi perdagangan luar negeri di dalam perekonomian nasional semakin penting. Hal itu terbukti bahwa peningkatan ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabililitas makro-ekonomi melalui peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas produksi nasional. Dengan demikian, kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait dengan fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta kebijakan pengembangan sektor riil. Jika . . . - 2 - Jika ditinjau dari dimensi kebijakan pengembangan ekspor nasional, Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan dasar pengembangan ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional, yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Agar dapat berperan dan berfungsi secara efektif, LPEI beroperasi secara independen, berdasarkan undang-undang tersendiri (Lex specialist), dan memiliki sifat sovereign status. Status tersebut diperlukan agar lembaga tersebut mempunyai akses pada pendanaan, baik dari sumber resmi maupun dari pasar keuangan global dengan biaya yang relatif rendah, tetapi tetap beroperasi berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam industri perbankan, sehingga diharapkan tidak membebani anggaran tahunan Pemerintah (APBN). LPEI sebagai lembaga independen dengan status sovereign membawa konsekuensi adanya kewajiban Pemerintah untuk menutup kekurangan modal dari APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku, jika modal LPEI berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). Status tersebut juga memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan dan kemudahan bagi LPEI untuk mendapatkan sumber pembiayaan, baik melalui penerbitan surat berharga, pinjaman jangka pendek, menengah, dan/atau jangka panjang yang bersumber dari pemerintah asing, lembaga multilateral, bank dalam dan luar negeri maupun lembaga pembiayaan dan keuangan dalam dan luar negeri, serta dari Pemerintah maupun yang berasal dari penempatan dana oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, dengan adanya sumber pembiayaan yang murah dan adanya jaminan pemerintah untuk menutup kekurangan modal, kebutuhan pembiayaan ekspor yang sering bersifat jangka menengah/panjang dapat diatasi. Di samping itu, LPEI dapat pula mendukung dan membantu mengatasi kesulitan bank-bank dalam penyediaan pembiayaan yang diperlukan, terutama kredit berjangka menengah/panjang. LPEI sebagai agen Pemerintah dapat membantu memberikan pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga keuangan komersial (fill the market gap) yang tidak memiliki kemampuan pembiayaan yang kompetitif dan kemampuan menyerap risiko dengan tingkat bunga kompetitif guna pengembangan usaha yang menghasilkan barang dan jasa ekspor dan/atau usaha-usaha lain yang menunjang ekspor. LPEI juga menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, baik oleh lembaga keuangan komersial maupun oleh LPEI sendiri, tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national Interest Account). Pembiayaan . . . - 3 - Pembiayaan diberikan LPEI dalam bentuk modal kerja dan/atau investasi. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja, antara lain pembiayaan untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pembelian bahan baku dari luar negeri, penggantian dan/atau pemeliharaan komponen dan sarana produksi. Pembiayaan dalam bentuk investasi antara lain pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek, misalnya pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di luar negeri. Selain pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, LPEI juga dapat memberikan pembiayaan kepada pihak pembeli di luar negeri dalam rangka mengimpor barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia. Penjaminan ekspor yang dilakukan oleh LPEI pada dasarnya merupakan bentuk pembiayaan tidak langsung, tetapi tidak terbatas pada penerbitan stand by letter of credit, konfirmasi atas surat kredit berdokumen (letter of credit) yang diterbitkan oleh bank di luar negeri, penjaminan pembayaran kembali pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, dan industri penunjang ekspor. Tugas lain yang diemban LPEI adalah memberikan pembiayaan dalam bentuk asuransi. Adanya berbagai risiko yang dihadapi dalam kegiatan ekspor-impor, menimbulkan kebutuhan bagi eksportir dan importir akan jasa asuransi agar tidak mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya. Kebutuhan akan jasa asuransi dalam kegiatan ekspor impor itu menjadi permasalahan bagi para eksportir dan pengusaha yang terkait dengannya karena premi yang harus ditanggung/dibayar oleh para pengusaha relatif tinggi. Hal itu dikarenakan ekspor-impor merupakan kegiatan yang berisiko tinggi sehingga jumlah perusahaan asuransi yang berminat memberikan jasa di sektor ini sangat sedikit. Berdasarkan hal tersebut, untuk dapat memenuhi kebutuhan jasa asuransi di bidang ekspor-impor dan agar harga komoditas ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, dibutuhkan jasa asuransi dengan premi kompetitif yang diharapkan dapat diwujudkan oleh LPEI. Selain melakukan kegiatan usaha konvensional, LPEI juga dirancang untuk dapat memberikan pembiayaan ekspor nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ini dilakukan mengingat bahwa di Indonesia telah berkembang berbagai kegiatan ekonomi dengan prinsip syariah, seperti bank syariah, asuransi dan reasuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah, efek syariah lainnya yang telah diterima oleh masyarakat dan dinilai mempunyai keunggulan, baik komparatif maupun kompetitif. Melalui . . . - 4 - Melalui kegiatan usaha di atas, LPEI diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap pembangunan ekonomi nasional dengan turut menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Oleh karena itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya, LPEI wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang meliputi prinsip tata kelola perusahaan yang baik, penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal nasabah. Perwujudan tata kelola perusahaan yang baik berarti LPEI wajib menerapkan transparansi dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik, antara lain dengan menyampaikan laporan keuangan kepada Pemerintah dan kepada publik. Perwujudan penerapan manajemen risiko adalah bahwa dalam memberikan pembiayaan ekspor, LPEI selalu mengacu pada prinsip analisis yang sehat dan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku umum, sedangkan berkaitan dengan perolehan dana dan penempatan dana, LPEI hanya dapat melakukan dalam bentuk tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini berikut peraturan pelaksanaannya. Perwujudan pelaksanaan prinsip mengenal nasabah adalah bahwa LPEI mengetahui identitas yang jelas serta sumber dana dan transaksi nasabah. Di samping wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, LPEI tidak melakukan persaingan dengan bank atau lembaga keuangan lainnya, serta dapat melakukan pembiayaan dengan cara pembiayaan bersama dengan bank dan/atau lembaga keuangan lainnya. Peran strategis LPEI tersebut di atas, memerlukan kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor. LPEI sebagai lembaga khusus (sui generis) secara kelembagaan tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan tentang perbankan, Badan Usaha Milik Negara, lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan, dan usaha perasuransian. Namun, dalam menjalankan kegiatan usahanya, LPEI tunduk kepada ketentuan materiil tentang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang, dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang- Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan. Walaupun LPEI adalah lembaga pembiayaan yang tidak semata-mata mencari keuntungan, LPEI dimungkinkan untuk mendapatkan laba hasil usaha atau surplus dalam menjalankan kegiatan usahanya. Surplus tersebut dialokasikan untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa produksi, tantiem, dan bagian laba Pemerintah. Untuk . . . - 5 - Untuk melaksanakan tugas tersebut, LPEI perlu didukung organisasi yang fleksibel dan dapat bergerak cepat untuk pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, sistem susunan dewan satu tingkat (One Board System) dianggap sesuai dengan kebutuhan LPEI. Meskipun demikian, untuk mencegah pemusatan pengaruh dominan pada salah satu anggota Dewan Direktur yang ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif, Ketua Dewan Direktur tidak mempunyai hak suara dalam rapat Dewan Direktur. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan LPEI mampu memberikan fasilitas pembiayaan ekspor dan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai ekspor barang dan jasa Indonesia, menumbuhkan kepercayaan dunia internasional, dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis di Indonesia. Dengan demikian, LPEI diharapkan semakin mampu melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program ekspor nasional. Mengingat besarnya harapan terhadap LPEI, proses transformasi dari Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna memastikan pengalihan aktiva dan pasiva melalui audit penutupan atas laporan PT Bank Ekspor Indonesia disertai dengan pemberian opini yang wajar sehingga dapat menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI. Di sisi lain, pengalihan hak dan kewajiban hukum dari Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ke LPEI harus disertai dengan pemberian opini atas aspek hukum yang terkait dengan peralihan tersebut. Undang-Undang LPEI ini berlaku sejak tanggal diundangkan sehingga LPEI juga terbentuk sejak diberlakukannya undang-undang ini. Namun, beroperasinya LPEI memerlukan masa transisi paling lama 9 (sembilan) bulan sejak undang-undang ini diundangkan. Dengan beroperasinya LPEI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia dinyatakan bubar dan semua pegawai PT Bank Eskpor Indonesia menjadi pegawai LPEI. Di samping itu, karena kegiatan usahanya dalam dunia perdagangan internasional, LPEI dapat menggunakan nama Indonesia Eximbank. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah asas yang meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya. Huruf b . . . - 6 - Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas yang meletakkan hukum dan ketentuan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam Pembiayaan Ekspor Nasional. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menjamin bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional dapat dipertanggungjawabkan. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas profesionalisme” adalah asas yang menjamin bahwa pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional dilakukan berdasarkan keahlian, pengalaman, dan integritas. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang menjamin pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional dilakukan secara efisien untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang mendasari bahwa kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional harus mempertimbangkan keseimbangan kemajuan daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan modal kerja, antara lain pembiayaan untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pembelian bahan baku dari luar negeri, penggantian dan/atau pemeliharaan komponen dan sarana produksi. Pembiayaan . . . - 7 - Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan investasi, antara lain pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek, misalnya pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di luar negeri. Fasilitas pembiayaan modal kerja dan/atau investasi juga dapat diberikan kepada pembeli di luar negeri untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia (buyer’s credit). Pasal 7 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Penjaminan dalam rangka tender, antara lain bid bond dan performance guarantee. Pasal 8 Huruf a Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor” adalah asuransi yang diberikan kepada bank atau pihak lain yang dirugikan karena kegagalan Ekspor yang dilakukan Eksportir. Huruf b Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan bayar” adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir untuk menutup kerugian karena pihak pembeli barang dan/atau jasa tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai dengan perjanjian. Huruf c Yang dimaksud dengan “Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri” adalah asuransi yang diberikan kepada investor Indonesia untuk menutup kerugian atas investasi yang dilakukannya di luar negeri. Huruf d . . . - 8 - Huruf d Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko politik di suatu negara” adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir untuk menutup kerugian yang timbul karena risiko politik yang terjadi di suatu negara, antara lain nasionalisasi (nationalization), ketaktertukaran mata uang (currency inconvertibility), hambatan transfer devisa (exchange transfer restricted), dan pembatalan kontrak sepihak (contract repudiation). Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban yang memiliki status sama dengan orang perorangan sebagai subjek hukum. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “independen” adalah tidak dapat campur tangannya pihak lain termasuk Pemerintah terhadap LPEI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam Undang-Undang ini. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c . . . - 9 - Huruf c Hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan lainnya, antara lain kekurangmampuan memenuhi permintaan fasilitas pembiayaan dari Eksportir, keterbatasan akses kepada perbankan luar negeri, atau keterbatasan sumber pendanaan yang sesuai dengan skema pembiayaan ekspor. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah kegiatan yang lazim dilakukan oleh lembaga pembiayaan ekspor (eximbank) di negara lain antara lain pemberian penjaminan balik (counter guarantee) dan penjaminan bersama (joint guarantee), pembiayaan substitusi impor, serta pembiayaan impor bahan baku yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “restrukturisasi Pembiayaan Ekspor Nasional” adalah upaya yang dilakukan oleh LPEI dalam membantu nasabahnya agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: a. penjadwalan kembali (reschedulling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah dan/atau jangka waktunya; b. persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan; dan c. penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas kepada reschedulling atau reconditioning. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 . . . - 10 - Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Untuk memudahkan dalam melaksanakan Pembiayaan Ekspor Nasional, LPEI dapat ikut serta sebagai peserta dalam sistem pembayaran nasional. Untuk itu, LPEI tunduk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran nasional” adalah sistem pembayaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran internasional” adalah sistem pembayaran yang lazim dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran antar-bank atau lembaga keuangan antar- negara. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penugasan khusus” adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program Ekspor nasional. Ayat (2) Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain tata cara pengajuan usul program Ekspor nasional dari kementerian dan lembaga, sumber dana, denda, provisi penjaminan, premi asuransi, penggantian kerugian (coverage), dan pembayaran. Pasal 19 Ayat (1) Modal awal LPEI berasal dari seluruh kekayaan negara yang tertanam dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . - 11 - Ayat (3) Penutupan kekurangan modal tersebut, pertama-tama dilakukan dengan menggunakan sumber internal LPEI, yaitu penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), cadangan umum, dan modal lainnya. Dalam hal penutupan kekurangan tersebut mengakibatkan modal awal LPEI menjadi kurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), kekurangan tersebut akan ditutup dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Yang dimaksud dengan “mekanisme yang berlaku” adalah proses pengusulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara oleh Pemerintah melalui persetujuan DPR. Ayat (4) Penambahan modal untuk menutup kekurangan modal LPEI ini diperhitungkan sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “cadangan umum” adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang digunakan untuk menutup kerugian yang timbul dari pelaksanaan kegiatan usahanya. Yang dimaksud dengan “cadangan tujuan” adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang dapat digunakan, antara lain untuk biaya penggantian dan/atau pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas LPEI. Ayat (2) Persentase kapitalisasi modal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dimaksudkan untuk memperkuat permodalan LPEI. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “surplus” adalah laba dari hasil kegiatan usaha LPEI dalam 1 (satu) tahun buku. Besarnya surplus dihitung dari selisih lebih antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum di Indonesia. Huruf a . . . - 12 - Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “jasa produksi dan tantiem” adalah bagian surplus yang diberikan kepada pegawai dan anggota Dewan Direktur berdasarkan kinerjanya. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Persentase alokasi surplus memperhitungkan pemupukan cadangan dalam rangka memperkuat struktur permodalan LPEI serta antisipasi LPEI dalam menghadapi kerugian yang mungkin timbul dalam kegiatan usaha pada masa yang akan datang. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Surat berharga atau surat utang yang diterbitkan oleh LPEI, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain dalam bentuk obligasi atau surat utang jangka menengah (medium terms note), baik yang diterbitkan secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah. Huruf b Pinjaman dapat diterima dalam bentuk, antara lain pinjaman langsung dan penerusan pinjaman (two step loan). Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) . . . - 13 - Ayat (2) Penempatan dana pada bank di dalam dan luar negeri diperlukan untuk mendukung kegiatan operasional transaksi LPEI, misalnya penempatan dana dalam bentuk rekening giro dan rekening nostro serta keikutsertaan dalam Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Ayat (3) Untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dalam menjalankan kegiatan usahanya, surat berharga yang dibeli atau penempatan yang dilakukan harus mudah dicairkan. Untuk mengamankan kepentingan di atas, surat berharga yang dibeli atau penempatan yang dilakukan memiliki risiko yang terkendali. Pasal 25 Ayat (1) Dewan Direktur terdiri atas Direktur Non-Eksekutif dan Direktur Eksekutif. Direktur Non-Eksekutif melakukan tugas tidak secara penuh waktu. Ayat (2) Huruf a Pejabat dari instansi atau lembaga yang akan menjadi anggota Dewan Direktur diusulkan kepada Menteri Keuangan oleh menteri dari instansi atau lembaga yang bersangkutan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Dewan Direktur, antara lain hal-hal yang berkaitan dengan: a. pembiayaan. . . - 14 - a. pembiayaan ekspor yang merupakan operasionalisasi kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional; b. pembiayaan, penjaminan, asuransi, jasa konsultasi, dan kegiatan lain yang diatur dalam Undang-Undang ini; c. pendanaan dan penempatan dana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; d. pengawasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c; e. tata cara pengusulan, penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Direktur Pelaksana; f. penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan; g. evaluasi pelaksanaan kegiatan usaha; h. pelaporan kegiatan usaha; i. struktur organisasi; j. pengadaan aktiva bergerak, tidak bergerak, dan jasa; dan/atau k. bantuan hukum. Ayat (2) Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas anggota Dewan Direktur meliputi, antara lain: a. pembagian tugas di antara anggota Dewan Direktur; b. rapat Dewan Direktur, kuorum rapat, dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Direktur; tata cara pengambilan keputusan Dewan Direktur; dan d. ketentuan benturan kepentingan. c. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f . . . - 15 - Huruf f Cukup jelas. Huruf g Keahlian dan pengalaman yang dimaksud, antara lain keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perdagangan internasional, dan/atau hukum. Huruf h Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah meninggal dunia, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, atau mengalami cacat fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kriteria kinerja anggota Dewan Direktur ditetapkan dalam kontrak kerja antara anggota Dewan Direktur dan Menteri. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “tindak pidana lainnya” adalah yang tindak pidana yang mengganggu integritas organisasi, misalnya tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana ekonomi seperti penyelundupan. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) . . . - 16 - Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana paling sedikit menjalankan fungsi kegiatan usaha, manajemen risiko, hukum, keuangan, dan administrasi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Piutang macet yang disebabkan adanya kesalahan dalam penyalurannya dapat dihapusbukukan sesuai mekanisme yang berlaku, apabila pihak yang bertanggung jawab atas penyaluran telah dikenakan sanksi. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 . . . - 17 - Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Rencana Jangka Panjang memuat, antara lain: a. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya; b. posisi lembaga saat ini; c. asumsi yang digunakan dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang; dan d. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja Rencana Jangka Panjang. Ayat (2) Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan memuat, antara lain: a. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja/kegiatan; b. anggaran yang diperinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan; c. proyeksi keuangan; dan d. hal-hal lain yang memerlukan keputusan Menteri. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengumuman laporan keuangan LPEI dilakukan dalam rangka pemenuhan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Pasal 39 Sebagai lembaga yang didirikan oleh Undang-Undang, pembubaran LPEI harus dilakukan dengan Undang-Undang. LPEI juga tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Kepailitan. Pasal 40 . . . - 18 - Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain kegiatan usaha, kualitas aktiva produktif, batas maksimum pemberian pembiayaan, modal minimum, posisi devisa neto, pelaporan, dan pemeriksaan. Pasal 41 Bantuan hukum diberikan dalam bentuk, antara lain penyediaan jasa pengacara, pendampingan, dan penyediaan akses dokumen LPEI. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penunjukan kantor akuntan publik dilakukan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Yang dimaksud dengan “audit atas laporan keuangan penutup” adalah proses penutupan seluruh akun untuk menunjukkan posisi terakhir dari akun-akun tersebut pada tanggal penutupan pembukuan, disertai dengan pemberian opini wajar. Selanjutnya, laporan keuangan yang telah ditutup tersebut menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI. Konsultan hukum memberikan opini atas aspek hukum yang terkait dengan peralihan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 . . . - 19 - Pasal 46 Undang-Undang ini bersifat lex specialis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perbankan, usaha perasuransian, lembaga keuangan non-bank, badan usaha milik negara, perseroan terbatas, dan kepailitan. LPEI dalam menjalankan kegiatan usahanya, tunduk pada ketentuan materiil tentang Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang, dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya. Pasal 47 Penggunaan nama Indonesia Eximbank dimaksudkan untuk memudahkan LPEI dalam menjalankan kegiatan usahanya serta menyejajarkan diri dengan lembaga sejenis yang ada di luar negeri. Pasal 48 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4957
<reg_id> 2/UU/2009 </reg_id> <reg_title> LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA </reg_title> <set_date> 12 Januari 2009 </set_date> <effective_date> 12 Januari 2009 </effective_date> <issued_date> 12 Januari 2009 </issued_date> <related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33' </related_reg> <penalty_list> 'BAB VII', 'BAB VIII' </penalty_list>