input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 24 /SEOJK.05/2017
TENTANG
PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO
BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5994), perlu untuk mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai pedoman perhitungan jumlah modal minimum
berbasis risiko bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi.
2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
- 2 -
4. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
5. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya
disebut PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit
memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan
memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari
kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik
yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.
6. Aset Yang Diperkenankan yang selanjutnya disingkat AYD adalah
aset yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas.
7. Modal Minimum Berbasis Risiko yang selanjutnya disingkat MMBR
adalah jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko
kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam
pengelolaan aset dan liabilitas.
8. Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah aset yang
diperkenankan dikurangi dengan jumlah liabilitas.
9.
Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
II. PERHITUNGAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO
1. MMBR bagi Perusahaan ditetapkan berdasarkan besar risiko
kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam
pengelolaan aset dan liabilitas.
2. Perhitungan jumlah dana sebagaimana dimaksud pada angka
1 harus dilakukan berdasarkan pedoman perhitungan jumlah
MMBR sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
III. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Setiap jenis AYD dalam bentuk investasi yang diperhitungkan dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini termasuk juga jenis
investasi yang menggunakan prinsip syariah.
2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku untuk
Perusahaan Asuransi syariah dan Perusahaan Reasuransi syariah
- 3 -
maupun unit syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
IV. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 2017.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan
Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 24/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 4 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 21 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG
DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor PER-08/BL/2012 tentang Pedoman Perhitungan
Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
24/SEOJK.05/2015 tanggal 31 Agustus 2015 tentang Penilaian Investasi Surat
Utang dan Penyesuaian Modal Minimum Berbasis Risiko bagi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, selanjutnya disebut SEOJK Nomor
24/SEOJK.05/2015, serta memperhatikan kondisi perekonomian dan pasar
saat ini, perlu menetapkan pencabutan SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Berdasarkan SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 telah ditetapkan
penilaian investasi surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar
dan penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan
dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagai dampak dari kondisi
keuangan global yang mengakibatkan nilai pasar dari investasi surat
utang menunjukkan nilai yang tidak wajar.
- 2 -
2. Kondisi keuangan global sebagaimana dimaksud pada angka 1 telah
mengakibatkan penurunan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi kurang dari tingkat solvabilitas yang
dipersyaratkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
3. Bahwa kondisi keuangan global dan perkembangan perekonomian
Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
positif, yang tercermin dari indikator pasar:
a.
b.
Nilai suku bunga Bank Indonesia sejak bulan Desember 2015
terus mengalami penurunan dan stabil.
c. Country Rate atas Indonesia sejak bulan Oktober 2015 terus
menguat dan stabil.
d.
Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Oktober 2015
mengalami peningkatan dan terus menunjukkan tren
kenaikan.
4. Bahwa berdasarkan kondisi dan perkembangan sebagaimana
dimaksud pada angka 3, maka kondisi keuangan global sudah
menunjukkan nilai yang wajar bagi pasar investasi surat utang.
5. Bahwa berdasarkan angka 4, maka penetapan penilaian investasi
surat utang agar mencerminkan nilai yang wajar dan penyesuaian
modal minimum berbasis risiko yang diperhitungkan dalam
perhitungan tingkat solvabilitas yang dipersyaratkan dalam SEOJK
Nomor 24/SEOJK.05/2015 sebagai dasar bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi melakukan perhitungan atas surat utang
yang dimiliki dan penyesuaian modal minimum berbasis risiko yang
diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas perlu untuk
dicabut.
II. PENETAPAN PENCABUTAN SEOJK NOMOR 24/SEOJK.05/2015
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam romawi I, maka
SEOJK Nomor 24/SEOJK.05/2015 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika
Serikat sejak bulan Oktober 2015 terus menguat dan stabil.
- 3 -
III. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 21/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN INVESTASI SURAT UTANG DAN PENYESUAIAN MODAL MINIMUM BERBASIS RISIKO BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 27 Juni 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '24/SEOJK.05/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '53/PMK.010/2012|PER-MENKEU/2012 | Pasal 5', '24/SEOJK.05/2015', 'PER-08/BL/2012|PERTA-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 38 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR
DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM
BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang selanjutnya disebut
POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko
Pasar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Risiko Pasar merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan Bank
dalam menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh
karena itu, sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum,
Bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Pasar dalam
perhitungan KPMM dengan menggunakan:
a. Metode...
- 2 -
a. Metode Standar (Standard Method); dan/atau;
b. Model Internal (Internal Model).
2. Untuk penerapan tahap awal, bagi Bank yang memenuhi kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam POJK KPMM Bank Umum,
perhitungan ATMR untuk Risiko Pasar dilakukan dengan
menggunakan Metode Standar (Standard Method).
II. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KPMM
DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR
Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan risiko suku bunga dan
risiko nilai tukar termasuk risiko perubahan harga option. Bank yang
memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam POJK KPMM Bank
Umum, wajib memperhitungkan Risiko Pasar. Bagi Bank yang memenuhi
kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos risiko
ekuitas dan/atau risiko komoditas, selain memperhitungkan risiko suku
bunga dan risiko nilai tukar, perhitungan Risiko Pasar juga
memperhitungkan risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas.
A. Perhitungan Risiko Suku Bunga
1. Perhitungan risiko suku bunga dilakukan terhadap posisi
instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko
suku bunga.
2. Perhitungan risiko suku bunga meliputi perhitungan risiko
spesifik dan risiko umum.
B. Perhitungan Risiko Nilai Tukar
1. Perhitungan risiko nilai tukar dilakukan terhadap posisi valuta
asing dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko
nilai tukar.
2. Dalam perhitungan risiko nilai tukar tersebut, Bank dapat
mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai posisi devisa neto.
C. Perhitungan Risiko Ekuitas
1. Perhitungan risiko ekuitas bagi Bank secara konsolidasi dengan
Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan
dalam Trading Book yang terekspos risiko ekuitas.
2. Perhitungan...
- 3 -
2. Perhitungan risiko ekuitas meliputi perhitungan risiko spesifik
dan risiko umum.
D. Perhitungan Risiko Komoditas
Perhitungan risiko komoditas bagi Bank secara konsolidasi dengan
Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan
dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko
komoditas.
III. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL
Tata cara perhitungan beban modal untuk risiko suku bunga, risiko nilai
tukar, risiko ekuitas, dan/atau risiko komoditas berpedoman pada
Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. TATA CARA PELAPORAN
1. Laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar dalam
perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko
Pasar, disampaikan secara bulanan melalui sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
belum tersedia, penyampaian laporan dilakukan dengan mengacu
pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format
dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran II dan Lampiran III Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. KETENTUAN PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan
memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor...
- 4 -
Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 perihal Prinsip Kehati-
hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko
secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18
Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar
dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal
Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 38/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR </reg_title>
<set_date> 8 September 2016 </set_date>
<effective_date> 8 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '14/21/DPNP|SE-BI/2011', '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '11/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Penjaminan;
2. Direksi Perusahaan Penjaminan Syariah;
3. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang;
4. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
5. Direksi Perusahaan Penjaminan yang Memiliki Unit Usaha Syariah;
6. Direksi Pemeringkat Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi;
7. Agen Penjamin yang Berbentuk Orang Perseorangan;
8. Direksi Agen Penjamin yang Berbentuk Badan Hukum;
9. Direksi Broker Penjaminan; dan
10. Direksi Broker Penjaminan Ulang;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.05/2018
TENTANG
PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI
LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK
Sehubungan dengan amanat ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
Lembaga Penjamin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6013), perlu untuk
mengatur lebih lanjut mengenai pelayanan secara elektronik (e-licensing)
permohonan perizinan, persetujuan, dan pelaporan bagi lembaga penjamin dan
dan pendaftaran bagi lembaga penunjang penjaminan dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Penjamin adalah perusahaan penjaminan, perusahaan
penjaminan syariah, perusahaan penjaminan ulang, dan perusahaan
penjaminan ulang syariah yang menjalankan kegiatan penjaminan
- 2 -
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Penjaminan.
2. Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di
bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan
penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Penjaminan.
3. Perusahaan Penjaminan Syariah adalah badan hukum yang bergerak
di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan
penjaminan syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
4. Perusahaan Penjaminan Ulang adalah badan hukum yang bergerak
di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan penjaminan
ulang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Penjaminan.
5. Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah adalah badan hukum yang
bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan
penjaminan ulang syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
6. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja
dari Perusahaan Penjaminan yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
penjaminan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
7. Lembaga Penunjang Penjaminan adalah pemeringkat usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi, agen penjamin, broker penjaminan,
dan broker penjaminan ulang.
8. Perizinan adalah pemberian legalitas dalam bentuk izin dari Otoritas
Jasa Keuangan kepada badan hukum tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha di bidang penjaminan.
9. Persetujuan adalah pemberian legalitas dalam bentuk surat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin
untuk melakukan kegiatan tertentu di bidang penjaminan.
10. Pelaporan adalah penyampaian segala bentuk catatan yang
memberikan informasi tentang kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
Lembaga Penjamin dan UUS kepada Otoritas Jasa Keuangan.
- 3 -
11. Pendaftaran adalah pemberian legalitas dalam bentuk surat tanda
terdaftar sebagai Lembaga Penunjang Penjaminan.
12. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS
adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perseroan
terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi Lembaga Penjamin yang
berbentuk badan hukum perusahaan umum atau koperasi.
13. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi Lembaga
Penjamin yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau
yang setara dengan Direksi bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk
badan hukum perusahaan umum atau koperasi.
14. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas bagi Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi
Lembaga Penjamin yang berbentuk badan hukum perusahaan umum
atau koperasi.
15. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah
bagian dari organ Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah, dan Perusahaan Penjaminan yang
memiliki UUS yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan
terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha penjaminan syariah dan
penjaminan ulang syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
II. RUANG LINGKUP PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN
PELAPORAN LEMBAGA PENJAMIN
1. Permohonan Perizinan, Persetujuan, dan Pelaporan Lembaga
Penjamin sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin, yang disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
a. kategori kelembagaan; dan
b. kategori kepengurusan.
- 4 -
2. Permohonan Perizinan, Persetujuan, dan Pelaporan yang termasuk
kategori kelembagaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
meliputi:
a. Bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang, yaitu:
1) permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang;
2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
3) permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah
operasional Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
4) Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang;
5) Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
6) Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang;
7) Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
8) Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
9) Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan
terbatas terbuka atau sebaliknya;
10) Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
11) Pelaporan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
- 5 -
12) Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor
cabang Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
13) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
14) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
penggabungan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
15) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang menggabungkan diri;
16) Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
17) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang;
18) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang;
19) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang meleburkan diri;
20) Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
21) permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang;
22) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
23) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
24) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan
murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
- 6 -
25) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan
murni;
26) Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
27) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru;
28) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang dengan cara mendirikan badan hukum
baru yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang;
29) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset,
liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang kepada Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang lain;
30) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang dengan cara mengalihkan sebagian aset,
liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang kepada badan hukum lain
yang bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang;
31) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang;
32) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang melakukan pemisahan
tidak murni menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil
pemisahan tidak murni;
- 7 -
33) Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
34) permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
35) Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
36) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan konversi
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
37) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui konversi
menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
38) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang dikonversi;
39) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang karena keputusan RUPS;
40) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang karena jangka waktu
berdirinya Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang ditetapkan dalam anggaran dasar
berakhir;
41) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang berdasarkan putusan
pengadilan atau keputusan pemerintah;
42) permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha
sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang; dan
43) Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang.
b. Bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah, yaitu:
1) permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
- 8 -
2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
3) permohonan Persetujuan perubahan lingkup wilayah
operasional Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
4) Pelaporan perubahan nama Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
5) Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
6) Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor pusat
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
7) Pelaporan pengurangan modal disetor bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
8) Pelaporan penambahan modal disetor bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
9) Pelaporan perubahan status Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas tertutup
menjadi perseroan terbatas terbuka atau sebaliknya;
10) Pelaporan perubahan pemegang saham Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas;
11) Pelaporan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
12) Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan kantor
cabang Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
13) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
- 9 -
14) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah:
15) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang
menggabungkan diri;
16) Pelaporan pelaksanaan penggabungan Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
17) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan peleburan
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
18) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui peleburan
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
19) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang
meleburkan diri;
20) Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
21) permohonan Persetujuan rencana pengambilalihan
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
22) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
23) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
24) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan
murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
25) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjamin Syariah dan
- 10 -
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang melakukan
pemisahan murni;
26) Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
27) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara
mendirikan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru;
28) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara
mendirikan badan hukum baru yang bukan merupakan
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah;
29) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara
mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah kepada Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah lain;
30) permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah dengan cara
mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah kepada badan hukum lain yang
bukan merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
31) Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui pemisahan
tidak murni Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
- 11 -
32) permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang
melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor cabang
atas nama Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah hasil pemisahan
tidak murni;
33) Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
34) permohonan izin pembukaan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
35) Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
36) Pelaporan pelaksanaan konversi Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah;
37) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena
keputusan RUPS;
38) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah karena jangka
waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang ditetapkan
dalam anggaran dasar berakhir;
39) Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah berdasarkan
putusan pengadilan atau keputusan pemerintah;
40) permohonan Persetujuan penghentian kegiatan usaha
sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; dan
41) Pelaporan penghentian kegiatan usaha Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah.
- 12 -
c. Bagi UUS, yaitu:
1) permohonan izin pembentukan UUS;
2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha UUS;
3) permohonan izin pembukaan kantor cabang UUS;
4) Pelaporan penutupan kantor cabang UUS;
5) permohonan pencabutan izin UUS;
6) permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang menggabungkan
diri;
7) permohonan izin pembentukan UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang meleburkan diri;
dan
8) permohonan penetapan izin pembukaan kantor cabang
UUS yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
yang melakukan pemisahan tidak murni menjadi kantor
cabang UUS atas nama Perusahaan Penjaminan hasil
pemisahan tidak murni.
3. Permohonan Persetujuan dan Pelaporan yang termasuk kategori
kepengurusan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
meliputi:
a. Bagi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang, yaitu:
1) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga
ahli penjaminan; dan
2) Pelaporan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang.
b. Bagi Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah, yaitu:
1) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga
ahli penjaminan syariah; dan
2) Pelaporan perubahan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau anggota DPS Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah.
- 13 -
c. Bagi UUS, yaitu:
1) Pelaporan perubahan pimpinan UUS;
2) Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian tenaga
ahli penjaminan syariah; dan
3) Pelaporan perubahan anggota DPS UUS.
III. RUANG LINGKUP PERMOHONAN PENDAFTARAN LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN
Permohonan Pendaftaran Lembaga Penunjang Penjaminan sebagaimana
diwajibkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin, yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan adalah
sebagai berikut:
1. permohonan Pendaftaran sebagai pemeringkat usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi;
2. permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk
orang perseorangan;
3. permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin yang berbentuk
badan hukum; dan
4. permohonan Pendaftaran sebagai broker penjaminan dan broker
penjaminan ulang.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN,
DAN PELAPORAN LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN LEMBAGA
PENUNJANG PENJAMINAN
1. Lembaga Penjamin harus menyampaikan permohonan Perizinan,
Persetujuan, dan Pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin serta dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang dipersyaratkan.
2. Lembaga Penunjang Penjaminan harus menyampaikan permohonan
Pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang dipersyaratkan.
- 14 -
3. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
dilengkapi dengan form self assessment sebagaimana tercantum
dalam:
a. Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang;
b. Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah;
c. Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Perusahaan
Penjaminan yang memiliki UUS; atau
d. Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Lembaga
Penunjang Penjaminan.
4. Form self assessment sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus
ditandatangani oleh Direksi Lembaga Penjamin, agen penjamin yang
berbentuk orang perseorangan, atau Direksi Lembaga Penunjang
Penjaminan.
5. Permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online)
melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
6. Dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagai lampiran
permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 disampaikan
kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam jaringan (online) adalah
hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli.
7. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada angka 5 belum tersedia atau mengalami
gangguan teknis, penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan,
Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan angka 2, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara
luar jaringan (offline).
- 15 -
8. Dengan penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan,
dan Pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan secara dalam
jaringan (online) sebagaimana dimaksud pada angka 5 atau luar
jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7, Lembaga
Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan tidak perlu
menyampaikan dokumen cetak (hard copy).
9. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan harus
menyatakan bahwa dokumen yang disampaikan secara dalam
jaringan (online) sebagaimana dimaksud pada angka 5 atau luar
jaringan (offline) sebagaimana dimaksud pada angka 7 adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
10. Dalam hal terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
angka 7, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan melalui situs web
(website) Otoritas Jasa Keuangan dan/atau menyampaikan surat
elektronik (email) kepada penanggung jawab (person in charge/PIC)
Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan.
11. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan
Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud
pada angka 7, harus disampaikan dalam bentuk data elektronik
berupa hasil pindai (scan) berwarna atas dokumen asli melalui
compact disc (CD) atau media penyimpanan data elektronik lainnya.
12. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan
Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud
pada angka 7 dilengkapi surat pengantar dalam bentuk cetak (hard
copy) yang ditandatangani oleh Direksi Lembaga Penjamin, agen
penjamin yang berbentuk orang perseorangan, atau Direksi Lembaga
Penunjang Penjaminan.
13. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan
Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud
pada angka 7 ditujukan kepada:
a. Untuk Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan
Ulang:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
- 16 -
u.p. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42
Jakarta Selatan 12710;
b. Untuk Perusahaan
Penjaminan
Syariah,
Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah, dan Perusahaan Penjaminan yang
memiliki UUS:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
u.p. Direktur IKNB Syariah
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 15
Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42
Jakarta Selatan 12710;
c. Untuk Lembaga Penunjang Penjaminan:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
u.p. Direktur Jasa Penunjang IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 12
Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42
Jakarta Selatan 12710.
14. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor Otoritas Jasa
Keuangan untuk penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan,
Pelaporan, dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 13,
Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan pemberitahuan
mengenai perubahan alamat melalui surat atau pengumuman
melalui situs web (website) Otoritas Jasa Keuangan.
15. Penyampaian permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan
Pendaftaran secara luar jaringan (offline) sebagaimana dimaksud
pada angka 7 dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai
berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 13.
16. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan dinyatakan
telah menyampaikan permohonan Perizinan,
Pelaporan, dan Pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut:
Persetujuan,
- 17 -
a. untuk penyampaian secara
dalam jaringan
(online)
sebagaimana dimaksud pada angka 5 sistem jaringan
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan, dibuktikan dengan
tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data Otoritas
Jasa Keuangan; atau
b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline) sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dibuktikan dengan tanda terima dari
Otoritas Jasa Keuangan.
V. VERIFIKASI DAN VALIDASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau
validasi atas kebenaran dan kewajaran dokumen dalam bentuk
cetak (hard copy) permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan,
dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 1
dan angka 2 yang telah disampaikan oleh Lembaga Penjamin dan
Lembaga Penunjang Penjaminan melalui
komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
sistem
jaringan
2. Lembaga Penjamin dan Lembaga Penunjang Penjaminan harus
menyediakan dokumen dalam bentuk cetak (hard copy)
permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV angka 1 dan angka 2
yang telah disampaikan melalui sistem jaringan komunikasi data
Otoritas Jasa Keuangan pada saat pelaksanaan verifikasi dan/atau
validasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada
angka 1.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
Permohonan Perizinan, Persetujuan, Pelaporan, dan Pendaftaran yang
telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk cetak
(hard copy) sebelum Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku dan belum mendapatkan izin, Persetujuan, surat pencatatan
Pelaporan, dan/atau surat tanda terdaftar dari Otoritas Jasa Keuangan
tidak perlu disampaikan kembali secara dalam jaringan (online) melalui
sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.
- 18 -
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.05/2018
TENTANG
PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI
LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK
- 1 -
DAFTAR ISI LAMPIRAN
BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN
No Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Form Self
Assessment 1
Form Self
Assessment 2
Form Self
Assessment 3
Form Self
Assessment 4
Form Self
Assessment 5
Form Self
Assessment 6
7.
Form Self
Assessment 7
8.
Form Self
Assessment 8
Permohonan
Hal
Permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan perubahan lingkup
wilayah operasional Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan perubahan nama Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor
pusat Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pelaporan pengurangan modal disetor bagi
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas
Pelaporan penambahan modal disetor bagi
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas
9.
Form Self
Assessment 9
Pelaporan perubahan status Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
tertutup menjadi perseroan terbatas terbuka atau
sebaliknya
10.
Form Self
Assessment 10
11.
Form Self
Assessment 11
Pelaporan perubahan pemegang saham
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas
Pelaporan perubahan bentuk badan hukum
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
6
32
35
39
44
47
52
55
61
64
78
- 2 -
No Keterangan
12.
13.
14.
Form Self
Assessment 12
Form Self
Assessment 13
Form Self
Assessment 14
15.
Form Self
Assessment 15
16.
17.
18.
Form Self
Assessment 16
Form Self
Assessment 17
Form Self
Assessment 18
19.
20.
21.
22.
23.
Form Self
Assessment 19
Form Self
Assessment 20
Form Self
Assessment 21
Form Self
Assessment 22
Form Self
Assessment 23
24.
Form Self
Assessment 24
Permohonan
Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan
kantor cabang Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
penggabungan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
penggabungan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
menggabungkan diri
Pelaporan pelaksanaan penggabungan
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
peleburan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
peleburan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
meleburkan diri
Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pemisahan murni Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Hal
82
85
101
104
107
110
132
136
139
142
155
158
172
- 3 -
No Keterangan
25.
Form Self
Assessment 25
26.
Form Self
Assessment 26
27.
Form Self
Assessment 27
Permohonan
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
melakukan pemisahan murni
Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara
mendirikan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang baru
28.
Form Self
Assessment 28
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara
mendirikan badan hukum baru yang bukan
merupakan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
29.
Form Self
Assessment 29
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara
mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang kepada Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
lain
30.
Form Self
Assessment 30
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang dengan cara
mengalihkan sebagian aset, liabilitas, dan ekuitas
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang kepada badan hukum lain yang
bukan merupakan Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
31.
Form Self
Assessment 31
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang
32.
Form Self
Assessment 32
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
melakukan pemisahan tidak murni menjadi
kantor cabang atas nama Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang hasil
pemisahan tidak murni
Hal
178
181
184
199
203
208
212
218
- 4 -
No Keterangan
33.
34.
35.
Form Self
Assessment 33
Form Self
Assessment 34
Form Self
Assessment 35
36.
Form Self
Assessment 36
37.
Form Self
Assessment 37
38.
Form Self
Assessment 38
39.
Form Self
Assessment 39
40.
Form Self
Assessment 40
41.
42.
43.
Form Self
Assessment 41
Form Self
Assessment 42
Form Self
Assessment 43
Permohonan
Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Permohonan izin pembukaan kantor cabang
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
konversi Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang menjadi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
konversi menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang yang
dikonversi
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena
keputusan RUPS
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang karena jangka
waktu berdirinya Perusahaan Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan Ulang yang ditetapkan
dalam anggaran dasar berakhir
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang berdasarkan
putusan pengadilan atau keputusan pemerintah
Permohonan Persetujuan penghentian kegiatan
usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Pelaporan penghentian kegiatan usaha
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Hal
221
224
227
229
237
242
245
247
250
252
258
- 5 -
BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN
No Keterangan
44.
45.
Form Self
Assessment 44
Form Self
Assessment 45
Permohonan
Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian
tenaga ahli penjaminan
Pelaporan perubahan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Hal
262
266
- 6 -
FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 1
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
izin usaha
Tanggal surat permohonan
izin usaha
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan izin
usaha
Deskripsi perusahaan:
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
Nama Pemegang
Saham
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
Susunan Direksi, Dewan Komisaris, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing:
No.
Jabatan
1.
Direktur
utama
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
Kewarganegaraan
dan Domisili
:
:
:
:
:
Nominal (Rp) (%)
PSP/Bukan PSP
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
- 7 -
2.
3.
4.
Direktur
Komisaris
utama
Komisaris
5. Tenaga ahli
6. Tenaga kerja
asing (jika
ada)
(mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan
tenaga kerja asing)
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
usaha disampaikan
menggunakan
format 1 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
Akta Pendirian
2. Akta pendirian
badan hukum yang
telah disahkan oleh
instansi yang
berwenang, yang
paling sedikit
memuat:
Dasar Hukum
Pasal 13 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan dari
instansi
- 8 -
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
a. nama, tempat
kedudukan, dan
lingkup wilayah
operasional;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama
perusahaan
sesuai dengan
ketentuan Pasal
16 POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
nama:
[.........]
Tempat
kedudukan:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
tempat
kedudukan:
[.........]
Lingkup wilayah
operasional
sesuai dengan
ketentuan Pasal 8
POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
- 9 -
yang
mencantumkan
lingkup wilayah
operasional:
[.........]
b. maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Maksud dan
tujuan:
[.........]
Kegiatan usaha
sesuai dengan
ketentuan Pasal 2
ayat (1) dan ayat
(2) POJK Nomor
2/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha:
[.........]
c. permodalan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jumlah modal
disetor sesuai
dengan ketentuan
Pasal 7 POJK
Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Jumlah modal
dasar:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
jumlah modal
disetor:
[.........]
- 10 -
d. kepemilikan; dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Data kepemilikan
sesuai dengan
ketentuan Pasal 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
kepemilikan:
[.........]
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
e. wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota Direksi,
dan anggota
Dewan Komisaris.
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
Direksi dan
anggota Dewan
Komisaris:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
Direksi, dan
anggota Dewan
Komisaris:
[.........]
Perubahan anggaran
dasar (jika ada)
disertai dengan
bukti pengesahan,
Pasal 13 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
- 11 -
persetujuan,
dan/atau surat
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi berwenang.
1/POJK.05/2017
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
Susunan Organisasi
3. Susunan organisasi
yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
Pasal 13 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
- 12 -
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
yang ditetapkan oleh
Direksi,
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
4. Dokumen yang
memuat uraian
tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan
prosedur kerja
secara tertulis, yang
ditetapkan oleh
Direksi.
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo. Pasal
35 ayat (3) POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
- 13 -
berlaku;
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
- 14 -
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
pada lembaga
jasa keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham atau
anggota koperasi
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 15 -
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
- 16 -
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
- 17 -
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
- 18 -
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
- 19 -
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
2) tanda
pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
- 20 -
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh direksi atau
yang setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
- 21 -
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
7. Dalam hal pemegang Pasal 13 ayat (2)
Nomor Peraturan
- 22 -
saham adalah
negara Republik
Indonesia, dilampiri
dengan Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
9. Sistem dan prosedur
kerja usaha
penjaminan atau
penjaminan ulang
berupa:
a. prosedur operasi
standar (standard
operating
procedure);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
- 23 -
Ditandatangani
oleh:
[.........]
b. contoh perjanjian
kerja sama; dan
c. contoh sertifikat
penjaminan yang
akan digunakan
oleh Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang.
Tenaga Ahli
10. Bukti
mempekerjakan
tenaga ahli
penjaminan berupa:
a. bukti
pengangkatan
tenaga ahli; dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf e jo Pasal
37 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama tenaga
ahli:
[.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
b. dokumen
pendukung
pemenuhan
persyaratan
tenaga ahli.
1. Sertifikat
keahlian dari
lembaga
sertifikasi
profesi di
bidang
penjaminan
a. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
- 24 -
Lembaga
yang
mengeluar-
kan
sertifikat:
[.........]
Masa
berlaku
(jika ada):
[.........]
b. Dst.
2. Daftar
pengalaman
kerja:
[.........]
3. Surat
keterangan
dari asosiasi
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang bahwa
tidak sedang
dalam
pengenaan
sanksi
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
surat:
[.........]
Modal Disetor
11. Bukti pelunasan
modal disetor dalam
Pasal 13 ayat (2)
huruf f
Bukti pelunasan
modal disetor
- 25 -
bentuk setoran tunai
dari pemegang
saham atau anggota
dan bukti
penempatan modal
disetor minimum
dalam bentuk
deposito berjangka
atas nama
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang bersangkutan
pada salah satu
bank umum atau
bank umum syariah
di Indonesia bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang dilegalisasi oleh
bank penerima
setoran dan masih
berlaku selama
dalam proses
pengajuan izin
usaha.
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
Bukti
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
- 26 -
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
Rencana Kerja
12. Rencana kerja untuk
3 (tiga) tahun
pertama paling
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang dan
langkah-langkah
kegiatan yang
akan dilakukan
dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang melakukan
kegiatan
operasional.
Bukti Kesiapan Infastruktur
13. Bukti kesiapan
infastruktur paling
sedikit berupa:
Pasal 13 ayat (2)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
- 27 -
a. daftar aset tetap
dan inventaris
beserta bukti
kepemilikan atau
penguasaan;
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor;
dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*)
14. Konfirmasi dari
otoritas pengawas di
negara asal pihak
asing, jika terdapat
penyertaan langsung
dari pihak asing.
Pasal 13 ayat (2)
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Nama negara:
[.........]
Nama institusi:
[.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 28 -
Substansi
konfirmasi:
[.........]
Dokumen Lain
15. Dokumen lain dalam
rangka mendukung
pertumbuhan usaha
yang sehat, meliputi:
a. laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang;
b. rencana bidang
kepegawaian
termasuk rencana
pengembangan
sumber daya
manusia untuk
paling singkat 3
(tiga) tahun
mendatang;
c. pedoman tata
kelola yang baik
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang;
d. perjanjian kerja
sama antara
pihak asing dan
pihak Indonesia,
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang yang di
dalamnya
terdapat
penyertaan dari
badan hukum
asing atau warga
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
dan spesifikasi
jabatan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
Kewajiban:
[.........]
- 29 -
negara asing yang
dibuat dalam
bahasa Indonesia
dan paling sedikit
memuat:
1) komposisi
permodalan,
susunan
anggota
Direksi dan
anggota
Dewan
Komisaris
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penjaminan;
dan
2) kewajiban
pihak asing
untuk
menyusun dan
melaksanakan
program
pendidikan
dan pelatihan
sesuai bidang
keahliannya;
dan
e. bukti pelunasan
pembayaran
biaya perizinan
dalam rangka
pemberian izin
usaha.
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sistem
penerimaan
Otoritas Jasa
Keuangan:
[.........]
Tanggal
pelunasan:
[.........]
Jumlah dilunasi:
[.........]
- 30 -
16. Sertifikat keahlian di
bidang manajemen
risiko dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang manajemen
risiko, bagi anggota
Direksi dan anggota
Dewan Komisaris.
Pasal 36 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
17. Permohonan izin
usaha disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, dan PSP
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
*) Hanya diisi dalam hal terdapat kepemilikan asing
Pasal 13 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor tanda
terima sistem
informasi:
[.........]
- 31 -
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 32 -
FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 2
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang
pemberian izin usaha
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang
pemberian izin usaha
Tanggal dimulainya kegiatan
usaha
No.
Persyaratan
1. Laporan
disampaikan
menggunakan
format 2 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Perjanjian kerja
sama (jika ada).
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 15 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Keterangan
Pasal 15 ayat (4)
huruf a
Nomor:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
- 33 -
Kewajiban:
[.........]
3.
Sertifikat
penjaminan yang
telah dilakukan.
Pasal 15 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sertifikat
penjaminan:
[.........]
Tanggal sertifikat
penjaminan:
[.........]
4. Surat izin menetap
dan/atau surat izin
menggunakan
tenaga kerja asing
yang dikeluarkan
oleh instansi
berwenang bagi
anggota Direksi
dan/atau Dewan
Komisaris
berkewarganegaraan
asing.
Pasal 15 ayat (4)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Berlaku bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang memiliki
anggota Direksi
dan/atau Dewan
Komisaris yang
berkewarganegaraan
asing.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor surat izin:
[.........]
Tanggal:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
- 34 -
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 35 -
FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN
LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 3
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN
LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Lingkup wilayah sebelumnya
Lingkup wilayah yang dituju
Deskripsi singkat mengenai latar
belakang perubahan lingkup
wilayah
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
perubahan lingkup
wilayah
disampaikan
menggunakan
format 9 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
Pemenuhan Kriteria
2. Memenuhi
ketentuan modal
disetor lingkup
wilayah yang dituju.
Pasal 40 ayat (3)
huruf a
Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 40 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 36 -
3. Telah mendapatkan
persetujuan
perubahan lingkup
wilayah operasional
dari PSP.
Lampiran Dokumen
4. Rencana perubahan
anggaran dasar.
5.
Bukti persetujuan
perubahan lingkup
wilayah operasional
dari PSP.
Pasal 40 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 40 ayat (5)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 40 ayat (5)
huruf b
Pasal 40 ayat (9)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
6. Rencana kerja yang
paling sedikit
memuat:
a. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang dan
langkah-langkah
kegiatan yang
akan dilakukan
dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
b. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan yang
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang melakukan
Pasal 40 ayat (5)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nama pihak yang
menandatangani:
[.........]
Tanggal
dokumen:
[.........]
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
- 37 -
kegiatan
operasional
dengan lingkup
wilayah
operasional yang
baru.
7. Peraturan
perundang-
undangan yang
mendasari
pemekaran wilayah.
Pasal 40 ayat (9)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Apabila
perubahan
lingkup wilayah
operasional
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang disebabkan
karena adanya
pemekaran
wilayah provinsi
atau
kabupaten/kota.
Nama peraturan:
[.........]
Nomor peraturan:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Hal:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 38 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 39 -
FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 4
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan sebelum
perubahan
Nama perusahaan setelah
perubahan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat mengenai
latar belakang perubahan nama
No.
1.
Persyaratan
Laporan perubahan
nama disampaikan
menggunakan
format 10 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Nomor pokok wajib
pajak (NPWP) atas
nama baru dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
3. Perubahan
anggaran dasar
yang disertai dengan
bukti persetujuan
dari instansi
berwenang bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pasal 43 ayat (1)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Tanggal akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 43 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
- 40 -
yang berbentuk
badan hukum
perseroan terbatas.
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
4. Akta risalah rapat
anggota dan/atau
perubahan
anggaran dasar bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk
badan hukum
koperasi.
Pasal 43 ayat (1)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
- 41 -
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
- 42 -
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
5.
Peraturan
Pemerintah yang
mendasari
perubahan nama
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk
badan hukum
perusahaan umum.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 43 ayat (1)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 43 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 44 -
FORM SELF ASSESSMENT 5 PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN
SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 5
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN
TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha
Data perubahan anggaran dasar:
No.
Pasal
1.
2.
dst
:
:
:
:
:
Sebelum Perubahan
Setelah Perubahan
Kelengkapan
No.
1.
Persyaratan
Laporan perubahan
maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha
disampaikan
menggunakan format
11 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Perubahan anggaran
dasar serta bukti
pengesahan atau
persetujuan dari
Pasal 43 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 43 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 45 -
instansi berwenang.
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 46 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 47 -
FORM SELF ASSESSMENT 6 PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN
KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 6
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN
KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Tanggal pemindahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan tempat
kedudukan kantor pusat
:
:
:
:
:
:
Data perubahan tempat kedudukan:
Keterangan
Kedudukan
Alamat Kantor
Nama
Kota/Kabupaten
No. Telp dan Fax
Lama
Baru
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
tempat kedudukan
kantor pusat
disampaikan
menggunakan format
12 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Nomor pokok wajib
pajak (NPWP) atas
Pasal 43 ayat (3)
POJK Nomor
Nama:
[.........]
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 43 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 48 -
alamat baru dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
3. Perubahan anggaran
dasar yang disertai
dengan bukti
persetujuan dari
instansi berwenang
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
Pasal 43 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
3. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
4. Akta risalah rapat
anggota dan/atau
perubahan anggaran
dasar bagi
Perusahaan
Pasal 43 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
1/POJK.05/2017
Nomor NPWP:
[.........]
- 49 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk badan
hukum koperasi.
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
- 50 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
5. Peraturan Pemerintah
yang mendasari
perubahan tempat
kedudukan bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk badan
hukum perusahaan
umum.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 43 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
- 51 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 52 -
FORM SELF ASSESSMENT 7 PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG
BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 7
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK
BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar
belakang pengurangan modal
disetor
:
:
:
:
:
Substansi pengurangan modal disetor:
Sebelum
Modal dasar
Modal disetor
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Laporan
pengurangan modal
disetor disampaikan
menggunakan format
13 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 53 -
oleh Direksi.
2. Perubahan anggaran
dasar serta bukti
persetujuan dari
instansi berwenang.
Pasal 43 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nominal modal
disetor:
Rp [.........]
Ekuitas per
[.........]:
Rp [.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
- 54 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 55 -
FORM SELF ASSESSMENT 8 PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR
BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 8
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN
HUKUM PERSEROAN TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
penambahan modal disetor
Bentuk penambahan modal
disetor (untuk penambahan
modal disetor yang tidak
menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi saham,
pengambilalihan, dan/atau
penambahan pemegang
saham baru):
Modal dasar
Modal disetor
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
:
:
:
:
:
setoran tunai
konversi saldo laba
konversi pinjaman yang diterbitkan dalam
bentuk obligasi wajib konversi
dividen saham
tanah dan bangunan
Substansi penambahan modal disetor:
Sebelum
Sesudah
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Laporan
penambahan
modal disetor
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (9)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 56 -
disampaikan
menggunakan
format 14
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan
ditandatangani
oleh Direksi.
2. Perubahan
anggaran dasar
yang disertai
dengan bukti
surat penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang.
Pasal 43 ayat (9)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
3.
Bukti
penambahan
- 57 -
modal disetor,
yaitu:
a. bukti setoran
pelunasan
modal disetor
dari pemegang
saham dan
bukti
penempatan
modal disetor
atas nama
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang pada
salah satu
bank umum
atau bank
umum syariah
di Indonesia
dan
dilegalisasi
oleh bank
penerima
setoran, dalam
hal
penambahan
modal disetor
dilakukan
dalam bentuk
uang tunai;
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti pelunasan
modal disetor
Tanggal transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
Bukti penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
- 58 -
Nominal
penempatan
deposito (Rupiah):
[.......]
b. laporan
keuangan
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang yang
telah diaudit
oleh akuntan
publik
sebelum
penambahan
modal, dalam
hal
penambahan
modal disetor
dilakukan
dalam bentuk
konversi saldo
laba, konversi
pinjaman yang
diterbitkan
dalam bentuk
obligasi wajib
konversi,
dan/atau
dividen
saham; dan
c. laporan
penilai
independen
atas nilai
tanah dan
bangunan,
dalam hal
penambahan
modal disetor
dilakukan
dalam bentuk
tanah dan
bangunan.
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan keuangan
PT [.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah ekuitas:
Rp [.........]
Jumlah saldo
laba/pinjaman
yang diterbitkan
dalam bentuk
obligasi wajib
konversi/dividen
saham*) yang
akan dikonversi
menjadi modal
disetor:
Rp [.......]
Nama kantor
akuntan publik:
[.........]
2. Dst.
Penambahan modal
disetor dalam
bentuk tanah dan
bangunan hanya
dapat dilakukan
oleh pemegang
saham yang
merupakan
pemerintah pusat
atau pemerintah
daerah.
- 59 -
Tanggal penilaian:
[.........]
Nama penilai:
[.........]
Objek yang dinilai:
[.........]
Hasil penilaian:
[.........]
4. Surat pernyataan
pemegang saham
atau anggota
koperasi yang
menyatakan
bahwa setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman,
kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan dalam
hal penambahan
modal dilakukan
dalam bentuk
uang tunai.
5. Laporan
keuangan yang
telah diaudit oleh
akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan
terakhir, dalam
hal pemegang
saham berupa
badan usaha,
lembaga atau
badan hukum
koperasi.
Pasal 43 ayat (9)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 43 ayat (9)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Laporan keuangan
PT [.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan publik:
[.........]
- 60 -
2. Dst.
6. Rencana bisnis
(business plan)
dan langkah-
langkah
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
dalam
penggunaan
penambahan
modal disetor.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 43 ayat (9)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan berupa
uraian
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 61 -
FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK
BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI PERSEROAN
TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA
FORM: 9
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN STATUS
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK
BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
TERTUTUP MENJADI PERSEROAN TERBATAS
TERBUKA ATAU SEBALIKNYA
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Tanggal efektif perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan status
perusahaan
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
status perusahaan
disampaikan
menggunakan format
15 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Perubahan anggaran
dasar disertai dengan
bukti persetujuan dari
instansi berwenang.
Pasal 43 ayat (10)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
5. Nomor akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (10)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 62 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 63 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 64 -
FORM SELF ASSESSMENT 10 PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG
BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 10
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG BERBENTUK BADAN
HUKUM PERSEROAN TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan pemegang saham
:
:
:
:
:
Substansi perubahan pemegang saham:
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
pemegang saham
disampaikan
menggunakan
format 17 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Akta pemindahan
hak atas saham,
dalam hal terjadi
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 44 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
Pasal 44 ayat (3)
huruf a
Nomor akta:
[.........]
POJK Nomor
- 65 -
pemindahan hak
atas saham.
1/POJK.05/ 2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
akta
pemindahan hak
atas saham dari:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
kepada:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
Dalam hal
terdapat
- 66 -
kepemilikan
asing, total
kepemilikan
asing secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
Data pemegang saham selain PSP
3. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
- 67 -
1/POJK.05/2017
Nomor
NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak
untuk 1 (satu)
tahun terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan
kena pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rp [.........]
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham atau
anggota selain
pengendali
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 68 -
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada lembaga
jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
- 69 -
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
- 70 -
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
4. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
- 71 -
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan
keuangan yang
telah diaudit oleh
akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
- 72 -
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu)
lembar pas
foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
2) tanda
pengenal
berupa kartu
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan
dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
1. Nama:
[.........]
- 73 -
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih
berlaku;
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh direksi atau
yang setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
- 74 -
(money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
- 75 -
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum
tetap dalam
5 (lima)
tahun
terakhir;
dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
5. Dalam hal pemegang
saham adalah
negara Republik
Indonesia, dilampiri
dengan Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
6. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
- 76 -
Peraturan Daerah
mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
7. Surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa uang yang
digunakan untuk
membeli saham
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
tidak berasal dari
kegiatan pencucian
uang (money
laundering) dan
kejahatan
keuangan, dalam
hal terjadi jual beli
saham.
8. Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
memperdagangkan
sahamnya di bursa
efek, batas waktu
pelaporan paling
lama 15 (lima belas)
hari kerja sejak
tanggal pencatatan
perubahan
pemegang saham
dalam daftar
perseroan berlaku
apabila:
a. terdapat
perubahan
pemegang saham
Pasal 44 ayat (1)
dan ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 44 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 77 -
dari saham yang
diperoleh bukan
dari perdagangan
bursa efek;
dan/atau
b. terdapat
perubahan PSP.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 78 -
FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN
HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
FORM: 11
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN
HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin usaha
Bentuk badan hukum
sebelumnya
Bentuk badan hukum setelah
perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan bentuk
badan hukum
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
bentuk badan
hukum disampaikan
menggunakan format
18 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Risalah RUPS atau
Peraturan
Pemerintah
mengenai perubahan
bentuk badan
hukum Perusahaan
Pasal 45 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
akta/Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 45 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 79 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
akta/Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Bukti perubahan
bentuk badan
hukum yang telah
disahkan oleh
instansi yang
berwenang.
Pasal 45 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
1. Nomor akta:
[.........]
- 80 -
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
4. Berita acara
pengalihan seluruh
hak dan kewajiban
dari badan hukum
lama kepada badan
hukum baru.
5. Nomor pokok wajib
pajak (NPWP) atas
nama bentuk badan
hukum Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 45 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 45 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor NPWP:
[.........]
Nomor dan
tanggal berita
acara:
[.........]
Nama:
[.........]
- 81 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 82 -
FORM SELF ASSESSMENT 12 PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR
PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 12
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR
PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Tanggal efektif perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan
alamat kantor pusat
:
:
:
:
:
:
Data perubahan tempat alamat:
Keterangan
Alamat Kantor
Nama
Kota/Kabupaten
No. Telp dan Fax
Lama
Baru
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
alamat disampaikan
dengan
menggunakan format
19 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Data alamat lengkap
kantor pusat
dan/atau kantor
Pasal 46 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
Perubahan
alamat kantor
harus sesuai
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 46 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 83 -
cabang.
3. Bukti penguasaan
gedung kantor.
1/POJK.05/2017
Pasal 46 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/
2017
dengan lingkup
wilayah
operasionalnya.
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjaminan; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 84 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 85 -
FORM SELF ASSESSMENT 13 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 13
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan yang
menerima penggabungan
Nama perusahaan yang
menggabungkan diri
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha perusahaan
yang menerima penggabungan
Tanggal izin usaha perusahaan
yang menerima penggabungan
Nomor izin usaha perusahaan
yang menggabungkan diri
Tanggal izin usaha perusahaan
yang menggabungkan diri
Deskripsi singkat latar
belakang penggabungan
Substansi penggabungan:
Sebelum
Pemegang Saham
Nominal
(Rp)
%
Pemegang
Saham
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Sesudah
Nominal
(Rp)
%
Total
Total
- 86 -
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
penggabungan
disampaikan dengan
menggunakan
format 20 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
penggabungan.
Dasar Hukum
Pasal 48 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 48 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
penggabungan:
PT [.........]
dengan:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
4.
Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
- 87 -
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i.
[.........]
- 88 -
2. Dst.
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 89 -
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
pada lembaga
jasa keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
- 90 -
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
- 91 -
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
- 92 -
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
- 93 -
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan
dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
- 94 -
2. Dst.
2) tanda
pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
Direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
- 95 -
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
pernyataan:
[.........]
- 96 -
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak
pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggara
n dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah
negara Republik
Indonesia, dilampiri
dengan Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
8. Dalam hal pemegang Pasal 13 ayat (2)
Nomor Peraturan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
- 97 -
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
9. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
10. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil penggabungan.
11. Rencana kerja 3
(tiga) tahun pertama
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil penggabungan
paling sedikit
Pasal 13 ayat (2)
huruf g jo Pasal
48 ayat (2) huruf
g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
Pasal 48 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 98 -
memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang dan
langkah-langkah
kegiatan yang
akan dilakukan
dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang melakukan
kegiatan
operasional.
12. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil penggabungan
yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo Pasal
48 ayat (2) huruf
h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
c. [.........]
- 99 -
yang ditetapkan oleh
Direksi,
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
13. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
penggabungan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, dan/atau
PSP Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil penggabungan.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 48 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/ 2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 100 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 101 -
FORM SELF ASSESSMENT 14 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 14
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan atas rencana penggabungan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan atas rencana penggabungan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Uraian
Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan
format 21
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan
ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
penggabungan.
Pasal 51 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 51 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 102 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta
penggabungan.
Pasal 51 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Dokumen yang
menyatakan
bahwa Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang
Pasal 51 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 103 -
menggabungkan
diri tidak
mempunyai utang
pajak dari instansi
yang berwenang.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Ditandantangani
oleh:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 104 -
FORM SELF ASSESSMENT 15 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MENGGABUNGKAN DIRI
FORM: 15
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG MENGGABUNGKAN
DIRI
Nama perusahaan yang
menerima penggabungan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana penggabungan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana penggabungan
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 22 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Dokumen izin
pembukaan kantor
cabang terdahulu
yang dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan dan
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 51 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 51 ayat (4)
huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
Tanggal
- 105 -
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang menggabungkan
diri.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 51 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 106 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 107 -
FORM SELF ASSESSMENT 16 PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 16
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan penggabungan
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan penggabungan
Tanggal efektif pengabungan
No.
Persyaratan
1. Laporan pelaksanaan
penggabungan
disampaikan
menggunakan format
23 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan kepada
instansi yang
berwenang.
Pasal 52
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Pemenuhan
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 52
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 108 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 109 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 110 -
FORM SELF ASSESSMENT 17 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 17
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan yang akan
melakukan peleburan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nama perusahaan hasil
peleburan
Nomor izin usaha perusahaan
yang akan melakukan
peleburan
Tanggal izin usaha
perusahaan yang akan
melakukan peleburan
Deskripsi singkat latar
belakang peleburan
Substansi peleburan:
Sebelum
Pemegang Saham
Nominal
(Rp)
%
Pemegang
Saham
Sesudah
Nominal
(Rp)
%
: 1.
: 1.
: 1.
:
:
:
:
:
2.
2.
2.
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 48 ayat (2)
Keterangan
- 111 -
Persetujuan
peleburan
disampaikan dengan
menggunakan format
20 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Rancangan akta
dengan risalah
RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
peleburan:
PT [.........]
dengan:
PT [.........]
menjadi:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
4. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 112 -
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik
secara langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
- 113 -
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 114 -
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
- 115 -
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
- 116 -
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 117 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
- 118 -
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru ukuran
4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
1. Nama:
[.........]
- 119 -
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
Direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 120 -
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar pihak
yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
- 121 -
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak
pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan
Pemerintah mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
- 122 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
9. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
10. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan.
11. Rencana kerja 3
(tiga) tahun pertama
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan
paling sedikit
memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha Perusahaan
Pasal 13 ayat (2)
huruf g jo Pasal
48 ayat (2) huruf
g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a.
[.........]
b.
c.
[.........]
[.........]
Pasal 48 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 123 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
dan langkah-
langkah kegiatan
yang akan
dilakukan dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
melakukan
kegiatan
operasional.
12. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
yang ditetapkan oleh
Direksi,
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
13. Rancangan akta
pendirian dari
Pasal 48 ayat (2)
huruf i
Substansi:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo Pasal
48 ayat (2) huruf
h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
- 124 -
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan.
14. Sistem dan prosedur
kerja usaha
penjaminan atau
penjaminan ulang
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil Peleburan
berupa:
a. prosedur operasi
standar (standard
operating
procedure);
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
b. contoh perjanjian
kerja sama; dan
c. contoh sertifikat
penjaminan yang
akan digunakan
oleh Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang.
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf d jo Pasal
48 ayat (2) huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 125 -
Tenaga Ahli
15. Bukti
mempekerjakan
tenaga ahli
penjaminan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil Peleburan
berupa:
a. bukti
pengangkatan
tenaga ahli; dan
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
b. dokumen
pendukung
pemenuhan
persyaratan
tenaga ahli.
1. Sertifikat
keahlian dari
lembaga
sertifikasi
profesi di
bidang
penjaminan
a. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga
yang
mengeluar-
kan
sertifikat:
[.........]
Masa
berlaku
(jika ada):
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Nama tenaga
ahli:
Pasal 13 ayat (2)
huruf e jis Pasal
37 ayat (2) POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
- 126 -
[.........]
b. Dst.
2. Daftar
pengalaman
kerja:
[.........]
3. Surat
keterangan
dari asosiasi
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang bahwa
tidak sedang
dalam
pengenaan
sanksi
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
surat:
[.........]
Bukti Kesiapan Infastruktur
16. Bukti kesiapan
infastruktur dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan
paling sedikit
berupa:
a. daftar aset tetap
dan inventaris
beserta bukti
kepemilikan atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 1
POJK Nomor
Daftar inventaris:
a. [.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf h jo Pasal
48 ayat (2) huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 127 -
penguasaan;
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung; dan
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. [.........]
c. Dst.
Surat keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*)
17. Konfirmasi dari
otoritas pengawas di
negara asal pihak
asing, jika terdapat
penyertaan langsung
dari pihak asing, dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjaminan Ulang
hasil peleburan.
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Nama negara:
[.........]
Nama institusi:
[.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi
konfirmasi:
[.........]
- 128 -
Dokumen Lain
18. Dokumen lain dalam
rangka mendukung
pertumbuhan usaha
yang sehat dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan,
meliputi:
a. laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang;
b. rencana bidang
kepegawaian
termasuk rencana
pengembangan
sumber daya
manusia untuk
paling singkat 3
(tiga) tahun
mendatang;
c. pedoman tata
kelola yang baik
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang;
d. perjanjian
kerjasama antara
pihak asing dan
pihak Indonesia,
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang di dalamnya
terdapat
penyertaan dari
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
dan spesifikasi
jabatan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
- 129 -
badan hukum
asing atau warga
negara asing yang
dibuat dalam
bahasa Indonesia
dan paling sedikit
memuat:
1) komposisi
permodalan,
susunan
anggota Direksi
dan anggota
Dewan
Komisaris
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penjaminan;
dan
2) kewajiban
pihak asing
untuk
menyusun dan
melaksanakan
program
pendidikan dan
pelatihan
sesuai bidang
keahliannya;
dan
e. bukti pelunasan
pembayaran biaya
perizinan dalam
rangka pemberian
izin usaha.
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sistem
penerimaan
Otoritas Jasa
Keuangan:
[.........]
Tanggal
pelunasan:
[.........]
Kewajiban:
[.........]
- 130 -
19. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
peleburan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, dan/atau
PSP Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil peleburan.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 48 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jumlah dilunasi:
[.........]
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 131 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 132 -
FORM SELF ASSESSMENT 18 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 18
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
Uraian
:
:
:
:
:
:
Tanggal pelaksanaan RUPS :
No.
1. Laporan pelaksanaan
RUPS disampaikan
menggunakan format
24 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Akta risalah RUPS
yang menyetujui
peleburan.
Pasal 53 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 53
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 133 -
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Akta peleburan.
Pasal 53 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Akta risalah RUPS
mengenai pendirian
perusahaan hasil
peleburan.
Pasal 53 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
- 134 -
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
5. Dokumen yang
menyatakan bahwa
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
peleburan tidak
mempunyai utang
pajak dari instansi
yang berwenang.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 53 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
oleh:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 135 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 136 -
FORM SELF ASSESSMENT 19 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELEBURKAN DIRI
FORM: 19
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG MELEBURKAN DIRI
Nama perusahaan hasil
peleburan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang pembukaan kantor
cabang
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana peleburan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana peleburan
No.
Persyaratan
1. Laporan pembukaan
kantor cabang
disampaikan
menggunakan
menggunakan format 25
Lampiran POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Izin pembukaan kantor
cabang (jika ada)
terdahulu yang dimiliki
oleh Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan Penjaminan
Ulang yang meleburkan
Pasal 53 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
penetapan/
keputusan:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 53 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 137 -
diri.
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
3. Bukti kepemilikan atau
penguasaan gedung
kantor cabang.
Pasal 53 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 138 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 139 -
FORM SELF ASSESSMENT 20 PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 20
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan peleburan
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan peleburan
Tanggal efektif peleburan
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan
peleburan
disampaikan
menggunakan
menggunakan
format 26
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Anggaran dasar
yang telah
disahkan disetujui
oleh atau
diberitahukan
kepada instansi
yang berwenang.
Pasal 54
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
1. Nomor akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 54
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 140 -
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 141 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 142 -
FORM SELF ASSESSMENT 21 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 21
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nama pihak yang
mengambilalih
Deskripsi singkat latar
belakang pengambilalihan
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
pengambilalihan
disampaikan dengan
menggunakan format
27 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
pengambilalihan.
Pasal 55 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
pengambilalihan.
Pasal 55 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pengambilalihan:
PT [.........]
Substansi:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 55 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 143 -
[.........]
4. Rancangan akta
pemindahan hak atas
saham, dalam hal
pengambilalihan
saham dilakukan
secara langsung dari
pemegang saham.
Pasal 55 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi
akta
pemindahan hak
atas saham dari:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
kepada:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
5.
Surat pernyataan
pemegang saham yang
menyatakan bahwa
uang yang digunakan
untuk membeli saham
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
tidak berasal dari
pinjaman, kegiatan
pencucian uang
(money laundering)
dan kejahatan
keuangan.
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
6. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas
foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
Pasal 55 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
- 144 -
1/POJK.05/2017
2. Dst.
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
- 145 -
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 146 -
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
- 147 -
pemegang
saham
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut perubahan
yang terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
- 148 -
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
- 149 -
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Jumlah
kepemilikan
asing baik
secara langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
- 150 -
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk (KTP)
atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
- 151 -
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara dari
badan hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga jasa
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 152 -
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
modal negara
Republik Indonesia
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 153 -
untuk pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
9. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
10. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Pasal 55 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
11. Permohonan
Persetujuan rencana
pengambilalihan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
Pasal 55 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
- 154 -
PSP Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 155 -
FORM SELF ASSESSMENT 22 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 22
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan format
28 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pengambilalihan.
Pasal 58 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 58 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 156 -
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta
pengambilalihan.
Pasal 58 ayat (2)
huruf b POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Bukti
pemberitahuan
kepada instansi yang
berwenang.
Pasal 58 ayat (2)
huruf c POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 157 -
Ditandantangani
oleh:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 158 -
FORM SELF ASSESSMENT 23 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 23
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan
Persetujuan pemisahan murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan murni
disampaikan dengan
menggunakan format
29 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 61 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 61 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 159 -
3. Rancangan akta
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru
dan/atau badan
hukum baru yang
akan menerima aset,
liabilitas, dan ekuitas.
4. Rencana penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin dan
penerima jaminan
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan murni.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru dan/atau badan
hukum baru yang
akan menerima aset,
liabilitas, dan ekuitas.
Pasal 61 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar [.........]
%
b. [.........]
kepemilikan
sebesar [.........]
%
Jumlah
kepemilikan asing
baik secara
langsung maupun
tidak langsung:
[.........]%
Data pemegang saham atau anggota selain PSP dari Perusahaan Penjaminan
dan Perusahaan Penjaminan Ulang baru hasil pemisahan murni
6. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
Pasal 61 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 61 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pendirian:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Rencana
penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban sebagai
berikut:
[.........]
- 160 -
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas
foto terbaru ukuran
4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk 1
(satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
- 161 -
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset pada
SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang saham
atau pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 162 -
dihukum karena
melakukan
tindak pidana di
bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
(lima) tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
(lima) tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan pailit
atau dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
- 163 -
pemegang saham
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan jasa
keuangan yang
dicabut izin
usahanya karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk anggaran
dasar berikut
perubahan yang
terakhir yang telah
berlaku sesuai
ketentuan peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
- 164 -
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
- 165 -
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
2. Dst.
Laporan
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan saham
yang disertai dengan
dokumen
pendukungnya yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan dalam
bentuk bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
- 166 -
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara dari
badan hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
- 167 -
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 168 -
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
modal negara Republik
Indonesia untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
9. Dalam hal pemegang
saham adalah
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
- 169 -
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
10. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan murni.
Pasal 61 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
11. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil pemisahan
murni.
12. Rencana kerja yang
akan dilakukan untuk
3 (tiga) tahun pertama
setelah mendapatkan
izin usaha dari badan
hukum baru yang
merupakan
Perusahaan
Penjaminan dan
Pasal 61 ayat (2)
huruf h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
Pasal 61 ayat (2)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
- 170 -
Perusahaan
Penjaminan Ulang,
yang paling sedikit
memuat:
a. studi kelayakan
peluang pasar dan
potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha penjaminan
dan langkah-
langkah yang
dilakukan untuk
mewujudkan
rencana dimaksud;
dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan arus kas
bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
melakukan kegiatan
operasional.
13. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru hasil pemisahan
murni.
14. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan murni
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
Pasal 61 ayat (2)
huruf i jo Pasal
13 ayat (2) huruf
b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 61 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
c. [.........]
- 171 -
anggota Dewan
Komisaris, dan/atau
PSP Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
hasil pemisahan
murni.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 172 -
FORM SELF ASSESSMENT 24 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 24
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan pelaksanaan
RUPS disampaikan
menggunakan format
30 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pemisahan murni.
Pasal 64 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 64 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 173 -
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta pemisahan
murni.
Pasal 64 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Dokumen yang
menyatakan bahwa
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
tidak mempunyai
utang pajak dari
instansi yang
Pasal 64 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
oleh:
- 174 -
berwenang.
5.
Akta risalah RUPS
yang menyatakan
pengangkatan Direksi
dan/atau Dewan
Komisaris.
Pasal 64 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
6. Bukti pelunasan modal
disetor dalam bentuk
setoran tunai dari
pemegang saham atau
anggota dan bukti
penempatan modal
disetor dalam bentuk
deposito berjangka
atas nama Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang bersangkutan,
dalam hal terdapat
pemegang saham baru
atau anggota baru (jika
ada).
Pasal 64 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti
pelunasan
modal disetor
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama
penerima:
[.......]
- 175 -
Nominal
setoran modal
(original
currency):
[.......]
Nominal
setoran modal
(Rupiah):
[.......]
Bukti
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
7.
Laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan dari
badan hukum baru
hasil pemisahan
murni.
8.
Bukti kesiapan
operasional dari badan
hukum baru hasil
pemisahan murni yang
merupakan
Pasal 64 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 176 -
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
paling sedikit berupa:
a. daftar aset tetap dan
inventaris beserta
bukti kepemilikan
atau penguasaan;
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar
inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor; dan
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat
keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok wajib
pajak (NPWP).
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
- 177 -
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 178 -
FORM SELF ASSESSMENT 25 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN
MURNI
FORM: 25
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG
YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 31 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Izin pembukaan
kantor cabang
terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan murni.
3. Bukti kepemilikan
Pasal 64 ayat (4)
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 64 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 64 ayat (4)
Huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
- 179 -
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 180 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 181 -
FORM SELF ASSESSMENT 26 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 26
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan pemisahan murni
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan pemisahan murni
Tanggal pelaksanaan
pemisahan murni
No.
Persyaratan
1. Laporan pemisahan
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
32 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan
kepada instansi
berwenang.
Pasal 65
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 65
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 182 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 183 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 184 -
FORM SELF ASSESSMENT 27 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BARU
FORM: 27
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA
MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BARU
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan menggunakan
format 33 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
- 185 -
3. Rancangan akta
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
4. Rencana penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin, penerima
jaminan, dan pihak
terkait lainnya.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana
penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
6. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
- 186 -
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
7. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
8. Rencana kerja yang
akan dilakukan untuk
3 (tiga) tahun pertama
setelah mendapatkan
izin usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru, yang paling
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
peluang pasar dan
potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha penjaminan
dan langkah-
langkah yang
dilakukan untuk
mewujudkan
rencana dimaksud;
dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan arus kas
bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
dimulai sejak
Perusahaan
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 7
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 187 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru melakukan
kegiatan
operasional.
9. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi, dan
laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang akan melakukan
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
10. Susunan organisasi
yang menggambarkan
fungsi pengelolaan
risiko, fungsi
pengelolaan
keuangan, dan fungsi
pelayanan yang
ditetapkan oleh
Direksi, dilengkapi
dengan susunan
personalia, uraian
tugas, wewenang, dan
tanggung jawab.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 9 jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 8
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
11. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas
foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
- 188 -
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
- 189 -
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana di
bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 190 -
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
- 191 -
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
12. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk anggaran
dasar berikut
perubahan yang
terakhir yang telah
berlaku sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
- 192 -
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
- 193 -
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan saham
yang disertai
dengan dokumen
pendukungnya
yang menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
- 194 -
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk (KTP)
atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara dari
badan hukum
dimaksud yang
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
direksi atau yang
setara dari badan
- 195 -
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
- 196 -
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
13. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
modal negara
Republik Indonesia
untuk pendirian
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
- 197 -
14. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Nominal:
[.........]
15. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 198 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 199 -
FORM SELF ASSESSMENT 28 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN
HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 28
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA
MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG
BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
33 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 200 -
1/POJK.05/2017
Kepada:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
pendirian badan
hukum baru.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pendirian:
PT [.........]
4. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
5. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang akan
melakukan
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 201 -
6. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 202 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 203 -
FORM SELF ASSESSMENT 29 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN
SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG LAIN
FORM: 29
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA
MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS,
DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG LAIN
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
33 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 204 -
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan
akta pemisahan
dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
3. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama
kantor
akuntan
publik:
[.........]
4. Rencana
penyelesaian hak dan
kewajiban terjamin,
penerima jaminan,
dan pihak terkait
lainnya.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
lain.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana
penyelesaian
seluruh hak
dan kewajiban
sebagai
berikut:
[.........]
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang
saham berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
- 205 -
[.........] %
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik
secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
6. Dokumen
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang akan menerima
pengalihan sebagian
aset, liabilitas, dan
ekuitas, meliputi:
a) izin usaha sebagai
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang;
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf a)
Nomor surat
keputusan:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi
penerbit surat
keterangan:
[.........]
b) laporan keuangan
tahunan terakhir
yang telah diaudit
oleh kantor
akuntan publik;
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
- 206 -
dan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama
kantor
akuntan
publik:
[.........]
c) laporan posisi
keuangan, laporan
laba rugi, dan
laporan arus kas
bulan terakhir
sebelum
menerima
pengalihan aset,
liabilitas, dan
ekuitas.
7. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang akan
melakukan
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
8. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 207 -
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 208 -
FORM SELF ASSESSMENT 30 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA MENGALIHKAN
SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA BADAN HUKUM LAIN
YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
FORM: 30
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG DENGAN CARA
MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS,
DAN EKUITAS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KEPADA
BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
33 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 209 -
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan
akta pemisahan
dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
3. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama
kantor
akuntan
publik:
[.........]
4. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang akan
melakukan
pemisahan terhitung
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 210 -
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
5. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 211 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 212 -
FORM SELF ASSESSMENT 31 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 31
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan
RUPS
disampaikan
menggunakan
format 34
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan
ditandatangani
oleh Direksi.
2. Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pemisahan tidak
murni.
Pasal 70 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Dasar Hukum
Pasal 70 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
:
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 213 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta pemisahan
tidak murni.
Pasal 70 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Akta risalah RUPS
yang menyatakan
pengangkatan
Direksi dan
Dewan Komisaris.
Pasal 70 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 214 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
5. Bukti pelunasan
modal disetor
dalam bentuk
setoran tunai dari
pemegang saham
atau anggota dan
bukti penempatan
modal disetor
dalam bentuk
deposito
berjangka atas
nama Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang
bersangkutan,
dalam hal
terdapat
pemegang saham
baru atau anggota
baru (jika ada).
Pasal 70 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti pelunasan
modal disetor
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
- 215 -
Bukti
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
6.
Laporan
keuangan
pembukaan dari
badan hukum
baru hasil
pemisahan tidak
murni.
7.
Bukti kesiapan
operasional dari
badan hukum
baru hasil
pemisahan tidak
murni yang
merupakan
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
paling sedikit
berupa:
a. daftar aset
tetap dan
Pasal 70 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 1
Daftar
inventaris:
- 216 -
inventaris
beserta bukti
kepemilikan
atau
penguasaan;
b. bukti
kepemilikan
atau
penguasaan
gedung kantor;
dan
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
Surat
keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 217 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 218 -
FORM SELF ASSESSMENT 32 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN
TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG HASIL PEMISAHAN
TIDAK MURNI
FORM: 32
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG
YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK
MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS NAMA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG HASIL PEMISAHAN TIDAK
MURNI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 35 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Izin pembukaan
kantor cabang (jika
ada) terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 70 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 70 ayat (4)
Huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
- 219 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang melakukan
pemisahan tidak
murni.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor cabang
(jika ada).
Pasal 70 ayat (4)
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 220 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 221 -
FORM SELF ASSESSMENT 33 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK
MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 33
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK
MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
pemisahan tidak murni
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
pemisahan tidak murni
Tanggal pelaksanaan pemisahan
tidak murni
No.
Persyaratan
1. Laporan pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
36 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan kepada
instansi berwenang.
Pasal 71
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 71
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 222 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 223 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 224 -
FORM SELF ASSESSMENT 34 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG
FORM: 34
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Maksud dan tujuan pembukaan
kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 37 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Bukti penguasaan
gedung kantor.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 73 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 73 ayat (4)
Huruf a
Lingkup
wilayah
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
- 225 -
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
3.
Struktur organisasi
dan nama calon
kepala kantor cabang
serta jumlah
karyawan.
Pasal 73 ayat (4)
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Nama calon
kepala kantor
cabang:
[.........]
Jumlah
Karyawan:
[.........]
4. Rencana bisnis yang
memuat rencana
pembukaan kantor
cabang Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 73 ayat (4)
Huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
- 226 -
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 227 -
FORM SELF ASSESSMENT 35 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 35
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang penutupan kantor
cabang
:
:
:
:
:
Daftar penutupan kantor cabang
No. Nama Kantor
1.
2.
Dst.
*) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama Kelurahan, Kecamatan,
Kota/Kabupaten, dan Kode Pos
No.
Persyaratan
1. Laporan penutupan
kantor cabang
disampaikan dengan
menggunakan format
38 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Bukti pemberitahuan
rencana penutupan
Pasal 76 ayat (4)
huruf a
Tanggal
pemberitahuan
Dasar Hukum
Pasal 76 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Nomor dan
Tanggal
Keputusan Izin
Pembukaan
Kantor Cabang
Alamat*)
Kepala
Kantor
Cabang
Tanggal
Efektif
Penutupan
Kantor
- 228 -
kantor cabang.
3. Bukti pemberitahuan
prosedur penyelesaian
hak dan kewajiban.
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 76 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
kepada pihak
yang terkait:
[.......]
Tanggal
pemberitahuan
prosedur
penyelesaian
hak dan
kewajiban:
[.......]
4. Bukti penyelesaian
hak dan kewajiban
debitur.
Pasal 76 ayat (4)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Penyelesaian
seluruh hak
dan kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 229 -
FORM SELF ASSESSMENT 36 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 36
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN KONVERSI PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan konversi
Tanggal surat permohonan
Persetujuan konversi
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan izin konversi
Deskripsi perusahaan :
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
Nama Pemegang
Saham
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
:
:
:
:
:
Nominal (Rp)
(%)
PSP/Bukan PSP
- 230 -
Susunan Direksi, Dewan Komisaris, DPS, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing:
No.
Jabatan
1.
2.
3.
4.
Direktur
utama
Direktur
Komisaris
utama
Komisaris
5. DPS
6. Tenaga ahli
7. Tenaga kerja
asing (jika
ada)
(mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan
tenaga kerja asing)
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan konversi
disampaikan
menggunakan format
39 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui konversi
menjadi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
3. Rancangan perubahan
anggaran dasar yang
mencantumkan:
Pasal 77 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
konversi dari:
PT [.........]
Menjadi:
PT [.........]
Dasar Hukum
Pasal 77 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
Kewarganegaraan
dan Domisili
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
- 231 -
a. nama, salah satu
maksud dan tujuan
perusahaan yaitu
melakukan kegiatan
usaha penjaminan
syariah atau
penjaminan ulang
syariah; dan
b. wewenang dan
tanggung jawab
DPS.
Pasal 77 ayat (3)
huruf b angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit.
Pasal 77 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 77 ayat (3)
huruf b angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama
perusahaan:
[.........]
Maksud dan
tujuan:
[.........]
Wewenang,
tanggung
jawab, dan
masa jabatan
anggota DPS:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
5. Daftar kantor cabang
yang dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahan Penjaminan
Ulang.
6. Susunan organisasi
yang dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
Pasal 77 ayat (3)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Alamat:
[.........]
2. Dst.
Pasal 77 ayat (3)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
- 232 -
tanggung jawab.
Rencana Kerja
7. Rencana kerja terkait
kegiatan penjaminan
syariah atau
penjaminan ulang
syariah yang akan
dilakukan untuk 3
(tiga) tahun pertama
setelah mendapatkan
izin usaha sebagai
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah, yang paling
sedikit memuat:
a. prosedur operasi
standar (standard
operating
procedure);
Pasal 77 ayat (3)
huruf f angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure
(SOP).
b. contoh perjanjian
kerja sama; dan
c. contoh sertifikat
kafalah yang akan
digunakan oleh
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
8. Rencana penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin, penerima
jaminan, dan pihak
terkait lainnya.
9. Studi kelayakan
Pasal 77 ayat (3)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 77 ayat (3)
Rencana
penyelesaian
seluruh hak
dan kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Penjelasan
Pasal 77 ayat (3)
huruf f angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 77 ayat (3)
huruf f angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Pasal 77 ayat (3)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 233 -
peluang pasar dan
potensi ekonomi.
10. Rencana kegiatan
usaha penjaminan
syariah atau
penjaminan ulang
syariah dan langkah-
langkah yang
dilakukan untuk
mewujudkan rencana
dimaksud.
11. Proyeksi laporan posisi
keuangan, laporan laba
rugi, dan arus kas
bulanan serta asumsi
yang mendasarinya
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah melakukan
kegiatan operasional.
Tenaga Ahli
12. Bukti mempekerjakan
tenaga ahli di bidang
penjaminan syariah
berupa:
a. bukti pengangkatan
tenaga ahli; dan
huruf h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 77 ayat (3)
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
berupa uraian:
[.........]
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 77 ayat (3)
huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 77 ayat (3)
huruf k jo Pasal
37 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama tenaga
ahli:
[.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
b. dokumen
pendukung
pemenuhan
persyaratan tenaga
ahli.
1. Sertifikat
keahlian dari
lembaga
sertifikasi
profesi di
bidang
penjaminan
syariah
a. Jenis
sertifikasi:
- 234 -
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga
yang
mengelu-
arkan
sertifikat:
[.........]
Masa
berlaku
(jika ada):
[.........]
b. Dst.
2. Daftar
pengalaman
kerja:
[.........]
3. Surat
keterangan
dari asosiasi
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang
Syariah
bahwa tidak
sedang
dalam
pengenaan
sanksi
Nomor surat:
[.........]
- 235 -
Tanggal
surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluar-
kan surat:
[.........]
13. Permohonan
Persetujuan konversi
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 77 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 236 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 237 -
FORM SELF ASSESSMENT 37 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI KONVERSI MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 37
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI KONVERSI MENJADI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan
RUPS
disampaikan
menggunakan
format 40
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan
ditandatangani
oleh Direksi.
2. Akta risalah
RUPS yang
menyetujui
konversi menjadi
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah.
Pasal 80 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Dasar Hukum
Pasal 80 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
:
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 238 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta risalah
RUPS yang
menyatakan
pengangkatan
Direksi, Dewan
Komisaris, dan
DPS.
Pasal 80 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Perubahan
anggaran dasar
yang
mencantumkan:
Nomor akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Tanggal akta
- 239 -
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
a. nama, salah
satu maksud
dan tujuan
perusahaan
yaitu
melakukan
kegiatan usaha
penjaminan
syariah atau
penjaminan
ulang syariah;
dan
b. wewenang dan
tanggung
jawab DPS.
Pasal 80 ayat (2)
huruf c angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 80 ayat (2)
huruf c angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama perusahaan
sesuai dengan
ketentuan Pasal
16 POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
nama:
[.........]
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota DPS:
- 240 -
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota DPS:
[.........]
5. Nomor pokok
wajib pajak
(NPWP) atas nama
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
konversi.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 80 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 241 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 242 -
FORM SELF ASSESSMENT 38 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG YANG DIKONVERSI
FORM: 38
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG
YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG YANG DIKONVERSI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 41 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Izin pembukaan
kantor cabang
terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang dikonversi.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
Pasal 80 ayat (4)
Huruf b
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 80 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 80 ayat (4)
Huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
- 243 -
gedung kantor
cabang.
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 244 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 245 -
FORM SELF ASSESSMENT 39 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA KEPUTUSAN
RUPS
FORM: 39
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG KARENA KEPUTUSAN RUPS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal pelaksanaan RUPS
pembubaran
Deskripsi singkat mengenai latar
belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan
disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan disampaikan
oleh likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Dokumen yang
menjadi dasar
ditetapkannya
keputusan atau
penetapan
pembubaran.
Pasal 85 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dokumen yang
menjadi dasar
ditetapkannya
keputusan atau
penetapan
pembubaran
berupa sebagai
berikut:
[.........]
3. Asli salinan
keputusan mengenai
Pasal 85 ayat (3)
huruf b
Nomor surat
keputusan:
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 85 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 246 -
pemberian izin
usaha Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi penerbit
surat
keterangan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 247 -
FORM SELF ASSESSMENT 40 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KARENA JANGKA
WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG DITETAPKAN DALAM ANGGARAN DASAR
BERAKHIR
FORM: 40
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG YANG DITETAPKAN DALAM
ANGGARAN DASAR BERAKHIR
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal berakhirnya jangka
waktu berdirinya Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang
ditetapkan dalam anggaran dasar
Deskripsi singkat mengenai latar
belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
disampaikan oleh
Likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Dokumen yang
menjadi dasar
pengakhiran
Perusahaan
Pasal 86 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
Dokumen yang
menjadi dasar
ditetapkannya
keputusan atau
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 86 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 248 -
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
3. Asli salinan
keputusan mengenai
pemberian izin usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Pasal 86 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1/POJK.05/2017
penetapan
pembubaran
berupa sebagai
berikut:
[.........]
Nomor surat
keputusan:
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi
penerbit surat
keterangan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 249 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 250 -
FORM SELF ASSESSMENT 41 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG BERDASARKAN
PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH
FORM: 41
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN
ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan
hukum tetap atau tanggal
keputusan pemerintah diterima
Deskripsi singkat mengenai
latar belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan pembubaran
disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
disampaikan oleh
Likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Putusan pengadilan
yang mempunyai
kekuatan hukum
tetap.
Pasal 87 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang bubar
berdasarkan
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 87 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 251 -
putusan
pengadilan.
3. Keputusan
pemerintah.
Pasal 87 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan
dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang bubar
berdasarkan
keputusan
pemerintah.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 252 -
FORM SELF ASSESSMENT 42 PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN
KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN
PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 42
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN
KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI
MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Jenis transaksi
Deskripsi singkat latar belakang
rencana penghentian kegiatan usaha
No.
Persyaratan
Analisis Substantif RPKU
1. Alasan penghentian
kegiatan usaha.
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 89 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Uraian mengenai
kondisi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang,
termasuk data
mengenai jumlah
sertifikat penjaminan
yang masih berlaku,
jumlah terjamin
dan/atau penerima
jaminan, dan jumlah
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pasal 89 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Jelaskan
dengan singkat
alasan
penghentian
kegiatan usaha:
[.........]
Berdasarkan
rencana
penghentian
kegiatan usaha
PT [.........],
diketahui hal-
hal mengenai
kondisi PT
[.........] sebagai
berikut:
1. Jumlah
sertifikat
penjaminan:
[.........]
2. Jumlah
- 253 -
kepada terjamin
dan/atau penerima
jaminan.
terjamin:
[.........]
3. Jumlah
penerima
jaminan:
[.........]
4. Jumlah
kewajiban:
[.........]
5. Ringkasan
laporan
keuangan:
[.........]
3. Rencana penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
kepada seluruh
kreditor.
4. Rencana pembubaran
atau rencana lainnya
setelah Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
menyelesaikan
kewajiban kepada
seluruh kreditor dan
izin usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
telah dicabut oleh
Otoritas Jasa
Keuangan.
Analisis Dokumen Pendukung RPKU
5.
Permohonan
Persetujuan rencana
penghentian kegiatan
usaha disampaikan
Pasal 89 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 89 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 89 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penyelesaian
kewajiban
sebagai berikut:
1. [.........]
2. [.........]
Jelaskan
rencana
pembubaran
atau rencana
lainnya:
[.........]
- 254 -
dengan menggunakan
format 44 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
6.
Asli salinan
keputusan mengenai
pemberian izin usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
atau apabila asli
salinan keputusan
hilang harus
dilampiri dengan
salinan keputusan
mengenai pemberian
izin usaha yang telah
dilegalisasi dan surat
pernyataan Direksi
bahwa asli salinan
keputusan hilang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Salinan
Keputusan
Menteri
Keuangan/
Salinan
Keputusan
Dewan
Komisioner
Nomor surat
keputusan:
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi
penerbit surat
keterangan:
[.........]
Surat
pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh Direksi
atau yang
setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
- 255 -
pernyataan:
[.........]
7. Keputusan RUPS
mengenai
Persetujuan atas
rencana penghentian
kegiatan usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
8.
Laporan keuangan
terakhir Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan
perusahaan
yang telah di
audit per
[.........], sebagai
berikut:
1. Total aset:
Rp[.........]
2. Total
liabilitas:
Rp[.........]
3. Modal
disetor:
Rp[.........]
- 256 -
4. Ekuitas:
Rp[.........]
5. IJP bruto:
Rp[.........]
6. Laba bersih:
Rp[.........]
9.
Bukti penyelesaian
pajak dan kewajiban
lainnya kepada
negara.
10. Bukti penyelesaian
pungutan Otoritas
Jasa Keuangan dan
denda administratif
terutang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 89 ayat (3)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti setor
pajak:
[.........]
Bukti
pembayaran
Nominal:
Rp[.........]
Tanggal:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 257 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 258 -
FORM SELF ASSESSMENT 43 PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 43
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Jenis transaksi
Tanggal pelaksanaan penghentian
kegiatan usaha
No.
Persyaratan
1. Laporan
penghentian
kegiatan usaha
disampaikan
menggunakan
format 45 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Bukti pelaksanaan
penghentian
kegiatan usaha
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang.
3. Bukti pelaksanaan
pengumuman
rencana
penghentian
Pasal 91 huruf b
jo
Pasal 90 ayat (8)
huruf b
Bukti
pelaksanaan
pengumuman
koran yang
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 91
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 91 huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti
pelaksanaan
penghentian
kegiatan usaha
sebagai berikut:
[.........]
- 259 -
kegiatan usaha dan
rencana
penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
dalam surat kabar
selama 3 (tiga) hari
berturut-turut
paling lama 10
(sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat
Persetujuan rencana
penghentian
kegiatan usaha.
4. Bukti pelaksanaan
penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
dalam jangka waktu
paling lama 4
(empat) bulan sejak
tanggal surat
Persetujuan rencana
penghentian
kegiatan usaha.
5. Neraca akhir
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang telah diaudit
oleh akuntan publik.
Pasal 91 huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Neraca akhir
perusahaan yang
telah di audit per
[.........] sebagai
berikut:
1. Total aset:
[.........]
2. Total liabilitas:
[.........]
3. Total ekuitas:
[.........]
6. Surat pernyataan
dari pemegang
Pasal 91 huruf e
POJK Nomor
Surat pernyataan
yang
Pasal 91 huruf c
jo
Pasal 90 ayat (8)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penyelesaian
seluruh kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
memuat hal-hal
sebagai berikut:
[.........]
- 260 -
saham yang
menyatakan bahwa
seluruh kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
telah diselesaikan
dan apabila terdapat
tuntutan di
kemudian hari
menjadi tanggung
jawab pemegang
saham.
1/POJK.05/2017
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau yang setara
dengan pemegang
saham pada
badan hukum
berbentuk
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 261 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 262 -
FORM SELF ASSESSMENT 44 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN
FORM: 44
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI
PENJAMINAN
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor registrasi dari Otoritas
Jasa Keuangan
Nama tenaga ahli
Tempat dan tanggal Lahir
Gelar profesi tenaga ahli
:
:
:
:
: (Jika sudah terdaftar sebelumnya)
:
:
:
Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang*)
Tanggal pengangkatan
dan/atau pemberhentian
tenaga ahli
:
*) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang, mohon diuraikan
pula nama dan alamat kantor cabang dimaksud.
No.
Persyaratan
Laporan Pengangkatan*)
1. Laporan
pengangkatan
disampaikan
menggunakan format
8 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Sertifikat keahlian
dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang penjaminan.
Pasal 38 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Dasar Hukum
Pasal 38 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 263 -
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
2. Dst.
3. Tanda pengenal
berupa kartu tanda
penduduk (KTP) atau
paspor yang masih
berlaku.
Pasal 38 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
4. Daftar riwayat hidup
dengan dilengkapi pas
foto berwarna yang
terbaru berukuran
4x6 cm.
5. Surat keterangan dari
asosiasi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
bahwa tidak sedang
dalam pengenaan
sanksi.
Pasal 38 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 38 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama:
Sdr/i. [.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
- 264 -
surat:
[.........]
Laporan Pemberhentian*)
1. Surat laporan
pemberhentian.
Pasal 38 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Deskripsi
singkat latar
belakang
pemberhentian
tenaga ahli
penjaminan:
[.........]
*) Pilih salah satu
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 265 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 266 -
FORM SELF ASSESMENT 45 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI
DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
FORM: 45
FORM SELF ASSESMENT
PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI
DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan
Komisaris
Tanggal pengangkatan dan/atau
pemberhentian anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan
Komisaris
:
:
:
:
:
:
Data perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris:
Lama
Baru
Nama
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
Nama
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
anggota Direksi
dan/atau anggota
Dewan Komisaris
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 44 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 267 -
disampaikan dengan
menggunakan format
16 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017.
2. Akta risalah RUPS
bagi Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk
badan hukum
perseroan terbatas.
Pasal 44 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan
dari instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Akta risalah rapat
anggota bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
berbentuk badan
hukum koperasi.
Pasal 44 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
- 268 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan
dari instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkop:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkop:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Bukti pengangkatan
anggota Direksi
dan/atau anggota
Dewan Komisaris bagi
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
yang berbentuk
badan hukum
perusahaan umum.
Pasal 44 ayat (2)
huruf c POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Dalam hal
terjadi
pemberhentian
anggota Direksi
dan/atau
anggota Dewan
Komisaris,
maka dokumen
dilengkapi
dengan
dokumen bukti
pemberhentian
yang
bersangkutan.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
- 269 -
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
RISWINANDI
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.05/2018
TENTANG
PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI
LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK
- 1 -
DAFTAR ISI LAMPIRAN
BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN
No
Keterangan
1.
2.
Form Self
Assessment 1
Form Self
Assessment 2
3.
Form Self
Assessment 3
4.
5.
6.
Form Self
Assessment 4
Form Self
Assessment 5
Form Self
Assessment 6
7.
Form Self
Assessment 7
8.
Form Self
Assessment 8
Permohonan
Hal
Permohonan izin usaha Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah
Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan Persetujuan perubahan lingkup
wilayah operasional Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah
Pelaporan perubahan nama Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
Pelaporan perubahan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan perubahan tempat kedudukan kantor
pusat Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan pengurangan modal disetor bagi
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas
Pelaporan penambahan modal disetor bagi
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas
9.
Form Self
Assessment 9
Pelaporan perubahan status Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas tertutup menjadi perseroan
terbatas terbuka atau sebaliknya
10.
Form Self
Assessment 10
11. Form Self
Pelaporan perubahan pemegang saham
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas
Pelaporan perubahan bentuk badan hukum
6
33
36
40
45
48
53
56
62
65
79
- 2 -
No
Keterangan
Permohonan
Assessment 11 Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
12.
13.
14.
Form Self
Assessment 12
Form Self
Assessment 13
Form Self
Assessment 14
15.
Form Self
Assessment 15
16.
17.
18.
Form Self
Assessment 16
Form Self
Assessment 17
Form Self
Assessment 18
19.
Form Self
Assessment 19
20.
21.
22.
Form Self
Assessment 20
Form Self
Assessment 21
Form Self
Assessment 22
23.
Form Self
Assessment 23
Pelaporan perubahan alamat kantor pusat dan
kantor cabang Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
penggabungan Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang menggabungkan diri
Pelaporan pelaksanaan penggabungan
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
peleburan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang meleburkan diri
Pelaporan pelaksanaan peleburan Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
Permohonan Persetujuan rencana
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pengambilalihan Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah
83
86
102
Hal
105
108
111
133
137
140
143
156
159
- 3 -
No
24.
Keterangan
Form Self
Assessment 24
25.
Form Self
Assessment 25
26.
Form Self
Assessment 26
Permohonan
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pemisahan murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang melakukan pemisahan murni
Pelaporan pelaksanaan pemisahan murni
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
27.
Form Self
Assessment 27
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah dengan cara mendirikan Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah baru
28.
Form Self
Assessment 28
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah dengan cara mendirikan badan hukum
baru yang bukan merupakan Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
29.
Form Self
Assessment 29
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset,
liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah kepada Perusahaan Penjaminan Syariah
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah lain
30.
Form Self
Assessment 30
Permohonan Persetujuan rencana pelaksanaan
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah dengan cara mengalihkan sebagian aset,
liabilitas, dan ekuitas Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah kepada badan hukum lain yang bukan
merupakan Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
31.
Form Self
Assessment 31
Pelaporan pelaksanaan RUPS yang menyetujui
pemisahan tidak murni Perusahaan Penjaminan
Hal
173
179
182
185
200
204
209
213
- 4 -
No
Keterangan
Permohonan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah
32.
Form Self
Assessment 32
Permohonan izin pembukaan kantor cabang yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang melakukan pemisahan tidak murni
menjadi kantor cabang atas nama Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah hasil pemisahan tidak murni
33.
34.
35.
Form Self
Assessment 33
Form Self
Assessment 34
Form Self
Assessment 35
36.
Form Self
Assessment 36
37.
Form Self
Assessment 37
Pelaporan pelaksanaan pemisahan tidak murni
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
Permohonan izin pembukaan kantor cabang
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan penutupan kantor cabang Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
Pelaporan pelaksanaan konversi Perusahaan
Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Ulang
menjadi Perusahaan Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah karena keputusan RUPS
38.
Form Self
Assessment 38
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah karena jangka waktu berdirinya
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah yang ditetapkan
dalam anggaran dasar berakhir
39.
Form Self
Assessment 39
40.
Form Self
Assessment 40
41.
Form Self
Assessment 41
Pelaporan pembubaran Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah berdasarkan putusan pengadilan atau
keputusan pemerintah
Permohonan Persetujuan penghentian kegiatan
usaha sehingga tidak lagi menjadi Perusahaan
Penjaminan Syariah dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Syariah
Pelaporan penghentian kegiatan usaha
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
Hal
219
222
225
228
230
233
235
238
240
246
- 5 -
BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN
No Keterangan
42.
Form Self
Assessment
42
43.
Form Self
Assessment
43
Permohonan
Hal
Pelaporan pengangkatan dan/atau pemberhentian
tenaga ahli penjaminan syariah
Pelaporan perubahan anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan/atau anggota DPS
Perusahaan Penjaminan Syariah dan Perusahaan
Penjaminan Ulang Syariah
250
254
- 6 -
FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 1
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
usaha
Tanggal surat permohonan izin
usaha
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan izin usaha
Deskripsi perusahaan :
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
Nama Pemegang
Saham
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
Susunan Direksi, Dewan Komisaris, DPS, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing:
No.
Jabatan
1.
Direktur
utama
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
Kewarganegaraan
dan Domisili
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
:
:
:
:
:
Nominal (Rp)
(%)
PSP/Bukan PSP
- 7 -
2.
3.
4.
Direktur
Komisaris
utama
Komisaris
5. DPS
6. Tenaga ahli
7. Tenaga kerja
asing (jika
ada)
(mohon diuraikan pula jika perusahaan merencanakan akan menggunakan
tenaga kerja asing)
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
usaha disampaikan
menggunakan
format 1 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
Akta Pendirian
2. Akta pendirian
badan hukum yang
telah disahkan oleh
instansi yang
berwenang, yang
paling sedikit
memuat:
Dasar Hukum
Pasal 13 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan dari
- 8 -
instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
a. nama, tempat
kedudukan, dan
lingkup wilayah
operasional;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama
perusahaan
sesuai dengan
ketentuan Pasal
16 POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
nama:
[.........]
Tempat
kedudukan:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
tempat
kedudukan:
[.........]
Lingkup wilayah
operasional
sesuai dengan
ketentuan Pasal 8
POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
- 9 -
anggaran dasar
yang
mencantumkan
lingkup wilayah
operasional:
[.........]
b. maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Maksud dan
tujuan:
[.........]
Kegiatan usaha
sesuai dengan
ketentuan Pasal 2
ayat (1) dan ayat
(2) POJK Nomor
2/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha:
[.........]
c. permodalan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jumlah modal
disetor sesuai
dengan ketentuan
Pasal 7 POJK
Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Jumlah modal
dasar:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
jumlah modal
disetor:
[.........]
- 10 -
d. kepemilikan; dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Data kepemilikan
sesuai dengan
ketentuan Pasal 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
kepemilikan:
[.........]
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
e. wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, dan
anggota DPS.
Pasal 13 ayat (2)
huruf a angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
Direksi anggota
Dewan
Komisaris, dan
anggota DPS:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
Direksi, anggota
Dewan
Komisaris, dan
anggota DPS:
[.........]
- 11 -
Perubahan anggaran
dasar (jika ada)
disertai dengan
bukti pengesahan,
persetujuan,
dan/atau surat
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi berwenang.
Pasal 13 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
Susunan Organisasi
3. Susunan organisasi
Pasal 13 ayat (2)
Dibuktikan
- 12 -
yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
yang ditetapkan oleh
Direksi,
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
4. Dokumen yang
memuat uraian
tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan
prosedur kerja
secara tertulis, yang
ditetapkan oleh
Direksi.
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo. Pasal
35 ayat (3) POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
- 13 -
b. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
- 14 -
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
pada lembaga
jasa keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang usaha
jasa keuangan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham atau
anggota koperasi
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 15 -
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
- 16 -
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
- 17 -
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
- 18 -
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.......]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
- 19 -
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
2) tanda
pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
- 20 -
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh direksi atau
yang setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
- 21 -
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
- 22 -
7. Dalam hal pemegang
saham adalah
negara Republik
Indonesia, dilampiri
dengan Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
9. Sistem dan prosedur
kerja usaha
penjaminan syariah
atau penjaminan
ulang syariah
berupa:
a. prosedur operasi
standar (standard
operating
procedure);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
- 23 -
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
b. contoh perjanjian
kerja sama; dan
c. contoh sertifikat
kafalah yang
akan digunakan
oleh Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah.
Tenaga Ahli
10. Bukti
mempekerjakan
tenaga ahli
penjaminan syariah
berupa:
a. bukti
pengangkatan
tenaga ahli; dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf e jo Pasal
37 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama tenaga
ahli:
[.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
b. dokumen
pendukung
pemenuhan
persyaratan
tenaga ahli.
1. Sertifikat
keahlian dari
lembaga
sertifikasi
profesi di
bidang
penjaminan
syariah
a. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
- 24 -
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga
yang
mengeluar-
kan
sertifikat:
[.........]
Masa
berlaku
(jika ada):
[.........]
b. Dst.
2. Daftar
pengalaman
kerja:
[.........]
3. Surat
keterangan
dari asosiasi
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
bahwa tidak
sedang dalam
pengenaan
sanksi
Nomor surat:
[.........]
Tanggal
surat:
[.........]
- 25 -
Asosiasi yang
mengeluarkan
surat:
[.........]
Modal Disetor
11. Bukti pelunasan
modal disetor dalam
bentuk setoran tunai
dari pemegang
saham atau anggota
dan bukti
penempatan modal
disetor minimum
dalam bentuk
deposito berjangka
atas nama
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
bersangkutan pada
salah satu bank
umum syariah atau
unit usaha syariah
dari bank umum di
Indonesia bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
dilegalisasi oleh
bank penerima
setoran dan masih
berlaku selama
dalam proses
pengajuan izin
usaha.
Pasal 13 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti pelunasan
modal disetor
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
Bukti
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
- 26 -
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
Rencana Kerja
12. Rencana kerja untuk
3 (tiga) tahun
pertama paling
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
dan langkah-
langkah kegiatan
yang akan
dilakukan dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan
Pasal 13 ayat (2)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
- 27 -
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
melakukan
kegiatan
operasional.
Bukti Kesiapan Infastruktur
13. Bukti kesiapan
infastruktur paling
sedikit berupa:
a. daftar aset tetap
dan inventaris
beserta bukti
kepemilikan atau
penguasaan;
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor;
dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*)
14. Konfirmasi dari
Pasal 13 ayat (2)
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Nama negara:
- 28 -
otoritas pengawas di
negara asal pihak
asing, jika terdapat
penyertaan langsung
dari pihak asing.
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Nama institusi:
[.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi
konfirmasi:
[.........]
Dokumen Lain
15. Dokumen lain dalam
rangka mendukung
pertumbuhan usaha
yang sehat, meliputi:
a. akta RUPS yang
menyatakan
pengangkatan
DPS, bagi
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah;
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama DPS:
[.........]
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan dari
instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
- 29 -
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
b. laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah;
c. rencana bidang
kepegawaian
termasuk rencana
pengembangan
sumber daya
manusia untuk
paling singkat 3
(tiga) tahun
mendatang;
d. pedoman tata
kelola yang baik
bagi Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah;
e. perjanjian kerja
sama antara
pihak asing dan
pihak Indonesia,
bagi Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
yang di dalamnya
terdapat
penyertaan dari
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
dan spesifikasi
jabatan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
Kewajiban:
[.........]
- 30 -
badan hukum
asing atau warga
negara asing yang
dibuat dalam
bahasa Indonesia
dan paling sedikit
memuat:
1) komposisi
permodalan,
susunan
anggota
Direksi dan
anggota
Dewan
Komisaris
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penjaminan;
dan
2) kewajiban
pihak asing
untuk
menyusun dan
melaksanakan
program
pendidikan
dan pelatihan
sesuai bidang
keahliannya;
dan
f. bukti pelunasan
pembayaran
biaya perizinan
dalam rangka
pemberian izin
usaha.
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sistem
penerimaan
Otoritas Jasa
Keuangan:
[.........]
Tanggal
pelunasan:
[.........]
- 31 -
Jumlah dilunasi:
[.........]
16. Sertifikat keahlian di
bidang manajemen
risiko dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang manajemen
risiko, bagi anggota
Direksi dan anggota
Dewan Komisaris.
Pasal 36 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
17. Permohonan izin
usaha disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, PSP, dan
anggota DPS
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pasal 13 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
- 32 -
Syariah.
*) Hanya diisi dalam hal terdapat kepemilikan asing
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 33 -
FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 2
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang
pemberian izin usaha
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang
pemberian izin usaha
Tanggal dimulainya kegiatan
usaha
No.
Persyaratan
1. Laporan
disampaikan
menggunakan
format 2 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Perjanjian kerja
sama (jika ada).
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 15 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Keterangan
Pasal 15 ayat (4)
huruf a
Nomor:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal:
[.........]
Komposisi
- 34 -
permodalan:
[.........]
Kewajiban:
[.........]
3.
Sertifikat kafalah
yang telah
dilakukan.
Pasal 15 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sertifikat
kafalah:
[.........]
Tanggal sertifikat
kafalah:
[.........]
4. Surat izin menetap
dan/atau surat izin
menggunakan
tenaga kerja asing
yang dikeluarkan
oleh instansi
berwenang bagi
anggota Direksi
dan/atau Dewan
Komisaris
berkewarganegaraan
asing.
Pasal 15 ayat (4)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Berlaku bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
memiliki anggota
Direksi dan/atau
Dewan Komisaris
yang
berkewarganegaraan
asing.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor surat izin:
[.........]
Tanggal:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
- 35 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 36 -
FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN
LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 3
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN PERUBAHAN
LINGKUP WILAYAH OPERASIONAL PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Lingkup wilayah sebelumnya
Lingkup wilayah yang dituju
Deskripsi singkat mengenai latar
belakang perubahan lingkup
wilayah
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
perubahan lingkup
wilayah
disampaikan
menggunakan
format 9 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
Pemenuhan Kriteria
2. Memenuhi
ketentuan modal
disetor lingkup
wilayah yang dituju.
Pasal 40 ayat (3)
huruf a
Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 40 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 37 -
3. Telah mendapatkan
persetujuan
perubahan lingkup
wilayah operasional
dari PSP.
Lampiran Dokumen
4. Rencana perubahan
anggaran dasar.
5.
Bukti persetujuan
perubahan lingkup
wilayah operasional
dari PSP.
Pasal 40 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 40 ayat (5)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 40 ayat (5)
huruf b
Pasal 40 ayat (9)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
6. Rencana kerja yang
paling sedikit
memuat:
a. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
dan langkah-
langkah kegiatan
yang akan
dilakukan dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
b. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan yang
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Pasal 40 ayat (5)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nama pihak yang
menandatangani:
[.........]
Tanggal
dokumen:
[.........]
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
- 38 -
Penjaminan
Ulang Syariah
melakukan
kegiatan
operasional
dengan lingkup
wilayah
operasional yang
baru.
7. Peraturan
perundang-
undangan yang
mendasari
pemekaran wilayah.
Pasal 40 ayat (9)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Apabila
perubahan
lingkup wilayah
operasional
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
disebabkan
karena adanya
pemekaran
wilayah provinsi
atau
kabupaten/kota.
Nama peraturan:
[.........]
Nomor peraturan:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Hal:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
- 39 -
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 40 -
FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 4
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan sebelum
perubahan
Nama perusahaan setelah
perubahan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat mengenai
latar belakang perubahan nama
No.
1.
Persyaratan
Laporan perubahan
nama disampaikan
menggunakan
format 10 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Nomor pokok wajib
pajak (NPWP) atas
nama baru dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
3. Perubahan
anggaran dasar
yang disertai dengan
bukti persetujuan
dari instansi
berwenang bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Pasal 43 ayat (1)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 43 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Nomor akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Tanggal akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
- 41 -
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
4.
Akta risalah rapat
anggota dan/atau
perubahan
anggaran dasar bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum koperasi.
Pasal 43 ayat (1)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
- 42 -
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
- 43 -
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
5.
Peraturan
Pemerintah yang
mendasari
perubahan nama
bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perusahaan
umum.
Pasal 43 ayat (1)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 44 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 45 -
FORM SELF ASSESSMENT 5 PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN TUJUAN
SERTA KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 5
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN MAKSUD DAN
TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha
Data perubahan anggaran dasar:
No.
Pasal
1.
2.
dst
Kelengkapan
No.
1.
Persyaratan
Laporan perubahan
maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha
disampaikan
menggunakan format
11 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Perubahan anggaran
dasar serta bukti
pengesahan atau
persetujuan dari
instansi berwenang.
Pasal 43 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 43 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
:
:
:
:
:
Sebelum Perubahan
Setelah Perubahan
- 46 -
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 47 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 48 -
FORM SELF ASSESSMENT 6 PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN
KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 6
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN TEMPAT KEDUDUKAN
KANTOR PUSAT PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Tanggal pemindahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan tempat
kedudukan kantor pusat
:
:
:
:
:
:
Data perubahan tempat kedudukan:
Keterangan
Kedudukan
Alamat Kantor
Nama
Kota/Kabupaten
No. Telp dan Fax
Lama
Baru
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
tempat kedudukan
kantor pusat
disampaikan
menggunakan
format 12 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Nomor pokok wajib
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 43 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
Pasal 43 ayat (3)
Nama:
- 49 -
pajak (NPWP) atas
alamat baru dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
3. Perubahan
anggaran dasar
yang disertai
dengan bukti
persetujuan dari
instansi berwenang
bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
Pasal 43 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
3. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
- 50 -
4. Akta risalah rapat
anggota dan/atau
perubahan
anggaran dasar
bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum koperasi.
Pasal 43 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 51 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
5. Peraturan
Pemerintah yang
mendasari
perubahan tempat
kedudukan bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perusahaan
umum.
Pasal 43 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
- 52 -
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 53 -
FORM SELF ASSESSMENT 7 PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 7
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGURANGAN MODAL DISETOR
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG BERBENTUK BADAN HUKUM
PERSEROAN TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar
belakang pengurangan modal
disetor
:
:
:
:
:
Substansi pengurangan modal disetor:
Sebelum
Modal dasar
Modal disetor
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Total
Total
Kelengkapan
No.
Persyaratan
1. Laporan
pengurangan modal
disetor disampaikan
menggunakan format
13 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 43 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 54 -
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Perubahan anggaran
dasar serta bukti
persetujuan dari
instansi berwenang.
Pasal 43 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nominal modal
disetor:
Rp [.........]
Ekuitas per
[.........]:
Rp [.........]
- 55 -
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 56 -
FORM SELF ASSESSMENT 8 PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR
BAGI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 8
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENAMBAHAN MODAL DISETOR BAGI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG
BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN
TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
penambahan modal disetor
Bentuk penambahan modal
disetor (untuk penambahan
modal disetor yang tidak
menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi saham,
pengambilalihan, dan/atau
penambahan pemegang
saham baru):
Modal dasar
Modal disetor
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
:
:
:
:
:
setoran tunai
konversi saldo laba
konversi pinjaman yang diterbitkan dalam
bentuk obligasi wajib konversi
dividen saham
tanah dan bangunan
Substansi penambahan modal disetor:
Sebelum
Sesudah
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Laporan
penambahan
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (9)
POJK Nomor
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 57 -
modal disetor
disampaikan
menggunakan
format 14
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan
ditandatangani
oleh Direksi.
2. Perubahan
anggaran dasar
yang disertai
dengan bukti
surat penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang.
Pasal 43 ayat (9)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
1/POJK.05/2017
- 58 -
3.
Bukti
penambahan
modal disetor,
yaitu:
a. bukti setoran
pelunasan
modal disetor
dari pemegang
saham dan
bukti
penempatan
modal disetor
atas nama
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
pada salah
satu bank
umum syariah
di Indonesia
dan
dilegalisasi
oleh bank
penerima
setoran, dalam
hal
penambahan
modal disetor
dilakukan
dalam bentuk
uang tunai;
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti pelunasan
modal disetor
Tanggal transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
Bukti penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
- 59 -
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito (Rupiah):
[.......]
b. laporan
keuangan
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
yang telah
diaudit oleh
akuntan
publik
sebelum
penambahan
modal, dalam
hal
penambahan
modal disetor
dilakukan
dalam bentuk
konversi saldo
laba, konversi
pinjaman yang
diterbitkan
dalam bentuk
obligasi wajib
konversi,
dan/atau
dividen
saham; dan
2. Dst.
c. laporan
penilai
independen
atas nilai
tanah dan
bangunan,
dalam hal
penambahan
modal disetor
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penambahan modal
disetor dalam
bentuk tanah dan
bangunan hanya
dapat dilakukan
oleh pemegang
saham yang
merupakan
pemerintah pusat
Pasal 43 ayat (9)
huruf b angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan keuangan
PT [.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah ekuitas:
Rp [.........]
Jumlah saldo
laba/pinjaman
yang diterbitkan
dalam bentuk
obligasi wajib
konversi/dividen
saham*) yang
akan dikonversi
menjadi modal
disetor:
Rp [.......]
Nama kantor
akuntan publik:
[.........]
- 60 -
dilakukan
dalam bentuk
tanah dan
bangunan.
atau pemerintah
daerah.
Tanggal penilaian:
[.........]
Nama penilai:
[.........]
Objek yang dinilai:
[.........]
Hasil penilaian:
[.........]
4. Surat pernyataan
pemegang saham
atau anggota
koperasi yang
menyatakan
bahwa setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman,
kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan dalam
hal penambahan
modal dilakukan
dalam bentuk
uang tunai.
5. Laporan
keuangan yang
telah diaudit oleh
akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan
terakhir, dalam
hal pemegang
saham berupa
badan usaha,
lembaga atau
badan hukum
koperasi.
Pasal 43 ayat (9)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 43 ayat (9)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Laporan keuangan
PT [.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah ekuitas:
Rp [.......]
Nama kantor
- 61 -
akuntan publik:
[.........]
2. Dst.
6. Rencana bisnis
(business plan)
dan langkah-
langkah
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah dalam
penggunaan
penambahan
modal disetor.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 43 ayat (9)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan berupa
uraian
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 62 -
FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP
MENJADI PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU SEBALIKNYA
FORM: 9
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN STATUS
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG BERBENTUK BADAN HUKUM
PERSEROAN TERBATAS TERTUTUP MENJADI
PERSEROAN TERBATAS TERBUKA ATAU
SEBALIKNYA
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Tanggal efektif perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan status
perusahaan
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
status perusahaan
disampaikan
menggunakan format
15 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Perubahan anggaran
dasar disertai dengan
bukti persetujuan dari
instansi berwenang.
Pasal 43 ayat (10)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
5. Nomor akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 43 ayat (10)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 63 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 64 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 65 -
FORM SELF ASSESSMENT 10 PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
FORM: 10
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG BERBENTUK BADAN HUKUM PERSEROAN
TERBATAS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan pemegang saham
:
:
:
:
:
Substansi perubahan pemegang saham:
Sebelum
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Sesudah
Nama Pemegang
Saham
Nominal
(Rp)
%
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
pemegang saham
disampaikan
menggunakan
format 17 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Akta pemindahan
hak atas saham,
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 44 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
Pasal 44 ayat (3)
huruf a
Nomor akta:
[.........]
- 66 -
dalam hal terjadi
pemindahan hak
atas saham.
POJK Nomor
1/POJK.05/ 2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
akta pemindahan
hak atas saham
dari:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
kepada:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
Dalam hal
terdapat
kepemilikan asing,
total kepemilikan
- 67 -
asing secara
langsung maupun
tidak langsung:
[.........]%
Data pemegang saham selain PSP
3. Dalam hal
pemegang saham
atau anggota adalah
perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
- 68 -
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak
untuk 1 (satu)
tahun terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset pada
SPT:
Rp [.........]
Jumlah kewajiban
pada SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
selain pengendali
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 69 -
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada lembaga
jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
- 70 -
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota
dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
- 71 -
4. Dalam hal
pemegang saham
adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 72 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
b. laporan
keuangan yang
telah diaudit oleh
akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan keuangan
PT [.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode [.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.......]
- 73 -
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu)
lembar pas
foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
2) tanda
pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih
berlaku;
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan dalam
bentuk bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........] sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
- 74 -
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal
tidak
berasal
dari
pinjaman;
(b) setoran
modal
tidak
berasal
dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 75 -
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham
atau pihak
yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak
pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
- 76 -
yang
mempunyai
kekuatan
hukum
tetap dalam
5 (lima)
tahun
terakhir;
dan
(f) tidak
pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
5. Dalam hal
pemegang saham
adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
6. Dalam hal
pemegang saham
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
- 77 -
adalah pemerintah
daerah, dilampiri
dengan Peraturan
Daerah mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
atau Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
7.
Surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa uang yang
digunakan untuk
membeli saham
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah tidak
berasal dari
kegiatan pencucian
uang (money
laundering) dan
kejahatan
keuangan, dalam
hal terjadi jual beli
saham.
8. Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah
memperdagangkan
sahamnya di bursa
efek, batas waktu
pelaporan paling
lama 15 (lima belas)
hari kerja sejak
tanggal pencatatan
perubahan
pemegang saham
dalam daftar
Pasal 44 ayat (1)
dan ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Pasal 44 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 78 -
perseroan berlaku
apabila:
a. terdapat
perubahan
pemegang saham
dari saham yang
diperoleh bukan
dari perdagangan
bursa efek;
dan/atau
b. terdapat
perubahan PSP.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 79 -
FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN
HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 11
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN BENTUK BADAN
HUKUM PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin usaha
Bentuk badan hukum
sebelumnya
Bentuk badan hukum setelah
perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan bentuk
badan hukum
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
bentuk badan
hukum disampaikan
menggunakan format
18 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Risalah RUPS atau
Peraturan
Pemerintah
mengenai perubahan
bentuk badan
Pasal 45 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
akta/Peraturan
Pemerintah:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 45 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 80 -
hukum Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Tanggal
akta/Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Bukti perubahan
bentuk badan
hukum yang telah
disahkan oleh
instansi yang
berwenang.
Pasal 45 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
1. Nomor akta:
[.........]
- 81 -
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
2. Dst.
4. Berita acara
pengalihan seluruh
hak dan kewajiban
dari badan hukum
lama kepada badan
hukum baru.
5. Nomor pokok wajib
pajak (NPWP) atas
nama bentuk badan
hukum Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang baru.
Pasal 45 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 45 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor NPWP:
[.........]
Nomor dan
tanggal berita
acara:
[.........]
Nama:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
- 82 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 83 -
FORM SELF ASSESSMENT 12 PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR
PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 12
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PERUBAHAN ALAMAT KANTOR
PUSAT DAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Tanggal efektif perubahan
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan
alamat kantor pusat
:
:
:
:
:
:
Data perubahan tempat alamat:
Keterangan
Alamat Kantor
Nama
Kota/Kabupaten
No. Telp dan Fax
Lama
Baru
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
alamat disampaikan
dengan
menggunakan
format 19 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Data alamat lengkap
kantor pusat
dan/atau kantor
Pasal 46 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
Perubahan
alamat kantor
harus sesuai
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 46 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 84 -
cabang.
3. Bukti penguasaan
gedung kantor.
1/POJK.05/2017
Pasal 46 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/
2017
dengan lingkup
wilayah
operasionalnya.
Lingkup wilayah
operasional:
[.........]
Surat keterangan
domisili kantor
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjaminan; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 85 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 86 -
FORM SELF ASSESSMENT 13 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 13
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PENGGABUNGAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan yang
menerima penggabungan
Nama perusahaan yang
menggabungkan diri
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha perusahaan
yang menerima penggabungan
Tanggal izin usaha perusahaan
yang menerima penggabungan
Nomor izin usaha perusahaan
yang menggabungkan diri
Tanggal izin usaha perusahaan
yang menggabungkan diri
Deskripsi singkat latar
belakang penggabungan
Substansi penggabungan:
Sebelum
Pemegang Saham
Nominal
(Rp)
%
Pemegang
Saham
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Sesudah
Nominal
(Rp)
%
Total
Total
- 87 -
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
penggabungan
disampaikan dengan
menggunakan
format 20 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
penggabungan.
Dasar Hukum
Pasal 48 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 48 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
penggabungan:
PT [.........]
dengan:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
4.
Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
- 88 -
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i.
[.........]
- 89 -
2. Dst.
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 90 -
pembiayaan
macet;
4) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
pada lembaga
jasa keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
- 91 -
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris,
atau anggota
dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
- 92 -
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
- 93 -
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
- 94 -
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi
badan hukum
tersebut meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan
dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
- 95 -
2. Dst.
2) tanda
pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud
yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
Direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
- 96 -
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
pernyataan:
[.........]
- 97 -
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah
negara Republik
Indonesia, dilampiri
dengan Peraturan
Pemerintah
mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
- 98 -
8. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai
penyertaan modal
daerah untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
9. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
penggabungan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
10. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
penggabungan.
11. Rencana kerja 3
(tiga) tahun pertama
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Pasal 48 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf g jo Pasal
48 ayat (2) huruf
g
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
- 99 -
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
penggabungan
paling sedikit
memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
dan langkah-
langkah kegiatan
yang akan
dilakukan dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
melakukan
kegiatan
operasional.
12. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo Pasal
48 ayat (2) huruf
h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
- 100 -
penggabungan yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
yang ditetapkan oleh
Direksi,
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
13. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
penggabungan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
penggabungan.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 48 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/ 2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
fungsi-fungsi
tersebut.
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
- 101 -
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 102 -
FORM SELF ASSESSMENT 14 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 14
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan atas rencana penggabungan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan atas rencana penggabungan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Uraian
Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan
format 21 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
penggabungan.
Dasar Hukum
Pasal 51 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
:
:
:
:
:
:
:
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 51 ayat (2)
huruf a
Nomor akta:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
- 103 -
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta
penggabungan.
Pasal 51 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Dokumen yang
menyatakan bahwa
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
menggabungkan
Pasal 51 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
- 104 -
diri tidak
mempunyai utang
pajak dari instansi
yang berwenang.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
oleh:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 105 -
FORM SELF ASSESSMENT 15 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG
MENGGABUNGKAN DIRI
FORM: 15
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG MENGGABUNGKAN DIRI
Nama perusahaan yang
menerima penggabungan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana penggabungan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas
rencana penggabungan
Deskripsi singkat latar
belakang pembukaan kantor
cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 22 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Dokumen izin
pembukaan kantor
cabang terdahulu
yang dimiliki oleh
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 51 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 51 ayat (4)
huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
- 106 -
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
menggabungkan diri.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 51 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 107 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 108 -
FORM SELF ASSESSMENT 16 PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 16
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan penggabungan
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan penggabungan
Persyaratan
:
:
:
:
:
:
Tanggal efektif pengabungan :
No.
1. Laporan pelaksanaan
penggabungan
disampaikan
menggunakan format
23 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan kepada
instansi yang
berwenang.
Pasal 52
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
Pemenuhan
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 52
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 109 -
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 110 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 111 -
FORM SELF ASSESSMENT 17 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 17
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PELEBURAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan yang akan
melakukan peleburan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nama perusahaan hasil
peleburan
Nomor izin usaha perusahaan
yang akan melakukan
peleburan
Tanggal izin usaha
perusahaan yang akan
melakukan peleburan
Deskripsi singkat latar
belakang peleburan
Substansi peleburan:
Sebelum
Pemegang Saham
Nominal
(Rp)
%
Pemegang
Saham
Sesudah
Nominal
(Rp)
%
: 1.
: 1.
: 1.
:
:
:
:
:
2.
2.
2.
Total
Total
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 48 ayat (2)
Keterangan
- 112 -
Persetujuan
peleburan
disampaikan dengan
menggunakan format
20 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Rancangan akta
dengan risalah
RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
peleburan:
PT [.........]
dengan:
PT [.........]
menjadi:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
4. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 113 -
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
5. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
- 114 -
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit
dan/atau
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 115 -
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
di bidang
usaha jasa
keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang telah
- 116 -
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota
direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
- 117 -
6. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk
anggaran dasar
berikut
perubahan yang
terakhir yang
telah berlaku
sesuai ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 118 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
- 119 -
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan
saham yang
disertai dengan
dokumen
pendukungnya
yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto
terbaru ukuran
4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan
dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
1. Nama:
[.........]
- 120 -
penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara
dari badan
hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang
(money
laundering)
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
Direksi atau yang
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 121 -
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam
daftar pihak
yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah
yang
menyebab-
kan suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
- 122 -
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5
(lima) tahun
terakhir; dan
(f) tidak
pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan
Pemerintah mengenai
penyertaan modal
negara Republik
Indonesia untuk
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 123 -
pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
9. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
peleburan.
Pasal 48 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
10. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan.
11. Rencana kerja 3
(tiga) tahun pertama
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan paling
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
mengenai peluang
pasar dan potensi
Pasal 48 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf g jo Pasal
48 ayat (2) huruf
g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a.
[.........]
b.
c.
[.........]
[.........]
- 124 -
ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah dan
langkah-langkah
kegiatan yang
akan dilakukan
dalam
mewujudkan
rencana
dimaksud; dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi
dan laporan arus
kas bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai
sejak Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah
melakukan
kegiatan
operasional.
12. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan yang
menggambarkan
fungsi
pengelolaan risiko,
fungsi pengelolaan
keuangan, dan
fungsi pelayanan
yang ditetapkan oleh
Direksi,
Pasal 13 ayat (2)
huruf b jo Pasal
48 ayat (2) huruf
h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
- 125 -
dilengkapi dengan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
13. Rancangan akta
pendirian dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan.
14. Sistem dan prosedur
kerja usaha
penjaminan atau
penjaminan ulang
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
Peleburan berupa:
a. prosedur operasi
standar (standard
operating
procedure);
Pasal 48 ayat (2)
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf d jo Pasal
48 ayat (2) huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
b. contoh perjanjian
kerja sama; dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 126 -
c. contoh sertifikat
kafalah yang akan
digunakan oleh
Perusahaan
Penjaminan
Syariah atau
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Tenaga Ahli
15. Bukti
mempekerjakan
tenaga ahli
penjaminan syariah
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
Peleburan berupa:
a. bukti
pengangkatan
tenaga ahli; dan
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf e jis Pasal
37 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama tenaga
ahli:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf d angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
b. dokumen
pendukung
pemenuhan
persyaratan
tenaga ahli.
1. Sertifikat
keahlian dari
lembaga
sertifikasi
profesi di
bidang
penjaminan
syariah
a. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
- 127 -
Lembaga
yang
mengeluar-
kan
sertifikat:
[.........]
Masa
berlaku
(jika ada):
[.........]
b. Dst.
2. Daftar
pengalaman
kerja:
[.........]
3. Surat
keterangan
dari asosiasi
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
bahwa tidak
sedang dalam
pengenaan
sanksi
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
surat:
[.........]
Bukti Kesiapan Infastruktur
16. Bukti kesiapan
infastruktur dari
Perusahaan
Pasal 13 ayat (2)
huruf h jo Pasal
- 128 -
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan paling
sedikit berupa:
a. daftar aset tetap
dan inventaris
beserta bukti
kepemilikan atau
penguasaan;
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung; dan
48 ayat (2) huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 13 ayat (2)
huruf h angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam Hal Terdapat Penyertaan Langsung dari Pihak Asing*)
17. Konfirmasi dari
otoritas pengawas di
negara asal pihak
asing, jika terdapat
penyertaan langsung
dari pihak asing, dari
Perusahaan
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf i
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Nama negara:
[.........]
Nama institusi:
[.........]
- 129 -
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan.
Nomor surat:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi
konfirmasi:
[.........]
Dokumen Lain
18. Dokumen lain dalam
rangka mendukung
pertumbuhan usaha
yang sehat dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan, meliputi:
a. laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan
Perusahaan
Penjaminan
Syariah atau
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah;
b. rencana bidang
kepegawaian
termasuk rencana
pengembangan
sumber daya
manusia untuk
paling singkat 3
(tiga) tahun
mendatang;
c. pedoman tata
kelola yang baik
bagi Perusahaan
Penjaminan
Syariah atau
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
dan spesifikasi
jabatan:
[.........]
Pasal 48 ayat (2)
huruf j jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf j
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 130 -
Syariah;
d. perjanjian
kerjasama antara
pihak asing dan
pihak Indonesia,
bagi Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang di
dalamnya
terdapat
penyertaan dari
badan hukum
asing atau warga
negara asing yang
dibuat dalam
bahasa Indonesia
dan paling sedikit
memuat:
1) komposisi
permodalan,
susunan
anggota Direksi
dan anggota
Dewan
Komisaris
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
penjaminan;
dan
2) kewajiban
pihak asing
untuk
menyusun dan
melaksanakan
program
pendidikan dan
pelatihan
sesuai bidang
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
Kewajiban:
[.........]
- 131 -
keahliannya;
dan
e. bukti pelunasan
pembayaran biaya
perizinan dalam
rangka pemberian
izin usaha.
Pasal 13 ayat (2)
huruf j angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sistem
penerimaan
Otoritas Jasa
Keuangan:
[.........]
Tanggal
pelunasan:
[.........]
19. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
peleburan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
peleburan.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 48 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jumlah dilunasi:
[.........]
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
- 132 -
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 133 -
FORM SELF ASSESSMENT 18 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 18
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PELEBURAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
Uraian
:
:
:
:
:
:
Tanggal pelaksanaan RUPS :
No.
1. Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan
format 24 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Akta risalah RUPS
yang menyetujui
peleburan.
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 53
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
Pasal 53 ayat (2)
huruf a
Nomor akta:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
- 134 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Akta peleburan.
Pasal 53 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Akta risalah RUPS
mengenai pendirian
perusahaan hasil
peleburan.
Pasal 53 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
- 135 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
5. Dokumen yang
menyatakan bahwa
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
peleburan tidak
mempunyai utang
pajak dari instansi
yang berwenang.
Pasal 53 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
oleh:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 136 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 137 -
FORM SELF ASSESSMENT 19 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG
MELEBURKAN DIRI
FORM: 19
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG MELEBURKAN DIRI
Nama perusahaan hasil
peleburan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang pembukaan
kantor cabang
Nomor surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
atas rencana peleburan
No.
Persyaratan
1. Laporan pembukaan
kantor cabang
disampaikan
menggunakan
menggunakan
format 25 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Izin pembukaan
kantor cabang (jika
ada) terdahulu yang
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 53 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 53 ayat (4)
huruf a
Nomor
POJK Nomor
penetapan/
keputusan:
- 138 -
dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
meleburkan diri.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 53 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1/POJK.05/2017
[.........]
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup wilayah
operasional:
[.........]
Surat keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 139 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 140 -
FORM SELF ASSESSMENT 20 PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 20
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PELEBURAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan peleburan
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan peleburan
Tanggal efektif peleburan
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan
peleburan
disampaikan
menggunakan
menggunakan
format 26
Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Anggaran dasar
yang telah
disahkan disetujui
oleh atau
diberitahukan
Pasal 54
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
1. Nomor akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 54
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 141 -
kepada instansi
yang berwenang.
Nama notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 142 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 143 -
FORM SELF ASSESSMENT 21 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 21
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nama pihak yang
mengambilalih
Deskripsi singkat latar
belakang pengambilalihan
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
pengambilalihan
disampaikan dengan
menggunakan format
27 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
risalah RUPS yang
menyetujui
pengambilalihan.
Pasal 55 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
risalah RUPS:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
pengambilalihan.
Pasal 55 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pengambilalihan:
PT [.........]
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 55 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 144 -
Substansi:
[.........]
4. Rancangan akta
pemindahan hak atas
saham, dalam hal
pengambilalihan
saham dilakukan
secara langsung dari
pemegang saham.
Pasal 55 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi
akta
pemindahan hak
atas saham dari:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
kepada:
1. Sdr/i
[.........]
2. PT
[.........]
5.
Surat pernyataan
pemegang saham yang
menyatakan bahwa
uang yang digunakan
untuk membeli saham
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah tidak berasal
dari pinjaman,
kegiatan pencucian
uang (money
laundering) dan
kejahatan keuangan.
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
6. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas
foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 55 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
- 145 -
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan
kena pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset
pada SPT:
- 146 -
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana di
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rp [.........]
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham atau
anggota koperasi
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 147 -
bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
- 148 -
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan jasa
keuangan yang
dicabut izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk anggaran
dasar berikut
perubahan yang
terakhir yang telah
berlaku sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor
keputusan
- 149 -
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahu-
an dari instan-
si berwenang:
- 150 -
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan saham
yang disertai
dengan dokumen
pendukungnya
yang menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
Jumlah
kepemilikan
asing baik
secara langsung
- 151 -
maupun tidak
langsung:
[.........]%
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor
NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
- 152 -
(NPWP); dan
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara dari
badan hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh direksi atau
yang setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 153 -
yang
signifikan
pada
lembaga jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
- 154 -
8. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
modal negara
Republik Indonesia
untuk pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
9. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
10. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor
Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Pasal 55 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
- 155 -
[.........]
11. Permohonan
Persetujuan rencana
pengambilalihan
disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
PSP Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 55 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 156 -
FORM SELF ASSESSMENT 22 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 22
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan format
28 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pengambilalihan.
Pasal 58 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 58 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 157 -
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta
pengambilalihan.
Pasal 58 ayat (2)
huruf b POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Bukti
pemberitahuan
kepada instansi yang
berwenang.
Pasal 58 ayat (2)
huruf c POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
oleh:
- 158 -
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 159 -
FORM SELF ASSESSMENT 23 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 23
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan pemisahan
murni disampaikan
dengan menggunakan
format 29 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 61 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 61 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
- 160 -
3. Rancangan akta
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru
dan/atau badan
hukum baru yang akan
menerima aset,
liabilitas, dan ekuitas.
4. Rencana penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin dan penerima
jaminan bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan pemisahan
murni.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru dan/atau
badan hukum baru
yang akan menerima
aset, liabilitas, dan
ekuitas.
Pasal 61 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 61 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pendirian:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
Pasal 61 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana
penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban sebagai
berikut:
[.........]
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........]%
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........]%
Jumlah
kepemilikan asing
baik secara
langsung maupun
tidak langsung:
[.........]%
- 161 -
Data pemegang saham atau anggota selain PSP dari Perusahaan Penjaminan
Syariah dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah baru hasil pemisahan
murni
6. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas
foto terbaru ukuran
4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat hidup; Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat pemberitahuan
(SPT) pajak untuk 1
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
SPT atas Sdr/i:
[.........]
- 162 -
(satu) tahun
terakhir;
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
Jumlah aset pada
SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal dari
pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal dari
kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang saham
atau pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
pemegang saham
atau anggota
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 163 -
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum karena
melakukan
tindak pidana di
bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
(lima) tahun
terakhir;
6) tidak pernah
dihukum karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
(lima) tahun
terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan pailit
atau dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu perseroan/
perusahaan
dinyatakan pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan hukum
tetap dalam 5
- 164 -
(lima) tahun
terakhir; dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang saham
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas syariah
pada perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut izin
usahanya karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
7. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. akta pendirian badan
hukum, termasuk
anggaran dasar
berikut perubahan
yang terakhir yang
telah berlaku sesuai
ketentuan peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
- 165 -
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
- 166 -
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan publik
dan/atau laporan
keuangan terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.......]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan saham
yang disertai dengan
dokumen
pendukungnya yang
menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan dalam
bentuk bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
- 167 -
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
5) surat pernyataan
direksi atau yang
setara dari badan
hukum dimaksud
yang menyatakan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
atas meterai oleh
direksi atau yang
- 168 -
bahwa:
(a) setoran modal
tidak berasal
dari
pinjaman;
(b) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan kejahatan
keuangan;
(c) tidak memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada lembaga
jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
setara dari badan
hukum sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 169 -
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir.
8. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
modal negara Republik
Indonesia untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
9. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
- 170 -
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
10. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan pemisahan
murni.
Pasal 61 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan yang
telah diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
11. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
pemisahan murni.
12. Rencana kerja yang
akan dilakukan untuk
3 (tiga) tahun pertama
setelah mendapatkan
izin usaha dari badan
hukum baru yang
merupakan Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah, yang paling
Pasal 61 ayat (2)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 61 ayat (2)
huruf h
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
- 171 -
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
peluang pasar dan
potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha penjaminan
syariah dan langkah-
langkah yang
dilakukan untuk
mewujudkan
rencana dimaksud;
dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan arus kas
bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah melakukan
kegiatan operasional.
13. Susunan organisasi
dari Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru hasil
pemisahan murni.
14. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan pemisahan
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Pasal 61 ayat (2)
huruf i jo Pasal
13 ayat (2) huruf
b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 61 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
- 172 -
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah hasil
pemisahan murni.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 173 -
FORM SELF ASSESSMENT 24 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 24
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan pelaksanaan
RUPS disampaikan
menggunakan format
30 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pemisahan murni.
Pasal 64 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 64 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 174 -
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta pemisahan
murni.
Pasal 64 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Dokumen yang
menyatakan bahwa
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah tidak
mempunyai utang
pajak dari instansi
Pasal 64 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Ditandantangani
oleh:
- 175 -
yang berwenang.
5.
Akta risalah RUPS
yang menyatakan
pengangkatan Direksi,
Dewan Komisaris,
dan/atau DPS.
Pasal 64 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
[.........]
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
6.
Bukti pelunasan modal
disetor dalam bentuk
setoran tunai dari
pemegang saham atau
anggota dan bukti
penempatan modal
disetor dalam bentuk
deposito berjangka
atas nama Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
bersangkutan, dalam
hal terdapat pemegang
saham baru atau
anggota baru (jika
ada).
Pasal 64 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti
pelunasan
modal disetor
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama
penerima:
[.......]
- 176 -
Nominal
setoran modal
(original
currency):
[.......]
Nominal
setoran modal
(Rupiah):
[.......]
Bukti
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
7.
Laporan posisi
keuangan
awal/pembukaan dari
badan hukum baru
hasil pemisahan
murni.
8.
Bukti kesiapan
operasional dari badan
hukum baru hasil
pemisahan murni yang
merupakan
Pasal 64 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 177 -
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah paling sedikit
berupa:
a. daftar aset tetap dan
inventaris beserta
bukti kepemilikan
atau penguasaan;
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar
inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
c. Dst.
b. bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor; dan
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat
keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok wajib
pajak (NPWP).
Pasal 64 ayat (2)
huruf g angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
- 178 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 179 -
FORM SELF ASSESSMENT 25 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG
MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI
FORM: 25
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
YANG MELAKUKAN PEMISAHAN MURNI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 31 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2.
Izin pembukaan
kantor cabang
terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 64 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 64 ayat (4)
Huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
- 180 -
pemisahan murni.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 64 ayat (4)
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 181 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 182 -
FORM SELF ASSESSMENT 26 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 26
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan pemisahan murni
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
Persetujuan pemisahan murni
Tanggal pelaksanaan pemisahan
murni
No.
Persyaratan
1. Laporan pemisahan
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
32 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan
kepada instansi
berwenang.
Pasal 65
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 65
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 183 -
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 184 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 185 -
FORM SELF ASSESSMENT 27 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA
MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH BARU
FORM: 27
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
DENGAN CARA MENDIRIKAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH BARU
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan menggunakan
format 33 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
- 186 -
Kepada:
PT [.........]
3. Rancangan akta
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
4. Rencana penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin, penerima
jaminan, dan pihak
terkait lainnya.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Rencana
penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
6. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
pemisahan tidak
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
- 187 -
murni.
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
7. Laporan keuangan
proforma dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
8. Rencana kerja yang
akan dilakukan untuk
3 (tiga) tahun pertama
setelah mendapatkan
izin usaha
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru, yang
paling sedikit
memuat:
a. studi kelayakan
peluang pasar dan
potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan
usaha penjaminan
syariah dan
langkah-langkah
yang dilakukan
untuk mewujudkan
rencana dimaksud;
dan
c. proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan arus kas
bulanan serta
asumsi yang
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 7
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
c. [.........]
- 188 -
mendasarinya
dimulai sejak
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru
melakukan
kegiatan
operasional.
9. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi, dan
laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang akan
melakukan
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
10. Susunan organisasi
yang menggambarkan
fungsi pengelolaan
risiko, fungsi
pengelolaan
keuangan, dan fungsi
pelayanan yang
ditetapkan oleh
Direksi, dilengkapi
dengan susunan
personalia, uraian
tugas, wewenang, dan
tanggung jawab.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 9 jo
Pasal 13 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Pasal 67 ayat (2)
huruf a angka 8
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Data pemegang saham atau anggota selain PSP
11. Dalam hal pemegang
saham atau anggota
adalah perorangan,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. 1 (satu) lembar pas Pasal 13 ayat (2)
Pas foto atas
- 189 -
foto terbaru
ukuran 4 x 6 cm;
huruf c angka 1
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
b. tanda pengenal
berupa KTP atau
paspor yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
c. daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. surat
pemberitahuan
(SPT) pajak untuk
1 (satu) tahun
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf e)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
SPT atas Sdr/i:
[.........]
Periode SPT:
tahun [.........]
Penghasilan kena
pajak:
Rp [.........]
- 190 -
Jumlah aset
pada SPT:
Rp [.........]
Jumlah
kewajiban pada
SPT:
Rp [.........]
f. surat pernyataan
pemegang saham
yang menyatakan
bahwa:
1) setoran modal
tidak berasal
dari pinjaman;
2) setoran modal
tidak berasal
dari kegiatan
pencucian uang
(money
laundering) dan
kejahatan
keuangan;
3) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet;
4) tidak termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh yang
signifikan pada
lembaga jasa
keuangan;
5) tidak pernah
dihukum
karena
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 1
huruf f)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pemegang
saham atau
anggota koperasi
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 191 -
melakukan
tindak pidana di
bidang usaha
jasa keuangan
dan/atau
perekonomian
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
6) tidak pernah
dihukum
karena
melakukan
tindak pidana
kejahatan
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
7) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
- 192 -
dalam 5 (lima)
tahun terakhir;
dan
8) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali,
anggota direksi,
anggota dewan
komisaris, atau
anggota dewan
pengawas
syariah pada
perusahaan
jasa keuangan
yang dicabut
izin usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5 (lima)
tahun terakhir.
12. Dalam hal pemegang
saham adalah badan
hukum, dokumen
yang dilampirkan
adalah:
a. akta pendirian
badan hukum,
termasuk anggaran
dasar berikut
perubahan yang
terakhir yang telah
berlaku sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf a)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
- 193 -
Nomor keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal
keputusan
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data seluruh
perubahan
anggaran dasar
perusahaan (jika
ada):
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
- 194 -
berwenang:
[.........]
Substansi
perubahan
anggaran
dasar:
[.........]
b. laporan keuangan
yang telah diaudit
oleh akuntan
publik dan/atau
laporan keuangan
terakhir;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
Jumlah
ekuitas:
Rp [.......]
Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
2. Dst.
c. daftar pemegang
saham berikut
rincian besarnya
masing-masing
kepemilikan saham
yang disertai
dengan dokumen
pendukungnya
yang menunjukkan
persentase
kepemilikan baik
secara langsung
maupun tidak
langsung;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
- 195 -
d. nomor pokok wajib
pajak (NPWP);
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf d)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
2. Dst.
e. data direksi badan
hukum tersebut
meliputi:
1) 1 (satu) lembar
pas foto terbaru
ukuran 4 x 6
cm;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pas foto atas
nama:
1. Sdr/i.
[.........]
2. Dst.
2) tanda pengenal
berupa kartu
tanda
penduduk (KTP)
atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
2. Dst.
3) daftar riwayat
hidup;
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4) nomor pokok
wajib pajak
(NPWP); dan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup atas
nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
1. Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
- 196 -
2. Dst.
5) surat
pernyataan
direksi atau
yang setara dari
badan hukum
dimaksud yang
menyatakan
bahwa:
(a) setoran
modal tidak
berasal dari
pinjaman;
(b) setoran
modal tidak
berasal dari
kegiatan
pencucian
uang (money
laundering)
dan
kejahatan
keuangan;
(c) tidak
memiliki
kredit
dan/atau
pembiayaan
macet;
(d) tidak
termasuk
dalam daftar
pihak yang
dilarang
untuk
menjadi
pemegang
saham atau
pihak yang
mengelola,
mengawasi,
dan/atau
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
pada
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 2
huruf e) angka 5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh direksi atau
yang setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
- 197 -
lembaga jasa
keuangan;
(e) tidak pernah
dinyatakan
pailit atau
dinyatakan
bersalah yang
menyebabkan
suatu
perseroan/
perusahaan
dinyatakan
pailit
berdasarkan
putusan
pengadilan
yang
mempunyai
kekuatan
hukum tetap
dalam 5 (lima)
tahun
terakhir; dan
(f) tidak pernah
menjadi
pemegang
saham
pengendali
pada
perusahaan
jasa
keuangan
yang dicabut
izin
usahanya
karena
melakukan
pelanggaran
dalam 5
(lima) tahun
terakhir.
13. Dalam hal pemegang
saham adalah negara
Republik Indonesia,
dilampiri dengan
Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor Peraturan
Pemerintah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
- 198 -
modal negara
Republik Indonesia
untuk pendirian
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
14. Dalam hal pemegang
saham adalah
pemerintah daerah,
dilampiri dengan
Peraturan Daerah
mengenai penyertaan
modal daerah untuk
pendirian Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
15. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 13 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Nomor Peraturan
Daerah:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Nominal:
[.........]
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
- 199 -
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 200 -
FORM SELF ASSESSMENT 28 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA
MENDIRIKAN BADAN HUKUM BARU YANG BUKAN MERUPAKAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 28
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
DENGAN CARA MENDIRIKAN BADAN HUKUM
BARU YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
33 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 201 -
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
Substansi:
[.........]
3. Rancangan akta
pendirian badan
hukum baru.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pendirian:
PT [.........]
4. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
5. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Pasal 67 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 202 -
Syariah yang akan
melakukan
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
6. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 203 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 204 -
FORM SELF ASSESSMENT 29 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA
MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
KEPADA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH LAIN
FORM: 29
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET,
LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH LAIN
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan
rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan
format 33 Lampiran
POJK Nomor
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 205 -
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan akta
pemisahan dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
3. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
4. Rencana
penyelesaian hak
dan kewajiban
terjamin, penerima
jaminan, dan pihak
terkait lainnya.
5. Rencana daftar
kepemilikan dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah lain.
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rencana
penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Rencana daftar
nama dan
komposisi
pemegang saham
berupa:
a. [.........]
kepemilikan
- 206 -
sebesar
[.........] %
b. [.........]
kepemilikan
sebesar
[.........] %
Jumlah
kepemilikan
asing baik secara
langsung
maupun tidak
langsung:
[.........]%
6. Dokumen
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang akan
menerima
pengalihan sebagian
aset, liabilitas, dan
ekuitas, meliputi:
a) izin usaha
sebagai
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah;
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf a)
Nomor surat
keputusan:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi penerbit
surat
keterangan:
[.........]
b) laporan
keuangan
tahunan terakhir
yang telah
diaudit oleh
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf b)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
- 207 -
kantor akuntan
publik; dan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama kantor
akuntan
publik:
[.........]
c) laporan posisi
keuangan,
laporan laba
rugi, dan laporan
arus kas bulan
terakhir sebelum
menerima
pengalihan aset,
liabilitas, dan
ekuitas.
7. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus
kas bulanan selama
3 (tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang akan
melakukan
pemisahan
terhitung sejak
pemisahan selesai
dilakukan.
8. Permohonan
Persetujuan
rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 67 ayat (2)
huruf c angka 5
huruf c)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
- 208 -
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi
calon anggota
Direksi, anggota
Dewan Komisaris,
anggota DPS,
dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan pada
sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 209 -
FORM SELF ASSESSMENT 30 PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH DENGAN CARA
MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET, LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
KEPADA BADAN HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 30
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN RENCANA
PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
DENGAN CARA MENGALIHKAN SEBAGIAN ASET,
LIABILITAS, DAN EKUITAS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH KEPADA BADAN
HUKUM LAIN YANG BUKAN MERUPAKAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Persetujuan
Tanggal surat permohonan
Persetujuan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan Persetujuan
pemisahan tidak murni
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
33 Lampiran POJK
Nomor
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 67 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 210 -
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Rancangan akta
pemisahan.
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Rancangan
akta pemisahan
dari:
PT [.........]
Kepada:
PT [.........]
3. Laporan keuangan
terakhir yang telah
diaudit dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
pemisahan tidak
murni.
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Substansi:
[.........]
Laporan
keuangan PT
[.........] yang
dilampirkan:
1. Laporan
keuangan
yang telah
diaudit
periode
[.........]
2. Jumlah
ekuitas:
Rp [.........]
3. Nama
kantor
akuntan
publik:
[.........]
4. Proyeksi laporan
posisi keuangan,
laporan laba rugi,
dan laporan arus kas
bulanan selama 3
(tiga) tahun dari
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang akan
melakukan
Pasal 67 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
- 211 -
pemisahan terhitung
sejak pemisahan
selesai dilakukan.
5. Permohonan
Persetujuan rencana
pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, anggota
DPS, dan/atau PSP
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah baru.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Pasal 67 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 212 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 213 -
FORM SELF ASSESSMENT 31 PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 31
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN RUPS YANG
MENYETUJUI PEMISAHAN TIDAK MURNI
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
Tanggal pelaksanaan RUPS
No.
1.
Persyaratan
Laporan
pelaksanaan RUPS
disampaikan
menggunakan
format 34 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Akta risalah RUPS
yang menyetujui
pemisahan tidak
murni.
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 70 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 70 ayat (2)
huruf a
Nomor akta:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
- 214 -
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3.
Akta pemisahan
tidak murni.
Pasal 70 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
4.
Akta risalah RUPS
yang menyatakan
pengangkatan
Direksi dan Dewan
Komisaris.
Pasal 70 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
- 215 -
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
5.
Bukti pelunasan
modal disetor
dalam bentuk
setoran tunai dari
pemegang saham
atau anggota dan
bukti penempatan
modal disetor
dalam bentuk
deposito berjangka
atas nama
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
bersangkutan,
dalam hal terdapat
pemegang saham
baru atau anggota
baru (jika ada).
Pasal 70 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti pelunasan
modal disetor
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
Bukti
- 216 -
penempatan
modal disetor
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
6.
Laporan keuangan
pembukaan dari
badan hukum baru
hasil pemisahan
tidak murni.
7.
Bukti kesiapan
operasional dari
badan hukum baru
hasil pemisahan
tidak murni yang
merupakan
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah paling
sedikit berupa:
a. daftar aset tetap
dan inventaris
beserta bukti
kepemilikan atau
penguasaan;
Pasal 70 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar
inventaris:
a. [.........]
b. [.........]
- 217 -
b. bukti
kepemilikan atau
penguasaan
gedung kantor;
dan
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
c. Dst.
Surat
keterangan
domisili kantor
pusat
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
c. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP).
Pasal 70 ayat (2)
huruf f angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 218 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 219 -
FORM SELF ASSESSMENT 32 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG
MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR CABANG ATAS
NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI
FORM: 32
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG
YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG MELAKUKAN
PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI KANTOR
CABANG ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 35 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Izin pembukaan
kantor cabang (jika
ada) terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 70 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 70 ayat (4)
Huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
penetapan/
keputusan:
[.........]
- 220 -
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
melakukan
pemisahan tidak
murni.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor cabang
(jika ada).
Pasal 70 ayat (4)
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
penetapan/
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
- 221 -
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 222 -
FORM SELF ASSESSMENT 33 PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK
MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 33
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN PEMISAHAN TIDAK
MURNI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
pemisahan tidak murni
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
pemisahan tidak murni
Tanggal pelaksanaan pemisahan
tidak murni
No.
Persyaratan
1. Laporan pelaksanaan
pemisahan tidak
murni disampaikan
dengan
menggunakan format
36 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan kepada
instansi berwenang.
Pasal 71
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 71
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 223 -
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan/
persetujuan/
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 224 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 225 -
FORM SELF ASSESSMENT 34 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 34
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang
Contact person (nama, telepon,
email)
Maksud dan tujuan pembukaan
kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang disampaikan
dengan menggunakan
format 37 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Bukti penguasaan
gedung kantor.
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 73 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 73 ayat (4)
Huruf a
Lingkup
wilayah
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
- 226 -
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
3.
Struktur organisasi
dan nama calon
kepala kantor cabang
serta jumlah
karyawan.
Pasal 73 ayat (4)
Huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Nama calon
kepala kantor
cabang:
[.........]
Jumlah
Karyawan:
[.........]
4. Rencana bisnis yang
memuat rencana
pembukaan kantor
cabang Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 73 ayat (4)
Huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
- 227 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 228 -
FORM SELF ASSESSMENT 35 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 35
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang penutupan kantor
cabang
:
:
:
:
:
Daftar penutupan kantor cabang
No. Nama Kantor
1.
2.
Dst.
*) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama Kelurahan, Kecamatan,
Kota/Kabupaten, dan Kode Pos
No.
Persyaratan
1. Laporan penutupan
kantor cabang
disampaikan dengan
menggunakan format
38 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
Dasar Hukum
Pasal 76 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Nomor dan
Tanggal
Keputusan Izin
Pembukaan
Kantor Cabang
Alamat*)
Kepala
Kantor
Cabang
Tanggal
Efektif
Penutupan
Kantor
- 229 -
2. Bukti pemberitahuan
rencana penutupan
kantor cabang.
3. Bukti pemberitahuan
prosedur penyelesaian
hak dan kewajiban.
Pasal 76 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 76 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
pemberitahuan
kepada pihak
yang terkait:
[.......]
Tanggal
pemberitahuan
prosedur
penyelesaian
hak dan
kewajiban:
[.......]
4. Bukti penyelesaian
hak dan kewajiban
debitur.
Pasal 76 ayat (4)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Penyelesaian
seluruh hak
dan kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 230 -
FORM SELF ASSESSMENT 36 PELAPORAN PELAKSANAAN KONVERSI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 36
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN KONVERSI
PERUSAHAAN PENJAMINAN DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG MENJADI PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
konversi
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
tentang pemberian Persetujuan
konversi
Tanggal pelaksanaan konversi
No.
Persyaratan
1. Laporan pelaksanaan
konversi disampaikan
dengan
menggunakan format
42 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Anggaran dasar yang
telah disahkan,
disetujui oleh atau
diberitahukan kepada
instansi yang
Pasal 81
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 81
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 231 -
berwenang.
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Substansi:
[.........]
2. Dst.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 232 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 233 -
FORM SELF ASSESSMENT 37 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
KARENA KEPUTUSAN RUPS
FORM: 37
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA
KEPUTUSAN RUPS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal pelaksanaan RUPS
pembubaran
Deskripsi singkat mengenai latar
belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan
disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan disampaikan
oleh Likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Dokumen yang
menjadi dasar
ditetapkannya
keputusan atau
penetapan
pembubaran.
Pasal 85 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dokumen yang
menjadi dasar
ditetapkannya
keputusan atau
penetapan
pembubaran
berupa sebagai
berikut:
[.........]
3. Asli salinan
Pasal 85 ayat (3)
Nomor surat
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 85 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 234 -
keputusan mengenai
pemberian izin
usaha Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
keputusan:
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi penerbit
surat
keterangan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 235 -
FORM SELF ASSESSMENT 38 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH YANG DITETAPKAN
DALAM ANGGARAN DASAR BERAKHIR
FORM: 38
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH KARENA JANGKA
WAKTU BERDIRINYA PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH YANG DITETAPKAN DALAM
ANGGARAN DASAR BERAKHIR
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal berakhirnya jangka
waktu berdirinya Perusahaan
Penjaminan Syariah dan
Perusahaan Penjaminan Ulang
Syariah yang ditetapkan dalam
anggaran dasar
Deskripsi singkat mengenai
latar belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
disampaikan oleh
Likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Dokumen yang
menjadi dasar
Pasal 86 ayat (3)
huruf a
Dokumen yang
menjadi dasar
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 86 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 236 -
pengakhiran
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
3. Asli salinan
keputusan mengenai
pemberian izin usaha
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 86 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
ditetapkannya
keputusan atau
penetapan
pembubaran
berupa sebagai
berikut:
[.........]
Nomor surat
keputusan:
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi
penerbit surat
keterangan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 237 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 238 -
FORM SELF ASSESSMENT 39 PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN PEMERINTAH
FORM: 39
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PEMBUBARAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN
PENJAMINAN ULANG SYARIAH BERDASARKAN
PUTUSAN PENGADILAN ATAU KEPUTUSAN
PEMERINTAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor izin usaha
Tanggal izin usaha
Tanggal putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan
hukum tetap atau tanggal
keputusan pemerintah diterima
Deskripsi singkat mengenai
latar belakang pembubaran
No.
Persyaratan
1. Laporan pembubaran
disampaikan
menggunakan format
43 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
disampaikan oleh
Likuidator atau
kuasa rapat anggota.
2. Putusan pengadilan
yang mempunyai
kekuatan hukum
tetap.
Pasal 87 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 87 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 239 -
bubar
berdasarkan
putusan
pengadilan.
3. Keputusan
pemerintah.
Pasal 87 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
Perusahaan
Penjaminan
Syariah dan
Perusahaan
Penjaminan
Ulang Syariah
bubar
berdasarkan
keputusan
pemerintah.
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 240 -
FORM SELF ASSESSMENT 40 PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN
KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI MENJADI PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 40
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PERSETUJUAN PENGHENTIAN
KEGIATAN USAHA SEHINGGA TIDAK LAGI
MENJADI PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH
DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon, email)
Jenis transaksi
Deskripsi singkat latar belakang
rencana penghentian kegiatan usaha
No.
Persyaratan
Analisis Substantif RPKU
1. Alasan penghentian
kegiatan usaha.
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 89 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Uraian mengenai
kondisi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah, termasuk
data mengenai
jumlah sertifikat
kafalah yang masih
berlaku, jumlah
terjamin dan/atau
penerima jaminan,
dan jumlah
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan Syariah
Pasal 89 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Jelaskan
dengan singkat
alasan
penghentian
kegiatan usaha:
[.........]
Berdasarkan
rencana
penghentian
kegiatan usaha
PT [.........],
diketahui hal-
hal mengenai
kondisi PT
[.........] sebagai
berikut:
1. Jumlah
sertifikat
kafalah:
[.........]
- 241 -
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah kepada
terjamin dan/atau
penerima jaminan.
2. Jumlah
terjamin:
[.........]
3. Jumlah
penerima
jaminan:
[.........]
4. Jumlah
kewajiban:
[.........]
5. Ringkasan
laporan
keuangan:
[.........]
3. Rencana penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah kepada
seluruh kreditor.
4. Rencana pembubaran
atau rencana lainnya
setelah Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah
menyelesaikan
kewajiban kepada
seluruh kreditor dan
izin usaha
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah telah dicabut
oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Analisis Dokumen Pendukung RPKU
5.
Permohonan
Persetujuan rencana
Pasal 89 ayat (3)
POJK Nomor
Pasal 89 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penyelesaian
kewajiban
sebagai berikut:
1. [.........]
2. [.........]
Pasal 89 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jelaskan
rencana
pembubaran
atau rencana
lainnya:
[.........]
- 242 -
penghentian kegiatan
usaha disampaikan
dengan menggunakan
format 44 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
6.
Asli salinan
keputusan mengenai
pemberian izin usaha
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah atau apabila
asli salinan
keputusan hilang
harus dilampiri
dengan salinan
keputusan mengenai
pemberian izin usaha
yang telah dilegalisasi
dan surat pernyataan
Direksi bahwa asli
salinan keputusan
hilang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Salinan
Keputusan
Menteri
Keuangan/
Salinan
Keputusan
Dewan
Komisioner
Nomor surat
keputusan:
[.........]
Tanggal surat
keputusan:
[.........]
Tentang:
[.........]
Instansi
penerbit surat
keterangan:
[.........]
Surat
pernyataan
yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh Direksi
atau yang
setara dari
badan hukum
sebagai berikut:
1. Sdr/i
[.........]
1/POJK.05/2017
- 243 -
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
7. Keputusan RUPS
mengenai
Persetujuan atas
rencana penghentian
kegiatan usaha
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 89 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
8.
Laporan keuangan
terakhir Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
Pasal 89 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Laporan
keuangan
perusahaan
yang telah di
audit per
[.........], sebagai
berikut:
1. Total aset:
Rp[.........]
2. Total
liabilitas:
Rp[.........]
3. Modal
disetor:
Rp[.........]
- 244 -
4. Ekuitas:
Rp[.........]
5. IJP bruto:
Rp[.........]
6. Laba bersih:
Rp[.........]
9.
Bukti penyelesaian
pajak dan kewajiban
lainnya kepada
negara.
10. Bukti penyelesaian
pungutan Otoritas
Jasa Keuangan dan
denda administratif
terutang.
Pasal 89 ayat (3)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 89 ayat (3)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti setor
pajak:
[.........]
Bukti
pembayaran
Nominal:
Rp[.........]
Tanggal:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 245 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 246 -
FORM SELF ASSESSMENT 41 PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
FORM: 41
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA
PERUSAHAAN PENJAMINAN SYARIAH DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor surat Persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan
Tanggal surat Persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan
Jenis transaksi
Tanggal pelaksanaan
penghentian kegiatan usaha
No.
Persyaratan
1. Laporan penghentian
kegiatan usaha
disampaikan
menggunakan format
45 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Bukti pelaksanaan
penghentian kegiatan
usaha Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah.
3. Bukti pelaksanaan
pengumuman
rencana penghentian
Pasal 91 huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti
pelaksanaan
kegiatan usaha
sebagai berikut:
[.........]
Pasal 90 ayat (8)
huruf b jo
Pasal 91 huruf b
Bukti
pelaksanaan
pengumuman
:
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 91
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 247 -
kegiatan usaha dan
penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah dalam surat
kabar selama 3 (tiga)
hari berturut-turut
paling lama 10
(sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat
Persetujuan rencana
penghentian kegiatan
usaha.
4. Bukti pelaksanaan
penyelesaian
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah dalam jangka
waktu paling lama 4
(empat) bulan sejak
tanggal surat
Persetujuan rencana
penghentian kegiatan
usaha.
5. Neraca akhir
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang telah
diaudit oleh akuntan
publik.
Pasal 91 huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Neraca akhir
perusahaan yang
telah di audit per
[.........] sebagai
berikut:
1. Total aset:
[.........]
2. Total liabilitas:
[.........]
3. Total ekuitas:
[.........]
6. Surat pernyataan
dari pemegang saham
yang menyatakan
Pasal 91 huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Surat pernyataan
yang
ditandatangani di
Pasal 90 ayat (8)
huruf c jo
Pasal 91 huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penyelesaian
seluruh
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
koran yang
memuat hal-hal
sebagai berikut:
[.........]
- 248 -
bahwa seluruh
kewajiban
Perusahaan
Penjaminan dan
Perusahaan
Penjaminan Ulang
telah diselesaikan
dan apabila terdapat
tuntutan di
kemudian hari
menjadi tanggung
jawab pemegang
saham.
atas meterai oleh
pemegang saham
atau yang setara
dengan pemegang
saham pada
badan hukum
berbentuk
koperasi sebagai
berikut:
1. Sdr/i
[.........]
2. Sdr/i
[.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Keterangan tambahan: (bila diperlukan)
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 249 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 250 -
FORM SELF ASSESSMENT 42 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH
FORM: 42
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI
PENJAMINAN SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor registrasi dari Otoritas
Jasa Keuangan
Nama tenaga ahli
Tempat dan tanggal Lahir
Gelar profesi tenaga ahli
:
:
:
:
:
:
:
:
Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang*)
Tanggal pengangkatan
dan/atau pemberhentian
tenaga ahli
:
*) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang, mohon diuraikan
pula nama dan alamat kantor cabang dimaksud.
No.
Persyaratan
Laporan Pengangkatan*)
1.
Laporan
pengangkatan
disampaikan
menggunakan format
8 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Sertifikat keahlian
dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang penjaminan
Pasal 38 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Dasar Hukum
Pasal 38 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
(Jika sudah terdaftar sebelumnya)
- 251 -
syariah.
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
2. Dst.
3. Tanda pengenal
berupa kartu tanda
penduduk (KTP) atau
paspor yang masih
berlaku.
Pasal 38 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
4.
Daftar riwayat hidup
dengan dilengkapi pas
foto berwarna yang
terbaru berukuran
4x6 cm.
5.
Surat keterangan dari
asosiasi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah bahwa tidak
sedang dalam
pengenaan sanksi.
Pasal 38 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 38 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama:
Sdr/i. [.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
- 252 -
surat:
[.........]
Laporan Pemberhentian*)
1. Surat laporan
pemberhentian.
Pasal 38 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Deskripsi
singkat latar
belakang
pemberhentian
tenaga ahli
penjaminan
syariah:
[.........]
*) Pilih salah satu
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 253 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 254 -
FORM SELF ASSESMENT 43 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI,
ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN/ATAU ANGGOTA DPS PERUSAHAAN
PENJAMINAN SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG SYARIAH
FORM: 43
FORM SELF ASSESMENT
PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI,
ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN/ATAU
ANGGOTA DPS PERUSAHAAN PENJAMINAN
SYARIAH DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN
ULANG SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris,
dan/atau DPS
Tanggal pengangkatan dan/atau
pemberhentian anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris,
dan/atau DPS
Lama
Nama
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
Nama
:
:
:
:
:
:
Data perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota
DPS:
Baru
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
anggota Direksi,
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 44 ayat (2)
POJK Nomor
Keterangan
- 255 -
anggota Dewan
Komisaris, dan/atau
anggota DPS
disampaikan dengan
menggunakan format
16 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017.
2. Akta risalah RUPS
bagi Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
Pasal 44 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan
dari instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Akta risalah rapat
anggota bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah berbentuk
badan hukum
koperasi.
Pasal 44 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
1/POJK.05/2017
- 256 -
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan
dari instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkop:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkop:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Bukti pengangkatan
anggota Direksi,
anggota Dewan
Komisaris, dan/atau
anggota DPS bagi
Perusahaan
Penjaminan Syariah
dan Perusahaan
Penjaminan Ulang
Syariah yang
berbentuk badan
hukum perusahaan
umum.
Pasal 44 ayat (2)
huruf c POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Dalam hal
terjadi
pemberhentian
anggota
Direksi,
anggota Dewan
Komisaris,
dan/atau
anggota DPS,
maka dokumen
dilengkapi
dengan
dokumen bukti
pemberhentian
yang
bersangkutan.
- 257 -
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
RISWINANDI
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.05/2018
TENTANG
PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI
LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK
- 1 -
DAFTAR ISI LAMPIRAN
BAGIAN A: KATEGORI KELEMBAGAAN
No
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Form self
assessment 1
Form self
assessment 2
Form self
assessment 3
Form self
assessment 4
Form self
assessment 5
Form self
assessment 6
Form self
assessment 7
Permohonan
Hal
Permohonan izin pembentukan UUS
Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha
UUS
Permohonan izin pembukaan kantor
cabang UUS
Pelaporan penutupan kantor cabang UUS
Permohonan pencabutan izin UUS
Permohonan izin pembentukan UUS yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang menggabungkan diri
Permohonan izin pembentukan UUS yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang meleburkan diri
8.
Form self
assessment 8
Permohonan penetapan izin pembukaan
kantor cabang UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan Penjaminan yang
melakukan pemisahan tidak murni
menjadi kantor cabang UUS atas nama
Perusahaan Penjaminan hasil pemisahan
tidak murni
BAGIAN B : KATEGORI KEPENGURUSAN
No
Keterangan
9.
10.
11.
Form self
assessment 9
Form self
assessment 10
Form self
assessment 11
2
10
12
16
18
21
24
27
Permohonan
Hal
Pelaporan perubahan pimpinan UUS
Pelaporan pengangkatan dan/atau
pemberhentian tenaga ahli penjaminan
syariah
Pelaporan perubahan anggota DPS UUS
30
34
38
- 2 -
FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS
FORM: 1
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS
Nama perusahaan
:
Nomor surat permohonan izin UUS :
Tanggal surat permohonan izin
UUS
:
Contact person (nama, telepon,
email)
Identitas pimpinan UUS
Identitas tenaga ahli
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan izin UUS
Deskripsi perusahaan:
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
UUS disampaikan
menggunakan format
3 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Perubahan anggaran
dasar yang
mencantumkan:
Nomor akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Tanggal akta
perubahan
anggaran dasar:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 19 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 3 -
notaris:
[.........]
a. salah satu
maksud dan
tujuan
Perusahaan
Penjaminan yaitu
melakukan
kegiatan usaha
penjaminan
syariah; dan
Pasal 19 ayat (3)
huruf a angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Maksud dan
tujuan:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
maksud dan
tujuan:
[.........]
b. wewenang dan
tanggung jawab
DPS,
Pasal 19 ayat (3)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
DPS:
[.........]
Pasal pada
anggaran dasar
yang
mencantumkan
wewenang,
tanggung jawab,
dan masa
jabatan anggota
DPS:
[.........]
disertai dengan bukti
persetujuan
dan/atau surat
penerimaan
pemberitahuan dari
instansi berwenang.
Pasal 19 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
persetujuan
dan/atau
penerimaan
pemberitahuan
dari instansi
- 4 -
berwenang:
[.........]
3. Bukti setoran modal
kerja minimum dalam
bentuk deposito
berjangka atas nama
Perusahaan
Penjaminan pada
salah satu bank
umum syariah atau
unit usaha syariah
dari bank umum di
Indonesia yang
dilegalisasi oleh bank
penerima setoran dan
masih berlaku selama
dalam proses
perizinan UUS.
Pasal 19 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Bukti setoran
modal kerja
Tanggal
transaksi:
[.......]
Bank penyetor:
[.......]
Nama penyetor:
[.......]
Bank penerima:
[.......]
Nama penerima:
[.......]
Nominal setoran
modal (original
currency):
[.......]
Nominal setoran
modal (Rupiah):
[.......]
4. Surat keputusan
Direksi Perusahaan
Penjaminan yang
menyetujui
penempatan modal
kerja pada UUS
disertai dengan
besaran jumlah
penempatan modal
kerjanya.
Pasal 19 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor surat:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Substansi:
[.........]
Bukti
penempatan
modal kerja
Bank penerima:
[.......]
Tanggal
- 5 -
penempatan:
[.......]
Jangka waktu
penempatan:
[.......]
Tanggal jatuh
tempo:
[.......]
Nominal
penempatan
deposito
(Rupiah):
[.......]
5. Risalah RUPS
mengenai
pengangkatan DPS.
Pasal 19 ayat (3)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor risalah
RUPS:
[.........]
Tanggal risalah
RUPS:
[.........]
Substansi:
[.........]
Data Pimpinan UUS
6. Data pimpinan UUS:
a. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
b. nomor pokok
wajib pajak
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 2
Nama:
[.........]
- 6 -
(NPWP);
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
c. daftar riwayat
hidup yang
dilengkapi dengan
pas foto berwarna
ukuran 4 x 6 cm;
d. bukti
pengangkatan
sebagai pimpinan
UUS;
e. bukti keahlian,
pelatihan,
dan/atau
pengalaman di
bidang keuangan
syariah; dan
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor NPWP:
[.........]
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama:
1. Sdr/i. [.........]
2. Dst.
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
f. surat pernyataan
yang menyatakan:
1) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet; dan
2) tidak rangkap
jabatan pada
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pimpinan
UUS sebagai
berikut:
Sdr/i [.........]
- 7 -
fungsi lain pada
Perusahaan
Penjaminan
yang sama,
kecuali
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
pimpinan UUS
adalah Direksi.
7. Laporan keuangan
awal UUS yang
terpisah dari kegiatan
usaha Perusahaan
Penjaminan.
8. Susunan organisasi
yang menggambarkan
kedudukan UUS dan
struktur UUS yang
ditetapkan oleh
Direksi, dilengkapi
dengan jumlah dan
susunan personalia,
uraian tugas,
wewenang, dan
tanggung jawab.
Rencana kerja UUS
9. Rencana kerja UUS
yang akan dibuka
untuk 3 (tiga) tahun
pertama yang paling
sedikit memuat:
a. studi kelayakan
peluang pasar dan
potensi ekonomi;
b. target penjaminan
syariah dan
langkah-langkah
yang dilakukan
untuk
mewujudkan
target dimaksud;
c. sistem dan
prosedur kerja;
dan
d. proyeksi arus kas
Pasal 19 ayat (3)
huruf h angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
c. [.........]
Pasal 19 ayat (3)
huruf h angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf h angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf g
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian:
[.........]
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
b. [.........]
d. [.........]
- 8 -
bulanan serta
asumsi yang
mendasarinya
yang dimulai sejak
UUS melakukan
kegiatan
operasional serta
proyeksi laporan
posisi keuangan
dan laporan
kinerja keuangan.
10. Permohonan izin
UUS disampaikan
bersamaan dengan
permohonan
penilaian
kemampuan dan
kepatutan bagi calon
anggota DPS
Perusahaan
Penjaminan.
Pasal 19 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/ 2017
Nomor
Permohonan:
[.........]
Tanggal
Permohonan:
[.........]
Nomor
penerimaan
pada sistem:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
huruf h angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 9 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 10 -
FORM SELF ASSESSMENT 2 PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
UUS
FORM: 2
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
USAHA UUS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Nomor Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin pembentukan UUS
Tanggal Keputusan Dewan
Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin pembentukan UUS
Tanggal pelaksanaan kegiatan
usaha UUS
No.
Persyaratan
1. Laporan pelaksanaan
kegiatan usaha UUS
disampaikan dengan
menggunakan format
4 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Perjanjian kerja sama
penjaminan syariah
yang telah dilakukan
(jika ada).
Pasal 21 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Komposisi
permodalan:
[.........]
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 21 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 11 -
Kewajiban:
[.........]
3. Sertifikat kafalah
yang telah dilakukan.
Pasal 21 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor sertifikat
kafalah:
[.........]
Tanggal sertifikat
kafalah:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 12 -
FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG UUS
FORM: 3
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR
CABANG UUS
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang UUS
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang UUS
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang UUS
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang UUS
disampaikan dengan
menggunakan
format 5 Lampiran
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2. Data pimpinan
kantor cabang UUS,
meliputi:
a. tanda pengenal
berupa kartu
tanda penduduk
(KTP) atau
paspor yang
masih berlaku;
dan
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 25 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Pasal 25 ayat (2)
huruf a angka 1
POJK Nomor
Nama:
[.........]
1/POJK.05/2017
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
- 13 -
Masa berlaku
paspor:
[.........]
b. daftar riwayat
hidup.
3. Data sumber daya
manusia yang
memiliki
pengalaman
dan/atau pelatihan
mengenai keuangan
syariah, disertai
bukti pengalaman
dan/atau pelatihan
yang telah diikuti.
Pasal 25 ayat (2)
huruf a angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 25 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dilengkapi
dengan pas foto
berwarna ukuran
4 x 6 cm.
1. Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
2. Dst.
4. Data alamat lengkap
kantor cabang UUS
disertai dengan
bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor.
Pasal 25 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Alamat:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
- 14 -
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
2. Dst.
Rencana kerja kantor cabang UUS
5. Rencana kerja
kantor cabang UUS
yang akan dibuka
yang paling sedikit
memuat:
a. target
penjaminan
syariah dan
langkah-langkah
untuk
mewujudkan
target dimaksud
disertai asumsi
pendukungnya;
b. sistem dan
prosedur kerja;
c. struktur
organisasi; dan
d. jumlah dan
susunan
personalia.
Pasal 25 ayat (2)
huruf d angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 25 ayat (2)
huruf d angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 25 ayat (2)
huruf d angka 4
POJK Nomor
c. [.........]
b. [.........]
Pasal 25 ayat (2)
huruf d angka 1
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Penjelasan
berupa uraian
masing-masing
poin:
a. [.........]
d. [.........]
- 15 -
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 16 -
FORM SELF ASSESSMENT 4 PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG UUS
FORM: 4
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENUTUPAN KANTOR CABANG UUS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang penutupan kantor
cabang UUS
:
:
:
:
:
Daftar penutupan kantor cabang UUS:
Nomor dan
Tanggal
No. Nama Kantor
1.
2.
Dst.
*) Alamat dituliskan selengkapnya, yaitu beserta nama kelurahan, kecamatan,
kota/kabupaten, dan kode pos
No.
Persyaratan
1. Laporan penutupan
kantor cabang UUS
disampaikan dengan
menggunakan format
6 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Bukti pemberitahuan
rencana penutupan
kantor cabang UUS.
Pasal 28 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal
pemberitahuan
kepada terjamin
dan/atau
penerima
Dasar Hukum
Pasal 28 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
Keputusan Izin
Pembukaan
Kantor Cabang
UUS
Alamat*)
Kepala
Kantor
Cabang
UUS
Tanggal
Efektif
Penutupan
Kantor
- 17 -
jaminan:
[.......]
3. Bukti penyelesaian
hak dan kewajiban
terjamin dan/atau
penerima jaminan.
Pasal 28 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Penyelesaian
seluruh hak dan
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 18 -
FORM SELF ASSESSMENT 5 PERMOHONAN PENCABUTAN IZIN UUS
FORM: 5
FORMAT SELF ASSESMENT
PERMOHONAN PENCABUTAN IZIN UUS
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor Keputusan Menteri
Keuangan/Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin pembentukan UUS
Tanggal Keputusan Menteri
Keuangan/Otoritas Jasa
Keuangan tentang pemberian
izin pembentukan UUS
Deskripsi singkat latar
belakang pencabutan izin UUS
Penutupan UUS dalam hal:
:
:
:
:
:
:
:
Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan
Penjaminan Ulang yang memiliki UUS
mengajukan permohonan penutupan UUS.
UUS dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin UUS.
No.
Persyaratan
1. Permohonan
pencabutan izin UUS
disampaikan
menggunakan format
7 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Asli salinan
keputusan mengenai
pemberian izin UUS.
Pasal 31 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
keputusan:
[.........]
Tanggal
Dasar Hukum
Pasal 31 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 19 -
keputusan:
[.........]
3.
Alasan penutupan.
Pasal 31 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
4.
Bukti pelaksanaan
ketentuan sebagai
berikut:
a. bukti
memberitahukan
kepada penerima
jaminan.
b. bukti pengalihan
portofolio
penjaminan
syariah ke
Perusahaan
Penjaminan
Syariah atau UUS
lainnya; dan
Pasal 30 ayat (2)
huruf b
Tanggal
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 30 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
pemberitahuan
kepada
penerima
jaminan:
[.......]
Daftar bukti
pengalihan
portofolio
penjaminan
syariah kepada
Perusahaan
Penjaminan
Syariah lain
atau UUS
sebagai berikut:
1. [.......]
2. Dst.
c. bukti
menyelesaikan
kewajiban yang
dimiliki.
Pasal 30 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Penyelesaian
seluruh
kewajiban
sebagai berikut:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
- 20 -
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 21 -
FORM SELF ASSESSMENT 6 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG
SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG
MENGGABUNGKAN DIRI
FORM: 6
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG
SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN YANG MENGGABUNGKAN DIRI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Tanggal surat permohonan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang menggabungkan
diri
Tanggal SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang menggabungkan
diri
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan izin UUS
Deskripsi perusahaan:
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
UUS disampaikan
menggunakan format
22 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
dan ditandatangani
oleh Direksi.
2.
Izin UUS terdahulu
yang dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan yang
menggabungkan diri.
Pasal 51 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
keputusan:
[.........]
Tanggal
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 51 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 22 -
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 51 ayat (4)
huruf b
keputusan:
[.........]
Surat
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor
cabang:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 23 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 24 -
FORM SELF ASSESSMENT 7 PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG
SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG
MELEBURKAN DIRI
FORM: 7
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN IZIN PEMBENTUKAN UUS YANG
SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN YANG MELEBURKAN DIRI
Nama perusahaan
:
Nomor surat permohonan izin UUS :
Tanggal surat permohonan izin
UUS
:
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang meleburkan diri
Tanggal SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang meleburkan diri
Deskripsi singkat latar belakang
permohonan izin UUS
Deskripsi perusahaan :
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
UUS disampaikan
menggunakan format
25 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Izin UUS (jika ada)
terdahulu yang
dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan yang
meleburkan diri.
Pasal 53 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
keputusan:
[.........]
Tanggal
keputusan:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 53 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 25 -
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor
cabang.
Pasal 53 ayat (4)
huruf b
[.........]
Surat
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor
cabang:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 26 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 27 -
FORM SELF ASSESSMENT 8 PERMOHONAN PENETAPAN IZIN PEMBUKAAN
KANTOR CABANG UUS YANG SEBELUMNYA DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN
PENJAMINAN YANG MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI
KANTOR CABANG UUS ATAS NAMA PERUSAHAAN PENJAMINAN HASIL
PEMISAHAN TIDAK MURNI
FORM: 8
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PENETAPAN IZIN PEMBUKAAN
KANTOR CABANG UUS YANG SEBELUMNYA
DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PENJAMINAN YANG
MELAKUKAN PEMISAHAN TIDAK MURNI MENJADI
KANTOR CABANG UUS ATAS NAMA PERUSAHAAN
PENJAMINAN HASIL PEMISAHAN TIDAK MURNI
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang UUS
Tanggal surat permohonan izin
pembukaan kantor cabang UUS
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang melakukan
pemisahan tidak murni
Tanggal SK UUS yang sebelumnya
dimiliki oleh Perusahaan
Penjaminan yang melakukan
pemisahan tidak murni
Deskripsi singkat latar belakang
pembukaan kantor cabang
No.
Persyaratan
1. Permohonan izin
pembukaan kantor
cabang UUS
disampaikan dengan
menggunakan format
35 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
:
:
:
:
:
:
:
Dasar Hukum
Pasal 70 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 28 -
2.
Izin pembukaan
kantor cabang UUS
(jika ada) terdahulu
yang dimiliki oleh
Perusahaan
Penjaminan yang
melakukan pemisahan
tidak murni.
3. Bukti kepemilikan
atau penguasaan
gedung kantor cabang
UUS (jika ada).
Pasal 70 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 70 ayat (4)
huruf a
Nomor
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
keputusan:
[.........]
Tanggal
keputusan:
[.........]
Lingkup
wilayah
operasional:
[.........]
Surat
keterangan
domisili kantor
cabang
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Alamat:
[.........]
Nama pihak
pemilik yang
tertera pada
bukti
penguasaan
gedung kantor:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
- 29 -
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 30 -
B. KATEGORI KEPENGURUSAN
FORM SELF ASSESSMENT 9 PELAPORAN PERUBAHAN PIMPINAN UUS
FORM: 9
FORM SELF ASSESMENT
PELAPORAN PERUBAHAN PIMPINAN UUS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang perubahan
pimpinan UUS
Tanggal pengangkatan
dan/atau pemberhentian
pimpinan UUS
:
:
:
:
:
:
Data perubahan pimpinan UUS:
Lama
No.
Nama
No.
Baru
Nama
Kelengkapan
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
pimpinan UUS
disampaikan kepada
Otoritas Jasa
Keuangan dan telah
ditandatangani oleh
Direksi.
Data Pimpinan UUS
2. Data pimpinan UUS,
dokumen yang
dilampirkan adalah:
a. tanda pengenal
berupa kartu
Dasar Hukum
Ya Tidak
Pasal 23 POJK
Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 1
Nama:
[.........]
- 31 -
tanda penduduk
(KTP) atau paspor
yang masih
berlaku;
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
b. nomor pokok
wajib pajak
(NPWP);
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 2
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
c. daftar riwayat
hidup yang
dilengkapi dengan
pas foto berwarna
ukuran 4 x 6 cm;
d. bukti
pengangkatan
sebagai pimpinan
UUS;
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 3
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 4
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Nomor NPWP:
[.........]
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama:
Sdr/i. [.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Dalam hal
terjadi
pemberhentian
pimpinan UUS,
maka dokumen
dilengkapi
dengan
dokumen bukti
pemberhentian
yang
e. bukti keahlian,
pelatihan,
dan/atau
pengalaman di
bidang keuangan
syariah; dan
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 5
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
bersangkutan.
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
- 32 -
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
f. surat pernyataan
yang menyatakan:
1) tidak memiliki
kredit dan/atau
pembiayaan
macet; dan
2) tidak rangkap
jabatan pada
fungsi lain pada
Perusahaan
Penjaminan
yang sama,
kecuali
pimpinan UUS
adalah Direksi.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Pasal 19 ayat (3)
huruf e angka 6
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
2. Dst.
Surat
pernyataan yang
ditandatangani
di atas meterai
oleh pimpinan
UUS sebagai
berikut:
Sdr/i [.........]
Tanggal surat
pernyataan:
[.........]
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form self assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 33 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 34 -
FORM SELF ASSESMENT 10 PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN SYARIAH
FORM: 10
FORM SELF ASSESSMENT
PELAPORAN PENGANGKATAN DAN/ATAU
PEMBERHENTIAN TENAGA AHLI PENJAMINAN
SYARIAH
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Nomor registrasi dari Otoritas
Jasa Keuangan
Nama tenaga ahli
Tempat dan tanggal Lahir
Gelar profesi tenaga ahli
:
:
:
:
: (Jika sudah terdaftar sebelumnya)
:
:
:
Lokasi penempatan tenaga ahli : kantor pusat/kantor cabang UUS *)
Tanggal pengangkatan
dan/atau pemberhentian
tenaga ahli*)
:
*) Jika tenaga ahli tersebut ditempatkan di kantor cabang UUS, mohon
diuraikan pula nama dan alamat kantor cabang UUS dimaksud.
No.
Persyaratan
Laporan Pengangkatan*)
1. Laporan
pengangkatan
disampaikan
menggunakan format
8 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Sertifikat keahlian
dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang penjaminan
Pasal 38 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Dasar Hukum
Pasal 38 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Kelengkapan
Ya Tidak
Keterangan
- 35 -
syariah.
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
(jika ada):
[.........]
2. Dst.
3. Tanda pengenal
berupa kartu tanda
penduduk (KTP) atau
paspor yang masih
berlaku.
Pasal 38 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
Masa berlaku
paspor:
[.........]
4. Daftar riwayat hidup
dengan dilengkapi pas
foto berwarna yang
terbaru berukuran
4x6 cm.
5. Surat keterangan dari
asosiasi Perusahaan
Penjaminan bahwa
tidak sedang dalam
pengenaan sanksi.
Pasal 38 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 38 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama :
Sdr/i. [.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
- 36 -
mengeluarkan
surat:
[.........]
Laporan Pemberhentian*)
1. Surat laporan
pemberhentian.
Pasal 38 ayat (1)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Deskripsi
singkat latar
belakang
pemberhentian
tenaga ahli
penjaminan
syariah:
[.........]
*) Pilih salah satu
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 37 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 38 -
FORM SELF ASSESSMENT 11 PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DPS UUS
FORM: 11
FORM SELF ASSESMENT
PELAPORAN PERUBAHAN ANGGOTA DPS UUS
Nama perusahaan
Nomor surat pelaporan
Tanggal surat pelaporan
Contact person (nama, telepon,
email)
Deskripsi singkat latar belakang
perubahan anggota DPS UUS
Tanggal pengangkatan dan/atau
pemberhentian DPS UUS
Data perubahan anggota DPS UUS:
Lama
Nama
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
Nama
:
:
:
:
:
:
Baru
Jabatan
Nomor dan
Tanggal
Persetujuan
PKK
No.
Persyaratan
1. Laporan perubahan
anggota DPS UUS
disampaikan dengan
menggunakan format
16 Lampiran POJK
Nomor
1/POJK.05/2017 dan
ditandatangani oleh
Direksi.
2. Akta risalah RUPS bagi Pasal 44 ayat (2)
Nomor akta:
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 44 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 39 -
Perusahaan
Penjaminan yang
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
huruf a
[.........]
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan dari
instansi
berwenang.
Nomor surat
Kemenkumham:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkumham:
[.........]
Substansi:
[.........]
3. Akta risalah rapat
anggota bagi
Perusahaan
Penjaminan berbentuk
badan hukum
koperasi.
Pasal 44 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta:
[.........]
Tanggal akta:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Disertai dengan
surat
persetujuan dari
instansi
- 40 -
berwenang.
Nomor surat
Kemenkop:
[.........]
Tanggal surat
Kemenkop:
[.........]
Substansi:
[.........]
4. Bukti pengangkatan
anggota DPS bagi
Perusahaan
Penjaminan yang
berbentuk badan
hukum perusahaan
umum.
Pasal 44 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Dalam hal
terjadi
pemberhentian
anggota DPS,
maka dokumen
dilengkapi
dengan
dokumen bukti
pemberhentian
yang
bersangkutan.
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
- 41 -
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.05/2018
TENTANG
PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI
LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG
PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK
- 1 -
DAFTAR ISI LAMPIRAN
No
1.
2.
3.
4.
Keterangan
Form self
assessment 1
Form self
assessment 2
Form self
assessment 3
Form self
assessment 4
Permohonan
Permohonan Pendaftaran sebagai pemeringkat
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
Permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin
yang berbentuk orang perseorangan
Permohonan Pendaftaran sebagai agen penjamin
yang berbentuk badan hukum
Permohonan Pendaftaran sebagai broker
penjaminan dan broker penjaminan ulang
Hal
2
7
11
16
- 2 -
FORM SELF ASSESSMENT 1 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI
PEMERINGKAT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI
FORM: 1
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI
PEMERINGKAT USAHA MIKRO, KECIL,
MENENGAH, DAN KOPERASI
Nama perusahaan
Nomor surat
permohonan Pendaftaran
Tanggal surat
permohonan Pendaftaran
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan
Pendaftaran
:
:
:
:
:
Deskripsi perusahaan:
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
Susunan Direksi dan Dewan Komisaris:
No.
Jabatan
1
2
Direktur
Utama
Direktur
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
Nama Pemegang
Saham
Nominal (Rp) (%)
PSP/Bukan PSP
Kewarganegaraan
dan Domisili
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
- 3 -
3.
4.
Komisaris
Utama
Komisaris
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Pendaftaran
disampaikan
kepada Otoritas
Jasa Keuangan dan
telah
ditandatangani oleh
Direksi.
Pemenuhan Kriteria
2. Pemeringkat usaha
mikro, kecil,
menengah, dan
koperasi berbentuk
badan hukum
perseroan terbatas.
3. Pemeringkat usaha
mikro, kecil,
menengah, dan
koperasi bersifat
independen.
Lampiran Dokumen
4. Akta pendirian
badan hukum yang
telah disahkan oleh
instansi yang
berwenang.
Pasal 96 ayat (1)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
pemeringkat
usaha mikro,
kecil, menengah,
dan koperasi
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
Pasal 96 ayat (1)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dalam hal
pemeringkat
usaha mikro,
kecil, menengah,
dan koperasi
bersifat
independen.
Pasal 96 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Tanggal akta
pendirian badan
hukum:
[.........]
Nama notaris:
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 96 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 4 -
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Nama
perusahaan:
[.........]
Tempat
kedudukan:
[.........]
Maksud dan
tujuan serta
kegiatan usaha:
[.........]
Jumlah modal
disetor:
[.........]
Data kepemilikan:
[.........]
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota Direksi
dan anggota
Dewan Komisaris:
[.........]
- 5 -
5. Data kepemilikan
berupa daftar calon
pemegang saham
berikut rincian
masing-masing
besarnya
kepemilikan
pemegang saham.
6. Daftar susunan
anggota direksi dan
anggota dewan
komisaris.
7. Susunan organisasi
dan sumber daya
manusia.
Pasal 96 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan dalam
bentuk bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........] sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 96 ayat (2)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 96 ayat (2)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
8.
Sistem teknologi
informasi yang
digunakan.
9. Kebijakan dan
prosedur
operasional.
Pasal 96 ayat (2)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 96 ayat (2)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
- 6 -
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 7 -
FORM SELF ASSESSMENT 2 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN
PENJAMIN YANG BERBENTUK ORANG PERSEORANGAN
FORM: 2
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN
PENJAMIN YANG BERBENTUK ORANG
PERSEORANGAN
Nama agen penjamin
Nomor surat permohonan
Pendaftaran
Tanggal surat
permohonan Pendaftaran
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan
Pendaftaran
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Pendaftaran
disampaikan kepada
Otoritas Jasa
Keuangan dan telah
ditandatangani oleh
yang bersangkutan.
Pemenuhan Kriteria
2. Agen penjamin
memiliki sertifikat
keagenan dari
lembaga sertifikasi
profesi di bidang
penjaminan.
3. Agen penjamin
terdaftar sebagai
anggota asosiasi
Lembaga Penjamin.
Pasal 97 ayat (2)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 97 ayat (2)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Lembaga
Penjamin yang
diwakili agen
penjamin:
[.........]
Nomor:
:
:
:
:
:
Kelengkapan
Dasar Hukum
Ya
Pasal 97 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Tida
k
Keterangan
- 8 -
[.........]
Tanggal:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan:
[.........]
Masa berlaku:
[.........]
Lampiran Dokumen
4. Sertifikat keagenan
dari lembaga
sertifikasi profesi di
bidang penjaminan.
Pasal 97 ayat (3)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
1. Jenis
sertifikasi:
[.........]
Nomor
sertifikat:
[.........]
Tanggal
sertifikat:
[.........]
Lembaga
yang
mengeluarkan
sertifikat:
[.........]
Masa berlaku
sertifikat:
[.........]
2. Dst.
5. Tanda pengenal
berupa kartu tanda
penduduk (KTP)
atau paspor yang
masih berlaku.
Pasal 97 ayat (3)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nama:
[.........]
Jabatan:
[.........]
Nomor
KTP/paspor:
[.........]
- 9 -
Masa berlaku
paspor:
[.........]
6. Daftar riwayat hidup
yang dilengkapi
dengan pas foto
berwarna yang
terbaru berukuran
4x6 cm.
7. Surat keterangan
dari asosiasi
Lembaga Penjamin
bahwa tidak sedang
dalam pengenaan
sanksi.
Pasal 97 ayat (3)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 97 ayat (3)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Daftar riwayat
hidup dan pas
foto atas nama:
Sdr/i. [.........]
Nomor surat:
[.........]
Tanggal surat:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan
surat:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Agen penjamin
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 10 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 11 -
FORM SELF ASSESSMENT 3 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN
PENJAMIN YANG BERBENTUK BADAN HUKUM
FORM: 3
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI AGEN
PENJAMIN YANG BERBENTUK BADAN HUKUM
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Pendaftaran
Tanggal surat
permohonan Pendaftaran
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan
Pendaftaran
Deskripsi perusahaan:
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
Nama Pemegang
Saham
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
Susunan Direksi dan Dewan Komisaris:
No.
Jabatan
1
2
Direktur
Utama
Direktur
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
:
:
:
:
:
Nominal (Rp) (%)
PSP/Bukan PSP
Kewarganegaraan
dan Domisili
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
- 12 -
3.
4.
Komisaris
Utama
Komisaris
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Pendaftaran
disampaikan kepada
Otoritas Jasa
Keuangan dan telah
ditandatangani oleh
Direksi.
Pemenuhan Kriteria
2. Agen penjamin
berbentuk badan
hukum perseroan
terbatas.
3. Agen penjamin
terdaftar sebagai
anggota asosiasi
Lembaga Penjamin.
Pasal 97 ayat (4)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 97 ayat (4)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Lembaga
Penjamin yang
diwakili agen
penjamin:
[.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Asosiasi yang
mengeluarkan:
[.........]
Masa berlaku:
[.........]
Lampiran Dokumen
4. Anggaran dasar atau
anggaran rumah
tangga yang telah
disahkan oleh
instansi yang
Pasal 97 ayat (5)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor
anggaran dasar
atau anggaran
rumah tangga:
[.........]
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 97 ayat (3)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 13 -
berwenang.
Tanggal
anggaran dasar
atau anggaran
rumah tangga:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan
dari instansi
berwenang:
[.........]
Nama
perusahaan:
[.........]
Tempat
kedudukan:
[.........]
Maksud dan
tujuan serta
kegiatan
usaha:
[.........]
Jumlah modal
disetor:
[.........]
Data
- 14 -
kepemilikan:
[.........]
Wewenang,
tanggung
jawab, dan
masa jabatan
anggota
Direksi dan
anggota Dewan
Komisaris:
[.........]
5. Data kepemilikan
berupa daftar calon
pemegang saham
berikut rincian
masing-masing
besarnya kepemilikan
pemegang saham.
Pasal 97 ayat (5)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan
dalam bentuk
bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........]
sebesar
[.........]%
2. Dst.
6.
Struktur
kepengurusan.
7. Susunan organisasi
dan sumber daya
manusia.
Pasal 97 ayat (5)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 97 ayat (5)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi
yang memuat
semua fungsi-
fungsi
tersebut.
8.
Sistem teknologi
informasi yang
digunakan.
9. Kebijakan dan
prosedur operasional.
Pasal 97 ayat (5)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 97 ayat (5)
huruf f
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
standard
operating
procedure
- 15 -
(SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan
SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
- 16 -
FORM SELF ASSESSMENT 4 PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI
BROKER PENJAMINAN DAN BROKER PENJAMINAN ULANG
FORM: 4
FORM SELF ASSESSMENT
PERMOHONAN PENDAFTARAN SEBAGAI
BROKER PENJAMINAN DAN BROKER
PENJAMINAN ULANG
Nama perusahaan
Nomor surat permohonan
Pendaftaran
Tanggal surat permohonan
Pendaftaran
Contact person (nama,
telepon, email)
Deskripsi singkat latar
belakang permohonan
Pendaftaran
Deskripsi perusahaan
(uraikan riwayat perusahaan)
.......
No.
1.
2.
3.
Total
Bagan group structure perusahaan:
(sampai dengan pengendali akhir)
[.........]
Nama Pemegang
Saham
Nominal (Rp) (%)
PSP/Bukan PSP
:
:
:
:
:
:
- 17 -
Susunan Direksi dan Dewan Komisaris:
No.
Jabatan
1
2
3.
4.
Direktur
Utama
Direktur
Komisaris
Utama
Komisaris
Nama
Informasi
Mengenai
Rangkap
Jabatan
Kewarganegaraan
dan Domisili
Jenis
Sertifikasi
(jika ada)
No.
Persyaratan
1. Permohonan
Pendaftaran
disampaikan
kepada Otoritas
Jasa Keuangan dan
telah
ditandatangani oleh
Direksi.
Pemenuhan Kriteria
2.
3.
Broker berbentuk
badan hukum
perseroan terbatas.
Broker terdaftar
sebagai anggota
asosiasi Lembaga
Penjamin.
Pasal 98 ayat (2)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 98 ayat (4)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Alamat:
[.........]
Lembaga
Penjamin:
[.........]
Nomor:
[.........]
Tanggal:
[.........]
Asosiasi yang
Dasar Hukum
Kelengkapan
Ya Tidak
Pasal 98 ayat (5)
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Keterangan
- 18 -
mengeluarkan
surat:
[.........]
Lampiran Dokumen
4. Akta pendirian
badan hukum yang
telah disahkan oleh
instansi yang
berwenang.
Pasal 98 ayat (5)
huruf a
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Nomor anggaran
dasar atau
anggaran rumah
tangga:
[.........]
Tanggal anggaran
dasar atau
anggaran rumah
tangga:
[.........]
Nama notaris:
[.........]
Kedudukan
notaris:
[.........]
Nomor bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Tanggal bukti
pengesahan dari
instansi
berwenang:
[.........]
Nama
perusahaan:
[.........]
Tempat
kedudukan:
[.........]
Maksud dan
- 19 -
tujuan serta
kegiatan usaha:
[.........]
Jumlah modal
disetor:
[.........]
Data kepemilikan:
[.........]
Wewenang,
tanggung jawab,
dan masa jabatan
anggota Direksi
dan anggota
Dewan Komisaris:
[.........]
5. Data kepemilikan
berupa daftar calon
pemegang saham
berikut rincian
masing-masing
besarnya
kepemilikan
6.
pemegang saham.
Struktur
kepengurusan.
7. Susunan organisasi
dan sumber daya
manusia.
Pasal 98 ayat (5)
huruf b
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
(Dijelaskan dalam
bentuk bagan dan
uraian)
Pemilik akhir:
1. [.........] sebesar
[.........]%
2. Dst.
Pasal 98 ayat (5)
huruf c
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 98 ayat (5)
huruf d
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Dibuktikan
dengan
melampirkan
bagan struktur
organisasi yang
memuat semua
fungsi-fungsi
tersebut.
8.
Sistem teknologi
informasi yang
digunakan.
9.
Kebijakan dan
prosedur
Pasal 98 ayat (5)
huruf e
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
Pasal 98 ayat (5)
huruf f
Dibuktikan
dengan
- 20 -
operasional.
POJK Nomor
1/POJK.05/2017
melampirkan
standard operating
procedure (SOP).
Nomor SOP:
[.........]
Tanggal efektif
pelaksanaan SOP:
[.........]
Ditandatangani
oleh:
[.........]
Keterangan tambahan (bila diperlukan):
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Form Self Assessment tersebut di atas telah diisi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga
Penjamin; dan
2. Dokumen yang disampaikan secara dalam jaringan (online) adalah benar
dan sama dengan dokumen cetaknya.
Jakarta, [………………………....]
Direksi [……………………….]
tanda tangan
[Nama Jelas]
- 21 -
Keterangan:
1. Cara pengisian
”Checked”.
2. Form Self Assessment ini disusun berdasarkan ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2017 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.
: klik sebanyak dua kali pada kotak, kemudian pilih
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 20/SEOJK.05/2018 </reg_id>
<reg_title> PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN, DAN PELAPORAN BAGI LEMBAGA PENJAMIN DAN PENDAFTARAN BAGI LEMBAGA PENUNJANG PENJAMINAN SECARA ELEKTRONIK </reg_title>
<set_date> 20 Desember 2018 </set_date>
<effective_date> setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak 20 Desember 2018 </effective_date>
<related_reg> '1/POJK.05/2017' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara
Pedagang Efek;
2. Direksi PT Bursa Efek Indonesia; dan
3. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 9/SEOJK.04/2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN KETUA BAPEPAM DAN LK NOMOR:
SE-16/BL/2012 TENTANG PENJELASAN PERATURAN BAPEPAM DAN LK
NOMOR V.D.3 TENTANG PENGENDALIAN INTERNAL PERUSAHAAN EFEK
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PERANTARA PEDAGANG
EFEK
Dalam rangka lebih mendorong peningkatan jumlah pemodal di Pasar
Modal melalui Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Perantara Pedagang Efek, perlu untuk mengubah ketentuan dalam Surat
Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor: SE-16/BL/2012 tentang Penjelasan
Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal
Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang
Efek tanggal 4 Desember 2012 melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara
Pedagang Efek dapat menunjuk Pihak lain (outsourcing) untuk melakukan
fungsi pemasaran, dengan ketentuan penyerahan pelaksanaan fungsi
pemasaran tersebut dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Nomor
V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa
Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
Kep-28/PM/2000 tanggal 30 Juni 2000, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan angka 13 huruf a angka 1) Peraturan Nomor V.D.3 tentang
Pengendalian Internal Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha
sebagai Perantara Pedagang Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam
dan LK Nomor Kep-548/BL/2010 tanggal 28 Desember 2010.
II. PERUBAHAN...
-2-
II. PERUBAHAN SURAT EDARAN
Ketentuan angka 10 huruf e angka 2) Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK
Nomor: SE-16/BL/2012 tentang Penjelasan Peraturan Bapepam dan LK
Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Internal Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Pedagang Efek tanggal 4
Desember 2012 dihapus, sehingga ketentuan angka 10 berbunyi sebagai
berikut:
10. Penyerahan pelaksanaan fungsi PPE kepada Pihak lain (outsourcing)
Berkenaan penyerahan pelaksanaan fungsi PPE kepada Pihak lain
sebagaimana diatur dalam ketentuan angka 13 Peraturan Bapepam
dan LK Nomor V.D.3, PPE wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. PPE wajib memastikan bahwa standar pelaksanaan fungsi yang
diserahkan kepada pihak lain minimal sesuai dengan
pelaksanaan fungsi PPE berdasarkan Peraturan Nomor V.D.3.
b.
Kegiatan terkait pelaporan kepada regulator tidak termasuk
dalam fungsi yang diserahkan kepada pihak lain.
c. PPE wajib menunjuk minimal satu pegawai untuk bertanggung
jawab atas fungsi yang diserahkan kepada pihak lain.
d.
Sesuai dengan ketentuan angka 13 huruf a angka 1) Peraturan
Nomor V.D.3, PPE dapat menunjuk Pihak lain (outsourcing)
untuk melakukan fungsi pemasaran dengan mengacu pada
Peraturan Nomor V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Keagenan
Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek, Lampiran Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor KEP-28/PM/2000 tanggal 30 Juni 2000.
e.
Kegiatan PPE tidak termasuk dalam kategori outsourcing fungsi
pemasaran, sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)
PPE menyelenggarakan fungsi pemasaran sendiri dan
tidak menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain. PPE
dapat menerima referensi calon pemodal dari Pihak lain
untuk menjadi nasabahnya dan selanjutnya pegawai PPE
melakukan fungsi pemasaran berdasarkan Peraturan
Nomor V.D.3 dan Peraturan Nomor V.D.10.
2)
3)
Dihapus.
PPE menyimpan dan merahasiakan data nasabah
sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 dan Pasal 47
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal.
f. Dalam...
-3-
f.
Dalam hal PPE menyerahkan pelaksanaan fungsi Kustodian
kepada bank Kustodian atau PPE lain yang melakukan fungsi
Kustodian, selanjutnya disebut penyedia jasa Kustodian, maka
PPE wajib melengkapi dokumen tambahan sebagai berikut:
1)
Surat kuasa dari PPE atas penyerahan akses kepada
penyedia jasa Kustodian terhadap sistem LPP dan sistem
Lembaga Kliring dan Penjaminan;
2)
3)
4)
Surat pemberitahuan kepada nasabah PPE yang
menginformasikan bahwa fungsi kustodian PPE
diserahkan kepada penyedia jasa Kustodian;
Perjanjian Kerahasiaan (non disclosure agreement) yang
disepakati oleh PPE dengan penyedia jasa Kustodian ; dan
Penyedia jasa Kustodian tersebut tunduk pada ketentuan
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
III. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juni 2014
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I
Departemen Hukum,
Ttd.
Tini Kustini
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 9/SEOJK.04/2014 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN KETUA BAPEPAM DAN LK NOMOR: SE-16/BL/2012 TENTANG PENJELASAN PERATURAN BAPEPAM DAN LK NOMOR V.D.3 TENTANG PENGENDALIAN INTERNAL PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title>
<set_date> 3 Juni 2014 </set_date>
<effective_date> 3 Juni 2014 </effective_date>
<changed_reg> 'SE-16/BL/2012|SETA-BAPEPAM-LK/2012' </changed_reg>
<related_reg> 'SE-16/BL/2012|SE-BAPEPAM-LK/2012' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi PT Bursa Efek Indonesia;
2. Direksi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia;
3. Direksi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia; dan
4. Direksi Anggota Kliring,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 23/SEOJK.04/2015
TENTANG
KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI
Dalam rangka pengaturan besaran nilai kontribusi Dana Jaminan yang
didasarkan pada nilai transaksi dan pelaksanaan ketentuan Pasal 10 Ayat 2
huruf a dan huruf d Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
26/POJK.04/2014 tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa tanggal
19 November 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
361, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635), Otoritas
Jasa Keuangan perlu mengatur ketentuan mengenai besaran nilai kontribusi
Dana Jaminan Anggota Kliring yang didasarkan pada nilai transaksi dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Anggota Kliring adalah Anggota Bursa Efek atau pihak lain, yang
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan layanan jasa Kliring dan
Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa berdasarkan peraturan
Lembaga Kliring dan Penjaminan.
2. Dana Jaminan adalah kumpulan dana dan/atau Efek yang
diadministrasikan dan dikelola oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan
yang digunakan untuk melakukan Penjaminan Penyelesaian Transaksi
Bursa oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan.
3. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi adalah sejumlah
uang yang dibayar oleh Anggota Kliring sebagai kontribusi Dana
Jaminan yang nilainya didasarkan pada nilai transaksi Anggota Kliring
yang penyelesaiannya dijamin oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan.
4. Anggota…
-2-
4. Anggota Kliring wajib membayar sejumlah uang sebagai kontribusi
untuk Dana Jaminan yang tidak dapat ditarik kembali guna menjamin
kelancaran dan keamanan penyelesaian Transaksi Bursa.
II. BESARAN KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI
DALAM TRANSAKSI BURSA
1. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi
Efek bersifat ekuitas sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai
setiap transaksi Efek bersifat ekuitas.
2. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi
Kontrak Berjangka indeks Efek, sebesar 0,0006% (enam per satu juta)
dari nilai setiap transaksi Kontrak Berjangka Indeks Efek.
3. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi
Efek bersifat utang dan Sukuk, sebesar 0,00125% (seratus dua puluh
lima per sepuluh juta) dari nilai setiap transaksi Efek bersifat utang dan
Sukuk.
4. Kontribusi Dana Jaminan Berdasarkan Nilai Transaksi untuk transaksi
kontrak Opsi bersifat ekuitas sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai kontrak Opsi.
III. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Bantuan Hukum
Direktorat Hukum,
ttd
Mufli Asmawidjaja
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
NURHAIDA
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PASAR MODAL
ttd
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 23/SEOJK.04/2015 </reg_id>
<reg_title> KONTRIBUSI DANA JAMINAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2015 </effective_date>
<related_reg> '26/POJK.04/2014 | Pasal 10 ayat 2 huruf a dan huruf d' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; dan
2. Pengurus Asosiasi yang mewadahi Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 20 /SEOJK.04/2017
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI
ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN EFEK
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK
DAN/ATAU PERANTARA PEDAGANG EFEK
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5868), perlu mengatur
ketentuan mengenai Penyelenggaraan Program Pendidikan Berkelanjutan bagi
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Program Pendidikan Berkelanjutan bagi Anggota Direksi dan Anggota
Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha
Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek,
- 2 -
yang selanjutnya disebut PPL Dirkom, adalah suatu bentuk program
kegiatan peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara
berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek secara sistematis dan
terukur.
2.
Asosiasi Perusahaan Efek, yang selanjutnya disebut Asosiasi PE,
adalah badan hukum berbentuk perkumpulan yang beranggotakan
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek.
II. PENYELENGGARA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Pihak yang dapat menjadi penyelenggara PPL Dirkom adalah Asosiasi
PE yang telah mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
2. Asosiasi PE sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat bekerja
sama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan PPL Dirkom,
dengan ketentuan tanggung jawab penyelenggaraan PPL Dirkom
tetap berada pada Asosiasi PE.
III. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. PPL Dirkom dapat dilakukan dengan metode tatap muka atau selain
tatap muka.
2. PPL Dirkom dengan metode tatap muka dapat diselenggarakan dalam
bentuk pelatihan, workshop, dan/atau seminar secara sistematis.
3. PPL Dirkom dengan metode selain tatap muka dilakukan dalam
bentuk pelatihan melalui media elektronik (online) yang ditentukan
oleh pihak penyelenggara PPL Dirkom, misalnya melalui layanan
webinar (web-based seminar).
4. Tata cara pelaksanaan PPL Dirkom dengan metode tatap muka dan
selain tatap muka diatur oleh penyelenggara PPL Dirkom.
5. Bagi anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara
Pedagang Efek yang berdomisili di luar Indonesia, PPL Dirkom dapat
dilakukan dengan metode selain tatap muka.
6. Dalam hal PPL Dirkom dilakukan dengan metode selain tatap muka,
- 3 -
penyelenggara PPL Dirkom wajib memastikan adanya evaluasi atas
pelaksanaan PPL Dirkom tersebut melalui pelaksanaan ujian yang
terkait dengan materi PPL Dirkom dimaksud.
7. Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta hasil ujian PPL Dirkom bagi
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek yang mengikuti PPL Dirkom dengan metode selain tatap muka
sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
8. Penyelenggaraan PPL Dirkom wajib:
a. dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi standar tentang
penyelenggaraan PPL Dirkom; dan
b. didukung sarana dan prasarana yang memadai.
9. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek wajib mengikuti PPL Dirkom yang
diselenggarakan oleh Asosiasi PE yang diakui Otoritas Jasa
Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun.
10. Dalam hal terdapat 2 (dua) Asosiasi PE yang telah mendapatkan
pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan, anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek yang telah menjadi anggota salah satu Asosiasi PE dapat
mengikuti PPL Dirkom yang diselenggarakan oleh Asosiasi PE selain
Asosiasi PE dimana Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan
usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang
Efek tersebut menjadi anggota.
11. Kewajiban mengikuti PPL Dirkom paling sedikit 1 (satu) kali dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang telah diangkat
sebelum berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
dihitung sejak terdapat Asosiasi PE yang telah mendapatkan
- 4 -
pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah
menyelenggarakan PPL Dirkom; atau
b. bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek yang diangkat setelah
berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, dihitung
sejak tanggal surat persetujuan sebagai anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan dan telah terdapat Asosiasi PE yang telah
mendapatkan pengakuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah
menyelenggarakan PPL Dirkom.
12. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek wajib mengikuti PPL Dirkom dengan total
durasi paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) menit efektif.
IV. KEWAJIBAN PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
1. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek yang telah mengikuti kegiatan PPL Dirkom
wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal sertifikat atau
piagam bukti keikutsertaan PPL Dirkom diterima oleh anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau
Perantara Pedagang Efek sesuai dengan format Laporan Partisipasi
Program Pendidikan Berkelanjutan Bagi Anggota Direksi dan Anggota
Dewan Komisaris Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha
Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dalam hal batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 jatuh pada hari libur, laporan tersebut
disampaikan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
- 5 -
3. Dalam hal anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perusahaan
Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek
dan/atau Perantara Pedagang Efek menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, penghitungan jumlah hari
keterlambatan atas penyampaian laporan dihitung sejak hari
pertama setelah batas akhir waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
elektronik bagi penyampaian Laporan Partisipasi Program Pendidikan
Berkelanjutan bagi Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, laporan tersebut wajib disampaikan
melalui sistem elektronik tersebut.
V. PEMERIKSAAN ATAS PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN
BERKELANJUTAN
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap
penyelenggaraan PPL Dirkom.
VI. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2017
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 20/SEOJK.04/2017 </reg_id>
<reg_title> PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN/ATAU PERANTARA PEDAGANG EFEK </reg_title>
<set_date> 23 Mei 2017 </set_date>
<effective_date> 23 Mei 2017 </effective_date>
<related_reg> '20/POJK.04/2016 | Pasal 73 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth. Direksi Bank
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 32 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PERBANKAN
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 57 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6035) yang selanjutnya disebut POJK APU dan PPT,
perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai penerapan program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) di
sektor perbankan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
a. Bank adalah Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
b. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran;
c. Bank Umum Syariah adalah bank sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan
di luar negeri;
d. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit
kerja dari kantor pusat Bank Umum konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan
- 2 -
di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah;
e. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran;
f. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat
BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
2. Bank yang menyediakan beragam layanan transaksi keuangan,
sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai sarana
Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. Dalam rangka
mencegah Bank digunakan sebagai sarana Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme, Bank perlu menerapkan program APU dan
PPT.
3. Dengan semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan
perbankan termasuk pemasarannya (multichannel marketing), serta
semakin meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada industri
perbankan, perlu adanya peningkatan kualitas penerapan program
APU dan PPT yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk
based approach) sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang berlaku
secara internasional dan ketentuan dalam POJK APU dan PPT serta
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Mengacu ke dalam Pasal 13 POJK APU dan PPT, Bank wajib memiliki
kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT dalam
rangka pengelolaan dan mitigasi risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme yang disesuaikan dengan tingkat risiko yang
melekat pada masing-masing Bank.
5. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) POJK APU dan PPT, Bank yang telah
memiliki kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT
wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur dimaksud sesuai POJK
APU dan PPT, paling lambat 6 (enam) bulan sejak POJK APU dan PPT
diundangkan.
- 3 -
6. Penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada
angka 5 mengacu pada POJK APU dan PPT serta Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
II. PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
1. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris
a. Bank menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan
program APU dan PPT yang bersifat teknis dan strategis
berdasarkan pada penilaian risiko Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 POJK APU dan PPT.
b. Penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan
program APU dan PPT yang bersifat teknis disetujui oleh Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 POJK APU dan PPT.
c. Penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penerapan
program APU dan PPT yang bersifat strategis diusulkan oleh
Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 POJK APU dan
PPT, dan disetujui oleh Dewan Komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 POJK APU dan PPT.
d. Kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan
PPT yang bersifat teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b
antara lain penetapan Nasabah yang dikategorikan sebagai
Politically Exposed Person (PEP) dan pengelompokan calon
Nasabah, Nasabah, dan/atau Walk In Customer (WIC)
berdasarkan tingkat risiko terjadinya Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme;
e. Kebijakan dan prosedur mengenai penerapan program APU dan
PPT yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam
huruf c antara lain perubahan struktur organisasi yang terkait
dengan penerapan program APU dan PPT.
f.
Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai
risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang
melekat pada seluruh aktivitas operasional Bank, sehingga
Direksi mampu mengelola dan memitigasi risiko Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme yang timbul sesuai dengan profil
risiko Bank.
- 4 -
2. Penanggung Jawab Penerapan Program APU dan PPT
a. Berdasarkan pertimbangan tingkat risiko Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme, Bank harus:
1) membentuk Unit Kerja Khusus (UKK) dan/atau menunjuk
pejabat penanggung jawab penerapan program APU dan
PPT di kantor pusat dan di kantor cabang.
Bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri, pembentukan UKK dan/atau penunjukan pejabat
penanggung jawab penerapan program APU dan PPT
dilakukan untuk kantor cabang dan kantor cabang
pembantu.
2) memiliki mekanisme kerja yang memadai. Mekanisme
dimaksud dilaksanakan oleh setiap unit kerja dan/atau
pegawai terkait, dengan memperhatikan ketentuan anti
tipping off dan kerahasiaan informasi.
b. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program
APU dan PPT melapor dan bertanggung jawab kepada direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan. Dalam hal BPRS belum
memiliki direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan, UKK
dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program APU
dan PPT melapor dan bertanggung jawab kepada salah satu
anggota Direksi.
c. UKK dan/atau pejabat penanggung jawab penerapan program
APU dan PPT paling sedikit memiliki:
1) pengetahuan dan pengalaman yang memadai mengenai
program APU dan PPT serta produk dan aktivitas
perbankan, termasuk ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait;
2) pengalaman yang memadai di bidang perbankan; dan
3) pengetahuan yang memadai mengenai penilaian risiko dan
mitigasi risiko penerapan program APU dan PPT.
d. Pejabat penanggung jawab penerapan program
APU dan PPT di:
1) kantor pusat paling rendah setingkat pejabat di bawah
Direksi; dan/atau
2) kantor cabang paling rendah setingkat dengan penyelia
(supervisor).
- 5 -
e. Dalam menetapkan tingkat risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme pada kantor cabang, Bank memperhatikan
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada bagian penerapan
program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach) pada
Romawi III angka 3 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
f. Terhadap kantor cabang Bank dengan tingkat risiko Pencucian
Uang dan/atau Pendanaan Terorisme selain rendah dan di
dalamnya hanya terdapat unit kerja atau pegawai yang
berhubungan dengan Nasabah maka pejabat penanggung jawab
penerapan program APU dan PPT dapat:
1) berasal dari kantor pusat atau kantor wilayah dengan tugas
dan tanggung jawab khusus mengawasi pelaksanaan
program APU dan PPT di beberapa kantor cabang tertentu;
atau
2) dirangkap oleh pejabat dari unit kerja yang tidak
berhubungan dengan Nasabah (non operasional) pada
kantor cabang lainnya seperti unit kerja manajemen risiko.
Rangkap
jabatan
diperkenankan
dengan
mempertimbangkan bahwa unit kerja yang melaksanakan
kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT
terpisah dari unit kerja yang mengawasi penerapannya.
g. Terhadap kantor cabang dengan tingkat risiko Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme rendah, pejabat yang
bertanggung jawab dalam penerapan program APU dan PPT
dapat dirangkap oleh pejabat yang berasal dari unit kerja yang
berhubungan dengan Nasabah (operasional), sepanjang tugas
operasional tersebut tidak mempengaruhi independensi dan
profesionalisme pejabat tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
Bagi BPR dan BPRS, pejabat yang bertanggung jawab dalam
penerapan program APU dan PPT dapat dirangkap oleh
pimpinan kantor cabang.
III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
1. Identifikasi dan Verifikasi Calon Nasabah, Nasabah, dan Walk in
Customer (WIC)
a. Kebijakan dan prosedur mengenai identifikasi dan verifikasi
calon Nasabah atau WIC paling sedikit meliputi:
- 6 -
1) permintaan informasi dan dokumen pendukung mengenai
calon Nasabah atau WIC sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 POJK
APU dan PPT; dan
2) proses verifikasi atas informasi dan dokumen pendukung
calon Nasabah atau WIC.
b. Prosedur identifikasi dan verifikasi terhadap calon Nasabah yang
akan melakukan hubungan usaha dengan Bank antara lain
pada saat pembukaan rekening, pemilikan kartu kredit, atau
penyewaan safe deposit box.
Dalam hal rekening berupa rekening bersama (joint account),
prosedur identifikasi dan verifikasi dilakukan terhadap seluruh
calon Nasabah.
c. Dalam hal Bank menilai terdapat perubahan tingkat risiko dari:
1) Nasabah; dan/atau
2) Bank Penerima atau Bank Penerus di luar negeri yang
sebelumnya telah melakukan hubungan usaha dengan
Bank Umum atau Bank Umum Syariah dalam rangka Cross
Border Correspondent Banking,
identifikasi dan verifikasi ulang dilakukan sesuai dengan
pendekatan berbasis risiko, yaitu dalam hal:
Nasabah Perorangan dan
Nasabah Perusahaan
Bank Penerima atau
Bank Penerus
a. Terdapat peningkatan nilai
transaksi yang signifikan.
b. Terdapat
perubahan
standar dokumentasi yang
mendasar.
c. Terdapat perubahan profil
Nasabah yang bersifat
signifikan, antara lain
perubahan pola transaksi
yang signifikan
atau
substansial.
d. Informasi
pada profil
Nasabah yang tersedia
a. Terdapat
perubahan
profil Bank Penerima
dan/atau Bank Penerus
yang bersifat signifikan
atau substansial.
b. Informasi pada profil
Bank Penerima dan/atau
Bank Penerus
tersedia belum dilengkapi
dengan informasi yang
dipersyaratkan.
yang
- 7 -
dalam
Identification File
Customer
(CIF)
belum dilengkapi dengan
dokumen
dipersyaratkan.
e. Menggunakan
rekening
anonim atau rekening yang
menggunakan nama fiktif.
d. Dalam hal Bank menggunakan pihak lain dalam melakukan
prosedur identifikasi, Bank harus:
1) memberikan informasi mengenai prosedur identifikasi
kepada pihak lain;
2) memastikan pihak lain memahami prinsip dasar Customer
Due Diligence (CDD) termasuk prosedur dasar dalam rangka
melakukan verifikasi; dan
3) membuat perjanjian atau kontrak sebagai dasar kerja sama
antara Bank dengan pihak lain yang salah satu materi
perjanjiannya adalah mewajibkan pihak lain untuk
menerapkan prosedur identifikasi sesuai dengan prosedur
Bank.
e. Bank bertanggung jawab atas hasil identifikasi yang dilakukan
oleh pihak lain.
f. Sebelum melakukan transaksi dengan WIC, Bank meminta
seluruh informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka
1) bagi WIC yang melakukan transaksi paling sedikit
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara
dengan kriteria sebagai berikut:
1) transaksi dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa
kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja;
2) transaksi dilakukan pada kantor Bank yang sama; dan
3)
jenis transaksi yang dilakukan adalah transaksi yang sama,
antara lain transaksi penyetoran, transaksi penarikan,
transaksi pengiriman atau transfer uang, transaksi
pencairan cek, dan bukan merupakan gabungan dari
beberapa transaksi yang berbeda jenis transaksinya.
yang
- 8 -
g. Bagi calon Nasabah perusahaan, informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a angka 1) harus didukung dengan
dokumen identitas perusahaan paling sedikit berupa:
1) akta pendirian dan/atau anggaran dasar perusahaan; dan
2) izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang.
Contoh:
Izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha penukaran
valuta asing dan kegiatan usaha pengiriman uang dari
otoritas yang berwenang di moneter, atau izin usaha untuk
melakukan kegiatan usaha di bidang perkayuan atau
kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia.
h. Terhadap Calon Nasabah perusahaan yang didirikan di luar
negeri, dokumen identitas yang dimaksudkan adalah dokumen
lainnya yang sejenis dengan akta pendirian dan/atau anggaran
dasar sesuai dengan peraturan otoritas di negara tempat
kedudukan perusahaan tersebut.
i.
Proses verifikasi identitas harus diselesaikan sebelum membuka
hubungan usaha dengan calon Nasabah atau sebelum
melakukan transaksi dengan WIC.
j.
Proses verifikasi identitas dapat diselesaikan kemudian dalam
hal memenuhi kondisi antara lain kelengkapan dokumen tidak
dapat dipenuhi pada saat hubungan usaha akan dilakukan,
misalnya karena dokumen identitas masih dalam proses
pengurusan atau anggaran dasar masih dalam proses
pengesahan.
k. Proses verifikasi identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf j
harus diselesaikan segera setelah terjadinya hubungan usaha.
2. Identifikasi dan Verifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
a. Dalam melakukan identifikasi terhadap calon Nasabah
Korporasi, Bank harus menetapkan Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner). Contoh identifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
calon Nasabah Korporasi antara lain:
1) perorangan yang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih;
- 9 -
2) perorangan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua
puluh lima persen) namun dapat dibuktikan yang
bersangkutan melakukan pengendalian; atau
3) perorangan dalam perusahaan tersebut yang menjabat
sebagai anggota direksi yang paling berperan dalam
pengendalian perusahaan.
b. Proses verifikasi terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
diselesaikan dengan cara yang sama pada proses verifikasi
terhadap calon Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf i, huruf j, dan huruf k.
3. Penerapan Program APU dan PPT Berbasis Risiko (Risk Based
Approach)
Dalam melakukan penerapan program APU dan PPT berbasis risiko
(risk-based approach), Bank paling sedikit melakukan kegiatan
identifikasi risiko bawaan (inherent risk), penetapan toleransi risiko,
penyusunan langkah-langkah mitigasi dan pengendalian risiko,
evaluasi risiko residual (residual risk), penerapan pendekatan
berbasis risiko, serta peninjauan dan evaluasi pendekatan berbasis
risiko yang telah dimiliki.
a.
Identifikasi Risiko Bawaan (Inherent Risk)
1) Bank harus mempertimbangkan kerentanan Bank sebagai
sarana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme.
Sebagai langkah awal, Bank memahami kegiatan usaha
Bank secara keseluruhan dengan perspektif yang luas
sehingga Bank dapat memprediksi risiko-risiko yang
mungkin terjadi.
2) Bank harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme.
3) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada angka 2),
sebagai berikut:
a) Nasabah
Bank harus mengategorikan Nasabah berdasarkan
tingkat risiko sesuai dengan karakteristik masing-
masing Bank.
- 10 -
b) Negara atau Area Geografis
Bank harus mengidentifikasi tingkat risiko dengan
memperhatikan antara lain kedudukan kantor bank,
domisili Nasabah bank, lokasi terjadinya transaksi,
dan wilayah tujuan transaksi serta lokasi sumber dana
yang masuk ke rekening Nasabah yang bersangkutan.
c) Produk, Jasa, atau Transaksi
Bank harus mengidentifikasi tingkat risiko terkait
dengan produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
transaksi yang terjadi dengan Nasabah atau WIC,
antara lain produk dan jasa yang mudah
dikonversikan menjadi kas atau setara kas, atau yang
dananya mudah dipindahkan dari satu wilayah ke
wilayah lainnya dengan maksud mengaburkan asal
usul dana tersebut.
d) Jaringan Distribusi (Delivery Channels)
Jaringan Distribusi (Delivery Channels) merupakan
sarana yang digunakan Nasabah untuk memperoleh
suatu produk atau jasa, maupun untuk melakukan
suatu transaksi. Beberapa jaringan distribusi dapat
meningkatkan risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme karena beberapa jenis jaringan
distribusi dapat digunakan untuk mengaburkan
identitas sebenarnya dari Nasabah atau Pemilik
Manfaat (Beneficial Owner).
4) Beberapa contoh kriteria dari faktor dengan tingkat risiko
tinggi, sebagai berikut:
a) Nasabah, antara lain:
(1) Nasabah yang melakukan hubungan usaha atau
transaksi keuangan yang tidak wajar atau tidak
sesuai dengan profil Nasabah;
(2) Nasabah dengan frekuensi dan pergerakan dana
antar Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di berbagai
wilayah, tidak dapat dijelaskan secara wajar;
(3) Nasabah Korporasi dengan struktur kepemilikan
yang kompleks sehingga sulit untuk dilakukan
identifikasi terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial
- 11 -
Owner), pemilik akhir (ultimate owner), atau
pengendali akhir
Korporasi;
(ultimate controller)
dari
(4) Nasabah yang mencari atau menerima produk
atau jasa Bank yang tidak sesuai dengan
kebutuhan atau tidak memberikan keuntungan
bagi Nasabah tersebut;
(5) Nasabah berupa organisasi amal atau organisasi
non-profit lainnya yang tidak diatur dan diawasi
oleh otoritas tertentu;
(6) Nasabah dengan kepemilikan rekening atau
kontrak pada Bank yang dalam melakukan
hubungan usaha dengan Bank diwakili oleh
profesi penunjang seperti akuntan, advokat, atau
profesi lainnya;
(7) Nasabah yang termasuk dalam kategori PEP,
termasuk anggota keluarga atau pihak yang
terkait (close associates) dari PEP;
(8) Nasabah yang proses verifikasinya tidak melalui
pertemuan langsung (non face to face);
(9) Nasabah yang menggunakan metode pembayaran
yang tidak biasa seperti kas atau setara kas
antara lain sertifikat deposito (negotiable certificate
deposit) atau cek pelawat (traveller’s cheque);
dan/atau
(10) Nasabah yang memberikan informasi sangat
minim.
b) Negara atau Area Geografis, antara lain:
1) dana diterima dari atau dikirim ke negara atau
yurisdiksi yang berisiko tinggi; dan/atau
2) Nasabah memiliki hubungan yang signifikan
dengan negara atau yurisdiksi berisiko tinggi.
Contoh negara atau area geografis yang memiliki
tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Penjelasan
Pasal
huruf c POJK APU dan PPT.
30
ayat
(2)
- 12 -
c) Produk, Jasa, atau Transaksi, antara lain:
1) layanan Nasabah prima;
2) kartu kredit;
3) kustodian (custodian);
4) safe deposit box;
5) kegiatan usaha penukaran valuta asing;
6) penitipan dengan pengelolaan (trust);
7)
letter of credit (L/C); dan/atau
8) penerimaan pembayaran dengan jumlah yang
signifikan dalam bentuk tunai, wesel atau cek
tunai.
d) Jaringan Distribusi (Delivery Channels) antara lain
layanan perbankan elektronik (electronic banking)
seperti internet banking, mobile banking, Short Message
Service (SMS) banking, Electronic Data Capture (EDC),
dan Automated Teller Machine (ATM).
5) Faktor relevan lain yang dapat memberikan dampak pada
risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme,
antara lain:
a) tren tipologi, metode, teknik dan skema Pencucian
Uang dan/atau Pendanaan Terorisme sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini; dan
b) model bisnis Bank, termasuk skala usaha, jumlah
kantor cabang, dan jumlah pegawai sebagai faktor
risiko bawaan (inherent risk) dalam intern Bank.
6) Penilaian Risiko
a) Bank melakukan identifikasi terhadap masing-masing
faktor sebagaimana dimaksud pada angka 4) dan 5),
dengan mempertimbangkan kemungkinan dan dampak
terjadinya risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme.
b) Bank harus menentukan tingkat risiko Pencucian
Uang dan/atau Pendanaan Terorisme dengan
mempertimbangkan hasil identifikasi terhadap masing-
masing faktor sebagaimana dimaksud dalam huruf a).
- 13 -
Tingkat risiko dimaksud dapat dibagi dalam 3 (tiga)
kategori yaitu rendah, menengah, dan tinggi.
c)
Ilustrasi penilaian risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini.
b. Penetapan Toleransi Risiko
Toleransi risiko merupakan tingkat risiko maksimum yang
ditetapkan oleh Bank dalam menjalankan aktivitas bisnisnya
sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite).
Toleransi risiko merupakan komponen penting dari manajemen
risiko yang efektif.
Dalam menetapkan toleransi risiko, Bank perlu antara lain
mempertimbangkan kemampuannya dalam menghadapi
ancaman terkait Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme, seperti batasan jumlah nasabah berisiko tinggi
dan/atau karakteristik yang melekat pada produk berisiko
tinggi, yang dapat mempengaruhi risiko Bank secara
keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi Bank.
c. Penyusunan Langkah-Langkah Mitigasi dan Pengendalian Risiko
1)
Mitigasi risiko adalah penerapan pengendalian risiko untuk
membatasi risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme yang telah diidentifikasi dalam melakukan
penilaian risiko. Mitigasi risiko akan membantu kegiatan
usaha Bank tetap berada dalam toleransi risiko yang telah
ditetapkan.
2) Bank harus mengembangkan strategi mitigasi risiko secara
tertulis (berupa kebijakan dan prosedur untuk memitigasi
risiko) dan menerapkannya pada area atau hubungan
usaha sesuai dengan tingkat risiko sebagaimana hasil
identifikasi.
- 14 -
3)
Mitigasi dan pengendalian risiko didasarkan pada toleransi
risiko dan
tingkat
risiko
yang diambil
(risk appetite). Mitigasi dan pengendalian risiko harus
sepadan dengan risiko yang telah diidentifikasi oleh Bank.
4) Seluruh kegiatan usaha Bank harus memiliki langkah
pengendalian risiko sebagai langkah mitigasi terhadap
seluruh faktor risiko yang telah diidentifikasi dan sesuai
dengan tingkat risiko pada area atau hubungan usaha,
yang dilanjutkan dengan proses pemantauan dan
dokumentasi secara memadai.
d. Evaluasi atas Risiko Residual
1) Risiko residual merupakan risiko yang tersisa setelah
penerapan pengendalian dan mitigasi risiko. Bank perlu
memperhatikan bahwa walaupun Bank telah menerapkan
mitigasi risiko dan manajemen risiko yang dilakukan secara
ketat, Bank tetap akan memiliki risiko residual yang harus
dikelola secara baik.
2) Risiko residual harus sesuai dengan toleransi risiko yang
telah ditetapkan. Bank harus memastikan bahwa risiko
residual tidak lebih besar dari toleransi risiko yang telah
ditetapkan Bank. Dalam hal risiko residual lebih besar
daripada toleransi risiko, atau dalam hal pengendalian dan
mitigasi risiko tidak memadai, Bank harus kembali
melakukan langkah-langkah mitigasi dan pengendalian
risiko, sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
meningkatkan level atau kuantitas dari langkah-langkah
mitigasi yang telah ditetapkan.
3) Dengan adanya kegiatan evaluasi terhadap risiko residual,
Bank harus dapat menyesuaikan tingkat risiko yang
dimiliki dengan risiko yang ditoleransi.
e. Penerapan Pendekatan Berbasis Risiko
1) Setelah Bank melakukan penilaian risiko, Bank harus
menerapkan pendekatan berbasis risiko terhadap kegiatan
atau aktivitas usaha sehari-hari. Namun demikian, proses
identifikasi, verifikasi, dan pemantauan tetap dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- 15 -
mengenai penerapan program APU dan PPT di sektor jasa
keuangan.
2) Bank harus mendokumentasikan pendekatan berbasis
risiko yang dimilikinya. Kebijakan dan prosedur terkait
pendekatan berbasis risiko harus dikomunikasikan,
dipahami, dan dipatuhi oleh semua pegawai, khususnya
pegawai yang melakukan identifikasi dan verifikasi,
penatausahaan data dan informasi Nasabah, serta
pelaporan transaksi keuangan kepada otoritas terkait.
Pegawai yang bersangkutan harus mendapatkan informasi
yang cukup untuk memproses dan menyelesaikan transaksi
keuangan termasuk untuk mengidentifikasi dan
mendokumentasikan Nasabah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penerapan
program APU dan PPT di sektor jasa keuangan.
3) Dengan adanya penerapan pendekatan berbasis risiko,
Bank harus dapat:
a) memastikan bahwa penilaian risiko yang telah
dilakukan menggambarkan proses
berbasis risiko,
pendekatan
pengendalian risiko
dan juga
yang
langkah-langkah
diterapkan untuk
mengurangi tingkat risiko sesuai hasil identifikasi;
b) melakukan pengkinian data, informasi dan dokumen
pendukung terhadap Nasabah dan Pemilik Manfaat
(Beneficial Owner);
c) melakukan pemantauan atas seluruh hubungan usaha
yang dimiliki;
d) melakukan pemantauan yang lebih sering terhadap
hubungan usaha dengan risiko tinggi terkait Pencucian
Uang dan/atau Pendanaan Terorisme;
e) menerapkan langkah-langkah yang memadai terhadap
Nasabah berisiko tinggi paling sedikit:
(1) melakukan pemantauan yang lebih sering; dan
(2) melakukan identifikasi yang lebih mendalam
dan/atau mengkinikan data Nasabah; dan/atau
- 16 -
f) melibatkan pejabat senior dalam menangani kondisi
yang berisiko tinggi, termasuk pemberian persetujuan
untuk melakukan hubungan usaha dengan PEP.
f.
Peninjauan dan Evaluasi Pendekatan Berbasis Risiko
1) Bank harus melakukan peninjauan terhadap penerapan
pendekatan berbasis risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme yang paling sedikit meliputi:
a) kebijakan dan prosedur;
b) penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme; dan
c) program pelatihan sumber daya manusia.
2) Dalam hal terdapat perubahan strategi bisnis terkait
kegiatan usaha dan/atau terdapat penambahan produk
dan jasa baru, Bank harus melakukan pengkinian
kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian risiko.
3) Peninjauan atas pendekatan berbasis risiko dapat
membantu evaluasi kebutuhan penyempurnaan kebijakan
dan prosedur yang ada, atau penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur baru jika diperlukan.
4) Bank mendokumentasikan hasil peninjauan termasuk
langkah-langkah perbaikan dan tindak lanjut yang
diperlukan.
4. Pelaksanaan Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence)
a.
Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) terhadap Calon
Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner) yang Berisiko Tinggi
1) Bank harus melakukan kegiatan CDD yang lebih mendalam
atau Enhanced Due Diligence (EDD) terhadap kriteria Calon
Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat
(Beneficial Owner) yang memenuhi kriteria berisiko tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) POJK APU
dan PPT.
2) Contoh EDD sebagaimana dimaksud pada angka 1) antara
lain sebagai berikut:
a) mencari informasi tambahan terkait Calon Nasabah,
Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner) berisiko tinggi mengenai:
- 17 -
(1) pekerjaan, daftar kekayaan, atau informasi lain di
pangkalan data (database) yang dapat diakses
oleh publik maupun melalui internet dan
memperbaharui data identitas Nasabah dan/atau
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang berisiko
tinggi secara berkala;
(2) alasan dan tujuan hubungan usaha atau
transaksi keuangan baik yang akan atau telah
dilakukan; dan
(3) sumber dana atau sumber kekayaan;
b) meminta persetujuan dari pejabat senior untuk
memulai atau meneruskan hubungan usaha dengan
Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan/atau Pemilik
Manfaat (Beneficial Owner) yang berisiko tinggi;
dan/atau
c) melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap
Nasabah, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
yang berisiko tinggi, dengan menambah jumlah dan
waktu pemantauan, serta menyeleksi pola transaksi
yang memerlukan penelaahan lebih lanjut.
3) Dalam hal berdasarkan hasil EDD yang dilakukan terhadap
Nasabah berisiko tinggi yang melakukan transaksi tidak
sesuai dengan profil Nasabah yang bersangkutan namun
diperoleh underlying atau alasan yang jelas atas transaksi
yang dilakukan, pemantauan terhadap transaksi tersebut
dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Dalam hal hasil
EDD tidak diperoleh underlying atau alasan yang jelas,
transaksi tersebut harus dilaporkan dalam Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan dilakukan
pemantauan yang lebih ketat.
4)
Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Nasabah dan/atau
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berisiko tinggi yang
diperoleh dari hasil EDD harus memberikan gambaran
mengenai tingkat risiko yang timbul dari hubungan usaha
yang terjadi.
- 18 -
5)
Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan
memberikan keyakinan terhadap profil Nasabah dan/atau
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berisiko tinggi
sesungguhnya.
b. EDD terhadap program Member Get Member
Bagi Bank yang menyediakan produk kartu kredit melalui
program member get member, proses EDD yang dilakukan
termasuk:
1) memastikan bahwa dokumen pendukung yang memuat
identitas calon Nasabah telah dilegalisir oleh lembaga yang
berwenang; dan
2) transaksi pembayaran untuk pertama kalinya dilakukan
langsung oleh pemegang kartu kredit di Bank penerbit
kartu kredit yang berkedudukan di Indonesia dalam rangka
verifikasi identitas Nasabah.
c. EDD terhadap Jasa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)
1) Bank Umum dan Bank Umum Syariah yang melakukan
trust harus melakukan EDD terhadap:
a) pemilik harta yang menitipkan pengelolaan hartanya
(settlor); dan
b) penerima manfaat dari harta yang dititipkan
(beneficiary).
Dalam hal settlor juga bertindak sebagai beneficiary maka
EDD yang dilakukan hanya pada settlor atau beneficiary
dengan menjelaskan bahwa settlor dan beneficiary adalah
pihak yang sama.
2) Bank Umum dan Bank Umum Syariah meminta informasi
kepada calon settlor dengan berpedoman kepada ketentuan
yang berlaku kepada calon Nasabah.
3) Bank Umum atau Bank Umum Syariah meminta informasi
kepada beneficiary paling sedikit meliputi:
a) jenis informasi;
b) nomor rekening beneficiary; dan
c) nama Bank Umum atau Bank Umum Syariah yang
menerima pemindahan dana dari rekening settlor.
- 19 -
5. Penutupan Hubungan Usaha atau Penolakan Transaksi
a. Bank menolak atau membatalkan transaksi antara lain
terhadap:
1) Nasabah yang ingin melakukan transaksi transfer dana
namun tidak bersedia melengkapi aplikasi transfer dana;
dan/atau
2) Transfer masuk (incoming transfer) pada rekening Nasabah,
namun setelah Bank Penerima melakukan CDD ulang dan
berdasarkan informasi dari Bank Pengirim diketahui bahwa
rekening Nasabah penerima merupakan rekening
penampungan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian
Uang.
Bank Penerima harus membatalkan transaksi transfer masuk
(incoming transfer) dengan mengembalikan dana ke Bank
Pengirim sepanjang dana masih tersimpan dalam rekening
Nasabah penerima.
b. Dalam hal penutupan hubungan usaha terkait dengan transaksi
transfer dana, prosedur penutupan hubungan usaha dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai transfer dana.
c. Penolakan atau pembatalan transaksi terhadap rekening
Nasabah penerima yang digunakan untuk menampung hasil
tindak pidana dapat disertai dengan pengembalian dana kepada
Nasabah pengirim apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) terdapat laporan dari Nasabah pengirim kepada Bank
Pengirim dengan dilengkapi dokumen pendukung seperti
laporan kepada Kepolisian;
2)
identitas Nasabah penerima diketahui palsu dan/atau patut
diduga menggunakan dokumen palsu;
3) masih terdapat sisa dana di rekening Nasabah penerima;
4) transaksi dari rekening Nasabah pengirim dilakukan
melalui transfer dana;
- 20 -
5) dana yang tersimpan pada rekening Nasabah penerima baik
sebagian maupun seluruhnya adalah berasal dari rekening
Nasabah pengirim;
6) rekening atau saldo dana dalam rekening Nasabah
penerima tidak sedang dalam status diblokir atau disita
oleh instansi yang berwenang; dan
7) terdapat klausula dalam perjanjian pembukaan rekening
mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi,
membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan
usaha dengan Nasabah.
d. Pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf c
dilakukan melalui proses pendebetan dana dari rekening
Nasabah penerima untuk dikreditkan kembali ke rekening
Nasabah pengirim.
e. Pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
huruf d dilakukan dengan ketentuan:
1) dalam hal hanya terdapat 1 (satu) Nasabah pengirim yang
mengajukan permohonan pengembalian dana, dana yang
dikembalikan kepada Nasabah pengirim adalah sebesar
dana milik Nasabah pengirim yang masih ada pada
rekening Nasabah penerima; atau
2) dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Nasabah pengirim
yang mengajukan permohonan pengembalian dana apabila
dana yang terdapat pada rekening Nasabah penerima
diyakini oleh Bank:
a) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah
dananya mencukupi untuk pengembalian dana kepada
semua Nasabah pengirim, Bank dapat mengembalikan
dana tersebut;
b) hanya berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan
jumlah dananya mencukupi, Bank hanya akan
mengembalikan dana kepada sebagian Nasabah
pengirim yang diyakini Bank sebagai sumber atas dana
pada rekening Nasabah penerima;
c)
berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada semua Nasabah pengirim, pengembalian dana
- 21 -
hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan para
Nasabah pengirim. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada
putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memerintahkan
Bank
mengembalikan dana kepada pihak yang berhak; atau
d) berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada sebagian Nasabah pengirim, pengembalian
dana hanya dilakukan kepada masing-masing Nasabah
pengirim yang diyakini Bank dananya masih ada pada
rekening Nasabah penerima berdasarkan kesepakatan
para Nasabah pengirim tersebut. Dalam hal tidak
tercapai kesepakatan, pengembalian dana dilakukan
berdasarkan pada putusan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank
untuk mengembalikan dana kepada pihak yang
berhak.
Pada saat telah terjadi pengembalian dana kepada Nasabah
pengirim, Bank Pengirim membuat berita acara
pengembalian dana yang ditandatangani oleh pejabat Bank
Pengirim dan Nasabah pengirim.
f.
Proses sebagaimana dimaksud dalam huruf e tidak berlaku
dalam hal nama Nasabah penerima dan/atau Nasabah pengirim
tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris
(DTTOT).
6. Pemantauan dan Pengkinian
a. Pemantauan
1) Bank melakukan kegiatan pemantauan
untuk
secara
berkesinambungan untuk mengidentifikasi kesesuaian
antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah dan
menatausahakan dokumen tersebut, terutama terhadap
hubungan usaha atau transaksi dengan Nasabah dan/atau
bank dari negara atau yurisdiksi berisiko tinggi.
- 22 -
2) Kegiatan pemantauan transaksi dan profil Nasabah yang
dilakukan secara berkesinambungan meliputi:
a) memastikan kelengkapan informasi dan dokumen
pendukung Nasabah sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a angka 1);
b) meneliti kesesuaian antara pola transaksi dengan profil
Nasabah;
c)
meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama
yang tercantum dalam:
(1) pangkalan data (database) daftar teroris;
(2) DTTOT;
(3) nama tersangka atau terdakwa yang
dipublikasikan dalam media massa atau oleh
otoritas yang berwenang; dan
(4) Daftar Hitam Nasional (DHN).
3) Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau
Nasabah Bank yang ditetapkan sebagai tersangka atau
terdakwa dapat diperoleh antara lain melalui:
a) pangkalan data (database) yang dikeluarkan oleh
pihak berwenang seperti Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK); atau
b) media massa seperti koran, majalah, televisi, dan/atau
internet.
4) Pemantauan terhadap transaksi dan profil Nasabah harus
dilakukan secara berkala dengan menggunakan pendekatan
berbasis risiko.
5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan terdapat
kemiripan atau kesamaan nama sebagaimana dimaksud
pada angka 2) huruf c), Bank harus melakukan klarifikasi
untuk memastikan kemiripan atau kesamaan nama
tersebut.
6) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan
pangkalan data (database) daftar teroris dan/atau sesuai
dengan nama tersangka atau terdakwa yang diinformasikan
dalam media massa sebagaimana dimaksud pada angka 2)
huruf c) angka (1) dan angka (3), Bank melaporkan
Nasabah tersebut dalam LTKM.
- 23 -
7) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan
nama
DTTOT
sebagaimana dimaksud pada
angka 2) huruf c) angka (2), Bank melaporkan Nasabah
tersebut dalam LTKM dan melakukan pemblokiran setelah
menerima surat permintaan atau perintah pemblokiran dari
lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pedoman pemblokiran secara serta merta atas dana
Nasabah di sektor jasa keuangan yang identitasnya
tercantum dalam DTTOT.
8) Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan
nama yang tercantum dalam DHN sebagaimana dimaksud
pada angka 2) huruf c) angka (4), Bank meneliti proses
rehabilitasi yang dilakukan Nasabah tersebut. Dalam hal
terdapat ketidakwajaran dalam proses rehabilitasi, Bank
melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM.
9) Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan
tertib dan dalam bentuk tertulis baik melalui dokumen
formal seperti memo, nota, atau catatan maupun melalui
dokumen informal seperti korespondensi melalui surat
elektronik.
b. Pengkinian Data sebagai Tindak Lanjut Pemantauan
1) Bank harus menerapkan prosedur CDD terhadap Nasabah
untuk mengkinikan data dengan memperhatikan
materialitas dan tingkat risiko. CDD tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan CDD
sebelumnya dan kecukupan data yang diperoleh.
2) Bank harus memastikan bahwa dokumen, data, atau
informasi yang dihimpun dalam proses CDD selalu
dikinikan dan relevan dengan melakukan pemeriksaan
kembali terhadap data yang ada, khususnya yang terkait
dengan Nasabah berisiko tinggi.
3) Pengkinian data Nasabah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berbasis risiko yang mencakup pengkinian
profil Nasabah termasuk pola transaksi. Dalam hal sumber
daya yang dimiliki Bank terbatas, kegiatan pengkinian data
dilakukan dengan skala prioritas.
- 24 -
4) Dalam menentukan skala prioritas sebagaimana dimaksud
pada angka 3), Bank dapat mengutamakan beberapa
kriteria antara lain:
a) Nasabah dengan tingkat risiko tinggi;
b) transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau
menyimpang dari profil transaksi atau profil Nasabah
(red flag) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
c) saldo rekening dengan nilai signifikan; atau
d) informasi yang ada pada CIF belum sesuai dengan
POJK APU dan PPT.
5) Pengkinian data dilakukan secara berkala berdasarkan
tingkat risiko Nasabah atau transaksi. Sebagai contoh,
untuk Nasabah risiko tinggi pengkinian data dapat
dilakukan setiap 6 (enam) bulan, untuk Nasabah risiko
menengah pengkinian data dapat dilakukan setiap 1 (satu)
tahun, dan untuk Nasabah risiko rendah pengkinian data
dapat dilakukan setiap 2 (dua) tahun.
6) Pelaksanaan pengkinian data terhadap Nasabah yang
tercantum dalam laporan rencana pengkinian data dapat
dilakukan antara lain pada saat:
a) pembukaan rekening tambahan;
b) perpanjangan fasilitas pinjaman;
c) penggantian buku tabungan, ATM, atau dokumen
produk perbankan lainnya;
d) kunjungan untuk keperluan safe deposit box;
dan/atau
e) pelunasan pinjaman.
7) Pencatatan ke dalam CIF atas informasi Nasabah yang
dikinikan tanpa didukung dengan dokumen, harus dengan
persetujuan dari pejabat Bank yang berwenang.
Contoh: Nasabah mengisi jumlah penghasilan dalam
formulir pembukaan rekening sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) per bulan, namun berdasarkan transfer gaji
bulanan yang dilakukan oleh perusahaan tempat Nasabah
tersebut bekerja, jumlah penghasilan diketahui sebesar
- 25 -
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dalam hal ini,
Bank mengisi jumlah penghasilan per bulan dalam CIF
adalah sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
disertai dengan catatan, nota, atau memo yang menjelaskan
alasan atau pertimbangan pengisian angka tersebut dan
persetujuan pejabat Bank yang berwenang. Dokumen
catatan, nota, atau memo tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari perjanjian pembukaan rekening
Nasabah.
8) Seluruh kegiatan pengkinian data harus ditatausahakan.
9) Dalam proses pengkinian data, Bank memberitahukan
secara tertulis kepada Nasabah mengenai kewajiban Bank
untuk menolak transaksi, membatalkan transaksi dan/atau
menutup hubungan usaha apabila Nasabah memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 POJK APU
dan PPT.
7. Cross Border Correspondent Banking
a. Prosedur Cross Border Correspondent Banking
1) Sebelum menyediakan jasa Cross Border Correspondent
Banking, Bank harus melakukan proses CDD terhadap
calon bank responden baik yang bertindak sebagai Bank
Penerus maupun sebagai Bank Penerima. Untuk transaksi
L/C, yang dimaksud dengan Bank Penerima dan/atau
Bank Penerus termasuk issuing bank, advising bank,
confirming bank, dan/atau negotiating bank.
2) Proses CDD dilakukan dengan meminta informasi
mengenai:
a)
profil calon Bank Penerima dan/atau Bank Penerus,
antara lain meliputi susunan anggota Direksi dan
Dewan Komisaris, kegiatan usaha, produk perbankan
yang dimiliki, target pemasaran, dan tujuan
pembukaan rekening. Sumber informasi untuk
memastikan informasi dimaksud didasarkan pada
informasi publik yang memadai yang dikeluarkan dan
ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, antara lain
banker’s almanac;
- 26 -
b) reputasi Bank Penerima dan/atau Bank Penerus
berdasarkan
informasi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, termasuk reputasi yang
bersifat negatif, misalnya:
(1) sanksi yang pernah dikenakan oleh otoritas
kepada Bank Penerima dan/atau Bank Penerus
terkait dengan pelanggaran ketentuan otoritas
dan/atau Rekomendasi FATF; atau
(2) Bank Penerima dan/atau Bank Penerus sedang
dalam proses penyidikan dan/atau pembinaan
oleh otoritas yang berwenang terkait dengan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme.
3) Persetujuan untuk pembukaan hubungan usaha maupun
untuk penutupan hubungan usaha dengan Bank Penerima
dan/atau Bank Penerus dalam rangka Cross Border
Correspondent Banking diberikan oleh Pejabat Senior.
b. Payable Through Account
1) Bank Pengirim harus memastikan akses terhadap Payable
Through Account (PTA) dalam kerjasama antara Bank
Pengirim dengan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus
yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama secara
tertulis.
2) Contoh dari transaksi PTA adalah sebagai berikut:
Bank A (didirikan dan berada dibawah pengawasan otoritas
South Pacific Island Vanuatu) membuka PTA di American
Express Bank International (AMEX) di Miami, Amerika
Serikat. Tujuan pembukaan PTA tersebut adalah agar Bank
A di Vanuatu dapat memberikan jasa perbankan AMEX
secara virtual kepada Nasabah berkewarganegaraan
Amerika Serikat yang tinggal di wilayah Vanuatu namun
bukan merupakan Nasabah AMEX.
Nasabah diberikan buku cek dan aplikasi yang
memungkinkan mereka untuk melakukan deposit atau
penarikan dana melalui PTA Bank A. Transaksi PTA ini
memungkinkan penyalahgunaan rekening maupun
- 27 -
transaksi yang dilakukan oleh Nasabah, sehingga pada
akhirnya dapat menimbulkan risiko reputasi bagi AMEX.
8. Prosedur Transfer Dana
a. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Pengirim adalah sebagai
berikut:
1) Bank Pengirim harus memperoleh informasi dan melakukan
identifikasi serta verifikasi terhadap Nasabah atau WIC
pengirim dan/atau Nasabah atau WIC penerima, paling
sedikit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 POJK APU
dan PPT.
2) Dalam hal pengirim asal telah menjadi Nasabah pada Bank
Pengirim maka Bank Pengirim harus memperoleh informasi:
a) nama Nasabah pengirim;
b) nomor rekening Nasabah pengirim;
c) alamat Nasabah pengirim;
d) nomor dokumen identitas, nomor identifikasi, atau
tempat dan tanggal lahir dari Nasabah pengirim;
e) sumber dana Nasabah pengirim;
f) nama Nasabah atau WIC penerima;
g) nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC
penerima;
h) jumlah uang dan jenis mata uang; dan
i)
tanggal transaksi.
3) Dalam hal kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh
beberapa Nasabah atau WIC pengirim dari pengirim yang
sama dalam bentuk batch file transmission, Bank Pengirim
harus memperoleh informasi mengenai masing-masing
Nasabah atau WIC pengirim.
4)
Informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan/atau
Nasabah atau WIC penerima pada angka 1) dan angka 2)
harus disampaikan Bank Pengirim kepada Bank Penerus
atau Bank Penerima.
5) Seluruh kegiatan transfer dana harus didokumentasikan.
- 28 -
b. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerus adalah sebagai
berikut:
1) Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau
WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima
sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1).
2) Meneruskan pesan dan perintah transfer dana yang
diterima dari Bank Pengirim.
3) Seluruh informasi yang diterima dari Bank Pengirim harus
didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penatausahaan dokumen.
4) Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah atau
WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima terhadap
transaksi transfer dana ke luar negeri dengan pola straight-
through processing.
5) Dalam hal Bank Penerus menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan
informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1),
Bank Penerus dapat:
a) melaksanakan transfer dana;
b) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau
c) menunda transaksi transfer dana.
6) Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerus
sebagaimana pilihan tindakan pada angka 5) di atas
disertai dengan tindak lanjut yang memadai yaitu antara
lain melakukan pemantauan yang lebih ketat, dan/atau
melaporkan sebagai LTKM.
c. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerima adalah sebagai
berikut:
1) Memastikan kelengkapan informasi Nasabah atau WIC
pengirim dan Nasabah atau WIC penerima dalam transaksi
transfer dana dari luar negeri baik pada saat transaksi
dilakukan (real-time monitoring) maupun setelah transaksi
dilakukan (post-event monitoring).
2) Seluruh informasi yang diterima harus didokumentasikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penatausahaan dokumen.
- 29 -
3) Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan
informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1),
Bank Penerima dapat:
a) melaksanakan transfer dana;
b) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau
c) menunda transaksi transfer dana.
4) Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerima
sebagaimana pilihan tindakan pada angka 3) disertai
dengan tindak lanjut yang memadai antara lain melakukan
pemantauan yang lebih ketat, dan/atau melaporkan
sebagai LTKM.
5) Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di dalam wilayah Indonesia yang tidak
dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a angka 1) namun hanya dilengkapi dengan informasi
nomor rekening Nasabah pengirim atau nomor referensi
transaksi Nasabah atau WIC pengirim, Bank Penerima
dapat meminta secara tertulis informasi yang dibutuhkan
kepada Bank Pengirim.
9. Penerapan Program APU dan PPT bagi Kantor Cabang dari Bank yang
Berbadan Hukum Indonesia di Luar Negeri
a. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan program APU dan PPT
pada jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri, Bank
meminta jaringan kantor dan anak perusahaan tersebut untuk
memantau dan melaporkan hasil pemantauan pelaksanaan
program APU dan PPT secara berkala, termasuk statistik LTKM
yang telah dilaporkan kepada otoritas setempat.
b. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia mengenai penerapan program APU dan PPT
mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara tempat jaringan kantor dan
anak perusahaan berada, Bank harus melakukan tindakan yang
memadai untuk memitigasi risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme serta menyampaikan laporan kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
- 30 -
c. Dalam melaksanakan pertukaran informasi antara Bank yang
berbadan hukum di Indonesia dengan seluruh jaringan kantor
dan anak perusahaan di luar negeri, Bank harus
memperhatikan tingkat keamanan informasi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Dalam hal terdapat perbedaan standar program APU dan PPT
antara Bank yang berbadan hukum di Indonesia dengan
jaringan kantor dan anak perusahan di luar negeri, penetapan
kriteria ketat atau longgar terhadap peraturan APU dan PPT di
tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan di luar
negeri harus didukung dengan analisis terhadap masing-masing
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Penatausahaan Dokumen
a. Bank harus menatausahakan semua data atau dokumen
transaksi, yang diperoleh melalui prosedur CDD, baik dalam
maupun luar negeri selama paling singkat 5 (lima) tahun.
b. Dokumen pendukung yang terkait dengan identitas Nasabah
atau WIC paling sedikit meliputi salinan atau rekaman dari
dokumen identitas Nasabah atau WIC (contoh: kartu tanda
penduduk, surat izin mengemudi, paspor, atau dokumen
serupa).
c. Dokumen pendukung lain yang perlu ditatausahakan antara
lain berkas rekening dan korespondensi bisnis, termasuk hasil
analisis yang dilakukan (contoh: penyelidikan yang dilakukan
untuk memastikan latar belakang dan tujuan dari transaksi-
transaksi yang besar, rumit, dan tidak lazim).
IV. PENGENDALIAN INTERN
1. Untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi Bank, sistem
pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu mendeteksi
kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam penerapan
program APU dan PPT.
2. Pengendalian intern dalam rangka penerapan program APU dan PPT
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) atau pejabat yang
ditunjuk dengan kewenangan antara lain meliputi:
a. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur
melalui uji petik (sample testing) dari beberapa jasa, produk, dan
- 31 -
Nasabah dengan pendekatan berbasis
risiko untuk
mendapatkan gambaran efektivitas penerapan kebijakan dan
prosedur;
b. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko
dengan prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang
yang tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi;
dan/atau
c. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di
Bank dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang
mencurigakan dengan memperhatikan ketentuan anti tipping off.
3. Bank harus melakukan pemisahan fungsi, tugas, dan tanggung
jawab yang jelas antara satuan kerja operasional dengan satuan kerja
yang melaksanakan fungsi pengendalian.
4. Bank harus mempunyai sistem pengendalian intern, baik yang
bersifat fungsional maupun melekat, yang dapat memastikan bahwa
penerapan program APU dan PPT oleh satuan kerja terkait telah
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dengan
memastikan satuan kerja telah:
a. menerapkan pengawasan intern dengan baik, tepat dan efektif;
dan
b. memberikan pelatihan yang memadai bagi seluruh pegawai di
unit kerja yang terkait dengan penerapan APU dan PPT.
V. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
1. Sistem Informasi Manajemen
a. Sistem informasi manajemen untuk mengidentifikasi transaksi
keuangan yang mencurigakan dengan menggunakan parameter
yang disesuaikan secara berkala dan memperhatikan
kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki
Bank.
b. Bank harus memiliki dan memelihara profil Nasabah secara
terpadu (single CIF).
c.
Informasi yang terdapat dalam single CIF meliputi seluruh
produk dan jasa yang digunakan oleh Nasabah pada suatu Bank
yaitu antara lain tabungan, deposito, giro, kredit atau
pembiayaan, safe deposit box, structured product, dan/atau trust.
- 32 -
d. Untuk rekening bersama (joint account), CIF dibuat atas masing-
masing pihak pemilik rekening bersama (joint account), misal:
1) Rekening bersama (joint account) atas nama A dan B, CIF
yang dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan
CIF atas nama B dengan menginformasikan bahwa baik A
maupun B memiliki rekening bersama (joint account).
2) Rekening bersama (joint account) atas nama A atau B, CIF
yang dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan
CIF atas nama B dengan menginformasikan bahwa baik A
maupun B memiliki rekening bersama (joint account).
e. Bank Umum yang memiliki Nasabah yang juga tercatat sebagai
Nasabah pada unit usaha syariah dari Bank Umum yang sama
dapat memiliki 2 (dua) CIF yang berbeda sepanjang Bank dapat
mengidentifikasi bahwa 2 (dua) CIF tersebut merupakan
Nasabah yang sama. Kedua CIF tersebut dapat dikategorikan
sebagai profil Nasabah secara terpadu.
2. Pangkalan data (database) Daftar Teroris dan Daftar Terduga Teroris
dan Organisasi Teroris
Bank harus memelihara pangkalan data (database) DTTOT yang
diterima dari Otoritas Jasa Keuangan yang dikeluarkan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan penetapan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
VI. SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN
1. Sumber Daya Manusia
Dalam rangka pencegahan penggunaan Bank sebagai sarana atau
tujuan Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, Bank harus
melakukan:
a. prosedur penyaringan (pre-employee screening) pada saat
penerimaan pegawai baru sebagai bagian dari penerapan Know
Your Employee (KYE), dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Metode screening disesuaikan dengan kebutuhan,
kompleksitas usaha Bank, dan profil risiko Bank.
2) Metode screening paling sedikit memastikan profil calon
pegawai tidak memiliki catatan kejahatan, antara lain:
a) mengharuskan calon pegawai membuat surat
pernyataan dan/atau menyerahkan Surat Keterangan
- 33 -
Catatan Kepolisian (SKCK);
b) melakukan verifikasi identitas dan pendidikan yang
telah diperoleh calon pegawai;
c) memastikan kualitas kredit calon pegawai tidak
tergolong kredit macet;
d) memastikan track record calon pegawai dalam kurun
waktu tertentu, misal 5 (lima) tahun terakhir;
dan/atau
e) melakukan penelitian melalui media informasi
lainnya.
3) Pengenalan dan pemantauan profil pegawai antara lain
mencakup perilaku dan gaya hidup pegawai, antara lain:
a) memastikan pegawai tidak memiliki kredit macet;
b) melakukan penelitian melalui internet;
c) melakukan verifikasi terhadap pegawai yang
mengalami perubahan gaya hidup yang cukup
signifikan;
d) memantau rekening pegawai;
e) memastikan bahwa pegawai telah memahami dan
menaati kode etik pegawai (staff code of conduct);
dan/atau
f)
mengevaluasi pegawai yang bertanggung jawab pada
aktivitas yang tergolong berisiko tinggi antara lain
pegawai yang memiliki akses ke data Bank,
berhadapan dengan calon Nasabah atau Nasabah,
dan/atau terlibat dalam pengadaan barang dan jasa
bagi Bank.
b. Prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan,
dan pemantauan terhadap profil pegawai dituangkan dalam
kebijakan KYE yang berpedoman pada ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan strategi anti fraud.
2. Pelatihan
a. Peserta Pelatihan
1) Bank harus memberikan pelatihan mengenai penerapan
program APU dan PPT kepada seluruh pegawai.
- 34 -
2) Dalam
menentukan peserta pelatihan, Bank
mengutamakan pegawai yang memiliki tugas harian
dengan kriteria sebagai berikut:
a) berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner);
b) melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan
program APU dan PPT; dan/atau
c)
terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK
dan Otoritas Jasa Keuangan.
3) Pegawai yang melakukan pengawasan penerapan program
APU dan PPT harus mendapatkan pelatihan secara
berkala, sedangkan pegawai lainnya harus mendapatkan
pelatihan paling sedikit 1 (satu) kali dalam masa kerjanya.
Pegawai yang berhadapan langsung dengan Nasabah (front
liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan.
b. Metode Pelatihan
1) pelatihan dapat dilakukan secara elekronik (online base)
maupun melalui tatap muka.
2) pelatihan secara elektronik (online base) dapat
menggunakan media electronic learning (e-learning) baik
yang disediakan oleh otoritas berwenang seperti PPATK
dan/atau yang disediakan secara mandiri oleh Bank.
3) pelatihan melalui tatap muka dilakukan dengan
menggunakan pendekatan antara lain:
a) tatap muka secara interaktif (misalnya workshop)
dengan topik pelatihan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta. Pendekatan ini digunakan untuk
pegawai yang mendapatkan prioritas dan dilakukan
secara berkala, misalnya setiap tahun.
b) tatap muka satu arah (misal seminar) dengan topik
pelatihan adalah berupa gambaran umum dari
penerapan program APU dan PPT. Pendekatan ini
diberikan kepada pegawai yang tidak mendapatkan
prioritas dan dilakukan apabila terdapat perubahan
ketentuan yang signifikan.
- 35 -
c. Topik dan Evaluasi Pelatihan
1) Topik pelatihan paling sedikit mengenai:
a)
implementasi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penerapan program
APU dan PPT;
b) teknik, metode, dan tipologi Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme termasuk tren dan
perkembangan profil risiko produk perbankan; dan
c) kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan
PPT serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam
mencegah dan memberantas Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme, termasuk
konsekuensi apabila
tipping off.
pegawai
melakukan
Kedalaman topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan
pegawai dan kesesuaian dengan tugas dan tanggung jawab
pegawai.
2) Untuk mengetahui tingkat pemahaman pegawai dan
kesesuaian materi pelatihan, Bank harus melakukan
evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah
diselenggarakan.
3) Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui
wawancara atau secara tidak langsung melalui tes.
4) Bank harus melakukan upaya tindak lanjut dari hasil
evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan
metode pelatihan.
VII. PELAPORAN
1. Laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan
a. Laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi
pengkinian data harus disetujui dan disampaikan oleh direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan bagi Bank. Dalam hal
BPRS belum memiliki direktur yang membawahkan fungsi
kepatuhan, laporan rencana pengkinian data dan laporan
realisasi pengkinian data harus disetujui dan disampaikan oleh
salah satu anggota Direksi.
- 36 -
b. Bagi BPR dan BPRS, penyampaian laporan rencana pengkinian
data untuk pertama kalinya disampaikan paling lambat akhir
bulan Desember 2017. Sementara penyampaian laporan
realisasi pengkinian data untuk pertama kalinya disampaikan
paling lambat akhir bulan Desember 2018.
c. Perubahan atas laporan rencana kegiatan pengkinian data
dapat dilakukan sepanjang terdapat perubahan yang terjadi di
luar kendali Bank dan disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak perubahan
dilakukan.
d. Laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi
pengkinian data dibuat sesuai dengan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Laporan Kepada PPATK
Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangan
tunai, dan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri, dibuat
sesuai dengan ketentuan dan tata cara pelaporan mengacu kepada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pelaporan kepada PPATK.
VIII. PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,
maka:
a) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/37/DPNP tanggal 10
September 2004 perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi Atas
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain
terkait dengan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang;
b) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/21/DPNP tanggal 14
Juni 2013 perihal Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; dan
- 37 -
c) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/14/DKBU tanggal 12
Mei 2011 perihal Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 32/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PERBANKAN </reg_title>
<set_date> 22 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 22 Juni 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '15/21/DPNP|SE-BI/2013', '13/14/DKBU|SE-BI/2011', '6/37/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '12/POJK.01/2017' </related_reg>
|
Yth.
PT Jamsostek (Persero)
di Tempat
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 14/SEOJK.05/2013
TENTANG
LAPORAN BULANAN PT JAMSOSTEK (PERSERO)
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
3/POJK.05/2013 tanggal 12 September 2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5443), maka perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai laporan bulanan PT Jamsostek
(Persero) dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2. Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh
lembaga jasa keuangan non bank untuk kepentingan OJK,
yang meliputi periode tanggal 1 sampai dengan akhir bulan
berjalan dan disampaikan sesuai format dan menurut tata
cara yang ditentukan oleh OJK.
II. BENTUK...
-2-
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BULANAN
Bentuk dan susunan Laporan Bulanan bagi PT Jamsostek
(Persero), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
III. WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN
1. PT Jamsostek (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan
kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
2. Dalam hal tanggal 10 sebagaimana dimaksud pada angka 1
jatuh pada hari libur, maka Laporan Bulanan wajib
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN
1. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara online
melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
2. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum
tersedia maka Laporan Bulanan disampaikan secara online
melalui surat elektronik (email) resmi perusahaan dengan
melampirkan softcopy Laporan Bulanan dalam format
spreadsheet ke LB.ASOS@ojk.go.id
3. Dalam hal Laporan Bulanan disampaikan secara offline,
penyampaian dilakukan melalui surat yang ditandatangani
oleh direksi dan ditujukan kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Pengawasan Perasuransian
Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai 14
Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4
Jakarta 10710
4. Penyampaian...
-3-
4. Penyampaian Laporan Bulanan secara offline sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dapat dilakukan dengan salah satu
cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK;
b. dikirim melalui kantor pos secara tercatat; atau
c. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman/titipan.
5. PT Jamsostek (Persero) dinyatakan telah menyampaikan
Laporan Bulanan dengan ketentuan sebagai beikut:
a. untuk penyampaian secara online melalui email, dibuktikan
dengan email tanda terima dari OJK,
b. untuk penyampaian secara offline, dibuktikan dengan:
1) surat tanda terima dari OJK, apabila laporan
diserahkan langsung ke kantor OJK; atau
2) tanda terima pengiriman dari kantor pos atau
perusahaan jasa pengiriman/titipan, apabila laporan
dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman/titipan.
6. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat elektronik (email)
OJK sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau
perubahan alamat kantor OJK sebagaimana dimaksud pada
angka 3, OJK akan menyampaikan perubahan alamat melalui
surat atau pengumuman.
V. KETENTUAN SANKSI
1. OJK menetapkan sanksi administratif berupa teguran tertulis
pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan
OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan Bulanan
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dengan jangka waktu
pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis pertama.
2. Apabila...
-4-
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 1 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum
dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa
teguran tertulis kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat
(4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka
waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis kedua.
3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka 2 kewajiban penyampaian Laporan Bulanan belum
dipenuhi, OJK menetapkan sanksi administratif berupa
teguran tertulis ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat
(4) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.05/2013 tentang Laporan
Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dengan jangka
waktu pemenuhan kewajiban penyampaian Laporan Bulanan
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya sanksi
administratif berupa teguran tertulis ketiga.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
1. PT Jamsostek (Persero) wajib menyampaikan Laporan Bulanan
kepada OJK untuk periode tahun 2013 yaitu hanya bulan
Oktober 2013 dan November 2013 paling lambat akhir bulan
berikutnya.
2. Dalam hal tanggal akhir bulan berikutnya sebagaimana
dimaksud pada angka 1 jatuh pada hari libur, maka Laporan
Bulanan wajib disampaikan pada hari kerja berikutnya.
VII. PENUTUP...
-5-
VII. PENUTUP
Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran OJK ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2013
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS IKNB
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Ttd.
FIRDAUS DJAELANI
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Bantuan Hukum
Direktorat Hukum
Ttd.
Mufli Asmawidjaja
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 14/SEOJK.05/2013 </reg_id>
<reg_title> LAPORAN BULANAN PT JAMSOSTEK (PERSERO) </reg_title>
<set_date> 25 November 2013 </set_date>
<effective_date> 25 November 2013 </effective_date>
<related_reg> '3/POJK.05/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan
2. Direksi Perusahaan Reasuransi,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 22 /SEOJK.05/2017
TENTANG
DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI
BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 5 ayat (5), Pasal 17 ayat (3),
dan Pasal 27 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5994),
perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai dasar penilaian aset
dalam bentuk investasi dan bukan investasi bagi perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
2. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan
perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
3. Perusahaan Asuransi Umum adalah
perusahaan yang
menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan risiko yang
memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang
polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
- 2 -
keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti.
4. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha jasa penanggulangan risiko yang
memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau
tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis,
tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
5. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
Perusahaan Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
6. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
7. Medium Term Notes yang selanjutnya disingkat MTN adalah surat
utang yang diterbitkan oleh perusahaan dan memiliki jangka waktu
satu sampai dengan lima tahun.
8. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan bank
syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008.
9. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah
bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
10. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS
adalah bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
- 3 -
II. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
1. Dasar penilaian jenis investasi adalah sebagai berikut:
a. deposito berjangka pada Bank, BPR, dan BPRS, termasuk
deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari
atau sama dengan 1 (satu) bulan berdasarkan nilai nominal;
sertifikat deposito pada Bank berdasarkan nilai tunai;
b.
c. saham:
1) dalam hal saham aktif diperdagangkan di bursa efek
berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi
harga penutupan terakhir di bursa efek tempat saham
tersebut tercatat dan diperdagangkan; atau
2) dalam hal saham tidak aktif diperdagangkan di bursa efek
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek
yang telah diakui secara internasional;
d.
obligasi korporasi yang tercatat di bursa efek berdasarkan nilai
wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang
telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau
lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara
internasional;
e. MTN berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang
telah diakui secara internasional. Dalam hal tidak terdapat
nilai wajar dari lembaga penilaian harga efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau
lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara
internasional maka menggunakan nilai dari penilai yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan;
f.
surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian
harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang diakui secara
internasional;
- 4 -
g. surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara
Republik Indonesia berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh
lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;
h. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan nilai pasar;
i.
surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional
yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota
atau pemegang sahamnya berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara
internasional;
j. reksa dana berdasarkan:
1) nilai aktiva bersih; atau
2)
nilai pasar dengan menggunakan informasi harga
penutupan terakhir di bursa efek dimana reksa dana
tersebut diperdagangkan, bagi reksa dana jenis exchange
traded fund (ETF);
k. efek beragun aset berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan
informasi harga penutupan terakhir di bursa efek di Indonesia,
untuk efek beragun aset yang tercatat di bursa efek di Indonesia.
Dalam hal tidak terdapat nilai pasar tersebut penilaian
menggunakan nilai wajar yang ditetapkan oleh lembaga
penilaian harga efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang
telah diakui secara internasional;
l. dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif
berdasarkan:
1)
nilai pasar, untuk dana investasi real estat berbentuk
kontrak investasi kolektif yang aktif diperdagangkan di
bursa efek. Dalam hal dana investasi real estat berbentuk
kontrak investasi kolektif tidak aktif diperdagangkan
di bursa efek, berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan
oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh
izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga
penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
atau
- 5 -
2)
nilai aktiva bersih, untuk dana investasi real estat
berbentuk kontrak investasi kolektif yang tidak
diperdagangkan di bursa efek;
m. transaksi surat berharga melalui repurchase agreement (REPO)
berdasarkan biaya perolehan efek yang diamortisasi dengan
suku bunga efektif (amortized cost);
n. penyertaan langsung pada perseroan terbatas yang sahamnya
tidak tercatat di bursa efek dinilai berdasarkan nilai ekuitas;
o.
tanah, bangunan dengan hak strata (strata title), atau tanah
dengan bangunan, untuk investasi berdasarkan nilai yang
ditetapkan penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau
nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian
oleh lembaga penilai;
p. pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan Pihak lain
dalam bentuk kerja sama pemberian kredit (executing)
berdasarkan nilai sisa pinjaman;
q. emas murni berdasarkan nilai pasar;
r. pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan berdasarkan
nilai sisa pinjaman; dan/atau
s. pinjaman polis berdasarkan nilai sisa pinjaman.
2. Ketentuan dasar penilaian jenis investasi Perusahaan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 termasuk juga untuk jenis investasi yang
menggunakan prinsip syariah.
III. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK BUKAN INVESTASI
PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Dasar penilaian atas aset dalam bentuk bukan investasi adalah sebagai
berikut:
1. kas dan bank berdasarkan nilai nominal;
2. tagihan premi penutupan langsung, termasuk tagihan premi
koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan berdasarkan nilai sisa
tagihan;
3. tagihan premi reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
4. aset reasuransi:
a. aset yang bersumber dari nilai estimasi pemulihan klaim atas
porsi pertanggungan ulang berdasarkan nilai cadangan premi,
cadangan premi yang belum merupakan pendapatan, dan/atau
- 6 -
estimasi liabilitas klaim bagian reasuransi yang dihitung secara
konsisten berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak
reasuransinya. Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh
Pihak penanggung ulang, jumlah aset reasuransi harus
disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak tertagih (bad
debt expense); dan
b. aset yang bersumber dari perjanjian kontrak jangka panjang
(longterm contract) program reasuransi dukungan modal (capital
oriented reinsurance) berdasarkan nilai sisa aset reasuransi.
Dalam hal terdapat indikasi gagal bayar oleh Pihak yang
memberikan program reasuransi dukungan modal, jumlah aset
reasuransi disesuaikan dengan membentuk beban piutang tak
tertagih (bad debt expense);
5. tagihan klaim koasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
6. tagihan klaim reasuransi berdasarkan nilai sisa tagihan;
7. tagihan investasi berdasarkan nilai tagihan;
8. tagihan hasil investasi berdasarkan nilai sisa tagihan;
9. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan
bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan nilai yang ditetapkan
oleh lembaga penilai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau
berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan
penilaian oleh lembaga penilai; dan/atau
10. biaya akuisisi yang ditangguhkan atau deferred acquisition cost
(DAC) berdasarkan nilai sisa DAC setelah diamortisasi secara
proporsional untuk setiap periode pelaporan keuangan dengan
jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak periode
pembentukan DAC.
IV. DASAR PENILAIAN ATAS ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN
INVESTASI YANG BERSUMBER DARI PRODUK ASURANSI YANG
DIKAITKAN DENGAN INVESTASI
Ketentuan dasar penilaian atas aset dalam bentuk investasi dan bukan
investasi yang bersumber dari produk asuransi yang dikaitkan dengan
investasi dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Romawi II dan Romawi III.
- 7 -
V. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Juli 2017.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 22/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI DAN BUKAN INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2017 </effective_date>
<related_reg> '71/POJK.05/2016 | Pasal 5 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 27 ayat (5)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 38 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR
DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM
BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848), yang selanjutnya disebut
POJK KPMM Bank Umum, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko
Pasar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Risiko Pasar merupakan salah satu risiko yang diperhitungkan Bank
dalam menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Oleh
karena itu, sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM Bank Umum,
Bank wajib memperhitungkan ATMR untuk Risiko Pasar dalam
perhitungan KPMM dengan menggunakan:
a. Metode...
- 2 -
a. Metode Standar (Standard Method); dan/atau;
b. Model Internal (Internal Model).
2. Untuk penerapan tahap awal, bagi Bank yang memenuhi kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam POJK KPMM Bank Umum,
perhitungan ATMR untuk Risiko Pasar dilakukan dengan
menggunakan Metode Standar (Standard Method).
II. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KPMM
DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR
Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan risiko suku bunga dan
risiko nilai tukar termasuk risiko perubahan harga option. Bank yang
memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam POJK KPMM Bank
Umum, wajib memperhitungkan Risiko Pasar. Bagi Bank yang memenuhi
kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos risiko
ekuitas dan/atau risiko komoditas, selain memperhitungkan risiko suku
bunga dan risiko nilai tukar, perhitungan Risiko Pasar juga
memperhitungkan risiko ekuitas dan/atau risiko komoditas.
A. Perhitungan Risiko Suku Bunga
1. Perhitungan risiko suku bunga dilakukan terhadap posisi
instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos risiko
suku bunga.
2. Perhitungan risiko suku bunga meliputi perhitungan risiko
spesifik dan risiko umum.
B. Perhitungan Risiko Nilai Tukar
1. Perhitungan risiko nilai tukar dilakukan terhadap posisi valuta
asing dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko
nilai tukar.
2. Dalam perhitungan risiko nilai tukar tersebut, Bank dapat
mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai posisi devisa neto.
C. Perhitungan Risiko Ekuitas
1. Perhitungan risiko ekuitas bagi Bank secara konsolidasi dengan
Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan
dalam Trading Book yang terekspos risiko ekuitas.
2. Perhitungan...
- 3 -
2. Perhitungan risiko ekuitas meliputi perhitungan risiko spesifik
dan risiko umum.
D. Perhitungan Risiko Komoditas
Perhitungan risiko komoditas bagi Bank secara konsolidasi dengan
Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan
dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos risiko
komoditas.
III. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL
Tata cara perhitungan beban modal untuk risiko suku bunga, risiko nilai
tukar, risiko ekuitas, dan/atau risiko komoditas berpedoman pada
Lampiran I Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
IV. TATA CARA PELAPORAN
1. Laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar dalam
perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko
Pasar, disampaikan secara bulanan melalui sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
belum tersedia, penyampaian laporan dilakukan dengan mengacu
pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank
umum.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format
dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran II dan Lampiran III Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VI. KETENTUAN PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan
memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor...
- 4 -
Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 perihal Prinsip Kehati-
hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko
secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18
Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar
dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal
Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 8/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 10 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 10 Maret 2016 </effective_date>
<related_reg> '5/POJK.03/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V Angka 14', 'Romawi V Angka 13', 'Romawi V Angka 15' </penalty_list>
|
Yth.
Direksi Perusahaan Pembiayaan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 47 /SEOJK.05/2016
TENTANG
BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT)
PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 364, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5638) dan
dalam rangka mendorong pertumbuhan industri pembiayaan, perlu melakukan
penyempurnaan atas pengaturan mengenai ketentuan besaran uang muka
(down payment) pembiayaan kendaraan bermotor bagi perusahaan pembiayaan
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang-
barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas
usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi
tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur dalam jangka
waktu lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang
dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk
pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas
produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan.
- 2 -
4. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran
secara angsuran.
5. Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah
pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber
dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka pengadaan
kendaraan bermotor dengan menggunakan cara Pembelian Dengan
Pembayaran Secara Angsuran.
6. Debitur adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menerima
pembiayaan pengadaan barang dan/atau jasa dari Perusahaan
Pembiayaan.
7. Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing)
yang selanjutnya disingkat NPF adalah piutang pembiayaan yang
terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet untuk pembiayaan kendaraan bermotor dengan
cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran, setelah
memperhitungkan cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
8. Rasio Kualitas Piutang Pembiayaan Bermasalah (Non Performing
Financing) yang selanjutnya disebut Rasio NPF adalah perbandingan
antara NPF dengan total piutang pembiayaan untuk kendaraan
bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara
Angsuran.
9. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi
Perusahaan Pembiayaan terhadap risiko permodalan, likuiditas, aset,
operasional dan kinerja Perusahaan Pembiayaan.
II. BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN
BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
1. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan
Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai
Rasio NPF lebih rendah atau sama dengan 1% (satu persen)
wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
- 3 -
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai
berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 5%
(lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 5%
(lima persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
c.
bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling
rendah 5% (lima persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
2. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan
dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih
tinggi dari 1% (satu persen) dan lebih rendah atau sama dengan 3%
(tiga persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai
berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 10%
(sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah
10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
c.
bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling
rendah 10% (sepuluh persen) dari harga jual kendaraan yang
yang bersangkutan.
3. Perusahaan Pembiayaan yang memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan
dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai Rasio NPF lebih
tinggi dari 3% (tiga persen) dan lebih rendah atau sama dengan 5%
(lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai
berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15%
(lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
- 4 -
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah
15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
c.
bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling
rendah 15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
4. Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi Tingkat Kesehatan
Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai
Rasio NPF lebih rendah atau sama dengan 5% (lima persen)
wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur sebagai
berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15%
(lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah
15% (lima belas persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
c.
bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling
rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan.
5. Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai nilai Rasio NPF lebih tinggi
dari 5% (lima persen) wajib menerapkan ketentuan besaran Uang
Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada
Debitur sebagai berikut:
a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah
20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan; atau
- 5 -
c.
bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan
untuk Pembiayaan Multiguna (tujuan non-produktif), paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual kendaraan
yang bersangkutan.
6. Pembiayaan kendaraan bermotor yang diberikan Perusahaan
Pembiayaan kepada Debitur dalam rangka program kepemilikan
kendaraan bermotor (car ownership program) dengan korporasi lain
tidak wajib menerapkan ketentuan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Debitur
sebagaimana diatur pada butir 1 sampai dengan butir 5.
7. Program kepemilikan kendaraan bermotor (car ownership program)
sebagaimana dimaksud pada butir 6 harus dituangkan dalam
perjanjian kerja sama antara Perusahaan Pembiayaan dengan
korporasi lain tersebut yang dapat memberikan kepastian tertagihnya
piutang pembiayaan yang telah diberikan.
8. Kepastian tertagihnya piutang pembiayaan yang telah diberikan
sebagaimana dimaksud pada butir 7 dapat berupa adanya:
a. pembayaran angsuran melalui mekanisme pemotongan gaji dari
pegawai korporasi yang bersangkutan; dan
b. penjaminan atas piutang pembiayaan.
9. Yang dimaksud dengan penjaminan atas piutang pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada butir 8 huruf b adalah berupa:
a. asuransi kredit atau penjaminan kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pembiayaan; dan/atau
b. penjaminan atas piutang pembiayaan dari korporasi yang
bersangkutan.
III. JANGKA WAKTU PEMBERLAKUAN BESARAN UANG MUKA (DOWN
PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II
dihitung berdasarkan laporan bulanan per 30 Juni dan 31 Desember.
- 6 -
2. Penerapan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 1 mulai
berlaku pada tanggal 1 Agustus atau 1 Februari untuk jangka waktu
6 (enam) bulan berikutnya.
Contoh:
Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30
Juni 2017 Perusahaan Pembiayaan memiliki nilai Rasio NPF lebih
tinggi dari 5% (lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut
mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II butir 5. Penerapan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai
tanggal 1 Agustus 2017 sampai dengan 31 Januari 2018.
Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 31
Desember 2017 Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat Kesehatan
Keuangan dengan kriteria sehat dan nilai Rasio NPF sebesar 3,5% (tiga
koma lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut
mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II butir 3. Penerapan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai
tanggal 1 Februari 2018 sampai dengan 31 Juli 2018.
Apabila berdasarkan laporan bulanan Perusahaan Pembiayaan per 30
Juni 2018 Perusahaan Pembiayaan memiliki Tingkat Kesehatan
Keuangan dengan kriteria sangat sehat dan nilai rasio NPF sebesar
0,5% (nol koma lima persen), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut
mengenakan ketentuan besaran Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam
angka romawi II butir 1. Penerapan besaran Uang Muka (Down
Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor dimaksud berlaku mulai
tanggal 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Januari 2019.
IV. TATA CARA PERHITUNGAN BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT)
PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
1. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II
- 7 -
dilakukan terhadap harga jual kendaraan setelah dikurangi potongan
harga (discount) dan potongan lainnya.
Contoh:
Harga kendaraan: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar
tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00
2. Perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II
tidak termasuk angsuran pertama, biaya survei, provisi, asuransi,
penjaminan, fidusia, notaris, atau biaya lainnya.
Contoh 1 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayar
tunai oleh Debitur):
Harga kendaraan: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang dibayarkan oleh
Debitur secara tunai: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan dan dibayar
tunai sekaligus adalah 15% x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00
Dengan demikian, biaya yang dibayar oleh Debitur secara tunai
sekaligus (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya yang
dibayar tunai oleh Debitur) = uang muka (Rp1.425.000,00) + biaya
asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) =
Rp2.425.000,00
Total pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur =
harga jual kendaraan (Rp9.500.000,00) – uang muka (Rp1.425.000,00)
= Rp8.075.000,00
- 8 -
Contoh 2 (biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya tidak
dibayar tunai (angsuran) oleh Debitur):
Harga kendaraan: Rp10.000.000,00
Potongan harga (discount) dan potongan lainnya yang diberikan:
Rp500.000,00
Biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya: Rp1.000.000,00
Harga jual kendaraan: Rp10.000.000,00 – Rp500.000,00 =
Rp9.500.000,00
Bagi Perusahaan Pembiayaan yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam angka romawi II butir 3, Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang harus dikenakan adalah 15%
x Rp9.500.000,00 = Rp1.425.000,00
Dengan demikian, biaya yang dibayar oleh Debitur bila biaya asuransi,
penjaminan, atau biaya lainnya tidak bayar tunai oleh Debitur atau
dibayar secara angsuran = uang muka (Rp1.425.000,00)
Total yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan kepada Debitur =
biaya asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya (Rp1.000.000,00) +
harga pembiayaan kendaraan bermotor (Rp8.075.000,00) =
Rp9.075.000,00
3. Biaya insentif yang diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan kepada
pihak ketiga terkait akuisisi pembiayaan tidak dapat diperhitungkan
dalam perhitungan besaran Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II.
V. PENEGAKAN KEPATUHAN DAN SANKSI
Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan besaran Uang
Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 63 Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
VI. PENUTUP
1. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
2. Dengan ditetapkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini,
maka Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
- 9 -
19/SEOJK.05/2015 tentang Besaran Uang Muka (Down Payment)
Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Perusahaan Pembiayaan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 47/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> BESARAN UANG MUKA (DOWN PAYMENT) PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 13 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 13 Desember 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '19/SEOJK.05/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '29/POJK.05/2014 | Pasal 17 ayat (3)' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Penjaminan;
2. Direksi Perusahaan Penjaminan Syariah;
3. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang;
4. Direksi Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah; dan
5. Direksi Perusahaan Penjaminan yang Memiliki Unit Usaha Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18 /SEOJK.05/2018
TENTANG
KESEHATAN KEUANGAN LEMBAGA PENJAMIN
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 42 ayat (4) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan
Usaha Lembaga Penjamin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6014),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara pengukuran
kesehatan keuangan bagi lembaga penjamin dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas
pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Penjaminan.
2. Penjaminan Syariah adalah kegiatan pemberian jaminan oleh
Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada
Penerima Jaminan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Penjaminan.
3. Penjaminan Ulang adalah kegiatan pemberian jaminan atas
pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan
- 2 -
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Penjaminan.
4. Penjaminan Ulang Syariah adalah kegiatan pemberian jaminan atas
pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan Syariah
dan UUS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Penjaminan.
5. Lembaga Penjamin adalah Perusahaan Penjaminan, Perusahaan
Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang, dan
Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menjalankan kegiatan
penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
6. Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di
bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan
Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
7. Perusahaan Penjaminan Syariah adalah badan hukum yang
bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama
melakukan Penjaminan Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
8. Perusahaan Penjaminan Ulang adalah badan hukum yang bergerak
di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan Penjaminan
Ulang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Penjaminan.
9. Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah adalah badan hukum yang
bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan
Penjaminan Ulang Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
10. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja
dari Perusahaan Penjaminan yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
Penjaminan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
11. Kesehatan Keuangan:
a. bagi Lembaga Penjamin adalah hasil penilaian kondisi Lembaga
Penjamin melalui pemenuhan atas rasio likuiditas, gearing
ratio, rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata
- 3 -
kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin; atau
b. bagi UUS adalah hasil penilaian kondisi UUS melalui
pemenuhan atas rasio likuiditas, rentabilitas, dan penilaian
Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS.
12. Gearing Ratio adalah perbandingan antara total nilai penjaminan
yang ditanggung sendiri dengan ekuitas Lembaga Penjamin pada
waktu tertentu.
13. Rasio Likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
Lembaga Penjamin dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, yang
dihitung dengan menggunakan current ratio berupa perbandingan
antara aset lancar dengan utang lancar.
14. Rentabilitas adalah ukuran untuk mengetahui kemampuan
Lembaga Penjamin dalam menghasilkan laba selama periode
tertentu.
15. Imbal Jasa adalah Imbal Jasa Penjaminan, Imbal Jasa Kafalah,
Imbal Jasa Penjaminan Ulang, dan Imbal Jasa Kafalah Ulang.
II. PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN
1. Lembaga Penjamin wajib menjaga kondisi Kesehatan Keuangannya.
2. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi Lembaga Penjamin
sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi:
a. Rasio Likuiditas;
b. Gearing Ratio;
c.
Rentabilitas; dan
d. penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang
baik bagi Lembaga Penjamin.
3. Kewajiban pemenuhan kondisi Kesehatan Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 bagi UUS dilakukan secara terpisah dengan
komponen meliputi:
a. Rasio Likuiditas;
b. Rentabilitas; dan
c.
penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS.
- 4 -
III. RASIO LIKUIDITAS
1. Lembaga Penjamin wajib menjaga tingkat likuiditasnya.
2. Lembaga Penjamin wajib menjaga Rasio Likuiditas paling rendah
120% (seratus dua puluh per seratus).
3. Rasio Likuiditas sebagaimana dimaksud pada angka 2 dihitung
dengan menggunakan current ratio.
4. Current ratio sebagaimana dimaksud pada angka 3 dihitung dengan
membandingkan antara aset lancar dengan utang lancar.
5. Rincian akun dalam perhitungan aset lancar dan utang lancar
sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam perhitungan current
ratio mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai laporan bulanan lembaga penjamin.
IV. GEARING RATIO
1. Lembaga Penjamin wajib menjaga Gearing Ratio untuk penjaminan
bagi usaha produktif paling tinggi 20 (dua puluh) kali.
2. Lembaga Penjamin wajib menjaga total Gearing Ratio paling tinggi
40 (empat puluh) kali.
V. RENTABILITAS
1. Penilaian terhadap komponen Rentabilitas sebagaimana dimaksud
dalam romawi II angka 2 huruf c dan romawi II angka 3 huruf b
dilakukan terhadap rasio sebagai berikut:
a. Rasio return on asset
Rasio return on asset merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
Lembaga Penjamin
dalam
menghasilkan laba dari aset yang digunakan untuk
mendukung operasional dan permodalan Lembaga Penjamin
atau UUS.
b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan Lembaga Penjamin dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya.
c. Rasio klaim terhadap Imbal Jasa
Rasio klaim terhadap Imbal Jasa merupakan rasio yang
- 5 -
digunakan untuk mengukur tingkat kinerja penjaminan.
2. Perhitungan rasio Rentabilitas ditetapkan sebagai berikut:
a. Rasio return on asset:
1) Rasio return on asset dihitung dari perbandingan antara
laba atau rugi sebelum pajak terhadap total aset.
2) Untuk perhitungan laba atau rugi sebelum pajak
menggunakan perhitungan yang disetahunkan. Sebagai
contoh untuk posisi laporan bulan Maret maka cara
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(laba atau rugi sebelum pajak per posisi Maret/3) x 12.
3) Laba atau rugi sebelum pajak per posisi bulan pelaporan
dihitung berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi
jumlah beban sebelum dikurangi taksiran pajak
penghasilan.
4) Untuk perhitungan total aset menggunakan rata-rata aset
sepanjang tahun. Sebagai contoh untuk posisi laporan
bulan Maret maka cara perhitungannya adalah sebagai
berikut:
(Penjumlahan total aset dari Januari s.d. Maret)/3.
b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional:
1) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
dihitung dari perbandingan antara beban operasional
terhadap pendapatan operasional.
2) Rincian akun dalam perhitungan pendapatan operasional
dan beban operasional dalam perhitungan rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional mengacu
kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai
laporan bulanan lembaga penjamin.
c. Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa
1) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dihitung dari
perbandingan antara beban klaim neto terhadap Imbal
Jasa neto.
2) Rincian akun dalam perhitungan beban klaim neto dan
Imbal Jasa neto dalam perhitungan rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa mengacu kepada Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan mengenai laporan bulanan
- 6 -
lembaga penjamin.
VI. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) TATA KELOLA PERUSAHAAN
YANG BAIK BAGI LEMBAGA PENJAMIN
1. Pengukuran terhadap komponen penilaian sendiri (self assessment)
atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana
dimaksud dalam romawi II angka 2 huruf d dilakukan oleh Lembaga
Penjamin dengan mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan mengenai laporan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi lembaga penjamin.
2. Hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola
perusahaan yang baik dalam komponen perhitungan Kesehatan
Keuangan Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud dalam romawi
II angka 2 huruf d ditetapkan berdasarkan rangking dan predikat
hasil penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata kelola
perusahaan yang baik yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
mengenai laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi
lembaga penjamin.
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau
validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar
perhitungan penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan tata
kelola perusahaan yang baik yang dilakukan oleh Lembaga
Penjamin.
4. Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian sendiri (self
assessment) yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin dengan hasil
verifikasi dan/atau validasi Otoritas Jasa Keuangan, penilaian atas
penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang berlaku adalah
penilaian yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
5. Hasil penilaian atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada angka 4 mulai diberlakukan dalam perhitungan
Kesehatan Keuangan Lembaga Penjamin pada periode penyampaian
laporan tata kelola penilaian sendiri (self assessment) atas
penerapan tata kelola perusahaan yang baik.
- 7 -
VII. TATA CARA PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN BAGI LEMBAGA
PENJAMIN
1. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi Lembaga Penjamin
sebagaimana dimaksud dalam romawi II angka 2 dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing
Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata
kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin;
b. penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio
Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri
(self assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi
Lembaga Penjamin;
c. penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas; dan
d. penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan
Lembaga Penjamin.
2. Tahap perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Gearing
Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self assessment) tata
kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a, dilakukan dengan berpedoman
pada ketentuan sebagai berikut:
a. Rasio Likuiditas, yaitu perhitungan Rasio Likuiditas
sebagaimana dimaksud dalam romawi III;
b. Gearing Ratio, yaitu perhitungan Gearing Ratio sebagaimana
dimaksud dalam romawi IV;
c.
Rentabilitas, yaitu:
1) perhitungan rasio return on asset sebagaimana dimaksud
dalam romawi V angka 2 huruf a;
2) perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka
2 huruf b; dan
3) perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa
sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf c;
dan
d. penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang
baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud dalam
romawi VI.
- 8 -
3. Tahap penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio
Likuiditas, Gearing Ratio, Rentabilitas, dan penilaian sendiri (self
assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga
Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
1) Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio
Likuiditas dari 130% (seratus tiga puluh persen)
sampai dengan kurang dari 800% (delapan ratus
persen).
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio
Likuiditas dari 120% (seratus dua puluh persen)
sampai dengan kurang dari 130% (seratus tiga puluh
persen).
c) Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio
Likuiditas dari 110% (seratus sepuluh persen) sampai
dengan kurang dari 120% (seratus dua puluh persen).
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio
Likuiditas dari 100% (seratus persen) sampai dengan
kurang dari 110% (seratus sepuluh persen).
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Rasio
Likuiditas:
(1) kurang dari 100% (seratus persen); atau
(2) 800% (delapan ratus persen) atau lebih.
2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
PT Penjaminan Kredit ABC memiliki data keuangan
sebagai berikut:
Aset lancar = Rp70 miliar
Utang lancar = Rp35 miliar
Current ratio = (aset lancar/utang lancar)
Current ratio = (Rp70 miliar/Rp35 miliar)
Current ratio = 200%,
maka penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas PT
Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 1.
- 9 -
b. Penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio
1) penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Gearing Ratio dari 4 (empat) sampai dengan kurang
dari 28 (dua puluh delapan).
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Gearing Ratio dari 28 (dua puluh delapan) sampai
dengan kurang dari 32 (tiga puluh dua).
c)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Gearing Ratio dari 32 (tiga puluh dua) sampai dengan
kurang dari 36 (tiga puluh enam).
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Gearing Ratio dari 36 (tiga puluh enam) sampai
dengan kurang dari 40 (empat puluh).
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Gearing Ratio:
(1) kurang dari 4 (empat); atau
(2) 40 (empat puluh) atau lebih.
2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio:
PT Penjaminan Kredit ABC memiliki data keuangan
sebagai berikut:
Total nilai Penjaminan yang ditanggung sendiri = Rp750
miliar
Ekuitas Lembaga Penjamin pada waktu tertentu = Rp100
miliar
Gearing Ratio = (total nilai Penjaminan yang ditanggung
sendiri/Ekuitas Lembaga Penjamin pada waktu tertentu)
Gearing Ratio = (Rp750 miliar/Rp100 miliar)
Gearing Ratio = 7,5 kali,
maka penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio PT
Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 1.
c. Penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas
1) Penetapan pada kriteria nilai rasio return on asset adalah
sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
- 10 -
return on asset 5% (lima persen) atau lebih.
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
return on asset dari 2,5% (dua koma lima persen)
sampai dengan kurang dari 5% (lima persen).
c)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
return on asset dari 0% (nol persen) sampai dengan
kurang dari 2,5% (dua koma lima persen).
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
return on asset dari -5% (minus lima persen) sampai
dengan kurang dari 0% (nol persen).
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
return on asset kurang dari -5% (minus lima persen).
2) Penetapan pada kriteria nilai rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
kurang dari 85% (delapan puluh lima persen).
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
dari 85% (delapan puluh lima persen) sampai dengan
kurang dari 90% (sembilan puluh persen).
c)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
dari 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan
kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen).
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
dari 95% (sembilan puluh lima persen) sampai dengan
kurang dari 100% (seratus persen).
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
beban operasional terhadap pendapatan operasional
100% (seratus persen) atau lebih.
3) Penetapan pada kriteria nilai rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa adalah sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa kurang dari
- 11 -
70% (tujuh puluh persen).
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 70%
(tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80%
(tujuh delapan puluh persen).
c)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 80%
(delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari
90% (sembilan puluh persen).
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa dari 90%
(sembilan puluh persen)sampai dengan kurang dari
100% (seratus persen).
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki rasio
klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa 100% (seratus
persen) atau lebih.
4) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas
a) Contoh perhitungan rasio return on asset
Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei
2019:
Laba sebelum pajak s.d. bulan Mei 2019 = Rp12,5
miliar
Rata-rata aset s.d. bulan Mei 2019 = Rp1.600 miliar
Dengan demikian, nilai rasio return on asset PT
Penjaminan Kredit ABC per Mei 2019 adalah:
Laba sebelum pajak disetahunkan = (Rp12,5
miliar/5)x12 = Rp30 miliar
Rasio return on asset = Rp30 miliar/Rp1.600miliar =
1,88%.
b) Contoh perhitungan rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional
Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei
2019:
Beban operasional = Rp100 miliar
Pendapatan operasional = Rp130 miliar
Dengan demikian, nilai rasio beban operasional
- 12 -
terhadap pendapatan operasional PT Penjaminan
Kredit ABC per Mei 2019 adalah:
Rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional = Rp100 miliar/Rp130miliar = 76,92%.
c) Contoh perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan
Imbal Jasa
Data keuangan PT Penjaminan Kredit ABC per Mei
2019:
Beban klaim neto = Rp80 miliar
Pendapatan Imbal jasa penjaminan neto = Rp100
miliar
Dengan demikian, nilai rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa PT Penjaminan Kredit ABC
per Mei 2019 adalah:
Rasio klaim neto terhadap pendapatan Imbal Jasa
neto= Rp80 miliar/Rp100miliar = 80%.
d) Terhadap data rasio Rentabilitas PT Penjaminan
Kredit ABC sebagaimana dimaksud dalam huruf a),
huruf b), dan huruf c), penetapan pada kriteria nilai
Rentabilitas disajikan dalam tabel sebagai berikut:
No
1.
2.
Rasio Rentabilitas
Rasio return on asset
Rasio beban
operasional terhadap
pendapatan
operasional
3.
Rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal
Jasa
80%
3
Nilai
1,88%
76,92%
Kriteria
Nilai
3
1
d. Penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment)
tata kelola perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin
1) Penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self
assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi
Lembaga Penjamin ditetapkan berdasarkan ketentuan
sebagai berikut:
- 13 -
a)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik dengan predikat sangat baik.
b)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik dengan predikat baik.
c)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik dengan predikat cukup baik.
d)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik dengan predikat kurang baik.
e)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki hasil
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik dengan predikat tidak baik.
2) Contoh penetapan pada kriteria nilai penilaian sendiri (self
assessment) tata kelola perusahaan yang baik bagi
Lembaga Penjamin
PT Penjaminan Kredit ABC memiliki hasil penilaian sendiri
(self assessment) tata kelola perusahaan yang baik dengan
predikat baik maka penetapan pada kriteria nilai penilaian
sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang baik
PT Penjaminan Kredit ABC adalah nilai 2.
4. Tahap penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk menentukan kriteria nilai komposit Rentabilitas
digunakan metode rata-rata tertimbang dari kriteria nilai
masing-masing rasio Rentabilitas, dengan bobot masing-masing
rasio sebesar:
1) Rasio return on asset sebesar 30% (tiga puluh persen).
2) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
3) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebesar 35%
(tiga puluh lima persen).
- 14 -
b. Penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah
sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit
Rentabilitas dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8
(satu koma delapan).
2)
Nilai 2 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit
Rentabilitas dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan
kurang dari 2,6 (dua koma enam).
3)
Nilai 3 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit
Rentabilitas dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan
kurang dari 3,4 (tiga koma empat).
4)
Nilai 4 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit
Rentabilitas dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan
kurang dari 4,2 (empat koma dua).
5)
Nilai 5 apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai komposit
Rentabilitas dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5
(lima).
c. Contoh penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas
Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas PT
Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf c angka 4) huruf d), penetapan pada kriteria nilai
komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut:
Nilai komposit Rentabilitas = (30%*3)+ (35%*1)+ (35%*3) = 2,3.
Kriteria nilai komposit Rentabilitas dengan nilai komposit
sebesar 2,3 adalah nilai 2.
5. Tahap penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan
Lembaga Penjamin sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d
dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
a. Berdasarkan penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, penetapan pada
kriteria nilai Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada angka
3 huruf b, penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas
sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c b, dan penetapan
pada kriteria nilai penilaian sendiri (self assessment) tata kelola
perusahaan yang baik bagi Lembaga Penjamin sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf d, selanjutnya dihitung nilai
- 15 -
komposit Kesehatan Keuangan dengan bobot masing-masing
sebagai berikut:
1) Rasio Likuiditas, dengan bobot 10% (sepuluh persen).
2) Gearing Ratio, dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen).
3) Rentabilitas, dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen).
4) penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan
yang baik, dengan bobot 20% (dua puluh persen).
b. Berdasarkan nilai komposit Kesehatan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Kesehatan Keuangan Lembaga
Penjamin ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) sangat sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Kesehatan Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan kurang
dari 1,8 (satu koma delapan).
2) sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai Kesehatan
Keuangan dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan
kurang dari 2,6 (dua koma enam).
3) cukup sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki nilai
Kesehatan Keuangan dari 2,6 (dua koma enam) sampai
dengan kurang dari 3,4 (tiga koma empat).
4) kurang sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki
Kesehatan Keuangan dari 3,4 (tiga koma empat) sampai
dengan kurang dari 4,2 (empat koma dua).
5) tidak sehat apabila Lembaga Penjamin memiliki Kesehatan
Keuangan dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5
(lima).
c. Contoh penetapan pada peringkat komposit Kesehatan
Keuangan Lembaga Penjamin
Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas PT
Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf a angka 2), penetapan pada kriteria nilai Gearing Ratio PT
Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf b angka 2), penetapan pada kriteria nilai komposit
Rentabilitas PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud
pada angka 4 huruf c, dan data penetapan pada kriteria nilai
penilaian sendiri (self assessment) tata kelola perusahaan yang
baik PT Penjaminan Kredit ABC sebagaimana dimaksud pada
- 16 -
angka 3 huruf d angka 2) adalah:
Penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan =
(10%*1)+ (35%*1)+(35%*2)+(20%*2) = 1,55 sangat sehat.
Dengan demikian, PT Penjaminan Kredit ABC memiliki
Kesehatan Keuangan dengan kategori sangat sehat.
VIII. TATA CARA PENGUKURAN KESEHATAN KEUANGAN BAGI UUS
1. Pengukuran Kesehatan Keuangan bagi UUS sebagaimana dimaksud
dalam romawi II pada angka 3 dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a. perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas, Rentabilitas,
dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS;
b. penetapan pada kriteria nilai untuk masing-masing Rasio
Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan
terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi
UUS;
c. penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas; dan
d. penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan UUS.
2. Tahap perhitungan nilai masing-masing Rasio Likuiditas,
Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a, dilakukan dengan berpedoman
pada ketentuan sebagai berikut:
a. Rasio Likuiditas, yaitu perhitungan current ratio sebagaimana
dimaksud dalam romawi III;
b. Rentabilitas, yaitu:
1) perhitungan rasio return on asset sebagaimana dimaksud
dalam romawi V angka 2 huruf a;
2) perhitungan rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka
2 huruf b; dan
3) perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa
sebagaimana dimaksud dalam romawi V angka 2 huruf c;
dan
- 17 -
c. penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS, yaitu dengan
menggunakan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam rangka melakukan penilaian terhadap penerapan
tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS, Otoritas Jasa
Keuangan melakukan penilaian berdasarkan:
a)
hasil evaluasi terhadap hasil penilaian sendiri (self-
assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan
yang baik yang disampaikan oleh Perusahaan
Penjaminan yang memiliki UUS; dan/atau
b)
hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan terhadap
UUS.
2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan
paling sedikit terhadap faktor sebagai berikut:
a) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi,
dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah terkait
pengelolaan kegiatan usaha penjaminan syariah;
b) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pimpinan
UUS;
c) penerapan fungsi kepatuhan terkait penerapan
prinsip syariah;
d) penerapan manajemen risiko UUS, termasuk sistem
pengendalian internal, dan penerapan tata kelola
teknologi informasi; dan
e) transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan
UUS.
3) Predikat hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS
dikategorikan ke dalam 5 predikat, yaitu:
a) predikat sangat baik, jika manajemen UUS telah
melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi UUS yang secara umum sangat baik. Hal ini
tercermin dari pemenuhan yang sangat memadai atas
prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS.
Dalam hal terdapat kelemahan penerapan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS, secara umum
- 18 -
kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera
dilakukan perbaikan oleh manajemen UUS.
b) predikat baik, jika manajemen UUS telah melakukan
penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS
yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari
pemenuhan yang memadai atas prinsip tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS. Dalam hal terdapat
kelemahan penerapan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik bagi UUS, secara umum kelemahan
tersebut kurang signifikan dan dapat diselesaikan
dengan tindakan normal oleh manajemen UUS.
c)
predikat cukup baik, jika manajemen UUS telah
melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi UUS yang secara umum cukup baik. Hal ini
tercermin dari pemenuhan yang cukup memadai atas
prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS.
Dalam hal terdapat kelemahan penerapan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS, secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan
memerlukan perhatian yang cukup dari manajemen
UUS.
d) predikat kurang baik, jika manajemen UUS telah
melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi UUS yang secara umum kurang baik. Hal
ini tercermin dari pemenuhan yang kurang memadai
atas prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi
UUS. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip
tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang
secara umum signifikan dan memerlukan perbaikan
yang menyeluruh oleh manajemen UUS.
e)
predikat tidak baik, jika manajemen UUS telah
melakukan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi UUS secara umum tidak baik. Hal ini
tercermin dari pemenuhan yang tidak memadai atas
prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS.
Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip tata
- 19 -
kelola perusahaan yang baik bagi UUS yang secara
umum sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki
oleh manajemen UUS.
4) Otoritas Jasa Keuangan menetapkan hasil penilaian
terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi
UUS secara berkala paling lambat pada tanggal 30 Juni
setiap tahunnya.
5) Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan hasil penilaian
terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi
UUS kepada Perusahaan Penjaminan yang memiliki UUS.
6) Hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS
sebagaimana dimaksud pada angka 5) diberlakukan
sebagai dasar pengukuran Kesehatan Keuangan bagi UUS
periode bulan Juli tahun berjalan sampai dengan periode
bulan Juni tahun berikutnya.
3. Tahap penetapan pada kriteria nilai masing-masing Rasio
Likuiditas, Rentabilitas, dan penilaian Otoritas Jasa Keuangan
terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
1) penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas
dari 130% (seratus tiga puluh persen) sampai dengan
kurang dari 800% (delapan ratus persen).
b)
Nilai 2 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas
dari 120% (seratus dua puluh persen) sampai dengan
kurang dari 130% (seratus tiga puluh persen).
c)
Nilai 3 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas
dari 110% (seratus sepuluh persen) sampai dengan
kurang dari 120% (seratus dua puluh persen).
d)
Nilai 4 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas
dari 100% (seratus persen) sampai dengan kurang
dari 110% (seratus sepuluh persen).
- 20 -
e) Nilai 5 apabila UUS memiliki nilai Rasio Likuiditas:
(1) kurang dari 100% (seratus persen); atau
(2) 800% (delapan ratus persen) atau lebih.
2) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ memiliki data
keuangan sebagai berikut:
Aset lancar = Rp10 miliar
Kewajiban lancar = Rp5 miliar
Current ratio = (aset lancar/kewajiban lancar)
Current ratio = (Rp10 miliar/Rp5 miliar)
Current ratio = 200%,
maka penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas UUS
dari PT Penjaminan Kredit XYZ adalah nilai 1.
b. Penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas
1) Penetapan pada kriteria nilai rasio return on asset adalah
sebagai berikut:
a)
b)
Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari
2,5% (dua koma lima persen) sampai dengan kurang
dari 5% (lima persen).
c)
Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari
0% (nol persen) sampai dengan kurang dari 2,5% (dua
koma lima persen).
d)
Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio return on asset dari
-5% (minus lima persen) sampai dengan kurang dari
0% (nol persen).
e)
Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio return on asset
kurang dari -5% (minus lima persen).
2) Penetapan pada kriteria nilai rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional adalah sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional kurang dari 85%
(delapan puluh lima persen).
b)
Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional dari 85% (delapan
Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio return on asset 5%
(lima persen) atau lebih.
- 21 -
puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 90%
(sembilan puluh persen).
c)
Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional dari 90% (sembilan
puluh persen) sampai dengan kurang dari 95%
(sembilan puluh lima persen).
d)
Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional dari 95% (sembilan
puluh lima persen) sampai dengan kurang dari 100%
(seratus persen).
e)
Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional 100% (seratus
persen) atau lebih.
3) Penetapan pada kriteria nilai rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa adalah sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa kurang dari 70% (tujuh
puluh persen).
b)
Nilai 2 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa dari 70% (tujuh puluh
persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan
puluh persen).
c)
Nilai 3 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa dari 80% (delapan puluh
persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan
puluh persen).
d)
Nilai 4 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa dari 90% (sembilan puluh
persen) sampai dengan kurang dari 100% (seratus
persen).
e)
Nilai 5 apabila UUS memiliki rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa 100% (seratus persen) atau
lebih.
3) Contoh penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas
a) Contoh perhitungan rasio return on asset
Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ
- 22 -
per Mei 2019:
Laba sebelum pajak s.d. bulan Mei 2019 = Rp1,25
miliar
Rata-rata aset s.d. bulan Mei 2019 = Rp160 miliar
Dengan demikian, nilai rasio return on asset UUS dari
PT Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019 adalah:
Laba sebelum pajak disetahunkan = (Rp1,25 miliar
/5)x12 = Rp3 miliar
Rasio return on asset = Rp3 miliar/Rp160 miliar =
1,88%.
b) Contoh perhitungan rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional
Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ
per Mei 2019:
Beban operasional = Rp10 miliar
Pendapatan operasional = Rp13 miliar
Dengan demikian, nilai rasio rasio beban operasional
terhadap pendapatan operasional UUS dari PT
Penjaminan Kredit XYZ per Mei 2019 adalah:
Rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional = Rp10 miliar /Rp13 miliar = 76,92%.
c) Contoh perhitungan rasio klaim terhadap pendapatan
Imbal Jasa
Data keuangan UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ
per Mei 2019:
Beban klaim neto = Rp8 miliar
Pendapatan Imbal Jasa neto = Rp10 miliar
Dengan demikian, nilai rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa UUS dari PT Penjaminan
Kredit XYZ per Mei 2019 adalah:
Rasio klaim neto terhadap pendapatan Imbal Jasa
neto= Rp8 miliar/Rp10 miliar = 80%.
d) Terhadap data rasio Rentabilitas UUS dari PT
Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud dalam
huruf a), huruf b), dan huruf c), penetapan pada
kriteria nilai Rentabilitas disajikan dalam tabel
- 23 -
sebagai berikut:
No
Rasio Rentabilitas
1. Rasio return on asset
2. Rasio beban operasional
terhadap pendapatan
operasional
3. Rasio klaim terhadap
pendapatan Imbal Jasa
Nilai
1,88%
76,92%
Kriteria
Nilai
3
1
80%
3
c. Penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa
Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang
baik bagi UUS:
1) Penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian Otoritas Jasa
Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan
yang baik bagi UUS ditetapkan berdasarkan ketentuan
sebagai berikut:
a)
Nilai 1 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
sangat baik.
b)
Nilai 2 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
baik.
c)
Nilai 3 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
cukup baik.
d)
Nilai 4 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
kurang baik.
e)
Nilai 5 apabila UUS memiliki hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
tidak baik.
- 24 -
2) Contoh penetapan pada kriteria nilai hasil penilaian
Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola
perusahaan yang baik bagi UUS
UUS dari PT Penjaminan Kredit XYZ memiliki hasil
penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS dengan predikat
sangat baik maka penetapan pada kriteria nilai hasil
penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS dari PT Penjaminan
Kredit XYZ adalah nilai 1.
4. Tahap penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, ditetapkan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk menentukan kriteria nilai komposit Rentabilitas
digunakan metode rata-rata tertimbang dari kriteria nilai
masing-masing rasio Rentabilitas, dengan bobot masing-masing
rasio sebesar:
1) Rasio return on asset sebesar 30% (tiga puluh persen).
2) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
3) Rasio klaim terhadap pendapatan Imbal Jasa sebesar 35%
(tiga puluh lima persen).
b. Penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas adalah
sebagai berikut:
1)
Nilai 1 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas
dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8 (satu koma
delapan).
2)
Nilai 2 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas
dari 1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari
2,6 (dua koma enam).
3)
Nilai 3 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas
dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan kurang dari 3,4
(tiga koma empat).
4)
Nilai 4 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas
dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2
- 25 -
(empat koma dua).
5)
Nilai 5 apabila UUS memiliki nilai komposit Rentabilitas
dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima).
c. Contoh penetapan pada kriteria nilai komposit Rentabilitas
Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rentabilitas UUS
dari PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada
angka 3 huruf b angka 3) huruf c), penetapan pada kriteria
nilai komposit Rentabilitas adalah sebagai berikut:
Nilai komposit Rentabilitas = (30%*3)+ (35%*1) + (35%*3) = 2,3
maka kriteria nilai komposit Rentabilitas dengan nilai komposit
sebesar 2,3 adalah sebesar 2.
5. Tahap penetapan pada peringkat komposit Kesehatan Keuangan
UUS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilakukan
dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
a. Berdasarkan penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, penetapan pada
kriteria komposit nilai Rentabilitas sebagaimana dimaksud
pada angka 4 huruf b, dan kriteria nilai hasil penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penerapan tata kelola perusahaan
yang baik bagi UUS sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf c, selanjutnya ditetapkan nilai komposit Kesehatan
Keuangan UUS melalui pembobotan atas nilai peringkat
sebagai berikut:
1) Rasio Likuiditas, dengan bobot 30% (tiga puluh persen).
2) rasio Rentabilitas, dengan bobot 50% (lima puluh persen).
3) penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik bagi UUS, dengan bobot 20%
(dua puluh persen).
b. Berdasarkan nilai komposit Kesehatan Keuangan UUS
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kesehatan Keuangan
UUS ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) sangat sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan
Keuangan dari 1 (satu) sampai dengan kurang dari 1,8
(satu koma delapan).
2) sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan Keuangan dari
1,8 (satu koma delapan) sampai dengan kurang dari 2,6
- 26 -
(dua koma enam).
3) cukup sehat apabila UUS memiliki nilai Kesehatan
Keuangan dari 2,6 (dua koma enam) sampai dengan
kurang dari 3,4 (tiga koma empat).
4) kurang sehat apabila UUS memiliki Kesehatan Keuangan
dari 3,4 (tiga koma empat) sampai dengan kurang dari 4,2
(empat koma dua).
5) tidak sehat apabila UUS memiliki Kesehatan Keuangan
dari 4,2 (empat koma dua) sampai dengan 5 (lima).
c. Contoh penetapan pada peringkat komposit Kesehatan
Keuangan UUS
Terhadap data penetapan pada kriteria nilai Rasio Likuiditas
UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf a angka 2) penetapan pada kriteria nilai
komposit Rentabilitas UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ
sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf c, dan penetapan
pada kriteria hasil penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi UUS pada PT
Penjaminan Kredit XYZ sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf c angka 2) adalah:
Nilai komposit Kesehatan Keuangan UUS = (30%*1)+ (50%*2)+
(20%*1) = 1,5 sangat sehat.
Dengan demikian, UUS pada PT Penjaminan Kredit XYZ
memiliki Kesehatan Keuangan UUS dengan kategori sangat
sehat.
IX. VERIFIKASI DAN/ATAU VALIDASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan verifikasi dan/atau
validasi atas kebenaran dan kewajaran data yang menjadi dasar
perhitungan Kesehatan Keuangan yang disusun oleh Lembaga
Penjamin dan UUS.
2. Dalam hal terdapat perbedaan antara Kesehatan Keuangan yang
disusun oleh Lembaga Penjamin dan UUS dengan Kesehatan
Keuangan hasil verifikasi dan/atau validasi Otoritas Jasa Keuangan,
Kesehatan Keuangan yang berlaku adalah Kesehatan Keuangan
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
- 27 -
X. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2018
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 18/SEOJK.05/2018 </reg_id>
<reg_title> KESEHATAN KEUANGAN LEMBAGA PENJAMIN </reg_title>
<set_date> 18 Desember 2018 </set_date>
<effective_date> 18 Desember 2018 </effective_date>
<related_reg> '2/POJK.05/2017 | Pasal 42 ayat (4)' </related_reg>
|
Yth.
1. Manajer Investasi;
2. Agen Penjual Efek Reksa Dana;
3. Bank Kustodian;
4. Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia; dan
5. Asosiasi Bank Kustodian Indonesia;
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 7/SEOJK.04/2014
TENTANG
PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO FACE)
DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA MELALUI
PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK, SERTA TATA CARA
PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI (REDEMPTION)
EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1,
Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-552/BL/2010
tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana
Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3,
Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-13/PM/2002 tanggal
14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk
Perseroan dan Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-476/BL/2009 tanggal
23 Desember 2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Penyedia Jasa
Keuangan di Bidang Pasar Modal serta untuk meningkatkan jumlah dan
memperluas pemodal Reksa Dana, Otoritas Jasa Keuangan perlu
mengatur Penerapan Pelaksanaan Pertemuan Langsung (Face To Face)
Dalam Penerimaan Pemegang Efek Reksa Dana Melalui Pembukaan
Rekening Secara Elektronik, Serta Tata Cara Penjualan (Subscription) Dan
Pembelian Kembali (Redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN...
-2-
I. KETENTUAN UMUM
1. Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
a. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dan memiliki perjanjian kerjasama dengan
Manajer Investasi yang memuat ketentuan:
1) dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah, Bank
Umum telah melakukan pertemuan langsung (face to
face), dengan calon pemegang Efek Reksa Dana; dan
2) Manajer Investasi dapat menggunakan pertemuan
langsung tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan
penerapan prinsip mengenal nasabah yang
dilakukannya.
b. Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Agen Penjual Efek
Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada Peraturan Bapepam
dan LK Nomor V.B.3, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam
dan LK Nomor: KEP-10/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006
tentang Pendaftaran Agen Penjual Efek Reksa Dana, yang
melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik.
c. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption)
Efek Reksa Dana Secara Elektronik adalah transaksi
penjualan (subscription) dan/atau pembelian kembali
(redemption) Efek Reksa Dana melalui media elektronik,
antara lain internet atau media elektronik lain yang bukti
transaksinya disediakan oleh Manajer Investasi dalam bentuk
tercetak (hard copy) dan/atau dalam bentuk dokumen
elektronik (soft copy) yang dapat dicetak.
2. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek
Reksa Dana Secara Elektronik wajib memenuhi:
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan peraturan pelaksanaannya;
b. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-13/PM/2002 tanggal
14 Agustus...
-3-
14 Agustus 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana
Berbentuk Perseroan;
c. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-552/BL/2010
tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif;
d. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.5, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-21/PM/1996 tanggal 17 Januari
1996, tentang Pedoman Kontrak Penyimpanan Kekayaan
Reksa Dana Berbentuk Perseroan;
e. Peraturan Bapepam Nomor IV.A.4, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-14/PM/2002 tanggal 14 Agustus
2002, tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana
Berbentuk Perseroan;
f. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.2, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-553/BL/2010
tanggal 30 Desember 2010 tentang Pedoman Kontrak Reksa
Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif;
g. Peraturan Bapepam Nomor IV.D.2, Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2004 tanggal 29 April
2004, tentang Profil Pemodal Reksa Dana;
h. Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-476/BL/2009
tanggal 23 Desember 2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah
oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal;
i. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.2, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-367/BL/2012
tanggal 9 Juli 2012 tentang Nilai Pasar Wajar Dari Efek Dalam
Portofolio Reksa Dana;
j. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.3, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-516/BL/2012
tanggal 21 September 2012 tentang Pedoman Pengumuman
Harian Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Terbuka;
k. Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.4, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-262/BL/2011
tanggal 31 Mei 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa
Dana...
-4-
Dana Terproteksi, Reksa Dana Dengan Penjaminan, dan
Reksa Dana Indeks; dan
l. Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.B.4, Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-11/BL/2006
tanggal 30 Agustus 2006 tentang Perilaku Agen Penjual Efek
Reksa Dana.
II. PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO
FACE) DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA
MELALUI PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK
1. Pelaksanaan pertemuan langsung (face to face) dalam penerimaan
pemegang Efek Reksa Dana melalui pembukaan rekening secara
elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh
Manajer Investasi berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Manajer Investasi dapat menggunakan pertemuan langsung
(face to face) yang telah dilakukan Bank Umum dan/atau
Agen Penjual Efek Reksa Dana.
b. pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah terkait
pertemuan langsung (face to face) sebagaimana dimaksud
pada huruf a ditetapkan oleh dan di bawah koordinasi
Manajer Investasi.
c. Manajer Investasi wajib:
1) bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal
nasabah terkait pertemuan langsung (face to face) yang
telah dilakukan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek
Reksa Dana dengan calon pemegang Efek Reksa Dana;
2) memastikan bahwa informasi, data, dan/atau dokumen
yang dikirimkan oleh calon pemegang Efek Reksa Dana
secara elektronik adalah benar dari calon pemegang Efek
Reksa Dana yang melakukan pertemuan langsung (face
to face) dengan Bank Umum dan/atau Agen Penjual Efek
Reksa Dana; dan
3) memastikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh
pemegang Efek Reksa Dana secara elektronik adalah
benar dari pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan
pertemuan langsung (face to face) dengan Bank Umum
dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana.
2. Pelaksanaan...
-5-
2. Pelaksanaan pertemuan langsung (face to face) dalam penerimaan
pemegang Efek Reksa Dana melalui pembukaan rekening secara
elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh
Agen Penjual Efek Reksa Dana dapat dilakukan oleh Agen Penjual
Efek Reksa Dana dengan mendasarkan pada:
a. pertemuan langsung (face to face) yang dilakukannya sendiri;
atau
b. pertemuan langsung (face to face) yang dilakukan oleh Bank
Umum.
III. TATA CARA PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI
(REDEMPTION) EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK
1. Manajer Investasi dapat melakukan Penjualan (subscription) dan
Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara
Elektronik, dengan ketentuan Manajer Investasi wajib terlebih
dahulu:
a. memiliki sistem Penjualan (subscription) dan Pembelian
Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik;
b. mencantumkan tata cara Penjualan (subscription) dan
Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara
Elektronik dalam Kontrak Investasi Kolektif dan/atau
Prospektus; dan
c. memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
2. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek
Reksa Dana Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dapat dilakukan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana.
3. Sistem Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a, wajib menyediakan informasi
secara elektronik bagi pemodal, yang paling sedikit memuat:
a. Prospektus elektronik terkini yang isinya sama dengan
Prospektus dalam bentuk cetak; dan
b. tata cara Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik.
4.
Informasi dan Prospektus elektronik sebagaimana dimaksud pada
angka 3 paling sedikit wajib:
a. menggunakan...
-6-
a. menggunakan Bahasa Indonesia dan dapat disertai dengan
terjemahannya dalam bahasa asing; dan
b. menyajikan tampilan informasi, data, dan/atau dokumen
yang mudah dimengerti dan komunikatif.
5. Sistem elektronik yang digunakan oleh Manajer Investasi atau
Agen Penjual Efek Reksa Dana dalam melakukan Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa
Dana Secara Elektronik paling sedikit wajib:
a. terbebas dari kemungkinan dapat diakses oleh orang lain
yang tidak berhak;
b. teruji keandalannya;
c. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan
Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption)
Efek Reksa Dana Secara Elektronik untuk keperluan
pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian sengketa,
verifikasi, pengujian, dan pemeriksaan lainnya; dan
d. telah memperoleh rekomendasi dari lembaga yang berwenang,
sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan peraturan
pelaksanaannya.
6. Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek
Reksa Dana Secara Elektronik hanya dapat dilakukan apabila
pemodal telah mempunyai rekening Efek Reksa Dana dan
terdaftar untuk melakukan Penjualan (subscription) dan
Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara
Elektronik pada sistem yang disediakan oleh Manajer Investasi
atau Agen Penjual Efek Reksa Dana.
7. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana dalam
menyelenggarakan transaksi Penjualan (subscription) dan
Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara
Elektronik wajib memastikan pemodal telah melakukan
pendaftaran dalam sistem elektronik yang disediakannya.
8. Dalam rangka pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 7,
pemodal wajib mengisi data pemodal dalam aplikasi sistem
elektronik yang disediakan Manajer Investasi atau Agen Penjual
Efek Reksa Dana dan menyampaikan dokumen pendukung untuk
mendapatkan...
-7-
mendapatkan identitas pengguna (user identity) dan kata sandi
(password) sebagai akses untuk melakukan Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa
Dana Secara Elektronik.
9. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang
menyelenggarakan transaksi Penjualan (subscription) dan
Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara
Elektronik wajib melakukan verifikasi bahwa data yang
disampaikan secara elektronik oleh pemodal telah sesuai dengan
dokumen pendukung.
10. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 9
telah sesuai dengan dokumen pendukung, Manajer Investasi atau
Agen Penjual Efek Reksa Dana menyampaikan identitas pengguna
(user identity) dan kata sandi (password) kepada pemodal.
11. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib
memberikan sistem pengamanan atas setiap transaksi Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa
Dana Secara Elektronik yang dilakukan pemegang rekening Efek
Reksa Dana.
12. Dalam hal verifikasi informasi elektronik dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 9 dilakukan oleh
Agen Penjual Efek Reksa Dana maka:
a. Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menyampaikan informasi
elektronik dan dokumen pendukung pemodal kepada Manajer
Investasi; dan
b. Manajer Investasi wajib memastikan bahwa informasi
elektronik dan dokumen pendukung yang disampaikan oleh
Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana dimaksud pada
huruf a sama dengan informasi elektronik dan dokumen
pendukung yang disampaikan oleh pemodal kepada Agen
Penjual Efek Reksa Dana.
13. Pelaksanaan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik yang dilakukan
oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib dilaksanakan di bawah
koordinasi Manajer Investasi.
14. Agen...
-8-
14. Agen Penjual Efek Reksa Dana yang menyelenggarakan Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek
Reksa Dana Secara Elektronik wajib memberikan informasi dan
dokumen pemegang Efek Reksa Dana kepada Manajer Investasi
dengan ketentuan bahwa seluruh informasi dan dokumen
pemegang Efek Reksa Dana hanya dapat digunakan untuk
kepentingan aktivitas Reksa Dana.
15. Transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik hanya dapat
dilakukan pemodal setelah:
a. mempunyai rekening Efek Reksa Dana;
b. mendaftar untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek
Reksa Dana secara elektronik; dan
c. memperoleh identitas pengguna (user identity), kata sandi
(password), dan sistem pengamanan atas setiap transaksi
secara elektronik dari Manajer Investasi atau Agen Penjual
Efek Reksa Dana.
16. Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang
melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik wajib
menyampaikan semua dokumen terkait transaksi pemegang Efek
Reksa Dana kepada Bank Kustodian yang menyimpan kekayaan
Reksa Dana.
17. Bank Kustodian
yang mengadministrasikan Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa
Dana Secara Elektronik wajib:
a. menyimpan semua dokumen dan kekayaan Reksa Dana;
b. menerbitkan konfirmasi penjualan (subscription) dan
pembelian kembali (redemption) Efek Reksa Dana secara
tertulis;
c. menyampaikan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada
huruf b tersebut kepada pemegang Efek Reksa Dana melalui
jasa pengiriman atau surat elektronik (e-mail); dan
d. memastikan bahwa dana dari hasil pembelian kembali
(redemption) Efek Reksa Dana disampaikan:
1) ke...
-9-
1) ke rekening yang terdaftar atas nama pemegang Efek
Reksa Dana yang melakukan penjualan; atau
2) ke rekening atas nama Reksa Dana lain yang dikelola
oleh Manajer Investasi yang sama sesuai perintah
pemegang Efek Reksa Dana untuk pembayaran
pembelian Reksa Dana lain oleh dan atas nama
pemegang Efek Reksa Dana yang melakukan penjualan.
18. Bank Kustodian
yang mengadministrasikan
Penjualan
(subscription) dan Pembelian Kembali (redemption) Efek Reksa
Dana Secara Elektronik wajib memenuhi ketentuan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
19. Setiap transaksi Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana secara elektronik yang terjadi
dengan menggunakan identitas pengguna (user identity) dan kata
sandi (password) pemegang Efek Reksa Dana merupakan
tanggung jawab pemegang Efek Reksa Dana.
20. Manajer Investasi wajib mengadministrasikan dan menyimpan
data yang terkait dengan Penjualan (subscription) dan Pembelian
Kembali (redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik paling
singkat 5 (lima) tahun.
21. Manajer Investasi wajib bertanggung jawab atas kerugian
pemegang Efek Reksa Dana yang diakibatkan oleh kegagalan
sistem elektronik Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik yang dimiliki
oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana,
kecuali kegagalan sistem elektronik tersebut disebabkan oleh
kondisi kahar (force majeur), seperti bencana alam.
IV. PERALIHAN
Manajer Investasi dan/atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang telah
melakukan Penjualan (subscription) dan Pembelian Kembali
(redemption) Efek Reksa Dana Secara Elektronik sebelum berlakunya
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini wajib:
a. menyesuaikan...
-10-
a. menyesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
ditetapkan; dan
b. melaporkan hasil penyesuaian dengan ketentuan dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya
jangka waktu penyesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf a.
V. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 April 2014
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum I,
Departemen Hukum
Ttd.
Tini Kustini
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 7/SEOJK.04/2014 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN PELAKSANAAN PERTEMUAN LANGSUNG (FACE TO FACE) DALAM PENERIMAAN PEMEGANG EFEK REKSA DANA MELALUI PEMBUKAAN REKENING SECARA ELEKTRONIK, SERTA TATA CARA PENJUALAN (SUBSCRIPTION) DAN PEMBELIAN KEMBALI (REDEMPTION) EFEK REKSA DANA SECARA ELEKTRONIK </reg_title>
<set_date> 24 April 2014 </set_date>
<effective_date> 24 April 2014 </effective_date>
<related_reg> 'KEP-476/BL/2009|KEPTA-BAPEPAM-LK/2009 | Lampiran Peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.10', 'KEP-552/BL/2010|KEPTA-BAPEPAM-LK/2010 | Lampiran Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.B.1', 'KEP-13/PM/2002|KEPTA-BAPEPAM/2002 | Lampiran Peraturan Bapepam Nomor IV.A.3' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 1/SEOJK.04/2013
TENTANG
KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN
DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH
EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.04/2013
tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan
Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, selanjutnya disebut
POJK Nomor 2/POJK.04/2013, perlu mengatur kondisi lain selain yang telah ditetapkan
dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013 dimaksud, dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dalam 3 (tiga) bulan
terakhir mengalami tekanan yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan
Bursa Efek Indonesia yang mengalami penurunan cukup signifikan.
2. Bahwa kondisi perekonomian masih mengalami tekanan baik regional maupun
nasional.
3. Bahwa dalam rangka mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara
signifikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, maka diperlukan kemudahan
bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan aksi korporasi pembelian
saham kembali tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013,
Otoritas Jasa Keuangan menetapkan kondisi lain sebagaimana diamanatkan
dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
II. PENETAPAN KONDISI LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 1 ANGKA 1
HURUF b POJK NOMOR 2/POJK.04/2013
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud angka I, maka penurunan
Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 20 Mei 2013
sampai dengan tanggal 27 Agustus 2013 ini sebesar 1.247,134 poin atau 23,91%
(dua puluh tiga koma sembilan satu perseratus) ditetapkan sebagai Kondisi Lain
sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 huruf b POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
III. PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN
PUBLIK
Emiten atau Perusahaan Publik dapat melakukan pembelian kembali sahamnya
berdasarkan mekanisme yang diatur dalam POJK Nomor 2/POJK.04/2013.
IV. PENUTUP…
-2-
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal dicabutnya Surat Edaran ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2013
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
Ttd.
NURHAIDA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Divisi Bantuan Hukum
Direktorat Hukum,
Ttd.
Mufli Asmawidjaja
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 1/SEOJK.04/2013 </reg_id>
<reg_title> KONDISI LAIN SEBAGAI KONDISI PASAR YANG BERFLUKTUASI SECARA SIGNIFIKAN DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<related_reg> '2/POJK.04/2013' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 21 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam
Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5963) selanjutnya disingkat POJK MRTI, perlu untuk
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan manajemen risiko
dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh bank umum dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pedoman penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi
Informasi oleh bank umum merupakan acuan standar penerapan
manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank.
2. Bank yang telah memiliki kebijakan, standar, dan prosedur dalam
penggunaan Teknologi Informasi dan/atau pedoman manajemen
risiko penggunaan Teknologi Informasi sebelum berlakunya Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, menyesuaikan dan
menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
- 2 -
II. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI
INFORMASI
1. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi
Informasi untuk mendukung kelangsungan bisnis Bank terutama
pelayanan kepada nasabah, Bank wajib memiliki kebijakan, standar,
dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta wajib
menerapkan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi
Informasi secara konsisten dan berkesinambungan sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) POJK MRTI.
2. Kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi
serta pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi
mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dan mengacu pada
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/SEOJK.03/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
3. Kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi
paling sedikit meliputi aspek:
a. manajemen;
b. pengembangan dan pengadaan;
c. operasional Teknologi Informasi;
d. jaringan komunikasi;
e. pengamanan informasi;
f. Rencana Pemulihan Bencana;
g. Layanan Perbankan Elektronik;
h. penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi; dan
i. penyediaan jasa Teknologi Informasi oleh Bank.
4. Aspek kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan Teknologi
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 harus diterapkan
oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan
penyelenggaraan Teknologi Informasi.
5. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar dapat
menggunakan parameter tambahan dari yang diatur dalam pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
- 3 -
III. PELAPORAN
1. Dalam menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi
Informasi, Bank menyampaikan laporan-laporan sebagai berikut:
a. Laporan kondisi terkini penggunaan Teknologi Informasi dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2) Laporan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
akhir tahun pelaporan.
b. Laporan rencana pengembangan Teknologi Informasi yang akan
diimplementasikan 1 (satu) tahun ke depan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.2. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2) Laporan disampaikan paling lambat pada tanggal 31
Oktober tahun sebelumnya.
3) Laporan dapat diubah 1 (satu) kali dan disampaikan paling
lambat pada tanggal 30 Juni tahun berjalan.
4) Pengajuan perubahan laporan rencana pengembangan
Teknologi Informasi dapat dilakukan selain dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3) sepanjang
memenuhi pertimbangan tertentu dan mendapatkan
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
c. Laporan realisasi:
1) kegiatan sebagai penyedia jasa Teknologi Informasi;
2) penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik;
3) penyelenggaraan Sistem Elektronik yang ditempatkan pada
Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar
wilayah Indonesia; dan
4) penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi
Informasi kepada pihak penyedia jasa di luar wilayah
Indonesia;
dengan ketentuan sebagai berikut:
i. Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.4. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
- 4 -
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
ii. Laporan disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
implementasi.
d. Laporan insidentil mengenai kejadian kritis, penyalahgunaan,
dan/atau kejahatan dalam penyelenggaraaan Teknologi
Informasi yang dapat dan/atau telah mengakibatkan kerugian
keuangan yang signifikan dan/atau mengganggu kelancaran
operasional Bank, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.5. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2) Laporan disampaikan dengan segera kepada Otoritas Jasa
Keuangan melalui surat elektronik (electronic mail) atau
telepon yang diikuti dengan laporan tertulis paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah kejadian kritis dan/atau
penyalahgunaan atau kejahatan diketahui.
e. Laporan hasil audit Teknologi Informasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.6. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2) Laporan disampaikan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
audit Teknologi Informasi selesai dilakukan.
2. Bank yang menyerahkan penyelenggaraan Teknologi Informasi
kepada penyedia jasa Teknologi Informasi tetap menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
IV. PERMOHONAN PERSETUJUAN
1. Bank yang memiliki rencana kegiatan sebagai penyedia jasa
Teknologi Informasi dan/atau menerbitkan produk Layanan
Perbankan Elektronik, harus mengajukan permohonan persetujuan
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum
implementasi.
2. Bank yang menyelenggarakan Sistem Elektronik yang ditempatkan
pada Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar wilayah
Indonesia serta Bank yang menyerahkan penyelenggaraan
- 5 -
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada pihak
penyedia jasa di luar wilayah Indonesia, harus mengajukan
permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum rencana implementasi.
Permohonan persetujuan pada angka 1 dan 2 disertai dengan dokumen
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.3 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 21 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
- 1 -
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 4
BAB I MANAJEMEN........................................................................................ 5
1.1. Pendahuluan ................................................................................................. 5
1.2. Peran dan Tanggung Jawab Manajemen ........................................................ 5
1.2.1. Direksi .................................................................................................. 5
1.2.2. Dewan Komisaris .................................................................................. 6
1.2.3. Komite Pengarah TI ............................................................................... 6
1.2.4. Pejabat Tertinggi yang Memimpin Satuan Kerja TI ................................ 8
1.3. Struktur Organisasi Satuan Kerja TI ............................................................ 10
1.4. Sistem Informasi Manajemen ....................................................................... 11
1.5. Manajemen Proyek ....................................................................................... 11
1.6. Rencana Strategis TI .................................................................................... 12
1.7. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Manajemen TI ........................................ 13
1.8. Proses Manajemen Risiko TI ......................................................................... 14
1.8.1. Identifikasi Jenis Risiko Terkait Manajemen TI ................................... 14
1.8.2. Risiko Terkait TI .................................................................................. 15
1.8.3. Penilaian Risiko TI .............................................................................. 15
1.8.4. Pengukuran Risiko Terkait TI .............................................................. 16
1.8.5. Pemantauan Risiko Terkait TI ............................................................. 18
1.8.6. Pengendalian Risiko terkait TI ............................................................. 19
BAB II PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN .................................................. 21
2.1. Pendahuluan ............................................................................................... 21
2.2. Langkah Pengendalian dalam Pengembangan dan Pengadaan ..................... 21
2.3. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan dan Pengadaan .............. 22
2.3.1. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan .............................. 23
2.3.1.1. Tahap Inisiasi dan Perencanaan .............................................. 23
2.3.1.2. Tahap Pendefinisian Kebutuhan Pengguna .............................. 24
2.3.1.3. Tahap Perancangan Sistem ...................................................... 25
2.3.1.4. Tahap Pemrograman ................................................................ 25
2.3.1.5. Tahap Uji Coba ........................................................................ 26
2.3.1.6. Tahap Implementasi ................................................................ 27
2.3.1.7. Tahap Kaji Ulang Pascaimplementasi....................................... 28
2.3.1.8. Tahap Pemeliharaan ................................................................ 28
2.3.1.9. Tahap Pemusnahan (Disposal) ................................................. 30
2.3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengadaan .................................... 30
2.3.2.1. Standar Pengadaan .............................................................. 31
2.3.2.2. Pedoman Proyek Pengadaan ................................................. 32
2.3.2.3. Escrow Agreement ................................................................ 33
2.3.2.4. Kontrak Pembelian, Lisensi, dan Pemeliharaan Perangkat
Lunak ................................................................................... 34
2.3.2.5. Pemeliharaan ....................................................................... 35
2.3.2.6. Garansi ................................................................................ 36
2.3.2.7. Penyelesaian Perselisihan ..................................................... 36
2.3.2.8. Perubahan Perjanjian ........................................................... 36
2.3.2.9. Keamanan ............................................................................ 36
2.3.2.10. Subkontrak kepada Vendor .................................................. 37
2.3.3. Kebijakan, Standar, serta Prosedur Manajemen Proyek dan
Manajemen Perubahan ..................................................................... 37
2.4. Proses Manajemen Risiko Pengembangan dan Pengadaan ........................... 40
2.4.1. Pengukuran Risiko terkait Pengembangan dan Pengadaan ................. 40
- 2 -
2.4.2. Pengendalian Risiko Pada Pengembangan dan Pengadaan .................. 41
2.4.2.1. Pengendalian Risiko pada Pengembangan................................ 42
2.4.2.2. Pengendalian Risiko pada Pengadaan ...................................... 43
BAB III AKTIVITAS OPERASIONAL TI .......................................................... 44
3.1. Pendahuluan ............................................................................................... 44
3.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Aktivitas Operasional TI .............. 44
3.2.1. Kebijakan terkait Pusat Data ............................................................ 45
3.2.2. Kebijakan Perencanaan dan Pemantauan Kapasitas TI..................... 47
3.2.3. Kebijakan Pengelolaan Konfigurasi Perangkat Keras dan Perangkat
Lunak ............................................................................................... 47
3.2.4. Kebijakan Pemeliharaan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ...... 48
3.2.5. Kebijakan Manajemen Perubahan (Change Management) ................. 49
3.2.6. Kebijakan Penanganan Kejadian atau Permasalahan ....................... 50
3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Data (Database) ........................... 51
3.2.8. Kebijakan Pengendalian Pertukaran Informasi (Exchange of
Information) ...................................................................................... 52
3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Library .......................................................... 52
3.2.10. Kebijakan Pemusnahan (Disposal) Perangkat Keras dan Perangkat
Lunak ............................................................................................... 53
3.3. Proses Manajemen Risiko Aktivitas Operasional TI ...................................... 53
BAB IV JARINGAN KOMUNIKASI .................................................................. 56
4.1. Pendahuluan ............................................................................................... 56
4.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Jaringan Komunikasi .................. 56
4.3. Proses Manajemen Risiko Jaringan Komunikasi .......................................... 57
4.3.1. Pengendalian Risiko ............................................................................ 57
4.3.2. Pemantauan Risiko ............................................................................. 60
BAB V PENGAMANAN INFORMASI ................................................................ 62
5.1. Pendahuluan ............................................................................................... 62
5.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Pengamanan Informasi ............... 62
5.2.1. Kebijakan Pengamanan Informasi ....................................................... 63
5.2.2. Standar Pengamanan Informasi .......................................................... 64
5.2.3. Prosedur Pengamanan Informasi ........................................................ 64
5.2.3.1. Prosedur Pengelolaan Aset ....................................................... 64
5.2.3.2. Prosedur Pengelolaan Sumber Daya Manusia .......................... 65
5.2.3.3. Prosedur Pengamanan Fisik dan Lingkungan .......................... 66
5.2.3.4. Prosedur Pengendalian Akses .................................................. 67
5.2.3.5. Prosedur Pengamanan Operasional TI ..................................... 69
5.2.3.6. Prosedur Pemantauan Pengamanan Informasi ......................... 70
5.2.3.7. Prosedur Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi .. 71
5.3. Proses Manajemen Risiko terkait Pengamanan Informasi ............................. 74
5.3.1. Pengukuran Risiko Pengamanan Informasi ......................................... 74
5.3.2. Pengendalian dan Mitigasi Risiko ........................................................ 74
BAB VI RENCANA PEMULIHAN BENCANA..................................................... 76
6.1. Pendahuluan ............................................................................................... 76
6.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana ...... 76
6.2.1. Kebijakan terkait Rencana Pemulihan Bencana .................................. 76
6.2.2. Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana ................................... 80
6.3. Pengujian Rencana Pemulihan Bencana ...................................................... 83
6.3.1. Ruang Lingkup Pengujian Rencana Pemulihan Bencana .................... 83
6.3.2. Skenario Pengujian (Test Plan) Rencana Pemulihan Bencana.............. 84
6.3.3. Analisis dan Laporan Hasil Pengujian Rencana Pemulihan Bencana .. 84
6.4. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana dan Audit Intern ...................... 84
- 3 -
6.4.1. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana ....................................... 84
6.4.2. Audit Intern ........................................................................................ 85
BAB VII LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK ............................................. 86
7.1. Pendahuluan ............................................................................................... 86
7.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Layanan Perbankan Elektronik ... 86
7.3. Manajemen Risiko Layanan Perbankan Elektronik ...................................... 88
7.3.1. Pengukuran Risiko Terkait Layanan Perbankan Elektronik ................ 88
7.3.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik ............... 91
7.3.2.1. Pengendalian Risiko untuk Layanan Perbankan Elektronik
Tertentu ................................................................................. 96
7.3.2.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik
Lintas Negara ......................................................................... 98
7.3.2.3. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik
yang Diselenggarakan oleh Pihak Penyedia Jasa TI ................ 98
7.4. Rencana Penerbitan Layanan Perbankan Elektronik Baru ........................... 99
7.5. Permohonan Persetujuan terkait Layanan Perbankan Elektronik ................ 99
7.6. Realisasi Layanan Perbankan Elektronik ................................................... 100
7.6.1. Pemeriksaan oleh Pihak Independen ................................................. 100
7.6.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pihak Independen ............................... 101
BAB VIII AUDIT INTERN TI ........................................................................ 103
8.1. Pendahuluan ............................................................................................. 103
8.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Audit TI ..................................... 103
8.3. Proses Audit TI ........................................................................................... 105
8.4. Pemenuhan Fungsi Audit Intern TI ............................................................ 108
BAB IX PENGGUNAAN PIHAK PENYEDIA JASA TI ...................................... 109
9.1. Pendahuluan ............................................................................................. 109
9.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI .............. 109
9.2.1. Kebijakan Penggunaan Penyedia Jasa TI .......................................... 109
9.2.2. Standar Penggunaan Penyedia Jasa TI.............................................. 111
9.2.3. Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI ............................................ 114
9.3. Proses Manajemen Risiko ........................................................................... 119
9.3.1. Identifikasi Risiko ............................................................................. 119
9.3.2. Pengukuran Risiko ............................................................................ 120
9.3.3. Mitigasi Risiko .................................................................................. 121
9.3.4. Pengendalian Risiko Lainnya ............................................................ 122
9.4. Pengendalian Intern dan Audit Intern ........................................................ 123
9.4.1. Pemantauan dan Pengawasan Penyedia Jasa TI ............................... 123
9.4.2. Audit Intern ...................................................................................... 123
BAB X PENYEDIAAN JASA TI OLEH BANK ................................................. 125
10.1. Pendahuluan ........................................................................................... 125
10.2. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penyediaan Jasa TI............................. 125
10.2.1. Kebijakan Penyediaan Jasa TI oleh Bank ........................................ 125
10.2.2. Standar Penyediaan Jasa TI oleh Bank ........................................... 126
10.2.3. Prosedur Penyediaan Jasa TI oleh Bank .......................................... 127
10.2.4. Pembuatan Perjanjian Penyediaan Jasa TI oleh Bank ..................... 128
10.3. Proses Manajemen Risiko ......................................................................... 129
10.3.1. Identifikasi Risiko ........................................................................... 129
10.3.2. Pengukuran dan Mitigasi Risiko ...................................................... 129
- 4 -
KATA PENGANTAR
Teknologi Informasi (TI) saat ini memainkan peran yang sangat penting
dalam kegiatan perbankan. Dari yang semula hanya berperan sebagai
pendukung kegiatan operasional Bank, sekarang menjadi penentu arah
kegiatan operasional Bank. Hal ini antara lain tercermin dari semakin
banyaknya produk dan aktivitas perbankan yang memanfaatkan penggunaan
TI, yang diharapkan dapat meningkatkan layanan kepada nasabah ditengah
semakin ketatnya kompetisi antar Bank. Keandalan Bank mengelola TI juga
menentukan keberhasilan Bank dalam menghasilkan suatu informasi yang
lengkap, akurat, terkini, tepat waktu, dan relevan. Dengan demikian, informasi
yang dihasilkan dapat mendukung proses pengambilan keputusan dan
operasional bisnis Bank.
Penggunaan TI selain meningkatkan kecepatan dan keakuratan
transaksi serta pelayanan kepada nasabah juga meningkatkan risiko seperti
risiko operasional, risiko reputasi, risiko hukum, risiko kepatuhan, dan risiko
stratejik. Untuk itu diharapkan Bank memiliki manajemen risiko yang terpadu
untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko. Namun demikian, mengingat terdapat perbedaan kondisi pasar,
struktur, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank maka tidak terdapat satu
sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap
Bank harus membangun sistem manajemen risiko yang sesuai dengan fungsi
dan organisasi manajemen risiko pada Bank.
Pedoman ini merupakan pokok-pokok penerapan manajemen risiko
dalam penggunaan TI yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi
risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan TI. Bank dengan ukuran
dan kompleksitas usaha besar hendaknya dapat menggunakan parameter
tambahan dari yang diatur dalam pedoman. Bank juga diharapkan
menerapkan kerangka manajemen risiko ini dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan, standar yang ditetapkan, dan best practices untuk
memastikan bahwa manajemen risiko yang memadai telah diterapkan.
- 5 -
BAB I MANAJEMEN
1.1.
Pendahuluan
TI merupakan bagian yang penting dalam mendukung bisnis Bank
baik untuk melakukan proses transaksi dengan nasabah maupun
untuk menunjang kegiatan internal Bank. Dalam rangka
meminimalisasi terjadinya risiko yang terkait dengan penggunaan TI
dan untuk melindungi kepentingan Bank dan nasabah, Bank perlu
menerapkan tata kelola TI (Information Technology governance).
Keberhasilan penerapan tata kelola TI sangat tergantung pada
komitmen dari Direksi, Dewan Komisaris, dan seluruh unit kerja di
Bank, baik penyelenggara maupun pengguna TI. Penerapan tata
kelola TI dilakukan melalui penyelarasan Rencana Strategis TI
dengan strategi bisnis Bank, optimalisasi pengelolaan sumber daya,
pemanfaatan TI, pengukuran kinerja, dan penerapan manajemen
risiko yang efektif.
Perwujudan dari komitmen Direksi dan Dewan Komisaris dalam
bentuk pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris terhadap
manajemen TI sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 POJK MRTI.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan kebijakan yang memuat
peran dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan pejabat
tertinggi TI dalam memastikan diterapkannya manajemen risiko TI
secara efektif.
1.2.
Peran dan Tanggung Jawab Manajemen
Sesuai Pasal 4 POJK MRTI, Bank wajib menetapkan wewenang dan
tanggung jawab yang jelas dari Direksi, Dewan Komisaris, dan
pejabat pada setiap jenjang jabatan terkait dengan penggunaan TI.
1.2.1.
Direksi
Selain wewenang dan tanggung jawab bagi Direksi sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 POJK MRTI, wewenang dan tanggung jawab
bagi Direksi juga dapat mencakup:
a. memastikan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang
cukup dan kompeten sesuai dengan kebutuhan;
b. memastikan terdapat upaya peningkatan kompetensi SDM
terkait penyelenggaraan TI diantaranya melalui pendidikan atau
pelatihan yang memadai dan program edukasi untuk
meningkatkan kesadaran atas pengamanan informasi;
- 6 -
c. memastikan struktur organisasi manajemen proyek dari seluruh
proyek terkait TI digunakan dengan maksimal; dan
d. memastikan bahwa Bank memiliki kontrak tertulis yang
mengatur peran, hubungan, kewajiban, dan tanggung jawab dari
semua pihak yang terikat kontrak tersebut, serta memiliki
keyakinan bahwa kontrak tersebut merupakan perjanjian yang
berkekuatan hukum dan melindungi kepentingan Bank, dalam
hal Bank menggunakan jasa pihak lain.
1.2.2. Dewan Komisaris
Selain wewenang dan tanggung jawab bagi Dewan Komisaris
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 POJK MRTI, wewenang dan
tanggung jawab bagi Dewan Komisaris juga dapat mencakup:
a. mengevaluasi, mengarahkan, dan memantau kebijakan
manajemen risiko di bidang TI dan kesesuaian penerapannya
dengan karakteristik, kompleksitas, dan profil risiko Bank;
b. memberikan arahan perbaikan atas pelaksanaan kebijakan
manajemen risiko di bidang TI;
c. melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan
audit, memastikan audit dilaksanakan dengan frekuensi dan
lingkup yang memadai, serta melakukan pemantauan atas
tindak lanjut hasil audit yang terkait dengan sistem informasi;
dan
d. melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengamanan yang
andal dan efektif atas TI guna menjamin ketersediaan,
kerahasiaan, dan keakuratan informasi.
1.2.3. Komite Pengarah TI
Berdasarkan Pasal 7 POJK MRTI, Bank wajib memiliki komite
pengarah TI (Information Technology steering committee). Hal ini
berlaku juga untuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri. Fungsi komite pengarah TI dapat dilaksanakan oleh
fungsi sejenis yang berada di kantor pusat atau kantor regional bank.
Dalam melaksanakan tugasnya, komite pengarah TI perlu memiliki
Information Technology
steering committee charter
yang
mencantumkan wewenang dan tanggung jawab komite pengarah TI.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien,
komite pengarah TI perlu melakukan pertemuan secara berkala
- 7 -
untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan strategi TI, yang
didokumentasikan dalam bentuk risalah rapat.
Wewenang dan tanggung jawab komite pengarah TI sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 POJK MRTI adalah memberikan rekomendasi
kepada Direksi yang paling sedikit terkait dengan:
a. Rencana Strategis TI yang sejalan dengan rencana strategis
kegiatan usaha Bank. Dalam memberikan rekomendasi, komite
pengarah TI harus memperhatikan faktor efisiensi, efektivitas,
dan hal-hal lain, yaitu:
1) peta jalan (road-map) untuk mencapai kebutuhan TI yang
mendukung strategi bisnis Bank. Peta jalan (road-map)
terdiri dari kondisi saat ini (current state), kondisi yang
ingin dicapai (future state), dan langkah-langkah yang akan
dilakukan untuk mencapai kondisi yang ingin dicapai;
2) sumber daya yang dibutuhkan;
3) manfaat yang akan diperoleh saat Rencana Strategis TI
diterapkan; dan
4) kendala yang mungkin timbul dalam penerapan Rencana
Strategis TI;
b. perumusan kebijakan, standar, dan prosedur TI yang utama,
misalnya kebijakan TI yang utama yaitu kebijakan pengamanan
TI dan manajemen risiko terkait penggunaan TI di Bank;
c. kesesuaian antara proyek TI yang disetujui dengan Rencana
Strategis TI. Komite pengarah TI juga menetapkan status
prioritas proyek TI yang bersifat kritikal yang berdampak
signifikan terhadap kegiatan operasional Bank, misalnya
pergantian core banking application, server production, dan
topologi jaringan;
d. kesesuaian antara pelaksanaan proyek TI dengan rencana
proyek yang disepakati (project charter). Komite pengarah TI
harus melengkapi rekomendasi dengan hasil analisis dari proyek
TI yang utama sehingga memungkinkan Direksi mengambil
keputusan secara efisien;
e. kesesuaian antara TI dengan kebutuhan sistem informasi
manajemen serta kebutuhan kegiatan usaha Bank;
f.
efektivitas langkah-langkah dalam meminimalisasi risiko atas
investasi Bank pada sektor TI agar investasi Bank pada sektor TI
- 8 -
memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan bisnis
Bank;
g. pemantauan atas kinerja TI dan upaya peningkatan kinerja TI,
misalnya pendeteksian keusangan infrastruktur TI dan
pengukuran efektivitas dan efisiensi penerapan kebijakan
pengamanan TI;
h. upaya penyelesaian berbagai masalah terkait TI yang tidak dapat
diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggara TI
secara efektif, efisien, dan tepat waktu; dan
i. kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki Bank. Dalam
hal sumber daya yang dimiliki tidak memadai dan Bank akan
menggunakan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan TI, komite
pengarah TI harus memastikan Bank telah memiliki kebijakan
dan prosedur yang dibutuhkan.
1.2.4. Pejabat Tertinggi yang Memimpin Satuan Kerja TI
Dalam Pasal 7 POJK MRTI, diatur bahwa salah satu anggota komite
pengarah TI adalah pejabat tertinggi yang memimpin satuan kerja TI.
Dengan memperhatikan kompleksitas usaha Bank, posisi tersebut
dapat dijabat oleh direktur TI atau pimpinan satuan kerja TI.
Wewenang dan tanggung jawab utama dari pejabat tertinggi yang
memimpin satuan kerja TI paling sedikit mencakup:
a. merumuskan kebijakan, rencana, dan anggaran TI;
b. mengoordinasikan pengembangan TI Bank sesuai dengan
rencana strategis yang telah ditetapkan;
c. menerapkan semua kebijakan, standar, dan prosedur TI serta
rencana yang telah ditetapkan oleh Direksi;
d. memberikan dukungan pemberian jasa TI kepada satuan kerja
pengguna TI untuk mencapai target bisnis secara responsif dan
tepat waktu;
e. memastikan setiap informasi yang dimiliki oleh satuan kerja
pengguna TI mendapatkan perlindungan yang baik terhadap
semua gangguan yang dapat menyebabkan kerugian akibat
bocornya data atau informasi penting;
f. memastikan kecukupan dan efektivitas kebijakan, prosedur TI,
dan penerapan manajemen risiko untuk mengidentifikasi,
mengukur, menilai, dan mengawasi risiko TI;
- 9 -
g. memastikan adanya pengawasan yang memadai dalam setiap
pengembangan atau modifikasi sistem TI;
h. menyampaikan kepada Direksi mengenai laporan pelaksanaan
TI secara berkala. Dalam hal diperlukan, juga dapat
mengusulkan tindakan untuk mengatasi kelemahan TI yang
telah ditemukan;
i.
menilai kinerja dari layanan TI di Bank, misalnya persentase
berapa lama sistem mati (downtime error), pelanggaran
keamanan, perkembangan proyek, dan penerapan perjanjian
tingkat layanan (Service Level Agreement/SLA) antara satuan
kerja TI dan satuan kerja pengguna atau pihak penyedia jasa TI;
j. memastikan tindakan yang tepat telah dilakukan untuk
memperbaiki temuan audit baik dari auditor intern maupun
auditor ekstern atau berdasarkan laporan hasil pemeriksaan
Otoritas Jasa Keuangan;
k. memastikan kecukupan SDM baik dalam penyelenggaraan TI
maupun dalam penerapan manajemen risiko serta menjamin
terpeliharanya SDM pada posisi TI yang bersifat kritikal dalam
mendukung kelangsungan operasional dan pengembangan TI;
l. mengawasi implementasi anggaran (budget) TI seperti pengadaan
dan pelatihan di bidang TI, dalam hal pejabat tertinggi yang
secara langsung membawahi TI adalah direktur. Apabila pejabat
tertinggi bukan seorang direktur maka pengawasan dapat
dilakukan oleh direktur yang membawahkan kedua bidang
tersebut;
m. bertanggung jawab terhadap penyusunan dan implementasi
arsitektur TI serta rencana strategis lain yang mempengaruhi
modal Bank secara signifikan, dalam hal pejabat tertinggi adalah
direktur TI. Direktur TI harus memastikan struktur organisasi
manajemen proyek dari seluruh proyek terkait TI digunakan
secara maksimal. Apabila tidak ada pejabat yang mengisi posisi
direktur TI maka hal tersebut menjadi tanggung jawab direktur
yang membawahkan satuan kerja TI, misalnya satuan kerja TI
tersebut berada di bawah direktur operasional maka fungsi
tersebut menjadi tanggung jawab direktur operasional; dan
n. memastikan bahwa kontrak tertulis antara Bank dengan pihak
penyedia jasa TI mencakup hal-hal yang diatur bagi penggunaan
- 10 -
pihak penyedia jasa TI.
1.3.
Struktur Organisasi Satuan Kerja TI
Bank perlu memiliki struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan dan penggunaan TI, paling sedikit
memperhatikan:
a. struktur organisasi secara spesifik menggambarkan garis
kewenangan, pelaporan, dan tanggung jawab untuk setiap
fungsi TI yang dimiliki, termasuk pihak yang ditunjuk sebagai
orang pengganti;
b. struktur organisasi yang tidak membuka peluang bagi siapapun
secara independen untuk melakukan dan/atau
menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam
pelaksanaan tugas serta dapat mematikan fasilitas sistem
keamanan;
c. terdapat prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab
(segregation of duties) untuk mencegah seseorang mendapat
tanggung jawab atas fungsi-fungsi yang berbeda dan kritikal,
sedemikian rupa yang dapat menyebabkan kesalahan tidak
mudah dideteksi, misalnya penetapan pegawai yang berbeda
sebagai penanggung jawab administrasi pengamanan informasi
(security administrator) dan penanggung jawab pengembangan TI
dengan pegawai yang melakukan kegiatan operasional TI;
d. bentuk pengawasan lain atau compensating controls untuk
mencegah timbulnya kesalahan terkait penyelenggaraan TI,
untuk Bank berskala usaha yang relatif kecil atau kantor cabang
di daerah terpencil yang tidak dapat menerapkan prinsip
pemisahan tugas dan tanggung jawab yang memadai
(segregation of incompatible duties) baik secara keseluruhan
maupun sebagian.
Dalam menentukan bentuk compensating controls yang akan
diterapkan, Bank perlu memperhatikan kepemilikan data,
tanggung jawab otorisasi transaksi, dan hak akses data,
misalnya compensating controls antara lain audit trail,
rekonsiliasi, exception reporting, transaction log, supervisory
review, dan independent review.
Sekalipun compensating control diterapkan, penyelenggaraan TI
- 11 -
tetap harus berdasarkan prinsip kehati-hatian;
e. penempatan personel mempertimbangkan kompetensi SDM,
antara lain pengetahuan dan keahlian, yang sesuai dengan
posisi jabatan atau tugasnya; dan
f. pembagian tanggung jawab dan penetapan target dirumuskan
dengan baik di antara fungsi pengelolaan risiko dan bidang-
bidang fungsional penyelenggaraan TI.
1.4.
Sistem Informasi Manajemen
Dalam Pasal 7 POJK MRTI diatur bahwa komite pengarah TI
bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Direksi antara
lain terkait kesesuaian antara TI dengan kebutuhan Sistem Informasi
Manajemen (SIM) serta kebutuhan kegiatan usaha Bank sehingga
Bank perlu memastikan tersedianya SIM yang dapat menghasilkan
informasi yang diperlukan dalam rangka mendukung peran dan
fungsi manajemen secara efektif.
Disamping itu, SIM yang dimiliki Bank harus dapat:
a. memfasilitasi pengelolaan operasional bisnis Bank termasuk
pelayanan kepada nasabah;
b. mencatat dan mengumpulkan informasi secara obyektif;
c. mendistribusikan data atau informasi ke berbagai satuan kerja
yang sesuai baik dari sisi jenis informasi, kualitas dan kuantitas
informasi, maupun frekuensi dan waktu pengiriman laporan
yang dibutuhkan;
d. meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi di Bank;
e. membantu Bank meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
f. mendukung proses penilaian kinerja seluruh satuan kerja.
Dalam rangka memastikan efektivitas SIM, satuan kerja TI harus
menetapkan kebijakan, prosedur, dan pengendalian manajemen
pangkalan data (database) dan pembuatan laporan.
1.5. Manajemen Proyek
Dalam Pasal 11 POJK MRTI diatur bahwa Bank wajib melakukan
langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan data yang
terjaga kerahasiaan dan integrasi serta mendukung pencapaian
tujuan Bank, yang mencakup penerapan manajemen proyek dalam
pengembangan sistem.
- 12 -
Bank yang melakukan pengembangan dan pengadaan TI yang
penting dan berskala besar, memerlukan suatu pengorganisasian
dalam bentuk manajemen proyek. Hal ini untuk memastikan bahwa
sistem TI yang diserahkan oleh satuan kerja TI kepada satuan kerja
pengguna TI, telah dikembangkan dengan struktur yang baik, dan
mengakomodasi kebutuhan pengguna, serta sesuai dengan sistem TI
yang dimiliki Bank.
Tim manajemen proyek mengadministrasikan kemajuan masing-
masing proyek dan membantu koordinasi antara pelaksana proyek
dan calon pengguna sistem TI di setiap proyek, serta melaporkannya
kepada komite pengarah TI. Bentuk manajemen proyek dalam
organisasi Bank dapat berupa suatu satuan kerja tetap atau bersifat
ad hoc, yang disesuaikan dengan kompleksitas dan ukuran Bank.
1.6.
Rencana Strategis TI
Dalam Pasal 9 POJK MRTI, Bank wajib memiliki Rencana Strategis TI
yang mendukung rencana strategis kegiatan usaha Bank dan
dicantumkan dalam rencana bisnis Bank.
Rencana Strategis TI dituangkan dalam dokumen yang
menggambarkan visi dan misi TI Bank, strategi pendukung, serta
prinsip-prinsip utama yang menjadi acuan dalam penggunaan TI.
Proses penyusunan dilakukan oleh satuan kerja TI, satuan kerja
pengguna TI, dan komite pengarah TI.
a. Dokumen Rencana Strategis TI mencakup antara lain:
1) target perkembangan usaha Bank;
2) standar-standar teknologi yang digunakan;
3) ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari,
antara lain mengenai rahasia Bank, pengamanan,
transparansi informasi produk, dan penggunaan data
pribadi nasabah;
4) rencana kebutuhan aplikasi untuk produk dan aktivitas
baru serta pengembangan produk dan aktivitas yang ada;
5) biaya terkait dengan implementasi rencana;
6) proses yang dibutuhkan dalam rangka efisiensi;
7) pelayanan nasabah dan kualitas kinerja teknologi;
8) analisis kemampuan sumber daya TI yang dimiliki Bank;
9) infrastruktur TI yang optimal untuk masa depan;
- 13 -
10) kemampuan untuk menyesuaikan dan mengintegrasikan
dengan perkembangan teknologi baru; dan
11) kemampuan untuk menyesuaikan dengan iklim
perkembangan ekonomi Indonesia secara makro.
b. Dalam penyusunan Rencana Strategis TI, Bank harus
memperhatikan:
1) kesesuaian arah dengan rencana strategis Bank secara
keseluruhan;
2) kesesuaian arah dengan strategi dan kegiatan masing-
masing unit bisnis, kondisi pasar, struktur demografi, dan
segmentasi nasabah;
3) pemahaman manajemen mengenai peran dari TI dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan usaha Bank yang ada
sekarang dan yang direncanakan;
4) pemahaman manajemen mengenai hubungan antara
sumber daya TI yang digunakan sekarang dan yang
direncanakan dengan strategi dan rencana kerja dari
satuan kerja pengguna TI;
5)
analisis manfaat langsung dan tidak langsung yang akan
diperoleh dibandingkan dengan biaya yang akan
dikeluarkan untuk penggunaan teknologi;
6) kebutuhan akan investasi baru di bidang teknologi; dan
7) rencana kebutuhan SDM.
1.7.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur Manajemen TI
Berdasarkan Pasal 8 POJK MRTI, Bank wajib memiliki dan
menerapkan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan TI, serta
wajib melakukan kaji ulang dan pengkinian kebijakan, standar, dan
prosedur dimaksud secara berkala.
Disamping itu dalam Pasal 8 POJK MRTI, Bank juga wajib
menetapkan jangka waktu kaji ulang dan pengkinian kebijakan,
standar, dan prosedur dalam kebijakan secara tertulis.
Contoh: Bank “X” menetapkan jangka waktu kaji ulang dan
pengkinian untuk kebijakan setiap 5 (lima) tahun sekali, standar
setiap 2 (dua) tahun sekali, dan prosedur setiap tahun.
a. Kebijakan
Kebijakan adalah ketentuan atau prinsip yang menggambarkan
- 14 -
tekad, komitmen, atau rencana manajemen terhadap suatu
masalah tertentu yang dinyatakan secara formal oleh
manajemen, dan menjadi landasan kerja organisasi. Kebijakan
untuk setiap aspek dalam pengaturan TI ini akan dijelaskan
dalam bab-bab berikutnya.
Contoh : kebijakan manajemen risiko TI, kebijakan keamanan
informasi, dan kebijakan penggunaan SDM TI.
b. Standar
Standar adalah seperangkat aturan teknis yang harus dipatuhi
organisasi dalam rangka menerapkan suatu kerangka kerja dan
tata kelola TI (dapat berasal dari intern atau ekstern). Standar
menetapkan persyaratan atau ukuran tertentu yang dapat
digunakan sebagai patokan bagi Bank dalam menyelenggarakan
TI.
Contoh:
1) standar intern berupa standar aplikasi desktop, standar
konfigurasi komputer, dan standar penomoran dokumen.
2) standar ekstern berupa International Organization for
Standardization (ISO) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
c. Prosedur
Prosedur adalah urutan kegiatan dari suatu proses
penyelenggaraan TI yang melibatkan satu atau beberapa unit
kerja TI dalam Bank.
Contoh: prosedur pengendalian dokumen, pengendalian
rekaman, dan audit internal.
1.8.
Proses Manajemen Risiko TI
1.8.1. Identifikasi Jenis Risiko Terkait Manajemen TI
Dalam melakukan identifikasi dan penilaian risiko TI, manajemen
terlebih dahulu harus memastikan adanya risk awareness di seluruh
lini Bank, yaitu:
a. risk awareness dari Direksi dan pejabat eksekutif;
b. pemahaman yang jelas mengenai risk appetite dari Bank;
c. pemahaman terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait TI;
d. transparansi dan integrasi tanggung jawab mengenai risiko yang
signifikan dari setiap aspek terkait penyelenggaraan TI.
- 15 -
Untuk dapat memastikan hal-hal di atas, Bank dapat menjalankan
risk awareness program bagi seluruh pegawai dan manajemen Bank
atau menjalankan metode lain yang dapat meningkatkan kesadaran
para pengguna TI akan risiko yang ada.
1.8.2. Risiko Terkait TI
Bank harus memiliki pendekatan manajemen risiko yang terpadu
atau terintegrasi untuk dapat melakukan identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko secara efektif. Risiko terkait
penyelenggaraan TI harus dikaji ulang bersamaan dengan risiko
lainnya yang dimiliki Bank untuk menentukan profil risiko Bank
secara keseluruhan. Adapun risiko terkait penyelenggaraan TI yang
utama antara lain risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko
hukum, risiko reputasi, dan risiko stratejik.
1.8.3. Penilaian Risiko TI
Penilaian risiko TI oleh Bank perlu dilakukan secara
berkesinambungan sebagai suatu siklus dan paling sedikit mencakup
4 (empat) langkah penting sebagai berikut:
a. Pengumpulan data atau dokumen atas aktivitas terkait TI yang
berpotensi menimbulkan atau meningkatkan risiko, baik dari
kegiatan yang sedang maupun yang akan berjalan termasuk
namun tidak terbatas pada:
1) aset TI yang kritikal, dalam rangka mengidentifikasi titik-
titik akses dan penyimpangan terhadap informasi nasabah
yang bersifat rahasia;
2) hasil kaji ulang rencana strategis bisnis, khususnya kaji
ulang terhadap penilaian risiko potensial;
3) hasil uji tuntas (due dilligence) dan pemantauan terhadap
kinerja pihak penyedia jasa TI;
4) hasil kaji ulang atas laporan atau keluhan yang
disampaikan oleh nasabah dan/atau pengguna TI ke call
center dan/atau help desk;
5) hasil self assessment yang dilakukan seluruh satuan kerja
terhadap pengendalian yang dilakukan terkait TI; dan
temuan audit terkait penyelenggaraan dan penggunaan TI.
6)
b. Analisis risiko berkaitan dengan dampak potensial dari setiap
risiko, seperti fraud pada pemrograman, virus komputer,
- 16 -
kegagalan sistem, bencana alam, dan kesalahan pemilihan
teknologi yang digunakan.
c. Penetapan prioritas pengendalian dan langkah mitigasi yang
didasarkan pada hasil penilaian risiko Bank secara keseluruhan.
Bank harus membuat peringkat risiko berdasarkan
kemungkinan kejadian dan besarnya dampak yang dapat
ditimbulkan serta mitigasi risiko yang dapat dilakukan untuk
menurunkan eksposur risiko tersebut.
d. Pemantauan kegiatan pengendalian dan mitigasi yang telah
dilakukan atas risiko yang diidentifikasi dalam periode penilaian
risiko sebelumnya, yang antara lain mencakup rencana tindak
lanjut perbaikan, kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab,
sistem pelaporan, serta pengendalian kualitas termasuk bentuk
pengawasan lain atau compensating controls.
1.8.4. Pengukuran Risiko Terkait TI
Bank perlu memperhatikan signifikansi dampak risiko yang telah
diidentifikasi oleh Bank terhadap kondisi Bank dan frekuensi
terjadinya risiko. Metode yang digunakan Bank dapat berupa metode
kuantitatif maupun kualitatif tergantung kompleksitas usaha dan TI
yang digunakan. Dalam metode kualitatif, besarnya dampak dan
kemungkinan keterjadian (likelihood) dapat dijelaskan secara naratif
atau dengan pemberian peringkat.
Contoh metode kualitatif pengukuran yang sederhana berupa
penggunaan check list atau subjective risk rating seperti High,
Medium, atau Low.
Agar risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai atau diukur dapat
dipantau oleh manajemen maka Bank perlu memiliki dokumentasi
risiko atau yang sering disebut sebagai risk register.
Contoh pembuatan risk register paling sedikit mencakup:
a. penetapan aset, proses, produk, atau kejadian yang
mengandung risiko;
b. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan
dampak (inherent risk assessment);
c. langkah-langkah penanganan terhadap risiko potensial (potential
risk treatment), misalnya Accept, Control, Avoid, atau Transfer
(ACAT).
- 17 -
Dalam dokumentasi penanganan terhadap risiko potensial
(potential risk treatment), Bank perlu memperhatikan antara lain
risk appetite dari manajemen, fasilitas yang dapat digunakan
sebagai preventive control atau corrective control, dan kesesuaian
rencana mitigasi risiko dengan kondisi keuangan Bank.
Dokumentasi penanganan terhadap risiko potensial perlu
dikinikan secara berkala.
Langkah-langkah penanganan risiko potensial yang dapat
diambil Bank sebagai berikut:
1) Accept: Manajemen memutuskan untuk menerima risiko
apabila besarnya dampak dan tingkat kecenderungan
masih dalam batas toleransi organisasi.
Contoh:
a) Penetapan kriteria penerimaan risiko terkait dengan
evaluasi dan penanganan risiko misalnya nilai risiko
akhir “Low”.
b) Penetapan nilai risiko akhir “Medium” atau “High“,
namun telah diputuskan untuk diterima oleh
manajemen dan dibuat suatu sistem prosedur untuk
memantau risiko tersebut, misalnya dengan
menyediakan tambahan modal sesuai besarnya potensi
risiko.
2) Control: Organisasi memutuskan mengurangi dampak
maupun kemungkinan terjadinya risiko.
Contoh: pemasangan firewall pada Personal Computer (PC)
untuk mencegah akses yang tidak terotorisasi.
3) Avoid: Organisasi memutuskan untuk tidak melakukan
suatu aktivitas atau memilih alternatif aktivitas lain yang
menghasilkan output yang sama untuk menghindari
terjadinya risiko.
Contoh: pengguna tidak diberikan hak privilege sebagai
administrator untuk menghindari risiko TI berupa malicious
code pada PC akibat dari perubahan konfigurasi dan
pemasangan perangkat lunak pada PC yang dilakukan oleh
pengguna.
4) Transfer: Organisasi memutuskan untuk mengalihkan
seluruh atau sebagian tanggung jawab pelaksanaan suatu
- 18 -
proses kepada pihak ketiga.
Contoh: mengasuransikan fasilitas ruangan atau gedung
yang mengandung risiko terjadi kebakaran; dan
d. pengukuran atau pemeringkatan kemungkinan kejadian dan
dampak setelah ACAT (residual risk assesment).
1.8.5. Pemantauan Risiko Terkait TI
Bank harus melakukan pemantauan risiko TI dengan mengevaluasi
kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas kinerja penyelenggaraan TI.
a. Hal-hal yang dapat menjadi cakupan dalam evaluasi antara lain:
1) hasil audit dan kajian terkait;
2) umpan balik (feedback) yang diterima;
3) kebijakan, standar, dan prosedur serta penerapannya;
4) status dari tindakan preventif maupun korektif terkait
risiko yang dihadapi Bank;
5) kelemahan dan ancaman baik yang telah ada maupun yang
masih berupa potensi;
6) hasil pengukuran atas efektivitas penyelenggaraan TI;
7) tindak lanjut atas hasil evaluasi sebelumnya;
8) perubahan kondisi yang mempengaruhi penyelenggaraan
TI; dan
9) rekomendasi untuk perbaikan atau penyempurnaan.
b. Tindak lanjut atas hasil evaluasi dapat dituangkan dalam
bentuk keputusan maupun tindakan untuk meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan TI, antara lain:
1) pengkinian profil risiko, pengukuran risiko, dan rencana
penanganan risiko;
2) penyempurnaan kebijakan, standar, dan prosedur di bidang
TI;
3) pemenuhan kebutuhan SDM;
4) penetapan dan pelaksanaan tindakan preventif dan korektif
berdasarkan assessment atas ketidaksesuaian yang ada
maupun yang masih bersifat potensi, dengan
mempertimbangkan skala prioritas; dan
5) pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tindakan
preventif dan korektif.
- 19 -
c.
Hasil evaluasi dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam
huruf b harus didokumentasikan secara memadai.
1.8.6. Pengendalian Risiko terkait TI
Manajemen harus menerapkan praktik-praktik pengendalian yang
memadai, sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko TI secara
keseluruhan dengan memperhatikan paling sedikit:
a. hasil penilaian risiko;
b.
kriteria penanganan risiko dan rekomendasi bentuk penanganan
risiko;
c. ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan
hukum atau kontrak lainnya;
d. praktik-praktik pengendalian antara lain:
1) penerapan kebijakan, standar, dan prosedur, serta struktur
organisasi termasuk alur kerjanya;
2) pengendalian intern yang efektif yang dapat memitigasi
risiko dalam proses TI. Cakupan dan kualitas pengendalian
intern adalah kunci utama dalam proses manajemen risiko
sehingga manajemen harus mengidentifikasi persyaratan
spesifik pengendalian intern yang diperlukan dalam setiap
kebijakan dan prosedur yang diterapkan;
3) penetapan kebijakan, standar, dan prosedur sistem
pengelolaan pengamanan informasi yang diperlukan Bank
untuk melakukan pengamanan aset-aset terkait
penyelenggaraan dan penggunaan TI termasuk data atau
informasi;
4) evaluasi hasil kaji ulang dan pengujian atas Rencana
Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan/DRP) untuk
setiap bagian operasional yang kritis;
5) penetapan kebijakan dan prosedur mengenai penggunaan
pihak penyedia jasa TI. Direksi harus memiliki pemahaman
secara menyeluruh atas risiko yang berhubungan dengan
penggunaan jasa pihak penyedia jasa TI untuk sebagian
atau semua operasional TI;
6) evaluasi kemampuan penyedia jasa TI untuk menjaga
tingkat keamanan paling sedikit sama atau lebih ketat dari
yang diterapkan oleh pihak intern Bank baik dari sisi
- 20 -
kerahasiaan, integritas data, dan ketersediaan informasi.
Pengawasan dan pemantauan yang ketat harus dilakukan
karena tanggung jawab manajemen Bank tidak hilang atau
menjadi berkurang dengan melakukan alih daya
(outsourcing) operasional TI kepada pihak penyedia jasa TI;
dan
7) pemakaian asuransi sebagai upaya untuk melengkapi
mitigasi potensi kerugian dalam penyelenggaraan TI.
Risiko yang perlu diasuransikan adalah residual risk. Bank
harus melakukan kaji ulang secara berkala atas
kebutuhan, cakupan, dan nilai asuransi yang ditutup.
- 21 -
BAB II PENGEMBANGAN DAN PENGADAAN
2.1.
Pendahuluan
Pengembangan dan pengadaan TI yang merupakan bagian dari
pengelolaan TI Bank, diawali dari identifikasi dan analisis kebutuhan
TI sampai dengan tahapan implementasi dan pemeliharaan TI.
Pengembangan dan pengadaan TI dapat berupa pengembangan
perangkat lunak secara intern atau pembelian perangkat lunak,
perangkat keras, dan penggunaan jasa pengembangan sistem dari
pihak lain.
Bank harus memiliki manajemen risiko yang memadai terhadap
proses pengembangan dan pengadaan TI, agar dapat meminimalisasi
berbagai risiko atau kerugian yang disebabkan adanya kesalahan
(error), kecurangan (fraud), manipulasi data, penyalahgunaan sistem,
atau ketidaktepatan fungsi layanan yang dikembangkan. Manajemen
risiko terhadap proses pengembangan dan pengadaan antara lain
meliputi adanya kebijakan, standar, prosedur, serta proses
identifikasi dan pengukuran risiko terhadap proses tersebut.
2.2.
Langkah Pengendalian dalam Pengembangan dan Pengadaan
Dalam melakukan pengembangan dan pengadaan TI, Bank wajib
melakukan langkah pengendalian untuk menghasilkan sistem dan
data yang terjaga kerahasiaan dan integrasi serta mendukung
pencapaian tujuan Bank sebagaimana diatur dalam Pasal 11 POJK
MRTI.
Selain langkah pengendalian sebagaimana telah diatur dalam Pasal
11 POJK MRTI, langkah pengendalian dapat juga mencakup:
a. memastikan sistem yang dikembangkan sesuai kebutuhan
pengguna;
b. memastikan kesesuaian satu sistem dengan sistem yang lain
agar tetap dapat berfungsi dengan baik (interoperabilitas dan
kompatibilitas);
c. memiliki kode sumber atas perangkat lunak yang dikembangkan
secara khusus untuk Bank yang bersangkutan (proprietary)
sehingga kode sumber tersebut dapat diakses apabila diperlukan
untuk kepentingan pemeriksaan dan penyidikan.
d. mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan secara
memadai atas risiko yang dapat timbul terkait dengan
- 22 -
pengembangan dan pengadaan TI;
e. menentukan risk appetite dan eksposur risiko yang dapat
diterima oleh Bank terkait dengan pengembangan dan
pengadaan TI;
f.
memiliki prosedur pengembangan sistem dalam keadaan
darurat; dan
g. memastikan adanya pemisahan lingkungan pengembangan dan
operasional, termasuk memisahkan SDM yang bertanggung
jawab atas proses pengembangan dengan SDM yang melakukan
kegiatan operasional Bank.
2.3.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan dan Pengadaan
Bank wajib memiliki kebijakan, standar, dan prosedur
pengembangan dan pengadaan TI sebagaimana diatur dalam Pasal 8
POJK MRTI. Proses pengembangan dan pengadaan TI harus selalu di
bawah kendali satuan kerja TI dan dikelola oleh manajemen proyek.
Manajemen proyek dapat berbentuk tim kerja yang anggotanya paling
sedikit berasal dari satuan kerja TI dan satuan kerja pengguna TI,
yang bertugas untuk memastikan sistem telah dikembangkan dengan
struktur yang baik dan telah mengakomodasi kebutuhan pengguna.
Apabila selama proses pengembangan dan pengadaan terjadi
perubahan, antara lain: perubahan user requirement atau perubahan
teknologi pendukung maka prosedur manajemen perubahan harus
dirancang, dijalankan, dan didokumentasikan dengan baik.
Kebijakan, standar, dan prosedur pengembangan dan pengadaan
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tahapan pengembangan TI paling sedikit meliputi:
1) identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna;
2) pendefinisian kebutuhan pengguna;
3) perancangan sistem;
4) pemrograman;
5) pengujian;
6) implementasi;
7) pengkajian ulang paska implementasi;
8) pemeliharaan; dan
9) pemusnahan (disposal).
- 23 -
b. Proses pengadaan TI antara lain meliputi:
1) standar pengadaan;
2) pedoman proyek pengadaan;
3) escrow agreement;
4) kontrak pembelian, lisensi, dan pemeliharaan perangkat
lunak;
5) pemeliharaan;
6) garansi;
7) penyelesaian perselisihan;
8) perubahan perjanjian;
9) keamanan; dan
10) subkontrak kepada pihak lain.
c. Kebijakan, standar, dan prosedur yang perlu dimiliki Bank
dalam manajemen proyek dan manajemen perubahan.
2.3.1. Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengembangan
2.3.1.1. Tahap Inisiasi dan Perencanaan
Tahap inisiasi terdiri dari langkah-langkah antara lain:
a. penyusunan proposal yang berisi identifikasi kebutuhan
pengguna untuk menambah, menyempurnakan, atau
memperbaiki suatu sistem, tujuan dan manfaat yang
diharapkan, serta bagaimana sistem yang akan dikembangkan
dapat mendukung strategi bisnis Bank;
b. evaluasi oleh manajemen;
c. persetujuan prinsip pengembangan sistem baru atau perubahan
sistem;
d. studi kelayakan proyek, yang antara lain berupa pertimbangan
bisnis Bank, kebutuhan fungsional, rencana waktu pelaksanaan
proyek, faktor-faktor yang mempengaruhi proyek serta analisis
biaya dan manfaat;
e. persetujuan manajemen atas dokumen studi kelayakan; dan
f. penandatanganan dokumen studi kelayakan oleh semua pihak
terkait.
Setelah persetujuan pengembangan diperoleh pada tahap inisiasi,
Bank melakukan perencanaan untuk identifikasi lebih rinci atas
aktivitas yang spesifik dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek. Tahap perencanaan ini menghasilkan suatu
- 24 -
rencana proyek yang harus menjadi acuan dalam pelaksanaan
proyek dan harus dikinikan sesuai perkembangan proyek.
2.3.1.2. Tahap Pendefinisian Kebutuhan Pengguna
Berdasarkan dokumen studi kelayakan yang telah disetujui secara
tertulis oleh manajemen, manajer proyek dapat membentuk tim
untuk menyusun definisi kebutuhan pengguna secara detail sebagai
dasar dimulainya pengembangan sistem aplikasi.
Tahap pendefinisian kebutuhan pengguna terdiri dari:
a. pengumpulan kebutuhan yang merupakan proses pengumpulan
informasi, baik dengan melalui metode wawancara maupun
melalui riset atau melalui pengisian format dokumen atau
formulir tertentu, mengenai tujuan pengembangan sistem,
output yang diinginkan, kemampuan sistem dalam
mengakomodasi kebutuhan proses bisnis dan mekanisme kerja
sistem, serta prosedur penggunaan sistem;
b. analisis kebutuhan yang merupakan proses pemahaman
permasalahan dan kebutuhan untuk menentukan solusi yang
dapat dikembangkan. Pada tahap ini, ditentukan perkiraan
umum dari waktu dan biaya pengembangan dari tiap kebutuhan
dan kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hasil analisis kebutuhan digunakan untuk
menghasilkan alur proses bisnis, antara lain: business process
flow, use cases modeling dan data flow diagrams, yang dapat
memperjelas pemahaman mengenai kebutuhan dan solusinya,
baik bagi pengguna maupun pengembang sistem;
c.
spesifikasi kebutuhan yang merupakan proses untuk
mendeskripsikan fungsional sistem yang akan dikembangkan,
spesifikasi proses atau prosedur dan sistem yang ada saat ini,
baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras
pendukung serta desain Pangkalan Data (Database). Spesifikasi
kebutuhan harus lengkap, komprehensif, dapat diuji, konsisten,
jelas, dan merinci kebutuhan input, proses, dan output yang
dibutuhkan; dan
d. pengelolaan kebutuhan (requirements management) yang
merupakan proses untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan
menyimpan setiap perubahan terhadap kebutuhan pada saat
- 25 -
pengembangan berjalan, yang dilakukan oleh tim proyek.
2.3.1.3. Tahap Perancangan Sistem
Tahap ini mengonversikan kebutuhan informasi, fungsi, dan
infrastruktur yang teridentifikasi selama tahap inisiasi dan
perencanaan menjadi spesifikasi rancangan atau desain yang
menjadi dasar pengembangan sistem.
Pada tahap desain diperlukan suatu standar pengendalian aplikasi
yang mencakup kebijakan dan prosedur terkait dengan aktivitas
pengguna dan pengendalian terintegrasi dalam sistem yang akan
dikembangkan. Tahap ini diperlukan untuk meningkatkan
keamanan, integritas, dan keandalan sistem dengan memastikan
informasi input, proses, dan output yang terotorisasi, akurat, lengkap
dan aman. Bank perlu memperhatikan kesesuaian rancangan dengan
arsitektur TI yang sudah dimiliki agar integrasi dan keberlangsungan
antar sistem dapat terjaga.
2.3.1.4. Tahap Pemrograman
Dalam tahap ini dilakukan konversi spesifikasi desain menjadi
program yang dapat dijalankan. Bank harus membuat kebijakan,
standar, dan prosedur pemrograman. Selain itu, Bank harus
mengkinikan rencana migrasi, implementasi, pelatihan pengguna
akhir dan operator, serta dokumen manual pemeliharaan.
a. Standar Pemrograman
Dalam standar pemrograman dijelaskan antara lain mengenai
tanggung jawab programmer sistem. Manajer proyek harus
memahami secara keseluruhan mengenai proses pemrograman
untuk memastikan tanggung jawab programmer telah sesuai,
antara lain:
1) membatasi akses terhadap data, program, utilitas, dan
sistem di luar tanggung jawab programmer. Pengendalian
pengelolaan library dapat digunakan untuk mengelola akses
tersebut; dan
2) pengendalian versi merupakan metode yang secara
sistematis menyimpan kronologis dari salinan program yang
disempurnakan serta menjadi salah satu dokumentasi
dalam penyelenggaraan pengembangan.
- 26 -
b. Dokumentasi
1) Bank harus mengelola dan memelihara dokumen yang
detail untuk setiap sistem baik yang dikembangkan sendiri
maupun produk atau perangkat lunak yang dibeli atau
dikembangkan pihak lain yaitu mencakup:
a) deskripsi detail mengenai aplikasi;
b) dokumentasi pemrograman berupa kode sumber,
dokumen yang dapat diunduh, dan tampilan dari
sistem yang dikembangkan;
c) standar format berbagai aspek yang digunakan terkait
dengan sistem seperti Pangkalan Data (Database),
format tampilan, dan informasi;
d) standar penamaan; dan
e) pedoman bagi operator dan pedoman untuk pengguna
akhir dalam menjalankan fungsi pada sistem secara
rinci, komprehensif, dan jelas.
2) Dokumentasi harus dapat mengidentifikasikan standarisasi
pengembangan, seperti narasi sistem, alur sistem,
pengkodean khusus sistem, dan pengendalian intern dalam
dokumen aplikasi itu sendiri.
3) Dalam hal produk atau perangkat lunak dibeli atau
dikembangkan oleh pihak lain, manajemen harus
memastikan kaji ulang telah dilakukan sebelumnya baik
secara intern maupun oleh pihak independen bahwa
dokumentasi produk atau perangkat lunak telah sesuai
dengan standar minimal dokumentasi Bank.
2.3.1.5. Tahap Uji Coba
Bank harus melaksanakan beberapa rangkaian uji coba untuk
memastikan keakuratan dan berfungsinya sistem sesuai kebutuhan
pengguna serta hubungan sistem tersebut dengan sistem lain yang
telah digunakan oleh Bank. Seluruh koreksi dan modifikasi yang
dilakukan selama uji coba harus didokumentasikan untuk menjaga
integritas keseluruhan dokumentasi program. Bank harus
melengkapi pedoman bagi pengguna dan pengelola serta menyiapkan
rencana implementasi dan pelatihan. Uji coba yang dapat dilakukan
oleh Bank antara lain:
- 27 -
a. unit test, yaitu uji coba yang dilakukan oleh pengembang atas
fungsional setiap unit atau sub modul dari sistem yang telah
selesai dikembangkan;
b. system integration test (SIT), yaitu pengujian yang dilakukan oleh
pengembang terhadap keseluruhan fungsional sistem setelah
diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang utuh;
c. stress test, yaitu uji ketahanan yang dilakukan oleh pengembang
terhadap kemampuan sistem dalam menangani proses atau
transaksi dalam skala atau jumlah yang besar; dan
d. user acceptance test (UAT), yaitu uji coba akhir yang dilakukan
oleh pengguna akhir terhadap sistem yang telah selesai
dikembangkan dalam rangka menguji fungsionalitas
keseluruhan sistem, apakah telah sesuai dengan kebutuhan
pengguna pada tahapan pendefinisian kebutuhan pengguna
sebelum memutuskan implementasi dapat dilakukan.
UAT oleh pengguna akhir ini hanya dapat dilakukan setelah
pihak pengembang memberikan berita acara atas hasil
pengujian SIT. Pada tahap ini audit intern dapat ikut melakukan
pengujian dengan tetap menjaga tingkat independensi apabila
audit intern perlu meyakini ketersediaan, kecukupan dan
efektivitas pengendalian yang ada pada sistem.
Jika hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem telah sesuai
dengan kebutuhan pengguna dan standar pengamanan Bank
maka harus dibuat suatu berita acara UAT yang disetujui
pengguna.
2.3.1.6. Tahap Implementasi
Pada tahapan implementasi, Bank harus melakukan antara lain
pemberitahuan jadwal implementasi, instalasi sistem yang telah
disetujui ke dalam lingkungan operasional, dan pelatihan pada
pengguna.
Hal-hal lainnya yang harus diperhatikan antara lain:
a. pengecekan integritas program berupa pengendalian yang
memadai terhadap konversi dari kode sumber ke object code
yang akan diimplementasikan;
b. migrasi data dari sistem lama ke sistem baru;
c. pengecekan akurasi dan keamanan data hasil migrasi pada
- 28 -
sistem baru;
d. kemungkinan diberlakukannya parallel run antara sistem yang
lama dengan yang baru, sampai dipastikan bahwa data pada
sistem yang baru telah akurat dan andal;
e. Bank harus memastikan integritas data berupa keakuratan dan
keandalan dari Pangkalan Data (Database) termasuk data yang
tersimpan di dalamnya;
f.
perbaikan data dan referensi secara langsung (patching data)
pada saat implementasi harus dihindari karena dapat
mempengaruhi integritas data pada Pangkalan Data (Database)
di server produksi;
g. pengaturan penyimpanan kode sumber dan Pangkalan Data
(Database) dari sistem lama;
h. antisipasi adanya kelemahan sistem operasi, sistem yang
dikembangkan, Pangkalan Data (Database) dan jaringan,
termasuk ancaman dari pihak yang tidak berwenang seperti
virus, trojan horse, worms, spyware, Denial-of-Service (DoS),
wardriving, spoofing dan logic bomb, dengan menguji dan
menerapkan pengendalian pengamanan atas sistem yang akan
diimplementasikan.
2.3.1.7. Tahap Kaji Ulang Pascaimplementasi
Manajemen harus melakukan kaji ulang pascaimplementasi pada
akhir proyek untuk mengetahui bahwa seluruh aktivitas dalam
proyek telah dilaksanakan dan tujuan proyek telah tercapai.
Manajemen harus menganalisis efektivitas aktivitas manajemen
proyek dengan membandingkan antara lain rencana dan realisasi
biaya, manfaat yang diperoleh, dan ketepatan jadwal proyek. Hasil
analisis harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada manajemen.
2.3.1.8. Tahap Pemeliharaan
Bank harus menetapkan metodologi pemeliharaan yang sesuai
dengan karakteristik dan risiko tiap proyek dari sistem yang ada.
Pemeliharaan dilaksanakan sebagai jaminan bagi pengguna agar
dapat terus menjalankan sistem yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan fungsional dan operasional kerja terkini. Tahap
pemeliharaan memperhatikan aspek antara lain:
- 29 -
a. Library
Untuk menjamin ketersediaan program yang digunakan, Bank
harus memiliki library untuk menyimpan program. Selain itu,
Bank juga perlu menyimpan informasi dan/atau dokumen
berupa data dan program yang berhubungan dengan server atau
mesin produksi yang berasal dari pengembangan dan/atau
pengujian.
b. Konversi
Dalam hal terjadi merger, konsolidasi, atau akuisisi Bank yang
memerlukan pengintegrasian sistem yang digunakan oleh Bank
yang terlibat dalam merger, konsolidasi, atau akuisisi maka
perlu dilakukan proses konversi. Dalam proses ini dilakukan
modifikasi atau perubahan besar pada sistem yang ada dan
pengembangan sistem baru apabila diperlukan. Dalam proses
konversi ini, proses yang terstruktur seperti manajemen proyek
dan siklus pengembangan sistem tetap harus diterapkan.
Mengingat kompleksitas sistem di masing-masing Bank yang
terlibat merger, konsolidasi, atau akuisisi, diperlukan analisis
secara komprehensif terhadap dampak konversi pada kegiatan
operasional Bank khususnya pemrosesan transaksi. Agar proses
konversi berlangsung secara efektif, Bank perlu mengantisipasi
peningkatan permintaan untuk balancing, reconcilement,
exception handling, dukungan pengguna dan nasabah,
penyelesaian masalah, keterhubungan jaringan, dan sistem
administrasi.
c. Pemeliharaan Dokumentasi
Standar dokumentasi harus mengidentifikasikan dokumen
utama dan dokumen detail yang telah disetujui dan sesuai
format yang dibutuhkan. Dokumentasi tersebut harus berisi
semua perubahan yang terjadi pada sistem baik dari perangkat
lunak, perangkat keras, dan jaringan, serta konfigurasi sesuai
dengan standar yang ditentukan.
Dokumentasi terkait sistem hanya dapat diakses oleh personel
Bank yang berhak dan/atau memiliki kewenangan untuk
mengadministrasikan dokumentasi tersebut. Bank harus
memiliki lokasi penyimpanan khusus dokumentasi baik yang
berupa hardcopy maupun softcopy, termasuk lokasi yang akan
- 30 -
digunakan untuk kondisi darurat.
2.3.1.9. Tahap Pemusnahan (Disposal)
Setiap perangkat lunak hasil pengembangan yang sudah tidak
digunakan lagi dalam kegiatan operasional dan berdasarkan
pertimbangan manajemen diyakini tidak akan diperlukan dan tidak
akan dipelihara lagi maka perangkat lunak tersebut akan memasuki
tahap terakhir yaitu tahap pemusnahan (disposal). Hal ini dilakukan
untuk memastikan sistem yang paling akurat dan terkini yang
digunakan dalam kegiatan operasional serta menghindari
penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang.
2.3.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur Pengadaan
Dalam hal sistem yang dibeli dari pihak lain melalui proses
pengadaan maka perlu pula diperhatikan kesesuaian spesifikasi
dengan kebutuhan, pengaruh terhadap sistem yang telah ada,
dukungan teknis purna jual, kondisi keuangan perusahaan,
kelengkapan dokumentasi, escrow agreement, dan pelatihan.
Dalam proses pengadaan sistem, Bank juga harus memastikan
bahwa:
a. pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak telah melalui
studi kelayakan proyek pengadaan, mendapatkan persetujuan
manajemen, terdapat pendefinisian kebutuhan pengguna,
memiliki pengendalian dan pengamanan sistem yang memadai,
serta terdapat pengujian dan implementasi produk; dan
b. terdapat pembuktian bahwa aplikasi yang akan dibeli dari
vendor dapat memenuhi kebutuhan Bank (Proof of
Concept/PoC). Beberapa pendekatan yang dapat digunakan
untuk tujuan pembuktian konsep tersebut antara lain:
1) konsep dari vendor yang telah dibangun dalam bentuk
purwarupa (prototipe) telah melewati tahap pengujian oleh
sekelompok kecil pengguna operasional yang meliputi
beberapa jenis peran (business role);
2) pembuktian konsep dapat dilakukan secara teknis terhadap
seluruh aspek teknologi yang terlibat dalam aplikasi (steel
thread);
3) pembuktian teknologi (proof of technology) dapat dilakukan
untuk memastikan teknologi yang akan diadopsi dapat
- 31 -
mengatasi permasalahan teknis yang ada.
Misalnya teknologi dimaksud dapat mengintegrasikan dua
sistem yang berbeda atau dapat mencapai kinerja tertentu
dengan konfigurasi yang telah ditetapkan. Proses
pembuktian teknologi tidak perlu melibatkan pengguna
operasional; dan
4) implementasi dalam ruang lingkup yang lebih kecil dapat
didahului dengan proyek percobaan (pilot project) dengan
target akhir yang lebih terbatas. Pembatasan ruang lingkup
dapat dilakukan dengan cara membatasi jumlah pengguna
yang dapat mengakses sistem, jumlah proses bisnis,
komponen organisasi dan pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terlibat, atau batasan lainnya yang
dinilai layak. Tujuan proyek percobaan ini adalah untuk
menguji kinerja sistem sesuai harapan dengan membatasi
risiko kerugian bagi Bank apabila terdapat kegagalan
sistem.
2.3.2.1. Standar Pengadaan
Standar pengadaan harus diterapkan untuk memastikan bahwa
produk yang dibeli telah memenuhi kebutuhan fungsional, kriteria
keamanan, dan keandalan. Dokumen utama yang mengawali proyek
pengadaan adalah Request For Proposal (RFP) yang paling sedikit
memuat kebutuhan fungsional, keamanan, dan kebutuhan
operasional secara tepat, jelas, dan terperinci.
a. Dalam pengadaan sistem, manajer proyek harus menjalankan
beberapa hal penting:
1) meninjau ulang secara menyeluruh mengenai kesesuaian
vendor, kontrak, lisensi, dan produk yang diperoleh
terhadap sistem yang ada;
2) membandingkan penawaran dengan persyaratan yang ada
dalam proyek dan antar sesama penawaran;
3) mengkaji kondisi keuangan vendor dan komitmennya
terhadap pelayanan; dan
4) meminta pendapat penasihat hukum sebelum kontrak
ditandatangani oleh manajemen.
b. Terkait dengan pengadaan perangkat keras, Bank memastikan
- 32 -
perangkat keras yang digunakan harus:
1) memenuhi aspek interkonektivitas dan kompatibilitas
dengan sistem yang digunakan;
2) memperoleh sertifikat kelaikan dari Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;
3) mempunyai layanan dukungan teknis, pemeliharaan, dan
purnajual dari penjual atau vendor;
4) memiliki referensi pendukung dari pengguna lainnya bahwa
perangkat keras tersebut berfungsi sesuai dengan
spesifikasinya;
5) memiliki jaminan ketersediaan suku cadang paling sedikit 3
(tiga) tahun;
6) memiliki jaminan kejelasan tentang kondisi perangkat
keras; dan
7) memiliki jaminan bebas dari cacat produk.
2.3.2.2. Pedoman Proyek Pengadaan
Proyek pengadaan harus memperhatikan paling sedikit:
a. proyek pengadaan dimulai dengan pengajuan rencana proyek
kepada manajemen;
b. terdapat prosedur untuk memfasilitasi proses permintaan dan
memastikan manajemen melakukan kaji ulang terhadap seluruh
permintaan;
c. permintaan harus didasarkan pada kebutuhan bisnis Bank
untuk:
1) mendapatkan suatu produk, baik berupa perangkat lunak
maupun perangkat keras,
2) mengidentifikasi fitur sistem yang diinginkan, dan
3) menggambarkan kebutuhan informasi, antarmuka jaringan
(network interface), serta komponen perangkat keras dan
perangkat lunak;
d. Bank harus menyusun studi kelayakan untuk menentukan
kebutuhan pengadaan perangkat lunak Bank, baik yang dapat
dimodifikasi sesuai kebutuhan maupun yang siap pakai (off-the
shelf);
e. persetujuan dari seluruh pihak terkait atas studi kelayakan
tersebut harus didokumentasikan sebagai dasar pembuatan
- 33 -
definisi kebutuhan seperti yang telah dijelaskan pada sub bagian
2.3.1.2;
f.
setelah Bank menerima penawaran, Bank harus menganalisis
dan membandingkan penawaran antar vendor terhadap
kebutuhan yang ditetapkan Bank. Proposal vendor harus
membahas dengan jelas semua kebutuhan Bank dan
mengidentifikasi isu-isu lain yang dapat diterapkan;
g. Bank harus memiliki prosedur untuk memastikan bahwa proses
kaji ulang penawaran telah dilaksanakan dengan benar. Bank
kemudian melakukan proses seleksi yang menghasilkan daftar
vendor potensial;
h. manajemen harus mengkaji kembali kestabilan kondisi
keuangan dan komitmen pelayanan dari vendor yang terpilih;
dan
i. Bank menentukan produk dan vendor serta menegosiasikan
kontrak. Satuan kerja hukum atau penasehat hukum harus
meninjau ulang kontrak tersebut sebelum ditandatangani.
Kontrak tersebut juga harus memuat klausul terkait
pemeliharaan perangkat lunak maupun perangkat keras dalam
jangka waktu tertentu, sebagai jaminan bahwa perangkat lunak
maupun perangkat keras dimaksud dapat berfungsi sesuai
dengan kebutuhan Bank.
2.3.2.3. Escrow Agreement
Dalam hal aplikasi inti dibuat oleh vendor dan kode sumber tidak
diberikan kepada Bank karena aplikasinya juga digunakan oleh
pihak lain (non-proprietary), Bank harus melindungi kepentingannya
untuk menjaga kelangsungan usaha Bank. Untuk memitigasi risiko
atas terhentinya dukungan vendor maka Bank harus
mempertimbangkan perlu tidaknya memiliki perjanjian tertulis
berupa escrow agreement atas aplikasi atau perangkat lunak yang
dianggap penting oleh Bank. Penggunaan escrow agreement
mempertimbangkan antara lain reputasi vendor dan berapa banyak
pengguna perangkat lunak baik di dalam maupun luar wilayah
Indonesia.
Dalam escrow agreement terdapat pihak ketiga independen yang
ditunjuk untuk menyimpan kode sumber. Bank harus memastikan
- 34 -
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun bahwa pihak ketiga
menyimpan versi terkini dari kode sumber. Agen penyimpanan yang
dipilih harus memastikan nomor dan tanggal versi kode sumber yang
disimpan dan memastikan kepada vendor mengenai integritas dari
kode sumber tersebut.
2.3.2.4. Kontrak Pembelian, Lisensi, dan Pemeliharaan Perangkat Lunak
a. Lisensi Perangkat Lunak – Umum
Bank harus memastikan bahwa dalam lisensi memuat:
1) penjelasan tertulis bahwa penggunaan perangkat lunak
bersifat eksklusif atau tidak;
2) informasi dan jumlah personel Bank yang dapat
menggunakan perangkat lunak;
3) pembatasan lokasi penggunaan. Apabila Bank
menginginkan lisensi lokasi untuk pengguna yang tidak
terbatas pada suatu lokasi, harus dipastikan bahwa di
dalam kontrak hal tersebut dimungkinkan;
4) daftar entitas terkait lainnya yang dapat menggunakan
perangkat lunak tersebut, seperti perusahaan anak
(subsidiary) atau perusahaan terelasi (sister company)
Bank;
5) informasi mengenai pengembangan perangkat lunak secara
inhouse atau alih daya (outsourcing) oleh vendor atau
konsultan, serta pembelian perangkat lunak disertai dengan
kode sumbernya, atau hanya berupa hak pakai atau sewa
dengan pembatasan waktu atau fitur tertentu; dan
6) escrow agreement antara vendor di Indonesia dengan
vendor yang ada di luar wilayah Indonesia apabila lisensi
dari perangkat lunak yang digunakan Bank dengan vendor
yang ada di Indonesia merupakan lisensi hak pakai yang
memungkinkan adanya modifikasi berdasarkan parameter,
sedangkan kode sumber perangkat lunak ada pada vendor
di luar wilayah Indonesia yang tidak memiliki kontrak
langsung dengan Bank.
b. Standar Spesifikasi Pengembangan dan Kinerja Perangkat Lunak
Dalam pengadaan suatu perangkat lunak, Bank harus membuat
kontrak perjanjian dengan pihak penyedia jasa pengembangan
- 35 -
yang memuat standar spesifikasi program yang diharapkan
Bank sesuai dengan kebutuhan pengguna, antara lain:
1) kinerja yang diharapkan dan fungsional dari perangkat
lunak;
2) persyaratan infrastruktur yang dibutuhkan untuk
menjalankan perangkat lunak;
3)
identifikasi dan spesifikasi fungsional dimana perangkat
lunak operasional akan bekerja dan identifikasi milestone
dari fungsional yang harus dipenuhi oleh vendor selama
proses pengembangan;
4) pengaturan izin modifikasi dari spesifikasi dan standar
kinerja selama proses pengembangan;
5)
identifikasi kebutuhan uji coba guna menentukan
pemenuhan standar kinerja perangkat lunak;
6) tindakan yang harus dilakukan vendor jika perangkat lunak
gagal pada saat uji coba;
7) jaminan keamanan dan keandalan; dan
8) penggunaan perangkat lunak untuk publik mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
2.3.2.5. Pemeliharaan
Bank perlu memperhatikan dan memastikan bahwa perjanjian
lisensi atau perjanjian pengembangan memuat kesepakatan
mengenai hal-hal yang diperlukan untuk pemeliharaan perangkat
lunak seperti dokumentasi, modifikasi, pengkinian, dan konversi.
Kesepakatan mencakup antara lain bahwa:
a. vendor memberikan pelatihan yang menyeluruh kepada personel
Bank yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan perangkat
lunak;
b. vendor memberikan dokumentasi perangkat lunak, termasuk
dokumentasi sistem dan petunjuk teknis penggunaan;
c. pelaksanaan dan biaya dari pengkinian dan modifikasi
perangkat lunak;
d. kemungkinan Bank melakukan akses ke kode sumber bila
vendor tidak dapat memberikan layanan lagi atau terdapat
kebutuhan modifikasi yang tidak dapat dilakukan oleh vendor;
dan
- 36 -
e. kemungkinan vendor untuk membantu proses konversi data
pada saat penggantian sistem pada masa mendatang paling
sederhana dalam format standar seperti format text.
Dalam hal diperlukan, kesepakatan tersebut dapat dimuat dalam
suatu perjanjian pemeliharaan yang tersendiri.
2.3.2.6. Garansi
Bank perlu melakukan penelitian untuk meyakini terdapat jaminan
bahwa lisensi perangkat lunak dari vendor:
a. tidak melanggar hak kekayaan intelektual dari pihak lainnya di
seluruh dunia;
b. tidak mengandung kode rahasia, pembatasan yang tidak
diungkapkan, atau pembatasan secara otomatis pada perjanjian;
c. berfungsi sesuai spesifikasi dan harus dinyatakan batasan
tanggung jawab vendor dalam hal terjadi permasalahan;
d. pemeliharaannya dilakukan oleh vendor selama jangka waktu
yang diperjanjikan; dan
e.
tetap berlaku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau perubahan kepemilikan baik pada Bank
atau vendor.
2.3.2.7. Penyelesaian Perselisihan
Bank harus memasukkan klausula penyelesaian perselisihan pada
perjanjian lisensi. Pemahaman mengenai klausula tersebut akan
meningkatkan kemampuan Bank untuk menyelesaikan
permasalahan dengan cara terbaik dan memungkinkan untuk
meneruskan pengembangan perangkat lunak selama periode
penyelesaian perselisihan.
2.3.2.8. Perubahan Perjanjian
Bank harus memastikan bahwa pada lisensi perangkat lunak secara
jelas menyatakan bahwa vendor tidak dapat memodifikasi perjanjian
tanpa adanya persetujuan dari kedua belah pihak.
2.3.2.9. Keamanan
Bank harus menetapkan kriteria pengendalian keamanan (security
control) atas TI yang akan menjadi standar kinerja dari fitur
keamanan dalam perjanjian lisensi dan perjanjian pengembangan
perangkat lunak. Standar tersebut harus memastikan bahwa
- 37 -
perangkat lunak yang dikembangkan konsisten dengan keseluruhan
program keamanan yang ada di Bank. Perjanjian lisensi dan
pengembangan tersebut antara lain mencakup:
1) tanggung jawab terus menerus dari pihak vendor untuk
melindungi keamanan dan kerahasiaan sumber daya dan data
Bank;
2) larangan bagi vendor untuk menggunakan atau mengungkapkan
informasi yang dimiliki Bank tanpa persetujuan Bank;
3) jaminan dari vendor bahwa perangkat lunak tidak mengandung
back door yang memungkinkan akses oleh pihak yang tidak
berwenang ke dalam sistem dan data Bank; dan
4) pernyataan secara eksplisit bahwa vendor tidak akan
menggunakan fitur yang dapat mengakibatkan perangkat lunak
tidak berfungsi dengan baik.
2.3.2.10. Subkontrak kepada Vendor
Bank harus menetapkan klausula dalam perjanjian pengembangan
yang melarang penugasan kontrak oleh vendor kepada pihak ketiga
tanpa persetujuan Bank. Apabila memang terdapat kondisi dimana
sebagian dari pengembangan perangkat harus disubkontrakkan
maka harus terdapat persetujuan tertulis dari Bank. Dalam
memberikan persetujuan subkontrak tersebut, Bank harus
mempertimbangkan tingkat kesulitan dan ketersediaan ahli dalam
pengembangan perangkat lunak tersebut serta keamanan data
Bank. Disamping itu, Bank harus memastikan terdapat klausula
yang menyatakan bahwa vendor bertanggung jawab terhadap
perangkat lunak meskipun dirancang atau dikembangkan oleh
pihak lain.
2.3.3.
Kebijakan, Standar, serta Prosedur Manajemen Proyek dan
Manajemen Perubahan
a. Manajemen proyek perlu memperhatikan antara lain:
1) Bank harus melakukan studi kelayakan untuk
mengetahui biaya dan manfaat dari pengembangan dan
pengadaan TI, sekaligus untuk menentukan penggunaan
sumber daya intern atau alih daya (outsourcing) kepada
vendor;
2) Bank harus menspesifikasikan secara jelas persyaratan
- 38 -
keamanan yang relevan sebelum sistem baru
dikembangkan atau dibeli. Persyaratan keamanan tersebut
harus sesuai dengan arsitektur keamanan informasi Bank
secara keseluruhan;
3) Bank harus melakukan perencanaan yang baik untuk
memastikan bahwa tujuan proyek akan tercapai;
4) Bank harus melakukan klasifikasi pemisahan lingkungan
untuk pengembangan, uji coba, dan produksi, termasuk
pembatasan akses ke masing-masing bagian lingkungan;
5) Bank harus memastikan kecukupan pelatihan dan
kejelasan petunjuk penggunaan sistem informasi yang
disusun sebagai bagian dari kontrak antara Bank dengan
vendor;
6) terhadap sistem yang didukung atau dipelihara oleh
vendor, harus terdapat analisis pemilihan perangkat lunak
yang memadai sehingga memastikan kebutuhan pengguna
dan proses bisnis terpenuhi;
7) terdapat perjanjian secara tertulis antara Bank dengan
vendor;
8) Bank harus menerapkan manajemen pemeliharaan untuk
semua proses pengembangan dan pengadaan yang telah
diimplementasikan;
9) seluruh hasil
(deliverables) pada setiap tahapan
manajemen proyek harus didokumentasikan dengan baik;
dan
10) Bank harus memiliki rencana proyek yang formal meliputi:
a) identifikasi proyek, sponsor, dan manajer proyek;
b) tujuan proyek, informasi latar belakang, dan strategi
pengembangan;
c)
deskripsi tugas dan tanggung jawab utama dari tiap
personel dalam manajemen proyek;
d) prosedur untuk mengumpulkan dan menyebarkan
informasi;
e)
kriteria hasil yang ditargetkan dapat diterima untuk
masing-masing tahap pengembangan;
f) masalah keamanan dan pengendalian yang harus
dipertimbangkan;
- 39 -
g) prosedur untuk memastikan manajer proyek menilai,
mengawasi, serta mengatur risiko intern dan ekstern
dengan benar sepanjang siklus pengembangan;
h) tanggal akhir pemberlakuan (cut off date) untuk
mengalihkan penggunaan sistem aplikasi dari yang
lama ke versi terbaru hasil pengembangan atau
perubahan;
i)
standar pengembangan yang akan digunakan untuk
pengawasan proyek, pengendalian sistem, dan
kendali mutu;
j)
jenis dan tingkatan dokumentasi yang harus
dihasilkan oleh setiap personel di setiap tahapan
proyek;
k) jadwal tahapan proyek dan aktivitas yang akan
diselesaikan dalam tiap tahap;
l)
estimasi anggaran awal dari keseluruhan biaya
proyek;
m) rencana uji coba yang mengidentifikasikan
kebutuhan uji coba berdasarkan jenis, prosedur, dan
jadwal uji coba; dan
n) rencana pelatihan yang mengidentifikasikan
kebutuhan dan jadwal pelatihan agar pegawai Bank
dapat menggunakan dan memelihara aplikasi
pascaimplementasi.
b. Proses manajemen perubahan paling sedikit mencakup:
1) peninjauan ulang sebelum modifikasi dan otorisasi;
2) pengujian sebelum modifikasi dalam lingkungan pengujian
yang terpisah;
3) prosedur rekam cadang (backup) data dan kode sumber
sebelum modifikasi;
4) dokumentasi yang terdiri atas:
a) penjelasan dari modifikasi,
b) alasan dari penerapan atau penolakan dari modifikasi
yang diusulkan,
c) nama individu yang membuat modifikasi,
d) salinan dari kode sumber yang diubah,
e) tanggal dan waktu modifikasi dilakukan, dan
- 40 -
f)
evaluasi setelah modifikasi; dan
5) dokumentasi yang harus dibuat selama proses modifikasi
berlangsung terdiri atas:
a) informasi yang menjadi prioritas,
b)
identifikasi sistem, Pangkalan Data (Database), dan
satuan kerja yang terpengaruh,
c) nama dari individu yang bertanggung jawab dalam
membuat perubahan,
d) kebutuhan sumber daya,
e) prediksi biaya,
f)
prediksi tanggal penyelesaian,
g) prediksi tanggal implementasi,
h) pertimbangan potensi keamanan dan keandalan
modifikasi sistem,
kebutuhan uji coba,
prosedur implementasi,
i)
j)
k) perkiraan downtime pada saat implementasi,
l) prosedur rekam cadang (backup),
m) pengkinian dokumentasi, antara lain berupa
rancangan program dan script, topologi jaringan,
manual pengguna, dan rencana kontinjensi,
n) dokumentasi penerimaan modifikasi dari semua
satuan kerja terkait, antara lain berupa pengguna,
teknologi, quality assurance, keamanan, audit, dan
o) dokumentasi audit pascaimplementasi disertai
dengan perbandingan antara harapan dan hasil.
2.4.
Proses Manajemen Risiko Pengembangan dan Pengadaan
2.4.1. Pengukuran Risiko terkait Pengembangan dan Pengadaan
Pengukuran tingkat risiko pada proses pengembangan dan
pengadaan TI tergantung pada faktor terkait antara lain:
a. kesesuaian dengan rencana strategis bisnis dan regulasi yang
berlaku;
b. adanya perubahan pada cakupan sistem atau proses;
c. pemisahan lingkungan pengembangan, uji coba dan operasional,
termasuk pengaturan aksesnya kepada pengembang, penguji,
dan pengguna;
- 41 -
d. rencana sistem aplikasi yang akan diperoleh melalui pembelian
paket tanpa modifikasi, pembelian paket dengan modifikasi,
pengembangan sendiri secara intern atau oleh pihak ketiga;
e. cakupan dan tingkat kekritisan sistem atau banyaknya unit
bisnis yang terpengaruh;
f.
kompleksitas tipe pemrosesan dari aplikasi yang akan
dikembangkan (batch, real-time, client atau server, parallel
distributed);
g. volume dan nilai transaksi dari sistem aplikasi yang akan
dikembangkan;
h. klasifikasi dan sensitivitas data dari sistem yang akan
dikembangkan;
i. dampak pada data (baca (read), unduh (download), unggah
(upload), pengkinian (update), atau ubah (alter));
j.
tingkat pengalaman dan kemampuan vendor, jika sistem dibeli
atau dikembangkan oleh pihak ketiga;
k. kecukupan jumlah dan kemampuan personel yang termasuk
dalam tim pengembangan;
l.
kesesuaian platform dan aplikasi yang dipilih dengan arsitektur
Bank;
m. ketergantungan sistem yang dikembangkan dengan sistem yang
telah ada;
n. ketidaksesuaian jumlah pengguna dengan rencana awal
pengembangan atau terdapat perubahan struktur organisasi
saat proses pengembangan;
o. perubahan ketentuan;
p. adanya risiko baru atau risiko yang dapat muncul dari teknologi
yang sedang dikembangkan atau risiko keusangan teknologi;
q. adanya kelemahan audit atau kelemahan yang ditemui dalam
self-assessment; dan
r.
ketidaksesuaian pelaksanaan pengembangan dengan target
waktu penyelesaian.
2.4.2. Pengendalian Risiko Pada Pengembangan dan Pengadaan
Pada setiap tahapan pengembangan dan pengadaan TI, Bank harus
memitigasi risiko yang telah diidentifikasi dan diukur dengan
beberapa cara pengendalian yang telah ditetapkan dalam kebijakan,
- 42 -
standar, dan prosedur pengembangan dan pengadaan TI Bank.
Setelah melakukan mitigasi, Bank harus memantau risiko yang
dikendalikan dan residual risk karena setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi rencana dan proses pengembangan dan pengadaan
TI, pada akhirnya dapat berdampak pada kegiatan operasional Bank.
2.4.2.1. Pengendalian Risiko pada Pengembangan
Dalam rangka mengendalikan risiko terkait pengembangan TI, Bank
harus dapat memastikan bahwa pengembangan sistem yang
dilakukan telah sesuai dengan kebijakan, standar, dan prosedur
untuk setiap tahapan pengembangan. Hal ini dilakukan dengan
memperhatikan:
a. rencana pengembangan sistem telah sesuai dengan kebutuhan
pengguna dan arah kebijakan bisnis Bank;
b. rancangan sistem yang dikembangkan telah mencakup
kebutuhan pengguna pada tahap inisiasi dan perencanaan serta
sesuai dengan standar pengendalian aplikasi yang melibatkan
partisipasi dari audit intern.
Berdasarkan tujuannya, pengendalian terbagi atas pengendalian
yang bersifat pencegahan, deteksi atau temuan, atau koreksi.
Pengendalian yang harus dilakukan paling sedikit meliputi:
1) Pengendalian Input
Paling sedikit mencakup pengecekan terhadap validitas
atau kebenaran data, range data, parameter, dan duplikasi
data yang di-input;
2) Pengendalian Proses
Memastikan proses bekerja secara akurat dan dapat
menyimpan atau menolak informasi. Pengendalian proses
yang dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem
mencakup paling sedikit error reporting, transaction log,
pengecekan urutan, dan rekam cadang (backup) file; dan
3) Pengendalian Output
Memastikan sistem mengelola informasi dengan aman dan
mendistribusikan informasi hasil proses dengan tepat serta
menghapus informasi yang telah melewati masa retensi;
c.
hasil pemrograman dibangun berdasarkan spesifikasi desain
dengan dilakukannya rencana uji coba yang didokumentasikan
- 43 -
untuk mempermudah penelusuran pengubahan sistem aplikasi;
d. pelaksanaan rangkaian uji coba dengan menetapkan ruang
lingkup tes skenario, penilaian atas hasil uji coba, melakukan
perbaikan pada sistem sampai dengan mendapatkan
pengesahan atas laporan hasil uji coba;
e. implementasi sistem yang baru dapat berjalan dengan sistem
yang lama dengan adanya persiapan instalasi, migrasi file,
konversi data, dokumen petunjuk teknis, dan pelatihan; dan
f.
hasil implementasi dari sistem berjalan dengan baik secara
berkesinambungan dengan dilakukannya kaji ulang secara
berkala atas hasil efektivitas pemeliharaan.
2.4.2.2. Pengendalian Risiko pada Pengadaan
Dalam rangka mengendalikan risiko pada pengadaan, Bank harus
membuat kriteria pemilihan vendor dan melakukan kaji ulang
kemampuan vendor antara lain terkait dengan kondisi keuangan,
tingkat dukungan (support level), dan pengendalian keamanan,
sebelum menetapkan pilihan produk atau layanan dari vendor.
Bank harus melakukan kaji ulang perjanjian lisensi (licensing
agreement) untuk memastikan hak dan tanggung jawab masing-
masing pihak secara jelas dan wajar. Penasihat hukum Bank harus
melakukan konfirmasi bahwa jaminan kinerja (performance
guarantee), akses terhadap kode sumber, hak cipta, dan keamanan
perangkat lunak atau data, telah diatur secara jelas sebelum pihak
manajemen menandatangani perjanjian. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. memastikan proses pengadaan telah sesuai dengan kebijakan,
standar, dan prosedur Bank serta ketentuan berlaku terkait
pengadaan; dan
b. melakukan segala perikatan yang memiliki kekuatan hukum
secara memadai.
- 44 -
BAB III AKTIVITAS OPERASIONAL TI
3.1.
Pendahuluan
Perkembangan TI memungkinkan Bank menjalankan kegiatan
operasional yang semakin kompleks. Operasional TI tidak hanya
terkonsentrasi di Pusat Data tetapi juga pada aktivitas lain yang
terkait dengan penggunaan aplikasi yang terintegrasi, beragam media
komunikasi, koneksi internet, dan berbagai platform komputer.
Sementara itu, akses input dan output dapat dilakukan oleh banyak
pengguna dari berbagai lokasi. Demikian juga dengan pemrosesan,
dapat dilakukan di berbagai lokasi yang berjauhan namun saling
terkait, baik secara real-time online, daring (online), maupun luring
(offline). Oleh karena itu, diperlukan pengendalian yang memadai
atas operasional TI agar Bank dapat meminimalisasi risiko
terganggunya kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi.
Pengaturan atas aktivitas operasional TI yang memadai sangat
penting untuk memastikan informasi pada sistem telah lengkap,
akurat, terkini, terjaga integritasnya, dan andal, serta terhindar dari
kesalahan, kecurangan, manipulasi, penyalahgunaan, dan perusakan
data.
3.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Aktivitas Operasional TI
Sesuai Pasal 12 POJK MRTI, Bank wajib memastikan kelangsungan
dan kestabilan operasional TI serta memitigasi risiko yang berpotensi
dapat mengganggu kegiatan operasional Bank.
Bank harus memiliki kebijakan yang mencakup setiap aspek
operasional TI dan disesuaikan dengan kompleksitas operasional TI
Bank. Aspek operasional TI antara lain meliputi Pusat Data,
perencanaan dan pemantauan kapasitas, pengelolaan konfigurasi
perangkat keras dan perangkat lunak, serta pengelolaan Pangkalan
Data (Database).
Prosedur memuat tanggung jawab, akuntabilitas, pemberian
wewenang, dan pedoman bagi para pelaksana kegiatan operasional.
Selain itu, manajemen harus menetapkan standar perangkat keras
dan perangkat lunak yang dipergunakan di lingkungan operasional,
pengujian, dan pengembangan dalam penyelenggaraan TI Bank.
- 45 -
3.2.1. Kebijakan terkait Pusat Data
Dalam Pasal 22 POJK MRTI, Pusat Data dan Pusat Pemulihan
Bencana wajib menjamin kelangsungan usaha Bank.
a. Aktivitas Operasional Pusat Data
Kebijakan, standar, dan prosedur serta sistem yang diterapkan
dalam aktivitas operasional Pusat Data mencakup aktivitas rutin
maupun tidak rutin. Aktivitas yang terkait dengan operasional
Pusat Data antara lain:
1) penjadwalan tugas
Bank memiliki dan melaksanakan jadwal semua tugas yang
harus dijalankan di Pusat Data operasional TI secara efektif
dan aman dari perubahan yang tidak sah;
2) pengoperasian tugas
Pemberian akses command line kepada operator TI harus
dibatasi sesuai kewenangan pada fungsi pengoperasian
tugas yang telah ditentukan;
3) pendistribusian output
Hasil informasi yang diproduksi oleh sistem (output), dalam
bentuk softcopy atau hardcopy, dapat merupakan informasi
yang sensitif atau rahasia. Prosedur yang harus dimiliki
Bank meliputi penentuan informasi yang akan diproduksi,
pendistribusian output baik secara fisik maupun logic, dan
pemusnahan (disposal) output yang sudah tidak diperlukan
lagi. Prosedur tersebut diperlukan untuk menghindari
terbukanya informasi yang bersifat rahasia dan
meningkatnya biaya akibat adanya output yang tidak
diperlukan, serta untuk memastikan keamanan output;
4) proses rekam cadang (backup) baik onsite maupun offsite,
restore, unduh (download), dan unggah (upload) untuk
Pangkalan Data (Database);
5) pemantauan perangkat keras dan perangkat lunak; dan
6) pengaktifan jejak audit (audit trail).
b. Pengendalian Akses Fisik Pusat Data
Akses fisik ke Pusat Data harus dibatasi dan dikendalikan
dengan baik. Pintu Pusat Data harus selalu terkunci dan
dilengkapi dengan kartu akses dan/atau biometric device. Ruang
Pusat Data tidak boleh diberi label atau papan petunjuk (signing
- 46 -
board) agar orang tidak mudah mengenali. Bank harus memiliki
log-book untuk mencatat tamu yang memasuki Pusat Data.
c. Pengendalian Lingkungan Pusat Data
Kondisi lingkungan pemrosesan TI yang tidak sesuai standar
dapat menimbulkan gangguan pada operasional TI sehingga
manajemen paling sedikit:
1) mengawasi dan memantau faktor lingkungan Pusat Data,
antara lain mencakup sumber listrik, api, air, suhu, dan
kelembaban udara. Pengendalian lingkungan yang dapat
diterapkan antara lain penggunaan Uninterruptible Power
Supply (UPS); lantai yang ditinggikan (raised floor);
pengaturan suhu dan kelembaban udara dengan
pemanfaatan Air Conditioner (AC), termometer, dan
higrometer; pendeteksi asap dan/atau api; sistem
pemadaman api; dan kamera Closed-Circuit Television
(CCTV);
2) memastikan tersedianya sumber listrik yang cukup, stabil,
dan tersedianya sumber alternatif listrik untuk
mengantisipasi tidak berfungsinya sumber listrik utama.
Untuk mengantisipasi putusnya arus listrik sewaktu-waktu,
Bank perlu memastikan pengatur voltase listrik, UPS, dan
generator listrik dapat bekerja dengan baik pada saat
diperlukan. Bank juga harus menggunakan metode
pemindahan secara otomatis (automatic switching) apabila
terjadi gangguan pada salah satu sumber listrik untuk
menjaga pasokan listrik yang sesuai dengan kebutuhan
peralatan;
3) memastikan Pusat Data memiliki detektor api dan asap
serta pipa pembuangan air. Bank juga harus menyediakan
sistem pemadam api yang memadai, baik yang dapat
beroperasi secara otomatis maupun dioperasikan secara
manual. Zat pemadam api dan sistem yang digunakan
harus memperhatikan keamanan terhadap peralatan dan
petugas pelaksana di dalam Pusat Data;
4) menggunakan lantai yang ditinggikan (raised floor) untuk
mengamankan sistem perkabelan dan menghindari efek
grounding di Pusat Data; dan
- 47 -
5) menginventarisasi perangkat pendukung Pusat Data antara
lain UPS dan power control, fire detection and extinguisher,
air conditioning, termometer, dan higrometer.
3.2.2. Kebijakan Perencanaan dan Pemantauan Kapasitas TI
Bank perlu memiliki kebijakan dan prosedur perencanaan dan
pemantauan kapasitas TI untuk dapat memastikan bahwa perangkat
keras dan perangkat lunak yang digunakan Bank telah sesuai
dengan kebutuhan operasional bisnis dan mengantisipasi
perkembangan usaha Bank. Tanpa perencanaan kapasitas TI yang
baik, Bank dapat menghadapi risiko kekurangan atau bahkan
pemborosan sumber daya TI. Perencanaan kapasitas TI harus
disusun untuk jangka waktu cukup panjang dan selalu dikinikan
untuk mengakomodasi perubahan yang ada.
3.2.3. Kebijakan Pengelolaan Konfigurasi Perangkat Keras dan
Perangkat Lunak
Bank harus menetapkan prosedur terkait:
a. proses instalasi perangkat keras dan perangkat lunak;
b. pengaturan parameter (hardening) perangkat keras dan
perangkat lunak; dan
c.
inventarisasi dan pengkinian informasi perangkat keras,
perangkat lunak, infrastruktur jaringan, media penyimpan, dan
perangkat pendukung lainnya yang terdapat di Pusat Data.
Inventarisasi yang dilakukan meliputi:
1) Perangkat keras
Inventarisasi perangkat keras harus dilakukan secara
menyeluruh termasuk inventarisasi terhadap perangkat
keras yang dimiliki oleh pihak lain tetapi berada di Bank.
Informasi penting yang harus dicakup dalam inventarisasi
perangkat keras antara lain nama vendor dan model,
tanggal pembelian dan instalasi, kapasitas processor,
memori utama, kapasitas penyimpanan, sistem operasi,
fungsi, dan lokasi.
2) Perangkat lunak
Bank harus melakukan inventarisasi atas informasi
mengenai nama dan jenis perangkat lunak seperti sistem
operasi, sistem aplikasi, atau sistem utilitas. Informasi lain
- 48 -
yang harus dicakup dalam inventarisasi perangkat lunak,
antara lain meliputi nama vendor, tanggal instalasi, nomor
versi dan keluaran (release), pemilik perangkat lunak,
setting parameter dan service yang aktif, jumlah lisensi yang
dimiliki, jumlah perangkat lunak yang di-install, dan jumlah
pengguna.
3)
Infrastruktur jaringan
Infrastruktur jaringan merupakan hal yang penting bagi
operasional Bank
sehingga manajemen harus
mendokumentasikan secara lengkap konfigurasi jaringan.
Informasi yang harus dicakup antara lain:
a) diagram jaringan;
b) identifikasi seluruh koneksi intern dan ekstern Bank;
c)
d)
daftar dan kapasitas peralatan jaringan seperti switch,
router, hub, gateway, dan firewall;
identifikasi vendor telekomunikasi;
e) rencana perluasan dan perubahan konfigurasi
jaringan; dan
f)
gambaran sistem pengamanan jaringan.
4) Media penyimpan
Informasi yang diperlukan dalam inventarisasi media
penyimpan antara lain jenis dan kapasitas, lokasi
penyimpanan baik onsite maupun offsite, tipe dan
klasifikasi data yang disimpan, source system, serta
frekuensi dan masa retensi rekam cadang (backup).
3.2.4. Kebijakan Pemeliharaan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
a. Pemeliharaan Perangkat Keras
Pemeliharaan preventif secara berkala terhadap peralatan TI
perlu dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan pengoperasian
peralatan tersebut dan untuk mendeteksi secara dini
permasalahan yang potensial. Untuk itu Bank perlu memiliki
perjanjian pemeliharaan dengan vendor guna memastikan
ketersediaan dukungan pemeliharaan dari vendor. Pemeliharaan
didasarkan jadwal yang telah ditetapkan, didokumentasikan
pada suatu log-book, dan dilakukan kaji ulang secara berkala.
- 49 -
b. Pemantauan Kinerja Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Pemantauan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak
dilakukan setiap hari untuk memastikan seluruh perangkat
tersebut beroperasi sebagaimana mestinya.
Misalnya server tetap dalam keadaan menyala, kapasitas
Pangkalan Data (Database) dan utilitas server tidak melampaui
limit, dan fasilitas pendukung berfungsi dengan baik.
3.2.5. Kebijakan Manajemen Perubahan (Change Management)
Manajemen perubahan adalah prosedur yang mengatur
penambahan, penggantian, maupun penghapusan obyek di
lingkungan operasional. Obyek dimaksud dapat berupa data,
program, menu, aplikasi, perangkat komputer, perangkat jaringan,
dan proses.
Bank harus memiliki kebijakan, standar, dan prosedur manajemen
perubahan yang paling sedikit mencakup permintaan, analisis,
persetujuan perubahan, dan instalasi perubahan termasuk
pemindahan perangkat keras dan perangkat lunak dari lingkungan
pengujian ke lingkungan operasional.
Manajemen perubahan harus memperhatikan:
a. Pengendalian perubahan
Ketergantungan antar aplikasi yang digunakan pada berbagai
satuan kerja memerlukan penyelenggaraan TI yang terintegrasi.
Oleh karena itu, semua perubahan harus melalui fungsi
pengawasan dalam manajemen perubahan yang terkoordinasi
dan melibatkan perwakilan dari satuan kerja bisnis, unit
penyelenggara TI, keamanan informasi, dan audit intern.
Prosedur instalasi perubahan harus memperhatikan
kelangsungan operasional pada lingkungan operasional,
pengawasan, dan pengaturan pengamanan sistem informasi.
Standar minimal yang diatur harus mencakup risiko, pengujian,
otorisasi dan persetujuan, waktu implementasi, validasi setelah
penginstalan, dan back-out atau recovery.
b. Patch management
Dalam manajemen perubahan, Bank harus memiliki
dokumentasi yang lengkap tentang instalasi patch yang
dilakukan. Selain itu, Bank harus memastikan bahwa Bank
- 50 -
menggunakan versi perangkat lunak terbaru yang paling sesuai.
Bank juga harus memiliki informasi terkini mengenai perbaikan
produk, masalah keamanan, patch atau upgrade, atau
permasalahan lain yang sesuai dengan versi perangkat lunak
yang digunakan.
c. Migrasi data
Migrasi data terjadi jika terdapat perubahan besar pada sistem
aplikasi, atau terjadi penggabungan data dari beberapa sistem
yang berbeda. Dalam hal terdapat migrasi data, Bank perlu
memiliki kebijakan, standar, dan prosedur mengenai
penanganan migrasi data. Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam
melakukan migrasi data dimulai dari rencana strategis,
manajemen proyek, manajemen perubahan, pengujian, rencana
kontinjensi, rekam cadang (backup), manajemen vendor, dan
post-implementation review.
3.2.6. Kebijakan Penanganan Kejadian atau Permasalahan
Prosedur penanganan kejadian atau permasalahan yang baik
dibutuhkan Bank untuk menghadapi risiko finansial, operasional,
dan reputasi dari permasalahan yang timbul. Prosedur penanganan
kejadian atau permasalahan harus mencakup perangkat keras,
sistem operasi, sistem aplikasi, perangkat jaringan, dan peralatan
keamanan.
Bank harus memelihara sarana yang diperlukan untuk menangani
permasalahan antara lain:
a. Pengelolaan Helpdesk
Bank harus memiliki fungsi helpdesk agar Bank dapat
menanggapi dan menangani permasalahan yang dihadapi oleh
seluruh pengguna di Bank dengan segera. Bank akan
menghadapi risiko jika tidak memiliki prosedur helpdesk yang
memadai untuk memastikan bahwa pengguna telah memperoleh
solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi helpdesk adalah:
1) Tersedianya dokumentasi permasalahan yang lengkap
Dokumentasi permasalahan harus mencakup data
pengguna, penjelasan masalah, dampak pada sistem
(platform, aplikasi, atau lainnya), kode prioritas, status
- 51 -
resolusi saat ini, pihak yang bertanggung jawab terhadap
resolusi, akar permasalahan (jika teridentifikasi), target
waktu resolusi, dan field komentar untuk mencatat kontak
pengguna dan informasi relevan lainnya.
2) Sistem helpdesk
Bank perlu menggunakan sistem yang dapat memberikan
bantuan kepada staf helpdesk tentang alternatif solusi
permasalahan yang umum terjadi. Bank secara berkala
melakukan pengkinian terhadap sistem tersebut dengan
informasi yang didapat dari vendor dan dari pengalaman
staf helpdesk.
b. Pengelolaan Power User
Power user adalah user id yang memiliki kewenangan sangat
luas. Dalam rangka penanganan permasalahan, Bank
menetapkan prosedur penanganan power user agar
penggunaannya tidak disalahgunakan. Prosedur tersebut antara
lain mengatur:
1) penetapan pihak yang memiliki hak akses power user
termasuk penerapan dual custody (pemecahan password
kepada lebih dari 1 (satu) orang);
2) prosedur penyimpanan password power user;
3) prosedur break ID power user pada keadaan darurat;
4) prosedur penggantian password power user setelah
digunakan; dan
5) pendokumentasian penggunaan power user dalam bentuk
berita acara.
3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Data (Database)
Kegagalan dalam mengelola dan mengamankan Pangkalan Data
(Database) dapat mengakibatkan perubahan, penghancuran, atau
pengungkapan informasi yang sensitif oleh pengguna secara sengaja
maupun tidak sengaja atau oleh pihak lain yang tidak berhak.
Pengungkapan tanpa izin terhadap informasi yang rahasia dapat
mengakibatkan risiko reputasi, hukum, dan operasional serta dapat
menyebabkan kerugian finansial.
Bank perlu memiliki klasifikasi sensitivitas atas informasi yang
disimpan pada Pangkalan Data (Database) sebagai dasar untuk
- 52 -
melakukan pengawasan. Pangkalan Data (Database) yang
menyimpan informasi rahasia membutuhkan pengendalian yang
lebih ketat dibandingkan Pangkalan Data (Database) yang
menyimpan informasi yang tidak sensitif. Untuk itu, Bank memiliki
fungsi Database Administrator (DBA) yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan Pangkalan Data (Database) Bank. Prosedur
yang dimiliki Bank terkait Pangkalan Data (Database) adalah
pengaksesan, pemeliharaan, penanganan permasalahan, dan
administrasi Pangkalan Data (Database).
3.2.8. Kebijakan Pengendalian Pertukaran Informasi (Exchange of
Information)
Pengiriman informasi secara daring (online) maupun melalui media
penyimpan (seperti tape dan disk) harus dikelola secara memadai
oleh Bank untuk mencegah risiko terkait pengamanan informasi.
Bank harus memiliki prosedur pengelolaan transmisi informasi
secara fisik dan logic antara lain:
a. permintaan dan pemberian informasi oleh pihak intern dan
ekstern; dan
b. pengiriman informasi melalui berbagai media, seperti hardcopy,
tape, disk, email, pos, dan internet.
Pada Bank besar dengan kompleksitas TI yang tinggi, manajemen
harus mempertimbangkan pemisahan segmen Wide Area Network
(WAN) dan Local Area Network (LAN) dengan perangkat pengamanan
seperti firewall yang membatasi akses dan lalu lintas keluar
masuknya data.
3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Library
Pengelola library bertanggung jawab untuk menginventarisasi dan
menyimpan seluruh perangkat lunak dan data yang tersimpan dalam
berbagai media, antara lain tape dan disk. Disamping itu, pengelola
library juga menyimpan salinan dari seluruh kebijakan dan prosedur
seperti run book manual terkait Pusat Data.
Adapun prosedur yang harus ditetapkan antara lain:
a. pengamanan akses ke data di library;
b. penanganan media penyimpan data (untuk Pangkalan Data
(Database) dan audit journal);
c. masa retensi media penyimpan data;
- 53 -
d. pengujian media penyimpan data; dan
e. keluar dan masuk media penyimpan data dari dan ke library.
Dalam membuat kebijakan, standar, dan prosedur untuk library,
Bank harus memperhatikan kecukupan prosedur penyimpanan
(storage), rekam cadang (back-up), dan pemusnahan (disposal) media.
Rekam cadang (back-up) data maupun program harus selalu
dikinikan agar Bank dapat memastikan kemampuannya untuk
memulihkan sistem, aplikasi, dan data pada saat terjadi bencana
atau gangguan lainnya.
3.2.10. Kebijakan Pemusnahan (Disposal) Perangkat Keras dan Perangkat
Lunak
Pemusnahan (Disposal) meliputi penghapusan perangkat lunak,
perangkat keras, dan data yang sudah tidak digunakan lagi atau
yang masa retensinya telah habis. Kode sumber versi lama yang
sudah tidak dipakai lagi harus disimpan dengan informasi yang jelas
mengenai tanggal, waktu, dan informasi lain ketika digantikan
dengan kode sumber versi terbaru. Kegiatan yang dilakukan meliputi
antara lain:
a. memindahkan data dari sistem produksi ke media rekam cadang
(back-up) dengan mekanisme sesuai prosedur, termasuk
prosedur uji coba dan rekam cadang (back-up);
b. menyimpan dokumentasi sistem sebagai persiapan jika
diperlukan untuk meng-install ulang suatu sistem ke server
produksi;
c. mengelola arsip data sesuai masa retensi; dan
d. memusnahkan data yang habis masa retensinya.
3.3.
Proses Manajemen Risiko Aktivitas Operasional TI
Manajemen risiko aktivitas operasional TI harus memperhatikan:
a. Kejadian atau aktivitas yang dapat mengganggu operasional
antara lain:
1) kesalahan investasi teknologi termasuk penerapan yang
tidak benar, kegagalan dari pihak vendor, pendefinisian dari
kebutuhan bisnis yang tidak tepat, ketidaksesuaian dengan
sistem-sistem yang ada, atau keusangan perangkat lunak,
termasuk hilangnya dukungan vendor terhadap perangkat
keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh Bank;
- 54 -
2) permasalahan pengembangan sistem dan implementasi
termasuk ketidakcukupan manajemen proyek, biaya dan
waktu yang melebihi batas, error pada pemrograman,
kegagalan untuk mengintegrasikan atau migrasi dari sistem
yang ada, atau kesalahan dari sebuah sistem untuk
memenuhi kebutuhan pengguna;
3) permasalahan pada kapasitas sistem seperti kekurangan
pada perencanaan kapasitas, ketidakcukupan kapasitas
untuk mengakomodasi fleksibilitas sistem, dan/atau
ketidakcukupan perangkat lunak untuk mengakomodasi
pengembangan bisnis;
4) kegagalan sistem termasuk pada jaringan, interface,
perangkat keras, perangkat lunak, atau kegagalan
komunikasi intern; dan
5) pelanggaran pada keamanan sistem termasuk pelanggaran
pada keamanan ekstern dan intern, penipuan dalam
pemrograman, atau virus pada komputer.
b. Tingkat risiko operasional TI yang tergantung pada faktor terkait
antara lain:
1) kesesuaian dengan rencana strategis bisnis dan regulasi
yang berlaku;
2) perubahan pada cakupan sistem atau proses;
3) lokasi pengaksesan sistem (intern atau ekstern, termasuk
internet, dial-up, atau WAN);
4) perolehan aplikasi antara lain melalui pembelian paket
tanpa modifikasi, pembelian paket dengan modifikasi,
dan/atau pengembangan sendiri secara intern atau oleh
pihak ketiga;
5) cakupan dan tingkat kekritisan sistem atau banyaknya unit
bisnis yang terpengaruh;
6) kompleksitas tipe pemrosesan dari aplikasi (batch, realtime,
client atau server, atau parallel distributed);
7) volume dan nilai transaksi dari sistem;
8)
klasifikasi dan sensitivitas data yang diproses atau
digunakan;
9) dampak pada data (baca (read), unduh (download), unggah
(upload), pengkinian (update), atau ubah (alter));
- 55 -
10) tingkat pengalaman dan kemampuan pengelola TI;
11) kecukupan jumlah dan kemampuan staf pelaksana;
12) keragaman platform, aplikasi, dan delivery channel;
13) jumlah pengguna dan nasabah;
14) perubahan ketentuan;
15) adanya risiko baru atau risiko yang dapat muncul dari
teknologi yang sedang dikembangkan atau risiko keusangan
teknologi; dan
16) adanya kelemahan audit atau kelemahan yang ditemui
dalam self-assessment.
- 56 -
BAB IV JARINGAN KOMUNIKASI
4.1.
Pendahuluan
Perkembangan teknologi jaringan komunikasi telah mengubah
pendekatan usaha Bank menjadi tanpa mengenal batasan waktu dan
tempat. Bank dapat menyediakan layanan perbankan secara realtime
online dari seluruh kantor dan delivery channel lainnya, seperti;
Automated Teller Machine (ATM), internet banking, mobile banking,
dan Electronic Data Capture (EDC), baik milik Bank maupun milik
pihak penyedia jasa TI.
Jaringan komunikasi mencakup perangkat keras, perangkat lunak,
dan media transmisi yang digunakan untuk mentransmisikan
informasi berupa data, suara (voice), gambar (image), dan video.
Penyelenggaraan jaringan komunikasi sangat dipengaruhi oleh
perubahan TI, baik sistem maupun infrastruktur, dan rentan
terhadap gangguan dan penyalahgunaan.
Oleh karena itu, Bank perlu memastikan bahwa integritas jaringan
dipelihara dengan cara menerapkan kebijakan, standar, dan
prosedur pengelolaan jaringan dengan baik, memaksimalkan kinerja
jaringan, mendesain jaringan yang tahan terhadap gangguan, dan
mendefinisikan layanan jaringan secara jelas serta melakukan
pengamanan yang diperlukan.
4.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Jaringan Komunikasi
Dalam Pasal 13 POJK MRTI, Bank wajib menyediakan jaringan
komunikasi yang memenuhi prinsip kerahasiaan (confidentiality),
integritas (integrity), dan ketersediaan (availability). Untuk memenuhi
kewajiban tersebut, Bank harus memiliki kebijakan, standar, dan
prosedur sebagai pedoman dalam menyediakan jaringan komunikasi
untuk meyakinkan bahwa kelangsungan operasional dan keamanan
jaringan komunikasi tetap terjaga.
Kebijakan jaringan komunikasi merupakan arah dan tujuan
pengelolaan jaringan komunikasi yang akan diselenggarakan Bank,
misalnya terkait dengan penerapan enkripsi pada jaringan
komunikasi.
Standar jaringan komunikasi merupakan sejumlah parameter yang
ditetapkan oleh Bank untuk memenuhi kebijakan jaringan
komunikasi, misalnya penggunaan Secure Socket Layer (SSL) pada
- 57 -
layer Session.
Prosedur jaringan komunikasi merupakan serangkaian langkah
teknis yang akan dilakukan oleh Bank untuk memenuhi standar
jaringan komunikasi.
Kebijakan, standar, dan prosedur yang perlu ditetapkan paling
sedikit mencakup:
a. pengukuran kinerja dan perencanaan kapasitas jaringan
(performance and capacity planning);
b. pengamanan jaringan komunikasi (network access control,
termasuk remote access);
c. change management (setting, configuration, and testing);
d. network management, network logging, dan network monitoring;
e. penggunaan internet, intranet, surat elektronik (e-mail), dan
wireless
(termasuk mekanisme penggunaan jaringan
komunikasi);
f. prosedur penanganan masalah (problem handling);
g. fasilitas rekam cadang (backup) dan recovery; dan
h. perjanjian dan SLA yang sesuai dengan kebutuhan Bank dan
dipantau secara berkala apabila jaringan komunikasi yang
digunakan oleh Bank diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa
TI.
4.3.
Proses Manajemen Risiko Jaringan Komunikasi
4.3.1. Pengendalian Risiko
a. Penggunaan teknologi jaringan komunikasi memberikan
berbagai kemudahan dan manfaat bagi Bank dan nasabah,
namun demikian, perlu diperhatikan risiko-risiko yang mungkin
timbul, antara lain:
1) kehilangan data/informasi;
2) kehilangan integritas data/informasi;
3) tidak lengkapnya data/informasi yang ditransmisikan;
4) hilangnya kerahasiaan informasi;
5) tidak tersedianya jaringan komunikasi akibat gangguan
atau bencana; dan
6) kehilangan/kerusakan perangkat jaringan komunikasi.
b. Dalam mengendalikan risiko pada jaringan komunikasi, Bank
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Desain Jaringan Komunikasi
- 58 -
Jaringan komunikasi harus didesain sedemikian rupa
sehingga efisien tetapi juga dinamis untuk mengantisipasi
pengembangan di masa mendatang. Pada tahap ini,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) penentuan topologi jaringan komunikasi;
b) perencanaan kapasitas (capacity planning) jaringan
komunikasi;
c) pemilihan media jaringan komunikasi;
d) rekam cadang (backup) perangkat keras, jalur alternatif
(alternative routing), atau provider alternatif;
e) pengamanan fisik dan logic:
i. penempatan perangkat jaringan pada lokasi yang
aman terhadap gangguan alam dan akses oleh
orang yang tidak berhak; dan
ii. pengaturan parameter sistem perangkat jaringan.
f)
tersedianya jejak audit, paling sedikit untuk
perubahan-perubahan pada setting parameter dan hak
akses perangkat jaringan komunikasi dan juga
penggunaan atas hak akses tersebut.
2) Pengendalian Akses
Pengendalian akses di jaringan komunikasi sangat penting
dan harus diperhatikan karena jaringan komunikasi
merupakan pintu utama untuk masuk ke dalam sistem
informasi Bank. Jika tidak dikelola dengan baik, maka
keamanan informasi menjadi terancam. Dalam menerapkan
pengendalian akses, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh Bank, yaitu:
a) akses ke jaringan komunikasi oleh pengguna
didasarkan pada kebutuhan bisnis dengan
memperhatikan aspek keamanan informasi;
b) melakukan pemisahan jaringan komunikasi
berdasarkan segmen baik secara fisik maupun logic,
misalnya pemisahan antara lingkungan pengembangan
dan operasional;
c)
jika pemisahan secara fisik tidak dapat dilakukan,
maka Bank harus memisahkan jaringan komunikasi
secara logic dan memantau security access di jaringan
- 59 -
komunikasi;
d) keputusan untuk terhubung ke jaringan komunikasi di
luar Bank harus sesuai dengan persyaratan
pengamanan dan secara formal disetujui oleh
manajemen sebelum pelaksanaan;
e) menerapkan pengendalian yang dapat membatasi
network traffic yang tidak sah atau tidak diharapkan;
f)
konfigurasi perangkat jaringan komunikasi harus
diatur dengan baik. Fungsi-fungsi atau services yang
tidak dibutuhkan harus dinonaktifkan;
g) penggunaan perangkat pengamanan jaringan
komunikasi, seperti firewall, Intrusion Detection System
(IDS), dan Intrusion Prevention System (IPS);
h) penggunaan penambahan perangkat monitor jaringan
komunikasi (network management system) dengan
memperhatikan pengamanannya; dan
i)
pengujian secara berkala terhadap keamanan jaringan
komunikasi, misalnya dengan penetration testing.
3) Pengoperasian dan Pemeliharaan Jaringan Komunikasi
Pengoperasian dan pemeliharaan jaringan komunikasi
paling sedikit harus memperhatikan:
a) petugas yang mengoperasikan jaringan komunikasi
harus secara jelas ditunjuk oleh manajemen, memiliki
kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang
cukup, serta diberi tugas dan wewenang yang memadai
untuk menjalankan fungsinya;
b) Bank harus memiliki incident response plan terhadap
gangguan dan serangan jaringan komunikasi;
c) Bank harus memiliki fasilitas rekam cadang (backup)
perangkat keras atau perangkat lunak jaringan
komunikasi, termasuk mekanisme restart/recovery
yang telah teruji. Fasilitas rekam cadang (backup)
tersebut sebaiknya memiliki risiko yang berbeda
dengan perangkat utama seperti menggunakan pihak
penyedia jasa yang berbeda; dan
d) patch dan release harus selalu dikinikan setelah
melalui pengujian intern untuk meyakini bahwa
- 60 -
kelemahan telah diperbaiki.
4) Dokumentasi
Untuk dapat mengendalikan kegiatan pengelolaan jaringan
komunikasi, Bank harus memiliki dokumentasi jaringan
komunikasi yang lengkap dan terkini, antara lain:
a)
b) diagram jaringan komunikasi secara rinci;
c)
kebijakan, standar, prosedur, dan baseline tentang
jaringan komunikasi;
daftar dan spesifikasi perangkat lunak dan perangkat
keras jaringan komunikasi;
d) daftar permasalahan dan penanganannya;
e) laporan pemantauan jaringan komunikasi;
f)
g)
laporan perencanaan kapasitas jaringan komunikasi;
perjanjian dan SLA dengan pihak penyedia jasa TI
fasilitas jaringan komunikasi;
h) dokumen pengujian jaringan komunikasi;
i) dokumen pengimplementasian jaringan komunikasi;
j) dokumen perubahan jaringan komunikasi disertai
alasan perubahan; dan
k) daftar pengguna dan wewenangnya.
4.3.2. Pemantauan Risiko
Pemantauan terhadap risiko yang mungkin timbul dalam jaringan
komunikasi yang digunakan oleh Bank antara lain mencakup hal-
hal:
a.
jejak audit yang tersedia harus dipantau secara teratur untuk
dapat mendeteksi secara dini ada tidaknya penyimpangan;
b. kinerja jaringan komunikasi diukur secara berkala berdasarkan
tingkat ketersediaan (availability) dan response time;
c. Bank harus memantau kapasitas yang digunakan dan
diperlukan untuk rencana pengembangan bisnis dibandingkan
dengan kapasitas terpasang;
d. Bank harus memantau dan menindaklanjuti penyusupan atau
serangan terhadap jaringan komunikasi; dan
e. Bank harus melakukan kaji ulang pemberian akses kepada
pengguna secara berkala untuk meyakini bahwa akses yang
diberikan masih sesuai dengan tugas dan wewenang. Selain itu,
perlu dilakukan kaji ulang atas pengguna jaringan komunikasi
- 61 -
di Bank yang memiliki akses ke jaringan komunikasi di luar
Bank.
- 62 -
BAB V PENGAMANAN INFORMASI
5.1.
Pendahuluan
Informasi adalah aset yang sangat penting bagi Bank, baik informasi
yang terkait dengan nasabah, keuangan, laporan, maupun
informasi lainnya. Kebocoran, kerusakan, ketidakakuratan,
ketidaktersediaan, atau gangguan lain terhadap informasi tersebut
dapat menimbulkan dampak yang merugikan baik secara finansial
maupun non-finansial bagi Bank. Dampak dimaksud tidak hanya
terbatas pada Bank, namun juga kepada nasabah.
Mengingat pentingnya informasi maka informasi harus dilindungi
atau diamankan oleh seluruh personel Bank. Pengamanan informasi
tidak hanya mencakup pengamanan terhadap semua aspek dan
komponen TI terkait seperti perangkat lunak, perangkat keras,
jaringan, peralatan pendukung (misalnya sumber daya listrik, AC),
dan SDM (termasuk kualifikasi dan keterampilan) namun juga
informasi dalam bentuk yang lebih luas.
5.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Pengamanan Informasi
Sesuai Pasal 16 POJK MRTI, Bank wajib memastikan pengamanan
informasi dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan paling
sedikit:
a. pengamanan informasi yang ditujukan agar informasi yang
dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas
(integrity), dan ketersediaan (availability) secara efektif dan
efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan;
b. pengamanan informasi yang dilakukan terhadap aspek
teknologi, SDM, dan proses dalam penggunaan TI;
c. pengamanan informasi yang diterapkan berdasarkan hasil
penilaian terhadap risiko (risk assessment) pada informasi yang
dimiliki Bank; dan
d. ketersediaan manajemen penanganan insiden dalam
pengamanan informasi.
Selain kewajiban tersebut, Bank juga menerapkan pengamanan
informasi secara komprehensif dan berkesinambungan yaitu dengan
menetapkan kebijakan, standar, dan prosedur terkait pengamanan
informasi, mengimplementasikan pengendalian pengamanan
informasi, memantau dan mengevaluasi kinerja dan keefektifan
- 63 -
kebijakan pengamanan informasi,
serta melakukan
penyempurnaan.
Disamping itu, Bank perlu mempertimbangkan implementasi
standar internasional di bidang pengamanan informasi seperti
International Organization for Standardization (ISO), International
Electrotechnical Commission (IEC), Control Objective for Information
and Related Technology (COBIT),
Information Technology
Infrastructure Library (ITIL) dan standar nasional seperti Standar
Nasional Indonesia (SNI), dengan memperhatikan tujuan, kebijakan
usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank yang meliputi antara
lain keragaman dalam jenis transaksi, produk, atau jasa dan
jaringan kantor, serta teknologi pendukung yang digunakan.
5.2.1.
Kebijakan Pengamanan Informasi
Manajemen Bank harus menetapkan kebijakan dan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap pengamanan informasi. Kebijakan
tersebut harus sesuai dengan penerimaan risiko (risk appetite) dan
dikomunikasikan secara berkala kepada seluruh pegawai Bank dan
pihak ekstern yang terkait. Disamping itu, perlu dilakukan evaluasi
kebijakan secara berkala dan apabila terdapat perubahan penting.
Kebijakan tentang pengamanan informasi harus mencakup paling
sedikit:
a. tujuan pengamanan informasi yang paling sedikit meliputi
pengelolaan aset, SDM, pengamanan fisik, pengamanan logic
(logical security), pengamanan operasional TI, penanganan
insiden pengamanan informasi, dan pengamanan informasi
dalam pengembangan sistem;
b. komitmen manajemen terhadap pengamanan informasi sejalan
dengan strategi dan tujuan bisnis;
c. kerangka acuan dalam menetapkan pengendalian melalui
pelaksanaan manajemen risiko Bank;
d. kepatuhan terhadap ketentuan intern dan ketentuan peraturan
perundang-undangan antara lain Undang-Undang mengenai
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan
Pemerintah mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PP PSTE);
e. pelatihan dan peningkatan kesadaran atas pentingnya
- 64 -
pengamanan informasi (security awareness program);
f.
analisis dampak pengamanan informasi terhadap
kelangsungan bisnis;
g. tugas dan tanggung jawab pihak-pihak dalam pengamanan
informasi;
h. sanksi atas pelanggaran kebijakan pengamanan informasi; dan
i. dokumen atau ketentuan lain yang mendukung kebijakan
pengamanan informasi.
5.2.2.
Standar Pengamanan Informasi
Manajemen Bank harus menetapkan standar pengamanan
informasi sesuai dengan kebijakan pengamanan informasi dengan
antara lain mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan dan best practice. Standar tentang pengamanan informasi
merupakan:
a. dasar untuk melaksanakan dan menilai kepatuhan
pelaksanaan ketentuan terkait pengamanan informasi; dan
b. acuan untuk menyusun prosedur pengamanan informasi.
Contoh standar pengamanan informasi antara lain:
1) standar password;
2) standar enkripsi;
3) standar pengamanan server;
4) standar pengamanan perangkat jaringan;
5) standar pengamanan end-point atau komputer;
6) standar logging; dan
7) standar pengamanan aplikasi.
5.2.3.
Prosedur Pengamanan Informasi
5.2.3.1. Prosedur Pengelolaan Aset
Prosedur pengelolaan aset meliputi paling sedikit:
a. aset Bank yang terkait dengan informasi harus
diidentifikasikan,
ditentukan
pemilik
atau
penanggungjawabnya, dan dicatat agar dapat dilindungi secara
tepat;
b. aset yang terkait dengan informasi tersebut dapat berupa data
(hardcopy atau softcopy), perangkat lunak, perangkat keras,
jaringan, peralatan pendukung, misalnya sumber daya listrik
dan AC, dan SDM termasuk kualifikasi dan keterampilan;
c. pengaturan penggunaan informasi dan aset harus
- 65 -
diidentifikasi, didokumentasikan, dan diimplementasikan.
Seluruh pegawai Bank dan pihak ketiga harus mematuhi
pengaturan tersebut seperti pengaturan penggunaan surat
elektronik, internet, mobile devices, teleworking, dan lainnya;
dan
d.
informasi perlu diklasifikasikan agar dapat dilakukan
pengamanan yang memadai sesuai dengan klasifikasinya.
Contoh dari klasifikasi tersebut adalah informasi ”rahasia”
(misalnya data simpanan nasabah dan data pribadi nasabah),
”intern” (misalnya peraturan tentang gaji pegawai Bank), dan
”biasa” (misalnya informasi tentang produk perbankan yang
ditawarkan kepada masyarakat). Klasifikasi dapat dibuat
berdasarkan nilai, tingkat kerahasiaan, hukum atau ketentuan,
dan tingkat kepentingan bagi Bank.
5.2.3.2. Prosedur Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Prosedur pengelolaan SDM paling sedikit meliputi:
a. Bank harus menerapkan pengendalian yang memadai sebelum
mempekerjakan pegawai TI (tetap, kontrak, atau honorer),
konsultan, termasuk pegawai pihak penyedia jasa TI pada
posisi yang memiliki kerentanan atau dampak yang besar
terhadap pengamanan informasi. Sebagai contoh yaitu
melakukan background check catatan kriminal atau kejahatan
lainnya seperti pencurian data, dan lain-lain saat melakukan
rekrutmen untuk posisi network administrator atau system
administrator;
b. SDM baik pegawai Bank, konsultan, pegawai honorer, dan
pegawai pihak penyedia jasa TI yang memiliki akses terhadap
informasi harus memahami tanggung jawab terhadap
pengamanan informasi;
c. peran dan tanggung jawab SDM baik pegawai Bank, konsultan,
pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI yang
memiliki akses terhadap informasi harus didefinisikan dan
berdasarkan pada tingkat kebutuhan atas akses informasi
serta didokumentasikan sesuai dengan kebijakan pengamanan
informasi;
d. dalam perjanjian dengan pegawai Bank, konsultan, pegawai
honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI harus tercantum
- 66 -
ketentuan mengenai pengamanan TI yang sesuai dengan
kebijakan pengamanan informasi Bank. Sebagai contoh adalah
perlu adanya klausula yang menyatakan bahwa mereka harus
menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya sesuai
dengan klasifikasi informasi;
e.
selain perjanjian antara Bank dengan perusahaan penyedia
jasa TI, semua pegawai perusahaan penyedia jasa TI yang
ditugaskan di Bank harus menandatangani suatu pernyataan
menjaga kerahasiaan informasi (non-disclosure statement),
termasuk kerahasiaan informasi untuk keperluan perlindungan
data nasabah;
f.
pelatihan dan/atau sosialisasi tentang pengamanan informasi
harus diberikan kepada pegawai Bank, konsultan, pegawai
honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI. Pelatihan
dan/atau sosialisasi ini diberikan sesuai dengan peran dan
tanggung jawab pegawai serta pihak penyedia jasa TI;
g. Bank harus menetapkan sanksi atas pelanggaran yang
dilakukan oleh SDM terhadap kebijakan pengamanan
informasi; dan
h. Bank harus menetapkan prosedur yang mengatur tentang
keharusan untuk mengembalikan aset dan pengubahan atau
penutupan hak akses pegawai Bank, konsultan, pegawai
honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI yang disebabkan
karena perubahan tugas atau selesainya masa kerja atau
perjanjian.
5.2.3.3. Prosedur Pengamanan Fisik dan Lingkungan
Prosedur pengamanan fisik dan lingkungan paling sedikit meliputi:
a.
fasilitas pemrosesan informasi yang penting (misalnya
mainframe, server, komputer, dan perangkat jaringan aktif)
harus diberikan pengamanan secara fisik dan lingkungan yang
memadai untuk mencegah akses oleh pihak tidak berwenang,
kerusakan, dan gangguan lain;
b. pengamanan fisik dan lingkungan terhadap fasilitas
pemrosesan informasi yang penting meliputi antara lain
pembatas ruangan, pengendalian akses masuk (misalnya
penggunaan access control card, Personal Identification Number
- 67 -
(PIN), dan biometrics), kelengkapan alat pengamanan di dalam
ruangan, misalnya alarm, pendeteksi dan pemadam api,
pengukur suhu dan kelembaban udara, dan kamera CCTV,
serta pemeliharaan kebersihan ruangan dan peralatan, seperti
dari debu, rokok, makanan, minuman, dan barang mudah
terbakar;
c.
fasilitas pendukung seperti AC, sumber daya listrik, dan fire
alarm harus dipastikan kapasitas dan ketersediaannya dalam
mendukung operasional fasilitas pemrosesan informasi;
d. aset milik pihak penyedia jasa TI seperti server dan switching
tools harus diidentifikasikan secara jelas dan diberikan
perlindungan yang memadai, misalnya dengan menerapkan
pengamanan yang cukup, dual control atau menempatkan
secara terpisah dari aset Bank; dan
e. pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala terhadap
fasilitas pemrosesan informasi dan fasilitas pendukung sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan.
5.2.3.4. Prosedur Pengendalian Akses
Prosedur pengendalian akses paling sedikit meliputi:
a. pengendalian akses fisik dan logic;
b. Bank harus menerapkan metode identifikasi dan otentikasi
(authentication) sesuai analisis risiko. Metode otentikasi yang
digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari “what you
know” (antara lain PIN dan password), “what you have” (antara
lain handphone, kartu magnetis dengan chip, dan token),
“something you are” (antara lain biometric seperti retina dan
sidik jari);
c. Bank harus memiliki prosedur formal tertulis dan telah
disetujui oleh manajemen tentang pengadministrasian
pengguna yang meliputi pendaftaran, perubahan dan
penghapusan pengguna, baik untuk pengguna intern maupun
ekstern Bank, misalnya vendor atau pihak penyedia jasa TI;
d. pemberian akses mengacu kepada prinsip berdasarkan
kebutuhan bisnis dan dengan akses yang seminimal mungkin;
e. Bank harus menetapkan prosedur pengendalian melalui
pemberian password atau PIN awal (initial password atau PIN)
- 68 -
kepada pengguna dengan memperhatikan antara lain:
1) password atau PIN awal harus diganti saat login pertama
kali;
2) password atau PIN diberikan secara aman, misalnya
melalui kertas karbon berlapis dua sehingga hanya
diketahui oleh pihak yang berhak;
3) password atau PIN awal bersifat khusus (unique) untuk
setiap user dan tidak mudah ditebak;
4) pemilik user-id terutama dari pegawai Bank, pegawai
honorer, dan pegawai pihak penyedia jasa TI harus
menandatangani pernyataan tanggung jawab atau
perjanjian penggunaan user-id dan password atau PIN saat
menerima user-id dan password atau PIN awal; dan
5) password atau PIN standar (default password atau PIN)
yang dimiliki oleh sistem operasi, sistem aplikasi,
database management system, serta perangkat jaringan
dan keamanan harus diganti oleh Bank sebelum
diimplementasikan dan mengganti user-id standar dari
sistem (default user-id).
f. Bank harus mewajibkan pengguna untuk:
1) menjaga kerahasiaan password atau PIN;
2) menghindari penulisan password atau PIN di kertas dan
tempat lain tanpa pengamanan yang memadai;
3) memilih password atau PIN yang berkualitas yaitu:
a) panjang password atau PIN yang memadai sehingga
tidak mudah ditebak;
b) mudah diingat dan terdiri dari paling sedikit
kombinasi 2 (dua) tipe karakter (huruf, angka, atau
karakter khusus);
c)
tidak didasarkan atas data pribadi pengguna seperti
nama, nomor telepon atau tanggal lahir; dan
d) tidak menggunakan kata yang umum dan mudah
ditebak oleh perangkat lunak (untuk menghindari
brute force attack), misalnya kata ’pass’, ’password’,
’adm’, ‘123’, atau kata umum di kamus;
4) mengubah password atau PIN secara berkala; dan
5) menghindari penggunaan password atau PIN yang sama
- 69 -
secara berulang;
g. Bank harus menonaktifkan hak akses bila user-id tidak
digunakan pada waktu tertentu, menetapkan jumlah maksimal
kegagalan password atau PIN (failed login attempt), dan
menonaktifkan pengguna setelah mencapai jumlah maksimal
kegagalan password atau PIN;
h. Bank harus melakukan kaji ulang berkala oleh satuan kerja
yang tidak terlibat dalam operasional pengendalian akses,
terhadap hak akses pengguna untuk memastikan bahwa hak
akses sesuai dengan wewenang yang diberikan;
i.
sistem operasi, sistem aplikasi, Pangkalan Data (Database),
utility, dan perangkat lainnya yang dimiliki oleh Bank dapat
membantu pelaksanaan pengamanan password atau PIN,
sebagai contoh:
1) memaksa pengguna untuk mengubah password atau PIN-
nya setelah jangka waktu tertentu dan menolak bila
pengguna memasukkan password atau PIN yang sama
dengan yang digunakan sebelumnya saat mengganti
password atau PIN;
2) menyimpan password atau PIN secara aman (terenkripsi);
3) memutuskan hubungan atau akses pengguna jika tidak
terdapat respon selama jangka waktu tertentu (session
time-out); dan
4) menonaktifkan atau menghapus hak akses pengguna jika
pengguna tidak melakukan log-on melebihi jangka waktu
tertentu (expiration interval), misalnya karena cuti, rotasi,
dan mutasi; dan
j. Bank yang menggunakan file sharing harus menetapkan
pembatasan akses paling sedikit melalui penggunaan password
atau PIN dan pengaturan pihak yang berwenang melakukan
akses.
5.2.3.5. Prosedur Pengamanan Operasional TI
Prosedur pengamanan operasional TI paling sedikit meliputi:
a. Bank harus memelihara catatan dari versi anti virus dan
perangkat lunak yang digunakan dan melakukan pemantauan
informasi secara rutin tentang patch, upgrade, atau
- 70 -
permasalahan lain yang sesuai dengan versi yang digunakan
serta melakukan evaluasi, pengujian, dan instalasi hal
tersebut;
b. Bank harus menetapkan jenis log (misalnya administrator log,
user log, atau system log) serta data yang harus dimasukkan ke
dalam log, jangka waktu penyimpanan dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku, untuk membantu investigasi di masa
mendatang dan pemantauan pengendalian akses;
c. Bank harus melakukan kaji ulang secara berkala atas jejak
audit atau log berdasarkan hasil analisis risiko baik di tingkat
jaringan, sistem operasi, Pangkalan Data (Database), maupun
aplikasi;
d. Jejak audit atau log harus dilindungi terhadap gangguan dan
akses tidak sah;
e. Penunjuk waktu dari seluruh sistem elektronik Bank harus
disinkronisasikan dengan sumber penunjuk waktu akurat yang
disepakati;
f. Bank harus melakukan kaji ulang secara berkala atas layanan
operasional TI yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI.
Periode kaji ulang harus ditetapkan dalam perjanjian
kerjasama antara Bank dan pihak penyedia jasa TI; dan
g. Bank harus menerapkan pengendalian media fisik dalam
transit, untuk melindungi media terhadap akses yang tidak
sah, penyalahgunaan, atau kerusakan selama transportasi
diluar batas fisik Bank.
5.2.3.6. Prosedur Pemantauan Pengamanan Informasi
Bank harus melakuan pemantauan dalam rangka mendeteksi
upaya-upaya yang mengancam pengamanan informasi dengan
metode yang ditentukan berdasarkan risiko atau tingkat kritikalitas
informasi atau aset TI Bank. Pemantauan dapat dilakukan secara
realtime untuk memberikan alert ketika terjadi aktivitas yang
tergolong mencurigakan, misalnya brute force terhadap password
administrator atau upaya mengakses server pada port yang tidak
wajar, atau dilakukan secara berkala, misalnya pada akhir hari,
berdasarkan tingkat risiko.
- 71 -
5.2.3.7. Prosedur Penanganan Insiden dalam Pengamanan Informasi
Hal-hal yang harus diperhatikan Bank dalam melakukan
penanganan insiden dalam pengamanan informasi antara lain
sebagai berikut.
a. Bank harus mengidentifikasi jenis insiden dalam pengamanan
informasi misalnya pengguna dapat mengakses suatu sistem
yang tidak diperbolehkan atau kelemahan (vulnerabilities) lain
yang diketahui pengguna.
b. Pegawai Bank, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia
jasa TI melaporkan setiap kali mengetahui, menemukan, atau
melihat indikasi atau potensi insiden dalam pengamanan
informasi sesuai huruf a.
c. Bank perlu mempertimbangkan pembentukan tim khusus yang
menangani insiden pengamanan misalnya Tim Respon Insiden
dalam Pengamanan Informasi (TRIPI) sesuai dengan ukuran
dan kompleksitas usaha Bank.
d. Bank harus menetapkan hal-hal terkait pelaporan insiden
dalam pengamanan informasi sebagai berikut:
1) unit kerja atau personel yang harus dihubungi apabila
pegawai Bank, pegawai honorer, maupun pihak penyedia
jasa TI mengetahui adanya insiden dalam pengamanan
keamanan informasi (Point of Contact/PoC);
2) mekanisme pelaporan yang dapat digunakan untuk
melaporkan insiden dalam pengamanan informasi oleh
personel yang mengetahui terjadinya insiden;
3) mekanisme verifikasi oleh PoC untuk meyakini bahwa
laporan insiden dalam pengamanan informasi yang
disampaikan pelapor sesuai dengan keadaan pada sistem
baik sebelum maupun setelah pelapor menyampaikan
bukti terjadinya insiden dalam pengamanan informasi;
dan
4) mekanisme assessment oleh PoC untuk menentukan
kesesuaian laporan dengan jenis insiden keamanan
informasi yang disampaikan oleh pelapor. Dalam hal PoC
telah menentukan bahwa laporan tersebut tergolong
insiden dalam pengamanan informasi maka PoC harus
segera menyampaikan laporan tersebut kepada TRIPI.
- 72 -
e. Bank harus menetapkan hal-hal terkait penanganan insiden
dalam pengamanan informasi sebagai berikut:
1) personel yang menjadi anggota TRIPI termasuk tugas dan
tanggung jawabnya;
2) panduan untuk melakukan assessment terhadap
kebenaran laporan insiden termasuk klasifikasi insiden
dalam pengamanan informasi yang disampaikan PoC;
3) panduan penanganan insiden dalam pengamanan
informasi yang akan dilakukan oleh TRIPI. Adapun contoh
klasifikasi insiden adalah sebagai berikut:
a) Denial of Service (DoS);
b) akses fisik dan logic yang dilakukan oleh pihak yang
tidak berwenang terhadap Sistem Elektronik;
c) penyebaran malicious code (misalnya virus, worms,
dan trojan horse);
d) pelanggaran terhadap kebijakan pengamanan
informasi dalam penggunaan resource TI oleh pegawai
Bank, pegawai honorer, maupun penyedia jasa TI
(misalnya penggunaan email kantor untuk tujuan
spamming); dan
e) metode verifikasi oleh TRIPI untuk meyakini bahwa
laporan insiden dalam pengamanan informasi yang
disampaikan oleh PoC adalah benar termasuk dalam
kejadian yang diklasifikasikan sebagai insiden dalam
pengamanan informasi. Dalam hal insiden dalam
pengamanan informasi yang dilaporkan tersebut
benar merupakan insiden dalam pengamanan
informasi maka TRIPI harus menindaklanjuti insiden
dalam pengamanan informasi tersebut sesuai
panduan penanganan insiden dalam pengamanan
informasi yang sesuai;
4) panduan TRIPI dalam melakukan penanganan terhadap
insiden dalam pengamanan informasi sesuai jenisnya,
mencakup langkah-langkah antara lain:
a) dokumentasi semua informasi mengenai insiden
dalam pengamanan informasi;
b)
identifikasi sistem TI yang terkena dampak insiden
- 73 -
dalam pengamanan informasi;
c)
isolasi terhadap sistem TI yang teridentifikasi terkena
dampak insiden dalam pengamanan informasi;
d) pengumpulan semua informasi yang tersimpan dalam
sistem TI yang diidentifikasi terkena dampak insiden
dalam pengamanan informasi. Dalam hal informasi
tersebut akan dijadikan barang bukti digital (digital
evidence) maka pengumpulan (collection) dan
penyimpanan (preservation) informasi harus
dilakukan dengan metode digital forensically sound;
e)
implementasi solusi terhadap insiden dalam
pengamanan informasi sesuai dengan jenisnya
dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan
manajemen;
f) dalam hal TRIPI mengidentifikasi bahwa insiden
dalam pengamanan informasi tidak dapat
dikendalikan, harus dilakukan eskalasi kepada
manajemen untuk mengaktifkan prosedur
penanganan krisis; dan
g) Penyusunan laporan lengkap atas aktivitas
penanganan insiden dalam pengamanan informasi
untuk disampaikan kepada manajemen baik saat
masih dalam proses penanganan maupun setelah
solusi diimplementasikan dan insiden dalam
pengamanan informasi berstatus closed; dan
5) pengkinian terhadap panduan penanganan insiden dalam
pengamanan informasi menggunakan lesson learned dari
aktivitas penanganan insiden dalam pengamanan
informasi sebelumnya.
f. Bank harus memelihara dokumentasi lengkap atas suatu
insiden dalam pengamanan informasi.
g. Bank secara berkala melakukan kaji ulang terhadap panduan
penanganan insiden dalam pengamanan informasi untuk
memastikan panduan tersebut relevan dengan kondisi sistem
TI Bank terkini.
h. Bank dapat mempertimbangkan pemberian insentif kepada
pegawai Bank, pegawai honorer, dan pegawai pihak penyedia
- 74 -
jasa TI yang melaporkan insiden atau vulnerabilities TI yang
berisiko dieksploitasi dan mengancam pengamanan informasi,
dalam rangka mendorong tercapainya pengamanan informasi
yang kuat atau memadai.
5.3.
5.3.1.
Proses Manajemen Risiko terkait Pengamanan Informasi
Pengukuran Risiko Pengamanan Informasi
Bank melakukan pengukuran kecenderungan atau probabilitas
terjadinya risiko
terkait pengamanan informasi (ancaman
mengeksploitasi kelemahan) atas setiap aset dan besarnya dampak
kerugian akibat hilangnya kerahasiaan (confidentiality), integritas
(integrity), dan ketersediaan (availability) dari aset yang mungkin
terjadi untuk dapat mengetahui besarnya risiko potensial yang
harus dihadapi.
Setiap satuan kerja di Bank harus dapat menentukan kemungkinan
adanya ancaman (threats), serangan (attacks), dan kerawanan
(vulnerability) dari setiap aset yang teridentifikasi serta digunakan
masing-masing satuan kerja dan kemungkinan dampak kerugian
hilangnya kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan
ketersediaan (availability) dari aset yang dimiliki.
Proses ini harus dilakukan Bank karena identifikasi dan
pengukuran risiko dapat menunjukkan potensi kegagalan atau
kelemahan proses pengamanan informasi yang dapat berpengaruh
pada kesuksesan bisnis Bank sehingga Bank dapat melakukan
penanganan yang tepat terhadap risiko potensial.
5.3.2.
Pengendalian dan Mitigasi Risiko
Berdasarkan hasil pengukuran risiko, Bank harus menetapkan
bentuk penanganan dan pengendalian risiko yang akan diterapkan
untuk meminimalisasi risiko yang dihadapi Bank. Bank dapat
menganalisis kelemahan dari bentuk pengendalian yang telah
diterapkan dan bentuk pengendalian pengamanan yang dapat
direkomendasikan untuk diterapkan kemudian.
Pengendalian intern juga dilakukan untuk memastikan bahwa
pengendalian pengamanan informasi telah diterapkan, memadai,
dan berjalan secara efektif sesuai dengan kebijakan, standar, dan
prosedur pengamanan informasi yang berlaku. Evaluasi dan
penyempurnaan terhadap kebijakan, standar, prosedur, dan sistem
- 75 -
pengamanan informasi harus selalu dilakukan secara terencana,
antara lain dengan melaksanakan pemantauan terhadap:
a. perkembangan teknik atau metode baru yang mengancam
sistem pengamanan informasi Bank;
b. laporan kinerja pengamanan informasi dalam rangka
mengidentifikasi tren ancaman atau kelemahan pengendalian
pengamanan;
c. tindak lanjut penanganan serangan atau insiden pengamanan
informasi terhadap Bank; dan
d.
efektivitas penerapan kebijakan, standar, prosedur, dan
pengendalian pengamanan informasi.
- 76 -
BAB VI RENCANA PEMULIHAN BENCANA
6.1
Pendahuluan
Kegiatan perbankan tidak dapat terhindar dari adanya gangguan
atau kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia
misalnya terjadinya gempa bumi, bom, kebakaran, banjir, power
failure, kesalahan teknis, kelalaian manusia, demo buruh, huru-
hara, dan sebagainya. Gangguan atau kerusakan yang terjadi tidak
hanya berdampak pada kemampuan teknologi Bank, tetapi juga
berdampak pada kegiatan operasional bisnis Bank terutama
pelayanan kepada nasabah. Apabila tidak ditangani secara khusus,
Bank akan menghadapi risiko seperti risiko operasional dan risiko
reputasi yang berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan
nasabah kepada Bank.
Untuk meminimalisasi risiko tersebut, Bank harus memiliki Rencana
Pemulihan Bencana yaitu proses manajemen terpadu dan
menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat
berfungsi walaupun terdapat gangguan atau bencana guna
melindungi kepentingan para pemangku kepentingan. Rencana
Pemulihan Bencana menekankan pada aspek teknologi dengan fokus
pada pemulihan data (data recovery atau restoration plan) dan
berfungsinya sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang kritikal.
6.2.
6.2.1.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Rencana Pemulihan
Bencana
Kebijakan terkait Rencana Pemulihan Bencana
a. Penyusunan tim kerja Rencana Pemulihan Bencana
Bank harus memiliki kebijakan terkait Rencana Pemulihan
Bencana yang mendukung efektivitas pelaksanaan Rencana
Pemulihan Bencana pada saat diperlukan.
Bank perlu membentuk suatu organisasi atau tim kerja untuk
mengoordinasikan pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana,
yang terdiri atas:
1) koordinator;
2) anggota tim yang bertanggung jawab antara lain terhadap:
a) satuan kerja bisnis; dan
b) satuan kerja TI yang antara lain membawahkan fungsi
pengelolaan offsite storage, aplikasi, perangkat keras,
- 77 -
perangkat lunak, network, security, communication, dan
data preparation and records.
Adapun peran tim kerja penanggung jawab Rencana Pemulihan
Bencana paling sedikit meliputi:
i. bertanggung jawab penuh terhadap efektivitas pelaksanaan
Rencana Pemulihan Bencana, termasuk memastikan bahwa
program awareness atas Rencana Pemulihan Bencana
diterapkan;
ii. memutuskan kondisi bencana dan pemulihannya;
iii. menentukan skenario pemulihan yang akan digunakan
apabila terjadi gangguan atau bencana berdasarkan skala
prioritas atas aktivitas, fungsi, dan jasa yang dianggap
kritis;
iv. melakukan kaji ulang atas laporan mengenai setiap
tahapan dalam pengujian dan pelaksanaan Rencana
Pemulihan Bencana; dan
v. melaksanakan komunikasi kepada pihak intern dan ekstern
Bank dalam hal terjadi gangguan operasional yang bersifat
major.
b. Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana
Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan prosedur yang akan
diterapkan untuk menangani kondisi bencana, Bank harus
memastikan diterapkannya prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Rencana Pemulihan Bencana disusun berdasarkan analisis
dampak bisnis (business impact analysis) dan risk
assessment yang memadai.
2) Rencana Pemulihan Bencana bersifat fleksibel untuk dapat
merespon berbagai skenario ancaman dan gangguan serta
bencana yang sifatnya tidak terduga yang bersumber dari
kondisi intern dan/atau ekstern.
3) Rencana Pemulihan Bencana bersifat spesifik, terdapat
kondisi-kondisi tertentu dan tindakan yang dibutuhkan
segera untuk mengatasi kondisi tersebut.
4) Dilakukan pengujian dan pengkinian secara berkala atas
Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
5) Rencana Pemulihan Bencana dan hasil pengujian Rencana
- 78 -
Pemulihan Bencana harus dikaji ulang secara berkala,
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
c. Analisis Dampak Bisnis (Business Impact Analysis)
Efektifitas dari suatu Rencana Pemulihan Bencana bergantung
pada kemampuan manajemen untuk mengidentifikasi tingkat
kepentingan (criticality) berbagai proses kerja atau aktivitas yang
ada di Bank sebelum Rencana Pemulihan Bencana disusun atau
dikaji ulang. Dengan demikian analisis dampak bisnis (business
impact analysis) merupakan dasar dari penyusunan
keseluruhan Rencana Pemulihan Bencana. Hal-hal yang harus
dianalisis dalam analisis dampak bisnis (business impact
analysis) meliputi:
1) tingkat kepentingan (criticality) masing-masing proses bisnis
dan ketergantungan antar proses bisnis serta skala
prioritas yang diperlukan;
2) tingkat ketergantungan terhadap pihak penyedia jasa baik
TI maupun non TI;
3) jangka waktu Bank dapat beroperasi tanpa sistem atau
fasilitas yang mengalami gangguan dan/atau toleransi
jangka waktu pemulihan sistem atau fasilitas tersebut
hingga dapat berfungsi kembali;
4) kebutuhan minimal jumlah personel, data, kelengkapan
sistem, dan fasilitas yang diperlukan agar bisnis dapat
beroperasi (minimum resources requirement);
5) dampak potensial dari kejadian yang bersifat tidak spesifik
dan tidak dapat dikontrol terhadap proses bisnis dan
pelayanan kepada nasabah;
6) dampak gangguan dan/atau bencana terhadap seluruh
satuan kerja dan fungsi bisnis, bukan hanya terhadap data
processing;
7) estimasi downtime maksimum yang dapat ditoleransi,
tingkat toleransi atas kehilangan data dan terhentinya
proses bisnis, dan dampak downtime terhadap kerugian
finansial;
8)
jalur komunikasi yang dibutuhkan untuk berjalannya
pemulihan; dan
9) dampak hukum dan pemenuhan ketentuan yang terkait,
- 79 -
seperti ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai kerahasiaan data nasabah.
Dalam melakukan analisis dampak bisnis (business impact
analysis), baik satuan kerja TI maupun masing-masing unit
bisnis perlu memperhatikan bahwa Rencana Pemulihan
Bencana yang akan disusun bukan hanya untuk total disaster,
melainkan juga untuk berbagai situasi bencana dan gangguan
mulai dari yang bersifat minor, major sampai dengan
catastrophic.
Dampak yang harus diperhatikan bukan hanya yang dapat
diukur dengan jelas (tangible impact) seperti penalti akibat
keterlambatan pembayaran bunga atau biaya lembur pegawai,
melainkan juga yang tidak dapat diukur secara jelas (intangible
impact) seperti kesulitan nasabah memperoleh pelayanan.
d. Risk Assessment
Risk Assessment yang terdiri dari identifikasi dan pengukuran
risiko merupakan tahap kedua yang harus dilalui dalam
penyusunan Rencana Pemulihan Bencana. Proses ini diperlukan
untuk dapat mengetahui tingkat kemungkinan terjadi gangguan
pada kegiatan Bank yang penting (critical) serta dampaknya bagi
kelangsungan usaha Bank. Risk assessment paling sedikit
mencakup hal-hal:
1) melakukan analisis atas dampak gangguan atau bencana
terhadap Bank, nasabah, dan industri keuangan;
2) melakukan gap analysis dengan membandingkan kondisi
saat ini dengan langkah atau skenario yang seharusnya
diterapkan; dan
3) membuat peringkat potensi gangguan bisnis berdasarkan
tingkat kerusakan (severity) dan kemungkinan terjadinya
(likelihood).
e. Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana
Penyusunan Rencana Pemulihan Bencana dilakukan setelah
proses analisis dampak bisnis (business impact analysis) dan
risk assessment. Adapun tujuan dan sasaran dari penyusunan
Rencana Pemulihan Bencana antara lain:
1) mengamankan aset penting Bank;
2) meminimalisasi risiko akibat bencana misalnya dengan
- 80 -
membatasi kerugian finansial, risiko hukum, dan risiko
reputasi;
3) memastikan operasional Bank tetap berjalan;
4) meyakini ketersediaan layanan yang berkesinambungan
kepada nasabah; dan
5) mempersiapkan alternatif lain agar fungsi bisnis yang
kritikal tetap dapat berjalan untuk menjaga kelangsungan
operasi Bank.
Rencana Pemulihan Bencana terdiri dari kebijakan, strategi, dan
prosedur yang diperlukan untuk dapat memastikan kelangsungan
proses bisnis pada saat terjadinya gangguan atau bencana. Rencana
Pemulihan Bencana harus memuat beberapa alternatif strategi yang
dapat diambil Bank untuk mengatasi masing-masing jenis dan
ukuran gangguan atau bencana. Strategi pemulihan tersebut
disesuaikan dengan hasil analisis dampak bisnis (business impact
analysis), analisis risiko, sumber daya yang dimiliki, serta kapasitas
dan tingkat teknologi Bank. Setiap strategi yang dipilih hendaknya
disertai analisis atau alasan yang melatarberlakangi dan harus
didukung dengan sistem dan prosedur yang sesuai.
6.2.2. Prosedur terkait Rencana Pemulihan Bencana
a. Jenis Prosedur Rencana Pemulihan Bencana
Adapun jenis prosedur dalam Rencana Pemulihan Bencana
antara lain mencakup:
1) prosedur tanggap darurat (emergency response - immediate
steps) untuk mengendalikan krisis pada saat terjadi
gangguan dan/atau bencana, membatasi dampak kerugian,
serta menentukan perlu tidaknya mendeklarasikan keadaan
gangguan dan/atau bencana;
2) prosedur pemulihan sistem yang memungkinkan kegiatan
operasional Bank dapat kembali ke kondisi normal; dan
3) prosedur sinkronisasi data yang digunakan untuk
memastikan kesamaan antara data mesin produksi dengan
data yang ada di backup site serta untuk memastikan
semua data hasil pemrosesan bisnis selama masa
pemulihan telah masuk ke dalam sistem.
- 81 -
b. Komponen Prosedur Rencana Pemulihan Bencana
Setiap prosedur Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit
mencakup komponen sebagai berikut:
1) personel
Rencana Pemulihan Bencana harus secara jelas
mengemukakan komposisi, wewenang, dan tanggung jawab
tim pelaksana pemulihan sistem dan memiliki alur
komunikasi yang terintegrasi; dan
2) teknologi
Prosedur yang disusun harus memperhatikan komponen
teknologi yang dimiliki Bank seperti perangkat keras,
perangkat lunak, fasilitas komunikasi, sampai dengan
peralatan pemrosesan kegiatan operasional di masing-
masing fungsi bisnis.
Selain itu hal-hal yang berkaitan dengan data files dan vital
records juga perlu diperhatikan seperti keberadaan Pusat
Pemulihan Bencana dan dokumentasi sistem dan rekam cadang
(backup) data.
c. Pusat Pemulihan Bencana
Bank harus memastikan ketersediaan Pusat Pemulihan Bencana
sebagai rekam cadang (backup) Pusat Data yang dapat
dioperasikan apabila Pusat Data tidak dapat beroperasi akibat
gangguan dan/atau bencana. Sesuai dengan alternatif strategi
yang dipilih Bank, Pusat Pemulihan Bencana dapat dikelola
sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa TI. Dalam
penyelenggaraan Pusat Pemulihan Bencana, Bank harus
memperhatikan hal-hal:
1) Pusat Pemulihan Bencana hendaknya ditempatkan pada
lokasi yang terpisah dari lokasi Pusat Data, dengan
memperhatikan faktor geografis:
a) jangkauan geografis atas suatu gangguan atau
bencana dan dampaknya terhadap kota atau wilayah
tempat lokasi Pusat Pemulihan Bencana berada; dan
b)
analisis risiko yang berkaitan dengan lokasi Pusat
Pemulihan Bencana (seperti tidak berlokasi di wilayah
rawan gempa, banjir, atau petir) dan terhubung
dengan infrastruktur komunikasi dan listrik yang
- 82 -
berbeda dengan Pusat Data, serta fasilitas lain yang
diperlukan untuk tetap berjalannya suatu sistem;
2) kondisi rentannya lokasi Pusat Pemulihan Bencana yang
dipilih dengan kemungkinan huru-hara dan kerusuhan;
3) Pusat Pemulihan Bencana harus memiliki pasokan listrik
dan sarana telekomunikasi yang dapat menjamin
beroperasinya Pusat Pemulihan Bencana;
4) sistem di Pusat Pemulihan Bencana harus kompatibel
dengan sistem yang digunakan pada Pusat Data dan harus
disesuaikan jika terjadi perubahan pada Pusat Data;
5) Pusat Pemulihan Bencana merupakan restricted area; dan
6) waktu tempuh untuk terjaminnya proses pemulihan pada
Pusat Pemulihan Bencana.
d. Rekam Cadang (Backup) Dokumentasi, Sistem, dan Data
Bank harus meyakini ketersediaan rekam cadang (backup) yang
efektif dari informasi bisnis yang penting, perangkat lunak, dan
dokumentasi terkait sistem dan pengguna untuk setiap proses
fungsi bisnis yang penting (critical). Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam rekam cadang (backup) dokumentasi,
sistem, dan data antara lain:
1) rekam cadang (backup) dimaksud harus disimpan di lokasi
lain dari Pusat Data (off site). Setiap perubahan dan
modifikasi harus didokumentasikan dan salinannya juga
harus diperbaharui;
2) media rekam cadang (backup) harus disimpan di
lingkungan yang aman di lokasi off site dengan standar
sistem pengamanan yang memadai;
3) full system backup harus dilakukan secara berkala. Jika
terjadi perubahan sistem yang mendasar maka full system
backup harus dilakukan sesegera mungkin;
4) seluruh media rekam cadang (backup) menggunakan
standar penamaan (labeling) untuk dapat mengidentifikasi
penggunaan, tanggal, dan jadwal retensi;
5) media rekam cadang (backup) harus diuji secara berkala
untuk meyakini agar dapat digunakan pada saat diperlukan
(keadaan emergency); dan
- 83 -
6) Bank harus memiliki prosedur untuk pemusnahan
(disposal) media rekam cadang (backup).
e. Fasilitas Komunikasi
Bank harus memastikan bahwa alternatif jalur komunikasi yang
terdapat di wilayah operasional Bank dapat digunakan pada saat
gangguan dan/atau bencana, baik di lingkungan intern maupun
dengan pihak ekstern Bank.
6.3.
Pengujian Rencana Pemulihan Bencana
Pengujian Rencana Pemulihan Bencana diperlukan untuk meyakini
bahwa Rencana Pemulihan Bencana dapat diimplementasikan
dengan baik pada saat terjadi gangguan dan/atau bencana. Uji coba
dilakukan atas Rencana Pemulihan Bencana paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun untuk seluruh sistem atau aplikasi kritikal
sesuai hasil analisis dampak bisnis (business impact analysis) dan
mewakili seluruh infrastruktur yang kritikal serta melibatkan
pengguna TI.
Jika Bank menggunakan pihak penyedia jasa TI dalam kegiatan
operasionalnya maka pengujian yang dilakukan juga perlu
melibatkan pihak ekstern tersebut. Dalam hal Bank melakukan
perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem, aplikasi, atau
infrastruktur TI Bank (misalnya perubahan pada core banking
system) maka harus dilakukan pengujian Rencana Pemulihan
Bencana paling lama 6 (enam) bulan setelah perubahan sistem
dimaksud diimplementasikan.
6.3.1. Ruang Lingkup Pengujian Rencana Pemulihan Bencana
Manajemen harus secara jelas menentukan fungsi, sistem, dan
proses yang akan diuji. Hal-hal yang perlu diuji antara lain meliputi
efektivitas dari:
a. prosedur penetapan kondisi gangguan dan/atau bencana;
b. prosedur pemulihan atas data penting (critical); dan
c. pengembalian kegiatan operasional Bank dan Pusat Data ke
lokasi unit bisnis dan Pusat Data semula.
Pengujian yang dilakukan harus didokumentasikan secara tertib dan
dievaluasi untuk meyakini efektivitas dan keberhasilan pengujian.
Dalam hal pada saat pengujian terdapat kelemahan maka Rencana
Pemulihan Bencana tersebut perlu disempurnakan.
- 84 -
6.3.2. Skenario Pengujian (Test Plan) Rencana Pemulihan Bencana
Bank harus memiliki skenario pengujian untuk setiap uji coba yang
akan dilakukan dan skenario tersebut harus dikaji kecukupannya.
Pelaksanaan skenario tersebut tidak boleh mengganggu kegiatan
operasional Bank. Hasil uji coba diharapkan dapat mendeteksi
adanya kelemahan dari prosedur yang ada dalam rangka perbaikan
Rencana Pemulihan Bencana.
Dalam hal ini, Bank perlu memvalidasi asumsi yang digunakan
dalam skenario pengujian, antara lain mengenai:
a.
kritikalitas fungsi proses bisnis atau sistem yang diuji;
b. volume transaksi; dan
c.
6.3.3.
strategi Rencana Pemulihan Bencana yang dipilih Bank.
Analisis dan Laporan Hasil Pengujian Rencana Pemulihan
Bencana
Hasil pengujian dan analisis dari setiap permasalahan yang
ditemukan pada saat pengujian harus dilaporkan kepada Direksi. Hal
yang dilaporkan antara lain meliputi:
a. penilaian ketercapaian tujuan pengujian;
b. penilaian atas validitas pengujian pemrosesan data;
c. tindakan korektif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi;
d. deskripsi mengenai kesenjangan antara Rencana Pemulihan
Bencana dan hasil pengujian serta usulan perubahannya; dan
e. rekomendasi untuk pengujian selanjutnya.
Dalam hal hasil uji coba mengalami kegagalan maka Bank harus
mengkaji penyebab kegagalan atau permasalahan yang terjadi dan
melakukan pengujian ulang.
6.4.
Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana dan Audit Intern
6.4.1. Pemeliharaan Rencana Pemulihan Bencana
Bank harus memastikan bahwa Rencana Pemulihan Bencana dapat
digunakan setiap saat antara lain dengan menyimpan salinan
dokumen Rencana Pemulihan Bencana di lokasi alternatif (alternate
site), meningkatkan pemahaman semua pihak di Bank maupun di
penyedia jasa TI atas pentingnya Rencana Pemulihan Bencana dan
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Rencana Pemulihan Bencana.
- 85 -
Di samping itu, setiap satuan kerja secara berkala harus melakukan
self assessment kesesuaian analisis dampak bisnis (business impact
analysis) dengan perubahan yang terjadi dalam kegiatan operasional
baik yang diselenggarakan sendiri maupun oleh pihak penyedia jasa
TI.
Bank harus melakukan pengkinian Rencana Pemulihan Bencana
untuk meyakinkan kesesuaiannya dengan kondisi ekstern maupun
intern. Dalam melakukan pengkinian, hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain perubahan yang ada dalam proses bisnis,
sistem, perangkat lunak, perangkat keras, operating system, personel
atau key staff, dan service providers. Perubahan tersebut harus
dianalisis pengaruhnya terhadap Rencana Pemulihan Bencana yang
ada pada saat ini dan menentukan perbaikan yang dibutuhkan
untuk mengakomodasi perubahan tersebut dalam Rencana
Pemulihan Bencana terbaru. Selanjutnya, Rencana Pemulihan
Bencana hasil revisi tersebut harus didokumentasikan dan
didistribusikan kepada satuan kerja TI.
6.4.2.
Audit Intern
Auditor Intern harus melakukan pemeriksaan terhadap:
a. kesesuaian Rencana Pemulihan Bencana dengan kebijakan
manajemen risiko Bank;
b. Rencana Pemulihan Bencana mencakup kegiatan kritikal
berdasarkan analisis dampak bisnis (business impact analysis)
yang telah dilakukan oleh Bank;
c. kecukupan Rencana Pemulihan Bencana untuk mengendalikan
dan memitigasi risiko yang telah ditetapkan dalam risk
assessment;
d. kecukupan prosedur pengujian Rencana Pemulihan Bencana;
e.
f.
efektifitas pelaksanaan pengujian Rencana Pemulihan Bencana;
dan
keterkinian Rencana Pemulihan Bencana sesuai perkembangan
kegiatan operasional Bank dan hasil pengujian terakhir.
Auditor intern harus mengomunikasikan hasil pemeriksaan dan
memberikan rekomendasi kepada Direksi. Direksi hendaknya
melakukan kaji ulang atas laporan hasil audit tersebut dan
merencanakan penyempurnaan atau perbaikan.
- 86 -
BAB VII LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK
7.1.
Pendahuluan
Perkembangan pesat TI mendukung Bank untuk meningkatkan
pelayanan kepada nasabah secara aman, nyaman, dan efektif,
diantaranya untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi,
dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik atau
dikenal dengan Layanan Perbankan Elektronik. Contoh Layanan
Perbankan Elektronik antara lain Automated Teller Machine (ATM),
Cash Deposit Machine (CDM), phone banking, Short Message Services
(SMS) banking, Electronic Data Capture (EDC), Point of Sales (POS),
internet banking, dan mobile banking.
Penggunaan Layanan Perbankan Elektronik berpotensi
meningkatkan risiko antara lain risiko operasional, risiko hukum,
dan risiko reputasi. Oleh karena itu, penyediaan Layanan
Perbankan Elektronik harus memperhatikan prinsip kehati-hatian,
prinsip pengamanan, dan perlindungan nasabah yang memadai
serta searah dengan strategi bisnis Bank.
7.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Layanan Perbankan
Elektronik
Sesuai Pasal 28 POJK MRTI, permohonan persetujuan Layanan
Perbankan Elektronik yang diajukan oleh Bank wajib dilengkapi
bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Layanan Perbankan
Elektronik, antara lain kebijakan, sistem, prosedur, dan
kewenangan dalam penerbitan produk Layanan Perbankan
Elektronik. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut.
a. Kebijakan, sistem, dan prosedur secara tertulis untuk setiap
Layanan Perbankan Elektronik yang diterbitkan paling sedikit
memuat:
1) kebijakan dan prosedur tertulis (standard operating
procedures) produk dan aktivitas Layanan Perbankan
Elektronik;
2) tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan
produk dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik;
3) sistem informasi akuntansi produk dan aktivitas Layanan
Perbankan Elektronik termasuk keterkaitan dengan sistem
- 87 -
informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan
4) prosedur identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian berbagai risiko yang melekat pada produk
dan aktivitas Layanan Perbankan Elektronik.
b. Setiap kebijakan, sistem, dan prosedur tertulis dimaksud harus
memenuhi prinsip pengendalian pengamanan data nasabah
dan transaksi Layanan Perbankan Elektronik, yaitu:
1) prinsip kerahasiaan (confidentiality)
Bank memastikan bahwa metode dan prosedur yang
digunakan dapat melindungi kerahasiaan data nasabah;
2) prinsip integritas (integrity)
Bank memastikan bahwa metode dan prosedur yang
digunakan mampu menjamin data yang digunakan akurat,
andal, konsisten, dan terbukti kebenarannya sehingga
terhindar dari kesalahan, kecurangan, manipulasi,
penyalahgunaan, dan perusakan data;
3) prinsip ketersediaan (availability)
Bank memastikan ketersediaan layanan dan Sistem
Elektronik yang digunakan untuk menghasilkan data
nasabah secara berkesinambungan;
4) prinsip keaslian (authentication)
Bank harus dapat menguji keaslian identitas nasabah
untuk memastikan informasi yang disampaikan dan/atau
transaksi keuangan dilakukan oleh nasabah yang berhak;
5) prinsip tidak dapat diingkari (non repudiation)
Bank harus menyusun, menetapkan, dan melaksanakan
prosedur yang dapat memastikan bahwa transaksi yang
telah dilakukan nasabah tidak dapat diingkari dan dapat
dipertanggungjawabkan;
6) prinsip pengendalian otorisasi dalam sistem, Pangkalan
Data (Database), dan aplikasi (authorization of control)
Bank memastikan antara lain:
a) adanya pengendalian terhadap hak akses dan
otorisasi yang tepat terhadap sistem, Pangkalan Data
(Database) dan aplikasi yang digunakan dalam
penyelenggaraan TI; dan
- 88 -
b) seluruh informasi dan data penyelenggaraan TI yang
bersifat rahasia hanya dapat diakses oleh pihak yang
telah memiliki otorisasi serta harus dipelihara secara
aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui
atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang;
7) prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation
of duties)
Bank memastikan terdapat pemisahan tugas dan
tanggung jawab terkait sistem, Pangkalan Data (Database)
dan aplikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan TI
untuk terlaksananya fungsi check and balance, misalnya
terdapat pemisahan tugas antara pihak yang menginisiasi
atau meng-input data dengan pihak yang bertanggung
jawab untuk memverifikasi dan/atau mengotorisasi
kebenaran data tersebut; dan
8) prinsip pemeliharaan jejak audit (maintenance of audit
trails)
Bank memastikan ketersediaan dan pemeliharaan log
transaksi sesuai dengan kebijakan retensi data dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, agar terdapat
jejak audit yang jelas untuk membantu pembuktian,
penyelesaian perselisihan, dan pendeteksian usaha
penyusupan pada Sistem Elektronik. Bank harus
menganalisis dan mengevaluasi fungsi jejak audit secara
berkala.
Dalam menetapkan pengendalian pengamanan pada Layanan
Perbankan Elektronik, Bank selain harus memperhatikan
pengamanan layanan terhadap nasabah juga memperhatikan
pengamanan serta hak dan kewajiban pihak lain yang terkait
dan/atau yang bekerja sama dengan Bank dalam menyelenggarakan
Layanan Perbankan Elektronik, khususnya terkait pengelolaan,
penggunaan, dan penyimpanan data nasabah Layanan Perbankan
Elektronik.
7.3.
7.3.1.
Manajemen Risiko Layanan Perbankan Elektronik
Pengukuran Risiko Terkait Layanan Perbankan Elektronik
Pengukuran dilakukan terhadap potensi kerugian yang terjadi (loss
- 89 -
event) pada setiap jenis Layanan Perbankan Elektronik. Untuk
dapat memantau besar dan kecenderungan risiko dari setiap jenis
Layanan Perbankan Elektronik maka Bank harus membuat
Pangkalan Data (Database) yang berisi data historis kerugian (loss
event database) setiap jenis Layanan Perbankan Elektronik. Jenis
risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik adalah sebagai berikut.
a. Risiko umum, antara lain:
1)
risiko operasional yaitu risiko yang timbul atau berasal
dari fraud, kesalahan dalam proses, gangguan sistem atau
kegiatan tidak terduga yang menyebabkan
ketidakmampuan Bank untuk menyediakan produk atau
layanan serta menimbulkan kerugian bagi Bank maupun
nasabah. Risiko operasional juga dapat mencakup risiko
terkait transaksi yang merupakan risiko yang dapat timbul
dari kurang memadainya pelaksanaan prinsip
pengendalian pengamanan;
2)
risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila Bank
memberikan kredit melalui media elektronik misalnya
produk kartu kredit;
3) risiko hukum dan kepatuhan yang timbul dari:
a) ketidakpatuhan terhadap hukum dan/atau peraturan
dari otoritas pengawas;
b) perbedaan dengan hukum di negara lain dalam hal
cross border transaction;
c) ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kerahasiaan data
nasabah dan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai transparansi informasi produk;
dan
d) keterbatasan ketentuan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar hukum transaksi Layanan
Perbankan Elektronik;
4) risiko stratejik merupakan risiko yang dapat timbul dari;
a) ketidaksesuaian dengan tujuan atau rencana bisnis
Bank;
b) perencanaan investasi pada Layanan Perbankan
Elektronik yang kurang memadai dapat menyebabkan
- 90 -
tidak optimalnya return on investment yang diperoleh
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan; dan
c) pengelolaan hubungan (relationship management)
dengan pihak penyedia jasa TI yang kurang optimal;
5)
risiko reputasi yaitu risiko yang timbul dari kemungkinan
menurunnya atau hilangnya kepercayaan nasabah karena
service level delivery kepada nasabah tidak terjaga seperti
kelambatan atau tidak tersedianya Layanan Perbankan
Elektronik, kelambatan respon atas komplain nasabah,
ketidakamanan sistem, dan adanya gangguan pada
sistem;
6)
risiko pasar yaitu risiko yang timbul dalam hal Bank
membuat produk yang memiliki fitur yang memungkinkan
eksekusi transaksi yang terpapar perubahan tingkat
bunga, perubahan nilai tukar misalnya pada layanan
transfer di internet banking dari rekening rupiah milik
nasabah ke rekening valas tujuan di luar negeri; dan
7)
risiko likuiditas yaitu risiko yang timbul dalam hal Bank
tidak membatasi jumlah yang dapat ditransfer oleh
nasabah korporasi melalui internet banking.
b. Risiko spesifik, antara lain:
1)
risiko operasional yang mungkin timbul dari transaksi
Layanan Perbankan Elektronik diantaranya adalah
kecurangan, penyadapan, kesalahan, kerusakan, atau
tidak berfungsinya sistem;
2)
risiko yang mungkin timbul dari transaksi Layanan
Perbankan Elektronik lintas negara antara lain risiko
hukum mengingat transaksi melewati batas wilayah
hukum yang berbeda. Risiko ini timbul karena terdapat
perbedaan ketentuan peraturan perundang-perundangan
di antara kedua wilayah hukum, seperti perlindungan
konsumen, kerahasiaan Bank dan data pribadi nasabah,
persyaratan pelaporan, dan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme;
3) risiko dalam penyelenggaraan internet banking meliputi:
a) nasabah memperoleh informasi yang salah atau tidak
akurat melalui internet;
- 91 -
b) pencurian data finansial dari Pangkalan Data
(Database) Bank melalui
communicative internet banking yang tidak terisolasi;
c) terdapat ancaman atau serangan misalnya defacing,
cybersquating, denial of service, pemutusan jaringan
(network interception), man-in-the middle-attack, dan
virus;
d)
e)
terjadi pencurian identitas (identity theft) misalnya
phising, key logger, spoofing, dan cybersquating; dan
terjadi transaksi yang dilakukan oleh pihak yang
tidak berwenang (unauthorized transaction) atau
terjadi fraud;
4) ancaman keamanan pada produk yang menggunakan
teknologi wireless misalnya mobile banking antara lain
penyadapan komunikasi akibat belum semua transaksi
melalui mobile banking dienkripsi, denial of service attack,
virus, worm, trojan, dan penggandaan sim card; dan
5) ancaman keamanan pada produk phone banking yang
rentan terhadap penyadapan.
7.3.2.
Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik
Dalam rangka pengendalian risiko, Bank harus melakukan mitigasi
atas risiko umum dan risiko spesifik yang mungkin terjadi dalam
Layanan Perbankan Elektronik dengan memperhatikan prinsip
pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi Layanan
Perbankan Elektronik, antara lain dengan:
a. melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji
keaslian (authentication) identitas dan kewenangan
(authorization) nasabah yang melakukan transaksi melalui
Layanan Perbankan Elektronik;
b. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk memastikan
bahwa Bank mampu menguji keaslian identitas dan
kewenangan nasabah;
c. menggunakan berbagai metode untuk menguji keaslian yang
didasarkan atas penilaian manajemen risiko Layanan
Perbankan Elektronik, sensitivitas, dan nilai data yang
disimpan. Dalam menggunakan metode pengujian keaslian,
informational and
- 92 -
Bank memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) menerapkan kombinasi paling sedikit 2 (dua) faktor
otentikasi (two factor authentication) yaitu “what you know”
(seperti PIN atau password), “what you have” (seperti
identitas elektronik, kartu magnetis dengan chip, token,
atau digital signature), dan/atau “something you are”
(antara lain biometric seperti retina atau sidik jari);
2) persyaratan jumlah karakter minimum PIN. Khusus untuk
PIN yang digunakan dalam alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, mobile banking, dan internet banking,
panjang PIN harus paling sedikit terdiri dari 6 (enam) digit
karakter;
3) adanya batasan maksimum kesalahan memasukkan PIN
untuk menghambat upaya akses secara tidak sah;
4) Bank harus memastikan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam penggunaan metode pengujian keaslian yang
meliputi:
a) pembuatan, validasi, dan enkripsi PIN dan metode
pengujian keaslian lainnya harus menggunakan
metode yang diyakini keamanannya. Khusus untuk
metode enkripsi yang digunakan pada alat
pembayaran menggunakan kartu, metode enkripsi
PIN harus paling sedikit menggunakan metode triple
Data Encryption Standard (triple DES) berdasarkan
standar kartu dan/atau chip yang memenuhi standar;
b) Pangkalan Data (Database) pengujian keaslian yang
menyediakan akses kepada rekening nasabah pada
Layanan Perbankan Elektronik dilindungi dari
gangguan dan perusakan;
c)
setiap penambahan, penghapusan, atau perubahan
Pangkalan Data (Database) dan pengujian keaslian
telah diotorisasi dengan tepat oleh pihak yang
berwenang;
d) khusus untuk Layanan Perbankan Elektronik dengan
menggunakan kartu, fungsi pembuatan dan
pengiriman PIN harus terpisah dari fungsi pembuatan
dan pengiriman kartu;
- 93 -
e) khusus untuk Layanan Perbankan Elektronik dengan
menggunakan kartu, fungsionalitas dan keamanan
kartu harus diuji menggunakan standar kartu dan
chip yang memenuhi standar;
f)
terdapat sarana pengendalian yang tepat terhadap
sistem Layanan Perbankan Elektronik sehingga pihak
ketiga yang tidak dikenal tidak dapat menggantikan
nasabah yang telah dikenal; dan
g) terdapat kebijakan yang menyatakan bahwa jika
terdapat indikasi telah terjadi pencurian data yang
terkait dengan aspek otentikasi nasabah maka Bank
harus melakukan penggantian data otentikasi
nasabah dimaksud secepatnya;
5) Bank harus menyusun dan menetapkan prosedur untuk
menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh
nasabah (non repudiation) sehingga transaksi dapat
dipertanggungjawabkan, yang meliputi antara lain:
a) sistem Layanan Perbankan Elektronik telah dirancang
untuk menghilangkan kemungkinan dilakukannya
transaksi secara tidak sengaja oleh para pengguna
yang berhak;
b) seluruh pihak yang melakukan transaksi telah diuji
keasliannya;
c) data transaksi keuangan dilindungi dari
kemungkinan pengubahan dan setiap pengubahan
dapat dideteksi. Proses pencatatan transaksi
keuangan harus dirancang sebaik mungkin agar
dapat mencegah upaya pengubahan tidak sah. Setiap
upaya pengubahan yang tidak sah perlu dicatat dan
menjadi perhatian manajemen Bank; dan
d) penerapan metode untuk menjamin dipenuhinya
prinsip tidak dapat diingkari (non repudiation),
misalnya digital signature dan Public Key
Infrastructure (PKI). Kunci-kunci (keys) yang
digunakan untuk keperluan enkripsi harus dipelihara
secara aman sehingga tidak ada yang mengetahui
kombinasi kunci-kunci tersebut secara utuh;
- 94 -
d. memastikan terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab
terkait penggunaan sistem, Pangkalan Data (Database), dan
aplikasi Layanan Perbankan Elektronik. Bank harus
memastikan terdapat dual control dan pemisahan tugas untuk
memastikan terlaksananya fungsi check and balance. Bank
perlu memastikan terdapat pemisahan tugas antara pihak yang
menginisiasi atau meng-input data dan pihak yang bertanggung
jawab untuk memverifikasi kebenaran data tersebut. Misalnya
dalam suatu aplikasi perbankan, setiap penambahan atau
perubahan Pangkalan Data (Database) yang dilakukan oleh
data entry operator, akan efektif sepanjang disetujui oleh
penyelia;
e. memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak
akses (privileges) yang tepat terhadap sistem, Pangkalan Data
(Database), dan aplikasi Layanan Perbankan Elektronik.
Seluruh arsip dan data Bank yang bersifat rahasia hanya dapat
diakses oleh pihak yang telah memiliki kewenangan dan
otorisasi. Data Bank yang bersifat rahasia harus dipelihara
secara aman dan dilindungi dari kemungkinan diketahui atau
dimodifikasi oleh pihak yang tidak berwenang;
f. memastikan metode dan prosedur diterapkan untuk
melindungi integritas data, catatan, dan informasi terkait
transaksi Layanan Perbankan Elektronik dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Bank harus menerapkan metode dan teknik yang tepat
untuk mengurangi ancaman ekstern seperti serangan
virus dan malicious transaction, yang meliputi:
a) perangkat lunak – penyediaan virus scanning dan anti
virus untuk seluruh entry point dan masing-masing
komputer;
b) perangkat lunak untuk mendeteksi adanya
penyusupan (intrusion detection system); dan
c) pengujian penetrasi (penetration testing) terhadap
jaringan intern dan ekstern secara berkala paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
2) Bank harus melakukan pengujian integritas data transaksi
Layanan Perbankan Elektronik; dan
- 95 -
3) Bank harus melakukan pengendalian untuk memastikan
seluruh transaksi telah dilaksanakan dengan benar;
g. memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail)
yang jelas untuk seluruh transaksi Layanan Perbankan
Elektronik, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Bank harus memelihara log transaksi berdasarkan
kebijakan retensi data Bank sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan guna tersedianya jejak audit yang
jelas serta membantu penyelesaian perselisihan. Data
transaksi yang diperlukan mencakup paling sedikit data
nasabah, nomor rekening, jenis, waktu, lokasi, dan jumlah
transaksi;
2) Bank harus memberikan notifikasi kepada nasabah
apabila suatu transaksi telah berhasil dilakukan. Apabila
terdapat
transaksi yang ditolak maka perlu
didokumentasikan dan terdapat prosedur tindak
lanjutnya; dan
3) Bank harus memastikan tersedianya fungsi jejak audit
untuk dapat mendeteksi usaha dan/atau terjadinya
penyusupan yang harus dikaji ulang atau dievaluasi
secara berkala. Apabila sistem pemrosesan dan jejak audit
merupakan tanggung jawab pihak ketiga maka proses
jejak audit tersebut harus sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Bank. Bank harus memiliki kewenangan
yang cukup untuk dapat mengakses jejak audit yang
dipelihara oleh pihak ketiga tersebut;
h. melakukan pendeteksian dan pemantauan atas transaksi yang
tidak sah atau tidak wajar misalnya melalui Intrusion Detection
System (IDS) dan fraud detection. Selanjutnya Bank harus
memiliki prosedur penanganan masalah atau kejahatan yang
terdeteksi;
i. menerapkan langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan
informasi Layanan Perbankan Elektronik. Prosedur
pengamanan disesuaikan dengan tingkat sensitivitas informasi;
j.
memiliki standar dan pengendalian atas penggunaan dan
perlindungan data apabila pihak penyedia jasa TI memiliki
akses terhadap data tersebut;
- 96 -
k. memiliki Rencana Pemulihan Bencana termasuk contingency
plan yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan
jasa Layanan Perbankan Elektronik secara berkesinambungan;
dan
l. mengembangkan rencana penanganan kejadian (incident
response plan) yang cepat dan tepat untuk mengelola,
mengatasi, dan meminimalisasi dampak suatu insiden, fraud,
kegagalan sistem (intern dan ekstern), yang dapat menghambat
penyediaan sistem dan jasa Layanan Perbankan Elektronik.
7.3.2.1. Pengendalian Risiko untuk Layanan Perbankan Elektronik
Tertentu
a. Dalam menyediakan Layanan Perbankan Elektronik misalnya
pada ATM dan internet banking, Bank juga harus
memperhatikan kenyamanan dan kemudahan nasabah
menggunakan fasilitas, termasuk efektivitas menu tampilan
Layanan Perbankan Elektronik, khususnya dalam melakukan
pilihan pesan yang diinginkan nasabah agar tidak terjadi
kesalahan dan kerugian dalam transaksi.
Dalam rangka meningkatkan pengamanan, Bank dapat
menetapkan persyaratan atau melakukan pembatasan
transaksi melalui Layanan Perbankan Elektronik untuk
menjamin keamanan dan keandalan transaksi, misalnya
meminta nasabah melakukan registrasi rekening pihak ketiga
yang merupakan tujuan transfer dalam mobile banking atau
membatasi nominal jumlah transaksi melalui ATM dan internet
banking.
b. Dalam penyelenggaraan Layanan Perbankan Elektronik yang
menyediakan sarana fisik seperti ATM, Bank harus melakukan
pengendalian pengamanan fisik terhadap peralatan dan
ruangan yang digunakan terhadap bahaya pencurian,
perusakan, dan tindakan kejahatan lainnya oleh pihak yang
tidak berwenang. Bank harus melakukan pemantauan secara
rutin untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi
nasabah pengguna Layanan Perbankan Elektronik.
c. Bank harus memastikan terdapatnya pengamanan atas aspek
transmisi data antara terminal Electronic Fund Transfer (EFT)
dengan host computer, terhadap risiko kesalahan transmisi,
- 97 -
gangguan jaringan, akses oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab, dan lain-lain. Pengamanan mencakup pengendalian
terhadap peralatan yang digunakan, pemantauan terhadap
akses perangkat lunak Controller (Host-Front End), pemantauan
kualitas dan akurasi kinerja perangkat jaringan serta saluran
transmisi.
d. Point of Sales (POS) atau Electronic Data Capture (EDC)
memungkinkan transfer dana secara elektronik dari rekening
nasabah kepada rekening acquirer atau merchant untuk
pembayaran suatu transaksi. Transaksi dilakukan melalui POS
Terminal yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau pasar
swalayan umumnya menggunakan suatu alat pembayaran
dengan menggunakan kartu. Penyediaan POS dapat dilakukan
sendiri oleh Bank penerbit maupun oleh financial acquirer,
technical acquirer, dan perusahaan switching. Pihak penyedia
POS Terminal harus selalu melakukan peningkatan
pengamanan fisik di sekitar lokasi POS Terminal dan terhadap
POS Terminal, antara lain dengan menggunakan POS Terminal
yang dapat meminimalisasi kemungkinan adanya penyadapan
baik di POS Terminal sendiri maupun dalam jaringan
komunikasi.
e. Bagi Bank yang menyediakan jasa mobile banking maka Bank
harus memastikan keamanan transaksi antara lain:
1) menggunakan suatu SIM Toolkit dengan fitur enkripsi end-
to-end dari handphone hingga server mobile banking,
untuk melindungi pengiriman data pada mobile banking;
dan
2) melakukan mutual authentication yaitu pihak Bank dan
nasabah dapat melakukan proses otentifikasi dengan
digital certificate atau personal authentication message
yaitu untuk membantu nasabah memastikan bahwa pihak
yang bertransaksi dengan nasabah adalah pihak yang
benar.
f. Dalam penyediaan jasa TI layanan phone banking, Bank harus
memastikan keamanan transaksi diantaranya melalui hal-hal:
1) layanan tidak digunakan untuk transaksi dengan nilai
maupun risiko yang tinggi;
- 98 -
2) semua percakapan melalui Interactive Voice Response (IVR)
direkam termasuk nomor telepon nasabah, detil transaksi,
dan lain-lain;
3) layanan menggunakan metode otentifikasi yang andal dan
aman; dan
4) penggunaan metode otentifikasi nasabah seperti PIN dan
password untuk transaksi finansial.
7.3.2.2. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik
Lintas Negara
Dalam menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik lintas
negara (cross border), Bank antara lain perlu memperhatikan:
a. pembangunan program manajemen risiko yang efektif untuk
aktivitas Layanan Perbankan Elektronik lintas negara (cross
border). Sebelum Bank mengenalkan produk dan jasa Layanan
Perbankan Elektronik lintas negara (cross border), manajemen
Bank sebaiknya melakukan penilaian risiko dan due diligence
yang tepat guna menjamin bahwa Bank secara tepat mengelola
risiko-risiko yang ada. Selain memperhatikan aspek hukum
dan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia,
Bank perlu memperhatikan aspek hukum dan peraturan di
negara tempat Bank akan menawarkan jasa Layanan
Perbankan Elektronik lintas negara (cross border); dan
b. adanya pengungkapan yang cukup pada website atau informasi
lainnya yang memungkinkan calon nasabah mengetahui
identitas Bank, home country, otoritas pengawas Bank, dan izin
yang diperoleh Bank, sebelum melakukan hubungan bisnis
dengan Bank.
7.3.2.3. Pengendalian Risiko terkait Layanan Perbankan Elektronik yang
Diselenggarakan oleh Pihak Penyedia Jasa TI
Dalam hal sistem penyelenggaraan Layanan Perbankan Elektronik
dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI misalnya perusahaan
switching dan Internet Service Provider (ISP), Bank harus
menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due
diligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola
hubungan Bank dengan pihak penyedia jasa TI tersebut. Untuk itu
Bank harus membuat suatu perjanjian tertulis dengan pihak
- 99 -
penyedia jasa TI terkait Layanan Perbankan Elektronik yang secara
rinci mengatur hak dan kewajiban, aspek pengamanan, dan
melakukan pemantauan kinerja pihak penyedia jasa TI sesuai SLA.
7.4.
Rencana Penerbitan Layanan Perbankan Elektronik Baru
Yang dimaksud dengan “produk Layanan Perbankan Elektronik
baru” adalah produk baru yang karakteristiknya berbeda dengan
produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau
meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank, seperti internet
banking dan mobile banking untuk nasabah penyimpan.
Dengan demikian jika Bank hanya menambah jenis layanan pada
produk Layanan Perbankan Elektronik yang telah ada dan
penambahan risikonya tidak signifikan, misalnya penambahan
fasilitas pembayaran melalui Layanan Perbankan Elektronik yang
semula hanya melayani pembayaran kartu kredit menjadi
pembayaran listrik atau telepon maka penambahan layanan
pembayaran tersebut tidak tergolong produk baru sehingga tidak
perlu dilaporkan.
Namun jika Bank menambah layanan misalnya yang semula hanya
menangani transaksi rupiah kemudian menambah layanan berupa
transaksi valuta asing maka Bank harus melaporkan produk baru
tersebut karena berdasarkan analisis risiko, transaksi tersebut
dapat meningkatkan risiko pasar, risiko hukum, dan risiko lainnya.
Dalam hal TI yang digunakan dalam menyelenggarakan Layanan
Perbankan Elektronik dilakukan oleh pihak penyedia jasa TI maka
berlaku pula ketentuan penggunaan pihak penyedia jasa TI.
7.5.
Permohonan Persetujuan terkait Layanan Perbankan Elektronik
Permohonan persetujuan penerbitan Layanan Perbankan Elektronik
tidak berlaku untuk produk Layanan Perbankan Elektronik yang
diatur secara khusus dalam ketentuan mengenai persyaratan
persetujuan produk tersebut.
Selain bukti kesiapan dan dokumen pendukung untuk
menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik sebagaimana
diatur dalam Pasal 28 POJK MRTI, Bank juga wajib melengkapi
permohonan persetujuan Layanan Perbankan Elektronik dengan
hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun
yang akan datang, paling sedikit memuat:
- 100 -
a. potensi pasar yang ada;
b. segmen pasar yang akan dituju;
c. analisis persaingan usaha;
d. target nasabah yang ingin dicapai;
e. rencana kerja sama dengan pihak lain; dan
f. target pendapatan yang akan dicapai.
7.6.
7.6.1.
Realisasi Layanan Perbankan Elektronik
Pemeriksaan oleh Pihak Independen
Laporan realisasi Layanan Perbankan Elektronik harus dilengkapi
dengan kajian pascaimplementasi (postimplementation review) oleh
pihak independen. Pihak independen adalah pihak yang tidak
terlibat dalam perancangan dan pengembangan sistem aplikasi,
serta pengambilan keputusan untuk implementasi.
Hasil pemeriksaan oleh pihak independen ditujukan untuk
memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan
pengamanan sistem TI terkait produk tersebut serta kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau best
practices yang memenuhi standar internasional seperti ISO, IEC,
COBIT, dan ITIL.
Hasil pemeriksaan dari pihak independen di luar Bank seperti
kantor akuntan publik atau perusahaan konsultan di bidang
information technology security diperlukan untuk produk Layanan
Perbankan Elektronik yang baru pertama kali diterbitkan oleh Bank
seperti internet banking yang bersifat transaksional dan SMS
banking yang bersifat transaksional. Sedangkan untuk penambahan
fitur produk Layanan Perbankan Elektronik yang telah ada di Bank,
yang dapat menambah atau meningkatkan eksposur risiko Bank,
dapat menggunakan pihak intern untuk melakukan kaji ulang
independen (independent review).
Contoh:
a. penambahan fitur transaksi pemindahbukuan antar rekening
melalui ATM yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh
nasabah;
b. penambahan fitur transaksi transfer antar Bank melalui ATM
yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh nasabah.
Bank perlu memastikan bahwa pihak ekstern memiliki kompetensi
- 101 -
dan pemahaman terhadap produk yang akan dikaji ulang terutama
dalam aspek pengamanan TI. Dalam hal Bank menggunakan pihak
intern untuk melakukan kaji ulang independen (independent review)
maka Bank harus menyampaikan uraian tugas dan tanggung jawab
pihak tersebut serta kedudukannya dalam struktur organisasi pada
proyek pengembangan Layanan Perbankan Elektronik.
7.6.2.
Ruang Lingkup Pemeriksaan Pihak Independen
Bank harus memastikan bahwa laporan yang disampaikan oleh
pihak independen mengenai kesiapan TI Bank untuk kegiatan
Layanan Perbankan Elektronik yang direncanakan memuat periode
pemeriksaan, ruang lingkup, metode pemeriksaan, temuan,
rekomendasi, tanggapan manajemen atas temuan, serta target
penyelesaian. Adapun ruang lingkup pemeriksaan meliputi:
a. pengawasan aktif manajemen;
b. kecukupan kebijakan dan prosedur pengamanan sistem
Layanan Perbankan Elektronik untuk memastikan
terpenuhinya prinsip kerahasiaan, integritas, ketersediaan, dan
tidak dapat diingkari dalam setiap transaksi Layanan
Perbankan Elektronik;
c. kecukupan penerapan dan pemantauan terhadap pengamanan
sistem Layanan Perbankan Elektronik yang disiapkan Bank
meliputi:
1) penerapan pengamanan sistem, infrastruktur (server,
firewall, dan router), serta jaringan sistem Layanan
Perbankan Elektronik;
2) pengamanan untuk mendeteksi transaksi yang tidak
wajar;
3) terdapat pemeliharaan dan kaji ulang atas jejak audit log
transaksi;
4) pengamanan fisik yang memadai atas perangkat komputer
dan perangkat komunikasi terkait Layanan Perbankan
Elektronik;
5) pengamanan atas jaringan intern Bank sehingga
terlindung dari serangan yang berasal dari ekstern; dan
6) pengamanan atas data dan Pangkalan Data (Database)
transaksi Layanan Perbankan Elektronik;
- 102 -
d. penanganan terhadap kondisi tertentu, antara lain fraud;
e. Rencana Pemulihan Bencana dan prosedur tanggap darurat
(incident response management);
f. penggunaan pihak penyedia jasa TI sebagai penyelenggara
Layanan Perbankan Elektronik;
g.
kaji ulang atas analisis risiko produk baru Layanan Perbankan
Elektronik yang meliputi paling sedikit risiko stratejik, risiko
pengamanan, risiko hukum, dan risiko reputasi; dan
h. program edukasi dan perlindungan nasabah termasuk kehati-
hatian dalam pembukaan rekening dan dalam melakukan
transaksi melalui Layanan Perbankan Elektronik.
- 103 -
BAB VIII AUDIT INTERN TI
8.1.
Pendahuluan
Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen
penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi kegiatan
operasional Bank yang sehat dan aman. SPI yang efektif antara lain
dapat membantu manajemen Bank dalam menjaga aset Bank,
menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang
dapat dipercaya, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian,
penyimpangan, dan pelanggaran aspek kehati-hatian.
Dalam penyelenggaraan TI, Bank harus melaksanakan SPI secara
efektif terhadap seluruh aspek penggunaan TI. Audit intern TI
sebagai salah satu bagian dari SPI diperlukan untuk melakukan
evaluasi terhadap penyelenggaraan TI secara independen dan
objektif untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen
risiko, pengendalian intern, dan tata kelola yang baik. Audit TI yang
dimaksud antara lain audit terhadap Pusat Data, Pusat Pemulihan
Bencana, aplikasi, dan/atau Pemrosesan Transaksi Berbasis
Teknologi Informasi.
8.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur terkait Audit TI
Sesuai Pasal 18 POJK MRTI, pelaksanaan fungsi audit intern TI
memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan mengenai standar
pelaksanaan fungsi audit intern.
Dalam rangka memastikan pelaksanaan audit intern TI, Bank harus
memastikan ketersediaan jejak audit (audit trail) atas seluruh
kegiatan penyelenggaraan TI untuk keperluan pengawasan,
penegakan hukum, penyelesaian sengketa, verifikasi, pengujian,
dan pemeriksaan lain.
Bank harus melaksanakan audit intern terhadap seluruh aspek
dalam penyelenggaraan dan penggunaan TI sesuai kebutuhan,
prioritas, dan hasil analisis risiko TI paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Dalam rangka melaksanakan audit TI, Bank harus memiliki
kebijakan, standar, dan prosedur yang meliputi:
a. Kebijakan audit TI paling sedikit mencakup:
1)
tujuan dan latar belakang perlu dilakukannya audit TI;
2) pernyataan independensi terhadap kegiatan operasional
- 104 -
dari auditee;
3)
tanggung jawab auditor terhadap audit TI yang dilakukan
secara independen terhadap auditee, pelaksanaan risk
assessment hingga penyelesaian laporan hasil audit;
4) kewenangan auditor dalam melakukan audit TI terhadap
akses data, informasi, personel, sistem, dan hal-hal lain
yang diperlukan agar audit yang dilakukan dapat berjalan
secara efisien dan efektif;
5) tanggung jawab auditee, antara lain system owner, data
owner, system administrator, security officer, Chief
Information Officer/CIO, terhadap audit TI yang dilakukan,
seperti memberikan data, menjalankan rekomendasi, dan
perbaikan;
6) batas waktu pemberian data dan tanggapan oleh auditee;
7) pernyataan bahwa setiap aktivitas Bank harus masuk
dalam ruang lingkup audit TI Bank;
8) pelanggaran terhadap kebijakan audit TI; dan
9) kaji ulang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam
3 (tiga) tahun atas fungsi audit TI sebagai bagian dari
fungsi audit intern secara keseluruhan oleh pihak
independen.
b. Bank harus memiliki standar audit TI yang paling sedikit
mencakup:
1) Rencana Kerja Audit (Audit Working Plan/AWP);
2) kertas kerja audit termasuk hasil atau temuan audit;
3) Laporan Hasil Audit (LHA); dan
4) pemantauan tindak lanjut hasil audit.
c. Bank harus memiliki prosedur audit TI yang paling sedikit
mencakup:
1) manajemen;
2) pengembangan dan pengadaan;
3) operasional TI;
4) jaringan komunikasi;
5) pengamanan informasi;
6) Rencana Pemulihan Bencana;
7) Layanan Perbankan Elektronik;
8) penggunaan pihak penyedia jasa TI;
- 105 -
9) penyediaan jasa TI oleh Bank; dan
10) aplikasi bisnis seperti core banking system, kartu kredit,
treasury, remittance, dan pembiayaan perdagangan (trade
finance).
Langkah-langkah pemeriksaan disesuaikan dengan masing-
masing objek dan cakupan pemeriksaan.
8.3.
Proses Audit TI
a. Perencanaan Audit TI
Bank harus memiliki rencana audit TI yang mencakup
frekuensi dan jadwal audit TI. Dalam melakukan penilaian
risiko, audit intern TI paling sedikit melakukan beberapa hal
sebagai berikut:
1) mengidentifikasi aset TI yang berupa data, aplikasi, sistem
operasi, teknologi, fasilitas, dan personel;
2) mengidentifikasi kegiatan dan proses bisnis yang
menggunakan TI; dan
3) mengidentifikasi tingkat dampak risiko TI dalam
operasional Bank dan mempertimbangkan skala prioritas
berdasarkan tingkat risiko.
Rencana audit TI harus mendapat persetujuan dari presiden
direktur atau direktur utama.
b. Pelaksanaan Audit TI
1) Pelaksanaan audit TI bertujuan untuk:
a) memastikan kebijakan, standar, dan prosedur
penyelenggaraan TI diterapkan secara efektif;
b) memastikan efektivitas penerapan manajemen risiko
TI;
c) memastikan efektivitas standar pengelolaan informasi
dan pengamanan penggunaan TI;
d) menilai kecukupan kontrol yang diterapkan dalam
penyelenggaraan TI;
e) memberikan rekomendasi perbaikan untuk mengatasi
kekurangan dalam penyelenggaraan TI; dan
f) memastikan kepatuhan penyelenggaraan TI terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dalam melaksanakan rencana tahunan audit TI, rencana
- 106 -
kerja audit harus disusun untuk setiap penugasan audit,
yang paling sedikit mencakup:
a) tujuan audit, jadwal, jumlah auditor, anggaran, dan
pelaporan;
3) Dalam pelaksanaan
b) cakupan audit sesuai hasil penilaian risiko; dan
c) pembagian tugas dan tanggung jawab dari auditor.
tugas,
auditor TI harus
memperhatikan aspek kerahasiaan data dan informasi
yang diperolehnya. Pelaksanaan audit TI harus
menggunakan standar kertas kerja pemeriksaan dan
didokumentasikan dengan baik. Auditor TI dapat meminta
data atau informasi guna keperluan pelaksanaan tugas
baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy termasuk
Pangkalan Data (Database) dari aplikasi.
4) Auditor TI harus menjunjung tinggi kode etik (etika) dalam
melaksanakan tugas, yaitu sebagai berikut:
a)
integritas
1) bekerja dengan jujur, tekun, dan bertanggung
jawab;
2)
taat terhadap peraturan dan membuat
pengungkapan yang sesuai dengan peraturan;
3) tidak melakukan kegiatan yang ilegal; dan
4) menghormati dan berperan dalam mendukung
tujuan Bank;
b)
objektif
1) tidak ikut berperan dalam kegiatan yang dapat
mempengaruhi objektivitas pelaksanaan tugas
audit;
2) tidak menerima apapun yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan tugas audit dan
bekerja sesuai keahliannya; dan
3) mengungkapkan fakta sebagaimana yang
ditemukan dalam pelaksanaan tugas audit;
c) kerahasiaan
1) berhati-hati dalam penggunaan data atau
informasi dan melindungi data atau informasi
yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas audit;
- 107 -
dan
2) tidak menggunakan data atau informasi yang
diperoleh untuk kepentingan pribadi ataupun
bertentangan dengan hukum; dan
d) kompetensi
1) memiliki pengetahuan yang memadai;
2) melaksanakan tugas audit sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh Bank; dan
3) berusaha terus menerus
kemampuan untuk meningkatkan kualitas audit.
Pernyataan mengenai etika auditor TI tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk surat pernyataan tertulis yang
ditandatangani oleh masing-masing personel auditor TI Bank,
termasuk mencakup sanksi apabila yang bersangkutan
melanggar etika tersebut.
c. Pelaporan
Sesuai Pasal 30 POJK MRTI, Bank wajib melaporkan hasil
audit TI paling lambat 2 (dua) bulan setelah audit selesai
dilakukan. LHA TI disusun berdasarkan format standar
laporan. Laporan tersebut merupakan sarana bagi manajemen
untuk membantu melakukan penilaian kualitas pengendalian
TI. LHA TI harus disampaikan kepada satuan kerja yang
diperiksa. Disamping itu, laporan tersebut disampaikan secara
tepat waktu kepada direktur utama dan Dewan Komisaris atau
komite audit dengan tembusan kepada direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan. Pokok-pokok hasil audit TI
disampaikan juga kepada Otoritas Jasa Keuangan.
d. Pemantauan Tindak Lanjut
Auditee harus memberikan tanggapan terhadap hasil
pemeriksaan. Apabila temuan perlu ditindaklanjuti maka
auditee harus memberikan komitmen dan target waktu
penyelesaiannya. Selanjutnya, auditor TI harus memantau
pelaksanaan komitmen auditee atas hasil pemeriksaan secara
berkala dan melakukan verifikasi terhadap perbaikan yang
sudah dilakukan.
Auditor TI harus memelihara dokumentasi atas hasil tindak
lanjut tersebut. Laporan tindak lanjut hasil pemeriksaan
meningkatkan
- 108 -
disampaikan kepada direktur utama dan Dewan Komisaris
atau komite audit dengan tembusan kepada direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan.
Perubahan atas rencana dan realisasi tindak lanjut, serta
target penyelesaian tindak lanjut harus disampaikan kepada
auditor TI dan disetujui oleh direktur utama dan Dewan
Komisaris atau komite audit dengan tembusan kepada direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan.
8.4.
Pemenuhan Fungsi Audit Intern TI
Dalam hal terdapat keterbatasan kemampuan satuan kerja audit
intern, pelaksanaan fungsi audit intern TI dapat dilakukan oleh
auditor ekstern. Penggunaan auditor ekstern untuk melaksanakan
fungsi audit intern atas TI tidak mengurangi tanggung jawab
pimpinan satuan kerja audit intern. Selain itu, penggunaan auditor
ekstern harus mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas usaha
Bank serta memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait auditor ekstern dan pelaksanaannya dilakukan
sesuai standar dan prosedur audit TI Bank.
Pelaksanaan fungsi audit intern TI oleh auditor ekstern tetap
memperhatikan aspek kompetensi (antara lain pengetahuan dan
pengalaman yang memadai) dan independensi serta didasari dengan
suatu perjanjian kerja sama. Disamping itu, Bank secara berkala
melakukan kaji ulang terhadap fungsi audit intern TI oleh pihak
ekstern yang independen agar pelaksanaan fungsi audit TI dapat
berjalan efektif.
- 109 -
BAB IX PENGGUNAAN PIHAK PENYEDIA JASA TI
9.1
Pendahuluan
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan strategis, Bank dimungkinkan menggunakan pihak penyedia
jasa TI. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 POJK MRTI yang mengatur
bahwa penyelenggaraan TI dapat dilakukan oleh Bank sendiri
dan/atau pihak penyedia jasa TI. Yang dimaksud dengan
menggunakan pihak penyedia jasa TI adalah penggunaan jasa pihak
lain dalam menyelenggarakan kegiatan TI yang dapat menyebabkan
Bank memiliki ketergantungan terhadap jasa yang diberikan secara
berkesinambungan atau dalam periode tertentu.
Penggunaan pihak penyedia jasa TI dapat mempengaruhi risiko
Bank antara lain risiko operasional, kepatuhan, hukum, dan
reputasi. Risiko-risiko ini dapat timbul antara lain karena adanya
kegagalan penyedia jasa TI dalam menyediakan jasa, pelanggaran
hukum, atau ketidakmampuan untuk mematuhi hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk mengawasi
semua aktivitas penyelenggaraan TI yang dilakukan sendiri oleh
Bank atau pihak penyedia jasa TI. Untuk itu, pemeriksaan dan
pengawasan Bank tidak boleh terhambat dengan adanya pengalihan
fungsi-fungsi operasional Bank kepada pihak penyedia jasa TI.
9.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI
Dalam hal penyelenggaraan TI Bank dilakukan oleh pihak penyedia
jasa TI, Bank harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 20 POJK MRTI, serta memiliki kebijakan, standar, dan
prosedur penggunaan penyedia jasa TI.
9.2.1.
Kebijakan Penggunaan Penyedia Jasa TI
Bank harus memiliki kebijakan mengenai penyelenggaraan TI
kepada pihak lain yang paling sedikit mengatur mengenai:
a. Prinsip-prinsip penggunaan penyedia jasa TI
1) Bank tetap bertanggung jawab terhadap layanan TI yang
diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa TI;
2) penggunaan penyedia jasa TI tidak menghambat proses
pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
3) keputusan penggunaan penyedia jasa TI harus sejalan
- 110 -
dengan rencana strategis TI Bank;
4) setiap penggunaan penyedia jasa TI harus dituangkan
dalam perjanjian tertulis;
5) penggunaan penyedia jasa TI harus memberikan manfaat
lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
Bank; dan
6) penggunaan penyedia jasa TI harus didasarkan pada
hubungan kerja sama secara wajar (arm’s length principle),
dalam hal pihak penyedia jasa TI merupakan pihak terkait
dengan Bank.
b. Pernyataan kebijakan dari manajemen
Keputusan penggunaan penyedia jasa TI pada dasarnya harus
mempertimbangkan faktor efisiensi dan risiko. Oleh karena itu,
penggunaan penyedia jasa TI harus memenuhi prinsip-prinsip
penggunaan penyedia jasa TI sebagaimana dimaksud dalam
huruf a. Disamping itu, dalam:
1) penggunaan penyedia jasa TI harus mendapat persetujuan
manajemen;
2) pemilihan penyedia jasa TI harus melalui proses uji
tuntas;
3) pemilihan penyedia jasa TI untuk layanan TI harus melalui
proses seleksi dari beberapa penyedia jasa; dan
4) perjanjian penyedia jasa TI harus memungkinkan adanya
klausula kondisi pengakhiran perjanjian sesuai dengan
masa perjanjian maupun sebelum masa perjanjian
berakhir.
c. Peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terkait dengan
penggunaan penyedia jasa TI
Sebagai bagian dari implementasi kebijakan, setiap peranan
harus dialokasikan kepada manajemen Bank yang ditunjuk,
dengan tanggung jawab:
1) memastikan penyedia jasa TI memenuhi kebutuhan dan
sesuai dengan rencana strategis Bank;
2) memastikan Bank memiliki keahlian untuk mengawasi
penyedia jasa TI;
3) mengevaluasi calon penyedia jasa TI berdasarkan ruang
lingkup dan layanan yang akan diselenggarakan;
- 111 -
4) memastikan terdapat perjanjian pemeliharaan dengan
penyedia jasa TI dalam hal kerja sama pengadaan TI;
5) memantau dan melakukan risk assessment secara berkala
terhadap layanan yang diselenggarakan oleh penyedia jasa
TI; dan
6) memastikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan diberikan
akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap layanan
yang diselenggarakan penyedia jasa TI.
9.2.2.
Standar Penggunaan Penyedia Jasa TI
Bank harus memiliki standar mengenai penyelenggaraan TI kepada
pihak lain yang paling sedikit mencakup:
a. standar pemilihan penyedia jasa TI sesuai dengan kompleksitas
jasa TI yang dibutuhkan Bank;
b. standar pengelolaan penyedia jasa TI sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tata kelola (governance)
yang memadai; dan
c. standar isi perjanjian kerja sama dengan penyedia jasa TI,
meliputi:
1) cakupan pekerjaan atau jasa;
2) biaya dan jangka waktu perjanjian kerja sama;
3) hak dan kewajiban Bank maupun pihak penyedia jasa TI;
4) jaminan pengamanan dan kerahasiaan data, terutama
data nasabah. Data hanya bisa diakses oleh pemilik data
(Bank);
5) jaminan tingkat pelayanan (SLA), berisi mengenai standar
kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan
(service level) dan target kinerja;
6) SLA tetap berlaku apabila terjadi perubahan kepemilikan
baik pada Bank maupun penyedia jasa TI;
7) laporan hasil pemantauan kinerja penyedia jasa TI yang
terkait dengan SLA;
8) batasan risiko yang ditanggung oleh Bank dan penyedia
jasa TI, diantaranya:
a) risiko perubahan ruang lingkup perjanjian;
b) perubahan ruang lingkup bisnis dan organisasi
perusahaan penyedia jasa TI;
- 112 -
c) perubahan aspek hukum dan regulasi; dan
d) aspek hukum yang meliputi hak cipta, paten dan logo
atau merek (trade mark);
9) persetujuan Bank secara tertulis dalam hal pihak penyedia
jasa TI melakukan pengalihan sebagian kegiatan
(subkontrak) kepada subkontraktor. Selain itu,
subkontraktor harus mempunyai standar penyelenggaraan
TI yang memadai;
10) tersedianya sarana komunikasi yang terkoneksi dengan
jaringan internet serta pengamanan terhadap akses dan
transmisi data dari dan ke Pusat Data dan/atau Pusat
Pemulihan Bencana;
11) pengaturan yang jelas mengenai rekam cadang (back-up)
data, kebijakan saat keadaan yang mengancam
kelangsungan operasional Bank (contingency),
perlindungan terhadap data Bank (record protection)
termasuk perangkat keras, perangkat lunak, dan
perlengkapan (equipment), untuk menjamin kelangsungan
penyelenggaraan TI;
12) pengaturan mengenai pengamanan dalam pengiriman
dokumen sumber (source document) yang diperlukan dari
dan ke Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana.
Pihak yang bertanggung jawab sebaiknya dilindungi
asuransi yang cukup;
13) kesediaan diaudit baik oleh intern Bank, Otoritas Jasa
Keuangan, dan/atau pihak ekstern yang ditunjuk oleh
Bank maupun oleh Otoritas Jasa Keuangan dan
tersedianya informasi untuk keperluan pemeriksaan,
termasuk hak akses, baik secara logic maupun fisik
terhadap data yang dikelola oleh penyedia jasa TI;
14) pihak penyedia jasa TI harus memberikan dokumen teknis
kepada Bank terkait dengan jasa yang dikerjakan oleh
penyedia jasa TI antara lain alur proses TI dan struktur
Pangkalan Data (Database);
15) pihak penyedia jasa TI harus melaporkan setiap kejadian
penting (critical) yang dapat mengakibatkan kerugian
keuangan dan/atau mengganggu kelancaran operasional
- 113 -
Bank;
16) khusus untuk penyelenggaraan Pusat Data, Pusat
Pemulihan Bencana, dan Pemrosesan Transaksi Berbasis
Teknologi Informasi, pihak penyedia jasa TI harus
menyampaikan kepada Bank laporan keuangan terkini
yang telah diaudit setiap tahun. Penyedia jasa TI
menyampaikan hasil audit TI yang dilakukan auditor
independen secara berkala terhadap penyelenggaraan
Pusat Data, Pusat Pemulihan Bencana, dan/atau
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi,
kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Bank yang
bersangkutan;
17) tanggung jawab penyedia jasa TI dalam menyediakan SDM
yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai jasa yang
disediakan agar operasional Bank tetap terjamin;
18) rencana pelatihan SDM, baik jumlah yang dilatih, bentuk
pelatihan maupun biaya yang diperlukan. Pihak penyedia
jasa TI harus melakukan transfer ilmu kepada Bank,
sehingga terdapat personel satuan kerja TI di Bank yang
memahami TI yang digunakan Bank terutama mengenai
alur proses TI dan struktur Pangkalan Data (Database)
dari sistem yang disediakan oleh pihak penyedia jasa TI
tersebut;
19) kepemilikan dan lisensi;
20) jaminan dari penyedia jasa TI bahwa penyediaan jasa
masih akan diberikan kepada Bank selama periode
tertentu setelah implementasi;
21) perubahan, pengakhiran, atau pemutusan perjanjian
termasuk dalam hal Otoritas Jasa Keuangan
memerintahkan Bank menghentikan penyediaan jasa TI
sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian;
22) sanksi dan penalti terhadap alasan-alasan yang tidak jelas
terhadap pembatalan perjanjian dan pelanggaran isi
perjanjian;
23) kepatuhan pada hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan di Indonesia;
24) standar pengamanan sistem yang harus dipenuhi oleh
- 114 -
penyedia jasa TI;
25) standar tingkat pelayanan yang harus dipenuhi oleh
penyedia jasa TI;
26) standar laporan pemantauan kinerja penyedia jasa TI; dan
27) standar perjanjian penyimpanan dokumen (escrow
agreement).
9.2.3.
Prosedur Penggunaan Penyedia Jasa TI
Bank harus memiliki prosedur penggunaan penyedia jasa TI yaitu
prosedur pemilihan penyedia jasa TI yang paling sedikit mencakup:
a. Pendefinisian Kebutuhan
Pendefinisian kebutuhan paling sedikit memperhatikan:
1) Pendefinisian kebutuhan bisnis terhadap penggunaan jasa
pihak penyedia jasa TI harus dilakukan sebelum Bank
memutuskan menggunakan pihak penyedia jasa TI,
diantaranya melalui:
a)
identifikasi secara spesifik mengenai fungsi atau
aktivitas yang akan diserahkan penyelenggaraannya
kepada pihak penyedia jasa TI;
b) proses penilaian risiko yang dapat timbul akibat
penyerahan penyelenggaraan fungsi atau aktivitas
tersebut; dan
c) penetapan dasar yang akan digunakan untuk
mengidentifikasi pengukuran pengendalian yang
memadai.
2) Tahap pendefinisian kebutuhan di atas harus
menghasilkan suatu dokumen yang berisi gambaran
secara rinci mengenai keinginan Bank terhadap jasa yang
akan dikerjakan oleh pihak penyedia jasa TI. Isi dari
dokumen tersebut mencakup beberapa komponen berikut
ini:
a) cakupan dan karakteristik dari layanan dan teknologi
yang digunakan serta dukungan kepada nasabah;
b) tingkat layanan meliputi ketersediaan dan kinerja,
manajemen perubahan (change management),
kualitas layanan, keamanan, dan kelangsungan
usaha;
- 115 -
c)
karakteristik minimal yang harus dipenuhi oleh
penyedia jasa TI yang akan digunakan seperti
pengalaman, arsitektur TI dan sistem, pengendalian
proses, kondisi keuangan, dan referensi mengenai
reputasi;
d) pemantauan dan pelaporan meliputi kriteria yang
akan digunakan dalam pemantauan dan pelaporan
baik untuk Bank maupun untuk pihak ketiga;
e) persyaratan yang harus dipenuhi baik dari sisi
sistem, data maupun pelatihan personel saat transisi
atau migrasi ke sistem yang disediakan pihak
penyedia jasa TI;
f)
jangka waktu, penghentian, dan isi minimal dari
perjanjian; dan
g) perlindungan perjanjian terhadap kewajiban seperti
pembatasan kewajiban dan ganti rugi serta asuransi.
Dalam hal penyelenggaraan kegiatan atau fungsi yang
didefinisikan tersebut dipertimbangkan untuk dilakukan
oleh pihak terkait Bank maka manajemen Bank harus
memastikan bahwa persiapan yang dilakukan tidak
berbeda apabila akan dilakukan oleh pihak tidak terkait
dengan Bank.
b. Permintaan Proposal dari Penyedia Jasa TI
Proses pemilihan penyedia jasa TI dimulai dengan permintaan
proposal dari penyedia jasa TI. Proposal yang diajukan harus
menjelaskan secara rinci kebutuhan Bank seperti cakupan dan
jenis pekerjaan yang akan dilakukan, ekspektasi tingkat
layanan, jangka waktu penyelesaian, rincian biaya layanan,
pengukuran pekerjaan dan pengendaliannya, pengamanan, dan
kelangsungan bisnis.
Bank harus dapat memastikan kebijakan pihak penyedia jasa
TI yang terkait dengan kepentingan audit penyelenggaraan TI
Bank untuk akses auditor intern, ekstern, maupun Otoritas
Jasa Keuangan. Dengan demikian, data dan informasi yang
diperlukan dari penyelenggaraan TI tetap dapat diperoleh
secara tepat waktu setiap kali dibutuhkan meskipun TI tidak
diselenggarakan sendiri oleh Bank.
- 116 -
c. Uji Tuntas (Due Diligence) Penyedia Jasa TI
Uji tuntas (due diligence) perlu dilakukan untuk menilai
reputasi, kemampuan teknis, kemampuan operasional, kondisi
keuangan, rencana pengembangan, dan kemampuan mengikuti
inovasi TI di pasar, agar Bank mendapatkan keyakinan bahwa
penyedia jasa TI mampu memenuhi kebutuhan Bank.
Pada saat uji tuntas (due diligence), Bank harus
mempertimbangkan antara lain:
1) eksistensi dan sejarah perusahaan penyedia jasa TI;
2)
kualifikasi, latar belakang, dan reputasi pemilik
perusahaan penyedia jasa TI;
3) perusahaan lain yang menggunakan jasa yang sama dari
penyedia jasa TI sebagai referensi;
4) kemampuan dan efektivitas pemberian jasa, termasuk
dukungan purna jual;
5) teknologi dan arsitektur sistem;
6) lingkungan pengendalian intern, sejarah pengamanan, dan
cakupan audit;
7) kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
8) kepercayaan dan keberhasilan dalam berhubungan
dengan sub kontraktor;
9) jaminan pemeliharaan;
10) kemampuan untuk menyediakan pemulihan bencana dan
keberlanjutan bisnis;
11) penerapan manajemen risiko;
12) laporan hasil pemeriksaan pihak independen; dan
13) kondisi keuangan termasuk kaji ulang atas laporan
keuangan yang telah diaudit.
Uji tuntas (due diligence) yang dilakukan Bank selama proses
pemilihan harus didokumentasikan dengan baik dan dilakukan
kembali secara berkala sebagai bagian dari proses
pemantauan. Dalam melakukan uji tuntas (due diligence)
secara berkala ini sebaiknya Bank memperhatikan perubahan
atau perkembangan yang ada selama kurun waktu sejak uji
tuntas (due diligence) terakhir dengan menggunakan informasi
terkini.
- 117 -
d. Penentuan Penyedia Jasa TI
Dalam menentukan penyedia jasa TI, Bank harus
memperhatikan antara lain:
1) Bank harus melakukan evaluasi atas penerapan
manajemen risiko pihak penyedia jasa TI secara berkala
untuk memastikan penggunaan pihak penyedia jasa TI
tidak mengurangi tanggung jawab Bank dalam
menerapkan manajemen risiko;
2) Bank harus memastikan bahwa laporan yang diperlukan
untuk memantau kinerja pihak penyedia jasa TI telah
memadai;
3) Bank harus melakukan analisis biaya dan manfaat untuk
setiap alternatif yang akan dipilih;
4) Bank harus memastikan bahwa pihak penyedia jasa TI
dapat menyampaikan hasil audit terkini atas TI yang
dilakukan oleh pihak independen terutama untuk
penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan
Bencana;
5) Bank dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber
termasuk laporan tahunan pihak penyedia jasa TI dalam
rangka memantau dan mengevaluasi kehandalan pihak
penyedia jasa TI secara berkala, baik yang menyangkut
kinerja, reputasi penyedia jasa TI, dan kelangsungan
penyediaan layanan;
6) Bank harus memastikan akses terhadap Pangkalan Data
(Database) dapat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
setiap saat baik untuk data terkini maupun untuk data
yang telah lalu; dan
7) Bank harus menerapkan “hubungan kerja sama secara
wajar (arm's length principle)” dengan pihak penyedia jasa
TI termasuk pihak terkait dengan Bank. Bank harus
melakukan proses seleksi dan didokumentasikan
e. Pembuatan Perjanjian Kerja Sama dengan Penyedia Jasa TI
Setelah memilih sebuah perusahaan penyedia jasa TI,
manajemen membuat perjanjian tertulis dengan penyedia jasa
TI sesuai standar perjanjian Bank. Dalam menyusun
perjanjian, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- 118 -
1)
isi penjanjian sesuai dengan standar perjanjian Bank;
2) melalui proses pembahasan dengan satuan kerja hukum;
dan
3) mempertimbangkan adanya klausula khusus untuk
pemutusan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian
apabila penyedia jasa TI wanprestasi.
f. Klausula Khusus
Klausula khusus memperhatikan antara lain sebagai berikut:
1) Dalam perjanjian yang dibuat antara Bank dengan
penyedia jasa TI harus dicantumkan klausula khusus
mengenai kemungkinan mengubah, membuat perjanjian
baru, atau mengambil alih kegiatan yang diselenggarakan
oleh pihak penyedia jasa TI atau menghentikan perjanjian
sebelum berakhirnya perjanjian. Termasuk dalam hal ini
atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan apabila
diperlukan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan
oleh pihak penyedia jasa TI dapat mengganggu
pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan.
2) Bank mampu mengukur risiko dan efisiensi dari
penyelenggaraan TI yang diserahkan kepada pihak
penyedia jasa TI sehingga Bank dapat mengetahui secara
dini bila terdapat kondisi-kondisi:
a) memburuknya kinerja layanan TI oleh pihak penyedia
jasa TI yang dapat berdampak signifikan pada
kegiatan usaha Bank;
b) tingkat solvabilitas pihak penyedia jasa TI tidak
memadai, dalam proses menuju likuidasi, atau
dipailitkan oleh pengadilan;
c) terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai rahasia Bank dan
data pribadi nasabah; dan/atau
d) terdapat kondisi yang menyebabkan Bank tidak dapat
menyediakan data yang diperlukan dalam rangka
pengawasan yang efektif oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
- 119 -
3) Dalam hal Bank menemukan hal-hal sebagaimana
dimaksud pada angka 2) maka Bank harus melakukan
hal-hal:
a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah kondisi tersebut di
atas diketahui oleh Bank;
b) memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk
mengatasi permasalahan termasuk penghentian
penggunaan jasa TI apabila diperlukan; dan
c) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan segera
setelah Bank menghentikan penggunaan jasa TI
sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian.
4) Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank dalam hal
penghentian penggunaan jasa TI dilakukan sebelum
berakhirnya perjanjian maka Bank harus memiliki
rencana tindak lanjut yang teruji dan memadai
(contingency plan) dalam keadaan kahar (force majeure).
g. Penggunaan Penyedia Jasa TI di Luar Wilayah Indonesia
Bank yang merencanakan penggunaan penyedia jasa TI di luar
wilayah Indonesia tidak boleh menghambat pengawasan atau
pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sama halnya
dengan penggunaan penyedia jasa TI domestik, penggunaan
jasa TI pihak asing atau yang berlokasi di luar wilayah
Indonesia harus melalui prosedur yang sama yaitu mulai dari
uji tuntas, pemilihan penyedia jasa TI, pembuatan perjanjian
dan pengawasan, namun karena terkait dengan perbedaan
yurisdiksi maka terdapat persyaratan lain yang harus
diperhatikan oleh Bank. Penggunaan pihak penyedia jasa TI di
luar wilayah Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
9.3.
9.3.1.
Proses Manajemen Risiko
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko paling sedikit memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
a. Penggunaan pihak penyedia jasa TI
lain dalam
menyelenggarakan TI Bank dapat memberikan kontribusi
- 120 -
terhadap beberapa jenis risiko, yaitu:
1)
2)
risiko operasional yaitu ketidakmampuan penyedia jasa TI
dalam memenuhi perjanjian;
risiko hukum yaitu ketidakpastian hukum atas
perselisihan dengan pihak penyedia jasa TI, pihak ketiga,
dan/atau tuntutan nasabah atas penyalahgunaan data
nasabah oleh pihak penyedia jasa TI;
3)
4)
risiko reputasi yaitu ketidakpuasan nasabah karena
ketidakmampuan penyedia jasa TI memenuhi SLA;
risiko stratejik yaitu ketidakcocokan TI yang digunakan
Bank dengan tujuan dan rencana strategis Bank yang
dibuat untuk mencapai tujuan tersebut;
5)
6)
risiko kepatuhan yaitu ketidakmampuan Bank memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
risiko negara (country risk) – kondisi di negara asing yang
dapat mempengaruhi kemampuan penyedia jasa TI dalam
memenuhi standar pemberian jasa.
b. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko, Bank harus mempertimbangkan:
1)
terkait dengan aktivitas dan fungsi yang diselenggarakan
oleh pihak penyedia jasa TI meliputi sensitivitas data yang
diakses, dilindungi, atau dikendalikan oleh penyedia jasa
TI, volume transaksi, dan tingkat pentingnya aktivitas dan
fungsi tersebut terhadap bisnis Bank;
2)
terkait dengan penyedia jasa TI seperti misalnya kondisi
keuangan, kompetensi tenaga kerja,
perputaran
manajemen dan tenaga kerja, pengalaman pihak penyedia
jasa TI, dan profesionalitas; dan
3)
terkait dengan teknologi yang digunakan meliputi
keandalan (reliability), keamanan (security), ketersediaan
(availability), dan ketepatan waktu (timeliness) serta
kemampuan mengikuti perkembangan teknologi dan
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9.3.2.
Pengukuran Risiko
Setelah risiko diidentifikasi, Bank harus mengukur risiko tersebut
untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko
- 121 -
penggunaan penyedia jasa TI harus terintegrasi dengan pengukuran
risiko terkait TI lainnya dengan menggunakan pendekatan
pengukuran risiko yang sama.
Hasil pengukuran risiko penggunaan penyedia jasa TI ini harus
menghasilkan suatu tingkat risiko yang selanjutnya menjadi salah
satu parameter untuk penilaian risiko TI Bank secara keseluruhan.
9.3.3. Mitigasi Risiko
Dari hasil pengukuran risiko, Bank mengetahui tingkat risiko yang
dihadapi. Selanjutnya, Bank harus menetapkan strategi mitigasi
risiko sesuai dengan tingkat risiko tersebut. Tindakan mitigasi risiko
yang dilakukan Bank harus efektif untuk mengendalikan risiko.
a. Contoh tindakan mitigasi risiko yang dapat dilakukan Bank
antara lain menerapkan kontrol untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya risiko, seperti:
1) perjanjian penyedia jasa TI yang memadai;
2) memantau kinerja penyedia jasa secara berkala; dan
3) pemilihan penyedia jasa TI yang andal.
b. Tindakan mitigasi risiko lainnya adalah mengurangi dampak
kerugian apabila risiko yang telah diidentifikasi terjadi seperti
asuransi dan Rencana Pemulihan Bencana.
c. Bank harus memastikan bahwa risiko ketergantungan pada
pihak penyedia jasa TI dapat dimitigasi sehingga Bank tetap
mampu menjalankan bisnisnya apabila penyedia jasa TI
mengalami wanprestasi, pemutusan hubungan, atau dalam
proses likuidasi. Mitigasi risiko yang dapat dilakukan
mencakup:
1) memastikan bahwa pihak penyedia jasa TI memiliki
Rencana Pemulihan Bencana sesuai dengan jenis,
cakupan dan kompleksitas aktivitas atau jasa yang
diberikan;
2) secara aktif mendapatkan jaminan kesiapan Rencana
Pemulihan Bencana milik pihak penyedia jasa TI seperti
pengujian secara berkala atas Rencana Pemulihan
Bencana;
3) memiliki perjanjian penyimpanan program kode sumber
(escrow agreement), jika Bank tidak memiliki kode sumber
- 122 -
dari program aplikasi yang diselenggarakan oleh pihak
penyedia jasa TI; dan
4) pemberian jaminan dari penyedia jasa TI kepada Bank
bahwa kelangsungan aplikasi didukung oleh pejabat
pengembang perangkat lunak dalam hal kode sumber
tidak dimiliki oleh penyedia jasa TI.
d. Dalam rangka menjamin fungsi dan efektifivitas Rencana
Pemulihan Bencana, Bank harus menyusun dan melakukan
pengujian Rencana Pemulihan Bencana secara berkala,
lengkap, dan mencakup hal-hal yang signifikan yang
didasarkan atas jenis, cakupan, dan kompleksitas aktivitas
atau kegiatan yang dilakukan oleh penyedia jasa TI. Disamping
itu pihak penyedia jasa TI harus melakukan pengujian Rencana
Pemulihan Bencana di pihak penyedia jasa sendiri untuk
sistem atau fasilitas TI maupun pemrosesan transaksi yang
diselenggarakan tanpa melibatkan pihak Bank. Hasil pengujian
Rencana Pemulihan Bencana oleh pihak penyedia jasa TI
tersebut digunakan Bank untuk mengkinikan Rencana
Pemulihan Bencana yang dimiliki Bank.
9.3.4.
Pengendalian Risiko Lainnya
Meskipun Bank maupun pihak penyedia jasa TI sudah
menggunakan sistem yang canggih namun masih memungkinkan
adanya penyimpangan misalnya kesalahan manusia, penerapan
prosedur yang lemah dan pencurian oleh pegawai. Bank harus
memastikan adanya pengendalian pengamanan untuk memitigasi
risiko dan mencakup hal-hal:
a. pihak penyedia jasa TI harus melakukan penelitian latar
belakang para pegawainya;
b. memastikan kewajiban pihak penyedia jasa TI melakukan
pengendalian keamanan terhadap seluruh fasilitas TI yang
digunakan dan data yang diproses serta informasi yang
dihasilkan telah dicantumkan dalam perjanjian;
c. memastikan pihak penyedia jasa TI memahami dan dapat
memenuhi tingkat pengamanan yang dibutuhkan Bank untuk
masing-masing jenis data berdasarkan sensitivitas kerahasiaan
data; dan
- 123 -
d. memastikan biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing
pengamanan sebanding dengan tingkat pengamanan yang
dibutuhkan dan sesuai dengan tingkat toleransi risiko yang
telah ditetapkan oleh Bank.
9.4.
9.4.1.
Pengendalian Intern dan Audit Intern
Pemantauan dan Pengawasan Penyedia Jasa TI
Dalam hal penyelenggaraan TI Bank dilakukan oleh pihak penyedia
jasa TI, Bank tetap harus memiliki satuan kerja TI dan pejabat
tertinggi yang memimpin satuan kerja TI.
Bank harus memiliki program pemantauan untuk memastikan
penyedia jasa TI telah melaksanakan pekerjaan atau memberikan
jasa sesuai dengan perjanjian. Sumber daya untuk mendukung
program ini dapat bervariasi tergantung pada kritikalitas dan
kompleksitas sistem, proses, dan jasa yang dikerjakan penyedia jasa
TI.
Bank harus melakukan kaji ulang sebelum dan setelah pekerjaan
penyedia jasa TI untuk memastikan bahwa kebijakan, standar, dan
prosedur manajemen risiko Bank telah dilakukan secara efektif.
Selanjutnya, performance review dan pencapaian SLA dilakukan
secara berkala yang didokumentasikan dalam bentuk laporan.
Pemantauan harus dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan
penyedia jasa TI.
9.4.2.
Audit Intern
Bank melaksanakan fungsi audit terhadap pihak penyedia jasa TI
secara berkala, baik dilakukan oleh audit intern Bank maupun
pihak audit ekstern yang ditunjuk oleh Bank. Ruang lingkup audit
sesuai dengan cakupan jasa sebagaimana yang tertuang dalam
perjanjian. Area yang diaudit antara lain:
a. sistem TI;
b. keamanan data;
c. kerangka kerja pengendalian intern; dan
d. Rencana Pemulihan Bencana.
Bank harus memastikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan atau pihak
lain yang ditugaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan memiliki hak
akses ke penyedia jasa TI untuk mendapatkan catatan dan
dokumen transaksi, serta informasi Bank yang disimpan atau
- 124 -
diproses oleh penyedia jasa TI serta hak akses terhadap laporan dan
temuan audit terhadap penyedia jasa TI yang terkait dengan jasa TI.
- 125 -
BAB X PENYEDIAAN JASA TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK
10.1.
Pendahuluan
Dalam menyelenggarakan TI, Bank memerlukan infrastruktur TI
yang memadai. Penyediaan infrastruktur tersebut dapat dilakukan
sendiri oleh Bank, ataupun oleh penyedia jasa TI. Dalam hal Bank
menyediakan infrastruktur TI secara mandiri, ada kemungkinan
bahwa infrastruktur dimaksud belum terpakai secara penuh (idle)
sehingga menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan efisiensi Bank dapat berperan sebagai penyedia jasa
TI.
Bank dapat memberikan penyediaan jasa TI kepada Lembaga Jasa
Keuangan (LJK) yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau lembaga jasa keuangan lain di luar wilayah
Indonesia. Jasa TI yang dapat diberikan Bank hanya terbatas pada
penyediaan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana
termasuk jaringan komunikasi. Namun demikian, dalam rangka
mendukung inklusi keuangan dan/atau meningkatkan efisiensi
konglomerasi usaha, Bank dapat menyediakan jasa TI berupa
penyediaan aplikasi kepada Bank lain dengan persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan.
10.2.
Kebijakan, Standar, dan Prosedur Penyediaan Jasa TI
Dalam melakukan penyediaan jasa TI, Bank harus memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 POJK MRTI, serta
memiliki kebijakan, standar, dan prosedur penyediaan jasa TI.
10.2.1. Kebijakan Penyediaan Jasa TI oleh Bank
Bank harus memiliki kebijakan mengenai penyediaan jasa TI oleh
Bank, yang paling sedikit mengatur mengenai:
a. Prinsip-prinsip penyediaan jasa TI
1) memenuhi persyaratan penyediaan jasa Teknologi
Informasi tidak menjadi salah satu kegiatan pokok Bank;
2) memenuhi prinsip kehati-hatian;
3) memperhatikan analisa biaya dan manfaat (cost and
benefit analysis);
4) memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
5) memenuhi prinsip hubungan kerja sama secara wajar
- 126 -
(arm’s length principle).
Selain memenuhi prinsip penyediaan jasa TI di atas, Bank juga
harus memastikan bahwa penyediaan jasa TI oleh Bank tidak
mengganggu operasional Bank.
b. Pernyataan kebijakan dari manajemen
Keputusan penyediaan jasa TI pada dasarnya harus
mempertimbangkan faktor efisiensi dan risiko. Oleh karena itu,
penyediaan jasa TI harus memenuhi prinsip-prinsip penyediaan
jasa TI sebagaimana tertulis pada huruf a dan harus:
1) mendapatkan persetujuan manajemen;
2) memiliki perjanjian
penyediaan jasa TI
memungkinkan adanya klausula kondisi pemutusan
perjanjian sesuai dengan jangka waktu perjanjian maupun
sebelum perjanjian berakhir;
3) menetapkan peran dan tanggung jawab dari pihak-pihak
yang terkait dengan penyediaan jasa TI; dan
4) mengevaluasi calon penerima jasa TI antara lain
berdasarkan kondisi keuangan dan reputasi.
10.2.2. Standar Penyediaan Jasa TI oleh Bank
Standar penyediaan jasa TI oleh Bank paling sedikit mencakup:
a. standar isi perjanjian kerja dengan penerima jasa TI;
b. jangka waktu perjanjian penyediaan jasa TI;
c. hak dan kewajiban Bank maupun penerima jasa TI;
d. jaminan pengamanan dan kerahasiaan data, terutama data
nasabah. Data hanya bisa diakses oleh pemilik data.
Khusus untuk menjaga kerahasiaan data Bank sebagai
pengguna aplikasi maka Bank sebagai penyedia jasa TI harus
memisahkan paling sedikit table dan/atau Pangkalan Data
(Database) yang disesuaikan dengan arsitektur aplikasi Bank
sebagai penyedia jasa TI;
e. jaminan tingkat pelayanan SLA, berisi mengenai standar
kinerja seperti tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service
levels) dan target kinerja;
f. SLA tetap berlaku apabila terjadi perubahan kepemilikan baik
pada Bank maupun penerima jasa TI;
g. batasan risiko yang ditanggung oleh Bank dan penerima jasa
yang
- 127 -
TI, antara lain:
1)
risiko perubahan ruang lingkup perjanjian;
2) perubahan aspek hukum dan regulasi; dan
3) aspek hukum yang meliputi hak cipta, paten, dan logo
atau merek (trade mark);
h. pengaturan yang jelas mengenai perlindungan terhadap data
Bank (record protection) termasuk infrastruktur pendukung
berupa perangkat keras, perlengkapan (equipment), dan
perangkat lunak,
penyelenggaraan TI;
untuk menjamin kelangsungan
i.
j.
kepemilikan dan hak cipta (license) dalam hal penyediaan jasa
TI berupa aplikasi;
perubahan, pengakhiran, atau pemutusan perjanjian termasuk
dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan Bank
menghentikan penyediaan jasa TI sebelum berakhirnya jangka
waktu perjanjian;
k. sanksi dan penalti terhadap alasan-alasan yang tidak jelas
terhadap pembatalan perjanjian dan pelanggaran isi perjanjian;
l. kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia; dan
m. standar pengamanan sistem yang harus dipenuhi.
10.2.3. Prosedur Penyediaan Jasa TI oleh Bank
Bank harus memiliki prosedur penyediaan jasa TI oleh Bank yaitu
prosedur pendefinisian kebutuhan penerima jasa TI.
Pendefinisian kebutuhan bisnis penerima jasa terhadap penyediaan
jasa TI oleh Bank harus dilakukan sebelum Bank memutuskan
menyediakan jasa TI, antara lain melalui:
a. proses penilaian risiko yang timbul akibat penyediaan jasa TI
oleh Bank; dan
b. penetapan dasar yang akan digunakan untuk mengidentifikasi
pengukuran pengendalian risiko yang memadai.
Tahap pendefinisian kebutuhan di atas harus menghasilkan suatu
dokumen yang berisi secara rinci gambaran paling sedikit meliputi:
1) cakupan dan karakteristik dari layanan dan teknologi yang
digunakan;
2) jangka waktu, pengakhiran, dan isi minimal dari perjanjian;
- 128 -
dan
3) perlindungan
perjanjian
terhadap kewajiban seperti
pembatasan kewajiban, ganti rugi, dan asuransi.
10.2.4. Pembuatan Perjanjian Penyediaan Jasa TI oleh Bank
Setelah pendefinisian kebutuhan bisnis penerima jasa TI terhadap
penyediaan jasa TI oleh Bank, selanjutnya dalam menyusun
perjanjian, Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. melalui proses pembahasan dengan satuan kerja hukum; dan
b. mempertimbangkan adanya klausula khusus untuk
pemutusan perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian apabila
penerima jasa TI wanprestasi.
Klausula khusus memperhatikan antara lain sebagai berikut:
1) Pencantuman klausula khusus mengenai kemungkinan
mengubah, membuat perjanjian baru, atau menghentikan
perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian.
2) Bank mampu mengukur risiko dan efisiensi dari
penyediaan jasa TI yang dilakukan agar Bank dapat
mengetahui secara dini apabila terdapat kondisi-kondisi:
a) memburuknya kondisi Bank akibat penyediaan jasa
TI, sehingga berdampak signifikan pada kegiatan
usaha Bank;
b) memburuknya kondisi penerima jasa TI akibat
penyediaan jasa TI, sehingga berdampak signifikan
pada kegiatan usaha Bank;
c)
tingkat solvabilitas penerima jasa TI tidak memadai,
dalam proses menuju likuidasi, atau dipailitkan oleh
pengadilan; dan/atau
d) terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kerahasiaan data
pribadi nasabah.
3) Dalam hal Bank menemukan hal-hal sebagaimana
dimaksud pada angka 2) maka Bank harus melakukan
hal-hal:
a) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah kondisi tersebut di
atas diketahui oleh Bank;
- 129 -
b) memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk
mengatasi permasalahan termasuk penghentian
penyediaan jasa TI apabila diperlukan; dan
c) melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan segera
setelah Bank menghentikan penyediaan jasa TI
sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian.
10.3.
10.3.1.
Proses Manajemen Risiko
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko paling sedikit memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
a. Penyediaan jasa TI oleh Bank dapat memberikan kontribusi
terhadap beberapa jenis risiko, sebagai berikut:
1)
risiko operasional
2)
3)
4)
yaitu ketidakmampuan Bank
menyediakan jasa TI sesuai perjanjian;
risiko hukum yaitu ketidakpastian hukum atas
perselisihan dengan penerima jasa TI;
risiko reputasi yaitu ketidakpuasan penerima jasa TI
karena ketidakmampuan Bank memenuhi SLA; dan
risiko kepatuhan yaitu ketidakmampuan Bank memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko, Bank harus mempertimbangkan:
1)
aktivitas dan fungsi penyediaan jasa TI meliputi
sensitivitas data yang diakses, dilindungi, atau
dikendalikan oleh Bank;
2) penerima jasa TI seperti misalnya kondisi keuangan dan
reputasi penerima jasa TI; dan
3) teknologi yang digunakan meliputi keandalan (reliability),
keamanan (security), ketersediaan (availability), dan
ketepatan waktu (timeliness) serta kemampuan mengikuti
perkembangan teknologi dan perubahan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
10.3.2. Pengukuran dan Mitigasi Risiko
Setelah risiko diidentifikasi, Bank harus mengukur risiko tersebut
untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko
penyediaan jasa TI harus terintegrasi dengan pengukuran risiko
- 130 -
terkait TI lainnya dengan menggunakan pendekatan pengukuran
risiko yang sama.
Dari hasil pengukuran risiko, Bank mengetahui tingkat risiko yang
dihadapi. Selanjutnya, Bank harus menetapkan strategi mitigasi
risiko sesuai dengan tingkat risiko tersebut. Tindakan mitigasi risiko
yang dilakukan Bank harus efektif untuk mengendalikan risiko.
Contoh mitigasi risiko dalam penyediaan jasa TI:
1. Bank harus memiliki perjanjian penyediaan jasa TI yang
memadai dan memantau penyediaan jasa TI secara berkala.
2. Bank mampu mengurangi dampak kerugian apabila risiko-risiko
yang diidentifikasi telah terjadi.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 21 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
FORMAT LAPORAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM
- 1 -
DAFTAR ISI
Lampiran 2.1
Lampiran 2.2
Lampiran 2.3
Lampiran 2.4
Lampiran 2.5
LAPORAN KONDISI TERKINI PENGGUNAAN TEKNOLOGI
INFORMASI
LAPORAN RENCANA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
INFORMASI
PERMOHONAN PERSETUJUAN
LAPORAN REALISASI TEKNOLOGI INFORMASI
Lampiran 2.6
LAPORAN INSIDENTIL MENGENAI KEJADIAN KRITIS,
PENYALAHGUNAAN, DAN/ATAU KEJAHATAN DALAM
PENYELENGGARAAAN TEKNOLOGI INFORMASI
LAPORAN HASIL AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI
- 2 -
Lampiran 2.1
LAPORAN KONDISI TERKINI PENGGUNAAN
TEKNOLOGI INFORMASI
Nama Bank: ..........................................
Alamat Kantor Pusat Bank: ...................
Nomor Telepon.: ..........................................
Nama Penanggung Jawab: .....................
Kantor/Divisi/Bagian Penanggung Jawab:
..............................................................
Alamat Penanggung Jawab: ...................
Nomor Telepon.: ...........................................
Tanggal Laporan : .......................................
- 3 -
DAFTAR LAPORAN KONDISI TERKINI
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI
2.1.1 Visi dan Misi Bank
2.1.2 Organisasi dan Manajemen
2.1.2.1 Struktur Organisasi Bank dan Jumlah Sumber Daya
Manusia Bank
2.1.2.2 Struktur Organisasi Teknologi Informasi dan Jumlah
Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi
2.1.2.3 Surat Keputusan Komite Pengarah Teknologi Informasi
(Information Technology Steering Committee/ITSC) Terkini
2.1.2.4 Risalah Rapat Komite Pengarah Teknologi Informasi
(Information Technology Steering Committee/ITSC) 1 (satu)
Tahun Terakhir
2.1.2.5 Dokumen Rencana Strategis Teknologi Informasi
(Information Technology Strategic Plan/ITSP)
2.1.3 Manajemen Risiko*)
2.1.3.1 Penerapan Manajemen Risiko
2.1.3.2 Struktur Organisasi Audit Intern Teknologi Informasi
2.1.3.3 Audit Teknologi Informasi 1 (satu) Tahun Terakhir
2.1.4 Kebijakan, Standar, dan Prosedur Teknologi Informasi
2.1.5 Arsitektur Aplikasi
2.1.6 Daftar Aplikasi
2.1.7 Alur Proses Pelaporan
2.1.8 Delivery Channel
2.1.9 Jaringan Komunikasi
2.1.10 Pusat Data (Data Center) dan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster
Recovery Center)
2.1.11 Pengamanan Teknologi Informasi
2.1.12 Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan)
2.1.13 Penyedia Jasa Teknologi Informasi
2.1.14 Biaya Teknologi Informasi
*) Manajemen Risiko adalah manajemen risiko operasional terkait teknologi informasi yang dapat mengganggu
kelancaran operasional Bank.
- 4 -
Lampiran 2.1.1
VISI DAN MISI BANK
Visi Bank
Misi Bank
Arah kebijakan TI yang telah dilakukan selama 1 (satu) tahun untuk
mendukung visi dan misi Bank:
1. ...
2. ...
3. ...
4. ...
5. ...
- 5 -
Lampiran 2.1.2
ORGANISASI DAN MANAJEMEN
Nomor
Lampiran
2.1.2.2
Deskripsi
2.1.2.1 Struktur Organisasi Bank
Jumlah SDM Bank
Struktur Organisasi TI
Jumlah SDM TI
2.1.2.3 Surat Keputusan Komite Pengarah TI (ITSC)
Terkini
2.1.2.4 Risalah Rapat ITSC 1 (satu) Tahun Terakhir
2.1.2.5 Dokumen Rencana Strategis TI (ITSP)
Keterangan
(dilampirkan)
(diisi jumlah)
(dilampirkan)
(diisi jumlah)
(dilampirkan)
(dilampirkan)
(dilampirkan)
- 6 -
Lampiran 2.1.3
MANAJEMEN RISIKO
Nomor
Lampiran
2.1.3.2
Deskripsi
2.1.3.1 Penerapan Manajemen Risiko
Struktur Organisasi Audit TI
2.1.3.3 Audit TI 1 (satu) Tahun Terakhir
Keterangan
(dilampirkan)
(dilampirkan)
(dilampirkan)
- 7 -
Lampiran 2.1.3.1
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO *)
Kecukupan kebijakan, standar,
dan prosedur penggunaan TI
........
(Penjelasan singkat mengenai kebijakan,
standar, dan prosedur penggunaan TI)
Kecukupan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko
penggunaan TI
........
(Penjelasan singkat mengenai proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko penggunaan TI)
Sistem pengendalian intern
atas penggunaan TI
........
(Penjelasan singkat mengenai mekanisme
pengendalian risiko dan hasilnya)
IT risk rating
(Low, Low-to-moderate,
Moderate, Moderate-to-high,
High)
........
(Nilai akhir self asessment IT risk rating)
*) Manajemen Risiko adalah manajemen risiko operasional terkait Teknologi Informasi yang dapat mengganggu
kelancaran operasional Bank.
- 8 -
Lampiran 2.1.3.2
STRUKTUR ORGANISASI AUDIT INTERN TEKNOLOGI INFORMASI
(Diisi dengan gambar Struktur Organisasi Audit Intern TI;
Sebutkan jumlah SDM Satuan Kerja Audit Intern-TI)
- 9 -
Lampiran 2.1.3.3
AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI 1 (SATU) TAHUN TERAKHIR
Periode Audit
(1)
Jenis Audit
(2)
Cakupan Audit
(3)
Keterangan :
(1) Diisi tanggal mulai dan tanggal selesai audit
(2) Diisi jenis audit: intern atau ekstern
(3) Diisi cakupan audit (contoh: Modul pinjaman core banking system)
- 10 -
Lampiran 2.1.4
KEBIJAKAN, STANDAR, DAN PROSEDUR TEKNOLOGI INFORMASI
No.
(1)
Nomor Dokumen
(2)
Judul Dokumen
(3)
Deskripsi Kategori
(4)
(5)
Jenis
(6)
Revisi Terakhir
(7)
Keterangan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Diisi dengan nomor urut
Diisi dengan nomor dokumen versi Bank
Dilengkapi dengan judul
dokumen
Diisi keterangan singkat mengenai dokumen
Diisi dengan salah satu kategori:
301: Manajemen
304: Jaringan Komunikasi
305: Pengamanan Informasi
(6)
Diisi dengan salah satu jenis:
K = Kebijakan
S = Standar
P = Prosedur
(7)
Diisi tanggal revisi terakhir (DD-MM-YYYY)
306: Rencana Pemulihan Bencana
302: Pengembangan dan Pengadaan 307: Layanan Perbankan Elektronik
303: Operasional TI
308: Penggunaan Pihak Penyedia Jasa TI
309: Penyediaan Jasa TI oleh Bank
- 11 -
Lampiran 2.1.5
ARSITEKTUR APLIKASI
Arsitektur Aplikasi
(Diisi dengan gambar Arsitektur Aplikasi)
- 12 -
Lampiran 2.1.6
DAFTAR APLIKASI
Lokasi
No.
(1)
1
2
Kategori
Aplikasi
(2)
Nama
Aplikasi
(3)
Contoh: 03 LOS
Contoh: 01 PN2
Deskripsi Fungsi
Aplikasi
(4)
Memproses
pengajuan kredit
Core banking di
Kantor Cabang di
WIT
Keterangan:
(1)
Platform
(5)
“aaa”
“aaa”
“bbb”
“ccc”
Pangkalan
Data
(6)
Pusat
Data
(7)
Jakarta
Sentul
Penyelenggara
Pusat Data
(8)
Sendiri
Sendiri
DRC
(9)
Jakarta
Medan
Sentul
Penyelenggara
DRC
(10)
sendiri
sendiri
Backup
Real Time
(11)
Y
Y
(12)
xxxxx
xxxxx
System
Owner
Pengembang
Aplikasi
(Inhouse/Pihak
Penyedia Jasa)
(13)
inhouse
inhouse
Tanggal
Implementasi
(Go Live)
(14)
xx-xx-xxxx
Sewa
xx-xx-xxxx
Beli Putus
Kepemilikan
(Sewa atau
Beli Putus)
(15)
Diisi dengan nomor urut
(2) Diisi dengan salah satu
kategori:
01 : Pengelolaan nasabah
02 : Dana pihak ketiga (giro,
tabungan, deposito)
03 : Perkreditan/pembiayaan
04 : Buku Besar (General
Ledger/GL)
05 : Pembayaran
06 : Layanan Perbankan
Elektronik
07 : Tresuri
08 : Pembiayaan Perdagangan
(Trade finance)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
Diisi dengan nama aplikasi
(15)
Diisi dengan keterangan singkat mengenai fungsi
aplikasi
Diisi platform sistem operasi
Diisi database engine yang digunakan
Diisi dengan kota dan negara lokasi Pusat Data
(Data Center/DC)
Diisi dengan nama perusahaan penyelenggara
DC atau “sendiri” (Bank)
Diisi kota dan negara lokasi Pusat Pemulihan
Bencana (Disaster Recovery Center/DRC) aplikasi
Diisi perusahaan penyelenggara DRC atau
“sendiri” (Bank)
Diisi: - “Y” Jika rekam cadang (backup) dilakukan
secara realtime
- “T” Jika rekam cadang (backup) tidak
dilakukan secara realtime
Diisi “Sewa” atau “Beli Putus”
- 13 -
09 : Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT)
10 : Manajemen sistem
informasi pelaporan
11 : Manajemen risiko
12 : Manajemen intern
(12)
(13)
(14)
Diisi unit bisnis yang mengelola aplikasi
Diisi: - “Inhouse”, jika aplikasi dikembangkan sendiri oleh
Bank
- Nama Pihak Penyedia Jasa TI (PPJ TI), jika aplikasi
dikembangkan oleh PPJ TI
Diisi dengan tanggal implementasi aplikasi (DD-MM-YYYY)
- 14 -
Lampiran 2.1.7
ALUR PROSES PELAPORAN
No.
(1)
Jenis
Laporan
(2)
Aplikasi
Sumber
Data
(3)
Pengolahan Data
(4)
Aplikasi
Pengolah
Data yang
Digunakan
(5)
Unit
Pengolah
Data
(6)
Unit
Penanggung
Jawab
(7)
Keterangan :
(1) Diisi dengan nomor urut
(2) Diisi nama laporan yang menjadi tujuan atau sasaran (contoh: Laporan Bulanan
Bank Umum/LBU Form 01, Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem
Keuangan/LSMK, Sistem Layanan Informasi Keuangan/SLIK)
(3) Diisi nama aplikasi dari sumber data laporan (contoh: Modul CASA core banking
system)
(4) Diisi: - “Manual”, jika pengolahan data menjadi laporan dilakukan secara manual
- “Otomatis”, jika pengolahan data menjadi laporan dilakukan
menggunakan aplikasi
(5) Diisi nama aplikasi yang digunakan jika pengolahan data pada kolom (4)
dilakukan secara otomatis
(6) Diisi unit bisnis yang melakukan pengolahan data
(7) Diisi unit yang bertanggung jawab terhadap laporan
- 15 -
Lampiran 2.1.8
DELIVERY CHANNEL
Delivery Channel
Cabang
Deskripsi
Jumlah Kantor Cabang
Jumlah Kantor Cabang Pembantu
Jumlah Kantor Kas
Jumlah Agen Layanan Keuangan
Tanpa Kantor Dalam Rangka
Keuangan Inklusif (Laku Pandai)
ATM
Jumlah Mesin ATM Tunai:
- Tarikan Tunai
- Setoran Tunai
- Tarikan dan Setoran Tunai
Jumlah Mesin ATM Non Tunai
EDC
Phone Banking
Internet Banking
Mobile Banking
Jumlah Mesin EDC
Frekuensi Transaksi
Nominal Transaksi Debit per Tahun
Jumlah Pengguna
Frekuensi Transaksi
Nominal Transaksi Debit per Tahun
Jumlah Pengguna
Frekuensi Transaksi
Nominal Transaksi Debit per Tahun
Jumlah Pengguna
Frekuensi Transaksi
Nominal Transaksi Debit per Tahun
Lainnya*) (Sebutkan) Jumlah Pengguna
Frekuensi Transaksi
Nominal Transaksi Debit per Tahun
*) Contoh:
1. SMS Banking
2. Uang elektronik
3. Dompet elektronik
Jumlah
- 16 -
Lampiran 2.1.9
JARINGAN KOMUNIKASI
TOPOLOGI JARINGAN KOMUNIKASI
(Diisi dengan gambar Topologi Jaringan Komunikasi)
- 17 -
Lampiran 2.1.10
PUSAT DATA (DATA CENTER/DC)
PUSAT PEMULIHAN BENCANA (DISASTER RECOVERY CENTER/DRC)
DC/DRC 1
Keterangan
Fungsi :
Penyelenggara :
Alamat :
Luas Area DC/DRC:
Sertifikasi DC/DRC:
Pengendalian fisik:
(Penjelasan singkat mengenai
pengendalian fisik di DC/DRC)
Pengendalian
lingkungan:
- Uninterruptible Power
Supply (UPS)
- Lantai yang
ditinggikan (raised
floor)
- Pengaturan suhu
dan kelembaban
udara (AC,
termometer, dan
higrometer)
- Pendeteksi
asap/api/panas/
kebocoran air
- Sistem pemadaman
api
- Kamera CCTV
- dan lain-lain
(Penjelasan singkat mengenai
pengendalian lingkungan di DC/DRC)
DC/DRC 2, 3, …
Keterangan
Fungsi :
Penyelenggara :
Alamat :
Luas Area DC/DRC:
Sertifikasi DC/DRC:
Pengendalian fisik:
(Hasil penilaian sesuai sertifikasi jika
ada/ekuivalen berdasarkan
assessment intern)
(DC atau DRC)
(Hasil penilaian sesuai sertifikasi jika
ada/ekuivalen berdasarkan
assessment intern)
(DC atau DRC)
(Penjelasan singkat mengenai
pengendalian fisik di DC/DRC)
- 18 -
Pengendalian
lingkungan:
- Uninterruptible Power
Supply (UPS)
- Lantai yang
ditinggikan (raised
floor)
- Pengaturan suhu
dan kelembaban
udara (AC,
termometer, dan
higrometer)
- Pendeteksi
asap/api/panas/keb
ocoran air
- Sistem pemadaman
api
- Kamera CCTV
- dan lain-lain
(Penjelasan singkat mengenai
pengendalian lingkungan di DC/DRC)
- 19 -
Lampiran 2.1.11
PENGAMANAN TEKNOLOGI INFORMASI
No.
(1)
Nama Aset
(2)
Tipe Aset
Deskripsi
(3)
(4)
Keterangan :
(1) Diisi dengan nomor urut
(2) Diisi dengan nama aset untuk pengamanan TI (contoh: antivirus
“XYZ” dan firewall “ABC”)
(3) Diisi dengan jenis aset (software atau hardware)
(4) Diisi dengan keterangan singkat mengenai aset (seperti fungsi
aset, jumlah lisensi, versi aset, dan lain-lain)
- 20 -
Lampiran 2.1.12
RENCANA PEMULIHAN BENCANA
(DISASTER RECOVERY PLAN/ DRP)
Informasi Umum DRP
Jenis
Lokasi media rekam cadang
(backup)
Tanggal pengujian DRP
terakhir
Struktur Tim DRP
(Diisi dengan informasi umum mengenai jenis)
(Diisi dengan lokasi media rekam cadang (backup))
(Diisi waktu pengujian DRP)
(Diisi dengan gambar Struktur Tim DRP)
Pengujian DRP – 1
Waktu Pengujian
Daftar Aplikasi dan/atau
Infrastruktur Bank
Hasil Pengujian dari DRP
(Diisi waktu pengujian DRP)
(Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang diuji
dalam 1 (satu) tahun terakhir)
(Diisi penjelasan singkat mengenai hasil pengujian
DRP)
Pengujian DRP – 2, 3, …
Waktu Pengujian
Daftar Aplikasi dan/atau
Infrastruktur Bank
Hasil Pengujian dari DRP
(Diisi waktu pengujian DRP)
(Diisi daftar aplikasi dan/atau infrastruktur yang diuji
dalam 1 (satu) tahun terakhir)
(Diisi penjelasan singkat mengenai hasil pengujian
DRP)
Pelaksanaan Kaji Ulang DRP - 1
Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 1
Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 2 (jika ada)
Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank
Hasil Kaji Ulang
Pelaksana Kaji Ulang
Tindak Lanjut Kaji Ulang
(Diisi waktu kaji ulang
DRP)
(Diisi waktu kaji ulang
DRP)
(Diisi daftar aplikasi
dan/atau infrastruktur
yang dikaji ulang dalam 1
(satu) tahun terakhir)
(Diisi dengan hasil kaji
ulang)
(Diisi dengan jabatan dan
nama petugas yang
melakukan kaji ulang)
(Diisi dengan langkah-
langkah yang perlu
diambil setelah
pelaksanaan kaji ulang)
- 21 -
Pelaksanaan Kaji Ulang DRP – 2, 3, ...
Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 1
Waktu Pelaksanaan Kaji Ulang 2 (jika ada)
Daftar Aplikasi dan/atau Infrastruktur Bank
Hasil Kaji Ulang
Pelaksana Kaji Ulang
Tindak Lanjut Kaji Ulang
(Diisi waktu kaji ulang
DRP)
(Diisi waktu kaji ulang
DRP)
(Diisi daftar aplikasi
dan/atau infrastruktur
yang dikaji ulang dalam 1
(satu) tahun terakhir)
(Diisi dengan hasil kaji
ulang)
(Diisi dengan jabatan dan
nama petugas yang
melakukan kaji ulang)
(Diisi dengan langkah-
langkah yang perlu
diambil setelah
pelaksanaan kaji ulang)
- 22 -
Lampiran 2.1.13
PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI
13.1 Manajemen Penggunaan Pihak Penyedia Jasa TI
Nama Pihak
No.
(1)
Penyedia
Jasa
(2)
Alamat
Pihak Penyedia
Jasa TI
(3)
Keterangan :
(1) Diisi dengan nomor urut
(2) Diisi dengan nama PPJ TI
(3) Diisi dengan alamat PPJ TI
(4)
Pihak
Terkait
(4)
Jasa yang
Diberikan
(5)
Diisi: - “Y”, jika PPJ TI merupakan pihak terkait dengan Bank
- “T”, jika PPJ TI bukan merupakan pihak terkait dengan
Bank
(5) Diisi dengan daftar jasa yang diberikan PPJ TI kepada Bank,
dapat berupa support aplikasi maupun infrastruktur (Contoh:
maintenance server core banking system dan aplikasi pendukung
“ABC”)
13.2 Bank sebagai Pihak Penyedia Jasa TI
No.
Nama
Pengguna
Jasa
(1)
(2)
Alamat
Pengguna Jasa
TI
(3)
Keterangan :
(1) Diisi dengan nomor urut
(2) Diisi dengan nama Pengguna Jasa TI
(3) Diisi dengan alamat Pengguna Jasa TI
(4)
(5)
(4)
Pihak Terkait
Jasa yang
Diberikan
(5)
Diisi: - “Y” Jika Pengguna merupakan pihak terkait dengan Bank
- “T” Jika Pengguna bukan merupakan pihak terkait dengan
Bank
Diisi: - Penyelenggaraan Pusat Data (Data Center)
- Penyelenggaraan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster Recovery
Center)
- Penyediaan layanan aplikasi
- Lainnya (sepanjang diatur dalam POJK mengenai penerapan
manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh
bank umum)
- 23 -
Lampiran 2.1.14
BIAYA TEKNOLOGI INFORMASI
Jenis Biaya
1. Pembebanan ke laba/rugi
a. Biaya modal yang dapat
dikapitalisasikan (capital
expenditure/Capex)
b. Biaya operasional
(operational
expenditure/Opex)
2. Pembebanan ke neraca
Keterangan:
(1.a) Diisi dengan penyusutan Capex ke laba/rugi
(1.b) Diisi dengan pembebanan Opex ke laba/rugi
(2) Diisi dengan tambahan Capex tahun berjalan ke neraca
*) Biaya dalam satuan mata uang Rupiah atau satuan mata uang
lain disertai dengan nilai ekuivalen dalam mata uang Rupiah
Kepada pihak
terkait *)
Kepada pihak
tidak terkait *)
- 24 -
Lampiran 2.2
LAPORAN RENCANA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI
Pihak
No.
Nama Aplikasi/
Infrastruktur Bank
Deskripsi
Kategori
Jenis
Pengembangan
Pengembang
Penyedia
Jasa TI
Pihak
Terkait
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
DC
(8)
DRC
(9)
Lokasi
Waktu Rencana
Implementasi
Capex
(10)
Opex
(11)
Estimasi Biaya
Keterangan*)
Keterangan:
(1)
(2)
Diisi dengan nomor urut
Diisi dengan nama aplikasi/ infrastruktur yang akan dikembangkan, contoh: "Aplikasi X", "Relokasi Data Center", "Penambahan
kapasitas bandwidth jaringan"
(3) Penjelasan detil aplikasi/infrastruktur yang akan dikembangkan
(4) Kategori pengembangan, pilih salah satu:
01 : Pengelolaan nasabah
02 : Dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito)
03 : Perkreditan/pembiayaan
04 : Buku Besar (General Ledger/GL)
05 : Pembayaran
06 : Layanan Perbankan Elektronik
07 : Tresuri
08 : Pembiayaan Perdagangan (Trade finance )
09 : APU dan PPT
10 : Manajemen sistem informasi pelaporan
11 : Manajemen risiko
12 : Manajemen intern
49 : Aplikasi lainnya
51 : DC/DRC
52 : Server dan/atau platform
53 : Jaringan komunikasi data
54 : Sistem keamanan (security system)
99 : Infrastruktur lainnya
- 25 -
(5)
Diisi "baru" jika aplikasi/infrastruktur baru atau mengganti aplikasi/infrastruktur yang lama, diisi "upgrade" untuk
penambahan/pengembangan terhadap aplikasi/infrastruktur yang telah ada
(6) Diisi "inhouse" jika dikembangkan oleh intern Bank atau diisi “PPJ TI” jika dikembangkan oleh pihak ekstern Bank
(7)
Diisi "ya" jika PPJ TI merupakan pihak terkait Bank, "tidak" jika PPJ TI bukan merupakan pihak terkait, "-" jika pengembangan
dilakukan secara inhouse atau PPJ TI belum ditetapkan
(8) Diisi informasi nama kota dan negara lokasi DC dan DRC
(9) Diisi menggunakan periode triwulan yaitu TW1/TW2/TW3/TW4
(10) Diisi estimasi Capex dan/atau Opex selama 1 (satu) tahun sejak implementasi (tidak termasuk biaya penyusutan Capex). Biaya
dalam satuan mata uang Rupiah atau satuan mata uang lain disertai dengan nilai ekuivalen dalam mata uang Rupiah
(11) Diisi:
dampak-dampak pengembangan TI, misalnya butuh penambahan SDM
penjelasan keterkaitan pengembangan TI dengan rencana TI dalam Rencana Bisnis Bank
Catatan : Laporan Rencana Pengembangan TI ini tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan dan permohonan
persetujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 32 POJK MRTI
- 26 -
Lampiran 2.3
PERMOHONAN PERSETUJUAN
Nama Bank: ......................................
Alamat Kantor Pusat Bank: ...............
Nomor Telepon: .................................
Nama Pelapor: ..................................
Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: ..........
Alamat Pelapor: ................................
Nomor Telepon: .................................
Tanggal Laporan: ..............................
- 27 -
Lampiran 2.3.1
PERMOHONAN PERSETUJUAN
RENCANA PENYEDIAAN JASA TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK
1. Jenis layanan jasa TI yang akan disediakan oleh Bank.
a. Penyelenggaraan
Pusat
Data.
b. Pusat Pemulihan Bencana.
c. Penyediaan
aplikasi.
2. Pihak penerima jasa TI.
a. Nama
b. Alamat
:
:
c. Deskripsi singkat usaha :
d. Hubungan dengan Bank :
3. Informasi umum terkait layanan jasa TI yang akan disediakan Bank.
a. Lokasi penyelenggaraan
Pusat Data
:
:
Pusat Pemulihan Bencana :
b. Daftar layanan jasa aplikasi yang disediakan oleh Bank.
No Jenis Layanan Aplikasi Nama Layanan
Aplikasi
1 Contoh: Laku Pandai
2 Contoh:
3 Contoh:
...
...
...
...
Aplikasi “ABC”
Layanan Mobile Banking
Perbankan Elektronik
Layanan ATM
Perbankan Elektronik
...
...
4. Jika Bank menyediakan layanan jasa TI berupa Pusat Data dan/atau
Pusat Pemulihan Bencana maka lampirkan analisis kecukupan
kapasitas Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana Bank (contoh:
ruangan dan jaringan) untuk kebutuhan bisnis Bank pada masa
Keterangan dan
Tujuan Layanan
Aplikasi
Ya
layanan
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
- 28 -
mendatang dengan memperhitungkan kapasitas Pusat Data dan/atau
Pusat Pemulihan Bencana yang disediakan oleh Bank kepada pihak lain.
5. Lampirkan analisis biaya dan manfaat penyediaan layanan jasa TI yang
dapat memperlihatkan manfaat bagi Bank melampaui biaya atas
penyediaan layanan jasa TI.
6. Lampirkan analisis risiko terhadap penyediaan layanan jasa TI yang
paling sedikit meliputi aspek operasional, reputasi, hukum, kepatuhan,
dan strategis serta mitigasi yang harus dilakukan Bank untuk
memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality), integritas
(integrity), ketersediaan (availability), dan keaslian (authenticity) terhadap
penyediaan layanan jasa TI.
7. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan pengguna jasa TI
sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI.
- 29 -
Lampiran 2.3.2
PERMOHONAN PERSETUJUAN
RENCANA PENERBITAN LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK*)
1. Sistem, prosedur, dan kewenangan dalam penerbitan Layanan
Perbankan Elektronik.
2. Uraian singkat atau penjelasan mengenai Layanan Perbankan
Elektronik yang akan diterbitkan.
3. Kesiapan infrastruktur TI untuk mendukung produk masing-masing
Layanan Perbankan Elektronik.
4. Lampirkan penjelasan mengenai sistem arsitektur TI dari Layanan
Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan dan bentuk koneksi
dengan core banking system.
5.
Hasil analisis dan identifikasi risiko yang melekat pada Layanan
Perbankan Elektronik dan bentuk pengendalian pengamanan untuk
mitigasi risiko tersebut antara lain untuk memastikan terpenuhinya
prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan
(availability), dan tidak dapat diingkari (non repudiation).
6. Penjelasan aturan yang diterapkan Bank mengenai:
a. dua faktor otentikasi (two factor authentication) yang akan
digunakan;
b. enkripsi yang akan digunakan; dan
c. kata sandi (kriteria numeric alphanumeric, panjang kata sandi).
7. Uraian sistem informasi akuntansi yang akan diterapkan untuk
Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan.
8. Lampiran hasil analisis dan identifikasi risiko Layanan Perbankan
Elektronik dalam bentuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
mitigasi risiko dari Layanan Perbankan Elektronik yang baru
diterbitkan, antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi.
9. Lampiran hasil pemeriksaan pihak independen yang memberikan
pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan
sistem TI terkait Layanan Perbankan Elektronik serta kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, standar yang
ditetapkan, dan/atau praktik-praktik yang berlaku umum (best
practices).
- 30 -
10. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk
pengawasan yang melekat (built in control) yang akan diterapkan atas
Layanan Perbankan Elektronik yang akan diterbitkan.
11. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi penerbitan produk baru dalam
1 (satu) tahun ke depan.
*) Permohonan persetujuan rencana penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik disampaikan kepada OJK paling
lambat 2 (dua) bulan sebelum implementasi sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI.
- 31 -
Lampiran 2.3.3
PERMOHONAN PERSETUJUAN
RENCANA PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK YANG
DITEMPATKAN PADA PUSAT DATA (DATA CENTER) DAN/ATAU PUSAT
PEMULIHAN BENCANA (DISASTER RECOVERY CENTER)
OLEH PIHAK PENYEDIA JASA DI LUAR WILAYAH INDONESIA *)
1. Rencana lokasi penyelenggaraan:
a. Pusat Data ..............................................................................
b. Pusat Pemulihan Bencana ......................................................
c. Fungsi Sistem Elektronik ........................................................
Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara
Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang direncanakan.
2. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan uji tuntas
(due diligence) yang telah dilakukan Bank dalam rencana penggunaan
PPJ TI untuk menyelenggarakan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan
Bencana di luar wilayah Indonesia.
3. Berkaitan dengan ringkasan uji tuntas (due diligence) pada angka 2,
sertakan hal-hal di bawah ini sebagai lampiran ringkasan:
a.
analisis Bank atas hasil audit TI yang dilakukan oleh pihak
independen terhadap pengembangan sistem aplikasi yang
ditawarkan dan sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki
oleh PPJ TI;
b.
analisis risiko Bank mengenai rencana menyerahkan
penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana
kepada PPJ TI antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi
serta analisis country risk; dan
c.
analisis Bank mengenai kecukupan Pusat Pemulihan Bencana
milik PPJ TI.
4. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan penyelenggara Pusat
Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana di luar negeri yang memuat
hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam POJK MRTI.
5. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh PPJ TI atas penyelenggaraan
Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang akan ditawarkan
kepada Bank.
6. Lampirkan ringkasan analisis biaya dan manfaat penyelenggaraan TI
oleh PPJ TI yang antara lain mencakup:
a. manfaat bagi Bank melampaui biaya dibebankan oleh PPJ TI
kepada Bank;
- 32 -
b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan
digunakan dengan kebutuhan Bank;
c. analisis atas pengendalian pengamanan yang digunakan PPJ TI
untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan (confidentiality),
integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan keaslian
(authentication); dan
d. analisis kinerja, reputasi, dan kelangsungan penyediaan layanan
kepada para pengguna jasa TI.
7. Lampirkan gambar arsitektur TI saat ini dan yang direncanakan setelah
penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana
diserahkan kepada PPJ TI.
8. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan Bank atas
penyelenggaraaan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana yang
direncanakan.
9. Lampirkan surat pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank
memberikan akses kepada auditor intern, ekstern maupun Otoritas
Jasa Keuangan untuk memperoleh data dan informasi secara tepat
waktu setiap kali dibutuhkan.
10. Dalam hal Bank merupakan kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri atau Bank yang dimiliki lembaga
keuangan asing, lampirkan:
a. Surat pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di
luar negeri bahwa PPJ TI merupakan cakupan pengawasannya;
b. Surat pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat
jika Otoritas Jasa Keuangan hendak melakukan pemeriksaan
penyelenggaraan Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana
tersebut;
c.
Surat pernyataan bahwa Bank secara berkala akan
menyampaikan hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di
luar negeri atau kantor induk Bank atas penerapan manajemen
risiko pada PPJ TI. Surat pernyataan ini mencantumkan
periodisasi yang direncanakan; dan
d.
Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atau kantor induk
Bank atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh PPJ
TI.
- 33 -
11. Lampirkan rencana Bank mengenai:
a. peningkatan kualitas pelayanan kepada nasabah; dan
b. peningkatan kemampuan SDM yang berkaitan dengan
penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank.
*) permohonan persetujuan rencana penyelenggaraan Sistem Elektronik pada Pusat Data (data center) dan/atau Pusat
Pemulihan Bencana (disaster recovery center) di luar wilayah Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh PPJ TI efektif dioperasikan sebagaimana
dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 34 -
Lampiran 2.3.4
PERMOHONAN PERSETUJUAN
RENCANA PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS
TEKNOLOGI INFORMASI OLEH PIHAK PENYEDIA JASA
TEKNOLOGI INFORMASI DI LUAR WILAYAH INDONESIA*)
1. Uraian atau penjelasan dan flow chart dari standar prosedur
pelaksanaan (Standard Operating System) dari produk dan aktivitas
yang penyelenggaraannya akan diserahkan kepada PPJ TI.
2. Lokasi penyelenggaraan:
a. Pusat Data ..............................................................................
b. Pusat Pemulihan Bencana ......................................................
c. Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi ...............
Lampirkan data nama dan alamat serta kepemilikan penyelenggara
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi
Informasi
direncanakan.
3. Lampirkan ringkasan hasil pendefinisian kebutuhan dan uji tuntas
(due diligence) yang telah dilakukan Bank dalam rencana menggunakan
PPJ TI untuk menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis
Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia.
4. Ringkasan uji tuntas (due diligence) pada angka 3, disertai dengan
lampiran ringkasan mengenai:
a.
yang
analisis Bank atas hasil audit TI yang dilakukan oleh pihak
independen terhadap sumber daya TI (termasuk pengembangan
sistem aplikasi yang ditawarkan, sistem operasi dan prosedur, dan
sistem pengamanan pada fasilitas yang dimiliki) yang akan
digunakan untuk memproses transaksi oleh PPJ TI;
b.
analisis risiko Bank atas rencana menyerahkan penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi kepada PPJ TI
antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi, serta analisis
country risk; dan
c.
analisis Bank mengenai kecukupan Rencana Pemulihan Bencana
(Disaster Recovery Plan) milik PPJ TI.
5. Lampirkan konsep perjanjian antara Bank dengan penyelenggara
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah
Indonesia yang memuat hal-hal sebagaimana dipersyaratkan dalam
POJK MRTI.
- 35 -
6. Lampirkan ringkasan analisis risiko oleh PPJ TI atas penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi yang akan
ditawarkan kepada Bank.
7. Lampirkan ringkasan analisis biaya dan manfaat penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak lain
yang antara lain mencakup:
a. manfaat bagi Bank dibandingkan dengan biaya yang dibebankan
oleh PPJ TI kepada Bank;
b. penilaian kecukupan dan kesesuaian sistem aplikasi yang akan
digunakan dengan kebutuhan Bank;
c. analisis Bank atas pengendalian pengamanan yang digunakan
pihak penyedia jasa untuk memastikan terpenuhinya kerahasiaan
(confidentiality), integritas (integrity), ketersediaan (availability), dan
keaslian (authentication); dan
d. analisis kinerja, reputasi, dan kelangsungan penyediaan layanan
kepada para pengguna jasa TI.
8. Lampirkan gambar alur proses pelaporan dan informasi saat ini serta
yang direncanakan setelah pemrosesan transaksi diserahkan kepada
PPJ TI.
9.
Bila Bank merupakan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri atau Bank yang dimiliki lembaga keuangan asing, perlu
melampirkan:
a. Surat pernyataan dari otoritas pengawas lembaga keuangan di luar
negeri bahwa PPJ TI merupakan cakupan pengawasannya;
b. Surat pernyataan tidak keberatan dari otoritas pengawas setempat
apabila
Otoritas Jasa Keuangan
hendak memeriksa
penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi
Informasi tersebut;
c. Surat Pernyataan bahwa Bank secara berkala akan menyampaikan
hasil penilaian yang dilakukan kantor Bank di luar negeri atau
kantor induk Bank atas penerapan manajemen risiko pada PPJ TI.
Surat pernyataan ini mencantumkan periodisasi yang
direncanakan.
d. Hasil penilaian oleh kantor Bank di luar negeri atau kantor induk
Bank atas penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh PPJ
TI.
- 36 -
10. Lampirkan rencana pengawasan yang akan dilakukan Bank atas
penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi
yang direncanakan.
11. Lampirkan rencana Bank mengenai:
a. peningkatan kemampuan SDM yang berkaitan dengan
penyelenggaraan TI yang digunakan oleh Bank;
b. peningkatan kemampuan SDM atas produk-produk yang
ditawarkan Bank kepada nasabah;
c. penerapan aspek perlindungan kepada nasabah atas produk yang
pemrosesannya diserahkan kepada PPJ TI; dan
d. peningkatan peran Bank bagi perkembangan perekonomian
Indonesia melalui rencana bisnis.
12. Lampirkan surat pernyataan dari Bank mengenai kesediaan Bank
memberikan akses kepada auditor intern, ekstern, maupun Otoritas
Jasa Keuangan untuk memperoleh data dan informasi secara tepat
waktu setiap kali dibutuhkan.
*) permohonan persetujuan rencana penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh PPJ TI
di luar wilayah Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penyelenggaraan kegiatan oleh PPJ TI efektif
dioperasikan sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 37 -
Lampiran 2.4
LAPORAN REALISASI TEKNOLOGI INFORMASI*)
Nama Bank: ......................................
Alamat Kantor Pusat Bank: ...............
Nomor Telepon: .................................
Nama Pelapor: ...................................
Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: ...........
Alamat Pelapor: .................................
Nomor Telepon: .................................
Tanggal Laporan: ...............................
- 38 -
Lampiran 2.4.1
REALISASI KEGIATAN SEBAGAI
PENYEDIA JASA TEKNOLOGI INFORMASI*)
1. Jenis layanan jasa TI yang disediakan oleh Bank.
Penyelenggaraan Pusat Data
a.
Tanggal
Realisasi
Dokumen
Perjanjian
Jangka
waktu
kerjasama
b.
Pusat Pemulihan Bencana
Tanggal
Realisasi
Dokumen
Perjanjian
Jangka waktu
kerjasama
c.
Tanggal
Realisasi
Dokumen
Perjanjian
Jangka waktu
kerjasama
d.
Tanggal
Realisasi
Dokumen
Perjanjian
Jangka
waktu
kerjasama
2. Pihak pengguna jasa TI.
a. Nama
b. Alamat
(dd/mm/yyyy)
(nomor dan tanggal
dokumen)
(dd/mm/yyyy s.d
dd/mm/yyyy)
Jaringan Komunikasi
(dd/mm/yyyy)
(nomor dan tanggal
dokumen)
(dd/mm/yyyy s.d
dd/mm/yyyy)
Penyediaan Layanan Aplikasi
(dd/mm/yyyy)
(nomor dan tanggal
dokumen)
(dd/mm/yyyy s.d
dd/mm/yyyy)
:
:
c. Deskripsi singkat usaha :
d. Hubungan dengan Bank :
3.
Informasi umum terkait layanan jasa TI yang disediakan Bank.
a. Lokasi penyelenggaraan
Pusat Data
:
:
Pusat Pemulihan Bencana :
(dd/mm/yyyy)
(nomor dan tanggal
dokumen)
(dd/mm/yyyy s.d
dd/mm/yyyy)
- 39 -
b. Daftar layanan jasa aplikasi yang disediakan oleh Bank
No
Jenis Layanan
Aplikasi
Nama Layanan
Aplikasi
1 Contoh: Laku Pandai Aplikasi “ABC”
2 Contoh:
Layanan Perbankan
Elektronik
3 Contoh:
Layanan Perbankan
Elektronik
...
...
...
...
ATM
...
...
4. Lampiran perjanjian antara Bank dengan lembaga jasa keuangan
pengguna yang sudah merealisasikan penggunaan layanan jasa TI.
5. Lampiran berita acara atas penyediaan layanan jasa TI yang disediakan
oleh Bank sudah digunakan oleh lembaga jasa keuangan.
6. Lampiran hasil kajian pascaimplementasi (Post Implementation
Review/PIR) atas penyediaan layanan jasa TI yang disediakan oleh
Bank, antara lain mencakup:
a. hasil kaji ulang kinerja sistem (system performance review);
b. kesesuaian dengan user requirement;
c. masalah yang terjadi dan solusi atau eskalasi atau langkah
penyelesaian yang dilakukan; dan
d. efektivitas pengamanan yang ditetapkan.
Mobile Banking
Keterangan
Layanan Aplikasi
*) laporan realisasi kegiatan sebagai penyedia jasa TI disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 40 -
Lampiran 2.4.2
REALISASI PENERBITAN
LAYANAN PERBANKAN ELEKTRONIK*)
1. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy).
2. Uraian singkat atau penjelasan mengenai Layanan Perbankan
Elektronik yang baru diterbitkan.
3. Lampiran penjelasan mengenai sistem arsitektur TI dari Layanan
Perbankan Elektronik yang baru diterbitkan dan bentuk koneksi
dengan core banking system.
4. Lampiran penjelasan mengenai bentuk pengendalian intern, khususnya
pengendalian keamanan yang memastikan terpenuhinya aspek
kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan
(availability).
5. Uraian kesiapan struktur organisasi pendukung dan bentuk
pengawasan yang melekat (built in control) atas Layanan Perbankan
Elektronik.
6. Lampiran kebijakan dan prosedur yang menjelaskan kesiapan
infrastruktur TI Layanan Perbankan Elektronik.
7. Lampiran hasil kajian pascaimplementasi atas penggunaan TI terkait
Layanan Perbankan Elektronik yang diterbitkan, yang tidak terbatas
pada kaji ulang mengenai:
a. kinerja sistem (system performance review);
b. komplain nasabah dan tindak lanjutnya;
c. kesesuaian dengan user requirement;
d. masalah yang terjadi beserta solusi atau eskalasi atau langkah
penyelesaian yang dilakukan; dan
e. efektivitas pengamanan yang ditetapkan.
*) laporan realisasi penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 41 -
Lampiran 2.4.3
REALISASI RENCANA PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK
YANG DITEMPATKAN PADA PUSAT DATA
DAN/ATAU PUSAT PEMULIHAN BENCANA
DI LUAR WILAYAH INDONESIA*)
1. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy).
2. Lokasi penyelenggaraan:
a. Pusat Data ..............................................................................
b. Pusat Pemulihan Bencana ......................................................
c. Fungsi Sistem Elektronik ........................................................
3. Lampiran fotokopi perjanjian antara Bank dan penyelenggara Pusat
Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana.
4. Lampiran hasil analisis terkini atas pengendalian pengamanan yang
digunakan untuk memastikan terpenuhinya
kerahasiaan
(confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability)
dalam penyelenggaraan yang diserahkan kepada pihak penyedia jasa
TI.
5. Lampiran hasil pascaimplementasi atas penggunaan Pusat Data pihak
penyedia jasa TI yang antara lain mencakup hasil kaji ulang mengenai:
a. kinerja sistem (system performance review);
b. kesesuaian dengan user requirement;
c. masalah yang terjadi beserta solusi, eskalasi atau langkah
penyelesaian yang dilakukan; dan
d. efektivitas pengamanan yang ditetapkan.
6. Lampiran hasil pengujian atas penggunaan Pusat Pemulihan Bencana
yang diselenggarakan PPJ TI tersebut.
7. Lampiran berita acara pengalihan Pusat Data dan/atau Pusat
Pemulihan Bencana.
8. Lampiran gambar arsitektur TI terkini setelah penyelenggaraan Pusat
Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana diserahkan kepada PPJ TI.
9. Uraian analisis risiko terkini Bank terhadap penyelenggaraan Pusat
Data dan/atau Pusat Pemulihan Bencana oleh PPJ TI di luar wilayah
Indonesia tersebut antara lain risiko operasional, hukum, dan reputasi,
serta analisis country risk.
*) laporan realisasi penyelenggaraan Sistem Elektronik yang ditempatkan pada Pusat Data dan/atau Pusat Pemulihan
Bencana di luar wilayah Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
implementasi sebagaimana dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 42 -
Lampiran 2.4.4
REALISASI RENCANA PENYELENGGARAAN
PEMROSESAN TRANSAKSI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
KEPADA PIHAK PENYEDIA JASA DI LUAR WILAYAH INDONESIA*)
1. Uraian atau penjelasan dan flow chart dari standar prosedur
pelaksanaan (Standard Operating Procedure) produk dan aktivitas Bank
yang penyelenggaraannya diserahkan kepada pihak penyedia jasa TI.
2. Tanggal realisasi ... (diisi dengan format dd/mm/yyyy)
3. Lokasi penyelenggaraan:
a. Pusat Data ..............................................................................
b. Pusat Pemulihan Bencana .......................................................
c. Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi ...............
3. Lampirkan fotokopi perjanjian antara Bank dan pihak penyedia jasa
penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di
luar wilayah Indonesia.
4. Lampirkan hasil pengujian atas penggunaan penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah
Indonesia.
5. Lampirkan berita acara pengalihan penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di luar wilayah Indonesia.
6. Lampirkan hasil pascaimplementasi atas penggunaan PPJ TI dalam
menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi
di luar wilayah Indonesia yang antara lain mencakup hasil kaji ulang
mengenai:
a.
kinerja sistem (system performance review);
b. kesesuaian dengan user requirement;
c. masalah yang terjadi beserta solusi atau eskalasi atau langkah
penyelesaian yang dilakukan; dan
d.
efektivitas pengamanan yang ditetapkan.
7. Lampirkan gambar alur proses pelaporan dan informasi saat ini setelah
penyelenggaraan diserahkan kepada PPJ TI.
8. Lampirkan hasil analisis atas pengendalian pengamanan yang
digunakan untuk memastikan terpenuhinya
kerahasiaan
(confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability)
dalam penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi
Informasi yang diserahkan kepada PPJ TI di luar wilayah Indonesia.
- 43 -
9. Lampirkan surat pernyataan dari PPJ TI sebagai pihak terafiliasi yang
menyatakan kesediaan untuk diperiksa oleh Otoritas Jasa Keuangan
terkait dengan penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis
Teknologi Informasi.
*) Laporan realisasi Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa TI di luar wilayah
Indonesia disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah implementasi sebagaimana
dipersyaratkan pada POJK MRTI.
- 44 -
Lampiran 2.5
LAPORAN INSIDENTIL MENGENAI KEJADIAN KRITIS,
PENYALAHGUNAAN, DAN/ATAU KEJAHATAN DALAM
PENYELENGGARAAAN TEKNOLOGI INFORMASI*)
Nama Bank: ....................................
Alamat Kantor Pusat Bank: .............
Nomor Telepon: ...............................
Nama Pelapor: .................................
Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: .........
Alamat Pelapor: ...............................
Nomor Telepon: ...............................
Tanggal Laporan: .............................
1. Tanggal kejadian ... (dd/mm/yyyy).
2. Lampirkan kronologis dan evaluasi penyebab kejadian.
3. Terdapat unsur kesengajaan.
Ya
Tidak
4. Satuan kerja terkait termasuk orang yang dapat dihubungi lebih
lanjut ...
5. Dampak atau akibat yang ditimbulkan.
a. Kerugian keuangan
b. Gangguan operasional
c. Tidak terjaminnya kerahasiaan dan integritas data
6. Lampirkan rencana tindak lanjut Bank.
*) Kejadian kritis adalah kejadian yang menambah eksposur risiko secara signifikan. Penyalahgunaan atau kejahatan
dalam penyelenggaraan TI adalah tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan dan atau mengganggu
kelancaran operasional Bank.
- 45 -
Lampiran 2.6
LAPORAN HASIL AUDIT TEKNOLOGI INFORMASI *)
Nama Bank: ....................................
Alamat Kantor Pusat Bank: ............
Nomor Telepon: ..............................
Nama Pelapor: ...............................
Kantor/Divisi/Bagian Pelapor: .......
Alamat Pelapor: .............................
Nomor Telepon: ..............................
Tanggal Laporan: ...........................
1. Lampirkan detail anggota tim pelaksana audit TI.
2. Jika audit TI dilaksanakan oleh pihak ekstern, lampirkan perjanjian
kerjasama pelaksanaan audit antara Bank dengan pihak ekstern
tersebut.**)
3. Berikan keterangan mengenai cakupan audit TI.
4. Berikan penjelasan kelemahan TI yang ditemukan, tindak lanjut
penyelesaian, dan target waktu penyelesaian.
*) Audit khusus TI dilaksanakan terhadap aspek-aspek yang terkait TI sesuai kebutuhan, prioritas, dan hasil analisis
risiko TI Bank.
**) Informasi mencakup jenis layanan, data penyedia jasa (nama perusahaan, alamat Pusat Data, alamat perusahaan,
pemilik/grup pemilik mayoritas), tanggal dan jangka waktu perjanjian, contact person di Bank yang menangani jasa
penyelenggaraan TI tersebut dan informasi penting lainnya.
- 46 -
GLOSSARY
1. Acquirer: Bank atau lembaga selain Bank yang melakukan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa financial
acquirer dan/atau technical acquirer.
2. Access - akses: suatu usaha untuk membuka suatu saluran komunikasi
dengan perangkat keras atau perangkat lunak tertentu, seperti modem
yang digunakan untuk membuka akses internet. Perangkat keras atau
perangkat lunak tersebut selain untuk memberikan data juga digunakan
untuk menerima data untuk disimpan.
3. Accountability – akuntabilitas: mekanisme untuk menilai tanggung
jawab atas pengambilan keputusan dan tindakan.
4. Administrator Log: file pada komputer yang menyimpan informasi
mengenai kegiatan administrator.
5. Automated Teller Machine (ATM): suatu terminal atau mesin komputer
yang digunakan oleh Bank yang dihubungkan dengan komputer lainnya
melalui komunikasi data yang memungkinkan nasabah Bank menyimpan
dan mengambil uang di Bank atau melakukan transaksi perbankan
lainnya.
6. Audit Trail – Jejak Audit: file pada komputer yang menyimpan informasi
mengenai kegiatan pengguna (user) atau komputer, yang tersimpan
secara kronologis, yang dapat digunakan untuk audit atau penelusuran.
7. Authentication – Otentikasi: kemampuan dari setiap pihak dalam
transaksi untuk menguji kebenaran dari pihak lainnya.
8. Back Door: metode untuk melewati otentikasi normal atau remote access
yang aman dari suatu komputer terhadap pengaksesan suatu sistem
namun tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan biasa.
9. Backup – rekam cadang: salinan dari dokumen asli atau cadangan dari
mesin utama yang dapat digunakan apabila terjadi gangguan pada mesin
utama. Backup dapat berupa backup data maupun backup system.
Backup dapat ditempatkan secara on site di lokasi Pusat Data (Data
Center) dan/atau off site di lokasi alternatif.
10. Backup Site: lokasi penyimpanan backup komputer dan file yang
terpisah dengan Pusat Data.
- 47 -
11. Business Impact Analysis (BIA): proses untuk memastikan akibat yang
ditimbulkan dari tidaktersedianya dukungan semua resource TI. Pada fase
ini mencakup identifikasi beragam kejadian yang dapat mengakibatkan
kelangsungan kegiatan operasional TI.
12. Contingency Plan: prosedur yang berisikan rencana atau langkah-
langkah secara manual yang harus dilakukan oleh unit bisnis untuk
menjalankan kegiatan operasional bisnis pada saat proses recovery
sedang dilakukan.
13. Controller (Host-Front End): sejenis komputer mini yang berfungsi
untuk mengontrol kinerja perangkat keras dan perangkat lunak yang ada
pada suatu sistem seperti terminal komputer atau ATM, jaringan
komunikasi atau sarana komputer lainnya.
14. Cost and Benefit Analysis – Analisa Biaya dan Manfaat: suatu analisis
perbandingan antara biaya investasi dan keuntungan yang diperoleh
Bank dari setiap alternatif pilihan penyedia jasa. Hasil analisis ini menjadi
salah satu pertimbangan Bank untuk mengambil keputusan alih daya
(outsourcing) atau pemilihan penyedia jasa TI.
15. Cybersquating: pendaftaran atau penggunaan alamat website atau nama
domain dengan maksud buruk yaitu untuk menyalahgunakan atau
memperoleh keuntungan dari penggunaan suatu merek dagang oleh
pihak yang tidak berwenang.
16. Defacing: upaya hacker untuk menyerang dan mengubah tampilan atau
isi suatu website.
17. Denial of Service Attack: serangan terhadap sistem TI sehingga menjadi
lambat atau tidak dapat berfungsi sama sekali misalnya dengan membuat
kapasitas (bandwidth) jaringan atau kapasitas (disk space) komputer
seolah-olah telah terpakai penuh, gangguan pada server serta gangguan
penyediaan jasa kepada sistem lain atau pengguna.
18. Digital Certificate: identitas elektronik yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan memverifikasi bahwa pesan tersebut dikirim oleh
orang atau perusahaan yang berwenang dan hanya dibaca oleh pihak
yang berwenang pula. Digital certificate diterbitkan oleh pihak ketiga yang
disebut "certification authority".
19. Digital Signature: suatu informasi berupa tanda-tanda tertentu yang
berbentuk digital yang dapat memastikan otentikasi pengirim, integritas
data, dan tidak dapat diingkari.
- 48 -
20. Disposal Media Backup: proses penghancuran terhadap media backup
yang sudah melewati masa retensi dan tidak digunakan.
21. Down Time: lamanya sistem tidak dapat berfungsi dan digunakan oleh
pengguna karena adanya gangguan perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software) dan komunikasi.
22. Due Diligence – Uji Tuntas: suatu proses untuk mendapatkan informasi
paling lengkap mengenai penyedia jasa TI untuk menilai reputasi,
kemampuan operasional, manajerial, kondisi keuangan, strategi
pengembangan di masa mendatang dan kemampuan mengikuti
perkembangan teknologi terkini.
23. Electronic Fund Transfer (EFT): transfer dana antar rekening melalui
sistem pembayaran yang menggunakan media elektronik. EFT dapat
dilakukan pada transaksi keuangan antara lain melalui telepon, dan
terminal komputer.
24. Enkripsi:
alat untuk mencapai keamanan data dengan
menerjemahkannya menggunakan password. Enkripsi mencegah
password atau key supaya tidak mudah dibaca pada file konfigurasi.
25. Escrow Agreement: suatu perjanjian yang memungkinkan pemberian
hak kepada pembeli perangkat lunak untuk dapat memiliki kode sumber
(source code) versi terkini dalam hal perusahaan pembuat sistem aplikasi
tidak beroperasi lagi antara lain karena dipailitkan.
26. Exception Handling: mekanisme untuk menangani munculnya kondisi
yang tidak diharapkan yang dapat mengubah alur normal suatu sistem
aplikasi.
27. Firewall: peralatan untuk menjaga keamanan jaringan yang melakukan
pengawasan dan penyeleksian atas lalu lintas data atau informasi melalui
jaringan serta memisahkan jaringan privat dan publik. Peralatan ini dapat
digunakan untuk melindungi komputer yang telah dikoneksikan dengan
jaringan dari serangan yang dapat merusak komputer internal dan
menyebabkan data corruption dan/atau denial of service bagi pengguna
yang diotorisasikan.
28. Full System Backup: system backup yang mencakup keseluruhan sistem
yang digunakan.
29. Gateway: titik dalam suatu jaringan yang berfungsi sebagai pintu masuk
ke jaringan lain atau menghubungkan satu jaringan dengan jaringan lain.
Gateway dapat berupa komputer yang mengatur dan mengendalikan lalu
lintas jaringan.
- 49 -
30. Hardcopy: salinan data atau informasi komputer dalam bentuk tercetak
atau dikenal dengan print out.
31. Hardening – pengaturan parameter: merupakan proses atau metode
untuk mengamankan sistem dari berbagai ancaman atau gangguan.
Metode yang digunakan termasuk antara lain menonaktifkan layanan
yang tidak diperlukan, serta username atau login yang tidak diperlukan,
mengembangkan intrusion detection system, intrusion prevention system
dan firewall.
32. Hub: peralatan yang menghubungkan beberapa kabel pada jaringan dan
meneruskan data atau informasi ke seluruh address yang berupa titik
jaringan atau peralatan yang dituju.
33. Interoperability – interoperabilitas:
a. kemampuan perangkat lunak atau perangkat keras pada berbagai
jenis mesin dari banyak vendor untuk saling berkomunikasi;
b. kemampuan untuk saling bertukar dan menggunakan informasi
(biasanya dalam suatu jaringan besar yang terdiri beberapa jaringan
lokal yang bervariasi).
34. IT Control: pengendalian TI yang mencakup pengendalian umum dan
pengendalian aplikasi yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis.
Pengendalian umum TI diperlukan untuk memungkinkan diterapkannya
fungsi pengendalian aplikasi.
Pengendalian umum Bank antara lain mencakup pengendalian di
manajemen dan organisasi TI Bank, pengendalian akses baik fisik
maupun logic dan pelaksanaan DRP. Pengendalian aplikasi diperlukan
untuk memastikan kelengkapan dan akurasi dalam setiap tahap
pemrosesan informasi. Pengendalian aplikasi diintegrasikan dengan
sistem aplikasi yang digunakan untuk pemrosesan transaksi.
35. Key logger: ancaman berupa perangkat lunak atau perangkat keras yang
digunakan untuk memperoleh informasi (PIN, password) yang diketikkan
pengguna pada keyboard.
36. Library: kumpulan perangkat lunak atau data yang memiliki fungsi
tertentu dan disimpan, serta siap untuk digunakan.
37. Logic Bomb: suatu kode yang sengaja dimasukkan ke dalam suatu
sistem perangkat lunak yang pada suatu kondisi tertentu akan
melakukan serangkaian fungsi yang bersifat merusak.
- 50 -
38. Man-in-the-middle-attack: jenis serangan terhadap sistem teknologi
informasi dimana penyerang (hacker) menyadap pesan yang dikirimkan
pengirim kepada penerima dan/atau selanjutnya mengubah isi pesan dan
mengirimkannya kembali kepada penerima. Penyerang (hacker) akan
menggunakan program yang tampak seperti server bagi client dan tampak
sebagai client bagi server.
39. Network interface – antarmuka jaringan: titik interkoneksi antara
terminal pengguna, mesin, atau suatu jaringan dengan jaringan lain.
40. Non repudiation – tidak dapat diingkari: suatu cara untuk memastikan
kebenaran pengirim dan penerima sehingga tidak ada pihak yang dapat
menyangkal.
41. Offline – luar jaringan: sistem atau komputer yang tidak terdapat
hubungan jaringan atau tidak dapat berkomunikasi dengan sistem atau
komputer lain.
42. Off-the shelf: tersedia apa adanya, dibuat bukan berdasarkan pesanan
khusus.
43. Outsourcing – alih daya: pengguna pihak lain (ekstern) dalam
penyelenggaraan TI Bank yang menyebabkan Bank memiliki
ketergantungan terhadap jasa yang diberikan pihak lain tersebut secara
berkesinambungan dan/atau dalam periode tertentu.
44. Parallel Distributed: sistem terdistribusi yang terdiri dari sekumpulan
komputer yang terhubung oleh jaringan, dengan software yang digunakan
bersama sehingga seluruh komputer dapat berbagi sumber daya
hardware, software, dan data. Sistem ini dapat menjembatani perbedaan
geografis, meningkatkan kinerja, dan interaksi serta menekan biaya.
45. Password: kode atau simbol khusus untuk mengamankan sistem
komputer yaitu untuk mengidentifikasi pihak yang mengakses data,
program atau aplikasi komputer yang digunakan.
46. Patch: sekumpulan kode yang ditambahkan pada perangkat lunak untuk
memperbaiki suatu kesalahan, biasanya merupakan koreksi yang bersifat
sementara di antara dua keluaran versi perangkat lunak.
47. Patch Management: manajemen sistem yang meliputi proses
memperoleh, pengujian dan instalasi berbagai patch yang digunakan
untuk memperbaiki suatu program.
48. Pengamanan Fisik: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses
oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap area komputerisasi
serta peralatan atau fasilitas pendukung.
- 51 -
49. Pengamanan Logic: suatu sistem pengamanan untuk mencegah akses
oleh pihak-pihak yang tidak berwenang terhadap sistem komputer dan
informasi yang tersimpan di dalamnya yang antara lain meliputi
penggunaan user ID dan password.
50. Personal Identification Number (PIN): rangkaian digit unik terdiri dari
huruf, angka atau kode ASCII yang digunakan untuk mengidentifikasi
antara lain pengguna komputer, pengguna ATM, pengguna internet
banking, dan pengguna mobile banking.
51. Perusahaan Switching: perusahaan yang memberikan pelayanan jasa
perbankan elektronik kepada Bank dan lembaga jasa keuangan antara
lain dalam pengelolaan perangkat keras komputer, jaringan
telekomunikasi, informasi serta catatan transaksi nasabah Bank dan
lembaga jasa keuangan tersebut.
52. Phising: salah satu bentuk teknik social engineering untuk memperoleh
informasi rahasia seseorang secara ilegal.
Phising dapat dalam bentuk surat elektronik palsu yang seolah-olah
berasal dari Bank atau perusahaan kartu kredit untuk memperoleh
informasi seperti PIN dan password.
53. Platform: perangkat keras atau lunak seperti arsitektur komputer,
sistem operasi atau bahasa pemrograman yang memungkinkan suatu
aplikasi beroperasi.
54. Point of Sales (POS) atau Electronic Data Capture (EDC): suatu
perangkat keras atau terminal komputer dapat berupa cash register atau
terminal debit/credit verification yang membaca informasi pada pita
magnetis kartu (card’s magnetic stripe) kartu mengenai data transaksi di
tempat penjualan (merchant), mentransmisikan data kepada acquirer
untuk diverifikasi dan diproses.
55. Power User: user id yang memiliki kewenangan sangat luas.
56. Public Key Infrastructure (PKI): suatu pengolahan atau pengaturan
dimana suatu pihak ketiga yang dapat dipercaya menyediakan
pemeriksaan secara seksama dan memastikan keabsahan suatu
identitas.
57. Request for Proposal (RFP): suatu proses permintaan proposal kepada
para penyedia jasa sesuai dengan kebutuhan Bank untuk keperluan
seleksi. Proposal yang disampaikan harus dapat menjawab secara rinci
kebutuhan Bank yang sudah didefinisikan sebagaimana tertuang dalam
dokumen business requirement atau target operating model.
- 52 -
58. Restore: mengembalikan pada fungsi atau kondisi semula sebelum
terjadi disaster.
59. Restricted area: area yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang telah
mendapatkan hak akses.
60. Router: peralatan jaringan yang meneruskan suatu paket data atau
informasi dengan memilih rute terbaik untuk ditempuh dalam
menyampaikan data atau informasi tersebut.
61. Service Level Agreement – Jaminan Tingkat Pelayanan: bagian dari
kontrak perjanjian dimana tingkat penyediaan layanan yang diharapkan
para pihak ditetapkan biasanya mencakup pula standar kinerja seperti
tingkat pelayanan yang diperjanjikan (service levels) atau target waktu
penyediaan layanan.
62. Softcopy: salinan data atau dokumen dalam bentuk file elektronik.
63. Source Code – Kode Sumber: instruksi program perangkat lunak yang
ditulis dalam suatu format (bahasa) dan dapat dibaca oleh manusia.
64. Spoofing: suatu keadaan dimana seseorang atau suatu program dapat
menyerupai orang lain atau program lain dengan cara memalsukan data
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu.
65. Spyware: perangkat lunak yang mengumpulkan informasi-informasi
sensitif tentang pengguna tanpa sepengetahuan atau izin dari pengguna.
66. Stress Test: jenis testing dalam pengembangan yang menggunakan
berbagai skenario misalnya dalam kondisi buruk.
Stress test diperlukan menyangkut performance, load balancing
khususnya untuk aplikasi yang kompleks.
67. Switch: peralatan dalam jaringan yang meneruskan paket informasi
kepada alamat situs atau peralatan yang dituju.
68. System: suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu
kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
69. System Log: file pada komputer yang menyimpan informasi mengenai
kegiatan sistem atau komputer.
70. Trojan Horse: program yang bersifat merusak yang disusupkan oleh
hacker di dalam program yang sudah dikenal oleh pengguna replikasi
atau distribusinya harus diaktivasi oleh program yang sudah dikenal oleh
penggunanya melalui metode “social engineering”.
- 53 -
71. Unit Test: uji coba yang dilakukan oleh pengembang untuk menguji
fungsionalitas dari modul-modul kecil dalam program perangkat lunak.
72. Upload dan Download - unggah dan unduh: transfer data elektronik
antara dua komputer atau sistem yang sejenis.
73. User Acceptance Test: uji coba akhir oleh pengguna untuk menguji
keseluruhan fungsionalitas dan interoperability dari suatu sistem aplikasi.
74. User Log: file di komputer yang menyimpan informasi mengenai kegiatan
pengguna (user) seperti waktu login dan log-out.
75. Virus: program yang bersifat merusak dan akan aktif dengan bantuan
orang (dieksekusi), dan tidak dapat mereplikasi sendiri penyebarannya,
karena dilakukan oleh orang, seperti copy, biasanya melalui attachement
surat elektronik, game, program bajakan, dan lain-lain.
76. Website: situs web atau informasi yang disampaikan melalui suatu web
browser atau sekumpulan web page yang dirancang, dipresentasikan dan
saling terhubung untuk membentuk suatu sumber informasi dan/atau
melaksanakan fungsi transaksi.
77. Worm: program komputer yang dirancang untuk memperbanyak diri
secara otomatis dan melekat pada surat elektronik atau sebagai bagian
dari pesan jaringan.
Worm menyerang jaringan dan berakibat kepada penuhnya bandwidth
yang terpakai sehingga menghambat laju pengiriman data pada jaringan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 21/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 6 Juni 2017 </set_date>
<effective_date> 6 Juni 2017 </effective_date>
<related_reg> '38/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 48 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PEDOMAN PERHITUNGAN TAGIHAN BERSIH TRANSAKSI DERIVATIF
DALAM PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO
UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR
Sehubungan dengan
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 34/POJK.03/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929),
yang selanjutnya disebut POJK KPMM, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 50/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan
Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) Bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6099), yang selanjutnya disebut POJK NSFR, perlu
untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman perhitungan
tagihan bersih transaksi derivatif dalam perhitungan aset tertimbang menurut
risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar dalam
suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Salah satu cakupan
Risiko Kredit adalah Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty credit risk).
- 2 -
2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk)
timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik:
a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai
pasar;
b.
nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel
pasar tertentu;
c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen
keuangan; dan
d. risiko bersifat bilateral yaitu:
1)
jika nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank
terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan (counterparty);
atau
2)
jika nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan
(counterparty) terekspos Risiko Kredit dari Bank.
3. Sesuai POJK KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) baik secara individu maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit. Bank dapat
menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam menghitung ATMR
untuk Risiko Kredit, yaitu:
a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau
b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based
Approach).
Untuk penerapan tahap awal, Bank harus melakukan perhitungan
ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar
(Standardized Approach) yang selanjutnya disebut ATMR Risiko
Kredit-Pendekatan Standar.
4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk Risiko
Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) yang
harus dihitung oleh Bank salah satunya adalah perhitungan ATMR
Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas transaksi derivatif, baik atas
posisi Trading Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book
maupun Banking Book mengacu pada POJK KPMM.
- 3 -
II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR UNTUK
RISIKO KREDIT AKIBAT KEGAGALAN PIHAK LAWAN (COUNTERPARTY
CREDIT RISK) ATAS TRANSAKSI DERIVATIF
A. Cakupan dan Tata Cara Perhitungan
1. Cakupan transaksi derivatif yang dihitung dalam perhitungan
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk Risiko Kredit
akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) meliputi
antara lain transaksi derivatif Over The Counter (OTC), transaksi
derivatif melalui bursa (exchange traded derivative), dan long
settlement transaction.
2. Long settlement transaction merupakan transaksi yang
mewajibkan pihak lawan (counterparty) untuk menyerahkan
surat berharga, komoditas, atau valuta asing atas pertukaran
kas, instrumen keuangan, komoditas, atau bentuk lain yang
secara kontraktual jangka waktu penyelesaiannya lebih lama
dibandingkan dengan jangka waktu yang paling singkat antara:
a. jangka waktu penyelesaian reguler atau standar di pasar
atas transaksi dimaksud; atau
b. 5 (lima) hari kerja setelah Bank melakukan transaksi
dimaksud.
3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar untuk
Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit
risk) atas transaksi derivatif merupakan hasil perkalian antara:
a. Tagihan Bersih; dan
b. bobot risiko.
4. Perhitungan Tagihan Bersih sebagaimana dimaksud dalam butir
3.a mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
5. Bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b mengacu
pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan
Menggunakan Pendekatan Standar, yang selanjutnya disebut
SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar.
6. Khusus untuk transaksi derivatif OTC, selain perhitungan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 Bank juga harus
menambahkan eksposur tertimbang dari Credit Valuation
Adjustment (CVA Risk Weighted Assets) dalam perhitungan
- 4 -
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud
dalam SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar.
B. Tagihan Bersih
1. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat
kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) atas transaksi
derivatif, perhitungan Tagihan Bersih adalah:
Tagihan Bersih = 1,4 x (Replacement Cost + Potential
Future Exposure)
2. Perhitungan Tagihan Bersih transaksi derivatif sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilakukan pada setiap netting set.
3. Setiap netting set terdiri atas:
a. 1 (satu) transaksi derivatif, dalam hal tidak terdapat
perjanjian saling hapus (netting contract) yang memenuhi
persyaratan tertentu; atau
b. 2 (dua) atau lebih transaksi derivatif dengan pihak lawan
(counterparty) yang sama sepanjang 2 (dua) atau lebih
transaksi derivatif dimaksud dapat dilakukan saling hapus
(netting) melalui perjanjian saling hapus (netting contract)
yang memenuhi persyaratan tertentu.
Perjanjian saling hapus (netting contract) yang memenuhi
persyaratan tertentu dimaksud merupakan perjanjian yang
bertujuan untuk menggabungkan beberapa kewajiban
derivatif untuk menyerahkan sejumlah aset keuangan pada
tanggal tertentu antara Bank dan pihak lawan
(counterparty) antara lain melalui proses pembaruan utang
(novasi), sehingga diperoleh 1 (satu) kewajiban hukum
tertentu (single legal obligation) bagi salah satu pihak yaitu
Bank atau pihak lawan (counterparty).
4. Persyaratan perjanjian saling hapus (netting contract)
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b adalah sebagai berikut:
a. dalam hal terjadi event of default, kepailitan, likuidasi
dan/atau kondisi lain yang menyebabkan pihak lawan
(counterparty) tidak dapat memenuhi kewajiban, perjanjian
saling hapus (netting contract) mensyaratkan adanya proses
saling hapus (netting) sehingga hanya menghasilkan 1 (satu)
kewajiban hukum tertentu (single legal obligation) bagi salah
satu pihak (Bank atau pihak lawan/counterparty).
- 5 -
Besaran kewajiban hukum dimaksud didasarkan pada hasil
saling hapus (netting) dari seluruh nilai positif dan seluruh
nilai negatif atas hasil mark to market dari setiap transaksi
yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus (netting
contract);
b.
terdapat opini hukum yang menyatakan bahwa dalam hal
terjadi perkara hukum maka pengadilan atau lembaga
terkait lain akan memutuskan nilai eksposur Bank adalah
sebesar nilai hasil proses saling hapus (netting) dan
perjanjian saling hapus (netting contract) telah sesuai
dengan:
1) hukum dan peraturan yang berlaku di yurisdiksi
tempat kedudukan Bank maupun pihak lawan
(counterparty);
2) hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan
transaksi; dan
3) hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan
perikatan atau perjanjian antara Bank dan pihak
lawan (counterparty).
Dalam hal pihak yang bertransaksi adalah kantor cabang
dari bank yang berkedudukan di luar negeri maka harus
dipastikan bahwa hukum dan peraturan dimaksud berlaku
juga terhadap kantor cabang dari bank yang berkedudukan
di luar negeri; dan
c.
tidak diperkenankan terdapat klausula walkaway, yaitu
klausula yang memungkinkan dalam hal salah satu pihak
mengalami event of default maka pihak yang tidak default
(non-defaulting party):
1) hanya membayar sebagian kewajiban; atau
2) tidak membayar kewajiban sama sekali,
dalam hal hasil proses saling hapus (netting) menyebabkan
pihak yang tidak default (non-defaulting party) dimaksud
memiliki kewajiban (net debtor) kepada pihak yang
mengalami event of default dimaksud.
5. Bank harus memiliki prosedur kaji ulang untuk memastikan
prosedur saling hapus (netting arrangement) dan perjanjian
saling hapus (netting contract) tetap sesuai dengan hukum dan
- 6 -
peraturan yang berlaku terutama dalam hal terdapat perubahan
terhadap hukum dan peraturan yang terkait.
6. Metode, tata cara perhitungan, dan contoh perhitungan Tagihan
Bersih sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada
Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
III. PELAPORAN
1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar
atas transaksi derivatif, Bank menyampaikan:
a. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara
individu yang disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir
bulan; dan
b. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara
konsolidasi yang disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir
bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan
Desember, bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak,
dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR atas transaksi
derivatif dengan menggunakan pendekatan standar sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disampaikan mulai posisi bulan Januari
2018.
3. Laporan perhitungan Tagihan Bersih atas transaksi derivatif dengan
menggunakan pendekatan standar sebagaimana dimaksud pada
angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara daring
(online) melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
4. Dalam hal pelaporan daring (online) kepada Otoritas Jasa Keuangan
belum dapat dilakukan maka laporan disampaikan secara luring
(offline) kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
- 7 -
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat, sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
5. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 melalui sistem pelaporan daring (online) Otoritas Jasa
Keuangan atau secara luring (offline) ditetapkan sebagai berikut:
a. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara
individu disampaikan paling lambat tanggal 6 bulan berikutnya;
dan
b. laporan perhitungan Tagihan Bersih dan ATMR Risiko Kredit-
Pendekatan Standar atas transaksi derivatif untuk Bank secara
konsolidasi disampaikan paling lambat tanggal 21 bulan
berikutnya.
6. Dalam hal batas waktu penyampaian jatuh pada hari Sabtu, hari
Minggu, dan/atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari
kerja berikutnya.
7. Pengenaan sanksi atas keterlambatan penyampaian laporan melalui
sistem pelaporan daring (online) Otoritas Jasa Keuangan atau secara
luring (offline) mengacu pada POJK NSFR.
IV. LAIN-LAIN
1. Sampai dengan pelaporan posisi bulan Desember 2017, perhitungan
Tagihan Bersih untuk transaksi derivatif mengacu pada SEOJK
ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar.
2. Mulai posisi bulan Januari 2018, perhitungan Tagihan Bersih untuk
transaksi derivatif mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
3. Mulai posisi bulan Januari 2018, Bank tidak lagi melaporkan
perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas transaksi
derivatif melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU).
4. Mulai posisi bulan Januari 2018, Tagihan Bersih yang digunakan
dalam perhitungan variabel Exposure at Default (EAD) pada
perhitungan CVA Risk Weighted Assets sebagaimana dimaksud
dalam SEOJK ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar menggunakan
Tagihan Bersih sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan ini.
- 8 -
V. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
1. butir II.C.3.a;
2. tabel 3.c Transaksi Derivatif Over The Counter (OTC) dalam Formulir
I.A Lampiran III; dan
3. tabel 3.c Transaksi Derivatif Over The Counter (OTC) dalam Formulir
II.A Lampiran III,
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang
Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko
Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2018.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 September 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
HERU KRISTIYANA
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 48/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PERHITUNGAN TAGIHAN BERSIH TRANSAKSI DERIVATIF DALAM PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR </reg_title>
<set_date> 15 September 2017 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2018 </effective_date>
<replaced_reg> '42/SEOJK.03/2016 | butir II.C.3.a', '42/SEOJK.03/2016 | Lampiran III Formulir I.A tabel 3.c', '42/SEOJK.03/2016 | Lampiran III Formulir II.A tabel 3.c' </replaced_reg>
<related_reg> '11/POJK.03/2016', '34/POJK.03/2016', '50/POJK.03/2017' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 37/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5771) perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Produk dan Aktivitas
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pelaksanaan kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) dilakukan antara lain dengan menerbitkan Produk dan/atau
melaksanakan Aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan BPRS
dan/atau nasabah.
2. Dalam menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas, BPRS
perlu menerapkan Prinsip Syariah, prinsip kehati-hatian, dan prinsip
perlindungan nasabah. Selain itu, BPRS perlu menerapkan
manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang
ditimbulkan oleh Produk dan/atau Aktivitas tersebut.
II. PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BPRS
Penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas BPRS dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Penghimpunan dana
Kegiatan penghimpunan dana meliputi:
a. simpanan (tabungan);
b. investasi (tabungan, deposito);
c. pinjaman...
- 2 -
c. pinjaman/pembiayaan yang diterima; dan
d. kegiatan penghimpunan dana lainnya yang lazim dilakukan oleh
BPRS sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan Prinsip Syariah.
2. Penyaluran dana
Kegiatan penyaluran dana meliputi:
a. pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah,
musyarakah, musyarakah mutanaqisah), prinsip sewa-menyewa
(ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, multijasa), prinsip jual beli
(murabahah, istishna’, salam), dan prinsip pinjam-meminjam
(qardh)
b. pembiayaan ulang (refinancing);
c. pengalihan utang atau pembiayaan; dan
d. kegiatan penyaluran dana lainnya yang lazim dilakukan oleh BPRS
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan Prinsip Syariah.
3. Penempatan dana
Penempatan dana dalam bentuk:
a. giro, deposito, sertifikat deposito syariah dan/atau tabungan pada
bank umum syariah dan unit usaha syariah;
b. deposito dan/atau tabungan pada BPRS; dan
c. giro dan/atau tabungan pada bank umum konvensional untuk
kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS.
4. Kegiatan usaha penukaran valuta asing
5. Kegiatan lainnya
Kegiatan lainnya meliputi:
a. kegiatan sebagai penyelenggara dan agen layanan keuangan tanpa
kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai);
b. penyediaan layanan electronic banking berupa phone banking, SMS
banking, mobile banking, internet banking;
c. layanan pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll);
d. kegiatan kerjasama dalam rangka transfer dana yang terbatas
pada penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri;
e. kegiatan sebagai penerbit kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
dan/atau kartu debet;
f. kegiatan sebagai penerbit uang elektronik (electronic money) dan
kegiatan pemasaran uang elektronik milik lembaga penerbit;
g. pemindahan...
- 3 -
g. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun
kepentingan nasabah melalui rekening BPRS di bank umum
syariah atau unit usaha syariah;
h. Safe Deposit Box (SDB);
i. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk
mereferensikan produk asuransi syariah kepada nasabah yang
terkait dengan Produk BPRS;
j. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran
tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air, dan pajak;
dan
k. kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh BPRS sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Prinsip
Syariah.
III. KRITERIA PRODUK DAN AKTIVITAS BARU
Produk dan/atau Aktivitas baru merupakan Produk dan/atau Aktivitas
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank
yang bersangkutan; atau
b. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun
dilakukan pengembangan fitur atau karakteristik.
Yang dimaksud dengan pengembangan fitur atau karakteristik antara lain
penambahan dan/atau penggantian fitur atau karakteristik yang
menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko Produk dan/atau
Aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya.
Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik
tapi tidak menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko adalah
Produk tabungan berjangka yang mengalami perubahan jangka waktu
dan/atau perubahan nominal.
Contoh Produk yang mengalami pengembangan fitur atau karakteristik
dan menyebabkan perubahan atau peningkatan profil risiko antara lain
pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah untuk objek yang
sebelumnya ready stock menjadi ready stock dan inden.
IV. PENCANTUMAN...
- 4 -
IV. PENCANTUMAN RENCANA PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU
PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU DALAM RENCANA BISNIS/RENCANA
KERJA BPRS
Rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru yang
dicantumkan dalam rencana bisnis/rencana kerja BPRS paling sedikit
memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut:
1. jenis dan deskripsi umum Produk dan/atau Aktivitas baru;
2. waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru;
3. tujuan atau manfaat penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru;
4. keterkaitan Produk dan/atau Aktivitas baru dengan strategi bisnis
BPRS;
5. risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru;
dan
6. mitigasi risiko atas penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru.
Pencantuman rencana penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.
V. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN DAN PROSEDUR DALAM RANGKA
PENGELOLAAN RISIKO
Ruang lingkup kebijakan dan prosedur dalam rangka pengelolaan risiko
Produk dan/atau Aktivitas baru paling sedikit mencakup:
1. Identifikasi seluruh risiko yang terkait dengan Produk dan/atau
Aktivitas baru;
2. Analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan untuk Produk dan/atau
Aktivitas baru; dan
3. Sistem dan prosedur operasional serta kewenangan dalam pengelolaan
Produk dan/atau Aktivitas baru.
VI. PERIZINAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BARU
1. BPRS wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan
untuk menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru
apabila Produk dan/atau Aktivitas baru tidak tercantum dalam
Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS. Produk dan/atau Aktivitas
tersebut harus telah tercantum dalam rencana bisnis/rencana kerja
BPRS...
- 5 -
BPRS apabila Produk dan/atau Aktivitas tersebut belum pernah
diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPRS.
2. BPRS menerbitkan Produk dan/atau melaksanakan Aktivitas baru
tanpa persetujuan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Produk
dan/atau Aktivitas baru telah:
a. tercantum dalam kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS;
b. tercantum dalam rencana bisnis/rencana kerja BPRS; dan
c. didukung dengan kesiapan operasional yang memadai.
3. Pencantuman Produk dan/atau Aktivitas baru dalam rencana bisnis/
rencana kerja BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b
berlaku untuk Produk dan/atau Aktivitas baru karena memenuhi
kriteria belum pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh
BPRS.
4. Definisi atau karakteristik umum Produk dan Aktivitas sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2 mengacu pada Lampiran II.
5. Cakupan Produk dan Aktivitas BPRS mengacu pada Lampiran III.
6. Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS mengacu pada Lampiran IV.
VII. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU
PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU
Permohonan persetujuan penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru diajukan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum penerbitan Produk dan/atau
pelaksanaan Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.1 disertai dengan dokumen
pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai
berikut:
1. penjelasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru meliputi:
a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru;
b. rencana waktu penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru; dan
c. informasi mengenai fitur atau karakteristik Produk yang akan
diterbitkan dan/atau Aktivitas yang akan dilaksanakan;
2. manfaat dan biaya bagi BPRS;
3. manfaat dan risiko bagi nasabah;
4. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi;
ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah; alur
proses...
- 6 -
proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur proses; jurnal
pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan
nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah (dalam hal
merupakan Produk pembiayaan);
5. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan
PPT);
6. hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas Produk
dan/atau Aktivitas baru;
7. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Produk
dan/atau Aktivitas baru paling sedikit meliputi :
a. Produk dan/atau Aktivitas baru mendasarkan pada fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI);
b. kesesuaian Produk dan/atau Aktivitas baru dengan fatwa DSN-
MUI paling sedikit mencakup:
1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur dalam akad
yang digunakan;
2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
3) kesesuaian
penetapan
bonus/nisbah
bagi
hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,
termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review) terhadap
nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk penyaluran
dana);
4) penetapan biaya administrasi; dan
5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi,
potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap
agunan, apabila ada.
c. standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan
d. hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi
Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip
Syariah;
8. konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi paling sedikit meliputi:
a. identitas para pihak;
b. akad yang digunakan;
c. uraian secara rinci dan jelas mengenai nilai dan objek perjanjian;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. mekanisme...
- 7 -
e. mekanisme pelaksanaan akad;
f. jangka waktu;
g. bonus/nisbah bagi hasil/margin/ujrah/fee;
h. objek jaminan, apabila ada;
i. rincian biaya yang terkait;
j. mekanisme
penyelesaian
perselisihan/sengketa;
k. dalam perjanjian memuat pernyataan: “Perjanjian ini telah
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan”; dan
9. kesiapan operasional meliputi sumber daya manusia dan teknologi
informasi.
Opini syariah dari DPS sebagaimana dimaksud pada angka 7
menggunakan contoh format surat sebagaimana Lampiran V.2 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
VIII. LAPORAN REALISASI PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN
AKTIVITAS BARU
1. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru yang telah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
7 (tujuh) hari kerja dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.3 disertai dengan dokumen
pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang
diterbitkan dan/atau Aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Produk
dan/atau Aktivitas baru yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Laporan realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru yang tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan
disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan
Aktivitas baru dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran V.4 disertai dengan dokumen pendukung
sebagai berikut:
a. ringkasan umum mengenai Produk dan/atau Aktivitas baru paling
sedikit meliputi:
1) jenis...
perselisihan
apabila terjadi
- 8 -
1) jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas baru;
2) tanggal penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas
baru;
3) kesesuaian Produk baru yang diterbitkan atau Aktivitas baru
yang dilaksanakan dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas
BPRS;
4) manfaat dan biaya bagi BPRS;
5) manfaat dan risiko bagi nasabah;
6) target pasar atau nasabah;
7) karakteristik Produk atau Aktivitas;
8) alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur
proses Produk atau Aktivitas;
9) jurnal pembukuan;
10) kebijakan dalam rangka transparansi dan perlindungan
nasabah; dan
11) penanganan nasabah bermasalah (dalam hal merupakan
Produk pembiayaan);
b. standar operasional prosedur yang memuat antara lain definisi;
ketentuan yang terkait; karakteristik; target pasar atau nasabah;
alur proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan sesuai alur
proses; jurnal pembukuan; kebijakan dalam rangka transparansi
dan perlindungan nasabah; dan penanganan nasabah bermasalah
(dalam hal merupakan Produk pembiayaan);
3. Realisasi penerbitan Produk dan/atau pelaksanaan Aktivitas baru
dihitung sejak tanggal Produk dan/atau Aktivitas tersebut sudah
dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah.
IX. LAPORAN RENCANA PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS
BPRS
Laporan rencana penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS
disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan penghentian Produk dan/atau
Aktivitas BPRS dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran V.5 disertai dengan dokumen pendukung
paling sedikit memuat:
1. alasan penghentian;
2. surat...
- 9 -
2. surat pernyataan Direksi mengenai tanggung jawab atas keputusan
penghentian; dan
3. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada
nasabah dan pihak lainnya.
X. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS
ATAS INISIATIF BPRS
Laporan realisasi penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS
disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS
mengacu pada format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.6.
disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit memuat penjelasan
mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan
pihak lainnya.
XI. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN SEMENTARA, LAPORAN
PENYEMPURNAAN, DAN LAPORAN REALISASI PENERBITAN KEMBALI
PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN KEMBALI AKTIVITAS BPRS ATAS
PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Laporan realisasi penghentian sementara Produk dan/atau Aktivitas
BPRS atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V.7.
2. Laporan penyempurnaan Produk dan/atau Aktivitas atas penghentian
sementara disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan
sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V.8.
3. Laporan realisasi penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan
kembali Aktivitas BPRS karena Otoritas Jasa Keuangan telah
mencabut penghentian sementara disampaikan oleh BPRS kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
penerbitan kembali Produk dan/atau pelaksanaan kembali Aktivitas
dengan...
- 10 -
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran V.9.
XII. LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PERMANEN DAN LAPORAN
RENCANA TINDAK PRODUK DAN/ATAU AKTIVITAS BPRS ATAS
PERINTAH OTORITAS JASA KEUANGAN
1. Laporan realisasi penghentian permanen Produk dan/atau Aktivitas
BPRS atas perintah Otoritas Jasa Keuangan disampaikan oleh BPRS
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah penghentian Produk dan/atau Aktivitas BPRS dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V.10.
2. Laporan rencana tindak atas penghentian permanen Produk dan/atau
Aktivitas BPRS disampaikan oleh BPRS kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal
surat penghentian Produk dan/atau Aktivitas dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.11.
XIII. PENYAMPAIAN PENGAJUAN PERSETUJUAN ATAU PENYAMPAIAN
LAPORAN
1. Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan disampaikan
oleh BPRS kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat sebagai
berikut:
a. Departemen Perbankan Syariah, bagi BPRS yang berkantor pusat
di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodebek), serta Provinsi Banten; atau
b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), serta Provinsi
Banten.
2. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan telah menyediakan sistem
perizinan secara elektronis, pengajuan permohonan persetujuan
dan/atau penyampaian laporan disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan dengan mengacu pada mekanisme dan tata cara
sebagaimana dalam ketentuan yang mengatur mengenai perizinan
secara elektronis.
XIV. LAIN-LAIN...
- 11 -
XIV. LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini.
XV. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mulai berlaku:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober
2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari
2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah; dan
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei
2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 37/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
- 1 -
RENCANA PENERBITAN PRODUK ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BARU
BPRS
TAHUN
No.
Jenis dan
Nama Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru1)
Rencana Waktu
Penerbitan Produk
dan/atau
Pelaksanaan
Aktivitas Baru
Tujuan Penerbitan
Produk dan/atau
Pelaksanaan
Aktivitas Baru
Bagi
BPRS
Bagi
Nasabah
:
:
Keterkaitan
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru dengan
Strategi
BPRS2)
Deskripsi
Umum
Produk
dan/atau
Aktivitas
Baru2)
Risiko yang mungkin
timbul dari Penerbitan
Produk dan/atau
Aktivitas Baru2)
Rencana
Mitigasi
Risiko
1) contoh penghimpunan dana – deposito mudharabah, penyaluran dana – pembiayaan musyarakah mutanaqisah, kegiatan
lainnya – electronic banking berupa phone banking.
2) penjelasan yang lebih rinci dapat disertakan dalam lembaran terpisah.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
ttd
NELSON TAMPUBOLON
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 37 /SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
- 1 -
DEFINISI ATAU KARAKTERISTIK UMUM PRODUK DAN AKTIVITAS BPRS
No.
Produk dan Aktivitas
1. PENGHIMPUNAN DANA
a. Simpanan (Wadi’ah)
1) Tabungan
b. Investasi (Mudharabah)
1) Tabungan
2) Deposito
c. Pinjaman/pembiayaan yang
diterima
d. Penghimpunan
lainnya
Definisi atau Karakteristik Umum
Simpanan dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Investasi dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Investasi dana nasabah pada BPRS yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu yang disepakati berdasarkan akad antara nasabah
penyimpan dan BPRS.
Pinjaman atau pembiayaan yang diterima dari bank atau pihak ketiga bukan bank
yang berasal dari dalam negeri dalam bentuk rupiah.
dana Cukup jelas
2. PENYALURAN DANA
a. Pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil
1) Pembiayaan Mudharabah Penyediaan dana untuk kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik dana
menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertindak selaku pengelola,
dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan nisbah yang disepakati.
2) Pembiayaan Musyarakah Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
porsi dana masing-masing.
3) Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu
Mutanaqisah...
- 2 -
No.
Produk dan Aktivitas
Mutanaqisah (MMQ)
b. Pembiayaan berdasarkan
prinsip sewa menyewa
1) Pembiayaan Ijarah
2) Pembiayaan
3) Pembiayaan
Multijasa
Ijarah
Muntahiyah Bittamlik
(IMBT)
Ijarah
Definisi atau Karakteristik Umum
pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya.
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah).
c. Pembiayaan berdasarkan
prinsip jual beli
1) Pembiayaan Murabahah Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk
transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dengan nasabah yang mewajibkan
nasabah untuk melunasi hutang/kewajibannya.
Pembiayaan untuk kepemilikan emas.
2) Pembiayaan Kepemilikan
Emas (PKE)
3) Pembiayaan Istishna’
4) Pembiayaan Salam
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk
transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
pembeli dan penjual atau pembuat.
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk jual
beli barang pesanan dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
d. Pembiayaan...
- 3 -
No.
Produk dan Aktivitas
d. Pembiayaan berdasarkan
prinsip pinjam meminjam
1) Pembiayaan Qardh
2) Pembiayaan
Beragun Emas
e. Pembiayaan sindikasi
Qardh
Definisi atau Karakteristik Umum
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan
yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
Pembiayaan qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn,
dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh BPRS selama jangka
waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas
emas sebagai objek rahn.
Pemberian pembiayaan bersama antara sesama BPRS, BPRS dengan perbankan
syariah, atau BPRS dengan bank konvensional kepada satu nasabah, yang jumlah
pembiayaannya terlalu besar apabila diberikan oleh satu BPRS saja. Dalam suatu
perjanjian pembiayaan sindikasi, BPRS dapat bertindak antara lain sebagai
arranger, underwriter, agen, atau partisipan.
f. Pembiayaan
(refinancing)
g. Pengalihan utang
pembiayaan
3. PENEMPATAN DANA
ulang
atau
h. Penyaluran dana lainnya
Pemberian fasilitas pembiayaan bagi nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya
atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya.
Pemindahan utang nasabah dari lembaga keuangan konvensional ke BPRS
dan/atau pemindahan pembiayaan nasabah dari lembaga keuangan syariah ke
BPRS.
Cukup jelas.
Penempatan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito syariah
dan/atau tabungan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah; deposito
dan/atau tabungan pada BPRS; dan giro dan/atau tabungan pada bank umum
konvensional untuk kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS.
4. 1. KEGIATAN
5. KEGIATAN LAINNYA
a. kegiatan sebagai:
1) penyelenggara...
USAHA
PENUKARAN VALUTA ASING
Kegiatan jual dan beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque
(TC).
- 4 -
No.
Produk dan Aktivitas
1) penyelenggara Laku
Pandai
2) agen Laku Pandai
b. penyediaan layanan
electronic banking
1) phone banking
2) SMS banking
3) mobile banking
4) internet banking
c. layanan pembayaran gaji
karyawan secara massal
(payroll)
d. kegiatan kerjasama dalam
rangka transfer dana yang
terbatas pada penerimaan
atas pengiriman uang dari
luar negeri
e. penerbitan kartu ATM
dan/atau kartu debet
f. kegiatan:
1) penerbitan uang
Definisi atau Karakteristik Umum
Kegiatan menyediakan layanan perbankan syariah dan/atau layanan keuangan
syariah lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui
kerja sama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana
teknologi informasi.
Kegiatan dimana BPRS bekerjasama dengan bank penyelenggara Laku Pandai dan
menjadi kepanjangan tangan bank penyelenggara Laku Pandai untuk
menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat dalam rangka keuangan
inklusif.
Layanan untuk bertransaksi perbankan melalui telepon dengan menghubungi
nomor layanan pada BPRS.
Layanan informasi atau transaksi perbankan yang dapat diakses langsung melalui
telepon seluler dengan menggunakan media SMS.
Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui telepon seluler.
Layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet bagi
BPRS yang menjadi BPRS penyelenggara Laku Pandai.
Layanan kepada nasabah untuk melakukan pembayaran gaji kepada
pegawai/karyawan secara massal.
Cukup jelas.
Penyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) berupa kartu
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan/atau kartu debet.
Penyelenggara alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
elektronik...
- 5 -
No.
Produk dan Aktivitas
elektronik (electronic
money)
Definisi atau Karakteristik Umum
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang
kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau
chip;
c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut; dan
d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit
bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai perbankan.
2) kegiatan pemasaran
uang elektronik
(electronic money)
g. pemindahan dana baik
untuk kepentingan sendiri
maupun kepentingan
nasabah melalui rekening
BPRS di bank umum
syariah atau unit usaha
syariah
h. Safe Deposit Box (SDB)
i. kegiatan kerja sama dengan
perusahaan asuransi untuk
mereferensikan produk
asuransi syariah kepada
nasabah yang terkait
dengan produk BPRS
Kegiatan dimana BPRS bertindak menjadi agen dalam memasarkan electronic
money (e-money).
Cukup jelas.
Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat berharga dalam ruang
khasanah BPRS.
Aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi syariah dengan BPRS berperan
hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi syariah
kepada nasabah. Peran BPRS dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai
perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi syariah dari perusahaan
asuransi mitra BPRS kepada nasabah atau menyediakan akses kepada
perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi syariah kepada
nasabah.
j. kegiatan...
- 6 -
No.
Produk dan Aktivitas
j. kegiatan menerima titipan
dana dalam rangka
pelayanan jasa pembayaran
tagihan seperti pembayaran
tagihan listrik, telepon, air,
dan pajak
k. kegiatan lainnya
Cukup jelas.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
Cukup jelas.
Definisi atau Karakteristik Umum
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 37 /SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
- 1 -
PRODUK DAN AKTIVITAS BPRS
No.
1. PENGHIMPUNAN DANA
a. Simpanan (Wadi’ah)
1) Tabungan
b. Investasi (Mudharabah)
1) Tabungan
2) Deposito
c. Pinjaman/Pembiayaan yang diterima
d. Penghimpunan dana lainnya
1) Diluar huruf a sampai dengan huruf c
2) Huruf a sampai dengan huruf c namun tidak sesuai dengan Kodifikasi
Produk dan Aktivitas BPRS.
2. PENYALURAN DANA
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
1) Pembiayaan Mudharabah
2) Pembiayaan Musyarakah
3) Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa menyewa
1) Pembiayaan Ijarah
Produk/Aktivitas
Keterangan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
2) Pembiayaan...
- 2 -
No.
Produk/Aktivitas
2) Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT)
3) Pembiayaan Ijarah Multijasa
c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
1) Pembiayaan Murabahah
2) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE)
3) Pembiayaan Istishna’
4) Pembiayaan Salam
d. Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjam-meminjam
1) Pembiayaan Qardh
2) Pembiayaan Qardh Beragun Emas
e. Pembiayaan sindikasi
f. Pembiayaan ulang (refinancing)
g. Pengalihan utang atau pembiayaan
h. Penyaluran dana lainnya
1) Diluar huruf a sampai dengan huruf g
2) Huruf a sampai dengan huruf g namun tidak sesuai dengan Kodifikasi
Produk dan Aktivitas BPRS.
3. PENEMPATAN DANA
4. KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING
Keterangan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Tanpa persetujuan
Tanpa persetujuan
Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Persetujuan
5. KEGIATAN...
- 3 -
No.
Produk/Aktivitas
5. KEGIATAN LAINNYA
a. kegiatan sebagai:
1) penyelenggara Laku Pandai
2) agen Laku Pandai
b. penyediaan layanan electronic banking
1) phone banking
2) SMS banking
3) mobile banking
4) internet banking
c. layanan pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll)
d. kegiatan kerjasama dalam rangka transfer dana yang terbatas pada
penerimaan atas pengiriman uang dari luar negeri
e. penerbitan kartu ATM dan/atau kartu debet
f. kegiatan:
1) penerbitan uang elektronik (electronic money)
2) kegiatan pemasaran uang elektronik (electronic money)
g. pemindahan dana baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan
nasabah melalui rekening BPRS di bank umum syariah atau unit usaha
syariah
Keterangan
Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
Tanpa Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan1)
Persetujuan1)
Tanpa persetujuan
Tanpa Persetujuan
h. Safe...
- 4 -
No.
h. Safe Deposit Box (SDB)
i. kegiatan kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mereferensikan
produk asuransi syariah kepada nasabah yang terkait dengan produk
BPRS
j. kegiatan lainnya
1) Diluar huruf a sampai dengan huruf i
2) Diluar huruf a sampai dengan huruf i namun tidak sesuai dengan
Kodifikasi Produk dan Aktivitas BPRS.
Keterangan:
1)
: BPRS wajib memperoleh izin pelaksanaan dari Bank Indonesia setelah mendapatkan persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Produk/Aktivitas
Keterangan
Tanpa Persetujuan
Persetujuan
Persetujuan
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 37/SEOJK.03/2015
TENTANG
PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
- 1 -
Lampiran V.1
Nomor
Lampiran
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Permohonan Persetujuan Penerbitan Produk/Pelaksanaan
Aktivitas2) Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami
mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Produk/pelaksanaan
Aktivitas2) baru dengan rincian sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……………………………………………………..
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……………………………………………………..
3. Rencana penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) : ………………
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir. Apabila
terdapat pertanyaan atau hal-hal lainnya terkait surat permohonan ini,
Saudara dapat menghubungi pegawai kami yaitu ………melalui
telepon…….atau email……..
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
: ....................
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
DIREKSI BPRS
Tembusan: Departemen Perbankan Syariah3)
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
3) Dalam hal merupakan permohonan persetujuan Produk baru dan BPRS berada diluar wilayah kerja
Departemen Perbankan Syariah.
CHECKLIST...
- 2 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PERMOHONAN PERSETUJUAN
PRODUK/AKTIVITAS1) BARU
No.
1.
Dokumen
Penjelasan umum mengenai Produk/Aktivitas1)
baru.
a. jenis dan nama Produk/Aktivitas1) baru;
b. rencana waktu
penerbitan Produk/
pelaksanaan Aktivitas1) baru;
c. informasi mengenai fitur atau karakteristik
Produk yang akan diterbitkan/Aktivitas yang
akan dilaksanakan1);
2. Manfaat dan biaya bagi BPRS.
3. Manfaat dan risiko bagi nasabah.
4.
Check Keterangan
Standar operasional prosedur yang memuat
antara lain definisi; ketentuan yang terkait;
karakteristik; target pasar atau nasabah; alur
proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan
sesuai alur proses; jurnal pembukuan;
kebijakan dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah; dan penanganan
nasabah bermasalah (dalam hal merupakan
Produk pembiayaan).
5. Rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan
penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan
PPT).
6. Hasil analisis aspek hukum dan aspek
kepatuhan atas Produk/Aktivitas1) baru.
syariah
7. Opini
dari DPS terkait
Produk/Aktivitas1) baru (terlampir)
8. Konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi
9. Kesiapan operasional meliputi sumber daya
manusia dan teknologi informasi.
Demikian...
- 3 -
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka permohonan
persetujuan Produk/Aktivitas1) baru.
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
DIREKSI BPRS
1) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 4 -
Lampiran V.2
OPINI SYARIAH DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
No
Nama Produk/Aktivitas1) Baru: ………………………
Keterangan
1. Produk/Aktivitas1 baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI
2. Kesesuaian Produk/Aktivitas1 baru dengan fatwa DSN-MUI
paling sedikit meliputi:
a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur
dalam akad yang digunakan;
b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
c. kesesuaian
penetapan
bonus/nisbah
bagi
hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,
termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang (review)
terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah (untuk produk
penyaluran dana);
d. penetapan biaya administrasi; dan
e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti rugi,
potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan terhadap
agunan, apabila ada.
3.
Standar operasional prosedur Produk dan/atau Aktivitas
baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.
4. Hasil kaji ulang terhadap konsep akad/perjanjian/formulir
aplikasi Produk dan/atau Aktivitas baru terkait dengan
pemenuhan Prinsip Syariah.
Kesimpulan : ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Opini
(Dewan Pengawas Syariah)
1) coret yang tidak perlu
Lampiran...
(Dewan Pengawas Syariah)
- 5 -
Lampiran V.3
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2)
Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
...... tanggal ..... Hal ....., bersama ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan
penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru sebagai berikut:
1. Jenis produk/aktivitas2)
2. Nama produk/aktivitas2)
3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
: ……………
Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan dokumen
pendukung berupa penjelasan mengenai kesesuaian Produk baru yang
diterbitkan/Aktivitas baru yang dilaksanakan2) dengan Produk/Aktivitas2) baru
yang telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 6 -
Lampiran V.4
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan,Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Produk/Pelaksanaan Aktivitas2)
Baru
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, bersama ini kami laporkan
bahwa telah dilaksanakan penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2) baru
sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
3. Tanggal penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
: ……………
Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
CHECKLIST...
- 7 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA REALISASI
PENERBITAN PRODUK/PELAKSANAAN AKTIVITAS1) BARU
No.
1.
Dokumen
Ringkasan umum mengenai Produk dan/atau
Aktivitas baru paling sedikit meliputi:
a. jenis dan nama Produk dan/atau Aktivitas
baru;
b. tanggal penerbitan Produk dan/atau
pelaksanaan Aktivitas baru;
c. kesesuaian Produk baru yang diterbitkan
atau Aktivitas baru yang dilaksanakan
dengan Kodifikasi Produk dan Aktivitas
BPRS;
d. manfaat dan biaya bagi BPRS;
e. manfaat dan risiko bagi nasabah;
f. target pasar atau nasabah;
g. karakteristik Produk atau Aktivitas;
h. alur proses (flowchart) dan prosedur
pelaksanaan sesuai alur proses Produk
atau Aktivitas;
i. jurnal pembukuan; dan
j. kebijakan dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah serta penanganan
nasabah bermasalah (dalam hal merupakan
Produk pembiayaan).
2.
Standar operasional prosedur yang memuat
antara lain definisi; ketentuan yang terkait;
karakteristik; target pasar atau nasabah; alur
proses (flowchart) dan prosedur pelaksanaan
sesuai alur proses; jurnal pembukuan;
kebijakan dalam rangka transparansi dan
perlindungan nasabah; dan penanganan
nasabah bermasalah (dalam hal merupakan
Produk pembiayaan);
Check
Keterangan
Demikian...
- 8 -
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka laporan realisasi
penerbitan Produk/pelaksanaan Aktivitas1) baru.
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
DIREKSI BPRS
1) Coret yang tidak perlu
Lampiran...
- 9 -
Lampiran V.5
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Rencana Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan
laporan rencana penghentian Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
: ……..................................................
: …….................................................
3. Rencana tanggal penghentian : ………………………………………………
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana checklist terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
CHECKLIST...
- 10 -
CHECKLIST DOKUMEN DALAM RANGKA PENGHENTIAN
PRODUK/AKTIVITAS1)
No.
Dokumen
1. Alasan penghentian.
2. Surat pernyataan Direksi mengenai
tanggung jawab atas keputusan
penghentian.
3. Penjelasan mengenai langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban kepada nasabah
dan pihak lainnya.
Demikian checklist ini telah disusun secara benar dan lengkap untuk
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penghentian
Produk/Aktivitas1).
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Check
Keterangan
DIREKSI BPRS
1) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 11 -
Lampiran V.6
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal .....2)/Sehubungan dengan surat kami Nomor ...... tanggal ..... Perihal
.....3)4), dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan penghentian
Produk/Aktivitas4) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
: ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian Produk/Aktivitas2) : ………………………………
Untuk melengkapi laporan ini, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung yang memuat penjelasan mengenai langkah-langkah yang telah
dilakukan dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
kepada nasabah dan pihak lainnya.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memberikan penegasan.
3) dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan penegasan.
4) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 12 -
Lampiran V.7
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan
penghentian sementara Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian sementara Produk/Aktivitas2)
: ……………..
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 13 -
Lampiran V.8
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Penyempurnaan Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal .... dan surat kami Nomor ...... tanggal ..... perihal Laporan Realisasi
Penghentian Sementara Produk/Aktivitas2, dengan ini kami laporkan bahwa
kami telah menyempurnakan Produk ..... /Aktivitas2)
...... sesuai dengan
permintaan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana terlampir.
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 14 -
Lampiran V.9
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penerbitan Kembali Produk/Pelaksanaan
Kembali Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat dari Otoritas Jasa Keuangan Nomor ..........
tanggal ........ Hal............, bersama ini kami laporkan bahwa telah
dilaksanakan penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2)
sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
2. Nama Produk/Aktivitas2)
: …….......................................
: …….......................................
3. Tanggal penerbitan kembali Produk/pelaksanaan kembali Aktivitas2): ..
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 15 -
Lampiran V.10
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Realisasi Penghentian Permanen Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor ...... tanggal
..... Hal ....., dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan
penghentian permanen Produk/Aktivitas2) sebagai berikut:
1. Jenis Produk/Aktivitas2)
: ……...........................................................
2. Nama Produk/Aktivitas2) : ……...........................................................
3. Tanggal penghentian permanen Produk/Aktivitas2) : ………………….....
Demikian laporan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Lampiran...
- 16 -
Lampiran V.11
Nomor
: ....................
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
Lampiran : ....................
Kepada
Otoritas Jasa Keuangan
Up. 1)
Perihal : Laporan Rencana Tindak Penghentian Produk/Aktivitas2)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan surat dari Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....
tanggal .... Hal...., dengan ini kami sampaikan rencana tindak atas
penghentian permanen Produk ......../Aktivitas .........2) yang telah dilaksanakan
pada tanggal ..........
Demikian laporan kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DIREKSI BPRS
1) Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat yang
mewilayahi BPRS bersangkutan.
2) Coret yang tidak perlu.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2015
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Sudarmaji
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 37/SEOJK.03/2015 </reg_id>
<reg_title> PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH </reg_title>
<set_date> 21 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 21 Desember 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/16/DPbS|SE-BI/2012', '14/7/DPbS|SE-BI/2012', '10/31/DPbS|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '24/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
1. Pemegang Saham Perusahaan Terbuka; dan
2. Direksi Perusahaan Terbuka.
di tempat.
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 35 /SEOJK.04/2016
TENTANG
PENAWARAN TENDER WAJIB SEBAGAI AKIBAT PENGAMBILALIHAN
PERUSAHAAN TERBUKA DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Sehubungan ketentuan angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor
IX.H.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor: KEP-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, perlu diatur ketentuan tentang
penerapan angka 6 huruf a angka 10) dalam kaitan dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pengambilalihan adalah tindakan, baik langsung maupun tidak
langsung, yang mengakibatkan perubahan Pengendali.
2. Perusahaan Terbuka adalah Emiten yang telah melakukan
Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik.
3. Pengendali Perusahaan Terbuka, yang selanjutnya disebut
Pengendali, adalah Pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima
puluh persen) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau Pihak
yang mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau
kebijaksanaan Perusahaan Terbuka.
4. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi
pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
-2-
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak.
6. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa
seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha
maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak.
7. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya
disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta
penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak.
8. Bahwa Otoritas Jasa Keuangan merupakan bagian dari sistem
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik
dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam
mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang
tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Bahwa bentuk interaksi secara baik sebagaimana dimaksud dalam
angka 8 diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada
kebijakan negara yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
10. Bahwa pengungkapan Harta oleh Wajib Pajak dalam program
Pengampunan Pajak dapat mengakibatkan terungkapnya Wajib Pajak
sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka.
11. Bahwa mengingat program Pengampunan Pajak merupakan
kebijakan negara, Otoritas Jasa Keuangan memandang perlu untuk
menegaskan bahwa terungkapnya Wajib Pajak sebagai Pengendali
Perusahaan Terbuka yang terjadi karena pelaksanaan program
Pengampunan Pajak merupakan Pengambilalihan Perusahaan
-3-
Terbuka yang terjadi karena pelaksanaan kebijakan badan atau
lembaga pemerintah atau negara sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor IX.H.1, Lampiran
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: Kep-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
12. Bahwa sesuai angka 6 huruf a angka 10) Peraturan Nomor IX.H.1,
Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor: Kep-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011
tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, terungkapnya Wajib
Pajak sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka karena pelaksanaan
program Pengampunan Pajak dapat dikecualikan dari kewajiban
melakukan keterbukaan informasi dan Penawaran Tender Wajib.
II. PENETAPAN PENGECUALIAN KEWAJIBAN MELAKUKAN KETERBUKAAN
INFORMASI DAN PENAWARAN TENDER WAJIB DALAM RANGKA
PENGAMPUNAN PAJAK
1. Wajib Pajak yang mengungkapkan Harta dalam rangka program
Pengampunan Pajak yang mengakibatkan terungkapnya Wajib Pajak
sebagai Pengendali Perusahaan Terbuka dikecualikan dari kewajiban
untuk melakukan keterbukaan informasi dan Penawaran Tender
Wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor IX.H.1,
Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor: KEP-264/BL/2011 tanggal 31 Mei 2011
tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
2. Perusahaan Terbuka yang mengetahui adanya Pengendali baru
sebagai akibat pengungkapan Harta dalam rangka program
Pengampunan Pajak dikecualikan dari kewajiban untuk melakukan
keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Otoritas Jasa Nomor 31/POJK.04/2015 tentang Keterbukaan Atas
Informasi Atau Fakta Material Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a. fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan disertai
dengan informasi tentang kepemilikan saham oleh Wajib Pajak
pada Perusahaan Terbuka kepada Otoritas Jasa Keuangan
sesuai dengan format Laporan Kepemilikan Saham Pada
-4-
Perusahaan Terbuka sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, dalam jangka waktu paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Surat Keterangan
Pengampunan Pajak; dan
b. pernyataan akan melakukan pemindahbukuan seluruh Harta
dalam rangka Pengambilalihan ke dalam rekening Efek pada
Kustodian atas nama Wajib Pajak.
III. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal
31 Maret 2017.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
NURHAIDA
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 35/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENAWARAN TENDER WAJIB SEBAGAI AKIBAT PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK </reg_title>
<set_date> 2 September 2016 </set_date>
<effective_date> 2 September 2016 sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal 31 Maret 2017. </effective_date>
<related_reg> '11/UU/2016', 'KEP-264/BL/2011|KEPTA-BAPEPAM-LK/2011 | Lampiran Peraturan Nomor IX.H.1 angka 6 huruf a angka 10)' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 41 /SEOJK.03/2016
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO
Sehubungan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 164, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5718), selanjutnya disebut
POJK Sertifikat Deposito, perlu untuk mengatur tata cara penerbitan Sertifikat
Deposito dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1.
Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
2. Sertifikat Deposito dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa
warkat (scripless).
3. Sesuai Pasal 2 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito
dalam bentuk warkat wajib bersifat atas pengganti (aan order), yaitu
kemampuan pemegang Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat untuk
memindahtangankan sertifikat bukti penyimpanannya kepada pihak
lain dengan cara menandatangani pada lembar Sertifikat Deposito
(endorsement) sehingga pihak yang ditunjuk terakhir berhak menerima
pembayaran dari bank yang menerbitkan pada saat Sertifikat Deposito
dalam bentuk warkat jatuh tempo.
4. Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat merupakan Sertifikat
Deposito yang penatausahaan kepemilikannya dilakukan oleh
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
5. Sesuai ...
- 2 -
5. Sesuai Pasal 2 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, Sertifikat Deposito
dalam bentuk tanpa warkat wajib diidentifikasi kepemilikannya oleh
bank pada pencatatan di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
Yang dimaksud dengan dapat diidentifikasi kepemilikannya pada
pencatatan di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah nama
pemegang terakhir Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat
yang dicatat pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
6. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, yang selanjutnya disebut
LPP, adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral
bagi bank kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain untuk
kepentingan pencatatan dan penatausahaan Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat.
7. Penerbitan Sertifikat Deposito memerlukan pengaturan mengenai
persyaratan penerbitan Sertifikat Deposito, tata cara permohonan
persetujuan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat, bukti
penerbitan Sertifikat Deposito, penerapan program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT),
manajemen risiko, dan perlindungan konsumen.
II. PERSYARATAN PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO
A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat
1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat
dalam rupiah tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
2. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat
dalam valuta asing tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
3. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk
warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 2
adalah bank yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan
Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank dan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti.
B. Sertifikat ...
- 3 -
B. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Tanpa Warkat
1. Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa
warkat dalam rupiah dan/atau valuta asing.
2. Sesuai Pasal 3 ayat (2) POJK Sertifikat Deposito, bank yang
menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat wajib
mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
3. Sesuai Pasal 3 ayat (3) POJK Sertifikat Deposito, persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2
diperlukan untuk Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat
yang pertama kali diterbitkan oleh bank untuk seluruh jenis mata
uang.
4. Bank yang dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk
tanpa warkat dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada
angka 1 adalah bank yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing sesuai Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan
Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank dan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti.
III. TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN PENERBITAN SERTIFIKAT
DEPOSITO DALAM BENTUK TANPA WARKAT
1. Bank harus mencantumkan rencana penerbitan Sertifikat Deposito
dalam Rencana Bisnis bank, paling sedikit memuat informasi:
a. deskripsi umum;
b. rencana waktu penerbitan;
c. tujuan penerbitan;
d. strategi bisnis dan manfaat bagi bank;
e.
f.
risiko yang mungkin timbul; dan
mitigasi risiko atas penerbitan.
2. Bank mengajukan surat permohonan persetujuan penerbitan
Sertifikat Deposito yang disertai dengan dokumen pendukung yang
paling sedikit memuat informasi:
a. rencana waktu penerbitan;
b. jangka waktu Sertifikat Deposito;
c. jenis mata uang dalam rupiah dan/atau valuta asing;
d. target ...
- 4 -
d.
target nilai dalam rupiah dan/atau valuta asing tergantung jenis
mata uang;
e. tingkat suku bunga;
f.
target pasar dan/atau nasabah;
g. manfaat dan biaya bagi bank;
h. manfaat dan risiko bagi nasabah;
i.
prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures) dan
kewenangan termasuk sistem pemantauan dalam
mengidentifikasi perubahan kepemilikan dan pencairan Sertifikat
Deposito;
j.
k.
kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program
APU dan PPT;
hasil identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
terhadap risiko, baik bagi bank maupun bagi nasabah;
l. hasil analisis aspek hukum dan kepatuhan;
m. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat
mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi dengan sistem
akuntansi bank secara keseluruhan, dan/atau sistem pencatatan
administrasi;
n. transparansi dan edukasi kepada nasabah, antara lain mengenai
cara memiliki, hak dan kewajiban nasabah, dan lain-lain; dan
o. dokumen terkait:
1) perjanjian kerjasama antara bank yang menerbitkan
Sertifikat Deposito dengan LPP;
2) kesiapan teknologi informasi bank termasuk memastikan
bank dapat mengakses data kepemilikan Sertifikat Deposito
terkini pada sistem LPP; dan
3) prosedur menjaga kerahasiaan data nasabah atas
penatausahaan di bank dan LPP dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan.
3. Bank mengajukan permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat
Deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 (enam puluh)
hari sebelum target waktu bank mengajukan permohonan pencatatan
Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat pada sistem LPP,
dengan disertai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
angka 2.
Contoh ...
- 5 -
Contoh:
Bank A memiliki target waktu mengajukan permohonan pencatatan
Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat pada sistem LPP pada
tanggal 31 Agustus 2016 sehingga Bank A harus mengajukan
permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat tanggal 2 Juli 2016.
4. Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan kepemilikan
Sertifikat Deposito dengan LPP yang paling sedikit memuat:
a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan
sistem yang digunakan dalam mencatat dan memantau
perubahan kepemilikan;
b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat
Deposito yang disampaikan kepada bank yang menerbitkan
Sertifikat Deposito baik dalam bentuk informasi elektronik,
dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya sesuai dengan
pencatatan dan pemindahbukuan Sertifikat Deposito pada LPP;
c. klausula bahwa pencatatan yang dilakukan oleh LPP untuk dan
atas nama bank;
d. klausula bahwa bank menyatakan nama dalam daftar pemegang
Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh LPP adalah pemilik
Sertifikat Deposito yang sah;
e.
f.
jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme
perpanjangannya;
syarat dan tata cara perubahan perjanjian;
g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian;
h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito; dan
i. klausula mengenai keadaan kahar (force majeure) dan
penyelesaian sengketa.
5. Permohonan persetujuan penerbitan Sertifikat Deposito dalam bentuk
tanpa warkat, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan
alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi bank yang berkantor
pusat di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat bank; atau
c. secara ...
- 6 -
c. secara online dalam hal sarana penyampaian perizinan secara
online telah tersedia.
IV. BUKTI PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO
A. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat
Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat paling sedikit memuat:
1. tanda tangan pejabat bank yang berwenang;
2. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi:
a. frasa “SERTIFIKAT DEPOSITO” dan “DAPAT
DIPINDAHTANGANKAN” yang ditulis dalam huruf kapital
dan berukuran besar;
b. nomor seri warkat dan nomor rekening dalam
penatausahaan di bank;
c. nama bank, jenis kantor bank, dan lokasi kantor bank yang
menerbitkan Sertifikat Deposito;
d. nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan;
e. tanggal dan tempat penerbitan;
f.
tanggal jatuh tempo;
g.
tingkat suku bunga; dan
h. pernyataan bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito
untuk membayar sejumlah nilai nominal Sertifikat Deposito
pada tanggal yang ditetapkan dan bertempat di kantor bank
yang menerbitkan Sertifikat Deposito yang ditunjuk;
3. pada halaman belakang paling sedikit memuat:
a. klausula bahwa Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam
bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan;
b. klausula bahwa Sertifikat Deposito dijamin sepanjang
memenuhi ketentuan penjaminan Lembaga Penjamin
Simpanan;
c. klausula bahwa pelunasan dilakukan pada tanggal jatuh
waktu atau sesudah jatuh waktu dengan menyerahkan
kembali warkat Sertifkat Deposito oleh pemilik terakhir yang
tercatat di bank atau yang dikuasakan;
d. klausula dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka
pemilik Sertifikat Deposito yang baru harus melapor kepada
bank ...
- 7 -
bank disertai dengan identitas diri dan fotokopi dokumen
identitas pemilik lama;
e. lembar untuk melakukan endorsement dengan contoh
sebagai berikut:
Nama:
Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
dan
f.
informasi mengenai pihak bank yang dapat dihubungi oleh
pemegang Sertifikat Deposito.
B. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Tanpa Warkat
1. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat pada LPP, paling sedikit memuat:
a. nama bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito;
b. lokasi kantor bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito;
c. data riwayat dokumen hukum pendirian perusahaan atau
anggaran dasar berikut perubahannya;
d. nomor seri Sertifikat Deposito;
e. nominal Sertifikat Deposito;
f.
tingkat suku bunga;
g. tanggal jatuh tempo Sertifikat Deposito;
h. nama agen penjual atau arranger;
i.
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
Nama:
Nomor identitas diri:
Tanda tangan:
pernyataan bahwa bukti penerbitan dan/atau pencatatan
Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang
didaftarkan pada LPP, diterbitkan atas nama LPP dan untuk
kepentingan pemegang rekening LPP; dan
j. tanda tangan pejabat bank.
2. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat harus didaftarkan dan dicatatkan pada
sistem LPP.
3. Bank membuat daftar rekapitulasi distribusi Sertifikat Deposito
dalam bentuk tanpa warkat dari nasabah yang berhak untuk
dicatatkan dalam sistem LPP.
V. PENERAPAN ...
- 8 -
V. PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME
Dalam melakukan kegiatan penerbitan dan transaksi pemindahtanganan
Sertifikat Deposito, sesuai Pasal 12 POJK Sertifikat Deposito, bank wajib
menerapkan program APU dan PPT sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai APU dan PPT. Di samping itu, pada
kegiatan penerbitan dan transaksi Sertifikat Deposito harus
memperhatikan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan.
VI. MANAJEMEN RISIKO
Bank yang menerbitkan dan melakukan transaksi Sertifikat Deposito harus
menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu pada
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum, paling sedikit mencakup:
1. pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris;
2. kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan
limit risiko;
3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan
4. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
VII. PERLINDUNGAN NASABAH
Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito harus menerapkan prinsip
perlindungan konsumen sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, antara lain:
1. menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai Sertifikat
Deposito kepada nasabah secara transparan, paling sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban nasabah, antara lain:
1) hak untuk memindahtangankan kepada pihak lain; dan
2) kewajiban nasabah untuk membuka rekening khusus dalam
hal akan memiliki Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa
warkat;
b. manfaat, risiko, dan biaya;
c. pembayaran nominal Sertifikat Deposito pada saat jatuh tempo
dan pembayaran bunga secara diskonto;
d. syarat ...
- 9 -
d. syarat dan ketentuan, termasuk syarat Sertifikat Deposito agar
memenuhi klausula penjaminan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan; dan
e. hukum yang berlaku yaitu hukum Indonesia;
2. menggunakan kata, istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana
dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti dalam dokumen
Sertifikat Deposito.
VIII. PELAPORAN TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO
Bank harus melakukan pelaporan transaksi Sertifikat Deposito dengan
mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Laporan Bulanan Bank
Umum, antara lain:
1.
2.
Sertifikat Deposito yang dimiliki oleh nasabah bukan bank dicatat dan
dilaporkan dalam daftar rincian simpanan berjangka; dan
Sertifikat Deposito yang dimiliki oleh bank dicatat dan dilaporkan
dalam daftar rincian kewajiban kepada bank lain.
IX. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 41/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO </reg_title>
<set_date> 27 September 2016 </set_date>
<effective_date> 27 September 2016 </effective_date>
<related_reg> '10/POJK.03/2015' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Perasuransian;
2. Pengurus dan Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun;
3. Direksi Perusahaan Pembiayaan;
4. Direksi Lembaga Penjamin;
5. Direksi Perusahaan Modal Ventura; dan
6. Direksi Perusahaan Pergadaian,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 31 /SEOJK.05/2016
TENTANG
PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 35 Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098), perlu
untuk mengatur ketentuan pelaksanaan penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama pada lembaga jasa keuangan non-bank
dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat
LJKNB adalah lembaga jasa keuangan yang melaksanakan
kegiatan di sektor keuangan non-bank, meliputi:
a. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang
-2-
asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan
penilai kerugian asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian;
b. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, termasuk yang
menjalankan seluruh kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah;
c. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
dan/atau jasa, termasuk yang melakukan seluruh
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perusahaan pembiayaan dan
perusahaan pembiayaan syariah;
d. Lembaga Penjamin adalah perusahaan penjaminan,
perusahaan penjaminan syariah, perusahaan penjaminan
ulang, dan perusahaan penjaminan ulang syariah yang
menjalankan kegiatan penjaminan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Penjaminan;
e. Perusahaan Modal Ventura yang selanjutnya disingkat
PMV adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha
modal ventura, termasuk yang melakukan seluruh
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perusahaan modal ventura dan
perusahaan modal ventura syariah;
f. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan pergadaian
swasta dan perusahaan pergadaian pemerintah, termasuk
yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai usaha pergadaian.
-3-
2. Pihak Utama adalah pihak yang memiliki, mengelola,
mengawasi, dan/atau mempunyai pengaruh yang signifikan
pada LJKNB.
3. Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat PSP
adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok
usaha yang memiliki saham atau yang setara dengan saham
LJKNB dan mempunyai kemampuan untuk melakukan
pengendalian atas LJKNB.
4. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat
RUPS adalah rapat umum pemegang saham sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bagi LJKNB yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan RUPS bagi
LJKNB yang berbentuk badan hukum koperasi, usaha
bersama, dana pensiun, perusahaan umum, perusahaan
daerah, perusahaan umum daerah, atau perusahaan perseroan
daerah, atau badan usaha perseroan komanditer.
5. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bagi
LJKNB yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau
yang setara dengan Direksi bagi LJKNB yang berbentuk badan
hukum koperasi, usaha bersama, dana pensiun, perusahaan
umum, perusahaan daerah, perusahaan umum daerah,
perusahaan perseroan daerah, atau badan usaha perseroan
komanditer.
6. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas bagi LJKNB yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan
Komisaris bagi LJKNB yang berbentuk badan hukum koperasi,
usaha bersama, dana pensiun, perusahaan umum, perusahaan
daerah, perusahaan umum daerah, perusahaan perseroan
daerah, atau badan usaha perseroan komanditer.
Syariah
7. Dewan Pengawas
adalah pengawas yang
direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama
Indonesia yang ditempatkan di LJKNB atau unit syariah yang
-4-
bertugas mengawasi kegiatan usaha perusahaan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
8. Pengendali Perusahaan Perasuransian adalah pihak yang
secara langsung atau tidak langsung mempunyai kemampuan
untuk menentukan Direksi dan Dewan Komisaris, dan/atau
mempengaruhi tindakan Direksi, dan Dewan Komisaris pada
Perusahaan Perasuransian.
9. Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan,
termasuk pada LJKNB, dengan cara apapun, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
10. Auditor Internal adalah pejabat pada Perusahaan
Perasuransian yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi
dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian,
dan proses tata kelola perusahaan yang bekerja secara
independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku.
11. Aktuaris Perusahaan adalah pejabat pada perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang ditunjuk
dan bertanggung jawab untuk mengelola dampak keuangan
dari risiko yang dihadapi perusahaan yang bekerja secara
independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku.
12. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
II. CAKUPAN PIHAK YANG MENGIKUTI PENILAIAN KEMAMPUAN DAN
KEPATUTAN
1. Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap
pihak yang dicalonkan sebagai Pihak Utama.
2. Pihak Utama yang wajib mengikuti penilaian kemampuan dan
kepatutan meliputi:
a. PSP, antara lain:
1) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
akan melakukan pembelian, menerima hibah,
-5-
menerima hak waris, atau bentuk lain pengalihan hak
atas saham LJKNB, sehingga mengakibatkan yang
bersangkutan akan menjadi PSP;
2) pemegang saham LJKNB yang tidak tergolong sebagai
PSP (non-PSP) yang melakukan pembelian, menerima
hibah, menerima hak waris, atau bentuk lain
pengalihan hak atas saham LJKNB, sehingga
mengakibatkan yang bersangkutan akan menjadi
PSP;
3) non-PSP yang melakukan penambahan setoran modal
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan akan
menjadi PSP;
4) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
akan menjadi PSP pada “LJKNB hasil penggabungan”
(merger);
5) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
akan menjadi PSP “LJKNB hasil peleburan”
(konsolidasi); dan/atau
6) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
akan menjadi PSP pada LJKNB yang akan didirikan.
b. Pengendali Perusahaan Perasuransian, antara lain:
1) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
merupakan pemegang saham
Perasuransian dan memenuhi kriteria sebagai PSP;
2) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
bukan merupakan pemegang saham Perusahaan
Perasuransian namun ditetapkan oleh Perusahaan
Perasuransian sebagai pengendali, termasuk badan
perwakilan anggota pada perusahaan asuransi yang
berbentuk badan hukum usaha bersama; dan/atau
3) orang perseorangan dan/atau badan hukum yang
bukan merupakan pemegang saham Perusahaan
Perasuransian namun ditetapkan oleh OJK sebagai
pengendali.
c. Pihak Utama selain PSP atau Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang terdiri dari anggota Direksi, pelaksana
Perusahaan
-6-
tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris
Perusahaan, antara lain:
1) orang perseorangan yang belum pernah menjadi
anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada
LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal,
atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB;
2) orang perseorangan yang sedang menjabat sebagai
anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada
LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal,
atau Aktuaris Perusahaan pada LJKNB lain, baik
pada sektor jasa keuangan yang sama maupun yang
berbeda;
3) orang perseorangan yang pernah menjabat sebagai
anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan pada
LJKNB, yang dicalonkan menjadi anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal,
atau Aktuaris Perusahaan, pada LJKNB yang sama
atau pada LJKNB lainnya, contoh:
a) orang perseorangan yang pernah menjabat
sebagai anggota Dewan Komisaris yang
dicalonkan menjadi komisaris independen, pada
LJKNB yang sama atau pada LJKNB lainnya
sepanjang telah memenuhi persyaratan terkait
komisaris independen;
-7-
b) orang perseorangan yang pernah menjabat
sebagai Aktuaris Perusahaan yang dicalonkan
menjadi anggota Direksi pada LJKNB yang sama
atau pada LJKNB lainnya; atau
c) orang perseorangan yang pernah menjabat
sebagai anggota Direksi yang dicalonkan menjadi
komisaris utama pada LJKNB yang sama atau
pada LJKNB lainnya;
4) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang akan
beralih jabatan pada perusahaan yang sama, contoh:
a) anggota Dewan Komisaris yang akan beralih
jabatan menjadi anggota Direksi pada
perusahaan yang sama;
b) anggota Direksi yang akan beralih jabatan
menjadi anggota Dewan Komisaris pada
perusahaan yang sama; atau
c) anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang akan beralih jabatan ke jabatan yang lebih
tinggi pada perusahaan yang sama, contoh:
(1) anggota Direksi yang akan diangkat menjadi
direktur utama, atau yang setara dengan itu
pada perusahaan yang sama, dan/atau
(2) anggota Dewan Komisaris yang akan
diangkat menjadi komisaris utama, atau
yang setara dengan itu pada perusahaan
yang sama;
5) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang
berasal dari LJKNB yang melakukan penggabungan
atau peleburan, contoh:
a) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
-8-
Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil
penggabungan” yang berasal dari “LJKNB yang
melakukan penggabungan”;
b) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil
penggabungan” yang berasal dari “LJKNB yang
menerima
penggabungan”
perpanjangan jabatan; atau
c) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan pada “LJKNB hasil
peleburan” yang berasal dari “LJKNB yang
melakukan peleburan”.
3. PSP sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a adalah orang
perseorangan, badan hukum, dan/atau kelompok usaha yang:
a. memiliki saham atau modal sebesar 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan
dan mempunyai hak suara; atau
b. memiliki saham atau modal kurang dari 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan
mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat
dibuktikan telah melakukan pengendalian pada LJKNB,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Penilaian kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap
perpanjangan jabatan pada LJKNB yang sama bagi anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan, kecuali:
a) perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak
Utama Lembaga Jasa Keuangan; dan
termasuk
-9-
b) perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada angka
2 huruf c angka 5) huruf b).
5. Perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
adalah setiap penugasan kembali dalam jabatan yang sama,
setara, atau lebih rendah, contoh:
a) jabatan yang sama adalah direktur pemasaran yang
diangkat kembali menjadi direktur pemasaran pada
perusahaan yang sama;
b) jabatan yang setara adalah direktur keuangan yang
diangkat menjadi direktur pengelolaan risiko pada
perusahaan yang sama; dan
c) jabatan yang lebih rendah adalah:
1)
direktur utama yang diangkat menjadi direktur pada
perusahaan yang sama; atau
2) komisaris utama yang diangkat menjadi komisaris
pada perusahaan yang sama.
III. PERSYARATAN DALAM PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
A. Persyaratan Integritas
1. Penilaian persyaratan integritas, dilakukan untuk
memastikan tingkat kepatuhan dan itikad baik para Pihak
Utama untuk mengelola, mengawasi,
dan/atau
melaksanakan proses bisnis sehingga perusahaan di
sektor LJKNB mampu memenuhi kewajibannya kepada
kreditur, debitur, pemegang polis, tertanggung, peserta,
penerima jaminan, dan/atau konsumen lainnya.
2.
Kriteria penilaian persyaratan integritas bagi Pihak Utama,
meliputi:
a. cakap melakukan perbuatan hukum;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik, paling sedikit
ditunjukkan dengan sikap mematuhi ketentuan yang
berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana dalam jangka
waktu tertentu sebelum dicalonkan, meliputi:
1) tindak pidana di sektor jasa keuangan yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 20
-10-
(dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan;
2) tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana
yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan/atau yang sejenis
KUHP di luar negeri dengan ancaman hukuman
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih yang
pidananya telah selesai dijalani dalam waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan;
dan/atau
3) tindak pidana lainnya dengan ancaman
hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih, antara lain korupsi, pencucian uang,
narkotika/psikotropika,
kepabeanan,
cukai,
di bidang perpajakan,
penyelundupan,
perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, pemalsuan
uang,
di bidang
kehutanan, di bidang lingkungan hidup, dan di
bidang kelautan dan perikanan, yang pidananya
telah selesai dijalani dalam waktu 20 (dua puluh)
tahun terakhir sebelum dicalonkan.
Yang dimaksud dengan sebelum dicalonkan
sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan
angka 3) adalah terhitung sejak yang bersangkutan
telah selesai menjalani hukuman pidana sampai
dengan tanggal surat permohonan LJKNB kepada
OJK;
c. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan dan mendukung kebijakan
OJK, antara lain dibuktikan dengan:
1) tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di
sektor jasa keuangan; dan
2)
tidak pernah melanggar peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
d. memiliki komitmen terhadap pengembangan LJKNB
yang sehat, antara lain dibuktikan dengan:
-11-
1) penyampaian rencana calon PSP dan/atau calon
Pengendali Perusahaan Perasuransian terhadap
pengembangan operasional LJKNB, yang paling
sedikit memuat arah dan strategi pengembangan
LJKNB, strategi dalam hal LJKNB yang akan
dimiliki dan/atau yang akan dikendalikannya
mengalami kesulitan keuangan, dan rencana
permodalan LJKNB untuk jangka waktu paling
singkat 3 (tiga) tahun;
2) tidak pernah melanggar komitmen yang telah
disepakati dengan instansi pembina dan
pengawas LJKNB yaitu perbuatan tidak
memenuhi komitmen untuk melaksanakan
sebagian atau seluruh komitmen yang
diperjanjikan yang dimuat dalam risalah rapat,
berita acara, atau yang dinyatakan dalam surat
pernyataan komitmen perusahaan, antara lain
tidak melaksanakan:
a) rekomendasi laporan hasil pemeriksaan;
b) program dalam rangka penyehatan LJKNB;
dan
c) penyelesaian kewajiban LJKNB kepada
kreditur,
debitur,
pemegang polis,
tertanggung, peserta, penerima jaminan,
dan/atau konsumen lainnya yang telah
disepakati;
3) memiliki komitmen untuk tidak melakukan
dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau
tindakan yang menyebabkan yang bersangkutan
tercantum dalam daftar pihak yang dilarang
sebagai Pihak Utama, bagi calon yang pernah
tercantum dalam daftar pihak yang dilarang
sebagai Pihak Utama;
4) tidak pernah melakukan perbuatan yang
memberikan keuntungan secara tidak wajar
kepada pemegang saham, Pihak Utama, pegawai,
-12-
dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau
mengurangi hak kreditur, debitur, pemegang
polis, tertanggung, peserta, penerima jaminan,
dan/atau konsumen lainnya;
5) tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak
sesuai dengan kewenangannya atau di luar
kewenangannya; dan/atau
6) tidak pernah dinyatakan tidak mampu
menjalankan kewenangannya; dan
e.
tidak termasuk sebagai pihak yang dilarang untuk
menjadi calon Pihak Utama.
B. Penilaian Persyaratan Reputasi Keuangan
1. Penilaian terhadap persyaratan reputasi keuangan
dilakukan untuk menilai kemampuan keuangan dan
menilai keterlibatan anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, Aktuaris Perusahaan,
dan Pengendali Perusahaan Perasuransian yang bukan
merupakan pemegang saham dalam kriteria penilaian
persyaratan reputasi keuangan.
2.
Kriteria penilaian persyaratan reputasi keuangan bagi
Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada angka 1,
meliputi:
a. tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
dan
b. tidak pernah dinyatakan pailit dan/atau tidak pernah
menjadi pemegang saham, Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang bukan merupakan pemegang
saham, anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum
dicalonkan.
3. Pengertian kredit macet sebagaimana dimaksud pada
angka 2 huruf a tidak termasuk kredit macet yang berasal
-13-
dari tagihan annual fee kartu kredit, biaya administrasi
kartu kredit, dan/atau tagihan lainnya terkait kartu kredit
yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit.
C. Persyaratan Kelayakan Keuangan
1. Penilaian terhadap persyaratan kelayakan keuangan
dilakukan untuk menilai kemampuan keuangan PSP atau
Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan
pemegang saham dalam kriteria faktor reputasi keuangan.
2.
Kriteria penilaian persyaratan kelayakan keuangan,
meliputi:
a. memiliki reputasi keuangan sebagaimana dimaksud
pada huruf B angka 2;
b. memiliki kemampuan keuangan yang dapat
mendukung perkembangan bisnis LJKNB, yaitu:
1)
posisi keuangan PSP perorangan yang mampu
mendukung perkembangan bisnis perusahaan,
disertai surat pernyataan dari PSP perorangan
bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan
keuangan, hal tersebut dapat disertai bukti
pendukung; dan
2)
posisi laporan keuangan tahunan terakhir yang
telah diaudit oleh akuntan publik bagi PSP
badan hukum, antara lain: posisi likuiditas,
posisi solvabilitas, posisi penempatan investasi,
posisi return on assets, dan posisi return on
equity; dan
c. memiliki komitmen untuk melakukan upaya yang
diperlukan apabila LJKNB menghadapi kesulitan
keuangan.
D. Persyaratan Kompetensi
1. Penilaian terhadap faktor kompetensi dilakukan untuk
menilai pengetahuan, kemampuan, pengalaman, dan
keahlian yang dimiliki anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
-14-
Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris
Perusahaan agar memadai dan relevan dengan jabatannya.
2.
Kriteria penilaian faktor kompetensi bagi anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan
Aktuaris Perusahaan, meliputi penilaian terhadap:
a. pengetahuan dan kemampuan pengelolaan strategis
yang dilakukan untuk memastikan bahwa:
1) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan memiliki pengetahuan yang
memadai dan relevan dengan jabatannya, antara
lain dibuktikan dengan:
a) pengetahuan mengenai struktur organisasi,
manajemen, uraian tugas, dan tanggung
jawab;
b) kemampuan potensial untuk melakukan
analisis proses bisnis, memimpin organisasi,
dan mengelola sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan organisasi;
c) pengetahuan dasar pengawasan meliputi
pengendalian internal, khusus bagi anggota
Dewan Komisaris dan anggota Dewan
Pengawas Syariah;
d) pengetahuan dasar terkait kepemimpinan
dan manajemen konflik khusus bagi anggota
Dewan Komisaris dan anggota Dewan
Pengawas Syariah; dan/atau
e) kemampuan melakukan evaluasi terhadap
kewajiban perusahaan atau aspek teknis
aktuaris lainnya;
2) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan memiliki pemahaman
-15-
terhadap peraturan perundang-undangan,
antara lain dibuktikan dengan:
a) pemahaman terhadap peraturan perundang-
undangan di sektor
diutamakan atas peraturan perundang-
undangan pada industri yang akan dijabat
oleh anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan;
b) pemahaman dasar terhadap peraturan
perundang-undangan lain yang relevan,
antara lain pemahaman atas peraturan
perundang-undangan di bidang perseroan
terbatas, OJK, kepailitan, dan tindak pidana
pencucian uang,
pelaksanaannya;
dan peraturan
3) anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan memiliki kemampuan
untuk melakukan pengelolaan strategis dalam
rangka pengembangan usaha yang sehat, antara
lain dibuktikan dengan:
a) bagi anggota Direksi, yaitu:
(1) merumuskan visi dan misi perusahaan;
(2) melakukan analisis situasi LJKNB;
(3) melakukan analisis perkembangan
kondisi internal LJKNB;
(4) menetapkan target yang harus dicapai
terkait jabatan yang diemban; dan
(5) merancang strategi jangka pendek,
menengah, dan panjang dalam rangka
mencapai sasaran perusahaan
termasuk kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan di masa
jasa keuangan,
-16-
yang akan datang, seperti kemampuan
untuk menyusun business plan
tahunan serta corporate plan jangka
menengah dan jangka panjang dengan
menggunakan asumsi yang realistis
dan terukur;
b) bagi anggota Dewan Komisaris, anggota
Dewan Pengawas Syariah, dan Auditor
Internal, yaitu:
(1) melakukan analisis dasar situasi
LJKNB;
(2) melakukan analisis perkembangan
kondisi internal LJKNB, antara lain
kondisi
kesehatan
keuangan
perusahaan, sumber daya manusia,
dan teknologi; dan
(3) melakukan analisis atas kebijakan
anggota Direksi;
c)
bagi Aktuaris Perusahaan, yaitu:
(1) melakukan analisis situasi perusahaan;
dan
(2) melakukan analisis perkembangan
kondisi internal perusahaan;
b. pengalaman di bidang LJKNB dan/atau bidang lain
yang relevan dengan jabatannya, antara lain
dibuktikan dengan:
1) pengalaman pada lembaga jasa keuangan yang
relevan; dan/atau
2) pengalaman pada jabatan yang relevan dengan
rencana yang bersangkutan akan diangkat atau
dipekerjakan; dan
c. keahlian di bidang LJKNB dan/atau bidang lain yang
relevan dengan jabatannya pada LJKNB.
-17-
IV. PROSEDUR PERMOHONAN DAN PERSYARATAN ADMINISTRATIF
A. Prosedur Permohonan
1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama diajukan oleh:
a. calon pemilik, pendiri, atau anggota Direksi LJKNB
dalam hal permohonan izin usaha LJKNB; dan
b. anggota Direksi LJKNB, dalam hal LJKNB telah
memperoleh izin usaha.
2. Dalam hal anggota Direksi LJKNB sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a atau huruf b tidak dapat
menjalankan fungsinya atau mempunyai benturan
kepentingan dengan LJKNB, permohonan diajukan oleh:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai
benturan kepentingan dengan LJKNB;
b. anggota Dewan Komisaris apabila seluruh anggota
Direksi tidak dapat menjalankan fungsinya atau
mempunyai benturan kepentingan dengan LJKNB;
atau
c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS apabila seluruh
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris tidak
dapat menjalankan fungsinya atau mempunyai
benturan kepentingan dengan LJKNB.
3. Permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2 diajukan kepada OJK dengan menggunakan
format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
4. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh
persetujuan menjadi Pihak Utama sebagaimana dimaksud
pada angka 3 harus dilengkapi dokumen persyaratan
administratif.
5. LJKNB melakukan pengisian
daftar pemenuhan
persyaratan administratif dengan menggunakan format 2
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
-18-
Edaran OJK ini.
6. LJKNB harus terlebih dahulu melakukan penilaian sendiri
(self assessment) terhadap anggota Direksi, pelaksana
tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota
Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris
Perusahaan sebelum diajukan kepada OJK dengan
menggunakan format 3 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
7. Penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud
pada angka 6 dilakukan oleh pihak yang memiliki fungsi
nominasi dan remunerasi pada masing-masing LJKNB.
8. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK terkait
perizinan telah tersedia, maka penyampaian surat
permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama
dan/atau dokumen persyaratan
administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4
disampaikan kepada OJK secara online.
9. Dalam hal sistem jaringan komunikasi data OJK belum
tersedia atau terjadi gangguan teknis pada saat
penyampaian permohonan untuk memperoleh persetujuan
menjadi Pihak Utama dan/atau dokumen persyaratan
administratif, permohonan dan/atau dokumen
persyaratan administratif dimaksud disampaikan kepada
OJK secara offline.
10. Penyampaian permohonan untuk memperoleh persetujuan
menjadi Pihak Utama dan/atau dokumen persyaratan
administratif secara offline sebagaimana dimaksud pada
angka 9, harus disampaikan dalam bentuk hardcopy dan
softcopy dalam bentuk compact disc (CD) atau media
penyimpanan data elektronik lainnya.
11. Apabila gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
angka 9 dialami oleh OJK, OJK mengumumkan melalui
situs web OJK pada hari yang sama saat terjadinya
gangguan teknis.
-19-
12. Pengajuan permohonan untuk memperoleh persetujuan
menjadi Pihak Utama bagi calon Pihak Utama yang
disampaikan oleh LJKNB harus mencantumkan jumlah
Pihak Utama sesuai dengan posisi jabatan yang dituju.
B. Dokumen Persyaratan Administratif
1. Kelengkapan
dokumen
persyaratan
administratif
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak
yang dicalonkan sebagai PSP orang perseorangan
dan/atau Pengendali Perusahaan Perasuransian orang
perseorangan yang merupakan pemegang saham, yaitu:
a.
daftar isian yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 4 huruf A sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
dengan melampirkan:
1) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu
tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih
berlaku;
2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga
negara Indonesia atau dokumen yang setara yang
berlaku bagi warga negara asing; dan
3) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan
ukuran 4x6 cm; dan
2. Kelengkapan
b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai
cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang
dicalonkan dengan menggunakan format 5 huruf A
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi
aspek integritas, aspek kelayakan keuangan, dan
tidak sedang menjalani proses penilaian kemampuan
dan kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan.
persyaratan
dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak
yang dicalonkan sebagai
Pengendali Perusahaan
administratif
-20-
Perasuransian
orang
perseorangan
merupakan pemegang saham, yaitu:
a.
yang bukan
daftar isian yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 4 huruf B sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
dengan melampirkan:
1) fotokopi dokumen identitas diri berupa kartu
tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih
berlaku;
2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga
negara Indonesia atau dokumen yang setara yang
berlaku bagi warga negara asing; dan
3) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru dengan
ukuran 4x6 cm; dan
3. Kelengkapan
b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai
cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang
dicalonkan dengan menggunakan format 5 huruf B
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi
aspek integritas, aspek reputasi keuangan, dan tidak
sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan
kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan.
persyaratan
dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak
yang dicalonkan sebagai PSP berbentuk badan hukum
dan/atau
Pengendali Perusahaan
Perasuransian
berbentuk badan hukum yang merupakan pemegang
saham, yaitu:
a.
daftar isian yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 4 huruf C sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
yang memuat data badan hukum, dengan
melampirkan:
administratif
-21-
1)
fotokopi dokumen pendirian berupa akta
pendirian badan hukum, termasuk perubahan
anggaran dasar terakhir yang disahkan instansi
berwenang atau dokumen yang setara bagi
badan usaha asing sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di negara asal; dan
2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi badan
hukum Indonesia atau dokumen yang setara
yang berlaku bagi badan hukum asing;
b. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah
diaudit oleh akuntan publik;
c.
daftar riwayat hidup anggota direksi dan anggota
dewan komisaris yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 6 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dengan
melampirkan:
1) data pribadi:
a)
fotokopi dokumen identitas diri berupa
kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor
yang masih berlaku;
b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga
negara Indonesia atau dokumen yang setara
yang berlaku bagi warga negara asing; dan
c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru
dengan ukuran 4x6 cm; dan
2) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan
bahasa asing; dan
d. surat pernyataan badan hukum yang diwakili oleh
direksi yang telah diisi lengkap dan bermeterai cukup
dengan menggunakan format 5 huruf A sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas,
aspek kelayakan keuangan, dan tidak sedang
menjalani proses penilaian kemampuan dan
-22-
4. Kelengkapan
kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan.
dokumen
persyaratan
administratif
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak
yang dicalonkan sebagai
Pengendali Perusahaan
Perasuransian berbentuk badan hukum yang bukan
merupakan pemegang saham, yaitu:
a.
daftar isian yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 4 huruf D sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
yang memuat data badan hukum, dengan
melampirkan:
1)
fotokopi dokumen pendirian berupa akta
pendirian badan hukum, termasuk perubahan
anggaran dasar terakhir yang disahkan instansi
berwenang atau dokumen yang setara bagi
badan usaha asing sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di negara asal; dan
2) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi badan
hukum Indonesia atau dokumen yang setara
yang berlaku bagi badan hukum asing;
b. daftar riwayat hidup anggota direksi dan anggota
dewan komisaris yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 6 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini dengan
melampirkan:
1) data pribadi:
a)
fotokopi dokumen identitas diri berupa
kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor
yang masih berlaku;
b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga
negara Indonesia atau dokumen yang setara
yang berlaku bagi warga negara asing; dan
c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru
dengan ukuran 4x6 cm; dan
-23-
2) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan
bahasa asing; dan
c. surat pernyataan badan hukum yang diwakili oleh
direksi yang telah diisi lengkap dan bermeterai cukup
dengan menggunakan format 5 huruf B sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini,
yang memuat pernyataan memenuhi aspek integritas,
aspek reputasi keuangan, dan tidak sedang menjalani
proses penilaian kemampuan dan kepatutan pada
suatu lembaga jasa keuangan.
5. Kelengkapan
dokumen
persyaratan
administratif
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4 bagi pihak
yang dicalonkan sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris
Perusahaan, yaitu:
a.
daftar riwayat hidup yang telah diisi lengkap dengan
menggunakan format 6 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini, dengan
melampirkan:
1) data pribadi:
a)
fotokopi dokumen identitas diri berupa
kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor
yang masih berlaku;
b) nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi warga
negara Indonesia atau dokumen yang setara
yang berlaku bagi warga negara asing; dan
c) 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru
dengan ukuran 4x6 cm;
2) dokumen riwayat pendidikan formal:
a)
fotokopi ijazah terakhir; dan
b) fotokopi sertifikat keahlian (jika ada);
3) dokumen pelatihan dan seminar yang pernah
diikuti (jika ada):
-24-
a)
fotokopi tanda lulus atau sertifikat
kehadiran pelatihan yang pernah diikuti;
dan
b) fotokopi sertifikat kehadiran seminar yang
pernah diikuti;
4) dokumen riwayat pekerjaan:
a) surat keterangan pengalaman bekerja;
b) surat rekomendasi dan/atau surat
pernyataan akan mengundurkan diri dari
LJKNB yang lama;
c) rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) khusus
bagi anggota Dewan Pengawas Syariah; dan
d) surat keterangan tidak mendapatkan sanksi
dari asosiasi (untuk Aktuaris Perusahaan);
5) penghargaan yang relevan dengan industri
keuangan yang pernah dicapai (jika ada); dan
6) keterampilan yang dikuasai dan penguasaan
bahasa asing;
b. surat pernyataan yang telah diisi lengkap, bermeterai
cukup, dan ditandatangani oleh pihak yang
dicalonkan sebagai anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, dan Aktuaris
Perusahaan dengan menggunakan format 5 huruf C
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini, yang memuat pernyataan memenuhi
aspek integritas, aspek reputasi keuangan, dan tidak
sedang menjalani proses penilaian kemampuan dan
kepatutan pada suatu lembaga jasa keuangan;
c.
tulisan mengenai rencana yang akan dilakukan
setelah diangkat pada jabatan yang dituju, meliputi:
1) visi dan misi;
2) program yang akan dilakukan selama menjabat;
dan
-25-
3) target yang akan dicapai selama menjabat; dan
d. surat pernyataan tidak terafiliasi dengan LJKNB, bagi
calon komisaris independen.
C. Daftar Pemenuhan Dokumen Persyaratan Administratif
1. Sebelum LJKNB menyampaikan dokumen persyaratan
administratif kepada OJK dalam permohonan pencalonan,
LJKNB harus terlebih dahulu melakukan pengisian daftar
pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud pada huruf A angka 5.
2. LJKNB harus menyampaikan hasil daftar pemenuhan
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
angka 1 kepada OJK yang ditandatangani oleh:
a. calon pemilik, pendiri, atau pejabat LJKNB yang
berwenang dalam hal permohonan izin pendirian
LJKNB; atau
b. pejabat LJKNB yang berwenang dalam hal LJKNB
telah memperoleh izin usaha.
3. Penyampaian hasil
daftar pemenuhan dokumen
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
angka 2 disertai penjelasan yang menyatakan bahwa
dokumen persyaratan administratif yang disampaikan:
a. lengkap dan benar baik jumlah, format, maupun
substansi; dan
b. menyatakan bahwa
dokumen
persyaratan
administratif berupa “pernyataan” dan “daftar isian”
adalah benar serta telah diisi dan ditandatangani oleh
calon yang diajukan.
4. Daftar pemenuhan persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud pada angka 2 disampaikan bersamaan dengan
penyampaian dokumen persyaratan administratif calon
yang diajukan.
D. Penilaian Sendiri (Self Assessment)
1. Penilaian sendiri (self assessment) terhadap anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
-26-
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, dan Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud
pada huruf A angka 6 dilakukan oleh LJKNB sebelum
diajukan kepada OJK yang terkait dengan:
a. penilaian pemenuhan persyaratan integritas, reputasi
keuangan, dan kompetensi terhadap calon anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, dan Aktuaris Perusahaan yang akan
diajukan. Penilaian paling sedikit mencakup penilaian
rekam jejak termasuk sanksi yang pernah diberikan
LJKNB, latar belakang pendidikan baik formal
maupun informal dan prestasi yang dicapai dalam
pelaksanaan tugas, kemampuan calon untuk
menduduki posisi yang akan dijabat, rangkap
jabatan,
serta
kepemilikan kredit dan/atau
pembiayaan macet; dan
b. pemenuhan persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Hasil penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada OJK pada
saat pengajuan permohonan.
E. Alamat Penyampaian
1. Surat permohonan untuk memperoleh persetujuan
menjadi Pihak Utama berikut dokumen persyaratan
administratif sebagaimana dimaksud pada huruf A angka
3 dan angka 4, dan hasil penilaian sendiri (self
assessment) sebagaimana dimaksud pada huruf D angka 2
disampaikan secara lengkap kepada OJK.
2. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh
persetujuan menjadi Pihak Utama berikut dokumen
persyaratan administratif, dan hasil penilaian sendiri (self
assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditujukan kepada alamat sebagai berikut:
a. bagi perusahaan pialang asuransi, perusahaan
-27-
pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian
asuransi:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Jasa Penunjang IKNB
Gedung Menara Merdeka
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
b. bagi LJKNB selain perusahaan pialang asuransi,
perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan
penilai kerugian asuransi:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur Kelembagaan dan Produk IKNB
Gedung Menara Merdeka
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
c. bagi LJKNB yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah:
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya Otoritas Jasa Keuangan
Up. Direktur IKNB Syariah
Gedung Menara Merdeka
Jl. Budi Kemuliaan I Nomor 2
Jakarta 10110
3. Dalam hal terdapat perubahan alamat kantor OJK untuk
penyampaian surat permohonan untuk memperoleh
persetujuan menjadi Pihak Utama berikut dokumen
persyaratan administratif, dan hasil penilaian sendiri (self
assessment) sebagaimana dimaksud pada angka 2, OJK
akan menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan
alamat melalui surat atau pengumuman.
-28-
V. TATA CARA PELAKSANAAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN
KEPATUTAN
A. Penilaian Administratif
1. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi
calon PSP dan/atau Pengendali Perusahaan Perasuransian
meliputi tahapan:
a. penilaian administratif; dan
b. penetapan hasil penilaian kemampuan dan
kepatutan.
2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi
calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, dan/atau Aktuaris Perusahaan meliputi
tahapan:
a. penilaian administratif; dan
b. penetapan hasil penilaian kemampuan dan
kepatutan.
3. Penilaian
administratif dilakukan untuk menilai
permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama telah memenuhi persyaratan integritas,
reputasi keuangan atau kelayakan keuangan, dan/atau
kompetensi.
4. Dalam hal dokumen persyaratan administratif yang
diterima OJK tidak lengkap, OJK meminta LJKNB untuk
melengkapi
dokumen
persyaratan
sebagaimana dimaksud pada Romawi IV huruf B dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
5. Dalam hal LJKNB tidak menyampaikan kekurangan
dokumen persyaratan administratif dalam jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada angka 4, LJKNB dianggap membatalkan
permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama.
6. OJK menyampaikan surat penolakan atas surat
permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama yang diajukan oleh LJKNB apabila dokumen
administratif
-29-
persyaratan administratif dinyatakan tidak benar.
7. Dalam rangka penilaian administratif pada pelaksanaan
penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud pada angka 3, OJK dapat meminta informasi
dan/atau surat rekomendasi atas Pihak Utama kepada
pihak lain yang berwenang.
B. Presentasi atau Pemaparan oleh Calon PSP atau Pengendali
Perusahaan Perasuransian
1. Dalam rangka penilaian administratif terhadap calon PSP
atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian, yang
bersangkutan harus melakukan presentasi
pemaparan.
atau
2. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian adalah pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah maka presentasi atau pemaparan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan apabila
dianggap perlu.
3. Presentasi atau pemaparan harus dilakukan oleh calon
PSP atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian
dalam rangka penilaian administratif sebagaimana
dimaksud pada angka 1, paling sedikit mengenai:
a. rencana calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian terhadap pengembangan LJKNB yang
akan dimiliki dan/atau yang akan dikendalikannya
paling singkat untuk 3 (tiga) tahun sejak dimiliki; dan
b.
strategi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian dalam hal LJKNB yang akan dimiliki
dan/atau yang akan dikendalikannya mengalami
kesulitan keuangan.
4. Pelaksanaan pemaparan atau presentasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilakukan melalui tatap muka
langsung di kantor OJK atau tempat lain yang ditetapkan
oleh OJK.
5. OJK memberitahukan jadwal pelaksanaan presentasi atau
pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 secara
-30-
tertulis kepada Direksi LJKNB paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah permohonan penilaian kemampuan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf
A angka 3 berikut dokumen persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 4
diterima oleh OJK secara lengkap.
6. Calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang tidak dapat hadir pada jadwal
pelaksanaan presentasi atau pemaparan yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 5 harus
menyampaikan pemberitahuan tertulis disertai alasan
yang layak kepada OJK paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum pelaksanaan penilaian kemampuan dan
kepatutan.
7. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada angka 6, OJK dapat memberikan 1 (satu)
kali kesempatan presentasi atau pemaparan dan
menyampaikan jadwal pelaksanaan presentasi atau
pemaparan yang baru kepada calon PSP atau calon
Pengendali Perusahaan Perasuransian.
8. Dalam hal berdasarkan pemberitahuan tertulis
sebagaimana dimaksud pada angka 6 OJK tidak memberi
kesempatan presentasi atau pemaparan kepada calon PSP
atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian atau
yang bersangkutan tidak hadir dalam pelaksanaan
presentasi atau pemaparan sesuai jadwal yang baru tanpa
pemberitahuan, OJK membatalkan permohonan untuk
memperoleh persetujuan menjadi Pihak Utama calon PSP
atau calon Pengendali Perusahaan Perasuransian tersebut.
9. OJK menyampaikan pemberitahuan pembatalan
permohonan calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian apabila alasan ketidakhadiran sebagaimana
dimaksud pada angka 6 tidak diterima atau yang
bersangkutan tidak menyampaikan pemberitahuan atas
ketidakhadirannya dalam presentasi atau pemaparan
sebagaimana dimaksud pada angka 6.
-31-
10. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian tidak hadir dalam pelaksanaan presentasi
atau pemaparan tanpa disertai pemberitahuan atau
disertai pemberitahuan namun alasan ketidakhadirannya
tidak dapat diterima oleh OJK, maka OJK menetapkan
yang bersangkutan tidak disetujui untuk menjadi PSP atau
Pengendali Perusahaan Perasuransian.
11. Presentasi atau pemaparan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan dalam Bahasa Indonesia.
12. Calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang tidak dapat berbahasa Indonesia
harus menyediakan sendiri jasa penerjemah dalam
pelaksanaan presentasi atau pemaparan.
13. Dalam hal calon PSP atau calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian berbentuk badan hukum, presentasi atau
pemaparan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
dilakukan oleh direksi badan hukum tersebut atau direksi
badan hukum lain dalam kelompok usahanya atau pemilik
dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut
(ultimate shareholders).
14. Dalam hal direksi badan hukum lain dalam kelompok
usahanya atau pemilik dan pengendali terakhir dari badan
hukum tersebut (ultimate shareholders) sebagaimana
dimaksud pada angka 13 berhalangan hadir, maka dapat
diwakili oleh pejabat lain 1 (satu) tingkat di bawah direksi
berdasarkan penunjukan surat kuasa (power of attorney).
C. Klarifikasi Calon Anggota Direksi, Pelaksana Tugas Pengurus,
Anggota Dewan Komisaris, Anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan
1. Berdasarkan hasil penilaian administratif yang dilakukan
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 2 huruf a
serta informasi dan/atau surat rekomendasi yang
diperoleh oleh OJK atas Pihak Utama dari pihak lain yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 7,
OJK dapat menetapkan calon anggota Direksi, pelaksana
-32-
tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris
Perusahaan yang memerlukan proses klarifikasi, apabila:
a. terdapat informasi negatif mengenai calon anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan;
b. calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas
Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan
belum mempunyai pengalaman pada LJKNB di
Indonesia yang relevan dengan jabatan yang dituju
dan mempertimbangkan posisi jabatan, ukuran,
kompleksitas, dan/atau permasalahan LJKNB tempat
yang bersangkutan akan dicalonkan; dan/atau
c. calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas
Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan
pernah ditetapkan tidak disetujui dalam pencalonan
sebelumnya.
2. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi
Perusahaan Perasuransian,
bagi
Lembaga Penjamin,
Perusahaan Pembiayaan, PMV, dan Perusahaan
Pergadaian berdasarkan pengalaman calon anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b dilaksanakan
berdasarkan kriteria pada tabel 1 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
3. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi bagi Dana
Pensiun Pemberi Kerja berdasarkan pengalaman calon
anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, atau
calon anggota Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b dilaksanakan
-33-
berdasarkan kriteria pada tabel 2 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
4. Ketentuan perlunya pelaksanaan klarifikasi bagi Dana
Pensiun Lembaga Keuangan berdasarkan pengalaman
calon pelaksana tugas pengurus atau anggota Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf b dilaksanakan berdasarkan kriteria pada tabel 3
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
5. OJK melakukan klarifikasi calon anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka
1 untuk mendapatkan penjelasan dari yang bersangkutan
atas informasi yang diperoleh OJK atau untuk melakukan
penilaian atas pengalaman atau keahlian yang
bersangkutan.
6. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan harus
menghadiri pelaksanaan klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 melalui tatap muka langsung di
kantor OJK atau tempat lain yang ditetapkan oleh OJK.
7. OJK memberitahukan jadwal pelaksanaan klarifikasi
sebagaimana dimaksud pada angka 1 secara tertulis
kepada Direksi LJKNB paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja setelah permohonan penilaian kemampuan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf
A angka 3 berikut dokumen persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Romawi IV huruf A angka 4
diterima oleh OJK secara lengkap.
8. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang tidak
-34-
dapat hadir pada jadwal pelaksanaan klarifikasi yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 7 harus
menyampaikan pemberitahuan tertulis disertai alasan
yang layak kepada OJK paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum pelaksanaan penilaian kemampuan dan
kepatutan.
9. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada angka 8, OJK dapat memberikan 1 (satu)
kali kesempatan klarifikasi dan menyampaikan jadwal
pelaksanaan klarifikasi yang baru kepada calon anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan.
10. Dalam hal berdasarkan pemberitahuan tertulis
sebagaimana dimaksud pada angka 8 OJK tidak memberi
kesempatan klarifikasi kepada calon anggota Direksi,
pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan Komisaris,
anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau
Aktuaris Perusahaan atau yang bersangkutan tidak hadir
dalam pelaksanaan klarifikasi sesuai jadwal yang baru
tanpa pemberitahuan, OJK membatalkan pelaksanaan
penilaian kemampuan dan kepatutan yang bersangkutan.
11. OJK menyampaikan pemberitahuan pembatalan
permohonan untuk memperoleh persetujuan menjadi
Pihak Utama calon anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris
Perusahaan apabila alasan ketidakhadiran sebagaimana
dimaksud pada angka 8 tidak diterima atau yang
bersangkutan tidak menyampaikan pemberitahuan atas
ketidakhadirannya dalam klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada angka 8.
12. Dalam hal calon anggota Direksi, pelaksana tugas
pengurus, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris
Perusahaan tidak hadir dalam pelaksanaan klarifikasi
-35-
tanpa disertai pemberitahuan atau disertai pemberitahuan
namun alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima
oleh OJK, maka OJK menetapkan yang bersangkutan
tidak disetujui dan dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan kemampuan dan kepatutan.
13. Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
dalam Bahasa Indonesia.
14. Calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota
Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang tidak
dapat berbahasa Indonesia harus menyediakan sendiri
jasa penerjemah dalam pelaksanaan klarifikasi.
VI. PENGHENTIAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN
1. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan calon
Pihak Utama LJKNB apabila calon tersebut menjalani:
a. proses hukum;
b. proses penilaian kemampuan dan kepatutan di OJK;
dan/atau
c. proses penilaian kembali karena terdapat indikasi
permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi
keuangan, dan/atau kompetensi pada suatu lembaga jasa
keuangan.
2. Yang dimaksud menjalani proses hukum sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf a adalah apabila calon Pihak
Utama sedang menjalani proses kepailitan, proses penyidikan,
atau proses peradilan (termasuk banding dan kasasi) dalam
perkara yang meliputi:
a. tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan;
b. tindak pidana kejahatan yaitu tindak pidana yang
tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan/atau yang sejenis KUHP di luar negeri
dengan ancaman hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun
atau lebih; dan/atau
c. tindak pidana lainnya dengan ancaman hukuman pidana
penjara 1 (satu) tahun atau lebih, antara lain korupsi,
-36-
pencucian uang, narkotika/ psikotropika, penyelundupan,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan
senjata gelap, terorisme, pemalsuan uang, di bidang
perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan
hidup, dan di bidang kelautan dan perikanan.
3. Yang dimaksud menjalani proses penilaian kemampuan dan
kepatutan di OJK sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf
b adalah apabila calon Pihak Utama sedang diajukan
permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan kepada OJK
sebagai calon Pihak Utama pada suatu lembaga jasa keuangan.
4. OJK menghentikan penilaian kemampuan dan kepatutan
terhadap calon Pihak Utama yang menjalani proses penilaian
kemampuan dan kepatutan di OJK sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b atas pencalonan yang terakhir diajukan
LJKNB kepada OJK.
5. Yang dimaksud dengan menjalani proses penilaian kembali
karena terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan
keuangan atau reputasi keuangan, dan/atau kompetensi pada
suatu LJKNB sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c
adalah apabila calon Pihak Utama sedang dalam proses
penilaian kembali karena terdapat indikasi permasalahan
integritas, kelayakan keuangan atau reputasi keuangan,
dan/atau kompetensi dalam kapasitas yang bersangkutan
sebagai pihak yang memiliki, mengelola, mengawasi, dan/atau
mempunyai pengaruh yang signifikan pada LJKNB.
6. OJK memberitahukan secara tertulis penghentian penilaian
kemampuan dan kepatutan kepada LJKNB yang mengajukan
pencalonan.
VII. TATA CARA PENETAPAN HASIL PENILAIAN KEMAMPUAN DAN
KEPATUTAN DAN KONSEKUENSI
A. Klasifikasi Hasil Penilaian
1. Hasil
penilaian
kemampuan
dan
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) predikat sebagai berikut:
a. disetujui; atau
b. tidak disetujui.
kepatutan
-37-
2. Calon Pihak Utama yang memperoleh predikat disetujui
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dinyatakan
memenuhi persyaratan dan memperoleh persetujuan dari
OJK untuk menjadi Pihak Utama pada LJKNB yang
mengajukan pencalonan.
3. Calon Pihak Utama yang memperoleh predikat tidak
disetujui sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dan tidak
memperoleh persetujuan dari OJK untuk menjadi Pihak
Utama pada LJKNB yang mengajukan pencalonan.
B. Penetapan dan Penyampaian Hasil Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan
1. OJK menetapkan hasil penilaian kemampuan dan
kepatutan terhadap calon Pihak Utama paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
2. Dalam hal proses penilaian kemampuan dan kepatutan
calon Pihak Utama dilakukan pada saat permohonan izin
pendirian, penggabungan, dan/atau peleburan LJKNB,
OJK memberikan penetapan hasil penilaian kemampuan
dan kepatutan dalam jangka waktu sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai pemberian izin
pendirian, penggabungan, dan/atau peleburan LJKNB.
3. Yang dimaksud dengan izin pendirian sebagaimana
dimaksud pada angka 2 adalah:
a. pengesahan Dana Pensiun; atau
b.
izin usaha Perusahaan Perasuransian, Perusahaan
Pembiayaan, Lembaga Penjamin, PMV, atau
Perusahaan Pergadaian.
4. Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan berupa
predikat disetujui atau predikat tidak disetujui atas
permohonan calon Pihak Utama sebagaimana dimaksud
pada huruf A angka 1 disampaikan secara tertulis
kepada LJKNB yang mengajukan pencalonan.
-38-
5. OJK dapat memberitahukan hasil penilaian kemampuan
dan kepatutan kepada pihak yang berkepentingan dalam
rangka pelaksanaan fungsi, tugas, wewenang OJK atau
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan antara
lain pemerintah, pemegang saham lembaga jasa
keuangan, atau pihak lain yang dianggap perlu oleh OJK.
C. Konsekuensi Hasil Penilaian
1. Bagi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang merupakan pemegang saham yang
memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud
pada huruf A angka 1 huruf a oleh OJK, maka yang
bersangkutan dapat melakukan pembelian saham
LJKNB.
2. Bagi calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang merupakan pemegang saham yang
memperoleh predikat tidak disetujui sebagaimana
dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b oleh OJK
namun telah memiliki saham LJKNB, maka:
a. yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan
sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan dan
tidak melakukan Pengendalian; dan
b. dilakukan pembatasan atas hak pemegang saham
pada LJKNB yang bersangkutan yaitu hak pemegang
saham hanya diakui sebesar jumlah saham awal
sebelum penambahan saham yang menyebabkan
yang bersangkutan menjadi calon PSP dan calon
Pengendali Perusahaan Perasuransian yang
merupakan pemegang saham.
3. Yang dimaksud dengan mengalihkan kepemilikan
sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a adalah mengalihkan
kepemilikan sahamnya pada LJKNB yang bersangkutan
sehingga yang bersangkutan tidak lagi memenuhi kriteria
sebagai calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang merupakan pemegang saham.
-39-
4. Pengalihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a harus dilakukan paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal penolakan dari OJK.
5. Yang dimaksud dengan hak pemegang saham
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b misalnya,
hak
untuk menghadiri,
perhitungan
kuorum,
mengeluarkan suara dalam RUPS, dan hak menerima
dividen yang dibagikan.
6. Dalam hal calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan
Perasuransian yang merupakan pemegang saham tidak
melakukan pengalihan kepemilikan saham dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka hak
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 5
atas seluruh saham yang dimilikinya tidak diakui sampai
dengan yang bersangkutan melakukan pengalihan
kepemilikan saham.
7. OJK dapat menetapkan pihak yang tidak diperbolehkan
menerima pengalihan saham sebagaimana dimaksud
pada angka 2 huruf a.
8. Pihak yang tidak diperbolehkan menerima pengalihan
saham sebagaimana dimaksud pada angka 7 adalah
pihak yang terafiliasi dengan calon PSP dan calon
Pengendali Perusahaan Perasuransian yang merupakan
pemegang saham, yang terdiri dari:
a. pihak yang memiliki hubungan keluarga sampai
dengan derajat kedua dengan calon PSP dan calon
Pengendali Perusahaan Perasuransian yang
merupakan pemegang saham termasuk kepada
kelompok usahanya;
b. pihak yang merupakan pengendali dari calon PSP
dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang
merupakan pemegang saham yang bersangkutan;
c. pihak dimana calon PSP dan calon Pengendali
Perusahaan Perasuransian yang merupakan
pemegang saham bertindak sebagai pengendali; dan
d. pihak yang memiliki ketergantungan keuangan
-40-
(financial interdependence) dengan calon PSP dan
calon Pengendali Perusahaan Perasuransian yang
merupakan pemegang saham.
9. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai
dengan derajat kedua sebagaimana dimaksud pada
angka 8 huruf a adalah hubungan baik vertikal maupun
horizontal, termasuk mertua, menantu, dan ipar,
meliputi:
a. orang tua kandung/tiri/angkat;
b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau
istrinya;
c. anak kandung/tiri/angkat;
d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. cucu kandung/tiri/angkat;
f.
g.
saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta
suami atau istrinya;
suami/istri;
h. mertua;
i.
besan;
j.
suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. kakek/nenek dari suami/istri;
l.
suami/istri
dan/atau
dari
cucu
m. saudara kandung/tiri/angkat
beserta suami atau istrinya.
kandung/tiri/angkat;
dari
suami/istri
10. LJKNB wajib melaporkan pengalihan kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a kepada
OJK dengan mengacu kepada ketentuan yang mengatur
mengenai pelaporan perubahan anggaran dasar terkait
perubahan kepemilikan yang berlaku pada LJKNB.
11. Dalam hal pengalihan kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud pada angka 2 huruf a dilakukan dengan cara
mengalihkan saham kepada pihak yang tidak
diperbolehkan menerima pengalihan saham sebagaimana
dimaksud pada angka 8, maka:
a. pengalihan
tersebut
tidak
dianggap sebagai
-41-
pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 huruf a;
b. LJKNB dilarang melakukan pencatatan atas pihak
yang menerima pengalihan tersebut dalam daftar
pemegang saham LJKNB; dan
c. pihak yang menerima pengalihan tidak memperoleh
haknya sebagai pemegang saham.
12. OJK membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada huruf A angka 1 huruf a, apabila setelah
persetujuan diberikan:
a. diketahui bahwa informasi atau dokumen yang
disampaikan dalam proses penilaian kemampuan
dan kepatutan tidak benar sehingga menjadi tidak
memenuhi persyaratan; dan/atau
b. terdapat informasi yang diperoleh dari otoritas lain
yang mengakibatkan pihak yang telah disetujui
menjadi tidak memenuhi persyaratan.
13. Bagi calon anggota Direksi, pelaksana tugas pengurus,
anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas
Syariah, Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan yang
memperoleh predikat disetujui sebagaimana dimaksud
pada huruf A angka 1 huruf a oleh OJK, harus diangkat
dalam jabatannya sesuai dengan jabatan yang diajukan
pada saat pengajuan penilaian kemampuan dan kepatutan
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya
hasil penilaian kemampuan dan kepatutan.
14. Dalam hal setelah lewatnya jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 13, Pihak Utama yang memperoleh
predikat disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf A
angka 1 huruf a oleh OJK belum diangkat, maka LJKNB
yang mengajukan pencalonan memberitahukan kepada
OJK alasan belum diangkatnya Pihak Utama dimaksud
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 13.
15. LJKNB wajib melaporkan pengangkatan calon anggota
Direksi, pelaksana tugas pengurus, anggota Dewan
-42-
Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana
dimaksud pada angka 13 kepada OJK dengan mengacu
kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan
perubahan Pihak Utama terkait perubahan kepengurusan
yang berlaku pada LJKNB.
16. Bagi calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota Dewan Pengawas
Syariah yang tidak disetujui oleh OJK sebagaimana
dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b namun telah
diangkat sebagai anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas Syariah,
LJKNB wajib
menyelenggarakan RUPS untuk
membatalkan pengangkatan yang bersangkutan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
yang
bersangkutan
permohonannya.
17. Bagi calon pelaksana tugas pengurus, Auditor Internal,
atau Aktuaris Perusahaan yang tidak disetujui oleh OJK
sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 huruf b
namun telah diangkat sebagai pelaksana tugas pengurus,
Auditor Internal, atau Aktuaris Perusahaan, LJKNB
harus membatalkan pengangkatan yang bersangkutan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal yang bersangkutan dinyatakan tidak disetujui
permohonannya.
18. LJKNB wajib melaporkan penyelenggaraan RUPS untuk
membatalkan pengangkatan anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada angka 16 dan pembatalan
pengangkatan pelaksana tugas pengurus, Auditor
Internal, atau Aktuaris Perusahaan sebagaimana
dimaksud pada angka 17 kepada OJK dengan mengacu
kepada ketentuan yang mengatur mengenai pelaporan
perubahan Pihak Utama yang berlaku pada LJKNB.
dinyatakan
tidak
disetujui
-43-
VIII. MEKANISME PENGENAAN SANKSI
A. Ketentuan
Sanksi
bagi
Perusahaan
Perasuransian,
Perusahaan Pembiayaan, Lembaga Penjamin, atau PMV
1. Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan,
Lembaga Penjamin, atau PMV yang melanggar ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Peraturan OJK
Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan
dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa
Keuangan, dikenakan sanksi administratif secara
bertahap berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau
seluruh kegiatan usaha; atau
c. pencabutan izin usaha.
2. Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK
dapat memberikan sanksi tambahan berupa:
a. penurunan tingkat kesehatan;
b. pembatalan hasil
kepatuan;
penilaian kemampuan dan
c. perintah penggantian manajemen;
d. pencantuman manajemen dalam daftar pihak yang
dilarang untuk menjadi Pihak Utama; dan/atau
pendaftaran,
e. pembatalan
pengesahan.
persetujuan,
dan
3. Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a diberikan secara tertulis oleh OJK kepada
Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan,
Lembaga Penjamin, atau PMV sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling
lama 60 (enam puluh) hari.
4. Dalam hal sebelum berakhirnya masa berlaku sanksi
peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan,
Lembaga Penjamin, atau PMV telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK mencabut
sanksi peringatan.
-44-
5. Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan ketiga
sebagaimana dimaksud pada angka 3 berakhir dan
Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan,
Lembaga Penjamin, atau PMV tetap tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK
mengenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk
sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b.
6. Pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf b diberikan secara tertulis dan berlaku untuk jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak surat pembatasan kegiatan
usaha ditetapkan.
7. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembatasan
kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada angka 6, Perusahaan
Perasuransian,
Perusahaan Pembiayaan, Lembaga
Penjamin, atau PMV telah memenuhi ketentuan maka OJK
mencabut sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk
sebagian atau seluruh kegiatan usaha.
8. Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruh
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 6,
Perusahaan Perasuransian, Perusahaan Pembiayaan,
Lembaga Penjamin, atau PMV tetap tidak memenuhi
ketentuan, maka OJK mencabut izin usaha Perusahaan
Perasuransian,
Perusahaan Pembiayaan, Lembaga
Penjamin, atau PMV yang bersangkutan.
B. Ketentuan Sanksi bagi Dana Pensiun atau Perusahaan
Pergadaian
1. Dana Pensiun atau Perusahaan Pergadaian yang
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 31 Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak
Utama Lembaga Jasa Keuangan dikenakan dikenakan
-45-
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberian perintah tertulis untuk mengganti Direksi,
pelaksana tugas pengurus, dan/atau Dewan
Komisaris.
2. Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sejak surat peringatan tertulis ditetapkan.
3. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan
tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2, Dana
Pensiun atau Perusahaan Pergadaian telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, OJK
mencabut sanksi peringatan.
4. Dalam hal setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut Dana Pensiun atau Perusahaan
Pergadaian tetap tidak memenuhi ketentuan maka OJK
memberikan perintah tertulis untuk mengganti Direksi,
pelaksana tugas pengurus, dan/atau Dewan Komisaris.
IX. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2016
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 31/SEOJK.05/2016 </reg_id>
<reg_title> PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2016 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2016 </effective_date>
<related_reg> '27/POJK.03/2016 | Pasal 35' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
Yth.
1. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan Syariah; dan
2. Direksi atau yang setara pada Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai
Unit Usaha Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
Sehubungan dengan amanat Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal
10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2013 tentang
Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5443) dan mengingat adanya tambahan informasi
yang diperlukan terkait dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6320), diperlukan perubahan
terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/SEOJK.05/2016
tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha
Syariah dari Perusahaan Pembiayaan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. Beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan
Syariah dan Unit Usaha Syariah dari Perusahaan Pembiayaan diubah
sebagai berikut:
-2-
1. Ketentuan angka 2 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa.
2. Ketentuan angka 4 Romawi I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
4. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit
kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang
melaksanakan Pembiayaan Syariah dan/atau berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor yang melaksanakan pembiayaan
syariah.
3. Ketentuan angka 4 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
4. Penyampaian Laporan Bulanan dilakukan secara dalam
jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
4. Ketentuan angka 5 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis pada saat batas waktu
penyampaian Laporan Bulanan sehingga:
a. Perusahaan Syariah tidak dapat menyampaikan Laporan
Bulanan secara dalam jaringan (online); dan/atau
b. OJK tidak dapat menerima Laporan Bulanan secara dalam
jaringan (online),
maka Perusahaan Syariah wajib menyampaikan Laporan
Bulanan secara luar jaringan (offline) paling lambat pada hari
kerja berikutnya dalam bentuk salinan elektronik (soft file)
disertai dengan bukti validasi dan dikirimkan kepada OJK
melalui surat yang ditandatangani oleh direksi dan ditujukan
kepada:
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktur Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40, Jakarta, 12710
5. Ketentuan angka 7 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
-3-
7. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline)
sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan dengan
salah satu cara sebagai berikut:
a. diserahkan langsung ke kantor OJK; atau
b. dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman,
sesuai dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 5.
6. Ketentuan angka 8 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
8. Penyampaian Laporan Bulanan secara luar jaringan (offline)
disampaikan kepada OJK pada hari kerja dan jam kerja OJK.
7. Ketentuan angka 9 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
9. Perusahaan Syariah dinyatakan telah menyampaikan Laporan
Bulanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk penyampaian secara dalam jaringan (online) melalui
sistem jaringan komunikasi data OJK dibuktikan dengan
tanda terima dari sistem jaringan komunikasi data OJK;
atau
b. untuk penyampaian secara luar jaringan (offline),
dibuktikan dengan tanda terima dari OJK.
8. Ketentuan angka 10 Romawi V diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
10. Pertanyaan yang berkaitan dengan penyampaian Laporan
Bulanan dapat disampaikan kepada:
Helpdesk OJK
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 19
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav.40, Jakarta, 12710
Telepon: 021-29600000 ekstensi 7000
Surat elektronik (email): helpdesk@ojk.go.id
9. Ketentuan angka 1 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1.
Kewajiban Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha
Syariah untuk menyampaikan Laporan Bulanan sesuai dengan
bentuk, susunan, dan tata cara penyampaian yang diatur
dalam Surat Edaran OJK ini dimulai untuk periode laporan
bulan Juni 2020, yang disampaikan dengan waktu
penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Romawi III.
-4-
10. Ketentuan angka 2 Romawi VII diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Perusahaan harus melakukan uji coba penyampaian Laporan
Bulanan sesuai dengan bentuk, susunan, dan tata cara
penyampaian Laporan Bulanan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran OJK ini untuk periode laporan bulan Maret 2020 sampai
dengan periode laporan bulan Mei 2020.
11. Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
12. Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
13. Lampiran III diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
14. Lampiran IV diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran OJK ini.
II. Surat Edaran OJK ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2020.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
-0 -
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1 -
BENTUK, SUSUNAN, DAN PEDOMAN
PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
DAFTAR ISI
BAB I
: PENJELASAN UMUM
A. Tujuan Pelaporan
B. Asas Pelaporan
C. Penyajian Transaksi Valuta Asing
D. Pengisian Formulir Laporan
BAB II
: PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN
A. Jenis Valuta
B. Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
C. Kualitas
D. Golongan Penerbit/Tertarik
E. Golongan Pembeli
F. Golongan Konsumen
G. Golongan Penyedia Dana
H. Hubungan Dengan Perusahaan Syariah
I. Jangka Waktu
J. Saldo Aset Produktif (Outstanding Principal)Pokok
K. Saldo Aset Produktif (Outstanding Principal)Neto
BAB III
: PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH
A. Formulir 0000-Profil Perusahaan Syariah
B. Formulir 0010 - Rincian Izin Usaha
C. Formulir 0020 - Rincian Kantor Cabang
D. Formulir 0025 -Rincian Kantor Selain Kantor Cabang
E. Formulir 0030 - Rincian Pemegang Saham dan
Pemegang Saham Derajat Kedua
F. Formulir 0035 - Rincian Kepengurusan
G. Formulir 0036 Rincian Pihak Terkait
H. Formulir 0041 -Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
I. Formulir 0043 -Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan
Fungsi
3
3
3
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
6
7
8
8
9
9
20
22
23
27
31
34
36
40
-2 -
J. Formulir 0046 -Rincian Tenaga Kerja Asing
BAB IV : LAPORAN KEUANGAN BULANAN PERUSAHAAN SYARIAH
A. Formulir 1100 - Laporan Posisi Keuangan
B. Formulir 1110 - Rekening Administratif
C. Formulir 1200 - Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain
D. Formulir 1300 - Laporan Arus Kas
E. Formulir 2100 - Rincian Pembiayaan yang Diberikan
44
47
47
87
91
105
124
F. Formulir 2200 - Rincian Surat Berharga yang Dimiliki 139
G. Formulir 2300 - Rincian Penyertaan Modal
H. Formulir 2490 - Rincian Rupa-Rupa Aset
I.
Formulir 2550 - Rincian Pendanaan yang Diterima
J. Formulir 2600 - Rincian Surat Berharga yang
Diterbitkan
K. Formulir 2790 - Rincian Rupa-Rupa Liabilitas
L. Formulir 3010- Rincian Instrumen Derivatif untuk
Lindung Nilai Syariah
M. Formulir 3020 - Rincian Penyaluran Kerja Sama
Pembiayaan Porsi Pihak Ketiga
N. Formulir 5310 - Laporan Analisis Kesesuaian Aset dan
Liabilitas
144
147
149
155
161
163
167
171
-3 -
BAB I
PENJELASAN UMUM
A. TUJUAN PELAPORAN
Laporan Bulanan yang disusun menurut sistematika yang ditetapkan
dalam Lampiran ini dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyusun
data statistik Perusahaan Syariah secara individual maupun gabungan
dalam rangka:
1. pengaturan dan pengawasan Perusahaan Syariah;
2. pembentukan statistik untuk keperluan analisis industri Perusahaan
Syariah; dan
3. pemenuhan keperluan internal Perusahaan Syariah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Perusahaan Syariah wajib
menyampaikan laporan secara benar, lengkap, dan sesuai dengan batas
waktu yang ditetapkan.
B. ASAS PELAPORAN
Dalam sistem pelaporan ini dianut asas sebagai berikut:
1. Dasar penyusunan
Penyusunan Laporan Bulanan didasarkan pada ketentuan yang
ditetapkan oleh OJK dan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan
serta Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Akuntansi
transaksi Perusahaan Syariah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
2. Pemisahan antara laporan posisi keuangan dan rekening
administratif
Semua pos yang merupakan aset, liabilitas, dan modal Perusahaan
Syariah dilaporkan dalam laporan posisi keuangan. Pos-pos yang
masih merupakan komitmen dan kontijensi serta catatan-catatan
lainnya dilaporkan dalam rekening administratif.
3. Pemisahan transaksi dengan Bank dan Pemerintah Pusat
Dalam sistem pelaporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi baik
antara Perusahaan Syariah dengan Bank, maupun antara
Perusahaan Syariah dengan Pemerintah Pusat.
Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-
undangan tentang perbankan.
-4 -
4. Pemisahan penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident)
Dalam sistem laporan ini dianut prinsip pemisahan transaksi yang
dilakukan antara Perusahaan Syariah dengan penduduk (resident)
dan bukan penduduk (nonresident).
a. Penduduk (resident)
Penduduk (resident) adalah perseorangan, badan, lembaga, dan
perusahaan yang berdomisili di Indonesia lebih dari satu tahun
dan kegiatan utamanya (center of interest) melakukan konsumsi,
produksi, dan transaksi ekonomi lainnya di Indonesia, termasuk
perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta
anggota stafnya yang berstatus diplomatik.
b. Bukan Penduduk (nonresident)
Bukan penduduk (nonresident) adalah perseorangan, badan,
lembaga, dan perusahaan yang tidak berdomisili di Indonesia
atau berdomisili di Indonesia paling lama satu tahun dan
kegiatan utamanya (center of interest) tidak di Indonesia,
termasuk perwakilan negara asing di Indonesia beserta stafnya
yang berstatus diplomatik.
C. PENYAJIAN TRANSAKSI VALUTA ASING
Laporan keuangan harus disajikan dalam mata uang rupiah. Aset,
liabilitas, modal, dan rekening administratif dalam valuta asing, yang
selanjutnya disebut valas, yang dimiliki Perusahaan Syariah harus
dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan Kurs Tengah Bank
Indonesia yang berlaku pada akhir periode laporan. Kurs tengah adalah
kurs jual ditambah kurs beli dibagi dua.
D. PENGISIAN FORMULIR LAPORAN
Pengisian formulir laporan dilakukan dengan cara memasukkan data
secara otomatis dalam bentuk alfanumerik dengan menggunakan program
data entry dan seluruh laporan keuangan disajikan dalam satuan Rupiah
penuh kecuali dinyatakan lain dalam satuan valas penuh, contoh
123000000000.
-5 -
BAB II
PENJELASAN UMUM KOLOM DAFTAR RINCIAN
A. JENIS VALUTA
Jenis valuta adalah jenis mata uang yang digunakan dalam melakukan
transaksi antara Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak lain.
Dalam hal transaksi yang diperjanjikan menggunakan valas (sebagaimana
tercantum dalam perjanjian) namun realisasinya dalam rupiah, transaksi
tersebut diperlakukan sebagai transaksi dalam valas.
B. MARGIN/BAGI HASIL/IMBAL JASA
Margin/bagi hasil/imbal jasa adalah nilai atau persentase pendapatan
atas pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan oleh
Perusahaan Syariah pelapor, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
jika kegiatan pembiayaan jual beli, maka pelapor menggunakan
pilihan margin;
2.
3.
jika kegiatan pembiayaan investasi syariah, maka pelapor
menggunakan pilihan bagi hasil; atau
jika kegiatan pembiayaan jasa, maka pelapor menggunakan pilihan
imbal jasa.
Apabila dalam satu rekening diberikan beberapa margin/bagi hasil/imbal
jasa, kolom nilai diisi nilai tertinggi. Untuk margin/bagi hasil/imbal jasa
diisi dengan dua angka di belakang koma, contoh margin/bagi
hasil/imbal jasa 12,50% ditulis 12.50. Untuk jenis transaksi yang tidak
diberikan margin/bagi hasil/imbal jasa, kolom nilai dikosongkan.
Kolom nilai diisi sebagai berikut:
1.
2.
jika pilihan margin, maka kolom nilai diisi nominal margin;
jika pilihan bagi hasil, maka kolom nilai diisi persentase bagi hasil;
atau
3.
jika pilihan imbal jasa, maka kolom nilai diisi nominal imbal jasa.
C. KUALITAS
Kualitas adalah kualitas aset produktif yang dinilai dengan kriteria sesuai
dengan Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Syariah , dengan penggolongan kualitas sebagai berikut:
1. Lancar
2. Dalam Perhatian Khusus
3. Kurang Lancar
-6 -
4. Diragukan
5. Macet
D. GOLONGAN PENERBIT/TERTARIK
Golongan penerbit/tertarik adalah kategori pihak ketiga yang menerbitkan
dan/atau bertanggung jawab terhadap pelunasan surat berharga yang
dimiliki Perusahaan Syariah pelapor.
E. GOLONGAN PEMBELI
Golongan pembeli adalah kategori pihak ketiga yang membeli surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor. Dalam hal
surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor adalah
atas unjuk, golongan pembeli adalah pihak yang pertama kali membeli
surat berharga tersebut pada saat diterbitkan.
F. GOLONGAN KONSUMEN
Golongan konsumen adalah kategori pihak yang menerima fasilitas
pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor atau pihak yang memiliki
kewajiban kepada Perusahaan Syariah pelapor.
G. GOLONGAN PENYEDIA DANA
Golongan penyedia dana adalah kategori pihak yang memberikan
pendanaan untuk kegiatan usaha pembiayaan syariah kepada
Perusahaan Syariah pelapor.
H. HUBUNGAN DENGAN PERUSAHAAN SYARIAH
Hubungan dengan Perusahaan Syariah adalah status keterkaitan antara
Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak yang melakukan transaksi
dengan Perusahaan Syariah pelapor.
1. Terkait dengan Perusahaan Syariah
Pihak yang Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah:
a. orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan
pengendali Perusahaan Syariah pelapor;
b. badan usaha di mana Perusahaan Syariah pelapor bertindak
sebagai pengendali;
c. orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai
Pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf
b;
d. badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
1) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf a; atau
-7 -
2) orang perseorangan dan/atau badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf c;
e. dewan komisaris atau direksi Perusahaan Syariah pelapor;
f.
pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali
Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud pada
huruf a; dan/atau
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Syariah
pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf e.
g. dewan komisaris atau direksi pada badan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf a, sampai denganhuruf d;
h. badan usaha yang dewan komisaris atau direksi merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan Syariah
pelapor; atau
2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai dengan huruf
d;
i. badan usaha di mana:
1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Syariah pelapor
sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak sebagai
pengendali; atau
2) dewan komisaris atau
direksi dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf
d, bertindak sebagai pengendali; dan
j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial
interdependence) dengan Perusahaan Syariah pelapor dan/atau
pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, atau sampai dengan
huruf i.
2. Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak-pihak yang
tidak memiliki keterkaitan dengan Perusahaan Syariah pelapor
sebagaimana disebutkan pada angka 1.
I. JANGKA WAKTU
Jangka waktu adalah jangka waktu yang diperjanjikan sebagaimana
tercantum dalam perjanjian pembiayaan syariah.
1. Tanggal Mulai
-8 -
yaitu tanggal, bulan, dan tahun dimulainya perjanjian atau kontrak.
2. Tanggal Jatuh Tempo
yaitu tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya perjanjian atau kontrak.
J. SALDO ASET PRODUKTIF (OUTSTANDING PRINCIPAL) POKOK
Saldo aset produktif (outstanding principal) pokok adalah total tagihan,
investasi, tagihan jasa, dan/atau aset persediaan untuk Pembiayaan
Syariah dikurangi dengan:
1. pendapatan yang ditangguhkan (unearned revenue); dan
2. pendapatan dan biaya lainnya sehubungan transaksi pembiayaan,
yang diamortisasi.
K. SALDO ASET PRODUKTIF (OUTSTANDING PRINCIPAL) NETO
Saldo aset produktif (outstanding principal) neto adalah saldo aset
produktif (outstanding principal) pokok dikurangi dengan cadangan
penyisihan penghapusan saldo aset produktif (outstanding principal).
-9 -
BAB III
PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH
A. FORMULIR 0000: PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH
I. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
1. BENTUK FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH)
Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, Formulir 0000 (Informasi
Profil Perusahaan Syariah) disusun sesuai format sebagai berikut:
INFORMASI PERUSAHAAN
1)
Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan
Syariah
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3) Single Investor Identification (SID)
4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Syariah
5) Bentuk Badan Hukum
6) Status Perusahaan Pembiayaan Syariah
7) Tanggal Pendirian
8) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan
ALAMAT PERUSAHAAN
9) Alamat Lengkap
10) Lokasi Kabupaten/Kota
11) Kode Pos
12) Nomor Telepon
13) Status Kepemilikan Gedung
14) Alamat situs web
15) Alamat Surat Elektronik (Email)
JUMLAH KANTOR PELAYANAN
16) Jumlah Kantor Cabang
17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
JUMLAH TENAGA KERJA
18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat
19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang
20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang
PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI
PENANGGUNG JAWAB
21) Petugas Penyusun Laporan
a) Nama Lengkap
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
-10 -
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
a) Nama Lengkap
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
-11 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0000 (PROFIL PERUSAHAAN SYARIAH)
Formulir 0000 ( Profil Perusahaan Syariah) ini berisi seluruh
informasi mengenai profil Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor.
a.
Informasi Perusahaan
1) Nama Sebutan/Singkatan Perusahaan Pembiayaan
Syariah
Pos ini diisi dengan sebutan atau singkatan Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor, misalnya Dina Finance
Syariah untuk Dina Persada Multi Finance Syariah, PT,
Tbk.
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pos ini diisi dengan NPWP Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor.
3) Single Investor Identification (SID)
Pos ini diisi dengan nomor tunggal identitas investor
pasar modal Indonesia yang diterbitkan oleh Kustodian
Sentral Efek Indonesia.
4) Status Kepemilikan Perusahaan Pembiayaan Syariah
Pos ini diisi dengan status kepemilikan Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu:
a) Perusahaan Milik Negara
Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor dimiliki oleh negara baik melalui
penyertaan modal oleh pemerintah pusat maupun
penyertaan modal oleh pemerintah daerah.
b) Perusahaan Swasta Nasional
Pos ini diisi dalam hal Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor tidak dimiliki oleh negara serta
tidak terdapat penyertaan baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh pihak asing.
c) Perusahaan Swasta Patungan
Pos ini diisi dalam hal terdapat adanya penyertaan
baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak
asing pada Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor.
-12 -
5) Bentuk Badan Hukum
Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum yaitu:
a) Perseroan Terbatas
b) Koperasi
6) Status Perusahaan Pembiayaan Syariah
a) Tertutup/Terbatas
Pos ini diisi dengan status perseroan terbatas, yang
selanjutnya disebut perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
b) Terbuka
Pos ini diisi dengan status perseroan terbuka
adalah perseroan publik atau perseroan yang
melakukan penawaran umum saham, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal .
7) Tanggal Pendirian
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
8) Jenis Kegiatan Usaha yang Dilakukan
Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan
izin usaha yang diberikan, yaitu:
a) Pembiayaan Jual Beli
b) Pembiayaan Investasi
c) Pembiayaan Jasa
b. Alamat Perusahaan
9) Alamat Lengkap
Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili
kantor pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
10) Lokasi Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
-13 -
11) Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor
pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
12) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan nomor telepon Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor diawali dengan kode area
wilayah.
13) Status Kepemilikan Gedung
Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung kantor
pusat Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor, yaitu:
a) milik sendiri;
b) sewa; atau
c) status kepemilikan lainnya.
14) Alamat Situs Web
Pos ini diisi dengan alamat situs web Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor.
15) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email)
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
c. Jumlah Kantor Pelayanan
16) Jumlah Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor.
Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir
0020 (Rincian Kantor Cabang).
17) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. Jumlah
kantor selain kantor cabang ini harus dirinci pada
Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang).
d. Jumlah Tenaga Kerja
18) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Pusat
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
pusat sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus
dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
-14 -
19) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin dan harus
dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
20) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
selain kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin
dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga
Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab
21) Petugas Penyusun Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap personil Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor yang bertindak sebagai
petugas penyusun laporan.
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas
penyusun laporan.
Jabatan Pos ini diisi dengan jabatan petugas
penyusun laporan.
b) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan
nomor telepon
bagian/divisi/unit kerja petugas penyusun laporan.
c) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat email petugas penyusun
laporan.
22) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang
bertindak sebagai penanggung jawab laporan.
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi
penanggung jawab laporan.
b) Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan direksi penanggung
jawab laporan.
-15 -
c) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan
nomor telepon
bagian/divisi/unit kerja anggota direksi
penanggung jawab laporan.
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat email anggota direksi
penanggung jawab laporan.
-16 -
II. UNIT USAHA SYARIAH
1. BENTUK FORMULIR 0000 ( PROFIL UUS)
Bagi UUS, Formulir 0000 ( Profil UUS) disusun sesuai format
sebagai berikut:
INFORMASI UUS
1) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan
2) Tanggal Pendirian UUS
ALAMAT UUS
3) Alamat Lengkap
4) Lokasi Kabupaten/Kota
5) Kode Pos
6) Nomor Telepon
7) Status Kepemilikan Gedung Kantor
8) Ditambahkan alamat situs web.
9) Alamat Surat Elektronik (Email)
JUMLAH KANTOR PELAYANAN
10) Jumlah Kantor Cabang
11) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
JUMLAH TENAGA KERJA
12) Jumlah Tenaga Kerja Kantor UUS
13) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang UUS
14) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor CabangUUS
PETUGAS PENYUSUN DAN ANGGOTA DIREKSI PENANGGUNG
JAWAB LAPORAN
15) Petugas Penyusun Laporan
a) Nama Lengkap
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
16) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
a) Nama Lengkap
b) Jabatan
c) Nomor Telepon
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
-17 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0000: PROFIL UUS
Formulir 0000 ( Profil UUS) ini berisi seluruh informasi mengenai
profil UUS.
a.
Informasi Perusahaan
1) Jenis Kegiatan Usaha Syariah Yang Dilakukan
Pos ini diisi dengan jenis kegiatan usaha sesuai dengan
izin usaha yang diberikan, yaitu:
a) Pembiayaan Jual Beli
b) Pembiayaan Investasi
c) Pembiayaan Jasa
2) Tanggal Pendirian UUS
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pendirian
UUS.
b. Alamat UUS
3) Alamat lengkap
Pos ini diisi dengan alamat lengkap sesuai domisili
kantor UUS.
4) Lokasi Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota UUS.
5) Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor
UUS.
6) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan nomor telepon UUS diawali dengan
kode area wilayah.
7) Status Kepemilikan Gedung Kantor
Pos ini diisi dengan status kepemilikan gedung Kantor,
yaitu:
a) milik sendiri
b) sewastatus kepemilikan lainnya
8) Alamat Situs Web
Pos ini diisi dengan alamat situs web UUS pelapor.
9) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email) UUS.
-18 -
c. Jumlah Kantor Pelayanan
10) Jumlah Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor cabang unit syariah
pelapor.
Jumlah kantor cabang ini harus dirinci pada Formulir
0020 (Rincian Kantor Cabang).
11) Jumlah Kantor Selain Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan jumlah kantor selain kantor cabang
Unit Syariah pelapor. Jumlah kantor selain kantor
cabang ini harus dirinci pada Formulir (0025 Rincian
Kantor Selain Kantor Cabang).
d. Jumlah Tenaga Kerja
12) Jumlah Tenaga Kerja Kantor UUS
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
pusat UUS sesuai dengan kolom jenis kelamin dan
harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
13) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Cabang UUS
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
cabang unit syariah sesuai dengan kolom jenis kelamin
dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga
Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
14) Jumlah Tenaga Kerja Kantor Selain Kantor Cabang UUS
Pos ini diisi dengan banyaknya tenaga kerja baik tenaga
kerja tetap, kontrak maupun outsourcing di kantor
selain kantor cabang sesuai dengan kolom jenis kelamin
dan harus dirinci pada Formulir 0041 (Rincian Tenaga
Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan).
e. Petugas Penyusun dan Anggota Direksi Penanggung Jawab
Laporan
15) Petugas Penyusun Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap personil UUS yang
bertindak sebagai petugas penyusun laporan.
-19 -
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap petugas
penyusun laporan.
b) Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan petugas penyusun
laporan.
c) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan
nomor telepon
bagian/divisi/unit kerja petugas penyusun laporan.
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email)
petugas penyusun laporan.
16) Anggota Direksi Penanggung Jawab Laporan
Pos ini diisi dengan data lengkap anggota direksi yang
bertindak sebagai penanggung jawab laporan.
a) Nama Lengkap
Pos ini diisi dengan nama lengkap anggota direksi
penanggung jawab laporan.
b) Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan anggota direksi
penanggung jawab laporan.
c) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan
nomor telepon
bagian/divisi/unit kerja anggota direksi
penanggung jawab laporan.
d) Alamat Surat Elektronik (Email)
Pos ini diisi dengan alamat surat elektronik (email)
anggota direksi penanggung jawab laporan.
-20 -
B. FORMULIR 0010: RINCIAN IZIN USAHA
1. BENTUK FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA)
Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) disusun sesuai format sebagai
berikut:
(1)
(2)
Nomor Izin
Usaha
Tanggal Izin
Usaha
(3)
Jenis Perizinan
(4)
Keterangan
2. PENJELASAN FORMULIR 0010 (RINCIAN IZIN USAHA)
Formulir 0010 (Rincian Izin Usaha) berisi seluruh informasi mengenai
rincian izin usaha yang dimiliki oleh Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Nomor Izin Usaha
Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan
atau Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin
usaha Perusahaan Syariah pelapor dan perubahannya.
(2) Tanggal Izin Usaha
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun Surat Keputusan
Menteri Keuangan atau Keputusan Dewan Komisioner OJK
tentang pemberian izin usaha Perusahaan Syariah pelapor dan
perubahannya.
(3) Jenis Perizinan
Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, pos ini diisi dengan
dengan jenis perizinan yang ditetapkan oleh OJK dan/atau
Menteri Keuangan, yaitu:
Izin Pendirian Pertama
Peningkatan Kegiatan Usaha
Perubahan Nama
Izin Usaha Lainnya
Bagi UUS pos ini diisi dengan dengan jenis perizinan yang
ditetapkan oleh OJK, yaitu:
Izin Usaha UUS
-21 -
(4) Keterangan
Pos ini diisi dengan penjelasan atas jenis perizinan Perusahaan
Syariah pelapor.
Contoh:
Dalam hal perubahan nama diisi perubahan nama dari PT Dina
Persada Multi Finance Syariah menjadi PT Karya Persada Multi
Finance Syariah.
-22 -
C. FORMULIR 0020: RINCIAN KANTOR CABANG
1. BENTUK FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG)
Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nomor Izin
Kantor
Cabang
(2)
Tanggal
Izin
Kantor
Cabang
Alamat
(3)
Lokasi
Kecamatan
Kabupaten/
Kota
Kode
Pos
(4)
(5)
Nomor Telp
Jumlah Tenaga Kerja
(6)
Nama Kepala Cabang
2. PENJELASAN FORMULIR 0020 (RINCIAN KANTOR CABANG)
RINCIAN KANTOR CABANG
Formulir 0020 (Rincian Kantor Cabang) berisi informasi kantor
cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk kantor cabang unit
syariah dari Perusahaan Pembiayaan pelapor yang telah memperoleh
izin dari Menteri Keuangan atau OJK.
(1) Nomor Izin Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan
atau Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang
pemberian izin pembukaan kantor cabang.
(2) Tanggal Izin Kantor Cabang
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dikeluarkannya
Surat Keputusan Menteri Keuangan atau Surat Keputusan
Dewan Komisioner OJK tentang pemberian izin pembukaan
kantor cabang.
-23 -
(3) Lokasi
Alamat
Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor cabang sesuai
dengan alamat lengkap kantor cabang yang telah
dilaporkan kepada Menteri Keuangan atau OJK.
Kecamatan
Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor
cabang.
Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor cabang.
(4) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing
kantor cabang.
(5) Jumlah Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor
cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk kepala kantor
cabang, tenaga kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga
kerja outsourcing.
(6) Nama Kepala Cabang
Pos ini diisi dengan nama kepala cabang masing-masing kantor
cabang.
-24 -
D. FORMULIR 0025: RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR CABANG
1. BENTUK FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR
CABANG)
Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang) ini disusun
sesuai format sebagai berikut:
(1)
Jenis Kantor
(2)
(3)
Nomor Surat Pencatatan Tanggal Surat Pencatatan
(4)
Lokasi
Alamat Kecamatan
Kabupaten/Kota
Kode Pos
(5)
(6)
(7)
Nomor Telepon Jumlah Tenaga Kerja Nama Penanggung Jawab Kantor
-25 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0025 (RINCIAN KANTOR SELAIN KANTOR
CABANG)
Formulir 0025 (Rincian Kantor Selain Kantor Cabang)
berisi
informasi kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor
yang telah dilaporkan ke OJK.
(1) Jenis Kantor
Pos ini diisi dengan nama sebutan kantor selain kantor cabang
Perusahaan Syariah pelapor, antara lain kantor perwakilan,
kantor pemasaran, dan kantor cabang pembantu.
(2) Nomor Surat Pencatatan
Pos ini diisi dengan nomor surat dari OJK perihal pencatatan
pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah
pelapor.
(3) Tanggal Surat Pencatatan.
Pos ini diisi dengan tanggal surat dari OJK perihal pencatatan
pembukaan kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah
pelapor.
(4) Lokasi
Alamat
Pos ini diisi dengan alamat lengkap kantor selain kantor
cabang Perusahaan Syariah pelapor.
Kecamatan
Pos ini diisi dengan nama kecamatan domisili kantor selain
kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.
Kabupaten/Kota
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota.
Kode Pos
Pos ini diisi dengan nomor kode pos domisili kantor selain
kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.
(5) Nomor Telepon
Pos ini diisi dengan kode area dan nomor telepon masing-masing
kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.
(6) Jumlah Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang berada di kantor
selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor termasuk
penanggung jawab kantor selain kantor cabang tersebut, tenaga
kerja tetap, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja outsourcing.
-26 -
(7) Nama Penanggung Jawab Kantor
Pos ini diisi dengan nama penanggung jawab masing-masing
kantor selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor.
-27 -
E. FORMULIR 0030: RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN PEMEGANG SAHAM
DERAJAT KEDUA
1. BENTUK FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN
PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA)
Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham) dan Pemegang Saham
Derajat Kedua) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
Nama
Pemegang
Saham
Golongan
Pemegang
Saham
Negara
Asal
Bentuk
Badan
Hukum
Pemegang
Saham
(5)
(6)
Ekuitas
Status
Pemegang
Saham
Pemegang
Saham
(dalam
Rp)
(7)
Persentase
Kepemilikan
Asing
Secara
Langsung/
Tidak
Langsung
(8)
(9)
Kepemilikan Saham
Nilai
(dalam Rp)
Persentase
(%)
Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan
Hukum
Nama
Pengurus
Jabatan
Pengurus
Negara Asal
(10)
Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua
Nilai
Nama
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Golongan
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Negara Asal
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Kepemilikan
Saham
Pemegang
Saham
Derajat
Kedua
Presentase
Kepemilikan
Saham Pemegang
Saham Derajat
Kedua
-28 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0030 (RINCIAN PEMEGANG SAHAM DAN
PEMEGANG SAHAM DERAJAT KEDUA)
Formulir 0030 (Rincian Pemegang Saham dan Pemegang Saham
Derajat Kedua) berisi rincian pemegang saham pada Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor baik perorangan maupun berbentuk
badan hukum, informasi pengurus pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor dan informasi pemegang saham derajat
kedua. UUS tidak mengisi formulir ini.
(1) Nama Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham.
(2) Golongan Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan golongan pemilik.
(3) Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham.
(4) Bentuk Badan Hukum Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan bentuk badan hukum atau perseorangan
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor,
yaitu:
perseroan terbatas
koperasi
yayasan
dana pensiun
badan hukum Indonesia lainnya
pemerintah pusat
pemerintah daerah
perseorangan
badan hukum asing
(5) Status Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan status pemegang saham, yaitu:
pemegang saham pengendali
pemegang saham non pengendali
(6) Ekuitas Pemegang Saham
Pos ini diisi dengan nilai ekuitas dari pemegang saham yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas, koperasi, yayasan,
dana pensiun, badan hukum Indonesia lainnya, pemerintah
-29 -
pusat, pemerintah daerah, dan badan hukum asing berdasarkan
laporan audit.
(7) Persentase Kepemilikan Asing secara Langsung atau Tidak
Langsung
Pos ini diisi dengan informasi mengenai persentase kepemilikan
asing bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum pada
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor. Bagi pemegang saham
perseorangan warga negara Indonesia, maka pos ini diisi nol
persen.
Bagi pemegang saham berbentuk badan hukum Indonesia, pos
ini diisi dengan persentase kepemilikan asing dalam badan
hukum dimaksud baik secara langsung maupun tidak langsung.
(8) Kepemilikan Saham
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor yang dimiliki pemegang
saham.
Total nilai ini harus sama dengan nilai nominal modal
disetor di Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan
Bulanan).
Persentase
Pos ini diisi dengan nilai persentase kepemilikan dengan
format desimal 2 (dua) angka di belakang koma.
(9) Informasi Kepengurusan Pemegang Saham Badan Hukum
Nama Pengurus
Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor
yang berbentuk badan hukum.
Jabatan
Pos ini diisi dengan jabatan pengurus dan pengawas
pemegang saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor
yang berbentuk badan hukum, yaitu:
-
-
-
-
-
komisaris utama
komisaris
komisaris independen
dewan pengawas syariah
direktur utama
-30 -
-
direktur
Bagi pemegang saham selain berbentuk badan hukum
perseroan terbatas pengawas disetarakan dengan komisaris
dan pengurus disetarakan dengan anggota direksi.
Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara asal pengurus dan pengawas
pemegang saham.
(10) Informasi Pemegang Saham Derajat Kedua
Nama Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan nama lengkap pemegang saham derajat
kedua (pemegang saham pada pemegang saham
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor).
Golongan Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan sandi golongan pemegang saham
derajat kedua.
Negara Asal Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan negara asal pemegang saham derajat
kedua.
Nilai Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat Kedua
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor pemegang
saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang
dimiliki pemegang saham derajat kedua.
Presentase Kepemilikan Saham Pemegang Saham Derajat
Kedua
Pos ini diisi dengan nilai nominal modal disetor dalam
bentuk persentase pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor yang dimiliki pemegang saham
derajat kedua.
-31 -
F. FORMULIR 0035 : RINCIAN KEPENGURUSAN
1. BENTUK FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN)
Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Nama
Nomor
Identitas
(3)
Kewarganegaraan
(4)
Jabatan
(5)
Domisili
(6)
(7)
Nomor Akta
Pengangkatan
Tanggal
Akta
(8)
Tanggal
Mulai
Menjabat
(9)
Informasi Persetujuan Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan
Nomor Surat
Keputusan
Tanggal Surat
Keputusan
2. PENJELASAN FORMULIR 0035 (RINCIAN KEPENGURUSAN)
Formulir 0035 (Rincian Kepengurusan)
berisi informasi
kepengurusan Perusahaan Syariah pelapor yang terdiri dari anggota
dewan komisaris dan anggota direksi untuk Perusahaan Pembiayaan
Syariah yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pengawas
dan pengurus untuk Perusahaan Pembiayaan Syariah yang berbadan
hukum koperasi termasuk dewan pengawas syariah dan pimpinan
UUS.
(1) Nama
Pos ini diisi dengan nama pengurus dan pengawas Perusahaan
Syariah pelapor.
(2) Nomor Identitas
Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk
kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan
pengawas Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
(3) Kewarganegaraan
Pos ini diisi dengan kewarganegaraan pengurus dan pengawas
Perusahaan Syariah pelapor.
-32 -
(4) Jabatan
Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, pos ini diisi dengan
jabatan pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor, yaitu:
Komisaris Utama
Komisaris
Komisaris Independen
Dewan Pengawas Syariah
Direktur Utama
Direktur
Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah berbadan hukum
koperasi, pengawas disetarakan dengan komisaris dan pengurus
disetarakan dengan direksi.
Bagi UUS diisi jabatan pengurus dan pengawas, yaitu:
Dewan Pengawas Syariah pada Perusahaan Pembiayaan
yang mempunyai UUS
Pimpinan UUS
(5) Domisili
Pos ini diisi dengan lokasi kabupaten/kota tempat pengurus dan
pengawas Perusahaan Syariah pelapor berdomisili.
(6) Nomor Akta Pengangkatan
Pos ini diisi dengan nomor akta pengangkatan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas
syariah.
(7) Tanggal Akta
Pos ini diisi dengan tanggal akta pengangkatan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan/atau anggota dewan pengawas
syariah.
(8) Tanggal Mulai Menjabat
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun mulai menjabat
masing-masing pengurus dan pengawas Perusahaan Syariah
pelapor sesuai dengan akta rapat umum pemegang saham atau
yang setara yang menyetujui pengangkatan pengurus dan
pengawas.
(9) Informasi Persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
Nomor Surat Keputusan
-33 -
Pos ini diisi dengan Nomor Surat Keputusan Penetapan
Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, misalnya KEP-
123/D.05/2015.
Tanggal Surat Keputusan
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun
dikeluarkannya surat keputusan.
Untuk jabatan Pimpinan UUS, kolom ini tidak diisi.
-34 -
G. FORMULIR 0036: RINCIAN PIHAK TERKAIT
1. BENTUK FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT)
Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) disusun sesuai format sebagai
berikut:
(1)
Nama Pihak
Terkait
(2)
Golongan
(3)
Lokasi Negara
(4)
Hubungan Pihak
Terkait
Sandi A-J
2. PENJELASAN FORMULIR 0036 (RINCIAN PIHAK TERKAIT)
Formulir 0036 (Rincian Pihak Terkait) berisi rincian pihak terkait
Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Nama Pihak Terkait
Pos ini diisi dengan nama lengkap pihak terkait.
(2) Golongan
Pos ini diisi dengan golongan pihak terkait.
(3) Lokasi Negara
Pos ini diisi dengan lokasi negara tempat kedudukan pihak
terkait.
(4) Hubungan Pihak Terkait
Pos ini diisi dengan menggunakan sandi huruf A sampai dengan
huruf J yang menunjukan hubungan pihak terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagai berikut:
Sandi huruf A sampai dengan huruf J:
A. Orang perseorangan atau badan usaha yang merupakan
pengendali Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
B. Badan usaha di mana Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor bertindak sebagai pengendali.
C. Orang perseorangan atau badan usaha yang bertindak
sebagai pengendali dari badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam huruf B.
D. Badan usaha yang pengendaliannya dilakukan oleh:
1) orang perseorangan dan/atau badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A; atau
2) orang
perseorangan dan/atau badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
-35 -
E. Dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor.
F. Pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal:
1) dari orang perseorangan yang merupakan pengendali
Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor sebagaimana
dimaksud dalam huruf A; dan/atau
2) dari dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor sebagaimana dimaksud
pada huruf E.
G. Dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D.
H. Badan usaha yang dewan komisaris atau direksi
merupakan:
1) dewan komisaris atau direksi pada Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor; atau
2) dewan komisaris atau direksi pada badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D.
I. Badan usaha di mana:
1) dewan komisaris atau direksi Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor sebagaimana sebagaimana dimaksud
huruf E bertindak sebagai pengendali; atau
2) dewan komisaris atau direksi dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf A sampai dengan
huruf D bertindak sebagai pengendali.
J. Badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan
(financial interdependence) dengan Perusahaan Syariah
pelapor dan/atau pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf i.
-36 -
H. FORMULIR 0041: RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN TINGKAT
PENDIDIKAN
1. BENTUK FORMULIR 0041 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN
TINGKAT PENDIDIKAN)
Formulir 0041 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat
Pendidikan) disusun sesuai format sebagai berikut:
Tenaga
Tingkat
Pendidikan
1. Kantor
Pusat
a. Tingkat
Pendidik
an
Lainnya
di bawah
SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
2. Kantor
Cabang
a. Tingkat
Pendidik
an
Lainnya
di bawah
SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
3. Kantor
Selain
Kantor
Cabang
a. Tingkat
Pendidik
an
Kerja Tetap
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
Total
Tenaga
Kerja
L P Total L P Total L P Total L P Total
-37 -
Tenaga
Tingkat
Pendidikan
Lainnya
di bawah
SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca
Sarjana
Jumlah
Kerja Tetap
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
Total
Tenaga
Kerja
L P Total L P Total L P Total L P Total
-38 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0041 (RINCIAN TINGKAT PENDIDIKAN
TENAGA KERJA)
Formulir 0041 (Rincian Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja) berisi
rincian jumlah tenaga kerja pada masing–masing kategori tingkat
pendidikan tenaga kerja di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor
selain kantor cabang Perusahaan Syariah pelapor. Bagi UUS, maka
pelapor hanya mengisi untuk data tenaga kerja yang bertugas secara
khusus melakukan kegiatan operasional UUS.
1) Tingkat Pendidikan
1. Kantor Pusat
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Syariah pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2
atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana.
2. Kantor Cabang
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Syariah pelapor dengan tingkat pendidikan strata 2
atau strata 3, maka diisi pada kolom Pasca Sarjana.
3. Kantor Selain Kantor Cabang
a. Tingkat Pendidikan Lainnya di bawah SMA
b. SMA
c. Diploma
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
Dalam hal terdapat tenaga kerja dari Perusahaan
Pembiayaan Syariah
pelapor dengan tingkat
pendidikan strata 2 atau strata 3, maka diisi pada
kolom Pasca Sarjana.
-39 -
2) Tenaga Kerja Tetap
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja tetap yang berada di
kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
3) Tenaga Kerja Kontrak
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja kontrak yang berada di
kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
4) Tenaga Kerja Outsourcing
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja outsourcing yang berada
di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor cabang
berdasarkan tingkat pendidikan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
c. Total
-40 -
I. FORMULIR 0043 : RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI
1. BENTUK FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA BERDASARKAN FUNGSI)
Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Tenaga Manajerial sampai satu
level di bawah Anggota Direksi
Fungsi
Tenaga
Kerja
Tetap
1. Pemasaran
2. Analisis Kelayakan
Pembiayaan
3. Penagihan
4. Human Resource (HR) dan
General Affair (GA)
5. Administrasi dan
Pembukuan
6. Manajemen Risiko
Tenaga
Kerja
Kontrak
Tenaga
Kerja
Outsourcing
(3)
Staf dan Lainnya
Tenaga
Kerja
Tetap
Tenaga
Kerja
Tenaga
Kerja
Kontrak Outsourcing
Total
Keterangan
Rangkap
Jabatan
(4)
(5)
-41 -
7. Audit Internal
8. Legal
9. Teknologi Informasi (IT)
10. Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan
Terorisme
11. Satuan Kerja Lainnya
Jumlah
-42 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0043 (RINCIAN TENAGA KERJA
BERDASARKAN FUNGSI)
Formulir 0043 (Rincian Tenaga Kerja Berdasarkan Fungsi) berisi
jumlah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan berdasarkan satuan
kerja baik di kantor pusat, kantor cabang, dan kantor selain kantor
cabang Perusahaan Syariah pelapor sesuai dengan masing–masing
status tenaga kerja.
(1) Fungsi
1. Pemasaran
2. Analisis Kelayakan Pembiayaan
3. Penagihan
4. Human Resource (HR) dan General Affair (GA)
5. Administrasi dan Pembukuan
6. Manajemen Risiko
7. Audit Internal
8. Legal
9. Teknologi Informasi (IT)
10. Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme
11. Satuan Kerja Lainnya
Bagi UUS, maka pelapor hanya mengisi untuk data tenaga kerja
yang bertugas secara khusus melakukan kegiatan operasional
UUS.
(2) Tenaga Manajerial Sampai Satu Level Di Bawah Anggota Direksi
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level
manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota direksi
berdasarkan satuan kerja untuk masing-masing status tenaga
kerja:
Tenaga Kerja Tetap
Tenaga Kerja Kontrak
Tenaga Kerja Outsourcing
(3) Staf dan Lainnya
Pos ini diisi dengan jumlah tenaga kerja yang merupakan level
staf dan lainnya berdasarkan satuan kerja untuk masing-
masing status tenaga kerja:
Tenaga Kerja Tetap
Tenaga Kerja Kontrak
-43 -
Tenaga Kerja Outsourcing
(4) Total Tenaga Kerja
Pos ini diisi dengan jumlah total tenaga kerja yang merupakan
level manajerial sampai dengan satu level di bawah anggota
Direksi berdasarkan fungsi:
Tenaga Manajerial Sampai Satu Level di Bawah Anggota
Direksi
Staf dan Tingkat Tenaga Kerja Lainnya
(5) Keterangan Rangkap Jabatan
Pos ini diisi dengan perangkapan fungsi yang dilakukan oleh
tenaga kerja Perusahaan Syariah pelapor. Dalam rangka
pengisian laporan, maka satu orang tenaga kerja hanya bisa
masuk ke dalam satu fungsi meskipun dalam praktiknya
menangani beberapa fungsi.
-44 -
J. FORMULIR 0046 : RINCIAN TENAGA KERJA ASING
1. BENTUK FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING)
Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nama
Identitas
(2)
Nomor
Kewarganegaraan Jabatan
(3)
(4)
(5)
Bidang
Spesialisasi
(6)
Domisili
(7)
(8)
Nomor Izin Kerja Tanggal Izin Kerja
(9)
Awal Masa Laku
Izin Kerja
(10)
Akhir Masa Laku
Izin Kerja
-45 -
2. PENJELASAN FORMULIR 0046 (RINCIAN TENAGA KERJA ASING)
Formulir 0046 (Rincian Tenaga Kerja Asing) berisi rincian tenaga
kerja asing Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Nama
Pos ini diisi dengan nama tenaga kerja asing Perusahaan
Syariah pelapor.
(2) Nomor Identitas
Pos ini diisi dengan nomor identitas berupa nomor induk
kependudukan, KITAS, dan/atau paspor dari pengurus dan
pengawas Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
(3) Kewarganegaraan
Pos ini diisi dengan kewanegaraan tenaga kerja asing.
(4) Jabatan
Pos ini diisi dengan kategori jabatan tenaga kerja asing pada
Perusahaan Syariah pelapor. Jabatan tenaga kerja asing
meliputi:
tenaga ahli dengan level jabatan satu tingkat di bawah
direksi; penasihat; atau
konsultan
(5) Bidang Spesialisasi
Pos ini diisi dengan bidang spesialisasi dari tenaga kerja asing
pada Perusahaan Syariah pelapor. Bidang spesialisasi antara
lain bidang pengelolaan portofolio investasi, manajemen risiko,
teknologi informasi, dan sebagainya.
(6) Domisili
Pos ini diisi dengan domisili tenaga kerja asing.
(7) Nomor Izin Kerja
Pos ini diisi dengan nomor surat keputusan izin kerja dari
tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
(8) Tanggal Izin Kerja
Pos ini diisi dengan tanggal surat keputusan izin kerja dari
tenaga kerja asing yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
(9) Awal Masa Laku Izin Kerja
Pos ini diisi dengan informasi mengenai awal masa berlaku dari
izin kerja tenaga kerja asing.
-46 -
(10) Akhir Masa Laku Izin Kerja
Pos ini diisi dengan informasi mengenai akhir masa berlaku dari
izin kerja tenaga kerja asing.
-47 -
BAB IV
LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN SYARIAH
A. FORMULIR 1100: LAPORAN POSISI KEUANGAN SYARIAH
1. BENTUK FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN SYARIAH)
Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Syariah) disusun sesuai
format sebagai berikut:
ASET
No.
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
1. Kas dan Setara Kas
a. Kas
b. Simpanan pada Bank Syariah Dalam
Negeri
1) Giro Wadiah
2) Simpanan Lainnya
c. Simpanan pada Bank Syariah Luar Negeri
1) Giro
2) Simpanan Lainnya
2. Aset Tagihan Derivatif
3.
Piutang Pembiayaan Neto
a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Neto
1) Piutang Murabahah Neto
a) Piutang Murabahah Bruto
b) Pendapatan Murabahah
Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Murabahah
2) Piutang Salam Neto
a) Piutang Salam Bruto
b) Pendapatan Salam Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
Sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Salam
3) Piutang Istishna Neto
a) Piutang Istishna Bruto
b) Pendapatan Istishna
Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
Sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
-48 -
No.
Pos-pos
Istishna
4) Piutang Pembiayaan Jual Beli
Lainnya Neto
a) Piutang Pembiayaan Jual Beli
Lainnya Bruto
b) Pendapatan Pembiayaan Jual
Beli Lainnya Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
Sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Jual Beli Lainnya
b. Piutang Pembiayaan Investasi Neto
1) Piutang Pembiayaan Investasi
Mudharabah Neto
a) Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi MudharabahNeto
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Bruto
Pendapatan Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Mudharabah
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi MudharabahNeto
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah Bruto
Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya Sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah
2) Piutang Pembiayaan Investasi
Musyarakah Neto
a) Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah Neto
Rp Valas Jumlah
-49 -
No.
Pos-pos
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Bruto
Pendapatan Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya Sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Musyarakah Neto
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah Bruto
Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah
3) Piutang Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Neto
a) Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Musytarakah Neto
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Musytarakah Bruto
Pendapatan Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Musytarakah Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya Sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Mudharabah
Musytarakah
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Mudharabah
MusytarakahNeto
Rp Valas Jumlah
-50 -
No.
Pos-pos
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah
Bruto
Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah
Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya Sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah
4) Piutang Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Neto
a) Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh Neto
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh Bruto
Pendapatan Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh Neto
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh
Bruto
Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh
Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Rp Valas Jumlah
-51 -
No.
Pos-pos
Cadangan Penyisihan
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh
5) Piutang Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya Neto
a) Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi dengan Akad Lainnya
Neto
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi dengan Akad
Lainnya Bruto
Pendapatan Pembiayaan
Investasi dengan Akad
Lainnya Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Pokok Pembiayaan
Investasi dengan Akad
Lainnya
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi dengan Akad Lainnya
Neto
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
dengan Akad LainnyaBruto
Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya
Tangguhan
Pendapatan dan Biaya
Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang
Diamortisasi
Cadangan Penyisihan
Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya
c. Pembiayaan Jasa Neto
1) Piutang Pembiayaan Jasa IMBT
Neto
a) Pembiayaan IMBT Bruto
b) Pendapatan Pembiayaan Jasa
IMBT Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Rp Valas Jumlah
-52 -
No.
Pos-pos
Pembiayaan IMBT
2) Piutang Pembiayaan Jasa Qardh
Neto
a) Pembiayaan Qardh Bruto
b) Pendapatan Pembiayaan Jasa
Qardh Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Qardh
3) Piutang Pembiayaan Jasa dengan
Akad Lainnya Neto
a) Pembiayaan Jasa dengan akad
lainnya Bruto
b) Pendapatan Pembiayaan Jasa
dengan Akad lainnya
Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Jasa dengan Akad
Lainnya
4) Piutang Jasa Ijarah
a) Pembiayaan Jasa Ijarah Bruto
b) Pendapatan Jasa Ijarah
Tangguhan
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi
Pembiayaan yang Diamortisasi
d) Cadangan Penyisihan Piutang
Pembiayaan Jasa Ijarah
5 Penyertaan Modal
a. Penyertaan Modal Pada Bank Syariah
b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan
Sektor Jasa Keuangan Syariah
c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Non
Sektor Jasa Keuangan
6 Investasi Dalam Surat Berharga Syariah
7 Aset yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha
Pembiayaan Neto
a. Aset yang Digunakan untuk Kegiatan
Usaha Pembiayaan
b. Akumulasi Penyusutan Aset yang
Digunakan untuk Kegiatan Usaha
Pembiayaan
8 Aset Tetap dan Inventaris Neto
a. Aset Tetap dan Inventaris
b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan
Rp Valas Jumlah
-53 -
No.
Inventaris
9 Aset Pajak Tangguhan
10 Rupa-rupa Aset
Jumlah Aset
LIABILITAS DAN EKUITAS
No.
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
Pos-pos
Rp Valas Jumlah
1 Liabilitas Segera
a. Akad Mudharabah
b. Akad MudharabahMusytarakah
c. Akad Musyarakah
d. Akad Qardh
e. Akad pendanaan lainnya
f. Liabilitas segera lainnya
2 Liabilitas derivatif
3 Utang Pajak
4 Pendanaan yang Diterima
a. Pendanaanyang Diterima dari Dalam Negeri
1) Pendanaan Yang Diterima dari Bank
Syariah
a) Akad Mudharabah
b) Akad Mudharabah Musytarakah
c) Akad Musyarakah
d) Akad Ijarah
e) Akad Qardh
f) Akad pendanaan lainnya
2) Pendanaan yang Diterima dari Nonbank
a) Akad Mudharabah
b) Akad Mudharabah Musytarakah
c) Akad Musyarakah
d) Akad Ijarah
e) Akad Qardh
f) Akad pendanaan lainnya
b. Pendanaan yang Diterima Dari Luar Negeri
1) Pendanaan yang Diterima dari Bank
Syariah
a) Akad Mudharabah
b) Akad Mudharabah Musytarakah
c) Akad Musyarakah
d) Akad Ijarah
e) Akad Qardh
f) Akad pendanaan lainnya
2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank
a) Akad Mudharabah
b) Akad Mudharabah Musytarakah
c) Akad Musyarakah
d) Akad Ijarah
e) Akad Qardh
f) Akad pendanaan lainnya
-54 -
No.
Pos-pos
5 Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan
6 Liabilitas Pajak Tangguhan
7 Pinjaman (Qardh) Subordinasi
a. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Dalam negeri
b. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Luar negeri
8 Rupa-rupa Liabilitas
9 Modal
a. Modal Disetor / Modal Kerja
1) Modal Dasar
2) Modal yang belum Disetor
b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib
1) Simpanan Pokok
2) Simpanan Wajib
c. Tambahan Modal Disetor
1) Agio
2) Biaya Emisi Efek Ekuitas
3) Modal Hibah
4) Tambahan Modal Disetor Lainnya
d. Disagio
e. Modal Saham Yang Diperoleh Kembali
f. Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi
Entitas Sepengendali
10 Cadangan
a. Cadangan Umum
b. Cadangan Tujuan
11 Saldo Laba (Rugi) Yang Ditahan
12 Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak
13 Komponen Ekuitas Lainnya
a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya
1) Keuntungan (Kerugian) Akibat
Perubahan Dalam Surplus Revaluasi
Aset Tetap
2) Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih
Kurs Karena Penjabaran Laporan
Keuangan Dalam Mata Uang Asing
3) Keuntungan (Kerugian) Akibat
Pengukuran Kembali Aset Keuangan
Tersedia Untuk Dijual
4) Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian
Efektif Instrumen Keuangan Lindung
Nilai Dalam Rangka Lindung Nilai Arus
Kas
5) Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen
Ekuitas Lainnya Sesuai Prinsip Standar
Akuntansi Keuangan
b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif
Lainnya Periode Berjalan
Jumlah Liabilitas dan Ekuitas
Rp Valas Jumlah
-55 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1100 (LAPORAN POSISI KEUANGAN
SYARIAH)
Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan Syariah) ini berisi laporan
posisi keuangan Perusahaan Syariah pelapor yang memberikan
penjelasan rincian atas posisi aset dan posisi liabilitas dan ekuitas.
ASET
1. Kas dan Setara Kas
Pos ini dirinci:
a. Kas
Pos ini diisi dengan jumlah uang kartal yang ada
dalam kas berupa uang kertas dan uang logam, yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menjadi alat
pembayaran yang sah di Indonesia. Termasuk pula
dalam pengertian kas adalah uang kertas dan uang
logam asing yang masih berlaku milik Perusahaan
Syariah
pelapor.
Commemorative coin dan
commemorative note yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aset.
b. Simpanan Pada Bank Syariah Dalam Negeri
Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan
Syariah pelapor pada bank di Indonesia, baik dalam
rupiah maupun valas. Pos ini tidak boleh
dikompensasi dengan pos bank pada pos-pos
Liabilitas.
Pos ini dirinci:
1) Giro Wadiah
Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan
Syariah pelapor dalam bentuk giro wadiahpada
bank umum di Indonesia.
2) Simpanan Lainnya
Pos ini diisi dengan jumlah simpanan Perusahaan
Syariah pelapor selain giro antara lain dalam
bentuk tabungan, deposito berjangka, sertifikat
deposito, deposit on call, dan simpanan lainnya
yang sejenis pada bank umum syariah dan/atau
bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia.
-56 -
c. Simpanan Pada Bank Syariah Luar Negeri
Pos ini diisi dengan semua jenis simpanan Perusahaan
Syariah pelapor pada bank di luar negeri.
Pos ini dirinci:
1) Giro
Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan
Syariah pelapor dalam bentuk giro pada bank
syariah di luar negeri.
2) Simpanan Lainnya
Pos ini diisi dengan simpanan Perusahaan
Syariah pelapor dalam bentuk tabungan, deposito
berjangka, sertifikat deposito, deposit on call, dan
simpanan lainnya yang sejenis pada bank syariah
di luar negeri.
2. Aset Tagihan Derivatif
Pos ini diisi dengan semua aset tagihan yang merupakan
potensi keuntungan yang timbul dari selisih positif antara
nilai kontrak dengan nilai wajar dari suatu transaksi
derivatif pada tanggal laporan. Transaksi derivatif ini hanya
untuk kegiatan lindung nilai. Pos ini harus dirinci pada
Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk
Lindung Nilai).
3. Piutang Pembiayaan Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan yang
berasal dari kegiatan utama Perusahaan Syariah pelapor
meliputi pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi dan
pembiayaan jasa yang dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
a. Piutang Pembiayaan Jual Beli Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan jual
beli yang meliputi akad murabahah, salam, istishna,
dan piutang jual beli lainnya yang dicatat sebesar nilai
neto.
Pos ini dirinci:
1) Piutang Murabahah Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual
beli dengan akad murabahah setelah dikurangi
-57 -
dengan pendapatan murabahah tangguhan dan
dikurangi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan.
a) Piutang Murabahah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jual beli dengan akad
murabahah sebesar biaya perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati.
b) Pendapatan Murabahah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang murabahah.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Murabahah
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan
piutang
murabahah
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK
yang mengatur mengenai penyelenggaraan
usaha pembiayaan syariah.
2) Piutang Salam Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual
beli dengan akad salam setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Salam Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jual beli dengan akad salam.
b) Pendapatan Salam Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
-58 -
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang Salam.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Salam
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang salam sebagaimana
diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan
pembiayaan syariah.
3) Piutang Istishna Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual
beli dengan akad istishna setelah dikurangi
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Istishna Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jual beli dengan akad istishna.
b) Pendapatan Istishna tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk piutang istishna.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Istishna
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang istishna sebagaimana
usaha
-59 -
diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan
pembiayaan syariah.
4) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jual
beli dengan akad jual beli selain dengan akad
murabahah, salam, dan istishna setelah dikurangi
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Pembiayaan Jual Beli Lainnya Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jual beli dengan akad jual beli
selain dengan akad murabahah, salam dan
istishna.
b) Pendapatan Pembiayaan Jual Beli Lainnya
tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang Pembiayaan Jual Beli
Lainnya.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan
Jual Beli Lainnya
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan jual beli
lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan
OJK
yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah.
usaha
-60 -
b. Piutang Pembiayaan Investasi Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
Investasi meliputi akad mudharabah, musyarakah,
mudharabah
musytarakah,
musyarakah
mutanaqishoh, dan piutang pembiayaan investasi
lainnya yang dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
1) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
investasi dengan akad mudharabah meliputi
piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil
pembiayaan yang dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
a) Piutang
Pokok Pembiayaan Investasi
Mudharabah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Pokok Pembiayaan Investasi
Mudharabah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pokok pembiayaan investasi dengan
akad mudharabah. Termasuk di
dalamnya pembiayaan investasi yang
belum jatuh tempo.
Pendapatan Pembiayaan Investasi
Mudharabah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
-61 -
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang
mudharabah.
Cadangan Penyisihan Piutang Pokok
Pembiayaan Investasi Mudharabah
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pokok
pembiayaan investasi mudharabah
sebagaimana diatur dalam Peraturan
OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Mudharabah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil
pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Mudharabah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah.
Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Mudharabah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan
Biaya Lainnya
Sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
pembiayaan
Syariah pelapor untuk
investasi
-62 -
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang bagi hasil pembiayaan investasi
mudharabah.
Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi Mudharabah
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang bagi
hasil pembiayaan investasi mudharabah
sebagaimana diatur dalam Peraturan
OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
2) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
investasi dengan akad musyarakah meliputi
piutang pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil
pembiayaan yang dicatat sebesar nilai Neto.
Pos ini dirinci:
a) Piutang
Pokok Pembiayaan Investasi
Musyarakah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Pokok Pembiayaan Investasi
Musyarakah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pokok pembiayaan investasi dengan
akad musyarakah. Termasuk di
dalamnya pembiayaan investasi yang
belum jatuh tempo.
Syariah pelapor untuk
-63 -
Pendapatan Pembiayaan Investasi
Musyarakah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang pokok pembiayaan investasi
musyarakah.
Cadangan Penyisihan Piutang Pokok
Pembiayaan Investasi Musyarakah
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pokok
pembiayaan investasi musyarakah
sebagaimana diatur dalam Peraturan
OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Musyarakah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil
pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Musyarakah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah.
Syariah pelapor untuk
-64 -
Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Musyarakah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang bagi hasil pembiayaan investasi
musyarakah.
Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi Musyarakah
Diisi cadangan penyisihan penghapusan
piutang bagi hasil pembiayaan investasi
musyarakah sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
3) Piutang Pembiayaan Investasi Mudharabah
Musytarakah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
investasi dengan akad mudharabah musytarakah
meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang
bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai
neto.
Pos ini dirinci:
a) Piutang
Pokok Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah musytarakah setelah dikurangi
Syariah pelapor untuk
-65 -
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Pokok Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pokok pembiayaan investasi dengan
akad mudharabah musytarakah.
Termasuk di dalamnya pembiayaan
investasi yang belum jatuh tempo.
Pendapatan Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang
pembiayaan
mudharabah musytarakah.
Cadangan Penyisihan Piutang Pokok
Pembiayaan Investasi Mudharabah
Musytarakah
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pokok
pembiayaan investasi mudharabah
musytarakah sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Neto
Syariah pelapor untuk
investasi
-66 -
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil
pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah musytarakah setelah dikurangi
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Mudharabah Musytarakah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
mudharabah musytarakah.
Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Mudharabah Musytarakah
Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang bagi hasil pembiayaan investasi
mudharabah musytarakah.
Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi Mudharabah
Musytarakah
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang bagi
hasil pembiayaan investasi mudharabah
musytarakah sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK yang mengatur mengenai
Penyelenggaraan Usaha pembiayaan
syariah.
Syariah pelapor untuk
-67 -
4) Piutang Pembiayaan Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
investasi dengan akad musyarakah mutanaqishoh
meliputi piutang pokok pembiayaan dan piutang
bagi hasil pembiayaan yang dicatat sebesar nilai
Neto.
Pos ini dirinci:
a) Piutang
Pokok Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah mutanaqishoh setelah dikurangi
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Pokok Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pokok pembiayaan investasi dengan
akad musyarakah mutanaqishoh.
Termasuk di dalamnya pembiayaan
investasi yang belum jatuh tempo.
Pendapatan Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Syariah pelapor untuk
-68 -
Piutang
pembiayaan
musyarakah mutanaqishoh.
Cadangan Penyisihan Piutang Pokok
Pembiayaan Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pokok
pembiayaan investasi musyarakah
mutanaqishoh
sebagaimana diatur
dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan usaha
pembiayaan syariah.
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil
pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah mutanaqishoh setelah dikurangi
dengan cadangan penyisihan penghapusan
piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
Musyarakah Mutanaqishoh Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
musyarakah mutanaqishoh.
Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi Musyarakah Mutanaqishoh
Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
investasi
-69 -
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang
pembiayaan
musyarakah mutanaqishoh.
Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi Musyarakah
Mutanaqishoh
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang bagi
hasil pembiayaan investasi musyarakah
mutanaqishoh
sebagaimana diatur
dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan usaha
pembiayaan syariah.
5) Piutang Pembiayaan Investasi dengan Akad
Lainnya Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan
investasi dengan akad selain akad mudharabah,
musyarakah, mudharabah musytarakah, dan
musyarakah mutanaqishah meliputi piutang
pokok pembiayaan dan piutang bagi hasil
pembiayaan yang dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Pokok Pembiayaan Investasi dengan
Akad Lainnya Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad lainnya
setelah dikurangi dengan cadangan
penyisihan
penghapusan
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
piutang
Syariah pelapor untuk
investasi
Piutang Pokok Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pokok pembiayaan investasi dengan
akad lainnya. Termasuk di dalamnya
-70 -
pembiayaan investasi yang belum jatuh
tempo.
Pendapatan
Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Piutang pembiayaan investasi dengan
akad lainnya.
Cadangan Penyisihan Piutang Pokok
Pembiayaan Investasi dengan Akad
Lainnya
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang pokok
pembiayaan investasi dengan akad
lainnya sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
b) Piutang Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
dengan Akad Lainnya Neto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi hasil
pembiayaan investasi dengan akad lainnya
setelah dikurangi dengan cadangan
penyisihan
penghapusan
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
Syariah pelapor untuk
piutang
Piutang bagi hasil pembiayaan investasi
dengan akad lainnya Bruto
-71 -
Pos ini diisi dengan jumlah piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
lainnya.
Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan
Investasi
dengan
Akad Lainnya
Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan
yang telah disepakati dengan konsumen
tetapi belum diakui oleh Perusahaan
Syariah pelapor.
Pendapatan dan Biaya Lainnya
sehubungan Transaksi Pembiayaan
yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan
biaya lainnya sehubungan transaksi
pembiayaan yang diamortisasi oleh
Perusahaan
Syariah pelapor untuk
piutang bagi hasil pembiayaan investasi
dengan akad lainnya.
Cadangan Penyisihan Piutang Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi dengan Akad
Lainnya
Pos ini diisi dengan cadangan
penyisihan penghapusan piutang bagi
hasil pembiayaan investasi dengan akad
lainnya sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK yang mengatur mengenai
penyelenggaraan usaha pembiayaan
syariah.
c. Piutang Pembiayaan Jasa
Pos ini diisi dengan jumlah piutang pembiayaan Jasa
meliputi akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT),
qardh, piutang pembiayaan investasi lainnya serta
akad Ijarah yang dicatat sebesar nilai neto.
Pos ini dirinci:
1) Piutang Pembiayaan Jasa IMBT Neto
-72 -
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa
dengan akad IMBT setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Pembiayaan IMBT Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jasa dengan akad IMBT.
Pembiayaan Jasa
b) Pendapatan
Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang IMBT.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan
IMBT
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang IMBT sebagaimana
diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan
pembiayaan syariah.
2) Piutang Pembiayaan Jasa Qardh – Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan
Jasa dengan akad qardh setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Pembiayaan Qardh Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jasa dengan akad qardh.
IMBT
usaha
-73 -
b) Pendapatan
Pembiayaan
Jasa Qardh
Tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor untuk Piutang
Qardh.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan
Qardh
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang qardh sebagaimana
diatur dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan
pembiayaan syariah.
3) Piutang Pembiayaan Jasa dengan Akad Lainnya
Neto
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa
dengan akad selain akad IMBT, qardh,dan ijarah
setelah dikurangi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Jasa dengan Akad Lainnya Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jasa dengan akad lainnya.
b) Pendapatan Piutang Jasa dengan Akad
Lainnya tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
usaha
-74 -
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang Jasa dengan Akad
Lainnya.
d) Cadangan Penyisihan piutang Pembiayaan
Jasa dengan Akad Lainnya
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang pembiayaan jasa
dengan akad lainnya sebagaimana diatur
dalam Peraturan OJK yang mengatur
mengenai
penyelenggaraan
pembiayaan syariah.
4) Piutang Jasa Ijarah
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan jasa
dengan akad ijarah setelah dikurangi dengan
cadangan penyisihan penghapusan piutang
pembiayaan.
Pos ini dirinci:
a) Piutang Jasa Ijarah Bruto
Pos ini diisi dengan jumlah piutang
pembiayaan jasa dengan akad ijarah.
b) Pendapatan Piutang Jasa Ijarah tangguhan
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang
telah disepakati dengan konsumen tetapi
belum diakui oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
c) Pendapatan dan Biaya Lainnya sehubungan
Transaksi Pembiayaan yang Diamortisasi
Pos ini diisi dengan pendapatan dan biaya
lainnya sehubungan transaksi pembiayaan
yang diamortisasi oleh Perusahaan Syariah
pelapor untuk Piutang Ijarah.
d) Cadangan Penyisihan Piutang Pembiayaan
Jasa Ijarah
usaha
-75 -
Pos ini diisi dengan cadangan penyisihan
penghapusan piutang dengan Akad Lainnya
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK
yang mengatur mengenai penyelenggaraan
usaha pembiayaan syariah.
Pos-pos Piutang Pembiayaan ini harus dirinci pada
Formulir (2100 Rincian Pembiayaan).
4. Penyertaan Modal
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal dalam
bentuk saham Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor
pada perusahaan di sektor jasa keuangan dan perusahaan
di sektor non jasa keuangan selain perusahaan dalam
rangka restrukturisasi pembiayaan baik dalam rupiah
maupun valas pada bank. Saham yang dimiliki dalam
rangka penyertaan tidak untuk diperjualbelikan.
Penyertaan modal terdiri:
a. Penyertaan Modal Pada Bank Syariah
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan modal
Perusahaan Pembiayaan pelapor pada bank. Bank
adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai perbankan yang
berlaku.
b. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Sektor Jasa
Keuangan
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor pada perusahaan di
sektor keuangan selain bank. Termasuk dalam subpos
ini antara lain Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan
Modal Ventura, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan
Asuransi, dan Dana Pensiun serta Perusahaan
sekuritas.
c. Penyertaan Modal Pada Perusahaan Non Sektor Jasa
Keuangan
Pos ini diisi dengan jumlah penyertaan Perusahaan
Pembiayaan pelapor pada perusahaan selain sektor
keuangan.
-76 -
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2300 (Daftar Rincian
Penyertaan Modal).
5.
Investasi Dalam Surat Berharga Syariah
Pos ini mencakup semua investasi Perusahaan Syariah
pelapor pada surat-surat berharga syariah, selain
penyertaan dalam bentuk saham.
Nilai surat berharga tersebut disajikan sesuai dengan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2200 (Daftar Rincian
Surat Berharga Yang Dimiliki).
6. Aset Yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan
Neto
Pos ini dirinci:
a. Aset Yang Digunakan Untuk Kegiatan Usaha
Pembiayaan
Subpos ini mencakup nilai aset ijarah atau aset lain
yang digunakan untuk kegiatan usaha pembiayaan.
Aset yang digunakan untuk kegiatan usaha
pembiayaan diakui pada saat diperoleh sebesar biaya
perolehan.
b. Akumulasi Penyusutan Aset Yang Digunakan Untuk
Kegiatan Usaha Pembiayaan
Subpos ini mencakup jumlah penyusutan atas aset
yang digunakan usaha pembiayaan sampai dengan
tanggal laporan.
7. Aset Tetap dan Inventaris Neto
Pos ini dirinci:
a. Aset Tetap dan Inventaris
Pos ini mencakup aset tetap dan inventaris yang
dimiliki Perusahaan Syariah pelapor.
b. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris
Pos ini mencakup akumulasi penyusutan aset tetap
dan inventaris sampai dengan tanggal laporan.
8. Aset Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup jumlah aset pajak tangguhan yang diakui
oleh Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode
laporan yang diukur dengan tarif pajak yang berlaku
-77 -
terhadap seluruh perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan (deductible temporary differences) dan atau
saldo rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa
mendatang.
Pos ini disajikan dilaporan posisi keuangan berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos liabilitas pajak tangguhan.
9. Rupa-rupa Aset
Pos ini mencakup saldo aset yang tidak dapat dimasukkan
atau digolongkan ke dalam pos 1 sampai dengan 9 di atas,
antara lain biaya-biaya yang dibayar di muka.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2490 (Rincian Rupa-
Rupa Aset).
LIABILITAS DAN EKUITAS
1.
Liabilitas Segera
Pos ini mencakup liabilitas jangka pendek Perusahaan
Syariah pelapor kepada pihak ketiga yang berjangka waktu
tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Termasuk ke dalam
pos ini antara lain utang yang berkaitan dengan program
pensiun karyawan dan premi asuransi Perusahaan Syariah
pelapor.
Pos ini dirinci:
a. Akad Mudharabah
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor dengan akad mudharabah.
b. Akad Mudaharabah Musyarakah
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor dengan akad mudharabah musytarakah.
c. Akad Musyarakah
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor dengan akad musyarakah.
d. Akad Qardh
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor dengan akad qardh.
e. Akad Pendanaan Lainnya
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor dengan Akad pendanaan lainnya, selain akad
-78 -
mudharabah, mudharabah musytarakah, musyarakah,
dan qardh.
f.
Liabilitas segera lainnya
Pos ini mencakup liabilitas segera Perusahaan Syariah
pelapor selain pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e.
2.
Liabilitas Derivatif
Pos ini mencakup semua liabilitas yang merupakan potensi
kerugian yang timbul dari selisih antara nilai kontrak
dengan nilai wajar dari suatu transaksi derivatif pada
tanggal laporan.
Liabilitas derivatif ini hanya untuk kegiatan lindung nilai.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 3010 (Rincian
Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai).
3. Utang Pajak
Pos ini mencakup seluruh liabilitas pajak Perusahaan
Syariah pelapor yang belum dibayar berkaitan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
4. Pendanaan yang Diterima
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah atau valas dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Pos ini dirinci:
a. Pendanaan yang Diterima Dari Dalam Negeri
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun
valas dari dalam negeri atau penduduk.
1) Pendanaan yang Diterima Dari Bank
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun valas dari bank yang melakukan
kegiatan operasional di Indonesia. Subpos ini
tidak boleh dikompensasikan dengan pos bank
pada pos-pos Aset.
Pos ini dirinci:
a) Akad Mudharabah
-79 -
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah.
b) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad musyarakah.
d) Akad Ijarah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad ijarah.
e) Akad Qardh
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad qardh.
f) Akad Pendanaan Lainnya
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad selain poin i sampai dengan
poin vi.
2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun valas dari perusahaan nonbank yang
melakukan kegiatan operasional di Indonesia.
b. Pendanaan yang Diterima Dari Luar Negeri
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun
valas dari luar negeri atau bukan penduduk (non
resident).
1) Pendanaan yang Diterima Dari Bank Syariah
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
-80 -
maupun valas dari bank yang melakukan
kegiatan operasional di luar Indonesia.
Pos ini dirinci:
a) Akad Mudharabah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah.
b) Akad Mudharabah musytarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad musyarakah.
d) Akad Ijarah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad ijarah.
e) Akad Qardh
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad qardh.
f) Akad pendanaan lainnya
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad selain poin i sampai dengan
poin vi.
2) Pendanaan yang Diterima Dari Nonbank
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun valas dari jasa keuangan nonbank yang
melakukan kegiatan operasional di
Indonesia.
luar
-81 -
Pos ini dirinci:
a) Akad Mudharabah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah.
b) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad musyarakah.
d) Akad Ijarah
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad ijarah.
e) Akad Qardh
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad qardh.
f) Akad pendanaan lainnya
Pos ini diisi dengan pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan
skema akad selain poin a sampai dengan
poin e.
3) Pendanaan yang Diterima Lainnya
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun valas dari pihak ketiga bukan bank di
luar negeri atau bukan penduduk (non resident).
Pos-pos ini harus dirinci pada Formulir 2550 (Daftar
Rincian Pendanaan yang Diterima).
5. Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan
Pos ini mencakup nilai seluruh surat berharga selain
saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor di
-82 -
dalam maupun luar negeri dalam rangka memperoleh
tambahan dana dari masyarakat.
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2600 (Daftar Rincian
Surat Berharga yang Diterbitkan).
6.
Liabilitas Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup jumlah liabilitas pajak tangguhan yang
diakui oleh Perusahaan Syariah pelapor pada akhir periode
laporan yang dihitung dengan tarif pajak yang berlaku bagi
seluruh perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary
differences).
Pos ini disajikan di laporan posisi keuangan berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos Aset Pajak Tangguhan.
7. Pinjaman (Qardh) Subordinasi
Pos ini mencakup pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dengan syarat sebagai berikut:
paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun
dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling
akhir dari segala pendanaan yang ada
dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil
antara Perusahaan Syariah pelapor dengan pemberi
pendanaan.
Pos ini dirinci:
a. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Dalam Negeri
Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun
valas
penduduk/resident.
b. Pinjaman (Qardh) Subordinasi Luar Negeri
Pos ini mencakup pinjaman subordinasi yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah
maupun valas dari luar negeri atau bukan
penduduk/non resident.
8. Rupa-rupa Liabilitas
Pos ini mencakup saldo liabilitas lainnya yang tidak dapat
dimasukkan atau digolongkan ke dalam pos pada angka 1
sampai dengan angka 6 di atas.
dari dalam negeri atau
-83 -
Pos ini harus dirinci pada Formulir 2790 (Daftar Rincian
Rupa-rupa Liabilitas).
9. Modal
a. Modal Disetor/Modal Kerja
Untuk Perusahaan Syariah, yang dimasukkan ke
dalam subpos ini adalah nilai modal Perusahaan
Syariah pelapor yang sudah disetor penuh oleh
pemegang saham Perusahaan Syariah pelapor
yang berbadan hukum perseroan terbatas.
Untuk UUS, yang dimasukkan ke dalam subpos
ini adalah modal kerja yang ditempatkan dalam
bentuk kas atau setara kas dari induk
perusahaan yang dibuktikan dengan surat
keputusan direksi mengenai penempatan modal
kerja pada UUS.
b. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib
Pos ini dirinci:
1) Simpanan Pokok
Pos ini mencakup nilai simpanan pokok yang
telah disetor oleh anggota pada Perusahaan
Syariah pelapor yang berbadan hukum koperasi.
2) Simpanan Wajib
Pos ini mencakup nilai simpanan wajib yang telah
disetor oleh anggota pada Perusahaan Syariah
pelapor yang berbadan hukum koperasi.
c. Tambahan Modal Disetor
1) Agio
Pos ini mencakup selisih lebih setoran modal
yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor
sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai
nominalnya.
2) Biaya Emisi Efek Ekuitas
Pos ini mencakup biaya yang dikeluarkan oleh
Perusahaan Syariah
pelapor pada saat
menerbitkan saham.
-84 -
3) Modal Hibah
Pos ini mencakup nilai modal hibah yang diterima
Perusahaan Pembiayaan Syariah Pelapor.
4) Tambahan Modal Disetor Lainnya
Pos ini mencakup tambahan modal disetor selain
angka 1), sampai dengan angka 5) sesuai dengan
ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
d. Disagio
Pos ini mencakup selisih kurang setoran modal
sebagai akibat harga saham lebih rendah dari nilai
nominalnya.
e. Modal Saham Yang Diperoleh Kembali
Pos ini mencakup jumlah modal saham yang diperoleh
kembali oleh Perusahaan Syariah pelapor.
f.
Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi Entitas
Sepengendali
Pos ini mencakup selisih antara harga pengalihan
dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi
antara entitas sepengendali sesuai dengan ketentuan
standar akuntansi yang berlaku.
10. Cadangan
Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk menurut
ketentuan anggaran dasar dan atau keputusan
pemilik/rapat pemegang saham. Cadangan ini juga bisa
dimaksudkan untuk UUS.
Dalam pengertian ini meliputi:
a. Cadangan Umum
Pos ini mencakup cadangan yang dibentuk dari
penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah
dikurangi pajak.
b. Cadangan Tujuan
Pos ini mencakup bagian laba setelah dikurangi pajak
yang disisihkan untuk tujuan tertentu.
11. Saldo Laba (Rugi) yang Ditahan
Pos ini mencakup saldo laba (rugi) yang ditahan
(ditanggung) oleh Perusahaan Syariah pelapor pada posisi
periode awal tahun laporan.
-85 -
12. Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak
Pos ini mencakup laba (rugi) Perusahaan Syariah pelapor
selama periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai
dengan tanggal laporan.
13. Komponen Ekuitas Lainnya
Pos ini mencakup komponen ekuitas Perusahaan Syariah
pelapor yang berasal dari transaksi komprehensif.
Pos ini dirinci:
a. Saldo Komponen Ekuitas Lainnya
Pos ini dirinci:
1) Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan Dalam
Surplus Revaluasi Aset Tetap
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat perubahan dalam surplus revaluasi aset
tetap oleh Perusahaan Syariah pelapor pada
posisi periode awal tahun laporan.
2) Keuntungan (Kerugian) Akibat Selisih Kurs
Karena Penjabaran Laporan Keuangan Dalam
Mata Uang Asing.
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat selisih kurs karena penjabaran laporan
keuangan dalam mata uang asing oleh
Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode
awal tahun laporan.
3) Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran
Kembali Aset Keuangan Tersedia Untuk Dijual
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat pengukuran kembali aset keuangan
tersedia untuk dijual oleh Perusahaan Syariah
pelapor pada posisi periode awal tahun laporan.
4) Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif
Instrumen Keuangan Lindung Nilai Dalam
Rangka Lindung Nilai Arus Kas.
Pos ini mencakup saldo keuntungan (kerugian)
akibat bagian efektif instrumen keuangan lindung
nilai dalam rangka lindung nilai arus kas oleh
-86 -
Perusahaan Syariah pelapor pada posisi periode
awal tahun laporan.
5) Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas
Lainnya Sesuai Prinsip Standar Akuntansi
Keuangan.
Pos ini mencakup saldo Keuntungan (Kerugian)
atas komponen ekuitas lainnya sesuai ketentuan
standar akuntansi yang berlaku oleh Perusahaan
Syariah pelapor pada posisi periode awal tahun
laporan.
b. Keuntungan (Kerugian) Komprehensif Lainnya Periode
Berjalan
Pos ini mencakup Keuntungan (Kerugian) pendapatan
komprehensif lainnya (other comprehensive
income/OCI) oleh Perusahaan Syariah pelapor selama
periode akuntansi, mulai dari awal tahun sampai
dengan tanggal laporan.
Nilai pos ini harus sama dengan pos Keuntungan
(Kerugian) Pendapatan Komprehensif Lainnya dalam
Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain.
-87 -
B. FORMULIR 1110: REKENING ADMINISTRATIF
1. BENTUK FORMULIR 1110 (REKENING ADMINISTRATIF)
Formulir 1110 (Rekening Administratif) disusun sesuai format
sebagai berikut:
No.
Pos-pos
1 Fasilitas Pendanaan yang Belum Ditarik
a. Dalam Negeri
1) Bank Syariah
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank
Syariah
3) Lainnya
b. Luar Negeri
1) Bank Syariah
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank
Syariah
3) Lainnya
2 Fasilitas Pembiayaan kepada Konsumen
yang Belum ditarik
3 Penerbitan Surat Sanggup Bayar
dengan Prinsip Syariah
a. Pendanaan Surat Sanggup Bayar
Dalam Negeri
b. Pendanaan Surat Sanggup Bayar
Luar Negeri
4 Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi
Pihak Ketiga
a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan
Channeling dengan Akad Wakalah
Bil Ujrah
b. Kegiatan Pembiayaan Sindikasi
5 Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai
Syariah
a. Spot
b. Forward Agreement
6 Rekening Administratif Lainnya
a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
yang Berhasil Ditagih
c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih
d. Pembiayaan Alihan dengan
Pengelolaan Penagihan
Jumlah
Rupiah Valas Jumlah
-88 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1110 REKENING ADMINISTRATIF
Formulir 1110 (Rekening Administratif) berisi rekening transaksi
yang belum efektif menimbulkan perubahan aset dan liabilitas serta
beberapa catatan penting lainnya.
Rekening administratif dalam valas dijabarkan ke dalam rupiah
dengan menggunakan kurs tengah valas yang dikeluarkan Bank
Indonesia pada akhir periode laporan.
Rekening administratif dirinci:
1.
Fasilitas Pendanaan yang Belum Ditarik
Rekening ini mencakup fasilitas pendanaan yang diperoleh dari
dalam maupun luar negeri yang tidak dapat dibatalkan
(committed) namun belum ditarik oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
Rekening ini dirinci:
a. Dalam Negeri
1) Bank Syariah
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah
3) Lainnya
b. Luar Negeri
1) Bank Syariah
2) Lembaga Jasa Keuangan Nonbank Syariah
3) Lainnya
2. Fasilitas Pembiayaan kepada Konsumen yang Belum Ditarik
Rekening ini mencakup fasilitas pembiayaan yang disediakan
oleh Perusahaan Syariah pelapor kepada konsumen yang tidak
dapat dibatalkan (committed) namun belum ditarik.
3. Penerbitan Surat Sanggup Bayar dengan Prinsip Syariah
Rekening ini mencakup nilai nominal surat sanggup bayar yang
diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor sebagai jaminan
atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya.
Rekening ini dirinci:
a. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Dalam Negeri
b. Pendanaan Surat Sanggup Bayar Luar Negeri
4. Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga
Penyaluran pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk:
a. Kegiatan Pembiayaan Penerusan Channeling dengan Akad
Wakalah Bil Ujrah
-89 -
Pos ini mencakup sebesar total pembiayaan yang
disalurkan melalui mekanisme pembiayaan penerusan
(channeling) dengan menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah.
Pos ini mencakup dana untuk pembiayaan yang
seluruhnya berasal dari penyedia dana (bank, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, dan/atau perusahaan
syariah) dan risiko yang timbul dari aktivitas ini berada
pada penyedia dana. Adapun Perusahaan Syariah pelapor
dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengelola dan
memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana
tersebut.
b. Kegiatan Pembiayaan Sindikasi
Pos ini mencakup pembiayaan atas suatu kegiatan yang
sumber pendanaannya lebih dari satu pihak. Subpos ini
mencakup sebesar total Pembiayaan yang disalurkan
melalui mekanisme pembiayaan sindikasi yang menjadi
porsi pihak lain.
Pos ini dirinci pada Formulir 3020 (Daftar Rincian
Penyaluran Pembiayaan Bersama Porsi Pihak Ketiga).
5.
Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai Syariah
Rekening ini mencakup aset derivatif yang dimiliki Perusahaan
Syariah sehubungan dengan lindung nilai syariah sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
yang berlaku yang dilakukan untuk pokok pendanaan, margin,
dan/atau jangka waktu pembayaran.
Rekening ini dirinci:
a. Spot
b. Forward Agreement
Pos ini dirinci pada Formulir 3010 (Rincian Tagihan Derivatif
untuk Lindung Nilai Syariah).
6. Rekening Administratif Lainnya
Rekening ini mencakup informasi rekening administratif lain
selain angka 1 sampai dengan angka 5.
Rekening ini dirinci:
-90 -
a. Piutang Pembiayaan Hapus Buku
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapusbukukan oleh Perusahaan Syariah pelapor
namun belum dihapustagihkan oleh Perusahaan Syariah.
b. Piutang Pembiayaan Hapus Buku yang Berhasil Ditagih
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapusbukukan namun berhasil ditagih kembali
oleh Perusahaaan Pembiayaan Syariah pelapor.
c. Piutang Pembiayaan Hapus Tagih
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dihapustagihkan oleh Perusahaaan Syariah pelapor.
d. Pembiayaan Alihan dengan Pengelolaan Penagihan
Rekening ini mencakup nilai piutang pembiayaan yang
telah dialihkan melalui mekanisme jual beli yang diikuti
dengan pengelolaan penagihan oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
-91 -
C. FORMULIR 1200: LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN
KOMPREHENSIF LAIN
1. BENTUK FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN
PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN)
Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain) disusun sesuai format sebagai berikut:
Pos-pos
I. PENDAPATAN
1. Pendapatan Operasional
a. Pendapatan dari Kegiatan
Pembiayaan
1) Pendapatan Margin
Pembiayaan Jual Beli
a) Pendapatan Margin
Murabahah
b) Pendapatan Margin Salam
c) Pendapatan Margin
Istishna
d) Pendapatan Margin
dengan Akad Jual Beli
Lainnya
2) Pendapatan Bagi Hasil
Pembiayaan Investasi
a) Pendapatan Bagi Hasil
Mudharabah
b) Pendapatan Bagi Hasil
Musyarakah
c) Pendapatan Bagi Hasil
Mudharabah Musytarakah
d) Pendapatan Bagi Hasil
Musyarakah Mutanaqisah
e) Pendapatan Bagi Hasil
dari akad investasi
lainnya
3) Pendapatan Imbal Jasa
Pembiayaan Jasa
a) Pendapatan Imbal Jasa
Ijarah
b) Pendapatan Imbal Jasa
IMBT
Rp Valas Jumlah
-92 -
Pos-pos
c) Pendapatan Imbal Jasa
Hawalah Bil ujrah
d) Pendapatan Imbal Jasa
Wakalah Bil ujrah
e) Pendapatan Imbal Jasa
Kafalah Bil ujrah
f)
Pendapatan Imbal Jasa
Ju'alah
g) Pendapatan Imbal Jasa
dari Akad Pembiayaan
Jasa Lainnya
4) Pendapatan dari
Kegiatan
Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
b. Pendapatan Operasional Lain terkait
Pembiayaan
1) Pendapatan Administrasi
2) Pendapatan Provisi
3) Pendapatan Ganti Rugi
(Ta'widh)
4) Diskon Asuransi
5) Pendapatan Operasional
Terkait Pembiayaan Lainnya
2. Pendapatan Non-Operasional
a. Pendapatan Imbal Jasa/Jasa Giro
b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya
II.
BEBAN
1. Beban Operasional
a. Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
1) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa Akad Mudharabah
2) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa Akad Mudharabah
Musytarakah
3) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa Akad Musyarakah
4) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Rp Valas Jumlah
-93 -
Pos-pos
Jasa Akad Ijarah
5) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa Akad Wakalah bil Ujrah untuk
kegiatan pembiayaan
6) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa Akad pendanaan dengan
prinsip syariah lainnya
b. Beban Premi Swap
c. Beban Premi Asuransi
d. Beban Tenaga Kerja
1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan
2) Beban Pengembangan dan
Pelatihan Tenaga Kerja
3) Beban Tenaga Kerja Lainnya
e. Beban Pemasaran
1) Beban Insentif Pihak ketiga
2) Beban Pemasaran lainnya
f. Beban Penyisihan/Penyusutan
1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-
ragu:
a) Beban Penyisihan Piutang
Ragu-ragu Pembiayaan Jual
Beli
b) Beban Penyisihan Piutang
Ragu-ragu Pembiayaan
Investasi
c) Beban Penyisihan Piutang
Ragu-ragu Pembiayaan Jasa
2) Beban Penyusutan Aset yang
digunakan untuk kegiatan usaha
pembiayaan (khusus ijarah)
3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan
Inventaris
Rp Valas Jumlah
-94 -
Pos-pos
g. Beban Sewa
h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan
i. Beban Administrasi dan Umum
j. Beban Operasional Lainnya
2. Beban Non Operasional
III.
IV.
LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
V.
VI.
TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN
1. Pajak Tahun Berjalan
2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan
LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK
KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN
KOMPREHENSIF LAINNYA
1. Keuntungan (Kerugian) Akibat
Perubahan dalam surplus Revaluasi
Aset Tetap
2. Selisih Lebih (Kurang) Kurs Karena
Penjabaran Laporan Keuangan dalam
Mata Uang Asing
3. Keuntungan (Kerugian) Akibat
Pengukuran Kembali Aset Keuangan
Tersedia Untuk Dijual
4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian
Efektif Instrumen Keuangan Lindung
Nilai dalam rangka Lindung Nilai Arus
Kas
5. Keuntungan (Kerugian) Atas
Komponen Ekuitas Lainnya Sesuai
Prinsip Standar Akuntansi Keuangan
VII.
LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF
TAHUN BERJALAN
Rp Valas Jumlah
-95 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1200 (LAPORAN LABA RUGI DAN
PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN)
Formulir 1200 (Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif
Lain )mencakup angka kumulatif sejak awal tahun buku Perusahaan
Syariah pelapor sampai dengan tanggal laporan.
Adapun tata cara pengisian laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain dirinci sebagai berikut:
I. PENDAPATAN
1. Pendapatan Operasional
Pos ini mencakup semua pendapatan dari kegiatan utama
Perusahaan Syariah.
Pos ini dirinci:
a. Pendapatan dari Kegiatan Pembiayaan
Pos ini mencakup semua pendapatan margin, bagi
hasil (nisbah), dan imbal jasa (ujroh) yang diperoleh
Perusahaan Syariah dari kegiatan pembiayaan jual
beli, pembiayaan investasi, dan pembiayaan jasa.
Pos ini dirinci:
1) Pendapatan Margin Pembiayaan Jual Beli
a) Pendapatan Margin Murabahah
Pos ini mencakup pendapatan margin yang
telah direalisasikan dari kegiatan
pembiayaan jual beli dengan akad
murabahah.
b) Pendapatan Margin Salam
Pos ini mencakup pendapatan margin yang
telah direalisasikan dari kegiatan
pembiayaan jual beli dengan akad salam.
c) Pendapatan Margin Istishna
Pos ini mencakup pendapatan margin yang
telah direalisasikan dari kegiatan
pembiayaan jual beli dengan akad istishna.
d) Pendapatan Margin dengan Akad Jual Beli
Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan margin yang
telah direalisasikan dari kegiatan
pembiayaan jual beli dengan akad jual beli
-96 -
lainnya berdasarkan prinsip syariah yang
disetujui oleh OJK.
2) Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi
a) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil
(nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad mudharabah.
b) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah
Pos ini mencakup mencakup pendapatan
bagi hasil (nisbah) dari kegiatan pembiayaan
investasi dengan akad musyarakah.
c) Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Musytarakah
Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil
(nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad mudharabah musytarakah.
d) Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah
Mutanaqishoh
Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil
(nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad musyarakah mutanaqishoh.
e) Pendapatan Bagi Hasil dari akad investasi
lainnya.
Pos ini mencakup pendapatan bagi hasil
(nisbah) dari kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad investasi lainnya berdasarkan
prinsip syariah yang disetujui oleh OJK.
3) Pendapatan Imbal Jasa Pembiayaan Jasa
a) Pendapatan Imbal Jasa Ijarah
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad ijarah. Pendapatan Ijarah disajikan
secara neto setelah dikurangi beban yang
terkait, misalnya beban penyusutan, beban
pemeliharaan dan perbaikan, dan
sebagainya.
-97 -
b) Pendapatan Imbal Jasa IMBT
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad IMBT.
c) Pendapatan Imbal Jasa Hawalah Bil Ujrah
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad hawalah atau hawalah bil ujrah.
d) Pendapatan Imbal Jasa Wakalah Bil Ujrah
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad wakalah bil ujrah.
e) Pendapatan Imbal Jasa Kafalah Bil Ujrah
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad kafalah atau kafalah bil ujrah.
f) Pendapatan Imbal Jasa Ju’alah
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad ju’alah.
g) Pendapatan
Imbal Jasa dari Akad
Pembiayaan Jasa Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad pembiayaan jasa lainnya berdasarkan
prinsip syariah yang disetujui oleh OJK.
4) Pendapatan Kegiatan Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
Pos ini mencakup jumlah fee yang diperoleh dari
pengelolaan dana yang berasal dari pihak lawan
transaksi channeling Perusahaan Pembiayaan
Syariah di mana risiko yang timbul dari kegiatan
ini berada pada pemilik dana.
b. Pendapatan Operasional Lain terkait Pembiayaan
Pos ini mencakup Pendapatan Operasional Lain terkait
kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor antara lain pendapatan administrasi,
-98 -
pendapatan provisi, pendapatan denda, dan
pendapatan operasional lain terkait kegiatan usaha
Perusahaan Pembiayaan pelapor lainnya.
1) Pendapatan Administrasi
Pos ini mencakup biaya yang dibebankan ke
Konsumen atas penggunaan fasilitas pembiayaan
dari Perusahaan Syariah.
2) Pendapatan Provisi
Pos ini mencakup biaya provisi yang dibebankan
ke Konsumen.
3) Pendapatan Ganti Rugi (Ta’widh)
Pos ini mencakup ganti rugi atas biaya yang telah
dikeluarkan perusahaan yang dibebankan ke
Konsumen dalam rangka proses penagihan.
4) Diskon Asuransi
Pos ini mencakup pendapatan yang diperoleh
Perusahaan Syariah dalam bentuk diskon
asuransi yang diperoleh dalam rangka penyaluran
pembiayaan syariah.
5) Pendapatan Operasional Terkait Pembiayaan
Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan operasional lainnya
yang diterima Perusahaan Syariah selain pada
pos 1) sampai dengan pos 4) di atas.
Termasuk di dalamnya adalah kegiatan
memasarkan produk-produk keuangan syariah
antara lain reksadana syariah, asuransi syariah
atau produk-produk lain yang terkait dengan
kegiatan jasa keuangan syariah.
2. Pendapatan Non-Operasional
Pos ini mencakup pendapatan dari kegiatan selain kegiatan
utama Perusahaan Syariah pelapor.
a. Pendapatan Imbal Jasa/Jasa Giro
Pos ini mencakup pendapatan imbal jasa atau bagi
hasil (nisbah) dalam rupiah dan valas dari
penempatan yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah
-99 -
pelapor dalam bentuk Aset lancar misalnya giro,
tabungan, dan deposito pada bank syariah.
b. Pendapatan Non-Operasional Lainnya
Pos ini mencakup pendapatan non operasional selain
pendapatan ujrah dan jasa giro.
II. BEBAN
1. Beban Operasional
Pos ini mencakup beban yang timbul dari kegiatan
operasional Perusahaan Syariah pelapor.
a. Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
1) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad
Mudharabah
Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah)
dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul
maal) dengan menggunakan akad mudharabah.
2) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad
Mudharabah Musytarakah
Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah)
dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul
maal) dengan menggunakan akad mudharabah
musytarakah.
3) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal JasaAkad
Musyarakah
Pos ini mencakup beban atas bagi hasil (nisbah)
dari pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul
maal) dengan menggunakan akad musyarakah.
4) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad Ijarah
Pos ini mencakup beban atas imbal jasa (ujrah)
dari pendanaan yang diterima dengan
menggunakan akad ijarah. Termasuk di dalamnya
imbal jasa (ujrah) atas penerbitan sukuk ijarah.
5) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad
Wakalah bil Ujrah untuk Kegiatan Pembiayaan
Pos ini mencakup beban atas imbal jasa (ujrah)
dari pendanaan yang diterima dengan
menggunakan akad wakalah bil ujrah.
-100 -
6) Beban Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa Akad
Pendanaan dengan Prinsip Syariah Lainnya
Pos ini mencakup beban yang timbul dari
pendanaan yang diterima dari mitra (shahibul
maal) dengan menggunakan akad pendanaan
dengan prinsip syariah lainnya.
b. Beban Premi Swap
Pos ini mencakup beban yang dibayarkan dalam
rangka transaksi swap.
c. Beban Premi Asuransi
Pos ini mencakup beban yang dibayarkan untuk
keperluan pertanggungan, misalnya pembayaran
premi asuransi kerugian aset tetap.
d. Beban Tenaga Kerja
1) Beban Gaji, Upah, dan Tunjangan
Pos ini mencakup beban gaji pokok, upah,
beserta tunjangan-tunjangan yang dibayarkan
kepada anggota direksi, anggota dewan komisaris,
dan karyawan Perusahaan Syariah pelapor yang
berstatuspegawai tetap maupun tidak tetap,
sebelum dikurangi dengan pajak penghasilan dan
potong-potongan. Termasuk pula dalam subpos
ini adalah honorarium, uang lembur, dan
perawatan kesejahteraan.
2) Beban Pengembangan dan Pelatihan Tenaga Kerja
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan
Perusahaan Syariah untuk pengembangan dan
pelatihan tenaga kerja.
3) Beban Tenaga Kerja Lainnya
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan
Perusahaan Syariah terkait tenaga kerja selain
yang termasuk dalam subpos gaji, upah, dan
tunjangan dan pengembangan pelatihan tenaga
kerja.
-101 -
e. Beban Pemasaran
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan Perusahaan
Syariah terkait kegiatan pemasaran yang dilakukan
yang terdiri dari:
1) Beban Insentif Pihak Ketiga
Biaya Insentif Pihak Ketiga meliputi seluruh jenis
pembayaran kepada pihak ketiga maupun kepada
pegawai pihak ketiga termasuk juga pembayaran
komisi kepada penyedia barang dan/atau jasa
yang dibayarkan secara tunai, insentif
pencapaian target, biaya wisata pihak ketiga,
biaya promosi bersama, pajak penghasilan,
dan/atau pengeluaran lain terkait dengan
akuisisi pembiayaan yang dibayarkan kepada
pihak ketiga
2) Beban Pemasaran Lainnya
Biaya Pemasaran Lainnya meliputi biaya
pemasaran selain beban insentif pihak ketiga.
f. Beban Penyisihan/Penyusutan
1) Beban Penyisihan Piutang Ragu-ragu
Pos ini mencakup beban penyisihan piutang ragu-
ragu atas piutang pembiayaan.
a) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu
Pembiayaan Jual Beli
Pos ini mencakup beban penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan
pembiayaan jual beli.
b) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu
Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup beban penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan
investasi.
c) Beban Penyisihan Piutang Ragu-Ragu
Pembiayaan Jasa
Pos ini mencakup beban penyisihan piutang
ragu-ragu atas piutang pembiayaan jasa.
-102 -
2) Beban Penyusutan Aset yang digunakan untuk
kegiatan usaha pembiayaan (khusus ijarah)
3) Beban Penyusutan Aset Tetap dan Inventaris
Pos ini mencakup beban penyusutan aset tetap
dan inventaris.
g. Beban Sewa
Pos ini mencakup sewa yang dibayarkan oleh
Perusahaan Syariah pelapor, misalnya sewa kantor,
sewa rumah/gedung, dan sewa alat-alat.
h. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh
Perusahaan Syariah pelapor untuk pemeliharaan dan
atau perbaikan aset tetap, inventaris kantor, dan lain-
lain.
i. Beban Administrasi dan Umum
Pos ini mencakup beban untuk pemakaian barang-
barang/jasa-jasa, seperti biaya penerangan, air,
telepon, telegram, dan alat-alat kantor.
j. Beban Operasional Lainnya
Pos ini mencakup beban selain dari pos huruf a
sampai dengan huruf i di atas.
2. Beban Non Operasional
Pos ini mencakup beban yang dikeluarkan oleh Perusahaan
Syariah pelapor selain untuk kegiatan utama Perusahaan
Syariah.
III. LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
Pos ini mencakup jumlah pendapatan dikurangi jumlah beban
Perusahaan Syariah pelapor sebelum dikurangi dengan pajak.
IV. TAKSIRAN PAJAK PENGHASILAN
1. Pajak Tahun Berjalan
Pos ini mencakup taksiran beban pajak penghasilan yang
dihitung secara progresif dari laba periode tahun berjalan
sampai dengan tanggal laporan.
2. Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan
Pos ini mencakup besarnya pendapatan (beban) pajak
tangguhan terkait dengan besarnya aset (liabilitas) pajak
-103 -
tangguhan yang diakui untuk periode tahun berjalan
sampai dengan tanggal laporan.
V. LABA (RUGI) BERSIH SETELAH PAJAK
Pos ini mencakup laba (rugi) setelah dikurangi taksiran pajak
penghasilan yang meliputi pajak tahun berjalan dan pendapatan
(beban) pajak tangguhkan yang diakui untuk periode tahun
berjalan sampai dengan tanggal laporan.
VI. KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENDAPATAN KOMPREHENSIF
LAINNYA
Pos ini mencakup keuntungan (kerugian) pendapatan
komprehensif lainnya (other comprehensive income/OCI) oleh
Perusahaan Syariah pelapor selama periode akuntansi, mulai
dari awal tahun sampai dengan tanggal laporan.
Pos ini dirinci:
1. Keuntungan (Kerugian) Akibat Perubahan dalam Surplus
Revaluasi Aset Tetap
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan revaluasi aset tetap yang diakui
untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal
laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
2.
Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan dalam
Mata Uang Asing
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan selisih kurs penjabaran laporan
keuangan dalam mata uang asing yang diakui untuk
periode tahun berjalan sampai dengan tanggal laporan. Pos
ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi
(offset) dengan pos kerugian.
3. Keuntungan (Kerugian) Akibat Pengukuran Kembali Aset
Keuangan Tersedia Untuk Dijual
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan aset keuangan tersedia untuk dijual
yang diakui untuk periode tahun berjalan sampai dengan
tanggal laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi
berdasarkan kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
-104 -
4. Keuntungan (Kerugian) Akibat Bagian Efektif Instrumen
Keuangan Lindung Nilai Dalam Rangka Lindung Nilai Arus
Kas
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih terkait dengan lindung nilai arus kas yang diakui
untuk periode tahun berjalan sampai dengan tanggal
laporan. Pos ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan
kompensasi (offset) dengan pos kerugian.
5. Keuntungan (Kerugian) Atas Komponen Ekuitas Lainnya
Sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan
Pos ini mencakup besarnya keuntungan atau kerugian
bersih selain dari pos 1 sampai dengan pos 4 di atas. Pos
ini disajikan di laporan laba rugi berdasarkan kompensasi
(offset) dengan pos kerugian.
VII. LABA (RUGI) BERSIH KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN
Pos ini mencakup nilai laba (rugi) bersih setelah pajak ditambah
keuntungan (kerugian) pendapatan komprehensif lainnya.
-105 -
D. FORMULIR 1300 : LAPORAN ARUS KAS
1. BENTUK FORMULIR 1300 (LAPORAN ARUS KAS)
Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) disusun sesuai format sebagai
berikut:
Pos-pos
I.
Arus Kas bersih dari Kegiatan Operasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Operasi
a. Arus Kas Masuk dari
Pembiayaan Jual Beli
1) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Murabahah
2) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Salam
3) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Istishna
4) Arus Kas Masuk dari
Akad Jual Beli Lainnya
b. Arus Kas Masuk dari
Pembiayaan Investasi
1) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Mudharabah
2) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Musyarakah
3) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Mudharabah
Musytarakah
4) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Musyarakah
Muntanaqisah
5) Arus Kas Masuk dari
Akad Investasi Lainnya
c. Arus Kas Masuk dari
Pembiayaan Jasa
1) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Ijarah
2) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Rp
Valas
Jumlah
-106 -
Pos-pos
IMBT
3) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Hawalah bil ujrah
4) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Wakalah/Wakalahbil
ujrah
5) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Kafalah/Kafalah bil
ujrah
6) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
Ju'alah
7) Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Pembiayaan
qardh
8) Arus Kas Masuk dari
Akad Pembiayaan Jasa
Lainnya
d. Arus Kas Masuk dari
Kegiatan
Pembiayaan
Penerusan dengan akad
wakalah bil ujrah
e. Arus Kas Masuk dari
Kegiatan
Pembiayaan
Penerusan (Channeling)
f.
Arus Kas Masuk dari
Kegiatan
Pembiayaan
Bersama (Joint Financing)
g. Arus Kas Masuk dari Surat
Berharga
Diperjualbelikan
h. Arus Kas Masuk dari
Pendapatan
operasi lainnya
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Operasi
a. Arus Kas Keluar untuk
Kegiatan Pembiayaan Jual
Beli
1) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan
Murabahah
2) Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
yang
Rp
Valas
Jumlah
-107 -
Pos-pos
Pembiayaan Salam
3) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Istishna
4) Arus Kas Keluar
untuk
5) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Bersama
(Joint Financing)
6) Arus Kas Keluar
untuk Akad Jual Beli
Lainnya
b. Arus Kas Keluar untuk
Kegiatan
Pembiayaan
Investasi
1) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan
Mudharabah
2) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan
Musyarakah
3) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan
Mudharabah
Musytarakah
4) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan
Musyarakah
Muntanaqisah
5) Arus Kas Keluar
untuk Akad Investasi
Lainnya
c. Arus Kas Keluar untuk
Kegiatan Pembiayaan Jasa
1) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Ijarah
2) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan IMBT
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Pembiayaan Penerusan
(Channeling)
Kegiatan
Kegiatan
Rp
Valas
Jumlah
Kegiatan
-108 -
Pos-pos
3) Arus Kas Keluar
untuk
4) Arus Kas Keluar
untuk
5) Arus Kas Keluar
untuk
6) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Ju'alah
7) Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan qardh
8) Arus Kas Keluar
untuk Kegiatan akad
Pembiayaan
lainnya
jasa
d. Arus Kas Keluar untuk
Beban Umum
Administrasi
dan
e. Arus Kas Keluar untuk
Pajak Penghasilan
f. Arus Kas Keluar untuk
Perolehan Surat Berharga
yang Diperjualbelikan
g. Arus Kas Keluar untuk
Kegiatan Operasi Lainnya
II.
Arus Kas Bersih dari Kegiatan
Investasi
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Investasi
a. Arus Kas Masuk dari
Pelepasan Anak Perusahaan
b. Arus Kas Masuk dari
Penjualan
Tanah,
Bangunan, dan Peralatan
c. Arus Kas Masuk dari
Penjualan Surat Berharga
yang Tidak Dimaksudkan
untuk Diperjualbelikan
d. Arus Kas Masuk Dividen
e. Arus Kas Masuk Bagi Hasil
dari Kegiatan Investasi
Kegiatan
Kegiatan
Pembiayaan Hawalah
bil ujrah
Kegiatan
Pembiayaan Wakalah
bil ujrah
Kegiatan
Pembiayaan Kafalah bil
ujrah
Kegiatan
Rp
Valas
Jumlah
-109 -
Pos-pos
f.
Arus Kas Masuk dari
Kegiatan Investasi Lainnya
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Investasi
a. Arus Kas Keluar untuk
Perolehan Atas Anak
Perusahaan
b. Arus Kas Keluar untuk
Pembelian
Tanah,
Bangunan, dan Peralatan
c. Arus Kas Keluar untuk
Perolehan Surat Berharga
yang Tidak Diperjualbelikan
d. Arus Kas Keluar untuk
Kegiatan Investasi Lainnya
III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan
Pendanaan
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan
Pendanaan
a. Arus Kas Masuk dari
Pendanaan Bank Syariah
1) Akad Mudharabah
2) Akad Mudharabah
Musytarakah
3) Akad Musyarakah
4) Akad Lainnya
b. Arus Kas Masuk dari
Pendanaan Nonbank
1) Akad Mudharabah
2) Akad Mudharabah
Musytarakah
3) Akad Musyarakah
4) Akad Lainnya
c. Arus Kas Masuk dari
Pinjaman
(Qardh)
Subordinasi
d. Arus Kas Masuk dari
Penerbitan Sukuk
e. Arus Kas Masuk dari
Pendanaan Sekuritisasi
dengan Prinsip Syariah
f.
Arus Kas Masuk dari
Pendanaan Lainnya sesuai
dengan Prinsip Syariah
g. Arus Kas Masuk dari
Penerbitan Modal Saham
Rp
Valas
Jumlah
-110 -
Pos-pos
h. Arus Kas Masuk Setoran
Modal Kerja (Khusus UUS)
2. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan
Pendanaan
a. Arus Kas Keluar untuk
Pendanaan Bank
1) Akad Mudharabah
2) Akad Mudharabah
Musytarakah
3) Akad Musyarakah
4) Akad Lainnya
b. Arus Kas Keluar untuk
Pendanaan Nonbank
1) Akad Mudharabah
2) Akad Mudharabah
Musytarakah
3) Akad Musyarakah
4) Akad Lainnya
c. Arus Kas Keluar untuk
Pendanaan
Pinjaman
(Qardh) Subordinasi
d. Arus Kas Keluar untuk
Penerbitan Sukuk
e. Arus Kas Keluar untuk
Pendanaan Sekuritisasi
dengan Prinsip Syariah
f.
Arus Kas Keluar untuk
Pendanaan Lainnya sesuai
dengan Prinsip Syariah
g. Arus Kas Keluar untuk
Penarikan Kembali Saham
Perusahaan (Treasury Stock)
h. Arus Kas Keluar Dividen
IV.
V.
Surplus (Defisit) dari Perubahan Kurs
Valuta Kas dan Setara Kas
Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan
Setara Kas (I+II+III+IV)
VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode
VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode
Rp
Valas
Jumlah
-111 -
2. PENJELASAN FORMULIR 1300 LAPORAN ARUS KAS
Formulir 1300 (Laporan Arus Kas) ini berisi merupakan laporan
keuangan yang menggunakan dasar pergerakan kas dalam
pembuatannya. Semua pos yang ada dalam laporan arus kas dibuat
dan dihitung berdasarkan keterlibatan kas dan setara kas di
dalamnya dari awal tahun laporan sampai dengan tanggal laporan.
Hal ini berlaku bagi pos penerimaan maupun pengeluaran.
Pada kolom valas, arus kas dan setara kas dipisahkan berdasarkan
kelompok transaksi yang memengaruhi giro Perusahaan Syariah
pada bank luar negeri dan transaksi dengan pihak selain bank luar
negeri.
I. Arus Kas Bersih Dari Kegiatan Operasi
1. Arus Kas Masuk Dari Aktivitas Operasi
a.
Arus Kas Masuk Dari Pembiayaan Jual Beli
Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal dari
aktivitas pembiayaan jual beli.
1)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Murabahah
Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal
dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad
murabahah.
2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Salam
Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal
dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad
salam.
3)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Istishna
Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal
dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad
Istishna.
4) Arus Kas Masuk dari Akad Jual Beli Lainnya
Pos ini memuat semua penerimaan yang berasal
dari aktivitas pembiayaan jual beli dengan akad
jual beli selain akad murabahah, salam, dan
istishna.
-112 -
b. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Investasi
1)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Mudharabah
Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi
penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi
hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan
investasi dengan akad mudharabah.
2)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Musyarakah
Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi
penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi
hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan
investasi dengan akad musyarakah.
3)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
4)
Mudharabah Musytarakah
Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi
penerimaan pembayaran pokok dan/atau bagi
hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan
investasi dengan akad mudharabah musytarakah.
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Musyarakah Mutanaqisah
Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi
penerimaan dari penjualan porsi kepemilikan aset
pembiayaan investasi (hishshah) dan/atau bagi
hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan
investasi dengan akad musyarakah mutanaqisah.
5) Arus Kas Masuk dari Akad Investasi Lainnya
Pos ini memuat semua penerimaan, meliputi
penerimaan pelunasan pokok dan/atau bagi
hasil, yang berasal dari aktivitas pembiayaan
investasi dengan akad investasi selain akad
mudharabah,
musyarakah,
musytarah, dan musyarakah mutanaqisah.
c. Arus Kas Masuk dari Pembiayaan Jasa
1) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan ijarah
mudharabah
-113 -
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad ijarah.
2) Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan IMBT
Pos ini memuat semua penerimaan dari kegiatan
pembiayaan jasa dengan akad IMBT, yang
meliputi imbal jasa (ujrah) dan/atau penerimaan
atas pemindahan kepemilikan aset kepada
konsumen.
3)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
hawalah bil ujrah.
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad hawalah bil ujrah.
4)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Wakalah/Wakalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad wakalah bil ujrah.
5)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Kafalah/Kafalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa yang diikuti
dengan akad kafalah bil ujrah.
6)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Ju’alah
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa yang diikuti
dengan akad ju'alah.
7)
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan
Qardh
Pos ini memuat semua penerimaan atas
pelunasan qardh. Kegiatan pembiayaan yang
menggunakan akad qardh harus bersamaan
dengan penggunaan akad pembiayaan lainnya.
-114 -
8)
Arus Kas Masuk dari Akad Pembiayaan Jasa
Lainnya
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa
(ujrah) dari kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad pembiayaan jasa selain akad ijarah, IMBT,
hawalah bil ujrah, wakalah bil ujrah, kafalah bil
ujrah, ju’alah, dan qardh.
d.
Arus Kas Masuk Dari Kegiatan Pembiayaan
Penerusan Dengan Akad Wakalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua penerimaan imbal jasa (ujrah)
dari kegiatan pembiayaan jasa dengan akad wakalah
bil ujrah. Ujrah tersebut atas kegiatan yang didapat
dari pengelolaan dana yang berasal dari mitra
(counterparty) melalui kegiatan
penerusan
e.
(Channeling) Perusahaan Syariah di mana risiko yang
timbul dari kegiatan ini berada pada pemilik dana.
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Penerusan
f.
(Channeling)
Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari
hasil kegiatan pembiayaan penerusan (channeling).
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pembiayaan Bersama
(Joint Financing)
Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari
hasil kegiatan pembiayaan bersama (joint financing).
g.
Arus Kas Masuk dari Surat Berharga Yang
Diperjualbelikan
Pos ini berisi semua penerimaan yang berasal dari
penjualan atas surat berharga syariah yang ditujukan
untuk diperjualbelikan.
h. Arus Kas Masuk dari Pendapatan Kegiatan Operasi
Lainnya
Pos ini berisi semua penerimaan yang tidak berasal
dari kegiatan utama di atas. Pos ini dapat bersumber
dari penerimaan piutang yang telah dihapuskan,
pendapatan
administrasi,
pendapatan
provisi,
pendapatan ganti rugi (ta’widh) penerimaan klaim
atau manfaat asuransi lainnya dalam bentuk kas serta
-115 -
pendapatan lain yang tidak berasal dari kegiatan
utama, termasuk di dalamnya adalah kegiatan
memasarkan produk keuangan syariah antara lain
reksa dana syariah, asuransi syariah atau produk lain
yang terkait dengan kegiatan jasa keuangan syariah.
2. Arus Kas Keluar Untuk Kegiatan Operasi
a.
Arus Kas Keluar Untuk Kegiatan Pembiayaan
Jual Beli
Pos ini memuat semua pengeluaran yang berasal
dari aktivitas pembiayaan jual beli.
1)
Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Murabahah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan
akad murabahah.
2)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Salam
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan
akad salam.
3)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Istishna
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan
akad istishna.
4)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Penerusan (Channeling)
Pos ini memuat semua pengeluaran yang
dibebankan untuk kegiatan pembiayaan
penerusan (channeling).
5)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Bersama (Joint Financing)
Pos ini memuat semua pengeluaran yang
dibebankan untuk kegiatan pembiayaan
bersama (joint financing).
6)
Arus Kas Keluar untuk Akad Jual Beli
Lainnya
Kegiatan
-116 -
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jual beli dengan
menggunakan akad jual beli selain akad
murabahah, salam, dan istishna.
b.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan
Investasi
Pos ini memuat semua pengeluaran yang
dilakukan untuk tujuan kegiatan pembiayaan
investasi.
1)
Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Mudharabah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad mudharabah.
2)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Musyarakah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad musyarakah.
3)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Mudharabah Musytarakah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad mudharabah musytarakah.
4)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad musyarakah mutanaqisah.
5)
Arus Kas Keluar untuk Akad Investasi
Lainnya
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan investasi
dengan akad investasi,
Kegiatan
selain akad
mudharabah, musyarakah, mudharabah
musytarakah, dan musyarakah mutanaqisah.
-117 -
c.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pembiayaan
Jasa
Pos ini memuat semua pengeluaran yang
dilakukan untuk tujuan pembiayaan jasa.
1)
Arus Kas Keluar
untuk
Pembiayaan Ijarah
Pos ini memuat semua pengeluaran untuk
pembelian aset dan biaya terkait lainnya
dalam rangka kegiatan pembiayaan jasa
dengan akad ijarah.
2)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan IMBT
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad IMBT.
3)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Hawalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad hawalah bil ujrah.
4)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Wakalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad wakalah bil ujrah.
5)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Kafalah Bil Ujrah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad kafalah bil ujrah.
6)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Ju’alah
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad ju'alah.
Kegiatan
-118 -
7)
Arus Kas Keluar
untuk
Kegiatan
Pembiayaan Qardh
Pos ini memuat semua pengeluaran dalam
rangka kegiatan pembiayaan jasa dengan
akad qardh.
8)
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Akad
Pembiayaan Jasa Lainnya
Pos ini memuat semua pengeluaran dari
kegiatan pembiayaan jasa selain akad ijarah,
IMBT, hawalah bil ujrah, wakalah bil ujrah,
kafalah bil ujrah, jualah, dan qardh.
d.
Arus Kas Keluar untuk Beban Umum dan
Administrasi
Pos ini berisi semua beban gaji karyawan, beban
sewa gedung perusahaan, beban listrik dan
telepon, premi asuransi pembayaran iuran
pensiun, dan pembayaran lainnya, serta beban
administrasi lain yang tidak berasal dari kegiatan
utama perusahaan.
e. Arus Kas Keluar untuk Pajak Penghasilan
Pos ini khusus digunakan untuk mencatat
pembayaran pajak penghasilan perusahaan pada
periode laporan.
f.
Arus Kas Keluar Untuk
Perolehan Surat
Berharga yangDiperjualbelikan
Pos ini digunakan untuk mencatat pembayaran
surat
diperjualbelikan
g. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Operasi Lainnya
Pos ini berisi semua pengeluaran yang terjadi dari
kegiatan operasi lainnya dan belum tercakup
dalam pos-pos sebelumnya.
II. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Investasi
1. Penerimaan Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi
a. Arus Kas Masuk dari Pelepasan Anak Perusahaan
Pos ini berisi hasil pelepasan anak perusahaan yang
melibatkan kas dan pendapatan lain yang terkait.
berharga yang ditujukan untuk
-119 -
b.
c.
Arus Kas Masuk dari Penjualan Tanah, Bangunan
dan Peralatan
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penjualan
tanah, bangunan dan peralatan. Jika dalam
penjualan tersebut terjadi pengeluaran untuk beban
administrasi dan beban-beban lain yang harus
ditanggung perusahaan, maka pos ini berisi neto
pendapatan dari penjualan tanah setelah dikurangi
dengan beban-beban yang harus dibayar perusahaan.
Arus Kas Masuk dari Penjualan Surat Berharga yang
Tidak Dimaksudkan untuk Diperjualbelikan
Dalam hal Perusahaan Syariah pelapor menjual
kembali surat berharga berjangka panjang yang tidak
dimaksudkan untuk diperjualbelikan maka hasil
penjualan tersebut harus dilaporkan di dalam pos
penerimaan kas ini secara neto setelah dikurangi
dengan semua biaya yang harus dibayarkan
sehubungan dengan transaksi tersebut.
d. Arus Kas Masuk Dividen
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan dividen
hasil investasi Perusahaan Syariah pelapor pada
saham perusahaan lain.
e. Arus Kas Masuk Bagi Hasil dari Kegiatan Investasi
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendapatan bagi
hasil kegiatan investasi Perusahaan Syariah pelapor.
f.
Arus Kas Masuk dari Kegiatan Investasi Lainnya
Pos ini berisi penerimaan kas dari aktivitas investasi
lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos tersebut di
atas.
2. Arus Kas Keluar Kas untuk Kegiatan Investasi
a.
Arus Kas Keluar untuk Perolehan atas Anak
Perusahaan
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk perolehan
kepemilikan atas anak perusahaannya.
b.
Arus Kas Keluar untuk Pembelian Tanah, Bangunan,
dan Peralatan
-120 -
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi
pembelian tanah, bangunan, dan peralatan.
c.
Arus Kas Keluar untuk Perolehan Surat Berharga
yang Tidak Diperjualbelikan
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan
investasi yang dilakukan dalam rangka transaksi
perolehan surat berharga yang tidak diperjualbelikan.
Jika dalam transaksi ini Perusahaan Syariah pelapor
melakukan pembayaran kas untuk beban-beban
lainnya, maka pos ini harus dicatat secara neto
dengan cara biaya perolehan dikurangi beban lain
yang dikeluarkan untuk memperolehnya.
d. Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Investasi Lainnya
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk kegiatan
investasi lainnya yang tidak termasuk dalam pos-pos
tersebut di atas.
III. Arus Kas Bersih dari Kegiatan Pendanaan
1. Arus Kas Masuk dari Kegiatan Pendanaan
a. Arus Kas Masuk Kas dari Pendanaan Bank
a) Akad Mudharabah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
bank dengan akad mudharabah.
b) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
bank dengan akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
bank dengan akad musyarakah.
d) Akad Lainnya
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
bank dengan akad selain mudharabah,
mudharabah musytarakah dan musyarakah.
b. Arus Kas Masuk dari Pendanaan Nonbank
a) Akad Mudharabah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
nonbank dengan akad mudharabah.
-121 -
b) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
nonbank dengan akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
nonbank dengan akad musyarakah.
d) Akad Lainnya
Pos ini berisi penerimaan kas dari pendanaan
nonbank dengan akad selain mudharabah,
mudharabah musytarakah dan musyarakah.
c. Arus Kas Masuk dari Pinjaman (Qardh) Subordinasi
Pos ini berisi penerimaan kas dari pinjaman (qardh)
subordinasi.
d. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Sukuk
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil penerbitan
sukuk yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
e.
Arus Kas Masuk dari Pendanaan Sekuritisasi dengan
Prinsip Syariah
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil sekuritisasi
dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
f.
Arus Kas Masuk dari Pendanaan Lainnya sesuai
dengan Prinsip Syariah
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil pendanaan
lainnya sesuai dengan prinsip syariah yang dilakukan
oleh Perusahaan Syariah pelapor.
g. Arus Kas Masuk dari Penerbitan Modal Saham
Pos ini berisi penerimaan kas dari hasil
penerbitan/penjualan modal saham Perusahaan
Syariah pelapor.
h. Arus Kas Masuk Setoran Modal Kerja (Khusus UUS)
Pos ini berisi penerimaan kas atas setoran modal kerja
yang diberikan oleh induk perusahaan kepada UUS
pelapor.
2.
Arus Kas Keluar untuk Kegiatan Pendanaan
a. Pembayaran dari Pendanaan Bank
-122 -
1) Akad Mudharabah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
bank dengan akad mudharabah.
2) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
bank dengan akad mudharabah musytarakah.
3) Akad Musyarakah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
bank dengan akad musyarakah.
4) Akad Lainnya
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
bank dengan akad selain mudharabah,
mudharabah musytarakah dan musyarakah.
b. Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Nonbank
a) Akad Mudharabah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
nonbank dengan akad mudharabah.
b) Akad Mudharabah Musytarakah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
nonbank dengan akad mudharabah musytarakah.
c) Akad Musyarakah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
nonbank dengan akad musyarakah.
d) Akad Lainnya
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pendanaan
nonbank dengan akad selain mudharabah,
mudharabah musytarakah dan musyarakah.
c.
Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Pinjaman (Qardh)
Subordinasi
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pinjaman (qardh)
subordinasi.
d. Arus Kas Keluar untuk Penerbitan Sukuk
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil penerbitan
sukuk yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
e.
Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Sekuritisasi
dengan Prinsip Syariah
-123 -
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil sekuritisasi
dengan prinsip syariah yang dilakukan oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
f.
Arus Kas Keluar untuk Pendanaan Lainnya sesuai
dengan Prinsip Syariah
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk hasil pendanaan
lainnya sesuai dengan prinsip syariah yang dilakukan
oleh Perusahaan Syariah pelapor.
g.
Arus Kas Keluar untuk Penarikan Kembali Saham
Perusahaan (Treasury Stock)
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk transaksi
penarikan kembali modal saham dan modal
pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
h. Arus Kas Keluar Dividen
Pos ini berisi pengeluaran kas untuk pembayaran
dividen kepada para pemegang saham Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor.
IV. Surplus (Defisit) dari perubahan Kurs Valuta pada Kas dan
Setara Kas
Pos ini berisi jumlah perubahan kurs valuta kas dan setara kas
dengan nilai yang seharusnya tercatat pada akhir periode
laporan.
V. Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas dan Setara Kas
Pos ini berisi jumlah kenaikan atau penurunan bersih kas dan
setara kas pada periode laporan.
VI. Kas dan Setara Kas pada Awal Periode
Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada awal
periode laporan Perusahaan Syariah pelapor.
VII. Kas dan Setara Kas pada Akhir Periode
Pos ini berisi jumlah posisi kas dan setara kas pada akhir
periode
laporan
Perusahaan Syariah
pelapor.
- 124 -
FORMULIR 2100: RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN
1. BENTUK FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN)
Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan yang Diberikan) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Konsumen
(2)
Nama
Konsumen
Kelompok
Konsumen
(3)
Nama
(4)
Kategori
Usaha
Konsumen
(5)
Kategori
Usaha
Keuangan
Berkelanjutan
(6)
Golongan
Konsumen
(7)
Status
Keterkaitan
(8)
Sektor
Lokasi
Ekonomi
Lapangan
Usaha
Kabupaten/
Kota Proyek
Nomor
Kontrak
Jenis
Pembiayaan
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Jangka Waktu
Skema
Tujuan
Pembiayaan Pembiayaan
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
Nilai Awal
Pembiayaan
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(15)
(16)
Tagihan Piutang
Pembiayaan Bruto
(17)
Tagihan Piutang
Pembiayaan Pokok
(18)
Porsi
Perusahaan
Pada
Pembiayaan
Bersama
- 125 -
(19)
(20)
Jenis
Valuta
Simpanan
Jaminan/
Uang
Muka
(21)
Pihak Lawan Kerja
Sama Pembiayaan
Bersama (Joint
Financing)
(22)
Biaya Insentif
Akuisisi
Pembiayaan
kepada Pihak
Ketiga
(23)
Margin/ Bagi Hasil/ Imbal
Jasa
Jenis Nilai
Tingkat
(24)
Margin Yang Ditangguhkan
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(25)
(26)
Pendapatan
Administrasi
Pendapatan
Provisi
(27)
Kualitas
Tanggal
(28)
Pembayaran Angsuran Terakhir
Nilai
Angsuran
Ke-
Angsuran
Jenis
(29)
Barang/Jasa yang dibiayai
Nilai Barang/Jasa
yang dibiayai
(30)
(31)
Agunan Yang Diperhitungkan
Nomor
Identitas
Agunan
Jenis
Agunan
Nilai
Agunan
Jenis
Sertifikat Pengikatan Agunan
Nomor
Sertifikat
Kepemilikan
Nomor
Sertifikat
Pengikatan
Tanggal
Sertifikat
(32)
Posisi
Penyimpanan
Sertifikat
Agunan
(33)
Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai
Metode
Aset
Baik
Aset
Kurang
Baik
Aset
Tidak
Baik
- 126 -
(34)
Proporsi
Penjaminan
Kredit
Syariah
Nama
Perusahaan
Asuransi
(35)
(36)
Jangka
Waktu
Asuransi
Syariah
(37)
Kontribusi
oleh
Konsumen
(38)
Diskon
Kontribusi
Asuransi
- 127 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2100 (RINCIAN PEMBIAYAAN YANG
DIBERIKAN)
Formulir 2100 (Rincian Pembiayaan Yang Diberikan) ini berisi rincian
setiap kegiatan pembiayaan, baik itu pembiayaan jual beli,
pembiayaan investasi dan pembiayaan jasa dengan pada hakikatnya
harus diisikan ke dalam Rincian Pembiayaan sesuai dengan periode
laporan.
Konsumen yang menerima fasilitas pembiayaan selain kriteria
tersebut di atas tidak boleh digabungkan dengan Konsumen lainnya.
Dengan demikian setiap kolom wajib diisi sandi bersangkutan dengan
penjelasan sebagai berikut:
(1) Nomor Konsumen
Pos ini diisi dengan nomor kode konsumen yang menerima
fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor. Nomor
Konsumen dapat menggunakan nomor identifikasi debitur yang
disampaikan dalam sistem layanan informasi keuangan.
(2) Nama Konsumen
Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang menerima fasilitas
pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor.
(3) Nama Kelompok Konsumen
Pos ini diisi dengan grup konsumen.
(4) Kategori Usaha Konsumen
Pos ini diisi dengan kategori usaha konsumen berdasarkan skala
bisnis Konsumen yang dibagi dengan kategori sebagai berikut:
Usaha Besar
Usaha besar adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
memiliki kekayaan bersih
lebih
dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Usaha MenengahBerdasarkan ketentuan pada Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah, yang termasuk dalam usaha menengah
yaitu usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- 128 -
memiliki kekayaan bersih
lebih
dari
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah).
Usaha Kecil
Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
yang termasuk dalam usaha kecil yaitu usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih
lebih
dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
Usaha Mikro
Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
yang termasuk dalam usaha mikro yaitu usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00(tiga ratus juta rupiah).
Lainnya/ Non Produktif
Lainnya/Non Produktif adalah konsumen yang tidak
memiliki usaha produktif atau untuk tujuan konsumtif.
- 129 -
(5) Kategori Usaha Keuangan Berkelanjutan
Pos ini diisi dengan kategori usaha Konsumen yang memenuhi
kriteria keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan
bagi lembaga jasa keuangan.
(6) Golongan Konsumen
Pos ini mencakup pihak-pihak yang menerima fasilitas
pembiayaan dari Perusahaan Syariah pelapor atau pihak-pihak
yang memiliki kewajiban kepada Perusahaan Syariah pelapor.
(7) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan status keterkaitan dengan Perusahaan
Syariah, yaitu:
Terkait dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang
menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah
pelapor yang terkait dengan Perusahaan Syariah pelapor.
Tidak Terkait dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang
menerima fasilitas pembiayaan dari Perusahaan Syariah
pelapor yang tidak terkait dengan Perusahaan Syariah
pelapor.
(8) Sektor Ekonomi Lapangan Usaha
Pos ini diisi dengan klasifikasi baku terhadap kegiatan ekonomi
debitur.
Dalam hal pembiayaan digunakan untuk membiayai lebih dari
satu jenis kegiatan ekonomi yang tidak dapat terpisahkan, cara
penggolongannya dititikberatkan kepada sektor ekonomi yang
diutamakan (sektor yang paling besar menerima fasilitas
pembiayaan).
(9) Lokasi Kabupaten/Kota Proyek
Pos ini diisi dengan lokasi tempat kegiatan proyek/barang yang
dibiayai berada/digunakan.
(10) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor urut perjanjian Pembiayaan yang
digunakan dalam kontrak perjanjian oleh Perusahaan Syariah
pelapor.
- 130 -
(11) Jenis Pembiayaan
Pos ini diisi dengan jenis pembiayaan, yaitu:
Pembiayaan Jual Beli
Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai
dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh
para pihak.
Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk
penyediaan modal dengan jangka waktu tertentu untuk
kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan
sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak.
Pembiayaan Jasa
Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik
dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang,
pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian
pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa
(ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak.
(12) Skema Pembiayaan
Pos ini diisi dengan jenis akad digunakan oleh Perusahaan
Syariah pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian dengan
konsumen. Skema pembiayaan tersebut meliputi:
Murabahah
Murabahah adalah jual beli suatu barang dengan
menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih
(margin) sebagai laba sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Salam
Salam adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan
sesuai dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran
harga barang terlebih dahulu secara penuh.
Istishna’
Istishna’ adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan
pembuatan barang sesuai dengan kriteria dan persyaratan
- 131 -
tertentu dan pembayaran harga barang sesuai dengan
kesepakatan oleh para pihak.
Pembiayaan jual beli dengan akad lain
Pembiayaan jual beli dengan akad lain adalah pembiayaan
yang diberikan dengan skema jual beli selain akad
murabahah, salam dan istishna’ yang diperkenankan
berdasarkan prinsip syariah.
Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama (shahib mal)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(mudharib) bertindak selaku pengelola dan keuntungan
usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan
para pihak.
Musyarakah
Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
para pihak.
Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di
mana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal
dalam kerja sama di mana keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Musyarakah Muntanaqishoh
Musyarakah muntanaqishoh adalah musyarakah atau
syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah
satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian porsi
kepemilikan (hishshah) secara bertahap oleh pihak lainnya.
Pembiayaan investasi dengan akad lain
Pembiayaan investasi dengan akad lain adalah pembiayaan
yang diberikan dengan skema investasi selain akad
mudharabah, musyarakah, mudharabah musytarakah, dan
- 132 -
musyarakah muntanaqishoh
berdasarkan prinsip syariah.
yang diperkenankan
Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah ijarah yang disertai
dengan janji pemindahan kepemilikan (wa’d) setelah masa
ijarah selesai.
Qardh
Qardh adalah pinjam meminjam dana (dana talangan)
tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pendanaan secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Pembiayaan Jasa Dengan Akad Lainnya
Pembiayaan jasa dengan akad lainnya adalah pembiayaan
yang diberikan dengan skema pembiayaan jasa selain akad
ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik, hawalah, hawalah bil
ujrah, wakalah, wakalah bil ujrah, kafalah, kafalah bil ujrah,
ju’alah dan qardh yang diperkenankan berdasarkan prinsip
syariah.
(13) Tujuan Pembiayaan
Pos ini diisi dengan tujuan pembiayaan yang dilakukan oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam mengikat kontrak perjanjian
dengan konsumen sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK
mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan Syariah. Tujuan
pembiayaan tersebut meliputi:
Pembiayaan produktif
Pembiayaan konsumtif
(14) Jangka Waktu
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya kontrak
sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan.
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya kontrak
sebagaimana tercantum dalam perjanjian pembiayaan.
(15) Nilai Awal Pembiayaan
Pos ini diisi dengan nilai pembiayaan barang dan/atau jasa
yang secara riil dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah pada awal
- 133 -
kontrak ditandatangani. Nilai pada kolom ini diisi nilai
pembiayaan awal yang jumlahnya tetap selama periode kontrak.
(16) Tagihan Piutang Pembiayaan Bruto
Pos ini diisi dengan tagihan piutang pembiayaan bruto dalam
nilai mata uang asal atau dalam ekuivalen rupiah.
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Tagihan piutang pembiayaan bruto dalam nilai mata uang
asal adalah nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang)
bruto dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis
valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom ini dapat
dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Tagihan piutang pembiayaan bruto dalam ekuivalen rupiah
adalah nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang)
bruto dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi
menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
atau nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto
dalam mata uang rupiah.
(17) Tagihan Piutang Pembiayaan Pokok
Pos ini diisi dengan tagihan pembiayaan pokok dalam nilai mata
uang asal atau dalam ekuivalen rupiah.
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan (outstanding
piutang) bruto dikurangi dengan margin ditangguhkan
dalam mata uang asal selain rupiah. Apabila jenis valuta
adalah 360 (Rupiah), maka nilai dalam kolom ini dapat
dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan nilai piutang pembiayaan (outstanding
piutang) bruto dikurangi dengan margin ditangguhkan
dalam mata uang selain rupiah setelah dikonversi menjadi
rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau
nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam
mata uang rupiah.
(18) Porsi Perusahaan Pada Pembiayaan Bersama
Pos ini diisi dengan presentase porsi Perusahaan Syariah pelapor
apabila perusahaan melakukan pembiayaan bersama (joint
- 134 -
financing). Apabila Perusahaan Syariah pelapor menggunakan
dana sendiri atau pinjaman executing, maka Perusahaan Syariah
tidak perlu mengisi kolom ini.
(19) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian pembiayaan.
(20) Simpanan Jaminan/ Uang Muka
Pos ini diisi dengan jumlah uang simpanan jaminan atau uang
muka yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor dalam
kegiatan pembiayaannya.
Simpanan jaminan adalah jumlah uang yang diterima oleh
Perusahaan Syariah dari konsumen pada awal masa sewa
pembiayaan sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran
pembiayaan.
Uang muka adalah jumlah uang yang diterima oleh Perusahaan
Syariah dari konsumen pada awal masa kontrak sebagai
pembayaran awal pembiayaan tidak termasuk pembayaran biaya
asuransi, penjaminan, atau biaya lainnya dari debitur.
(21) Pihak Lawan Kerja Sama Pembiayaan Bersama (Joint Financing)
Pos ini diisi dengan nama pihak counterparty yang melakukan
kerja sama pembiayaan bersama (joing financing) dengan
Perusahaan Syariah pelapor.
(22) Biaya Insentif Akuisisi Pembiayaan kepada Pihak Ketiga
Pos ini diisi dengan seluruh nilai pembayaran biaya insentif
akuisisi yang dibayarkan Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor kepada pihak ketiga yang terkait dengan perolehan
bisnis.
(23) Margin/ Bagi Hasil/ Imbal Jasa
Jenis
Pos ini diisi dengan jenis skema pembagian keuntungan
sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di
dalam kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil
atau imbal jasa.
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal
imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum
- 135 -
di dalam kontrak bagi kegiatan pembiayaan jual beli dan
pembiayaan jasa.
Tingkat
Pos ini diisi dengan persentase tingkat bunga atau diskonto
dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana tercantum dalam
perjanjian pembiayaan.
Bagi kegiatan pembiayaan investasi syariah, pos ini diisi dengan
persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per annum) sebagaimana
tercantum dalam perjanjian pembiayaan.
(24) Margin yang Ditangguhkan
Pos ini diisi dengan margin ditangguhkan dalam nilai mata uang
asal atau dalam ekuivalen rupiah.
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Margin ditangguhkan dalam nilai mata uang asal adalah
pendapatan margin yang belum diterima dari suatu
piutang piutang pembiayaan dalam mata uang asal selain
rupiah. Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai
dalam kolom ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Margin ditangguhkan dalam ekuivalen rupiah adalah
pendapatan margin yang belum diterima dari suatu
piutang piutang pembiayaan dalam mata uang selain
rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia atau nilai piutang pembiayaan
(outstanding piutang) bruto dalam mata uang rupiah.
(25) Pendapatan Administrasi
Pos ini diisi dengan penempatan administrasi yang dibayarkan
oleh Konsumen kepada perusahaan.
(26) Pendapatan Provinsi
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang diterima atau
dibayar sehubungan dengan fasilitas yang diberikan atau
diterima.
(27) Kualitas
Pos ini diisi dengan kualitas piutang pembiayaan yang dinilai
dengan kriteria sesuai dengan aturan penggolongan kualitas
aset produktif Perusahaan Syariah mengikuti Peraturan OJK
mengenai penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah, yaitu:
- 136 -
Lancar
Dalam Perhatian Khusus
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
(28) Pembayaran Angsuran Terakhir
Pos ini diisi dengan dengan rincian pembayaran angsuran
terakhir atas pokok pembiayaan dan/atau bunga yang
dibayarkan debitur kepada Perusahaan Syariah pelapor.
Tanggal
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pembayaran
pokok dan/atau bunga terakhir.
Angsuran Ke-
Pos ini diisi dengan informasi mengenai periode angsuran
ke berapa.
Nilai Angsuran
Pos ini diisi dengan jumlah nominal angsuran setiap bulan.
(29) Barang/Jasa yang dibiayai
Jenis
Pos ini diisi dengan kategori barang/ jasa yang dibiayai oleh
Perusahaan Syariah sesuai dengan kebutuhan Konsumen.
Rincian jenis barang/ jasa yang dibiayai dikelompokkan
sebagaimana berikut:
a.
b.
c.
d.
Barang Produktif dan turunannya
Barang Infrastruktur dan turunannya
Barang Konsumsi dan turunannya
Jasa
Nilai Barang/ Jasa yang dibiayai
Pos ini diisi dengan nilai barang/ jasa yang dibiayai oleh
Perusahaan Syariah pelapor pada awal kontrak. Nilai ini
diisi dalam rupiah dan selalu sama sepanjang kontrak.
(30) Agunan yang Diperhitungkan
Pos ini diisi dengan identitas agunan, jenis agunan, dan nilai
agunan.
Nomor Identitas Agunan
- 137 -
Identitas agunan adalah nomor atau kode dari barang yang
digunakan sebagai agunan.
Jenis Agunan
Jenis agunan adalah jenis barang yang digunakan sebagai
jaminan pembiayaan, sebagaimana pengelompokan berikut:
- Barang Produktif
- Barang Konsumsi
- Simpanan Berjangka
- Logam Mulia
- Surat Berharga
- Jaminan
Nilai Agunan
Nilai agunan adalah nilai dalam rupiah atas setiap barang
yang diagunkan. Diisi nilai yang dapat diperhitungkan
sebagai PPAP (dalam ribuan rupiah), sesuai dengan
ketentuan dalam Surat Edaran OJK mengenai tingkat
kesehatan keuangan Perusahaan Syariah.
(31) Sertifikat Pengikatan Agunan
Pos ini diisi dengan informasi mengenai sertifikat pengikatan
agunan berupa:
Jenis
Jenis pengikatan agunan dapat berupa fidusia, hak
tanggungan, dan/atau hipotik.
Nomor Sertifikat Kepemilikan
Nomor Sertifikat Pengikatan
Tanggal Sertifikat
(32) Posisi Penyimpanan Sertifikat Agunan
Pos ini diisi dengan lokasi tempat penyimpanan sertifikat
agunan, dapat diisi dengan lokasi kantor cabang, kantor
perwakilan, kantor pusat, dan/atau kantor lembaga penitipan
(kustodian).
(33) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Metode
Pos ini diisi dengan metode pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai yaitu secara:
-
-
individual;
kolektif.
- 138 -
Aset Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang memiliki risiko pembiayaan rendah
dan tidak mengalami peningkatan risiko pembiayaan.
Aset Kurang Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang mengalami kenaikan risiko
pembiayaan secara signifikan dibandingkan sejak tanggal
awal aset tersebut diperoleh.
Aset Tidak Baik
Pos ini diisi dengan nilai penyisihan yang dibentuk atas
penurunan aset yang mengalami pemburukan risiko
pembiayaan dibanding sejak tanggal awal aset tersebut
diperoleh.
(34) Proporsi Penjaminan Kredit Syariah
Pos ini diisi dengan proporsi piutang pembiayaan yang
mendapatkan mitigasi risiko berupa penjaminan syariah, dengan
nilai antara 0%-100%. Dalam hal piutang pembiayaan tidak
mendapatkan penjaminan syariah maka pos ini diisi 0%.
(35) Nama Perusahaan Asuransi
Pos ini diisi dengan nama perusahaan asuransi yang
memberikan pertanggungan asuransi terhadap barang yang
dijadikan agunan.
(36) Jangka Waktu Asuransi Syariah
Pos ini diisi dengan jumlah bulan lamanya pertanggungan
asuransi syariah terhadap barang yang dijadikan agunan.
(37) Kontribusi oleh Konsumen
Pos ini diisi dengan jumlah
kontribusi asuransi yang
dibayarkan oleh konsumen kepada perusahaan asuransi
syariah.
(38) Diskon Kontribusi Asuransi
Pos ini diisi dengan jumlah pendapatan yang diterima
sehubungan dengan pemasaran produk asuransi syariah. Nilai
pada kolom ini jumlahnya tetap selama periode kontrak.
- 139 -
E. FORMULIR 2200: RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG DIMILIKI
1. BENTUK FORMULIR
Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga Syariah Yang Dimiliki)
disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Surat
Berharga
Syariah
(2)
Jenis
Surat
Berharga
Syariah
(3)
Jenis
Akad
(4)
Jatuh Tempo
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
(5)
Tujuan
Kepemili-
kan
(6)
Margin/Bagi
Hasil/Imbal Jasa
Jenis Nilai
Ting-
kat
(7)
(8)
Saldo Akhir
Nilai
Jenis
Valuta
Dalam
Mata
Uang
Asal
Status
Nilai
Rupiah
Nama Negara Golongan
Keterkaitan
(9)
Perusahaan Penerbit
(10)
(11)
Lembaga
Pemeringkat
(12)
Peringkat
Surat
Berharga
(13)
Tanggal
Pemeringkatan
- 140 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2200 (RINCIAN SURAT BERHARGA
SYARIAH YANG DIMILIKI)
Formulir 2200 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Dimiliki) berisi
laporan posisi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang
dalam bentuk surat berharga syariah yang dimiliki Perusahaan
Syariah pelapor dalam rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak
lain. Dalam pos ini tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham.
(1) Nomor Surat Berharga Syariah
Pos ini diisi dengan nomor dari surat berharga yang dimiliki atau
kode dari surat berharga yang dimiliki sesuai dengan registrasi
di Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI).
(2) Jenis Surat Berharga Syariah
Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang dimiliki
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:
Saham
Sertifikat Deposito pada Bank Syariah
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah
Surat Berharga Komersial (CP) Syariah
Medium Term Notes (MTN) Syariah
Reksadana Syariah
Obligasi Syariah/Sukuk
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
Wesel Ekspor
Obligasi Negara (ON)
Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
Surat Berharga Lainnya Berdasarkan Prinsip Syariah
(3) Jenis Akad
Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam surat
berharga syariah yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor
dalam rupiah dan valas, yaitu:
Istishna
Mudharabah
Musyarakah
Ijarah
Wakalah
Wakalah bil Ujrah
- 141 -
Kafalah
Kafalah bil Ujrah
(4) Jatuh Tempo
Pendanaan dengan Akad Lainnya Berdasarkan Prinsip
Syariah
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan
surat berharga syariah.
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun jatuh tempo
surat berharga syariah.
Untuk surat berharga syariah yang tidak memiliki jangka
waktu, misalnya saham, maupun surat berharga syariah
yang sudah jatuh waktu, tidak perlu diisi atau
dikosongkan.
(5) Tujuan Kepemilikan
Pos ini diisi dengan sandi Tujuan Pemilikan, yaitu:
Dimiliki Hingga Jatuh Tempo (Held to Maturity/HTM)
Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh
Perusahaan Syariah pelapor sampai dengan tanggal jatuh
tempo surat berharga.
Diperdagangkan (Held for Trading/Trading)
Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh
Perusahaan Syariah pelapor dengan tujuan untuk
diperdagangkan.
Tersedia Untuk Dijual (Available for Sale/AFS)
Pos ini mencakup surat berharga yang dimiliki oleh
Perusahaan Syariah pelapor yang tidak dikelompokkan
dalam kategori dimiliki hingga jatuh tempo maupun
diperdagangkan dan siap untuk dijual.
(6) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
Jenis
Pos ini diisi dengan skema pembagian keuntungan sesuai
dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam
kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau
imbal jasa.
- 142 -
Nilai
Pos ini diisi dengan nilai nominal margin atau nilai nominal
imbal jasa yang disepakati oleh para pihak yang tercantum
di dalam kontrak.
Tingkat
Pos ini diisi dengan persentase bagi hasil dalam 1 tahun
(per annum) yang disepakati oleh para pihak yang
tercantum di dalam kontrak.
(7) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang pada surat berharga yang
dimiliki.
(8) Saldo Akhir
Pos ini diisi dengan nilai surat berharga pada akhir periode
laporan, berdasarkan penilaian kualitas aset produktif dengan
penggolongan kualitas lancar, dalam perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan, atau macet.
Saldo akhir harus sama dengan pos investasi jangka pendek
dalam surat berharga ditambah dengan pos investasi jangka
panjang dalam surat berharga pada Formulir 1100 (Laporan
Posisi Keuangan).
Nilai dalam mata uang asal
Nilai dalam mata uang asal adalah nilai surat berharga
yang dimiliki dalam valas sesuai dengan negara penerbit
surat berharga dan dicatat sesuai dengan nominal pada
Laporan Posisi Keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
Nilai Rupiah
Nilai rupiah adalah nilai surat berharga yang dimiliki dalam
rupiah dan hasil konversi surat berharga dalam valas yang
dimiliki ke dalam rupiah berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia saat pencatatan dilakukan serta dicatat sesuai
dengan nominal pada Laporan Posisi Keuangan
berdasarkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku.
(9) Perusahaan Penerbit
Nama
Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerbitkan
surat berharga.
- 143 -
Negara
Pos ini diisi dengan negara yang menerbitkan surat
berharga.
Golongan
Pos ini diisi dengan pihak-pihak yang menerbitkan surat
berharga.
(10) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.
Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-pihak
yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan
Syariah pelapor.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-
pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan
Perusahaan Syariah pelapor.
(11) Lembaga Pemeringkat
Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang
terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat
berharga yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor.
(12) Peringkat Surat Berharga
Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang dimiliki
oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
(13) Tanggal Pemeringkat
Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat
berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang
dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
- 144 -
F. FORMULIR 2300: RINCIAN PENYERTAAN MODAL
1. BENTUK FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL)
Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
Nama
Perusahaan
(2)
Golongan
Perusahaan
(3)
Status
Keterkaitan
Negara
(4)
(5)
Tanggal
Mulai
(6)
Persentase
Bagian
Penyertaan
(7)
(9)
Jenis
Mata
Uang
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Nilai Penyertaan Awal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(10)
Dalam Nilai
Mata Uang
Asal
Nilai Penyertaan Modal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
- 145 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2300 (RINCIAN PENYERTAAN MODAL)
Formulir 2300 (Rincian Penyertaan Modal) ini berisi rincian kegiatan
penyertaan modal yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Nama Perusahaan
Pos ini diisi dengan nama perusahaan yang menerima
penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor.
(2) Golongan Perusahaan
Pos ini diisi dengan klasifikasi/golongan perusahaan yang
menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah pelapor.
(3) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.
Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang
menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah
pelapor yang terkait dengannya.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak yang
menerima penyertaan modal dari Perusahaan Syariah
pelapor yang tidak terkait dengannya.
Penjelasan mengenai Hubungan Dengan Perusahaan Syariah
dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum Kolom
Rincian.
(4) Negara
Pos ini diisi dengan negara asal sumber penyertaan modal.
(5) Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan waktu pelaksanaan penyertaan modal.
(6) Persentase Bagian Penyertaan
Pos ini diisi dengan persentase penyertaan modal yang
dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor pada perusahaan
yang menerima penyertaan modal (investee company).
(7) Jenis Mata Uang
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
penyertaan modal.
(8) Nilai Penyertaan Awal
Pos ini diisi dengan nilai penyertaan awal:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
- 146 -
Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari
negara asal selain Rupiah.
Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom
ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Apabila jumlah nilai penyertaan awal dalam mata uang dari
negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau nilai
piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam
mata uang rupiah.
(9) Nilai Penyertaan Modal
Pos ini diisi dengan jumlah nilai penyertaan modal yang
diklasifikasikan dalam nilai valas dan dalam ekuivalen Rupiah:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Apabila jumlah nilai penyertaan Modal dalam mata uang
dari negara asal selain Rupiah.
Apabila jenis valuta adalah Rupiah, maka nilai dalam kolom
ini dapat dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Apabila jumlah nilai penyertaan modal dalam mata uang
dari negara asal selain Rupiah setelah dikonversi menjadi
rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau
nilai piutang pembiayaan (outstanding piutang) bruto dalam
mata uang rupiah.
- 147 -
G. FORMULIR 2490: RINCIAN RUPA-RUPA ASET
1. BENTUK FORMULIR 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET)
Formulir 2490 (Rincian Rupa-rupa Aset) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Jenis
Jenis Valuta
(3)
Nominal
2. PENJELASAN 2490 (RINCIAN RUPA-RUPA ASET)
Formulir 2490 (Rincian Rupa-Rupa Aset) berisi rincian aset yang
tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos di atas.
(1) Jenis
Pos ini diisi dengan biaya dibayar di muka, aset istishna dalam
penyelesaian, biaya yang ditangguhkan, uang muka pajak,
pendanaan pegawai, dan biaya lainnya.
1. Biaya Dibayar Di Muka
Biaya dibayar di muka adalah biaya yang digunakan
sebagai pembayaran diawali atas sejumlah beban tertentu.
2. Aset Istishna Dalam Penyelesaian
Aset Istishna dalam penyelesaian adalah besaran yang telah
dikeluarkan oleh Perusahaan Syariah dalam rangka
memenuhi pesanan yang telah disepakati berdasarkan akad
Istishna.
3. Biaya Yang Ditangguhkan
Biaya yang ditangguhkan adalah biaya yang telah terjadi
atau ditangguhkan karena manfaatnya dapat dirasakan
pada periode mendatang.
4. Uang Muka Pajak
Uang muka pajak adalah jumlah pajak penghasilan yang
telah dibayarkan oleh Perusahaan Syariah pelapor tetapi
belum menjadi beban periode akuntansi yang
bersangkutan.
5. Pendanaan Pegawai
Pendanaan pegawai adalah nilai pendanaan yang diberikan
Perusahaan Syariah pelapor kepada pegawai yang
menimbulkan kewajiban pembayaran pegawai kepada
Perusahaan syariah.
- 148 -
6. Rupa-rupa Aset Lainnya
Pos ini mencakup rupa-rupa aset lain selain poin di atas.
(2) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan.
(3) Nominal
Pos ini diisi dengan nilai dari jenis rupa-rupa aset yang dimiliki oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
- 149 -
H. FORMULIR 2550: RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA
1. BENTUK FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG DITERIMA)
Formulir 2550 (Rincian Pendanaan Yang Diterima) disusun sesuai
format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Kontrak
(2)
Jenis
Pendanaan
(3)
Jenis
Akad
(4)
Jenis
Valuta
Tanggal
Mulai
(5)
Jangka Waktu
Tanggal Jatuh
Tempo
(6)
(7)
Bagi Hasil/Imbal Jasa
Jenis
Bagi Hasil/Imbal
Jasa
Plafon/Jumlah Pendanaan
Dalam
Dalam Mata Uang
Asal
Ekuivalen
Rupiah
(8)
(9)
Pendanaan Awal
Dalam
Dalam Mata
Uang Asal
Ekuivalen
Rupiah
Dalam Mata
Uang Asal
Saldo Pendanaan
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(10)
(11)
Nama
Penyedia Dana
Golongan
Penyedia
Dana
(12)
Status Keterkaitan
(13)
Negara
Penyedia Dana
- 150 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2550 (RINCIAN PENDANAAN YANG
DITERIMA
Formulir 2550 (Rincian Pendanaan yang Diterima) ini berisi rincian
pendanaan yang diterima Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor perjanjian pendanaan.
(2) Jenis Pendanaan
Pos ini diisi dengan jenis pendanaan yang diterima, yaitu:
Sindikasi
Pendanaan sindikasi adalah pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dari 2 (dua) pemberi
pendanaan (penyedia dana) atau lebih, baik secara
langsung maupun melalui jasa penghubung/perantara.
Pengisian untuk kolom II Nama Penyedia Dana dan Kolom
VI Negara Asal mengikuti asas dominasi berdasarkan nama
Penyedia Dana yang mempunyai porsi terbesar dalam
pemberian pendanaan.
Bilateral
Pendanaan bilateral adalah pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dari 1 (satu) Penyedia Dana.
Multilateral
Pendanaan multilateral adalah pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dari lembaga-lembaga
keuangan internasional, seperti IFC dan ADB.
Subordinasi
Pendanaan subordinasi adalah pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor dengan syarat
sebagaimana dimuat dalam penjelasan pos-pos laporan
posisi keuangan liabilitas dan ekuitas pada pos pendanaan
subordinasi.
(3) Jenis Akad
Pos ini diisi dengan jenis akad, yaitu:
Mudharabah
Akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal,
sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola,
- 151 -
dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
dengan kesepakatan para pihak.
Musyarakah
Pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Mudharabah Musytarakah
Bentuk mudharabah di mana pengelola dana (mudharib)
turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan para pihak. Bentuk mudharabah di
mana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal
dalam kerja sama di mana keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Ijarah
Pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah),
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri.
Qardh
Pinjam meminjam dana (dana talangan) tanpa imbalan
dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok
pendanaan secara sekaligus atau cicilan dalam jangka
waktu tertentu.
Pendanaan dengan Akad Lainnya Berdasarkan Prinsip
Syariah.
(4) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian.
(5) Jangka Waktu
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal dimulainya pendanaan yang
diterima Perusahaan Syariah pelapor dari pihak penyedia
dana sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
- 152 -
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal berakhirnya pendanaan yang
diterima Perusahaan Syariah pelapor dari pihak Penyedia
Dana sebagaimana tercantum dalam perjanjian.
(6) Bagi Hasil/Imbal Jasa
Jenis
Pos ini diisi dengan skema pembagian keuntungan sesuai
dengan kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam
kontrak dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau
imbal jasa.
Nilai Bagi Hasil/Imbal Jasa
Pos ini diisi dengan nilai nominal margin, persentase bagi
hasil dan nilai nominal imbal jasa yang disepakati oleh para
pihak yang tercantum di dalam kontrak.
(7) Plafon/Jumlah Pendanaan
Pos ini diisi dengan jumlah maksimum pendanaan yang diterima
oleh Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam
perjanjian.
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang
dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi
pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan standar akuntansi
yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan
yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon
pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan
dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
(8) Pendanaan Awal
Pos ini diisi dengan jumlah pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor pada penerimaan awal setelah
terjadi persetujuan perjanjian.
Dalam Nilai Mata Uang Asal
- 153 -
Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang
dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi
pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan
yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon
pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan
dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
(9) Saldo Pendanaan
Pos ini diisi dengan sisa pendanaan Perusahaan Syariah pelapor
pada akhir periode laporan.
Dalam Mata Uang Asal
Nilai mata uang asal adalah nilai plafon pendanaan yang
dimiliki dalam valas sesuai dengan negara pemberi
pendanaan dan dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah nilai plafon pendanaan
yang dimiliki dalam rupiah dan hasil konversi plafon
pendanaan dalam valas yang dimiliki ke dalam rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia saat pencatatan
dilakukan serta dicatat sesuai dengan nominal pada
laporan posisi keuangan berdasarkan ketentuan standar
akuntansi yang berlaku.
(10) Nama Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan nama pihak-pihak yang memberikan
pendanaan kepada Perusahaan Syariah pelapor. Dalam hal
Perusahaan Syariah pelapor mempunyai lebih dari 1 (satu)
rekening pendanaan dengan penyedia dana yang sama, kolom
nama penyedia dana untuk setiap transaksi tetap diisi nama
- 154 -
penyedia dana yang bersangkutan sesuai banyaknya akad
perjanjian.
(11) Golongan Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan golongan pihak-pihak yang memberikan
pendanaan dana untuk kegiatan usaha pembiayaan kepada
Perusahaan Syariah pelapor. Pos ini diisi dengan golongan
penyedia dana.
(12) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan penyedia dana dengan
Perusahaan Syariah, yaitu:
Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak yang
memberikan fasilitas pendanaan kepada Perusahaan
Syariah pelapor yang terkait dengannya.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak
yang memberikan fasilitas pendanaan kepada Perusahaan
Syariah pelapor yang tidak terkait dengannya.
Penjelasan mengenai hubungan dengan Perusahaan Syariah
pelapor dapat dilihat pada Bab II tentang Penjelasan Umum
Kolom Daftar Rincian.
(13) Negara Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan negara domisili penyedia dana.
- 155 -
I. FORMULIR 2600: RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH YANG
DITERBITKAN
1. BENTUK FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA SYARIAH
YANG DITERBITKAN)
Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan)
disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Surat
Berharga
Syariah
(2)
Jenis
Surat
Berharga
Syariah
(3)
Jenis
Akad
(4)
Jangka Waktu
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
(5)
Margin/Bagi Hasil/Imbal
Jasa
Jenis
Tingkat
(6)
(7)
Nilai Nominal
Surat Berharga
Dalam
Mata
Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
Jenis
Dalam
Valuta
Mata Uang
Asal
Ekuivalen
Rupiah
Dalam
Penyedia
Dana
(8)
Saldo Surat Berharga
yang Diterbitkan
(9)
Nama
Status
Keterkaitan
(10)
(11)
Golongan
Pembeli
(12)
Lokasi
Negara
(13)
(14)
Tanggal
Terdaftar
KSEI
Nomor
Pendaftaran
KSEI
Nama Wali
Amanat
(15)
(17)
Lembaga
Pemeringkat
(16) 1 (18)
Peringkat
Surat
Berharga
Tanggal
Pemeringkatan
- 156 -
2. PENJELASAN FORMULIR 2600 (RINCIAN SURAT BERHARGA
SYARIAH YANG DITERBITKAN)
Formulir 2600 (Rincian Surat Berharga Syariah yang Diterbitkan)
berisi laporan posisi investasi jangka pendek dan investasi jangka
panjang dalam bentuk surat berharga yang dimiliki Perusahaan
Syariah pelapor dalam rupiah dan valas yang diterbitkan oleh pihak
lain. Dalam pos ini tidak termasuk penyertaan dalam bentuk saham.
Untuk surat berharga yang diterbitkan atas unjuk, kolom golongan
pemilik diisi pembeli (investor) pertama pada saat surat berharga
diterbitkan.
Surat berharga yang telah diterbitkan dan kemudian dibeli kembali
oleh Perusahaan Syariah pelapor di pasar sekunder, tidak boleh
dilaporkan pada daftar rincian surat berharga yang dimiliki,
melainkan harus mengurangi outstanding surat berharga yang
diterbitkan tersebut.
(1) Nomor Surat Berharga Syariah
Pos ini diisi dengan nomor kontrak surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Syariah pelapor atau kode dari
surat berharga yang diterbitkan sesuai dengan registrasi di
Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI).
(2) Jenis Surat Berharga Syariah
Pos ini diisi dengan jenis surat berharga yang diterbitkan oleh
Perusahaan Syariah pelapor, yaitu:
Medium Term Notes (MTN) Syariah
Medium Term Notes (MTN) Syariah adalah surat berharga
berjangka menengah dengan jangka waktu 1 sampai
dengan 3 tahun yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah
kepada pemegang Medium Term Notes (MTN) Syariah
dengan kewajiban membayar bagi hasil secara bertahap
sesuai dengan jadwal pembayaran bagi hasil MTN kepada
pemegang Medium Term Notes (MTN) Syariah dan membayar
kembali seluruh utang pokok pada saat jatuh tempo.
Sukuk
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian dari
pelapor
- 157 -
aset perusahaan, baik dalam mata uang rupiah maupun
valas.
Obligasi Syariah
Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
perusahaan kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan perusahaan untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin
atau imbal jasa serta membayar kembali dana obligasi pada
saat jatuh tempo.
(3) Jenis Akad
Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam surat
berharga syariah yang diterbitkan Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor dalam rupiah dan valas, yaitu:
Mudharabah
Mudharabah Musytarakah;Musyarakah
Ijarah
Qardh
(4) akad pendanaan lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah.Jangka
Waktu
Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor, yaitu:
Tanggal Mulai
Tanggal mulai adalah tanggal dimulainya penerbitan surat
berharga sebagaimana tercantum dalam surat berharga.
Tanggal Jatuh Tempo
Tanggal jatuh tempo adalah tanggal jatuh tempo surat
berharga yang diterbitkan sebagaimana tercantum dalam
surat berharga.
(5) Margin/Bagi Hasil/Imbal Jasa
Pos ini diisi dengan jenis, nilai, dan tingkat Margin/Bagi
Hasil/Imbal Jasa, yaitu:
Jenis
Jenis adalah skema pembagian keuntungan sesuai dengan
kesepakatan para pihak yang tercantum di dalam kontrak
- 158 -
dalam bentuk margin atau nisbah bagi hasil atau imbal
jasa. Pos ini diisi dengan jenis pendapatan yang disepakati:
-
Margin
-
-
Nisbah Bagi Hasil
Imbal Jasa
Tingkat
Tingkat adalah persentase bagi hasil dalam 1 tahun (per
annum) yang tercantum pada surat berharga syariah yang
diterbitkan.
(6) Nilai Nominal Surat Berharga
Pos ini diisi dengan nilai surat berharga yang diterbitkan oleh
perusahaan penerbit dalam satuan rupiah.
Dalam Mata Uang Asal
Nominal surat berharga dalam nilai mata uang asal adalah
sisa pinjaman Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor
pada akhir periode laporan dalam valas.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Nominal surat berharga dalam ekuivalen rupiah adalah sisa
pinjaman Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada
akhir periode laporan dalam valas yang diekuivalenkan
dengan rupiah.
(7) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
penerbitan surat berharga.
(8) Saldo Surat Berharga yang Diterbitkan
Pos ini diisi dengan saldo pendanaan, yaitu:
Dalam Mata Uang Asal
Saldo pendanaan dalam nilai mata uang asal adalah sisa
pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada
akhir periode laporan dalam valas. Apabila jenis valuta
adalah Rupiah, Nilai dalam valas dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Saldo pendanaan dalam ekuivalen rupiah adalah sisa
pendanaan Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor pada
akhir periode laporan dalam valas yang diekuivalenkan
dengan rupiah.
- 159 -
(9) Nama Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan nama pihak yang membeli atau memiliki
surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor.
(10) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.
Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-pihak
yang memiliki hubungan terkait dengan Perusahaan
Syariah pelapor.
Tidak Terkait Dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan perusahaan syariah adalah pihak-
pihak yang tidak memiliki hubungan terkait dengan
Perusahaan Syariah pelapor.
(11) Golongan Pembeli
Pos ini diisi dengan golongan penyedia dana yang membeli atau
memiliki surat berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor.
(12) Lokasi Negara
Pos ini diisi dengan negara asal pembeli atau pemegang surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor.
(13) Tanggal Terdaftar KSEI
Pos ini diisi dengan tanggal Perusahaan Pembiayaan pelapor
terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
(14) Nomor Pendaftaran KSEI
Pos ini diisi dengan nomor pendaftaran Perusahaan Pembiayaan
Syariah pelapor terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI).
(15) Nama Wali Amanat
Pos ini diisi dengan nama wali amanat dari Perusahaan
Pembiayaan Syariah pelapor.
(14) Lembaga Pemeringkat
Pos ini diisi dengan nama dari lembaga pemeringkat yang
terdaftar di OJK, yang melakukan pemeringkatan atas surat
berharga yang diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah
pelapor.
- 160 -
(15) Peringkat Surat Berharga
Pos ini diisi dengan peringkat atas surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
(16) Tanggal Pemeringkat
Pos ini diisi dengan tanggal dilakukannya pemeringkatan surat
berharga oleh Lembaga Pemeringkat atas surat berharga yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor.
- 161 -
J. FORMULIR 2790: RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS
1. BENTUK FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS)
Formulir 2790 (Rincian Rupa-rupa Liabilitas) disusun sesuai format
sebagai berikut:
(1)
(2)
Jenis
Jenis Valuta
(3)
Nominal
2. PENJELASAN FORMULIR 2790 (RINCIAN RUPA-RUPA LIABILITAS)
Formulir 2790 (Rincian Rupa-Rupa Liabilitas) ini berisi rincian
liabilitas yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari pos
liabilitas di atas.
(1) Jenis
Pos ini diisi dengan jenis rincian rupa-rupa Liabilitas yang
dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan Syariah pelapor yang
dapat berupa antara lain:
Beban margin/bagi hasil/imbal jasa yang harus dibayar
Pos ini mencakup total beban margin/bagi hasil/imbal jasa
yang harus dibayar oleh Perusahaan Syariah pelapor.
Utang gaji
Pos ini mencakup utang gaji yang harus dibayar oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
Dividen yang belum dibayar
Pos ini mencakup utang dividen yang harus dibayar oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
Liabilitas pajak penghasilan
Pos ini mencakup pajak penghasilan yang harus dibayar
oleh Perusahaan Syariah pelapor.
Utang asuransi
Pos ini mencakup utang asuransi yang belum dibayar oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
Pendapatan yang tangguhan
Pos ini mencakup total pendapatan yang tangguhan oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
- 162 -
Liabilitas imbalan kerja
Pos ini mencakup liabilitas imbalan kerja Perusahaan
Syariah pelapor kepada pegawai.
Rupa-rupa liabilitas lainnya
Pos ini mencakup rupa-rupa liabilitas lain selain poin di
atas.
(2) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan.
(3) Nominal
Pos ini diisi dengan nilai dari rupa-rupa liabilitas yang dimiliki
oleh Perusahaan Syariah pelapor.
- 163 -
K. FORMULIR 3010: RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK LINDUNG
NILAI SYARIAH
1. BENTUK FORMULIR 3010 (RINCIAN INSTRUMEN DERIVATIF UNTUK
LINDUNG NILAI SYARIAH)
Formulir 3010 (Rincian Instrumen Derivatif Untuk Lindung Nilai
Syariah) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
(2)
Underlying
Transaksi
Pendanaan
Nomor
Kontrak
Nominal
Nomor
Kontrak
Instrumen
Derivatif
Syariah
(3)
Jenis
Instrumen
Derivatif
Jenis
Akad
Jenis
Valuta
(4)
(5)
(6)
(7)
Jangka Waktu
Nominal Instrumen
Derivatif untuk
Lindung Nilai
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
Dalam
Nilai
Mata
Uang
Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah Nama Golongan
Asal
Negara
(8)
Rincian Counterparty
- 164 -
2. PENJELASAN FORMULIR 3010 (DAFTAR RINCIAN ASET DERIVATIF
UNTUK LINDUNG NILAI SYARIAH)
Formulir 3010 (Daftar Rincian Aset Derivatif Untuk Lindung Nilai
Syariah) berisi daftar rincian instrumen derivatif yang dimiliki
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah maupun valas sebagai
instrumen lindung nilai syariah. Setiap instrumen derivatif yang
dimiliki Perusahaan Syariah pelapor menjadi instrumen lindung nilai
syariah dalam setiap transaksi pendanaan yang dilakukan oleh
Perusahaan Syariah pelapor.
(1) Underlying Transaksi Pendanaan
Pos ini diisi dengan Underlying Transaksi Pendanaan, yaitu:
Nomor Kontrak
Nomor kontrak adalah nomor kontrak transaksi pendanaan
yang diterima oleh Perusahaan Syariah pelapor yang
menjadi dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki
Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai
syariah.
Nominal
Nominal adalah jumlah pendanaan yang diterima oleh
Perusahaan Syariah pelapor dalam valas yang menjadi
dasar kepemilikan aset derivatif yang dimiliki Perusahaan
Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai syariah.
(2) Nomor Kontrak Instrumen Derivatif Syariah
Pos ini diisi dengan nomor kontrak penempatan dana pada
instrumen derivatif yang dimiliki Perusahaan Syariah pelapor
dalam rangka lindung nilai syariah dari transaksi pendanaan
yang dilakukan oleh Perusahaan Syariah pelapor.
(3) Jenis Instrumen Derivatif
Pos ini diisi dengan jenis instrumen derivatif yang dipilih
perusahaan dalam rangka lindung nilai syariah dari transaksi
pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun jenis
instrumen derivatif dilakukan sesuai dengan prinsip syariah,
antara lain:
Spot
Forward
Jenis Instrumen Derivatif Lainnya
(4) Jenis akad
- 165 -
Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam
penempatan aset derivatif untuk lindung nilai syariah.
(5) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan sandi jenis valuta instrumen derivatif yang
ditempatkan oleh perusahaan pada counterparty.
(6) Jangka Waktu
Pos ini diisi dengan jangka waktu mulai dan jatuh tempo
kontrak lindung nilai syariah, yaitu:
Tanggal Mulai
Mulai adalah tanggal, bulan, tahun mulai berlakunya
instrumen derivatif yang ditempatkan oleh Perusahaan
Syariah pelapor pada counterparty.
Tanggal Jatuh tempo
Jatuh tempo adalah tanggal, bulan, dan tahun berakhirnya
instrumen derivatif yang ditempatkan oleh Perusahaan
Syariah pelapor pada counterparty.
(7) Nominal Instrumen Derivatif untuk Lindung Nilai
Pos ini diisi dengan nominal kontrak lindung nilai syariah, yaitu:
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Dalam nilai mata uang asal adalah jumlah instrumen
derivatif dari negara lain dalam bentuk valas yang
ditempatkan oleh Perusahaan Syariah Pelapor pada
counterparty.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Dalam ekuivalen rupiah adalah hasil ekuivalen dalam
rupiah dari jumlah instrumen derivatif dari negara lain
dalam bentuk valas yang ditempatkan oleh Perusahaan
Syariah pelapor pada counterparty.
(8) Rincian Counterparty
Pos ini diisi dengan nama, golongan, dan asal negara
counterparty, yaitu:
Nama
Nama adalah lembaga/perusahaan counterparty penyedia
instrumen derivatif yang digunakan Perusahaan Syariah
pelapor dalam rangka lindung nilai syariah.
- 166 -
Golongan
Golongan adalah sektor usaha lembaga/perusahaan
counterparty penyedia instrumen derivatif yang digunakan
Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka lindung nilai
syariah.
Asal Negara
Asal negara adalah negara counterparty instrumen derivatif
yang digunakan Perusahaan Syariah pelapor dalam rangka
lindung nilai syariah.
- 167 -
L. FORMULIR 3020: RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA PEMBIAYAAN
BERSAMA PORSI PIHAK KETIGA
1. BENTUK FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA SAMA
PEMBIAYAAN BERSAMA PORSI PIHAK KETIGA)
Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Bersama
Porsi Pihak Ketiga) disusun sesuai format sebagai berikut:
(1)
Nomor
Kontrak
(2)
Jenis
Akad
(3)
Jangka Waktu
Tanggal
Mulai
Tanggal
Jatuh
Tempo
Jenis
Valuta
(4)
(5)
Porsi
Perusahaan
Pembiayaan
Dalam
Nilai Mata
Uang Asal
Dalam
Ekuivalen
Rupiah
(6)
Plafon
(7)
(8)
Saldo Outstanding Principles
Penyaluran Pembiayaan
Bersama
Dalam
Dalam Nilai
Mata Uang Asal
Ekuivalen
Rupiah
Nama
Penyedia
Dana
(9)
Golongan
Penyedia
Dana
(10)
(11)
Status
Keterkaitan
Negara
Asal
- 168 -
2. PENJELASAN FORMULIR 3020 (RINCIAN PENYALURAN KERJA
SAMA PEMBIAYAAN PORSI PIHAK KETIGA)
Formulir 3020 (Rincian Penyaluran Kerja Sama Pembiayaan Bersama
Porsi Pihak Ketiga) ini berisi rincian penyaluran pembiayaan dari
hasil kerja sama Perusahaan Syariah pelapor dengan pihak lain baik
dalam bentuk channeling maupun melalui akad musyarakah.
(1) Nomor Kontrak
Pos ini diisi dengan nomor kontrak perjanjian channeling atau
melalui akad musyarakah dengan pihak ketiga.
(2) Jenis Akad
Pos ini diisi dengan jenis akad yang digunakan dalam rincian
penyaluran kerja sama pembiayaan bersama yang dilakukan
Perusahaan Syariah pelapor dalam rupiah dan valas
Musyarakah
Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
para pihak.
Wakalah bil Ujrah
Wakalah adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa
(muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang
boleh diwakilkan, di mana penerima kuasa (wakil) tidak
menanggung risiko terhadap apa yang diwakilkan, kecuali
karena kecerobohan atau wanprestasi.
Wakalah bil ujrah adalah wakalah dengan pengenaan imbal
jasa (ujrah). Wakalah bil ujrah digunakan untuk skema
channeling.
(3) Jangka Waktu
Tanggal Mulai
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun dimulainya
penyaluran pembiayaan bersama dari pihak penyedia dana
(bank syariah, Perusahaan Syariah lainnya atau
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan) kepada
Perusahaan Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan bersama.
- 169 -
Tanggal Jatuh Tempo
Pos ini diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun masa
berakhirnya perjanjian penyaluran pembiayaan bersama
dari pihak penyedia dana (bank syariah, Perusahaan
Syariah lainnya atau perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan) kepada Perusahaan Syariah pelapor
sebagaimana tercantum dalam perjanjian penyaluran
pembiayaan bersama.
(4) Jenis Valuta
Pos ini diisi dengan jenis mata uang yang digunakan dalam
perjanjian penyaluran pembiayaan bersama.
(5) Porsi Perusahaan Syariah
Pos ini diisi dengan persentase porsi pembiayaan Perusahaan
Syariah pelapor sebagaimana tercantum dalam perjanjian
penyaluran pembiayaan bersama.
(6) Plafon
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan jumlah plafon penyaluran pembiayaan
bersama dalam nilai mata uang asal apabila jenis valuta
adalah Rupiah, nilai dalam valas dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan jumlah plafon penyaluran pembiayaan
bersama dalam ekuivalen rupiah apabila jenis valuta selain
rupiah.
(7) Saldo Outstanding Principles Penyaluran Pembiayaan Bersama
Dalam Nilai Mata Uang Asal
Pos ini diisi dengan nilai jumlah outstanding principles
piutang pembiayaan bersama yang menjadi porsi penyedia
dana pada akhir periode laporan dalam nilai mata uang asal
apabila jenis valuta adalah Rupiah, nilai dalam valas
dikosongkan.
Dalam Ekuivalen Rupiah
Pos ini diisi dengan nilai outstanding principles piutang
pembiayaan bersama yang menjadi porsi penyedia dana
pada akhir periode laporan dalam ekuivalen rupiah apabila
jenis valuta selain rupiah.
- 170 -
(8) Nama Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan nama setiap penyedia dana Perusahaan
Syariah pelapor pada akhir periode laporan. Dalam hal
Perusahaan Syariah pelapor mempunyai lebih dari satu rekening
pembiayaan bersama dengan penyedia dana yang sama, kolom
nama penyedia dana untuk setiap transaksi tetap diisi nama
penyedia dana yang bersangkutan sesuai banyaknya akad
perjanjian.
Contoh : PT. Bank Syariah Mandiri, ditulis Bank BSM
PT. Bank Tabungan Negara, Tbk ditulis Bank BTN
(9) Golongan Penyedia Dana
Pos ini diisi dengan pihak yang memberikan pembiayaan
bersama kepada Perusahaan Syariah pelapor.
(10) Status Keterkaitan
Pos ini diisi dengan hubungan dengan Perusahaan Syariah.
Terkait dengan Perusahaan Syariah
Terkait dengan Perusahaan Syariah adalah dengan pihak
yang memberikan pembiayaan channeling atau melalui
akad musyarakah kepada perusahaan yang terkait dengan
Perusahaan Syariah pelapor.
Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah
Tidak terkait dengan Perusahaan Syariah adalah pihak
yang memberikan pembiayaan channeling atau melalui
akad musyarakah kepada perusahaan yang tidak terkait
dengan Perusahaan Syariah pelapor.
(11) Negara Asal
Pos ini diisi dengan negara domisili penyedia dana.
- 171 -
M. FORMULIR 5310: LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS
1. BENTUK FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET DAN LIABILITAS)
Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset Dan Liabilitas) disusun sesuai format sebagai berikut:
Dalam Rupiah
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
I. ASET
A. Piutang Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip
Syariah - Neto
1. Piutang Pembiayaan
Jual Beli Berdasarkan
Prinsip Syariah - Neto
a. Piutang Pembiayaan
Murabahah - Pokok
b. Piutang Pembiayaan
Salam - Pokok
c. Piutang Pembiayaan
Istishna - Pokok
d. Piutang Pembiayaan
Jual Beli
Berdasarkan Prinsip
Syariah Lainnya -
Pokok
2. Cadangan Piutang
Pembiayaan Jual Beli
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 172 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Berdasarkan Prinsip
Syariah
3. Piutang Pembiayaan
Investasi Berdasarkan
Prinsip Syariah - Neto
a. Piutang Pembiayaan
Mudharabah -
Pokok
b. Piutang Pembiayaan
Musyarakah - Pokok
c. Piutang Pembiayaan
MudharabahMusyta
rakah - Pokok
d. Piutang Pembiayaan
MusyarakahMutana
qishoh - Pokok
e. Piutang Pembiayaan
Investasi
Berdasarkan Prinsip
Syariah Lainnya -
Pokok
4. Cadangan Piutang
Pembiayaan Investasi
Berdasarkan Prinsip
Syariah
5. Piutang Pembiayaan
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 173 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Jasa Berdasarkan
Prinsip Syariah - Neto
a. Piutang Pembiayaan
Ijarah - Pokok
b. Piutang Pembiayaan
IMBT - Pokok
c. Piutang Pembiayaan
Qardh - Pokok
d. Piutang Pembiayaan
Wakalah bil Ujrah –
Pokok
e. Piutang Pembiayaan
Jasa Berdasarkan
Prinsip Syariah
Lainnya - Pokok
6. Cadangan Piutang
Pembiayaan Jasa
Berdasarkan Prinsip
Syariah
B. Aset Non Pembiayaan
C. Total Aset
II. LIABILITAS
A. Pendanaan Yang Diterima
B. Surat Berharga yang
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 174 -
Rupiah
Pos-pos
≤3
Bulan
Diterbitkan
C. Liabilitas Selain
Pendanaan dan Surat
Berharga yang Diterbitkan
D. Total Liabilitas
>3-≤6
Bulan
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
- ≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
> 5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
≤3
Bulan
>3-≤6
Bulan
Valas
Total
Jatuh Tempo Sampai Dengan
>6
Bulan
-≤1
Tahun
>1-≤5
Tahun
>5-
≤10
Tahun
>10
Tahun
Jumlah
- 175 -
2. PENJELASAN FORMULIR 5310 (LAPORAN ANALISIS KESESUAIAN ASET
DAN LIABILITAS)
Formulir 5310 (Laporan Analisis Kesesuaian Aset Dan Liabilitas) berisi
berisi nilai aset dan liabilitas Perusahaan Syariah pelapor berdasarkan
umur sampai jatuh tempo yang dibagi menjadi <3 bulan, 3 – 6 bulan, 6
bulan – 1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 – 10 tahun, dan di atas 10 tahun.
I. Aset
Pos ini mencakup total aset berdasarkan masing-masing kategori
umur dalam mata uang baik dalam bentuk rupiah dan/atau valas.
Pos ini terdiri dari penjumlahan piutang pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah neto, dan aset non piutang pembiayaan. Nilai Aset
harus sama dengan pos Jumlah Aset pada laporan posisi keuangan
Formulir 1100 Laporan Posisi Keuangan Bulanan.
A. Piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah-Neto
Pos ini mencakup umur total aset pembiayaan. Berdasarkan
Prinsip Syariah sesuai dengan mata uang, apakah dalam bentuk
rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari penjumlahan umur
pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi, pembiayaan jasa.
1. Pembiayaan Jual Beli
Pos ini mencakup total pembiayaan jual beli neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam
mata uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari
penjumlahan masing-masing pokok piutang pembiayaan
murabahah, piutang pembiayaan
salam, piutang
pembiayaan istishna, piutang pembiayaan jual beli
berdasarkan prinsip syariah lainnya, masing-masing
kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang
pembiayaan jual beli dengan prinsip syariah. Pokok adalah
outstanding principles
setelah dikurangi margin
ditangguhkan.
Kategori nilai cadangan piutang pembiayaan jual beli pada
prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun
Perusahaan Syariah diperkenankan untuk mengisi pada
kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3 bulan.
2. Pembiayaan Investasi
Pos ini mencakup total pembiayaan investasi neto
berdasarkan masing-masing kategori umur piutang dalam
- 176 -
bentuk mata uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri
dari penjumlahan pokok piutang pembiayaan mudharabah,
piutang pembiayaan musyarakah, piutang pembiayaan
mudharabah musytarakah, piutang pembiayaan
musyarakah mutanaqisah, piutang pembiayaan investasi
berdasarkan prinsip syariah lainnya, masing-masing
kategori umur piutang setelah dikurangi cadangan piutang
pembiayaan investasi berdasarkan prinsip syariah.
Kategori Nilai Cadangan Piutang Pembiayaan Investasi pada
prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun
Perusahaan Syariah diperkenankan untuk mengisi pada
kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3 bulan.
3. Pembiayaan Jasa
Pos ini mencakup total pembiayaan jasa neto berdasarkan
masing-masing kategori umur piutang dalam bentuk mata
uang rupiah dan/atau valas. Pos ini terdiri dari
penjumlahan masing-masing pokok piutang pembiayaan
ijarah, piutang pembiayaan IMBT, piutang pembiayaan
Qardh, piutang pembiayaan wakalah bil ujrah, piutang
pembiayaan Jasa berdasarkan prinsip syariah lainnya,
masing-masing kategori umur piutang setelah dikurangi
cadangan piutang pembiayaan jasa berdasarkan prinsip
syariah lainnya.
Kategori nilai cadangan piutang pembiayaan jasa pada
prinsipnya menyesuaikan dengan pokok piutang, namun
Perusahaan Syariah pelapor diperkenankan untuk mengisi
pada kolom jatuh tempo sampai dengan kurang dari 3
bulan.
B. Aset Non Pembiayaan
Pos ini mencakup umur total aset non pembiayaan sesuai
dengan mata uang, apakah dalam bentuk rupiah dan/atau
valas.
C. Total Aset
Pos ini mencakup total aset Perusahaan Syariah pelapor sesuai
dengan Aset pada Formulir 1100 (Laporan Posisi Keuangan
Bulanan).
- 177 -
II. Liabilitas
Pos ini mencakup umur total liabilitas sesuai dengan mata uang,
dalam bentuk rupiah dan/atau valas sesuai dengan klasifikasi umur.
Pos ini terdiri dari penjumlahan pendanaan yang diterima, surat
berharga yang diterbitkan, liabilitas selain pendanaan dan surat
berharga yang diterbitkan, dan total liabilitas.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1-
FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN ANGGOTA DIREKSI YANG
BERTANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN BULANAN DAN PETUGAS
PENYUSUN LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Perubahan Anggota Direksi yang Bertanggung Jawab
atas Laporan Bulanan dan/atau Petugas Penyusun Laporan
Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah
dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami
untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan untuk:
1. perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas laporan bulanan;
dan/atau
2. perubahan petugas penyusun laporan bulanan,
dengan perubahan sebagai berikut:
Jabatan
Keterangan
Anggota Direksi
Penanggung
Jawab
Nama
Jabatan di
Perusahaan
Pembiayaan
Syariah atau
Perusahaan
Pembiayaan
yang Memiliki
UUS
Sebelum
Setelah
-2-
Email
Telp/Fax
Petugas
Penyusun
Nama
Jabatan di
Perusahaan
Email
Telp
Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1-
FORMAT SURAT PERMOHONAN KODE PENGGUNA (USER ID) DAN KATA
SANDI (PASSWORD) APLIKASI SISTEM LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi (Password)
Aplikasi Laporan Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah
dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami
untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan untuk memperoleh kode pengguna (user ID) dan kata
sandi (password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas
penyusun Laporan Bulanan sebagai berikut:
Nama
Jabatan
Email
Telp/Fax
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
Demikian permohonan ini kami sampaikan, dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
-2-
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.05/2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG
LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
-1-
FORMAT SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN KODE PENGGUNA (USER ID)
DAN KATA SANDI (PASSWORD) LAPORAN BULANAN
KOP SURAT PERUSAHAAN
Nomor :
Tanggal :
Lampiran :
Perihal
: Permohonan Perubahan Kode Pengguna (User ID) dan Kata Sandi
(Password) Aplikasi Laporan Bulanan
Kepada Yth.
Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Direktorat Statistik dan Informasi IKNB
Gedung Wisma Mulia 2 Lantai 11
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40
Jakarta, 12710
Menunjuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
4/SEOJK.05/2016 tentang Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan Syariah
dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor ....., dengan ini kami
untuk dan atas nama:
Perusahaan
: ______________________________________
Sandi Perusahaan : ______________________________________
mengajukan permohonan perubahan kode pengguna (user ID) dan kata sandi
(password) pengiriman Laporan Bulanan dengan nama petugas penyusun
Laporan Bulanan sebagai berikut:
Nama
Jabatan
Email
Telp/Fax
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
: ______________________________________
Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Direksi PT/Koperasi *)
-2-
Tanda tangan, nama, dan
cap basah
(
*) coret yang tidak perlu
)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Desember 2019
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
RISWINANDI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 27/SEOJK.05/2019 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DARI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN </reg_title>
<set_date> 4 Desember 2019 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2020 </effective_date>
<changed_reg> '4/SEOJK.05/2016' </changed_reg>
<related_reg> '3/POJK.05/2013 | Pasal 2 ayat (6), Pasal 4 ayat (6), dan Pasal 10', '4/SEOJK.05/2016', '10/POJK.05/2019' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 43 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM RANGKA PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN
PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 38/POJK.03/2017 tentang Penerapan Manajemen Risiko Secara
Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6087) yang
selanjutnya disebut POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank yang memiliki
dan/atau melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib
melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi.
Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi tersebut, penerapan
manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak dilakukan secara bertahap. Dalam tahap awal
penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dilakukan dengan
menyampaikan laporan dan memperhitungkan beberapa rasio dalam rangka
penerapan prinsip kehati-hatian.
Selain itu, dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur kembali pelaksanaan
mengenai prinsip kehati-hatian dan laporan dalam rangka penerapan
manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan,
sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Kelangsungan usaha Bank dipengaruhi oleh eksposur risiko yang
timbul secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usaha
Bank maupun dari kegiatan usaha Perusahaan Anak sehingga Bank
perlu melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi.
2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi
tersebut, Bank harus mengetahui dengan baik kondisi Perusahaan
Anak dan dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank
secara keseluruhan. Untuk itu Bank harus dapat mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko dari kegiatan
usaha Bank dan Perusahaan Anak.
3. Selain itu agar Bank dapat memantau dampak aktivitas Perusahaan
Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan, perlu diterapkan
prinsip kehati-hatian terhadap kegiatan usaha Perusahaan Anak
sebagaimana yang diterapkan pada kegiatan usaha Bank.
II. SISTEM INFORMASI
Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank wajib memiliki
sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan seluruh risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak
untuk mendukung penerapan manajemen risiko secara konsolidasi
dengan efektif. Sistem tersebut diharapkan dapat membantu Bank dalam
melaksanakan manajemen risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak
secara menyeluruh. Sistem yang dimiliki oleh Bank tersebut paling sedikit
meliputi sebagai berikut:
1. Sistem Informasi Akuntansi
Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, sistem informasi
akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling sedikit harus mampu
menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan laporan lain
dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam menyusun
laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan metode dan
teknik konsolidasi yang digunakan, Bank mengacu pada standar
akuntansi keuangan. Sementara itu, prinsip kehati-hatian yang wajib
dilaksanakan oleh Bank antara lain mencakup perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara konsolidasi,
penilaian kualitas aset, dan pembentukan penyisihan penghapusan
aset (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak, perhitungan Batas
- 3 -
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang menghitung seluruh
eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi
serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi.
2. Sistem Informasi Manajemen Risiko
Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi,
sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen
risiko bagi bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah. Sesuai dengan POJK Manajemen
Risiko Konsolidasi, sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen
risiko yang dapat memastikan:
a. terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat
waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan atau komposit,
eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha
Bank dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis
aktivitas fungsional Bank dan Perusahaan Anak;
b. dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit risiko; dan
c. tersedianya hasil atau realisasi penerapan manajemen risiko
dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi
oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan
manajemen risiko.
III. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI PERUSAHAAN ANAK YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ASURANSI
1. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan
Perusahaan Anak juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan
Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi
dilakukan antara lain dengan cara:
a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (Risk
Based Capital/RBC minimum) dan pemenuhan prinsip kehati-
- 4 -
hatian lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kesehatan keuangan
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi serta
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan non-
bank; dan
b. memperhitungkan penyertaan pada Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang
dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi.
2. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang
memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi, perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan
sebagai berikut:
a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan
kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank secara konsolidasi.
b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan:
1) penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan
sebagai faktor pengurang modal yaitu sebesar jumlah
penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi
cadangan kerugian penurunan nilai; dan
2) kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum
diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar
100% (seratus persen), dalam hal Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi
RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan, penyertaan Bank kepada
Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi
diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal konsolidasi
- 5 -
yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak
yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi
cadangan kerugian penurunan nilai.
IV. PENILAIAN KUALITAS ASET
Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank wajib
melakukan penilaian kualitas aset terhadap aset Bank dan Perusahaan
Anak dalam rangka membentuk PPA. Pembentukan PPA dimaksudkan
agar laporan keuangan Bank dan Perusahaan Anak dapat
dikonsolidasikan secara wajar, dan perhitungan KPMM secara konsolidasi
dapat dilakukan dengan lebih akurat. Penilaian kualitas aset secara
konsolidasi dilakukan terhadap aset produktif dan aset non-produktif
Bank serta aset produktif Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank
umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.
A. Penilaian Kualitas Aset Produktif
1. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aset yang dapat
disetarakan dengan kredit atau pembiayaan pada Bank,
penilaian kualitas aset oleh Bank atas aset produktif
Perusahaan Anak paling sedikit dilakukan berdasarkan
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, margin, fee, atau
bagi hasil.
2. Berdasarkan penilaian dalam angka 1, kualitas kredit atau
pembiayaan ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian
Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian
kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
3. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aset yang dapat
disetarakan dengan surat berharga pada Bank, penilaian
kualitas surat berharga oleh Bank mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas
aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
- 6 -
4. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki surat berharga berupa
saham, kualitas saham oleh Bank ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, sepanjang saham aktif diperdagangkan di bursa
efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara
transparan; atau
b. dalam hal saham tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, penilaian kualitas saham
mengacu pada penilaian kualitas untuk penyertaan dengan
metode biaya (cost method) sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penilaian kualitas aset bank umum serta ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian
kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
5. Untuk aset produktif di Perusahaan Anak yang merupakan
perusahaan pembiayaan, penilaian kualitas aset produktif oleh
Bank dilakukan berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan
pembiayaan.
B. Penilaian Kualitas Aset Produktif Lainnya
Penilaian kualitas untuk aset produktif Perusahaan Anak selain yang
disetarakan dengan kredit atau pembiayaan dan surat berharga,
dilakukan oleh Bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum serta
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penilaian kualitas aset bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
C. Penyisihan Penghapusan Aset
1. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, atas dasar
penilaian kualitas aset produktif sebagaimana dimaksud dalam
huruf A dan huruf B, Bank wajib membentuk PPA untuk aset
Bank maupun aset produktif Perusahaan Anak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian
kualitas aset bank umum serta ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
- 7 -
2. Dalam hal besarnya cadangan kerugian penurunan nilai lebih
kecil dari PPA, kekurangan PPA menjadi faktor pengurang modal
inti secara konsolidasi.
V. PERHITUNGAN BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
Bank harus melakukan pemantauan terhadap konsentrasi penyediaan
dana dengan memperhatikan pemenuhan BMPK, baik untuk penyediaan
dana dari Bank secara individu maupun penyediaan dana dari Bank dan
Perusahaan Anak secara konsolidasi. BMPK secara konsolidasi adalah
persentase maksimum total penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak
yang diperkenankan terhadap modal Bank secara konsolidasi.
A. Batasan atau Limit Penyediaan Dana
Sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum,
seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan
Bank ditetapkan paling tinggi sebesar persentase tertentu dari modal
Bank. Dalam perhitungan BMPK secara konsolidasi, penetapan
batasan penyediaan dana kepada pihak terkait juga mencakup
seluruh penyediaan dana Bank dan penyediaan dana Perusahaan
Anak dibandingkan dengan modal konsolidasi.
Hal yang sama berlaku untuk penyediaan dana kepada peminjam
yang bukan merupakan pihak terkait. BMPK secara konsolidasi
untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan
pihak terkait Bank ditetapkan sebesar persentase tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas
maksimum pemberian kredit bank umum. Dalam hal terdapat
pelanggaran atau pelampauan BMPK secara konsolidasi, Bank
dikenakan sanksi administratif dengan mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum
pemberian kredit bank umum.
B. Modal
Dalam menghitung BMPK secara konsolidasi, modal yang digunakan
adalah modal Bank secara konsolidasi dengan perhitungan mengacu
pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum serta ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum syariah. Modal Bank secara
- 8 -
konsolidasi untuk perhitungan BMPK tersebut tidak dikurangi
penyertaan.
VI. PENGELOLAAN PERUSAHAAN ANAK
Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, laporan daftar calon
pengurus yang mengelola Perusahaan Anak wajib disampaikan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS. Laporan daftar
calon pengurus disampaikan Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Departemen Perbankan
Syariah, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat
Bank.
VII. PELAPORAN
1. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, Bank diwajibkan
untuk menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak secara
daring (online) sesuai format dan ketentuan yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan.
Dalam hal penyampaian laporan melalui sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan
laporan secara daring (online) yang mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai Laporan Bulanan Bank
Umum (LBU), Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LSMK BUS
UUS), Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), atau Laporan Berkala
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (LBBUS).
a. Laporan Keuangan Setiap Perusahaan Anak
Penyajian dan format laporan keuangan Perusahaan Anak
mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), Laporan Stabilitas
- 9 -
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah (LSMK BUS UUS), Laporan Berkala
Bank Umum (LBBU), atau Laporan Berkala Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah (LBBUS), dalam hal penyampaian
laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum
dapat dilakukan.
Dalam hal Perusahaan Anak merupakan perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha asuransi, penyampaian laporan
keuangan termasuk laporan perhitungan tingkat solvabilitas
(RBC).
b. Laporan Keuangan Konsolidasi
Penyajian dan format laporan keuangan konsolidasi mengacu
pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan atau
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU), Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (LSMK BUS UUS), Laporan Berkala Bank Umum (LBBU),
atau Laporan Berkala Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (LBBUS), dalam hal penyampaian laporan melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
c. Laporan Perhitungan BMPK Secara Konsolidasi bagi Bank
Umum Konvensional
Penyajian dan format laporan perhitungan BMPK secara
konsolidasi mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) atau Laporan
Berkala Bank Umum (LBBU), dalam hal penyampaian laporan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan belum dapat
dilakukan.
2. Sesuai dengan POJK Manajemen Risiko Konsolidasi, dalam hal
penyampaian laporan secara daring (online) belum dapat dilakukan,
Bank wajib menyampaikan laporan secara luring (offline) setiap
triwulan untuk periode bulan Maret, bulan Juni, bulan September
dan bulan Desember yang meliputi:
- 10 -
a. Laporan Penilaian Kualitas Aset Secara Konsolidasi
Penyajian dan format laporan penilaian kualitas aset secara
konsolidasi mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
b. Laporan Perhitungan Batas Maksimum Penyaluran Dana Secara
Konsolidasi bagi Bank Umum Syariah
Penyajian dan format laporan perhitungan Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD) secara konsolidasi bagi Bank Umum
Syariah mengacu pada:
1) Lampiran II: Laporan Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait
Bank Secara Konsolidasi Bagi Bank Umum Syariah; dan
2) Lampiran III: Laporan Pelampauan atau Pelanggaran BMPD
secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait Bagi Bank
Umum Syariah,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP perihal Prinsip Kehati-hatian
dan Laporan Dalam Rangka Penerapan Manajemen Risiko Secara
Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 43/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM RANGKA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK </reg_title>
<set_date> 19 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '8/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '38/POJK.03/2017' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V Huruf A' </penalty_list>
|
Yth.
1. Direksi Perusahaan Asuransi;
2. Direksi Perusahaan Reasuransi;
3. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan
4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 29 /SEOJK.05/2017
TENTANG
LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN PERUSAHAAN ASURANSI,
PERUSAHAAN REASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, DAN
PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH
Sehubungan dengan amanat ketentuan:
1. Pasal 44 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5994); dan
2. Pasal 45 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
72/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5995),
perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bentuk dan
susunan laporan aktuaris tahunan perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi
syariah dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan asuransi yang memiliki
unit
perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah.
2.
Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
II. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN AKTUARIS TAHUNAN
1. Laporan aktuaris tahunan Perusahaan disusun sesuai dengan
bentuk dan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
2. Bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang
memiliki unit syariah, pernyataan, analisis, pendapat, dan
rekomendasi yang dicantumkan dalam laporan aktuaris termasuk
juga untuk unit syariah.
3. Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud pada angka 1 mutatis
mutandis berlaku bagi perusahaan asuransi umum atau
perusahaan asuransi umum syariah yang laporan aktuarisnya
masih ditandatangani pegawai Perusahaan yang memiliki
sertifikat analis asuransi umum (certified non-life analyst) dari
Persatuan Aktuaris Indonesia atau konsultan aktuaria yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan tidak terafiliasi dengan
Perusahaan yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember
2017.
III. KETENTUAN PENUTUP
1. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Juli 2017.
2. Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku, Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Nomor PER-10/BL/2012 tentang Laporan
syariah, atau
- 3 -
Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS
PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,
LEMBAGA PEMBIAYAAN, DAN
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
FIRDAUS DJAELANI
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 9/SEOJK.05/2017 </reg_id>
<reg_title> PRODUK ASURANSI MIKRO DAN SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO </reg_title>
<set_date> 23 Februari 2017 </set_date>
<effective_date> setelah 2 (dua) bulan terhitung sejak 23 Februari 2017 </effective_date>
<related_reg> '23/POJK.05/2015 | Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (3)' </related_reg>
|
-1-
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 14 /SEOJK.03/2016
TENTANG
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM BERDASARKAN
MODAL INTI
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan
Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan
kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin pada
ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor Bank
(Theoretical Capital).
2. Otoritas Jasa Keuangan memberikan kemudahan Pembukaan
Jaringan Kantor bagi Bank yang dapat meningkatkan efisiensi dalam
pengelolaan Bank dan menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM)/Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam jumlah
tertentu.
3. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan Kantor,
Bank didorong untuk melakukan perluasan ke wilayah yang kurang
terlayani oleh jasa perbankan, guna mendukung upaya
pengembangan…
-2-
pengembangan pembangunan nasional.
II. RUANG LINGKUP
1. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
ini adalah:
a. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor Cabang,
Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan operasional, Kantor
Cabang Pembantu, Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan
operasional, atau Kantor Kas;
b. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang atau
jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri;
c. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang berkedudukan di
luar negeri yang melakukan kegiatan operasional,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai
Bank Umum dan ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan
dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu,
dan Kantor Perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
2. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk pembukaan
kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan
status kantor Bank.
3. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud pada
angka 2 tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada:
1) zona yang sama; atau
2) zona yang lebih rendah persyaratan alokasi Modal Intinya;
dan tidak terdapat peningkatan status kantor Bank.
III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA
1. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri, Otoritas
Jasa Keuangan mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di
Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan Zona
6.
2. Pembagian zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan
berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan
pembangunan dalam masing-masing zona, antara lain menggunakan
parameter…
-3-
parameter pertumbuhan pendapatan domestik bruto, pertumbuhan
pendapatan domestik regional bruto, kinerja penyaluran dan
penghimpunan dana yang dikaitkan dengan populasi di setiap
provinsi.
3. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona 6
menunjukkan zona paling tidak jenuh. Untuk setiap zona ditetapkan
suatu besaran koefisien, dengan angka koefisien tertinggi yaitu 5
untuk zona yang paling jenuh dan angka koefisien terendah yaitu 0,5
untuk zona yang paling tidak jenuh.
4. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri dikelompokkan ke
dalam Zona 1.
5. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat dievaluasi dan
dikinikan.
6. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka provinsi
tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum pemekaran sepanjang
Otoritas Jasa Keuangan belum menetapkan zona bagi provinsi baru
tersebut.
7. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK
UMUM
1. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan biaya investasi Pembukaan
Jaringan Kantor berdasarkan jenis kantor Bank untuk masing-
masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU).
Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.
2. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari
bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan dengan biaya
investasi untuk pembukaan Kantor Cabang.
3. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat
dievaluasi dan dikinikan.
V. PERTIMBANGAN PENCAPAIAN TINGKAT EFISIENSI DALAM PEMBUKAAN
JARINGAN KANTOR
1. Perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti mempertimbangkan
pencapaian tingkat efisiensi Bank yang antara lain diukur melalui
rasio…
-4-
rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
dan rasio Net Interest Margin (NIM).
2. Bank yang dapat meningkatkan efisiensi sehingga mencapai rentang
efisiensi tertentu diberikan pengurangan alokasi Modal Inti.
3. Terhadap Bank yang tidak mencapai rentang efisiensi tertentu,
Otoritas Jasa Keuangan dapat mengurangi jumlah rencana
Pembukaan Jaringan Kantor Bank walaupun Bank memiliki alokasi
Modal Inti yang mencukupi.
4.
Otoritas Jasa Keuangan menetapkan koefisien terkait pencapaian
efisiensi untuk masing-masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha
(BUKU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
VI. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM
1. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis
kantor terhadap jaringan kantor yang sudah ada (existing) dan
terhadap rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru.
2. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian antara
koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank dengan biaya
investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk
masing-masing BUKU dan koefisien terkait pencapaian efisiensi,
dengan perhitungan sebagai berikut:
TC = Kz x B x KF
TC
Kz
B
KF
= Alokasi Modal Inti di suatu zona
= Koefisien masing-masing zona
=
=
Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor
sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU
Koefisien terkait pencapaian efisiensi
VII. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM
1. Bank yang mengajukan rencana Pembukaan Jaringan Kantor, wajib
mencantumkan perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam
Rencana Bisnis Bank (RBB).
2. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan perhitungan
sebagai berikut:
ETC =…
-5-
n
E M TC JKE )
p1
TC (
ETC
M
TCp
JKEp
p
p
= Ketersediaan alokasi Modal Inti
= Modal Inti
= Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona
= Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada
(existing) pada suatu zona
3. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka
2, dalam hal:
a. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang positif,
memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat
dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor.
b. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti nol atau
negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang
dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor.
4. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku terhadap:
a. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan
operasional khusus penyaluran kredit kepada UMK; atau
b. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan
kantor pusatnya.
Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank
dimaksud meliputi pula provinsi hasil pemekaran wilayah
sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran wilayah
belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor
pusat di provinsi hasil pemekaran.
5. Dalam memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti, Bank
Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)
memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Jaringan
Kantor UUS.
6. Perhitungan mengenai ketersediaan alokasi Modal Inti untuk UUS
sebagaimana dimaksud pada angka 5 mengacu pada ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Pembukaan
Jaringan…
-6-
Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan UUS berdasarkan Modal
Inti.
VIII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM
1. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan memiliki
ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor dapat
melakukan Pembukaan Jaringan Kantor dengan jumlah sesuai
dengan ketersediaan alokasi Modal Inti.
Bank dimaksud dapat memperoleh insentif tambahan jumlah
Pembukaan Jaringan Kantor apabila Bank menyalurkan kredit
kepada:
a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah 20%
(dua puluh persen) dari total portofolio kredit; dan/atau
b. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10% (sepuluh
persen) dari total portofolio kredit.
Jumlah insentif tambahan Jaringan Kantor yang dapat dibuka
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
2. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun tidak
memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis
kantor dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor apabila:
a. Bank menyalurkan kredit kepada:
1) UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total
portofolio kredit; atau
2) UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio
kredit;
dan
b. Bank melakukan pemupukan modal yang berasal dari alokasi
laba dan/atau tambahan setoran modal.
Pemupukan modal yang dilakukan Bank sebagian besar wajib
dialokasikan untuk menutupi kekurangan alokasi Modal Inti
bagi Jaringan Kantor yang telah ada (maksimal sebesar
kekurangan alokasi Modal Inti bagi Jaringan Kantor yang telah
ada/existing) dan sisanya untuk mendukung rencana
Pembukaan Jaringan Kantor.
3. Otoritas…
-7-
3. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengurangi jumlah rencana
Pembukaan Jaringan Kantor Bank walaupun Bank memiliki alokasi
Modal Inti yang mencukupi.
Contoh perhitungan penetapan jumlah pembukaan jaringan kantor
tercantum dalam Lampiran V.
IX. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM PADA
ZONA TERTENTU
Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank,
Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4 diatur
sebagai berikut:
1. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2 wajib
diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
2. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1 atau
Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP atau 1 (satu)
KC di Zona 5 atau Zona 6.
3. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dapat berupa KC
atau KCP yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah.
4. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud pada
memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti.
5. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona 2
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dihitung secara
kumulatif.
Contoh:
Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2 (dua)
KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan pembukaan
4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank A harus membuka
2 (dua) KC di Zona 5 atau Zona 6.
6. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC dan/atau
KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan angka 2 namun belum merealisasikan kewajiban pembukaan KC
dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 tidak dapat melakukan
pembukaan KC atau KCP di Zona 1, Zona 2, Zona 3 dan Zona 4.
7. Kewajiban…
angka 3, tetap harus
-8-
7. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan angka 2, tidak berlaku bagi Bank yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah dan melakukan pembukaan KC atau KCP di
Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah provinsi tempat
kedudukan kantor pusatnya.
Contoh:
Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah
yang berkantor pusat di Provinsi DKI Jakarta (Zona 1) dan termasuk
BUKU 3, apabila membuka 3 (tiga) KC di Provinsi DKI Jakarta, Bank
dimaksud tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
8. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank sebagaimana
dimaksud pada angka 7 meliputi pula provinsi hasil pemekaran
wilayah sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran
wilayah belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor
pusat di provinsi hasil pemekaran.
Contoh:
Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di Provinsi X
yang berada pada Zona 2.
Terjadi pemekaran wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X dan
Provinsi X1. Dalam hal Bank A membuka 3 (tiga) KC di Provinsi X1,
Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6,
sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum memiliki saham
mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di Provinsi X1.
X. LAIN-LAIN
1. Perhitungan jumlah Modal Inti, jumlah Jaringan Kantor yang telah
ada (existing), pencapaian efisiensi dan pencapaian penyaluran kredit
kepada UMKM dan/atau UMK yang digunakan dalam rencana
Pembukaan Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data posisi
akhir bulan September.
2.
Otoritas Jasa Keuangan menilai Modal Inti, pencapaian efisiensi dan
pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK, baik
pada saat penilaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB
maupun pada saat Bank mengajukan permohonan rencana
Pembukaan…
-9-
Pembukaan Jaringan Kantor kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Prosedur, tata cara dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin
atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor Bank dari Otoritas
Jasa Keuangan juga wajib memenuhi ketentuan yang mengatur
mengenai:
a. Bank Umum; atau
b. persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor
Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari bank yang
berkedudukan di luar negeri.
4. Bagi Bank Umum yang memiliki Bank Umum Syariah, Bank Umum
yang memiliki Unit Usaha Syariah, atau Bank Umum yang memiliki
hubungan kepemilikan dengan Bank Umum Syariah, dalam
perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti, penetapan jumlah
Pembukaan Jaringan Kantor, dan perimbangan penyebaran jaringan
kantor pada zona tertentu juga memperhatikan ketentuan yang
mengatur mengenai pengembangan jaringan kantor perbankan
syariah dalam rangka stimulus perekonomian nasional bagi Bank,
sepanjang ketentuan dimaksud masih berlaku.
5. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
XI. KETENTUAN PERALIHAN
Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun 2016 wajib
dicantumkan dalam revisi RBB tahun 2016 dengan mengacu pada
ketentuan yang mengatur mengenai RBB dan disampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan, dengan alamat sebagai berikut:
1. Departemen Pengawasan Bank atau Kantor Regional Otoritas Jasa
Keuangan di Jakarta bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Jakarta; atau
2. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta.
XII. KETENTUAN…
-10-
XII. KETENTUAN PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013
perihal Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum berdasarkan Modal
Inti dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 April 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 14/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title>
<set_date> 29 April 2016 </set_date>
<effective_date> 29 April 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '15/7/DPNP|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '6/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Bank Umum Konvensional
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27 /SEOJK.03/2016
TENTANG
KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842)
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5861),
perlu untuk mengatur pelaksanaan mengenai Kegiatan Usaha Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum
dikelompokkan berdasarkan Modal Inti, yang selanjutnya disebut
Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan
Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4
(empat) BUKU. Semakin tinggi Modal Inti Bank, semakin tinggi BUKU
Bank dan semakin luas cakupan Kegiatan Usaha yang dapat
dilakukan oleh Bank.
2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank Umum dilakukan dengan
menerbitkan produk maupun melaksanakan aktivitas tertentu untuk
memenuhi kebutuhan nasabah.
3. Dalam ...
- 2 -
3. Dalam menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas, Bank
perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung penerbitan
produk dan/atau pelaksanaan aktivitasnya, serta menerapkan
manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi risiko yang
ditimbulkan oleh produk dan/atau aktivitas tersebut.
II. KEGIATAN USAHA BANK UMUM
A. Kegiatan Usaha Bank Umum
1. Kegiatan Usaha Bank Umum meliputi penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
nasabah.
2. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh
Bank. Produk dimaksud adalah produk yang diciptakan,
diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank yang terkait
dengan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana.
3.
Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada
nasabah.
4. Kegiatan Usaha Bank yang meliputi produk dan/atau aktivitas
dikelompokkan:
a. penghimpunan dana, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) giro, tabungan atau deposito;
2) penerbitan sertifikat deposito;
3) pinjaman yang diterima;
4) penerbitan surat utang termasuk surat utang dengan
fitur ekuitas;
5) sekuritisasi aset; dan
6) produk dan/atau aktivitas penghimpunan dana
lainnya yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
b. penyaluran dana, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) kredit termasuk kredit sindikasi;
2) anjak piutang;
3) pembelian ...
- 3 -
3) pembelian surat berharga berupa surat berharga
korporasi, Surat Berharga Negara (SBN) atau Sertifikat
Bank Indonesia (SBI);
4) penempatan pada Bank Indonesia;
5) penempatan pada Bank lain;
6) penerbitan bank garansi; dan
7) produk dan/atau aktivitas penyaluran dana lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. pembiayaan perdagangan (trade finance), yang terdiri dari
aktivitas berupa:
1) pembiayaan transaksi dalam negeri dengan Surat
Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN);
2) pembiayaan ekspor impor dengan menggunakan Letter
of Credit (L/C);
3) pembiayaan ekspor impor tanpa menggunakan Letter
of Credit (L/C); dan
4) jasa atau layanan pembiayaan perdagangan lainnya
yang lazim dilakukan oleh Bank Umum sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
d. kegiatan treasury, yang terdiri dari produk dan/atau
aktivitas berupa:
1) jual beli Uang Kertas Asing (Bank Notes);
2) transaksi tunai valuta asing berupa transaksi tod, tom,
dan spot;
3) transaksi derivatif yang bersifat plain vanilla, antara
lain forward, swap, atau option dengan fitur,
karakteristik dan underlying asset yang tergolong
sederhana;
4) transaksi derivatif kompleks, antara lain transaksi
forward, swap, atau option yang bersifat kompleks,
structured products, dan credit derivative; dan
5) transaksi valuta asing dan derivatif lainnya yang lazim
dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan ...
- 4 -
e. kegiatan keagenan dan kerjasama, yang terdiri dari
aktivitas berupa:
1) agen penjual reksa dana;
2) agen penjual SBN;
3) bancassurance model bisnis referensi, distribusi, dan
integrasi;
4) payment point; dan
5)
aktivitas keagenan atau kerjasama lainnya yang lazim
dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
f. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking, yang
terdiri dari produk dan/atau aktivitas berupa:
1) penyelenggara kliring;
2) penyelenggara penyelesaian akhir transaksi antar
Bank (settlement);
3) penyelenggara transfer dana;
4) penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan
kartu;
5) penyelenggara uang elektronik (electronic money);
6) phone banking;
7) Short Message Services (SMS) banking;
8) mobile banking;
9)
internet banking; dan
10) produk dan/atau aktivitas sistem pembayaran dan
electronic banking lainnya yang lazim dilakukan oleh
Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
g.
jasa atau layanan lain, yang terdiri dari aktivitas berupa:
1) penyediaan safe deposit box;
2) penerbitan traveller’s cheque;
3) pembayaran gaji karyawan secara massal (payroll);
4) pengelolaan kas (cash management);
5) Layanan Nasabah Prima (LNP);
6) kustodian;
7) wali amanat;
8) penitipan dengan pengelolaan (trust); dan
9) jasa ...
- 5 -
9) jasa atau layanan lainnya yang lazim dilakukan oleh
Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Bank yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada
angka 4 dalam valuta asing terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
kegiatan dalam valuta asing.
6. Selain dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana pada
angka 4, Bank dapat melakukan:
a. kegiatan penyertaan modal, berupa penanaman dana Bank
dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan, termasuk penanaman dalam bentuk
surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham
(equity options) yang bersifat mandatory atau jenis transaksi
tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki
saham pada perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan; dan/atau
b. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka
penyelamatan kredit berupa penyertaan modal oleh Bank
pada perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan kredit
(debt to equity swap) sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penyertaan modal Bank.
7.
Definisi atau karakteristik umum produk dan/atau aktivitas
sebagaimana pada angka 4 mengacu pada Lampiran I.
B. Cakupan Kegiatan Usaha Bank Umum Menurut BUKU
1. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan Bank pada
masing-masing BUKU:
a. BUKU 1 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah
berupa kegiatan penghimpunan dana dan kegiatan
penyaluran dana berupa produk dan/atau aktivitas dasar,
kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance), kegiatan
keagenan dan kerjasama dengan cakupan terbatas,
kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan
cakupan terbatas, dan penyediaan jasa atau layanan
lainnya. Bank juga dapat melakukan kegiatan penyertaan
modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit dan
kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA).
b. BUKU ...
- 6 -
b. BUKU 2 dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam Rupiah
dan valuta asing yang meliputi kegiatan penghimpunan
dana, kegiatan penyaluran dana dengan cakupan yang
lebih luas, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade
finance), kegiatan treasury secara terbatas, kegiatan sistem
pembayaran dan electronic banking dengan cakupan lebih
luas, kegiatan keagenan dan kerjasama dengan cakupan
lebih luas, dan penyediaan jasa atau layanan lainnya. Bank
juga dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada
lembaga keuangan di Indonesia dan kegiatan penyertaan
modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit.
c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik
dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan
penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia
dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia.
d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik
dalam Rupiah maupun valuta asing serta dapat melakukan
penyertaan modal pada lembaga keuangan dengan jumlah
lebih besar dari BUKU 3 di Indonesia dan/atau seluruh
wilayah di luar negeri.
2. Cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank
sesuai dengan BUKU mengacu pada Lampiran II.
III. PENERBITAN PRODUK DAN/ATAU PELAKSANAAN AKTIVITAS BANK
UMUM
A. Ketentuan Umum
Bank dapat menerbitkan produk dan/atau melaksanakan aktivitas
sebagaimana pada butir II.A.4 sebagai berikut:
1. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang
merupakan produk dan/atau aktivitas yang diperkenankan pada
masing-masing BUKU;
2. rencana penerbitan produk yang belum pernah diterbitkan
dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas yang belum pernah
dilaksanakan sebelumnya dicantumkan dalam rencana bisnis
Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan
produk dan/atau rencana pelaksanaan aktivitas tersebut;
3. penerbitan ...
- 7 -
3. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang
merupakan produk dan/atau aktivitas dasar tidak memerlukan
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan;
4. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang
bukan merupakan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau
memiliki risiko serta kompleksitas tinggi, terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
5. Bank menerapkan manajemen risiko yang memadai untuk
memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas sesuai Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank
umum.
Rincian mengenai produk dan/atau aktivitas sebagaimana dalam
angka 1, angka 3, dan angka 4 mengacu pada Lampiran II.
B. Produk dan/atau Aktivitas Baru
1. Produk dan/atau aktivitas baru merupakan produk dan/atau
aktivitas Bank yang memenuhi kriteria berikut:
a. tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya
oleh Bank; atau
b. merupakan pengembangan, kombinasi atau variasi dari
produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan atau
dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang menyebabkan
perubahan atau peningkatan profil risiko produk dan/atau
aktivitas yang telah diterbitkan sebelumnya. Pengembangan
yang menyebabkan perubahan atau peningkatan profil
risiko produk dan/atau aktivitas yang telah diterbitkan
dan/atau dilaksanakan sebelumnya antara lain:
1) pengembangan, kombinasi atau variasi dari produk
yang telah diterbitkan dan/atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank, misalnya:
a) penerbitan surat utang dengan fitur yang berbeda
dari surat utang sebelumnya, seperti penerbitan
surat utang dengan fitur opsi konversi menjadi
saham; atau
b) penerbitan structured product dengan struktur,
fitur, karakteristik, imbal hasil, jangka waktu
dan/atau ...
- 8 -
dan/atau underlying asset yang berbeda dengan
produk sebelumnya; dan/atau
2) pengembangan dari aktivitas kerjasama yang telah
dilaksanakan sebelumnya oleh Bank, misalnya
aktivitas bancassurance model bisnis referensi
dikembangkan menjadi model bisnis distribusi atau
integrasi sehingga mengakibatkan perubahan pada
profil risiko aktivitas tersebut.
2. Produk dan/atau aktivitas baru yang tidak memerlukan
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada butir A.3 antara lain meliputi:
a. penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas dasar,
berupa:
1) penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan,
deposito, sertifikat deposito, dan pinjaman yang
diterima;
2) penyaluran dana dalam bentuk kredit, pembelian surat
berharga, penempatan pada Bank Indonesia, dan
penempatan pada Bank lain; dan
3)
trade finance, transaksi derivatif yang bersifat plain
vanilla, dan aktivitas pemindahan dana (transfer);
b. pengembangan dari produk dan/atau aktivitas dasar yang
pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh
Bank;
c.
aktivitas penjualan produk yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia, misalnya aktivitas agen
penjual SBN;
d. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya
pembelian reksa dana pendapatan tetap dan pembelian
surat berharga; dan
e. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka
pengelolaan likuiditas, antara lain penempatan antar Bank
dan penerimaan pinjaman antar Bank.
3. Produk dan/atau aktivitas baru yang wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
pada butir A.4 adalah produk dan/atau aktivitas yang bukan
merupakan cakupan produk dan/atau aktivitas dasar dan/atau
memiliki ...
- 9 -
memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain
meliputi:
a. penghimpunan dana berupa penerbitan surat utang, surat
utang yang memiliki fitur ekuitas, dan sekuritisasi aset;
b.
aktivitas treasury berupa penerbitan derivative kompleks,
structured product atau credit derivative;
c. keagenan dan kerjasama berupa aktivitas bancassurance
dan reksa dana;
d. kegiatan sistem pembayaran antara lain berupa
penyelenggara kliring, penyelenggara alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan penyelenggara uang
elektronik (electronic money), phone banking, SMS banking,
mobile banking, dan internet banking; dan
e.
jasa atau layanan lain seperti kustodian, wali amanat, dan
trust.
4. Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru yang dicantumkan dalam rencana bisnis Bank
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran III
huruf A, yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan:
a. jenis dan deskripsi umum produk dan/atau aktivitas baru;
b. waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru;
c. tujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru;
d. keterkaitan produk dan/atau aktivitas baru dengan strategi
bisnis Bank;
e.
f.
risiko atas penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas baru; dan
mitigasi risiko atas penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru.
5. Dalam rangka penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan, Bank mengajukan surat permohonan
persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru kepada Otoritas Jasa Keuangan yang disertai dengan
dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi dan
penjelasan:
a. informasi ...
- 10 -
a. informasi umum mengenai produk dan/atau aktivitas baru
meliputi antara lain nama produk dan/atau jenis aktivitas,
rencana waktu penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas, target pasar dan/atau nasabah, rencana atau
target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama,
informasi mengenai skim atau fitur produk yang akan
diterbitkan atau penjelasan mengenai aktivitas yang akan
dilaksanakan;
b. manfaat dan biaya bagi Bank;
c. manfaat dan risiko bagi nasabah;
d. prosedur pelaksanaan (standard operating procedures),
organisasi dan kewenangan untuk menerbitkan produk
dan/atau melaksanakan aktivitas baru;
e. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan
program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT);
f.
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
terhadap risiko yang melekat pada produk dan/atau
aktivitas baru;
g.
hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas
produk dan/atau aktivitas baru;
h. dokumen atau konsep dokumen dalam rangka transparansi
kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi antara lain
perjanjian antara Bank dengan nasabah atau pihak lain,
brosur, leaflet, prospektus, dan/atau formulir aplikasi;
i.
sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat
mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut
dengan sistem informasi akuntansi Bank secara
menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi;
j. dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah memperoleh
persetujuan atau izin dari otoritas terkait, dalam hal produk
dan/atau aktivitas Bank memerlukan persetujuan dari
otoritas tersebut. Dalam hal dokumen dimaksud belum
diterbitkan, Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti
permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait.
Selanjutnya
setelah otoritas
terkait
menerbitkan
persetujuan ...
- 11 -
persetujuan atau izin, Bank menyampaikan kepada
Otoritas Jasa Keuangan sebagai kelengkapan dokumen;
dan
k. kesiapan dan hasil uji coba Bank (jika ada) atas produk
dan/atau aktivitas baru.
Informasi dan penjelasan dalam dokumen pendukung
permohonan persetujuan rencana penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru berpedoman pada Lampiran III.B.
6. Permohonan persetujuan penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru sebagaimana pada angka 5
disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru.
7. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh
persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara
lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.
8. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan persetujuan batas
waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi
dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
9. Dalam hal produk dan/atau aktivitas baru tersebut harus
mendapat persetujuan atau izin dari otoritas
terkait
sebagaimana diatur pada butir 5.j, penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru tersebut dapat dilakukan dalam hal
Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari Otoritas Jasa
Keuangan dan otoritas terkait.
10. Bank harus menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak persetujuan
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Apabila dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas
Jasa Keuangan, Bank tidak menerbitkan produk dan/atau
melaksanakan aktivitas baru, persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan menjadi tidak berlaku.
11. Dalam ...
- 12 -
11. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak
berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 10 namun Bank
tetap akan menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas baru, Bank menyampaikan kembali permohonan
persetujuan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru kepada Otoritas Jasa Keuangan.
12. Bank menyampaikan laporan realisasi penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas baru paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah produk diterbitkan dan/atau aktivitas baru
dilaksanakan.
13. Realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru dihitung sejak tanggal produk dan/atau aktivitas tersebut
sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan
realisasi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru paling sedikit memuat informasi dan penjelasan:
a. jenis dan nama produk dan/atau aktivitas baru;
b. tanggal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
baru; dan
c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru
yang dilaksanakan dengan produk dan/atau aktivitas yang
telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
IV. PERLAKUAN TERHADAP BANK UMUM YANG MENGALAMI PENURUNAN
MODAL INTI
1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak
sesuai dengan persyaratan Modal Inti Minimum sesuai BUKU selama
3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan:
a. rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan
persyaratan Modal Inti sesuai BUKU; atau
b. rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU.
2. Rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal Inti sesuai BUKU
paling sedikit menguraikan:
a. penyebab penurunan Modal Inti;
b. mekanisme dan tahapan pemenuhan Modal Inti; dan
c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Rencana ...
- 13 -
3. Rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan Usaha yang tidak
sesuai dengan BUKU paling sedikit menguraikan:
a. produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan serta nilai
nominal (outstanding) dan sisa jangka waktu terlama untuk
produk dan/atau aktivitas yang harus dihentikan;
b. rencana waktu penyelesaian akhir produk dan/atau aktivitas
yang tidak sesuai;
c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah atau
stakeholders mengenai penghentian produk dan/atau aktivitas;
d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dan angka 3 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat pada bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti
sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan persyaratan Modal Inti
sesuai BUKU, dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang
berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah DKI
Jakarta; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
5. Bank menyelesaikan rencana tindak (action plan) pemenuhan Modal
Inti sebagaimana pada angka 2 paling lambat 1 (satu) tahun sejak
rencana tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
6. Bank yang tidak mampu memenuhi rencana tindak (action plan)
pemenuhan Modal Inti dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana
tindak (action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan, harus
menyampaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU sebagaimana dimaksud pada
angka 3.
7. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha sebagaimana pada angka 3 sampai dengan
berakhirnya sisa jangka waktu perjanjian produk dan/atau aktivitas
yang tidak sesuai dengan BUKU. Dalam hal sisa jangka waktu
perjanjian produk dan/atau aktivitas lebih dari 3 (tiga) tahun, Bank
harus ...
- 14 -
harus menyelesaikan penghentian produk dan/atau aktivitas
dimaksud paling lambat 3 (tiga) tahun sejak rencana tindak (action
plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
8. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action
plan) pemenuhan persyaratan Modal Inti sesuai BUKU yang diajukan
kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a.
tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan
meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang
diperkenankan pada BUKU, termasuk melakukan transaksi
baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa
Keuangan; atau
b.
tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah
sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut
BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui Otoritas Jasa
Keuangan.
9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha tidak diperbolehkan menawarkan, menjual dan/atau
melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau
aktivitas yang harus dihentikan mulai bulan keempat sejak
terjadinya penurunan Modal Inti sehingga menyebabkan tidak sesuai
dengan persyaratan Modal Inti berdasarkan BUKU.
10. Ketentuan pada angka 1 tidak berlaku untuk Bank yang mengalami
penurunan Modal Inti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut termasuk
Bank dalam penanganan atau penyelamatan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), dalam hal mendapatkan persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan untuk melakukan Kegiatan Usaha tertentu dengan
pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional.
V. TINDAK LANJUT PENGAWASAN
1. Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk
menghentikan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
dalam hal berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan:
a. produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan:
1) tidak ...
- 15 -
1) tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk dan/atau
aktivitas yang diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2) berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap
kondisi keuangan Bank;
3) berpotensi meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank
secara signifikan karena adanya pengaduan atau tuntutan
dari nasabah; dan/atau
4) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
b. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang memadai atas
produk yang diterbitkan dan/atau aktivitas yang dilaksanakan.
Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen
berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan atas penyimpangan
yang terjadi.
2. Bank yang diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas sebagaimana pada angka 1:
a. harus segera menghentikan penawaran, penjualan dan/atau
perjanjian atau transaksi baru atas produk dan/atau aktivitas
yang harus dihentikan; dan
b. menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada Otoritas
Jasa Keuangan atas penyelesaian kewajiban kepada nasabah
terkait produk yang telah diterbitkan dan/atau aktivitas yang
telah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bank
diperintahkan untuk menghentikan penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas.
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas produk
dan/atau aktivitas tertentu, Otoritas Jasa Keuangan akan
mempertimbangkan kepentingan nasional terkait dengan dampak
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas antara lain untuk
mendukung stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional termasuk untuk penerbitan
produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank dalam penanganan
atau penyelamatan oleh LPS.
2. Bank tidak diperbolehkan memasarkan produk dan/atau
melaksanakan aktivitas yang belum mendapatkan persetujuan
Otoritas ...
- 16 -
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau tidak tercatat dalam pembukuan
atau administrasi Bank.
3. Dalam hal penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas Bank
telah diatur secara khusus dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait lainnya
seperti ketentuan mengenai structured product, agen penjual SBN,
agen penjual reksa dana, aktivitas bancassurance, penitipan dengan
pengelolaan (trust), pelaksana sistem pembayaran, alat pembayaran
dengan menggunakan kartu, dan penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi, penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas dimaksud juga mengacu pada ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan otoritas terkait lain
yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut.
4. Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Bank yang sebelum tanggal 8 Maret 2013 telah melakukan Kegiatan
Usaha yang tidak sesuai dengan BUKU namun telah memperoleh
persetujuan dari otoritas terkait atas rencana tindak (action plan)
pemenuhan Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian
Kegiatan Usaha yang diajukan oleh Bank, melakukan penambahan
modal dan/atau menyesuaikan Kegiatan Usaha:
a. paling lambat akhir bulan Juni 2016; atau
b. paling lambat akhir bulan Juni 2018 bagi Bank yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah.
2. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) pemenuhan
Modal Inti sebagaimana pada angka 1:
a. tetap dapat melaksanakan Kegiatan Usaha yang telah dilakukan
meskipun tidak sesuai dengan cakupan Kegiatan Usaha yang
diperkenankan pada BUKU Bank termasuk melakukan
transaksi baru dengan nasabah, sepanjang memenuhi tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait;
b. tidak diperkenankan melakukan transaksi baru dengan nasabah
sampai dengan terpenuhinya Modal Inti minimum menurut
BUKU, dalam hal terdapat pelanggaran terhadap tahapan
pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui otoritas terkait.
c. Bank ...
- 17 -
c. Bank yang mengajukan rencana penyesuaian Kegiatan Usaha
tidak diperbolehkan menawarkan, menjual, dan/atau
melakukan perjanjian atau transaksi baru atas produk
dan/atau aktivitas yang harus dihentikan.
3. Bagi Bank yang telah menerbitkan produk dan/atau melaksanakan
aktivitas yang berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini
wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, tetap dapat
menyelenggarakan produk dan/atau aktivitas tersebut tanpa harus
mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa
Keuangan, sepanjang merupakan cakupan produk dan/atau
aktivitas yang diperkenankan menurut BUKU Bank.
4. Kewajiban penyampaian rencana tindak (action plan) pemenuhan
Modal Inti atau rencana tindak (action plan) penyesuaian Kegiatan
Usaha tidak berlaku bagi Bank yang pada posisi akhir Desember
2012 tidak memenuhi persyaratan Modal Inti minimum sesuai BUKU
namun mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait untuk tetap
dapat melakukan Kegiatan Usaha tertentu berdasarkan
pertimbangan stabilitas sistem keuangan dan/atau mendorong
perkembangan perekonomian nasional, termasuk Bank yang dalam
penanganan atau penyelamatan oleh LPS.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal
Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2016
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
ttd
NELSON TAMPUBOLON
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 27/SEOJK.03/2016 </reg_id>
<reg_title> KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '15/6/DPNP|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2016', '6/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi atau Pengurus Penyedia Jasa Keuangan
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 38 /SEOJK.01/2017
TENTANG
PEDOMAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA
NASABAH DI SEKTOR JASA KEUANGAN YANG IDENTITASNYA TERCANTUM
DALAM DAFTAR TERDUGA TERORIS DAN ORGANISASI TERORIS
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 46 ayat (4) juncto Pasal 68
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
di Sektor Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6035 perlu
untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pedoman pemblokiran
secara serta merta atas dana nasabah di sektor jasa keuangan yang identitasnya
tecantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang OJK.
2. Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme yang selanjutnya
disingkat DTTOT adalah daftar nama terduga teroris dan organisasi
teroris yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan ditetapkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
-2-
3. Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat PJK adalah PJK
di Sektor Perbankan, PJK di Sektor Pasar Modal, dan PJK di Sektor
Industri Keuangan Non Bank, sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan OJK mengenai penerapan program anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan.
4. Pendanaan Terorisme adalah pendanaan terorisme sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pendanaan Terorisme.
5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya
disingkat PPATK adalah PPATK sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.
6. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kelompok yang
terorganisasi, baik yang merupakan badan hukum (legal person)
maupun bukan badan hukum.
7. Dana adalah semua aset atau benda bergerak atau tidak bergerak,
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh
dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun, termasuk dalam
format digital atau elektronik, alat bukti kepemilikan, atau
keterkaitan dengan semua aset atau benda tersebut, termasuk tetapi
tidak terbatas pada kredit bank, cek perjalanan, cek yang
dikeluarkan oleh bank, perintah pengiriman uang, saham, sekuritas,
obligasi, bank draf, dan surat pengakuan utang.
8. Pemblokiran adalah tindakan mencegah pentransferan, pengubahan
bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, atau
pergerakan Dana untuk jangka waktu tertentu.
II. PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH
1. Dalam rangka pencegahan dan penanganan tindak pidana
Pendanaan Terorisme, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
diberikan kewenangan untuk mengeluarkan DTTOT berdasarkan
penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk kemudian
disampaikan kepada PJK melalui OJK disertai dengan permintaan
Pemblokiran secara serta merta.
-3-
2. OJK menyampaikan DTTOT serta setiap perubahannya disertai
dengan permintaan Pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh
Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak
langsung, oleh orang perseorangan atau Korporasi dari Kepala
Kepolisian Republik Indonesia kepada PJK, melalui surat yang
disampaikan secara elektronik.
3. Setelah diterimanya DTTOT dan permintaan Pemblokiran secara serta
merta dari Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui OJK, PJK
menindaklanjuti dengan:
a. melakukan kegiatan pemeliharaan DTTOT;
b. melakukan identifikasi dan pemeriksaan kesesuaian identitas
orang perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT
dengan database nasabah yang ada di PJK;
c. melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana; dan
d. melaporkan transaksi yang melibatkan orang perseorangan atau
Korporasi yang identitasnya tercantum dalam DTTOT dalam bentuk
laporan sebagai laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait
Pendanaan Terorisme.
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf
d merupakan bagian dari penerapan program pencegahan Pendanaan
Terorisme.
4. Dalam melakukan Pemblokiran secara serta merta, PJK harus
melakukan mitigasi risiko atas kemungkinan terjadinya false positive
atau false negative, untuk meminimalisir kesalahan dalam
pelaksanaan Pemblokiran.
5. Yang dimaksud dengan false positive adalah kesalahan pelaksanaan
Pemblokiran secara serta merta yang dilakukan oleh PJK yang
dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK menemukan adanya
kesesuaian sebagian informasi nasabah yang berada dalam database
nasabah yang ada di PJK dengan identitas orang perseorangan atau
Korporasi yang tercantum dalam DTTOT.
-4-
Contoh:
Database
nasabah di PJK
Zulkarnain
Santoso
Tentena, 21
Agustus 1976
Zulkarnaen
Santoso
Tentena, 21
Agustus
1967
DTTOT
Kesesuaian/
Status
Sesuai/ Blokir
Kesalahan
Zulkarnain ≠
Zulkarnaen
Sesuai/ Blokir 21 Agustus
1976 ≠ 21
Agustus
1967
6. Yang dimaksud dengan false negative adalah kesalahan tidak
dilakukannya Pemblokiran secara serta merta oleh PJK yang
dikarenakan sistem informasi nasabah pada PJK menemukan adanya
kesesuaian atas sebagian informasi nasabah yang berada dalam
database nasabah yang ada di PJK dengan identitas orang
perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT, namun
kurang memperhatikan adanya kesesuaian seluruh informasi.
Contoh:
Database
nasabah di PJK
Mohamad Iqbal
Lombok Timur,
17 Agustus
1958
Fihir alias
Mohamad
Iqbal
Lombok
Timur, 17
Agustus
1958
DTTOT
Kesesuaian/
Status
Tidak Sesuai/
Tidak Blokir
Kesalahan
Fihir alias
Mohamad
Iqbal adalah
sama dengan
Mohamad
Iqbal yang
masuk
DTTOT.
-5-
7. Dalam rangka mitigasi risiko atas false positive dan false negative,
PJK melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kesesuaian melalui pemisahan nama, nama alias,
tempat tanggal lahir, kewarganegaraan, dan alamat yang tercantum
dalam DTTOT.
Contoh:
Database nasabah
di PJK
Khalifa Al-Subaiy
Bertempat tinggal
di
Manhattan
Street
DTTOT
Khalifa
Manhattan Al-
Subaiy
Potensi Kesalahan
Apabila
tidak
dilakukan pemisahan
antara nama dan
alamat, maka sistem
informasi
membaca kesesuaian
secara keseluruhan
dan
berpotensi
menimbulkan false
positive.
b. Pemeriksaan berulang dan mendalam dalam hal terdapat
kesesuaian nama yang umum yang terdapat dalam database
nasabah yang ada di PJK, seperti nama Muhammad,
Mochammad, Agus, Bambang dan lain-lain, dengan nama yang
tercantum dalam DTTOT. Pemeriksaan mendalam dapat
dilakukan oleh PJK melalui pencarian informasi yang sumbernya
dapat dipercaya, baik informasi yang bersifat tertutup, seperti
informasi yang bersumber dari OJK, PPATK, aparat penegak
hukum, maupun informasi yang bersifat terbuka, seperti
informasi yang bersumber dari internet.
8. Dalam hal PJK melakukan false positive dan false negative, maka
PJK wajib melakukan koordinasi dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia cq. Detasemen Khusus 88 Anti Teror.
9. Berdasarkan hasil mitigasi risiko, dalam hal terdapat kesamaan
nama nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan nama yang
tercantum dalam DTTOT sebagaimana dimaksud pada angka 5, PJK
segera melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana yang
dapat
-6-
dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung,
oleh nasabah, dan melaporkannya sebagai laporan transaksi
keuangan mencurigakan.
10. Pemblokiran secara serta merta sebagaimana dimaksud dalam angka
9, dilakukan sepanjang identitas orang perseorangan atau Korporasi
tersebut tercantum dalam DTTOT.
III. BERITA ACARA, LAPORAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS
DANA NASABAH, DAN LAPORAN NIHIL
1. PJK yang melakukan Pemblokiran secara serta merta harus membuat
berita acara Pemblokiran secara serta merta dan harus
menyampaikannya kepada Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dengan tembusan kepada OJK.
2. Penyampaian berita acara Pemblokiran secara serta merta
sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan oleh PJK paling
lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah waktu Pemblokiran secara
serta merta.
3. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dibuat secara tertulis
dengan menyebutkan secara jelas paling sedikit:
a. nama, jabatan, dan alamat pimpinan PJK;
b. tanggal dilakukannya Pemblokiran secara serta merta;
c. pernyataan telah dilakukan Pemblokiran secara serta merta;
d. nomor DTTOT;
e. surat permintaan Pemblokiran secara serta merta dari Kepala
Kepolisian Republik Indonesia melalui OJK;
f. nama dan jabatan saksi yaitu pegawai pada PJK;
g. bagi nasabah orang perseorangan, identitas nasabah orang
perseorangan paling sedikit memuat nama, tempat tanggal lahir,
pekerjaan dan alamat;
h. bagi nasabah Korporasi, identitas nasabah Korporasi paling sedikit
memuat nama perusahaan, tanggal pendirian Korporasi, dan
alamat Korporasi;
i. nomor rekening nasabah meliputi nomor rekening tabungan, nomor
rekening giro, nomor rekening efek, dan/atau nomor lain sesuai
kebutuhan dan karakteristik PJK;
j. saldo rekening terakhir atau nilai aset yang dimiliki atau dikuasai
oleh nasabah yang dilakukan Pemblokiran secara serta merta;
-7-
k. jenis dan identitas aset atau benda bergerak atau tidak bergerak,
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dikelola
atau yang berada dalam penguasaan PJK, yang dilakukan
Pemblokiran secara serta merta; dan
l. pernyataan berita acara Pemblokiran secara serta merta dibuat
dihadapan saksi yaitu pegawai PJK.
Format berita acara Pemblokiran secara serta merta mengacu pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
4. Laporan Pemblokiran secara serta merta dilakukan secara tertulis
dengan menyebutkan secara jelas paling sedikit:
a. tanggal dilakukannya Pemblokiran secara serta merta;
b. pernyataan telah dilakukan Pemblokiran secara serta merta;
c. nama nasabah;
d. nomor rekening nasabah meliputi nomor rekening tabungan,
nomor rekening giro, nomor rekening efek, dan/atau nomor lain
sesuai kebutuhan dan karakteristik PJK; dan
e. jenis aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud yang dikelola atau yang
berada dalam penguasaan PJK, yang dilakukan Pemblokiran
secara serta merta.
Format laporan Pemblokiran secara serta merta mengacu pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran OJK ini.
5. Dalam hal PJK tidak menemukan adanya kesesuaian identitas
nasabah yang terdapat dalam database dengan identitas orang
perseorangan atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT, PJK
harus menyampaikan laporan nihil ke Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan tembusannya ke OJK.
Format laporan nihil mengacu pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran OJK ini.
6. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan
Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil dibuat rangkap 1
(satu).
7. Berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan
Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil disampaikan
kepada:
-8-
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Cq. KEPALA DENSUS 88
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jalan Trunojoyo Nomor 3
Jakarta
atau
email: dttot.report@gmail.com
8. Tembusan berita acara Pemblokiran secara serta merta dan laporan
Pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil disampaikan
kepada:
KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN
Cq. KEPALA GRUP PENANGANAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN
PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME
Gedung Sumitro Djojohadikusumo
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4
Jakarta 10710
atau
email: apupptojk@ojk.go.id
fax: 021 3857917
IV. KEBERATAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA
Dalam hal terdapat nasabah yang menyampaikan keberatan atas
pelaksanaan Pemblokiran secara serta merta kepada PJK maka PJK dapat
menyampaikan informasi kepada nasabah atas mekanisme keberatan
Pemblokiran secara serta merta yang mengacu pada Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, yaitu sebagai berikut:
a. Nasabah dapat mengajukan keberatan terhadap pelaksanaan
Pemblokiran secara serta merta yang dilakukan oleh PJK kepada
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Keberatan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan secara
tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
tembusan kepada PJK, dan dilengkapi dengan:
1) alasan yang mendasari keberatan disertai penjelasan mengenai
hubungan atau kaitan pihak yang mengajukan keberatan
dengan Dana nasabah yang diblokir; dan
-9-
2) bukti, dokumen asli, atau salinan yang telah dilegalisasi yang
menerangkan sumber dan latar belakang Dana nasabah.
c. Dalam hal keberatan diterima, PJK menindaklanjuti dengan
melakukan pencabutan Pemblokiran secara serta merta yang
dituangkan dalam berita acara pencabutan Pemblokiran secara serta
merta sesuai permintaan atau perintah Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
d. Berita acara pencabutan Pemblokiran secara serta merta
disampaikan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pencabutan
Pemblokiran secara serta merta.
e. Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud pada pada huruf a
ditolak maka nasabah dapat mengajukan keberatan melalui gugatan
perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Selain melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana yang
dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung
oleh nasabah yang identitasnya tercantum dalam DTTOT, PJK
menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait
Pendanaan Terorisme tersebut kepada PPATK paling lambat 3 (tiga)
hari kerja setelah mengetahui adanya Transaksi Keuangan
Mencurigakan Terkait Pendanaan Terorisme tersebut sesuai Pasal 13
ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
2. Tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan
terkait Pendanaan Terorisme sebagaimana dimaksud pada angka 1,
mengacu pada peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara
penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan
transaksi keuangan tunai bagi PJK.
3. Dalam hal dilakukan Pemblokiran secara serta merta, terhadap Dana
nasabah yang diblokir tersebut, tetap diberikan hak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di PJK.
4. Hak sebagaimana dimaksud pada angka 3 termasuk dalam Dana
yang wajib dilakukan Pemblokiran secara serta merta.
-10-
VI. PENUTUP
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2017
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
MULIAMAN D. HADAD
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 38/SEOJK.01/2017 </reg_id>
<reg_title> PEDOMAN PEMBLOKIRAN SECARA SERTA MERTA ATAS DANA NASABAH DI SEKTOR JASA KEUANGAN YANG IDENTITASNYA TERCANTUM DALAM DAFTAR TERDUGA TERORIS DAN ORGANISASI TERORIS </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 18 Juli 2017 </effective_date>
<related_reg> '12/POJK.01/2017 | Pasal 46 ayat (4) juncto Pasal 68' </related_reg>
|
- 1 -
Yth.
Direksi atau Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan,
di Tempat
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 12/SEOJK.07/2014
TENTANG
PENYAMPAIAN INFORMASI DALAM RANGKA PEMASARAN PRODUK DAN/ATAU
LAYANAN JASA KEUANGAN
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
01/POJK.07/2013 tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor
118 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431), dan
kebutuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), Konsumen dan/atau
masyarakat mengenai petunjuk pelaksanaan tentang penyampaian informasi
dalam rangka pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan, perlu untuk
mengatur ketentuan mengenai penyampaian informasi dalam rangka pemasaran
produk dan/atau layanan jasa keuangan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Iklan adalah suatu bentuk komunikasi melalui Media tentang produk
dan/atau layanan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Media adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi
tentang produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau
masyarakat.
3. Informasi Akurat adalah informasi berdasarkan kejelasan referensi yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
4. Informasi Jujur adalah informasi yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
5. Informasi Jelas adalah informasi yang disampaikan secara lengkap.
6. Informasi Tidak Menyesatkan adalah informasi yang tidak menimbulkan
perbedaan penafsiran antara Konsumen dan/atau masyarakat dengan
PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam perjanjian.
II. ITIKAD ...
- 2 -
II.
ITIKAD BAIK KONSUMEN
1. PUJK berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan
mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang
akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
2. Untuk memastikan itikad baik Konsumen sebagaimana dimaksud pada
angka 1, PUJK dapat:
a. meminta Konsumen memenuhi kesepakatan antara Konsumen dan
PUJK;
b. meminta Konsumen mentaati ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi Konsumen
dengan fakta yang sebenarnya.
Misalnya identitas Konsumen yang sesuai dengan tempat tinggal
Konsumen, apabila diperlukan melakukan survei yang memadai dan
melakukan wawancara dengan Konsumen untuk meneliti dan
meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang
disampaikan oleh Konsumen;
d. meminta Konsumen menandatangani Surat Pernyataan yang
menyatakan bahwa seluruh informasi dan/atau dokumen yang
diberikan kepada PUJK adalah yang sebenar-benarnya.
III. POKOK-POKOK PENGATURAN MENGENAI INFORMASI PRODUK DAN/ATAU
LAYANAN
1. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai
produk dan/atau layanan yang akurat berdasarkan kejelasan referensi
yang digunakan PUJK ketika menyampaikan informasi produk dan/atau
layanan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Misalnya pernyataan sebagai produk dan/atau layanan yang
menguntungkan harus dapat memberikan perbandingan ketika
memberikan penjelasan kepada Konsumen dan/atau masyarakat atau
dapat menggunakan penilaian dari lembaga independen yang melakukan
penilaian dan mengungkapkan periode penilaiannya.
2. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai
produk dan/atau layanan yang jujur berdasarkan informasi yang
sebenarnya tentang manfaat, biaya, dan risiko dari setiap produk
dan/atau layanan. Informasi ini wajib disampaikan PUJK ketika
melakukan kegiatan pemasaran, pada saat membuat perjanjian dengan
Konsumen dan/atau masyarakat, dan jika terjadi perubahan ketika
Konsumen menggunakan dan/atau memanfaatkan produk dan/atau
layanan yang diberikan oleh PUJK.
3. PUJK ...
- 3 -
3. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai
produk dan/atau layanan yang jelas berdasarkan informasi secara
lengkap mengenai manfaat, biaya, dan risiko termasuk melakukan
konfirmasi kepada Konsumen dan/atau masyarakat atas penjelasan
yang diberikan. Konfirmasi Konsumen dan/atau masyarakat atas
penjelasan yang telah diberikan oleh PUJK tersebut dilakukan dengan
menandatangani pernyataan pada saat membuat perjanjian atau bukti
lain yang menyatakan persetujuan konfirmasi, antara Konsumen
dan/atau masyarakat dengan PUJK. Informasi mengenai produk
dan/atau layanan yang jelas juga memperhatikan ketentuan yang
berdasarkan prinsip syariah.
4. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai
produk dan/atau layanan yang tidak menyesatkan sehingga tidak
menimbulkan perbedaan penafsiran antara Konsumen dan/atau
masyarakat dengan PUJK terhadap ketentuan yang dimuat dalam
perjanjian.
Tanda asterisk (*) pada Iklan di Media hanya boleh digunakan untuk
memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan
yang bertanda tersebut.
Tanda asterisk (*) pada Iklan di Media tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan atau menyesatkan Konsumen dan/atau masyarakat
tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk dan/atau
layanan yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan hadiah
suatu produk dan/atau layanan.
5. Kewajiban untuk menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada
angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 adalah termasuk menyediakan
ringkasan informasi produk dan/atau layanan, kegiatan pemasaran dan
Iklan serta hal lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
6. PUJK wajib menyampaikan informasi mengenai realisasi penerbitan
dan/atau perubahan fitur produk dan/atau layanan jasa keuangan yang
memerlukan persetujuan dari OJK, paling lambat 7 hari kerja setelah
produk dan/atau layanan dilakukan. Informasi tersebut disampaikan
kepada Bidang Pengawasan terkait dengan tembusan kepada Bidang
Edukasi dan Perlindungan Konsumen – Otoritas Jasa Keuangan melalui
surat dan email dengan alamat konsumen@ojk.go.id.
IV. KETENTUAN MENGENAI INFORMASI YANG DIMUAT DALAM IKLAN DI
MEDIA
Dalam menyampaikan informasi yang dimuat dalam Iklan di berbagai media
antara lain media cetak, media elektronik, media luar griya, atau yang dapat
dipersamakan dengan itu, PUJK wajib menyediakan dan/atau
menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat,
jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. Terhadap informasi dimaksud wajib
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Bahasa ...
- 4 -
1. Bahasa
a. Iklan wajib disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh
Konsumen dan/atau masyarakat.
b. Iklan dilarang menggunakan kata superlatif seperti “paling”, “nomor
satu”, “satu-satunya”, ”top”, kata berawalan “ter”, atau kata yang
dapat dipersamakan dengan itu. Dalam hal menggunakan kata
superlatif harus mencantumkan bukti atau sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan.
c. Iklan dilarang mencantumkan kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama, apabila Konsumen tetap membayar biaya lain
terkait pembelian atau penggunaan produk dan/atau layanan PUJK.
2. Janji Pengembalian Uang
Jika suatu Iklan menjanjikan pengembalian uang kepada Konsumen
atas pembelian suatu produk dan/atau penggunaan layanan, maka
syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan
lengkap, antara lain jenis kondisi yang harus dipenuhi, dan jangka
waktu berlakunya pengembalian uang.
3. Kesaksian Konsumen dan Anjuran
a. Pemberian kesaksian dan anjuran hanya dapat dilakukan atas nama:
1) perorangan bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau
masyarakat luas; atau
2) perorangan yang mewakili Konsumen berbentuk badan hukum.
b. Kesaksian Konsumen wajib dibuktikan dengan pernyataan tertulis
yang ditandatangani oleh Konsumen tersebut dan dilengkapi dengan
identitas dan alamat pemberi kesaksian.
c. Iklan yang memuat kesaksian Konsumen atau informasi dari tokoh
terkenal, selebritis atau komentator media merupakan pengalaman
yang benar dialami dan wajib disampaikan secara jujur, tanpa
bermaksud mengungkapkan secara berlebihan, serta hanya memuat
pendapat tentang produk dan/atau layanan tersebut secara wajar.
4. Ketersediaan hadiah
Iklan yang menjanjikan hadiah tertentu, dilarang menyatakan “selama
persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama. Iklan
tersebut mencantumkan jumlah hadiah dan/atau jangka waktu tertentu
yang disediakan oleh PUJK.
5. Proses yang sesuai dengan prosedur dan penawaran yang tidak
menyesatkan:
a. Iklan yang menjanjikan proses cepat dan instan wajib
memperhatikan ketentuan dan prosedur baku yang berlaku.
b. Iklan ...
- 5 -
b. Iklan wajib menyatakan secara jelas ketika menawarkan produk
dan/atau layanan dengan manfaat tertentu yang berdiri sendiri dan
tidak dapat diambil secara bersamaan.
6. Kinerja masa lalu dan proyeksi kinerja
a. Iklan yang mencantumkan kinerja masa lalu wajib menyatakan
bahwa kinerja masa lalu tidak berarti mengindikasikan proyeksi
kinerja.
b. Informasi terkait proyeksi kinerja hanya dapat digunakan dalam
Iklan jika relevan dan ada dasar pijakan yang kuat untuk
ditampilkan agar tidak menyesatkan.
c. Iklan yang menyajikan proyeksi kinerja wajib mencantumkan
disclaimer bahwa proyeksi tersebut tidak dijamin pasti akan tercapai.
7. Penggunaan Data Riset
a. Data riset tidak boleh diolah sedemikian rupa atau dimanipulasi
sehingga tampilannya dalam Iklan dapat menyesatkan Konsumen
dan/atau masyarakat.
b. Iklan yang mencantumkan sesuatu hasil riset wajib menyebutkan
sumber datanya.
V. LAYANAN INFORMASI PELAKU USAHA JASA KEUANGAN
1. PUJK wajib menyediakan berbagai sarana media komunikasi yang
mudah untuk diakses oleh Konsumen dan/atau masyarakat yang paling
kurang meliputi surat, email, telepon, faximile, dan website.
2. Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi dengan berbagai
media maka PUJK wajib memastikan sarana komunikasi tersebut selalu
dilakukan pengkinian dan dapat diakses.
3. Informasi yang disampaikan melalui website paling kurang memuat hal-
hal sebagai berikut:
a. company profile, yang secara lengkap diantaranya mencantumkan:
1) ijin dari Otoritas Jasa Keuangan atau otoritas lain sebelum
terbentuknya OJK;
2) struktur organisasi dan nama pejabat PUJK minimal Komisaris,
Direksi dan Kepala Wilayah; dan
3) jaringan, alamat, dan nomor telepon kantor wilayah/cabang;
b. ringkasan informasi seluruh produk dan/atau layanan sebagaimana
dimaksud pada Bab. VI Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini;
c. prosedur dan cara bertransaksi;
d. informasi tatacara pelayanan dan penyelesaian pengaduan;
e. penerapan ...
- 6 -
e. penerapan Tata Kelola Perusahaan yang termuat dalam Laporan
Tahunan; dan
f.
informasi lainnya baik yang telah diwajibkan oleh peraturan lainnya
maupun kebutuhan dari PUJK.
4. Dalam hal penyampaian informasi melalui sarana komunikasi pribadi
(telepon, text message, email, dan yang dapat dipersamakan dengan itu)
atau kunjungan langsung harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. komunikasi hanya dapat dilakukan pada hari Senin sampai dengan
Sabtu diluar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 18.00 waktu
setempat, kecuali atas persetujuan atau permintaan calon Konsumen
atau Konsumen;
b. menginformasikan nama PUJK dan menjelaskan maksud dan tujuan
terlebih dahulu sebelum menawarkan produk dan/atau layanan
PUJK; dan
c. Dalam hal PUJK menggunakan sarana komunikasi pribadi berupa
telepon:
1) PUJK wajib menyediakan dan menggunakan alat rekam suara;
2) jika diperlukan sebagai alat bukti adanya perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Konsumen dan PUJK di Pengadilan dan/atau
diperlukan oleh Bidang Pengawas maka wajib disajikan dalam
hasil cetakan dan/atau surat yang ditandatangani oleh
Konsumen; dan
3) alat rekam suara yang menyampaikan persetujuan Konsumen
yang disajikan dalam hasil cetakan dapat dipersamakan dengan
pernyataan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
Konsumen.
VI. PENYUSUNAN RINGKASAN INFORMASI MENGENAI PRODUK DAN/ATAU
LAYANAN
1. PUJK wajib menyusun dan menyediakan ringkasan informasi produk
dan/atau layanan.
2. Ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan bukan
merupakan dokumen perjanjian dan berbeda dengan dokumen
penawaran seperti brosur dan leaflet.
3. Ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan wajib
disampaikan pada saat:
a. memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai hak dan
kewajibannya; dan/atau
b. membuat perjanjian dengan Konsumen.
4. Ringkasan informasi produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 wajib dibuat secara tertulis, sekurang-kurangnya memuat:
a. nama ...
- 7 -
a. nama dan jenis produk dan/atau layanan
Yang dimaksud dengan nama produk dan/atau layanan adalah
sebutan yang digunakan oleh PUJK untuk menggambarkan produk
dan/atau layanan. Sedangkan yang dimaksud dengan jenis produk
dan/atau layanan adalah pengklasifikasian untuk mengelompokan
produk dan/atau layanan yang digunakan oleh PUJK sesuai dengan
jenis dan karakteristiknya.
b. nama penerbit
Yang dimaksud dengan nama penerbit adalah nama dari PUJK yang
telah menerbitkan jenis produk dan/atau layanan tersebut.
c. data ringkas
Yang dimaksud dengan data ringkas adalah data yang menjelaskan
mengenai karakteristik produk dan/atau layanan termasuk jangka
waktu berlakunya produk dan/atau layanan.
d. manfaat
Yang dimaksud manfaat adalah sesuatu yang menguntungkan yang
diperoleh dari pembelian suatu produk dan/atau pemanfaatan suatu
layanan. Disamping itu, perlu dijelaskan antara lain metode
pemberian manfaat, dan metode perhitungan manfaat berupa bunga
atau bagi hasil.
e. risiko
Yang dimaksud dengan risiko adalah dampak negatif yang dapat
menimbulkan kerugian akibat sebuah proses yang sedang
berlangsung atau kejadian yang akan datang yang terjadi dalam
pemilikan, penggunaan dan/atau pemanfaatan produk dan/atau
layanan.
f. persyaratan dan tata cara
Mekanisme dan/atau prosedur yang harus dipenuhi oleh Konsumen
dalam menggunakan, membeli atau memanfaatkan produk dan/atau
layanan. Informasi yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
1) Dokumen yang harus dipersiapkan Konsumen. Termasuk
menyampaikan kewajiban Konsumen menyediakan informasi
dan/atau data sesuai dengan kondisi sesungguhnya dan
konsekuensi jika Konsumen tidak menyampaikan informasi
dan/atau data yang sebenarnya; dan
2) Tata cara yang dapat ditempuh dalam hal terjadi pengaduan
dalam pembelian produk dan/atau pemanfaatan layanan.
g. biaya
Yang dimaksud dengan biaya adalah segala sesuatu pembebanan
secara finansial kepada Konsumen yang antara lain terdiri dari biaya
pembukaan, biaya bunga, biaya asuransi,
biaya provisi/komisi,
denda, dan penalti. Disamping itu, perlu dijelaskan antara lain
metode ...
- 8 -
metode pembebanan biaya, jumlah angsuran, jangka waktu
pembayaran, metode penghitungan bunga dan penggunaan produk
dan/atau layanan dalam satu paket dengan produk dan/atau
layanan lain.
h. Simulasi
Yang dimaksud dengan simulasi adalah proses percontohan yang
berdasarkan karakteristik produk dan/atau layanan beserta kondisi
yang mempengaruhinya dengan menggunakan perhitungan tertentu.
Simulasi yang diberikan wajib menggunakan beberapa skenario
perhitungan yaitu perhitungan terbaiknya, perhitungan standar, dan
perhitungan terburuknya. Disamping itu, dapat diungkapkan kinerja
sebelumnya.
i.
informasi tambahan
Dalam hal PUJK memiliki informasi selain informasi di atas maka
dapat dimuat sebagai informasi tambahan.
VII. PIHAK KETIGA YANG BERTINDAK UNTUK KEPENTINGAN PELAKU USAHA
JASA KEUANGAN
1. PUJK wajib bertanggung jawab kepada Konsumen atas tindakan yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan PUJK,
misalnya dalam hal memasarkan produk dan/atau layanan PUJK.
2. Pihak ketiga yang melakukan pemasaran wajib menyampaikan semua
informasi dan data yang termuat dalam ringkasan informasi produk
dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada bab VI angka 4 Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini.
3. Pihak ketiga yang melakukan pemasaran wajib menyampaikan informasi
dan data secara sederhana, sesuai dengan fakta, tidak mengandung
unsur kebohongan/penipuan, dapat dimengerti oleh Konsumen dan
tidak menimbulkan multi tafsir.
VIII. KETENTUAN PERALIHAN
Kewajiban mengenai penyampaian informasi melalui website sebagaimana
diatur dalam Bab V angka 1, dilakukan paling lambat 31 Desember 2015.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 6 Agustus 2014.
Agar ...
- 9 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Juli 2014
ANGGOTA DEWAN KOMISIONER BIDANG
EDUKASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN,
Ttd
KUSUMANINGTUTI S. SOETIONO
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 12/SEOJK.07/2014 </reg_id>
<reg_title> PENYAMPAIAN INFORMASI DALAM RANGKA PEMASARAN PRODUK DAN/ATAU LAYANAN JASA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 24 Juli 2014 </set_date>
<effective_date> 6 Agustus 2014 </effective_date>
<related_reg> '01/POJK.07/2013' </related_reg>
|
Yth.
1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan
2. Direksi Bank Umum Syariah,
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 33/SEOJK.03/2017
TENTANG
PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5842),
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5861), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988), dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5771), serta sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank
Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk mengatur pelaksanaan
mengenai persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan usaha dalam
valuta asing dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
- 2 -
I. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan
berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, yang selanjutnya disebut Bank
Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Pengelompokan Bank
Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat)
BUKU, yaitu BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4.
2. Kegiatan Usaha dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh Bank
yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4. Bank
yang termasuk kelompok BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan
sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA).
3. Bank yang termasuk dalam kelompok BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4
dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
4. Bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing disebut juga sebagai
bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
5. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan aspek pengawasan
terhadap Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang dilakukan Bank,
Otoritas Jasa Keuangan menetapkan persyaratan bagi Bank untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan ini.
II. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
1. Kegiatan Usaha dalam valuta asing merupakan seluruh Kegiatan Usaha
Bank yang meliputi penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas
dalam valuta asing.
2. Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing mengacu pada Kegiatan
Usaha yang dapat dilakukan untuk masing-masing BUKU sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti
bank.
3. Dalam hal bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing akan menawarkan produk dan/atau
aktivitas yang memiliki Risiko dan kompleksitas yang tinggi maka Bank
harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum
melakukan penerbitan produk dan/atau aktivitas tersebut. Contoh
produk dan/atau aktivitas yang memiliki Risiko dan/atau kompleksitas
- 3 -
yang tinggi antara lain structured product dan produk keuangan luar
negeri (offshore product).
III. PERSYARATAN DAN PERSETUJUAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA
ASING
A. Persyaratan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing
1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau
peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan
terakhir;
b. memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu
triliun rupiah); dan
c. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sesuai profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank
umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum
syariah, dengan persyaratan dalam hal KPMM sesuai profil Risiko
kurang dari 10% (sepuluh persen) maka KPMM ditetapkan paling
sedikit 10% (sepuluh persen).
2. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah
memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam
angka 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan
sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.
3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank
Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induk telah mendapat
persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
- 4 -
B. Pengajuan Permohonan untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta
Asing
1. Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
harus mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis
Bank (RBB) untuk tahun yang sama dengan tahun pengajuan
permohonan.
2. Rencana Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang tercantum pada
RBB paling sedikit memuat:
a. tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi
Bank, yang antara lain meliputi:
1) hasil penilaian singkat terhadap peluang pasar atas Kegiatan
Usaha dalam valuta asing dan potensi permintaan produk
dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang mendukung
perkembangan bisnis para nasabah Bank; dan
2) strategi Bank dalam mengembangkan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing untuk mendukung bisnis Bank secara umum;
b. cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk
penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang
akan dilakukan Bank; dan
c. penjelasan singkat mengenai struktur organisasi, sumber daya
manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam
rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1 dan butir B.1 dapat mengajukan permohonan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa
Keuangan disertai dengan:
a. dokumen pendukung terkait persiapan Bank dalam rangka
pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling sedikit
meliputi:
1) studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha
dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi,
peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana),
tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan
neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta
asing selama 12 (dua belas) bulan;
2) kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha
dalam valuta asing dengan mengacu pada ketentuan Otoritas
- 5 -
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum atau ketentuan Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah;
3) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure);
4) kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan
sistem informasi yang digunakan;
5) rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan
6) kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar
negeri; dan
b. daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing.
4. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing bagi UUS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai unit usaha syariah.
5. Otoritas Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan Bank untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam
valuta asing paling lama 60 (enam puluh) hari setelah seluruh
persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan diterima secara
lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.
6. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan dalam proses memberikan persetujuan, batas waktu
60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen
dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
7. Bank yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing harus melaksanakan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing paling lama 6 (enam) bulan sejak
persetujuan diberikan. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak persetujuan diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bank tidak
melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku.
- 6 -
8. Dalam hal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sudah tidak berlaku
sebagaimana dimaksud dalam angka 7 namun Bank tetap akan
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, Bank harus
menyampaikan kembali permohonan persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing kepada Otoritas Jasa Keuangan.
IV. PENURUNAN MODAL INTI DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN OTORITAS
JASA KEUANGAN ATAS KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
A. Penurunan Modal Inti Bank
1. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga menjadi tidak
sesuai dengan persyaratan Modal Inti untuk melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir
III.A.1.b selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, menyampaikan rencana
tindak (action plan) dalam rangka:
a. pemenuhan persyaratan Modal Inti; atau
b. penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
2. Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada
bulan keempat sejak terjadinya penurunan Modal Inti.
Contoh:
Bank “X” melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Pada posisi
bulan Agustus 2017, modal inti Bank “X” adalah sebesar
Rp1.050.000.000.000,00 (satu triliun lima puluh miliar rupiah). Pada
posisi bulan September, bulan Oktober, dan bulan November 2017,
modal inti Bank “X” mengalami penurunan menjadi sebagai berikut:
Bulan
Modal Inti
September
Oktober
November
Rp980.000.000.000,00
Rp995.000.000.000,00
Rp960.000.000.000,00
Dengan demikian, rencana tindak (action plan) Bank “X” sudah harus
diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan paling lambat akhir
bulan Desember 2017.
3. Rencana tindak (action plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan
Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a paling sedikit
menjelaskan:
a. penyebab penurunan Modal Inti;
- 7 -
b. upaya yang akan dilakukan terkait mekanisme dan tahapan
untuk pemenuhan Modal Inti; dan
c. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Rencana tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan
Usaha dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
paling sedikit menjelaskan:
a. daftar produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing yang harus
dihentikan termasuk nilai nominal (outstanding) dan sisa jangka
waktu;
b. rencana tahapan penurunan eksposur valuta asing serta waktu
penyelesaian akhir Kegiatan Usaha dalam valuta asing, baik
secara agregat maupun untuk masing-masing produk dan/atau
aktivitas dalam valuta asing;
c. rencana komunikasi atau pemberitahuan kepada nasabah
dan/atau pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai
penghentian Kegiatan Usaha dalam valuta asing; dan
d. hal lain yang perlu diinformasikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
5. Penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dapat disesuaikan dengan sisa jangka
waktu masing-masing produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing
dengan batas waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
Contoh :
Pada tanggal 1 Desember 2017, rencana tindak (action plan)
penyelesaian kegiatan usaha dalam valuta asing pada Bank “X” telah
disetujui dengan batas waktu penyelesaian sampai dengan
tanggal 30 November 2020. Salah satu rencana tindak (action plan)
terhadap penyelesaian kredit valuta asing yang diberikan kepada
PT “Y” dengan jatuh tempo pada bulan Maret 2022 adalah target
bahwa pada awal tahun 2020 kredit tersebut telah dialihkan kepada
Bank lain.
6. Bank harus menyelesaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka
pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 paling lama 1 (satu) tahun sejak rencana tindak (action plan)
disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
- 8 -
7. Bank yang telah memperoleh persetujuan atas rencana tindak (action
plan) dalam rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 maka:
a. Bank dapat melaksanakan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
termasuk melakukan transaksi baru dengan nasabah, sepanjang
memenuhi tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui
Otoritas Jasa Keuangan; atau
b. Bank tidak diperkenankan melakukan transaksi baru sampai
dengan terpenuhinya persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam butir III.A.1.b dalam hal terjadi pelanggaran
terhadap tahapan pemenuhan Modal Inti yang telah disetujui
Otoritas Jasa Keuangan.
8. Bank yang tidak dapat memenuhi rencana tindak (action plan) dalam
rangka pemenuhan persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 dalam waktu 1 (satu) tahun sejak rencana tindak
(action plan) disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan harus
menyampaikan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 4.
9. Bank yang mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 tidak diperkenankan melakukan transaksi
baru dalam valuta asing.
10. Transaksi baru sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dan angka 9
meliputi:
a. penerimaan nasabah baru; dan/atau
b. kontrak baru untuk seluruh produk dan/atau aktivitas dalam
valuta asing.
11. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dapat melakukan
kontrak baru dalam rangka penghimpunan dana sepanjang
diperlukan dalam rangka penyelesaian sisa outstanding (kewajiban,
komitmen, dan/atau kontinjen) dalam valuta asing dengan tetap
memperhatikan tahapan penurunan eksposur dan jangka waktu
penyelesaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dan angka 5, serta kepatuhan terhadap
ketentuan lain seperti ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai posisi devisa neto.
- 9 -
Contoh :
Pada tanggal 3 Januari 2017, Bank “A” menyetujui pemberian kredit
investasi dalam valas kepada PT “B” dengan plafon sebesar
USD150.000 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika). Dikarenakan
Bank “A” mengalami penurunan modal inti tiga bulan berturut-turut,
Bank “A” mengajukan rencana tindak (action plan) dalam rangka
penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang disetujui oleh
Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 3 Oktober 2017. Sampai
dengan tanggal tersebut PT “B” telah melakukan penarikan atas
fasilitas kredit tersebut sebesar USD100.000 (seratus ribu dolar
Amerika). Dengan demikian, Bank “A” masih memiliki komitmen
kepada PT “B” berupa sisa kelonggaran tarik kredit valas sebesar
USD50.000 (lima puluh ribu dolar Amerika) yang rencana
penarikannya diajukan PT “B” pada tanggal 18 November 2017.
Dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas valas yang hanya
tersedia sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu dolar Amerika),
Bank “A” memutuskan untuk memenuhi kekurangan dana valuta
asing sebesar USD20.000 (dua puluh ribu dolar Amerika) dengan
menggunakan sumber dana pihak ketiga dalam rangka memenuhi
komitmen terhadap PT “B”.
B. Pencabutan Persetujuan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing
1. Bank menyampaikan laporan realisasi rencana tindak (action plan)
dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam valuta asing paling
lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya jangka waktu rencana tindak
(action plan).
2. Otoritas Jasa Keuangan mencabut persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing apabila jangka waktu rencana
tindak (action plan) dalam rangka penyesuaian Kegiatan Usaha dalam
valuta asing telah berakhir.
V. PERLAKUAN TERHADAP BANK YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN,
PELEBURAN, KONVERSI, DAN PEMISAHAN (SPIN OFF)
1. Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan antara 2 (dua) Bank
atau lebih, Bank hasil penggabungan atau peleburan tetap dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing dalam hal:
- 10 -
a. paling sedikit terdapat 1 (satu) Bank yang melakukan penggabungan
atau peleburan telah memperoleh persetujuan untuk melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebelum penggabungan atau
peleburan dilakukan;
b. Bank hasil penggabungan atau peleburan telah memenuhi
persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b;
dan
c. Bank hasil penggabungan atau peleburan memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas
Jasa Keuangan mengenai rencana penggunaan persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing yang telah dimiliki
oleh salah satu bank peserta penggabungan atau peleburan.
2. Dalam hal terjadi perubahan kegiatan usaha (konversi) BUK menjadi
Bank Umum Syariah (BUS) dan BUK dimaksud telah memperoleh
persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sebelum konversi dilakukan, Bank hasil konversi tetap dapat melakukan
Kegiatan Usaha dalam valuta asing dengan memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan penegasan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Dalam hal UUS melakukan pemisahan (spin off) dari BUK yang menjadi
induknya, diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
pemisahan (spin off) menjadi BUS maka BUS hasil pemisahan (spin
off) tetap dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana
dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah memberitahukan kepada
Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan penegasan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
b. Dalam hal UUS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing melakukan
pemisahan (spin off) dan pada saat yang sama bergabung dengan
BUS atau BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha (konversi)
menjadi BUS maka BUS dimaksud dapat melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1.b dan telah
- 11 -
memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta mendapatkan
penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan.
VI. KETENTUAN LAIN – LAIN
1. Perubahan daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing harus dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Pengajuan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3 dan pemberitahuan
untuk melanjutkan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam butir V, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank Umum Konvensional
1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang
berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi
DKI Jakarta.
3. Pengajuan rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.1 serta laporan perubahan daftar kantor cabang Bank yang
akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dengan alamat sebagai berikut:
a. Bank Umum Konvensional
1) Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi BUK yang berkantor
pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas
Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan
kantor pusat Bank.
- 12 -
b. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
1) Departemen Perbankan Syariah bagi BUS dan UUS yang
berkantor pusat di wilayah Provinsi DKI Jakarta; atau
2) Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat
bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah Provinsi
DKI Jakarta.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Dalam hal Bank yang dimiliki Pemerintah Daerah telah memiliki izin
sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing namun
belum memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum yaitu
sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), wajib mengajukan
rencana tindak (action plan) untuk menyesuaikan Kegiatan Usaha atau
meningkatkan Modal Inti paling lambat akhir bulan Juni 2018
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti
Bank.
2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang tidak dapat memenuhi
persyaratan Modal Inti atau yang memilih untuk menyesuaikan Kegiatan
Usaha dalam valuta asing, dapat melakukan kegiatan sebagai PVA
sepanjang mendapatkan persetujuan sebagai PVA dari Otoritas Jasa
Keuangan.
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/27/DPNP perihal Persyaratan Bank
Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
- 13 -
Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2017
KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 33/SEOJK.03/2017 </reg_id>
<reg_title> PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2017 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '15/27/DPNP|SE-BI' </replaced_reg>
<related_reg> '18/POJK.03/2016', '24/POJK.03/2015', '65/POJK.03/2016', '6/POJK.03/2016' </related_reg>
|
Yth.
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik
di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 36 /SEOJK.04/2016
TENTANG
PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
27/SEOJK.04/2015 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA
TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN
Sehubungan dengan Peraturan Nomor VIII.G.7, Lampiran Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
Kep-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik juncto Pasal 69 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara
Telekomunikasi Yang Disewakan, serta memperhatikan penerbitan Interpretasi
Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 31: Interpretasi Atas Ruang Lingkup PSAK
13: Properti Investasi, perlu menetapkan pencabutan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor Pasar
Modal, Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai kewajiban
penyampaian laporan keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan yang
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
2. Bahwa Standar Akuntansi Keuangan, yang selanjutnya disebut
dengan SAK adalah Pernyataan dan Interpretasi yang dikeluarkan
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
-2-
Indonesia (IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas
yang berada di bawah pengawasannya.
3. Bahwa mengingat belum terdapat SAK yang mengatur secara khusus
mengenai perlakuan akuntansi atas aset menara telekomunikasi
yang disewakan dan dalam rangka memberikan pedoman kepada
Emiten atau Perusahaan Publik sehingga terdapat keseragaman
dalam perlakuan akuntansi atas aset dimaksud, pada tanggal
1 September 2015 Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang
Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang
Disewakan.
4. Bahwa pada tanggal 18 November 2015 DSAK-IAI telah menerbitkan
ISAK 31: Interpretasi Atas Ruang Lingkup PSAK 13 yang membatasi
definisi bangunan sebagaimana dimaksud dalam PSAK 13 sehingga
dapat digunakan sebagai pedoman oleh Emiten atau Perusahaan
Publik dan/atau entitas anaknya dalam perlakuan akuntansi atas
aset menara telekomunikasi yang disewakan.
5. Bahwa dengan terbitnya ISAK 31, Otoritas Jasa Keuangan
memandang perlu untuk menegaskan bahwa Emiten atau
Perusahaan Publik dan/atau entitas anaknya wajib mengikuti
ketentuan SAK terkini atas aset menara telekomunikasi yang
disewakan, sehingga perlu untuk mencabut Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan
Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan.
II. PENETAPAN PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 27/SEOJK.04/2015
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka I, maka
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/SEOJK.04/2015 tentang
Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara Telekomunikasi Yang Disewakan
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
III. KETENTUAN PENUTUP
1. Dengan dicabutnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
27/SEOJK.04/2015 tentang Perlakuan Akuntansi Atas Aset Menara
Telekomunikasi Yang Disewakan,
ISAK 31 berlaku untuk
-3-
penyusunan laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan mulai tahun 2018.
2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2016
KEPALA EKSEKUTIF
PENGAWAS PASAR MODAL,
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana
NURHAIDA
| <reg_type> SEOJK </reg_type>
<reg_id> 36/SEOJK.04/2016 </reg_id>
<reg_title> PENCABUTAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/SEOJK.04/2015 TENTANG PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET MENARA TELEKOMUNIKASI YANG DISEWAKAN </reg_title>
<set_date> 5 September 2016 </set_date>
<effective_date> 5 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '27/SEOJK.04/2015' </replaced_reg>
<related_reg> 'Kep-347/BL/2012|KEPTA-BAPEPAM-LK/2012 | Lampiran Peraturan Nomor VIII.G.7', '8/UU/1995 | Pasal 69 ayat (2)', '27/SEOJK.04/2015' </related_reg>
|
DIREKSY
BANK INDONESIA
NO. 23/88/KEP/DIR
SURAT KEBUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK
DIREKSI BANK INDONESIA,
Minimbang : a. bahwa garansi bank merupakan produk perbankan
yang diperlukan dalam rangka memperlancar
lalw. lintas barang dan jasa serta perdagangan
surat-surat berharga;
b. bahwa pemberian garansi oleh bank perlu
dilaksanakan sesuai dengan azas-azas
perbankan yang sehat;
c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan mengenai pemberian
garansi oleh bank. :
Mengingat : 1. Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Po-
kok-Pokok Perbankan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1967 No. 34, Tambahan Lemba-
ran Negara Republik Indonesia No. 2842).
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 No. 63, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 2865).
3. Keputusan
211
BI. 100 D (A48)- 100 - 2 - ‘82 - DG.
DIREKSY
BANK INDONESIA Halaman 0.0
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
15 tahun 1991 tentang Penerimaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerbitan Jaminan Bank Untuk
Penerimaan Pinjaman Luar Negeri oleh Bank
Milik Negara dan Bank Pembangunan Daerah yang
Ditetapkan Sebagai Bank Devisa.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. Kep. 792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember
1970 tentang Lembaga Keuangan sebagaimana
telah diubah dan ditambah terakhir dengan
Keputusan Menteri Keuangan No.
280/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang
Pengawasan dan Pembinaan terhadap Lembaga
Keuangan Bukan Bank.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. 279/KMK.01/1991 tanggal 18 Maret 1991
tentang Penerimasan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerbitan Jaminan Bank Untuk Penerimaan
Pinjaman Luar Negeri oleh Bank Devisa.
MEMUTUSZ KAN :
Mencabut { SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA NO.
11/110/KEP/DIR/UPPB TANGGAL 29 MARET 1977 TEN-
TANG PEMBERIAN JAMINAN OLEH BANK DAN PEMBERIAN
JAMINAN OLEH LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK.
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG
PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK
Pasal 1
Dalam surat keputusan ini yang dimaksud dengan
(1) Bank adalah bank umum, bank pembangunan, dan
bank tabungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang
Pokok-pokok Perbankan, serta Lembaga
Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang didirikan
atas dasar Surat Keputusan Menteri Keuangan
No. Kep-792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember
1970 tentang Lembaga Keuangan sebagaimana
telah diubah dan ditambah terakhir dengan
Keputusan Menteri Keuangan No.
280/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989
tentang Pengawasan dan Pembinaan Terhadap
Lembaga Keuangan Bukan Bank.
(2) Kantor cabang bank di luar negeri adalah
unit usaha dari bank tersebut pada ayat (1)
yang menjalankan kegiatan operasional di
luar negeri.
(3) Garansi adalah
a. Garansi dalam bentuk warkat yang
diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan
kewajiban membayar terhadap pihak yang
menerima garansi apabila pihak yang
dijamin cidera janji (wan-prestasi}.
b. Garansi dalam bentuk penandatanganan
kedua dan seterusnya atas surat-surat
berharga
© 213
81-101 D (A4B) -27r-7-88 - MT
oyRekss
BANK INDONESIA Hafamar ._..
berharga - seperti aval dan endosemen
dengan hak regres yang dapat menimbulkan
kewajiban membayar bagi bank apabila
pihak yang dijamin cidera janji (wan-
prestasi).
¢. Garansi lainnya yang terjadi karena per-
janjian bersyarat sehingga dapat menim-
bulkan kewajiban finansial bagi bank.
Pasal 2
(1) Garansi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1
agat (3a) yang diterbitkan oleh bank dapat
berupa Caransi Bank atau Standby Letter of
Credit (Standby L/C).
(2) Garansi Bank diterbitkan dengan memuat
syarat-syarat sekurang-kurangnya sebagai
berikut
a. Judul "Garansi Bank" atau "Bank Garansi."
b. Nama dan alamat bank pemberi garansi.
¢. Tanggal penerbitan Garansi Bank.
d. Transaksi antara pihak yang di jamin
dengan penerima garansi.
e. Jumlah uang yang dijamin oleh bank.
f. Tanggal
214
BI-101 0 (A4B) - 100 ¢- 11-82. DOW ~
OIREKS!
BANK INDONESIA
Halaman ....
f. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya
Garansi Bank.
g. Penegasan batas waktu péengajuan claim.
h. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan
memenuhi pembayaran dengan terlebih
dahulu menyita dan menjual benda-benda si
berutang untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan puual 1831 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, atau pernyataan bahwa
penjamin (bank) melepaskan hak istimewa-
nya untuk menuntut supaya benda-benda si
berutang lebih dahulu disita dan dijual
untuk melunasi hutang-hutangnya sesuail
dengan pasal 1832 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
(3) Penerbitan Standby L/C tunduk pada ketentuan
Uniform Customs and Practices for
Documentary Credit (UCP).
(4) Garansi Bank dan Standby L/C tidak memuat
a. Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus
dipenuhi untuk berlakunya Garansi Bank
atau Standby L/C, dan atau
b. Ketentuan bahwa Garansi Bank atau Standby
L/C dapat diubah atau dibatalkan secara
sepihak.
ou
ns
0s
9
-
fw
215
BI-101 0 (448) - 1007-11-82. DW
DIREKSI
SANK “INDONESIA Halaman, ...2._
Pasal 3
(1) Garansi dalam bhentuk penandatanganan kedua
dan seterusnya atas surat-surat berharga
sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (3b)
dapat berupa aval atau endosemen dengan hak
regres.
(2) Pemberian garansi tersebut pada ayat (1)
pasal ini berlaku sejak tanggal dilakukannya
pembubuhan tanda tangan oleh bank, dan
berakhir apabila
a. telah ada pembayaran dari debitur, baik
= dalam hal tidak terjadi protes maupun
dalam hal terjadi protes yang kemudian
diterima;
b. tidak diterima pemberitahuan protes dalam
tenggang waktu dan menurut ketentuan yang
ditetapkan .dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang;
c. tenggang waktu penuntutan pembayaran
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
telah kadaluwarsa, dalam hal diterima
pemberitahuan protes sesuai dengan
tenggang waktu yang ditetapkan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Pasal 4
(1) Pemberian garansi dalam bentuk lain
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (3c)
dapat berupa surat yang dapat menimbulkan
kewajiban membayar suatu jumlah tertentu
apabila pihak yang dijamin cidera janji
(wan-prestasi) atau berupa Letter of Credit
(L/cj.
(2) Pemberian garansi tersebut pada ayat (1)
pasal ini mulai berlaku pada saat
penandatangan garansi dan berakhir pada saat
realisasi garansi dalam hal syarat
perjanjian dipenuhi atau pada saat tidak
dipenuhi syarat perjanjian.
(3) Penerbitan L/C tunduk pada ketentuan Uniform
Customs and Practices for Documentary Credit
(uce). “
Pasal 5
(1) Bank dapat memberikan garansi baik dalam
mata uang rupiah maupun mata uang asing.
(2) Pemberian garansi untuk penerimaan kredit
dari luar negeri hanya dapat dilakukan
dengan jumlah seluruhnya setinggi-tingginya
20% dari modal.
(3) Dalam perhitungan jumlah garansi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal ini termasuk
pula garansi yang dikeluarkan kantor-kantor
bank yang bersangkutan di luar negeri.
(4) Garansi untuk penerimaan kredit dari luar
negeri yang telah diberikan sebelum
berlakunya surat keputusan ini dan jumlah
seluruhnya melebihi batas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus
disesuaikan selambat-lambatnya pada tanggal
31 Desember 1991.
Pasal 6
Bank dalam memberikan garansi harus mengadakan
penilaian atas bonafiditas dan reputasi pihak
vang dijamin.
Pasal 7
(1) Pemberian garansi térkena ketentuan tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan
Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM).
(2) Penghitungan pemberian garansi dalam BMPK
dan KPMM dilakukan secara gabungan sehingga
meliputi pemberian garansi oleh kantor bank
baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pasal 8
(1) Penerbitan Garansi Bank atau Stanby L/C atas
permintaan bukan penduduk hanya
diperkenankan apabila disertai dengan
a. Kontra garansi dari bank di luar negeri
yang bonafide. Dalam pengertian bank
tersebut tidak termasuk cabang bank yang
bersangkutan di luar negeri, atau
b. Setoran sebesar 100% dari nilai garansi
yang diberikan.
(2) Bank dilarang bertindak sebagai penjamin
emisi efek.
Pasal 9
(1) pelanggaran terhadap ketentuan dalam surat
keputusan ini dikenakan sanksi dalam rangka
pengawasan dan pembinaan bank.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan pada Pasal 35
ayat (2) dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2)
di samping dikenakan sanksi tersebut pada
ayat (1) pasal ini juga dikenakan sanksi
berupa kewajiban membayar sebesar 3% sebulan
dari nilai nominal pelanggaran.
Pasal 10
(1) Surat Keputusan ini mulai berlaku pada saat
ditetapkan.
(2) Pelaksanaan surat keputusan ini akan diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Maret 1991
DIREKSI
Z BANK INDONESIA
: [CS CASS =
ADRIANUS MOOY SUJTTNO SISWAIDAGDO
220
UKU/PPKr
81-101 0 (A48) - 100¢- 11-82 - OW
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 23/88/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991 </reg_id>
<reg_title> PEMBERIAN GARANSI OLEH BANK </reg_title>
<set_date> 18 Maret 1991 </set_date>
<effective_date> 18 Maret 1991 </effective_date>
<replaced_reg> '11/110/KEP/DIR/UPPB|SKDIR-BI/1977' </replaced_reg>
<related_reg> '14/UU/1967', '13/UU/1968', '15/KEPPRES/1991', '792/MK/IV/12/1970|KEP-MENKEU/1970', '280/KMK.01/1989|KEP-MENKEU/1989', '279/KMK.01/1991|KEP-MENKEU/1991' </related_reg>
<penalty_list> 'Pasal 9' </penalty_list>
|
BANK INDONESIA
DIREKSI
No. 32/53/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
TATA CARA
PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN
DAN LIKUIDASI BANK UMUM
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menmimbang : a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin
Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Baok, perlu
dilakukan penyesuaian ketentuan tentang tata cara
pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank
umum;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk
menetapkan peraturan tentang Tata Cara Pencabutan
Izin Usatia, Perbubaian Dan Likuidasi Bank Umum
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962. tentang
Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 10, Tawmbahan Lembaran “Negara Nomor
2387);
2. Undang-undand’E, (fo
611000 (48) - 100 1-208. SAP.
DIREKSI
BANK INDONESIA
Menetapkan
BI-1010 (A4B) - 120 - 2- 98 - KP
2
Halaman . . =
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)
sebagaimana telah divbah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3790);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3502);
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3587);
6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal {Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi
Bank (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3831);
MEMUTUSKAN :
SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA TENTANG TATA CARA
PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN
LIKUIDASI BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini-dengan:
a.
Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomwor 10 Tahun 1998;
. Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri adalah
bank yang didirikan berdasarkan hukum asing dan
berkantor pusat di luar negeri;
. Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di
Luar Negeri adalah kantor cabang yang secara
langsung bertanggung jawab kepada kantor pusatnya
di luar negeri dan mempunyai alamat serta tempat
kedudukan di Indonesia;
. Kreditur adalah setiap pihak yang memiliki piutang
atau tagihan kepada Bank, termasuk nasabah
penyimpan dana;
. Pengurus Bank adalah direksi dan dewan komisaris
bagi Bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas
atau yang dipersamakan dengan itu bagi Bank yang
berbentuk hukum koperasi atau perusahaan daerah,
atau pimpinan Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri;
© Tim Pengelola Sementara adalah pihask yang
menjalankan fungsi direksi Bank sampai dengan
terbentuknya Tim Likuidasi apabila direksi Bank yang
dicabut izin usahanya tidak bersedia melaksanakan
fugas dan kewajiban atau dalam keadaan tidak hadir;
. Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris,
termasuk dalam pengertian ini adalah Rapat Anggota
bagi badan hukum berbentuk Koperasi;
. Likuidasi Bank adalah tindakan penyelesaian seluruh
hak dan kewajiban Bank sebagai akibat pencabutan
izin usaba dan pembubaran badan hukum Bank;
i. Tim Likuidasi adalah tim yang bertugas melakukan
Likuidasi Bank yang dicabut izin usahanya;
j. Tim Penyelesai adalah tim yang dibentuk oleh Bank
Indonesia dengan tugas. melakukan -penyelesaian
seluruh hak dan kewajiban Kantor Cabang Dari Bank
Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, yang dicabut
izin usahanya,
. Neraca Penutupan adalah iaporan keuangan yang
memuat posisi kekayaan dan kewajiban Bank
termasuk rekening administratif pada tanggal
pencabutan izin usaha yang disusun sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku;
. Neraca Verifikasi adalah neraca awal yang dibuat oleh
Tim Likuidasi berdasarkan Neraca Penutupan Bank
Dalam Likuidasi, yang memperhitungkan/memuat
sekurang-kurangnya:
1. posisi harta kekayaan berdasarkan nilai aktual yang
diperkirakan dapat direalisasikan;
2. posisi kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu
pengajuan tagihan atau piutang oleh Kreditur.
. Neraca Akhir Likuidasi adalah neraca yang memuat
posisi kekayaan dan kewajiban Bank setelah Tim
Likuidasi menyelesaikan seluruh tugasnya, yang
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku.
BAB II
PENCABUTAN IZIN USAHA DAN PEMBUBARAN
BADAN HUKUM
Pasal 2
~ Pencabutan izin usaha Bank dilakukan oleh Direksi Bank
Indonesia apabila:
a. tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 belum
cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank; atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu
Bank dapat membahayakan sistem perbankan; atau
c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang
saham Bank.
Pasal 3
Pencabutan izin usaha Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri dilakukan oleh Direksi
Bank Indonesia berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf'b atau:
a. terdapat permintaan kantor pusat Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri; atau
b. izin usaha kantor pusat Bank Yang Berkedudukan Di
Luar Negeri dicabut dan/atau kantor pusat dimaksud
dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang di negara
sctempat.
Pasal 4
Pencabutan izin usaha yang dilakukan berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf
b atau Pasal 3 huruf b, ditetapkan dalam Surat Keputusan
Direksi Bank indonesia yang memuat antara lain:
a. penetapan pencabutan izin usaha;
b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh
kantor-kantomya;
c. perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan
oleh Pengurus Bank wajib memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia;
d. perintah pelaksanaan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 kecuali bagi Kantor Cabang Dari Bank
Yang Berkedudukan Di Luar Negeri.
Pasal 5
(1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf ¢, atau Pasal 3 hurul a, hanya dapat
diberikan apabila Bank atau Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri yang
bersangkutan telah menyelesaikan © kewajibannya
kepada seluruh Kreditur atau menyediakan dana
sekurang-kurangnya sebesar kewajiban Bank atau
Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di
Luar Negeri yang belum diselesaikan.
(2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia yang memuat antara lain:
a. penetapan pencabutan izin usaha;
b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk
seluruh kantor-kantornya;
c. perintah pelaksanaan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 kecuali bagi Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri.
Pasal 6
(1) Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3 kepada Bank atau Kantor Cabang Dari Bank
Yang Berkedudukan Di Luar Negeri.
(2) Bagi Bank yang telah terdaftar di pasar modal,
tembusan surat pencabutan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) juga disampaikan kepada
Badan Pengawas Pasar Modal.
(3) Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin
usaha dalam 2 (dua) surat kabar harian yang
mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
(4) Bagi Bank yang memiliki kantor di {war negeri,
pencabutan izin usaha diberitalukan oleh Bank
Indonesia kepada otoritas berwenang di tempat
kedudukan kantor tersebut selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
(5) Bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan
Di Luar Negeri, pencabutan izin usaha diberitahukan
olch Dircksi Bank Indonesia kepada otoritas negara
asal selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak
tanggal pencabutan izin usaha.
Pasal 7
Bank yang dicabut izin usahanya wajib menutup seluruh
kantor-kantornya untuk umum dan menghentikan segala
kegiatan perbankan, sejak tanggal pencabutan izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
Pasal 8
Sejak tanggal pencabutan izin usalia, Pengurus Bank
dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan
aset dan kewajiban Bank, kecuali atas persetujuan
dan/atau ‘penugasan Bank Indonesia dan untuk:
a. pembayaran gaji pegawai yang terutang;
b. pembayuran biayu kantor;
c. pembayaran kewajiban Bank kepada nasabah
penyimpan dana dengan menggondkan dana lembaga
penjainin simpanan.
Pasal 9
Tugas-tugas yang wajib dilaksanakan oleh direksi Bank
setelah dilakukan pencabutan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 antara lain:
a. menyusun Neraca Penutupan yang belum diaudit;
b. mempersiapkan calon anggota Tim Likuidasi untuk
mendapat persetujuan Bank Indonesia sebelum
diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham;
c. mempersiapkan pemutusan hubungan kerja dengan
pegawai;
d. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham,
kecuali bagi Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri.
Pasal 10
(1) Dalam hal direksi Bank yang dicabut izin usabanya
tidak bersedia melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, atau direksi
Bank dalam keadaan tidak hadir, Bank Indonesia
membentuk Tim Pengelola Sementara.
(2) Tim Pengelola Sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) menjalankan fungsi dircksi Bank
sampai terbentuknya Tim Likuidasi, dengan tugas-
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal
Pasal 11
(1) Bank wajib menyampaikan Neraca Penutupan yang
belum diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari sejak tanggal pencabutan izin
usaha.
(2) Penyampaian Neraca Penutupan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib disertai dengan daftar
rincian aset dan kewajiban.
Pasal 12
(1) Neraca Penutupan sebagaimana 'dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a wajib diaudit oleh akuntan publik
yang terdaftar di Bank Indonesia.
(2) Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari
sejak tanggal terbeatuknya Tim Likuidasi.
Pasal 13
(1) Bank yang dicabut izin usahanya wajib melaksanakan
Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf d untuk memutuskan
sekurang-kurangnya:
a. pembubaran badan hulum Bank; dan
b. pembentukan Tim Likuidasi.
(2) Penyclenggaraan Rapat Umum Pemegang Salam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
Pasal 14
(1) Apabila Rapat Umum Pemwegang Saban tidak dapat
diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam - Pasal 13 ayat (2) atau
diselenggaraken namun tidak berhasil memutuskan
pembubaran badan hukum Bank dan pembentukan
Tim Likuidasi, Direksi Bank Indonesia meminta
kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan
yang memuat:
a. pembubaran badan hukum Bank;
b. penunjukan Tim Likuidasi dengan susunan dan
nama-nama anggota yang diusulkan oleh Bank
Indonesia;
c. perintah pelaksanaan likuidasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
d. perintah agar Tim Likuidasi mempertanggung
jawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank
Indonesia.
(2) Penmintaan penetapan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan susunan dan
nama calon anggota Tim Likuidasi.
(3) Penyampaian permintaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diajukan oleh Bank Indonesia
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
berakhirnya batas waktu penyelenggaraan Rapat
Umum Pemegang Saham.
Pasal 15
(1) Scbelum menyelenggarakan Rapat Umum Pemicgang
Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Bank
yang dicabut izin usahanya wajib menyampaikan
nama calon anggota Tim Likuidasi kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak tanggal pencabutan izin usaha dan wajib
dilampiri dengan :
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau fotokopi
paspor;
b. riwayat hidup;
c. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
d. surat pernyataan pribadi (personal statement)
yang menyatakan tidak pemah melakukan
kegiatan tercela di bidang perbankan, keuangan
dan usaha lainnya dan/atan tidak pernah dihulum
karena terbukti melakukan tindak pidana
kejahatan.
(2) Calon anggota Tim Likuidasi wajib terlebih dahulu
mempernieh persetujuan Bank Indonesia.
(3) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
setelah Bank Indonesia menerima nama-nama calon
anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) Bank Indonesia tidak memberikan
tanggapan, ‘maka nama-nama dimaksud dianggap
telah disetujui untuk diajukan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham.
Pasal 16
Apabila Rapat Unum Pemegang Saham tidak berhasil
diselenggarakan atau tidak berhasil membuat keputusan
pembubaran badan hukum Bank atau pembentukan Tim
Likuidasi, direksi Bank wajib melaporkan kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah
tanggal Rapat Umum Pemegang Saham yang
dijadwalkan disertai dengan alasannya.
Pasal 17
(1) Anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dapat terdiri
dari:
a. pihak lain yang bukan Pengurus Bank atau
pemegang sahaim;
b. campuran antara pihak lain dengan satu atau dua
orang yang mewakili Pengurus Bank dan/atau
pemegang saham, sepanjang wakil Pengurus Bank
dan pemegang saham tidak melebihi 1/3 (satu
pertiga) dari jumlah anggota Tim Likuidasi; atau
¢. Pengurus Bank dan/atau pemegang saham
sepanjang Likuidasi Bank dilakukan atas
permintaan pemilik dan/atau pemegang saham,
dengan memperhatikan keahlian yang diperlukan
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan likuidasi.
(2) Jumlah anggota Tim Likuidasi sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh)
orang.
(3) Salah satu anggota Tim Likuidasi yang ditetapkan
oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau pengadilan
untuk menjabat sebagai ketua lim Likuidasi diberi
wewenang untuk bertindak mewakili Tim Likuidasi.
Pasal 18
Sejak fanggal berita acara Rapat Umum Pemegang
Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau
tanggal penctapan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14, Bank disebut sebagai “Bank Dalam
Pasal 19
(1) Bank Indonesia melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pembubaran badan hukum Bank dan
Likuidasi Bank.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa pengawasan langsung dan
tidak langsung yang dilakukan dengan:
a. meneliti laporan yang disampaikan oleh Tim
Likuidasi;
b. melakukan pengawasan langsung . - atas
pelaksanaan Likuidasi Bank.
BAB II
LIKUINAST
Bagian Pertama
Umum
Pasal 20
Sejak terbentuknya Tim Likuidasi:
a. fanggung jawab pengelolaan Bank beralih dari
Pengurus Bank kepada Tim Likuidasi;
b. Pengurus Bank:
1. menjadi non akiif namun tetap berkewajiban untuk
setiap saat memberikan segala data dan bantuan
yang diperfukan oleh Tim Likuidasi;
2. tidak diperkenankan mengundurkan diri sebelum
Likuidasi Bank selesai, kecuali atas persetujuan
Bank Indonesia;
3. menerima penghasilan dari Bank yang ditetapkan
oleh Tim Likuidasi dengan persetujuan Bank
Indonesia, = sepanjang melaksanakan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
Pasal 21
Tim Likuidasi wajib menyampaikan laporan hasil Rapat
Umum Pemegang Saham termasuk susunan Tim
Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelabh Rapat Umum Pemegang Saham
diselenggarakan.
Pasal 22
(1) Tim Likuidasi wajib melaksanakan tugasnya secara
efisien dan efektif sehingga dapat menyelesaikan
Likuidasi Bank dalam waktu singkat.
(2) Apabila penyelesaian tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mengalumi tingkat kesulitan yang
tinggi maka jangka waktu yang diperkenankan adalah
selama-lamanya 5 (lima) tahun terhitung sejak
terbentuknya Tim Likuidasi.
(3) Apabila Likuidasi Bank tidak dapat diselesaikan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), penjualan harta Bank dilakukan secara
lelang.
(4) Pelaksanaan lelang scbagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dilakukan oleh Kantor Lelang Negara atau
lembaga lain atas permohonan Tim Likuidasi dengan
menggunakan metode harga penawaran tertinggi.
(5) Pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diselesaikan selambat- lambatnya dalam
Jangka wakiu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak
berakhimya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi
Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 23
(1) Honor Tim Likuidasi yang termasuk salah satu
komponen biaya likuidasi ditetapkan deugau juuilah
tertentu dan/atau persentase tertentu dari setiap hasil
pencairan harta kekayaan Bank.
(2) Honor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
memperhatikan kondisi aset Bank yang akan
dilikuidasi.
(3) Pembayaran honor kepada Tim Likuidasi dilakukan
sampai dengan berakhimya jangka waktu
pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat {1) atau ayat (2).
(4) Apabila pelaksanaan likuidasi Bank ditkuti dengan
penjualan aset secara lefang, Tim Likuidasi dapat
menerima persentase tertentu dari hasil lelang, yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 24
Bank Indonesia memberhentikan anggota Tim Likuidasi
yang dibentuk berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 dan
menunjuk penggantinya apabila anggota Tim Likuidasi .
yang bersangkutan:
a. mengundurkan diri;
b. berhalangan tetap;
c. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik; atau
d. terbukti melalaskan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Tanggungjawab
Tim Likuidasi
Pasal 25
(1) Tugas Tim Likuidasi meliputi:
a. mendaftarkan dan mengumumkan pembubaran
badan hukum Bank;
b. melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban
Bank Dalam Likuidasi;
¢. menentukan cara likuidasi;
d. menyusun rencana kerja dan anggaran biaya;
e. menyusun rencana dan imelaksanakan pencairan
harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi, termasuk
rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur;
f. meminta akuntan publik independen untuk
melakukan audit atas Neraca Penutupan per
tanggal pencabutan izin wusaha, yang belim
diaudit;
. menyusun Neraca Verifikasi;
a
h. membagikan sisa harta kepada para pemegang
saham;
i. menitipkan Lagian yung belum diambil oleh
Kreditur kepada Bank yang disetujui oleh Bank
Indonesia;
j. menyusun Neraca Akhir Likuidasi;
k. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang
Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi;
1. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia;
m. mengumumkan dan mendaftarkan berakhimya
Likuidasi Bank;
n. melakukan tugas-tugas lain yang dianggap perlu
untuk mendukung pelaksanaan Likuidasi Bank.
(2) Wewenang Tim Likuidasi meliputi:
a.
melakukan perundingan dan tindakan lainnya
dalam rangka penjualan harta kekayaan dan
penagihan terhadap para debitus;
melakukan perundingan dan pembayaran
kewajiban kepada Kreditur;
mewakili Bank Dalam Likuidasi di dalam dan di
luar pengadilan;
memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai,
mempekerjakan = pegawai sebagal tenaga
pendukang Tim Likuidasi;
meminta bantuan konsultan dalam pelaksanaan
Likuidasi Bank;
melakukan pemanggilan kepada para Kreditur;
meminta pengadilan untuk membatalkan segala
perbuatan hukwm Bank, yang mengakibatkan
kerugian harta Bank yang dilakukan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin
usaha;
mengajukan gugatan atau tuntutan kepada
Pengurus dan/atau pemegang saham Bank yang
turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan
yang dihadapi Bank atau menjadi penyebab
kegagalan Bank;
melakukan tindakan lain dalam rangka
pelaksanaan Likuidasi Bank.
(3) Tanggung jawab Tim Likuidasi meliputi:
a.
pengambilaiihan tangeung jawab - pengelolaan
dari Pengurus Bank sejak terbentuknya Tim
Likuidasi;
perianggungjawaban pelaksanaan Likuidasi Bank;
C. pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam
melaksanakan tugasnya mengambil keuntungan
untuk diri sendiri.
Pasal 26
Dalam rangka melaksanakan tugas mendaftarkan dan
mengununikan pembuburen badan hukum Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a,
Tim Likuidasi wajib:
a. mendaftarkan pembubaran badan hukum Bank dalam
daftar perusahaan kepada instansi berwenang;
b. memberitahukan pembubaran badan hukum Bank
kepada instansi berwenang;
¢. mengumumkan pembubaran sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dalam Berita Negara Republik
Indonesia;
d. mengunuuikan © pembubaran badan hukum Bank
dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai
peredaran luas,
selambat-lambatnya 7 (tujuh) had sejak tanggal
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham atau
penetapan pengadilan untizk pembubaran badan hukum
Bank.
Pasal 27
Apabila dalam melakukan tugas inventarisasi kekayaan
dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) hwuf b, diketahui
terdapat hata kekayaan yang diterima Bank dalam
kegiatan penitipan atau dalam kedudukan sebagai
kustodian, berlaku ketenman sebagai berilout:
a. harta kekayaan dimaksud wajib dipisahkan dari harta
kekayaan Bank Dalam Likuidasi;
b. harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
wajib dikembalikan kepada pihak yang berhak
selambat-lambatnya dalam jangka waktn 30 (tiga
puluh) hari sejak selesainya inventarisasi kekayaan
dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi;
c. dalam hal pengembalian harta kekayaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b karena alasan yang sah tidak
dapat dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib menitipkan
harta kekayaan dimaksud pada Bank lain dengan
persetujuan Bask Indonesia;
d. pengertian kegiatan penitipan meliputi penyediaan
tempat untuk menyimpan. barang berupa safe deposit
box, sedangkan kegiatan kustodian merupakan
kegiatan penitipan dana atau surat berharga untuk
kepentingan nasabah berdasarkan suatu kontrak.
Pasal 28
Dalam rangka melaksanakan tugas menentukan cara
iikuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf c, berlaku ketentuan sebagai berkut:
a. pelaksanaan Likuidasi Bank dilakukan dengan cara:
1. mencairkan harta dan/atau menagih piutang debitur
ditkuti dengan pembayaran kewajiban Bank Dalam
Likuidasi kepada Kreditur dari hasil pencairan
dan/atau penagihan tersebut; atau
2. mengalihkan selurub harta dan kewajiban Bank
Dalam Likuidasi sebagai satu kesatuan kepada
pihak lain;
b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka
2 dilaksanakan dengan persetujuan Bank Indonesia;
c. persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diberikan dengan mempertimbangkan
kemampuan pihek lain untuk monycicsaikan
kewajiban Bank Dalam Likuidasi terhadap Kreditur;
d. selama proses likuidasi menurut cara yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
berlangsung, Tim Likuidasi dapat mengubah cara
likuidasi yang digunakan dengan terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
Pasal 29
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun
rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. rencana kerja dan anggaran biaya, sekurang-
kurangnya memuat antara lain:
1. jenis kegiatan yang akan dilakukan;
2. jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan;
3. rencana dan cara pencairan harta kekayaan
Bank Dalam Likuidasi,
. rencana dan cara pembayaran kepada Kreditur,
. perincian jumlah pegawai yang diperlukan;
. biaya pencairan harta dan penagihan piutang;
. honor Tim Likuidasi;
0 NNN nn
. honor pegawai yang dipekerjakan oleh Tim
Likuidasi;
9. biaya kantor dan biaya operasional lainnya;
b. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
diaksud dalam huruf a wajib disusun:
l. pada awal terbentulmya Tim Likuidasi untuk
periode penyelesaian selama-lamanya dalam
waktu 5 (lima) tahun, yang dirinci secara
tahunan;
2. pada setiap awal tahun masa kerja Tim
Likuidasi untuk periode | (satu) tahun, yang
dirinci secara triwulanan;
c. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf b wajib disampaikan oleh
Tim Likuidasi kepada Bank Indonesia:
1. selambat-lambatnya 30 (tiga pulah) hari sejak
terbentuknya Tim Likuidasi untuk rencana
kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam hurufb angka 1; dan
2. selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
setelah akhir tahun masa kerja tahunan
berakhir untuk rencana kerja tahunan;
d. penyusunan dan penyampaian rencana kerja dan
anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam
hutuf b dan huruf ¢ bagi Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri
disesuaikan dengan -batas waktu penyelesaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2).
(2) Bank Indonesia meneliti kelayakan rencana kerja dan
anggaran biaya dan meminta perbaikan atas rencana
kerja dan anggaran biaya apabila diperlukan.
Pasal 30
Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun
rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan
Bank Dalam Likuidasi, termasuk rencana dan cara
pembayaran kepada Kreditur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi melakukan pencaivan hata kekayaan
Bank Dalam Likuidasi sesuai dengan rencana dan
cara yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
b. hasil pencairan harta kekayaan Bank Dalam Likuidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disetorkan
kepada Bank yang telah ditunjuk oleh Tim Likuidasi
pada rekening deposito dan/atau tabungan dan atas
nama “11m Likuidasi”, serta dilaporkan kepada Bank
Indonesia;
c. pencairan rekening deposito danfatau tabungan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Bank Indonesia;
d. dana pada Bank sebagaimana dimaksud dalam hurufb
wajib digunakan untuk melakukan pembayaran
kepada pihak-pihak scbagaimana ditetapkan dalam Pasal 40, sesuai dengan rencana kerja Tim Likuidasi.
Pasal 31
Dalam rangka melaksanakan tugas meminta akuntan
publik independen untuk melakukan audit atas Neraca
Penutupan per tanggal pencabutan izin usaha, yang belum
diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf f, Tim Likuidasi wajib:
a. menunjuk akuntan publik independen;
b. menyediakan data dan informasi berkaitan dengan
kelancaran pelaksanaan audit.
Pasal 32
Dalain rangka penyusunan Neraca Verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf g,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi wajib menyampaikan Neraca Verifikasi
yang telah disusun kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan tagihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf e;
b. Bank Indonesia meneliti Neraca Verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan meminta
perbaikan atas Neraca Verifikasi apabila diperlukan;
c. apabila Bank Indonesia tidak miemnberikan tanggapan
dalam jangka waktu 15 (lima belas) ‘hari sejak
diterima, Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dianggap telah disetujui;
d. Tim Likwidasi wajib mengusmunkan Neraca
Verifikasi dalam 2 (dua) surat kabar harian yang
mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya 30
{tiga puluh) hari sejak Neraca Verifikasi dimaksud
disetujui oleh Bank Indonesia atau dilampauinya batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam hurufc.
Pasal 33
Dalam rangka melakukan tugas untuk membagikan sisa
harta kepada pemegang saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. apabila setelah pelaksanaan tahap pembayaran
terakiur mastih terdapat kelebihan harta, Tim Likuidasi
membagikan sisa harta dimaksud kepada para
pemegang saham secara pro rata sesual dengan
kepemilikan jumlah saham;
b. tagihan yang timbul setelah proses likuidasi dapat
diajukan terhadap sisa hasil likuidasi yang menjadi
hak pemegang saham.
Pasal 34
Dalam rangka melaksanakan tugas untuk wmenitipkan
bagian yang belum diambil oleh Kreditur kepada Bank
yang disetujui oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huraf i, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. apabila sebelum batas waktu pembayaran yang
ditentukan oleh Tim Likuidasi berakhir, ternyata
masih terdapat pembayaran yang belum diambil oleh
Kreditur, Tim Likuidasi wajib mengumumkan akan
berakhirnya batas wakfu pembayaran sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali, dalam 2 (dua) surat kabar
harian yang mempunyai peredaran luas;
. apabila Tim Likuidasi telah melakukan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a namun Kzeditur
yang bersangkutan belum mengambil haknya maka
bagian fersebut disimpan pada Bank yang disetujui
Bank Indonesia dan atas nama “Bank Indonesia gq.
kreditur yang bersangkutan”;
. apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tehun
dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak
diambil oleh Kreditwr yang berhak maka Bank
Indonesia akan menyerahkan dana tersebut kepada
Kas Negara.
Pasal 35
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun
Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf j, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim Likuidasi wajib menyusun Neraca Akhir
Likuidasi selambat-fambatnya 15 (lima belas) hari
setelah Tim Likuidasi menyelesaikan pencairan
harta kekayaan dan melaksanakan tahapan
pembayaran yang terakhir;
b. Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a wajib diaudit oleh akuntan publik
yang independen dan diselesaikan selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Neraca Akhir
Liluidasi selesai disusun;
c. Tim Likuidasi wajib melaporkan Neraca Akhir
Likuidasi yang telah diaudit oleh akuntan publik
kepada:
1. Bank Indonesia dan Rapat Umum Pemegang
Saham, bagi Tim Likuidasi yang dibentuk oleh
Rapat Umum Pemegang Saham; atau
2. Bank Indonesia, bagi Tim Likuidasi yang
dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan,
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak
Neraca Alhir Likuidasi selesai diaudit.
(2) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas Neraca
Akhir Likuidasi yang disampaikan oleh Tim
Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf ¢ angka 1 berdasarkan kebenaran data dan fakta
yang dimiliki.
(3) Persetujuan Bank Indonesia diberikan selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya Neraca Akhir Likuidasi,
(4) Apabila Bank Indonesia belum memberikan
persetujuan setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), Neraca Akhir Likuidasi
dianggap telah disetujui.
Pasal 36
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir
pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf k, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim Likuidasi telah menyelesaikan seluruh tugas
dan kewajibannya;
b. Tim Likuidasi melakukan pernanggilan dan/atau
pengumuman kepada seluruh pemegang saham
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam tenggang
waktu 15 (lima belas) hari dalam 2 (dua) surat
kabar harian yang mempunyai peredaran luas;
c. apabila setelah dilakukan pemanggilan dan/atau
pengunwiman sebagaimana dimaksud dalam lurul
b, pemegang saham tidak hadir atau hadir narmm
tidak memenuhi korum, Rapat Umum Pemegang
Saham dianggap tidak berhasil dilaksanakan;
d. apabila Rapat Umum Pemegang Saham dianggap
tidak berhasil dilaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam huruf ¢, Tim Likuidasi wajib
melaporkan kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari setelah fanggal Rapat
Umum Pemegang Saham yang dijadwalkan;
e. apabila Rapat Umum Pemegang Saham telah
berhasil dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib
menyampaikan hasil Rapat Umiim Pemegang
Saham dimaksud kepada Bank Indonesia
selambat-lambamya 3 (tiga) hari setelah Rapat
Umum Pemegang Saham selesai dilaksanakan.
(2) Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir
pelaksanaan likuidasi diselenggarakan guna:
a. menerima pertanggungjawaban Tim Likuidasi,
b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
c. membubarkan Tim Likuidasi apabila
pertanggungjawaban Tim Likuidasi diterima.
(3) Berdasarkan laporan Tim Likuidasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf d, Bank Indonesia
meminta pengadilan untuk mengeloarkan penetapan
yang memuat:
a. pengesahan pertanggungjawaban Tim Likuidasi
sesuai dengan rekomendasi dari Bank Indonesia;
b. permintaan kepada Tim Likuidasi untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
¢. pembubaran Tim Likuidasi.
Pasal 37
Dalam rangka melaksanakan tugas penyampaian laporan
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf 1, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim Likuidasi wajib melaporkan secara tertulis
perkembangan pelaksanaan fugasnya kepada Rank
Indonesia setiap bulan selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari setelah akhir bulan laporan;
b. laporan perkembangan pelaksanaan {ikuidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sekurang-
kurangnya memuat:
1
2
z
4
ta
. posisi harta yang telah dicairkan;
. posisi kewajiban yang telah dibayarkan;
posisi kredit per debitur;
. posisi harta dan kewajiban Bank Dalam Likuidasi
yang terakliir;
. pengeluaran biaya operasional,
. hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana
tindak lanjut.
Pasal 38
(1) Dalam tangka melaksanakan tugas untuk
mengumumkan dan mendaftarkan berakhimnya
Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (1) huraf m, Tim Likuidasi wajib:
a.
mengumumkan berakhimya Likuidasi Bank dan
perseroan dengan menempatkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan dalam 2 (dua)
surat kabar harian yang mempunyai peredaran
{uas;
. memberitahukan kepada instansi berwenang
mengenai hapusnya status badan hukum Bau;
c. meminta kepada instansi berwenang untuk
mencoret nama badan hukum dari dafiar
perusahaan,
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah
laporan perfanggungjawaban Tim Likuidasi dapat
diteritna oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau
oleh Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi
dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan.
(2) Status badan hukum Bank yang dilikuidasi hapus
sejak tanggal pengumuman berakhimya likuidasi
dalam. Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)huruf a.
Pasal 39
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan
perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka
penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap para
debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi dapat melakukan kompensasi antara
jumlah kewsajiban dan jumlah tagihan dari nasabah
debitur © yang juga menjadi nasabah Kreditur,
sepanjang Neraca Verifikasi telah disusun dan
disetujui oleh Bank Indonesia;
b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak
berlaku apabila nasabah debitur yang juga sebagai
nasabah Kreditur merupakan pihak terkait dengan
Bank sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum.
Pasal 40
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan
perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur
sebagaitana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi melakukan pembayaran atas kewajiban
Bank Dalam Likuidasi dengan urutan pembayaran:
1. gaji pegawal yang ferutang, biaya perkara di
pengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang
terutang yang berupa pajak Bank dan pajak yang
dipungut oleh Bank selaku pemotong/pemungut
pajak, biaya kantor;
2. nasabah penyimpan dana, yang jumlah
pembayarannya ditetapkan oleh Tim Likuidasi;
3. Kreditur {ainnya;
b. dalam hal terdapat Jlembaga yang dalam
kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian
atau seluruh hak nasabah penyimpan dana, kedudukan
lembaga tersebut menggantikan kedudukan nasabah
penyimpan dana;
c. termasuk dalam mnasabah penyimpan dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 adalah
deposan, giran, penabung, Bank dan negara dalam
kaitan dengan dana yang berasal dari pajak yang
disimpan oleh bank persepsi;
d. dalam pengertian gaji pegawali yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam huraf a angka 1
termasuk juga pembayaran dalam kaitan dengan hak
pegawai Bank atas pesangon yang belum dibayarkan;
e. dalam hal terdapat lembaga yang dalam
kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian
atau seluruh hak kreditur lainnya sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, kedudukan lembaga tersebut
menggantikan kedudukan kreditur lainnya.
Pasal 41
(1) Tim Likuidasi menetapkan jumlah pembayaran
kepada nasabah penyimpan dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 huruf a angka 2 atas dasar
pro rata untuk setiap nasabah atau atas dasar
proporsional dengan memperhitungkan jumlah dana
yang tersedia dan jumlah kewajiban yang harus
dibayar. >
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Pasal 42
Dalam rangka pembayaran kewajiban kepada para
Kreditur, Kreditur pemegang hak gadai dan hak
tanpgungan memiliki preferensi atau hak didahulukan
khusus terhadap harta Bank Dalam Likuidasi yang
dibebani hak gadai atau hak tanggungan.
Pasal 43
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk mewakili
Bank Dalam Likuidasi di dalam dan di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c,
Tim Likuidasi dapat bertindak sendiri maupun dengan
menggunakan jasa pengacara sesuai dengan ketentuan
yang berlaku,
Pasal 44
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk
memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d,
Tim Likuidasi tunduk kepada peraturan. perundang-
undangan yang beraku di bidang ketenagakerjaan,
Pasal 45
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk
mempekerjakan pegawai sebagai tenaga pendukung Tim
Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf e, Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal,
antara lain:
a. efisiensi dalam pelaksanaan {ikuidasi;
b. keahlian tenaga pendukung; dan
¢. kemampuan keuangan Bank Dalam Likuidasi untuk
membayar honor.
Pasal 46
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk meminta
bantuan konsultan dalam pelaksanaan Likuidasi Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf f,
Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal, antara lain:
a. efisiensi dalam pelaksanaan likuidasi;
b. keahlian tenaga konsultan; dan
©. kemampuan keuangan Bank Dalam Likuidasi untuk
membayar jasa konsultan.
Pasal 47
Dalam rangka melaksanukan wewenang pemanggilan
kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2) huruf g, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan secara umum
kepada Kreditur melatui pengumuman dalam 2 (dua)
surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas
dan/atau media cetak lainnya untuk mendaftarkan
piutangnya, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak terbentuknya Tim Likuidasi;
b. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing selama 15 (lima
belas) hari;
¢. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a
wajib mencantumkan persyaratan bukti piutang yang
harus dipenuhi Kreditur, seperti bilyet deposito, buku
tabungan, laporan rekening koran, dan surat perjanjian
utang pintang atau bukti piutang lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. disamping pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat
memerintahkan Tim Likuidasi melakukan
pemanggilan kepada Kreditur tertentu melalui surat
tercatat;
e. para Kreditur wajib mengajukan tagihannya kepada
Tim Likuidasi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak
tanggal pengumuman scbagaimana dimaksud dalam
huruf a.
Pasal 48
Dalam rangka melaksanakan wewenang meminta
pengadilan untuk membatalkan segala perbuatan hukum
Bank, yang mengakibatkan kerugian harta Bank yang
dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebefum
pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf h, Tim Likuidasi melakukan
tindakan, antara lain:
a. mengidentifikasi seluruh transaksi yang dilakukan
Bank dalam jangka wakt 1 (satu) tahun sebelum
dilakukannya pencabutan izin usaha;
b. menetapkan kritcria perbuatan hukum Bank yang
dikategorikan merugikan harta Bank, antara lain:
1. meneliti keabsahan transaksi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. membandingkan antara harga transaksi menurut
pasar dengan harga transaksi yang dilakukan Bank
dengan masing-masing nasabah atau pihak ketiga
pada waktu terjadinya transaksi;
c. menefapkan jenis-jemis transaksi yang diduga
merugikan harta Bank;
d. mengajukan pembatalan kepada pengadilan baik
secara sendiri maupun dengan menggunakan jasa
pengacara.
Pasal 49
Dalam rangka melaksanakan wewenang wmengajukan
gugatan atau tuntutan kepada Pengurus dan/atau
pemegang saham Bank yang turut serta menjadi
penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi Bank atau
menjadi penyebab kegagalan Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf i, Tim Likuidasi
wajib:
a. mengidentifikasi Pengurus dan/atau pemegang saham
Bank yang diduga melakukan tindakan yang
mengakibatkan kesulitan keuangan atau menjadi
penyebab kegagalan Bank;
b. mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Pengurus
dan/atau pemegang saham Bank sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, yang sekurang-kurangnya
memuat:
1. tuntuan terhadap Pengurus dan/atau pemegang
saham atas pcrbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kesulitan keuangan atau kegagalan
Bank; dan
2. permohonan sita jaminan atas kekayaan pribadi
Pengurus - dan/atau - pemegang. saham Bank
dimaksud.
Pasal 50
Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban
pengambilalihan pengelolaan dari Pengurus Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a,
Tim Likuidasi wajib meminta kepada Pengurus Bank
untuk melakukan serah ferima secara tertulis, yang
sekurang-kurangnya meliputi:
a. posisi dan rincian harta dan kewajiban Bank Dalam
Likuidasi;
b. dokumen pendukung transaksi, dokumen kepemilikan
harta Bank, dan dokumen agunan yang dikuasai,
‘beserta rinciannya.
Pasal 51
Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban
pelaksanaan Likuidasi Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, Tim Likuidasi wajib:
a. mempertanggungjawabkan kepada pemegang saham
inelalui Rapat Umum Pemegang Saham dalam -hal
Tim Likuidasi dibentuk melalui Rapat Umum
Pemegang Saham; atau
b. mempertanggungjawabkan kepada Bank Indonesia
dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui penetapan
pengadilan,
setelah pelaksanaan Likuidasi Bank berakhir.
Pasal 52
Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban secara
pribadi apabila dalam tugasnya mengambil keuntungan
untuk diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (3) huruf c¢, anggota Tim Likuidasi yang
menyebabkan kerugian pada Bank Dalam Likuidasi wajib
mengembalikan seluruh kerugian yang ditimbulkan
kepada Bank Dalam Likuidasi atas dasar bukti-bukti
terjadinya tindak penyimpangan atau pelanggaran.
Bagian Ketiga
Pencabutan Izin Usaha Atas Permintaan
Pemilik atau Pemegang Saham Bank
Pasal 53
Persetujuan pencabutan izin usaha atas permintaan
pemilik atau pemegang saham Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf ¢, dilakukan dalam 2 (dua)
tahap:
a. persetujuan persiapan pencabutan izin usaba;
b. keputusan pencabutan izin usaha.
Pasal 54
Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a diajukan
oleh direksi Bank kepada Bank {ndonesia dan wajib
dilampiri dengan:
a. hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai rencana penutupan Bank;
b. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada
Kreditur;
laporan keuangan terakhir;
d. alasan penutupan.
Pasal 55
Berdasarkan permohonan scbagaimana dimaksud dalam
Pasal 54, Bank Indonesia mengeluarkan surat persetujuan
persiapan pencabutan izin usaha Bank, dan meminta
Bank yang bersangkutan untuk:
a. menghentikan seluruh kegiatan usaha Bank;
b. smeugwnusnkan rencana pencabutan izin usaha Bank
dan rencana penyelesaian kewajiban Bank dalam 2
(dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran
nas;
¢. menyelesaikan seluruh kewajiban Bank dalam jangka
waktu selambat-lambainya 90 (sembilan puluh) hari
sejak tanggal surat persetujuan persiapan pencabutan
izin usaha Bank.
Pasal 56
(1) Berdasarkan surat persetujuan persiapan -pencabutan
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,
direks1 Bank mengajukan permohonan pencabutan
izin usaha Bank kepada Bank Indonesia dan wajib
dilampiri dengan laporan yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Bank;
b. pelaksanaan pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 huruf'b;
c. penyelesaian seluruh kewajiban kepada Kreditur
atau penyediaan dana sekurang-kurangnya sebesar
kewajiban Bank yang belum diselesaikan.
(2) Berdasarkan permohonan pencabutan izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank
Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan pencabutan
izin usaha Bank dengan ~memperhatikan Hhasil
pemeriksaan terhadap Bank yang bersangkutan untuk
memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan perintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.
BAB IV
PENCABUTAN IZIN USAHA
KANTOR CABANG DARI BANK YANG
BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI
Pasal 57
(1) Dalam hal Bank indonesia mencabut izin usaha
Kantor Cabang Dari Bank Yang Berkedudukan Di
Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Bank Indonesia menetapkan susunan dan anggota
Tim Penyelesai.
(2) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan batas waktu penyelesaian
kewajibannya:
a. selama-lamanya 2 (dua) tahun sejak terbentuknya
Titn Penyelesai apabila pencabutan izin usaha
disebabkan karena kesulitan Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri yang
bersangkutan atau karena permintaan kantor
pusatnya;
b. selama-lamanya 5 (lima) tahun sejak terbentuknya
Tim Penyedesai apabila pencabutan izin usaha
disebabkan karena izin usaha kantor pusatnya
dicabut oleh otoritas negara asal.
(3) Apabila penyelesaian kewajiban tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), penjualan harta Bank
dilakukan secara lelang.
Pasal 58
Dalam hal Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri dicabut izin usahanya
karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. seluruh harta kantor cabang yang bersangkutan
diutamakan untuk pembayaran seluruh kewajiban di
Indonesia;
b. kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri bertanggung jawab atas
pemenuhan kewajiban kantor cabangnya di Indonesia.
Pasal 59
Dalam melaksanakan likuidasi Kantor Cabang Dari Bank
Yang Berkedudukan Di Luar Negeri, Tim Penyelesai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 memiliki tugas,
wewenang dan tanggung jawab seperti halnya Tim
Likuidasi.
Pasal 60
(1) Dalam rangka pencabutan izin usaha yang dilakukan
atas permintaan kantor pusat deri Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,
berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Pimpinan Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri mengajukan
permohonan dari kantor pusatmya dalam rangka
persetujuan persiapan pencabutan izin usaha
Bank, disertai dengan surat kepumsan direksi
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri
mengenai perintah penutupan kantor cabang;
b. atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Bank Indonesia mengeluarkan Surat
Keputusan yang memuat antara lain:
1. persetujuan ~~ persiapan dalam rangka
pencabutan izin usaha Bank;
2. perintah penghentian seluruh kegiatan usaha
Bank;
3. perintah pembentukan Tim Penyelesai yang
dapat terdiri dari pimpinan Kantor Cabang Dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri
dan/atau kantor pusatnya;
4. perintah untuk mengumumkan rencana
pencabutan izin usaha kantor cabang dan
Tencana penyelesaian kewajiban kantor cabang;
5. perintah untuk menyelesaikan seluruh
kewajihan kantor cabang yang dilakukan
selama-lamanya dalam jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari.
(2) Kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri mengajukan
permohonan pencabutan izin usaha kantor -cabang
kepada Bank Indonesia setelah menyelesaikan
seluruh kewajibannya.
(3) Dalam rangka memberikan persetujuan pencabutan
izin usaha, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap kantor cabang yang bersangkutan mengenai
hal-hal scbagaimana dimaksud dalam ayut (1) furl b
angka 2, angka 4 dan angka 5.
(4) Bank Indonesia -mengeluarkan Surat Keputusan
Pencabutan {zin Usaha kantor cabang yang
‘bersangkutan setefah hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) disetujui.
BAB V
SANKSI
Pasal 61
Pemegang saham, anggota dewan komisaris atau
pengawas, anggota direksi dan pejabat lainnya, pegawai
serta pihak terafiliasi, yang turut serta mempengaruhi
pengelolaan Bank, yang telah melakukan tindakan-
tindakan yang menyebabkan keadaan Bank yang
bersangkutan memburuk sehingga dicabut izin usahanya,
yang telah melanggar ketentuan dalam Surat Keputusan
ini, diancam sanksi pidana dan/atau administratif
sebagaimana diatur dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 504,
Pasal 52, dan Pasal 53 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
BAB VI
LAIN-LAIN
Pasal 62
Yelaksanaan Likuidasi Bank yang oleh Bank Indonesia
ditetapkan dan diserahkan kepada badan khusus yang
bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan
berdasarkan ketentuan Pasal 37A Undang-undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
tunduk kepada ketentuan Pasal 25 Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank serta ketentuan dalam
Surat Keputusan ini.
Pasal 63
Setelah berakhirnya pelaksanaan Likuidasi Bank, Tim
Likuidasi atau Tim Penyelesai menyerahkan dokumen-
dokumen Bank kepada:
a. para pemegang saham,
b. kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri; atau
c. pihak-pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham atau
kantor pusat dari Kantor Cabang Dari Bank Yang
Berkedudukan Di Luar Negeri atau pengadilan,
untuk disimpan selama jangka wakfu tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku juga
bagi Bank yang telah dicabut izin usahanya dan sedang
dalam proses likuidasi pada saat diberlakukannya Surat
Keputusan ini.
Pasal 65
Tim Likuidasi yang telah terbentuk sebelum berlakunya
Surat Keputusan ini wajib menyesuaikan ketentuan
mengenai honor sebagaimana dimaksud datam Pasal 23,
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tangeal
berlakunya Surat Keputusan ini.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 66
Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 30/63/KEP/DIR tanggal 2
September 1997 tentang Tata Cara Pelaksanaan Likuidasi
Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Keputusan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Mei 1999
DIREKSI
BANK INDONESIA
2.
Achwan Subarjo Joyosumarto
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 32/53/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 14 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '30/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997' </replaced_reg>
<related_reg> '5/UU/1962', '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '25/UU/1992', '1/UU/1995', '8/UU/1995', '25/PP/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB V' </penalty_list>
|
No.31/177/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pemberian kredit yang melebihi batas yang
wajar kepada peminjam atau kelompok peminjam baik
sebagai pihak yang terkait atau tidak terkait dengan
bank secara umum merupakan salah satu penyebab
utama kegagalan usaha bank;
b. bahwa dalam rangka menghindari kegagalan usaha
sebagai akibat dari konsentrasi pemberian kredit, bank
wajib melaksanakan
prinsip kehati-hatian
sungguh-sungguh dalam pemberian kredit;
c. bahwa dalam upaya untuk menghindari konsentrasi
pemberian kredit, bank perlu melakukan penyebaran
dalam pemberian kredit;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan tentang batas maksimum
pemberian …
secara
pemberian kredit bank umum dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia;
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral
(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
2. Undang-undang
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
Nomor 7 Tahun
Lembaran
Negara Nomor
1992 tentang
3472)
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun
1998 Nomor
182, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3790);
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM
PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan :
a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan …
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998;
b. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah
prosentase perbandingan batas maksimum penyediaan
dana yang diperkenankan terhadap modal Bank;
c. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Bank baik
dalam Rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk
kredit, surat berharga, penempatan dana antar-Bank,
penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada
transaksi rekening administratif;
d. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat
dipersamakan
dengan
itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:
1. pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi
dengan Note Purchase Agreement (NPA);
2. pengambilalihan
anjak piutang;
tagihan dalam rangka kegiatan
e. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel,
obligasi, sekuritas Kredit, atau setiap derivatifnya,
atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar modal
(SBPU),
dan pasar uang, antara lain
Surat Berharga
Reksadana, dan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar
Uang
(Commercial Papers), Sertifikat
Medium Term Note;
f. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada Bank
lainnya berupa giro, call money, deposito berjangka,
sertifikat deposito, Kredit yang diberikan
penempatan lainnya;
dan
g. Penyertaan …
Komersial
g. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam
bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan yang tidak melalui pasar modal,
serta dalam bentuk penyertaan modal sementara pada
perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan
Kredit;
h. Transaksi Rekening Administratif adalah komitmen
dan kontinjensi (Off-Balance Sheet) yang terdiri dari
warkat
penerbitan
irrevocable Letter of Credit
berjalan,
akseptasi
mempunyai risiko Kredit;
i. Risiko Kredit untuk transaksi derivatif adalah nilai
pasar
(the mark to market
kerugian Bank
wanprestasi;
j. Kredit Program adalah kredit yang didukung oleh
Kredit Likuiditas Bank
diberikan
untuk mendukung swasembada
pengembangan
Indonesia Nomor
Indonesia (KLBI) yang
pangan,
koperasi, pengusaha kecil, petani,
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana,
sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Direksi Bank
31/156/KEP/DIR
tanggal 23 November 1998 tentang Persyaratan Bank
Pelaksana Kredit Program, serta Penyediaan Dana
kepada PERTAMINA untuk pengadaan bahan bakar
minyak (BBM) dan Penyediaan Dana kepada Badan
Urusan Logistik (BULOG) dalam rangka pengadaan
pangan;
k. Peminjam …
value)
dari
seluruh
perjanjian/kontrak yang menjanjikan keuntungan yang
belum dapat terealisir namun secara potensial dapat
menjadi
apabila pihak lawan
jaminan, akseptasi/endosemen,
(L/C) yang masih
impor
wesel
lainnya, serta transaksi
atas
dasar L/C berjangka, penjualan Surat Berharga dengan
syarat repurchase agreement (repo), standby L/C dan
garansi
derivatif yang
k. Peminjam
adalah nasabah
perorangan
atau
perusahaan/badan yang memperoleh satu atau lebih
Penyediaan Dana;
l. Kelompok Peminjam adalah sejumlah Peminjam yang
satu
sama lain mempunyai
m. Pihak Terkait adalah Peminjam dan/atau Kelompok
Peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan Bank
karena merupakan:
1. pemegang
saham perorangan
yang memiliki
saham 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari
modal disetor Bank;
2. pemegang saham berbentuk perusahaan/badan
yang memiliki saham 10% (sepuluh perseratus)
atau lebih dari modal disetor Bank;
3. anggota dewan komisaris Bank;
4. anggota direksi Bank;
5. keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1,
angka 3 dan angka 4;
6. perorangan yang memiliki saham 25% (duapuluh
lima per
seratus)
mengendalikan operasional, pengawasan
atau lebih dan/atau yang
atau
pengambilan keputusan baik langsung maupun
tidak langsung, atas perusahaan-perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2;
7. pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif,
yaitu yang mempunyai
operasional Bank dan/atau
pengaruh
terhadap
bertanggungjawab
langsung kepada Direksi termasuk pejabat Satuan
Kerja Audit Intern dan Dewan Audit;
8. perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
kepentingan
dari pihak-pihak dimaksud
dalam
angka …
kaitan dalam hal
kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan
keuangan;
angka 1 sampai dengan angka 7 di atas dengan
kepemilikan 10% (sepuluh perseratus) atau lebih
dari modal disetor perusahaan;
9. perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
pengaruh dalam operasional, pengawasan
pengambilan
keputusan
dari
pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai
dengan angka 7 walaupun pihak-pihak tersebut
tidak memiliki saham pada perusahaan dimaksud;
10. anak perusahaan Bank dengan kepemilikan Bank
lebih dari 25% (duapuluh lima perseratus) dari
modal disetor Perusahaan dan/atau apabila Bank
mempengaruhi perusahaan tersebut;
n. Kriteria keluarga dalam pengertian Pihak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam huruf m angka 5 adalah
keluarga sampai dengan derajat kedua dalam garis
lurus maupun garis kesamping, termasuk mertua,
menantu dan ipar, sehingga yang dimaksud dengan
keluarga meliputi sebagai berikut:
1. orang tua kandung/tiri/angkat;
2. saudara kandung/tiri/angkat;
3. suami/isteri;
4. anak kandung/tiri/angkat;
5. suami/isteri dari anak kandung/tiri/angkat;
6. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
7. cucu kandung/tiri/angkat;
8. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/isteri;
9. suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkat;
10. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua;
11. mertua;
o. Pihak …
atau
o. Pihak Tidak Terkait
adalah
Peminjam dan/atau
Kelompok Peminjam diluar Pihak Terkait;
p. Modal adalah modal Bank sebagaimana dimaksud
dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia
Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang
Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank
Indonesia Nomor
sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan
Direksi Bank
31/146/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998;
q. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan
rumus sebagai berikut:
Penyediaan Dana
pada tanggal laporan BMPK
Modal
pada tanggal laporan BMPK
r. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan
rumus sebagai berikut:
Penyediaan Dana
pada saat pemberiannya
Modal
pada saat pemberian
Penyediaan Dana
Pasal 2
(1) Saat pemberian dalam pengertian Pelanggaran
BMPK dikaitkan dengan waktu realisasi Penyediaan
Dana.
(2) Bank …
x 100% -
[ BMPK ].
x 100%
-
[ BMPK ] ;
(2) Bank wajib melarang nasabah
melakukan
peminjam untuk
penarikan Penyediaan Dana apabila
berakibat terjadinya Pelanggaran BMPK.
Pasal 3
Perhitungan
Penyediaan
Dana
dalam pengertian
Pelanggaran BMPK ditetapkan sebagai berikut:
a. Kredit yang diberikan didasarkan atas baki debet;
b. Jaminan yang diterbitkan Bank didasarkan atas
nilai nominal;
c. Surat Berharga didasarkan atas harga perolehan;
d. Penyertaan didasarkan atas jumlah dana yang
ditanamkan;
e. Tagihan yang diambilalih dalam rangka anjak
piutang didasarkan atas nilai pengambilalihan;
f. Transaksi
Derivatif didasarkan
Risiko Kreditnya;
g. Nilai tukar yang dipergunakan untuk Penyediaan
Dana dalam valuta asing didasarkan atas nilai tukar
pada saat pemberian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1).
Pasal 4
(1) Pelampauan BMPK yang terjadi karena perubahan
nilai tukar
dan/atau
penurunan Modal
atas
Penyediaan Dana yang telah diberikan, tidak
dikategorikan sebagai Pelanggaran BMPK.
(2) Pelampauan …
atas nilai dari
(2) Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak dikenakan sanksi Pelanggaran BMPK.
Pasal 5
(1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi atas
penggolongan
Pihak Terkait
seperti
dan
Peminjam yang dilakukan oleh Bank.
(2) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
disesuaikan kembali
sepanjang Bank dapat menyampaikan bukti-bukti
dan dokumentasi yang mendukung.
Pasal 6
(1) Bank yang memiliki rasio Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum (KPMM) lebih kecil atau sama
dengan 0% (nol perseratus) dilarang melakukan
Penyediaan Dana dalam bentuk apapun.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku bagi Bank yang telah memperoleh
persetujuan
dari
program rekapitalisasi
Pemerintah
dengan
untuk mengikuti
dana Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 1998 tanggal 31 Desember 1998
tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum.
(3) Perhitungan
Pelampauan
dimaksud
untuk Pelanggaran BMPK dan/atau
bagi
BMPK
dalam
rasio Kewajiban
Bank
ayat (2)
Minimum (KPMM) yang ditetapkan
Indonesia.
sebagaimana
diperkenankan
menggunakan asumsi besarnya Modal sesuai dengan
persyaratan
BAB II …
Penyediaan Modal
oleh Bank
penggolongan Bank
Kelompok
BAB II
BMPK UNTUK PIHAK TIDAK TERKAIT
Pasal 7
BMPK bagi Peminjam atau Kelompok Peminjam yang
merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan setinggi-
tingginya:
a. 30%
(tigapuluh perseratus)
dari Modal sejak
diberlakukannya Surat Keputusan ini sampai dengan
akhir tahun 2001;
b. 25% (duapuluh lima perseratus) dari Modal selama
tahun 2002;
c. 20% (duapuluh perseratus) dari Modal sejak tanggal 1
Januari 2003.
Pasal 8
(1) Suatu perusahaan digolongkan sebagai anggota suatu
Kelompok Peminjam apabila memenuhi sekurang-
kurangnya salah satu kriteria keterkaitan dalam hal
kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan
dengan satu atau lebih perusahaan lainnya, sebagai
berikut:
a. 25% (duapuluh lima perseratus) atau lebih dari
hak kepemilikan masing-masing perusahaan
dikuasai oleh suatu perusahaan atau seseorang
atau secara bersama oleh suatu keluarga;
b. Salah satu perusahaan menguasai 25% (duapuluh
lima perseratus) atau lebih hak kepemilikan
perusahaan lain;
c. Anggota …
c. Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan
pejabat lainnya yang mempunyai fungsi eksekutif
pada salah satu perusahaan, menjadi anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pejabat
eksekutif
pada perusahaan lainnya yang
berwenang memutuskan hal-hal yang berkaitan
dengan operasional perusahaan;
d. Dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan
dan/atau kepengurusan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b dan c di atas, dua atau lebih
perusahaan dianggap kelompok apabila terdapat
hubungan keuangan sebagai berikut:
i.
ii.
satu
perusahaan
bertindak sebagai
penjamin Penyediaan Dana yang diterima
oleh perusahaan lainnya;
satu perusahaan memberikan bantuan
keuangan
sehingga mengakibatkan
pengendalian usaha oleh
pemberi bantuan.
kepada perusahaan lainnya
adanya
perusahaan
(2) Perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
(BUMD)
Peminjam.
BAB III
BMPK UNTUK PIHAK TERKAIT
Pasal 9
(1) BMPK bagi Pihak Terkait baik sebagai
Peminjam atau Kelompok
satu
Peminjam ditetapkan
setinggi- …
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah
tidak diperlakukan
sebagai Kelompok
setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus)
dari Modal.
(2) BMPK untuk
jumlah
seluruh
Pihak Terkait
ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh
perseratus) dari Modal.
Pasal 10
(1) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait melalui
Bank lain, perusahaan pembiayaan dan/atau Bank
Perkreditan
Rakyat dikenakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait melalui
Bank lain dalam rangka pertukaran Penyediaan Dana
(loan swap) dengan risiko pada Bank dikenakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(3) Perusahaan
pembiayaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah perusahaan yang melakukan
satu atau lebih kegiatan sewa guna usaha, anjak
piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen.
(4) Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang
Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 tahun 1998.
Pasal 11
(1) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tidak boleh
bertentangan
dengan prosedur umum pemberian
Penyediaan …
Penyediaan Dana yang berlaku dan wajib tetap
memberikan keuntungan yang wajar bagi Bank.
(2) Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait wajib
mendapat persetujuan Dewan Komisaris Bank.
(3) Apabila kualitas Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait menurun menjadi kurang lancar, diragukan
dan macet, Bank wajib mengambil langkah-langkah
penyelesaian
dengan cara restrukturisasi
kredit
dan/atau pelunasan oleh debitur, selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 60 hari.
Pasal 12
(1) Perusahaan tergolong Pihak Tidak Terkait yang
menerima penyertaan modal sementara Bank dalam
rangka restrukturisasi kredit sesuai dengan ketentuan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/150/KEP/DIR tanggal 12 November
1998
tentang Restrukturisasi Kredit, dikecualikan dari
pengertian Pihak Terkait.
(2) BMPK untuk perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
BAB IV
PENYEDIAAN DANA YANG TIDAK
DIPERHITUNGKAN DALAM BMPK
Pasal 13
(1) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penyediaan
Dana …
Dana sebagai berikut :
a. Penanaman dana pada Sertifikat Bank Indonesia
dan Surat Utang yang diterbitkan oleh Pemerintah
Indonesia;
b. Bagian
Penyediaan
Dana yang
diterbitkan
dan/atau dijamin oleh Pemerintah Indonesia atau
dijamin oleh Bank Indonesia;
c. Penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitur untuk mengatasi akibat kegagalan Kredit
sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi
Kredit;
d. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin dengan
agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan,
setoran jaminan yang diblokir disertai dengan
surat kuasa pencairan;
e. Penempatan, sepanjang program penjaminan
Pemerintah berlaku dan Bank tempat Penempatan
memenuhi persyaratan program penjaminan;
f. Pengambilalihan
berjangka yang
(negosiasi)
diterbitkan
berjangka (Usance L/C)
wesel ekspor
atas dasar L/C
yang
pemeringkatan
sesuai
dengan
Uniform Customs and Practice for Documentary
Credits (UCP) yang berlaku, dan telah diaksep
oleh bank-bank utama (prime bank) di luar negeri
berdasarkan
oleh lembaga
pemeringkat internasional
Standard & Poors.
seperti Moody’s dan
(2) Ketentuan …
(2) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penyediaan
Dana sampai dengan 31 Desember 2000 yaitu:
a.
b.
Kredit Program yang disalurkan melalui Bank
sebagai pelaksana (executing);
Pembukaan L/C (outstanding L/C) dalam rangka
impor dan pembukaan L/C dalam negeri (Surat
Kredit Berdokumen
pembayaran
Dalam Negeri/SKBDN)
kepada Bank
sampai dengan Bank pembuka tersebut (opening
bank) melakukan
penegosiasi (negotiating bank), baik di luar negeri
maupun di dalam negeri.
BAB V
PELAPORAN
Pasal 14
(1) Setiap bulan Bank wajib menyampaikan laporan
mengenai Pelanggaran BMPK, Pelampauan BMPK
dan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait kepada
Bank Indonesia sesuai
Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan
Lampiran 4.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Keputusan ini.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib ditandatangani oleh pejabat yang berwenang,
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus
telah
diterima
oleh Bank Indonesia dalam
jangka …
dengan format dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
akhir bulan laporan.
(5) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank
belum menyampaikan
laporan
sampai
(6) Bank
berikutnya setelah bulan laporan.
dianggap
dimaksud
dengan
akhir
dalam
periode setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4)
tidak menyampaikan
bulan
laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank
belum menyampaikan laporan dimaksud sejak awal
bulan kedua setelah bulan laporan.
Pasal 15
(1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana
penyelesaian (action plan) masing-masing untuk
Pelanggaran BMPK dan Pelampauan BMPK.
(2) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib
untuk
sekurang-kurangnya memuat upaya-upaya
penyelesaian
Pelampauan BMPK
Pelanggaran BMPK
dengan
penyelesaian selama periode tertentu.
(3) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk Pelanggaran BMPK selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan;
b. untuk setiap Pelampauan BMPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 9 (sembilan)
bulan.
(4) Action …
dan
target waktu
(4) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
(5) Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diterima
oleh Bank
Indonesia selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan.
(6) Bank dianggap terlambat menyampaikan action plan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank
belum menyampaikan action plan dimaksud dalam
jangka waktu
14 hari
kerja setelah periode
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5).
(7) Bank dianggap tidak menyampaikan action plan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank
belum menyampaikan laporan dimaksud setelah
periode sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).
Pasal 16
(1) Bank wajib menyampaikan
action plan masing-masing
BMPK dan Pelampauan BMPK.
(2) Laporan
pelaksanaan
laporan pelaksanaan
untuk
action plan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan kepada
Bank
Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja setelah tahapan realisasi action
plan.
(3) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan
pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan
laporan dimaksud dalam periode setelah jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai
dengan
akhir
bulan berikutnya setelah tahapan
realisasi action plan.
(4) Bank …
Pelanggaran
(4) Bank
dianggap
tidak menyampaikan
laporan
pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila Bank belum menyampaikan
laporan dimaksud sejak awal bulan kedua setelah
tahapan realisasi action plan.
Pasal 17
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan
Pasal 16
serta action plan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
a. Urusan Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta 10010 sesuai dengan Urusan
yang mengawasi Bank yang bersangkutan bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Bank
Indonesia Jakarta;
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai
berlaku untuk laporan bulan Januari 1999.
BAB VI
SANKSI
Pasal 18
(1) Pelanggaran
terhadap ketentuan
penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban …
a. kewajiban membayar
sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) per hari kelambatan untuk
setiap laporan
Pasal 14 ayat (5);
b. kewajiban membayar
(tiga puluh juta rupiah) apabila tidak
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (6).
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian action
plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
penyampaian action plan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (6);
b. kewajiban membayar sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) apabila tidak
menyampaikan action plan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7).
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian action
plan untuk
Pelampauan
BMPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban membayar
sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) atas kelambatan penyampaian
action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (6);
b. kewajiban membayar
sebesar Rp30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah) apabila tidak
menyampaikan
action plan sebagaimana
(4) Pelanggaran
laporan
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7).
terhadap ketentuan
pelaksanaan action plan
penyampaian
sebagaimana
dimaksud …
atas kelambatan
sebagaimana dimaksud dalam
sebesar Rp30.000.000,00
dimaksud dalam Pasal 16 dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban membayar
sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) untuk setiap laporan per hari
kelambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (3);
b. kewajiban membayar
sebesar Rp30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah) apabila tidak
menyampaikan laporan pelaksanaan action plan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
Pasal 19
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 7 dan
Pasal 9 dikenakan sanksi berupa penurunan nilai
kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan.
(2) Pelanggaran karena tidak menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan tidak
menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 dan
Pasal
peringatan 2 (dua) kali
16, setelah
surat teguran oleh Bank
Indonesia dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu
untuk
setiap teguran, dapat dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain
berupa:
a. Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank,
pemegang saham dalam daftar orang tercela di
bidang perbankan;
diberi
b. Pembekuan …
b. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain
tidak diperkenankan untuk ekspansi Penyediaan
Dana;
c. Pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya
menunjuk dan mengangkat pengganti sementara;
d. Larangan untuk
kliring.
turut serta dalam kegiatan
(3) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan
untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, dapat dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan
untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 dan setelah diberikan 2 (dua) kali
surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang
waktu 2 (dua) minggu untuk
setiap teguran,
dikenakan
sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(5) Pelanggaran karena tidak melaksanakan action plan
untuk Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
terhadap Dewan Komisaris, Direksi, pegawai Bank,
pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya
dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50, dan Pasal
50A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
sebagaimana telah
diubah
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
dengan
BAB VII …
BAB VII
LAIN-LAIN
Pasal 20
(1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula
bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara Bank dengan
pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan
(musharakah), prinsip jual
memperoleh
prinsip penyertaan modal
beli barang dengan
keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa
iqtina).
(3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah
penyediaan
uang
atau
tagihan yang
pihak yang
dibiayai
dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain
yang mewajibkan
untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
Pasal 21
(1) Kredit yang telah diberikan dengan cara risk sharing
atau
dijamin
dengan stand-by
L/C
sebelum
berlakunya …
berlakunya Surat Keputusan ini, dikecualikan dari
perhitungan BMPK sampai berakhirnya risk sharing
atau stand-by L/C dimaksud.
(2) Bagi Bank yang telah melakukan Penyertaan pada
perusahaan di
bidang keuangan
dimaksud
sebagaimana
dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 25/97/KEP/DIR dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 25/1/BPPP masing-masing
tanggal 17 November 1992 tentang Penyertaan Modal
dan Pemilikan
Saham oleh Bank, diwajibkan
menyesuaikan prosentase BMPK sehingga memenuhi
ketentuan
dalam Surat Keputusan ini selambat-
lambatnya pada akhir Desember 1999.
Pasal 22
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka :
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
25/97/KEP/DIR tanggal 17 November 1992 tentang
Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank;
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/21/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit; dan
c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
28/63/KEP/DIR tanggal 6 September 1995 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit untuk Perusahaan
yang Sahamnya Diperdagangkan di Bursa Efek;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal …
Pasal 23
Surat Keputusan
ditetapkan.
Agar
ini mulai
berlaku pada tanggal
pengumuman
setiap orang mengetahuinya memerintahkan
ini
Surat Keputusan
dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 31 Desember 1998
D I R E K S I
BANK INDONESIA
Ttd
Achwan
ttd
Subarjo Joyosumarto
UPPB.
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 31/177/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id>
<reg_title> BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 31 Desember 1998 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date>
<replaced_reg> '25/97/KEP/DIR|SKDIR-BI/1992', '26/21/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '28/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '7/UU/1992', '13/UU/1968', '10/UU/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB VI' </penalty_list>
|
(IB) BANK INDONESIA
DIREKSY
No. 32/37/KEP/DIR.
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN
KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU,
DAN KANTOR PERWAKILAN
DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang © a. babwa untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan
yang lebih luas dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas yang. terus berkembang,
diperlukan peranan bank yang berkedudukan di nar
negeri yang lebih besar untuk .memperkuat
kepetcayaan dan profesionalisme perbankan nasionat;
b. bahwa untuk mendorong keberadaan kantor bank
yang berkedudukan di luar neégeri yang bermanfaat
bagi perkembangan perckonomian dalam mnegeri,
peru dikeluarkan ketentuan perbankan mengenai
akses dan keberadaan bank yang berkedudukan di
luar negeri pada perbankan di Indonesia;
c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk
menetapkan persyaratan dan fata cara pembukaan
kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kaunior
perwakilan dari bank yang berkedudukan di Ivar
negeri dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia;
MenginenZy {fe
RALTIAL NE IER
DIREKSI Halnman . 2.
BANK INDONESIA k
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambyahan Lembaran Negara Nomor 2865);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)
scbagaimana telah diubsh dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Talwn
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3790);
3. Peraturan Pemerintab Nowmor 24 Tahun 1999 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang,
Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Perwakilan dari
Bank Yang Berkedudukan Di Luar Negeri (Fembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3830);
4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
323YKEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum;
5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum Berdasarkan Pringip Syariah;
MEMUTUSKAN :
Monefapkan: SURAT KEPUTUSAN DIREXSY BANK
INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN
TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG,
KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR
PERWAKILAN DARI BANK YANG
BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERJ,
BABI]
ps
BE-107 0 (4B) 1207-2 +95 + KP
DIREKSI Halaman 3.
BANK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan:
a. Bank adalah bank yang berkedudukan di luar negeri
yang didirikan berdasarkan hukum asing dan
berkantor pusat di luar negeri;
b. Kantor Cabang adalah kantor dari Bank yang secara
langsung atau tidak langsung bertanggung jawab
kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dan
mempunyai alamat serta tempat kedudukan di
Indonesia;
c. Kantor Cabang Pembantu adalah kaotor dari Bank
yang secara langsung bertanggung jawab kepada
Kantor Cabang Bank yang bersangkutan dengan
alamat tempat usaha yang jelas, dimana Kantor
Cabang Pembantu tersebut melakukan kegiatan
usahanya;
d. Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu atau
Kantor Kas adalah kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu yang kegiatan usahanya membantu Kantor -
Cabang Pembantu induknya:
e. Kantor Perwakilan adalah kantor dari Bank yang
bertindak semata-mata sebagai penghubung antara
Bank dengan nasabahnya;
f. Kas Mobil atau Kas Terapung adalah kegiatan kas di
luar kantor bank dalam rangka memberikan pelayanan
kepada nasabab dengan menggunakan alat
transportasi darat atau air;
g. Payment Point adalah kegiatan kas di luar kantor
bank dalam rangka meningkatkan pelayanan melalui
kerjasama antura Kantor Cabang dengan pibak lain
yang roerupakan nasabah Kantor Cabang;
h. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah kegiatan kas
yang dilakukan secara elektronis untuk memudahian
nasabah dalam rangka menarik atau menyetor dana
secara tunai, melakukan pemindahbukuan, dan
memperoleh informasi mengenai saldo rekening
nasabah;
i. Pimpinan Kantor Cabang adalah pemimpin Kantor
Cabang dan pejabat satu fingkat di bawah pemimpin
Kantor Cabang;
j. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang mempunyai
pengarwh terhadap kebijakan perusshsan dan
bertanggung jawab langsung kepada direksi;
k. Dana Usaha adalah dana bersih yang berasal dari
kantor pusat Bank pada Kantor Cabang sefelah
dikurangi dengan penempatan Kantor Cabang pada
kantor-kantor Bank di luar negeri, yang diperlakukan
sebagai komponen modal untuk Kantor Cabang yang
harus selalu tercatat selamna Kantor Cabang
beroperasi;
L Peringkat dan Reputasi Baik adalah peringkat yang
diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional
terkemuka, seperti Moody's, Standard & Poor's atau
lembaga pemeringkat internasional lainnya yang
dianggap setingkat, dengan predikat minimal A atan
setara;
m. Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah adalah
kegiatan usaha perbankan yang dilakukan
berdasarkan Pringip Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomeor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998;
n. Prinsip Syarigh adalah aturan petjanjian berdasarkan
bukum Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 13 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah. diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
BAB II
PEMBUKAAN KANTOR CABANG
Pasal 2
(1)Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan
dengan izin Direksi Bank Indonesia,
(2) Bank yang akan membuka Kantor Cabang wajib:
a. memiliki Peringkat dan Reputasi Baik;
b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua
ratus) besar dunia;
c. menempatkan Dana Usaha dalam valuta
rupizh atau dalam valuta asing dengan
nitai sekurang-kurangnya setara dengan
Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun ruplak).
BABI
PERIZINAN
Bagian Pertama
Umuin
Pasal 3
Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dilakukan dalam dua tahap:
a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk
melakukan persiapan pembukaan Kantor Cabang;
b. izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan
kegiatan usaha Kantor Cabang sclelal persiapan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai
dilakukan.
Bagian Kedua
Persetujuzn Prinsip
Pasal 4
(1)Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank
Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran 1
dan wajib dilampiri dengan:
a. fotokopi akta pendirian badan hukum Bank,
termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh
instansi berwenang di negara tempat kantor pusat
Bank, disertai dengan tetjemahannya datam bahasa
Indonesia atan bahaga Inggris;
b., fotokopi izin usaba Bank yang dikeluarkan oleh
otoritas perbankan di negara tempat kantor pusat
Bank;
c. fotokopi dokumen yang menyatakan bahwa;
1. Bank memiliki Peringkat dan Reputasi Baik
dari lembaga pemeringkat internasional; dan
2. total aset Bank termasuk 200 (dua ratus) besar
dunia;
d. surat pemyataan tidak berkeberatan untuk
membuka Kantor Cabang di Indonesia dari atoritas
perbankan di negara tempat kantor pusat Bank;
e. laporan kevangan Bank per tanggal terdekat
sebelum tanggal permohonan persetujuan prinsip;
f. laporan keuangan konsolidasi Bank 3 (tiga) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan
publik internasional yang independen;
g. fotokopi dokumen yang menyatakan tentang
tingkat keschatan Bank selama 2 (dua) tahun
teralhir dari otoritas perbankan di negara tempat
kantor pusat Ban;
h. daftar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang,
disertai dengan: - }
1. fotokopi karin tanda pengenal yang dapat
berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
paspor;
2. riwayat hidup;
3. surat pernyataan pribadi {personal statement)
yang menyatakan tidak pernab melakukan
tindakan tercela di bidang perbankan,
keuangan, dan bidang usaha lainnya dan/atau
tidak pemah dihokum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan, yang
disahkan oleh instansi berwenang, otoritas
perbankan negara asal, atau kedutasn besar
nepara asal Bank di Indonesia;
4. surat keterangan atau bukti tertulis darl bank
atau kantor bank tempat bekerja sebelumnya
mengenai pengalaman operasional di bidang
perbankan bagi calon Pimpinan Kantor Cabang
yang telah berpengalaman;
i. fencana susunan organisasi;
J. rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama
yang sekurang-kurangnya memuat;
I. hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan
potensi ekonomi;
2. rencana kegiatan usaha yang - mencakup
penghimpunan dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan
dalam mewujudkan rencana dimaksud;
3. rencana kebutuhan pegawai;
4. proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua
belas) bulan yang dimulai sejak Kantor Cabang
melalukan kegiatan operasional serta proyeksi
neraca dan perhitungan laba rugi;
k. daftar nasabah/calon nasabah yang berkedudukan
di Indonesia;
1. daftar nama bank koresponden di Indonesia;
m. bukii setoran awal untuk pemennhan Dana Usaha
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus)
dari Dana Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) huruf ¢ dalam bentuk fotokopi
bilyet deposite pada bank di Indonesia dan atas
nama “Direksi Bank Indonesia qq. Bank yang
bersangkutan”, dengae mencantumkan keterangan
babwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank
Indonesia.
(ZYPermohonan persetujuen prinsip sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam bahasa
Indonesia atau bahasa lnggris,
Pasal 5
(1)Persetujuan atau pepolakan alas permohonan
persetujuan prinsip diberikan selambat-lambamya 60
(enam puluh) kari setelah dokumen permohonan
diterima secara lengkap.
(2)Dalam rangka memberikan persetujuan atau
penolakan scbagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen;
b. apalisis yang mencakup antars lain tingkat
persaingan yang schat antar bank, tingkat
kejershan jumiah bank, dan pemerataan
pembangunan ekonomi nasional;
¢. wawancara terhadap calon Pimpinan Kantor
Cabang.
Pasal 6
(1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) berlaku untuk jangka wakiu 360 (tiga
ratus enam puluh) hari terhitung s¢jok tanggal
persetujuan pringip dikeluarkan.
(2) Kantor Cabang yang mendapat persetujuan prinsip ©
dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum
mendapat izin usaha.
Bagian Ketiga
Tzin Usaha
Pasal 7
(1) Pexmohonan untuk mendapatkan izin usaha
schagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huwuf b
diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank
indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran 2
dan wajib dilampiri dengan:
a. daftar susunan Pimpinan Kantor Cabang, disertai
dengan: ’ :
1. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2. contoh tanda tangan dan paraf;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf h dalam hal terdapat penggantian
atas calon yang diajukan sebelumnya;
4 fosskoni RL Je
BHAT D ASB) 1201-238: KP
DIREKSI Halaman . 10.
BANK INDONESIA
4. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara
(KIMS) dan fotokopi izin bekerja dari instansi
berwenang, bagi warga negara asing;
5. surat penunjukan atau pemberian wewenang
dari kantor pusat Bank hanes calon pemimpin
Kantor Cabang;
b. susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja,
termasuk susupan personaliz, dalam bahasa
Indonesia;
¢. bukti pelunasan Dana Usaha sebagaimana
diroaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huraf ¢, dalam
bentuk fofokopi bilyet deposit pada bank di
Indonesia dan atas nama “Direksi Bank Indonesia
gg. Bank yang Dbersangkutan”, dengan.
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya
hanya dapat dilakukan setelsh mendapat
persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indogesia;
d. bukti kesiapan operasional antara lain berupa:
1. daftar aktiva tetap dan inventaris;
2. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian
sews-tnenyewa gedung Kantor; }
3. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4. contoh formulir/warkat yang akan digunakan
untuk operasional Kantor Cabang;
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda
Daftar Perusahaan (TDP);
e. surat pernyataan tidak merangkap jabatan
schagaimana dimaksud dalam Pagal 22 ayat (1)
huruf a bagi Pimpinan Kantor Cabang,
(2)Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa
Inggris.
ris
81-101 D(A)» 12310 2+ 5 KP
DIKKKYL ruueman 1),
BANK INDONESIA
Pasal 8
(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
usaha diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari setelah dokumen permohonan diterima secara
lengkap.
(2) Dalam rangka memberikan persetujuen atau
penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen; So
b. wawancara terbadap Pimpinan Kantor Cabang,
dalam hal terdapat penggantian atas calon yang
diajukan sebelummnya,
Pasal 9
(1) Kantor Cabang yang telah mendapat izin ussha dari
Direksi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatim
usaha selambatdambamya 60 (enam puluh) . hari
terhitung sejak tanggal izin usaha dikeloarkan.
(2) Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib disampaikan oleh
Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia
sclambat-lambatnya 1G (sepulub) bari setelah tanggal
dimulainya kegiatan operasional sesuai dengan format
dalam Lampiran 3.
(3) Apabila setelah jangka wakfu sebagaimana dimaksed
dalam ayat (1) Kantor Cabang belum melakukan
kegiatan usaha, Direksi Bank Indonesia membatalkan
izin usaha yang telah dikeluarkan,
BHO D {A4B) - 1301-2. 93 KF
DIREKSI Halaman, 12
BANK INDONESIA
BAB IV
PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU
Pasal 10
(1) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu hanya dapat
dilakukan dengan izin Dircksi Bank Indonesia.
(2) Rencana pembukaan Kantor Cabang Pembantu
scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Kantor
Cabang.
(3) Permohonan untuk mendapatkan izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), digjukan oleh Pimpinan
Kantor Cabang kepada Direksi Bank Indonesia sesual
dengan format dalam ELampiran 4 dan wajib
dilampiri dengan:
a. laporan keuangan gabungan Kantor Cabang dan
rincian kualitas aktiva produktif 2 (dua) bulan
terakhir sebelum fanggal surat permohonan sesuai
dengan format dalam Lampiran 5;
b, rencana persiapan operasional dalam rangka
pembukaan Kantor Cabang Pembantu;
¢. hasil studi kelayakan yang sekuwrang-kurangnya
memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat
persaingan yang schat aotar bank, tingkat
kejenvhan jumiah bank, dan proyeksi arus kas
bulanan selama 12 (dua belas) bulan;
d. rencana ketja Kantor Cabang Pembantu sekurang-
kurangnya selama 12 (dua belas) bulan.
(4)Persetujuan atau penolakan atas permohonan
scbagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan
selambat-lambamya 30 (tiga puluh) hari setclah
dokumen permohonan diterima secara lengkap.
(5) Dalam rangka memberikan persetujusn atau
penolakan sebagaimana dimsksud dalam ayat (4),
Bank Indonesia melakukan:
a. penelition atas kelengkapan dan kebenaran
+ dokumen;
b. analisis yang mencakup antera lain kemampuan
Kantor Cabang termasuk tingkat keschatan, tingkat
pessaingan yang schat antar bank, tingkat
kejenuhan jumlah bank, dan pemerataan
pembangunan ekonomi nasional.
Pasal 11
(1) Pelaksangan pembukaan Kantor Cabang Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
dikelarkan izin Direksi Bank Indonesia. }
(2) Laporan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang
Pembantun schagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang
kepada Bank Indonesia gelambat-lambamya 10
(sepulub) hari setelah tanggal pembukaan sesuai
dengan format dalam Lampiran 6.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Kantor Cabang tidak melaksanakan
persbukaan Kantor Cabang Pembantu, Direksi Bank
Indonesia membatatkan izin pembukaan Kantor
Cabang Pembantu yang tefah dikeluarkan.
BABEL
BH100 DAD) - 1001-298 KF
DIREKSI
BANK INDONESIA
F101 0 (1 920 1+ 2-88 RP
Hafan 14.
BAB V
PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR
CABANG PEMBANTU DAN KEGIATAN KAS DI
LUAR KANTOR BANK
Pasal 12
(1) Rencana pembukaan Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu wajib dicantumkan dalam rencana kerja
tahunan Kantor Cabang,
(2) Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
Kantor Kas atau yang dipersamakan dengan iba.
(3) Pembukaan kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan:
a. hanya dalam satu wilayah kliring dengan Kantor
Cabang Pembantu induknya, kecuali dengan
persetujuan Bank Indonesia;
b. dengan memperhatikan hasil studi kelayakan yang
memuat tingkat kejenvhan jumlah bank,
(4) Laporan keuangan Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu wajib digabungkan dengan laporan
kenangan Kantor Cabang Pembantu induknya pada
hari yang sama.
Pasal 13
(1) Kantor Cabang wajib menyampaikan rencana
pembukaan Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu secara tertulis kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) bari sebelum
pelaksanaan pembukaan kantor, disertai dengan hasil
studi kelayakan yang memuat tingkat kejenuhan
jumiah bank.
(2)Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pembukaan Kantor di bawah Kantor
Cabang Pembantu kepada Bank Indonesia selambat-
tambatnya 10 (sepuluhy hari setelah tanggal
pembukaan kantor yang bersangkutan sesuai dengan
format dalam Lampiran 7.
Pasal 14
(1) Kantor Cabang dapat melakukan kegiatan kas di luar
kantor bank yang berupa kegiatan Kas Mobil, Kas
Terapung, Payment Point, Anjungan Tunai Mandiri
(ATM), dan kegiatan lain yang dapat dipersamakan
dengan itu.
(2) Kantor Cabang wajib mencanfumkan rencana
kegiatan kas di luar kantor bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dalam remcana kerja
tahunan Kantor Cabang.
(3) Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan rencana
kegiatan kas di Ivar kantor bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) secara tertulis kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sebelum kegiatan dilakukan.
(4) Kantor Cabang wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan kas di luar kantor bank
sehagaimana dimaksud dalam ayat (3) secara tertulis
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10
(sepulult} hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan format dalam Lampiran 7.
BAB VI
PEMBUKAAN KANTOR PERWAKILAN
Pasal 15
(1) Pembukaan Kantor Perwakilan hanya dapat dilakukan
dengan izin Direksi Bank Indonesia.
(2) Bank yang dapat membuka Kantor Perwakilan di
Indonesia wajib memiliki total aset yang termasuk
dalam 300 (tiga ratus) besar dunia.
(3) Permohonan untuk mendapatkan izin pembukaan
Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh direksi Bank kepada Direksi Bank
Indonesia, disertai dengan alasan pembukaan Kantor
Perwakilan dan wajib dilampiri dengan:
a. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huraf a, huraf bhuruf §, huruf k dan huruf
1 serta fotokopi dokutnen yang menyatakan total
aset Bank termasuk dalam 300 (tiga ratus) besar
dunia;
b. surat pemunjukan atau pemberian wewenang dari
kantor pusat Bank kepada calon pemimpin Kantor
Perwakilan di Indonesia;
c. data calon pemimpin Kantor Perwakilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf h angka 1, angka 2, dan angka 3, serta Pasal
7 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 4;
d. surat pemyataan tidak merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huraf a bagi pemimpin Kantor Perwakilan;
€. surat pernyataan tidak berkeberptan untuk
membuka Kantor Perwakilan di Indonesia dari
otoritas perbankan di negara tempat kentor pusat
Pasal 16
(1) Persetujuan atau penolakan atas - permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah dokumen permohonan diterima secara
lengkap.
(2) Dalam rangka memberikan persetujuan atau
penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bank Indonesia melakukan:
a penelitian atas kelengkapan dan = kebenaran
" dokumen;
b. wawancara, terhadap calon pemimpin Kantor
Perwakilan.
Pasal 17
(1) Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kantor
Pezwakilan antara lain:
a. memberikan keferangan kepada pibak ketiga
mengenai syarat dao {ata cara dalam melakukan
hubungan- dengan kantor pusat’kantor cabangnya
di luar negeri;
b, membantu kantor pusat atau kantor cabangaya di
Tuer negeri dalam mengawasi agunan kredit yang
berada di Indonesia;
c. bertindak sebagai pemegang kuasa dalam
menghubungi instansi/lembaga guna keperhan
Kantor pusat atau kantor cabang banknya di fuar
negeri;
d. bertindak sebagai pengawas fterhadap proyek-
proyek yang sebagian atan selurubnya dibiayai
oleh kantor pusat atau kantor cabangnya di luar
negeri;
¢. melakukan kegiatan promosi dalam rangka
memperkenalkan Bank;
f. memberikan informasi mengenai perdapangan,
ekonomi dan keuangan Indonesia kepada pihak
Iuar negeri atau scbaliknya;
g. membantu para cksportir Indonesia guna
memperoleh akses pasar di luar negeri melalui
jaringan infernasional yang dimiliki Kantor
Perwakilan atau sebaliknya.
(Kantor Perwakilan dilarang melakukan kegiatan -
usaha bank sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan
Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Talun 1998.
Pasal 18
(1) Kantor Perwakilan wajib menyampaikan laporan
kepada Bank Indonesia tentang debitur yang
menerima pinjaman danfatau memperoleh garansi
bank dari kantor pusat/kantor cabsngnya di luar
negeri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan |
oleh Bank Indonesia.
Pasal 19
Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap
Kantor Perwakilan untuk memastikan kepatuhan
terhadap ketentuas dalam Surat Keputusan ini.
BAB VII
PIMPINAN KANTOR CABANG,
PEMIMPIN KANTOR CABANG PEMBANTU,
DAN PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN
Pasal 20
(1) Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin
Kantor Perwakilan dapat terdiri dari warga negara
Indonesia dan/atau warga negara asing yang wajib
memenuhl persyaratan sebagai berikut:
a tidak termasuk dalam daftar orang tercela di
bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia;
b. memiliki kemampuan dalam menjalankan
tugasnya;
¢. memput penifeian Bank Indonesia yang
bersangkutan merniliki integritas yang baik,
(2) Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor
Perwakilan yang memilild integritas yang bak
sehagaimana dimaksud dalam ayat {1} huruf ¢, antara
lain adalah pihak-pihak yang:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b, mematuhi peraturan perondang-undangan yang
berlaku;
¢. memiliki komitmen yang tinggi terbadap
pengembangan operasional Kantor Cabang yang
sehat, bagi Pimpinan Kantor Cabang;
d. dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota
Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin Kantor
Pewakilan.
Pasal 21
(1) Pimpinan Kantor Cabang sekurang-kurangnya
meliputi pemimpin Kantor Cabang dan 1 (satu) orang
pejabat satu tingkat di bawah pemimpin Kantor
Cabang, ’
(2) Mayoritas anggota Pimpinan Kantor Cabang wajib
berpengalaman dalam operasional bank sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Pejabat Eksekutf,
(3)Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin
Kantor Perwakilan wajib memikiki pengetahuan
- mengensi Indonesia, terutama mengenai ekonomi,
" bahasa dan budaya.
Pasal 22
(1) Anggota Pimpinan Kantor Cabang atau pemimpin
Kantor Perwakilan:
a. dilarang merangkap jabatan sebagai anggota
dewan komisaris, direksi atau Pejabat Ekselutif
yang memerlukan tanggimg jawab penuh pada
bank, perusahaan atau lembaga lain;
b. wajib bertempat tinggal di kota tempat kedudukan
Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan., }
(2) Pemimpin Kantor Cabang dilarang memberikan kuasa
umum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas,
Pasal 23
(1) Calon anggota Pimpinan Kantor Cabang atau
pemimpin Kantor Perwakilan wajib memperolsh
persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat
dan menduduki jabatannya.
(2) Permohonan untuk memperoleh persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digjukan oleh
direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebetum
pengangkatan dilakukan, disertai dengan dokumten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a
dan huruf ¢, bagi Pimpinan Kantor Cabang atau Pasal
15 ayat (3) huruf b, huruf ¢ dan huruf d, bagi
+ pemimpin Kantor Perwakilan,
(3) Persetjuan atau penolakan atas permohonan
pengangkatan anggota Pimpinan Kantor Cabang atau
pemimpin Kantor Perwakilan diberikan selambat-
lambatnya 15 (lima belas) had sejak dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
(4) Dalem rangka memberikan persehyjuan atau
penolzkan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3), Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebemaran
“dokumen scbagaimana dimaksud dalam ayat (2);
b. wawancars terhadap calon anggota Pimpinan
Kantor Cabang atau pemimpin Kantor
Perwakilan.
(5) Laporan pengangkatan anggota Pimpinan Kantor
Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan wajib
disampaikan oleh direksi Bank kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepulub) hari
setelah pengangkatan dimaksud disahkan oleh direksi
Bank sesuai dengan format dalam Lampiran 8,
Pasal 24
Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor
Cabang Pembantu wajib dilaporkan oleh Pimpinan
Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pengangkatan dan dilampiri dengan:
a surat pengangkatan dam pemberian kuasa sebagai
pemimpin Kantor Cabang Pembantu dari Pimpinan
Kantor Cabang;
b. dokumen yang menyatakan identitas calon pemimpin
Kantor Cabang Pembantu dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) buruf
angka 1, angka 2 dan angka 3, seria Pasal 7 ayat (1)
huruf 2 angka |, angka 2, dan angka 4.
BAB VIII
PENINGKATAN DAN PENURUNAN
STATUS KANTOR
Pasal 25
(1) Peningkatan status’ dari Kantor di bawah Kantor
Cabang Perbantu menjadi Kantor Cabang Pembantn
wajib memenubi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dan Pasal 11,
(2) Pesurunan status dari Kantor Cezbang Pembantn
menjadi Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu
hanya dapat dilakukan dengan cara!
a menutup Kantor Cabang Pembantu dengan
memenuhi ketentuan Pasal 31 dan Pasal 32;
b. membuka Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu dengan memenuhi ketentuan Fasal 12
dan Pasal 13.
BAR IX
PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR
Pasal 26
(1) Pemindahan alamat Kantor Cabang dan Kantor
Cabang Pembantu hanya dapat dilakukan dengan izin
Direksi Bank Indonesia,
(2) Permohonan pemindahan alamat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diajuken oleh Pimpinan
Kantor Csbang kepada Direksi Bank Indonesia
sebelum pemindahan alamat dilaksanakan. sesusi
dengan format dalam Lampirar 9.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
wajib disertai dengan:
a. slasan pemindahan alamat dan bukti kesiapan
kantor bank termasuk sarapanya;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan
kewajiban;
c. hasil studi kelayakan mengenai tempat kedudukan
baru yang sekurang-kurangnya memuat potensi
ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang
sehat antar bank dan tingkat kejenuhan jumliah
bank.
(4) Pemindahan alamat kantor bank yang dilakukan
dalam kotamadya/kabupaten yang sama sekuraag-
kurangnya wmemenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan hurufb.
(5) Persetujuan atau penolakan atas permohonan
pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud
dalam ayat {2) diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga
putuh) hari setelah dokumen permohonan diterima
secara Jengkap.
(6) Dalam rangka memberikan persetujuan atau
penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5),
Bank Indonesia melakukan:
a, penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen;
b. analisis yang mencakup antara lain tingkat
persaingan yang schat entar bank, tingkat
kejenuhan jumlah bank, dan pemerataan
pembangunan ekonomi nasional.
(7) Pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib diumumian dalam surat kabar
yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan
kantor bank sebelumnya, selambat-lambatnya (0
{sepuluh) hari setelah tanggal izin pemindahan alamat
dari Direksi Bank Indonesia.
(8) Pelaksanaan pemindahan alamat kantor sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan selambet-
lambatmya 30 (tiga pulub) hari sejak tanggal
dikeluarkan izin pemindahan alamat dari Direksi
Bank Indonesia.
(9) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor
wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10
(sepulub) bari setelah tenggal peleksanaan
pemindahan alamat sesuai dengan format dalam
Lampiran 10.
(10) Apabils dalam jangka waktu 30 (tiga pulul) hari
setelah tanggal . izin, Kantor Cabang tidak
melaksanakan pemindahan alamat kantor, Direksi
Bank Indonesia membatalkan izin yang telah
dikeluarkan.
Pasal 27
(1) Rencana pemindahan alarmat Kantor di bawah Kantor
Cabang Pembantu wajib dilaporkan oleh Pimpinan
Kantor Cabang kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan
pemindahan alamat kantor dilaksanakan sesuaf
dengan format dalam Lampiran 11, disertai dengan
alasan pernindahan.
(2) Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah Kantor
Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan memenuhi
ketentuan atau persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3).
(3) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari seielah pemindahar dilakukan sesuai
+ dengan format dalam Lampiran 10.
Pasal 28
(1) Pemindahan alamat Kantor Perwakilan wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia,
(2) Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
disampaikan oleh pemimpin Kantor Perwakilan
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10
(sepulub) hari setelah pemindahan dilakukan sesuai
dengan format dalam Lampiran 10,
BAB X
PERUBAHAN NAMA DAN
BENTUK BADAN HUKUM
Pasal 29
(1)Perubahan nama dan/atau bentuk badan hukum Bank
wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor Cabang atau
pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia,
selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) hari setelah
perubahan nama dan/atdu bentuk badan hukum sesuai
dengan format dalam Lampiran 12 dan wajib
dilampiri dengan perubahan anggaran dasar dan/atau
dokumen perubahan nama dan/atau bentuk- badan
hukum yang telah disabkan oleh otoritas berwenang
di negara asal.
(2) Berdasarkan laporan scbagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Bank [Indonesia menerbitkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai adanya
perubahan dimaksud.
(3)Pelaksanaan perubahen nama dan/atzu bentuk badan
hukum Bank wajib diumumkan dalam surat kabar
yang mempunyai peredaran Iuas di tempat kedudukan
Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan selambat-
lambatnya 10 (sepulub) hari setelah tanggal
penerbitan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia.
BAB XI
MERGER DAN KONSOLIDASI
Pasal 30
(1) Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan wajib
melaporkan rencana merger atau konsolidasi kantor
pusainya kepada Bank Indonesia, termasuk rencana’
tindakan yang akan dizmbil oleh kantor pusat Bank
tersebut terhadap Kantor Cabang atau Kantor
Perwakilannya di Indonesia.
(2) Laporan rencana merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
disampaikan oleh Pimpinan Kantor Cabang atau
pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 30 (tiga pulub) hari sebelum
tanggal pelaksanaan merger atau konsolidasi.
(3) Laporan pelaksanaan merger atau konsolidasi wajib
disampaikan oleh Pimpinan Kantor Csbang atau
pemimpin Kantor Perwakilan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelzh tanggal
pelaksanaan, disertai ' dengan fotokopi dokumen
persetujuan merger atau konsolidasi dari otoritas
berwenang di negara asal Bank.
(4) Pelaksanaan merger atatn konsolidasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) wajib diumumkan dalam
surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat
kedudukan Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan
selambat-lambataya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pelaksanaan.
BAB XII
PENUTUPAN KANTOR
Pasal 31
(1) Penutupan Kantor Cabang Pembantu atau Kantor
Perwakilan hanya dapat dilakukan dengan izin
Direksi Bank Indonesia.
(2) Permohonan penutupan Kantor Cabang Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
Pimpinan Kantor Cabang kepada Direksi Bank
Indonesia sebelum pelaksanaan penutupan Kantor
Cabang Pembantu dimaksud sesuai dengan format
dalam Lamplran 13, disertai dengan alasan
permtupan dan langkah-langkah serta bukti
penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak
lainnya.
(3) Permohonan penutupan ~~ Kanter Perwakilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digjukan oleh
direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebelum
pelaksanaan penutupan Kantor Perwakilan dimaksud,
sesuai dengan format dalam Lampiran 14, disertai
dengan alasan penutupan dan langkah-langksh serta
bukti penyelesaian kewajiban kepada pihak lain.
(4) Persetujuan © atan penolakan -atas permohonan
penutupan kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diberikan Ll 15
(tina belas) hari setelah:
a. dokumen permohonan diterima secara lengkap;
b. berdasarkan hasil pemeriksaan, sefuruh kewajiban
Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Perwakilan
telah diselesaikan.
(5) Penutupan Kantor Cabang Pembant: sébagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib diumomkan dalam
surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat
kedudukan kantor bank selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari setelah tanggal izin penutupen dari
Direksi Bank Indonesia,
(6) Laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang
Pembantu atau Kantor Perwakilan yang telah
mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat {4) wajib disampaikan oleh Pimpinan Kantor
Cabang atau pemimpin Kantor Perwakilan kepada
Bank Indonesia selambat-lambatmya 10 (sepuluh) hari
setelah tanggal penutupan sesuai dengan format
dalam Lampiran 15.
Pasal 32
(1) Rencana penutupan Kantor di bawah Kantor Cabang
Pembantu dan/atau penghentian kegiatan kas di luar
kantor bank wajib dilaporkan oleh Pimpinan Kantor
Cabang kepada Bank Indonesia, disertai dengan
alasan penutupan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sebelum pelaksanaan penutupan kantor danfatau
penghentian kegiatan kas di luar kantor bank
dimaksud.
(2) Laporan pelaksanaan penutupan Kantor di bawah
Kantor Cabang Pembantu dan/atau penghentian
kegiatan kas di luar kantor bank scbagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan oleh
Pimpinan Kantor Cabang kepada Bank Indonesis
selambat-lambatnya 10 (sepulub) hari setelah tanggal
penutupan dan/atay penghentian kegiatan kas di Tuar
kantor bank sesuai dengan format dalam Lampiran 16.
Pasal 33
Penutupan Kantor Cabang mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku tentang Peacabutan
Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank,
BAB XIII
LAIN-LAIN
Pasal 34
Penggunaan tenaga kerja warga negara asing pada
Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor di
bawah Kantor Cabang Pembantu, atau Kantor
Perwakilan wajib mengikuti ketentuan mengenai
ketenagakerjaan yang berialu di Indonesia.
Pasal 35
Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor di
bawah Kantor Cabang Pembantu, atau Kantor
Perwakilan wajib tunduk pada ketentuan perbankan dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlakn di
Indonesia.
Pasal 36
(1) Seluruh permohonan yang disampaikan kepada Bank
Indonesia dalam Surat Keputusan ini, kecuali
permohonan persetujuan prinsip dan permohonan izin
uszha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dan Pasal 7 ayat (1), wajib menggunakan bahasa
Indonesia,
(2) Selurub laporan, baik yang dinyatakan dalam Surat
Keputusan ini maupun laporan lain yang disampaikan
kepada Bank Indonesia, wajib menggunakan bahasa
Indonesia,
(3) Petunjuk pelaksanaan operasional dan dokumen
operasional Kantor Cabang wajib menggunakan
sekurang-kurangnya bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris.
Pasal 37
Pembukaan Kantor Cabang atau Kantor Cabang
Pembantu yang akan melakukan Xegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, selain mengikuti ketentuan-
ketentuan dalam Surat Keputusan ini juga wajib
mengikuti ketentuan yang mengatur tentang bank umum
berdasarkan Prinsip Syaniah.
BAB XIV
ALAMAT PERMOHONAN IZIN DAN
PENYAMPAJAN LAPORAN
Pasal 38
(1) Permohonan untuk mendapatkan izin Direksi Bank
Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan
ini dialarnatkan kepada:
a. Direksi Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan
dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, JI.
M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Kantor
Cabang atax Kantor Perwakilan yang
berkedudukan di wilayah Jabotabek; atau
b. Direksi Bank Indonesia Up. Utusan Pengaturan
dan Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, Jl.
MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, dengan
tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat,
bagi Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang
berkedudukan di luar wilayah Jabotabek.
(2) Penyampaian laporan-laporan sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan ini dialamatkan kepada:
a. Bank Indonesia Up. Utusan Pengaturan dan
Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, JI.
M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Kantor
Cabang ‘atau Kantor Perwakilan yang
berkedudukan di wilayah Jabotabek; atau
b. Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan dan
Pengembangan Perbankan, Bank Indonesia, J.
MH. Thamrin Neo. 2, Jakarta 10110, dengan
tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat,
bagi Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan yang
berkedudukan di luar wilayah Jabotabek.
BAB XV
SANKSI
Pasal 39
(1) DKantor Cabang dan Kantor Perwakilan yang tidak
menaati ketentuan dalam Pasal 12 ayat (4), Pasal 14
ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 34,
Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 41 ayat (3) dapat
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52
Undang-undeng Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998.
(2) Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan yang tidak
menaati ketentuan dalam Pasal 9 ayst (2), Pasal 1!
ayat (2), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (4), Pasal 23
ayat (5), Pasal 24, Pasal 26 ayst (7) dan ayat (9), Pasal
27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal
30 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 31 ayat (5) dan ayat (6),
Pasal 32 ayat (2), dapat dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan Pasal $2 Undang-undeng
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998, berupa:
a. teguran tertulis dan denda berupa kewsajiban
membayar sebesar Rpl.000.000,00 (satu juta
rupiah) per hari kelambatan untuk setiap laporan
dan/atau pengumuman;
b. teguran tertulls dan denda berupa kewajiban
membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh
juta rupiah) apabila Kantor Cabang dan Kantor
Perwakilan tidak menyampaikan laporan dan/atau
pengumuman.
(3) Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan dinyatakan
tidek menyampaikan laporan dan/atau pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b apabila
Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan belum
menyampaikan laporan dimaksud setelsh 30 (tiga
puluh) hari sejak batas akhir penyampaian laporan,
(4) Setiap pihak yang tidak menaati keterituan Pasal 2
ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 15
ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2), dapat dikenakan sanksi
pidana sesuai dengan Pasal 46 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan scbagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Permohonan penutupan dan perubshan nama Kantor
Perwakilan yang telah digjukan kepada Menteri
Keuangan sebelum berlakunya Surat Keputusan ini dan
belum mendapat persetujuan atau penolakan akan
diselesaikan oleh Bank Indonesia berdasarkan ketentuan
Surat Keputusan ini.
Pasal 41
(1) Ketentuan mengenai Dana Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf ec, tidak
berlaku bagi Kantor Cabang Bank yang telah
memperoleh izin usaha sebelum berlakunya Surat
Keputusan ini.
Kewajiban Penyedizan Modal Minimum bagi Kantor
Cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
menerapkan Dana Usaha sebagai pengganti Net Inter
Office Fund sebagaimena distur dalam Surat
Keputusan Direksi tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minirsum Bank.
Penerapan Dana Usaha sebagai pengganti Net Inter
Office Fund sebagaimena dimaksud dalam ayat (2)
wajib dilaksanakan sefambat-lambatnya tanggal 31
Desember 1999,
Pasal 42
Ketentuan mengenai anggota Pimpinan Kantor Cabang
atau pemimpin Kantor Perwskilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasa} 20, Pasal 21, dan Pasal 22 tidak
berlaku bagi anggota Pimpinan Kantor Cabang atau
pemimpin Kantor Perwakilan yang telah memperoleh
persetujuan sebetumn berlakunya Surat Keputusan ini.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, semua
ketentuan yang bertentangan dengan Surat Keputusan
ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44
Surat Keputusan ini mula berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengefahuinya, memerintahken
pengumuman Surat Keputusan ini dengan
penempatannys dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Mei 1999
DIREKSI
BANK INDONESIA
—
TVRs
Achwan Subarjo Joyosumarto
weg
S107 0 (448) 20-10-98. TS
No
Lamp :
Kepada
Direks! Bank Indonesia
JIL. MH. Thamrin No. 2
JAKARTA 10110
Up. Uruser, Pengatursn dag Pengembangan Pecbankan
Perihal: Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang dari Bark
Vang Berkedudukan Di Luar Negeri
ee ————————
Dengast ini kami mengajukan permohionan untuk mendapatkan persetujusn prinsip
pembulaan Kantor Cabang di..covur vrei sninapscnense
Sebagai bahan pertimbangen bersama ini difampirkan:
1. Fotokopt akta pendirian badan Jhukum Bank, termasuk anggaran dasar yang telah
disakkan oleh instansi berwenang di negara tempat kantor pusat Bank.
2. Fotokopi izin usaha Bank yang dikeluarkan aleh otoritas perbankan di negara tempat
kantor pusat Bank,
3. Fotokopi dokumen yang menyatekan :
uw Peringkat dan Reputasi Bank;
b. Peringkat total aset Bank di dunia.
4. Surat pernyataan tidak berkeberntan unfuk mermbuka Kantor Cabang di Indonesia dari
otoritas perbarkan di negara tempat kantor pusat.
5. Laparan keuangan per tanggal terdekat.
6. Laporan Keuangan Konsolidasi 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor
akuntan publik internasional yang independen.
7. Fotokopi dokumen tentang tingkat kesehatan 2 (dus) tahun terakhir.
8. Daftar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang Jisertai dengan dokumen yang
dipersyaratkan.
5. Rencana susnan organisasi.
“% }
10. Rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama yang berisi:
a. hisil penefaghan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana;
e. rencana kebutuhan pegawai;
d. proyeksi arus kas bulanan selama 17 (dua belas) bulan serta proyeksi nersca dan
perhitungan laba rugi.
11. Dafiar nasabab/calon nasabah yang berkedudukan di Indonesia,
12. Daftar nama bank koresponden di Indonesia.
I3.Fotokopi bilyet deposito setara dengan Rp.
{... «}) 8las name Direksi
Demikian permohonan kami.
DIREKSI
ot Kantor Bank Indonesia emeeen(bagi Kantor Cabang yang beckedudukan di fuar wilayah
Jabotabek)
No.
Lamp
Kepada
Direkst Bank Indonesia
IN. MH, Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Perihal : Permohonan fzin Usaha Kentor Cabang dari Bank Yang Berkedudukan
Di Luar Negeri
Menunjuk persetujuan prinsip Direksi ‘Bunk Indonesia Nomor .......... tanggal
very dE0gEN ini kami
Nama bank : Gindsnkh dunn
Alamat Kantor Cabang : asnpabnsindbOlE
mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha Kantor Sa Bank.
Untuk melengkapi permohonan dimaksud, becsama ini kami sampaikan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
1. Daftar susuman Pimpinan Kantor Cabang disertal dengan dolumen yang
dipersyaratkan.
2. Susunan orgenisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personafia,
dalam bahasa Indonesia.
3. Fotokopi bilyet deposifo setara dengan Rp. oon (oni, J} atas
nama Direksi Bank Indonesia qq. . yang merupakan
bukt! pelunasan dari Dana Usaha yang dipersyaral
4. Bukti kesiapan operasional lainnya, antara lain berupa
La daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyews gedung kantor;
¢. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
“hh
\
waagrersenacos nrares
No
Lamp
Kepada
Direksi Bank Indonesia
JL MH. Thasarin No. 2
Perihal: Permohonan Persctujuan Prinsip Perabuksan Kantor Cabang dari Bank
Yang Berkedudukan Di Luar Negeri
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan porsetujuan prinsip
pembukaan Kantor Cabang Bheveiercernrmenmersinivn sn enne ——
Sebagal bahan pertimbangan bersama ini dilampirkan:
1. Fotokopi akin pendirian badan huknm Rank, termasuk anggaran desar yang whah
digahkan oleh instansi berwenang di negara tempat Kantor pusat Bank
2. Fotokopi zin usaha Bask yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan di negara tempat
Kantor pusat Bank.
3, Fotokopi dokurmen yang menyatakan :
a. Peringkat dan Reputasi Bank;
b. Peringkat total aset Bank di dunia,
4, Suyat pernyatasn tidak berkeberatan untuk membuka Kantor Cabang di Indonesia dari
otoritas perbankan di negara tesnpat kantor pusat.
5. Laporan keuangan per tanggal terdekat.
6. Laporan Keuangan Konsolidesi 3 (tiga) tahun terakhix yang telah diaudit oleh kantor
akumtan publik intermasional yang independen.
7. Fotokopi dokumen tentang tingkat kesehatan 2 {dua} tahun terakhir.
8. Dafiar calon anggota Pimpinan Kantor Cabang disertai dengan dokumen yang
dipersyaratkan,
9. Rencana susunan organisast.
“hk
—-
}
10. Rencana kerja Kantor Cabang untuk tahun pertama yang berisi:
a. hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
b. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana,
c. rencana kebutuhan pegawai;
d. proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan serta proyeksi neraca dan
pethitungan Taba rugi,
11. Daftar nasabah/calon nasabsh yang berkedudukan di Indonesia.
12. Daftar nama bank koresponden dj Indonesia,
13. Fotokopi bilyet deposit setara dengan Rp.
{ ) atas pama Direksi
Bank i aq.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI
co: Kantor Bank Indonesia ..........(bagi Kantor Cabang yang berkeduduksn di luar wilayah
Tabotabek)
No.
Lemp !
Kepada
Direksi Bank Indonesia
JL M.H. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Perihal : Fermohonan Izin Usaha Kantor Cabang dari Bank Yang Berkedudukan
Di Luar Negeri
Menunjuk persetujuan prinsip Direksi Bank Indonesia Nomor ....eeve. tanggal
1neeny dengan ind kami
Nama bank Fea
Alamat Kantor Cabang % .
mengajukan permobionan untuk mendapatkan izin usaha Kantor Cabang Bank.
Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
i, Daftar susuman Pimpinan Kantor Cabang disertal dengan dolumen yung
dipersyaratkan.
2. Susunan organisasi serta sistem dan prossduc kega, tenmasuk suswnan personalia,
dalam bahasa Indonesia.
3. Fotekopi bilyet deposito setara dengan Rp.
nama Direksi Bank Indonesia gg. ................
bukit pelunasan dari Dana Usaba yang dipersyaratian,
4. Bukti kesiapan operasional lainnys, antara isin berupa :
_ a. dafter aktiva tetap dan inventaris;
b. bukil kepemilikan, penguasasn stan perjanfian sewa-menyewa gedung kantor;
¢. foto gedung kantor dan tata letak rusngan;
d. contoh formulir warkat yang akan digunakan untuk operasional Kantor Cabang
Bank;
¢. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
5. Surat pernyataan tidek merangkap jabatan bagi Pimpinan Kantor Cabang.
Demikian permohonan kami.
DIREXS!
ca Kantor Bank Indonesia ............... {bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di har wilaysh
Iabotabek},
No.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Ji MH. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Perihal : Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Kantor Cabang
Memumjuk Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia Nomeor ....
tanggal ..... eeorenitoritang Pemberian Yzin Usaha Kantor Cabang Bank |
dengan ini ilaporkan bahwa kami telah memulai kegiatan tissha pada tanggal
Demikian agar snaklum,
PIMPINAN KANTOR CABANG
BANK owaimarimimmie
ce: Kantor Bank Indonesia ............... {bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di Juar wilayzh
- Jabotabek).
Lh
Ne.
Lamp :
Kepada
Direksi Bank Indonesia
BMH, Thaswin No.2
JAKARTA 10110
Dengan ini kami mengajukan permohonan isin pembukaan Kantor Cabang
Pembantu dengan alamat ......c.ovuverrerretli KOterosvoeonnn.on.. $6521 dengan rencans keria
tabunan Kantor Cabang kei,
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen-dokumen
sebagai berikut:
1. Laporan kevangan gabungan Kantor Cabang dan rincian Kualitas Aktive Produktif 2
{dua} bulan terakhir. £
2. Rencana persiapan operasional Kantor Cabang Pembantu,
3. Hasil studi kelayakan yang memuat:
2. potensi ekonomi;
b. peluang pasar;
e. tingkat persaingan yang sehat antar bak;
d. tingkat kejenuhan jurnlah bank;
©. proyeksi arus kes bulanan selena 12 (dua befas) bulan;
4. Rencanz kega Kantor Cabang Pembanty selama ........... {i.ev.e-...) bulatt,
Demikian permobionan kami,
PIMPINAN KANTOR CABANG
oe ¥antor Bask Indonesia
Tabotabek).
+. (bagi Kantor Cebarg yang berkedudukan di fuar wilaywh
“hh
acinomae (SIREN MAL Rk 100
Faihplren 3
FERHITURGAN LABA-RUGI DAN LAMA DITARAN GABUNGAN
5
s
2.1. Prost a ousted wisi rest
32. Perdapucss yubte astog
2 Pendupeiun lninnyn
24, Petupitan Sata Santor
MLA PERDA PATA OPERABIONKL, LMWYA
bus epmamensd Inkagn
uk. Boban idmintairnst dem neues
4.3. Baran pecneintis:
4.3, Pentland smarts tas 6530 proach
4, aban Ize
4.5. Bebo Ker Kanan
HUAI BEAN OFERASIONN, LAURA -/-
VERDARATAN/IEBAN OPERATIONAL BERS
PERDAPATA/ BEAN NON PRARIONAL
Fenlagaiar pin apernsiont
Beran oon gperesimnal
PENDAPATANTEERSH HOM OPURSSIONAL HERSHL
FENORPATAS {SEAS LIAR BIASA
Lebnfrugl webelnas prac parghanita
Talsiern pak pesgiiotan f+
TANAREO] TAMU BERIALAN
Bada ditmbran new] prrisde
LABA DIYARAN ARHIR PERIDOE
‘Let, fd Mik sm rnc hs IAAT aM LL MINS
= LAPORAN KOMITMER DAR XORTIHIENSL GABUNGAN
RANTOR CABANG RANK
Frailioht irda gg diderins dan bekum digesian
4. Rpish
Valin using
Fembolion valuta ashy berfangin,
Prmbellan vabita nals ford 5 blu diarirasiiar
Lan.
Jwala tagihan kymitoven
Kesendipee Sppibiar
Foaling bees Joapada ranatiah oy bekum ddr
reveals LiC yang sinh begeler dein rangi
ompaz dam chur
Hsmseptunl wan pac ates dame LAC Bedfangki
Panfiainn Yalus wing MAKES
Penfurlai: Wits doing hind yy Seuss
Litre
shams koewaliemn keosirorert
SUNLER ROMITHEN ERY
= Vetuin wang.
b. Akaepissl bless ARSESeRiSR Ret Brians,
« Lats
Hevncable LiL yong mans betjaian dalam canglx
enpor dar ckaper
Peruatun opst valuta aang
Laanys
umslah Sowden nein
| SUMLAM ROWTQLIENS SERS
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
RANTOR CARANG BARK wer omemnris
. TRRERRD opanosinnes .
Pencrapatan pads Bark lain
Surat-surat Berharge
Kredit yang dibarikan
a Fibak tered! dengan bank
« Jersdit properti
= kredit yang direstriturisasi
b. Pihak bain.
- Jeredlit prapests
+ redit yang diresirukturisesi
Penyeriamn
& Pode pernsuhaan keuangan
b Dadar rangle restruldurissst kredie
- Transakai Rekening Administratid
4
No.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
JL MH. Thamrin No.2,
Perhal: Laporan Pelaksanazn Pembukaan Kantor Cabang Pembantu
oer en bene eens
Berdasarkan surat izin pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari Direksi Bank
Indonesia Nomor ,.vuuviisas... tanggal .. dengan ini dilaporkan bahwa Kantor
Cabang Pembantu kami di ....... .. secara resmi telah dibuka pada
tanggal ... RRS
" Demikian agar maklurs.
PIMPINAN KANTOR CABANG
cer - Kantor Bauk Indonesia ......ceevennen (bagi Kantor Cabang yang berkedudukan di luar wilayah
Jabotatiek).
t,t
No.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
JL MH. Thamrin No.2
Perilinl : Laporan Pelalesanaan Pembuksan Kantor di bawsh Kantor Cabang Pembantu
+ - dan Kegiatan Kas di Loar Kantor Bank
Menunjuk surat kami Nemor ............. tanggal .............. peribal ...... Een , dan
sesuai dengan rencana kerja fahunan Kantor Cabang kami, dengan ini dilaporkan bahwa telah
dilaksanskan pemnbukasn / pelaksanaan kegietan :
Demikian agar maklum,
” PIMPINAN KANTUR CABANG
BANK een pranitiasin
¢ * Kentor Bank Indoncsia ............... {bagt Kantor Cabang yang berkedudukan di fuar wilsyah Jobotabek).
*) untuk kegiatan lainnys agar disebuikan jendsnya
5
No.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
JL MH. Thamrin No.2
JAKARTA 100810
Peeihal 1 Laporan Pengangkatan Pimpinau Keator Cabang/pemimpin Kantor
Perwakilan®)
Berdasarkan surat persetjusn Direksi Bank Indonesia Nomor coer... tanggal
CITT perihal .............. dengen ini dilaporkan telsh diangkat Pimpinan Kantor
Cabang/pemimpin Kantor Perwakilan®) sebagai berikut :
Nama Jabatan
Terlawnpir kami sampaikan dekumen-dokumen yang dipersysratkan,
Demnifdan ager maklum,
DIREKSE
J BANK .
ot Kantor Bark Indonesia v..veenennss (bagi Kardor Cabang yuig berkechudukan i Tuar witayah Jabatabok).
+) ort yang tidak perfu
mpiran ?_Sural mugen Direksi Bank Indonesia 2/ 37 al 1.199%
No.
Lamp :
Kepada
Direksi Bank Indonesia
Il. MLH, Thamrin No.2,
JAKARTA 10110
Perihal : Permohonan Izin Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor Cabang
Pembantu *}
Dengan ini kami mengsjukee permohonan persetujuan cai alamat
Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu *) yang semula beralmmat di
. - mead b beralmmat di a
pngan asan Stage
disertai data-data sebagai berticut:
1. Bukti-bukti kesiapan operasional kantor, ternasuk sarananya.
2. Rencana penyelosaian atau pengalihan tagthan dan kewajiban
3. Hasil studi kelayakan mengenai tempat kedndukan kantor bank yaitu: +)
2 potensi ekonomi; }
b. pelueng pasar;
©. tingkat persaingan yang sehat antar bank;
d. tingkat kejenuhan jumlah bank.
Demikian permohonan kami.
PIMPINAN KANTOR CABANG
ec : Kantor Bank Indonesia pada alamat scbelummya dan alanmt yang baru (bagi Kantor
. Cabang/Pexwakilan yang hetkedndukan di lvar witayah Jabotabek)
" caret yang tidak perfu
*y Apabile perindaban alamat &f Juar kabupatenfotamadya asl A) b
~~
Lamp :
Kepada
*
Bank Indonesia
JI MH. Thamrin No.2
Peribal: Laporan Pelaksangan Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kanter
co Cabang Pembantw/ Kantor di bawah Kantor Cabang Pernbantu/Kantor
Perwakilan*}
Dengan ini kami laperkan sebagai berikut |
Berdasarkan surat izin pemindshan alamat Kantor Cabang / Kantor Cabang
Pembantu®) dari Direksi Bank Indonesia NOMOT ..cvvverrreerersinneenn nd tanggal.........
waren telat kami laksanakan kepindshan alamat kantor pada tanggal
dengan informasi :
Alamat lama coll Telp. ... Telex . «Fax.
Alamat baru Hosavoronggl Telp. ... oo Telex Line. Fax oo,
Menunjuk surat kami nomor .........tanggal .......... perifal coo... telah kami
{aksanakan kepindahan alamat Kantor di bawah Kantor Cabang Fembantu / Kantor
Perwakilan *) pada tanggal .. dengen informasi
Alamat lama ....Telp. . oo Telex
Alamat baru Eel.
Demikian agar aklum.
PIVIPINAN KANTOR CABANG/PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN®)
BANK. .......oorimarernrennan Cree,
. Kanter Dank Indonesis peda slamat scbeumnga den slamat yang bare (bagi Kantor
Cabeng/Kantor Perwskilan yang berkedudukan di luar witaysh Jabotabek)
caret yang tidak perin
ht
No.
Lamp :
Kepads
Bank Indonesia
Ji. MH. Thamrin No.2
Perihat: Rencana Pemindzhan Alamat Kantor & bawah Kantor Cabang
Pembantu
Dengan ini dilaporkan bahwa kantor kami df .......cco.ooereceernenen.akon kami
pindahkan dengan data-data sebagai berikut :
1. Alamat lama 35 vennassies Telp. coniconenn. Telex nnn Fax ee. i
2. Alamat barn Dvveeeses Teper Tele nn Fax,
3. BAI 0 SA SR.
5. Hasil studi laste mengenai tingat wndian jas bank apabila pemindahan
dilakukan di fuar Kabupaten/Kotamadya tempat kedudukan semula.
Demikian agar maklum.
PIMPINAN KANTOR CABANG
BANK ..
oc : Kantor Bank Indonesia pada alomat sebelumnys dan alamet yang bara (bagi Kantor Cabang yang
barkedudukan di lier wilayah Jabotabek)
Sh
Ne.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Ji, MH. Thamyin No.2
AKAR 16
Dengan ini dilaporkan bahwa bark kami dengan nama/bentuk hulkum*)
-osejek tanggal Loe telah berubah nama/bentuk huknm*) menjadi
a8 .. dan telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang di nega asal Bank
sesuai dokumen terlampir.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kami mohon kepada Bagk Indonesia untuk
memberlakukan fzin ussha bagi Kantor Cabang/bentuk hukurn®) ........... kepada Kantor
Cabang/bentuk Bukum®) ........co.vovvevivinoreen v
Demikian permahonan kami.
PIMPINAN KANTOR CABANG/PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN®)
BANK.
oe Kantor Bank Indonesia ......... {bagi Kantoe Cabang/Kantor Perwskilan yang beckedudukan di
luar wilaysh Jahntabek)
*} cote yang tidak perfy
54k
ampiran 13 Surat Keputusap Dizeksi k 7 /KEP, Mei 1999
EE 13
No.
Lamp :
Kepada
Direksi Bank Indonesia
J. MH. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Peribal © Permohonan Izin Penutupan Kantor Cabang Penbantu
Dengan ini kami menpajukan Jemchona izin A kantor yang beralamat
ry dengan alasan _. SO
Secbagal bahan pertimbangan kami fi I dan bukti
penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya.
Demikian permobonan kami,
PIMPINAN KANTOR CABANG
BANK ....
ce: Kantor Bank Indonesia cov... {bagi Kantor Cabung yang berkedudukan di luar wilayeh
+ Jabotabek)
25k
Lampiean 14 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Norvor 7 fnpga i 1999
Lampiran 14
No.
Lamp
Kepada
Dircksi Bank Indonesia
JI MH. Thamrin No.2
Peribal : Pej zin Penn or Perwa
Dengan imi kami mengajukan pecmshiunze. 2 izin I pemiugan Kantor Perwakilan
Bank kami yang beralamet 8... coeveee. dengan alasan
"goog & bahan + gedinmngi kal sumpaikan langkah-langkals dan bukd
penyelesaian kewajiban kepada pihak fain,
Demikian permohonan kami.
DIREKSY
© Kantor Bank Indonesia ..
Jabotabek).
« (bagi Kantor Perwakilan yang berkedudukan di liar wilayah
£4}
Lampiran 15 Surat Keputusan Diceksi Bank Indonesia Nowor 32/37 /KEP/DIR tanagal 12 Mej 1990
Lampirap 15
Ne.
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
JI. M.H. Thamrin No.2
Perihal 1 Laporan Pelsksanasn Penutupan Kantor Casbang Pembante/Kantor
Perwakilan®)
Berdasarkan surat izin Direksi Bank Indonesia tentang peautupan kantor Nomor
2% ... tanggal ... dengan ini dilsporkan bahwa Kantor Cabang
Pembantu / Kantor erwekilan *) kami yang beralamat di
5 tell kami tatup pada tanggal
Demikian ager maklum,
PIMPINAN KANTOR CABANG/DIREK SI BANK*}
© Kantor Bank Indonesia .............. (bagi Kantor Cabagniantor Pervakilan yang berkedudukan }
di lnar wilaysh Jabotabek)}
La 4 coe yang tidak perl
Kepada
Bank Indonesia
11. MH. Thamrin No.2
JAKARTA 10318
Ub. Urusan Peneaturan dan Pengembangan Perbankan
Perihal : Laporan Pelaksanwan Penutupas Kantor di bawah Kantor Cabang
so Pembantuw/Penghention Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank *)
Menuntjuk surat kami Nomor .......icevvieenee tanggal oie. perihal
rasrensenenss , dengan ini kami laporkan bahwa telah dilaksanakan penutupan / penghentian
Kegiatan Lain™)
Demikian agar maklum,
PIMPINAN KANTOR CABANG
ce: Kantor Bank Indonesia
Jabotabek)
» Uttar kegfutan lainnya agar disebutkan jendtnya
+. (bagi Kantor Cabeng yang berkedudukan di lnar wilayeh
Bh}
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 32/37/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR PERWAKILAN DARI BANK YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR NEGERI </reg_title>
<set_date> 12 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 12 Mei 1999 </effective_date>
<related_reg> '10/UU/1998', '32/34/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999', '7/UU/1992', '13/UU/1968', '24/PP/1999', '32/33/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XV' </penalty_list>
|
SK DIR ini dicabut oleh: PBI No.9/17/PBI/2007 tgl.04-12-2007 bagi BPR berdasarkan prinsip
DIREKSI
No. 30/12/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
TATACARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang © a bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak
yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat
pengguna josa bak maupun Bank Indonesia selaku pembiria dan
pengawas bank;
b. bahwa dengan pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang
keuangan dan perbankan maka telah terjadi perubahan yang eukop
berpengaruh terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan
Kesehatan bark, termasuk kesehatan Bank Perkreditan Rakyat;
c. babwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menyempurnakan
tatacara penifaian’ tingkat keschatan Bank Perkreditan Rakyat
dalam Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia;
0-180 © fad - 507 - 12-9 + 51
DIREKSI Halaman . 2
BANK INDONESIA
Mengingat © ©. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral
(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2865);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
{L.embaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Nomeor 3472);
3. Peraluran Pemerintsh Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3504);
4, Peratwran Pemerintah Nomor 72 Tshun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 119, Tambaban Lembaran Negara Nomor 3505);
MEMUTU SKAN
Menetapkar ©: SURAT KEPUTUSAN DIREKSE BANK INDONESIA
TENTANG TATACARAPENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Bank adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1972 tentang Perbankan,
Pasal 2
(1) Tingkat keschatan Beck pada dasarnya dinilai dengan
pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengarub
terhadap kendisi dan perkembangan suatu Bank,
(2) Pendekatan kualitatif sebagaimana dimaksod dalam ayat (1)
dilalukan dengan penilaian terhadap faktor-fakior permodalan,
kualitas aktiva produkiif, mavajemen, rentabilitas dan
likuiditas.
(3) Setiap faktor yang dinilai scbagaimaria dimaksud dalam ayat (2), terdiri atas beberapa komponen sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I Surat Keputusan ini.
Pasal 3
Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) pada tabap pertmma dilakukao dengan
mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat 3).
Pasal 4
(1) Faktor dan komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dan Pasal 3 diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh
terhadap keschatan Bank, dan fercantum dalam Lampiran 1
Surat Keputusan ini.
(2) Penilaian foktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit
(reward system) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampa
dengan 100.
(3) Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat dikurangi dengan nifai
kredit atas pelaksannan ketentuan-ketentuan yang sanksinya
dikaitkan dengan penilaian tingkat keschatan Bank,
Pasal 5
(1) Hasil kuantifikasi dari komponen-komponen sebagaimana
dimaksud datam Pasal 3 dan Pasal 4 dinilal lebih lanjut
dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang
secara materiil berpengarsh terhadap kondisi dan
perkembangan masing-masing faktor.
(2) Berdasarkan penilsian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan empat predikat tingkat kesehatan Bank sebagai
berikut :
a. Sehat;
b. Cukup Sehat;
¢. Kurang Schat;
d. Tidak Sehat.
Pasal 6
Predikat tingkat keschatan Bank yang sehat atau cukup schat atau
kurang sehat akan diturankan menjadi tidak schat apabila terdapat ;
a. perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbaikan kesulitan
dalam Bank yang bersangkutan;
b. campar tangsn pihak-pihak di lear Bank dalam kepengurusan
(manajemen) Bank, termasuk di dalamnya ketjasama yang tidak
wajar yang mengakibatkan salah satu atan beberapa kantornya
berdiri sendiri;
c. “window dressing” dalam pembukuan dan atau laporan Bank yang
secara materiil dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan
Bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap
Bank;
d. prakiek “bank dalam bank” atau melakuken wsaha bank di fuar
pembukuan Bank;
e. kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memenuhi kewajibannya kepada pihak keliga; atau
f. praktek perbankan lain yang menyimpsng yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank dan/atan menurunkan
kesehatan Bank. ;
BAB II
PELAKSANAAN PENILAIAN
Faktor Permodatan
Pasal 7
(1) Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio
modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurnt Risiko (ATMR)
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor = 26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban
Penyediaany Modal Minimum Bank dap Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 26/2/BPPP tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Bagi Bank Perkreditan Rakyat masing-
masing tanggal 29 Mei 1993.
(2) Penilaian terhadap pemenuban KPMM ditetapkan sebagai
berikut : .
a. pemenuban KPMM sebesar 8% diberi predikat “Sehat”
dengan nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0,1%
dari pemenahan KPMM scbesar 8% nilai kredit ditambah
1 hingga maksimum 100;
b. pemenuhan XPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9%
diberi predikat “Kurang Sehat” dengan nilai kredit 65 dan
untuk setiap pesurunan 0,1% dari pemenuhan KPMM
sebesar 7,9% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum ©.
Faktor Kualitas Aktiva Preduoktif
Pasal 8
(1) Penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
didasarkan pada 2 rasio yaitu :
a. rasio Aktiva Produktif Yang Dillasifikasikan terhadap
Aktiva Produktif,
b. rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif wang
dibentuk olch Bank terhadap Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif yang wajib dibentuk oleh Bank.
(2) Aktiva Produktif, Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan serta
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 26/4/BPPP tentang Kualitas Aktiva Produktif
dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
masing-masing tertanggal 29 Mei 1993, sebagsimana telah
diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bapk Indonesia
Nomor 26/167/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 26/9/BPPP tentang Penyempurnaan Pembentukan
Penyisthan Penghapusan Aktiva Produkiif masing masing
tanggal 29 Maret 1994.
(3) Rasio Aktiva Produktif Yang Dikiasifikasikan terhadap Aktive
Produktif schagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
sebesar 22,5% atan jebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap
penurunan 0,15% mulai dari 22,5% nilai kredit ditambah 1
dengan maksinum 100,
(4) RasioPenyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk
oleh Bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang wajib dibentuk oleh Bank sebugaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b sebesar 0% diberi uilai kredit 0 dan untuk
setiap kenaikan 1% dimulai dari 0 nilal kredit ditambaly §
dengan maksimvm 100.
Fakior Manajemen
Pasal 9
(1) Penilaian torhadap faktor manajemen mencakup 2 (dua)
’ komponen yaitu manajemen unum dan menajemen risiko,
dengan mengpunakan daftar pertanyaan/pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 Surat Keputusan ini.
(2) Jumlah pertanyaan/pernyataan. ditetapkan sebanyak 25 yang
terdiri atas 1@ pertanysaw/pernyataan manajemen umum dan
15 pertanyaan/pernyataan manajemen risiko.
(3) Skala penilaian untuk setiap pertapyaan/pernyataan ditetapkan
antara 0 sampai dengan 4 dengan kriteria :
a. milai 0 mencerminkan kondisi yang lemah;
b. nilal [, 2 dan 3 mencerminkan kondisi antara;
¢. nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik,
Fakior Rentabilitas
Pasal 10
(1) Penilajan terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua)
rasio vaitu :
a. rasic Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir
terhodap Rata-rata Volume Usaha dalam periode yang
sama;
b. rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap
Pendapatan Operasional dalam periode yang sama.
(2) Rasio Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap
Ratarata Volume Usaha dalam periode yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat {1) huruf a sebesar 0% atau
negatif diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenatkan 0,015%
mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
(3) Rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap
Pendapatan Operasional dalam periode yang sama
scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar 100%
atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan
sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100,
Faktor Likuiditas
Pasal 11
(1) Pepilafan terhadap faktor fikuiditas didasarkan pada 2 (dua)
rasio yaitu :
a. rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar;
b. rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank
(2) Alat Likuid schagaimana dimaksud dalam ayat (1) howl a
meliputi kas dan penanaman pada bank lain dalam bentul
giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank lain pada
Bank,
(3) Hutang Lancer sebagaimave dimaksud dalam ayet 1 huruf a
meliputi Kewajiban Segera, Tabuogan dan Deposito.
(4) Kredit scbagaimana dimaksud dalam ayat I huraf b
meliputi :
a. kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan
bagian kredit sindikasi yang dibjayai bank lain;
b. penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang
diberikan dengan jangka waka lebih dari 3 (tiga) bulan;
©. penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam
rangka kredit sindikasi.
(5) Dana Yang Diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
huraf b meliputi :
a. Deposito dan tabunpan magyarakat ;
b. Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih
dari 3 (tiga) bulan (dius pinjaman subordinasiy;
c. Deposito dan pinjaman dari bank fain dengan jangka waku
lebih dari 3 bulan;
d, Modal int; dan
e. Modal Pinjaman.
(6) Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar sebagnimana
dimaksud dalam ayat | hurof a sehesar 0 % diberi nilai kredit
0 dan untuk setiap kenaikan 0,05 % nilal kredit ditambah |
dengan maksimum 100.
(7) Rasio Kredit terhadap Dana Yang Dilerima oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar 115%
atau lebih diberi nilaf kredit 0 dan untuk setiap pengrunan 1%
mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan
maksimum 100.
Pelaksanaan Ketentsan Lain
Pasal 12
(1) Sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) pelaksanaan ketentudn yang
sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan Bank
adalah pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK).
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dihitung berdasarkan fumlah - kemulatif
pelanggaran BMPK kepada debitw individual, debitur
kelompok dan pihak terkait dengan Bank, terbadap modal
Bank.
(3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (2) mengurangi nilai
kredit hasil penilaian tingkat keseltatan dengan perhitungan :
a. untuk setiap pelanggaran BMPK, nila kredit dikurangi 5;
dan
b. untuk setiap 1% pelanggaran BMPK nilai kredit dikurangi
tagi dengan £,03 dengan maksimum 10.
BAR III
HASIL PENILAIAN
Nilai Kredit dan Predikat Tiagkat Kesehatan
Pasal 13
(1) Atas dasar nilai kredit dari faktor-fakior yang dinilai
sehagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 11
diperoleh nilai kredit gabungan.
(2) Nilai kredit gabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
setelah dikurangi dengan nilai kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 diperoleh hasil penilaian tingkat kesehatan.
(3) Penilaian tingkat kesehatan scbagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditewpkan dalam empat golongan predikat tingkat
kesehatan Bank sebagai berikut :
a. nilai kredit 81 sanpai dengan 100 diberi predikal Schat.
b. nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi
predikat Cukup Sehat.
c. nilai kredit 51 sampal dengan kurang dari 66 dibert
predikat Kurang Sehat.
d. nilai kredit 0 sampai dengae karang dari 51 diberi predikat
Tidak Sehat.
BAB IV
PENUTUP
Pasal 14
Ketentuan-ketentuan dalam Surat Keputusan ini belum
diberiakukan bagi Bank Desa dan Lumbung Desa yang didirikan
berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357, Rijksblad Tahun
1937 Nomor 9 dan Rijksblad Tahun 1938 Nomor 3/1
Pasal 15
Pelaksanaan tata cara penilaian tingkat keschatan Bank
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan ini berlaku mula
penilaian bulan April 1997.
Pasat 16
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
aa BY
BIAOTD (548) - 305. 93. 86. 1
DIREKS! Halaman 13.
BANK INDONESIA
Agar setiap orang mengetabuinya, memerintahkan pengumuman
Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 April 1997
DIREKSI #
ANK ho
a fudin Nuodin Btu 8 z
ADD AE - 301-12 95-81
Lampiran 1 SK DIR. BI Nomor 30/ 12 /KEP/DIR tanggal 30 April 1997
| Poker one dail
| 1. Permodalan
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang
mentrut rigike
a. Ragio akpiva produktif yan
Giklnsjfikasikan crhadap skid |
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva
Produvnt (en beni terladap
penyisihan penghapusan aktiva
produkdif yang wajth dibentuk
. Manajemen Umum
Manajemen Ristko
. Ragjo laba terhadap rata-rata volume
usaha .
. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatar’ operasional
. Rasio alat likuid terhadap hutang
lancar
. Rasip kredit terbadap dama yang
diterima
Lampiran 2 SK DIR BI Nomor 30/A2/KEP/DIR tan,
PERTANYAAN / PI ATAAN M, N BAN] REDITA]
1. MANAJEMEN UMUM
A. STRATEGI / SASARAN
1. Renwana ketja tabunan bank digunakan sebagai dasar acuan kegiatan usaha bank
selama 1 tahun,
B.STRUKTUR
2. Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan sefurub kegiatan bank dan tidak
terdapat jabatan kosong atau perangkapan jabawan yang dapat mengpanggu
kelancaran pelaksanaan tugas.
3. Bank menuliki batasan tugas dan wewenang yang jelas uniuk masing-masing
karyawannya yang tercermin pada kegiawn operasionalnya.
C.B3ISTEM
4. Kegiatan operasional dari pemberian kredit telah dilaksanzkan sesual dengan
sistim dan prosedur tertulis.
5. Pencatatan setiap transaksi dilakukan secara akuras dan laporan keuangan disusun
sesuai-dengan standar akuntansi keuanpan yang berlaku.
6. Bank mempunyai sistim pengamanan yang baik terhadap semua dokumen penting.
7. Pimpinan semantiasa melakukan pengawasan terhadap perkembangan . dan
pelaksanaan kegiatan bawahaonya.
“
D. KEPEMIMPINAN
0.
Peagambilan keputusan-keputusan yang bersifat operasional dilakukan oleh direksi
secary indepeaden.
Pimpinan bank komit untuk menangani permasalahan bank yang dihadapi seria
sepantiasa melakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Ditekst dan karyawan memiliki terib kerja yang melipudi disiplin kerja sents
komitmen dan didukung sarana kerja yang memadai dalam melaksanakan
pekerjaan.
H. MANAJEMEN RISIKO
A. RISIKO LIKUIDITAS (LIQUIDITY RISK}
HH.
12.
Bank melakukan pemantauan dan pencatatan tagihan dan kewajiban yang jatuh
tempo untuk mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan likuiditas.
Bank senantiasa memelibara likuiditas dengan baik.
B. RISIKQ EREDIT (CREDIT RISK)
13.
14.
15.
Dalam memberikan kredit bank imelakukan analisis terliadap kemampuan debitur
untuk membayar kembali kewajibannya,
Setetah kredit diberikan bank melakukan pemantauan terbadap penggunaan kredit,
serta kepminpuan dan kepatuhan debitur datam mememhi kewajibanoya,
Baik melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan.
C. RISIKO OTERASIONAL (OPERATIONAL RISK)
16.
Bank menecapkan kebijaksanaan pembentukan penyisihan penghapusan piutang
berdasarkan prinsip’ kehati-hatian.
£
17.
18.
19.
0.
21
22.
23.
24.
Bank tidak menetapkan persyaratan yang lebih ringan kepada pemili/pengurs
bank untuk memperoleh fasilitas dart bank.
Pimpinan semantiasa melakukan tindak-lanjut secara efek!if terhadap temuan hasil
pemeriksaan oleh Bank Indonesia. :
. RISIKO HUKUM (LEGAL RISK)
Perjanjian kredit tefah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baok telah memastikan bahwa agunan yang diterina wlah memenohi persyaratan
ketentuan yang berlaku.
Bank menatwsahakan secara batk dan aman blangko bilyet deposito dan bukn
tabungan yang belum digunakan (kosong), dan blangko bityet deposizo yang telah
dicairkan dananys serta bukn tbungan yang dikembalikan ke bank karema
rekeningnya telah ditstup.
. RISIKO PEMILIK DAN PENGURUS (OWNERSHIP AND MANAGERSHIP RISK}
Pemilik bank tidak mencampuid kegiatan operasional sehari-hari yang cenderung
menguungkan kepentingan sendiri, keluarga atau grupnya sehingga merugikan
bank.
Pemilik bask mempunyai kemmmpuan dan kemauan untuk meningkatkan
permodalan bank sehingga senantiasa mernenubi ketentuan yang betlaku,
Direksi bank di datam melaksanakan kegiatan operasional tidak melakukan hal-hal
yang cenderung menguntungkan diri-sendiri, keluargs dan grupnya, atau
berpotensi akan merugikan bank.
Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
direksi dalam batasan tugas dan wewenang yang jelas, yang dilakukan secara
efekiil.
{
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 30/12/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997 </reg_id>
<reg_title> TATACARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 30 April 1997 </set_date>
<effective_date> 30 April 1997 </effective_date>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '71/PP/1992', '72/PP/1992' </related_reg>
|
BANK TNDONESIA
No. 28/76/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA TERHADAP BANK
OLEH BANK INDONESIA
DIREKST BANK INDONESIA,
Henimhang i a. bahwa kesehatan bank sebagai lembaga
kepercayaan Yang terutama bekerja dengan
dana dari masyarakat wajib dipelihara
guns kelangsyngan usahanya, terutama oleh
pikak pengelola dan pemilik bank;
b. bahwa dalam rangka memelihara kesehatan
bank tersebut, Bank Indonesia berwenang
untuk membina dan mengawasi bank termasuk
melakukan pengussaan sementara terhadap
bank yang mengalami kesulitan yarig
membahayakan kelangsungan usahanya;
a. hahwa tindakan panguasasan sementara
terhadap bank termaksud diperlukan, agar
.
BL 10D D (ARG) «26 — 9 «8% - gop,
Terma wan
BANK INDONESIA
Mengingat
1.
Halgman oo.
Bank Indonesia dapat secara -intensif
melaksanakan pénelitian terhadap berbagai
permasalahan dan penyimpangan yang
terjadi untuk melindungi kepentingan
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang
menyimpangi peraturan perundang-undangan
vang berlaku;
Dahwa berhubung dengan itn, dipandang
perlu untuk menetapkan ketentuan tentang
tindakan penguasaan sementara terhadap
bank oleh Bank Indonesia dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia;-
Undang-undang Nomor 13 Pahun 1968 tentang
Bank Sentral) {(Lembaran Negara Tahun 1968
Nomoy 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2865}; ’
. Undang~undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 199%
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3472) ;
MEHUTUS KAN
Menetapkan © SURAT | KEPUTUSAN DIREKST BANK INDONESIA
TENTANG TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA
TERHADAP BANK OLEH BANK INDONESYA
SJRERSH
BANK INDONESIA
Halaman ......
Pasal 1
Dalam hal suatu bank mengalami Xesulitan
-Yang membahayakan kelangsungan usahanya,
maka Bank Indonesia dapat : ..
a. melakukan tindekan sgar :
1. pemegang saham menambah modal;
2. pemegang saham mengganti dawan
komisaris dan atau direksi bank;
3. bank menghapusbukukan kredit yang
macet dan memperhitungkan kerugian
bank dengan modalnya: .
4. bank meleskukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain;
5. bank dijual kepada pembeli vang
bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban;
b. mengambil <tindskan lain sesuai dengan
paraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 2
(1) Tindakan laip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 buruf Bb antara lain adalah
Penguasaan samentara terhadap bank oleh
Rank Indonesia;
(2) Tindakan penguasaan sementara terhadap
. bank - oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam ayat {1}, tidak
dimaksudkan untuk dan tidak dapat
diartikan sebagai :
a. mengambil - alih tenggung Jjawab
perbuatan perbuatan penyimpangan atay
pelanggaran yang dilakukan oleh Qewan
komisaris dan atau diveksi lama.
b. mengambil alih hak dan kewajiban
bank.
Pasal 3
Bank Indonesia melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 apabila
berdasarkan penilajan Bank Indonesia
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pagal 1
huruf a tidak dapat mengatasi kesulitan vang
membahavakan kelangsungan usahanya dan atay
keadaan bank sodah cenderung membahayakan
sistem perbankan.
Pasal 4
Tindakan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dilakukan dengan menerbitkan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
TwAnERNSE
BANK INDONESIA
tentang antara lain penguasaan sementara
terhadap bank, pembekuan dewan komisaris dan
atau direksi bank, ‘dan pengangkatan dewan
komisaris dan atau direksi sementara oleh
Bank Indonesia, serta disampaikan secara
tertulis kepada bank yang bersangkutan.
Pasal 5
Dewan konisarie dan atau direksi bank yang
telan dibekukan :
&. tidak dapat lagi melakukan perbuatan
hukom untuk dan atas nama bank sejak
tanggal berlakunya . Suf#t Keputusan-
Direksi Bank Indonesia tentang pembekuan
dewan komisaris dan atau direksi bank;
dan
b. tetap bertanggung jawab baik bersama-~sama
maupun sendiri sendiri terhadap semua
perbuatan hukum vang dilakukan sebelum
tanggal berlakunya Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia tentang .pembekuan
dewan komisaris dan atau direksi bank;
‘dan
©. 'wajib membantu dewan komisaris dan atan
direksi baru melskukan inventarisasi
mengenai hak dan kewa jiban bank serta
momberikan A
man Em
BANK HNOONESIA
Er rar elaras cna a pm a
Halaman
memberikan informasi lain Yang
diperlukan.
Pasal 6
. Sebagal. tindak lanjut gary’ tindakan
| penguaszaan sementara terhadap bank, Bank
Indonesia dapat melakukan satu atau beberapa
tindakap :
a. melakukan upaya . dan tindakan
menyelamatkan bank, tsrmasuk mengalihkan
sebaglan atau Seluruh kepemilikan bank
kepada investor baru; :
Bb. mengambil tindakan terhadap pihak-pihak
yang melakukan penyimpangan dengan
menjatuhkan senksi administratif dan atau
melaporkan kepada yang berwaiib;
Pasal 7
Apabila tindakan penguasaan sementarsa
terhadap bank oleh Bank Indonesia telah
dapat memulihkan kesehatan bank yang
bersangkutan, maka Bank Indonesia
menyerakkan pengelolaannya kepada dewan
komisaris dan atal direksi yang diangkat
oleh para peregang saham yang telah
disetujul oleh Bank Indonesia.
Pasal 8
Apabila menurut ‘penilaian Bank Indonesia
keadaan suatu bank telah sangat parah dan
tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan-
tindakan sebagalmana dimaksed dalam Surat
Reputusan ini, Bank Indonesia mengusulkan
kepada Menteri Keuangan untuk mensabut dzin
usaha hank yang bersangkutan.
Pasal 9
Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman Surat Keputusan ini
dengan Denempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Oktober 1995
DIREKSY
# PANK INDONESIA Pa
Hendrobudiyanto Heru Soepraptomo
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 28/76/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995 </reg_id>
<reg_title> TINDAKAN PENGUASAAN SEMENTARA TERHADAP BANK OLEH BANK INDONESIA </reg_title>
<set_date> 3 Oktober 1995 </set_date>
<effective_date> 3 Oktober 1995 </effective_date>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992' </related_reg>
|
DIREKSI
No. 32/54/KEP/DIR
BANK INDONESIA
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
TATA CARA
PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN
DAN LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT
DIREKSI BANK INDONESIA
bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin
Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bark,” periu
dilakukan penyesuaian ketentuan tentang tata cara
pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank
perkreditan rakyat;
bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk
menetapkan peraturan tentang Tata Cara Pencabutan
Izin * Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank
Perkreditan Rakyat dalam Surat ‘Keputusan Direksi
Bank Indonesia; :
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2387),
2 tte,
DIREKS1
BANK INDONESIA
Menetapkan
“Halaman
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
3. Undang-undang Nomor 7 Tzhun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tamibahan Lembaran Negara Nomor 3472)
* sebagaimana telah diubah -dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tzhun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
~Nomor 3790);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
~ 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3587); }
6. Peratiran Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi
Bank (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3831);
MEMUTUSKAN :
SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
- INDONESIA TENTANG TATA CARA
PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN
LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT.
2.
DIREKSI Halaman . 3.
BANK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
‘Dalam Surat Keputusan ini yang dimaksud dengan:
a4 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut
BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1+ angka 4 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998;
b. Kreditur adalah setiap pihak yang memiliki piutang
atau tegihan kepada BPR, termasuk nasabah
penyimpan dana;
c. Pengurus BPR adalah direksi dan dewan komisaris
bagi BPR. yang berbentuk hukum perseroan terbatas
atau yang dipersamakan- dengan itu bagi BPR yang
berbentuk hukum koperasi atau perusahaan daerah;
d. Tim Pengelola Sementara adalah pihak yang
menjalankan fungsi direksi BPR sampai dengan
terbentuknya Tim Likuidasi apabila direksi BPR yang
dicabut izin usahanya tidak bersedia melaksanakan
tugas dan kewajiban atau dalam keadaan tidak hadir;
e. Rapat Umum Pemegang Sgham adalah organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada direksi dan dewan komisaris,
termasuk dalam pengertian ini adalah Rapat Anggota
bagi badan hukum berbentuk Koperasi;
f Likuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh
hak dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan
izin uszha dan pembubaran badan hukum BPR;
g. Tim Likuidasi adalah suatu tim yang bertugas
melakukan Likuidasi BPR yang dicabut izin usahanya;
h. Neraca Penutupan adalah laporan keuangan yang
memuat posisi kekayaan dan kewajiban BPR termasuk
rekening administratif pada tanggal pencabutan izin
usaha yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku;
i: -Neraca Verifikasi adalah neraca awal yang dibuat oleh
Tim “Likuidasi berdasarkan Neraca Penutupan BPR
dalam _ likuidasi, yang memperhitungkan/memuat
sekurang-kurangnya: .
posisi- harta kekayaan berdasarkan nilai aktual
yang diperkirakan dapat direalisasikan;
2.7 posisi - kewajiban setelah berakhirnya jangka
:;:-waktu pengajuan tagihan atau piutang oleh
~Kreditur;
jo Neraca Akhir Likuidasi adalah neraca yang memuat
posisi kekayaan dan kewajiban BPR setelah Tim
Likuidasi. menyelesaikan seluruh- tugasnya, yang
disusun sesuai dengan Standar Akuntansi erpogns
yang berlaku.
BAB II
_PENCABUTAN 1ZIN USAHA DAN PEMBUBARAN
BADAN HUKUM
Pasal 2
Pencabutan izin usaha BPR dilakukan oleh Direksi Bank
Indonesia apabila
a. tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun [998 belum
cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi BPR; atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu BPR
dapat membahayakan kelangsungan usahanya; atau
c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang
saham BPR.
Pasal 3
Pencabutan izin usaha yang dilakukan berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf
b, ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia yang memuat antara lain:
a. penetapan pencabutan izin usaha;
b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh
kantor-kantornya; -
c. perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan
oleh Pengurus BPR wajib memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia;
d. perintah melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 12. ‘
Pasal 4
(1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf c, hanya dapat diberikan apabila BPR
yang bersangkutan telah menyelesaikan
kewajibannya kepada seluruh Kreditur. rd
(2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia yang memuat antara lain:
a. penetapan pencabutan izin usaha;
b. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk
seluruh kantor-kantornya;
c. perintah melaksanakan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 12.
Pasal 5
(1) Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada
BPR yang bersangkutan.
(2) Bank Indonesia: mengumumkan pencabutan izin
usaha pada surat kabar harian setempat atau pada
papan pengumuman di kantor BPR yang
bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat,
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal
pencabutan izin usaha.
Pasal 6
BPR yang dicabut izin usahanya wajib menutup seluruh
kantornya untuk umum dan menghentikan - segala
kegiatan perbankan, sejak tanggal pencabutan izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
Pasal 7
Sejak tanggal pencabutan izin usaha, Pengurus BPR
dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan
kekayaan dan kewajiban BPR, kecuali atas persetujuan
dan/atau penugasan Bank Indonesia dan untuk:
a. pembayaran gaji pegawai yang terutang;
bB. pembayaran biaya kantor;
Ce pembayaran kewajiban BIR kepada nasabah
penyimpan dana dengan menggunakan dana lembaga
penjamin simpanan.
Pasal 8
Tugas-tugas yang wajib dilaksanakan oleh direksi BPR
setelah dilakukan pencabutan izin usaha sebagaimana
~dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 antara lain:
a. menyusun Neraca Penutupan yang belum diaudit atau ’
disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau
Pengurus BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10;
b. mempersiapkan calon anggota Tim Likuidasi untuk
mendapat persetujuan Bank Indonesia sebelum
diajukan pada Rapat Umum Pemegang Saham;
c. mempersiapkan pemutusan hubungan kerja dengan
pegawali; i
d. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 9
(1) Dalam hal direksi BPR yang dicabut izin usahanya
tidek bersedia melaksanakan tugas.dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, atau direkst
BPR dalam keadaan tidak hadir, Bank Indonesia
membentuk Tim Pengelola Sementara.
(2) Tim Pengelola Sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) menjalankan fungsi direksi BPR
sampai terbentuknya Tim Likuidasi, dengan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.
Pasal 10
Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a:
a. wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di
Bank Indonesia bagi BPR yang memiliki total aset
Rp10.000.000.000,00 - (sepuluh milyar rupiah) atau
lebih;
b. wajib ‘memperoleh pengesahan Rapat Umum
Pemegang Saham pada saat pembubaran badan hukum
bagi. BPR yang memiliki total aset kurang dari
Rp10:000.000.000,00 (sepulutrmilyar rupiah);
c. dalam: “hal Rapat Umum. Pemegang = Saham
sebagaimana “dimaksud dalam huruf b tidak dapat
_dilaksanakan, Neraca Penutupan wajib disahkan
Pengurus BPR.” -
Pasal 11
(1) BPR wajib menyampaikan Neraca Penutupan yang
‘belum diaudit atau belum disahkan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
tanggal pencabutan izin usaha.
(2) Penyampaian Neraca Penutupan sebagaimana
* dimaksud dalam ayat (1) wajib disertai dengan daftar
Tincian aset dan kewajiban.
(3) "BPR " wajib menyampaikan - Neraca Penutupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a
‘kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 120
(seratus dua puluh) hari sejak tanggal terbentuknya
Tim Likuidasi.
Pasal 12
(1) BPR yang dicabut = izin usahanya wajib
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
untuk merhutuskan sekurang-kurangnya:
a. pembubaran badan hukum BPR; dan
b. pembentukan Tim Likuidasi.
(2) Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
Pasal 13
(1) Apabila Rapat Umum Pemegang Saham tidak dapat
diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atau
diselenggarakan namun tidak berhasil memutuskan
pembubaran badan hukum BPR dan pembentukan
Tim Likuidasi, Direksi Bank Indonesia meminta
kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan
yang memuat:
a. pembubaran badan hukum BPR;
b. penunjukan Tim Likuidasi dengan susunan dan
nama-nama anggota yang diusulkan oleh Bank
Indonesia; . : wi
c. perintah pelaksanaan likuidasi sesyai dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.25
Tahun 1999 dan ketentuan pelaksanaannya; dan
d. perintah agar Tim Likuidasi mempertanggung
Jjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank
Indonesia. .
(2) Permintadn penetapan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan susunan
dan nama-nama calon anggota Tim Likuidasi.
(3) Penyampaian permintaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diajukan oleh Bank Indonesia
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
berakhirnya batas waktu penyelenggaraan Rapat
Umum Pemegang Saham.
Pasal 14
(1) Sebelum menyelenggarakan ~~ Rapat Umum
Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, BPR yang dicabut izin usahanya wajib
menyampaikan nama-nama calon anggota Tim
Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal
pencabutan izin usaha dan wajib dilampiri dengan:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
b. riwayat hidup;
¢. pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
d. surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
pernah melakukan kegiatan tercela di bidang
perbankan, keuangan dan usaha lainnya dan/atau
tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana kejahatas.
(2) Calon anggota Tim Likuidasi wajib terlebih dahuly
- memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
(3) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
setelah Bank Indonesia menerima nama-nama calon
anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Bank Indonesia tidak memberikan
tanggapan, - maka nama-nama dimaksud dianggap
telah disetujui untuk diajukan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham.
Pasal 15
Apabila Rapat Umun Pemegang Saham tidak berhasil
diselenggarakan atau tidak berhasil membuat keputusan
pembubaran badan hukum BPR dan/atau pembentukan
Tim Likuidasi, Pengurus BPR wajib melaporkan kepada
Bank Indonesia selumbat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah
tanggal Rapat Unum Pemegang Saham disertai dengan
alasannya. f
Pasal 16
(1) Anggota Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1) dapat
-- terdiri dari:
a. ‘pthak lain yang bukan Pengurus BPR atau
pemegang saham; atau .
b. campuran antara beberapa orang dari pihak lain
dengan satu orang Pengurus atau pemegang
saham BPR; atau
c. Pengurus danfatau pemegang saham BPR
sepanjang BPR yang dicabut izin usahanya atas
permintaan pemilik BPR yang bersangkutan,
dengan memperhatikan keahlian yang diperlukan
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan likuidasi.
(2) Jumlah ‘anggota Tim Likuidasi sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)
orang. ?
(3) Salah satu anggota Tim Likuidasi yang ditetapkan
untuk menjabat sebagai ketua Tim Likuidasi diberi
wewenang untuk bertindak mewakili Tim Likuidasi.
Pasal 17
Sejak tanggal berita acara Rapat Umum Pemegang
Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau
tanggal penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, BPR disebut sebagai BPR Dalam
Likuidasi dan wajib mencantumkan kata “(Dalam
Likuidasi)” setelah penulisan nama BPR.
Pasal 18
(1) Bank Indonesia melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pembubaran badan hukum BPR dan
Likuidasi BPR.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung dengan cara:
a. meneliti laporan yang disampaikan oleh Tim
Likuidasi;
b. melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan
likuidasi.
BAB III
LIKUIDASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 19
Sejak terbentuknya Tim Likuidasi:
a. tanggung jawab pengelolaan BPR Dalam Likuidasi
beralih dari Pengurus BPR kepada Tim Likuidasi.
b. Pengurus BPR:
1. menjadi non aktif namun tetap berkewajiban untuk
setiap saat memberikan segala data dan bantuan
yang diperlukan oleh Tim Likuidasi;
2. tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri
sebelum Likuidasi BPR selesai, kecuali atas
persetujuan Rank Indonesia: .
Pasal 20
Tim Likuidasi wajib menyampaikan laporan hasil Rapat
Umum Pemegang Saham termasuk susunan Tim
-Likuidasi kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelah Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 21
(1) Tim Likuidasi wajib melaksanakan tugasnya secara
efisien dan efektif sehingga dapat menyelesaikan
Likuidasi BPR dalam waktu singkat.
(2) Apabila penyelesaian tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mengalami tingkat kesulitan yang
tinggi maka jangka waktu yang diperkenankan
adalah selama-lamanya 5 (lima) tahun terhitung
sejak terbentuknya Tim Likuidasi.
(3) Apabila Likuidasi BPR tidak dapat diselesaikan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), penjualan harta BPR dilakukan secara
lelang. - :
(4) Pelaksanaan lelang sebagaimana’ dimaksud dalam
ayat (3) dilakukan oleh Kantor Lelang Negara atau
lembaga lain atas permohonan Tim Likuidasi dengan
menggunakan metode harga penawaran tertinggi.
(5) Pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diselesaikan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak
berakhirnya jangka waktu pelaksanaan Likuidasi
BPR scbagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 22
(1) Honor Tim Likuidasi yang termasuk salah satu
komponen biaya likuidasi ditetapkan dengan jumlah
tertentu dan/atau persentase tertentu dari setiap hasil
pencairan harta kekayaan BPR yang bersangkutan.
(2) Honor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Bark Indonesia dengan
memperhatikan kondisi aset BPR yang akan
dilikuidasi.
(3) Pembayaran honor kepada Tim Likuidasi dilakukan
sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pelaksanaan Likuidasi BPR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) atau ayat (2).
(4) Apabila pelaksanaan Likuidasi BPR diikut; dengan
penjualan aset secara lelang, Tim Likuidasi dapat
menerima persentase tertentu dari hasil lelang yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. -
Pasal 23
Bank Indonesia memberhentikan .anggota Tim
Likuidasi yang dibentuk berdasarkan Pasal 12 dan
Pasal 13 dan menunjuk penggantinya apabila anggota
- Tim Likuidasi yang bersangkutan: &
a. mengundurkan diti;.
b. berhalangan tetap;
¢. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik; atau
d
- terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab
Tim Likuidasi
Pasal 24
(1) Tugas Tim Likuidasi meliputi:
a. mendaftarkan dan mengumumkan pembubaran
badan hukum BPR;
b. melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban
BPR Dalam Likuidasi;
c. menentukan cara likuidasi;
d. menyusun rencana kerja dan anggaran biaya;
e. menyusun rencana dan melaksanakan pencairan
harta kekayaan BPR Dalam Likuidasi, termasuk
rencana, cara dan pembayaran kepada Kreditur;
f menyelesaikan penyusunan Neraca Penutupan
"atau meminta akuntan publik untuk melakukan
audit atas Neraca Penutupan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10;
g. menyusun Neraca Verifikasi;
h. membagikan sisa harta kepada para pemegang
saham;
i. menitipkan bagian yang belum diambil oleh
Kreditur kepada bank umum yang disetujui oleh
Bank Indonesia;
j- menyusun Neraca Akhir Likuidasi;
k. menyelenggarakan Rapat’ Umum Pemegang
Saham pada akhir pelaksanaan likuidasi;
I. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia;
m. mengumumkan dan mendaftarkan berakhirnya
Likuidasi BPR;
n. melakukan tugas-tugas lain yang dianggap periu
untuk mendukung pelaksanaan Likuidasi BPR.
(2) Wewenang Tim Likuidasi meliputi:
a. melakukan perundingan dan tindakan lainnya
dalam rangka penjualan harta kekayaan dan
penagihan terhadap para debitur;
b. melakukan perundingan dan pembayaran
kewajiban kepada Kreditur;
c. mewakili BPR Dalam Likuidasi di dalam dan di
luar pengadilan;
d. memutuskan hubungan kerja terhadap pegawai
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
¢. mempekerjakan pegawai sebagai tenaga
~ pendukung Tim Likuidasi;
-f melakukan pemanggilan kepada para Kreditur
dan debitur;
g meminta pengadilan untuk membatalkan segala
perbuatan hukum BPR, yang mengakibatkan
kerugian harta BPR yang dilakukan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin
usaha;
h. mengajukan gugatan atau funtutan kepada
pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang
turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan
yang dihadapi atau menjadi penyebab kegagalan
BPR; }
i. melakukan tindakan lain - dalam rangka
pelaksanaan Likuidasi BPR.
(3) Tanggung jawab Tim Likuidasi meliputi:
a. pengambilalihan tanggung- jawab pengelolaan
dari Pengurus BPR sejak terbentiiknya Tim
Likuidasi;
b. pertanggungjawaban pelaksanaan Likuidasi BPR;
C. pertanggungjawaban secara pribadi apabila dalam
melaksanakan tugasnya mengambil keuntungan
untuk diri sendiri.
Pasal 25
Dalam rangka melaksanakan tugas pendaftaran dan
mengumumkan pembubaran badan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a, Tim Likuidasi
wajib :
a. mendaftarkan pembubaran badan hukum BPR dalam
daftar perusahaan pada instansi yang berwenang;
b. memberitahukan kepada instansi yang berwenang;
¢. mengumumkan pembubaran sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dalam Berita Negara Republik
Indonesia;
d. mengumumkan pembubaran badan hukum BPR pada
surat kabar harian setempat atau pada papan
pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan atau
di kantor kecamatan setempat, selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak tanggal keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham atau penetapan pengadilan” untuk
pembubaran badan hukum BPR.
Pasal 26
Dalam rangka melaksanakan tugas menentukan cara
likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf ¢, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. pelaksanaan Likuidasi BPR dilakukan dengan cara:
1. -mencairkan harta dan/atau menagih piutang debitur
diikuti dengan pembayaran kewajiban BPR Dalam
Likuidasi kepada Kreditur dari hasil pencairan
dan/atau penagihan tersebut; atau
2. mengalihkan selurub harta dan kewajiban BPR
Dalam Likuidasi sebagai satu kesatuan kepada
pihak lain;
b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka
2 dilaksanakan dengan persetujuan Bank Indonesia;
c. persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diberikan dengan mempertimbangkan
kemampuan pihak lain unwk menyelesaikan
kewajiban BPR Dalam: Likuidasi terhadap Kreditur;
d. selama proses lil menurut cara yang telah
ditentukan sebagy dimaksud dalam huruf a
berlangsung, Tim Lisuidusi dapat mengubah cara
can dengan -terlebih dahulu
» Bank Indonesia.
Pasal 27
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyusun
rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasa 24 ayat (1) huruf d, berlaku
ketentuan sebagai berikut: .
a. rencana kerja dan anggaran biaya, sekurang-
kurangnya memuat antara fain :
1. jenis kegiatan yang akan dilakukan;
2. jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan;
3. rencana dan cara pencairan harta kekayaan
BPR Dalam Likuidasi;
4. rencana dan cara pembayaran kepada
Kreditur,
- perincian jumlah pegawai yang diperlukan;
. biaya pencairan harta dan peniagihan piutang;
. honor Tim Likuidasi;
- honor pegawai yang dipekerjakan oleh Tir
Likuidasi;
9. biaya kantor dan biaya operasional lainnya;
b. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a wajib disusun ;
1. pada awal terbentuknya Tim Likuidas; untuk
periode penyelesaian selama-lamanya dalam
waktu 5 (lima) tahun, yang dirinci secara
tahunan;
2. pada setiap awal tahun masa kerja Tim
Likuidasi untuk periode satu tahun yang dirinci
secara triwulanan;
c. rencana kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf b wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia:
1. selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
terbentuknya Tim- Likuidasi untuk rencana
kerja dan anggaran biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf b angka 1; dan
2. ‘selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
setelah akhir tahun masa kerja tahunan
berakhir untuk rencana kerja tahunan.
(2) Bank Indonesia meneliti kelayakan rencana kerja
dan anggaran biaya dan meminta perbaikan atas
rencana kerja dan anggaran biaya apabila diperlukan.
Pasal 28
Dalam rangka melaksanakan tugas- untuk menyusun
rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan
BPR Dalam Likuidasi, termasuk. rencana, cara dan
_pembayaran kepada Kreditur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf 'e, berlaku ketentuan
sebagai berikut: :
a. Tim Likuidasi melakukan pencairan haria kekayaan
BPR Dalam Likuidasi sesuai dengan rencana dan cara
yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,
b. hasil pencairan haria kekayaan BPR Dalam Likuidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a’ disetorkan
kepada bank umum yang telah ditunjuk oleh Tim
Likuidasi pada rekening deposito dan/atau tabungan
atas nama “Tim Likuidasi”, serta dilaporkan kepada
Bank Indonesia:
ito dan/atau tabungan
m huruf b hanya dapat
at persetujuan tertulis dari
c. pencairan . rekening
sebagaimana dimaksud
dilakukan setelah mend
Bank Indonesia;
dana pada bank sebagaimana dimaksud dalam
huref b wajib digunakan untuk melakukan
pembayaran kepada pihak-pihak sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 38, sesuai dengan rencana
kerja Tim Likuidasi.
Pasal 29
Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menyelesaikan
penyusunan Neraca Penutupan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf { dan Pasal 10 huruf a, Tim
kuidasi wajib:
menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit
Neraca Penutupan per tanggal pencabutan izin usaha;
. menyediakan data dan informasi’ yang berkaitan
dengan kelancaran ~ pelaksanaan audit Neraca
Penutupan sebagaimana-dimaksud dalam huruf a.
Pasal 30
Dalam rangka penyusunan Neraca Verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf g,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi wajib menyampaikan Neraca Verifikasi
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya
jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 huruf €;
Bank Indonesia meneliti Neraca Verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan meminta
perbaikan atas Neraca Verifikasi apabila diperiukan;
. Apabila Bank Indonesia tidak memberikan tanggapan
dalam jangka waktu [5 (lima belas) hari sejak
diterima, Neraca Verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dianggap telah disetujui;
d. Tim Likuidasi wajib mengumumkan Neraca
Verifikasi pada surat kabar harian setempat, atau pada
papan pengumuman di kantor BPR yang
bersangkutan, atau di kantor kecamatan setempat,
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Neraca
Verifikasi dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia
atau dilampauinya batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam hurufc.
Pasal 31
Dalam rangka melakukan tugas untuk membagikan sisa
harta kepada pemegang saham sebagaiinana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf h, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. apabila setelah pelaksanaan tahap pembayaran
terakhir masih terdapat kelebihan harta, Tim Likuidasi
membagikan sisa harta dimaksud kepada para
pemegang saham secara pro rata sesuai dengan
kepemilikan jumlah saham;
b. tagihan yang timbul sctelah proses likuidasi dapat
diajukan terhadap sisa likuidasi yang menjadi hak
pemegang saham.
Pasal 32
Dalam rangka melaksanakan tugas untuk menitipkan
bagian yang belum diambil oleh Kreditur kepada bank
umum yang disetujui olch Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 avat (1) huruf i, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
bavaran yang ditentukan
a. sebelum batas waktu pen
oleh Tim Likuidusi be , ternyata masih terdapat
pembayaran yang bolum diambil oleh Kreditur, Tim
Likuidasi wajib mengumumkan mengenai akan
berakhimya batas wake pembayaran sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali. dalam surat kabar harian
setempat, atau pada papan pengumuman di kantor
BPR yang bersangkutan, atau di kantor Kecamatan
setempat;
b. apabila Tim Likuidasi telah melakukan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a namun
Kreditur yang bersangkutan belum mengambil haknya
maka bagian tersebut disimpan pada bank umum yang
disetujui Bank Indonesia dan atas nama “Bank
Indonesia qq. Kreditur yang bersangkutan™;
c. apabila’ dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun
dana sebagaimana dimaksud dalam hurof b tidak
diambil oleh Kreditur yang berhak, maka Bank
Indonesia menyerahkan dana tersebut kepada Kas
Negara.
Pasal 33
(1) Dalam rarigka melaksanakan tugas untuk menyusun
Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf j, berlaku ketentuan
sebagai berikut: °° . To i
a. Tim Likuidasi wajib menyusun Neraca Akhir
Likuidasi selambat-lambatnya 15 (lima belas)
“hari setelah Tim Likuidasi menyelesaikan
pencairan harta kekayasan dan melaksanakan
tahapan pembayaran yang terakhir;
b. Tim Likuidasi wajib melaporkan Neraca Akhir
Likuidasi kepada:
1. Bank Indonesia dan Rapat Umum Pemegang
Saham, bagi Tim Likuidasi yang dibentuk
oleh Rapat Umum Pemegang Saham; atau
2. Bank Indonesia. bagi Tim Likuidasi yang
dibentuk berdasarkan penetapan pengadilan,
selambat-lambatnya 10 (sepuiuh) hari sejak
Neraca Akhir Likuidasi selesai disusun.
(2) Bank Indonesia memberikan persetujuan atas Neraca
Akhir Likuidasi yang disampaikan oleh Tim
Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (I)
huruf b angka 1 berdasarkan kebenaran data dan
fakta yang dimiliki.
(3) Persetujuan Bank Indonesia diberikan selambat-
lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
diterimanya Neraca Akhir Likuidasi.
(4) Apabila Bank Indonesia belum memberikan
persetujuan setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), Neraca Akhir Likuidasi
dianggap telah disetujui.
Pasal 34
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan
Repat Umum Pemegang Saham pada akhir
pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf k, berlaku ketentuan sebagai
berikut: :
a. Tim Likuidasi telah menyelesaikan seluruh tugas
dan kewajibannya;
b. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan dan/atau
pengumuman kepada seluruh pemegang saham
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam tenggang
waktu 15 (lima belas) hari dalam surat kabar
harian setempat, atau pada papan pengumuman di
kaator BPR yang bersangkutan, atau pada papan
pengumuman di kantor kecamatan seternpat;
c. apabila setelah dilakukan pemanggilan dan/atau
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, pemegang saham tidak hadir atau hadir
namun tidak memenuhi korum, Rapat Umum
Pemegang Saham dianggap tidak berhasi!
dilaksanakan;
d. apabila Rapat Umum Pemegang Saham dianggap
tidak berhasit dilaksanakan ~~ sebagaimana
dimaksud dalam huruf ¢, Tim Likuidasi wajib
melaporkan kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Rapat
Umum Pemegang Saham yang dijadwalkan;
e. apabila Rapat' Umum Pemegang Saham telah
berhasil dilaksanakan, Tim Likuidasi wajib
melaporkan- hasil Rapat Umum Pemegang
Saham dimaksud kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal
Rapat Umum Pemegang Saham selesal
dilaksanakan. :
(2) Rapat Umum Pemegang Saham pada akhir
pelaksanaan likuidasi, diselenggarakan guna:
a. menerima pertanggungjawaban Tim Likuidasi;
b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat 0;
¢. membubarkan Tim Likuidasi apabila
pertanggungjawaban Tim Likiidasi diterima,
(3) Berdasarkan. laporan Tim Likuidasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf d, Bank Indonesia
meminta Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan
yang memuat:
a pengesahan pertanggungjawaban Tim Likuidasi
sesuai dengan rekomendasi dari Bank Indonesia;
b. meminta kepada Tim Likuidasi untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam-Pasal 36 ayat (1);
c. pembubaran Tim Likuidasi.
Pasal 35
Dalam rangka melaksanakan tugas penyampaian laporan
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf I, berluku ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim Likuidasi wajib melaporkan secara tertulis
perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Bank
Indonesia setiap bulan selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari setelah periode bulan laporan;
b. laporan = perkembangan = pelaksanaan likuidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sekurang-
kurangnya memuat:
1. posisi harta yang telah dicairkan;
2. posisi kewajiban yang telah dibayarkan;
3. posisi kredit per debitur;
4. posisi harta dan kewajiban BPR Dalam Likuidasi
yang terakhir;
wh
. pengeluaran biaya operasional;
6. hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana
tindak lanjut.
Pasal 36
(1) Dalam rangka melaksafakan tugas untuk
. mengumimkan dan - mendafiarkan = berakhirmya
Likuidasi BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (1) huruf m, Tim Likuidasi wajib:
a. mengumumkan berakhimya Likuidasi BPR dan
perseroan dengan menempatkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan pada surat kabar
harian setempat, atau pada papan pengumuman di
kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor
kecamatan setempat;
b. memberitahukan kepada instansi berwenang
mengenai hapusnya status badan hukum BPR;
c. meminta kepada instanst vang berwenang untuk
mencoret nama badan hukum dari daftar
perusahaan,
selambat-lambatnya [5 (lima belas) hari setelah
laporan pertanggungjawaban Tim Likuidasi dapat
diterima oleh Rapat Umum Pemegang Ssham atau
oleh Bank Indonesia dalam hal Tim Likuidasi
dibentuk melalui penetapan pengadilan.
(2) Status badan hukum BPR yang dilikuidasi hapus
sejak tanggal pengumuman berakhirnya likuidasi
dalami Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
Pasal 37
(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk
melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam
rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan
terhadap para debitur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Tim Likuidasi dapat melekukan kompensasi
antara jumlah kewajiban dan jumlah tagihan dari
' nasabsgh debitur yang juga menjadi nasabah
Kreditur, sepanjang Neraca Verifikasi telah
disusun dan disetujui oleh Bank Indonesia;
b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
tidak berlaku apabila nasabah debitur yang juga
sebagai nasabah Kreditur merupakan pihak
terkait dengan BPR.
(2) Pihak terkait dengan BPR sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b adalah meliputi:
a. pemegang saham BPR yang kepemilikannya 10%
(sepuluh per seratus) atau lebih;
b. anggota direksi dan/atau anggota dewan
komisaris BPR yang bersangkutan;
c. suami/isteri/anak dari pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pihak-
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b yang kepemilikan sahamnya 35% (tiga
puluh lima per seratus) atau lebih.
Pasal 38
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk melakukan
perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Likuidasi melakukan pembayaran atas kewajiban
BPR Dalam Likuidasi dengan urutan pembayaran:
1. gaji pegawai yang terutang, biaya perkara di
pengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang
terutang yang berupa pajak BPR dan pajak yang
dipungut oleh BPR selaku pemotong/pemungut
pajak, biaya kantor;
2. nasabah penyimpan dana, yang jumlah
pembayarannya ditetapkan oleh Tim Likuidasi;
3. Kreditur lainnya;
b. dalam hal - terdapat lembaga yang. dalam
kedudukannya membayar terlebih dahuiu sebagian
atau seluruh hak nasabah penyimpan dana, kedudukan
lembaga tersebut menggantikan kedudukan- nasabah
penyimpan dana,
c. termasuk dalam nasabah penyimpan dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 adalah
deposan dan penabung;
d. dalam pengertian gaji pegawai yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1
termasuk juga pembayaran dalam kaitan dengan hak
pegawai BPR atas pesangon;
e. dalam hal terdapat lembaga yang dalam
kedudukannya membayar terlebih dahulu sebagian
atau seluruh - hak Kreditur lainnya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a angka 3, kedudukan lembaga
tersebut menggantikan kedudukan Kreditur lainnya.
Pasal 39
(1) Tim Likuidasi menetapkan jumlah pembayaran
kepada nasabah penyimpan dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf a angka 2 atas dasar
pro rata untuk setiap nasabah atau atas dasar
proporsional, dengan memperhitungkan jumlah dana
yang tersedia dan jumlah kewajiban yang harus
". dibayar. :
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. "
Pasal 40
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk mewakili
BPR Dalam Likuidasi. di luar dan di dalam pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c,
Tim Likuidasi dapat bertindak sendiri maupun-‘dengan
menggunakan jasa pengacara sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. - }
Pasal 41
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk
memutuskan ~~ hubungan kerja terhadap pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d,
Tim Likuidasi tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 42
Dalam rangka melaksanakan wewenang untuk
menggunakan pegawai sebagai tenaga pendukung Tim
Likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
huruf e, Tim Likuidasi wajib memperhatikan hal-hal,
antara lain:
a. efisiensi dalam pelaksanaan likuidasi;
b. kes
b. keahlian tenaga pendukung;
¢. kemampuan keuangan BPR Dalam Likuidasi dalam
membayar honor pegawai yang dipekerjakan.
Pasal 43
Dalam rangka melaksanakan wewenang pemanggilan
kepada Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) huruf f, berlaku ketentuan sebagal berikut:
a. Tim Likuidasi melakukan pemanggilan secara umum
kepada Kreditur melalui pengumuman dalam surat
kabar harian setempat, atau penempatan pada papan
pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan, atau
di kantor kecamatan setempat untuk mendaftarkan
piutangnya, selambat-lawbatinya 30 (tiga puluh) hari
sejak terbentuknya Tim Likuidasi;
b. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dengan
* tenggang wakty masing-masing selama 15 (lima
belas) hart;
: ¢. pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a
wajib mencantumkan persyaratan bukti piutang yang
harus dipenuhi Kreditur, seperti bilyet deposito, buku
tabungan, dan surat perjanjian utang piutang atau
bukti piutang lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
d. disamping pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, apabila dipandang perlu Bank Indonesia
dapat memerintahkan agar Tim Likuidasi melakukan
pemanggilan kepada Kreditur tertentu melalui surat
tercatat;
e. para Kreditur wajib mengajukan tagihannya kepada
Tim Likuidasi selambac-lambaya dalam jangka
waktu 120 (seratus dua puluh) hari techitung sejak
tanggal pengumuman yang perama sebagaimana
dimaksud dalam hurut'a.
Pasal 44
Dalam rangka melaksanakan wewenang meminta
pengadilan untuk membatalkan atas segala perbuatan
hukum BPR yang mengakibatkan kerugian kepada harta
BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
huruf g, Tim Likuidasi melakukan tindakan, antara lain:
a. mengidentifikasi seluruh transaksi yang dilakukan
BPR dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum
dilakukannya pencabutan izin usaha;
b. menetapkan kriteria perbuatan hukum BPR yang
dikategorikan merugikan harta BPR, antara lain:
1. meneliti keabsahan transaksi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. membandingkan antara harga transaksi menurut
pasar dengan harga transaksi yang dilakukan BPR
‘dengan masing-masing nasabah atau pihak ketiga
pada waktu terjadinya transaksi;
C. -menetapkan jenis-jenis transaksi ~ yang diduga
merugikan harta BPR; }
d. mengajukan pembatalan kepada pengadilan baik
secara sendiri maupun dengan menggunakan jasa
pengacara.
Pasal 45
Dalam rangka melaksanakan wewenang mengajukan
gugatan atau tuntutan kepada Pengurus dan/atau
pemegang saham BPR yang turut serta menjadi penyebab
kesulitan keuangan yang dihadapi BPR atau menjadi
penyebab kegagalan BPR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf h, Tim Likuidasi wajib:
a. mengidentifikasikan Pengurus dan/atau pemegang
saham BPR yang diduga melakukan tindakan yang
mengakibatkan kesulitan keuangan atau menjadi
penyebab kegagalan BPR;
b. mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap
Pengurus dan/atau pemegang saham BPR
sebagaimana = dimaksud dalam huruf a, yang
sekurang-kurangnya memuat:
1. tuntutan terhadap Pengurus dan/atau pemegang
saham atas perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kesulitan keuangan atau kegagalan
BPR; dan
2. permohonan sita jaminan atas kekayaan pribadi
Pengurus dan/atau pemegang saham BPR
dimaksud.
Pasal 46
Dalam rangka melaksanakan pengawbilalihan tangguig
jawab pengelolaan dari Pengurus BPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, Tim Likuidasi
wajib meminta kepada Pengurus BPR untuk melakukan
serah terima secara tertulis tentang penguin BPR,
© yang sckurang-kutangnya meliputi:
a. posisi dan rincian ftayeat dan kewajiban BPR
Dalam Likuidasi;
b. dokumen pendukung transaksi, dokumen kepemilikan
harta BPR dan bukti agunan yang dikuasai beserta
rinciannya.
Pasal 47
Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban
pelaksanaan Likuidasi BPR sebagaimana dalam Pasal 24
ayat (3) huruf b, Tim Likuidasi wajib:
a. mempertanggungjawabkan kepada pemegang saham
dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui Rapat
Umum Pemegang Saham; atau
b. mempertanggungjawabkan kepada Bank Indonesia
dalam hal Tim Likuidasi dibentuk melalui penetapan
pengadilan,
setelah pelaksanaan Likuidasi BPR berakhir.
Pasal 48
Dalam rangka melaksanakan pertanggungjawaban secara
pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya mengambil
keuntungan untuk diri sendiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (3) huruf c¢, anggota Tim Likuidasi
yang menyebabkan kerugian pada BPR Dalam Likuidasi
wajib mengembalikan seluruh kerugian - yang
ditimbulkan, atas dasar bukti-bukti terjadinya tindak
penyimpangan atau pelanggaran.
Bagian Ketiga
Pencabutan Izin Usaha Atas Permintaan
Pemilik atau Pemegang Saham BPR
Pasal 49
Persetujuan pencabutan izin usaha atas pemintaan
pemilik atau pemegang saham BPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf ¢, dilakukan dalam 2
tahap:
a. persetujuan persiapan pencabutan izin usaha;
b. keputusan pencabutan izin usaha.
Pasal 50
Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a diajukan
oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia dan wajib
dilampiri dengan:
a. hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai rencana penutupan BPR;
b. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada
Kreditur;
c. laporan keuangan terakhir;
d. alasan penutupan.
Pasal 51
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia mengeluarkan surat persetujuan
persiapan pencabutan izin usaha BPR, dan meminta BPR
yang bersangkutan untuk:
a. menghentikan seluruh kegiatan usaha BPR;
b. mengumumkan rencana pencabutan izin usaha BPR
dan rencana penyelesaian kewajiban BPR dalam surat
kabar harian setempat, atau pada papan pengumuman
di kantor BPR yang bersangkutan, atau di kantor
kecamatan setempat;
c. menyelesaikan seluruh kewajiban BPR dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan.
Pasal 52
(1) Berdasarkan surat persetujuan persiapan pencabutan
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51,
direksi BPR mengajukan permohonan pencabutan
izin usaha BPR kepada Bank Indonesia dan wajib
dilampiri dengan laporan yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPR;
b. pelaksanaan pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf'b;
untuk memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan
perintah sebagaimana dimaksud dajar, Pasa] 571.
BAB IV
SANKSI
Pasal 53
- Pemegang saham, Pengurus BPR, Pejabat lainnya,
begawai serta pihak terafiliasi, yang turut serta
mempengaruhj pengelojaan BPR, ‘Yang terbukti
melakukan tindakan-tindakan Yang menyebabkan
1992 tentang Perbankar sebagaimana telah diubap
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1993,
BAB V
LAIN-LAIN
Pasal 54
Setelah berakhirnya pelaksanaan Likuidasi BPR, Tim
Likuidasi menyerahkan dokumen-dokumep RPR Dalam,
Likuidasi kepada:
a. para pemegang saham; atau
b. pihak-pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham atau
pengadilan,
untuk disimpan ‘selama jangka waktu tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 55
Ketentuan dalam Surat Keputusan ini tidak diberlakukan
bagi Badan Kedit Desa (BKD) yang didirikan
berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan
Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
Segala ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku juga
bagi BPR yang telah dicabut izin usahanya dan sedang
dalam proses likuidasi pada saat diberiakukannya Surat
Keputusan ini.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 57
Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 30/63/KEP/DIR tanggal 2
September 1997 tentang Tata Cara Pelaksanaan Likuidasi
Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 58
Surat. Keputusan jn; mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan,
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
Pengumuman Surat Keputusan inj dengan Penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Mei 1999
] 4 _ DIREKSI - {
’S BANK INDONESIA en
Achwan S4=rijo Joyosumarty
UBPR.
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 32/54/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERKREDITAN RAKYAT </reg_title>
<set_date> 14 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '30/63/KEP/DIR|SKDIR-BI/1997' </replaced_reg>
<related_reg> '5/UU/1962', '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '25/UU/1992', '1/UU/1995', '25/PP/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB IV' </penalty_list>
|
BANK INDONESIA
DIREKSI
No. 31/148/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN
AKTIVA PRODUKTIF
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung pada
kesiapan untuk menghadapi risiko kerugian dari
penanaman dana;
b. bahwa untuk menutup risiko kerugian, bank wajib
membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif:
c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan tentang pembentukan
penyisihan penghapusan aktiva produktif dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Tembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
BI.100 D.A4B1. 150; ,.97.AM
DIREKSI
DIRESSI Halaman.
BANK INDONESIA
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3790);
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN
PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA
PRODUKTIF.
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan
a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998;
b. Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik
dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
kredit, surat berharga, penempatan dana antar-Bank,
penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada
transaksi rekening administratif;
c. Kredit ,
DIREKSI
Halaman
BANK INDONESIA
c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
1. pembelian Surat Berharga nasabah yang dilengkapi
dengan Note Purchase Agreement (NPA);
2. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan
anjak piutang
d. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel.
obligasi, sekuritas Kredit, atau setiap derivatifnya,
atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar modal dan pasar uang, antara lain
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU), Surat Berharga Komersial
(Commercial Papers), Sertifikat Reksadana. dan
Mediun Term Note;
e. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada Bank
lainnya berupa giro, call money, deposito berjangka,
sertifikat deposito. Kredit yang diberikan dan
penempatan lainnya
f. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam
bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan yang tidak melalui pasar modal,
serta dalam bentuk penyertaan modal sementara pada
perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan
Kredit:
g. Transaksi Rekening Administratif adalah komitmen
dan kontinjensi (0f-Balance Sheet) yang terdiri dari
warkat penerbitan jaminan, akseptasi/endosemen,
irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih
DIREKSI
BANK INDONESIA
berjalan, akseptasi wesel impor atas dasar L/C
berjangka. penjualan Surat Berharga dengan syarat
repurchase agreement (repo), standby L/C dan
garansi lainnya, serta transaksi derivatif yang
mempunyai risiko Kredit,
h. Penilai Independen adalah perusahaan penilai yang
1. tidak mempunyai keterkaitan dalam kepemilikan,
kepengurusan dan keuangan baik dengan Bank
maupun nasabah yang menerima fasilitas:
2. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan Kode
Etik Penilai Indonesia dan ketentuan-ketentuan lain
yang ditetapkan oleh Dewan Penilai Indonesia.
3. memiliki izin usaha dari instansi berwenang untuk
beroperasi sebagai perusahaan penilai; serta
4. tercatat sebagai anggota Gabungan Perusahaan
Penilai Indonesia (GAPPI);
Penilaian adalah pemyataan tertulis dari Penilai
Independen atau penilai intern Bank mengenai
taksiran dan pendapat atas nilai ekonomis dari agunan
berupa aktiva tetap berdasarkan analisis terhadap
fakta-fakta objektif dan relevan menurut metode dan
prinsip-prinsip yang berlaku umum yang ditetapkan
oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI):
J. Nilai Pasar (Marker Approach) adalah jumlah uang
yang diperkirakan dapat diperoleh dari transaksi jual
beli atau hasil penukaran suatu aset pada tanggal
penilaian setelah dikurangi biaya-biaya transaksi,
pihak penjual dan pembeli sebelumnya tidak
mempunyai ikatan, memiliki pengetahuan tentang aset
yang diperdagangkan dan melakukan transaksi tidak
dalam keadaan terpaksa;
k. Kalkulasi Biaya (Cost Approach) adalah perkiraan
biaya yang dibutuhkan untuk mereproduksi aktiva
yang baru setelah dikurangi dengan penyusutan akibat
kerusakan fisik dan penurunan nilai ekonomis
1. Kapitalisasi
DIREKSI
BANK INDONESIA
1. Kapitalisasi Pendapatan (Income Approach) adalah
nilai tunai penerimaan kas masa depan (present value)
dari pendapatan yang diperkirakan akan diterima
dalam jangka waktu 5 - 10 tahun;
m. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar
persentase tertentu dari nominal berdasarkan
penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana
ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12
November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif;
n. Modal adalah modal sebagaimana dimaksud dalam
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
scbagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 31/146/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998.
Pasal 2
(1) Bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan
umum dan cadangan khusus guna menutup risiko
kemungkinan kerugian.
(2) Cadangan umum PPAP sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1%
(satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang
digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank
Indonesia dan Surat Utang Pemerintah.
(3) Cadangan khusus PPAP sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar
a. 5% (lima perseratus) dari Aktiva Produktif yang
digolongkan dalam perhatian khusus; dan
b. 159
DIREKSI
Halaman
BANK INDONESIA
b. 15% (lima belas perseratus) dari Aktiva Produktif
yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan; dan
c. 50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif
yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai
agunan; dan
d. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif
yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai
agunan.
Pasal 3
(1)Untuk kualitas Aktiva Produktif yang digolongkan
lancar, dalam perbatian khusus dan kurang lancar,
pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), sampai dengan akhir Mei
2001 ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar
persentase sebagaimana terdapat dalam Lampiran
Surat Keputusan ini.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Keputusan ini.
Pasal 4
Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang
dalam pembentukan PPAP terdiri dari:
a. Giro, deposito, tabungan, dan setoran jaminan dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing yang diblokir
disertai dengan surat kuasa pencairan;
b. Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang
Pemerintah:
c. Surat,
Halaman.
DIREKSI
BANK INDONESIA
c. Surat Berharga yang aktif diperdagangkan di pasar
modal;
d. Tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara, dan
kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) Meter
Kubik.
Pasal 5
Penilaian terhadap agunan berupa Surat Berharga, tanah,
gedung, rumah tinggal. pesawat udara, dan kapal laut
scbagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dan huruf d
wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut
a. Surat Berharga dinilai dengan menggunakan Nilai
Pasar yang tercatat di bursa efek pada akhir bulan
b. Tanah dinilai berdasarkan Nilai Pasar;
c. Rumah tinggal dinilai berdasarkan Nilai Pasar dan
Kalkulasi Biaya;
d. Gedung, pesawat udara dan kapal laut dinilai
berdasarkan Nilai Pasar, Kalkulasi Biaya, dan
Kapitalisasi Pendapatan.
Pasal 6
Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang pada pembentukan PPAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 ditetapkan
a. untuk agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan,
setoran jaminan dalam mata uang Rupiah dan valuta
asing yang diblokir disertai dengan surat kuasa
pencairan setinggi-tingginya sebesar 100% (seratus
perseratus)
b. untuk
DIREKSI
BANK INDONESIA
b. untuk agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan
Surat Utang Pemerintah setinggi-tingginya sebesar
100% (seratus perseratus)
c. untuk agunan berupa Surat Berharga setinggi-
tingginya sebesar 50% (lima puluh perseratus):
d. untuk agunan berupa tanah, gedung, rumah tinggal,
pesawat udara dan kapal laut setinggi-tingginya
sebesar
1) 70% (tujuh puluh perseratus) untuk Penilaian yang
dilakukan belum melampaui 6 (enam) bulan:
2) 50% (lima puluh perseratus) untuk Penilaian yang
dilakukan setelah 6 (enam) bulan tetapi belum
melampaui 18 (delapan belas) bulan;
3) 30% (tiga puluh perseratus) untuk Penilaian yang
dilakukan setelah melampaui 18 (delapan belas)
bulan tctapi belum melampaui 30 (tiga puluh)
bulan:
4) 0% (nol perseratus) untuk Penilaian yang
dilakukan setelah melampaui 30 (tiga puluh)
bulan.
Pasal7
(1)Penilaian agunan wajib dilakukan oleh Penilai
Independen bagi
a. Kredit yang diberikan lebih dari
Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta
rupiah) kepada debitur atau grup debitur oleh Bank
yang memiliki Modal setinggi-tingginya sampai
dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar
rupiah):
DIREKSI
b. Kredit yang diberikan lehih dari
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) kepada debitur atau grup debitur oleh Bank
yang memiliki Modal lebih dari
Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah).
(2) Penilaian agunan dapat dilakukan oleh penilai intem
Bank, bagi Kredit dengan jumlah Jebih kecil dari
jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 8
Bank Indonesia dapat melakukan perhitungan kembali
atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPAP
apabila
a. Agunan tidak dilengkapi dengan dokumen hukum
yang sah dan/atau pengikatan agunan belum sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku; atau
b. Penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan
Pasal 7; atau
c. Agunan tidak dilindungi asuransi dengan banker 's
clause yaitu klausula yang memberikan hak kepada
bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal
terjadi pembayaran klaim.
Pasal 9
(1) Bank wajib memuat PPAP yang harus dibentuk sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dan Pasal 3 pada Laporan Keuangan Publikasi.
(2) Bank.
10
DIRESSI 10
Halaman . ...
BANK INDONESIA
(2) Bank wajib memperbaiki Laporan Keuangan
Publikasi dan mengumumkannya kembali dalam hal
PPAP yang telah dimuat pada Laporan Keuangan
Publikasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 10
Bank dilarang melakukan koreksi atas kelebihan
pembentukan PPAP yang sudah memenuhi ketentuan
dalam Pasal 3 apabila pembentukan PPAP tersebut belum
memenuhi ketentuan dalam Pasal 2.
Pasal 11
(l)Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat
Keputusan ini akan dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998.
(2) Apabila Bank melakukan pelanggaran ketentuan
dalam Surat Keputusan ini secara berulang-ulang,
Bank Indonesia akan meminta pergantian manajemen
Bank.
Pasal 12
(1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula
bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
DIREKSI
Halaman.
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan
(murabuhah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (jarah)
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak
lain (jarah wa iqtina).
(3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pasal 13
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/167/KEP/DIR tanggal 29 Maret 1994 tentang
Penyempurnaan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei
1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif, khusus bagi Bank Umum dinyatakan tidak
berlaku.
DIREKSI
Halaman ....12
BANK INDONESIA
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
30/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31
Desember 1998.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Keputusan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 November 1998
DIREKSI
BANK INDONESIA
u
Lampasaia Surat Kspatusan Direksi Ilank Indonesia No.31/148.KEP/DIR tanssal 12 November 1908
PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF
(PPAP)
Cadangan Cadangan Khusus
Umun
Dole Kurang Diragkan
Laporan| Perhatian| Lanear
Khusus
31.12.1998
s.d. 0,25%| 1.25% 3,759 50,00% 100,00%
31.05.1999
30.06.1999
s.d. 0,50%
0,50%
31.12.1999
s.d. 0,625% 2.50% 7,50% 50.009 100,00%
s.d. 0,625% 2.50% 7,50%
31.05.2000
30.06.2000
s.d. 0.75%
s.d. 0.75% 3,009
30.11.2000
31.12.2000
s.d. 0.875% 4,00% 12.509 50,009| 100,00%
30.05.2001
30.06.2001
lan 1,00% 5,
seterusnya
Catatan:
Pembentukan PPAP untuk setiap akhir bulan dalam setiap periode laporan
dilitung sebesar persentase sebagaimana dalam tabel dari setiap kualitas Aktiva
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 31/148/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id>
<reg_title> PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF </reg_title>
<set_date> 12 November 1998 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date>
<replaced_reg> '26/167/KEP/DIR|SKDIR-BI/1994', '26/22/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '30/268/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '31/147/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'Pasal 11' </penalty_list>
|
DIREKSI]
BANK INDONESIA
No. 31/310/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
PENYEDIAAN DANA UNTUK PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA BANK UMUM
DIREKSI BANK INDONESIA,
a. bahwa perbankan nasional akhir-akhir ini memerlukan
konsolidasi intern agar bank-bank nasional dapat
bettahan;
b. bahwa fenaga perbankan yang profesional periu
diciptakan dengan upaya yang berkesinambungan dan
biaya yang memadai, schingga setiap bank wajib
mengupayakan peningkatan kemampuan ~~ serta
keterampilan pegawai guna memenuhi kebutuhan tenaga
profesional yang diperiukan;
c. bahwa oleh - Karena - itu dipandang peru. untuk
menyempurnakan ketértuan tentang kewajiban
penyediaan dana untuk pengembangan sumber daya
manusia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia;
% Merging (
DIREKSI Halaman .. 2
BANK INDONESIA
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor {3 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tabun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3790);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG PENYEDIAAN DANA UNTUK
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
BANK UMUM.
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan:
I. Bank adalah bank wmum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nemor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Noor
10 Tahun 1998.
2. Sumber Daya Manusia adalah pegawai dan direksi Bank
yang diangkat berdasarkan rapat umum pemegang ssham
atau berdasarkan ketentuan intern Bank.
g > pun
B01 D 48}: 190-358 - KP.
DIREKSI Halaman. 3.
BANK INDONESIA
3. Dana Pendidikan adalah dana yang disediakan oleh Bank
yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan Sumber Daya Manusia.
4. Anggaran Pengeluaran Sumber Daya Manusiz adalgh
pengeluaran untuk tensga kerja sebagaimana ditetaplan
pada pos laba/rugi di neraca bulanan Bank yang terdiri dari
gaji dan upah, honorarium koimisaris/dewan pengawas, dan
lainnya.
Pagal 2
(1) Bank wajib menyediakan Dana Pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Sumber
Daya Manusia dalam pengelolaan perbankan yang
antara lain meliputi bidang operasional, pemasaran, dan
manajenien Bank.
(2) Biaya yang dapat dibebankan pada Dana Pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. biaya penyelenggaraan;
b. uang saku;
c. transportasi dan akomodast;
d. materi pendidikan, alat tulis kantor, fotokopi; dan
e. biaya leinnya yang lazim dikeluarkan untuk
menurjang kelancaran penyslenggaraan pendidikan.
(3) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
termasuk blaya investasi untuk penyediaan sarana
pendidikan.
Pasal 3
Besarnya Dana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan sebagai berikut:
a. mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 diserahkan
kepada kebijaksanaan masing-masing Bank;
b. untuk tahun 2003 dan seferusnya sekurang-kurangnya
sebesar 5% dari Anggaran Pengeluaran Sumber Daya
Manusia: ‘
Pasal 4
Pelaksapaan pendidikan yang dibiayal dengan Dana
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat
dilakukan dengan cara:
a. dilakukan oleh Bank sendiri;
bh, ikut seria pada pendidikan yang dilakukan oleh Bank
lain;
c. bersama dengan Bank lain menyelenggarakan
pendidikan; atau
d. mengirim Sumber Daya Manusia untuk mengikuti
pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak lain, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
Pasal 5
(1) Bank wajib menyusun rencana kegiatan pendidikan
tahunan dengan memperhatikan esas prioritas dan
pemerataan pengetahuan dan keterampilan Sumber
Daya Manusia.
(2) Rencana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh persetujuan dewan komisaris atan
badan pengawas Bank.
(3) Rencanza pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
alchir tahun buku.
Pasal 6
Mulai akhir tahun 2003, apabila Dana Pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b masih tersisa,
Bank wajib:
a. menyetorkan Dana Pendidikan tersebut kepada Institut
Bankir Indonesia (JBI) untuk digunakan sebagai biaya
pendidikan perbankar; atau
b. menambahkan Dana Pendidikan tersebut ke Dana
Pendidikan tahun berikutnya.
Pasal 7
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6,
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Urusan Pengawasan Bank, Bank Indonesia, Jl. MH.
Thamrin Nomor 2, Jakarta 10010 bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah Jabotabek;
b. Kantor Bank Indonesia (KBI} setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di Tuar wilayah Jabotabek.
Pasal 8
Ppelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini
akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomeor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubsh dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Pasal 9
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/80/KEP/DIR
tanggal 28 Februari 1991 tentang Kewajiban Penyediaan
Dana Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1999
DIREKSI
ANK INDONES!
vo.
Iwan R. Prawiranata Subarjo Joyosumarte
B10 0 [AGB] - t20r. 7 98- XP
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 31/310/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> PENYEDIAAN DANA UNTUK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 31 Maret 1999 </set_date>
<replaced_reg> '23/80/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991' </replaced_reg>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'Pasal 8' </penalty_list>
|
1). BANK INDONESIA
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA MERGER,
KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK UMIM
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang © a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi
dan Akuisisi Bank, terdapat beberapa ketentuan yang
mermerfukan pengaturan lebih lanjut;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang pertu untuk
mengatur febih fanjut ketentuan tentang Persyaratan
dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
Umum dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia,
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambshan Lembaran Negara Nomor 2863);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun [992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)
sebagaimana lelah diubah dengan Undang-undang
Nomor Ze Lk
050 ram 100 2 58 Sa
DIREKST Halaman
BANK INDONESIA
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun
1998 Nomor 182, Tambshan Lembaran Negara
Nomor 3790);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 19953
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3587);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 04,
Tambahan Lembaran Negara Notnor 3608);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomeor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3741);
6. Pcraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank {Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3840);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN
TATA CARA MERGER, KONSOLIDASI DAN
AKUISIST BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalars Surat Keputusan inj dengan:
a. Bank adaleh Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998;
Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau
lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu Bank dan membubarkan Bank-bank Jainnya
tanpa melikuidasi teriebib dahulu;
. Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank
atan lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan
membubarkan Bank-bank tersebut tanpa melikuidasi
terlebih dahulu;
. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu
Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendatian
tethadap Bank;
Pengendalian adalsh kemampuan untuk menentukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
cara apapun, pengelolaan. danfatau kebijaksanaan
Bank;
Pembelian Saham Melalui Bursa adalah . pembeljan
saham Bank melalui penawaran umum pada pasar
perdana maupun melalui bursa efek;
. Badan Khusus adalah badan khuses vang bersifat
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 A
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998;
. Seham Bank adalah bukti penyetoran modal atas
nama pemegangnya bagi Bank yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas atau bentuk lain yang disamakan
dengan saham bagi Bank yang berbentuk hukum
lainnya;
Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perscroan dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris,
DIREKSI Halaman
BANK INDONESIA
termasuk dalam pengertian ini adalab Rapat Anggota
bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi.
Pasal 2
(1) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dapat
dilakukan atas:
a. inisiatif Bank yang bersangkutan;
b. permintaan Bank Indonesia; atau
¢. inisiatif Badan Khusus.
(2) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) lnruf a dan huruf ¢ wajib
terlebih dahulu memperoleh izin dari Direksi Bank
Indonesia. ’
Pasal 3
Merger atau Konsolidasi antara Bank konvensional
dengan Bank berdasarkan Prinsip Syariah hanya dapat
dilakukan apabila Bank hasil Merger atau Konsolidasi
dimaksud menjadi:
a. Bani berdasatkan Prinsip Syariah; atau
b. Bank konvensional, namun memiliki Kantor Cabang
berdasarkan Prinsip Syariah.
81-301 © (AR) 1201-293 - XP
DIREKSI Halaman... 5
BANK INDONESIA
BAB II
MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI
ATAS INISIATIF BANK
Bagian Pertama
Persyaratan dan Tata Cara Merger
atau Konsolidasi
Pasal 4
Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) dapat diberikan apabila dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum
Pemegang Saham;
b. pada saat terjadinya Merger atau Konsolidasi jumiah
aktiva Bank hasil Merger atau Konsolidasi setinggi-
tingginva 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah
aktiva seluruh Bank di Indonesia;
c. permodalan Bank hasil Merger atau Konsolidasi
memenuhi ketentuan rasio kewajiban pemenuhan
modal minimum yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
d. calon dewan komisaris dan direksi Bank hasil Merger
atau Koosolidasi memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia yang mengatur kepengurusan Bank,
Pasal 5
(1) Direksi masing-masing Bank yang akan melakukan
Merger atau Konsolidasi wajib menyusun usulan
Merger atau Konsolidasi yang sekurang
kurangnya memuat:
a. nama dan tempat kedudukan Bank yang akan
melakukan Merger atau Konsolidasi;
b. alasan serta penjelasan masing-masing direksi
Bank yang akan melakukan Merger atau
Konsolidasi;
yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi
terhadap Saham Bank hasil Merger atau
Kouasolidasi;
d. rancangan perubahan Anggaran Dasar atau
rancangan Alda Pendirian termasuk Anggaran
Dasar;
¢. laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
seluruh Bank yang akan melakukan Merger atau
Konsolidasi;
f. proyeksi tingkai kesehatan Bank hasil Merger atau
Konsolidasi selama 12 {dua belas) bulan dan
rencana perbaikannya;
g. tencana status Kantor-kantor Bank hasil Merger
atau Konsolidasi;
h. nama pemegang saham, calon anggota dewan
komisaris dan direksi Bank hasit Merger atau
Konsolidasi; dan
i. hal-hal lain yang perlu diketahui olch pemegang
saham masing-masing Bank, antara ain:
I. peraca proforma Bank hasil Merger atau
Konsolidast sesuai dengan Standar Akuntensi
Keuangan vang bedaku, dan perkiraan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
keuntungan dan kerugian serta masa depan
Bank yang dap
Konsolidasi berdasarkan hasil penilaian akhli
yang independen;
. cara penyelesaian status karyawan Bank yang
akan melakukan Merger atau Konsolidasi;
3. cara penyelesaian hak dan kewajiban Bank
terhadap pihak ketiga;
4. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham
minoritas;
5. gaji dan tunjangan lain bagi dewan komisaris
dan dircksi Bank hasil Merger atau
Konsolidasi;
6. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Merger
atau Konsolidasi;
7. laporan mengenai keadaan dan jalannya Bank
serta hasil yang telah dicapai;
8. kegiatan utama Bank dan perubahannya selama
tahun buku yang sedang berjalan;
9. rincian permasalahan yang timbul selama tahun
buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi
kegiatan Bank.
(2YUsulan rencana Merger atau Konsolidasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat persetujuan
dari dewan komisaris masing-masing Bank.
Pasal 6
(1) Usulan rencana Merger atau Konsolidasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan bahan
rancangan Merger atau Konsolidasi yang disusun
secara bersama-sama oleh direksi Bank yang akan
melakukan Merger atau Konsolidast.
(2) Rancangan Merger atau Konsolidasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 aya
b. penegasan dari Bank hasil Merger atau
Konsolidasi mengenai penerimaan pengatihan
segala hak dan kewajiban dari Bank yang akan
Merger atau Konsolidasi.
Pasal 7
(1) Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham, direksi
Bank yang akan melakukan Merger atau Konsolidasi
wajib mengumumikan ringkasan rancangan Merger
atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan tempat kedudukan Bank yang akan
melakukan Merger atau Konsolidasi;
b. laporan kevangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
seluruh Bank yang akan melakukan Merger atau
Konsolidasi;
c. rencana status kantor-kantor Bank hasil Merger
atau Konsolidasi;
d. nama pemegang saham, calon anggota komisaris
dan direksi Bank hasil Merger atau Konsolidasi.
(2) Pengumuman ringkasan rancangan Merger atau
Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilakukan selambat-lambatiiya:
a. 30 (tiga pulub) hari sebelum Rapat Umum
Pemegang Saham, dalam 2 (dua) surat kabar
harian yang mempunyai peredaran luas;
b. 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum
Pemegang Saham, kepada karyawan masing-
masing Bank secara tertulis.
Pasal 8
(1) Keberatan atas pelaksanaan Me
oleh kreditur dan pemegaug seham minoritas dapat
diajukan selarabat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum
emanggilan Rapat Umum Pemegang Saham.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) kreditur dan pemegang saham
minoritas tidak mengajukan keberatan maka kreditur
dan pemegang sabam minoritas dianggap menyetujui
Merger atau Konsolidasi.
(3) Keberatan oleh kreditur dan pemegang saham
minoritas disampaikan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian.
(4) Selama penyelesalan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) belum tercapal, Merger atau Konsolidasi
tidak dapat dilaksanakan.
Pasal 9
(1) Rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan
konsep Akta Merger atau konsep Akta Konsolidasi
wajib dimintakan persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham masing-masing Bank.
(2) Konsep Akta Merger atau konsep Akta Kousolidast
yang telah disetujui Rapat Umum Pemnegang Saham
scbagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan
dalam Akta Merger atau Akita Konsolidasi dan Akta
Perubahan Anggaran Dasar atau Akita Pendirian
termasuk Angparan Dasar, yang dibuat dibadapan
notaris dalam bahasa Indonesia.
Pasal 10
(1) Permohonan untuk memperoleh izin Merger atan
Konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2} diajukan oleh direksi masing-masing Bank
yang aken melakukan Merger atau Konsolidast
secara bersama-sama kepada Direksi Bank Indonesia
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
Rapat Umm Pemegang Ssham dengan tembusan
kepada Menter Kehakiman.
(2) Permohonan izin Merger atau Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
sesuai dengan format dalam Lampiran 1 dan wajib
dilampiri dengan:
a. notulen Rapat Umum Pemegang Szham;
b. Akta Merger atau Akia Konsolidasi dan Akta
perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger
atau Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar
Bank hasil Konsolidasi sebagaimana dimaksud
dajarn Pasal 9 ayat (2);
c. bukti pelaporan kepada Badan Pengawas Pasar
Modal dan pengumuman kepada investor, bagi
Bank yang terdaftar di pasar modal;
d. bukti pengumuman mengenai ringkasan
rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 11
Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan {zin Merger atau Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Bank Indonesia
melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran
dokumen;
b. wawancara terhadap calon anggota dewsn komisaris
dan direksi Bank hasil Merger atan Konsolidasi.
Pasal 12
(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
Merger atau Konsolidasi diberikan oleh Direksi Bank
indonesia dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
setelah permohonan diterima secara lengkap.
(2) Tembusan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud dalam (1) disampaikan oleh Bank Indonesia
kepada Menteri Kehakiman.
(3) Dalam hal permohonan ditolak maka Bank Indonesia
akan menjelaskan alasan penolakan secara tertulis.
Pasal 13
Dalam hal perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger
memerfukan persetujuan dari instansi berwenang,
permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar
diajukan oleh direksi Bank hasil Merger kepada instansi
berwenang dan dilakukan bersamaan dengan pengajuan
izin Merger kepada Direksi Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Pasal 14
Permohonan persetujuan atas Akta Pendirian termasuk
Anggaran Dasar Bank hasil Konsolidasi diajukan oleh
direksi Bank hasil Konsolidasi kepada instansi
berwenang dan dilakukan bersamaan dengan pengajuan
izin Konsolidasi kepada Direksi Bank Indonesia
sebapaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Pasal 15
Izin Merger atau Komsolidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Bank yang berbentuk
hukum Perseroan Terbatas berlaku sejak:
a. tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau
Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar oleh
Menteri Kehakiman;
b. tanggal pendaftaran Akta Merger dan perubahan
Anggaran Dasar dalam deftar perusahaan apabila
perubaban Anggaran Dasar tidak memeriukan
persetujuan Mente Kehakiman.
Pasal 16
Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Bank yang berbentuk
hukum selain Perseroan Terbatas berlaku sejak:
a. tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau
Akta Pendirian termasuk Anggaran Dasar dari
instansi berwenang;
b. tanggal pendaftaran Akta Merger dalam daftar
perusahaan apabila perubahan Anggaran Dasar tidak
memerlukan persetujuan dari instansi berwenang.
Pasal 17
(1) Bank yang telah memperoleh izin Merger atau
Konsolidasi wajib:
a. menyusun neraca penuiupan masing-masing Bank
yang melakukan Merger atau Konsolidasi;
b. menyusun neraca pembukaan Bank hasil Merger
atau Konsolidasi;
c. mengumumkan hasil Merger atau Konsolidasi
disertai dengan neraca pembukaan Bank hasil
Merger atau Konsclidasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b delam 2 (dua) surat kabar harian
yang mempunyai peredaran luas selambat-
fambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
berlakunya izin Merger atau Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal
16;
d. menyampaikan laporan pelaksanaan Merger atau
Konsolidasi kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pengumurman dan dilampiri dengan:
1. fotokopi Akta perubahan Anggaran Dasar atau
fotokopi Akta Pendirian termasuk Anggaran
Dasar yang telah mendapat persetujuan dari
instanst berwenang;
2. guntingan surat kabar harian sebagaimana
dimaksud dalam huruf ec.
Pasal 18
Akta Merger dan Akta perubahian Anggaran Dasar Bank
hasil Merger atau Akta Pendirian termasuk Anggaran
Dasar Bank hasil Konsolidasi wajib didaftarkan dalam
dafter perusshean dap diumumkan dalam Tambshan
Berita Negara Republik Indonesia selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan laporan
oleh Menteri Kehakiman atau tanggal persetujuan
Menteri Kehakiman.
Bagian Kedna
Persyaratan dan Tata Cara Akuisisi
Pasal 19
(1) Akuisisi Bank dapat dilakukan oleh perorangan atau
badan hukum, baik melalui pembelian saham secara
langsung maupun Pembelian Sabam Melalui Bursa.
(2) Akuisisi Bank dilakukan melalui pembelian seluruh
atau sebagian jumlah saham Bank yang
mengakibatkan beralihnya Pengendalian Bank
kepada pihak yang mengakuisisi.
(3) Pembelian saham Bank dianggap mengakibatkan
beralibnya ~~ Pengendalian Bank scbagaimana
dimaksud dalam ayat (2) apabila kepemilikan saham:
a. menjadi sebesar 25% (dua puluh lima perseratus)
atau lebih dari modal disetor Bank; atau
b. kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari
modal disetor Bank namun menentukan baik
langsung maupun tidak langsung pengelolaan
«dan/atau kebijaksanaan Bank.
Pasal 20
Izin Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. telah memperoleh persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham dari Bank yang akan diakuisisi;
b. pihak yang melakokan Akuisisi memenuhi
persyaralan sebagai pemilik Bank sebagaimana
dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia yang mengatur kepemilikan Bank;
c. apabila Bank yang diakuisisi terdaftar di pasar modal
maka wajib dipenuhi ketentuan pasar modal mengenai
penawaran tender dan keterbukaan informasi
pemegang saham tertentu.
Pasal 21
(1) Direksi Bank yang akan diakuisisi dan pihak yang
akan mengakuisisi masing-masing menyusun usulan
rencana Akuisisi.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajibs
mendapal persetujuan dari komisaris Bank yang akan
diakuisisi dan pihak yang akan mengakuisisi, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan tempat kedudnkan Bank yang akan
diakuisisi dan pihak yang akan mengakuisisi,
disertal dengan identitas pihak yang akan
mengakuisisi;
b. alasan serta penjelasan dari Bank yang akan
diakuisisi dan dari pihak yang mengakuisisi;
<. laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir,
dari Bank dan badan hukum yang akan
mengakuisisi;
d. tata cara konversi saham dari masing-masing
pihak yang melakukan Akuisisi apabila
pembayaran Akuisisi ditakukan dengan saham;
e. rancangan perubahan Anggaran Dasar Bank yang
diakuisisi;
f jumish dan ailai saham Bank yang akan
diakuisisi;
g. kesiapan pendanaan dari pihak yang akan
mengakuisisi;
h. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham
minoritas;
i. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Akuisisi;
j- komposisi pemegang ssham sctelah dilakukan
Akuisisi;
k. rancangan Akita Akuisisi;
L surat pernyataan dan pihak yang akan
mengakuisisi bahwa dana yang digunakan untuk
mengakuisisi bukan:
1. berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak
lain di Indonesia;
2. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang
{money laundering);
2
3. berasal dari dana yang diharamkan menurut
Prinsip Syarizh bagi Bank yang melakukan
kepiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 22
(1) Usulan rencana Akuisisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 merupakan bahan rancangan Akuisisi
yang disusun oleh direksi Bank vang diakuisisi
bersama pihak yang akan mengakuisisi.
(2) Rancangan Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang
tercantum dalam usulan rencana Akuisisi.
Pasal 23
(1) Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang
akan diakuisisi, direksi Bank yang diakuisisi wajib
mengumumkan ringkasan rancangan Akuisisi yang
sckurang-kurangnya memuat:
nama gan fempal cegudukan Sank yar
diakuijsisi dan pihak vang akan m
b. alasan serta penjelasan dari Bank yang akan
- diakuisisi dan dari pihak yang mengakuisisi;
c. laporan keuangan 3 {tiga} tahun buku terakhir dari
Bank dan badan hukum yang akan mengakuisisi;
d. jumlah sabam Bank yang akan diakuisisi;
e. komposisi pemegang saham seieleh dilakukan
Akuisisi;
f. perkiraan jangka wakitu pelaksanaan Akuisisi.
(2) Pengmmuman ~~ ringkasan rancangan Akuisisi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilakukan selambat-lambatnya:
a. 30 (tiga puluh) hat sebelum Rapat Umum
Pemegang Saham dalam 2 (dua) surat kabar harian
yang mempunyai peredaran fnas;
b. 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum
Pemegang Sabam kepada karyawan Bank secara
tertults.
Pasal 24
(1) Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi
waiib mendapat nersetujuan dari |
y pal p 4
a. Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang akan
diakuisisi;
b. pihak yang akan melakukan Akuisisi.
(2) Rancangan Akuisisi berikut konsep Akta Akuisisi
yang telah disetujui oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), setelah memperoleh izin
Bank Indonesia dituangkan dalam Akta Akuisisi.
Pasal 25
Permohonan untuk memperoleh izin Akuisisi diajukan
direksi Bank yang akan diakuisisi bersama dengen pihak
yang akan mengakuisisi kepada Direksi Bank Indonesia
sesuai dengan format dalam Lampiran 2 dan wajib
dilampiri dengan rancangan Akuisisi beserta dokumen
pendukungnya.
Pasal 26
Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan izin Akuisisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian kelengkapan dan kebenaran dokumen;
b. wawancara terhadap pihak yang akan mengakuisisi.
Pasal 27
(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
Akuisisi diberikan oleh Bank Indonesia dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan
diterima secara lengkap.
(2) Tembusan izin Akuisisi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disampaikan oleh Bank Indonesia kepada
Menteri Kehakiman, apabila terdapat perubahan
Anggaran Dagar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak maka Bank Indonesia
akan menjelaskan alasan penolakan secara tertudis,
Pasal 28
(1) Bank berhak
penandatanganan Akta Akuisisi.
(2) Diveksi Bank wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan Akuisisi kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
penandatanganan Akta Akuisisi dilampiri dengan
fotokopi Aka Akuisisi.
BAB III
MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI
ATAS PERMINTAAN BANK INDONESIA
Pasal 29
(1) Apabila meaurut penilaian Bank Indonesia suatu
Bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya dan Bank tidak dapat
melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang
ditetapkan Bank Indonesia maka Bank Indonesia
dapat meminta kepada pemilik dan pengurus Bank
yang bersangkutan untuk:
a. melakukan Merger atau Konsolidasi denpan Rank
lain; atau
b. menjual scbagian atau seluruh kepemilikannya
kepada Bank atau pihak lain;
sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Uundang-undang
Namor 10 Tajwn 1998.
(2) Pelaksanaan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditakukan
sesual dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
BAB IV
MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI
ATAS PERMINTAAN BADAN KHUSUS
Pasal 30
(1) Badan Khusus wajib meminta izin kepada Bank
Indonesia untuk melakukan Merger, Konsolidasi dan
Akuisisi terhadap Bank yang kepemilikarmya telah
diambilalib oleh Badan Khusus.
(2) Pelaksanaan Merger, Konsolidasi dan A si
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakekan
sesual dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
BAB V
ALAMAT PERMOHONAN DAN PELAPORAN
Pasal 31
(1) Permohonan izin Merger, Konsolidasi dan Akuisist
sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan ini
dialamatkan kepada:
a. Direksi Bank Indonesia Up. Urusan Pengaturan
dan Pengembangan Perbankan, JI. MH. Thamrin
No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah Jabotabek;
b. Direkst Bank Indonesia Up. Uwmisan Pengaturan
dan Pengembangan Perbankan, JL M.H. Thamrin
No.2, Jakarta 10110 dengan tembusan kepada
Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek.
(2) Penyampaian Japoran sebagaimana dimaksud dalam
Surat Keputusan ini dialamatkan kepada:
a. Bank Indonesia Up. Urusan Pengawasan Bank, JI.
MH. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank
yang beckantor pusat di wilayah Jabotabek;
b. Bank Indonesia Up. Urusan Pengawasan Bank, JI.
MH. Thamrin No.2, Jakarta 10110 dengan
tembusan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Jabotabek.
BAB VI
SANKSI
Pasal 32
(1) Bank yang tidak menaati ketentuan mengenai
kewajiban pelaporan dan/atau pepgumuman
schapaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf ¢ serta
huruf d dan Pasal 28 ayat (2) dikenakan sanksi:
a. denda kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,06 (satu -julta rupiah) per hari
kelambatan setiap laporan danvatan pengumuman;
atau
b. denda kewajiban membayar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) apebila Bank tidak
menyampaikan laporan dan/atau pengomuman.
(2) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
dan/atau pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huraf b, apabila Bank tidak menyampaikan
laporan dan/atau pengumuman dimaksud setelah
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak batas akhir
penyampaian laporan dan/atai pengumuman.
BAB VII
LAIN-LAIN
Pasal 33
Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Surat
Keputusen ini, maka segala ketentuan mengenat
kepemilikan dan kepengurusan Bank sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang
Bank Umum dan tentang Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syarieh dinyatakan berlakn unk Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum,
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar sstiap orang mengetahiinya, memerintahkan
pengumuman Surat Keputusan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Mei 1999
DIREKSI
BANK INDONESIA
—
Abin A A FV “7
Achwan Subario as
uBR & fe
B10 0 (AGH) - 00 7-2-3 - KP
Lampiran § -Suret Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/5 1KEP/IIR tanggal 14 Mei 1999
Lampiran 1
No.
Lamp. ©
Kepada
Dircksi Bank Indonesia
Ji. MH. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Up. Urusan Pengawasan Bank
Perihal © Permohonan Izin Merger/Konsolid
Dengan inl kami mengajukan permohoman izin Merger/Konsolidasi *) antaca Bank
Bank Bank ..., dan Bank ..
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut:
1. Notulen Rapat Umum Pemegang Sahanyrapat anggota *).
2. Akta Merger/Akia Kondofidasi *).
3. Akta Perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger/Akta Pendirian termasuk Anggaran
Dasar Bank hasil Konsolidasi *).
4. Bukt pelaporan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan pengumuman kepada invesior.
bagi Bank yany tercatat di pasar modal.
5. Bukti pengumumnan mengenai ringkasan rancangan Merger atau rancangan Konsolidasi.
Demikian permohonan kami.
cc. : Kantor Bank HdORESE ones eon..... (bagi Bank yang herkantor pusat di luac witayah Jabatabelk)
" Coret yang tidak perlu
ShY
Lampiran 2 Surat Kepuiusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KFP/DIR taneeal 14 Mei 1999
Lawpirar 2
No.
Lamp. :
Kepada
Dircksi Bank Indoncsis
JI. MH. Thamrin No.2
JAKARTA 10119
Up. Urusan Pengawasan Bank
Perihal © Permohonan fzin Ak i
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Akuisisi saham Bank
.... oleh (pthak yang mengakuisisi).
Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan dokumen rancangan
Aknisisi yang memuat:
Nama dan tempat kedudukan Bank yang akan diakuisist.
Daftar pihak yang mengakuisisi disertai dengan dokumen identitas yang dipersyaratkan.
Alasan dan penjelasan dar: Bank yang diakuisisi dan pihak yang mengakuisisi.
Laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari badan hukum yang mengakuisisi
Tata Cara Konversi saham dari masing-masing pihak yang mengakuisisi apabila pembayeran
Akuisisi dilakukan dengan saham.
Rancungan Perubahan Anggaran Dasar Bank yang diakuisisi,
Jumiah Sabam Bank yang diakuisisi.
Kestapan pendanaan dari pihak yang mengakuisisi
Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas.
0. Perkirann jangks waktu pelaksanaan Akuisisi.
1. Komposisi pemegang saham seiclah pelaksanaan Akuisisi.
5
3
Une
. Rancasgan Akta Akuisisi.
. Surat pernyataan dati pihak yang mengakuisisi tentang sumber dana yang digunakan unuk
mengakuisisi Saham Bank.
SoogweENe
Lampitan 2 Surat Keputusan Direksi Ban!
14. Surat pernyataan dau pihek yang mengakuisisi tentang tidak pernah melakukan tindskan
tercela di bidang perbankan, keuangan dan usaba lainnya dan/atau tidak pernah dihukum
karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan.
Demikian permohonan kari,
DIREKSI
BANK ..
ce Kantor Bank Indonesia . (bagi Bank yang berkantor pusat di tua witayah Jabotabek)
*) Coret yang tidak periu
1
me
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 32/51/KEP/DIR|SKDIR-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> PERSYARATAN DAN TATA CARA MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 14 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 14 Mei 1999 </effective_date>
<related_reg> '13/UU/1968', '10/UU/1998', '28/PP/1999', '1/UU/1995', '27/PP/1998', '7/UU/1992', '8/UU/1995' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB VI' </penalty_list>
|
DIREKSI
No. 31 / 147 / KEP / DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
DIREKSI BANK INDONESIA ,
Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung pada
kesiapan
untuk menghadapi
penanaman dana ;
b. bahwa dalam rangka
kesiapan menghadapi
kerugian , pengurus bank berkewajiban
kualitas aktiva produktif ;
resiko
menjaga
risiko
kerugian dari
c. bahwa dalam menetapkan kualitas aktiva produktif
harus didasarkan
pada prospek
usaha, kondisil
keuangan dan kemampuan membayar nasabah ;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
untuk
menyempurnakan ketentuan tentang kualitas aktiva
produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia ;
Mengingat
: 1. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1968
Tentang Bank Sentral
1968 Nomor 63, Tambahan
Nomor 2865 ) ;
2. Undang - Undang Nomor
( Lembaran Negara Tahun
Lembaran Negara
7 Tahun 1992
Tentang Perbankan ( Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Nomor
3472) ; sebagaimana telah diubah dengan Undang -
undang Nomor 10 Tahun 1998 ( Lembaran Negara
Tahun 1998 Nomor
182, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3790 ) ;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
: SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA
PRODUKTIF.
TENTANG KUALITAS
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan :
a.
Bank adalah Bank umum sebagaimana
dalam Undang - Undang Nomor
tentang Perbankan
7
sebagaimana
AKTIVA
Tahun
dimaksud
1992
telah diubah
dengan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998.
b. Aktiva Produktif adalah penanaman
baik dalam Rupiah
bentuk kredit,
dana Bank
maupun Valuta Asing dalam
Surat Berharga, Penempatan Dana
Antar Bank Penyertaan, termasuk komitmen dan
kontinjensi pada transaksi rekening administratif ;
c.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat
dipersamakan
dengan itu,
berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam - meminjam
antara Bank
pihak peminjam untuk melunasi
termasuk ;
1. pembelian
dilengkapi
dengan pihak lain yang mewajibkan
setelah
utangnya
jangka waktu tertentu dengan pemberian
surat berharga
Agreement ( NPA) ;
2. pengambilalihan
tagihan
kegiatan anjak piutang ;
d.
Surat
wesel,
Berharga adalah surat pengakuan utang,
Sekuritas Kredit
atau
setiap
dari penerbit, dalam bentuk
diperdagangkan dalam pasar modal
lain, atau suatu
yang lazim
dan pasar
dalam rangka
nasabah
dengan Note
bunga,
yang
Purchase
obligasi,
derivatifnya, atau kepentingan
kewajiban
uang, antara lain ;
- Sertifikat Bank Indonesia ( SBI )
- Surat Berharga Pasar Uang ( SPBU )
- Surat Berharga Komersial ( Commercial Papers )
- Sertifikat Reksadana dan
- Medium Term Note ;
e.
Penempatan adalah penanaman dana Bank pada
Bank lainnya berupa giro, call money , deposito
berjangka, sertifikat deposito, Kredit yang diberikan
serta penempatan lainnya .
f.
Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam
bentuk saham pada perusahaan
debitur
untuk
modal sementara
mengatasi
yang bergerak
dibidang keuangan yang tidak melalui pasar modal,
serta bentuk penyertaan
perusahaan
kegagalan Kredit.
g.
Transaksi
komitmen
yang
Rekening Administrasi
terdiri
dan kontinjensi
dari
adalah
( Of - Balance Sheet )
warkat penerbitan jaminan,
akseptasi / endosemen, irrevocable Letter of Credit
( L/C ) yang masih berjalan, akseptasi wesel impor
atas dasar L/C
berjangka, penjualan
Berharga dengan syarat repurchase
repo ) , standby L/C dan garansi
Surat
agreement
transaksi derivatif yang mempunyai resiko Kredit.
h. Risiko Kredit untuk
nilai pasar ( the
seluruh
keuntungan
transaksi
mark
to market
derivatif adalah
value )
perjanjian/ kontrak yang
secara potensial dapat menjadi
apabila pihak lawan wanprestasi.
Pasal 2
menjanjikan
yang belum dapat terealisir namun
kerugian
Bank
(
lainnya, serta
pada
akibat
dari
(1) Penanaman dana Bank pada Aktiva Produktif wajib
dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati - hatian.
(2) Pengurus Bank wajib memantau dan mengambil
langkah - langkah
senantiasa dalam keadaan baik.
Pasal 3
Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan :
a. prospek usaha
;
b. kondisi keuangan dengan penekanan
kas debitur ; dan
c. kemampuan membayar ;
pada arus
agar kualitas Aktiva Produktif
Pasal 4
(1) Kualitas Kredit
digolongkan menjadi lancar, dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan
macet menurut kriteria yang ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan ini.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan bagian yang tidak
Surat Keputusan ini.
terpisahkan
dari
Pasal 5
Kualitas Aktiva Produktif yang oleh Bank telah ditetapkan
lancar dan dalam perhatian khusus
akan diturunkan oleh
Bank Indonesia menjadi setinggi - tingginya kurang lancar,
apabila dokumen dan arsip debitur tidak dapat memberikan
informasi yang cukup.
Pasal 6
(1) Dalam hal debitur pada satu Bank memiliki beberapa
rekening dengan
masing - masing rekening mengikuti
dengan kualitas yang paling rendah.
(2) Kualitas setiap rekening
dimaksud dalam ayat (1)
menjadi
kualitas yang
Kredit
sebenarnya
kepastian
kualitas yang berbeda, kualitas
rekening Kredit
sebagaimana
dapat dikembalikan
sepanjang
terdapat bukti -bukti dan dokumentasi yang cukup
untuk menyatakan
pemenuhan
kelancaran
pembayaran
dan
dari ddebitur yang dinilai
berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan
kemampuan membayar.
Pasal 7
Penggolongan
ditetapkan sesuai
kualitas Transaksi Rekening Administratif
dengan ketentuan
penggolongan
kualitas Kredit sebagaimana dimmaksud dalam Pasal 4 .
Pasal 8
(1) Penggolongan
Rekening Administratif yang berjumlah
kualitas Kredit dan Transaksi
lebih besar
dari Rp. 350.000.000,00 ( tiga ratus lima puluh juta
rupiah )
grup didasarkan atas ketentuan dalam Pasal 4.
(2) Penggolongan kualitas Kredit dan Transaksi
Rekening
Administratif yang
dengan dari Rp. 350.000.000,00
berjumlah
( tiga ratus
lima puluh juta rupiah ) untuk debitur individual atau
debitur grup hanya didasarkan atas ketepatan
pembayaran
pokok
dan bunga
dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 9
Penggolongan kualitas Surat Berharga ditetapkan :
a.
Lancar :
1. Sertifikat
Bank Indonesia ( SBI ) dan Surat
Utang Pemerintah ;
2. Surat Berharga Pasar Uang
belum jatuh tempo ;
( SBPU ) yang
sebagaimana
baik untuk debitur individual atau debitur
sampai
3. Surat Berharga Komersial ( Commercial
Papers / Cps ) nyang belum jatuh tempo
dengan
peringkat
IdA1 - IdA2 - IdA3 - IdA4
sebagaimana ditetapkan
oleh PT.
Pemeringkat Efek Indonesia ( PT Pefindo )
atau yang setingkat dengan itu dari lembaga
pemeringkat yang memiliki reputasi baik dan
dikenal luas oleh Masyarakat ;
4. Obligasi yang dicatat dan diperdagangkan di
Pasar Modal, belum jatuh tempo, dan kupon
selalu dibayar dalam jumlah dan waktu yang
tepat.
5.
Sertifikat Reksadana yang memiliki prospek
pengembalian, serta mengikuti
ketentuan
untuk surta berharga komersial atau obligasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan
angka 4 dan portofolionya tidak mengandung
saham ;
6. Surat Berharga lainnya seperti Medium Term
Note yang mempunyai prospek pengembalian
serta
mengikuti
ketentuan
berharga komersial
untuk
atau
surat
obligasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan
angka 4.
b. Macet ;
-
apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Pasal 10
(1) Penggolongan
perusahaan
Kualitas Penyertaan
yang bergerak dibidang
dengan pangsa Bank kurang
perseratus ) ditetapkan sebagai berikut :
a.
pada
keuangan
dari 20% ( dua puluh
Lancar :
Perusahaan tempat penyertaan
kumulatif berdasarkan
Bank
memperoleh laba dan tidak mengalami
kerugian
laporan
keuangan tahun buku terakhir yang telah
diaudit ;
b.
Kurang Lancar :
Perusahaan tempat penyertaan
mengalami kerugian
sampai
dengan
Bank
25%
( dua puluh lima perseratus ) dari modal
perusahaan
berdasarkan laporan keuangan
tahun buku terakhir yang telah diaudit ;
c.
Diragukan :
Perusahaan tempat penyertaan
Bank
mengalami kerugian lebih dari 25% ( dua
puluh lima perseratus ) sampai
dengan
50% ( lima puluh perseratus ) dari modal
perusahaan berdasarkan laporan keuangan
tahun buku terakhir yang telah diaudit ;
d. Macet :
Perusahaan tempat penyertaan
mengalami
perseratus )
modal
Bank
lebih dari 50% ( lima puluh
dari
berdasarkan laporan
terakhir yang telah diaudit ;
(2) Penyertaan
pada perusahaan
yang
bergerak
dibidang keuangan dengan pangsa Bank 20 %
( dua puluh perseratus ) atau lebih maupun
penyertaan modal
sementara pada
debitur untuk mengatasi
digolongkan
akibat kegaala
dengan metode ekuitas ( equity method ).
Pasal 11
Penggolongan kualitas Penempatan hanya
didasarkan
pada ketepatan pembayaran pokok dan bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 .
Pasal 12
(1) Pendapatan dari Aktiva Produktif dengan kualitas
kurang
diakui apabila telah diterima secara tunai.
perusahaan
keuangan tahun buku
perusahaan
Kredit,
lancar dan penyertaan wajib dicatat
lancar, diragukan, dan macet hanya boleh
(2) Pendapatan dari Aktiva Produktif dengan kualitas
lancar
dan kualitas
dalam perhatian
khusus yang
telah diakui secara akrual dikoreksi apabila kualitas
Aktiva Produktif, menjadi kurang
lancar, diragukan,
atau macet.
Pasal 13
Pelangaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini
akan dikenakan
sanksi
dimaksud
administratif sebagaimana
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
dalam Pasal 52 Undang - undang Nomor 7
telah
diubah dengan Undang - undang Nomor 10 Tahun 1998.
Pasal 14
(1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula
bagi Bank berdasarkan Prinsip Syari’ah.
(2) Prinsip Syari’ah sebagaimana
ayat (1)
adalah aturan
perjanjian
dimaksud dalam
berdasarkan
hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan / atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya
sesuai dengan syariah , antara lain ;
yang dinyatakan
- mudharabah : pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil
- musharakah : pembiayaan berdasarkan prinsip
penyerttaan modal.
- murabahah : prinsip jual beli barang
memperoleh keuntungan,
: pembiayaan barang
- ijarah
berdasarkan
tanpa pilihan atau,
- ijarah wa igtina : dengan adanya
pilihan
pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari
Bank oleh pihak lain
pihak
(3). Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah adalah
penyediaan
uang
dipersamakan
atau tagihan
yang
dapat
atau kesepakatan antara Bank dengan pihak
yang mewajibkan pihak yang
dibiayai
imbalan
dengan itu bedasarkan persetujuan
lain
untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan
hasil.
Pasal 15
Penempatan pada Bank lain dan Surat Berharga yang
diendos
oleh Bank lain yang ikut
Pemerintah
penjaminan Pemerintah digolongkan
program penjaminan
serta dalam program
lancar
selama
berlaku dan Bank
memenuhi persyaratan program penjaminan .
atau bagi
dengan
modal
prinsip sewa murni
Pasal 16
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan ini maka :
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26 /
22 / KEP / DIR
Kualitas
tanggal
29 Mei
Aktiva Produktif
1993
tentang
dan Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif , khusus
bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku ;
Penyempurnaan Surat Keputusan Direksi
Bank
Indonesia Nomor 26 / 22 / KEP/ DIR tanggal 29 Mei
1993 tentang Kualitas
Aktiva Produktif
Pembentukan Penyisihan Penghapusan
dan
Aktiva
Produktif khusus bagi Bank Umum dinyatakan tidak
berlaku ;
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/
268 / KEP / DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang
Pembentukan Penyisihan Penghapusan
Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku .
Aktiva
Pasal 14
Surat Keputusan ini
31 Desember 1998.
Agar setiap orang
pengumuman
penempatannya
Indonesia.
mulai berlaku pada tanggal
mengetahuinya, memerintahkan
Surat Keputusan ini
dengan
dalam Berita Negara Republik
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal
: 12 November 1998
---------------------------------------------------
DIREKSI
BANK INDONESIA
Achwan
Subarjo Joyosumarto
Lampiran Surat Keputusan Dircksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
PENGGOLONGAN KUALITAS KREDIT
KHUSUS
usaha memiliki potensi usaha menunjukkan usaha menurun
sungan usata
sangat diragukan,
usaha menunjukkan/ usaha menurun
pertumbuhan yang
pertumbuhan yang baik
terbatas
taassanat
penurunan dan sulit
atau tidak mengalami
pertumbuhan
Kemungkinan besar
kegiatan usaha akan
terhenti
Pasar yang stabil dan
Posisi di pasar baik, tidak | * Pasar dipengaruhi olen Pasarsangat
Posisi di pasar baik, tidak |*
Kehilangan pasar
banyak dipengaruhi oleh perubahan kondisi dipengaruhi oleh
tidak dipengaruhi oleh
perubahan kondisi dipengaruhi oleh
perekonomian yang
rekonomian. Posisi di pasar cukup perekonomian
Persaingan yang
baik tetapi banyak Persaingan usaha
angatketatdan
dengan pesaing
terbatas, termasuk posisi
sangat ketat dan
pulih kembali jika operasional perusahaan
pulih kembali jika
yang kuat dalam pasar
melaksanakan strategi
mengalami
bisnis yang baru
serius
anajemen cukup baik * Manajemen kuran
Manajemen cukup baik
Manajernen sangat
Manajemen yang baik
Manajemen yang sangat
ik Manejemen kurang
berpengalaman
baik
baik
Perusahaan afiliasi atau
grup stabil dan tidak perusahaan afiliasi atau
grup stabil dan
sangat merugikan
memiliki dampak yang grup mulai memberikan
mendukung usaha
memberatkan terhadap dampak yang
memberatkan debitur
memberatkan terhadap
debitur memberatk
debitur| memberatkan terhadap
debitur
debitur
enaga kerja berlebihan |* Tenaga kerja berlebihan | * Terjadi pemogokan
Tenaga kerja yang
Tenaga kerja pada Tenaga ke
pemah tercatat
mengalami perselisihan
atau pemogokan
atau pemogokan
keresahan
Lampiran Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
KHUSUS
KONDISI
+ Laba sangat kecil atau Mengalami Kerugian
Perolehan laba cukup|+ Perolehan laba rendah
negatif / yang besar
baik namun memiliki
dan stabil
yang besar
potensi menurun
Kerugian operasiona
dibiayal dengan memenuhi seluruh
dibiayat dengan
kewajiban dan kegiatan
usaha tidak dapat
dipertahankan
Rasio utang terhadap | Rasio utang terhadar
Rasio utang terhadap
Permodalan kuat
Permodalan cukup baik
dan pemilik mempunyai
modal tinggi
modal tinggi modal sangat tinggi
modal sangat tinggi
memberikan modal
diperlukan
Likuiditas sangat
Kesulitan likuiditas
Likuiditas dan modal
kerja umumnya baik| modal kerja terbatas
rendah
kerja umumnya baik| modal k
kerja kuat
Analisis arus kas
Analisa arus kas
Analisis arus kas * Analisis arus kas
Analisis arus kas * Analisis arus kas
menunjukkan
menunjukkan bahwa menunjukkan bah
menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa menunjukkan bat
henunjukkan bahia
debitur dapat memenuhi meskipun debitur mampu debitur hanya mampu
kewajiban pembayaran memenuhi kewajiban membayar bunga dan
membayar pokok dan
memenuhi kewajiban membayar bunga dan
menutup biaya produksi
pokok serta bunga tanpa pembayaran pokok serte
bunga
bunga namun terdapat
tambahan indikasi masalah tertentu
tambahan
yang apabila tidak diatasi
akan mempengaruhi
mendatang
Beberapa portofolio
sensitif terhadap senstif tehadap
sensitif terhadap
terpengaruh perubahan
perubahan nilai tukar| perubahan nilai tukar
nilai tukar valuta asing
fluktuasi nilai tukar
bunga relatif sedikit atau bunga tetapi masih
bunga
bunga
telah dilakukan lindung terkendali
nilai (hedging) secara
baik
untuk menutup
digunakan untuk
menutup kerugian
operasional
Lampiran Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
LANCAR DALAM PERHATIAN
KHUSUS
KEMAMPUAN Pembayaran tepat* Terdapat tunggake
tu, perkembangan pembayaran pokok pembayaran pokok dan pembayaran pokok dan Pokok dan/atau b
pembayaran pokok pembayaran pokok darl pembayaran pokok dant pokok dan/atau bunga
|MEMBAYAR waktu, perkembangan pembayaran pokok.
ada tunggakan serta dengan 90 hari
. Jarang mengalami sampaidengan 180 hari / sampaidengan 2/0han
sampaidengan 180 hari / sampai dengan 2/0han
sesuai dengan
Terdapat cerukan yang Terjadi cerukan yang
persyaratan kredit
cerukan
untuk menutupi khususnya untuk
kerugian operasional| menutupi kerugian
kas | kekurangan arus ka
Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur
Hubungan debitur
Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur * Hubungan debitur
dengan bank baik dan
dan informasi keuangan | memburuk dan
debitur selalu
menyampaikan informasi tidak dapat dipercaya Informasi keuangan
tidak dapat dipercaya Informasi keuangan
menyampaikan informasi
tidak tersedia atau tidak
keuangan secara teratur
keuangan secara teratur
dan masih akurat
dapat dipercaya
dan akurat
Dokumentasi kredit
ngkap dan pengikatan kurang lengkap dan tidak lengkap dan atau pengikatan agunan
lengkap dan pengikatan
agunan kuat
pengikatan agunan| pengikatan agunan tidak ada
yang lemah| yang temah
kredit yang tidak prinsipil| persyaratan pokok prinsipil terhadap
Kredit yang tidak prinsipi
Persyaratan pokok prinsipil terhadap.
persyaratan pokok
Kredit
dalam perjanjan kredit
Perpanjangan Kredit
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 31/147/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id>
<reg_title> KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF </reg_title>
<set_date> 12 November 1998 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 1998 </effective_date>
<replaced_reg> '26/22/KEP/DIR|SKDIR-BI/1993', '31/268/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'Pasal 13' </penalty_list>
|
No. 31/178/KEP/DIR
SURAT KEPUTUSAN
DIREKSI BANK INDONESIA
TENTANG
POSISI DEVISA NETO BANK UMUM
DIREKSI BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan timbulnya produk-produk baru sejalan
dengan perkembangan pasar valuta asing yang semakin
meningkat, mengakibatkan peningkatan risiko yang
dihadapi bank;
b. bahwa dengan meningkatnya risiko yang dihadapi, bank
perlu
menerapkan
prinsip
kehati-hatian
pengelolaan dana valuta asing secara lebih baik;
c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan tentang posisi devisa neto
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
dalam
2. Undang …
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, tambahan
Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3790);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang
Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3210) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3291);
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK
INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO
BANK UMUM.
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan:
a. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta
asing;
b. Modal …
b. Modal adalah modal Bank sebagaimana dimaksud
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/20/KEP/DIR
tanggal
29 Mei 1993 tentang
kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 31/146/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998;
c. Posisi Devisa Neto adalah angka yang merupakan
penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari:
(1) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca
untuk setiap valuta asing; ditambah dengan,
(2) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang
merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam
rekening administratif untuk setiap valuta asing,
yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah;
d. Kurs Penutupan adalah kurs tengah yang merupakan
rata-rata kurs beli dan kurs jual berdasarkan Reuters
pada pukul 16.00 WIB setiap hari;
e. Aktiva dalam valuta asing terdiri dari kas, emas, giro
(termasuk giro pada Bank Indonesia), deposit on call,
deposito berjangka, sertifikat deposito, margin
deposit, surat berharga, kredit yang diberikan sebesar
nilai buku yaitu setelah dikurangi penyisihan
penghapusan aktiva produktif, nilai bersih wesel
ekspor yang telah diambilalih, rekening antar kantor
aktiva dan tagihan lainnya dalam valuta asing baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk;
f. Pasiva dalam valuta asing terdiri dari giro, deposit on
call,
deposito
margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan
impor, rekening
berjangka, sertifikat
kantor
antar
kewajiban lainnya dalam valuta asing baik terhadap
penduduk maupun bukan penduduk;
g. Rekening …
deposito,
pasiva dan
g. Rekening administratif dalam valuta asing adalah
rekening yang dapat menimbulkan tagihan dan/atau
kewajiban di masa mendatang yang merupakan
komitmen dan
valuta
kontinjensi melalui
asing yang
transaksi
mencakup spot, forward,
option yang diterbitkan oleh Bank (Bank sebagai
writer), future, kerugian/keuntungan margin trading
yang belum diselesaikan, bank garansi dan L/C yang
dipastikan akan menjadi kewajiban Bank setelah
dikurangi margin deposit, serta produk-produk lain
yang sejenis terhadap penduduk maupun bukan
penduduk.
Pasal 2
Option yang dibeli oleh Bank (Bank sebagai holder)
dapat diperhitungkan dalam Posisi Devisa Neto
sepanjang memiliki kontrak yang identik dengan option
yang diterbitkan oleh Bank (back-to-back option), dalam
nilai kontrak, jenis valuta, tanggal pelaksanaan (exercise
date) dan harga yang disepakati (strike price).
Pasal 3
(1) Bank wajib memelihara Posisi Devisa Neto pada
setiap akhir hari kerja setinggi-tingginya 20% (dua
puluh per seratus) dari Modal.
(2) Posisi Devisa Neto yang harus dipelihara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung
secara konsolidasi, yaitu mencakup seluruh kantor
cabang di dalam negeri maupun luar negeri.
(3) Bank …
(3) Bank harus memelihara posisi sepanjang hari (intra-
day) berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Pasal 4
Bank yang pada saat diberlakukannya ketentuan ini
memiliki Posisi Devisa Neto melebihi 20% (dua puluh
per seratus) dari Modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) diberikan masa peralihan untuk
melakukan penyesuaian sebagai berikut:
a. Jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto sejak tanggal
30 Juni 1999 menjadi setinggi-tingginya 70% (tujuh
puluh per seratus) dari jumlah kelebihan Posisi Devisa
Neto pada tanggal 31 Desember 1998;
b. Jumlah kelebihan Posisi Devisa Neto sejak tanggal 31
Desember 1999 menjadi setinggi-tingginya 40%
(empat puluh per seratus) dari jumlah kelebihan Posisi
Devisa Neto pada tanggal 31 Desember 1998;
c. Pada tanggal 30 Juni 2000 Posisi Devisa Neto Bank
telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1).
Pasal 5
(1) Bank wajib menyampaikan laporan Posisi Devisa
Neto harian dalam bentuk:
a. laporan konsolidasi yang mencakup kantor-
kantor cabang di dalam negeri;
b. laporan konsolidasi yang mencakup seluruh
kantor cabang baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
(2) Kewajiban …
(2) Kewajiban penyampaian laporan Posisi Devisa Neto
harian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara mingguan dengan periode:
a. masa laporan I, tanggal 1 sampai dengan tanggal
7 bulan yang bersangkutan;
b. masa laporan II, tanggal 8 sampai dengan tanggal
15 bulan yang bersangkutan;
c. masa laporan III, tanggal 16 sampai dengan
tanggal 23 bulan yang bersangkutan;
d. masa laporan IV, tanggal 24 sampai dengan akhir
bulan.
(3) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus telah diterima oleh Bank
Indonesia selambat-lambatnya pada akhir masa
laporan berikutnya termasuk penyampaian koreksi
atas laporan yang bersangkutan dalam hal terdapat
kesalahan, dengan menggunakan contoh formulir
sesuai dengan petunjuk
pengisian Laporan
Konsolidasi Posisi Devisa Neto sebagaimana
terdapat dalam Lampiran Surat Keputusan ini.
(4) Lampiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Keputusan ini.
(5) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang.
(6) Apabila tanggal akhir penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) jatuh pada
hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja
berikutnya.
(7) Bank …
(7) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
Bank belum menyampaikan laporan dimaksud
sampai dengan akhir masa laporan berikutnya
setelah masa laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3).
(8) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Bank
belum menyampaikan laporan dimaksud setelah
akhir masa laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7).
Pasal 6
(1) Laporan Posisi Devisa Neto sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 wajib disusun dengan menggunakan
Kurs Penutupan.
(2) Apabila Kurs Penutupan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) untuk valuta asing tertentu tidak
tersedia, Bank dapat menggunakan crossing rate
pada waktu yang sama dengan Kurs Penutupan yang
terjadi.
Pasal 7
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Urusan Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10010 sesuai dengan Urusan yang mengawasi
bank yang bersangkutan bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah kerja Bank Indonesia Jakarta;
b. Kantor …
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia,
masing-masing dengan tembusan ke Bagian Analisis dan
Pengelolaan Devisa, Urusan Devisa, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010.
Pasal 8
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) per hari kelambatan untuk
setiap laporan bagi Bank yang terlambat
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (7);
b. kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) untuk setiap laporan bagi
Bank yang tidak menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8);
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan penyampaian
koreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dikenakan sanksi berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan koreksi
yang disampaikan dalam 1 (satu) masa laporan
berikutnya setelah masa penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
b. kewajiban …
b. kewajiban membayar sebesar Rp.1000.000,00
(satu juta rupiah) untuk setiap laporan koreksi
yang disampaikan dalam 2 (dua) masa laporan
berikutnya setelah masa penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat
(1) dan Pasal 4 dikenakan sanksi berupa penurunan
nilai kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat
(1) dan Pasal 4 selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud
dikenakan
dalam
sanksi
ayat
(3), juga dapat
administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998.
Pasal 9
(1) Ketentuan dalam Surat Keputusan ini berlaku pula
bagi Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara Bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain
pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan
(murabahah),
atau
pembiayaan …
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni
tanpa
pilihan
(ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina).
(3) Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
Pasal 10
Dengan berlakunya Surat Keputusan ini, maka Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia Nomor
24/50/KEP/DIR tanggal 20 November 1991 tentang
Posisi Devisa Neto Bank, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 11
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret
1999.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman
Surat
Keputusan
ini
dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 31 Desember 1998
D I R E K S I
BANK INDONESIA
Achwan Subarjo Joyosumarto
UPPB.
| <reg_type> SKDIR-BI </reg_type>
<reg_id> 31/178/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998 </reg_id>
<reg_title> POSISI DEVISA NETO BANK UMUM </reg_title>
<set_date> 31 Desember 1998 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '24/50/KEP/DIR|SKDIR-BI/1991' </replaced_reg>
<related_reg> '13/UU/1968', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '1/PP/1982', '24/PP/1985' </related_reg>
<penalty_list> 'Pasal 8' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2011
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang
mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang
memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank ...
- 2 -
Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4962);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK,
adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
2. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang
bersifat kolektif dan kolegial.
3. Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan Komisioner yang
bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan
jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya
kepada Dewan Komisioner.
4. Lembaga ...
- 3 -
4. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang
melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
5. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan
dan undang-undang mengenai perbankan syariah.
6. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan
Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
pasar modal.
7. Perasuransian adalah usaha perasuransian yang
bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa
keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa
asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu
peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau
meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha
penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa
keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa
aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai usaha perasuransian.
8. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
dana pensiun.
9. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
mengenai lembaga pembiayaan.
10. Lembaga ...
- 4 -
10. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian,
lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor
Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,
meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun,
dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian,
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan
pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta
lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh
OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.
11. Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan
oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
12. Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis
yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di
lingkungan internal OJK.
13. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin
Simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai lembaga penjamin simpanan.
15. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan
dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang
tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah
pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis
pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun,
berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
16. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
17. Gubernur Bank Indonesia adalah pemimpin merangkap
anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
18. Menteri ...
- 5 -
18. Menteri Keuangan adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
19. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan.
20. Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu
karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain.
21. Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner
yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner,
pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik.
22. Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner
yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan
tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen
risiko OJK.
23. Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh
Presiden yang bertugas untuk memilih dan menetapkan
calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan
kepada Presiden.
24. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
25. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah
forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas
sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri
Keuangan selaku koordinator merangkap anggota,
Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan
Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota,
dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota.
BAB II
PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.
(2) OJK ...
- 6 -
(2) OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari
campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
(1) OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
Pasal 4
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan:
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel;
b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan
masyarakat.
Pasal 5
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan
di dalam sektor jasa keuangan.
Pasal 6 ...
- 7 -
Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
Pasal 7
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di
sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan
bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor
bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan,
kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin
usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana,
penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di
bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank
yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset,
rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit,
rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan
kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. pengaturan ...
- 8 -
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-
hatian bank, meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan; dan
d. pemeriksaan bank.
Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor
jasa keuangan;
e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
OJK;
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan
pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta
mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan
dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
Pasal 9 ...
- 9 -
Pasal 9
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang
dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap
Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa
Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan;
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. penetapan lain,
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
BAB IV ...
- 10 -
BAB IV
DEWAN KOMISIONER
Bagian Kesatu
Struktur Dewan Komisioner
Pasal 10
(1) OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner.
(2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat kolektif dan kolegial.
(3) Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang
anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Susunan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terdiri atas:
a. seorang Ketua merangkap anggota;
b. seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik
merangkap anggota;
c. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
merangkap anggota;
d. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
merangkap anggota;
e. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
f.
seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
g. seorang anggota yang membidangi edukasi dan
perlindungan Konsumen;
h. seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang
merupakan anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia; dan
i.
seorang anggota Ex-officio dari Kementerian
Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I
Kementerian Keuangan.
(5) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) memiliki hak suara yang sama.
Bagian ...
- 11 -
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 11
(1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon
anggota yang diusulkan oleh Presiden.
(2) Pemilihan dan penentuan calon anggota Dewan
Komisioner
untuk diusulkan kepada Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Panitia Seleksi yang dibentuk dengan Keputusan
Presiden:
a. paling singkat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya
masa jabatan anggota Dewan Komisioner; atau
b. paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal kekosongan
jabatan atau penetapan pemberhentian anggota
Dewan Komisioner karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i,
dan/atau huruf j.
(3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
beranggotakan 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur
Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat.
(4) Panitia Seleksi mengumumkan penerimaan calon anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
ditetapkannya Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 12 (dua belas)
hari kerja secara terus menerus.
(6) Panitia Seleksi melakukan seleksi administratif terhadap
calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
pada ayat (5).
(7) Panitia ...
- 12 -
(7) Panitia Seleksi mengumumkan nama calon yang telah
lulus seleksi administratif untuk mendapatkan masukan
dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
berakhirnya waktu pendaftaran calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (5).
(8) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disampaikan kepada Panitia Seleksi dalam waktu 12 (dua
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan.
(9) Panitia Seleksi melakukan penilaian dan pemilihan serta
menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner kepada
Presiden sebanyak 3 (tiga) orang calon untuk setiap
anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama
12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak berakhirnya
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
Pasal 12
(1) Presiden memilih dan menyampaikan calon anggota
Dewan Komisioner sebanyak 2 (dua) orang calon untuk
setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat, paling lama 12 (dua
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
nama calon anggota Dewan Komisioner dari Panitia
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (9).
(2) Dari calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Presiden mengajukan sebanyak
2 (dua) orang calon anggota Dewan Komisioner untuk
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Ketua
Dewan Komisioner.
(3) Calon anggota Dewan Komisioner yang tidak terpilih
menjadi Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diikutsertakan untuk dipilih sebagai
anggota Dewan Komisioner oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
(4) Dewan ...
- 13 -
(4) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Dewan
Komisioner sesuai dengan jumlah anggota Dewan
Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 45
(empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya nama-
nama calon anggota Dewan Komisioner dari Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Calon anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden paling lama 5
(lima) hari kerja sejak selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
(6) Presiden mengangkat dan menetapkan calon terpilih
sebagai anggota Dewan Komisioner paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
nama calon anggota Dewan Komisioner terpilih dari
Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13
(1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h diangkat dan ditetapkan
Presiden berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia.
(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i diangkat dan ditetapkan
Presiden berdasarkan usulan Menteri Keuangan.
Pasal 14
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner
diangkat dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Pembagian tugas di antara anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b
sampai dengan huruf g diputuskan berdasarkan rapat
Dewan Komisioner dan ditetapkan dengan Keputusan
Dewan Komisioner.
(3) Anggota ...
- 14 -
(3) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud Pasal
10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g diangkat
untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 15
Syarat calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan
huruf g adalah sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik;
c. cakap melakukan perbuatan hukum;
d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi
pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan
tersebut pailit;
e. sehat jasmani;
f. berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada
saat ditetapkan;
g. mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa
keuangan; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih.
Pasal 16
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner
sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya
di hadapan Mahkamah Agung.
(2) Bunyi ...
- 15 -
(2) Bunyi lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi
Ketua/Wakil Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK
langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih
apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk
memberikan sesuatu kepada siapapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak
akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk
apapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Ketua/Wakil
Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK dengan sebaik-
baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”.
Pasal 17
(1) Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan
sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila
memenuhi alasan sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih
kembali;
d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis
tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam)
bulan berturut-turut;
e. tidak ...
- 16 -
e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan
Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
f. tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner
yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h;
g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada
Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio
Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (4) huruf i;
h. memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua
dan/atau semenda dengan anggota Dewan
Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang
mengundurkan diri dari jabatannya;
i. melanggar kode etik; atau
j.
tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan oleh Dewan Komisioner kepada Presiden
untuk mendapatkan penetapan.
Bagian Ketiga
Penggantian Antarwaktu
Pasal 18
(1) Dalam hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai
dengan huruf g, diberhentikan karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,
huruf i, dan/atau huruf j, dilaksanakan penggantian
anggota Dewan Komisioner antarwaktu sesuai dengan
tata cara pemilihan anggota Dewan Komisioner
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Anggota ...
- 17 -
(2) Anggota Dewan Komisioner pengganti diangkat untuk
menggantikan jabatan anggota Dewan Komisioner yang
diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
melanjutkan sisa masa jabatan anggota Dewan
Komisioner yang digantikan.
(3) Penggantian anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila sisa
masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang
diberhentikan kurang dari 1 (satu) tahun.
Pasal 19
(1) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner diberhentikan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1), Wakil Ketua Dewan Komisioner bertindak
sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas
dan wewenang Ketua Dewan Komisioner sampai dengan
ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(2) Dalam hal Wakil Ketua Dewan Komisioner diberhentikan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1), Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai
pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan
wewenang Wakil Ketua Dewan Komisioner sampai
dengan ditetapkannya Wakil Ketua Dewan Komisioner
yang baru.
(3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner
diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1), berdasarkan kesepakatan
Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(4) huruf c sampai dengan huruf g bertindak sebagai
pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan
wewenang Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan
Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua
dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(4) Dalam ...
- 18 -
(4) Dalam hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c sampai
dengan huruf g diberhentikan karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1),
berdasarkan kesepakatan Dewan Komisioner, salah satu
anggota Dewan Komisioner, kecuali anggota Dewan
Komisioner Ex-officio sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (4) huruf h dan huruf i, bertindak sebagai
pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan
wewenang anggota Dewan Komisioner tersebut sampai
dengan ditetapkannya anggota Dewan Komisioner yang
baru.
Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang
Pasal 20
Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dilaksanakan oleh Dewan Komisioner.
Pasal 21
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Dewan Komisioner menetapkan Peraturan
OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan
Dewan Komisioner.
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 22
Anggota Dewan Komisioner dilarang:
a. memiliki benturan kepentingan di Lembaga Jasa
Keuangan yang diawasi oleh OJK;
b. menjadi ...
- 19 -
b. menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di
Lembaga Jasa Keuangan;
c. menjadi pengurus partai politik; dan
d. menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam
rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK
dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Antaranggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai
hubungan keluarga sampai derajat kedua dan semenda.
(2) Jika antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki
hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), salah seorang di
mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak terbukti mempunyai
hubungan keluarga.
(3) Dalam hal tidak ada satu pun anggota Dewan
Komisioner yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), semua anggota Dewan
Komisioner yang mempunyai hubungan keluarga
tersebut diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden.
Bagian Keenam
Rapat dan Pengambilan Keputusan
Pasal 24
(1) Dewan Komisioner melaksanakan rapat Dewan
Komisioner secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 2 (dua) minggu atau sewaktu-waktu berdasarkan
permintaan salah satu anggota Dewan Komisioner.
(2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan
Komisioner.
(3) Dalam ...
antara mereka wajib
- 20 -
(3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, Wakil
Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan
Komisioner.
(4) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
berhalangan, berdasarkan kesepakatan anggota Dewan
Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner
ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan Komisioner.
(5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila
dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota
Dewan Komisioner.
(6) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner dilakukan
berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai,
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
(8) Setiap rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat
yang ditandatangani oleh semua anggota Dewan
Komisioner yang hadir.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur dengan
Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Ketujuh
Lain-lain
Pasal 25
(1) Dewan Komisioner mewakili OJK di dalam dan di luar
pengadilan.
(2) Dewan Komisioner dapat menyerahkan kewenangan
mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
satu atau lebih anggota Dewan Komisioner, dan/atau
kepada pejabat OJK atau pihak lain untuk mewakili
OJK yang khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Ketentuan ...
- 21 -
(3) Ketentuan mengenai tata cara penugasan dan
pemberian kuasa kepada pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan
Komisioner.
BAB V
ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN
Pasal 26
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner
membentuk organisasi.
(2) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner
membentuk organ pendukung yang mencakup
sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik, dan organ
lainnya sesuai dengan kebutuhan.
(3) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner dapat
mengangkat staf ahli.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja OJK diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 27
(1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan
pejabat dan pegawai OJK.
(2) OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur
dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VI ...
- 22 -
BAB VI
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT
Pasal 28
Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK
berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian
Konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan
produknya;
b. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan
kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi
merugikan masyarakat; dan
c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
Pasal 29
OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang
meliputi:
a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan
pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di
Lembaga Jasa Keuangan;
b. membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan
c.
memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
Pasal 30 ...
- 23 -
Pasal 30
(1) Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK
berwenang melakukan pembelaan hukum, yang
meliputi:
a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu
kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan Konsumen yang
dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
b. mengajukan gugatan:
1. untuk memperoleh kembali harta kekayaan
milik pihak yang dirugikan dari pihak yang
menyebabkan kerugian, baik yang berada di
bawah penguasaan pihak yang menyebabkan
kerugian dimaksud maupun di bawah
penguasaan pihak lain dengan itikad tidak
baik; dan/atau
2. untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak
yang menyebabkan kerugian pada Konsumen
dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai
akibat dari pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
(2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti
kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan Konsumen
dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK.
BAB VII ...
- 24 -
BAB VII
KODE ETIK DAN KERAHASIAAN INFORMASI
Bagian Kesatu
Kode Etik
Pasal 32
(1) Dewan Komisioner menetapkan dan menegakkan kode
etik OJK.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik sebagaimana
dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan
Komisioner.
Bagian Kedua
Kerahasiaan Informasi
Pasal 33
(1) Setiap orang perseorangan yang menjabat atau pernah
menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner, pejabat
atau pegawai OJK dilarang menggunakan atau
mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat
rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka
pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenangnya
berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh
Undang-Undang.
(2) Setiap Orang yang bertindak untuk dan atas nama OJK,
yang dipekerjakan di OJK, atau sebagai staf ahli di OJK,
dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi
apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau
diwajibkan oleh Undang-Undang.
(3) Setiap ...
- 25 -
(3) Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat
rahasia, baik karena kedudukannya, profesinya, sebagai
pihak yang diawasi, maupun hubungan apa pun
dengan OJK, dilarang menggunakan atau
mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau
diwajibkan oleh Undang-Undang.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) dapat dikenai sanksi administratif dan/atau
sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerahasiaan,
penggunaan, dan pengungkapan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur
dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VIII
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Pasal 34
(1) Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana
kerja dan anggaran OJK.
(2) Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang
melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan
anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 35
(1) Anggaran OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2) digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional, administratif, pengadaan aset serta
kegiatan pendukung lainnya.
(2) Anggaran ...
- 26 -
(2) Anggaran dan penggunaan anggaran untuk membiayai
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor
jasa keuangan dan dikecualikan dari standar biaya
umum, proses pengadaan barang dan jasa, dan sistem
remunerasi sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, pengadaan barang dan
jasa Pemerintah, dan sistem remunerasi.
(3) Untuk mendukung kegiatan operasional OJK,
Pemerintah dapat melakukan penempatan dana awal ke
OJK.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar biaya, proses
pengadaan barang dan jasa, dan sistem remunerasi
diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 36
Untuk penetapan anggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 37
(1) OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang
melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
(2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan
OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
penerimaan OJK.
(4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan
pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara
akuntabel dan mandiri.
(5) Dalam ...
- 27 -
(5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan
melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran
berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas
Negara.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS
Pasal 38
(1) OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri
atas laporan keuangan semesteran dan tahunan.
(2) OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas
laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan
penjelasan, OJK wajib menyampaikan laporan.
(4) Periode laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
(5) OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada masyarakat.
(6) Laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(7) Untuk penyusunan laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner
menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK.
(8) Laporan ...
- 28 -
(8) Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
(9) OJK wajib mengumumkan laporan tahunan OJK
kepada publik melalui media cetak dan media
elektronik.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan
laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), serta tata cara, bentuk, dan susunan laporan yang
diumumkan kepada publik diatur dengan Peraturan
Dewan Komisioner.
BAB X
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Koordinasi dan Kerja Sama
Pasal 39
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan
Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di
bidang Perbankan antara lain:
a. kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
b. sistem informasi perbankan yang terpadu;
c. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri,
penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial
luar negeri;
d. produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha
bank lainnya;
e. penentuan institusi bank yang masuk kategori
systemically important bank; dan
f. data ...
- 29 -
f. data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang
kerahasiaan informasi.
Pasal 40
(1) Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi,
tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan
khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank
tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
(2) Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia tidak dapat
memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan
bank.
(3) Laporan hasil pemeriksaan bank sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada OJK
paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan
hasil pemeriksaan.
Pasal 41
(1) OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang
dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu
mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi
kesehatan semakin memburuk, OJK segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk
melakukan langkah-langkah sesuai
kewenangan Bank Indonesia.
Pasal 42 ...
dengan
- 30 -
Pasal 42
Lembaga Penjamin Simpanan dapat
melakukan
pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi,
tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih
dahulu dengan OJK.
Pasal 43
OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan
wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran
informasi secara terintegrasi.
Bagian Kedua
Protokol Koordinasi
Pasal 44
(1) Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan
anggota terdiri atas:
a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap
koordinator;
b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan selaku anggota.
(2) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu
kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat
eselon I di Kementerian Keuangan.
(3) Pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.
(4) Dalam ...
- 31 -
(4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai maka
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak.
Pasal 45
(1) Dalam kondisi normal, Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan:
a. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi
stabilitas sistem keuangan;
b. melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam
3 (tiga) bulan;
c. membuat rekomendasi kepada setiap anggota
untuk melakukan tindakan dan/atau membuat
kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas
sistem keuangan; dan
d. melakukan pertukaran informasi.
(2) Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan
penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank
Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah
terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing
dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna
memutuskan langkah-langkah pencegahan atau
penanganan krisis.
(3) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua
Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan berwenang mengambil
dan melaksanakan keputusan untuk dan atas nama
institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan
keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan, dalam kondisi tidak normal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Forum ...
- 32 -
(4) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang
diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan
krisis pada sistem keuangan sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
(5) Keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan yang terkait dengan penyelesaian dan
penanganan suatu bank gagal yang ditengarai
berdampak sistemik mengikat Lembaga Penjamin
Simpanan.
Pasal 46
(1) Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib
diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan
dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam
sejak pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian Ketiga
Hubungan Internasional
Pasal 47
(1) OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas
pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta
organisasi internasional dan lembaga internasional
lainnya, antara lain pada bidang dan/atau kegiatan
sebagai berikut:
a. pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain
pelatihan sumber daya manusia di bidang
pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa
Keuangan;
b. pertukaran...
- 33 -
b. pertukaran informasi; dan
c. kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan
penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor
keuangan.
(2) OJK dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa
keuangan internasional.
(3) Dalam hal persetujuan perjanjian internasional di
sektor jasa keuangan menyangkut masalah hukum
dan berdampak pada sistem keuangan nasional, OJK
wajib mendapatkan konfirmasi dari Dewan Perwakilan
Rakyat.
(4) OJK dapat melakukan kerja sama dan memberikan
bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan
yang dilakukan oleh otoritas pengawas Lembaga Jasa
Keuangan negara lain berdasarkan permintaan
tertulis.
(5) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara
lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama
timbal balik dengan OJK; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan
tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan
umum.
(6) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara
lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama
timbal balik dengan OJK; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan
tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kerja
sama timbal balik dalam masalah pidana.
Pasal 48 ...
- 34 -
Pasal 48
Semua bentuk kerja sama internasional, termasuk di
bidang pengaturan, pengawasan, dan penyidikan, wajib
didasarkan pada prinsip timbal balik yang seimbang.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 49
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK,
diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (2) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan, pemberitahuan, atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan
atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
di sektor jasa keuangan;
c. melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang
diduga melakukan atau terlibat dalam tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
d. memanggil ...
- 35 -
d. memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan
dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka
melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,
catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di sektor jasa keuangan;
f. melakukan penggeledahan di setiap tempat
tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat
dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik
cetak maupun elektronik kepada penyelenggara
jasa telekomunikasi;
h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat
yang berwenang untuk melakukan pencegahan
terhadap orang yang diduga telah melakukan
tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain;
j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan
keuangan pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
k. memblokir rekening pada bank atau lembaga
keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan
atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa
keuangan; dan
m. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya
penyidikan.
Pasal 50 ...
- 36 -
Pasal 50
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan
kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.
(2) Jaksa wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak
lanjut hasil penyidikan sesuai kewenangannya paling
lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 51
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di
OJK hanya dapat ditarik dengan pemberitahuan
paling singkat 6 (enam) bulan sebelum penarikan dan
tidak sedang menangani perkara.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil diharuskan bekerja sama
dengan instansi terkait.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan
Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat
(2) dan/atau ayat (3) dilakukan oleh korporasi,
dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah)
dan/atau sebesar jumlah kerugian yang ditimbulkan
akibat pelanggaran tersebut.
Pasal 53 ...
- 37 -
Pasal 53
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak
memenuhi, atau menghambat pelaksanaan
kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau
Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana
denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar
rupiah)
atau
paling banyak
Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar
rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan
dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau
tugas untuk menggunakan pengelola statuter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana
dengan pidana denda paling
sedikit
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau
paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh
lima miliar rupiah).
BAB XIII ...
- 38 -
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
(1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
ke OJK.
(2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank
Indonesia ke OJK.
Pasal 56
(1) Paling lama 8 (delapan) bulan sejak Undang-Undang
ini diundangkan, Presiden mengangkat dan
menetapkan anggota Dewan Komisioner untuk
pertama kali dengan susunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) sesuai dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (3)
sampai dengan ayat (9), Pasal 12 ayat (1) sampai
dengan ayat (3) dan ayat (6), Pasal 13, dan Pasal 14.
(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun.
(3) Paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Undang-
Undang ini diundangkan, Presiden membentuk Panitia
Seleksi calon anggota Dewan Komisioner untuk
pertama kali dengan keanggotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(4) Dewan ...
- 39 -
(4) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota
Dewan Komisioner sesuai dengan jumlah anggota
Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak diterimanya nama-nama calon
anggota Dewan Komisioner dari Presiden.
(5) Calon anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden paling lama
7 (tujuh) hari sejak selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
pada ayat (4).
Pasal 57
(1) Sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai
dengan ditetapkannya anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1),
Kementerian Keuangan dibantu oleh Bank Indonesia
menyiapkan:
a. struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi,
rancang bangun infrastruktur dan teknologi
informasi, sistem sumber daya manusia, dan
standar prosedur operasional;
b. rencana kerja dan anggaran untuk tahun
anggaran 2013;
c. pejabat dan pegawai OJK;
d. pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan
Komisioner; dan
e. hal lain yang diperlukan dalam rangka pengalihan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
jasa keuangan dari Bank Indonesia, Menteri
Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan ke OJK.
(2) Kementerian
Keuangan menyampaikan hasil
persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Dewan Komisioner OJK untuk ditetapkan.
Pasal 58 ...
- 40 -
Pasal 58
Paling lama 7 (tujuh) bulan sejak Undang-undang ini
diundangkan, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri
Keuangan masing-masing mengusulkan calon anggota
Dewan Komisioner Ex-officio Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf h dan Ex-officio
Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 10
ayat (4) huruf i kepada Presiden untuk diangkat dan
ditetapkan sebagai anggota Dewan Komisioner.
Pasal 59
Sejak diangkatnya
anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) sampai
dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Dewan
Komisioner bertugas:
a. menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan
fungsi, rancang bangun infrastruktur dan teknologi
informasi, sistem sumber daya manusia, dan standar
prosedur operasional;
b. menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK tahun
anggaran 2013;
c. mengangkat pejabat dan pegawai OJK;
d. mengangkat pejabat dan pegawai organ pendukung
Dewan Komisioner; dan
e. menetapkan hal lain yang diperlukan dalam rangka
pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor jasa
keuangan dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan,
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke OJK.
Pasal 60 ...
- 41 -
Pasal 60
(1) Paling lama 1 (satu) bulan sejak diangkatnya anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner membentuk tim
transisi setelah berkoordinasi dengan Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
(2) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
wajib mengusulkan kepada Dewan Komisioner orang-
orang yang menjadi anggota tim transisi paling lama
14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat
permintaan anggota tim transisi dari Dewan
Komisioner.
(3) Dewan Komisioner menetapkan anggota tim transisi
berdasarkan usulan Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia.
Pasal 61
(1) Tim transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (1) bertugas membantu kelancaran pelaksanaan
tugas Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim transisi
berwenang untuk mengindentifikasi dan memverifikasi
kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen, dan hal
lain yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan
Lembaga Jasa Keuangan dan mempersiapkan
pengalihan penggunaannya ke OJK.
(3) Tim transisi wajib melaporkan kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenangnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua
Dewan Komisioner OJK.
(4) Menteri ...
- 42 -
(4) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, tim
transisi, atau pejabat dan pegawai di Kementerian
Keuangan dan Bank Indonesia yang terkait dengan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, wajib
membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(5) Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan,
dan/atau Ketua Dewan Komisioner OJK melaporkan
perkembangan proses pengalihan fungsi, tugas, dan
wewenang dari Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan ke OJK paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 62
Paling lama 2 (dua) bulan sejak diangkatnya anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan struktur
organisasi, tugas pokok dan fungsi, standar prosedur
operasional, dan rancang bangun infrastruktur OJK.
Pasal 63
(1) Paling singkat 3 (tiga) bulan sebelum beralihnya
fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Ketua Dewan Komisioner
menyampaikan permintaan secara tertulis usulan
nama pejabat dan pegawai kepada Gubernur Bank
Indonesia dan Menteri Keuangan yang akan dialihkan
atau dipekerjakan ke OJK.
(2) Paling ...
- 43 -
(2) Paling singkat 2 (dua) bulan sebelum beralihnya
fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Gubernur Bank Indonesia dan
Menteri Keuangan wajib mengusulkan nama pejabat
dan pegawai Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan, sesuai dengan permintaan Ketua Dewan
Komisioner, untuk dialihkan atau dipekerjakan ke
OJK.
(3) Untuk memenuhi kebutuhan OJK, selain pejabat dan
pegawai sebagaimana dimaksud ayat (2), Dewan
Komisioner melakukan rekrutmen pejabat dan
pegawai secara terbuka.
(4) Paling singkat 1 (satu) bulan sebelum beralihnya
fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Dewan Komisioner menetapkan
pejabat dan pegawai yang diterima OJK.
Pasal 64
(1) Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55:
a. pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan; dan
b. pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4)
dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK.
(2) Pejabat dan/atau pegawai yang dialihkan untuk
dipekerjakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib bekerja di OJK untuk jangka waktu paling
singkat:
a. 1 (satu) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai
yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan; dan
b. 3 (tiga) ...
- 44 -
b. 3 (tiga) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai yang
berasal dari Bank Indonesia.
(3) Pejabat dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib menetapkan pilihan status sebagai
pejabat dan/atau pegawai OJK atau:
a. sebagai pejabat dan/atau pegawai Kementerian
Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan sejak
beralihnya fungsi,
tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bagi
pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
dan
b. sebagai pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia,
paling lama 2 (dua) tahun sejak beralihnya fungsi,
tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, bagi pejabat dan/atau pegawai
yang berasal dari Bank Indonesia.
(4) Pejabat dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan pejabat dan/atau pegawai OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan hak
sesuai dengan ketentuan OJK dengan tidak
mengurangi hak pejabat dan/atau pegawai yang telah
dimiliki sebelum dan selama pengalihan.
Pasal 65
(1) Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55:
a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau
digunakan Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan;
dan
b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki
dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
di sektor ...
- 45 -
di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya,
dapat digunakan oleh OJK.
(2) Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan bersama atau
keputusan Menteri Keuangan, Gubernur Bank
Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yang
ditetapkan paling singkat 1 (satu) bulan sebelum
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55.
Pasal 66
(1) Sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai
dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55:
a. Bank Indonesia tetap melaksanakan fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; dan
b. Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan tetap
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
(2) Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
menyampaikan laporan atas pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kepada OJK.
(3) Pembiayaan yang terkait dengan pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), bersumber dari:
a. Bank ...
- 46 -
a. Bank Indonesia untuk pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan dan pengawasan di
sektor Perbankan; dan
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
(4) Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK sejak
Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan ke OJK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bersumber
dari anggaran Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan dan/atau
Bank Indonesia.
Pasal 67
(1) Keputusan mengenai pemberian izin usaha, izin orang
perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran,
surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan
kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan atau
penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan
sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dinyatakan
tetap berlaku.
(2) Permohonan ...
- 47 -
(2) Permohonan izin usaha, izin orang perseorangan,
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar,
persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan,
dan persetujuan atau penetapan pembubaran, serta
permohonan penetapan lainnya yang sedang dalam
proses penyelesaian pada Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, sejak
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55, penyelesaiannya
dilanjutkan oleh OJK.
Pasal 68
Sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan
dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank
Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya
dilanjutkan oleh OJK.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
(1) Fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 8 huruf c, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31,
Pasal 32, dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23
Tahun
1999
tentang Bank Indonesia
sebagaimana ...
- 48 -
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4962);
b. Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12, Pasal
13, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal
22, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35,
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 37A, Pasal 38, Pasal 41,
Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 52, dan Pasal
53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
c. Pasal 1 angka 15, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 17, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 26, Pasal 27, Pasal
28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal
40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 46, Pasal 50, Pasal
51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 56, Pasal
57, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4867);
beralih menjadi fungsi, tugas, dan wewenang OJK
sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2).
(2) Dengan ...
- 49 -
(2) Dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2),
Lembaga Pengawas Perbankan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4963), adalah OJK.
(3) Sejak Undang-Undang ini diundangkan, fungsi, tugas,
dan wewenang Komite Koordinasi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4420) sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4963), dilaksanakan oleh Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan ...
- 50 -
(4) Ketentuan mengenai protokol koordinasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46
berlaku sampai dengan diundangkannya undang-
undang mengenai jaring pengaman sistem keuangan.
Pasal 70
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3467) dan peraturan
pelaksanaannya;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790) dan peraturan pelaksanaannya;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3477) dan peraturan
pelaksanaannya;
4. Undang-Undang ...
- 51 -
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608) dan peraturan
pelaksanaannya;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan
pelaksanaannya;
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867)
dan peraturan pelaksanaannya; dan
7. peraturan perundang-undangan lainnya di sektor jasa
keuangan,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar ...
- 52 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 111.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
SETIO SAPTO NUGROHO
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2011
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh
dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas
dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan
kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program
pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif
dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki
jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari
perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan ekonomi
nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang
berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pembangunan ekonomi
nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik yang
secara terus menerus melakukan reformasi terhadap setiap komponen
dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam
sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan
seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi
berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional.
Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa
keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan
ekonomi nasional. Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan
perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa
keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka
peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan
komprehensif.
Terjadinya ...
- 2 -
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah
menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling
terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun
kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang
memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan
(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi
antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan
konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan
semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di
sektor jasa keuangan yang terintegrasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan
kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan
yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas
sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.
Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, juga
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal
ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan
lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan
kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban
menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Lembaga ...
- 3 -
Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dalam Undang-Undang ini
disebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata
kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan
mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas
kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa
keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan
tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang
menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang
sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal,
Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan
lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan
tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa
keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional.
Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain,
meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan
aspek positif globalisasi.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah,
yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari
kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya
unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa
Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi
dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal
dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-
unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio
ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi
kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan
Ex-officio ...
- 4 -
Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan
nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional,
kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga
dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan
yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik
dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam
mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum
dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Independensi Otoritas Jasa Keuangan tercermin dalam kepemimpinan
Otoritas Jasa Keuangan. Secara orang perseorangan, pimpinan Otoritas
Jasa Keuangan memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat
diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam
Undang-Undang ini. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan
Otoritas Jasa Keuangan yang tepat, Undang-Undang ini mengatur
mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi
publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas
Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan
dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan
kesejahteraan umum;
4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan
golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5. asas ...
- 5 -
5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan
tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas
Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and
balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas
antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan
Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan
Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang
tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan
audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan
wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4 ...
- 6 -
Pasal 4
Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan
sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan
nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan,
pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap
mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “melindungi kepentingan Konsumen dan
masyarakat” termasuk perlindungan terhadap pelanggaran dan
kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai
bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,
aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup
pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan
wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan
macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang
diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan
macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan
himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b ...
- 7 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan” adalah peraturan perundang-undangan
mengenai Lembaga Jasa Keuangan dan pihak yang melakukan
kegiatan di sektor jasa keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “perintah tertulis” adalah perintah
secara tertulis untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan
kegiatan tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan/atau
mencegah dan mengurangi kerugian Konsumen, masyarakat,
dan sektor jasa keuangan.
Perintah tertulis diberikan antara lain untuk mengganti
pengurus atau pihak tertentu di Lembaga Jasa Keuangan,
menghentikan, membatasi, atau memperbaiki kegiatan usaha
atau transaksi, menghentikan atau mengubah perjanjian antara
Lembaga Jasa Keuangan dengan pihak lain yang diduga
merugikan Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan,
serta menyampaikan informasi, dokumen, dan/atau laporan
tertentu kepada OJK.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “pengelola statuter” adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk
melaksanakan kewenangan OJK.
Pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK, antara lain,
untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan, mencegah dan mengurangi kerugian
Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan, dan/atau
pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak
tertentu di sektor jasa keuangan.
Langkah ...
- 8 -
Langkah yang dilakukan pengelola statuter antara lain melalui
penyelamatan kelangsungan usaha Lembaga Jasa Keuangan
tertentu, pengambilalihan seluruh wewenang dan fungsi
manajemen Lembaga Jasa Keuangan oleh pengelola statuter,
pembatalan atau pengakhiran perjanjian, serta pengalihan
portofolio kekayaan atau usaha dari Lembaga Jasa Keuangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengawasan Dewan Komisioner terhadap pelaksanaan tugas
Kepala Eksekutif ditujukan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki kinerja dari Kepala Eksekutif. Pengawasan tersebut
tidak dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada Dewan
Komisioner untuk mengintervensi atau turut campur terhadap
pelaksanaan tugas dan wewenang setiap Kepala Eksekutif.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 10 ...
- 9 -
Pasal 10
Ayat (1)
Dewan Komisioner merupakan pimpinan tertinggi OJK. Dalam
rangka pelaksanaan kerja sama dengan otoritas lembaga
pengawas lembaga jasa keuangan di negara lain serta organisasi
internasional dan lembaga internasional lainnya di sektor jasa
keuangan, anggota Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat
yang mewakili negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bersifat kolektif” adalah bahwa setiap
pengambilan keputusan Dewan Komisioner diputuskan secara
bersama-sama oleh anggota Dewan Komisioner.
Yang dimaksud dengan “bersifat kolegial” adalah bahwa setiap
pengambilan keputusan Dewan Komisioner berdasarkan
musyawarah untuk mufakat dengan berasaskan kesetaraan dan
kekeluargaan di antara anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin tugas
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan.
Huruf d
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin tugas
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
Pasar Modal.
Huruf e
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
memimpin ...
- 10 -
memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (5)
Setiap anggota Dewan Komisioner memiliki hak untuk
memberikan pendapat dalam setiap proses pengambilan
keputusan Dewan Komisioner, dan memiliki hak suara pada saat
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 11
Ayat (1)
Dalam penyampaian calon anggota Dewan Komisioner kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden menyampaikan nama-nama
calon Dewan Komisioner.
Yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah akademisi di
sektor jasa keuangan, masyarakat industri Perbankan, industri
Pasar Modal, dan/atau Industri Keuangan Non-Bank yang
meliputi Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Ayat (4) ...
- 11 -
Ayat (4)
Di samping mengumumkan penerimaan calon anggota Dewan
Komisioner, Panitia Seleksi secara aktif dapat mencari calon-
calon yang memenuhi persyaratan dan keterwakilan sesuai
dengan keahliannya dari sektor jasa keuangan yang diawasi
OJK.
Ayat (5)
Pendaftaran calon anggota Dewan Komisioner dilakukan dengan
memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “seleksi administratif” adalah seleksi
terhadap calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Yang dimaksud dengan “3 (tiga) orang calon untuk setiap
anggota Dewan Komisioner” adalah bahwa dalam pengajuan
calon, Panitia Seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon untuk
setiap anggota Dewan Komisioner dengan kualifikasi keahlian
dan pengalaman yang proporsional dalam industri jasa
keuangan. Untuk 7 (tujuh) orang anggota Dewan Komisioner
yang dibutuhkan, Panitia Seleksi mengajukan kepada Presiden
sebanyak 21 (dua puluh satu) orang calon anggota Dewan
Komisioner.
Pasal 12
Ayat (1)
Untuk 7 (tujuh) orang anggota Dewan Komisioner yang
dibutuhkan, Presiden mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat sebanyak 14 (empat belas) orang calon anggota Dewan
Komisioner.
Ayat (2) ...
- 12 -
Ayat (2)
Ketentuan ini hanya berlaku apabila terdapat kebutuhan untuk
mengisi jabatan Ketua Dewan Komisioner.
Ayat (3)
Ketentuan ini hanya berlaku apabila terdapat kebutuhan untuk
mengisi jabatan Ketua Dewan Komisioner dan paling sedikit 1
(satu) orang anggota Dewan Komisioner.
Ayat (4)
Dalam rangka memilih calon anggota Dewan Komisioner, Dewan
Perwakilan Rakyat dapat meminta calon anggota Dewan
Komisioner untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau
kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan
akhlak anggota Dewan Komisioner.
Yang dimaksud dengan “45 (empat puluh lima) hari kerja” tidak
termasuk masa reses.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner” adalah sejak ditetapkannya di rapat
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “memiliki akhlak, moral, dan integritas
yang baik”, antara lain tidak pernah masuk dalam daftar orang
tercela.
Huruf c ...
- 13 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Anggota Dewan Komisioner tidak terkendala oleh kondisi jasmani
yang secara permanen menyebabkan yang bersangkutan tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian
di sektor jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki
pengalaman, keilmuan, atau keahlian yang memadai di sektor
jasa keuangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengunduran diri anggota Dewan Komisioner berlaku
efektif sejak tanggal pengunduran diri tersebut disetujui
oleh Presiden.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah cacat
fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan
yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemberhentian ...
- 14 -
Pemberhentian anggota Dewan Komisioner karena cacat
fisik dan/atau cacat mental ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Yang dimaksud dengan “diperkirakan secara medis” adalah
perkiraan secara medis yang dibuktikan dengan keterangan
tertulis dari dokter yang menerangkan bahwa anggota
Dewan Komisioner yang bersangkutan tidak dapat
melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-
turut.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan" adalah tidak adanya alasan yang
kuat yang menyebabkan anggota Dewan Komisioner
diberhentikan.
Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain,
sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
ditunjuk Dewan Komisioner, penugasan di luar kegiatan
OJK oleh Presiden, atau kegiatan lain demi kepentingan
negara.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “semenda” adalah pertalian
kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara
salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari
pihak lain.
Huruf i
Pelanggaran kode etik dalam ketentuan ini adalah
pelanggaran yang dikategorikan pelanggaran berat dan
dilaporkan oleh Dewan Komisioner kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18 ...
- 15 -
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “sisa masa jabatan anggota Dewan
Komisioner yang diberhentikan kurang dari 1 (satu) tahun”
adalah sisa masa jabatan terhitung sejak tanggal penetapan
pemberhentian anggota Dewan Komisioner.
Pasal 19
Ayat (1)
Wakil Ketua yang bertindak sebagai pejabat sementara Ketua
Dewan Komisioner memiliki kewenangan sebagai Ketua dan
Wakil Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu)
hak suara.
Ayat (2)
Ketua yang bertindak sebagai pejabat sementara Wakil Ketua
Dewan Komisioner memiliki kewenangan sebagai Ketua dan
Wakil Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu)
hak suara.
Ayat (3)
Anggota Dewan Komisioner yang bertindak sebagai pejabat
sementara Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan Komisioner
memiliki kewenangan sebagai anggota, Ketua, dan/atau Wakil
Ketua Dewan Komisioner, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak
suara.
Ayat (4)
Anggota Dewan Komisioner yang bertindak sebagai pejabat
sementara dari anggota Dewan Komisioner yang kosong
sebagaimana dimaksud ayat ini, memiliki kewenangan sebagai
anggota Dewan Komisioner dan anggota Dewan Komisioner yang
dijabat sementara, tetapi hanya memiliki 1 (satu) hak suara.
Pasal 20 ...
- 16 -
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dilarang memiliki benturan kepentingan
di Lembaga Jasa Keuangan yang diawasi oleh OJK” adalah pada
saat menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner:
1) tidak menjadi pengurus atau yang setara dengan pengurus
di Lembaga Jasa Keuangan, atau tidak lagi menjadi
pengurus dengan cara mengundurkan diri secara tertulis
sebagai pengurus;
2) tidak menjadi pengendali dan pengelola di Lembaga Jasa
Keuangan; dan
3) tidak lagi menjadi pengendali di Lembaga Jasa Keuangan
dengan cara melepaskan pengendalian dan pengelolaannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
Huruf b
Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner
dan yang bersangkutan merupakan pengurus salah satu
organisasi pelaku atau profesi di Lembaga Jasa Keuangan, yang
bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan jabatan
kepengurusan pada organisasi pelaku atau profesi di Lembaga
Jasa Keuangan tersebut sebelum ditetapkan menjadi anggota
Dewan Komisioner.
Huruf c
Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner
dan yang bersangkutan merupakan pengurus salah satu partai
politik, yang bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan
jabatan kepengurusan pada partai politik tersebut sebelum
ditetapkan menjadi anggota Dewan Komisioner.
Huruf d ...
- 17 -
Huruf d
Mengingat anggota Dewan Komisioner memiliki tugas yang
sangat strategis dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan, anggota Dewan Komisioner harus bertindak
profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya.
Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota
Dewan Komisioner dapat merangkap jabatan pada lembaga-
lembaga tertentu, misalnya jabatan pada organisasi
internasional.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal hubungan keluarga terjadi pada 2 (dua) orang atau
lebih anggota Dewan Komisioner, hanya 1 (satu) orang yang
dapat tetap menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) ...
- 18 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Risalah rapat paling sedikit memuat hari dan tanggal
pelaksanaan rapat, pimpinan dan peserta rapat, agenda rapat,
dan keputusan rapat. Dalam risalah rapat tersebut, dituangkan
pendapat seluruh peserta rapat, baik yang menyatakan
persetujuan, tidak memberikan persetujuan, atau tidak
berpendapat terhadap materi yang diputuskan dalam rapat,
disertai dengan alasannya.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dewan Komisioner yang ditunjuk mewakili OJK, antara lain
dalam pelaksanaan kerja sama antarinstansi dan hubungan
internasional.
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga,
institusi, atau orang, baik dari dalam maupun luar OJK.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “membentuk organisasi” termasuk
membentuk lembaga tertentu untuk antara lain mendukung
kegiatan, pengembangan dan pembinaan pegawai dan
pensiunan. Untuk tujuan ini, OJK dapat bekerja sama dengan
lembaga lain.
Ayat (2) ...
- 19 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sekretariat” adalah organ di bawah
Dewan Komisioner yang antara lain membidangi tugas umum,
keuangan, sumber daya manusia, organisasi, serta hubungan
masyarakat dan kelembagaan.
Organ pendukung yang dibentuk oleh Dewan Komisioner
diketuai atau dikoordinasikan oleh salah seorang anggota Dewan
Komisioner berdasarkan rapat Dewan Komisioner.
Yang dimaksud dengan “organ lain” antara lain komite
remunerasi, komite manajemen risiko, serta komite teknologi
informasi dan komunikasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah
pejabat dan pegawai baik tetap maupun dipekerjakan. Pejabat
OJK merupakan pejabat struktural ataupun fungsional di
lingkungan OJK antara lain deputi komisioner, direktur, dan
pejabat di bawahnya.
Ayat (2)
Untuk mengefektifkan tugas dan wewenangnya, OJK dapat
mempekerjakan pegawai negeri dari instansi lain atau dengan
status lainnya.
Pegawai negeri yang bekerja pada OJK dapat berstatus
dipekerjakan atau status lainnya dalam rangka menunjang
kewenangan OJK di bidang pemeriksaan, penyidikan, atau
tugas-tugas yang bersifat khusus. Pegawai negeri tersebut antara
lain berasal dari pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau
Pejabat Penyidik Kepolisian. Hak dan kewajiban pegawai negeri
tersebut disetarakan dengan hak dan kewajiban pegawai OJK.
Ayat (3) ...
- 20 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kepegawaian” mencakup antara lain
pengangkatan, kepangkatan, jenjang karier, sistem remunerasi,
pemberhentian, usia pensiun, tata cara mempekerjakan pegawai
negeri, serta hak dan kewajiban lain pejabat dan pegawai OJK.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Dalam rangka penyelesaian pengaduan Konsumen, OJK dapat
melakukan antara lain verifikasi dan pemeriksaan khusus atas
pengaduan dimaksud.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Yang dimaksud dengan “itikad tidak baik” adalah
itikad tidak baik berdasarkan penilaian OJK.
Angka 2
Pengajuan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian
OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu
pihak terhadap peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan mengakibatkan kerugian
materi bagi Konsumen, masyarakat, atau sektor jasa
keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak yang dirugikan” adalah pihak
Konsumen dan/atau industri jasa keuangan karena pelanggaran
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Ganti
kerugian diberikan sesuai dengan nilai yang ditetapkan pihak
yang berwenang.
Pasal 31 ...
- 21 -
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik, OJK merumuskan
dan menerapkan kode etik. Kode etik antara lain memuat
ketentuan mengenai larangan untuk melakukan tindakan yang
tidak terpuji dan ketentuan umum mengenai perilaku yang
diharapkan dari anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan
pegawai OJK. Kode etik ini dievaluasi secara berkala.
Pemberlakuan kode etik disesuaikan dengan tingkatan jabatan
dan kewenangan dari setiap anggota Dewan Komisioner, pejabat,
dan pegawai OJK.
Pelanggaran kode etik terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran,
yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran
berat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rahasia” adalah sesuatu yang menurut
peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia
karena kedudukannya misalnya, pejabat dari lembaga yang
berkoordinasi atau bekerja sama dengan OJK.
Setiap Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia
karena profesinya misalnya, auditor, penilai, notaris, atau
aktuaris di industri jasa keuangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) ...
- 22 -
Ayat (5)
Peraturan Dewan Komisioner mengenai kerahasiaan,
penggunaan, dan pengungkapan informasi ditetapkan dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan” adalah Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan
kegiatan di sektor jasa keuangan.
Pembiayaan kegiatan OJK sewajarnya didanai secara mandiri
yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak
yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan
besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap
memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK.
Namun, pembiayaan OJK yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tetap diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang
melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat
mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri, antara
lain pada masa awal pembentukan OJK.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kegiatan operasional” adalah kegiatan
penyelenggaraan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK,
antara lain pengaturan, pengawasan, penegakan hukum,
edukasi dan perlindungan konsumen.
Yang ...
- 23 -
Yang dimaksud dengan “kegiatan administratif” antara lain
meliputi kegiatan perkantoran, remunerasi, pendidikan dan
pelatihan, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia.
Yang dimaksud dengan “aset” adalah aset lancar dan aset
nonlancar, antara lain persediaan, gedung, peralatan dan mesin,
kendaraan, perlengkapan kantor, serta infrastruktur teknologi
informasi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “standar yang wajar pada sektor jasa
keuangan” adalah standar biaya yang lazim digunakan oleh
sektor jasa keuangan atau regulator sektor jasa keuangan
sejenis, baik domestik maupun internasional. Hal ini dilakukan
agar OJK dapat mengimbangi tuntutan dan dinamika sektor jasa
keuangan, baik secara domestik maupun internasional.
Yang dimaksud dengan “standar biaya umum” adalah standar
biaya umum yang diberlakukan terhadap Kementerian dan
Lembaga sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Yang dimaksud dengan “sistem remunerasi” antara lain sistem
mengenai penghasilan, asuransi dan dana pensiun, tunjangan,
pesangon, dan imbalan prestasi.
Ayat (3)
Dana awal berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang jumlah dan peruntukannya berdasarkan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal ini adalah alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan
perbankan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 36
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan
dan perbankan.
Pasal 37 ...
- 24 -
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pungutan” antara lain pungutan untuk
biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan,
biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian
dan transaksi perdagangan efek.
Pungutan digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pungutan
OJK digunakan untuk membiayai kegiatan operasional,
administrasi dan pengadaan aset serta kegiatan pendukung
lainnya untuk penyesuaian biaya-biaya dimaksud terhadap
standar yang wajar di industri jasa keuangan.
Yang dimaksud dengan “pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan” adalah Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
OJK menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah yang memuat
antara lain tata cara penetapan, jenis, besaran, waktu penagihan
dan pembayaran pungutan, dan sanksi denda.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan kegiatan yang disusun OJK antara lain memuat:
a. pelaksanaan ...
- 25 -
a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode
sebelumnya.
b. rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang
akan datang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penjelasan” adalah penjelasan terkait
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK.
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Penyampaian laporan OJK kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan
pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun berjalan.
Ayat (7)
Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh OJK
dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Dalam rangka menyusun laporan keuangan yang terkait dengan
pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Dewan Komisioner harus memperhatikan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 39 ...
- 26 -
Pasal 39
Tata cara koordinasi OJK dengan Bank Indonesia diatur bersama
antara OJK dan Bank Indonesia.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha bank lainnya” antara
lain adalah kartu kredit, kartu debit, dan internet banking.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “systemically important bank” adalah
suatu bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban,
luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan
serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat
mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank-bank
lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional
maupun finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan
atau gagal.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah
wewenang OJK. Namun, dalam hal Bank Indonesia
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan
informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, Bank Indonesia
dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank
tertentu yang masuk systemically important bank dan/atau bank
lainnya sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang
macroprudential.
Untuk ...
- 27 -
Untuk kelancaran kegiatan pemeriksaan oleh Bank Indonesia,
pemberitahuan secara tertulis dimaksud paling sedikit memuat
tujuan, ruang lingkup, jangka waktu, dan mekanisme
pemeriksaan.
Ayat (2)
Penilaian terhadap tingkat kesehatan bank merupakan
kewenangan OJK.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “langkah-langkah sesuai kewenangan
Bank Indonesia” adalah pemberian fasilitas pembiayaan jangka
pendek dalam menjalankan fungsi Bank Indonesia sebagai lender
of last resort. Dalam menjalankan fungsi dimaksud, Bank
Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank dengan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK.
Pasal 42
Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah
wewenang OJK. Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan
kegiatan pemeriksaan bank, Lembaga Penjamin Simpanan dapat
melakukan pemeriksaan bank dan tetap berkoordinasi dengan OJK
terlebih dahulu.
Lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan
bank, tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah,
kualitas aset, dan kejahatan di sektor perbankan.
Pasal 43 ...
- 28 -
Pasal 43
Pada prinsipnya OJK membangun, memelihara dan mengembangkan
sistem informasi sesuai dengan tugas dan kewenangnya.
Yang dimaksud dengan “terintegrasi” adalah bahwa sistem yang
dibangun oleh OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin
Simpanan saling terhubung satu sama lain, sehingga setiap institusi
dapat saling bertukar informasi dan mengakses informasi perbankan
yang dibutuhkan setiap saat (timely basis). Informasi tersebut meliputi
informasi umum dan khusus tentang bank, laporan keuangan bank,
laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
Lembaga Penjamin Simpanan atau oleh OJK, dan informasi lain
dengan tetap menjaga dan mempertimbangkan kerahasiaan informasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
Ayat (1)
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan
Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan masing-masing mewakili Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan Lembaga Penjamin
Simpanan.
Ayat (2)
Cakupan kerja, sumber daya, dan anggaran kesekretariatan
disepakati oleh setiap anggota Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Keputusan yang diambil Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan mengikat seluruh anggota forum.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) ...
- 29 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “krisis pada sistem keuangan” adalah
kondisi sistem keuangan yang sudah gagal menjalankan fungsi
dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional yang
ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi
dan keuangan antara lain berupa kesulitan likuiditas, masalah
solvabilitas, dan/atau penurunan kepercayaan publik terhadap
sistem keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “bank gagal” adalah bank yang
mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan
kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi
disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangan yang
dimilikinya.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keuangan negara” adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara pada saat kebijakan Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan ditetapkan dan/atau
dilaksanakan.
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Pengajuan persetujuan disampaikan oleh Menteri Keuangan
selaku koordinator Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat ditujukan langsung kepada
Pimpinan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang
membidangi ...
- 30 -
membidangi keuangan dan perbankan dengan tembusan kepada
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Surat dinyatakan diterima
setelah dibacakan dalam rapat pleno alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat dimaksud.
Pasal 47
Ayat (1)
OJK dapat bekerja sama antara lain dengan:
organisasi internasional seperti International Organization of
Securities Commissions (IOSCO), International Organization
of Pension Supervisors (IOPS), International Association of
Insurance Supervisors (IAIS), organisasi pengawas dan
pengatur perbankan internasional; dan
lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB),
World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial
Action Task Force on Money Laundering (FATF).
Ayat (2)
Pembiayaan terkait keanggotaan organisasi dibebankan dalam
anggaran OJK.
Ayat (3)
Perjanjian internasional yang berdampak pada sistem keuangan
nasional termasuk perjanjian internasional yang berdampak
pada kepentingan nasional di bidang sumber daya manusia,
pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan.
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 48 ...
- 31 -
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lain” antara lain
kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l ...
- 32 -
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain kejaksaan,
kepolisian dan pengadilan.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Anggota Dewan Komisioner ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Ayat (2) ...
- 33 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “masa jabatan 5 (lima) tahun” adalah
masa jabatan anggota Dewan Komisioner selain anggota Dewan
Komisioner Ex-officio Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia.
Ayat (3)
Pembentukan Panitia Seleksi ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Ayat (4)
Dalam rangka memilih calon anggota Dewan Komisioner, Dewan
Perwakilan Rakyat dapat meminta calon anggota Dewan
Komisioner untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau
kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan
akhlak anggota Dewan Komisioner.
Yang dimaksud dengan “30 (tiga puluh) hari” tidak termasuk
masa reses.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner” adalah sejak ditetapkannya di rapat
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 57
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah
pejabat dan pegawai OJK yang dialihkan dari Bank
Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, Kementerian Keuangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e ...
- 34 -
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penyampaian hasil persiapan dimaksud dilakukan segera setelah
Dewan Komisioner ditetapkan. Dewan Komisioner dapat
melakukan kajian dan penyempurnaan terhadap hasil persiapan
dimaksud.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai OJK” adalah
pejabat dan pegawai OJK yang dialihkan dari Bank Indonesia
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,
Kementerian Keuangan, dan dari rekrutmen secara terbuka.
Pengangkatan jabatan pegawai OJK dilakukan dengan Surat
Keputusan Dewan Komisioner.
Huruf d
Pengangkatan jabatan pegawai organ pendukung Dewan
Komisioner dilakukan dengan Surat Keputusan Dewan
Komisioner.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) ...
- 35 -
Ayat (2)
Keanggotaan tim transisi berasal dari Bank Indonesia dan
Kementerian Keuangan dalam proporsi yang seimbang
berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri
Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya,
tim transisi dapat menggunakan pihak lain yang relevan atas
biaya tim transisi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
keuangan dan perbankan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat dan pegawai” adalah pejabat
dan pegawai Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan di Kementerian Keuangan yang saat ini
atau berpengalaman menangani pengaturan dan pengawasan
perbankan ...
- 36 -
perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan serta pejabat
dan pegawai yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang
memadai di bidang pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan.
Ayat (2)
Usulan nama pejabat dan pegawai yang dialihkan atau
dipekerjakan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan
dilengkapi dengan keterangan tertulis yang memadai mengenai
pangkat, golongan, jabatan, bidang tugas, gaji dan tunjangan,
pendidikan, pengalaman, keahlian, sasaran jabatan yang
direkomendasikan, dan keterangan lain yang terkait.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan permintaan Ketua Dewan
Komisioner” adalah kesesuaian jumlah, kualifikasi, pengalaman,
dan sasaran jabatan yang dibutuhkan dan diminta Ketua Dewan
Komisioner.
Ayat (3)
Rekrutmen pejabat dan pegawai secara terbuka dimulai sejak
ditetapkannya struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, dan
rancang bangun infrastruktur OJK oleh Dewan Komisioner.
Ayat (4)
Penetapan pejabat dan pegawai yang diterima OJK tidak
diartikan bahwa pejabat dan pegawai yang bersangkutan sudah
dialihkan atau dipekerjakan menjadi pejabat dan pegawai OJK.
Pejabat dan pegawai tersebut dinyatakan sebagai pejabat dan
pegawai OJK sejak pengangkatan yang bersangkutan oleh Dewan
Komisioner. Pejabat dan pegawai yang dipekerjakan tersebut
berhak memilih menjadi pegawai tetap OJK.
Pasal 64
Ayat (1)
Penetapan pejabat dan pegawai OJK dilakukan dengan Surat
Keputusan Dewan Komisioner.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) ...
- 37 -
Ayat (3)
Huruf a
Penetapan jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksudkan untuk
memberi kesempatan bagi OJK untuk melakukan proses
rekrutmen untuk mengisi kekosongan dari pejabat dan
pegawai yang tetap memilih status sebagai pegawai
Kementerian Keuangan.
Pejabat dan pegawai yang berasal dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang tetap memilih
sebagai pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan
dikembalikan ke Kementerian Keuangan pada akhir tahun
pertama.
Huruf b
Penetapan jangka waktu 2 (dua) tahun dimaksudkan untuk
memberi kesempatan bagi OJK untuk melakukan proses
rekrutmen untuk mengisi kekosongan dari pejabat dan
pegawai yang tetap memilih status sebagai pegawai Bank
Indonesia.
Pejabat dan pegawai yang berasal dari Bank Indonesia yang
tetap memilih sebagai pejabat dan pegawai Bank Indonesia
dikembalikan ke Bank Indonesia pada akhir tahun ketiga.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak pejabat dan pegawai” antara lain
hak atas pengakuan masa kerja, kepangkatan, pensiun,
asuransi, penghasilan, tunjangan dan hak lain sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, yang telah menjadi hak
pegawai yang bersangkutan.
Sejak pejabat dan pegawai dari Bank Indonesia dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dipekerjakan di
OJK, pejabat dan pegawai dimaksud memiliki hak yang
distandardisasi berdasarkan Peraturan Dewan Komisioner.
Hak pejabat dan pegawai setelah menjadi pejabat dan pegawai
OJK selanjutnya mengikuti ketentuan mengenai hak pejabat dan
pegawai dengan ketentuan:
a. Bank ...
- 38 -
a. Bank Indonesia tetap bertanggung jawab atas biaya yang
timbul untuk memenuhi hak pejabat dan pegawai yang
berasal dari Bank Indonesia, misalnya: pensiun, asuransi
dan/atau tabungan hari tua, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Bank Indonesia.
b. Kementerian Keuangan tetap bertanggung jawab atas biaya
yang timbul untuk memenuhi hak pejabat dan pegawai yang
berasal dari Kementerian Keuangan, misalnya: pensiun,
asuransi dan/atau tabungan hari tua, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Kementrian Keuangan.
c. OJK bertanggung jawab atas biaya yang timbul untuk
memenuhi kesetaraan hak pejabat dan pegawai yang berasal
dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, dalam
rangka mengikuti standardisasi hak pejabat dan pegawai di
OJK.
Pasal 65
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kekayaan” dan “kekayaan negara”
meliputi gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor,
dan infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang
terselenggaranya kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan.
Yang dimaksud dengan “dokumen” adalah data dan informasi
baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki
dan/atau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan.
Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan yang digunakan OJK adalah kekayaan dan dokumen
yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan. Sedangkan kekayaan dan dokumen yang digunakan
untuk pengaturan dan pengawasan perbankan tetapi juga
diperlukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan
tugasnya, digunakan secara bersama-sama.
Yang dimaksud dengan “digunakan” adalah dapat dimanfaatkan,
dikelola, dan dipelihara oleh OJK.
Ayat (2) ...
- 39 -
Ayat (2)
Keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner antara
lain keputusan mengenai jenis kekayaan, kekayaan negara, dan
dokumen yang dapat digunakan, mekanisme penggunaan, status
kepemilikan, dan tata cara penggunaan secara bersama-sama.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Dewan Komisioner dapat
menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara efektif pada
saat fungsi, tugas, dan wewenang tersebut beralih ke OJK dari
Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan.
Hal yang diinformasikan antara lain meliputi:
a. pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya;
b. kondisi terkini dan kecenderungan yang akan terjadi di
Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya;
c. kejadian penting yang terkait dengan Perbankan, Pasar
Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang
patut diketahui Dewan Komisioner; dan
d. kebijakan strategis yang telah dan akan diambil oleh Bank
Indonesia, Kementerian Keuangan, dan/atau Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembagian pembiayaan diatur bersama antara Pemerintah dan
Bank Indonesia.
Pasal 67 ...
- 40 -
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Huruf a
Tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi
bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c yang
dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan
pengawasan yang berkaitan dengan microprudential
sebagaimana dimaksud Undang-Undang ini.
Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan
perbankan terkait macroprudential.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5253.
| <reg_id> 21/UU/2011 </reg_id>
<reg_title> OTORITAS JASA KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 22 November 2011 </set_date>
<effective_date> 22 November 2011 </effective_date>
<issued_date> 22 November 2011 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33', '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XII' </penalty_list>
|
PRESIDEN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1992
TENTANG
USAHA PERASURANSIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
pembangunan di segala bidang perlu dilaksanakan secara
berkesinambungan
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi
berbagai ragam dan jenis risiko yang perlu ditanggulangi
oleh masyarakat;
c. bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah
satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi
anggota masyarakat dan sekaligus merupakan salah satu
lembaga penghimpun dana masyarakat, sehingga memiliki
kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan
perekonomian, dalam upaya memajukan kesejahteraan
d. bahwa dalam rangka meningkatkan peranan usaha
perasuransian dalam pembangunan, perlu diberikan
kesempatan yang lebih luas bagi pihak-pihak yang ingin
berusaha di bidang perasuransian, dengan tidak
mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung
jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan
perekonomian pada umumnya
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut dipandang
perlu untuk menetapkan Undang-undang tentang Usaha
Perasuransian.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun
1847 Nomor 23);
End of Page 1
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun
1847 Nomor 23) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971
tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal
54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lembaran
Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2959);
. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-
pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2890) Menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40,Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2904).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA
PERASURANSIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan
1. Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.
End of Page 2
2. Obyek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat
hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Program Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan
secara wajib berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
4. Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Ker
Perusahaan Asuransi jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang
Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Akturia.
5. Perusahaan Asuransi Kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa
dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa
yang tidak pasti.
6. Perusahaan Asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan.
7. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan
Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi jiwa.
8. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa
keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian
ganti rugi Asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
9. Perusahaan Pialang Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jas
keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian
ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan
asuransi.
10. Agen Asuransi adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya
memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama
penanggung.
1. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi adalah perusahaan yang
memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang
dipertanggungkan.
12. Perusahaan Konsultan Akturia adalah perusahaan yang memberikan jasa
akturia kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka
pembentukan dan pengelolaan suatu program asuransi dan atau program
pensiun.
13. Afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu
orang atau lebih, atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah
satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijaksanaan
orang yang lain atau badan hukum yang lain, atau sebaliknya dengan
memanfaatkan adanya kebersamaan kepemilikan saham atau kebersamaan
pengelolaan perusahaan.
End of Page 3
14. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
BAB II
BIDANG USAHA PERASURANSIAN
Pasal 2
Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang
Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana
masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti
atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang;
b. Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa
keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia.
BAB II
JENIS USAHA PERASURANSIAN
Pasal 3
Jenis usaha perasuransian meliputi:
a. Usaha asuransi terdiri dari
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari
peristiwa yang tidak pasti;
2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya sescorang
yang dipertanggungkan
. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian
dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
b. Usaha penunjang usaha asuransi terdiri dari:
1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
a penanganan penyelesaianganti rugiasuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung;
2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi
reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi;
End of Page 4
3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian
terhadap kerugian pada obyek asuransiyang dipertanggungkan
4. Usaha konsultan akturia yang memberikanjasa konsultasi akturia
5. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
Tangka pemasaranjasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
BAB IV
RUANG LINGKUP USAHA PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 4
Usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan
sebagai berikut
a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha
dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi;
b. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam
bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan
usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
pertanggungan ulang.
Pasal 5
Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian dengan ruang lingkup
kegiatan usaha sebagai berikut
Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
dengan bertindak mewakili tertanggung dalam tangka transaksi yang
berkaitan dengan kontrak asuransi;
Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka transaksi
yang berkaitan dengan kontrak reasuransi;
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan
usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi
pada obyek asuransi kerugian
Perusahaan Konsultan Akturia hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa
di bidang akturia;
e. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran
asuransi bagi satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari
Menteri.
End of Page 5
BAB V
PENUTUPAN OBYEK ASURANSI
Pasal 6
(1) Penutupan asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan pada kebebasan
memilih penanggung, kecuali bagi Program Asuransi Sosial
) Penutupan obyek asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dilakukan dengan memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi di dalam negeri.
(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BENTUK HUKUM USAHA PERASURANSIAN
Pasal 7
(1) Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang
berbentuk
a. Perusahaan Perseroan (PERSERO):
b. Koperasi
Usaha Bersama (Mutual).
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1),usaha konsultan akturia dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh
perusahaan perorangan.
(3) Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama
(Mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
BAB VII
KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 8
(1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat didirikan oleh
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang
sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum
Indonesia
b. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada
hukum asing.
End of Page 6
(2) Perusahaan perasuransian yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b harus merupakan
Perusahaan perasuransian yang mempunyai kegiatan usaha sejenis
dengan kegiatan usaha dari Perusahaan perasuransian yang
mendirikan atau memilikinya
b. Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, yang
para pendin atau pemilik perusahaan tersebut adalah Perusahaan
Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Reasuransi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan Perusahaan Perasuransian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VISI
PERIZINAN USAHA
Pasal 9
(1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin
usaha dari Menteri, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan
Program Asuransi Sosial.
(2) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat ()
harus dipenuhi persyaratan mengenai
Anggaran dasar;
b. Susunan organisasi;
c. Permodalan;
d. Kepemilikan,
e. Keallian di bidang perasuransian
f Kelayakan rencana kerja,
. Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha
perasuransian secara sehat.
(3) Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b, maka untuk memperoleh izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan
kepengurusan pihak asing.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
End of Page 7
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 10
Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh
Menteri.
Pasal 11
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian meliputi
.Keschatan keuangan bagi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi, yang terdiri dari
1. Batas tingkat solvabilitas;
2. Retensi sendiri;
3. Reasuransi,
4. Investasi;
5. Cadangan teknis; dan
5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan
keuangan;
b. Penyelenggaraan usaha, yang terdiri darit
1. Syarat-syarat polis asuransi;
2. tingkat premi;
3. Penyelesaian klaim,
4. Persyaratan keahlian di bidang perasuransian; dan
5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan
penyelenggaraan usaha.
(2) Setiap Perusahaan Perasuransian wajib memelihara kesehatan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta wajib
melakukan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi yang sehat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keschatan keuangan dari penyelenggaraa
usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12
Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi pada
perusahaan asuransi yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9.
End of Page 8
Pasal 13
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi
kepada suatu perusahaan asuransi yang merupakan Afiliasi dari
Perusahaan Pialang Asuransi yang bersangkutan, kecuali apabila calon
tertanggung telah terlebih dahulu diberitahu secara tertulis dan menyetujui
mengenai adanya Afiliasi tersebut.
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dilarang melakukan penilaian
kerugian atas obyek asuransi yang diasuransikan kepada Perusahaan
Asuransi Kerugian yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransiyang bersangkutan.
(3) Perusahaan Konsultan Aktuaria dilarang memberikan jasa kepada
Perusahaan Asuransi jiwa atau dana pensiun yang merupakan Afiliasi dari
Perusahaan Konsultan Aktuaria yang bersangkutan.
(4) Agen Asuransi dilarang bertindak sebagai agen dari perusahaan asuransi
yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 14
(1) Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara.
(2) Terhadap perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan mengenai
pembinaan dan pengawasan dalam Undang-undang ini.
Pasal 15
(1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri melakukan
pemeriksaan berkala atau setiap waktu apabila diperlukan terhadap usaha
perasuransian.
(2) Setiap perusahaan perasuransian wajib memperlihatkan buku, catatan,
dokumen, dan laporan-laporan, serta memberikan keterangan yang
diperlukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
Pasal 16
(1) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa,
Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib menyampaikan neraca dan perhitungan laba rugi
perusahaan beserta penjelasannya kepada Menteri.
(2) Setiap perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan operasional
kepada Menteri.
(3) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan
Perusahaan Reasuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba
End of Page 9
rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki
peredaran yang luas.
(4) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), setiap Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menyampaikan laporan
investasi kepada Menteri.
(5) Bentuk, susunan dan jadwal penyampaian laporan serta pengumuman
nerasa dan pethibangan laba rug perusahaan sebagaimana dimaksus
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang
undang, ini atau peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat melakukan
tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau
pencabutan izin usaha.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterapkan dengan
tahapan pelaksanaan sebagai berikut
a. Pemberian peringatan;
b. Pembatasan kegiatan usaha;
Pencabutan izin usaha.
(3) Sebelum pencabutan izin usaha, Menteri dapat memerintahkan perusahaan
yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi
penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya.
) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ()
serta jangka waktu bagi perusahaan dalam memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
(1) Dalam hal tindakan untuk memenuhi rencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) telah dilaksanakan dan apabila dari pelaksanaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak
mampu atau tidak bersedia menghilangkan hal-hal yang menyebabkan
pembatasan termaksud, maka Menteri mencabut izin usaha perusahaan.
(2) Pencabutan izin usaha diumumkan oleh Menteri dalam surat kabar harian
di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas.
Pasal 19
Dalam hal perusahaan telah berhasil melakukan tindakan dalam rangka
mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), maka perusahaan yang
bersangkutan dapat melakukan usahanya kembali.
10
End of Page 10
BAB X
KEPAILITAN DAN LIKUIDASI
Pasal 20
(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan
Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri, berdasarkan kepentingan umum
dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan
dinyatakan pailit.
(2) Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak
utama.
BAB XT
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha
perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (ima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan
atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi jiwa atau
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau
menjual kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang
tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(6) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan
pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (ima) tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
End of Page 11
Pasal 22
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan
Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi
administratif, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih lanjut akan
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan.
Pasal 24
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh
atau atas nama suatau badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan
badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau
terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu
atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu
maupun terhadap kedua-duanya.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapat izin usaha dari Menteri
pada saat ditetapkannya Undang-undang ini, dinyatakan telah mendapat
izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diwaibkan menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Undang-undang
ini.
(3) Ketentuan tentang penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
serta jangka waktunya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 26
Peraturan perundang-undangan mengenai usaha perasuransian yang telah ada
pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai peraturan
perundang-undangan yang menggantikannya berdasarkan Undang-uindang ini
ditetapkan.
End of Page 12
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka Ordonnanntie ophet
Levensverzekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 28
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 11 Pebruari 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 11 Pebruari 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR13
End of Page 13
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2TAHUN 1992
TENTANG
USAHA PERASURANSIAN
L. UMUM
Sasaran utama pembangunan jangka panjang sebagaimana tertera dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam
jumlah yang memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan
sendiri dan oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk
mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari tabungan
masyarakat. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi
penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin
meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.
Dalam pada itu, pembangunan tidak luput dari berbagai risiko yang dapat
mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Schubungan dengan itu
dibutuhkan hadirnya usaha Perasuransian yang tangguh, yang dapat
menampung kerugian yang dapat timbul oleh adanya berbagai risiko.
Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian juga merupakan salah satu sarana
finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalam menghadapi
risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar,
yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai
yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai
perasuransian juga dirasakan oleh dunia usaha mengingat di satu pihak terdapat
berbagai risiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu
kesinambungan kegiatan usahanya, di lain pihak dunia usaha sering kali tidak
dapat menghindarkan diri dari suatu sistim yang memaksanya untuk
menggunakan jasa usaha perasuransian. Usaha perasuransian telah cukup lama
hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah
bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan lainnya. Sejauh ini kehadiran
usaha perasuransian hanya didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUH Dagang) yang mengatur asuransi sebagai suatu perjanjian.
Sementara itu usaha asuransi merupakan usaha yang menjanjikan perlindungan
kepada pihak tertanggung dan sekaligus usaha ini juga menyangkut dana
masyarakat. Dengan kedua peranan usaha asuransi tersebut, dalam
perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat maka semakin
terasa kebutuhan akan hadimnya industri perasuransian yang kuat dan dapat
diandalkan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka usaha perasuransian
merupakan bidang usaha yang memerlukan pembinaan dan pengawasan secara
berkesinambungan dari Pemerintah, dalam rangka pengamanan kepentingan
masyarakat. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan dalam bentuk Undang.
End of Page 14
undang, schingga mempunyai kekuatan hukum yang lebih kokoh, yang dapat
merupakan landasan baik bagi gerak usaha dari perusahaan-perusahaan di
bidang ini maupun bagi Pemerintah dalam rangka melaksanakan pembinaan
dan pengawasan. Undang-undang ini pada dasarnya menganut azas spesialisasi
usaha dalam jenis-jenis usaha di bidang perasuransian. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa usaha perasuransian merupakan usaha yang memerlukan
keahlian serta keterampilan teknis yang khusus dalam penyelenggaraannya.
Undang-undang ini juga menegaskan adanya kebebasan pada tertanggung
dalam memilih perusahaan asuransi. Dalam rangka perlindungan atas hak
tertanggung, Undang-undang ini juga menetapkan ketentuan yang menjadi
pedoman tentang penyelenggaraan usaha, dengan mengupayakan agar praktek
usaha yang dapat menimbulkan konflik kepentingan sejauh mungkin dapat
dihindarkan, serta mengupayakan agar jasa yang ditawarkan dapat
terselenggara atas dasar pertimbangan obyektif yang tidak merugikan pemakai
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukupjelas.
Pasal 2
Cukupjelas.
Pasal 3
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam Pasal ini didasarkan pada
pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah
perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Di samping itu, di bidang
perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan
usahanya tidak menanggung risiko asuransi, yang dalam Pasal ini
kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi.
Walaupun demikian sebagai sesama penyedia jasa di bidang perasuransian,
perusahaan di bidang usaha asuransi dan perusahaan di bidang usaha
penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling
membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu
memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia.
Selain pengelompokan menurut jenis usaha, usaha asuransi dapat pula
dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua
kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat komersial. Usaha
asuransi yang bersifat sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan
Program Asuransi Sosial, yang bersifat wajib berdasarkan Undang-undang
dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.
15
End of Page 15
Pasal 4
Berdasarkan ketentuan ini setiap perusahaan perasuransian hanya dapat
pula menjalankan jenis usaha yang telah ditetapkan. Dengan demikian
tidak dimungkinkan adanya sebuah perusahaan asuransi yang sekaligus
menjalankan usaha asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal ini pengertian dana pensiun terbatas
pada dana pensiun lembaga keuangan.
Pasal 5
Jasa yang dapat diberikan oleh Perusahaan Konsultan Akturia mencakup
antara lain konsultasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan analisis dan
penghitungan cadangan, penyusunan laporan akturia, penilaian
kemungkinan terjadinya risiko dan perancangan produk asuransi jiwa.
Pasal 6
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi hak tertanggung agar
dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai
penanggungnya. Hal ini dipandang perlu mengingat tertanggung
adalah pihak yang paling berkepentingan atas obyek yang
dipertanggungkannya sehingga sudah sewajarnya apabila mereka
secara bebas tanpa adanya pengaruh dan tekanan dari pihak manapun
dapat menentukan sendiri perusahaan asuransi yang akan menjadi
penanggungnya.
Ayat (2)
Dalam asas kebebasan untuk memilih pananggung ini terkandung
maksud bahwa tertanggung bebas untuk menempatkan penutupan
obyek asuransinya pada Perusahaan Asuransi jiwa dan Perusahaan
Asuransi Kerugian yang memperoleh izin usaha di Indonesia.
Ayat (3)
Agar pelaksanaan dari ketentuan ini dapat disesuaikan dengan
perkembangan usaha perasuransian di Indonesia, maka ketentuan lebih
lanjut mengenai penutupan asuransi dan atau penempatan
reasuransinya diatur dalam peraturan pelaksanaan dari Undang-
undang ini.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
End of Page 16
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Mengingat Undang-undang mengenai bentuk hukum Usaha Bersama
(Mutual) belum ada, maka untuk sementara ketentuan tentang usaha
perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (2)
Ayat (1)
Dalam ayat ini ditentukan bahwa warga negara Indonesia dan atau
badan hukum Indonesia dapat menjadi pendiri perusahaan
perasuransian, baik dengan pemilikan sepenuhnya maupun dengan
membentuk usaha patungan dengan pihak asing, Termasuk dalam
pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha
Milik Swasta.
Ayat (2)
Perusahaan perasuransian yang didirikan atau dimiliki oleh perusahaan
perasuransian dalam negeri dan perusahaan perasuransian asing yang
mempunyai kegiatan usaha sejenis dimaksudkan untuk menumbuhkan
penyelenggaraan kegiatan usaha perasuransian yang lebih profesional
Selain itu kerjasama perusahaan perasuransian yang sejenis juga
dimaksudkan untuk lebih memungkinkan terjadinya proses alih
teknologi. Sesuai dengan tujuan dari ketentuan ini yang dimaksudkan
untuk lebih menumbuhkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha,
maka kepemilikan bersama atas perusahaan perasuransian oleh
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi dalam
negeri dengan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Reasuransi luar negeri harus tetap didasarkan pada jenis usaha masing.
masing partner dalam kepemilikan tersebut.
Contoh mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut
a. Perusahaan Reasuransi luar negeri dengan Perusahaan Asuransi
Kerugian dalam negeri dapat mendirikan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Reasuransi.
b. Perusahaan Asuransi Kerugian luar negeri dengan Perusahaan
Reasuransi dalam negeri dapat mendirikan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Reasuransi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
End of Page 17
Pasal 9
Ayat (1)
Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan
Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara
program tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini
berarti bahwa Pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik
Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program
Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh
Pemerintah. Dengan demikian bagi Badan Usaha Milik Negara
termaksud tidak diperlukan adanya izin usaha dari Menteri.
Ayat (2)
Untuk mendukung suatu kegiatan usaha perasuransian yang
bertanggung jawab, perlu adanya anggaran dasar, susunan organisasi
yang baik, Jumlah modal yang memadai, status kepemilikan yang jelas,
tenaga ahli asuransi yang diperlukan sesuai dengan bidangnya, rencana
kerja yang layak sesuai dengan kondisi, dan hal-hal lain yang
dikemudian hari diperkirakan dapat mendukung pertumbuhan usaha
perasuransian secara sehat. Yang dimaksud dengan keahlian di bidang
perasuransian dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di
bidang aktuaria, underwriting, manajemen risiko. penilai kerugian
asuransi, dan sebagainya, sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian
yang dijalankan.
Ayat (3)
Dalam pengertian istilah ketentuan mengenai batas kepemilikan dan
kepengurusan pihak asing, termasuk pula pengertian tentang proses
Indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan industri
perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Ayat (4)
Cukupjelas.
Pasal 10
Cukupjelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Batas tingkat solvabilitas (Solvency Margin) merupakan tolok ukur
kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Batas tingkat solvabilitas ini merupakan selisih antara kekayaan
terhadap kewajiban, yang perhitungannya didasarkan pada cara
perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha asuransi. Retensi sendiri
dalam hal ini merupakan bagian pertanggungan yang menjadi beban
atau tanggung jawab sendiri sesuai dengan tingkat kemampuan
18
End of Page 18
keuangan perusahaan asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang
bersangkutan. Reasuransi merupakan bagian pertanggungan yang
dipertanggungkan ulang pada perusahaan asuransi lain dan atau
Perusahaan Reasuransi. Dalam hubungannya dengan investasi, yang
akan diatur adalah kebijaksanaan investasi Perusahaan Asuransi
Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi dalam
menentukan investasinya pada jenis investasi yang aman dan produktif.
Sesuai dengan sifat usaha asuransi di mana timbulnya beban kewajiban
tidak menentu, maka Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi perlu membentuk dan
memelihara cadangan yang diperhitungkan berdasarkan pertimbangan
teknis asuransi dan dimaksudkan untuk menjaga agar perusahaan yang
bersangkutan dapat memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis.
Asuransi adalah perjanjian atau kontrak yang dituangkan dalam bentuk
polis. Sebagai suatu perjanjian atau kontrak maka ketentuan-ketentuan
yang diatur di dalamnya tidak boleh merugikan kepentingan pemegang
polis. Untuk melindungi kepentingan masyarakat luas, penetapan
tingkat premi harus tidak memberatkan tertanggung, tidak mengancam
kelangsungan usaha penanggung, dan tidak bersifat diskriminatif.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, peraturan pelaksanaan
yang mencakup masalah penyelesaian klaim akan menetapkan batas
waktu maksimum antara saat adanya kepastian mengenai jumlah klaim
yang harus dibayar dengan saat pembayaran klaim tersebut oleh
penanggung, Salah satu ketentuan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan usaha adalah mengenai pembayaran premi asuransi
kepada penanggung atas risiko yang ditutupnya, sesuai dengan
perjanjan yang telah dibuat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukupjelas.
End of Page 19
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial
sebenarnya menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu asuransi
jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya. Oleh
karena itu, terlepas dari peraturan perundang-undangan yang
membentuknya, Menteri sebagai pembina dan pengawas usaha
perasuransian berwenang dan berkewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan yang
menyelenggarakan usaha asuransi sosial tersebut, sedangkan mengenai
pembinaan dan pengawasan terhadap Progtam Asuransi Sosial
dilakukan oleh Menteri teknis yang bersangkutan berdasarkan Undang.
undang yang mengatur Program Asuransi Sosial dimaksud.
Pasal 15
Ayat (1)
Pemeriksaan dimaksudkan untuk meneliti secara langsung kebenaran
laporan yang disampaikan perusahaan, baik kesehatan keuangan
maupun praktek penyelenggaraan usaha, sesuai dengan ketentuan
Undang-undang, Pemeriksaan dimaksud dapat dilakukan secara
berkala maupun setiap saat apabila dipandang perlu dengan tujuan
agar perlindungan terhadap masyarakat dapat dijamin dan
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan dapat diketahui sedini
mungkin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
End of Page 20
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukupjelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Keputusan mengenai pemberian peringatan, pembatasan kegiatan
usaha, dan pencabutan izin usaha merupakan tahapan tindakan yang
dapat diberlakukan pada perusahaan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Undang-undang ini. Dalam hal tertentu Menteri
dapat mendengar pendapat pihak-pihak yang diperlukan.
Ayat (2)
Tahapan tindakan yang diperlukan merupakan urutan yang harus
dilalui sebelum dilakukan pencabutan izin usaha. Namun demikian
terhadap Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan Program
Asuransi Sosial, ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b dan huruf c tidak
dapat diterapkan. Hal ini mengingat bahwa apabila terjadi hal-hal yang
dapat mengganggu kelangsungan usaha dari Badan Usaha Milik
Negara tersebut, maka tindak lanjutnya didasarkan pada peraturan
perundang-undangan mengenai Program Asuransi Sosial tersebut serta
peraturan perundang-undangan tentang pembentukan Badan Usaha
Milik Negara yang bersangkutan.
Ayat (3)
Tergantung pada tingkat dan jenis pelanggaran yang dilakukan,
Menteri dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk
melakukan upaya pembenahan dengan memerintahkan dilakukannya
tindakan yang dianggap perlu yang dikuti perkembangannya secara
terus-menerus, tanpa mengorbankan perlindungan terhadap
perusahaan ataupun tertanggung. Dalam peraturan pelaksanaan yang
mengatur tata cara pengenaan sanksi, akan ditetapkan batas waktu
maksimum yang disediakan bagi perusahaan yang bersangkutan untuk
menyusun rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat ini untuk
diajukan kepada Menteri. Batas waktu tersebut tidak dapat melebihi 4
bulan sejak dimulainya masa pembatasan kegiatan usaha. Rencana kerja
yang telah diajukan selanjutnya akan dipergunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam menetapkan tindak lanjut pengenaan sanksi.
Ayat (4)
Cukupjelas.
End of Page 21
Pasal 18
Ayat (i)
Dalam hal Menteri mempertimbangkan bahwa upaya yang dilakukan
tidak menunjukkan perbaikan atau dalam hal perusahaan tidak
melakukan usaha untuk mengupayakan perbaikan, maka Menteri akan
mencabut izin usaha perusahaan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Apabila suatu perusahaan asuransi telah dicabut izin usahanya, maka
kekayaan perusahaan tersebut perlu dilindungi agar para pemegang
polis tetap dapat memperoleh haknya secara proporsional. Untuk
melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri diberi
wewenang berdasarkan Undang-undang ini untuk meminta Pengadilan
agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit,
schingga kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan
pengurus atau pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan
para pemegang polis. Selain itu, dengan adanya kewenangan untuk
mengajukan permintaan pailit tersebut, maka Menteri dapat mencegah
berlangsungnya kegiatan tidak sah dari perusahaan yang telah dicabut
izin usahanya, sehingga kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih
Juas pada masyarakat dapat dihindarkan.
Ayat (2)
Hak utama dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa dalam hal
kepailitan, hak pemegang polis mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi daripada hak pihak-pihak lainnya, kecuali dalam hal kewajiban
untuk negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
End of Page 22
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (65)
Cukupjelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukupjelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Jangka waktu yang diperlukan untuk mengadakan penyesuaian
berdasarkan ketentuan ayat ini adalah 1 (satu) tahun.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3467
23
End of Page 23
| <reg_id> 2/UU/1992 </reg_id>
<reg_title> USAHA PERASURANSIAN </reg_title>
<set_date> 11 Pebruari 1992 </set_date>
<effective_date> 11 Pebruari 1992 </effective_date>
<issued_date> 11 Pebruari 1992 </issued_date>
<replaced_reg> '101/STBLD/1941' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1)', '23/STBLD/1847', 'KUH Dagang', 'KUH Perdata', '4/UU/1971', '12/UU/1967', '9/UU/1969', '1/PERPPU/1969' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XI' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1992
TENTANG
DANA PENSIUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa sejalan dengan hakekat pembangunan nasional tersebut, diperlukan
penghimpunan dan pengelolaan dana guna memelihara kesinambungan
penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia;
c. bahwa Dana Pensiun merupakan sarana penghimpun dana guna meningkatkan
kesejahteraan pesertanya serta meningkatkan peranserta masyarakat dalam
melestarikan pembangunan nasional yang meningkat dan berkelanjutan;
d. bahwa adanya Dana Pensiun dapat pula meningkatkan motivasi dan ketenangan
kerja untuk peningkatan produktivitas;
e. bahwa untuk memberikan daya guna dan hasil guna yang optimal dalam
penyelenggaraan Dana Pensiun sesuai dengan fungsinya, maka dipandang perlu
untuk mengatur penyelenggaraannya dalam suatu Undang-undang;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3459);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DANA PENSIUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan
manfaat pensiun;
2. Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang
mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat
Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya
sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja;
3. Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja yang
menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang
didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja;
4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau
perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun pemberi
kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan;
5. Peraturan Dana Pensiun adalah peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar
penyelenggaraan program pensiun;
6. Program Pensiun adalah setiap program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi peserta;
7. Program Pensiun Manfaat Pasti adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam
peraturan Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun
Iuran Pasti;
8. Program Pensiun Iuran Pasti adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan
Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-
masing peserta sebagai manfaat pensiun;
9. Manfaat Pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan
dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun;
10. Manfaat Pensiun Normal adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan pada saat
peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya;
11. Manfaat Pensiun Dipercepat adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta
pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal;
12. Manfaat Pensiun Cacat adalam manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta
menjadi cacat;
13. Pensiun Ditunda adalah hak atas manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum
mencapai usia pensiun normal, yang ditunda pembayarannya sampai pada saat peserta pensiun
sesuai dengan peraturan Dana Pensiun;
14. Peserta adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan peraturan Dana Pensiun;
15. Pemberi Kerja adalah pendiri atau mitra pendiri yang mempekerjakan karyawan;
16. Pendiri adalah :
a. orang atau badan yang membentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja;
b. bank atau perusahaan asuransi jiwa yang membentuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan;
17. Mitra Pendiri adalah pemberi kerja yang ikut serta dalam suatu Dana Pensiun Pemberi Kerja
Pendiri, untuk kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya;
18. Pengurus adalah pengurus Dana Pensiun;
19. Dewan pengawas adalah dewan pengawas Dana Pensiun;
20. Pekerja Mandiri adalah pekerja atas usaha sendiri, bukan karyawan dari orang atau badan;
21. Penerima titipan adalah bank yang menyelenggarakan jasa penitipan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang tentang Perbankan;
22. Buku Daftar Umum adalah buku yang berisikan daftar pengesahan atas peraturan Dana Pensiun
serta perubahan-perubahannya dan setiap saat dapat dilihat oleh umum;
23. Cacat adalah cacat total dan tetap yang menyebabkan seseorang tidak mampu lagi melakukan
pekerjaan yang memberikan penghasilan yang layak diperoleh sesuai dengan pendidikan,
keahlian, keterampilan, dan pengalamannya;
24. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia;
BAB II
JENIS DAN STATUS HUKUM DANA PENSIUN
Pasal 2
Jenis Dana Pensiun adalah :
1. Dana Pensiun Pemberi Kerja;
2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Pasal 3
Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dengan syarat dan tata cara yang diatur dalam
Undang-undang ini.
Pasal 4
Setiap pihak yang dengan atau tanpa iuran, mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan
sejumlah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, wajib terlebih
dahulu memperoleh pengesahan Menteri berdasarkan Undang-undang ini, kecuali apabila program
yang menjanjikan dimaksud didasarkan pada Undang-undang tersendiri.
BAB III
DANA PENSIUN PEMBERI KERJA
Bagian Pertama
Pembentukan dan Tata Cara Pengesahan
Pasal 5
(1) Pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja didasarkan pada :
a. pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusannya untuk mendirikan Dana
Pensiun dan memberlakukan peraturan Dana Pensiun;
b. peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh pendiri;
c. penunjukan pengurus, dewan pengawas, dan perima titipan.
(2) Dalam hal Dana Pensiun dibentuk untuk menyelenggarakan program pensiun bagi karyawan
lebih dari 1 (satu) pemberi kerja, maka pembentukannya didasarkan pada :
a. pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusannya untuk mendirikan Dana
Pensiun, memberlakukan peraturan Dana Pensiun dan menegaskan persetujuannya atas
keikutsertaan karyawan mitra pendiri;
b. pernyataan tertulis mitra pendiri yang menyatakan kesediannya untuk tunduk pada
peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan pendiri bagi kepentingan karyawan mitra pendiri
yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta, serta pemberian kuasa penuh kepada
pendiri untuk melaksanakan peraturan Dana Pensiun;
c. Peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh Pendiri;
d. penunjukan pengurus, dewan pengawas dan penerima titipan.
(3) Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) serta tata cara perubahannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Pendiri mengajukan permohonan pengesahan Dana Pensiun kepada Menteri dengan
melampirkan :
a. peraturan Dana Pensiun;
b. pernyataan tertulis pendiri dan mitra pendiri bila ada;
c. keputusan pendiri tentang penunjukan pengurus, dewan pengawas, dan penerima titipan;
d. arahan investasi;
e. laporan aktuaris, apabila Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat
Pasti;
f. surat perjanjian antara pengurus dengan penerima titipan.
(2) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan
pengesahan Dana Pensiun secara lengkap dan memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, maka peraturan Dana Pensiun tersebut wajib disahkan dengan
keputusan Menteri dan dicatat dalam buku daftar umum yang disediakan untuk itu, dan dalam
hal permohonan ditolak, pemberitahuan penolakan harus disertai alasan penolakannya.
(3) Ketentuan mengenai pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dan dapat memulai kegiatannya sebagai
suatu Dana Pensiun sejak tanggal pengesahan Menteri.
(2) Pengurus wajib mengumumkan pembentukan Dana Pensiun dengan menempatkan keputusan
Menteri tentang pengesahan atas peraturan Dana Pensiun pada Berita Negara Republik
Indonesia.
Pasal 8
(1) Pemberi kerja yang belum mendirikan Dana Pensiun bagi seluruh karyawannya dapat menjadi
mitra pendiri Dana Pensiun yang telah berdiri dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(2) Dana Pensiun yang telah berdiri dapat menggabungkan diri dengan Dana Pensiun lain, atau
memisahkan diri menjadi dua atau lebih Dana Pensiun.
(3) Ketentuan mengenai penggabungan dan pemisahan Dana Pensiun sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Perubahan atas peraturan Dana Pensiun tidak boleh mengurangi manfaat pensiun yang menjadi hak
peserta yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat pengesahan Menteri.
Bagian Kedua
Kepengurusan Dana Pensiun
Pasal 10
(1) Pengurus ditunjuk oleh dan bertanggung jawab kepada pendiri.
(2) Menteri menetapkan ketentuan dan persyaratan bagi orang atau badan usaha, yang dapat
ditunjuk sebagai pengurus.
(3) Pengurus bertanggung jawab atas pelaksanaan peraturan Dana Pensiun, pengelolaan Dana
Pensiun serta melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun, dan mewakili
Dana Pensiun di dalam dan di luar pengadilan.
(4) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab pengurus serta tata cara penunjukan dan perubahan
pengurus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
Untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan dalam peraturan
Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan investasi dan menjamin keamanan kekayaan
Dana Pensiun, pengurus dapat mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga.
Pasal 12
(1) Keanggotaan dewan pengawas terdiri dari wakil-wakil pemberi kerja dan peserta dengan
jumlah yang sama.
(2) Anggota dewan pengawas diangkat oleh pendiri.
(3) Anggota dewan pengawas tidak dapat merangkap sebagai pengurus.
Pasal 13
(1) Tugas dan wewenang dewan pengawas adalah :
a. melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Pensiun oleh pengurus;
b. menyampaikan laporan tahunan secara tertulis atas hasil pengawasannya kepada pendiri,
dan salinannya diumumkan agar peserta mengetahuinya.
(2) Tugas, kewajiban dan tanggun jawab dewan pengawas, serta tata cara penunjukan dan
perubahan dewan pengawas diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 14
Laporan keuangan Dana Pensiun setiap tahun harus diaudit oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh
dewan pengawas.
Bagian Ketiga
Iuran Dana Pensiun
Pasal 15
(1) Iuran Dana Pensiun Pemberi Kerja berupa :
a. iuran pemberi kerja dan peserta; atau
b. iuran pemberi kerja.
(2) Seluruh iuran pemberi kerja dan peserta serta setiap hasil investasi yang diperoleh harus
disetor kepada Dana Pensiun.
Pasal 16
(1) Iuran pemberi kerja harus dibayarkan dengan angsuran setidak-tidaknya sekali sebulan kecuali
bagi suatu Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan yang wajib disetor selambat-lambatnya 120
(seratus dua puluh) hari sejak berakhirnya tahun buku pemberi kerja.
(2) Apabila berdasarkan laporan aktuaris yang disampaikan kepada Menteri ternyata Dana Pensiun
memiliki kekayaan melebihi kewajibannya, maka kelebihan yang melampaui batas tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri, harus digunakan sebagai iuran pemberi kerja.
(3) Dalam hal pendiri Dana Pensiun tidak mampu memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut maka pengurus wajib
memberitahukan hal tersebut kepada Menteri.
(4) Dalam hal mitra pendiri tidak mampu memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut atau mitra pendiri bubar, pengurus wajib
memberitahukan hal tersebut kepada pendiri yang selanjutnya akan melakukan perubahan
terhadap peraturan Dana Pensiun dengan menetapkan :
a. penangguhan kepesertaan karyawan dari mitra pendiri; atau
b. mengakhiri kepesertaan karyawan mitra pendiri setelah pemisahan kekayaan Dana
Pensiun antara peserta dari mitra pendiri dengan peserta lainnya berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
Pasal 17
(1) Dalam hal peraturan Dana Pensiun menetapkan adanya iuran peserta maka pemberi kerja
merupakan wajib pungut iuran peserta yang dipungut setiap bulan.
(2) Pemberi kerja wajib menyetor seluruh iuran peserta yang dipungutnya serta iurannya sendiri
kepada Dana Pensiun selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
(3) Iuran peserta dan iuran pemberi kerja yang belum disetor setelah melewati dua setengah bulan
sejak jatuh temponya, dinyatakan :
a. sebagai hutang pemberi kerja yang dapat segera ditagih, dan dikenakan bunga yang layak
yang dihitung sejak hari pertama dari bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
b. sebagai piutang Dana Pensiun yang memiliki hak utama dalam pelaksanaan eksekusi
keputusan pengadilan, apabila pemberi kerja dilikuidasi.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Besarnya iuran peserta Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti
tidak boleh melebihi jumlah yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Besarnya manfaat pensiun yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun, demikian pula iuran
dan kekayaan yang diperlukan bagi pembiayaan program pensiun, tidak boleh melampaui
jumlah yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pengaturan mengenai iuran pemberi kerja dalam Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan
ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Hak Peserta
Pasal 19
Setiap karyawan yang termasuk golongan karyawan yang memenuhi syarat kepesertaan dalam Dana
Pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja, berhak menjadi peserta apabila telah berusia setidak-
tidaknya 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin, dan telah memiliki masa kerja sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun, pada pendiri atau mitra pendiri.
Pasal 20
(1) Hak terhadap setiap manfaat pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun tidak dapat
digunakan sebagai jaminan pinjaman, dan tidak dapat dialihkan maupun disita.
(2) Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran
manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari
Dana Pensiun dinyatakan batal berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Suatu pembayaran manfaat pensiun yang dilakukan oleh pengurus dengan itikad baik,
membebaskan Dana Pensiun dari tanggung jawabnya.
Pasal 21
(1) Peserta yang memenuhi persyaratan berhak atas Manfaat Pensiun Normal, atau Manfaat
Pensiun Cacat, atau Manfaat Pensiun Dipercepat, atau Pensiun Ditunda, yang besarnya
dihitung berdasarkan rumus yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.
(2) Peraturan Dana Pensiun wajib memuat ketentuan mengenai besarnya hak atas manfaat pensiun
bagi janda/duda atau anak yang belum dewasa dari peserta.
(3) Dalam Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, peraturan Dana
Pensiun wajib memuat hak peserta untuk menentukan pilihan bentuk anuitas.
Pasal 22
(1) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti, besarnya hak atas
manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada
janda/duda yang sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari manfaat
pensiun yang telah dibayarkan kepada pensiunan;
b. dalam hal peserta meninggal dunia dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum
dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda
yang sah sekurang- kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari yang seharusnya
dibayarkan kepada peserta apabila peserta pensiun sesaat sebelum meninggal dunia.
c. dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia
pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang-
kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari yang seharusnya menjadi haknya apabila ia
berhenti bekerja.
(2) Dalam hal tidak ada janda/duda yang sah atau janda/duda meninggal dunia, manfaat pensiun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari
peserta.
(3) Pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dilakukan
secara sekaligus.
Pasal 23
(1) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, besarnya hak atas
manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada
janda/duda yang sah tidak boleh kurang dari haknya berdasarkan pilihan bentuk anuitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b. dalam hal peserta meninggal dunia seblum dimulainya pembayaran pensiun, maka manfaat
pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah adalah sebesar 100% (seratus
perseratus) dari jumlah yang seharusnya menjadi hak peserta apabila ia berhenti bekerja.
(2) Dalam hal tidak ada janda/duda yang sah atau janda/duda meninggal dunia, manfaat pensiun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari
peserta.
(3) Dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia
pensiun normal, pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
dapat dilakukan secara sekaligus.
(4) Dalam hal peserta tidak menentukan pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3), maka peserta dianggap memilih bentuk anuitas yang memberikan
pembayaran kepada janda/duda yang sama besarnya dengan pembayaran kepada pensiunan
yang bersangkutan.
Pasal 24
(1) Peserta yang berhenti bekerja dan memiliki masa kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun,
sekurang-kurangnya berhak menerima secara sekaligus himpunan iurannya sendiri, ditambah
bunga yang layak.
(2) Peserta yang mengikuti Program Pensiun Manfaat Pasti apabila berhenti bekerja setelah
memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan belum mencapai usia
pensiun dipercepat, berhak menerima Pensiun Ditunda yang besarnya sama dengan jumlah
yang dihitung berdasarkan rumus pensiun bagi kepesertaannya sampai pada saat
pemberhentian.
(3) Peserta Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti apabila berhenti
bekerja setelah memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan belum
mencapai usia pensiun dipercepat, berhak atas jumlah iurannya sendiri dan iuran pemberi kerja
beserta hasil pengembangannya yang harus dipergunakan untuk memperoleh pensiun ditunda.
Pasal 25
(1) Manfaat pensiun dari suatu Dana Pensiun tidak dapat dibayarkan kekpada peserta sebelum
dicapainya usia pensiun dipercepat, kecuali bagi pembayaran pensiun janda/duda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) dan bagi pengembalian iuran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
(2) Manfaat Pensiun bagi peserta atau bagi janda/duda harus dalam bentuk angsuran tetap, atau
meningkat guna mengimbangi kenaikan harga, yang pembayarannya dilakukan sekali sebulan
untuk seumur hidup.
(3) Dalam hal besarnya manfaat pensiun bulanan lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri maka nilai yang sama dapat dibayarkan secara
sekaligus.
(4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), peraturan
Dana Pensiun dapat memungkinkan pilihan bagi peserta pada saat pensiun atau pada saat
pemberhentian dan bagi janda/duda atau anak pada saat pesera meninggal dunia, untuk
menerima sampai sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh perseratus) dari manfaat pensiun
secara sekaligus.
Pasal 26
(1) Seorang peserta tidak dapat mengundurkan diri atau menuntut haknya dari Dana Pensiun
apabila ia masih memenuhi syarat kepesertaan.
(2) Dalam hal peserta berhenti bekerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia
pensiun normal, maka berdasarkan pilihan peserta, hak atas pensiun ditunda dapat tetap
dibayarkan oleh Dana Pensiun yang bersangkutan, atau dapat dialihkan kepada Dana Pensiun
Pemberi Kerja lainnya, dengan ketentuan yang bersangkutan masih hidup dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah ia berhenti bekerja.
Pasal 27
(1) Peserta yang pensiun pada usia pensiun normal atau setelahnya, berhak atas manfaat pensiun
yang dihitung berdasarkan rumus pensiun yang berlaku bagi kepesertaannya sampai saat
pensiun.
(2) Usia pensiun normal wajib ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dan tidak boleh melebihi
usia yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi masalah ketenagakerjaan.
(3) Seorang peserta yang pensiun sebelum mencapai usia pensiun normal berhak mengajukan
pembayaran Manfaat Pensiun dipercepat dengan ketentuan :
a. berusia sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebelum usia pensiun normal; atau
b. dalam keadaan cacat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
(4) Nilai Manfaat Pensiun Dipercepat sekurang-kurangnya harus sama dengan nilai sekarang dari
Pensiun Ditunda.
(5) Dalam peraturan Dana Pensiun dapat ditetapkan batas usia maksimum peserta wajib pensiun
dalam hal peserta tetap bekerja setelah dicapainya usia pensiun normal, dengan ketentuan
bahwa batas usia maksimum dimaksud sesuai dengan usia yang ditetapkan oleh Menteri yang
membidangi masalah ketenagakerjaan.
Pasal 28
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
dan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Kekayaan Dana Pensiun dan Pengelolaannya
Pasal 29
Kekayaan Dana Pensiun dihimpun dari :
a. iuran pemberi kerja;
b. iuran peserta;
c. hasil investasi;
d. pengalihan dari Dana Pensiun lain.
Pasal 30
(1) Pengelolaan kekayaan Dana Pensiun harus dilakukan pengurus sesuai dengan :
a. arahan investasi yang digariskan oleh pendiri; dan
b. ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh menteri.
(2) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, arahan investasi
ditetapkan oleh pendiri bersama dewan pengawas.
(3) Arahan investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah, dan
perubahan dimaksud wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal ditetapkannya perubahan.
(4) Dengan persetujuan pendiri dan dewan pengawas, pengelolaan kekayaan Dana Pensiun dapat
dialihkan oleh pengurus kepada lembaga keuangan yang memenuhi ketentuan Menteri.
(5) Kekayaan Dana Pensiun yang disimpan pada penerima titipan hanya dapat ditarik atau
dialihkan atas perintah pengurus.
(6) Tanggung jawab pembayaran manfaat pensiun kepada peserta atau pihak yang berhak atas
manfaat pensiun dapat dialihkan pengurus sdengan membeli anuitas seumur hidup dari
perusahaan asuransi jiwa, yang selanjutnya bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran
dimaksud.
(7) Pengurus dari Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti wajib
mengalihkan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) kepada perusahaan
asuransi jiwa yang dipilih oleh peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun.
Pasal 31
(1) Dana Pensiun tidak diperkenankan melakukan pembayaran apapun, kecualil pembayaran yang
ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.
(2) Dana Pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan kekayaannya sebagai
jaminan atas suatu pinjaman.
(3) Tidak satu bagianpun dari kekayaan Dana Pensiun dapat dipinjamkan atau diinvestasikan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, pada surat berharga yang diterbitkan oleh, atau pada
tanah dan bangunan yang dimiliki atau yang dipergunakan oleh orang atau badan yang tersebut
di bawah ini:
a. pengurus, pendiri, mitra pendiri atau penerima titipan;
b. badan usaha yang lebih dari 25% (dua puluh lima perseratus) sahamnya dimiliki oleh
orang atau badan yang terdiri dari pendiri, mitra pendiri, pengurus, penerima titipan, atau
serikat kerja yang anggotanya adalah peserta Dana Pensiun yang bersangkutan;
c. pejabat atau direktur dari badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, serta
keluarganya sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk
menantu dan ipar.
Pasal 32
(1) Tanpa mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3),
penyewaan tanah, bangunan atau harta tetap lainnya milik Dana Pensiun kepada pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), hanya dapat dilakukan sepanjang hal tersebut
melalui transaksi yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) tidak berlaku bagi investasi Daan
Pensiun dalam bentuk surat berharga yang diperdagangkan di Pasar Modal di Indonesia,
dengan memenuhi ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) berlaku pula bagi kekayaan Dana
Pensiun Pemberi Kerja yang dikelola oleh suatu lembaga keuangan sebagaimana dimaksud
dalamPasal 30 ayat (4).
(4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), suatu Dana
Pensiun Berdasarkan Keuntungan dapat menginvestasikan sebanyak-banyaknya 50% (lima
puluh perseratus) dari kekayaannya dalam bentuk saham biasa pada perusahaan pendiri atau
mitra pendiri.
Bagian Keenam
Pembubaran dan Penyelesaian Dana Pensiun
Pasal 33
(1) Pembubaran Dana Pensiun dapat dilakukan berdasarkan permintaan pendiri kepada Menteri.
(2) Dana Pensiun dapat dibubarkan apabila Menteri berpendapat bahwa Dana Pensiun tidak dapat
memenuhi kewajibannya kipada peserta, pensiunan dan pihak lain yang berhak, atau dalam hal
terhentinya iuran dinilai dapat membahayakan keadaan keuangan Dana Pensiun dimaksud.
(3) Apabila pendiri Dana Pensiun bubar, maka Dana Pensiun bubar.
Pasal 34
(1) Pembubaran Dana Pensiun ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang sekaligus menunjuk
likuidator, untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam jangka waktu yang
ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator.
(3) Biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun.
Pasal 35
(1) Likuidator mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun serta mewakilinya
di dalam dan di luar Pengadilan;
b. melakukan pencatatan atas segala kekayaan dan kewajiban Dana Pensiun;
c. menentukan dan membeitahukan kepada setiap peserta, pensiunan dan ahli waris yang
berhak, mengenai besarnya hak yang dapat diterima dari dana Pensiun.
(2) Likuidator menyampaikan rencana kerja dan mengusulkan tata cara penyelesaian likuidasi
kepada Menteri dan melaksanakan proses penyelesaian setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 36
(1) Sebelum proses likuidasi selesai, pemberi kerja tetap bertanggung jawab atas iuran yang
terutang sampai pada saat Dana Pensiun dibubarkan sesuai dengan ketentuan tentang
pendanaan dan solvabilitas yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengembalian kekayaan Dana Pensiun kepada pemberi kerja, dilarang.
(3) Setiap kelebihan kekayaan atas kewajiban pada saat pembubaran harus dipergunakan untuk
meningkatkan manfaat pensiun bagi peserta sampai maksimum yang ditetapkan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
(4) Dalam hal masih terdapat kelebihan dana sesudah peningkatan manfaat sampai batas
maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) maka sisa dana tersebut harus dibagikan
kepada peserta, pensiun dan pihak yang berhak atas manfaat pensiun.
Pasal 37
(1) Dalam pembagian kekayaan Dana Pensiun yang dilikuidasi, hak peserta dan hak pensiunan
atau ahli warisnya merupakan hak utama.
(2) Pengaturan lebih lanjut tentang pembagian kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Likuidator wajib melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian likuidasi kepada Menteri dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
Pasal 39
(1) Likuidator wajib mengumumkan hasil penyelesaian likuidasi yang telah disetujui Menteri
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Dana Pensiun berakhir terhitung sejak tanggal pemgumuman sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
BAB IV
DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN
Pasal 40
(1) Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Iuran
Pasti.
(2) Bank dan perusahaan asuransi jiwa dapat beartindak sebagai pendiri Dana Pensiun Lembaga
Keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Untuk dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bank atau perusahaan asuransi
jiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengajukan permohonan pengesahan kepada
Menteri, dengan melampirkan peraturan Dana Pensiun.
Pasal 41
(1) Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
(2) Setiap perubahan atas peraturan Dana Pensiun wajib mendapatkan pengesahan dari Menteri.
Pasal 42
(1) Kepesertaan dalam Dana Pensiun Lembaga Keuangan terbuka bagi perorangan baik karyawan
maupun pekerja mandiri.
(2) Peserta berhak atas iurannya, termasuk di dalamnya iuran pemberi kerja atas nama peserta,
apabila ada, ditambah dengan hasil pengembangannya, terhitung sejak tanggal kepesertaannya
yang dibukukan atas nama peserta pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
(3) Dalam hal peserta meninggal dunia, maka hak peserta menjadi hak ahli warisnya.
Pasal 43
Pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan bertindak sebagai pengurus Dana Pensiun Lembaga
Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan investasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan
dengan memenuhi ketentuan tentang investasi yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 44
(1) Dalam hal bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan
bubar, maka Dana Pensiun Lembaga Keuangan bubar, dan Menteri menunjuk likuidator untuk
melakukkan penyelesaian.
(2) Likuidator bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
bubar dapat ditunjuk sebagai likuidator Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Pasal 45
Kekayaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan harus dikecualikan dari setiap tuntutan hukum atas
kekayaan bank atau perusahaan asuransi jiwa pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Pasal 46
Ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud dalam Bab III Undang-undang ini berlaku pula bagi
Dana Pensiun Lembaga Keuangan, kecuali Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat
(1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 19, Pasal 22,
Pasal 24, Pasal 27 ayat (2), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1) huruf a, ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat
(5), Pasal 32 ayat (3) dan ayat (40), serta Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 47
(1) Tanpa mengurangi maksud ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat
(2) dan Pasal 26, Dana Pensiun Lembaga Keuangan dapat memungkinkan penarikan suatu
jumlah dana tertentu oleh peserta setiap saat dengan ketentuan bahwa jumlah dana yang ditarik
tidak melebihi jumlah iuran peserta Dana Pensiun sebelum dilakukan penarikan.
(2) Jumlah dana yang ditarik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk hasil
pengembangannya dan dana yang dialihkan dari Dana Pensiun lainnya.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN
Pasal 49
(1) Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang ini merupakan subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
(2) Iuran yang diterima diperoleh Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga
Keuangan berdasarkan Undang-undang ini serta penghasilan Dana Pensiun dari modal yang
ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan bukan merupakan obyek pajak dan berlangsung terus sampai proses likuidasi
selesai dilaksanakan dalam hal Dana Pensiun dibubarkan.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 50
(1) Pembinaan dan pengawasan atas Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga
Keuangan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengelolaan
kekayaan Dana Pensiun dan penyelenggaraan program pensiun, baik dalam segi keuangan
maupun teknis operasional.
(3) Ketentuan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 51
(1) Dana Pensiun wajib dikelola dengan memperhatikan kepentingan peserta serta pihak lain yang
berhak atas manfaat pensiun sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.
(2) Dana Pensiun wajib diselenggarakan sesuai dengan peraturan Dana Pensiun dan wajib
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini maupun peraturan-peraturan
pelaksanaannya.
Pasal 52
(1) Setiap Dana Pensiun wajib menyampaikan laporan berkala mengenai kegiatannya kepada
Menteri yang terdiri dari :
a. laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.
b. laporan teknis yang disusun oleh pengurus atau oleh Pengurus dan aktuaris sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Menteri
melakukan pemeriksaan langsung terhadap Dana Pensiun.
(3) Setiap pendiri, mitra pendiri, pengurus, dan penerima titipan wajib memperlihatkan buku,
catatan, dokumen serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Dalam rangka pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Menteri dapat
menunjuk akuntan publik dan/atau aktuaris.
Pasal 53
(1) Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti wajib memiliki laporan
aktuaris yang harus disampaikan kepada Menteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali atau
apabila dilakukan perubahan terhadap peraturan Dana Pensiun.
(2) Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf e harus
menyatakan :
a. besarnya iuran yang diperlukan untuk membiayai program pensiun;
b. cukup tidaknya kekayaan yang dimiliki Dana Pensiun untuk pembayaran manfaat pensiun;
dan
c. besarnya angsuran iuran tambahan untuk menutupi kekurangan pendanaan, yang perlu
dibayarkan selama jangka waktu yang diperkenankan dalam ketentuan tentang pendanaan
dan solvabilitas yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 54
(1) Setiap Dana Pensiun wajib mengumumkan neraca dan perhitungan hasil usaha kepada peserta
menurut bentuk, susunan dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengurus wajib menyampaikan keterangan kepada setiap peserta mengenai hal-hal yang timbul
dalam rangka kepesertaannya dalam bentuk dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pengurus wajib menyampaikan keterangan kepada peserta mengenai setiap perubahan yang
terjadi pada peraturan Dana Pensiun.
(4) Pengurus wajib menyampaikan keterangan pribadi yang menyangkut masing-masing peserta.
Pasal 55
(1) Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dan ayat
(3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 51, Pasal 52 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 54 serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat mengenakan sanksi administratif bagi Dana Pensiun
atau pendiri.
(2) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 56
(1) Barangsiapa dengan sengaja, dengan atau tanpa iuran, mengelola dan menjalankan program
uang menjanjikan sejumlah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia
tertentu, atau menjalankan kegiatan Dana Pensiun, tanpa mendapat pengesahan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana
Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 57
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3), diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar
rupiah).
Pasal 58
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan pembayaran suatu jumlah uang Dana Pensiun yang
menyimpang dari peraturan Dana Pensiun atau ikut serta dalam transaksi-transaksi yang melibatkan
kekayaan Dana Pensiun yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini atau peraturan
pelaksanaannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Pasal 59
Barangsiapa dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi Dana Pensiun;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam
buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi
Dana Pensiun;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan Dana Pensiun tersebut
diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
Pasal 60
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 adalah
kejahatan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61
(1) Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua Dana Pensiun yang telah mendapatkan
persetujuan dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dinyatakan pengesahan berdasarkan
Undang-undang ini.
(2) Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan diri demgam
ketentuan Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
mulai berlakunya Undang-undang ini.
(3) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), investasi yang dilakukan
oleh Dana Pensiun yang telah ada sebelumnya ditetapkannya Undang-undang ini wajib
disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini wajib
disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
(4) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dana pensiun
sebagaimana dalam ayat (1) yang menyelenggarakan program pensiun yang menjanjikan
pembayaran uang secara sekaligus, tetap dapat melanjutkan program tersebut sampai
selesainya seluruh kewajiban kepada karyawan yang telah menjadi peserta pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini.
(5) Setiap orang atau badan usaha yang menyelenggarakan Dana Pensiun dengan nama apapun
baik dengan atau tanpa iuran, yang belum mendapat persetujuan Menteri diwajibkan
mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri berdasarkan Undang-undang ini,
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-
undang ini.
(6) Menteri dapat memperkenankan pembayaran secara angsuran kekurangan kekayaan atas
kewajiban yang disebabkan oleh masa kerja sebelum diberlakukannya Undang-undang ini,
dalam jangka waktu yang lebih lama daripada yang ditetapkan dalam ketentuan tentang
pendanaan dan solvabililtas.
(7) Dana Pensiun karyawan yang telah ada dalam bentuk apapun, hanya dapat menamakan diri
sebagai Dana Pensiun bila penyelenggaraanya didasarkan pada Undang-undang ini.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana
Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia yang dikelola Badan Usaha Milik Negara.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Arbeidersfondsen Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926
Nomor 377) dinyatakan tidak dapat lagi dipergunakan sebagai dasar pembentukan Dana Pensiun.
Pasal 63
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 37
Salinan ini sesuai dengan aslinya
SEKERTARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kasowo, S.H., LL.M.
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1992
TENTANG
DANA PENSIUN
U M U M
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka upaya untuk mewujudkan kehidupan
yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kewajiban konstitusional yang harus dilakukan
secara berencana, bertahap dan berkesinambungan.
Sejalan dengan itu upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu
mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna. Dalam hubungan ini di
masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh
para karyawan, yaitu Dana Pensiun. Bentuk tabungan ini mempunyai ciri sebagai tabungan jangka
panjang, untuk dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Penyelenggaraannya
dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi
pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dan yang lazim disebut sistem pendanaan.
Sistem pendanaan suatu program pensiun memungkinkan terbentuknya akumulasi dana, yang
dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta program pada hari tua. Keyakinan
akan adanya kesinambungan penghasilan menimbulkan ketentraman kerja, sehingga akan meningkatkan
motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim yang kondusif bagi peningkatan produktivitas. Dalam
dimensi yang lebih luas, akumulasi dana yang terhimpun dari penyelenggaraan program pensiun
merupakan salah satu sumber dana yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan
pembangunan nasional yang berlandaskan kemampuan sendiri. Hal ini sejalan dengan salah satu arah
dan kebijaksanaan pembangunan jangka panjang, yakni peningkatan dan pengembangan sumber-
sumber dana pembangunan yang berasal dari dalam negeri secara optimal, baik dari Pemerintah
maupun masyarakat.
Mengingat manfaatnya yang besar, baik bagi peserta maupun bagi masyarakat luas dan bagi
pembangunan nasional, maka upaya penyelenggaraan program pensiun selama ini telah didukung oleh
Pemerintah. Dukungan tersebut dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan, yaitu dengan pemberian fasilitas penundaan pajak (penghasilan) sebagaimana tertuang
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dewasa ini program pensiun dengan pemupukan dana diselenggarakan oleh pemberi kerja
berdasarkan Arbeidersfondsen Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 377) yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Pasal 1601 s bagian kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Ketentuan tersebut memungkinkan pembentukan dana bersama antara pemberi kerja dan karyawan,
namun tidak memadai sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan program pensiun. Hal ini disebabkan
tidak adanya ketentuan yang mengatur hal-hal mendasar dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban
para pihak dalam penyelenggaraan program pensiun, serta mengenai pengelolaan, kepengurusan,
pengawasan, dan sebagainya. Di samping itu, kelembagaan yayasan yang dalam praktek dipergunakan
sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun, mengandung pula berbagai kelemahan.
Di sisi lain, cukup banyak anggota masyarakat yang berstatus pekerja mandiri, yang tidak
menjadi karyawan dari orang atau badan lain. Terhadap mereka ini perlu pula diberikan kesempatan
yang sama untuk mempersiapkan diri menghadapi masa purna bakti, sekaligus kesempatan untuk turut
menggunakan fasilitas penundaan pajak penghasilan.
Dengan demikian kehadiran Undang-undang tentang Dana Pensiun sangat dibutuhkan.
Undang-undang tentang Dana Pensiun diharapkan membawa pertumbuhan Dana Pensiun di
Page 1 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Indonesia secara lebih pesat, tertib dan sehat, sehingga membawa manfaat nyata bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
Undang-undang tentang Dana Pensiun yang merupakan landasan hukum pembentukan Dana
Pensiun dan penyelenggaraan program pensiun mengandung asas-asas pokok sebagai berikut :
1. Asas keterpisahan kekayaan Dana Pensiun dari kekayaan badan hukum pendirinya. Asas ini
didukung oleh adanya badan hukum tersendiri bagi Dana Pensiun, dan diurus serta dikelola
berdasarkkan ketentuan Undang-undang. Berdasarkan asas ini kekayaan Dana Pensiun yang
terutama bersumber dari iuran, terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi
pada pendirinya.
2. Asas penyelenggaraan dalam sistem pendanaan. Dengan asas ini penyelenggaraan program
pensiun, baik bagi karyawan maupun bagi pekerja mandiri, haruslah dilakukan dengan pemupukan
dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri, sehingga cukup untuk memenuhi
pembayaran hak peserta. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang ini pembentukan
cadangan dalam perusahaan guna membiayai pembayaran manfaat pensiun karyawan tidak
diperkenankan.
3. Asas pembinaan pengawasan. Sesuai dengan tujuannya, harus dihindarkan penggunaan kekayaan
Dana Pensiun dari kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama dari
pemupukan dana, yaitu untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya,
pembinaan dan pengawasan atas investasi kekayaan Dana Pensiun.
4. Asas penundaan manfaat. Penghimpunan dana dalam penyelenggaraan program pensiun
dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah pensiun, agar kesinambungan
penghasilannya terpelihara. Sejalan dengan itu berlaku asas penundaan manfaat, yang
mengharuskan bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta pensiun, yang
pembayarannya dilakukan secara berkala.
5. Asas kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun. Berdasarkan asas ini
keputusan membentuk Dana Pensiun merupakan prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan
manfaat pensiun bagi karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan demikian
prakarsa tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan pemberi kerja. Hal pokok yang
harus selalu menjadi perhatian utama adalah bahwa keputusan untuk menjanjikan manfaat pensiun
merupakan suatu komitmen yang membawa konsekuensi pembiayaan, bahkan sampai pada saat
Dana Pensiun terpaksa dibubarkan.
Melalui asas-asas yang terkandung dalam Undang-undang tentang Dana Pensiun tersebut,
diupayakan untuk menyediakan suatu tata kelembagaan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat,
baik secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri, merencanakan dan mempersiapkan diri
menghadapi saat datangnya hari tua atau bagi keluarganya dalam hal datangnya kejadian yang tidak
terelakkan baik karena kematian maupun karena cacat, dengan membentuk atau ikut serta dalam Dana
Pensiun.
Pada hakekatnya kegiatan perusahaan merupakan upaya bersama antara pemberi kerja
(pengusaha) dan karyawan, untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan sekaligus kesejahteraan
karyawan dan masyarakat luas. Hal tersebut sejalan dengan kewajiban perusahaan untuk
memperhatikan peningkatan kesejahteraan karyawan sesuai dengan peningkatan kemampuan dan
kemajuan perusahaan. Oleh karena itu walaupun Undang-undang ini menganut asas kebebasan untuk
membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun, namun dalam rangka meningkatkan produktivitas
karyawan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteran karyawan, masyarakat luas, dan
sekaligus meningkatkan tabungan masyarakat, maka para pemberi kerja yang mampu diharapkan untuk
membentuk Dana Pensiun di perusahaannya, menjadi mitra pendiri dari Dana Pensiun yang sudah ada,
atau mengikutsertakan karyawannya pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Page 2 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan 24
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diperlukan sebagai bagian dari persyaratan
untuk membentuk Dana Pensiun, yang selanjutnya digunakan untuk permohonan
pengesahan Dana Pensiun sebagai badan hukum.
Huruf a
Agar supaya peraturan Dana Pensiun mengikat secara hukum bagi pemberi kerja dan
berlaku di perusahaan, maka pemberi kerja harus menyatakan keinginannya tersebut
secara tertulis sebagai bukti kesediaannya untuk mendirikan Dana Pensiun.
Huruf b
Penyelenggaraan program pensiun bagi karyawan bermula dari janji pemberi kerja. Agar
pemenuhan janji dimaksud sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini, maka janji
tersebut harus dituangkan dalam peraturan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh pemberi
kerja sebagai pendiri, setelah mendengar dan memperhatikan pendapat dan saran
karyawan.
Huruf c
Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah badan hukum yang memiliki pengurus dan dewan
pengawas dengan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang
ini. Agar supaya jelas diketahui siapa yang diberi tugas dan wewenang dimaksud, harus
ada keputusan pendiri tentang penunjukan pengurus dan dewan pengawas. Selain itu
dalam rangka pengamanan kekayaan Dana Pensiun perlu ditunjuk penerima titipan.
Penerima titipan adalah bank yang menyelenggarakan jasa penitipan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan, yang bertanggung jawab atas
keamanan penyimpanan kekayaan Dana Pensiun yang disimpan secara terpisah dari
kekayaan penerima titipan, dan kekayaan dimaksud harus dibebaskan dari segala
tuntutan yang timbul terhadap penerima titipan.
Ayat (2)
Dana Pensiun Pemberi Kerja dapat pula didirikan oleh lebih dari 1 (satu) pemberi kerja
yang:
a. memiliki kegiatan atau usaha sejenis;
b. berada dalam 1 (satu) kelompok usaha dengan pemilikan yang sama.
c. didasarkan pada pertimbangan praktis atau efisiensi, atau alasan lainnya.
Dalam hal demikian, peraturan Dana Pensiun ditetapkan oleh salah satu pemberi kerja
sebagai pendiri, setelah mendengar dan memperhatikan pendapat dan saran karyawan.
Pemberi kerja lainnya sebagai mitra pendiri menyatakan kesediaannya untuk tunduk dan
memberlakukan peraturan Dana Pensiun dimaksud pada perusahaan masing-masing, berarti
Page 3 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
mitra pendiri terikat terhadap segala ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Dana
Pensiun.
Ayat (3)
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan
yang harus dimuat dalam peraturan Dana Pensiun, sebagai berikut :
a. rumus untuk menentukan manfaat pensiun, iuran dan semua faktor yang
mempengaruhi perhitungannya;
b. hak dan kewajiban para peserta, pendiri dan bila ada mitra pendiri;
c. pembentukan dana yang terpisah dari kekayaan pemberi kerja, yang secara jelas
merupakan kekayaan Dana Pensiun;
d. tata cara perubahan peraturan Dana Pensiun;
e. tanggal pembentukan dan nama Dana Pensiun yang secara jelas menunjukkan pendiri
dan bila ada mitra pendiri, serta kelompok karyawan berdasarkan unit kerja yang berhak
menjadi peserta Dana Pensiun;
syarat kepesertaan;
f.
g. kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran;
h. ketentuan tentang penunjukan dan penggantian anggota pengurus dan dewan pengawas,
serta penggunaan jasa penerima titipan;
i. tata cara pembayaran manfaat pensiun;
j. tata cara penunjukkan dan penggantian pihak yang berhak atas manfaat pensiun bila
seorang peserta meninggal dunia;
k. biaya yang merupakan beban Dana Pensiun;
l.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Arahan investasi merupakan pedoman bagi pengurus Dana Pensiun dalam mengelola
atau menginvestasikan kekayaan Dana Pensiun.
Huruf e
Laporan aktuaris diperlukan untuk mengetahui besarnya dana yang diperlukan dan cara
pemenuhannya. Pada saat pendirian Dana Pensiun laporan ini diperlukan agar sejak
awal diketahui konsekuensi pembiayaan bagi pemberi kerja, yang selanjutnya akan
menjadi tolok ukur komitmennya dalam penyelenggaraan program pensiun.
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan
seperti persyaratan tambahan yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan
pengesahan serta ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan.
Pasal 7
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Page 4 of 16
ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 8
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Cukup jelas
Penggabungan atau pemisahan Dana Pensiun menyangkut berbagai masalah antara lain
aspek hukum, pengalihan kekayaan, hak dan kewajiban, yang perlu pengaturan tersendiri.
Oleh karena itu penggabungan atau pemisahan Dana Pensiun hanya dapat dilakukan apabila
memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Perubahan pada Peraturan Dana Pensiun yang mengakibatkan berkurangnya hak peserta, hanya
dimungkinkan apabila perubahan tersebut bertujuan menyelamatkan Dana Pensiun dari
ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajibannya. Undang-undang ini menegaskan bahwa
walaupun dimungkinkan perubahan Peraturan Dana Pensiun, namun ketentuan mengenai hak
peserta seperti tercantum dalam Peraturan Dana Pensiun yang semula masih tetap harus
dipenuhi sampai saat pengesahan oleh Menteri atas perubahan Peraturan Dana Pensiun. Sejak
saat pengesahan dimaksud, berlaku ketentuan mengenai hak peserta dalam peraturan Dana
Pensiun yang telah diubah.
Pasal 10
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Persyaratan dimaksud mencakup antara lain persyaratan kualitas dan keahlian yang harus
dimiliki orang atau badan usaha yang ditunjuk sebagai pengurus.
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini mengatur berbagai ketentuan
antara lain mengenai surat penunjukan pengurus, hak pendiri untuk mengubah susunan
pengurus, tanggung jawab pengurus kepada pendiri, kewajiban pengurus untuk memelihara
buku dan catatan Dana Pensiun, serta kewajibannya menyampaikan dokumen yang
dipersyaratkan berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pihak ketiga dalam pasal ini adalah penyedia jasa seperti aktuaris,
penasehat investasi, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan wakil peserta dalam keanggotaan dewan pengawas juga mencakup
wakil pensiunan.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 13
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Page 5 of 16
Cukup jelas
Cukup jelas
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 14
Penunjukkan akuntan publik dilakukan oleh dewan pengawas berdasarkan pertimbangan dewan
pengawas mewakili kepentingan peserta dan pendiri.
Pasal 15
Ayat 1
Ayat 2
Pasal 16
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pada prinsipnya kekayaan Dana Pensiun harus dijaga agar tetap berada pada tingkat yang
sama dengan kewajibannya. Dimungkinkannya ada kelebihan kekayaan berdasarkan ayat ini
dimaksudkan agar terdapat faktor pengamanan terhadap penyimpangan hasil investasi,
sehingga walaupun pada waktu tertentu hasil investasi menyimpang dari harapan, Dana
Pensiun tetap dapat menjaga perimbangan antara kekayaan dan kewajiban. Selain itu, sesuai
dengan prinsip bahwa tidak diperkenankan adanya pembayaran kembali dari Dana Pensiun
kepada pemberi kerja, maka jumlah di atas batas maksimum yang ditetapkan Menteri harus
dibukukan sebagai iuran pemberi kerja.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Menteri berdasarkan pemberitahuan pengurus termaksud
dapat mengambil tindakan yang dipandang perlu untuk mencegah memburuknya keadaan
Dana Pensiun yang bersangkutan dalam rangka melindungi kepentingan peserta.
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dampak negatif yang terjadi pada
Dana Pensiu sebagai akibat dari keadaan yang terjadi pada mitra pendiri.
Pasal 17
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Keterlambatan pemberi kerja untuk menyerahkan iuran kepada Dana Pensiun akan
mempengaruhi kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya. Oleh sebab itu
tidak dikehendaki adanya kelambatan penyetoran iuran. Pemberi kerja bertanggung jawab
atas keterlambatan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan "bunga yang layak" adalah
tingkat bunga yang berlaku pada masa kelambatan penyetoran dimaksud. Mengingat terdapat
berbagai tingkat bunga maka sebagai dasar perhitungan perlu dipilih tingkat bunga yang
layak, yaitu bunga deposito Bank Umum milik Pemerintah yang paling menguntungkan bagi
peserta yang bersangkutan. Sedangkan pengertian hak utama dalam ayat ini adalah dalam hal
pembubaran pemberi kerja. Dana Pensiun mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
pada pihak-pihak lainnya, kecuali dalam kewajiban kepada Negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Page 6 of 16
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Dalam Program Pensiun Manfaat Pasti tanggung jawab pemberi kerja terhadap pembiayaan
program pensiun lebih besar dari pada peserta. Tanggung jawab termaksud tidak boleh
dialihkan kepada peserta dengan mewajibkan peserta menanggung beban iuran yang lebih
besar. Untuk itu pengaturan tentang hal ini perlu diatur oleh Menteri.
Ayat (2)
Pembatasan manfaat pensiun demikian pula iuran dan kekayaan yang diperlukan Dana
Pensiun berkaitan dengan fasilitas perpajakan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf
h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, iuran pemberi kerja dan
karyawan (peserta) yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang mendapat pengesahan
Meenteri, demikian pula hasil yang diperoleh dari penanaman dananya di bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan Menteri, tidak diperlakukan sebagai obyek pajak. Oleh karena itu
besar maksimum manfaat Pensiun dan iuran perlu diatur oleh Menteri agar tidak terjadi
pemberian fasilitas pajak yang berlebihan.
Ayat (3)
Dalam suatu Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan, besar iuran pemberi kerja dikaitkan
dengan laba/rugi perusahaan. Dengan demikian iuran pemberi kerja pada dasarnya menjadi
beban pemberi kerja apabila terdapat keuntungan. Namun demikian tanggung jawab
pemberi kerja bukan saja apabila ada keuntungan, melainkan juga apabila tidak ada
keuntungan, dengan pertimbangan agar kesinambungan Dana Pensiun terjamin. Untuk itu
pengaturan tentang hal ini perlu ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 19
Dalam hal karyawan telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin, dan telah memiliki
masa kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, maka ia tidak dapat dihalangi oleh siapapun untuk
menjadi peserta. Di samping hak di atas, maka karyawan juga tetap dilindungi haknya untuk tidak
menjadi peserta, khususnya apabila karyawan harus mengiur. Dalam suatu Dana Pensiun yang
karyawannya ikut mengiur, kepesertaan karyawan harus bersifat aktif dalam arti karyawan yang
menjadi peserta harus menyatakan kesediaannya untuk dipotong upah/gajinya setiap bulan. Pada
Dana Pensiun yang seluruh iurannya berasal dari pemberi kerja perlakuan yang sama harus
diberlakukan kepada seluruh karyawan, sepanjang karyawan memenuhi syarat kepesertaan.
Pasal 20
Ayat (1)
Manfaat pensiun diharapkan merupakan penghasilan bagi peserta pada masa pensiunnya.
Agar maksud tersebut dapat tercapai, maka Undang-undang ini melarang penggunaan hak
pensiun sebagai jaminan atas pinjaman atau hutang, atau disita, yang dapat mengganggu
kelancaran penghasilan peserta dimaksud.
Ayat (2)
Sebagai akibat dari dilarangnya manfaat pensiun digunakan sebagai jaminan pinjaman
sebagaimana diatur dalam ayat (1), maka semua transaksi yang berkaitan dengan pembayaran
manfaat pensiun, misalnya pembebanan, atau pengikatan, menjadi batal demi hukum,
sehingga perikatan yang menyangkut manfaat pensiun tersebut dianggap tidak pernah ada.
Ayat (3)
Pengertian "itikad baik" dalam ayat ini ialah bahwa apabila ada gugatan dari pihak lain
mengenai tindakan pengurus tersebut, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan putusan
pengadilan.
Pasal 21
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bentuk-bentuk hak peserta serta berdasarkan peristiwa
yang terjadi padanya. Dalam Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun yang
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti, harus ditetapkan rumusan untuk
menentukan besar tiap-tiap hak tersebut. Dalam Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun
Page 7 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, rumusan yang ditetapkan lebih
sederhana, yaitu himpunan iuran dan hasil pengembangannya.
Yang dimaksud drngan rumus untuk menentukan pensiun adalah rumus untuk mengetahui
berapa besarnya manfaat pensiun yang akan diperoleh peserta apabila peserta pensiun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rumus manfaat pensiun dalam Peraturan Dana Pensiun
yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti pada umumnya adalah masa kerja,
faktor penghargaan per tahun masa kerja (persentase) dan dasar pensiun. Penghargaan
pertahun masa kerja dapat pula dinyatakan dalam satuan rupiah.
Manfaat yang diperoleh peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan
Program Pensiun Iuran Pasti sebagaimana juga peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan
pada dasarnya adalah himpunan iuran beserta hasil pengembangannya. Akumulasi iuran dan
hasil pengembangan inilah yang akan dipergunakan untuk membeli anuitas seumur hidup
dari perusahaan asuransi jiwa yang selanjutnya akan berbentuk pensiun bulanan.
Baik iuran peserta maupun iuran pemberi kerja ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun
dari Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti.
Dalam peraturan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun
Manfaat Pasti maka iuran yang ditetapkan hanyalah iuran peserta saja sedangkan iuran
pemberi kerja ditentukan dalam perhitungan aktuaris dalam laporan aktuaris berdasarkan
kebutuhan dana bagi pembiayaan program pensiun yang ditetapkan.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan adanya hak atas manfaat pensiun bagai janda/duda
dalam hal peserta atau pensiunan meninggal dunia.
Ayat (3)
Pada saat pensiun, peserta Program Pensiun Iuran Pasti berhak memilih bentuk anuitas yang
dapat dibeli dengan menggunakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya.
Pasal 22
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini adalah batasan mengenai besar manfaat pensiun minimum bagi
janda/duda dari pensiunan atau janda/duda dari peserta Program Pensiun Manfaat Pasti.
Dalam peraturan Dana Pensiun harus ditentukan besar manfaat pensiun yang berlaku bagi
Dana Pensiun yang bersangkutan. Manfaat pensiun yang ditentukan dalam peraturan Dana
Pensiun dapat lebih besar dari batas-batas yang ditetapkan dalam ayat ini.
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup Jelas
Dengan ayat ini dimungkinkan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus kepada
janda/duda dari peserta yang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dipercepat
yang diharapkan lebih bermanfaat bagi janda/duda tersebut daripada manfaat pensiun
bulanan yang kecil.
Pasal 23
Ayat (1)
Berdasarkan ayat ini, dalam Peraturan Dana Pensiun yang dinyatakan besarnya hak
janda/duda dari pensiunan atau janda/duda dari peserta Program Pensiun Iuran Pasti.
Huruf a
Ketentuan ini merupakan penegasan bahwa besarnya manfaat pensiun bagi janda/duda
pensiunan tergantung pada bentuk anuitas yang dipilih oleh pensiunan.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Page 8 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Ayat (3)
Dengan ayat ini dimungkinkan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus kepada
janda/duda dari peserta yang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dipercepat,
yang diharapkan lebih bermanfaat bagi janda/duda tersebut dari manfaat pensiunan bulanan
yang kecil.
Ayat (4)
Ayat ini menetapkan pilihan dasar bentuk anuitas, yang berlaku bila peserta tidak melakukan
pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). Pilihan dasar dimaksud
adalah bentuk anuitas yang memberikan pembayaran yang sama besarnya, baik kepada
pensiunan maupun janda/dudanya.
Pasal 24
Ayat (1)
Peserta yang memiliki masa kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun dan berhenti bekerja
hanya memiliki hak atas iurannya sendiri. Pemberian bunga dimaksudkan agar kepada
peserta yang berhenti tersebut tidak hanya memperoleh kembali iurannya saja, tetapi
memperoleh pula hasil dari iuran yang pernah dibayarnya, sebagaimana lazimnya bila
seseorang menabung. Adapun yang dimaksud dengan "bunga yang layak" adalah tingkat
bunga yang berlaku pada masa kepesertaan yang bersangkutan. Mengingat terdapat berbagai
tingkat bunga, maka sebagai dasar perhitungan perlu dipilih tingkat bunga yang layak, yaitu
bunga deposito Bank Umum milik Pemerintah yang paling menguntungkan bagi peserta
yang bersangkutan.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 25
Ayat (1)
Tujuan pembentukan Dana Pensiun adalah memelihara kesinambungan penghasilan peserta
pada hari tuanya dan untuk itu penyelenggaraannya diberikan fasilitas penundaan pajak
penghasilan. Agar tujuan penyelenggaraan Dana Pensiun tercapai, maka pembayaran
manfaat pensiun sebelum waktunya tidak diperkenankan, kecuali dalam hai-hal tertentu.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Ketentuan ini memungkinkan pembayaran pertama bagi peserta maupun pihak yang berhak
untuk memperoleh sejumlah uang sampai sebanyak-banyaknya 20% (duapuluh perseratus)
dari nilai sekarang manfaat pensiun, untuk keperluan masa transisi pada awal pensiun.
Pasal 26
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ketentuan ini memberikan pilihan bagi peserta untuk menentukan apa yang dapat dilakukan
terhadap haknya atas Pensiun Ditunda, bila ia berhenti bekerja. Adapun batas 30 (tiga puluh)
hari dimaksudkan agar jelas status hak yang timbul bagi janda/duda apabila peserta
meninggal dunia, yaitu apakah atas Pensiun Ditunda atau hak atas pensiun janda/duda.
Pasal 27
Ayat (1)
Page 9 of 16
Cukup jelas
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari penatausahaan jumlah yang kecil untuk
jangka waktu yang lama.
Ayat ini menegaskan mengenai saat seseorang peserta mempunyai hak atas Pensiun Ditunda
Cukup jelas
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Ayat (5)
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Ketentuan ini dimaksudkan agar pendiri memiliki kesempatan apabila ingin tetap
mempekerjakan karyawan yang telah mencapai usia pensiun normal sampai pada batas usia
tertentu, dimana setiap karyawan wajib pensiun. Usia tertentu tersebut harus diatur dalam
peraturan Dana Pensiun, sesuai dengan ketentuan Menteri yang membidangi
ketenagakerjaan.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Kekayaan Dana Pensiun dipupuk agar Dana Pensiun mampu memenuhi kewajiban pembiayaan
program pensiun. Pasal ini menjelaskan sumber-sumber kekayaan tersebut.
Huruf a
Apabila masa kerja lampau diperhitungkan pula dalam penentuan manfaat pensiun maka
termasuk dalam pengertian iuran pemberi kerja adalah :
1) iuran pemberi kerja untuk masa kerja lampau yang belum ada iurannya; dan
2) iuran pemberi kerja untuk masa kerja yang akan datang.
Huruf b
Yang dimaksud dalam ketentuan ini dengan iuran peserta adalah iuran untuk masa kerja
setelah Dana Pensiun didirikan. Dengan demikian iuran untuk masa kerja sebelum Dana
Pensiun didirikan tidak dapat dibebankan kepada peserta, tetapi menjadi kewajiban pemberi
kerja. Walaupun iuran peserta dicantumkan dalam ketentuan ini tetapi Undang-undang ini
tetap memungkinkan diselenggarakannya Dana Pensiun tanpa iuran peserta.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
"Pengalihan dari Dana Pensiun lain" adalah pengalihan dana yang menjadi hak peserta
sebagai konsekuensi pindahnya kepesertaan seorang peserta dari Dana Pensiun yang satu ke
Dana Pensiun yang lain.
Pasal 30
Ayat (1)
Kekayaan Dana Pensiun harus diinvestasikan dalam jenis-jenis investasi yang aman. Untuk
itu penempatan kekayaan Dana Pensiun dalam jenis-jenis investasi termaksud oleh pengurus
harus didasarkan pada arahan investasi yang ditetapkan pendiri dengan berpedoman pada
ketentuan investasi yang ditetapkan Menteri.
Ayat (2)
Manfaat pensiun yang diterima peserta dalam suatu Program Pensiun Iuran Pasti bergantung
pada hasil investasi. Oleh karena itu adalah wajar apabila peserta ikut menentukan arahan
investasi melalui wadah dewan pengawas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Page 10 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Ayat (4)
Investasi kekayaan Dana Pensiun merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak
besar kepada keadaan keuangan Dana Pensiun, oleh sebab itu kegiatan tersebut harus
dilakukan secara profesional dan berhati-hati. Undang-undang ini memberikan kesempatan
kepada pengurus Dana Pensiun untuk menggunakan jasa lembaga keuangan yang memiliki
keahlian di bidang pengelolaan investasi. Lembaga keuangan yang dimaksud dalam ayat ini
adalah perusahaan efek yang memiliki izin untuk bertindak sebagai manajer investasi dan
Bank Umum, yang memenuhi persyaratan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (5)
Ayat (6)
Cukup jelas
Pengelolaan pembayaran manfaat pensiun mengandung berbagai risiko, antara lain karena
ketidakpastian usia dan ketidakpastian hasil investasi. Untuk mengurangi pengaruh risiko
tersebut kepada posisi pendanaan Dana Pensiun, maka Dana Pensiun yang
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti diberi kesempatan untuk mengalihkan
pembayaran manfaat pensiun dengan cara membeli anuitas seumur hidup dari perusahaan
asuransi jiwa, yang merupakan satu-satunya lembaga keuangan yang menjual anuitas.
Ayat (7)
Manfaat pensiun pada Program Pensiun Iuran Pasti merupakan akumulasi dari iuran
pemberi kerja dan peserta serta hasil pengembangannya. Agar pembayaran manfaat pensiun
secara berkala dapat dipastikan, pembayaran manfaat pensiun tersebut oleh pengurus wajib
dialihkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Pengalihan dimaksud dilakukan atas dasar
keputusan peserta, untuk memilih perusahaan asuransi jiwa dan memilih bentuk anuitas yang
sesuai dengan kehendaknya.
Pasal 31
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Cukup jelas
Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi kepentingan peserta dari praktek yang
mengandung konflik kepentingan yang merugikan Dana Pensiun. Yang dimaksud dengan
"pejabat" dalam huruf c adalah pegawai dari badan sebagaimana dimaksud dalam a dan huruf
b yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan usaha badan yang bersangkutan.
Pasal 32
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ketentuan dalam ayat ini membolehkan transaksi atas surat berharga yang diperdagangkan di
Pasar Modal di Indonesia, mengingat surat berharga termaksud, termasuk yang diterbitkan
oleh pemberi kerja, telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam emisi surat berharga
tersebut.
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Besar kecilnya manfaat pensiun yang akan diterima peserta Dana Pensiun Berdasarkan
Keuntungan sangat bergantung pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu ketentuan ayat
ini memungkinkan penempatan sebanyak-banyaknya 50 % (lima puluh perseratus) dari
kekayaan Dana Pensiun berdasarkan Keuntungan dalam bentuk saham biasa pada
Page 11 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
perusahaan pendiri atau mitra pendiri, mengingat dengan adanya penempatan tersebut, maka
peserta dapat memperoleh manfaat ganda yaitu :
a. pemilikan atas perusahaan pendiri/mitra pendiri oleh peserta, melalui Dana Pensiun,
sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan yang pada gilirannya dapat
memperbesar keuntungan pemberi kerja yang akhirnya memperbesar iuran pemberi
kerja;
b. keuntungan berupa deviden yang diperoleh dari penyertaan tersebut.
Pasal 33
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 34
Ayat (1)
Keputusan menteri dalam ayat ini merupakan persetujuan secara administratif tentang
pembubaran Dana Pensiun. Pembubaran tersebut memerlukan tindak lanjut agar hal-hal
yang berhubungan dengan masalah penyelesaian dapat dilaksanakan melalui proses likuidasi.
Dalam rangka ini, maka Menteri dapat menunjuk pengurus atau pihak lain, misalnya akuntan
publik atau aktuaris, sebagai likuidator.
Ayat (2)
Penempatan pengurus dalam ayat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penguruslah
pihak yang paling mengetahui tentang segala aspek yang perlu diselesaikan melalui proses
likuidasi. Dewan pengawas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses likuidasi.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Ayat (2)
Pasal 36
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan melindungi kepentingan peserta bahkan sampai saat Dana
Pensiun dibubarkan.
Ayat (2)
Kekayaan Dana Pensiun terpisah dari kekayaan pemberi kerja. Selain itu Pemeintah telah
memberikan fasilitas pajak dengan memberlakukan setiap pengeluaran yang dilakukan oleh
pemberi kerja dalam rangka pembiayaan program pensiun sebagai biaya. Oleh karena itu
pengembalian kekayaan Dana Pensiun kepada pemberi kerja melanggar ketentuan Undang-
undang ini serta Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Page 12 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 37
Ayat (1)
Hak utama dalam Pasal ini mengandung pengertian bahwa dalam hal pembubaran, hak
peserta, pensiunan dan ahli warisnya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak
pihak-pihak lainnya kecuali dalam hal kewajiban kepada Negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Ayat (2)
Pasal 40
Ayat (1)
Penyelenggaraan Dana Pensiun dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak anggota masyarakat yang tidak terikat
dalam hubungan kerja dengan perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi
peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja. Oleh karena itu bagi anggota masyarakat pekerja
mandiri dimungkinkan untuk memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Hal
tersebut tidak menutup kemungkinan bagi karyawan yang terikat dalam hubungan kerja
dengan suatu perusahaan untuk dapat pula memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga
Keuangan sesuai dengan kemampuannya.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 41
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini menetapkan agar Peraturan
Dana Pensiun memuat sekurang-kurangnya :
a. pembentukan dana yang secara jelas merupakan kekayaan Dana Pensiun Lembaga
Keuangan, terpisah dari kekayaan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang menjadi
pendiri dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang bersangkutan;
b. rumus untuk pembebanan biaya;
c. tata cara pembayaran manfaat pensiun;
d. pilihan yang tersedia bagi peserta mengenai berbagai bentuk investasi;
e. ketentuan lain sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup Jelas
Page 13 of 16
Cukup Jelas
Apabila pemberi kerja yang tidak mendirikan Dana Pensiun ikut mengiur, maka iurannya
disetor dan dibukukan atas nama peserta sehingga tidak ada hubungan hukum antara
pemberi kerja dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup Jelas
Dimungkinkannya penunjukan likuidator bank atau likuidator perusahaan asuransi jiwa
sebagai likiudator Dana Pensiun Lembaga Keuangan dalam ayat ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa hal tersebut dapat memudahkan penyelesaian hak dan kewajiban antara
kedua lembaga dimaksud.
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Dana Pensiun Lembaga Keuangan juga dimaksudkan untuk memelihara kesinambungan
penghasilan peserta pada hari tuanya. Namun demikian untuk memberikan fleksibilitas
kepada peserta dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhannya, maka ketentuan ayat ini
memberikan kesempatan kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan untuk memungkinkan
peserta menarik dana sebatas iurannya sendiri.
Ayat (2)
Ketentuan ayat ini mengatur tentang larangan bagi peserta untuk menarik sejumlah dana dari
Dana Pensiun Lembaa Keuangan selain dari yang diatur dalam ayat (1). Termasuk dana yang
tidak dapat ditarik adalah dana yang dialihkan dari Dana Pensiun Pemberi Kerja berdasarkan
prinsip penundaan pembayaran manfaat pensiun.
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Dana Pensiun yang didirikan
berdasarkan Undang-undang ini adalah subyek pajak (badan) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Ayat (2)
Ketentuan dalam Undang-undang Perpajakan yang dimaksud adalah Pasal 4 ayat (3) huruf h
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983.
Pasal 50
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Page 14 of 16
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Pasal 53
Ayat (1)
Laporan aktuaris secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun, diperlukan
untuk mengetahui kebutuhan dana yang dihubungkan dengan perubahan obyektif yang
terjadi antara lain pada mutasi peserta, peraturan gaji, dan lain-lain. Demikian pula apabila
pendiri melakukan perubahan Peraturan Dana Pensiun yang mengakibatkan perubahan pada
manfaat pensiun, maka laporan aktuaris diperlukan pula untuk memastikan konsekuensi
pendanaan yang timbul karena perubahan dimaksud.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi perubahan atas manfaat pensiun sebagai konsekuensi adanya perubahan
dalam Peraturan Dana Pensiun, laporan aktuaris diperlukan untuk mengetahui dampak yang
timbul akibat perubahan tersebut, serta agar terdapat kejelasan mengenai tanggung jawab
pendiri sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut.
Pasal 54
Ayat (1)
Pengumuman neraca dan perhitungan hasil usaha kepada peserta dimaksudkan agar peserta
mengetahui keadaan keuangan suatu Dana Pensiun.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sanksi administratif dalam ayat ini antara lain berupa tegoran tertulis,
pengenaan denda administratif yang harus disetor ke Kas Negara, pembubaran Dana
Pensiun, dan bahkan sampai pembatalan pengesahan Dana Pensiun yang besangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
Page 15 of 16
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Walaupun berdasarkan Undang-undang ini Yayasan Dana Pensiun diakui sebagai Dana
Pensiun, pemberi kerja tetap harus melakukan penyesuaian berdasarkan Undang-undang ini.
Cukup jelas
Ketentuan ayat ini memberi kemungkinan bagi Dana Pensiun yang telah mendapat
pengesahan Menteri untuk tetap melanjutkan penyelenggaraan Tabungan Hari Tua atau
pembayaran sejumlah uang secara sekaligus lainnya yang dikaitkan dengan usia tertentu,
sampai dengan berakhirnya pembayaran seluruh hak peserta tersebut. Selanjutnya ayat ini
mengandung pengertian bahwa dalam menyelesaikan seluruh kewajiban dimaksud, Dana
Pensiun dilarang untuk :
a. mengubah rumus manfaat; dan/atau
b. menerima peserta baru dalam penyelengaraan Tabungan Hari Tua dimaksud.
Ayat (5)
Ayat (6)
Ayat (7)
Ayat (8)
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3477
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Page 16 of 16
| <reg_id> 11/UU/1992 </reg_id>
<reg_title> DANA PENSIUN </reg_title>
<set_date> 20 April 1992 </set_date>
<effective_date> 20 April 1992 </effective_date>
<issued_date> 20 April 1992 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1)', '7/UU/1991', '7/UU/1983' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB VII', 'BAB VI Pasal 55' </penalty_list>
|
q,D
PRESIDEN
R EP UBLIK IND ONES IA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2014
TENTANG
PERASURANSIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDDN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
!,ahwa industri perasuransian yang sehat, dapat
diandalkan, a.mrnah, dan kompetitif akan meningkatkan
pelindungan bAgi pemegang polis, tertanggung, atau
peserta, dan berperan mendorong pembangunan nasional;
b.
bahwa dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi
perkembangan industri perasuransian serta
perkembangan perekonomian, baik pada tingkat nasional
maupun pada tingkat global, perlu mengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun lgg2 tentang Usah;
Perasuransian dengan undang-undang yang baru;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perasuran sian;
Mengingat
: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPI'BLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANGTENTANG PERASURANSIAN.
-2-
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yarrg dimaksud dengan:
l. Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi
dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi
sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
2. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri
atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan
pemegang polis dan pe{anjian di antara para pemegang
polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan
prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi
dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yanrg didasarkal pada
meninggatrya peserta atau pembayaran yang
didasarkan pa.da hidupnya peserta dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
-3-
3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
4. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut
jasa pertangtungan atau pengelolaan risiko,
pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi
produk asuransi atau produk asuransi syariah,
konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi
syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau
penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.
Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan
risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung
atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya
yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti.
Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang
menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang
memberikan pembayaran kepada pemegarlg polis,
tertanggung, atau pihak Lain yang berhak dalam hal
tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau
pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung,
atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam pe{anjian, yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan
ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha
pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna
saling menolong dan melindungi dengan memberikan
penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang
polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
5.
7.
9. Usaha.
6.
8.
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-4-
9.
Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan
risiko berdasarkan kinsip Syariah guna saling menolong
dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang
didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau
pembayaran Iain kepada peserta atau pihak lain yang
berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam
perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dala.
10.
11.
t2.
Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan
risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan
penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah
lainnya.
Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi
dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau
asuransi syariah serta penanganan penyelesaian
klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi
dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi
atau penempatar reasuransi syariah serta penanganan
penyelesaian ttaimnya dengan bertindak untuk dan atas
nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan
penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah yang melalukan
penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.
13. Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa
penilaian klaim dan/ atau jasa konsultasi atas objek
asuransi.
14.
15.
Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi,
perusa-haan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang
asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan
perusahaan penilai kerugian asuransi.
Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum
dan perusahaan asuransi jiwa.
16. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan
asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa
syariah.
17. Pihak.
-5-
t7.
18.
Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk
badan hukum.
Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusatraan reasuransi syariah yang merupakan
jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam hal
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah dilikuidasi.
19.
Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidak
langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan
direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi atau dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama dan/atau
mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atau
yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama.
20.
Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari
premi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yang
timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim
asuransi.
2L. Dana Tabarm'adalah kumpulan dana yang berasal dari
kontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannya
sesuai dengan perjanjian Asuransi Syariah atau
perjanjian reasuransi syariah.
22. Pernegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri
berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau peru sahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan
pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya,
tertanggung, atau peserta lain.
23. Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko
sebagaimana diatur dalam pedanjian Asuransi atau
pe{anjian reasuransi.
24. Peserta
m
PRESIDEN
R EP I]EL IK IN D ONES IA
-6-
24. Peserta adalah Pihak yang menghadapi risiko
sebagaimana rliatur dalam perjanjian Asuransi Syariah
atau perjanjian reasuransi syariah.
25. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan
manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta
semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan/atau berkurang nilainya.
26. Pialarl,g Asuransi adalah orang yang bekerja pada
perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan
untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang
Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan
penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau
penyelesaian klaim.
27. Piallang Reasuransi adalah orang yang beke{a pada
perusahaan pialang reasuransi dan memenuhi
persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusaJraan
reasuransi syariah dalam melakukan penutupan
reasuransi atau reasuransi syariah dan/atau
penyelesaian klaim.
28. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau
bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan
atas narna Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk
mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau
produk asuransi syariah.
29. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh
Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan
disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan
berdasarkan perjanjian Asuralsi atau pe{anjian
reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mendasari program asuransi wajib untuk
memperoleh manfaat.
30. Kontribusi.
PRESIDEN
R EPI.IBL IK IN D ONES IA
-7 -
30.
Kontribusi adalah sej umlah uang yang ditetapkan oleh
Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan
reasuransi syariah dan disetujui oleh Pemegang Polis
untuk dibayarkan berdasarkan pe{anjian Asuransi
Syariah atau perjanjian reasuransi syariah untuk
memperoleh manfaat dari Dana Tabarm'dan/atau dana
investasi Peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan
atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mendasari progrErm asuransi wajib untuk memperoleh
manfaat.
31.
Afrliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan
hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum
lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka
dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dari
orang yang lain atau badan hukum yang lain atau
sebaliknya.
32.
Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkan
peraturan perundang-undangan bagr seluruh atau
kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan
pelindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk program
yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan
pelindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme
subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau
Kontribusinya.
33.
Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk oleh
Otoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alih
kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
peru sahaan reasuransi syariah.
34.
35.
36.
37.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengatur darr
pengawas seli:tor jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan
tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai otoritas jasa keuangan.
Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
38. Menteri
R EFUBL IK IND ONES IA
q,D
-8-
PRESIDEN
38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
BAB II
RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN
Pasal 2
(1) Perusahaan asuransi umum hanya
menyelenggarakan:
dapat
a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi
kesehatan dan lini usalta asuransi kecelakaan diri; dan
b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi
Umum lain.
(2t
Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini
usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini
usaha asuransi kecelakaan diri.
(3)
Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan
Usaha Reasuransi.
Pasal 3
(1)
Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat
menyelenggarakan:
a. Usaha Asuransi Urnum Syariah, termasuk lini usaha
asuransi kesehatan berdasarkan Prinsip Syariah dan
lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
b. Usaha Reasuralsi Syariah untuk risiko Perusahaan
Asuransi Umum Syariah Lain.
(2t
(3)
Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah
termasuk lini usaha anuitas berdasarkan Prinsip
Syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan
Prinsip Syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri
berdasarkan Prinsip Syariah.
Perusahaan reasuransi syariah hanya dapat
menyelenggaralan Usaha Reasuransi Syariah.
Pasal 4
f).)
-ag4{
PRESIDEN
R EPL]BL IK INDONESIA
-9-
Pasal 4
(l) Perusahaan piatang asuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Pialang Asurarsi.
Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat
menyelenggarakan Us$a Pialang Reasuransi.
Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.
(2t
(3)
Pasal 5
(1)
Ruang lingkup Usaha Asuransi Umum dan Usaha
Asuransi Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan ayat (21 serta Usaha Asuransi Umum Syariah dan
Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
(2\
(3)
Perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha
Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan
Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa penambahan manfaat yang
besamya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan ruang
lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa,
Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi
Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB III
BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEM]LIKAN
PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 6
(1) Bentuk badan hukum
Perasuransian adalah:
a. perseroan terbatas;
b. koperasi; atau
c. usaha bersama yang telah
Undang ini diundangkan.
penyelenggara Usaha
ada pada saat Undang-
(2) Usaha
PRESIDEN
REPUEL.IK INOONESIA
_ 10_
(21 Usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dinyata}an sebagai badan hukum berdasarkan
Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1)
Perusahaan Perasuransian hanya dapat dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia yang secara Langsung atau tidak langsung
sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;
atau
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
bersama-sama dengan warga negara asing atau
badan hukum asing yang harus merupakan
Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha
sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak
perusahaannya bergerak di bidang Usaha
Perasuran sian yang sejenis.
(21
Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat menjadi pemilik Perusahaan
Perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek.
(3)
Ketentuan lebih lanj ut mengenai kriteria badan hukum
asing dan kepemilikan badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepemilikan warga
negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
Perusahaan Perasuransian diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERIZINAN USAHA
Pasal 8
(1) Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib
terlebih dahulu mendapat izin u saha dari Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Untuk
fl,D
PRESIDEN
R EPUBL IK INDONESIA
- 1l -
(2\ Untuk mendapatlan izin usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:
a. anggaran dasar;
b. susunan organisasi;
modal disetor;
Dana Jaminan;
kepemilikan;
kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan
Pengendali;
kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan
komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
dewan komisaris pada badan hukum berbentuk
koperasi atau usaha bersama sebaga im6ns dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas
syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal;
tenaga ahli;
kelayakan rencana kerja;
kelayakan sistem manajemen risiko;
produk yang akan dipasarkan;
perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan
kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usaha;
c.
d.
e.
f.
e.
h.
i.
j.
k.
1.
m. infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan
kepada Otoritas Jasa Keuangan;
n. konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal
pihak asing, dalam hal terdapat penyerlaan langsung
pihak asing; dan
(3)
(4)
Persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberlakukan sesuai dengan jenis usaha yang akan
dijalankan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 9
(1)
Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak
permohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian paling
lama 30 (tiga puluh) hari ke{a sejak permohonan
diterima secara lengkap.
(2) Dalam
o. hal lain yang diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan usaha yang sehat.
PRESIDEN
R EPLIBLIK IN DONES IA
-12-
(21 Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan
izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan
disertai alasannya.
Pasal l0
(1)
(21
(3)
(41
Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap
pembukaan kantor di luar kantor pusatnya kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan mengenai
penerimaan atau penolakan pertanggungan dan/ atau
keputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaim
setiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
Otoritas Jasa Keuangan.
Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab
sepenuhnya atas setiap kantor yang dimiliki atau
dikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberi
izin menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yang
bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB V
PEMELENGGARAAN USAHA
Pasal l l
(1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik.
{2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 12
PRESIDEN
REPt]BLIK INDONESIA
_13-
Pasal 12
(1)
(2)
Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor intemal, dan Pengendali
setiap saat wajib memenuhi persyaratan kemampuan
dan kepatutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dart tata cara
penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
Pasal 13
(l) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib menetapkan paling sedikit I (satu)
Pengendali.
(21 Ddam hal terdapat Pengendali lain yang belum
ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa Keuangan
berwenang menetapkan Pengendali di luar Pengendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Pengendali
sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 14
(1) Setiap Pihak yang ditetapkan sebagai Pengendali
sebagaimsla dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
l2l Perubahan Pengendali wajib dilaporkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
(3) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidak
dapat berhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Ketentuan
$-.D
PRESIDEN
REFI,]ElLIK IND ONES IA
-14-
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
memperoleh persetujuan berhenLi sebagai Pengendali
sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 15
Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.
Pasal 16
(1)
(2t
(3)
Setiap Pihak hanya dapat menjadi pemegang saham
pengendali pada I (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1
(satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan
reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, I
(satu) perusahaan asuransi umurr syariah, dan I (satu)
perusahaan reasuransi syariah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila pemegang saham pengendali adalah
Negara Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemegang saham
pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 17
(1)
(21
Perusahaan Perasuransian wajib mempeke{akan tenaga
ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan
lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka
memastikan penerap.rn manajemen asuralsi yang baik.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah
yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang
diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai
dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak
keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.
(3) Ketentuan
PRESIDEN
R EPUELIK INDONESIA
- 15-
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, jumlah, dan
persyaratan tenaga a-l.li sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 18
(t)
(2t
(3)
(4)
Perusahaan Perasuransian dapat bekerja sanrla dengan
pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau
melaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan
usahanya.
Perusahaan Perasuransian wajib memastikan bahwa
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
izin untuk menjalankan usahanya dari instansi yang
berwenang.
Perusahaan Perasuransian wajib memiliki dan
menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan ke{a sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (l ).
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
Pasal 19
(1)
(2t
(3)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan
keuangan.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib melakukan evaluasi secara berkala
terhadap kemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabamt'
untuk memenuhi ktaim atau kewajiban lain yang timbul
dari polis.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib merencanakan dan menerapkan metode
mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.
(4) Ketentuan
$-,D
PRESIDEN
R EF LIBL,IK INDONESIA
-16-
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan metode mitigasi
risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 20
(1)
(2t
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib membentuk Dana Jaminan dalam bentuk
dan jumlah yarlg ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
waj
ib disesuaikan jumlahnya dengan perkembangan
usaha, dengan ketentuan tidak kurang dari yang
d
(3)
(4t
(s)
ipersyaratlan pada awal pendirian.
Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang diagunkan atau dibebani dengan hak apa pun.
Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelah
mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasa] 2l
(1)
(21
Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta wajib
dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah.
Untuk perusahaan asuransi jiwa syariah, kekayaan dan
kewajiban Peserta untuk keperluan saling menolong
dalam menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaan
dan kewajiban Peserta untuk keperluan investasi'
(3) Perusahaan
$.).)
-t!sy4{
PRESIDEN
R EP UBLIK INOONESIA
-t7-
(s)
(4)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan
kesesuaian antara kekayaan dan kewajiban dalam
menginvestasikan kekayaan Pemegang Polis,
Tertalggung, atau Peserta.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan kekayaan
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2ll, dan investasi kekayaan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 22
(1)
(2t
(3)
Perusahaan Perasuransian wajib menyampaikan laporan,
informasi, data, dan/ atau dokumen kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui sistem data elektronik.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasttransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kine{a
keuangal, dan kondisi kesehatal keuangan perusahaan
dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang
beredar secara nasional dan media elektronik.
(4)
(s)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah wajib menyediakan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinya
kepada pihak yang berkepentingan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib mengumumkan laporan keuangan yang
telah diaudit paling lama 1 (satu) bulan setelah batas
waktu penyampaian laporan keuangan tersebut kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
(6) Ketentuan
f,,D
PRESIDEN
REPIJBL..IK IN D ONES IA
-18-
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 23
(1)
Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak
dapat dibuka oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak
lain, kecuali kepada:
a. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyidikan;
b. hakim untuk kepentingan peradilan;
c. pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;
d. Bank Indonesia untuk pelaksanaan tugasnya; atau
e. pihak lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(2t
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
memperoleh laporan tertentu dan hasil analisis atas
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 24
(1)
(2t
Penutupan asuransi atas Objek Asuransi harus
didasarkan pada asas kebebasan memilih Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuralsi Syariah.
(3)
Penutupan Objek Asuransi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan daya
tampung Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaal
reasuransi syariah di dalam negeri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan Objek
Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasa] 25
m
PRESIDEN
R EP'JBL IK IN DONES IA
-19-
Pasal 25
Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang
mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali
da-lam hal:
a. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan atau
mengelola risiko asuransi atau risiko asuransi syariah dari
Objek Asuransi yang bersangkutan; atau
b. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia yang bersedia melakukan penutupan
asuransi atau asuransi syariah atas Objek Asuransi yang
bersangkutan.
Pasal 26
(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standar
perilaku usaha yang mencakup ketentuan mengenai:
a. polis;
b. Premi atau Kontribusi;
c. urderutititrg dan pengenalan Pemegalg Polis,
Tertanggung, atau Peserta;
d. penyelesaian klaim;
e. keahlian di bidang perasuransian;
f. distribusi atau pemasaran produk;
g. penarlganan keluhan Pemegang Polis, Tertanggung,
atau Peserta; dan
h. standar lain yang
penyelen ggaraan usaha.
berhubungan dengan
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal2T
(1) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi
wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Pialang
PRESIDEN
R EPUBL IK IND ONES IA
_20-
(2t
(3)
Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi
wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup serta memiliki reputasi yang baik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pendaftaran Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 28
(1)
Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh
Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaart
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau
dibayarkan melalui Agen Asuransi.
(21
Agen Asuransi hanya dapat menerima pembayaran Premi
atau Kontribusi dari Pemegang Polis atau Peseria setelah
mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(s)
(41
(s)
(6)
Pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikat
para Pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusi
diterima oleh Agen Asuransi.
Agen Asuransi dilarang menahan atau mengelola Premi
atau Kontribusi.
Agen Asuransi dilarang menggelapkan Premi atau
Kontribusi.
(71
Dalam hat Premi atau Kontribusi dibayarkan mela-lui
Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (21, Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atau
Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu yang
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Perusahaan Asuransi atau Peru sahaan Asuransi Syariah
wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
timbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atau
Kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah
tersebut.
(8) Perusahaan
PRESIDE N
R EPUBLIK INDONESIA
-21-
(8) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
wajib membayarkan imbalan jasa keperantaraan kepada
Agen Asuransi segera setelah menerima hemi atau
Kontribusi.
Pasal 29
(l)
(21
(3)
(41
(s)
Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh
Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau
dibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi.
Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan
reasuransi syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan
pialang reasuransi.
Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atau
Kontribusi.
(6)
Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi dilarang menggelapkan Premi atau Kontribusi.
Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui
perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) atau melalui perusahaan pialang reasuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2l', perusahaan
pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi
wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut
kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dalam jangka waktu yang diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal penyerahan Premi atau Kontribusi dilakukan
oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi setelah berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perusahaan
pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi
wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
timbul dari kerugian yang terl'adi setelah berakhirnya
jangka waktu tersebut.
(7) Perusahaan
PRESIDEN
REPUBLIK IN D ONES IA
-22-
(71 Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi mendapatlan imbalan jasa keperantaraan
dari Pemegang Polis atas jasa keperantaraannya.
Pasal 30
(1) Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan
penutupan asuransi atau penutupan asuransi syariah
pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang merupakan Afiliasi dari Pialang Asuransi
atau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutart.
Perusahaan pialang reasuransi dilarang menempatkan
penutupan reasuransi atau penutuPan reasuransi
syariah pada perusahaan rieasuransi atau perusahaan
reasuransi syariah yang merupatan Afiliasi dari Pialang
Reasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yang
bersangkutan.
Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
reasuransi bertanggung jawab atas tindakan Pialang
Asuransi dan Pialang Reasuransi yang memberikan
rekomendasi kepada Pemegang Polis terkait penutupan
asuransi atau penutupan reasuransi.
(21
(3)
Pasa] 31
(1)
Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan
segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam
melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
(21
Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Perusahaan Perasuransian wajib memberikan
informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidak
menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan
pembebanan biaya terkait dengan produk asuransi atau
produk asuransi syariah yang ditawarkan.
(3) Perusahaan
PRESIDEN
REPi]t]LIK IND ON ES IA
_23-
(3)
(4)
(s)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang
reasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melalui
proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah dilarang melakukan tindakan yang dapat
memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim,
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan
penyelesaian atau pembayaran klaim.
Ketentuan Iebih lanjut mengenai penanganan klaim dan
keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah
diakses, dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 32
(1)
(2)
(3)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan
perusahaan pialang asuransi w4iib menerapkan
kebljakan anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan
perusahaan pialang asuransi wajib mendapatkan
informasi yang cukup mengenai calon Pemegang Polis,
Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang terkait
dengan penutupan asuransi atau asuransi syariah untuk
dapat menerapkan kebljakan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan kebijakan
anti pencucian uang dal pencegahan pendanaan
terorisme bagr Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransi
sglagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 33
PRESIDEN
R EPUBLIK IN DONES IA
-24-
Pasal 33
Setiap Orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.
Pasal 34
Anggota direksi dan/ atau pihak yang berwenang
menandatangani polis dari Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah yang dikenai sanksi
pembatasan kegiatan usaha dilarang menandatangani polis
baru.
BAB VI
TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN
BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA
Pasal 35
(1)
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c hanya dapat
menyelenggaral<an jasa asuransi atau jasa asuransi
syariah bagi anggotanya.
(2t
Setiap anggota dari Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau
anggota usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf c w4lib menjadi Pemegang Polis
dari perusahaan yang bersangkutan.
(3)
Keanggotaan pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau keanggotaan
pada usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c berakhir apabila:
a. anggota meninggal dunia;
b. anggota tidak lagi memiliki polis asuransi dari
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan
berturut-turut; atau
c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, keanggotaan harus berakhir.
(a) Anggota
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-25-
(4)
(s)
Anggota dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota dari
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c berhak atas seluruh keuntungan dan
wajib menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keuangan
untuk menjadi anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (21 serta pemanfaatan keuntungan oleh
anggota dan pembebanan kerugian di antara anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentuk
koperasi atau anggota dari usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI,
DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI
Pasal 36
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaar reasuransi syariah
wajib mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas asuransi,
asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah
dalam negeri.
Pasal 37
Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan mendorong
peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi,
dan/atau reasuransi syariah dalam negeri guna memenuhi
kebutuhan pertanggungan asuransi, asuransi syariah,
reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri.
Pasal 38
q.D
PRESIDEN
R EPUBL IK INDONESIA
-26-
Pasal 38
Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal kepada
perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil,
dan menengah untuk mendorong pemanfaatan jasa asuransi,
asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuraresi syariah
dalam pengelolaan risiko sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VIII
PROGRAM ASURANSI WAJIB
Pasal 39
(1)
(2t
Frogram Asuransi Wajib harus diselenggarakan secara
kompetitif.
Pengaturan Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pding sedikit memuat:
a. cakupan kepesertaan;
b. hak dan kewajiban Tertanggung atau Peserta;
c. Premi atau Kontribusi;
d. manfaat atau santunan;
e. tata cara klaim dan pembayaran manfaat atau
santunan;
(3)
f. kriteriapenyelenggara;
g. hak dan kewajiban penyelenggara; dan
h. keterbukaan informasi.
Pihak yang dapat menyelenggarakan Program Asuransi
(4)
(s)
Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas Jasa
Keuangan.
Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat menawarkan manfaat
tambahan dengan tambahan Premi atau Kontribusi.
Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilarang memaksa Pemegang
Polis untuk menerirna tawaran manfaat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
BAB Ix
$-,D
PRESIDEN
R EPUEL IK IND ONES IA
-27 -
BAE} IX
PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN
Pasal 40
(1)
(21
Setiap perubahan kepemilikan Perusahaan
Perasuransian wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal perubahan kepemilikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perubahan
kepemilikan yang mengakibatkan terdapatnya
penyertaan langsung oleh pihak asing di dalam
Perusahaan Perasuransian, pihak asing tersebut harus
merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki
usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu
anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha
Perasu ransian yang sejenis.
(3)
Ketentuan mengenai Perusahaan Perasuransian yang
memiliki usaha sejenis atau kepemilikan perusahaan
induk atas anak perusahaan yang bergerak di bidang
Usaha Perasuransian yang sejenis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib tetap dipenuhi selama
pihak asing tersebut memiliki penyertaan pada
Peru sahaan Perasuransian.
(4)
(s)
Perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransian
melalui transaksi di bursa efek dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sepanjang tidak menyebabkan perubahan pengendalian
pada Perusahaan Perasuransian tersebut.
Untuk memperoleh persetujuan, perubahan kepemilikan
Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi
hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, bagi
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah; dan
b. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi
hak penanggung, penanggung ulang, atau pengelola,
bagr perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah.
(6) Ketentuan
PRESIDEN
REPUBLIK IN D ONES IA
_28-
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan perubahan kepemilikan Perusahaan
Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 4l
(1)
(2t
(3)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah yang melakukan penggabungan atau peleburan
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan antar Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaEln reasur€rnsi syariah yang
bidang u sahanya sejenis.
Untuk memperoleh persetujuan, penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan:
a. penggabungan atau peleburan tersebut tidak
mengurangi hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta, bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah; dan
b. kondisi keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah hasil penggabungan
atau peleburan tersebut harus tetap memenuhi
ketentuan tingkat kesehatan keuangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN
Pasal 42
(l)
(2\
(3)
(4)
Perusahaan Perasuransian yang menghentikan kegiatan
usahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencana
penghentian kegiatan usaha kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) wajib terlebih dahulu menyelesaikan seluruh
kewajibannya.
Dalam hal Perusahaan Perasuransian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah menyelesaikan seluruh
kewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin
usaha Perusahaan Perasuransian yalg bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penyelesaian kewajiban Perusahaan Perasuransian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 43
(1)
(21
Perusahaan Perasuransian yang dicabut izin usahanya
wajib menghentikan kegiatan usahanya.
Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (f) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dilaralg
mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau
menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain
yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sejak dicabut izin usahanya.
Pasal 44
q,D
PRESIDEN
F{ EP URLIK IND ONES IA
-30-
Pasal 44
(l) Paling Lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya
izin usaha, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajib
menyelenggarakan rapat umum pemegang saham atau
yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6 ayat (1) huruf c
untuk memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim
likuidasi.
(21 Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) rapat umum pemegang saham atau yang
setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dima]<sud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c
tidak dapat diselenggarakan atau rapat umum pemegang
saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c dapat diselenggarakan, tetapi tidak
berhasil memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi,
Otoritas Jasa Keuangan:
a. memutuskan pembubaran badan hukum peru sahaan
dan membentuk tim likuidasi;
b. mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran
badan hukum perusahaan kepada instansi yang
berwenang, serta mengumumkannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar
harian yang mempunyai peredaran yang luas;
c. memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasi
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
d. memerintahkan tim likuidasi melaporkan hasil
pelalsanaan likuidasi.
(3) Ketentuan tebih lanjut mengenai pembentukan tim
likuidasi dan pelaporan hasil pelaksanaan likuidasi oleh
tim likuidasi sebagairnala dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 45
$1.)
-$ay4{
PRESIDEN
R EP UBL IK INDONESIA
-31 -
Pasal 45
(1)
Sejak terbentuknya tim likuidasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat {21, tanggung jawab dan
kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasi
dilaksanakan oleh tim likuidasi.
(2t
Tim likuidasi berwenang mewakili Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasi
dalam segala hal yang berkaitan dengal penyelesaian
hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah.
(3)
Ketentuan lebih Ianjut mengenai pelaksanaan likuidasi
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 46
(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi
komisaris, atau yang setara dengan direksi
dan
dan
dewan
dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi tidak
memiliki kewenangan sebagai direksi dan dewan
komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah.
(2) Pemegang
i.D
PRESIDEN
R EF I,.II-]I.,
IK IND ONESIA
-32-
(21 Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang
diperlukan oleh tim likuidasi.
(3) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, at€.u yang
setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (l) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuralsi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
dilarang menghambat proses likuidasi.
Pasal 47
(1)
Seluruh biaya pelaksanaan likuidasi yang tercantum
dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban aset
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu
dari setiap hasil pencairannya.
(2t
Dalam ha.l terdapat sisa hasil likuidasi setelah dilakukan
pembayaran atas seluruh kewajiban Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaEln reasuransi syariah dalam
Iikuidasi, sisa hasil likuidasi tersebut merupakan hak
pemegang saham atau yang setara dengan pemegarlg
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.
Pasal 48
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-33-
Pasal 48
(1) Dalam hal terdapat sisa hasil likuidasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), tagihan yang timbul
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak proses [kuidasi
selesai diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan kepada
pemegang saham atau yang setara dengan pemegarlg
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama ssla ga i
p6qna dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.
(21 Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada sisa hasil likuidasi yang merupakan
hak pemegang saham atau yang setara dengan pemegang
saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c.
Pasal 49
(1) Tim likuidasi harus bertindak adil dan objektif dalam
melaksanal<an tugasnya.
(21 Dalam hal teg'adi benturan kepentingan antara
kepentingan pemegang saham atau yang setara dengan
pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama sebagaimala dimaksud dalam Pasal
6 ayat (l) huruf c dan kepentingan Pemegang Polis,
lbrtanggung, atau Peserta, tim likuidasi harus
mengutamakan kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta.
Pasal 5O
(1)
Permohonan pernyataan pailit
Asuransi, Perusahaan Asuransi
reasuransi, atau perusahaan
berdasarkan Undang-Undang ini
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
terhadap Perusahaan
Syariah, perusahaan
reasuransi syariah
hanya dapat diajukan
(2) Tata .
PRESIDEN
REPURL.IK IND ONES IA
-34-
l2t
Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit
terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
sebagaimana dimaksud pada
diajukan dalam rangka mengeksekusi putusan
pengadilan.
^yat
Pasal 51
(1) Kreditor menyampaikan permohonal kepada Otoritas
Jasa Keuangal untuk mengajukan permohonan
pemyataan pailit kepada pengadilan niaga.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak
permohonan yang disampaikan oleh kreditor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
Datam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan
yang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penolakan harus dilakukan secara tertulis
dengan disertai alasalnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan permohonan dari kreditor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(3)
(4)
Pasal 52
(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas
pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya.
(2) Dalam
(1) tidak dapat
$-.D
PRESIOEN
R EPUBLIK INDONESIA
-35-
(2)
Dalam hd Perusahaan Asuransi atau perusahaan
reasuransi dipaifitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi
harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi
kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
pihak lain yang berhak atas marfaat asuransi.
(3)
Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selain
Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang
berhak atas manfaat asuransi.
(41
Dalam hat Perusahaan Asuransi Syariah atau
perusahaan reasuransi syariah dipailittan atau
dilikuidasi, Dana Tabamt' dan dana investasi peserta
tidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selain
kepada Peserta.
BAB XI
PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG,
ATAU PESERTA
Pasal 53
(1)
(21
(3)
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah
wajib menjadi peserta program penjaminan polis.
Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang'
Pada saat program penjaminan polis berlaku
berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ketentuan mengenar Dana Jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d
dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah '
(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (21
dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
Pasal 54
PRESIDEN
R EPT]EL IK INDONESIA
-36-
Pasal 54
(1)
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi
syariah wajib menjadi anggota lembaga mediasi yang
berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau
pihak lain yang berhak memperoleh manfaat asurarsi.
(2t
(3)
(4)
(s)
kmbaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat independen dan imparsial.
I-embaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapat persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa
Keuangan.
Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi
para Pihak.
Ketentuan Iebih lanjut mengenai lembaga mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
BAB XII
PROFESI PEI{YEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 55
(1) Profesi penyedia jasa bagi Perusahaan Perasuransian
terdiri atas:
a. konsultan aktuaria;
b. akuntan publik;
c. penilai; dan
d. profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Untuk dapat menyediakan jasa bagi Perusahaan
Perasuransian, profesi penyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Ketentuan
PRESIDEN
R EPTJEII,..IK IN D ONES IA
-37 -
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyarat€rn dan tata
cara pendaJtaran profesi penyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat l2l diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 56
(r)
(21
(3)
(4)
Pendaftaran profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (2) menjadi batal apabila izin profesi
yang bersangkutan dicabut oleh instansi yang
berwenang.
Jasa dari profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) yang diberikan sebelum dibatalkannya
pendaftaran profesi dinyatakan tetap berlaku, kecuali
apabila jasa yang diberikan tersebut merupakan
penyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya
izin profesi yang bersangkutan.
Dalam hal pendaftaran profesi penyedia jasa menjadi
batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa
Keuangan dapat melakukan pemeriksaan atau penilaian
atas jasa lain yang diberikan profesi penyedia jasa
tersebut kepada Perusahaan Perasuransian untuk
menentukan berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut.
Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memutuskan bahwa
jasa yang diberikan oleh profesi penyedia jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku,
Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan
Perusahaan Perasuransian yang menggunakan jasa
profesi penyedia jasa tersebut untuk menunjuk profesi
penyedia lain untuk melakukan kembali jasa yang sama.
BAB XIII
PENGATURAN DAN PENGAWASAN
Pasal 57
(1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha
Perasuransian dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Menteri
FRESIDEN
R EPIJ?L IK IND ONES IA
-38-
(21 Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka
pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi
untuk mendukung perekonomian nasional.
Pasal 58
Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanya
persaingan usaha yang sehat di bidang Usaha PerasurEmsian.
Pasal 59
(1)
Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak
tertentu untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan
melaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan dan
pengawasan.
(2t
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan
dan pelaksanaan sebagian fungsi pengaturan dan
pengawasan oleh pihak tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 60
(1)
(2t
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas
Jasa Keuangan menetapkan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian.
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Otoritas
Jasa Keuangan berwenang:
a. menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha
Perasuransian;
b. mencabut iain Usaha Perasuransian;
c. menyetujui atau menolak memberikan pemyataarl
pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,
penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada
Perusahaan Perasuransian;
d. membatalkan pemyataan pendaftaran bagi konsultan
aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain
yang memberikan jasa kepada Perusahaan
Perasuransian;
e. mewajibkan
PRESIDEN
REPLIi]LIK IN DONES IA
-39-
e. mewajibkarl
f.
Perusahaan
menyampaikan laporan secara berkala;
melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan
Perasuransian dan pihak lain yang sedang atau
pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan
jasa kepada Perusahaan Perasuransian;
c.
h.
menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihak
menjadi Pengendali Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah;
1.
mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadi
Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
peru sahaan reasuransi syariah ;
j. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan
k.
1.
terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setara
dengan direksi dan dewan komisaris pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf
c, dewan pengawas syariah, aktuaris peru sahaan,
auditor internal, dan Pengendali;
menonal,rtifkan direksi, dewal komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan
menetapkan Pengelola Statuter;
memberi perintah tertulis kepada:
l. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai
hal tertentu, atas biaya Perusahaan
Perasuransian dan disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan;
2. Perusahaan
Perasuransian
m
PRESIOEN
R EPLIBLIK INDONESIA
_40-
2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah untuk mengalihkan seba gran
atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah lain;
3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau
tidak melakukan hal tertentu guna memenuhi
ketentuar peraturan perundang-undangan di
bidang perasuransian;
4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki
atau menyempurnakan sistem pengendalian
intern untuk mengidentifrkasi dan menghindari
pemanfaatan Perusahaan Perasuransian untuk
kejahatan keuangan;
5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah untuk menghentikan pemasaran produk
asuransi tertentu; dan
6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan
seseorang dari jabatan atau posisi tertentu, atau
menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu
untuk menempati jabatan atau posisi tertentu,
dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak
memenuhi kualifrkasi tertentu, tidak
berpengalaman, atau melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian;
m. mengenakan sanksi
kepada Perusahaan
Perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan
komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham,
direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan
pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau
auditor internal; dan
melaksanakan kewenangan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
PRESIDEN
R EP UBL-IK INDONESIA
-4t-
Pasal 6 I
(1)
Pemeriksaan sslagaimana dimaksud dalam Pasal 6O ayat
(2) huruf f dilakukan secara berka-la dan/atau sewaktu-
waktu.
(2t
Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lain
untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan
melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3)
Untuk tujuan pemeriksaan, anggota direksi, anggota
dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota
direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewan
pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal,
pegawai liain, pemegang saham, Pengendali, pihak
teraliliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagian
fungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepentingan
Perusahaan Perasuransian wajib memberikan keterangan
dan/atau data, kesempatan untuk melihat semua
pembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya dan hal lain yang
diperlukan oleh pemeriksa.
(41 Untuk tujuan pemeriksaan, pihak yang pernah menjadi
anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, alrtuaris
perusahaan, auditor internal, pegawai lain, pemegang
saham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihak yang
menerima pengalihan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usaha untuk kepenLingan Perusahaal
Perasuransian, wajib memberikan keterangan dan/atau
data, kesempatan untuk melihat semua pembukuan,
catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan
dengan kegiatan Usaha Perasuransian yang diperlukan
oleh pemeriksa.
(5) Ketentuan
PRESIDEN
R EPI,]BLIK IND ONES IA
_42_
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
kriteria dan tata cara penugasan pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
Pasal 62
(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktilkan direksi,
dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah,
serta menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambil
alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah, dalam hal:
a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasan
kegiatan usaha;
b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut memberikan informasi kepada
Otoritas Jasa Keuangan bahwa menurut
pertimbangannya perusahaan diperkirakan tidak
mampu memenuhi kewajibannya atau akan
menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh
tempo;
c. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut diperkirakan tidak mampu
memenuhi kewajiban atau akan menghentikan
pelunasan kewajiban yang jatuh tempo;
d. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perasuransian atau secara
finansial dinilai tidak sehat; atau
e. menurut
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-43-
e. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasi
dan/atau melakukan kejahatan keuangan.
12)
Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan mempunyai tugas:
a. menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana
peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah;
b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah sesuai dengan Undang-Undang ini;
c. menyusun langi<ah-langkah apabila Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
tersebut masih dapat diselamatkan;
d. mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan
mencabut i n usaha Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat
diselamatkan; dan
e. melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
(3)
Pada saat Pengelola Statuter mulai melakukan
pengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahEran reasuransi syariah, maka:
a. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ atau
dewan pengawas syariah tidak dapat melakukan
tindakan selaku direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) hurufc, dan/atau dewan pengawas syariah; dan
b. direksi
$).)
-fl64€
PRESIDEN
R EF L]tsL IK IN D ONES IA
-44-
b. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (I) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah nonaktif w4jib membantu
Pengelola Statuter dalam menjalankan fungsi
kepengurusan.
(4) Direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah nonaktif dilarang
mengundurkan diri selama fungsi kepengurusarl diambil
alih oleh Pengelola Statuter.
(5) Otoritas Jasa Keuangan setiap saat
memberhentikan Pengelola Statuter.
dapat
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, tugas, masa
tugas, dan pemberhentian Pengelola Statuter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(5) serta hak dan kewajiban direksi, dewan komisaris,
atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris
pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c, dal /atau dewan pengawas syariah nonaktif
sebagaimana dimalsud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 63
(1)
(21
Pengelola Statuter dalam melaksanakan tugasnya wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian.
Pengelola Statuter wajib mematuhi setiap perintah
tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai
pengendalian dan pengelolaan kegiatan usaha dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah.
(3) Pengelola
PRESIDEN
R EP IJALIK IND ONES IA
_45_
(3)
Pengelola Statuter mengambil alih pengendalian dan
pengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah sejak tanggal penetapan sebagai
Pengelola Statuter.
(41
Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenEutg dan fungsi
direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud datam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ atau
dewan pengawas syariah dari Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah.
(s)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l',
Pengelola Statuter juga memiliki kewenangan:
a. membatalkan atau mengakhiri pe{anjian yang dibuat
oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dengan pihak ketiga, yang
menurut Pengelola Statuter dapat merugikan
kepentingan perusahaan dan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta; dan
b. melakukan pengalihan sebagian atau seluruh
portofolio pertanggungan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, yang
menurut Pengelola Statuter dapat mencegah kerugian
Iebih besar bagi Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta.
Pasal 64
Pengelola Statuter bertanggung jawab atas kerugian
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
dan/atau pihak ketiga jika kerugian tersebut disebabkan oleh
kecurangan, ketida\iujuran, atau kesengajaannya untuk
tidak mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan
di bidang perasuransian.
Pasal 65
PRESIDEN
R EPI.,]BL IK IND ONES IA
_46_
Pasal 65
(l)
Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah oleh Pengelola
Statuter berakhir apabila Otoritas Jasa Keuangan
memutuskan:
a. pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah oleh
Pengelola Statuter tidak diperlukan lagi; atau
b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah telah dicabut izin usahanya.
(2t
Pengelola Statuter wqiib mempertanggungjawabkan
segala keputusan dan tindakannya dalam mengenda-likan
dan mengelola Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 66
(1) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (21 huruf I diberikan dalam hal Otoritas Jasa
Keuangan berkesimpulan bahwa Perusahaan
Perasuransian:
a. menjalankan
hati-hati dan
finansial;
b. diperkirakan
yang tidak
kewajibannya;
kegiatan usahanya dengan cara tidak
tidak wajar atau tidak sehat secara
akan mengalami keadaan keuangan
sehat atau akan gagal memenuhi
c. melanggar peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian; dan /atau
d. terlibat kejahatan keuangan.
(2) Perintah
PRESIDEN
R EPUB L.IK IN DONES IA
-47 -
(2t
Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga dapat diberikan kepada Pengendali dari Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.
(3)
Perusahaan Perasuransian dan/atau Pengendali dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusa.haan reasuransi, atau perusahaal reasuransi
syariah wajib mematuhi perintah tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)
Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh pihak yang
melakukan perjanjian dengan Perusahaan Perasuransian
untuk membatalkan atau menolak pery'anjian,
menghindari kewajiban yang ditentukan di dalam
pe{anjian, atau melakukan hal apa pun yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi Perusahaan Perasuransian.
(s)
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak
mendapatkan ganti kerugian dari Perusahaan
Perasuransian apabila menderita kerugian yang
disebabkan oleh perintah tertulis yang diberikan kepada
Perusahaan Perasuransian.
(6)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
berlaku apabila pihak yang bersangkutan merupakan
pihak teraliliasi atau pihak yang terkait dengan keadaan
yang menyebabkan dikeluarkannya perintah tertulis
tersebut oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 67
Pihak lain yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana rl imaksud dalam Pasa.l 59 ayat (1) dan
Pasal 61 ayat (21 dilarang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa
Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang.
BAB XIV
PRESIDEN
R EPUR I- IK IN DONES IA
_48_
BAB xIV
ASOSIASI USAHA PERASURANSIAN
Pasal 68
(1)
(2)
Setiap Perusahaan Perasuralsian wajib menjadi anggota
salah satu asosiasi Usaha Perasuransian yang sesuai
dengan jenis usahanya.
Asosiasi Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertuls dari
Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 69
(1)
Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan atau
mendelegasikan wewenang tertentu kepada asosiasi
Usaha Perasuransian dalam rangka pengatura-n
dan/atau pengawasan Usaha Perasuransian.
(21
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan atau
pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 70
Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksi
administratif kepada Setiap Orang yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini
dan peraturan pelaksanaan nya.
Pasal 71
i.D
PRESIDEN
REPL]BLIK IN D ONES IA
_49_
Pasal 7l
(1)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
Pasal 3 ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), Pasal 4 ayat (1),
ayat (21, dan ayat (3), Pasal 7 ayat (l), Pasal 10 ayat (l)
dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasaf 13
ayat (1), Pasal 14 ayat (l), ayat(21, dan ayat (3), Pasal 15,
Pasal 16 ayat (1), Pasa.l 17 ayat (l) dan ayat (2), Pasal 18
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), Pasal 20 ayat (1), ayat (21, ayat (3), dan ayat (4), Pasal
2l ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 22 ayat (l), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (2), ayat (4), ayat (6), ayat
(7), dan ayat (8), Pasal 29 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6),
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (3),
dan ayat (a), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (21, Pasal 35 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 36, Pasal 39 ayat (5), Pasal 40 ayat
(l) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (l) dan
ayat (21, Pasal 46 ayat l2l dan ayat (3), Pasal 53 ayat (1),
Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (21, Pasal 68 ayat (1), dan
Pasal 86 dikenai sanksi administratif.
(2t
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) berupa:
a. peringatantertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau
seluruh kegiatan usaha;
c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau
produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu;
d. pencabutan izin usaha;
e. pembatalan pemyataan pendaftaran bagi Pialang
Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi;
f. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan
alrtuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain
yang memberikan jasa bagr Perusahaan
Perasuransian;
g. pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau
asosiasi;
h. denda administratif; dan/ atau
i. larangan . . .
PRESIDEN
R EPUBL IK IND ONES IA
-50-
i. larangan menjadi pemegang saham, Pengendali,
direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
pemegang saham, Pengendali, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi
atau u saha bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah,
atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi,
atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah
direksi pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6
ayat (1) huruf c, pada Perusahaan Perasuransian.
(s)
Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi
Perusahaan Perasuransian membahayakan kepentingan
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, Otoritas Jasa
Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin
usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif
yang lain.
(41
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), serta besaran denda
sanksi administratif seb,gaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf h diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 72
(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuralsi, atau perusahaan
reasuransi syariah dikenai sanksi peringatan tertulis
atau pembatasan kegiatan usaha, Otoritas Jasa
Keuangan dapat memerintahkan :
a. penambahan modal;
b. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada
badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dewan pengawas syariah, al<tr.raris
perusahaan, atau auditor internal;
c. direksi
PRESIDEN
REPI,]BLIK INDONESIA
-51 -
c. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau
dewan pengawas syariah menyerahkan pengendalian
dan pengelolaan kegiatan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
kepada Pengelola Statuter;
d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio
pertanggungan kepada Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain;
dan/atau
e. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusalraan reasuransi
syariah melakukan tindakan yang dinilai dapat
mengatasi kesulitan atau tidak melakukan tindakan
yang dinilai dapat memperburuk kondisi perusahaan.
(2t
Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah, Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut izin
usaha Perusaluan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah.
(3)
Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yang
berwenang untuk memblokir sebagian atau seluruh
kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah yang sedang dikenai sanksi
pembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhi
ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin
usahanya.
(4) Pencabutan
PRESIDEN
R EP UBL IK iNDONESIA
-52-
(4)
(s)
Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruh
kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara
pemblokiran sebagaimana dimalsud pada ayat (3) dan
pencabutan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 73
(1)
Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi,
usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha
Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana
dimaksud datam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp200.000.OO0.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang
Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap
PRESIDEN
R EPUBLIK IND ONES IA
-53-
(3) Setiap Orang yang menjalankaa kegiatan Usaha Penilai
Kerugian Asuransi tarpa iarr usaha sebagaimana
rlimaksud dalam Pasal 8 ayat (l) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 74
(1)
Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama s€bagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau
pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan
sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/ atau
dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (l) yang tidak benar,
palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2t
Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang
setara dengan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau
usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau
pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan
sensaja memberikan informasi, dar.a, dan/atau dokumen
kepada pihak yang berkepentingan sebagaimala
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (a) dan Pasal 46 ayat (21
yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua
puluh miliar rupiah).
Pasal 75
PRESIOEN
R EP UBL IK IN D ONES IA
-54-
Pasal 75
Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikan
informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu,
dan / atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung,
atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 76
Setiap Orang yarrg menggelapkan Premi atau Kontribusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 77
Setiap Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan,
menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan,
atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset
atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaal reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (21 tanpa hak dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 78
Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 79
PRESIDEN
REPUBLIK IN OONESIA
-55-
Pasal 79
Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis
baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 8O
Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa
Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp20. 0OO. 000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 81
(1) Dalam hd tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atau
Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang
bertindak untuk dan atas nama korporasi.
(21 Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak
pidana:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali
dan/atau pengurus yang berlindak untuk dan atas
nama korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan
d. dilakukarr
i,D
PRESIOEN
R EPUBL IK INDONESIA
-56-
d. dilakukan dengan malsud memberikan manfaat bagi
korporasi.
Pasal 82
Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana
denda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus
miliar rupiah).
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 83
(1)
(2t
(3)
Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izin
usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini,
dinyatakan telah mendapat izn usaha berdasarkan
Undang-Undang ini.
Perusahaan agen asuransi yang telah mendapatJ<an izin
usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
tetap dapat menjalankan usahanya.
Izin atau persetujuan yang telah diberikan kepada
Perusahaan Perasuransian berkenaan dengan
kelembagaan dan penyelenggaraan Usaha Perasuransian
pada saat diundangkannya Undang-Undang ini,
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Undang-Undang
ini.
Pasal 84
(1)
(21
Perusahaan konsultan aktuaria yang telah mendapat izin
usaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang ini, perizinan
usaha, pembinaan, dan pengawasan perusahaan
konsultan aktuaria dilakukan oleh Menteri.
Pasal 85
q,D
PRESIDEN
R EPUBLIK INOONESIA
-57-
Pasal 85
(1) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, setiap
Pihak yang menjadi pemegang saham pengendali pada
lebih dari I (satu) perusahaan asuransi jiwa, I (satu)
perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan
reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1
(satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu)
perusahaan reasuransi syariah wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) pafing lama 3
(tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian
pemegang saham pengendali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan sanksi bag, Pihak yang tidak
melakukan penyesuaian pemegang saham pengendali
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 86
Usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 6 ayat (1)
huruf c wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan f,eraturan pelaksanaannya paling
lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
ini.
Pasal 87
(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan
reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai Dana
Tabamt' dan dana investasi peserta telah mencapai
paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai
Dana Asuransi, Dana Tabarnt', dan dana investasi
peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini,
Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi
tersebut w4Jib melakukan pemisahan unit syariah
tersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau
perusahaan reasuransi syariah.
(2) Ketentuan
PRESIOEN
R EPUBLIK INDONESIA
-58-
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan unit syariah
dan sanksi bagi Perusahaan Asuransi dan perusahaan
reasuransi yang tidak melakukan pemisahan unit syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 88
(1)
(2t
Perusahaan Perasuransian yang belum memenuhi
ketentuan dalam Pasal 7 ayat (ll huruf a wajib
menyesuaikan dengan ketentuan tersebut dengan
mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada warga
negara Indonesia atau melakukan perubahan
kepemilikan melalui mekanisme penawzuan umum (inifial
pttblic offenng pding lama 5 (lima) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian
kepemilikan sglagairnana dimaksud pada ayat (l) dan
sanksi bagr Perusahaan Perasuransian yang tidak
melakukan penyesuaian kepemilikan diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 89
Ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang
mewajibkan penutupan asuransi atau asuransi syariah oleh
seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat wajib
disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 90
PRESIDEN
R EP UBL IK INDONESIA
-59-
Pasal 90
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (I*mbaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan kmbaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3467) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku;
b. ketentuan mengenai permohonan pemyataan pailit oleh
Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2OO4 tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
131, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4443) dinyatakan tidak berlaku bagi Perusahaan
Asuransi dan perusahaan reasuransi; dan
c. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasurarsian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13,
Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor
3467), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasa] 91
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-60-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam kmbaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 337
Satinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Deputi Perundang-undangan
Perekonomian,
Silvanna Djaman
PRESIDEN
R EPUBLIK IND ONES IA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2014
TENTANG
PERASURANSIAN
I. UMUM
Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya
penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi
masyarakat. Dalam industri perasuransian, baik secara nasional maupun
global, terjadi perkembangan yang pesat yang ditandai dengan meningkatnya
volume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa perasuransian
oleh masyarakat. I€.yanan jasa perasuransian pun semakin bervariasi sejalan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pengelolaan risiko dan
pengelolaan investasi yang semakin tidak terpisahkan, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam kegiatan usaha.
Selain perkembangan di dalam industri perasuransian, terjadi pula
perkembangan di industri jasa keuangan yang lain. Perkembangan di berbagai
industri jasa keuangan ini mengakibatkan semakin menipisnya batasan dan
perbedaan jenis layanan yang diberikal oleh industri jasa keuangan.
Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pengaturan dan
pengawasan selrtor keuangan yang lebih baik dan terpadu.
Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 13; Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467]
tidalc lagr cukup untuk menjadi dasar pengaturan dan pengawasan industri
perasuransian yang tela,h berkembang. Penyempumaan terhadap peraturan
perundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk
menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perzmnya dalam mendorong
pembangunan nasional.
Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat,
dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik
dengan penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempumaan ketentuan
yang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk:
l. penetapan landasan hukum bagi penyelen trgaraar. Usaha Asuransi Syariah
dan Usaha Reasuransi Syariah;
2. penetapan
PRESIDE N
R EPUBL IK INDONESIA
-2-
2. penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentuk
usaha bersama yalg telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan;
3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan
perasuransian yang mendukung kepentingan nasional;
4. pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola kerja sama dengan pihak
lain dalam rangka pemasarErn layanan jasa asuransi dan asuransi syariah,
termasuk kerja sama keagenan; dan
5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola
perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang
sehat.
Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong
pembangunan nasional tedadi apabila industri perasuransian dapat lebih
mendukung masyarakat dalam menghadapi risiko yang dihadapinya sehari-
hari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan kegiatan usaha. Untuk
itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa Objek Asuransi di Indonesia hanya
dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah di Indonesia dan penutupan Objek Asuransi tersebut harus
memperhatikan optimalisasi kapasitas Perusahaar Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaErn reasuransi syariah
dalam negeri. Guna mengimbangi kebiliakan ini, Pemerintah dan/atau Otoritas
Jasa Keuangan melakukan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas
asuransi dan reasuransi dalam negeri. Undang-Undang ini juga mengharuskan
penyelenggaraan Program Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secara
kompetitif dan memungkinkan pemberian fasilitas frskal kepada perseorangan,
rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorong
peningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah dalam rangka
pengelolaan risiko.
Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong
pembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang
dalam jumlah besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan.
Pengaturan lebih lanjut yang diamanatlan Undang-Undang ini kepada Otoritas
Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk
Asuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan
kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentukan besar atau
kecilnya peran industri perasuransia.rr tersebut.
Pengaturan
PRESIDEN
R EFIJBI- IK IND ONESIA
-3-
Pengaturan dalam Undang-Undang ini juga mencerminkan perhatian
dan dukungan besar bagi upaya pelindungan konsumen jasa perasuransian,
upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yErng lebih terbuka pada tingkat
regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat
internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan, dan pengawasan industri
perasuransian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat ( 1)
Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi
kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat
digolongkan sebagai Usaha Asuransi Umum. Namun, mengingat Objek
Asuransi yang dipertanggungkan dalam kedua lini usaha dimaksud
menyangkut diri manusia, lini usaha asuransi kesehatan dan lini
usaha asuransi kecelakaan diri juga dapat digolongkan sebagai Usaha
Asuransi Jiwa. Dalam praktiknya, kedua lini usaha asuransi tersebut
telah diselenggarakan, baik oleh perusa-haan asuransi umum maupun
oleh perusahaan asuransi jiwa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah berbeda dari
usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha
asuransi dan Usaha Reasuransi yang dikelola secara konvensional
menerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariah
dan Usaha Reasuransi Syariah merupakan penerapan konsep berbagi
risiko (risk slnringl. Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasari
penyelenggaraan usaharrya, usaha asuransi syariah dan Usaha
Reasuransi Syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di
dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional
akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah.
Pasal 4
PRESIDEN
REPIIE]L,IK INDONESIA
-4-
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pihak yang bermaksud menyelenggarakan Usaha Asuransi
Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah,
atau Usaha Asuransi Jiwa Syariah dengan bentuk badan hukum
usaha bersama setelah Undang-Undang ini diundangkan,
didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan
pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
HaJ yang diatur dalam Peraturan Pemerintah antara lain tata kelola,
persyaratan dan tata cara perubahan menjadi badan hukum
perseroan terbatas atau koperasi, serta persyaratan dan tata cara
pembubaran badan hukum usaha bersama.
Pasal 7
Ayat (1)
Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka dan
berkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa pertanggungan atau
pengelolaan risiko yang semakin beragam dan berkualitas oleh
Perusahaan Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan
kompetitif. Untuk itu, Perusahaan Perasuransian perlu dibangun
dengan permodalan yang kuat, yang bersumber, baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
i,D
PRESIDEN
R EPUTIL IK IN DONES IA
-5-
Huruf b
Kepemilikan pihak asing pada Perusahaan Perasuransian dibatasi
secara kualitatif. Pembatasan secara kualitatif dilakukan dengan
mempersyaratkan bahwa pada saat pendirian Perusahaan
Perasuransian, pihak asing yang dapat menjadi pemilik adalah
badan hukum asing yang memiliki Usaha Perasurzulsian yang
sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak
perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang
sejenis. Persyaratan badan hukum asing harus mempunyai Usaha
Perasuransian yang sejenis dimaksudkan agar mitra asing yang
akan menjadi salah satu pemilik Perusahaan Perasuransian di
Indonesia tersebut merupakan Perusahaan Perasuransian yang
benar-benar mempunyai pengalaman usaha di bidangnya sehingga
diharapkan terjadi transfer modal dan transfer pengetahuan dan
teknologi kepada pihak Indonesia.
Ayat (21
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lain
mengenai pembatasan kepemilikan badan hukum asing secara
kuantitatif. Pembatasan tersebut dapat berupa persentase maksimum
kepemilikan asing pada Perusahaan Perasuransian.
Pembatasan secara kuantitatif membutuhkan fleksibilitas guna
menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan dan ketersediaan dana
dalam negeri.
Batas kepemilikan badan hukum asing dalam Perusahaan
Perasuransian dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rat<yat
Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 8
Ayat (l)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
q.D
PRESIDEN
R EP IJBI.IK IND ONESIA
-6-
Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan
usaha antara lain berupa persyaratan kompetensi atau keahlian di
bidang Usaha Perasuransian sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangaa termasuk bagi pengurus dan tenaga ahli
asing.
Pasal 9
Ayat (l)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan bagi anggota
dewan pengawas syariah mencakup integritas dan kompetensi terkait
tugas dan fungsi dewan pengawas syariah serta pengalaman dan
keahlian di bidang usaha perasuransian syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Penetapan Pengendali diperlukan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat
menentukan Pihak yang dimintai pertanggungiawaban, selain direksi
dan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusalraan untuk memenuhi
kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta akibat
pengaruh Pihak tersebut dalam pengelolaan perusahaan.
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 14
Waktu 30 (tiga puluh) hari kerja mencakup waktu untuk
mengklarifikasi data atau informasi dalam dokumen yang
dipersyaratkan untuk mendapatkan izin usaha.
PRESIDE N
R EPUBL IK IND ONESIA
-7 -
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persetujuan ini diperlukan antara lain agar Prhak yang tidak lagi
menjadi Pengendali dipas'ikan tidak lagi memiliki kewajiba;r untuk
ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak yang
sebelumnya berada dalam pengendaliannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21
Pengecualian dalam ketentuan ini dimaksudkan agar negara dapat
memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan
usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompok
masyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan
usaha asuransi yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta,
atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagi
masyarakat.
Ayat (3)
Hal yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan antara lain besar kepemilikan saham dan tata cara
konsolidasi perusahaan.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
PRESIDEN
R EPL]BI- IK IN D ONES IA
-8-
Ayat (3)
HaJ yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara
mengenai jenis, jumlah, persyaratan, tugas, tanggung jawab,
wewenang tenaga ahli dan alrhraris.
Pasal 18
Ayat (l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "standar seleksi'adalah persyaratan minimum
bagi Pihak vang akan dijadikan mitra kerja sama oleh Perusahaan
Perasuransian.
Yang dimaksud dengan 'akuntabilitas' adalah adanya keyakinan
Perusahaan Perasuransian atas kemampuan dan pengalaman dari
perusahaan yalg diajak bekeqia sarna dan adanya kejelasan
pertanggungjawaban oleh Perusahaan Perasuransian atas kegiatan
atau fungsi yang dilaksanalan oleh pihak lain tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai jenis, nilai, dan jangka waktu pengalihan fungsi
yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Perasuransian, termasuk
perusahaan penilai kerugian asuransi, kepada pihak lain terutama
pihak asing.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Dana Asuransi atau Dana Tabarnt'
dapat dikelola dengan baik, mengingat Dana Asuransi atau Dana
Tabamt' dimaksud merupakan dana yang akan digunakan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta. Kewajiban melakukan evaluasi atas Dana
Asuransi atau Dana Tabamt' juga dilakukan di negara lain.
Ayat (3)
Ayat (a)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 20
Iain
dan
R EPUBL.IK IN D ONES IA
$-.#
-9-
PRESIDEN
Pasal 20
Ayat (l)
Dana Jnminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantian
sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta
dalam hal perusahaan harus dilikuidasi. Dengan demikian, Dana
Jaminan merupakan bagian dari upaya melindungi Pemegang Polis,
Te rtanggun g, atau Peserta.
Ayat (2)
Pada umumnya, perkembangan usaha mengakibatkan bertambahnya
kewajiban perusahaan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta. HaI ini juga berarti bertambah pula besar hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta yang perlu dijamin pengembaliannya jika
perusahaan dilikuidasi.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar penggunaan Dana Jaminan untuk
mengembalil<an sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta pada saat perusahaan dilikuidasi dapat
dipastikan.
Ayat (4)
Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan meliputi pengaturEln
jenis aset yang dapat digunakan sebagai Dana Jaminan, jumlah Dana
Jaminan minimum yang harus dimiliki perusahaan, penyesuaian
besar Dana Jarninan berdasarkan volume usaha, tata cara
pemindahan atau pencairan Dana Jaminan, dan penatausahaannya.
Pasal 21
Ayat (l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Pemisahan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan keseirnbangan a-rrtara pengembangan u
pelindungan konsumen.
Pasal22
saha dan
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan Dana
Jaminan.
$-,D
PRESIDEN
R EP IJB I- IK INDONES IA
- 10-
Pasal 22
Ayat (1)
Iaporan yang wajib disampaikan Perusahaan Perasuransian kepada
Otoritas Jasa Keuangan antara lain laporan keuangan, laporan
kegiatan usaha, dan laporan program dukungan reasuransi otomatis.
Selain itu, dalam keadaan atau untuk tujuan tertentu, Perusahaan
Perasuransian juga dapat diwajibkan menyampaikan laporan yang
bersifat tematik misalnya profil risiko dan pelaksanaan tata kelola
perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisi kesehatan keuangan
yang diumumkan paling sedikit meliputi rasio kesehatan keuangan
sesuai dengan ketentuan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan
perusahaan reasuransi syariah. Pengumuman melalui media
elelrtronik dilakukan pada situs perusahaan dan situs Otoritas Jasa
Keuangan.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai jenis, bentuk, dan susunan laporan atau
pengumumErn, serta jadwal dan batas waktu penyampaian laporan
dan pengumuman.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasd24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
$-,D
PRESIDEN
REPI]BLIK IND ONES IA
- 11-
Pasal 26
Ayat (1)
Ketentuan mengenai standar perilaku usaha bagt Perusahaan
Asuransi Syariah dan perusahaan reasuransi syariah mengacu pula
pada Prinsip Syariah.
Ayat (21
Pengaturan mengenai standar perilaku usaha dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan disesuaikan dengan jenis usaha Perusahaan
Perasuransian masing-masing.
PaseJ27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Imbalan jasa keperantaraan dapat dibayarkan langsung oleh
Pemegang Polis atau menjadi bagian dari Premi. Dalam hal imbalan
jasa keperantaraan merupakan bagian dari Premi, dalam polis atau
dokumen yang merupakan kesatuan dengannya dimuat perincian
mengenai bagran premi yang diteruskan kepada Perusahaan Asuransi
dan imba-lan jasa keperantaraan yang dibayarkan kepada Perusahaan
Pialang Asuransi.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 3 1
FRESIDEN
REPI]RL.IK INDONES IA
-12-
Pasal 31
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "cepat" adalah bahwa proses penanganan
klaim dan keluhan ditakukan dengan segera, dalam waktu sesingkat-
singkatnya, dan secara cekatan.
Yang dimaksud dengan "sederhana.' adalah bahwa proses penanganan
klaim dan keluhan bersifat lugas dan tidak rumit.
Yang rlirnaksud dengan "mudah diakses" adalah bahwa proses
penanganan klaim dan keluhan diselenggarakan di kantor perusahaan
atau tempat lain yang mudah dikunjungi, atau diselenggarakan
dengan memanfaatkan telanologi yang memudahkan orang untuk
menyampaikan klaim atau keluhan dan mendapatkan tanggapan.
Yang dimaksud dengan "adil" adalah bahwa proses penanganan klaim
dan keluhan dilakukan dengan berpegang kepada kebenaran, tidak
memihak, dan tidak sewenang-wenairg.
Ayat (4)
Tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran
klaim antara lain:
a. memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta
penyeraJran dokumen tertentu, yalg kemudian diikuti dengan
meminta penyerahan dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal
yang sama;
b. menunda penyelesaian dan pembayaran klaim karena menunggu
penyelesaian dan / atau pembayaran klaim reasuransinya;
c. tidak meLakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagran dari
penutupan asuransi karena alasan adanya keterkaitan dengan
penyelesaian klaim yang merupakan bagian lain dari penutupan
asuransi dalam 1 (satu) polis yang sama;
d. memperlambat penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi,
apabila jasa penilai kerugian asuransi dibutuhkan dalam proses
penyelesaian klaim; dan
e. menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai
dengan praktik usaha asuransi yang berlaku umum.
Ayat (s)
q.D
PRESIDEN
R EPL]BL IK IN D ONES IA
-13-
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa koperasi atau
usaha bersama memiliki keterbatasan kemampuan untuk menambah
modal. Namun, di sisi lain koperasi atau usaha bersama tetap harus
memastikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban kepada
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan konsep
pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan
menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal bagi usaha
asuransi yang dijalankan oleh Perusah.ran Asur.rnsi dan Perusahaan
Asuransi Syariah berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) hurufc.
Ayat (3)
Ketentuan ini juga dimaksudkal untuk menegaskan konsep
pertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, dan
menghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan 'persyaratan keuangan" antara lain besaran
simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus disetor oleh anggota.
Pasal 36
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah agar benar-benar menjalankal fungsinya sebagai
penanggung dan/ atau penanggung ulang.
Optimalisasi
PRESIDEN
R EPUBLIK IND ONES IA
-14-
Optimalisasi pemanfaatan kapasitas reasuransi dalam negeri dilakukan
dengan menempatkan sebanyak-banyalnya pertanggungan ulang
asuransi pada Perusahaan Asuransi dan/atau perusahaan reasuransi di
dalam negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan
tetap memperhatikan prinsip manajemen risiko, terutama penyebaran
risiko.
Pasal 37
Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, dapat melakukan langkah- langkah, seperti:
a. membentuk perusahaan reasuransi baru;
b. menggabungkan beberapa badan usaha milik negara yang bergerak di
bidang perasuransian dan menugaskan perusahaan hasil
penggabungan tersebut menjadi perusahaan reasuransi;
c. memberikan fasilitas untuk pembentukan pool atau konsorsium
asurarrsi untuk risiko tertentu, misalnya risiko bencana alam; atau
d. menghindari pengenaan pqiak berganda terhadap industri
perasuransian.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Otoritas Jasa Keuangan harus menetapkan persyaratan bagi pihak
yang akan menyelenggarakan Program Asuransi Wajib, misalnya besar
modal dan ketersediaan infrastruktur usaha'
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "manfaat tambahan" adalah besaran manfaat
yang diberikan dan bukan tambahan jenis manfaat.
Ayat (5)
Cukup jeLas.
Pasal 40
Ayat (1)
Perubahan kepemilikan mencakup antara lain perubahan komposisi
saham, pengambilalihan, dan penambahan pemegang saham baru.
Ayat (2)
f,,D
PRESIDEN
R EPUEJLIK INDONESIA
- 15-
Ayat 12\
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
HaI yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan antara lain adanya transfer portofolio pertanggungan atau
pengembalian hak Pemegang Polis atau Tertanggung sebelum
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebut
menghentikan kegiatan usahanya.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Likuidasi perusahaan yang telah dicabut izin usahanya perlu segera
dilakukan untuk melindungi kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggu ng, atau Peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
$).)
-r)c>.€
PRESIDEN
REPLiPL.IK lN D ONESIA
-16-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hal yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain:
a. mekanisrne pembubaran badan hukum Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah;
b. jumlah anggota tim likuidasi;
c. penghasilan tim likuidasi;
d. tata cara pelaksanaan likuidasi;
e. jangka waktu likuidasi;
f. pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
g. tata cara pengalihan aset dan kewajiban Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah; dan
h. pertanggungiawaban tim likuidasi.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (l)
Tagihan diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan dimaksudkan
untuk memudahkan proses penagihan, tetapi Otoritas Jasa Keuangan
tidak melakukan verifikasi terhadap tagihan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
PRESIDEN
REPUBLIK IN D ONES IA
-t7-
Pasal 50
Ayat (1)
Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan
perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin
pengembalian sebagiarr atau seluruh ha} Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi.
Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri
perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat
meningkatlarr minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi.
Ayat(21
Cukup jelas.
Ayat (3)
CukupjeLas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Pasal 54
FRESIDEN
R EI] UEL IK IND ONES IA
-18_
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan 'independen" adalah tidak dipengaruhi oleh
pihak lain.
Yang dimaksud dengan "imparsid" adalah tidak berpihak pada salah
satu pihak yang bersengketa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan openilai' adalah penilai aset.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (21
Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa Usaha Perasuransiar
memiliki karakteristik yarrg khas sehingga profesi penyedia jasa bagi
Perusahaan Perasuransian harus memenplf ftqalifikasi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
PRESIDEN
REPtJtsLIK IN D ONES IA
-19-
Pasal 57
Ayat (1)
Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian oleh
Otoritas Jasa Keuangan antara Iain aspek tata kelola, perilaku usaha,
dan kesehatan keuangan.
Yang dimaksud dengan upengawasan' antara lain analisis laporan,
pemeriksaan, dan penyidikan.
Ayat (2)
Kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi
dal reasuransi untuk mendukung perekonomian nasiona-l melputi hal
kepemilikan asing atas Perusahaan Perasuransian, peningkatan
kapasitas asuransi, asuransi s,yariah, reasuransi, dan reasuransi
syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiskal kepada
perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan
menengah.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 6O
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Huruf f
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf g
PRESIDEN
R EP UE'_ iK INDONESIA
-20-
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Hurufj
Huruf I
Angka 1
Cukup jelas.
Arrdr'a2
Cukup jelas,
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan produk asuransi tertentu yang dapat
dihentikan pemasarannya adalah produk yang dapat
merugikan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta,
produk yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan norrna yang berlaku di masyarakat, darr/atau
produk yang dapat membahayakan keuangan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusaha€u1
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.
Angka 6
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Hurufn
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
PRESIDEN
R EPI.]RL IK IN D ONESIA
-2t-
Pasal 61
Ayat (1)
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cana pemeriksaan di kantor
Perusahaan Perasuransian dan/ atau pemeriksaan di kantor Otoritas
Jasa Keuangan. Pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuralsian
dapat dilakukan terhadap seluruh aspek penyelenggaraErn kegiatan
usaha Perusahaan Perasuransian dan/atau terhadap aspek tertentu
dari penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian.
Sedangkan pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dilakukan
hanya terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usaha
Perusahaan Perasuransian.
Pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dapat ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian apabila:
a. data, dokumen, dan/atau keterangan dari Perusahaan
Perasuransian yang diperiksa tidak dapat memberikan dasar yang
cukup bagi pegawai Otoritas Jasa Keuangan dan/atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan
pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk membuat
kesimpulan atas hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa
Keuangan; dan /atau
b. adanya tanggapan Perusahaan Perasuransian yang diperiksa
terhadap kesimpulan hasil pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa
Keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan 'pihak lain" adalah badan, lembaga, institusi,
atau orang, baik dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan.
Pihak tersebut antara lain akuntan publik, konsultan aktuaria, penilai
kerugian, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau pejabat
penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (r)
Cukup jelas.
Ayat (2)
q,D
PRESIDEN
R EPLIAL !K INDONESIA
-22 -
Ayat (21
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kekayaan"
tanah, gedung, dan kendaraan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini didasarkan bahwa direksi dan komisaris nonaktif
Perusahaan Perasuransian dianggap pihak yang paling mengetahui
keadaan keuangan dan operasional Perusahaan Perasuransian yang
sedang diambil alih kepengurusannya oleh Pengelola Statuter.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21
Yang dimaksud "perintah tertulis' adalah perintah secara tertulis
untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan dan/atau mencegah dan mengurangi kerugian Pemegang
Polis, Tertanggung, atau Peserta.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
antara Lain surat berharga,
$-,D
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-23-
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21
Ketentuan ini didasarkan bahwa Pengendali mempunyai per.rnan
penting, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan suatu Perusahaan
Perasuransian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 67
Informasi yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dapat berupa informasi
yang sifatnya rahasia, antara lain informasi yang terkait dengan stabilitas
perekonomian nasional dan informasi yang berkaitan dengan kepentingan
pelindungan Usaha Perasuransian dari persaingan usaha lidak sehat.
Informasi rahasia tersebut dapat dialses oleh pegawai Otoritas Jasa
Keuangan atau pihak yang ditunjuk dan/atau diberi tugas oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
Pasal 68
Ayat (l)
Pengaturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran asosiasi
ddam mengatur para anggotanya (self regulatory) d* melancarkan
koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (2)
$).)
-ilt>^-€
PRESIDEN
R EPLIBL IK INDONESIA
-24-
Ayat (2)
Pasal 69
Ayat
Cukup jelas.
(1)
Penugasan atau pendelegasian wewenang tertentu dari Otoritas Jasa
Keuangan kepada asosiasi antara lain penyusunan standar etika
usalra dan tata perilaku (ade of anduc{, pembentukan profil risiko
dan tabel mortalita, serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasi
keagenan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7O
Cukup jelas.
Pasal 7l
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh kondisi yang membahayakan kepentingan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta antara lain kondisi keuangan peru sahaan
memburuk secara drastis, pemegang saham tidak kooperatif,
dan/atau direksi dan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, tidak
memiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasa-l 74
Cukup jelas.
Pasal 75
#).)
-r,},c>^4
PRESIDEN
REF]UBL.IK INDONESIA
-25-
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasa-l 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 8l
Cukup jel;as.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "izin" adalah izin di luar izin usaha. Contoh
izin atau persetujuan antara lain izin untuk memasarkan produk
asuransi dan persetujuan untuk banwos surance.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
PRESIDEN
R EPUBLIK INDONESIA
-26-
Pasal 87
Ayat (l)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
antara lain mengenai kewajiban membuat rencana keda dan
kewajiban perusahaan menginforrnasikan rencana pemisahan kepada
Pemegang Polis dan Peserta.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ketentuan yang wajib disesuaikan termasuk ketentuan mengenai aspek
Program Asuransi Wajib yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang
dan dana kecelakaan lalu lintas jalan.
Pasal 9O
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5618
| <reg_id> 40/UU/2014 </reg_id>
<reg_title> PERASURANSIAN </reg_title>
<set_date> 17 Oktober 2014 </set_date>
<effective_date> 17 Oktober 2014 </effective_date>
<issued_date> 17 Oktober 2014 </issued_date>
<replaced_reg> '2/UU/1992', '37/UU/2004 | Pasal 2 Ayat (5)' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XV', 'BAB XVI' </penalty_list>
|
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 84 TAHUN 1958
TENTANG
PENGUBAHAN PASAL-PASAL 16 DAN 19
UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA
(UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 1953)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a. bahwa kedudukan uang dalam negara sedang membangun dalam
arti kata seluas-luasnya adalah penting;
b. bahwa perlu diadakan kemungkinan untuk menjalankan politik
moneter dan politik perkreditan yang riil dan effektif;
c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut perlu ditetapkan
peraturan-peraturan pokok mengenai batas-batas kebijaksanaan
pengendalian jumlah uang yang beredar dalam masyarakat tanpa
mengganggu jalannya pembangunan serta keseimbangan
moneter;
Mengingat
:
pasal-pasal 89, 109 dan 111 Undang-undang Dasar Sementara
Republik Indonesia;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
Memutuskan :
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN PASAL-PASAL
16 dan 19 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA
(UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1953).
Pasal I. …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Pasal I.
Pasal 16 Undang-undang Pokok Bank Indonesia, Undang-undang No. 11
tahun 1953 (Lembaran Negara tahun 1953 No. 40), diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
(1) Bank berusaha supaya jumlah semua uang-kertas bank, saldo
rekening koran dan tagihan-tagihan lain yang segera dapat ditagih
dari Bank untuk sebesar duapuluh persen dijamin dengan emas, mata-
uang emas, bahan mata-uang emas dan cadangan yang tediri atas alat-
alat pembayaran luar negeri yang umumnya dapat ditukar-tukarkan,
begitu pula dengan hak-hak atas International Monetary Fund dan
Worldbank yang diserahkan atau akan diserahkan kepada Bank
dengan Undang-undang.
(2) Bank berusaha untuk memelihara jaminan tersebut dalam ayat (1)
pasal ini paling sedikit pada tingkatan yang sama dengan jumlah
impor selama 3 bulan, dihitung atas dasar jumlah rata-rata dari impor
selama 3 tahun takwin berturut-turut yang baru lewat.
(3) Jaminan yang termaksud dalam ayat (1) tersebut sekurang-kurangnya
sebesar duapuluh persen harus ada di Indonesia.
(4) Jika ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) tidak
terpenuhi, maka Pemerintah memberikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dalam waktu sebulan setelah saat ketentuan-
ketentuan dalam ayat (1), (2) dan (3) itu tidak terpenuhi.
Pemerintah selanjutnya mempertanggung-jawabkan pula kepada
Dewan Perwakilan Rakyat setiap triwulan jika setelah laporan
pertama di atas diberikan bantuan seperti dimaksud dalam ayat- ayat
(1), (2) dan (3) belum terpenuhi lagi".
Pasal II. …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal II.
Pasal 19 Undang-undang Pokok Bank Indonesia, Undang-undang No. 11
tahun 1953 (Lembaran Negara tahun 1953 No. 40), diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
(1) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam pasal 16 dan
menyimpang dari pada yang ditentukan pada ayat pertama pasal 15,
Bank wajib setiap kali Menteri Keuangan menganggap hal ini perlu
untuk menguatkan Kas Negara sementara waktu, memberikan uang
muka dalam rekening-koran kepada Republik Indonesia, yang
diadakan atas tanggungan yang cukup dalam kertas-perbendaharaan
dan yang pengeluaran atau penggadaiannya akan diizinkan dengan
atau berdasarkan undang-undang.
(2) Pemerintah berpedoman, supaya uang muka tersebut dalam ayat (1)
pasal ini dalam tiap tahun anggaran tidak lebih daripada tigapuluh
persen dan dalam keadaan luar biasa setinggi-tingginya limapuluh
persen dari penghasilan Negara dalam tahun anggaran terakhir yang
telah ditetapkan dengan Undang-undang.
(3) Jika ketentuan dalam ayat (2) dilampaui maka Pemerintah
memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu
sebulan setelah saat ketentuan dalam ayat (2) dilampaui. Selanjutnya
Pemerintah mempertanggung-jawabkan pula kepada Dewan
Perwakilan Rakyat setiap triwulan jika setelah laporan pertama di
atas diberikan, ketentuan termaksud dalam ayat (2) masih juga
dilampaui."
Pasal III. …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Pasal III.
Segala peraturan atau keputusan yang menyebutkan atau menyandarkan
pasal-pasal 16 dan 19 Undang-undang Pokok Bank Indonesia dalam isi
dan bentuk lama, sejak mulai berlakunya undang-undang ini harus
disesuaikan dengan Undang-undang ini.
Pasal IV.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1958.
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SOEKARNO.
Menteri keuangan,
ttd.
SOETIKNO SLAMET.
Diundangkan
pada tanggal 31 Desember 1958.
Menteri Kehakiman,
ttd.
G.A. MAENGKOM.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 160
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
TENTANG
UNDANG-UNDANG PERUBAHAN PASAL-PASAL 16 dan 19
DARI UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA.
I. PENJELASAN UMUM.
1. Dalam pasal 16 ayat 1 dari Undang-undang Pokok Bank Indonesia disebutkan
bahwa banyaknya uang yang beredar harus dijamin sebesar 20% dengan emas
dan alat-alat pembayaran luar negeri.
Pada tanggal 20 Agustus 1958 jaminan moneter ini tinggal sebesar 7,30%,
yang menggambarkan perbandingan antara kekayaan sebesar Rp. 1.542 juta
yang berupa emas, uang dollar U.S. dan Indonesia sebesar Rp. 21.115 juta yang
berupa uang kertas bank, saldo-saldo rekening-koran dan tagihan-tagihan lain
yang segera dapat digagih. Jaminan moneter ini sudah berada dibawah 20%
minimum sejak Januari 1957.
Ayat 3 dan 4 dari pasal 16 tersebut memang memberi kelonggaran sebanyak
seluruhnya 6 bulan setelah mendapat persetujuan Parlemen, yang berarti bahwa
setelah jangka waktu tersebut lewat, perbandingan harus kembali lagi ketingkat
minimum 20%.
Sebagai diterangkan dalam laporan tahunan Bank Indonesia, laporan-
laporan Biro Pusat Statistik dan Nota Keuangan Pemerintah, maka sebab-sebab
makin bertambah besarnya uang yang beredar itu terletak untuk sebagian besar
pada makin besarnya uang muka yang diberikan oleh Bank kepada Pemerintah.
Disamping itu kekayaan emas dan deviden tidak bertambah yang sebanding
dengan kenaikan volume uang yang beredar, dan bahkan sejak kwartal terakhir
tahun yang lalu sampai saat ini menunjukkan kemunduran.
Dengan fakta-fakta tersebut ternyata bahwa kita harus mempunyai kriterium
baru dalam hal pengendalian uang yang beredar ini, sedemikian rupa sehingga
tidak perlu menghalang-halangi kewajiban-kewajiban kita dalam keadaan luar
biasa, tetapi juga tidak perlu mengganggu keseimbangan moneter.
2. Dalam …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
2. Dalam standar kertas, sebagai halnya dengan sistim uang kita, nilai uang tidak
ditentukan oleh perbandingan antara jaminan dan banyaknya uang yang beredar.
Hal ini disebabkan karena nilai uang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
oleh perubahan-perubahan kecepatan uang beredar, perubahan-perubahan dalam
sistim perpajakan, perubahan-perubahan dalam harga kredit yang ditetapkan
oleh bank-bank, perubahan-perubahan dari neraca pembayaran luar negeri,
perubahan-perubahan harga bahan-bahan baku, dan sebagainya. Pada pokoknya
nilai uang tergantung atas perubahan-perubahan produksi nasional.
Jadi, jaminan pada uang yang berstandar kertas dimaksudkan sebagai
penjaga nilai uang. Jaminan disini diadakan sebagai garis pembatasan besarnya
volume uang yang beredar, atau lebih tepat, dipakai sebagai tanda bahaya bahwa
jika batas jaminan dilampaui, maka penguasa-penguasa moneter harus lebih
waspada dalam mengendalikan kebijaksanaan moneter dan perkreditan.
3. Sebagai dikatakan diatas jaminan nilai uang terletak pada perubahan-perubahan
produk nasional. Ukuran untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan uang, -
jadi berapa besarnya uang yang beredar ditambah yang masih bisa diciptakan -,
terletak pada besarnya perubahan produk
nasional itu.
Untuk ini diperlukan suatu budget ekonomi nasional yang membutuhkan
perhitungan yang teliti dan peralatan yang cermat. Bagi negara yang baru berdiri
yang sedang dalam taraf permulaan dari pembangunan, soal tersebut sukar
dipecahkan dalam waktu pendek; bagi kita diperlukan suatu kriterium yang
mudah, tapi juga lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.
Karena ekonomi Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh perdagangan luar
negeri, maka kreterium produk nasional
tersebut bisa kita ganti dengan
neraca pembayaran luar negeri. Tetapi juga dalam hal ini diperlukan
perhitungan-perhitungan yang sukar untuk membandingkan kebutuhan akan
uang, mengingat banyaknya unsur-unsur didalam neraca pembayaran tersebut
yang memakai dasar perhitungan yang bermacam-macam.
Yang …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Yang terang menyulitkan perhitungan ialah pengaruh real money transfer,
yaitu perubahan-perubahan volume uang akibat
pengaruh pergeseran dan
pembayaran jasa-jasa modal yang ditahan disini serta pembayaran-pembayaran
hutang-piutang lainnya yang diakibatkan karena masuk keluarnya barang-
barang akibat perdagangan internasional. Faktor lain yang perlu diperhatikan
dalam sistim uang berstandar kertas yang tidak disertai pembatasan-pembatasan
dalam penciptaan uang ialah mekhanisme dari sistim perkreditan didalam
negeri, atau keadaan pasaran uang dan modal. Jika badan-badan perkreditan itu
belum merupakan benar-benar perantara antara penabung dan mereka yang
membutuhkan kredit, maka penciptaan uang akan lebih memperbesar tekanan
inflatoir hingga mempersulit perkembangan perekonomian.
Penghapusan hubungan uang yang beredar dengan jaminan, lebih-lebih
dalam keadaan ekonomi yang suram seperti sekarang ini, akan berarti
menghilangkan rem terhadap tekanan inflasi. Disamping itu, tindakan semacam
itu bisa mengganggu kepercayaan publik terhadap nilai uang, yang akibatnya
akan mengganggu produksi saja.
Jadi kriterium pengukur besarnya uang yang dapat diedarkan tanpa
membahayakan keseimbangan moneter dan juga perkembangan ekonomi, ialah
pembatalan secara prosenan tetapi yang fleksibel.
Dengan demikian, dihubungkannya besarnya volume uang yang beredar
dengan adanya suatu cadangan empas dan devisen sebagai dasar pengawasan
adalah pegangan yang paling mudah dan aman. Jadi sistim jaminan seperti
sekarang baik dipertahankan terus, hanya harus disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan dan keadaan yang nyata.
4. Disamping jaminan 20% tersebut diatas, bank harus usaha untuk mempunyai
cadangan paling sedikit sama dengan besarnya jumlah impor selama 3 bulan,
yang dihitung atas dasar angka rata-rata dari 3 tahun yang lalu berturut-turut,
tidak termasuk impor dari perusahaan-perusahaan minyak. Besarnya cadangan
ini bukan limit, tetapi tujuan minimum yang sedapat mungkin harus dipelihara.
Sebagai …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Sebagai contoh perhitungan:
Jumlah impor (tidak termasuk impor perusahaan-perusahaan minyak) sejak
1955-1956-1957 adalah Rp. (6.429 + 9.001 p+ 7.507) juta = Rp. 22.937 juta.
Impor rata-rata untuk 3 bulan jadi sebesar Rp. 1.911 juta. Jumlah inilah yang
sebaiknya menjadi tujuan minimum dari bank untuk memelihara cadangan emas
dan devisen. Cadangan yang sama dengan jumlah impor rata-rata 3 bulan ini
diperlukan sebagai penjaga riil dari keperluan produksi/konsumsi dalam negeri.
Jadi dapat dikatakan jumlah ini merupakan cadangan besi, yang diadakan untuk
menjaga kontinuitet produksi nasional.
5. Sebagai dikatakan diatas, sebab utama dari penambahan uang yang beredar ialah
uang muka yang diberikan oleh bank kepada Pemerintah, yang dibutuhkan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran sebagai tertera dalam anggaran belanja-
anggaran-belanja.
Ternyata, bahwa dalam keadaan-keadaan yang luar biasa, lebih-lebih untuk
keperluan pembangunan ekonomi dan keadaan (darurat) perang, uang muka
yang dibutuhkan lebih banyak dari pada 30% dari penghasilan negara dalam
tahun anggaran. Batas uang muka dari penghasilan negara dalam tahun
anggaran. Batas uang muka ini sebaiknya ditambah sampai 50% didalam
keadaan-keadaan luar biasa tersebut, karena dengan demikian Pemerintah dapat
bertindak lebih cepat dan tegas untuk bisa mengatasi keadaan. Kepentingan
pasal 19 ini terletak diberikannya fleksibilitet bagi Pemerintah dalam permintaan
uang muka, supaya bisa bertindak cepat. Penjagaan atas ketelodoran
penggunaan pasal 19 ini terletak dipasal 16.
Jikalau sekiranya 30% itu akan dilampaui, maka Pemerintah akan
memberitahukan sebab-sebabnya pelampauan tersebut kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
II. PENJELASAN …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal l.
a. Mengenai ayat 1 pasal 16:
Lihat penjelasan umum.
Yang perlu mendapat penjelasan ialah pengertian "alat-alat pembayaran luar
negeri yang umumnya dapat ditukar-tukarkan". Disini yang dimaksudkan tidak
hanya uang convertible, yaitu mata uang-mata uang U.S., Kanada, Inggeris
dan Swiss, tetapi yang pada umumnya transferable, termasuk dollar stretits,
D.M., gulden dan franc Belgi.
Jadi pengertian convertible harus diganti dengan
international transferbility,
karena pada hakekatnya mata uang-mata uang yang transferable itu dapat
dipindahkan/ditukarkan kemata uang-mata uang convertible untuk pembayaran-
pembayaran internasional.
b. Mengenai ayat 2 pasal 16:
Cukup dijelaskan dalam penjelasan umum,
c. Mengenai ayat 3 pasal 16:
Sudah jelas. Maksudnya supaya jangan seluruh tergantung atas bank-bank
devisen diluar negeri. Disamping itu 20% dari jaminan ini bisa dianggap sebagai
dana sterilisasi.
d. Mengenai ayat 4 pasal 16:
Cukup jelas.
Pasal 2.
Cukup dijelaskan dalam penjelasan umum.
Pasal-pasal 3 dan 4.
Cukup jelas.
Diketahui:
Menteri Kehakiman,
ttd
G.A. MAENGKOM.
| <reg_id> 84/UU/1958 </reg_id>
<reg_title> PENGUBAHAN PASAL-PASAL 16 DAN 19 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA (UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 1953) </reg_title>
<set_date> 27 Desember 1958 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 1958 </effective_date>
<issued_date> 31 Desember 1958 </issued_date>
<changed_reg> '11/UU/1953' </changed_reg>
<related_reg> 'UUDS | pasal-pasal 89, 109 dan 111' </related_reg>
|
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1995
TENTANG
PASAR MODAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi
dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat;
c. bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya
landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum
pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi
kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan;
d. bahwa sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai pembangunan nasional
serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi,
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan
Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952
Nomor 67) dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu
membentuk Undang-undang tentang Pasar Modal;
Mengingat :…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3587);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PASAR MODAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Afiliasi adalah:
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai
derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris
dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau
lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;
d. hubungan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
d. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung
maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh
perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik
langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau
f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
2. Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk
mempergunakan sistem dan atau sarana Bursa Efek sesuai dengan
peraturan Bursa Efek.
3.
Biro Administrasi Efek adalah Pihak yang berdasarkan kontrak
dengan Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan
pembagian hak yang berkaitan dengan Efek.
4.
Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli Efek Pihak-Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek
di antara mereka.
5. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit
Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek,
dan setiap derivatif dari Efek.
6. Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.
7.
Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting
dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat
mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan
pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut.
8.
Kustodian…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
8.
Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan
harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk
menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi
nasabahnya.
9. Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah Pihak yang
menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian
Transaksi Bursa.
10. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Pihak yang
menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank
Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain.
11. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan
asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan
usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
13. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.
14. Penasihat Investasi adalah Pihak yang memberi nasihat kepada
Pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan
memperoleh imbalan jasa.
15. Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan
oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan
tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
16. Penitipan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
16. Penitipan Kolektif adalah jasa penitipan atas Efek yang dimiliki
bersama oleh lebih dari satu Pihak yang kepentingannya diwakili
oleh Kustodian.
17. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan
Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan
Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang
tidak terjual.
18. Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan
usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.
19. Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan
kepada Badan Pengawas Pasar Modal oleh Emiten dalam rangka
Penawaran Umum atau Perusahaan Publik.
20. Perseroan dalah perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas.
21. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau
Manajer Investasi.
22. Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan
memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal
disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
23. Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.
24. Portofolio Efek adalah kumpulan Efek yang dimiliki oleh Pihak.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
25. Prinsip…
25. Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada
Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat
dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai
usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan
pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.
26. Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan
Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli Efek.
27. Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
28. Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa
Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek
mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain
mengenai Efek atau harga Efek.
29. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian
kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif.
30. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang
Efek yang bersifat utang.
Pasal 2
Menteri menetapkan kebijaksanaan umum di bidang
Pasar Modal.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
BAB II…
BAB II
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
Pasal 3
(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang
selanjutnya disebut Bapepam.
(2) Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Pasal 4
Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam
dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan
Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien
serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat.
Pasal 5
Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan Pasal 4, Bapepam berwenang untuk:
a. memberi:
1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana,
Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi
Efek;
2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan
3) persetujuan bagi Bank Kustodian;
b. mewajibkan…
b. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
c. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan
memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau
direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur
yang baru;
d. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta
menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya Pernyataan
Pendaftaran;
e. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak
dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran
terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f. mewajibkan setiap Pihak untuk:
1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi
akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;
g. melakukan pemeriksaan terhadap:
1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
Undang-undang ini;
h. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud
dalam huruf g;
i. mengumumkan…
i. mengumumkan hasil pemeriksaan;
j. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa
Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk
jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
k. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka
waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;
l. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan
sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan
keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi
dimaksud;
m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan,
dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang
Pasar Modal;
o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas
Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah
ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan
q. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang
ini.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
BAB III…
BAB III
BURSA EFEK, LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA
PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN
Bagian Kesatu
Bursa Efek
Paragraf 1
Perizinan
Pasal 6
(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Efek
adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Bursa Efek sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 2
Tujuan dan Kepemilikan
Pasal 7
(1) Bursa Efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan
Efek yang teratur, wajar, dan efisien.
(2) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Bursa Efek wajib menyediakan sarana pendukung dan
mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
(3) Rencana...
(3) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib
disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan
dilaporkan kepada Bapepam.
Pasal 8
Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek
adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin
usaha untuk melakukan kegiatan sebagai Perantara
Pedagang Efek.
Paragraf 3
Peraturan Bursa Efek dan Satuan Pemeriksa
Pasal 9
(1) Bursa Efek wajib menetapkan peraturan mengenai keanggotaan,
pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan
penyelesaian Transaksi Bursa, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan kegiatan Bursa Efek.
(2) Tata cara peralihan Efek sehubungan dengan Transaksi Bursa
ditetapkan oleh Bursa Efek.
(3) Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencatatan Efek, iuran
keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang
diberikan.
(4) Biaya dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan
menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal 10…
Pasal 10
Bursa Efek dilarang membuat ketentuan yang
menghambat anggotanya menjadi Anggota Bursa Efek
lain atau menghambat adanya persaingan yang
sehat.
Pasal 11
Peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek,
termasuk perubahannya, mulai berlaku setelah
mendapat persetujuan Bapepam.
Pasal 12
(1) Bursa Efek wajib mempunyai satuan pemeriksa yang bertugas
menjalankan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan sewaktu-waktu
terhadap anggotanya serta terhadap kegiatan Bursa Efek.
(2) Pimpinan satuan pemeriksa wajib melaporkan secara langsung
kepada direksi, dewan komisaris Bursa Efek, dan Bapepam tentang
masalah-masalah material yang ditemuinya serta yang dapat
mempengaruhi suatu Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek atau
Bursa Efek yang bersangkutan.
(3) Bursa Efek wajib menyediakan semua laporan satuan pemeriksa
setiap saat apabila diperlukan oleh Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Bagian…
Bagian Kedua
Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian
Paragraf 1
Perizinan
Pasal 13
(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga
Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Tujuan dan Kepemilikan
Pasal 14
(1) Lembaga Kliring dan Penjaminan didirikan dengan tujuan
menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi
Bursa yang teratur, wajar, dan efisien.
(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian didirikan dengan tujuan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
menyediakan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi
yang teratur, wajar, dan efisien.
(3) Lembaga...
(3) Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian dapat memberikan jasa lain berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bapepam.
(4) Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring
dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
wajib disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan
dilaporkan kepada Bapepam.
Pasal 15
(1) Yang dapat menjadi pemegang saham Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah
Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank
Kustodian, atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.
(2) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib dimiliki
oleh Bursa Efek.
Paragraf 3
Peraturan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Pasal 16
(1) Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menetapkan peraturan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
mengenai kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi
Bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa.
(2) Lembaga...
(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib menetapkan
peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa penyelesaian
transaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai biaya pemakaian jasa.
(3) Penentuan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Lembaga
Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian.
Pasal 17
Peraturan yang wajib ditetapkan oleh Lembaga
Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian, termasuk perubahannya, mulai
berlaku setelah mendapat persetujuan Bapepam.
BAB IV
REKSA DANA
Bagian Kesatu
Bentuk Hukum dan Perizinan
Pasal 18
(1) Reksa Dana dapat berbentuk:
a. Perseroan; atau
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
b. kontrak investasi kolektif.
(2) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat
bersifat terbuka atau tertutup.
(3) Yang dapat menjalankan usaha Reksa Dana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a adalah Perseroan yang telah memperoleh izin
usaha dari Bapepam.
(4) Reksa...
(4) Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya
dapat dikelola oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak.
(5) Persyaratan dan tata cara perizinan Reksa Dana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
(1) Pemegang saham Reksa Dana terbuka dapat menjual kembali
sahamnya kepada Reksa Dana.
(2) Dalam hal pemegang saham melakukan penjualan kembali, Reksa
Dana terbuka wajib membeli saham-saham tersebut.
(3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
hanya dapat dilakukan apabila:
a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana
diperdagangkan ditutup;
b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa
Dana di Bursa Efek dihentikan;
c. keadaan darurat; atau
d. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan
investasi setelah mendapat persetujuan Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Pasal 20
(1) Manajer Investasi sebagai pengelola Reksa Dana terbuka berbentuk
kontrak investasi kolektif dapat menjual dan membeli kembali Unit
Penyertaan secara terus-menerus sampai dengan jumlah Unit
Penyertaan yang ditetapkan dalam kontrak.
(2) Dalam...
(2) Dalam hal pemegang Unit Penyertaan melakukan penjualan
kembali, Manajer Investasi wajib membeli kembali Unit Penyertaan
tersebut.
(3) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
hanya dapat dilakukan apabila:
a. Bursa Efek di mana sebagian besar Portofolio Efek Reksa Dana
diperdagangkan ditutup;
b. perdagangan Efek atas sebagian besar Portofolio Efek Reksa
Dana di Bursa Efek dihentikan;
c. keadaan darurat; atau
d. terdapat hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak pengelolaan
investasi setelah mendapat persetujuan Bapepam.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 21
(1) Pengelolaan Reksa Dana, baik yang berbentuk Perseroan maupun
yang berbentuk kontrak investasi kolektif, dilakukan oleh Manajer
Investasi berdasarkan kontrak.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
(2) Kontrak pengelolaan Reksa Dana berbentuk Perseroan dibuat oleh
direksi dengan Manajer Investasi.
(3) Kontrak pengelolaan Reksa Dana terbuka berbentuk kontrak
investasi kolektif dibuat antara Manajer Investasi dan Bank
Kustodian.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur
lebih lanjut oleh Bapepam.
Pasal 22…
Pasal 22
Manajer Investasi Reksa Dana terbuka berbentuk
Perseroan dan kontrak investasi kolektif wajib
menghitung nilai pasar wajar dari Efek dalam
portofolio setiap hari bursa berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.
Pasal 23
Nilai saham Reksa Dana terbuka berbentuk
Perseroan dan nilai Unit Penyertaan kontrak
investasi kolektif ditentukan berdasarkan nilai
aktiva bersih.
Pasal 24
(1) Reksa Dana dilarang menerima dan atau memberikan pinjaman
secara langsung.
(2) Reksa Dana dilarang membeli saham atau Unit Penyertaan Reksa
Dana lainnya.
(3) Pembatasan investasi Reksa Dana diatur lebih lanjut oleh Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Pasal 25
(1) Semua kekayaan Reksa Dana wajib disimpan pada Bank Kustodian.
(2) Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang
terafiliasi dengan Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana.
(3) Reksa Dana wajib menghitung nilai aktiva bersih dan
mengumumkannya.
Pasal 26…
Pasal 26
(1) Kontrak penyimpanan kekayaan Reksa Dana berbentuk Perseroan
dibuat oleh direksi Reksa Dana dengan Bank Kustodian.
(2) Kontrak penyimpanan kekayaan investasi kolektif dibuat antara
Manajer Investasi dan Bank Kustodian.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Bapepam.
Pasal 27
(1) Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk
kepentingan Reksa Dana.
(2) Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Manajer Investasi tersebut
wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena
tindakannya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Pasal 28
(1) Saham Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan diterbitkan tanpa
nilai nominal.
(2) Pada saat pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan, paling sedikit
1% (satu perseratus) dari modal dasar Reksa Dana telah
ditempatkan dan disetor.
(3) Pelaksanaan...
(3) Pelaksanaan pembelian kembali saham Reksa Dana berbentuk
Perseroan dan pengalihan lebih lanjut saham tersebut dapat
dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham.
(4) Dana yang digunakan untuk membeli kembali saham Reksa Dana
berbentuk Perseroan berasal dari kekayaan Reksa Dana.
Pasal 29
(1) Reksa Dana yang berbentuk Perseroan tidak diwajibkan untuk
membentuk dana cadangan.
(2) Dalam hal Reksa Dana membentuk dana cadangan, besarnya dana
cadangan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.
BAB V
PERUSAHAAN EFEK, WAKIL PERUSAHAAN EFEK,
DAN PENASIHAT INVESTASI
Bagian Kesatu
Perizinan Perusahaan Efek
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Pasal 30
(1) Yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek
adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
(2) Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan kegiatan sebagai
Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer
Investasi serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bapepam.
(3) Pihak...
(3) Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi
Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi hanya
untuk Efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak lebih dari
satu tahun, sertifikat deposito, polis asuransi, Efek yang diterbitkan
atau dijamin Pemerintah Indonesia, atau Efek lain yang ditetapkan
oleh Bapepam tidak diwajibkan untuk memperoleh izin usaha
sebagai Perusahaan Efek.
(4) Persyaratan dan tata cara perizinan Perusahaan Efek diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
Perusahaan Efek bertanggung jawab terhadap segala
kegiatan yang berkaitan dengan Efek yang
dilakukan oleh direktur, pegawai, dan Pihak lain
yang bekerja untuk perusahaan tersebut.
Bagian Kedua
Perizinan Wakil Perusahaan Efek
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Pasal 32
(1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi
Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer
Investasi hanya orang perseorangan yang telah memperoleh izin
dari Bapepam.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Wakil Perusahaan Efek diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33…
Pasal 33
(1) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai
Wakil Penjamin Emisi Efek dapat bertindak sebagai Wakil
Perantara Pedagang Efek.
(2) Orang perseorangan yang memiliki izin untuk bertindak sebagai
Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, atau
Wakil Manajer Investasi dilarang bekerja pada lebih dari satu
Perusahaan Efek.
Bagian Ketiga
Perizinan Penasihat Investasi
Pasal 34
(1) Yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penasihat Investasi adalah
Pihak yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Penasihat Investasi diatur lebih
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pedoman Perilaku
Pasal 35
Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dilarang:
a. menggunakan pengaruh atau mengadakan tekanan yang
bertentangan dengan kepentingan nasabah;
b. mengungkapkan…
b. mengungkapkan nama atau kegiatan nasabah, kecuali diberi
instruksi secara tertulis oleh nasabah atau diwajibkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengemukakan fakta
yang material kepada nasabah mengenai kemampuan usaha atau
keadaan keuangannya;
d. merekomendasikan kepada nasabah untuk membeli atau menjual
Efek tanpa memberitahukan adanya kepentingan Perusahaan Efek
dan Penasihat Investasi dalam Efek tersebut; atau
e. membeli atau memiliki Efek untuk rekening Perusahaan Efek itu
sendiri atau untuk rekening Pihak terafiliasi jika terdapat kelebihan
permintaan beli dalam Penawaran Umum dalam hal Perusahaan
Efek tersebut bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek atau agen
penjualan, kecuali pesanan Pihak yang tidak terafiliasi telah
terpenuhi seluruhnya.
Pasal 36
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib:
a. mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan investasi
nasabahnya; dan
b. membuat dan menyimpan catatan dengan baik mengenai pesanan,
transaksi, dan kondisi keuangannya.
Pasal 37
Perusahaan Efek yang menerima Efek dari nasabahnya wajib:
a. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari
rekening Perusahaan Efek; dan
b. menyelenggarakan…
b. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah
dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta
nasabahnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bapepam.
Pasal 38
Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Perantara
Pedagang Efek dilarang melakukan transaksi atas
Efek yang tercatat pada Bursa Efek untuk Pihak
terafiliasi atau kepentingan sendiri apabila
nasabah yang tidak terafiliasi dari Perusahaan
Efek tersebut telah memberikan instruksi untuk
membeli dan atau menjual Efek yang bersangkutan
dan Perusahaan Efek tersebut belum melaksanakan
instruksi tersebut.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Pasal 39
Penjamin Emisi Efek wajib mematuhi semua
ketentuan dalam kontrak penjaminan emisi Efek
sebagaimana dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran.
Pasal 40
Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin
Emisi Efek harus mengungkapkan dalam Prospektus
adanya hubungan Afiliasi atau hubungan lain yang
bersifat material antara Perusahaan Efek dengan
Emiten.
Pasal 41…
...
Pasal 41
Dalam hal Perusahaan Efek bertindak sebagai
Manajer Investasi dan juga sebagai Perantara
Pedagang Efek atau Pihak terafiliasi dari
Perusahaan Efek tersebut bertindak sebagai
Perantara Pedagang Efek untuk Reksa Dana,
Perusahaan Efek atau Pihak terafiliasi dimaksud
dilarang memungut komisi atau biaya dari Reksa
Dana yang lebih tinggi dari komisi atau biaya
yang dipungut oleh Perantara Pedagang Efek yang
tidak terafiliasi.
Pasal 42
Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Manajer
Investasi atau Pihak terafiliasinya dilarang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
menerima imbalan dalam bentuk apa pun, baik
langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi Manajer Investasi yang bersangkutan
untuk membeli atau menjual Efek untuk Reksa Dana.
BAB VI
LEMBAGA PENUNJANG PASAR MODAL
Bagian Kesatu
Kustodian
Paragraf 1
Persetujuan
Pasal 43
(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian
adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek,
atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam.
(2) Persyaratan...
(2) Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan bagi Bank Umum
sebagai Kustodian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Efek yang Dititipkan
Pasal 44
(1) Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung
jawab untuk menyimpan Efek milik pemegang rekening dan
memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara Kustodian
dan pemegang rekening dimaksud.
(2) Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
(3) Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek Kustodian
bukan merupakan bagian dari harta Kustodian tersebut.
Pasal 45
Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana
yang tercatat pada rekening Efek atas perintah
tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang
diberi wewenang untuk bertindak atas namanya.
Pasal 46
Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada
pemegang rekening atas setiap kerugian yang
timbul akibat kesalahannya.
Pasal 47…
Pasal 47
(1) Kustodian atau Pihak terafiliasinya dilarang memberikan
keterangan mengenai rekening Efek nasabah kepada Pihak mana
pun, kecuali kepada:
a. Pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau
ahli waris pemegang rekening;
b. Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk kepentingan peradilan perkara
pidana;
c. Pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perdata atas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
permintaan Pihak-Pihak yang berperkara;
d. Pejabat Pajak untuk kepentingan perpajakan;
e. Bapepam, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Emiten, Biro Administrasi Efek, atau Kustodian lain dalam
rangka melaksanakan fungsinya masing-masing; atau
f. Pihak yang memberikan jasa kepada Kustodian, termasuk
konsultan, Konsultan Hukum, dan Akuntan.
(2) Setiap Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf f yang memperoleh keterangan mengenai rekening
Efek nasabah dari Kustodian atau afiliasinya dilarang memberikan
keterangan dimaksud kepada Pihak mana pun, kecuali diperlukan
dalam pelaksanaan fungsinya masing-masing.
(3) Permintaan...
(3) Permintaan untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek
nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa
Agung, Ketua Mahkamah Agung atau pejabat yang ditunjuk, dan
Direktur Jenderal Pajak kepada Bapepam untuk memperoleh
persetujuan dengan menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa,
hakim atau pejabat pajak, nama atau nomor pemegang rekening,
sebab-sebab keterangan diperlukan, dan alasan permintaan
dimaksud.
Bagian Kedua
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Biro Administrasi Efek
Pasal 48
(1) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro
Administrasi Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin
usaha dari Bapepam.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan Biro Administrasi Efek
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1) Pendaftaran pemilikan Efek dalam buku daftar pemegang Efek
Emiten dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek dapat
dilakukan oleh Biro Administrasi Efek berdasarkan kontrak yang
dibuat oleh Emiten dengan Biro Administrasi Efek dimaksud.
(2) Kontrak...
(2) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib secara jelas
memuat hak dan kewajiban Biro Administrasi Efek dan Emiten,
termasuk kewajiban kepada pemegang Efek.
Bagian Ketiga
Wali Amanat
Pasal 50
(1) Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat dapat dilakukan oleh:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
a. Bank Umum; dan
b. Pihak lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali
Amanat, Bank Umum atau Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam.
(3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan Afiliasi dengan
Emiten, kecuali hubungan Afiliasi tersebut terjadi karena
kepemilikan atau penyertaan modal Pemerintah.
(2) Wali Amanat mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang
baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(3) Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten
dalam jumlah sesuai dengan ketentuan Bapepam yang dapat
mengakibatkan benturan kepentingan antara Wali Amanat sebagai
kreditur dan wakil pemegang Efek bersifat utang.
(4) Penggunaan...
(4) Penggunaan jasa Wali Amanat ditentukan dalam peraturan
Bapepam.
Pasal 52
Emiten dan Wali Amanat wajib membuat kontrak
perwaliamanatan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bapepam.
Pasal 53
Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
pemegang Efek bersifat utang atas kerugian karena
kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan
atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak
perwaliamanatan.
Pasal 54
Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung
dalam emisi Efek bersifat utang yang sama.
BABVII
PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSA
DAN PENITIPAN KOLEKTIF
Bagian Kesatu
Penyelesaian Transaksi Bursa
Pasal 55
(1) Penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan dengan
penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Lembaga...
(2) Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin penyelesaian
Transaksi Bursa.
(3) Tata cara dan jaminan penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada kontrak
antara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
(4) Untuk menjamin penyelesaian Transaksi Bursa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Lembaga Kliring dan Penjaminan dapat
menetapkan dana jaminan yang wajib dipenuhi oleh pemakai jasa
Lembaga Kliring dan Penjaminan.
(5) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan penetapan dana
jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mulai berlaku
setelah mendapat persetujuan Bapepam.
Bagian Kedua
Penitipan Kolektif
Pasal 56
(1) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas
nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk kepentingan
pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
yang bersangkutan.
(2) Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian atau
Perusahaan Efek yang dicatat dalam rekening Efek pada Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian dicatat atas nama Bank Kustodian
atau Perusahaan Efek dimaksud untuk kepentingan pemegang
rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek tersebut.
(3) Apabila...
(3) Apabila Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian
merupakan bagian dari Portofolio Efek dari suatu kontrak investasi
kolektif dan tidak termasuk dalam Penitipan Kolektif pada
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Efek tersebut
dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Bank
Kustodian untuk kepentingan pemilik Unit Penyertaan dari kontrak
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
investasi kolektif tersebut.
(4) Emiten wajib menerbitkan sertifikat atau konfirmasi kepada
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) atau Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) sebagai tanda bukti pencatatan dalam buku daftar
pemegang Efek Emiten.
(5) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau
Perusahaan Efek wajib menerbitkan konfirmasi kepada pemegang
rekening sebagai tanda bukti pencatatan dalam rekening Efek
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 57
Dalam Penitipan Kolektif, Efek dari jenis dan
klasifikasi yang sama yang diterbitkan oleh
Emiten tertentu dianggap sepadan dan dapat
dipertukarkan antara satu dan yang lain.
Pasal 58
(1) Kustodian wajib mencatat mutasi kepemilikan Efek dalam
Penitipan Kolektif dengan menambah dan mengurangi Efek pada
masing-masing rekening Efek.
(2) Emiten...
(2) Emiten wajib memutasikan Efek dalam Penitipan Kolektif yang
terdaftar atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau
Bank Kustodian dalam buku daftar pemegang Efek Emiten menjadi
atas nama Pihak yang ditunjuk oleh Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian atau Bank Kustodian.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
(3) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif
apabila Efek tersebut hilang atau musnah, kecuali Pihak yang
meminta mutasi dimaksud memberikan bukti dan atau jaminan yang
cukup bagi Emiten.
(4) Emiten wajib menolak pencatatan Efek ke dalam Penitipan Kolektif
apabila Efek tersebut dijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan
berdasarkan penetapan pengadilan, atau disita untuk kepentingan
pemeriksaan perkara pidana.
Pasal 59
(1) Pemegang rekening sewaktu-waktu berhak menarik dana dan atau
Efek dari rekening efeknya pada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian.
(2) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menolak penarikan
dana dan atau pemutasian Efek dari rekening Efek sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika rekening Efek dimaksud diblokir,
dibekukan, atau dijaminkan.
(3) Pemblokiran rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian atas perintah tertulis dari Bapepam atau berdasarkan
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Daerah, Kepala
Kejaksaan Tinggi, atau Ketua Pengadilan Tinggi untuk kepentingan
peradilan dalam perkara perdata atau pidana.
Pasal 60…
Pasal 60
(1) Pemegang rekening yang efeknya tercatat dalam Penitipan Kolektif
berhak mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
(2) Emiten, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian,
atau Perusahaan Efek wajib segera menyerahkan dividen, bunga,
saham bonus, atau hak-hak lain sehubungan dengan pemilikan Efek
dalam Penitipan Kolektif kepada pemegang rekening.
Pasal 61
Efek dalam Penitipan Kolektif, kecuali Efek atas
rekening Reksa Dana, dapat dipinjamkan atau
dijaminkan.
Pasal 62
Anggaran dasar Emiten wajib memuat ketentuan
mengenai Penitipan Kolektif.
Pasal 63
Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diatur
lebih lanjut oleh Bapepam.
BABVIII
PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 64
(1) Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri dari:
a.
a. Akuntan;
b. Konsultan Hukum;
Akuntan;...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
c. Penilai;
d. Notaris; dan
e. Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Untuk dapat melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal, Profesi
Penunjang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam.
(3) Persyaratan dan tata cara pendaftaran Profesi Penunjang Pasar
Modal ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
(1) Pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal di Bapepam menjadi
batal apabila izin profesi yang bersangkutan dicabut oleh instansi
yang berwenang.
(2) Jasa dari Profesi Penunjang Pasar Modal di bidang Pasar Modal
yang telah diberikan sebelumnya tidak menjadi batal karena
batalnya pendaftaran profesi, kecuali apabila jasa yang diberikan
tersebut merupakan sebab dibatalkannya pendaftaran atau
dicabutnya izin profesi yang bersangkutan.
(3) Dalam hal pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dibatalkan,
Bapepam dapat melakukan pemeriksaan atau penilaian atas jasa lain
berkaitan dengan Pasar Modal yang telah diberikan sebelumnya
oleh Profesi Penunjang Pasar Modal dimaksud untuk menentukan
berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut.
(4) Dalam...
(4) Dalam hal Bapepam memutuskan bahwa jasa yang diberikan oleh
Profesi Penunjang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tidak berlaku, Bapepam dapat mewajibkan perusahaan yang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut untuk
menunjuk Profesi Penunjang Pasar Modal lain untuk melakukan
pemeriksaan dan penilaian atas perusahaan dimaksud.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 66
Setiap Profesi Penunjang Pasar Modal wajib
menaati kode etik dan standar profesi yang
ditetapkan oleh asosiasi profesi masing-masing
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini dan atau peraturan pelaksanaannya.
Pasal 67
Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang Pasar
Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal wajib
memberikan pendapat atau penilaian yang
independen.
Pasal 68
Akuntan yang terdaftar pada Bapepam yang memeriksa laporan keuangan
Emiten, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Pihak lain yang melakukan kegiatan
di bidang Pasar Modal wajib menyampaikan pemberitahuan yang
sifatnya rahasia kepada Bapepam selambat-lambatnya dalam waktu 3
(tiga) hari kerja sejak ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut:
a.
a.
pelanggaran…
pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; atau
b.
hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga
dimaksud atau kepentingan para nasabahnya.
Bagian Ketiga
Standar Akuntansi
Pasal 69
(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib
disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
(2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang
Pasar Modal.
BABIX
EMITEN DAN PERUSAHAAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Pernyataan Pendaftaran
Pasal 70
(1) Yang dapat melakukan Penawaran Umum hanyalah Emiten yang
telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam
untuk menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan
Pernyataan Pendaftaran tersebut telah efektif.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi
Pihak yang melakukan:
a. penawaran...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
a. penawaran Efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak
lebih dari satu tahun;
b. penerbitan sertifikat deposito;
c. penerbitan polis asuransi;
d. penawaran Efek yang diterbitkan dan dijamin Pemerintah
Indonesia; atau
e. penawaran Efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam.
Pasal 71
Tidak satu Pihak pun dapat menjual Efek dalam
Penawaran Umum, kecuali pembeli atau pemesan
menyatakan dalam formulir pemesanan Efek bahwa
pembeli atau pemesan telah menerima atau
memperoleh kesempatan untuk membaca Prospektus
berkenaan dengan Efek yang bersangkutan sebelum
atau pada saat pemesanan dilakukan.
Pasal 72
(1) Penjamin Pelaksana Emisi Efek ditunjuk oleh Emiten.
(2) Dalam hal Penjamin Pelaksana Emisi Efek lebih dari satu, Penjamin
Pelaksana Emisi Efek bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, atas penyelenggaraan Penawaran Umum.
(3) Penjamin Pelaksana Emisi Efek dan Emiten bertanggung jawab atas
kebenaran dan kelengkapan Pernyataan Pendaftaran yang
disampaikan kepada Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Pasal 73…
Pasal 73
Setiap Perusahaan Publik wajib menyampaikan
Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam.
Bagian Kedua
Tata Cara Penyampaian Pernyataan Pendaftaran
Pasal 74
(1) Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif pada hari ke-45 (keempat
puluh lima) sejak diterimanya Pernyataan Pendaftaran secara
lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif
oleh Bapepam.
(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi
dari Emiten atau Perusahaan Publik.
(3) Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik menyampaikan
perubahan atau tambahan informasi, Pernyataan Pendaftaran
tersebut dianggap telah disampaikan kembali pada tanggal
diterimanya perubahan atau tambahan informasi tersebut.
(4) Pernyataan Pendaftaran tidak dapat menjadi efektif sampai saat
informasi tambahan atau perubahan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diterima dan telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 41 -
Pasal 75…
Pasal 75
(1) Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan,
objektivitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen
Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan
Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan.
(2) Bapepam tidak memberikan penilaian atas keunggulan dan
kelemahan suatu Efek.
Pasal 76
Jika dalam Pernyataan Pendaftaran dinyatakan
bahwa Efek akan dicatatkan pada Bursa Efek dan
ternyata persyaratan pencatatan tidak dipenuhi,
penawaran atas Efek batal demi hukum dan
pembayaran pesanan Efek dimaksud wajib
dikembalikan kepada pemesan.
Pasal 77
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
penyampaian Pernyataan Pendaftaran diatur lebih
lanjut oleh Bapepam.
Bagian Ketiga
Prospektus dan Pengumuman
Pasal 78
(1) Setiap Prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar
tentang Fakta Material atau tidak memuat keterangan yang benar
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
tentang Fakta Material yang diperlukan agar Prospektus tidak
memberikan gambaran yang menyesatkan.
(2) Setiap...
(2) Setiap Pihak dilarang menyatakan, baik langsung maupun tidak
langsung, bahwa Bapepam telah menyetujui, mengizinkan, atau
mengesahkan suatu Efek, atau telah melakukan penelitian atas
berbagai segi keunggulan atau kelemahan dari suatu Efek.
(3) Ketentuan mengenai Prospektus diatur lebih lanjut oleh Bapepam.
Pasal 79
(1) Setiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan
suatu Penawaran Umum dilarang memuat keterangan yang tidak
benar tentang Fakta Material dan atau tidak memuat pernyataan
tentang Fakta Material yang diperlukan agar keterangan yang
dimuat di dalam pengumuman tersebut tidak memberikan gambaran
yang menyesatkan.
(2) Hal-hal yang diumumkan dan isi serta persyaratan pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
Bagian…
Bagian Keempat
Tanggung Jawab atas Informasi
yang Tidak Benar atau Menyesatkan
Pasal 80
(1) Jika Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum
memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau
tidak memuat informasi tentang Fakta Material sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya
sehingga informasi dimaksud menyesatkan, maka setiap Pihak yang
menandatangani Pernyataan Pendaftaran direktur dan komisaris
Emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif
Penjamin Pelaksana Emisi Efek; dan Profesi Penunjang Pasar
Modal atau Pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan
dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran
wajib bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, atas kerugian yang timbul akibat perbuatan
dimaksud.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d hanya
bertanggung jawab atas pendapat atau keterangan yang
diberikannya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
dalam hal Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan
huruf d dapat membuktikan bahwa Pihak yang bersangkutan telah
bertindak secara profesional dan telah mengambil langkah-langkah
yang cukup untuk memastikan bahwa:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 44 -
a. pernyataan atau keterangan yang dimuat dalam Pernyataan
Pendaftaran adalah benar; dan
b.
tidak...
b. tidak ada Fakta Material yang diketahuinya yang tidak dimuat
dalam Pernyataan Pendaftaran yang diperlukan agar Pernyataan
Pendaftaran tersebut tidak menyesatkan.
(4) Tuntutan ganti rugi dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun sejak Pernyataan Pendaftaran efektif.
Pasal 81
(1) Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan
menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis
maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang
Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material
dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui
mengenai hal tersebut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul akibat perbuatan dimaksud.
(2) Pembeli Efek yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak
benar dan menyesatkan sebelum melaksanakan pembelian Efek
tersebut tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap
kerugian yang timbul dari transaksi Efek dimaksud.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
Bagian…
Bagian Kelima
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan,
Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 82
(1) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk
memberikan hak memesan Efek terlebih dahulu kepada setiap
pemegang saham secara proporsional apabila Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut menerbitkan saham atau Efek yang
dapat ditukar dengan saham Emiten atau Perusahaan Publik
tersebut.
(2) Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk
memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen
apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut melakukan
transaksi di mana kepentingan ekonomis Emiten atau Perusahaan
Publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi
direktur, komisaris, atau pemegang saham utama Emiten atau
Perusahaan Publik dimaksud.
(3) Persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan Efek terlebih
dahulu dan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut oleh Bapepam.
Pasal 83
Setiap Pihak yang melakukan penawaran tender
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
untuk membeli Efek Emiten atau Perusahaan Publik
wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan,
kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh
Bapepam.
Pasal 84…
Pasal 84
Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan
perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan
mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan
yang ditetapkan oleh Bapepam dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku.
BABX
PELAPORAN DAN KETERBUKAAN INFORMASI
Pasal 85
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana,
Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Biro
Administrasi Efek, Bank Kustodian, Wali Amanat,
dan Pihak lainnya yang telah memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam wajib
menyampaikan laporan kepada Bapepam.
Pasal 86
(1) Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau
Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan secara berkala
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada
masyarakat; dan menyampaikan laporan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang
dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir
hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.
(2) Emiten...
(2) Emiten atau Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya
telah menjadi efektif dapat dikecualikan dari kewajiban untuk
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.
Pasal 87
(1) Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik wajib
melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap
perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.
(2) Setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima
perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik wajib melaporkan
kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap perubahan
kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib
disampaikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak terjadinya
kepemilikan atau perubahan kepemilikan atas saham Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut.
Pasal 88
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 48 -
Ketentuan dan tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Pasal 86,
dan Pasal 87 diatur lebih lanjut oleh Bapepam.
Pasal 89
(1) Informasi yang wajib disampaikan oleh setiap Pihak kepada
Bapepam berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum.
(2) Pengecualian...
(2) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh Bapepam.
BABXI
PENIPUAN, MANIPULASI PASAR, DAN
PERDAGANGAN ORANG DALAM
Pasal 90
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung
atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana
dan atau cara apa pun;
b.
turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau
tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang
dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat
pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau
dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau
menjual Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 49 -
Pasal 91
Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik
langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan
untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan
mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar,
atau harga Efek di Bursa Efek.
Pasal 92…
Pasal 92
Setiap Pihak,
baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang
melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik
langsung maupun tidak langsung, sehingga
menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik,
atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain
untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.
Pasal 93
Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila
pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan:
a.
Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui
bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak
benar atau menyesatkan; atau
b.
Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
tersebut.
Pasal 94
Bapepam dapat menetapkan tindakan tertentu yang
dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bukan
merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92.
Pasal 95…
Pasal 95
Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai
informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas
Efek:
a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
b.
perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau
Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Pasal 96
Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang:
a. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas Efek dimaksud; atau
b. memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut
diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk
melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 51 -
Pasal 97
(1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang
dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian
memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan
yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
95 dan Pasal 96.
(2) Setiap...
(2) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang
dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak
dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi
tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa
pembatasan.
Pasal 98
Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten
atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila:
a.
b.
Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada
nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan.
Pasal 99
transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri,
tetapi atas perintah nasabahnya; dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 52 -
Bapepam dapat menetapkan transaksi Efek yang
tidak termasuk transaksi Efek yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
BABXII
PEMERIKSAAN
Pasal 100
(1) Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap Pihak
yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya.
(2) Dalam...
(2) Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam mempunyai wewenang untuk:
a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari Pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya atau
Pihak lain apabila dianggap perlu;
b. mewajibkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan
tertentu;
c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan,
pembukuan, dan atau dokumen lain, baik milik Pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya maupun
milik Pihak lain apabila dianggap perlu; dan atau
d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan Pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 53 -
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk
melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka
penyelesaian kerugian yang timbul.
(3) Pengaturan mengenai tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Setiap pegawai Bapepam yang diberi tugas atau Pihak lain yang
ditunjuk oleh Bapepam untuk melakukan pemeriksaan dilarang
memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi
yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana
pun, selain dalam rangka upaya mencapai tujuan Bapepam atau jika
diharuskan oleh Undang-undang lainnya.
BABXIII…
BABXIII
PENYIDIKAN
Pasal 101
(1) Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya
mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau
membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam
menetapkan dimulainya tindakan penyidikan.
(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan
ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang :
a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 54 -
seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal;
b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal;
c. melakukan penelitian terhadap Pihak yang diduga melakukan
atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal;
d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang
bukti dari setiap Pihak yang disangka melakukan, atau sebagai
saksi dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal;
e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal;
f. melakukan...
f. melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga
terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang
dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di
bidang Pasar Modal;
g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari
Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana
di bidang Pasar Modal;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; dan
i. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.
(4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Bapepam mengajukan permohonan izin kepada
Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan
keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 55 -
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta bantuan aparat
penegak hukum lain.
(7) Setiap pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Bapepam yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan dilarang
memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi
yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana
pun, selain dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan Bapepam
atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya.
BAB XIV…
BABXIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 102
(1) Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang
dilakukan oleh setiap Pihak yang memperoleh izin, persetujuan,
atau pendaftaran dari Bapepam.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 56 -
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan persetujuan; dan
g. pembatalan pendaftaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BABXV…
BABXV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 103
(1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin,
persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50,
dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa memperoleh izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 57 -
Pasal 104
Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92,
Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1),
dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 105
Manajer Investasi dan atau Pihak terafiliasinya
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 diancam dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 106…
Pasal 106
(1) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 107
Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu
atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 58 -
Bapepam,
menghapuskan,
menghilangkan,
mengubah,
memusnahkan,
mengaburkan,
menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari
Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau
pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 108
Ancaman pidana penjara atau pidana kurungan dan
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal
104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku
pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak
langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan
pelanggaran Pasal-Pasal dimaksud.
Pasal 109…
Pasal 109
Setiap Pihak yang tidak mematuhi atau menghambat
pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 110
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2),
Pasal 105, dan Pasal 109 adalah pelanggaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 59 -
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1),
Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan.
BABXVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 111
Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai
akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini
dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut
ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki
tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau
Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas
pelanggaran tersebut.
Pasal 112…
Pasal 112
Bapepam dan Bank Indonesia wajib mengadakan
konsultasi dan atau koordinasi sesuai dengan
fungsi masing-masing dalam mengawasi kegiatan
Kustodian dan Wali Amanat serta kegiatan lain
yang
ditetapkan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang dilakukan oleh Bank Umum
di Pasar Modal.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 60 -
BABXVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 113
Setiap perusahaan yang telah memenuhi kriteria
sebagai Perusahaan Publik sebagaimana diatur
dalam Undang-undang ini dan belum menyampaikan
Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam sampai
dengan tanggal diundangkannya Undang-undang ini
wajib memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah
Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 114
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka:
a. semua peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan
sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau
belum diatur yang baru berdasarkan Undang-undang ini;
b. semua izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, dan
pendaftaran yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya
Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku;
c.
Pernyataan…
c.
Pernyataan Pendaftaran dan permohonan izin usaha, persetujuan,
dan pendaftaran yang telah diajukan sebelum berlakunya
Undang-undang ini diselesaikan berdasarkan ketentuan yang
berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini; dan
d.
kegiatan kliring, penyelesaian transaksi Efek, dan penyimpanan
Efek yang selama ini dilaksanakan oleh satu perusahaan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 61 -
berdasarkan izin usaha sebagai Lembaga Kliring Penyimpanan dan
Penyelesaian tetap dapat dilaksanakan untuk jangka waktu
sebagaimana ditetapkan oleh Bapepam.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 115
Dengan
berlakunya
Undang-undang
ini,
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang
penetapan Undang-undang Darurat tentang Bursa
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor
67) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 116
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 1996.
Agar…
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan
Undang-undang
ini
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
dengan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 62 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 64
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1995
TENTANG
PASAR MODAL
UMUM
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata,
serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan
demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pencerminan
kehendak ini antara lain dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang
menegaskan bahwa "Sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah
terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri
dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa
Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama
manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa". Sedangkan di bidang ekonomi sasaran Pembangunan
Jangka Panjang Kedua, antara lain, adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan
andal, dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang
cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap.
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut diperlukan berbagai sarana penunjang, antara
lain berupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai
kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.
Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi
adalah ketentuan di bidang Pasar Modal yang pada saat ini masih didasarkan pada
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang penetapan "Undang-undang Darurat
tentang Bursa (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Dengan lahirnya Undang-undang tentang
Pasar Modal diharapkan Pasar Modal dapat memberikan kontribusi yang lebih besar
dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunan di bidang ekonomi dapat tercapai.
Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal
mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha,
termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain
Pasar Modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil
dan menengah.
Ketentuan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Ketentuan yang mengatur tentang kegiatan Pasar Modal yaitu Undang-undang Nomor 15
Tahun 1952 tentang penetapan "Undang-undang Darurat tentang Bursa (Lembaran
Negara Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1952
Nomor 67) tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada
pada saat ini oleh karena ketentuan yang ada dalam Undang-undang tersebut tidak
mengatur hal-hal yang sangat penting dalam kegiatan Pasar Modal, yaitu kewajiban
Pihak-Pihak dalam suatu Penawaran Umum untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan, serta
terutama ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan kepada masyarakat
umum. Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi, ditambah
lagi dengan globalisasi ekonomi, maka sudah saatnya apabila ketentuan-ketentuan tentang
kegiatan Pasar Modal diatur dalam suatu Undang-undang yang baru, dengan tetap
mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Di dalam Undang-undang ini diatur tentang adanya kewajiban bagi perusahaan yang
melakukan Penawaran Umum atau perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai
Perusahaan Publik untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan usahanya, baik dari
segi keuangan, manajemen, produksi maupun hal yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya kepada masyarakat. Informasi tersebut mempunyai arti yang sangat penting bagi
masyarakat sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu,
dalam Undang-undang ini diatur mengenai adanya ketentuan yang mewajibkan Pihak
yang melakukan Penawaran Umum dan memperdagangkan efeknya di pasar sekunder
untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan. Kegagalan atas kewajiban tersebut mengakibatkan
Pihak yang melakukan atau yang terkait dengan Penawaran Umum bertanggung jawab
atas kerugian yang diderita masyarakat dan dapat dituntut secara pidana apabila ternyata
terkandung unsur penipuan. Dalam kaitannya dengan itu, di dalam Undang-undang ini
diatur pula kewajiban-kewajiban yang melingkupi Pihak-Pihak yang berkaitan dengan
Penawaran Umum seperti Penjamin Emisi Efek, Akuntan, Konsultan Hukum, Notaris,
Penilai, dan profesi lainnya, untuk mematuhi kewajiban-kewajiban yang harus mereka
penuhi, disertai dengan ancaman berupa sanksi ganti rugi dan atau ancaman pidana atas
kegagalan mematuhi kewajiban yang ada berdasarkan Undang-undang ini.
Di dalam Undang-undang ini juga diatur tentang adanya sistem perdagangan di pasar
sekunder agar Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menjalankan fungsi masing-masing agar
perdagangan dapat dilakukan secara teratur, wajar, dan efisien.
Selanjutnya, agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan dan dilaksanakan secara teratur
dan wajar, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari praktik yang merugikan
dan tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini, maka Badan
Pengawas Pasar Modal diberi kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan
ketentuan yang ada dalam Undang-undang ini. Kewenangan tersebut antara lain
kewenangan untuk melakukan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
PASAL…
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Huruf a
Yang dimaksud dalam huruf ini dengan:
1) hubungan keluarga karena perkawinan adalah hubungan seseorang
dengan:
a) suami atau istri;
b) orang tua dari suami atau istri dan suami atau istri dari anak
(derajat I vertikal);
c) kakek dan nenek dari suami atau istri dan suami atau istri dari
cucu (derajat II vertikal);
d)
saudara dari suami atau istri beserta suami atau istrinya dari
saudara yang bersangkutan (derajat II horizontal); dan
e) suami atau istri dari saudara orang yang bersangkutan (derajat
II horizontal).
2) hubungan keluarga karena keturunan adalah hubungan seseorang
dengan:
a)
orang tua dan anak (derajat I vertikal);
b) kakek dan nenek serta cucu (derajat II vertikal); dan
c)
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pegawai dalam huruf ini adalah seseorang yang
bekerja pada Pihak lain, di mana Pihak lain tersebut mempunyai
kewenangan untuk mengendalikan dan mengarahkan orang dimaksud
untuk melakukan pekerjaan dengan memperoleh upah atau gaji secara
berkala.
Huruf c
Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat 1
(satu) atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama adalah
sebagai berikut:
Tuan A menduduki jabatan rangkap sebagai Direktur PT X dan PT Y,
Komisaris PT X dan PT Y, atau Direktur PT X dan Komisaris PT Y.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pengendalian dalam huruf ini adalah
kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan cara apa pun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan.
Sebagai contoh hubungan perusahaan dengan Pihak yang langsung
mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
saudara dari orang yang bersangkutan (derajat II horizontal).
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Tuan A…
Tuan A mengendalikan PT X.
Sebagai contoh, hubungan perusahaan dengan Pihak yang tidak langsung
mengendalikan perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
Tuan A mengendalikan PT X dan PT X mengendalikan PT Y. Dengan
demikian, Tuan A mengendalikan secara tidak langsung PT Y.
Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang
dikendalikan secara langsung oleh perusahaan tersebut adalah sebagai
berikut:
PT Y dikendalikan oleh PT X.
Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan Pihak yang
dikendalikan secara tidak langsung oleh perusahaan tersebut adalah
sebagai berikut:
PT Z dikendalikan oleh PT Y dan PT Y dikendalikan oleh PT X.
Dengan demikian, PT Z dikendalikan secara tidak langsung oleh PT X.
Huruf e
Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan
secara langsung oleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut:
PT X dan PT Y dikendalikan oleh Tuan A.
Sebagai contoh, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan
secara tidak langsung oleh Pihak yang sama adalah sebagai berikut:
PT X 1 dikendalikan oleh PT X 2 dan PT Y 1 dikendalikan oleh PT Y 2,
selanjutnya PT X 2 dan PT Y 2 dikendalikan oleh Tuan A. Dengan
demikian, PT X 1 dan PT Y 1 dikendalikan secara tidak langsung oleh
Tuan A.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "pemegang saham utama" dalam huruf ini adalah
Pihak yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) hak suara dari seluruh
saham yang mempunyai hak suara yang dikeluarkan oleh suatu Perseroan
atau jumlah yang lebih kecil dari itu sebagaimana ditetapkan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal.
Sebagai contoh, hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama
adalah sebagai berikut:
Tuan A memiliki 20% (dua puluh perseratus) hak suara dari seluruh
saham yang mempunyai hak suara yang dikeluarkan oleh PT X.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Angka 2…
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Pengertian ini mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan
penawaran jual dan beli Efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak
mencakup sistem dan atau sarana untuk memperdagangkan Efek.
Angka 5
Yang dimaksud dengan derivatif dari Efek dalam angka ini adalah turunan dari
Efek, baik Efek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas, seperti opsi
dan waran.
Yang dimaksud dengan opsi dalam penjelasan angka ini adalah hak yang
dimiliki oleh Pihak untuk membeli atau menjual kepada Pihak lain atas
sejumlah Efek pada harga dan dalam waktu tertentu.
Yang dimaksud dengan waran dalam penjelasan angka ini adalah Efek yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang Efek
untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah 6
(enam) bulan atau lebih sejak Efek dimaksud diterbitkan.
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Sebagai contoh, Informasi atau Fakta Material, adalah antara lain informasi
mengenai:
a.
b. pemecahan saham atau pembagian dividen saham (stock dividend);
c.
d.
e.
f.
g.
pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya;
perolehan atau kehilangan kontrak penting;
produk atau penemuan baru yang berarti;
perubahan tahun buku perusahaan; dan
perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen;
sepanjang informasi tersebut dapat mempengaruhi harga Efek dan atau
keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut.
penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition),
peleburanusaha (consolidation) atau pembentukan usaha patungan;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Angka 8…
Angka 8
Penitipan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini termasuk pula
Penitipan Kolektif.
Yang dimaksud dengan "pemegang rekening" dalam angka ini adalah Pihak
yang namanya tercatat pada rekening Efek berdasarkan kontrak yang dibuat
dengan Kustodian. Pemegang rekening dapat merupakan pemilik atau wakil
pemilik Efek yang tercatat dalam rekening Efek.
Sebagai contoh, pemilik Efek menitipkan Efek dalam rekening Efek atas
namanya pada Perusahaan Efek. Kemudian, Perusahaan Efek ini menitipkan
Efek tersebut dalam rekening Efek atas nama Perusahaan Efek dimaksud pada
Bank Kustodian. Selanjutnya, Bank Kustodian menitipkan Efek tersebut dalam
rekening Efek atas nama Bank Kustodian dimaksud pada Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian. Dalam hal ini, Bank Kustodian tercatat
sebagai pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
selaku wakil substitusi Perusahaan Efek yang dalam hal ini mewakili pemilik
Efek.
Yang dimaksud dengan "rekening Efek" dalam penjelasan angka ini adalah
catatan yang menunjukkan posisi Efek dan dana nasabah pada Kustodian.
Angka 9
Yang dimaksud dengan "kliring Transaksi Bursa" dalam angka ini adalah
proses penentuan hak dan kewajiban yang timbul dari Transaksi Bursa.
Yang dimaksud dengan "penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa" dalam
angka ini adalah pemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi
Anggota Bursa Efek yang timbul dari Transaksi Bursa.
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Pemberian nasihat kepada Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam angka ini
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
mencakup pemberian nasihat yang dilakukan secara lisan atau tertulis,
termasuk melalui penerbitan dalam media massa.
Angka 15…
Angka 15
Penawaran Umum dalam angka ini meliputi penawaran Efek oleh Emiten yang
dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara
Indonesia dengan menggunakan media massa atau ditawarkan kepada lebih
dari 100 (seratus) Pihak atau telah dijual kepada lebih dari 50 (lima puluh)
Pihak dalam batas nilai serta batas waktu tertentu.
Penawaran Efek di wilayah Republik Indonesia meliputi penawaran Efek yang
dilakukan oleh Emiten dalam negeri atau asing, baik kepada pemodal
Indonesia maupun asing, yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia
melalui pemenuhan Prinsip Keterbukaan.
Ketentuan Penawaran Umum berlaku juga bagi Emiten dalam negeri yang
melakukan Penawaran Umum di luar negeri kepada warga negara Indonesia.
Hal ini diperlukan dalam rangka melindungiwarga negara Indonesia yang
melakukan investasi dalam Efek yang ditawarkan oleh Pihak tersebut di luar
wilayah Republik Indonesia.
Penawaran Efek kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak tersebut tidak dikaitkan
dengan apakah penawaran tersebut diikuti dengan pembelian Efek atau tidak.
Sedangkan penjualan Efek kepada lebih dari 50 (lima puluh) Pihak tersebut
lebih ditekankan kepada realisasi penjualan Efek dimaksud tanpa
memperhatikan apakah penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran atau
tidak.
Yang dimaksud dengan "media massa dalam penjelasan angka ini adalah surat
kabar, majalah, film, televisi, radio, dan media elektronik lainnya, serta surat,
brosur dan barang cetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus)
Pihak.
Jumlah 100 (seratus) Pihak dalam penawaran Efek dan 50 (lima puluh) Pihak
dalam penjualan Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini dapat berubah
sesuai dengan perkembangan Pasar Modal. Perubahan tersebut ditetapkan
lebih lanjut oleh Bapepam.
Angka 16
Yang dimaksud dengan "Efek yang dimiliki bersama dalam angka ini adalah
Efek yang dimiliki oleh lebih dari satu Pihak dan tercatat atas nama Kustodian.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Sebagai…
Sebagai contoh, Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian yang terdaftar dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas
nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tetap diakui oleh Emiten
bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yang diwakili
oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Efek dalam Penitipan Kolektif
pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek yang dicatat dalam rekening Efek
pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tetap diakui oleh Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian bahwa Efek tersebut dimiliki bersama oleh
lebih dari satu Pihak yang diwakili oleh Bank Kustodian atau Perusahaan Efek
tersebut.
Angka 17
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Angka 20
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Cukup jelas
Angka 23
Cukup jelas
Angka 24
Cukup jelas
Angka 25
Cukup jelas
Angka 26
Cukup jelas
Angka 27
Cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
Angka 28…
Angka 28
Pinjam-meminjam Efek dapat terjadi dalam hal Anggota Bursa Efek tidak
memiliki Efek yang mencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang
timbul akibat jual beli Efek yang dilakukannya di Bursa Efek.
Kontrak lain mengenai harga Efek mencakup, antara lain opsi terhadap indeks
harga saham.
Angka 29
Cukup jelas
Angka 30
Cukup jelas
Pasal 2
Kebijaksanaan umum adalah kebijaksanaan di bidang Pasar Modal yang secara
langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kebijaksanaan fiskal, moneter, dan
kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya.
Pasal 3
Ayat (1)
Mengingat Pasar Modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha dan
sebagai wahana investasi bagi para pemodal yang memiliki peranan yang
strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, kegiatan Pasar
Modal perlu mendapatkan pengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur,
wajar, dan efisien. Untuk itu, secara operasional Bapepam diberi kewenangan
dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap Pihak yang
melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan
dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk
aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan maupun secara represif
dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Huruf a
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)…
Angka 3)
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Calon anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Bapepam.
Persyaratan tersebut meliputi, antara lain:
1.
2.
3.
4.
orang perseorangan warga negara Indonesia dan cakap melakukan
perbuatan hukum;
tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direktur atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit;
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;
tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada
khususnya dan di bidang keuangan pada umumnya;
5. memiliki akhlak dan moral yang baik;
6. memiliki keahlian di bidang Pasar Modal; dan
7.
tidak pernah melakukan pelanggaran yang material atas ketentuan
peraturan perundang-undangan Pasar Modal.
Tata cara pencalonan anggota direksi atau komisaris Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah
sebagai berikut:
1.
2.
calon anggota direksi atau komisaris diajukan kepada Bapepam untuk
diteliti sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Bapepam;
apabila calon anggota direksi atau komisaris dimaksud telah memenuhi
persyaratan, Bapepam wajib memberikan persetujuannya. Apabila
berdasarkan hasil penelitian Bapepam, calon dimaksud tidak memenuhi
persyaratan, Bapepam menolak pencalonan tersebut; dan
3.
calon anggota direksi atau komisaris yang telah disetujui Bapepam
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham.
Bapepam dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota direksi atau
komisaris Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian apabila anggota direksi atau komisaris
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
tersebut, antara lain:
1.
2.
kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau tidak cakap melakukan
perbuatan hukum;
dinyatakan pailit;
3. dihukum karena melakukan tindak pidana;
4. melakukan perbuatan tercela di bidang Pasar Modal pada khususnya dan
di bidang keuangan pada umumnya;
5.
5.
Tidak memiliki akhlak dan moral yang baik; atau
6. melakukan pelanggaran yang cukup material atas ketentuan peraturan
perundang-undangan Pasar Modal.
Dalam hal Bapepam memberhentikan sementara seluruh anggota direksi,
Bapepam dapat menunjuk Pihak yang berasal, baik dari dalam maupun luar
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian sebagai manajemen sementara. Selanjutnya, Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk
mengangkat anggota direksi atau komisaris yang baru.
Huruf d
Pernyataan efektif dalam hal ini menunjukkan lengkap atau dipenuhinya
seluruh prosedur dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan
dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Pernyataan
efektif tersebut bukan merupakan izin untuk melakukan Penawaran Umum
dan juga bukan berarti bahwa Bapepam menyatakan informasi yang
diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar atau cukup.
Emiten atau Perusahaan Publik yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran
bertanggung jawab bahwa seluruh informasi dan pernyataan yang dibuat
adalah benar dan tidak menyesatkan. Bapepam tidak menjamin kebenaran dan
kelengkapan informasi yang disampaikan dalam Pernyataan Pendaftaran.
Sesuai dengan kewenangan yang ada pada huruf ini, Bapepam dapat menunda
efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal tata cara dan atau persyaratan
Pernyataan Pendaftaran belum dipenuhi. Di samping itu, Bapepam dapat
membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam hal diperoleh informasi
baru yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan
atau peraturan pelaksanaannya.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Angka 1)
Apabila suatu Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal
menyampaikan informasi melalui iklan atau promosi yang tidak sesuai
dengan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, untuk
Tidak…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
melindungi kepentingan pemodal dan atau Pasar Modal, Bapepam
memiliki kewenangan untuk menghentikan iklan atau promosi tersebut
dan mewajibkan Pihak yang bersangkutan untuk meluruskannya dengan
cara memperbaiki iklan atau promosi dimaksud.
Angka 2)…
Angka 2)
Apabila iklan atau promosi tersebut pada angka 1) di atas mengakibatkan
kerugian kepada Pihak lain termasuk pemodal, Bapepam memiliki
kewenangan untuk mewajibkan Pihak tersebut mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang
ditimbulkan, antara lain berupa pembayaran ganti rugi.
Huruf g
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah pemeriksaan rutin
terhadap Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak yang memperoleh izin,
persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam. Pemeriksaan tersebut dapat
dilakukan oleh Bapepam dengan mewajibkan para Pihak dimaksud untuk
menyampaikan laporan tertentu atau memeriksa kantor dan catatan seperti
rekening, pembukuan, dokumen, atau kertas kerja yang disusun secara manual,
mekanis, elektronik atau dengan cara lain.
Huruf h
Penugasan kepada Pihak lain oleh Bapepam sebagaimana dimaksud dalam
huruf ini, misalnya, adalah penugasan Bapepam kepada Bursa Efek untuk
melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Efek yang menjadi Anggota
Bursa Efek. Penugasan tersebut dapat pula diberikan kepada Akuntan atau
Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan dalam kasus tertentu di mana jasa
Akuntan atau Pihak lain yang bersangkutan diperlukan.
Huruf i
Dalam hal Bapepam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf e dan huruf g dan hasil pemeriksaan tersebut dipandang perlu untuk
diketahui oleh masyarakat dalam rangka menjaga integritas pasar dan
kepatuhan setiap Pihak terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya, Bapepam dapat mengumumkan hasil pemeriksaan tersebut
berdasarkan kewenangan dalam huruf ini.
Huruf j
Pembekuan atau pembatalan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau
penghentian Transaksi Bursa atas Efek tertentu dapat dilakukan oleh Bapepam
bilamana terdapat hal-hal atau kejadian yang membahayakan kepentingan
pemodal atau keadaan yang tidak memungkinkan diselenggarakannya
Transaksi Bursa atas Efek tertentu secara wajar, misalnya diketahui bahwa
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Emiten tidak mengungkapkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.
Huruf k…
Huruf k
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah suatu keadaan
memaksa di luar kemampuan Pihak sebagai akibat, antara lain, adanya perang,
peristiwa alam seperti gempa bumi atau banjir, pemogokan, sabotase atau
huru-hara, turunnya sebagian besar atau keseluruhan harga Efek yang tercatat
di Bursa Efek sedemikian besar dan material sifatnya yang terjadi secara
mendadak (crash), atau kegagalan sistem perdagangan atau penyelesaian
transaksi.
Huruf l
Jika suatu Pihak dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan yang
bersangkutan tidak menerima sanksi tersebut, maka Pihak dimaksud dapat
mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi tersebut kepada Bapepam.
Bapepam dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila berdasarkan hasil
penelaahan Bapepam sanksi dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dengan membatalkan atau mengubah keputusan Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
Sebaliknya, Bapepam dapat menolak permohonan tersebut dengan menguatkan
keputusan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian apabila keberatan atas pengenaan sanksi
tersebut tidak beralasan.
Hurufm
Yang dimaksud dengan biaya perizinan dalam huruf ini adalah biaya-biaya
yang dipungut dalam rangka pemberian izin yang dikeluarkan Bapepam
kepada Pihak-Pihak yang akan melakukan kegiatan di Pasar Modal, misalnya
pemberian izin kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, Wakil Penjamin
Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer Investasi, dan
Penasihat Investasi.
Yang dimaksud dengan biaya persetujuan dalam huruf ini adalah biaya-biaya
yang dipungut dalam rangka pemberian persetujuan yang dikeluarkan oleh
Bapepam kepada Pihak-Pihak yang akan melakukan kegiatan di Pasar Modal
seperti pemberian persetujuan kepada bank yang akan bertindak sebagai
Kustodian.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Yang dimaksud dengan biaya pendaftaran dalam huruf ini adalah biaya-biaya
yang dipungut dalam rangka pendaftaran Wali Amanat dan Profesi Penunjang
Pasar Modal yang meliputi pendaftaran Akuntan, Penilai, Notaris, dan
Konsultan Hukum.
Yang…
Yang dimaksud dengan biaya pemeriksaan dan penelitian dalam huruf ini,
antara lain, biaya-biaya yang dipungut dalam rangka penelaahan dokumen
Pernyataan Pendaftaran dan pemeriksaan yang melibatkan Pihak lain dalam
rangka pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Akuntan.
Yang dimaksud dengan biaya lain dalam huruf ini, antara lain biaya-biaya yang
dipungut dalam pemberian informasi yang dibutuhkan oleh pemodal.
Semua penerimaan dari pungutan biaya-biaya yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan dalam huruf ini merupakan penerimaan negara dan disetor ke kas
negara.
Mengingat cakupan tugas Bapepam yang cukup luas, termasuk mengantisipasi
perkembangan masa datang, kepada Bapepam perlu disediakan anggaran yang
memadai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Huruf n
Yang dimaksud dengan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat dalam huruf ini adalah tindakan-tindakan yang bersifat penting dan
segera harus diambil untuk melindungi masyarakat dari pelanggaran
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, antara lain mencakup:
1. memutuskan cara penyelesaian transaksi dalam hal Lembaga Kliring dan
Penjaminan tidak mampu menyelesaikan transaksi tertentu;
2. mengambil tindakan-tindakan penting dalam hal terjadi pemalsuan saham
seperti pengusulan pencekalan terhadap Pihak tertentu kepada Direktur
Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman melalui Jaksa Agung;
3. mewajibkan Bursa Efek untuk mengubah peraturan yang dibuatnya
apabila peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan Pasar Modal
yang berlaku;
4. mewajibkan Emiten untuk menggunakan dana hasil emisi sesuai dengan
tujuan yang telah diungkapkan dalam Prospektus; dan
5. menyetujui dilakukannya perubahan atas penggunaan dana hasil emisi
dengan syarat bahwa hal tersebut telah memperoleh putusan Rapat
Umum Pemegang Saham.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Dalam menetapkan instrumen lain sebagai Efek dalam huruf ini dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta kewenangan instansi lain, misalnya Bank Indonesia.
Huruf q…
Huruf q
Yang dimaksud dengan "melakukan hal-hal lain dalam huruf ini adalah
kewenangan selain yang ditetapkan pada huruf a sampai dengan huruf p.
Kewenangan lain yang diberikan kepada Bapepam, antara lain mengenai:
1.
2.
3.
4.
rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek wajib
disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan
kepada Bapepam sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (3);
persetujuan atas peraturan yang wajib dibuat oleh Bursa Efek, termasuk
perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
penetapan jasa lain yang dapat diberikan oleh Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3); dan
rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang wajib
disusun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh dan dilaporkan
kepada Bapepam sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 6
Ayat (1)
Kegiatan Bursa Efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek bagi para anggotanya.
Mengingat perdagangan dimaksud menyangkut dana masyarakat yang
diinvestasikan dalam Efek, perdagangan tersebut harus dilaksanakan secara
teratur, wajar, dan efisien. Oleh karena itu, penyelenggaraan kegiatan Bursa
Efek hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
izin usaha;
ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;
kepengurusan;
d. permodalan; dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
e.
Pasal 7
Ayat (1)
Perdagangan Efek secara teratur, wajar, dan efisien adalah suatu perdagangan
yang diselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan dilaksanakan
secara konsisten. Dengan demikian, harga yang terjadi mencerminkan
mekanisme pasar berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.
Perdagangan Efek yang efisien tercermin dalam penyelesaian transaksi yang
cepat dengan biaya yang relatifmurah.
Ayat (2)…
Ayat (2)
Bursa Efek didirikan untuk menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
atau sarana perdagangan Efek. Dengan tersedianya sistem dan atau sarana
yang baik, para Anggota Bursa Efek yang sekaligus pemegang saham Bursa
Efek yang bersangkutan dapat melakukan penawaran jual dan beli Efek secara
teratur, wajar, dan efisien. Di samping itu, tersedianya sistem dan atau sarana
dimaksud memungkinkan Bursa Efek melakukan pengawasan terhadap
anggotanya dengan lebih efektif.
Ayat (3)
Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Bursa Efek
wajib berpedoman pada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam yang menyangkut, antara lain,
hal-hal sebagai berikut:
a. meningkatkan sistem atau sarana perdagangan Efek;
b. meningkatkan sistem pembinaan dan pengawasan terhadap Anggota
Bursa Efek;
c. mengembangkan sistem pencatatan Efek yang efisien;
d. mengembangkan sistem kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan Bursa Efek;
e. meningkatkan sistem pelayanan informasi;
f. melakukan kegiatan pengembangan Pasar Modal melalui kegiatan
promosi dan penelitian; dan
g. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek diputuskan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam.
Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam rencana anggaran tahunan dan
penggunaan laba Bursa Efek tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas,
Bapepam dapat menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba
tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggaran tahunan dan
penggunaan laba dimaksud, direksi Bursa Efek wajib melakukan penyesuaian
dan meminta persetujuan komisaris Bursa Efek sebelum diajukan kembali
latar belakang ekonomis pendirian Bursa Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan
dan penggunaan laba dimaksud dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan
Bapepam.
Pasal 8
Oleh karena tujuan Bursa Efek adalah untuk menyediakan sistem dan atau sarana
perdagangan Efek dan yang dapat melakukan perdagangan Efek di Bursa Efek
hanya Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek,
pemegang saham Bursa Efek dibatasi hanya pada Perusahaan Efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Bapepam sebagai Perantara Pedagang Efek.
Pasal 9…
Pasal 9
Ayat (1)
Bursa Efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur
pelaksanaan kegiatannya. Oleh karena itu, ketentuan yang dikeluarkan oleh
Bursa Efek mempunyai kekuatan mengikat yang wajib ditaati oleh Anggota
Bursa Efek, Emiten yang efeknya tercatat di Bursa Efek tersebut, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Kustodian
atau Pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan
Bursa Efek.
Kendatipun demikian, dalam hal pembuatan peraturan mengenai kliring dan
penyelesaian Transaksi Bursa, peraturan tersebut perlu dibuat bersama-sama
dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan.
Yang dimaksud dengan hal-hal lain dalam ayat ini adalah kewenangan Bursa
Efek untuk menetapkan aturan tentang pemeriksaan terhadap Anggota Bursa
Efek, aturan yang berkaitan dengan mekanisme koordinasi pelaksanaan fungsi
Bursa Efek dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, dan untuk mengantisipasi perkembangan di
masa yang akan datang.
Kesepadanan Efek adalah sifat dari Efek yang dapat dipertukarkan dengan
Efek sejenis yang mempunyai nilai yang sama dan diterbitkan oleh Emiten
yang sama.
Ayat (2)
Dalam rangka menetapkan ketentuan mengenai peralihan Efek sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini, Bursa Efek wajib memperhatikan kelaziman praktik
yang berlaku di Pasar Modal. Peralihan Efek yang dimaksud dalam hal ini
adalah peralihan hak yang melekat pada Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
Ayat (3)
Pendapatan Bursa Efek pada dasarnya berasal dari pungutan berupa iuran
anggota, biaya transaksi, dan biaya pencatatan Efek. Penggunaan pungutan
dimaksud diperkenankan untuk membiayai pelaksanaan fungsinya agar
perdagangan Efek di Bursa Efek yang dilakukan oleh para anggotanya dapat
terlaksana dengan teratur, wajar, dan efisien.
Ayat (4)…
Ayat (4)
Besarnya biaya dan iuran yang ditetapkan oleh Bursa Efek harus didasarkan
pada kebutuhan bagi penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek. Dalam
hal dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan pengembangan Bursa
Efek sudah mencukupi, biaya dan iuran dimaksud dapat diturunkan.
Pasal 10
Larangan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya persaingan
yang tidak sehat di antara Bursa Efek. Oleh karena itu suatu Perusahaan Efek dapat
menjadi anggota lebih dari satu Bursa Efek.
Pasal 11
Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, peraturan dimaksud wajib
mendapat persetujuan Bapepam terlebih dahulu sebelum dinyatakan berlaku.
Pasal 12
Ayat (1)
Pembentukan satuan pemeriksa pada setiap Bursa Efek dimaksudkan agar
pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek dapat
dilakukan secara terus-menerus untuk memastikan bahwa setiap Anggota
Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek melakukan kegiatannya sesuai dengan
Undang-undang ini, peraturan pelaksanaannya dan atau ketentuan Bursa Efek.
Ayat (2)
Pelaporan dalam ayat ini dimaksudkan agar direksi dan dewan komisaris Bursa
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Efek serta Bapepam dapat mengambil tindakan atau langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan, baik pada
Anggota Bursa Efek maupun Bursa Efek.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Bursa Efek mengadministrasikan semua
laporan satuan pemeriksa secara baik sehingga selalu tersedia apabila
sewaktu-waktu diperlukan oleh Bapepam.
Pasal 13…
Pasal 13
Ayat (1)
Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari kegiatan Bursa Efek dalam rangka penyelesaian Transaksi
Bursa. Mengingat kegiatan tersebut menyangkut dana masyarakat yang
diinvestasikan dalam Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan harus memenuhi
persyaratan teknis tertentu agar penyelesaian Transaksi Bursa dapat
dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien.
Demikian pula halnya dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang
melaksanakan fungsi sebagai Kustodian sentral yang aman dalam rangka
penitipan Efek juga diwajibkan memenuhi persyaratan teknis tertentu.
Sehubungan dengan itu, kedua lembaga tersebut wajib memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
izin usaha;
ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;
kepengurusan; dan
d. permodalan.
Pasal 14
Ayat (1)
Kegiatan kliring pada dasarnya merupakan suatu proses yang digunakan untuk
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
menetapkan hak dan kewajiban para Anggota Bursa Efek atas transaksi yang
mereka lakukan sehingga mereka mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "jasa lain dalam ayat ini di antaranya adalah jasa yang
berhubungan dengan hak pemodal, seperti distribusi dokumen mengenai kuasa
dalam pemberian hak suara, distribusi
laporan tahunan, pemrosesan hak
memesan Efek terlebih dahulu, penerimaan Efek dalam rangka penawaran
tender, serta pemberian jasa penyelesaian terhadap Kustodian sentral asing.
Ayat (4)…
Ayat (4)
Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Lembaga
Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib
berpedoman pada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bapepam yang menyangkut, antara lain, hal-hal sebagai
berikut:
a. menyelenggarakan peningkatan pelayanan kliring dan penjaminan serta
penyelesaian Transaksi Bursa secara teratur, wajar, dan efisien;
b. menyelenggarakan peningkatan pelayanan jasa Kustodian sentral dan
penyelesaian transaksi secara teratur, wajar, dan efisien;
c. meningkatkan kegiatan penyelesaian Transaksi Bursa secara pembukuan
yang aman; dan
d. mengembangkan sistem keamanan penyimpanan Efek .
Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diputuskan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam.
Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam, rencana anggaran tahunan dan
penggunaan laba Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas,
Bapepam dapat menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba
tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggaran tahunan dan
penggunaan laba dimaksud, maka direksi Lembaga Kliring dan Penjaminan
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian wajib melakukan penyesuaian
dan meminta persetujuan komisaris Lembaga Kliring dan Penjaminan serta
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebelum diajukan kembali kepada
Bapepam untuk memperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan dan
penggunaan laba dimaksud dapat dilaksanakan setelah memperoleh
persetujuan Bapepam.
Pasal 15…
Pasal 15
Ayat (1)
Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian sangat erat hubungannya dengan penyelesaian transaksi yang
terjadi di Bursa Efek. Oleh karena itu, pemilikan saham Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diutamakan kepada
lembaga-lembaga yang menggunakan jasa kedua lembaga tersebut, seperti
Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, dan Bank Kustodian.
Namun, jika kebutuhan dana penyelenggaraan Lembaga Kliring dan
Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
dirasakan
tidak dapat terpenuhi oleh lembaga-lembaga tersebut, dimungkinkan Pihak lain
turut serta sebagai pemegang saham berdasarkan persetujuan Bapepam.
Ayat (2)
Kegiatan kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa merupakan
satu kesatuan dengan kegiatan Bursa Efek. Sehubungan dengan itu, dalam
rangka menjamin keselarasan antara pelaksanaan kegiatan kliring dan
penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa dengan kegiatan Bursa Efek, dalam
ayat ini ditentukan bahwa mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan
dimiliki oleh Bursa Efek.
Mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima
puluh perseratus) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.
Pasal 16
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Ayat (1)
Agar kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa dapat terlaksana
secara teratur, wajar, dan efisien, perlu suatu aturan yang jelas yang dapat
melindungi kepentingan para pemakai jasa. Untuk itu, kepada Lembaga
Kliring dan Penjaminan diberi kewenangan untuk menetapkan
peraturan-peraturan yang mengikat dan wajib ditaati oleh para pemakai jasa
tersebut.
Ayat (2)
Agar kepentingan para Pihak yang terkait dengan kegiatan Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian terlindungi, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian wajib menerbitkan peraturan mengenai hak dan kewajiban
pemakai jasa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Sebagai suatu lembaga yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan,
besarnya biaya atas pemakaian jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian harus disesuaikan dengan kebutuhan
dana penyelenggaraan dan pengembangan Lembaga Kliring dan Penjaminan
atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian setelah mempertimbangkan
kepentingan pemakai jasa.
Pasal 17
Agar peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan atau
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sesuai dengan Undang-undang ini dan
atau peraturan pelaksanaannya, peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan
Bapepam terlebih dahulu sebelum dinyatakan berlaku.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Reksa Dana berbentuk Perseroan adalah Emiten yang kegiatan usahanya
menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari
penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang
diperdagangkan di Pasar Modal dan pasar uang.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Huruf b
Kontrak investasi kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan
Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan di mana
Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi
kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
Penitipan Kolektif.
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif menghimpun dana
dengan menerbitkan Unit Penyertaan kepada masyarakat pemodal dan
selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang
diperdagangkan di Pasar Modal dan di pasar uang.
Ayat (2)
Reksa Dana terbuka adalah Reksa Dana yang dapat menawarkan dan membeli
kembali saham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah modal yang
telah dikeluarkan, sedangkan Reksa Dana tertutup adalah Reksa Dana yang
tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada pemodal.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Agar pengelolaan dana kontrak investasi kolektif dapat dilakukan secara
profesional, pengelolaannya hanya dapat dilakukan oleh Manajer Investasi.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
izin usaha;
ketentuan yang wajib diatur dalam anggaran dasar;
kepengurusan; dan
d. permodalan.
Pasal 19
Ayat (1)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sejumlah
nilai tertentu yang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai
portofolio dan nilai aktiva bersih per saham Reksa Dana. Perhitungan
nilai portofolio dan aktiva bersih per saham berdasarkan harga Efek-Efek
di Bursa Efek di mana portofolio Reksa Dana diperdagangkan. Apabila
Bursa Efek tersebut ditutup, tidak ada harga bagi Efek yang menjadi
dasar perhitungan nilai portofolio dan nilai aktiva bersih per saham dari
Reksa Dana.
Huruf b…
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi
bagian portofolio Reksa Dana dihentikan perdagangannya di Bursa Efek,
maka tidak ada harga bagi Efek tersebut.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 huruf k.
Huruf d
Ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
perkembangan Pasar Modal yang memungkinkan adanya situasi di luar
huruf a, huruf b, dan huruf c yang lazimnya diatur berdasarkan kontrak
para Pihak berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Oleh karena
itu, bila ada hal-hal lain di luar huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut,
perlu persetujuan terlebih dahulu dari Bapepam sebelum kontrak berlaku
dan mengikat para Pihak.
Pasal 20
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Ayat (1)
Pembelian kembali Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi
kolektif dilakukan oleh Manajer Investasi dan dibebankan kepada rekening
Reksa Dana. Dana yang dipergunakan untuk membeli kembali Unit Penyertaan
yang dilakukan oleh Manajer Investasi berasal dari kekayaan Reksa Dana.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)…
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah sejumlah
nilai tertentu yang dapat mempengaruhi secara material perhitungan nilai
portofolio dan nilai aktiva bersih per Unit Penyertaan Reksa Dana.
Perhitungan nilai portofolio dan aktiva bersih per Unit Penyertaan
berdasarkan harga Efek-Efek di Bursa Efek di mana portofolio Reksa
Dana diperdagangkan. Apabila Bursa Efek tersebut ditutup, maka tidak
ada harga bagi Efek yang menjadi dasar perhitungan nilai portofolio dan
nilai aktiva bersih per Unit Penyertaan dari Reksa Dana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sebagian besar dalam huruf ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Apabila suatu Efek yang menjadi
bagian portofolio Reksa Dana dihentikan perdagangannya di Bursa Efek,
maka tidak ada harga bagi Efek tersebut.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat dalam huruf ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 huruf k.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Huruf d
Yang dimaksud dengan "hal-hal lain dalam huruf ini adalah sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 19 ayat (3) huruf d.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengelolaan Reksa Dana adalah pengelolaan dana
Reksa Dana oleh Manajer Investasi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kontrak pengelolaan dalam ayat ini, antara lain
memuat:
a.
b.
c.
d.
rencana diversifikasi portofolio di pasar uang dan di Pasar Modal;
rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham;
rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan
larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kontrak pengelolaan dalam ayat ini, antara lain
memuat:
a.
b.
c.
d.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam
dalam ayat ini, antara lain mengenai:
a. pedoman penyusunan kontrak pengelolaan investasi; dan
b.
tata cara penyampaian rancangan kontrak pengelolaan investasi.
Pasal 22
Nilai pasar wajar suatu Efek adalah harga pasar atau kurs Efek itu sendiri apabila
Efek tersebut secara aktif diperdagangkan di Bursa Efek. Namun, nilai pasar wajar
dapat berbeda dengan harga pasar apabila transaksi atas Efek tersebut tidak aktif
atau tidak ditransaksikan dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal demikian, kriteria
penentuan nilai pasar wajar diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
rencana diversifikasi portofolio di pasar uang dan di Pasar Modal;
rencana diversifikasi Efek dalam obligasi dan saham;
rencana diversifikasi investasi dalam bidang industri; dan
larangan investasi dalam bidang-bidang tertentu.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
oleh Bapepam.
Yang dimaksud dengan "hari bursa dalam Pasal ini adalah hari dimana Bursa Efek
melakukan kegiatan.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan nilai aktiva bersih dalam Pasal ini adalah nilai pasar yang
wajar dari suatu Efek dan kekayaan lain dari Reksa Dana dikurangi seluruh
kewajibannya.
Pasal 24
Ayat (1)
Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk dalam hal Reksa Dana membeli
obligasi, Efek lain yang bersifat utang, dan atau menyimpan dana di bank.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)…
Ayat (3)
Hal-hal yang berkaitan dengan pembatasan investasi, antara lain mengenai:
a. jumlah investasi dalam satu jenis Efek;
b.
c.
batasan dalam investasi pada Efek di luar negeri; dan
jenis-jenis instrumen yang dilarang dibeli oleh Reksa Dana.
Pasal 25
Ayat (1)
Kekayaan Reksa Dana terdiri dari uang kas dan Efek, antara lain sertifikat
deposito, surat berharga komersial, saham, obligasi, dan tanda bukti utang.
Kewajiban penyimpanan kekayaan Reksa Dana pada Bank Kustodian
dimaksudkan untuk mengamankan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu,
perlu adanya pemisahan fungsi penyimpanan yang dilakukan oleh Bank
Kustodian dan fungsi pengelolaan yang dilakukan oleh Manajer Investasi.
Ayat (2)
Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan dana
Reksa Dana, kewenangan Manajer Investasi dan Bank Kustodian perlu
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
dibatasi. Manajer Investasi hanya bertindak sebagai pengelola, sedangkan
Bank Kustodian menyimpan dan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana.
Untuk menjamin hal tersebut Manajer Investasi dilarang terafiliasi dengan
Bank Kustodian.
Ayat (3)
Nilai aktiva bersih Reksa Dana terbuka dihitung dan diumumkan setiap hari
bursa.
Nilai aktiva bersih Reksa Dana tertutup dihitung dan diumumkan
sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu.
Pasal 26
Ayat (1)
Direksi Reksa Dana bertindak mengawasi pelaksanaan pengelolaan Reksa
Dana, termasuk penyimpanan kekayaan Reksa Dana. Oleh karena itu, direksi
wajib membuat kontrak penyimpanan kekayaan Reksa Dana dengan Bank
Kustodian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kontrak penyimpanan kekayaan dalam ayat ini, antara
lain memuat:
a. pemisahan…
a. pemisahan Efek Reksa Dana dari Kustodian;
b.
pencatatan mutasi kekayaan Reksa Dana;
c.
larangan penghentian kegiatan Kustodian sebelum ditunjuk Kustodian
pengganti; dan
d. pembuatan dan penyampaian laporan kepada direksi Reksa Dana,
Manajer Investasi, dan Bapepam.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Bapepam
dalam ayat ini, antara lain mengenai:
a. pedoman penyusunan kontrak penyimpanan; dan
b.
tata cara penyampaian rancangan kontrak penyimpanan kekayaan
investasi kolektif.
Pasal 27
Ayat (1)
Mengingat semua dana yang dikelola oleh Manajer Investasi adalah dana
masyarakat, perlu adanya pengamanan maksimal dengan mewajibkan Manajer
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Investasi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin untuk
kepentingan Reksa Dana.
Ayat (2)
Manajer Investasi berdasarkan ayat ini dibebani tanggung jawab atas kerugian
Reksa Dana yang timbul karena pengelolaan yang tidak dilakukan dengan
itikad baik dan tidak dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Reksa
Dana.
Pasal 28
Ayat (1)
Nilai saham Reksa Dana adalah cerminan dari nilai bersih portofolionya.
Setiap ada perubahan nilai portofolio, maka nilai aktiva bersih per saham
berubah pula.
Pemodal membeli atau menjual saham Reksa Dana sesuai dengan nilai aktiva
bersih per saham. Baik pada pertama kali didirikan maupun setelah beroperasi
harga saham Reksa Dana selalu sama dengan nilai aktiva bersih per saham,
hanya saja nilai aktiva bersih per saham itu selalu berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan nilai portofolionya. Oleh karena itu, saham Reksa Dana
diterbitkan tanpa nilai nominal.
Ayat (2)…
Ayat (2)
Penyetoran modal pada waktu pendirian Reksa Dana berbentuk Perseroan oleh
pendiri, hanya dimaksudkan untuk merintis pendirian Reksa Dana dimaksud.
Untuk itu, pendiri cukup diwajibkan untuk melakukan pemenuhan modal
ditempatkan dan disetor pada waktu Reksa Dana tersebut didirikan
sekurang-kurangnya 1% (satu perseratus) dari modal dasar Reksa Dana.
Pemenuhan modal selanjutnya sampai dengan modal dasar akan dilakukan
melalui Penawaran Umum karena Reksa Dana adalah wadah untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam Portofolio Efek.
Ayat (3)
Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham tidak diperlukan karena pembelian
kembali saham-sahamnya yang telah dikeluarkan oleh Reksa Dana dan
pengalihan lebih lanjut saham tersebut dapat terjadi setiap saat dalam hal
pemegang saham Reksa Dana menjual kembali saham dimaksud.
Ayat (4)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Dana yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain, adalah kas dan hasil penjualan
portofolio Reksa Dana.
Pasal 29
Ayat (1) dan Ayat (2)
Pada dasarnya semua keuntungan yang diperoleh Reksa Dana akan dibagikan
sebagai dividen kepada pemegang saham Reksa Dana.
Reksa Dana tidak mempunyai pinjaman dari Pihak ketiga. Oleh karena itu,
tidak diperlukan dana cadangan untuk melindungi dana Pihak ketiga. Akan
tetapi, untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai investasinya, Reksa
Dana dapat membentuk dana cadangan.
Pasal 30
Ayat (1)
Untuk melaksanakan kegiatan sebagai Perusahaan Efek diperlukan berbagai
persyaratan di antaranya keahlian dan permodalan yang cukup.
Ayat (2)…
Ayat (2)
Izin usaha sebagai Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai izin usaha
Perantara Pedagang Efek. Dengan demikian, Perusahaan Efek yang telah
memiliki izin tersebut, di samping dapat bertindak sebagai Penjamin Emisi
Efek, juga dapat bertindak sebagai Perantara Pedagang Efek.
Sedangkan Perusahaan Efek yang hanya memiliki izin usaha sebagai Perantara
Pedagang Efek tidak dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek.
Ayat (3)
Pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara
Pedagang Efek, atau Manajer Investasi atas Efek sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini tidak diwajibkan memperoleh izin usaha dari Bapepam.
Namun, karena kegiatan dimaksud dapat dilakukan oleh Pihak yang telah
mendapatkan izin usaha dari Bapepam, dan juga karena ada kemungkinan Efek
baru yang diperdagangkan dalam kegiatan tersebut belum ada badan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
pemerintah yang mengatur dan mengawasinya, maka Bapepam dapat
melaksanakan kewenangannya berdasarkan Undang-undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
Pasal 31
Yang dimaksud dengan segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek dalam Pasal ini
adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Efek yang meliputi, antara lain
kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan Manajer
Investasi.
Yang dimaksud dengan pegawai dalam Pasal ini adalah sebagaimana dimaksud
dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 huruf b.
Yang dimaksud dengan "Pihak lain yang bekerja untuk Perusahaan Efek dalam
Pasal ini adalah Pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Efek untuk melakukan tugas
tertentu meskipun Pihak tersebut bukan pegawai Perusahaan Efek dimaksud.
Pasal 32…
Pasal 32
Ayat (1)
Wakil Penjamin Emisi Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek
untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pelaksanaan penjaminan emisi Efek.
Wakil Perantara Pedagang Efek bertindak mewakili kepentingan Perusahaan
Efek untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pelaksanaan perdagangan
Efek.
Wakil Manajer Investasi bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek
untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pengelolaan Portofolio Efek.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
persyaratan kepengurusan, permodalan dan tenaga ahli; dan
tata cara pengajuan permohonan izin.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
a.
b.
Pasal 33
Ayat (1)
Izin untuk bertindak sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek berlaku juga sebagai
izin Wakil Perantara Pedagang Efek. Oleh karena itu, orang perseorangan yang
memiliki izin Wakil Penjamin Emisi Efek dapat mewakili Perusahaan Efek
yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek.
Sedangkan orang perseorangan yang memiliki izin Wakil Perantara Pedagang
Efek hanya dapat mewakili kepentingan Perusahaan Efek yang melakukan
kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek.
Ayat (2)
Orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini bekerja untuk
kepentingan perusahaan dan nasabah perusahaan yang diwakilinya. Untuk
menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan, Wakil Penjamin Emisi Efek,
Wakil Perantara Pedagang Efek, atau Wakil Manajer Investasi hanya dapat
bekerja pada satu Perusahaan Efek.
keahlian dan pengalaman; dan
tata cara pengajuan permohonan izin.
Pasal 34…
Pasal 34
Ayat (1)
Kegiatan Penasihat Investasi adalah memberikan nasihat mengenai penjualan
atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. Oleh karena itu,
Penasihat Investasi harus memenuhi persyaratan tertentu seperti keahlian
dalam bidang analisis Efek. Termasuk dalam kegiatan Penasihat Investasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pemeringkat Efek. Untuk
memastikan hal tersebut sebelum melakukan kegiatannya, Penasihat Investasi
diwajibkan terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Bapepam.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
a.
b.
Pasal 35
Huruf a
Kegiatan usaha Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi pada dasarnya
dilandasi oleh adanya kepercayaan dari nasabah. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan kegiatannya Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi harus
mendahulukan dan menjaga kepentingan nasabahnya sepanjang kepentingan
nasabah tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan wajib menghindarkan segala tindakan yang bertentangan
dengan kepentingan nasabah yang bersangkutan.
Sebagai contoh, pegawai pemasaran Perusahaan Efek dilarang mempengaruhi
nasabahnya yang mempunyai dana terbatas untuk diinvestasikan terhadap Efek
yang mempunyai risiko tinggi.
Huruf b
Cukup jelas
persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon Penasihat Investasi, antara
lain memiliki izin orang perseorangan sebagai Wakil Manajer Investasi;
dan
tata cara pengajuan permohonan menjadi Penasihat Investasi.
Huruf c…
Huruf c
Sebagai Pihak yang memperoleh kepercayaan dari nasabahnya, Perusahaan
Efek atau Penasihat Investasi wajib secara benar dan sejujurnya
mengungkapkan Fakta Material untuk diketahui oleh nasabah mengenai
kemampuan profesi serta keadaan keuangannya.
Huruf d
Larangan yang dimaksud dalam huruf ini adalah untuk menghindarkan
kemungkinan terjadinya benturan kepentingan Perusahaan Efek atau Penasihat
Investasi dengan mewajibkan mereka untuk mengungkapkan segala
kepentingan dalam Efek yang bersangkutan.
Dalam hal Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mempunyai kepentingan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
dalam suatu Efek bersamaan dengan nasabahnya, mereka wajib
memberitahukan hal tersebut kepada nasabahnya sebelum memberikan
rekomendasi.
Kepentingan dalam Efek timbul, antara lain apabila:
1.
Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama dengan Pihak lain memiliki Efek atau berhak atas dividen,
bunga atau hasil penjualan dan atau penggunaan Efek;
2.
Pihak telah terikat dalam kesepakatan atau perjanjian untuk membeli
Efek, mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan
Efek, atau memiliki hak memesan Efek terlebih dahulu;
3.
4.
Pihak yang diwajibkan membeli sisa Efek yang tidak habis terjual dalam
Penawaran Umum; dan
Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain,
mengendalikan Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2,
atau angka 3 penjelasan huruf d.
Huruf e
Selain merupakan sarana pengerahan dana masyarakat, Penawaran Umum
dimaksudkan untuk menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Oleh
karena itu, penyebaran Efek kepada sejumlah besar pemodal merupakan hal
yang sangat penting. Penguasaan Efek yang ditawarkan dalam rangka
Penawaran Umum oleh sebagian kecil pelaku di Pasar Modal tidak akan
mampu menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Di lain pihak hal
itu dapat menciptakan peluang bagi Pihak-Pihak tersebut untuk memanfaatkan
keadaan pasar untuk memperkaya diri sendiri.
Untuk…
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal terjadi kelebihan permintaan dalam
Penawaran Umum, Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi
Efek wajib mendahulukan kepentingan Pihak lain yang tidak terafiliasi yang
telah memesan Efek daripada pesanan Penjamin Emisi Efek sendiri, agen
penjualan, dan semua Pihak yang terafiliasi.
Pasal 36
Huruf a dan huruf b
Karena hubungan antara nasabah dan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi
didasarkan pada kepercayaan, sudah sepatutnya Perusahaan Efek atau
Penasihat Investasi mengetahui keinginan, kemampuan, serta latar belakang
nasabah. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, Perusahaan Efek atau Penasihat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Investasi dapat menentukan arah dalam pemberian jasanya sesuai dengan
keadaan nasabah sehingga dapat dihindarkan keadaan di mana Perusahaan
Efek atau Penasihat Investasi menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan
untuk kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan nasabahnya.
Selain itu, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib menyimpan dengan
baik segala catatan yang berhubungan dengan pesanan, transaksi, dan kegiatan
investasi nasabah. Dengan demikian, catatan tersebut sewaktu-waktu dapat
diketahui oleh nasabah untuk kepentingan pembuktian.
Pasal 37
Huruf a
Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek merupakan titipan nasabah,
bukan merupakan bagian kekayaan dari Perusahaan Efek. Oleh karena itu,
Efek nasabah tersebut harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari
rekening Perusahaan Efek.
Karena Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari kekayaan
Perusahaan Efek, dalam hal Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau
dilikuidasi, Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta
kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua kreditur
atau Pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap Perusahaan Efek tidak
mempunyai hak untuk menuntut Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan
Efek.
Huruf b…
Huruf b
Di samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan
Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan pembukuan
secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi pencampuran Efek
di antara nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek juga menyediakan tempat
penyimpanan yang aman atas harta nasabah agar terhindar dari kemungkinan
hilang, rusak ataupun risiko kecurian.
Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan Efek
dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan menggunakannya untuk
kepentingan pembuktian.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Pasal 38
Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku bagi Perusahaan Efek
yang bertindak selaku Perantara Pedagang Efek dalam hal yang bersangkutan akan
membeli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak terafiliasinya di mana pada saat
yang bersamaan terdapat pesanan beli dari Pihak yang tidak terafiliasi dengan
persyaratan transaksi Efek yang sama atau lebih tinggi dari persyaratan transaksi
Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efek yang bersangkutan atau Pihak
terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang Efek dimaksud membeli
Efek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih tinggi dibandingkan dengan
persyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi, Perantara Pedagang
Efek dimaksud dapat membeli Efek tersebut, baik untuk kepentingan dirinya sendiri
maupun Pihak terafiliasinya.
Larangan yang sama berlaku pula dalam hal Perantara Pedagang Efek dimaksud
bermaksud melakukan penjualan Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak
terafiliasinya di mana pada saat yang bersamaan terdapat pesanan jual dari Pihak
yang tidak terafiliasi dengan persyaratan transaksi Efek yang sama atau lebih rendah
dari persyaratan transaksi Efek untuk kepentingan Perantara Pedagang Efek yang
bersangkutan atau Pihak terafiliasinya. Akan tetapi, dalam hal Perantara Pedagang
Efek bermaksud menjual Efek dengan persyaratan transaksi Efek yang lebih rendah
dibandingkan dengan persyaratan yang diajukan oleh Pihak yang tidak terafiliasi,
maka Perantara Pedagang Efek dimaksud dapat menjual Efek tersebut, baik untuk
kepentingan dirinya sendiri maupun Pihak terafiliasinya.
Misalnya, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek mengajukan
pesanan beli atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00 sementara pada saat yang
bersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud membeli saham yang sama
dengan harga di atas Rp10.000,00. Dalam hal ini, Perantara Pedagang Efek tersebut
dapat membeli saham dimaksud baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Pihak terafiliasinya.
Contoh…
Contoh lain, Pihak yang tidak terafiliasi dengan Perantara Pedagang Efek
mengajukan pesanan jual atas saham PT X dengan harga Rp10.000,00, sementara
pada saat yang bersamaan Perantara Pedagang Efek tersebut bermaksud menjual
saham yang sama dengan harga yang lebih rendah dari Rp10.000,00. Dalam hal
ini, Perantara Pedagang Efek dimaksud dapat menjual saham tersebut untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Pihak terafiliasinya.
Pasal 39
Apabila Penjamin Emisi Efek dan Emiten telah sepakat untuk melaksanakan
Penawaran Umum berdasarkan jenis kontrak yang ditentukan, Pihak tersebut wajib
melakukan Penawaran Umum tersebut sesuai dengan kontrak yang dibuat dan untuk
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
itu harus dicantumkan dalam Prospektus.
Kontrak penjaminan emisi Efek dapat berbentuk kesanggupan penuh (full
commitment) atau kesanggupan terbaik (best effort). Dengan kesanggupan penuh,
Penjamin Emisi Efek bertanggung jawab mengambil sisa Efek yang tidak terjual,
sedangkan dengan kesanggupan terbaik, Penjamin Emisi Efek tidak bertanggung
jawab terhadap sisa Efek yang tidak terjual, tetapi berusaha dengan sebaik-baiknya
untuk menjualkan Efek Emiten.
Pasal 40
Pada dasarnya Emiten dapat menerbitkan Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin
Emisi Efek. Dalam hal ini, penetapan harga dilaksanakan oleh Emiten yang
bersangkutan. Penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek dimaksudkan untuk membantu
Emiten memasarkan dan atau menjual Efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian
perolehan dana hasil penjualan Efek dimaksud. Sedangkan keputusan untuk
melakukan investasi terhadap Efek yang ditawarkan sepenuhnya berada di tangan
pemodal. Oleh karena itu, penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek yang terafiliasi
dengan Emiten pada dasarnya dapat dipersamakan dengan penawaran Efek tanpa
menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Namun, penjaminan tersebut harus
benar-benar memperhatikan adanya kemungkinan benturan kepentingan.
Dengan demikian, hubungan antara Emiten dan Penjamin Emisi Efek tidak menjadi
faktor dominan bagi pemodal sepanjang hubungan dimaksud diungkapkan secara
jelas dalam Prospektus.
Dengan dimuatnya dalam Prospektus adanya hubungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal ini pemodal dapat mengetahui dan menilai sejauh mana tingkat
independensi dari Perusahaan Efek dimaksud yang bertindak selaku Penjamin Emisi
Efek atas Efek yang diterbitkan oleh Emiten.
Yang dimaksud dengan "hubungan lain yang bersifat material dalam Pasal ini,
antara lain meliputi hubungan bisnis yang bersifat material antara Emiten dan
Penjamin Emisi Efek seperti hubungan utang-piutang dan pemberian jasa tertentu.
Pasal 41…
Pasal 41
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Reksa Dana dari
pengenaan komisi secara tidak wajar oleh Perusahaan Efek yang bertindak sekaligus
sebagai Manajer Investasi dan sebagai Perantara Pedagang Efek untuk Reksa Dana
atau oleh Perantara Pedagang Efek yang terafiliasi dengan Perusahaan Efek yang
bersangkutan.
Pasal 42
Mengingat keputusan investasi harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
pemegang saham Reksa Dana berbentuk Perseroan atau pemegang Unit Penyertaan
kontrak investasi kolektif, Manajer Investasi dilarang menerima imbalan dalam
bentuk apapun yang dapat mempengaruhi keputusannya dalam melakukan
pembelian atau penjualan Efek untuk Reksa Dana tersebut.
Komisi yang diperoleh Perusahaan Efek dalam rangka pemberian jasa sebagai
Perantara Pedagang Efek dengan tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 dan imbalan lain yang berkaitan dengan pengelolaan dana investasi
sebagaimana dituangkan dalam kontrak pengelolaan investasi bukan merupakan
imbalan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini.
Pasal 43
Ayat (1)
Kegiatan penitipan adalah salah satu kegiatan Bank Umum sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Oleh
karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatan
penitipan. Namun, untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian yang
merupakan kegiatan yang lebih luas dari kegiatan penitipan dan terkait dengan
kegiatan lembaga lainnya seperti Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
Perusahaan Efek, dan Reksa Dana, maka Bank Umum tetap memerlukan
persetujuan Bapepam.
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek tidak
memerlukan izin atau persetujuan secara terpisah untuk melakukan kegiatan
sebagai Kustodian karena izin yang telah diberikan sebagai Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek sudah mencakup
kegiatan Kustodian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan
dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
a.
b.
c.
d.
Pasal 44
Ayat (1)
persyaratan penyediaan sarana;
persyaratan tenaga ahli;
persyaratan penanggung jawab kegiatan Kustodian pada Bank Umum
tersebut; dan
tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh persetujuan.
persyaratan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Oleh karena Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek bukan
merupakan harta Kustodian, Efek tersebut tidak dapat diambil atau disita oleh
kreditur Kustodian. Dalam hal Kustodian mengalami kepailitan, semua Efek
yang dititipkan pada Kustodian tersebut tidak dimasukkan dalam harta
kepailitan dan wajib dikembalikan kepada pemegang rekening yang
bersangkutan.
Pasal 45
Bentuk perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat berupa surat
yang ditandatangani atau bentuk perintah lainnya sesuai dengan kontrak yang dibuat
antara Kustodian dan pemegang rekening.
Pasal 46
Oleh karena Efek dalam rekening Efek dititipkan dan diadministrasikan pada
Kustodian, sudah sepatutnya pemegang rekening perlu mendapat perlindungan dari
kerugian yang timbul akibat kesalahan Kustodian, antara lain karena:
a.
b.
c.
hilang atau rusaknya harta atau catatan mengenai harta dalam penitipan;
keterlambatan dalam penyerahan harta keluar dari penitipan; atau
kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa dividen, bunga,
atau hak-hak lain atas harta dalam penitipan.
Pasal 47…
Pasal 47
Ayat (1)
Pengecualian dalam ayat ini diperlukan, antara lain untuk memungkinkan
pelaksanaan penerapan sistem perdagangan Efek, kliring, penjaminan dan
penyelesaian atas Transaksi Bursa, serta penyimpanan Efek, di mana
lembaga-lembaga yang terkait saling memerlukan keterangan mengenai
rekening Efek. Untuk maksud tersebut, Bursa Efek dan Lembaga Kliring dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Penjaminan perlu diberi kesempatan untuk memperoleh keterangan mengenai
rekening Efek pada Kustodian, termasuk Bank Kustodian.
Di samping itu, dalam rangka penyelenggaraan daftar pemegang Efek dan
pembagian hak-hak yang berkaitan dengan Efek, termasuk dividen, Biro
Administrasi Efek juga perlu diberikan kesempatan untuk memperoleh
keterangan mengenai rekening Efek pada Kustodian, termasuk Bank
Kustodian.
Ketentuan ini juga diperlukan agar Bapepam dapat melaksanakan fungsi
pengawasan sesuai dengan wewenang yang ditentukan dalam Undang-undang
ini.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa walaupun Pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f dapat memperoleh
keterangan mengenai rekening Efek nasabah Kustodian atau Pihak
terafiliasinya tidak berarti bahwa keterangan tersebut dapat diberikan kepada
Pihak lain dengan bebas. Keterangan mengenai rekening Efek dimaksud hanya
dapat diberikan kepada Pihak lain semata-mata dalam pelaksanaan fungsinya.
Sebagai contoh, Biro Administrasi Efek menerima keterangan mengenai
rekening Efek nasabah dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
kemudian Biro Administrasi Efek meneruskannya kepada Emiten untuk
menentukan pemegang saham yang berhak hadir dan mengeluarkan suara
dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Ayat (3)
Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang diberikan kewenangan oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung
untuk memperoleh keterangan mengenai rekening Efek.
Pasal 48…
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 41 -
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perizinan dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
d.
persyaratan penyediaan sarana;
persyaratan tenaga ahli;
persyaratan permodalan; dan
tata cara pengajuan permohonan izin.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Oleh karena Efek bersifat utang adalah merupakan surat pengakuan utang yang
sifatnya sepihak dan para pemegangnya tersebar luas, maka untuk mengurus
dan mewakili mereka selaku kreditur, perlu dibentuk lembaga
perwaliamanatan. Agar Wali Amanat dapat mewakili kepentingan para
pemegang Efek bersifat utang tersebut, ditetapkan Bank Umum sebagai Pihak
yang dapat menyelenggarakan kegiatan perwaliamanatan karena mempunyai
jaringan kegiatan usaha yang luas. Namun, untuk mengantisipasi
perkembangan Pasar Modal, dimungkinkan Pihak lain, selain Bank Umum,
untuk melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Ayat (2)
Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat merupakan salah satu kegiatan Bank
Umum sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan. Oleh karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin
untuk melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat. Namun, untuk melakukan
kegiatan tersebut, Bank Umum tetap memerlukan pendaftaran di Bapepam.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat
dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
persyaratan tenaga ahli;
persyaratan permodalan; dan
tata cara pengajuan permohonan pendaftaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
Pasal 51
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan
kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang
dan kepentingan Emiten di mana Wali Amanat mempunyai hubungan Afiliasi.
Hal ini diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara
independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek bersifat
utang secara maksimal.
Ayat (2)
Sejak ditandatangani kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan Wali
Amanat, Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili
pemegang Efek bersifat utang, tetapi perwakilan tersebut akan berlaku efektif
pada saat Efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para pemodal. Dalam
hal ini, Wali Amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-undang ini untuk
mewakili pemegang Efek bersifat utang dalam melakukan tindakan hukum
yang berkaitan dengan kepentingan pemegang Efek bersifat utang tersebut,
termasuk melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek bersifat utang, baik
di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari
pemegang Efek bersifat utang dimaksud.
Ayat (3)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan
kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang
dan kepentingan Wali Amanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten. Hal
ini diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara
independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek bersifat
utang secara maksimal.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "penggunaan jasa Wali Amanat" dalam ayat ini adalah
penggunaan jasa Wali Amanat oleh Emiten dalam penerbitan Efek yang
bersifat utang jangka panjang, seperti obligasi.
Pasal 52…
Pasal 52
Yang dimaksud dengan ketentuan yang harus ditetapkan Bapepam dalam ayat ini
adalah hal-hal yang harus dimuat dalam kontrak perwaliamanatan antara Emiten dan
Wali Amanat, antara lain mengenai:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
a.
b.
c.
d.
e.
Pasal 53
Ketentuan dalam Pasal ini memberikan hak kepada pemegang Efek bersifat utang
untuk menuntut ganti rugi kepada Wali Amanat yang lalai dalam melaksanakan
tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian kepada pemegang Efek bersifat utang
dimaksud.
Pasal 54
Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya benturan kepentingan Wali Amanat selaku wakil
pemegang Efek bersifat utang dengan kepentingan Wali Amanat selaku penanggung
yang justru wajib memenuhi kewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat
utang dalam hal terjadi wanprestasi oleh Emiten.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyelesaian pembukuan" (book entry settlement)
dalam ayat ini adalah pemenuhan hak dan kewajiban yang timbul sebagai
akibat adanya Transaksi Bursa yang dilaksanakan dengan cara mengurangi
Efek dari rekening Efek yang satu dan menambahkan Efek dimaksud pada
rekening Efek yang lain pada Kustodian, yang dalam hal ini dapat dilakukan
secara elektronik.
Peralihan hak atas Efek terjadi pada saat penyerahan Efek atau pada waktu
Efek dimaksud dikurangkan dari rekening Efek yang satu dan kemudian
ditambahkan pada rekening Efek yang lain.
Yang dimaksud dengan penyelesaian fisik dalam ayat ini, adalah penyelesaian
Transaksi Bursa yang dilakukan langsung oleh setiap Perantara Pedagang Efek
yang melakukan transaksi, berdasarkan serah terima fisik warkat Efek.
Yang…
Yang dimaksud dengan cara lain dalam ayat ini antara lain adalah:
a.
penyelesaian Transaksi Bursa secara langsung pada daftar pemegang
Efek tanpa melalui rekening Efek pada Kustodian;
b. penyelesaian Transaksi Bursa secara internasional atau melalui negara
lain;
utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten;
saat jatuh tempo;
jaminan (jika ada);
agen pembayaran; dan
tugas dan fungsi Wali Amanat.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 44 -
c.
penyelesaian Transaksi Bursa secara elektronik atau cara lain yang
mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan
perkembangan teknologi; dan
d. penyelesaian Transaksi Bursa lain yang wajib dilaksanakan apabila
terdapat peraturan perundang-undangan baru.
Ayat (2)
Setiap Transaksi Bursa wajib diselesaikan oleh para Pihak yang melakukan
Transaksi Bursa karena merupakan transaksi yang saling terkait dari waktu ke
waktu. Transaksi yang terjadi sebelumnya merupakan dasar bagi transaksi
berikutnya, sehingga pembatalan Transaksi Bursa sebelumnya akan
mempengaruhi Transaksi Bursa berikutnya.
Oleh karena itu, Lembaga Kliring dan Penjaminan wajib menjamin
penyelesaian Transaksi Bursa dengan merealisasikan pemenuhan hak dan
kewajiban masing-masing Anggota Bursa Efek yang melakukan Transaksi
Bursa.
Ayat (3)
Oleh karena kegiatan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian merupakan satu kesatuan kegiatan
yang saling berkaitan mulai dari kegiatan transaksi sampai dengan
penyelesaian transaksi, ketiga lembaga dimaksud wajib menjamin
terlaksananya kegiatan tersebut secara efisien dan aman. Untuk menjamin
pelaksanaan kegiatan tersebut, ketiga lembaga dimaksud wajib membuat
kontrak tertulis diantara mereka, antara lain memuat penentuan waktu dan
tahap-tahap penyelesaian transaksi, jumlah dan cara pemenuhan dana jaminan
yang wajib dipenuhi oleh Anggota Bursa Efek, dan penentuan biaya transaksi
dan penyelesaian transaksi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 56…
Pasal 56
Ayat (1)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa para pemegang rekening
pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian berdasarkan Undang-undang ini
diakui sebagai pemilik Efek atau
Pihak yang berhak atas Efek di mana
kepentingannya diwakili oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dengan
mencatatkan nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian tersebut dalam
buku daftar pemegang Efek Emiten.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa berdasarkan
Undang-undang ini, pemilik atau Pihak yang berhak atas Efek yang tercatat
pada rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah para
pemegang rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek, meskipun
nama yang tercatat pada rekening Efek pada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian adalah nama Bank Kustodian atau Perusahaan Efek.
Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dalam hal ini mewakili kepentingan
pemegang rekening pada Bank Kustodian atau Perusahaan Efek dimaksud.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa berdasarkan Undang-undang ini
keseluruhan pemilik Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk kontrak investasi
kolektif adalah Pihak yang memiliki atau berhak atas Efek yang termasuk
dalam portofolio Reksa Dana dimaksud. Kepemilikan tersebut diwakili oleh
Bank Kustodian dengan mencatatkan nama Bank Kustodian tersebut dalam
buku daftar pemegang Efek Emiten. Bank Kustodian dalam hal ini
semata-mata bertindak selaku wakil dari keseluruhan pemilik Unit Penyertaan
Reksa Dana dimaksud.
Ayat (4)
Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat berupa keterangan
tertulis atau bentuk lain yang menerangkan jumlah Efek yang tercatat dalam
buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian yang mewakili kepentingan pemegang rekening atau Bank
Kustodian yang mewakili kepentingan Unit Penyertaan Reksa Dana berbentuk
kontrak investasi kolektif.
Ayat (5)…
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Lembaga Penyimpanan dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek untuk memberikan tanda
bukti pencatatan sebagai konfirmasi kepada pemegang rekening dari Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, atau Perusahaan Efek
dimaksud.
Pasal 57
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyelesaian transaksi Efek, Efek dalam
Penitipan Kolektif dianggap sepadan.
Dalam hal ini Efek dianggap memiliki sifat yang sama dengan uang, misalnya
apabila seseorang hendak mencairkan uang dari rekeningnya pada bank, maka yang
bersangkutan tidak dapat menuntut atau mensyaratkan kepada bank agar uang yang
dicairkan tersebut adalah fisik uang yang dahulu disetorkan nasabah tersebut kepada
bank.
Dengan demikian, pemegang rekening Efek tidak dapat menuntut pemilikan suatu
Efek berdasarkan nomor, seri, atau ciri-ciri tertentu dari Efek. Pemegang rekening
hanya dapat menuntut berdasarkan jumlah, jenis, dan kelas Efek.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Walaupun Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian
tercatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten, pemegang rekening pada
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dapat
menginstruksikan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank
Kustodian agar namanya atau Pihak lain yang ditunjuk oleh yang bersangkutan
dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten. Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerima instruksi tersebut wajib
melaksanakannya dengan memerintahkan Emiten agar mencatatkan nama
Pihak tersebut atau Pihak lain yang ditunjuk oleh yang bersangkutan dalam
buku daftar pemegang Efek Emiten. Emiten yang menerima instruksi tersebut
wajib melaksanakannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini.
Ayat (3)…
Ayat (3)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa Efek yang
dimasukkan dalam Penitipan Kolektif adalah Efek yang baik dalam arti bebas
dari permasalahan, termasuk dari gugatan Pihak mana pun yang menyatakan
berhak atas Efek dimaksud. Hal ini diperlukan agar Efek yang masuk dalam
Penitipan Kolektif benar-benar Efek yang siap untuk diperjualbelikan. Efek
yang hilang atau musnah dianggap Efek yang bermasalah, sehingga tidak dapat
dimasukkan dalam Penitipan Kolektif. Namun, kemungkinan dapat terjadi
bahwa Efek yang hilang atau musnah tersebut dimiliki oleh Pihak dan tidak
dialihkan kepada Pihak lain serta Pihak tersebut dapat membuktikan bahwa
Efek tersebut adalah milik sendiri. Dalam hal ini, Emiten dapat menerima
pencatatan Efek dimaksud ke dalam Penitipan Kolektif dan mengambil alih
tanggung jawab terhadap pencatatan Efek dimaksud ke dalam Penitipan
Kolektif.
Ayat (4)
Efek yang dijaminkan, diletakkan dalam sita jaminan berdasarkan penetapan
pengadilan, atau disita untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana
dianggap Efek yang tidak bebas untuk ditransaksikan. Atas dasar itu, Efek
tersebut tidak dapat dimasukkan dalam Penitipan Kolektif berdasarkan
ketentuan ayat ini.
Pasal 59
Ayat (1)
Oleh karena dana dan atau Efek dalam Rekening Efek pada Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian merupakan milik dari pemegang rekening,
pemegang rekening yang bersangkutan dapat menarik dana dan atau Efek
tersebut sewaktu-waktu berdasarkan ketentuan ayat ini.
Ayat (2)
Dengan pemblokiran, pembekuan, atau penjaminan atas rekening Efek berarti
bahwa dana dan atau Efek yang terdapat dalam rekening Efek tersebut tidak
dapat ditarik atau dimutasikan. Atas dasar itu, apabila terdapat permintaan
untuk menarik atau memutasikan dana dan atau Efek dalam rekening Efek
dimaksud, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dapat menolak permintaan
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 48 -
Pasal 60
Ayat (1)
Oleh karena pemegang rekening adalah Pihak yang memiliki atau berhak atas
rekening Efek, sudah dengan sendirinya Pihak tersebut mempunyai hak suara
atas Efek yang tercatat dalam rekening Efek yang bersangkutan. Untuk itu
berdasarkan ketentuan ayat ini ditegaskan bahwa pemegang rekening adalah
Pihak yang berhak untuk hadir dan memberikan hak suara dalam Rapat Umum
Pemegang Efek walaupun Efek tersebut tercatat atas nama Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian dalam buku daftar
pemegang Efek Emiten. Fungsi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dan
Bank Kustodian dalam hal ini adalah selaku Kustodian yang mewakili
kepentingan pemegang rekening.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menjamin agar hak pemegang
rekening berupa dividen, bunga, saham bonus, atau hak lain dapat segera
diterima oleh pemegang rekening yang bersangkutan. Hal ini diperlukan untuk
menghindari kerugian yang mungkin timbul yang diderita oleh pemegang
rekening akibat keterlambatan penyerahan hak dimaksud.
Pasal 61
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pemegang
rekening sewaktu-waktu dapat meminjamkan atau menjaminkan Efek yang tercatat
dalam rekening Efek tanpa mengeluarkan Efek tersebut dari Penitipan Kolektif. Hal
ini diperlukan agar peminjaman atau penjaminan Efek itu terlaksana dengan aman
dan efisien. Peminjaman atau penjaminan Efek dilakukan dengan pemberitahuan
secara tertulis oleh pemegang rekening kepada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerangkan jumlah, jenis Efek yang
dipinjamkan atau dijaminkan, Pihak yang menerima pinjaman atau penjaminan, dan
persyaratan peminjaman atau penjaminan.
Pasal 62
Yang dimaksud dengan "ketentuan mengenai Penitipan Kolektif dalam Pasal ini
adalah ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam anggaran dasar Emiten,
antara lain:
a.
b.
kesepadanan Efek;
kewajiban untuk menerbitkan sertifikat atau konfirmasi kepada Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian atau Bank Kustodian;
c.
d.
hak suara, hak atas dividen, dan hak-hak lain yang dimiliki oleh pemegang
rekening Efek dalam penitipan kolektif; dan
pengalihan kepemilikan dalam Penitipan Kolektif.
Ketentuan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 49 -
Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diperlukan agar pemegang Efek, khususnya
pemegang saham, secara jelas mengetahui dan dapat melaksanakan hak-haknya atas
Efek yang tercatat dalam Penitipan Kolektif.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Huruf a
Akuntan adalah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri dan
terdaftar di Bapepam.
Huruf b
Konsultan Hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukum
kepada Pihak lain dan terdaftar di Bapepam.
Huruf c
Penilai adalah Pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan
dan terdaftar di Bapepam.
Huruf d
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan
terdaftar di Bapepam.
Huruf e
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kemungkinan
diperlukannya jasa profesi lain untuk memberikan pendapat atau
penilaian sesuai dengan perkembangan Pasar Modal di masa mendatang
dan terdaftar di Bapepam.
Ayat (2)
Karena pendapat dan atau penilaian Profesi Penunjang Pasar Modal sangat
penting bagi pemodal dalam mengambil keputusan investasinya, maka
kegiatan profesi tersebut di Pasar Modal perlu diawasi dengan mewajibkannya
mendaftar di Bapepam.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
Ayat (3)…
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan persyaratan dan tata cara pendaftaran dalam ayat ini
adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
persyaratan sarana dan prasarana;
persyaratan kualifikasi pendidikan;
persyaratan izin profesi bagi profesi yang memerlukan izin dari instansi
yang berwenang; dan
d.
Pasal 65
Ayat (1)
Karena izin profesi merupakan salah satu persyaratan pendaftaran di Bapepam,
maka apabila izin profesi tersebut dicabut, dengan sendirinya pendaftaran di
Bapepam menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal tertentu Profesi Penunjang Pasar Modal dapat memberikan lebih
dari satu jenis jasa. Demikian juga halnya satu jenis jasa dapat diberikan yang
sifatnya berulang-ulang berdasarkan penugasan secara periodik. Selanjutnya
pemberian jasa dimaksud dapat diberikan kepada satu Pihak atau lebih. Dalam
hal pencabutan pendaftaran berhubungan dengan pemberian salah satu jenis
jasa kepada Pihak tertentu atau pemberian jasa pada salah satu periode kepada
Pihak tertentu, Bapepam dapat melakukan pemeriksaan atas jasa lain atau jasa
yang diberikan untuk periode lainnya, baik untuk Pihak tersebut maupun Pihak
lainnya.
Yang dimaksud dengan jasa lain dalam ayat ini adalah jasa yang bukan
menjadi penyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnya izin profesi yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pemeriksaan atas jasa
lain dimaksud diperlukan dalam rangka untuk memperoleh kepastian tentang
dampak yang mungkin timbul akibat dari pembatalan tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
tata cara pengajuan permohonan pendaftaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 51 -
Pasal 66…
Pasal 66
Kode etik dan standar profesi merupakan suatu standar pemenuhan kualitas minimal
jasa yang diberikan kepada nasabahnya, dan merupakan suatu kewajiban bagi setiap
Profesi Penunjang Pasar Modal untuk menaatinya. Namun, dalam hal kode etik dan
standar profesi dimaksud bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya, Profesi Penunjang Pasar Modal harus mengikuti ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Hal ini penting
untuk melindungi kepentingan para pemodal.
Pasal 67
Ketentuan ini dimaksudkan agar pendapat atau penilaian yang diberikan oleh Profesi
Penunjang Pasar Modal dilakukan secara profesional dan bebas dari pengaruh Pihak
yang memberikan tugas dan menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal
tersebut dan atau afiliasinya sehingga pendapat atau penilaian yang diberikan
objektif dan wajar.
Pasal 68
Ketentuan tentang kewajiban untuk melaporkan adanya pelanggaran dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari dimaksudkan agar Bapepam dapat mengetahui hal tersebut sedini
mungkin dan dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi
atau mencegah kemungkinan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat pemodal.
Pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam dalam Pasal ini adalah
penyampaian informasi secara rahasia tentang adanya pelanggaran yang dilakukan
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya
atau hal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau
kepentingan para nasabahnya. Pemberitahuan dimaksud wajib disampaikan kepada
Bapepam secara tertulis.
Pasal 69
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam ayat ini
adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.
Ayat (2)
Meskipun pengaturan suatu hal tertentu sudah diatur dalam Standar Akuntansi
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan ayat (1), tetapi apabila
belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di Pasar Modal seperti dalam rangka
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 52 -
memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai
hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.
Pasal 70…
Pasal 70
Ayat (1)
Kegiatan Penawaran Umum merupakan salah satu cara untuk menghimpun
dana masyarakat. Untuk itu, kepentingan masyarakat yang akan menanamkan
dananya pada Efek perlu mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, setiap
Pihak yang bermaksud menghimpun dana melalui Penawaran Umum
diwajibkan terlebih dahulu menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada
Bapepam dan Penawaran Umum tersebut baru dapat dilakukan setelah
Pernyataan Pendaftaran dimaksud efektif.
Ayat (2)
Pengecualian pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diperlukan mengingat pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Efek dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c ayat ini dilaksanakan oleh instansi lain.
Khusus untuk penawaran Efek yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah
Indonesia, ketentuan ayat (1) juga tidak berlaku mengingat Pemerintah
sebagai Pihak yang menerbitkan atau menjamin Efek dimaksud memiliki
kemampuan untuk memenuhi segala kewajiban dalam penerbitan Efek
tersebut. Sedangkan pengecualian terhadap Efek lain yang ditetapkan oleh
Bapepam dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penerbitan
Efek yang oleh karena satu dan lain hal harus dikecualikan dari kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 71
Dengan ketentuan ini, pemodal mempunyai kesempatan memahami isi Prospektus
sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasinya.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam ayat ini
adalah bahwa dalam hal terdapat lebih dari satu Penjamin Pelaksana Emisi
Efek, pemodal dapat menuntut ganti rugi kepada satu atau lebih Penjamin
Pelaksana Emisi Efek apabila terjadi kerugian yang diderita pemodal akibat
kelalaian para Penjamin Pelaksana Emisi Efek termaksud.
Ayat (3)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 53 -
Cukup jelas
Pasal 73…
Pasal 73
Untuk melindungi kepentingan pemegang saham perusahaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagai Perusahaan Publik, perusahaan yang bersangkutan wajib
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Emiten memperoleh kepastian bahwa dalam
hal Pernyataan Pendaftaran yang disampaikannya kepada Bapepam telah
lengkap dan memenuhi persyaratan dan prosedur yang ditetapkan, apabila
Bapepam tidak melakukan sesuatu, Pernyataan Pendaftaran tersebut menjadi
efektif dengan sendirinya pada hari ke-45 (keempat puluh lima).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal Bapepam meminta perubahan dan atau tambahan informasi dari
Emiten atau Perusahaan Publik, penghitungan waktu untuk efektifnya
Pernyataan Pendaftaran dihitung sejak tanggal diterimanya tambahan informasi
atau perubahan dimaksud..
Ayat (4)
Terdapat kemungkinan bahwa Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan
kepada Bapepam belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan sehingga
efektifnya Pernyataan Pendaftaran akan melebihi jangka waktu 45 (empat
puluh lima) hari.
Dalam hal ini, Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan
informasi kepada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Pernyataan Pendaftaran baru dapat dinyatakan efektif apabila:
a.
b.
Pasal 75
perubahan dan atau tambahan informasi yang diminta oleh Bapepam
telah dipenuhi; dan
perubahan dan atau tambahan informasi dimaksud telah memenuhi
persyaratan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 54 -
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)…
Ayat (2)
Bapepam tidak melakukan penilaian atas kualitas Efek yang ditawarkan.
Keputusan untuk melakukan investasi sepenuhnya ada pada pemodal.
Pasal 76
Rencana pencatatan Efek di Bursa Efek merupakan salah satu hal penting yang
dijadikan dasar pertimbangan keputusan untuk melakukan investasi oleh pemodal.
Oleh karena itu, apabila janji tersebut tidak dapat dipenuhi, Penawaran Umum
tersebut menjadi batal demi hukum dan Emiten serta Penjamin Emisi Efek wajib
mengembalikan uang pesanan Efek kepada pemesan.
Pasal 77
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara penyampaian Pernyataan
Pendaftaran dalam Pasal ini adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b.
c.
persyaratan tentang jenis dokumen yang termasuk dalam Pernyataan
Pendaftaran;
persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pihak yang melakukan Penawaran
Umum; dan
tata cara penyampaian Pernyataan Pendaftaran.
Pasal 78
Ayat (1)
Prospektus merupakan salah satu dokumen pokok dalam rangka Penawaran
Umum. Oleh karena itu, informasi yang terkandung di dalamnya harus memuat
hal-hal yang benar-benar menggambarkan keadaan Emiten yang bersangkutan
sehingga keterangan atau informasi dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan untuk menetapkan keputusan investasinya. Apabila informasi
yang disajikan tidak benar tentang fakta yang material, atau tidak
mengungkapkan informasi yang benar tentang fakta yang material, hal tersebut
dapat mengakibatkan pemodal mengambil keputusan investasi yang tidak
tepat.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya Pihak-Pihak yang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 55 -
menggunakan keterangan yang tidak benar dengan menyebutkan bahwa
Bapepam telah memberikan persetujuan, izin, pengesahan, penelitian, atau
penilaian atas berbagai segi keunggulan suatu Efek dengan maksud untuk
mempengaruhi masyarakat agar membeli Efek yang ditawarkan.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "ketentuan mengenai Prospektus dalam ayat ini, antara
lain mengenai bentuk dan isi Prospektus.
Prospektus tersebut sekurang-kurangnya memuat:
a.
uraian tentang Penawaran Umum;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Pasal 79
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar masyarakat memperoleh
keterangan atau informasi yang sebenarnya mengenai Emiten yang diperlukan
sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan keputusan investasinya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan tentang persyaratan pengumuman dalam
ayat ini, antara lain mengenai:
a. nama Emiten;
b.
c.
jenis Efek yang ditawarkan;
jenis industri Emiten;
d. nama dan alamat agen penjualan (jika ada); dan
e. nama dan alamat Penjamin Emisi Efek (jika ada).
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tanggung jawab masing-masing Profesi Penunjang Pasar Modal terbatas pada
pendapat atau keterangan yang diberikannya dalam rangka Pernyataan
tujuan dan penggunaan dana Penawaran Umum;
analisis dan pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan;
risiko usaha;
data keuangan;
keterangan dari segi hukum;
informasi mengenai pemesanan pembelian Efek; dan
keterangan tentang anggaran dasar.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 56 -
Pendaftaran. Oleh karena itu, pemodal hanya dapat menuntut ganti rugi atas
kerugian yang timbul akibat dari pendapat atau penilaian yang diberikan
Profesi Penunjang Pasar Modal.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tidak
dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pemodal apabila
Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut
telah melakukan penilaian atau memberikan pendapatnya secara profesional,
dalam arti pekerjaannya telah dilaksanakan sesuai dengan norma pemeriksaan,
prinsip-prinsip dan kode etik masing-masing profesi, dan pendapatnya atau
penilaiannya itu telah diberikan
secara independen. Selain itu, Penjamin
Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal telah melakukan
langkah-langkah konkret yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari
pernyataan atau keterangan yang diungkapkan dalam Pernyataan Pendaftaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hak memesan Efek terlebih dahulu dalam ayat ini
adalah hak yang melekat pada saham yang memberikan kesempatan bagi
pemegang saham yang bersangkutan untuk membeli Efek baru sebelum
ditawarkan kepada Pihak lain.
Ayat (2)
Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya
merupakan pemegang saham minoritas dari kemungkinan adanya penetapan
harga yang tidak wajar atas transaksi yang dilakukan
oleh Emiten
disebabkan oleh adanya benturan kepentingan antara pribadi direktur,
komisaris, atau pemegang saham utama, Bapepam dapat mewajibkan Emiten
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 57 -
untuk terlebih dahulu memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang
saham independen.
Ayat (3)…
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan persyaratan dan tata cara penerbitan hak memesan
Efek terlebih dahulu dan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan
dalam ayat ini adalah ketentuan mengenai, antara lain:
a.
b. dokumen-dokumen yang wajib disampaikan dalam Pernyataan
Pendaftaran tersebut;
c.
d.
bentuk dan isi Prospektus dalam rangka penerbitan hak memesan Efek
terlebih dahulu; dan
tata cara pelaksanaan penentuan korum dan suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham untuk memperoleh persetujuan pemegang saham
independen.
Pasal 83
Yang dimaksud dengan "penawaran tender dalam Pasal ini adalah penawaran
melalui media massa untuk memperoleh Efek bersifat ekuitas dengan cara
pembelian atau pertukaran dengan Efek lainnya.
Yang dimaksud dengan "Efek bersifat ekuitas dalam penjelasan Pasal ini adalah
saham atau Efek yang dapat ditukar dengan saham atau Efek yang mengandung hak
untuk memperoleh saham.
Mengingat penawaran tender melibatkan penawaran untuk membeli Efek dari
pemegang saham publik yang dapat berakibat berkurangnya jumlah pemegang
saham secara signifikan dan ada kemungkinan perusahaan yang bersangkutan tidak
lagi memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik, pemegang saham publik
tersebut perlu memperoleh perlindungan. Perlindungan kepada pemegang saham
publik tersebut dilakukan terutama agar transaksi penawaran tender dilakukan
dengan wajar.
Kewajaran di atas, terutama dalam hal perolehan informasi yang benar tentang
rencana penawaran tender yang diusulkan, termasuk penetapan harga, tata cara
penjualan Efek, serta persyaratan tertentu yang dapat mengakibatkan batalnya
penawaran tender dimaksud.
Pasal 84
bentuk dan isi Pernyataan Pendaftaran dalam rangka penerbitan hak
memesan Efek terlebih dahulu;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 58 -
Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini ditujukan untuk melindungi kepentingan
pemodal dari praktik yang merugikan pemodal dalam transaksi penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan, termasuk penyertaan yang melibatkan Emiten atau
Perusahaan Publik, dengan mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud
untuk memenuhi Prinsip Keterbukaan dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam.
Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan tanpa mengurangi ketentuan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 85…
Pasal 85
Yang dimaksud dengan laporan dalam Pasal ini adalah laporan berkala dan laporan
insidental lainnya.
Pasal 86
Ayat (1)
Oleh karena informasi mengenai Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai
peranan yang penting bagi pemodal, di samping untuk efektivitas pengawasan
oleh Bapepam, kewajiban untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan
bagi Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan juga agar informasi
mengenai jalannya usaha perusahaan tersebut selalu tersedia bagi masyarakat.
Huruf a
Informasi berkala tentang kegiatan usaha dan keadaan keuangan Emiten
atau Perusahaan Publik diperlukan oleh pemodal sebagai dasar
pengambilan keputusan investasi atas Efek. Oleh karena itu, Emiten atau
Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan berkala untuk setiap
akhir periode tertentu kepada Bapepam dan laporan tersebut terbuka
untuk umum.
Huruf b
Selain tambahan dari laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf
a di atas, apabila terjadi peristiwa yang sifatnya material, Emiten atau
Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan
mengumumkannya kepada masyarakat selambat-lambatnya pada akhir
hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa yang sifatnya material
tersebut.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada
Bapepam untuk menetapkan persyaratan tertentu di mana Emiten atau
Perusahaan Publik yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 59 -
diwajibkan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Persyaratan dimaksud, antara lain, berupa penentuan maksimal jumlah
pemegang saham dan modal disetor Perusahaan Publik yang tidak diwajibkan
untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Ketentuan ini tidak berarti bahwa Perusahaan Publik yang Pernyataan
Pendaftarannya telah menjadi efektif tidak wajib menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meskipun tidak memenuhi persyaratan
sebagai Perusahaan Publik.
Pasal 87…
Pasal 87
Ayat (1)
Karena kedudukannya yang penting tersebut, direktur atau komisaris Emiten
atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan perubahan kepemilikan
efeknya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jangka waktu pelaporan kepemilikan atau perubahan kepemilikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dihitung sejak terjadinya transaksi.
Pasal 88
Yang dimaksud dengan "ketentuan dan tata cara penyampaian laporan yang akan
diatur oleh Bapepam dalam Pasal ini, antara lain:
a.
b.
c.
d.
bentuk dan isi laporan;
Pihak yang dapat menandatangani laporan;
batas waktu penyampaian laporan; dan
tata cara penyampaian laporan.
Pasal 89
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "informasi dalam ayat ini, antara lain Pernyataan
Pendaftaran termasuk Prospektus, permohonan izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan dan pendaftaran profesi, laporan berkala, dan
laporan lainnya.
Ayat (2)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 60 -
Yang dimaksud dengan pengecualian dalam ayat ini, antara lain berupa
formula rahasia produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Pasal 90
Yang dimaksud dengan kegiatan perdagangan Efek dalam Pasal ini adalah kegiatan
yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi
dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan
penawaran, pembelian dan atau penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten
atau Perusahaan Publik.
Pasal 91…
Pasal 91
Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan,
keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan
penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan
investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya
tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan,
keadaan pasar, atau harga Efek, antara lain:
a. melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan;
atau
b. melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek pada harga tertentu, di
mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak lain yang
melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga
yang kurang lebih sama.
Pasal 92
Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak
atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang
semu di Bursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli
Efek yang sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain.
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam Pasal ini, antara lain menyangkut:
a.
b.
stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut
dicantumkan dalam Prospektus; dan
penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan Efek selaku pembentuk pasar
untuk rekeningnya sendiri secara terus-menerus untuk menjaga likuiditas
perdagangan Efek.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 61 -
Pasal 95
Yang dimaksud dengan orang dalam dalam Pasal ini adalah:
a. komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik;
b. pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;
c.
orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena
hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan
orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau
Pihak…
Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
Yang dimaksud dengan kedudukan dalam penjelasan huruf c ini adalah jabatan pada
lembaga, institusi, atau badan pemerintah.
Yang dimaksud dengan hubungan usaha dalam penjelasan huruf c ini adalah
hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah,
pemasok, kontraktor, pelanggan, dan kreditur.
Yang dimaksud dengan informasi orang dalam dalam penjelasan huruf c adalah
Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk
umum.
Sebagai contoh penjelasan huruf d adalah Tuan A berhenti sebagai direktur pada
tanggal 1 Januari. Namun demikian Tuan A masih dianggap sebagai orang dalam
sampai dengan tanggal 30 Juni pada tahun yang bersangkutan.
Huruf a
Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas
Efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas
pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan
kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara
keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang
dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.
Huruf b
Di samping larangan tersebut dalam huruf a, orang dalam dari suatu Emiten
atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga
dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain
tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain
tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya
diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang
melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 62 -
Yang dimaksud dengan "transaksi dalam huruf ini adalah semua bentuk
transaksi yang terjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan
lain, termasuk transaksi atas Efek perusahaan lain tersebut yang dilakukan oleh
Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Pasal 96…
Pasal 96
Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang mempengaruhi Pihak
lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau
Perusahaan Publik yang bersangkutan, walaupun orang dalam dimaksud tidak
memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain, karena hal ini dapat
mendorong Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek berdasarkan
informasi orang dalam.
Selain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Pihak
lain yang diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian
dan atau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban
untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak
disalahgunakan oleh Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan
pembelian atau penjualan atas Efek.
Pasal 97
Ayat (1)
Setiap Pihak yang dengan sengaja berusaha secara melawan hukum untuk
memperoleh dan pada akhirnya memperoleh informasi orang dalam mengenai
Emiten atau Perusahaan Publik, juga dikenakan larangan yang sama seperti
yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan
Pasal 96. Artinya, mereka dilarang untuk melakukan transaksi atas Efek yang
bersangkutan, serta dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan
pembelian dan atau penjualan atas Efek tersebut atau memberikan informasi
orang dalam tersebut kepada Pihak lain
yang patut diduga akan
menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan penjualan
Efek.
Sebagai contoh perbuatan melawan hukum, antara lain:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 63 -
a.
b.
c.
Ayat (2)
Sebagai contoh, apabila seseorang yang bukan orang dalam meminta informasi
dari Emiten atau Perusahaan Publik dan kemudian memperolehnya dengan
mudah tanpa pembatasan, orang tersebut tidak dikenakan larangan yang
berlaku bagi orang dalam.
Namun,…
Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan
untuk merahasiakannya atau persyaratan lain yang bersifat pembatasan,
terhadap Pihak yang memperoleh informasi orang dalam berlaku larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
Pasal 98
Ketentuan Pasal ini memberi kemungkinan Perusahaan Efek untuk melakukan
transaksi Efek semata-mata untuk kepentingan nasabahnya karena salah satu
kegiatan Perusahaan Efek adalah sebagai Perantara Pedagang Efek yang wajib
melayani nasabahnya dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan transaksi Efek
dimaksud, Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi apa pun kepada
nasabahnya tersebut. Apabila larangan dalam Pasal ini dilanggar, Perusahaan Efek
melanggar ketentuan orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal
96.
Pasal 99
Transaksi Efek tertentu yang tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 ditetapkan dengan peraturan Bapepam.
Sebagai contoh, transaksi Efek tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini
adalah transaksi Efek antar orang dalam.
Pasal 100
Ayat (1)
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan fungsi sebagai badan pengawas
terhadap kegiatan di Pasar Modal, Bapepam perlu diberikan kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga telah,
sedang, atau mencoba melakukan atau menyuruh, turut serta, membujuk, atau
membantu melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya. Dengan kewenangan ini, Bapepam dapat
mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan
berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara mencuri;
berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara membujuk
orang dalam; dan
berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara kekerasan atau
ancaman.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 64 -
sebagai bukti atas pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya.
Ayat (2)
Dalam rangka pemeriksaan, Bapepam dapat meminta keterangan dan atau
konfirmasi, serta memeriksa catatan, pembukuan, dan atau dokumen lain dari
Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya ataupun Pihak lain
apabila dianggap perlu.
Di…
Di samping itu, Bapepam dapat memerintahkan dihentikannya suatu kegiatan
yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya, seperti memerintahkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk
menghentikan pemuatan iklan dalam media massa yang memuat informasi
yang menyesatkan. Sebaliknya, Bapepam dapat memerintahkan dilakukannya
suatu kegiatan tertentu apabila dipandang perlu untuk mengurangi kerugian
yang timbul dan atau mencegah kerugian lebih lanjut, seperti mewajibkan
Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperbaiki iklan yang dimuat dalam
media massa. Bapepam dapat pula menetapkan syarat dan atau mengizinkan
dilakukannya penyelesaian tertentu atas kerugian yang ditimbulkan dari
kegiatan yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau
peraturan pelaksanaannya. Penyelesaian dimaksud antara lain berupa
penyelesaian secara perdata diantara para Pihak.
Data, informasi, bahan, dan atau keterangan lain yang dikumpulkan dalam
rangka pemeriksaan tersebut dapat digunakan oleh Bapepam untuk
menetapkan sanksi administratif. Apabila Bapepam menetapkan untuk
meneruskan pemeriksaan yang dilakukan ke tahap penyidikan, data, informasi,
bahan, dan atau keterangan lain tersebut dapat digunakan sebagai bukti awal
dalam tahap penyidikan.
Hal ini tidak berarti bahwa tindakan penyidikan harus didahului oleh tindakan
pemeriksaan. Artinya, apabila Bapepam berpendapat bahwa suatu kegiatan
yang dilakukan itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan
atau peraturan pelaksanaannya dan mengakibatkan kerugian terhadap
kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal dan
masyarakat, maka tindakan penyidikan dapat mulai dilakukan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tata cara pemeriksaan dalam ayat ini adalah ketentuan
mengenai, antara lain:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 65 -
a.
b.
c.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pegawai Bapepam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ini adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bapepam.
tata cara penyusunan program pemeriksaan;
tata cara pelaksanaan pemeriksaan; dan
tata cara pelaporan hasil pemeriksaan.
Pasal 101…
Pasal 101
Ayat (1)
Pelanggaran yang terjadi di Pasar Modal sangat beragam dilihat dari segi jenis,
modus operandi, atau kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karena itu,
Bapepam diberikan wewenang untuk mempertimbangkan konsekuensi dari
pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap
penyidikan berdasarkan pertimbangan dimaksud.
Tidak semua pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya di bidang Pasar Modal harus dilanjutkan ke tahap penyidikan
karena hal tersebut justru dapat menghambat kegiatan penawaran dan atau
perdagangan Efek secara keseluruhan.
Apabila kerugian yang ditimbulkan membahayakan sistem Pasar Modal atau
kepentingan pemodal dan atau masyarakat, atau apabila tidak tercapai
penyelesaian atas kerugian yang telah timbul, Bapepam dapat memulai
tindakan penyidikan dalam rangka penuntutan tindak pidana.
Tindakan untuk memulai penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bapepam dilakukan setelah
memperoleh penetapan dari Ketua Bapepam.
Ayat (2)
Penyidikan di bidang Pasar Modal adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan sehingga dapat membuat
terang tentang tindak pidana di bidang Pasar Modal yang terjadi, menemukan
tersangka, serta mengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkannya. Penyidik
di bidang Pasar Modal adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 66 -
lingkungan Bapepam yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e…
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Tindakan untuk memulai dan menghentikan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam huruf ini oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Bapepam dilakukan setelah memperoleh penetapan dari Ketua Bapepam.
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa untuk memperoleh keterangan
mengenai keadaan keuangan tersangka di bank sehubungan dengan
penyidikan, Bapepam harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri.
Apabila penyidikan tersebut tidak berkaitan dengan keadaan keuangan
tersangka di bank, Bapepam tidak memerlukan izin dari Menteri.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 67 -
Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum lain dalam ayat ini antara lain
aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 102
Ayat (1)
Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud.
Pihak…
Pihak yang dimaksud dalam ayat ini adalah Emiten, Perusahaan Publik, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Wakil
Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Manajer
Investasi, Biro Administrasi Efek, Kustodian, Wali Amanat, Profesi Penunjang
Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau
pendaftaran dari Bapepam. Ketentuan dalam ayat ini berlaku juga bagi
direktur, komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5%
(lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 Undang-undang ini.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 68 -
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105…
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Ayat (1)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap Penawaran Umum harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 70 ayat (1). Sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 6, Emiten diartikan sebagai Pihak yang melakukan
Penawaran Umum sehingga wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran
kepada Bapepam dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
Oleh karena itu, setiap Pihak yang bermaksud melakukan Penawaran Umum
wajib memenuhi ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan apabila dilanggar diancam
dengan pidana berdasarkan ketentuan ayat ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Pihak dalam ayat ini adalah Perusahaan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 22.
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 69 -
Cukup jelas
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114…
Pasal 114
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3608
| <reg_id> 8/UU/1995 </reg_id>
<reg_title> PASAR MODAL </reg_title>
<set_date> 10 Nopember 1995 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 1996 </effective_date>
<issued_date> 10 Nopember 1995 </issued_date>
<replaced_reg> '15/UU/1952' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33', '1/UU/1995' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XIV', 'BAB XV' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini
merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai tujuan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang
berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta
pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan
yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin
kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus
dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah;
c. bahwa sehubungan dengan itu, perlu dilaksanakan prinsip
keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan pengawasan dan
tanggung jawab atas kinerjanya serta akuntabilitas publik yang
transparan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c
di atas, dipandang perlu mengubah dan menyempurnakan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843);
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG BANK INDONESIA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4
berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 4
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-
undang ini.”
2. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 6
(1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-
kurangnya Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah
sehingga menjadi paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari
seluruh kewajiban moneter, dengan dana yang berasal dari
Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset.
(3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau dari
hasil revaluasi aset ditetapkan dengan Peraturan Dewan
Gubernur.”
- 3 -
3. Ketentuan Pasal 7 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu
ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 7
(1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan moneter secara
berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang
perekonomian.”
4. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 10
(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Bank Indonesia
berwenang:
a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi;
b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-
cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun
valuta asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
(2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip
Syariah.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia.”
- 4 -
5. Ketentuan Pasal 11 ditambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (4) dan
ayat (5), sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan
pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
(4) Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang
berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang
membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat
memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya
menjadi beban Pemerintah.
(5) Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai
kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik, pemberian
fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur
dalam undang-undang tersendiri, yang ditetapkan selambat-
lambatnya akhir tahun 2004.”
6. Penjelasan Pasal 34 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam
penjelasan, dan ketentuan Pasal 34 ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 34
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen,
dan dibentuk dengan undang-undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya
31 Desember 2010.”
7. Penjelasan Pasal 37 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam
penjelasan.
- 5 -
8. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) diubah, dan menambah 2 (dua) ayat baru
yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 38 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 38
(1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
(2) Pembagian tugas dan wewenang Anggota Dewan Gubernur
dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
(3) Tata tertib dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang
Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan
Gubernur.
(4) Kinerja Dewan Gubernur dan Anggota Dewan Gubernur dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dinilai oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.”
9. Ketentuan Pasal 40 huruf b diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 40
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang
bersangkutan harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas, akhlak, dan moral yang tinggi;
c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi,
keuangan, perbankan, atau hukum.”
10. Ketentuan Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 41
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan
rekomendasi dari Gubernur.
(3) Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengajukan
calon baru.
- 6 -
(4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengangkat kembali
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur untuk
jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi
Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur
jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
(5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama
untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa
jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak
2 (dua) orang.”
11. Ayat (1) huruf c Pasal 47 dihapus, dan ayat (2) diubah, serta
ditambah 1 (satu) ayat baru yaitu ayat (3), sehingga keseluruhan
Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 47
(1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama
dilarang:
a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada
perusahaan mana pun juga;
b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena
kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut;
c. dihapus.
(2) Dalam hal Anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu
atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a
dan huruf b, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib
mengundurkan diri dari jabatannya.
(3) Dalam hal Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak bersedia mengundurkan diri, Presiden
menetapkan Anggota Dewan Gubernur tersebut berhenti dari
jabatan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- 7 -
12. Ketentuan Pasal 48 diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat baru, yaitu
ayat (2) dan ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 48 berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 48
(1) Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam
masa jabatannya, kecuali karena yang bersangkutan:
a. mengundurkan diri;
b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
c. tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan
berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggung-
jawabkan;
d. dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban
kepada kreditur; atau
e. berhalangan tetap.
(2) Anggota Dewan Gubernur yang direkomendasikan untuk
diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
d berhak didengar keterangannya.
(3) Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
13. Ketentuan Pasal 52 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu
ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 52
(1) Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
(2) Dalam melaksanakan fungsi tersebut pada ayat (1), Bank
Indonesia memberikan bunga atas saldo kas Pemerintah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.”
14. Ketentuan Pasal 54 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 54
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 54
(1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau
mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang
membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang
termasuk kewenangan Bank Indonesia.
- 8 -
(2) Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang Bank Indonesia.”
15. Ketentuan Pasal 55 ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 55 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 55
(1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang
negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan
Bank Indonesia.
(2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang
negara yang diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diri sendiri di pasar
primer, kecuali surat utang negara berjangka pendek yang
diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian
moneter.
(5) Bank Indonesia dapat membeli surat utang negara dalam rangka
pemberian fasilitas pembiayaan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (4) di pasar primer.”
16. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 58
(1) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tahunan secara
tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada
setiap awal tahun anggaran, yang memuat:
a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada tahun
sebelumnya; dan
b. rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah-langkah
pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia untuk
tahun yang akan datang dengan memperhatikan
perkembangan laju inflasi serta kondisi ekonomi dan
keuangan.
- 9 -
(2) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan secara
tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
(3) Laporan tahunan dan laporan triwulanan yang disampaikan
oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dievaluasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
digunakan sebagai bahan penilaian tahunan terhadap kinerja
Dewan Gubernur dan Bank Indonesia.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, termasuk dalam rangka penilaian terhadap
kinerja Bank Indonesia, Bank Indonesia wajib menyampaikan
penjelasan secara lisan dan/atau tertulis.
(5) Laporan tahunan dan laporan triwulanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada
masyarakat secara terbuka melalui media massa dengan
mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara.
(6) Setiap awal tahun anggaran, Bank Indonesia wajib
menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka
melalui media massa yang memuat:
a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada
tahun sebelumnya;
b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran moneter
untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan
sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan
keuangan.”
17. Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal baru
menjadi Pasal 58A yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 58A
(1) Untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap
Bank Indonesia dibentuk Badan Supervisi dalam upaya
meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan
kredibilitas Bank Indonesia.
(2) Badan Supervisi terdiri 5 (lima) orang anggota terdiri dari
seorang Ketua merangkap anggota, dan 4 (empat) orang anggota
yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diangkat oleh
Presiden untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih
kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
- 10 -
(3) Keanggotaan Badan Supervisi dipilih dari orang-orang yang
mempunyai integritas, moralitas, kemampuan/kapabilitas/
keahlian, profesionalisme dan berpengalaman di bidang
ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.
(4) Seluruh biaya Badan Supervisi dibebankan pada anggaran
operasional Bank Indonesia.
(5) Badan Supervisi berkedudukan di Jakarta.
(6) Badan Supervisi menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali
dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu apabila diminta oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.
18. Ketentuan Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) diubah, serta ditambah
1 (satu) ayat baru yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 60
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 60
(1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender.
(2) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulai tahun
anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank
Indonesia yang meliputi anggaran untuk kegiatan operasional
dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran,
serta pengaturan dan pengawasan perbankan.
(3) Anggaran kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal ini
alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang
membidanginya, untuk mendapatkan persetujuan.
(4) Anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta
pengaturan dan pengawasan perbankan, wajib dilaporkan secara
khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
19. Ketentuan Pasal 62 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 62
(1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai
berikut:
a. 30% (tiga puluh perseratus) untuk Cadangan Tujuan;
- 11 -
b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah
modal dan Cadangan Umum menjadi 10% (sepuluh
perseratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Dalam hal terjadi risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia yang mengakibatkan modal Bank Indonesia
menjadi berkurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun
rupiah), sebagian atau seluruh surplus tahun berjalan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
untuk Cadangan Umum guna menutup risiko dimaksud.
(3) Dalam hal setelah dilakukan upaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jumlah modal Bank Indonesia masih kurang dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), Pemerintah wajib
menutup kekurangan tersebut yang dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur
pada ayat (1) diserahkan kepada Pemerintah.”
20. Ketentuan Pasal 77 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 77 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 77
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak
diberlakukannya Undang-undang ini, Bank Indonesia wajib sudah
melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan
lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 64 ayat (1).”
21. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal baru
menjadi Pasal 77 A yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 77A
Ketentuan mengenai mata uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-
undang ini dinyatakan tetap berlaku hingga diatur lebih lanjut
dengan undang-undang tersendiri.”
Pasal II
1. Sepanjang Undang-undang sebagaimana dimaksud pada Pasal 11
ayat (5) belum ditetapkan maka pengaturan hal-hal sebagaimana
dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) tersebut dituangkan dalam nota
kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
- 12 -
2. Nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh Pemerintah dan Bank Indonesia selambat-
lambatnya akhir Februari 2004.
3. Selama penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum
berakhir, Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
perseratus).
4. Sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur bahwa surplus Bank Indonesia dikenakan pajak
penghasilan, maka berdasarkan Undang-undang ini surplus Bank
Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan.
Pasal III
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 7.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
| <reg_id> 3/UU/2004 </reg_id>
<reg_title> PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA </reg_title>
<set_date> 15 Januari 2004 </set_date>
<effective_date> 15 Januari 2004 </effective_date>
<issued_date> 15 Januari 2004 </issued_date>
<changed_reg> '23/UU/1999' </changed_reg>
<related_reg> '23/UU/1999', 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 33' </related_reg>
|
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1953
TENTANG
PENETAPAN UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa perlu diadakan peraturan-peraturan supaya pimpinan bank
sentral, yang telah dinasionalisasi dengan Undang-undang Nomor 24
tahun 1951, dilakukan menurut kebijsakanaan Pemerintah dalam
lapangan moneter dan perekonomian.
b. bahwa perseroan terbatas "De Javasche Bank, harus diganti dengan
badan baru yakni "Bank Indonesia" yang berbentuk badan-hukum
berdasarkan Undang-undang.
c. bahwa berhubung dengan yang tersebut di atas perlu ditetapkan
peraturan-peraturan pokok tentang bank sentral yang baru;
Mengingat : pasal 89, 109, 110 dan 118 Undang-undang Dasar Sementara Republik
Indonesia;
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat :
Dewan Perwakilan Rakyat.
MEMUTUSKAN:
PERTAMA : "De Javasche Bankwet 1922" dan Undang-undang tanggal 31 Maret
1922 (Staatsblad 1922 Nr 181) dicabut kembali.
KEDUA : …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
KEDUA : Menetapkan sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1.
(1) Dengan nama "Bank Indonesia" didirikan suatu bank yang
bermaksud menggantikan De Javasche Bank N.V. dan bertindak
sebagai Bank sentral Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah badan-hukum kepunyaan Negara yang berhak
melakukan tugas-tugas berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Bank, ialah: Bank Indonesia;
b. Pemerintah, ialah: Presiden Republik Indonesia dengan
persetujuan Dewan Menteri;
c. Direksi, ialah: Gubernur Bank dan anggota-anggota Direksi
lainnya.
Pasal 2
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-
undang ini maka atas Bank berlaku hukum perdata Eropa dan hukum
dagang Eropa.
(2) Bank dapat ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
(2) Bank dapat menjalankan hak-hak atas benda tetap yang takluk pada
hukum adat.
(3) Tahun-buku Bank mulai 1 April sampai dengan 31 Maret dari tahun
berikutnya dengan ketentuan, bahwa tahun-buku pertama mulai pada
hari berlakunya undang-undang ini sampai dengan 31 Maret 1954.
Pasal 3
(1)Bank berkedudukan di Jakarta.
(2) Bank mempunyai di Indonesia kantor-kantor agen, kantor-kantor
koresponden dan jika perlu kantor-kantor agen-besar, yang
jumlahnya diatur menurut keperluan untuk menjalankan tugas Bank
dengan semestinya.
(3) Bank dapat mempunyai di luar Indonesia satu atau lebih bank-
cabang atau kantor agen-besar, begitu juga koresponden-
koresponden dan wakil-wakil, sekadar hal itu dianggap perlu untuk
menjalankan tugas Bank dengan semestinya.
Pasal 4
Modal Bank berjumlah dua puluh lima juta rupiah.
Pasal 5
(1) Bank mempunyai dana-cadangan, yang dibentuk dan ditambah
menurut yang ditentukan dalam Pasal 34.
(2) Dana- ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
(2) Dana-cadangan itu gunanya untuk menutup kerugian-kerugian yang
mungkin diderita terhadap modal Bank.
Pasal 6
Bank berhak membentuk cadangan-cadangan istimewa, sesuai dengan
yang ditentukan dalam Pasal 34, begitu juga Bank berhak menarik uang
dari cadangan istimewa itu.
BAB II
TUGAS BANK
Pasal 7
(1) Bank bertugas mengatur nilai satuan-uang Indonesia menurut cara
yang sebaik-baiknya bagi kemakmuran nusa dan bangsa dan dalam
hal itu menjaga sebanyak mungkin supaya nilai itu seimbang
(stabiel).
(2) Bank menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, sekadar
peredaran uang itu terdiri dari uang-kertas bank, mempermudah
jalannya. uang giral di Indonesia dan memajukan jalannya
pembayaran dengan luar negeri.
(3) Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan
urusan Bank di Republik Indonesia pada umumnya dan dari urusan
kredit nasional dan urusan bank nasional pada khususnya.
(4) Bank melakukan pengawasan terhadap urusan kredit.
(5) Menunggu ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
(5) Menunggu terlaksananya suatu peraturan Undang-undang tentang
pengawasan terhadap urusan kredit maka dengan Peraturan
Pemerintah dapat diadakan peraturan-peraturan lebih lanjut bagi
Bank untuk menjalankan pengawasan termaksud guna kepentingan
kemampuan membayar ("solva-biliteit") dan kelanjutan keuangan
("liquiditeit") badan-badan kredit, begitu juga untuk pemberian
kredit secara sehat dan berdasarkan asas-asas kebijaksanaan bank
yang tepat.
Pasal 8
(1) Dengan tidak memperbolehkan kemungkinan ini bagi yang lain-lain,
Bank berhak mengeluarkan uang-kertas-bank.
(2) Uang-kertasnya itu bersifat alat pembayaran sah sampai setiap
jumlah.
Pasal 9
Uang-kertas-bank itu dapat ditukar di kantor-besar Bank, di kantor-
kantor agen-besar dan di kantor-kantor agennya pada tiap hari waktu
jam-kas yang ditetapkan, kecuali pada hari-hari raya yang sah,
sebagaimana ditentukan oleh pembesar yang berkuasa.
Pasal 10
(1) Nilai dan bentuk uang-kertas-bank yang akan dikeluarkan ditentukan
oleh Bank dan diberitahukan kepada umum dengan jalan
pengumuman dalam Berita Negara.
(2) Bank tidak mengeluarkan uang-kertas-bank yang lebih rendah
nilainya daripada Rp. 5,- (lima rupiah).
(3) Uang-kertas-bank ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
(3) Uang-kertas-bank bebas daripada bea meterai.
(4) Uang-kertas-bank yang mengalir kembali ke dalam kas-kas Bank dan
karena lusuh atau sebab-sebab yang lain dianggap tidak layak lagi
untuk diedarkan kembali diberi tanda oleh Bank dan caranya
diumumkan dengan pengumuman dalam Berita Negara.
(5) Uang-kertas-bank yang diberi tanda demikian tidak berharga dan
tidak perlu ditukar oleh Bank, jika uang-kertas itu karena pencurian
atau dengan cara yang lain diedarkan lagi.
Pasal 11
(1) Bank tidak usah memberi penggantian kerugian jika uang-kertas-
bank itu hilang atau musnah.
Bank tidak usah memberi penggantian kerugian untuk bagian-bagian
uang-kertas-bank, kecuali jika ada jaminan-jaminan yang dianggap
perlu untuk mencegah timbulnya kerugian bagi Bank.
(2) Jika ada persangkaan karena kejahatan atau atas permintaan tertulis
oleh yang berkepentingan, maka Bank dibolehkan meminta surat
tanda penerimaan dan penanda tanganan uang-kertas-bank itu kepada
pihak yang menukarkan uang-kertas itu atau menyerahkannya untuk
dikreditkan.
(3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal -pasal 229 i, 229 j dan 229 k dalam
Kitab Undang-undang Perniagaan tidak berlaku terhadap uang-
kertas-bank.
Pasal 12 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Pasal 12
(1) Bank dapat mencabut kembali uang-kertas-bank yang
dikeluarkannya serta menariknya dari peredaran dan memanggil
pemegang-pemegang uang-kertas itu untuk menyerahkannya untuk
ditukar.
(2) Bank menetapkan jangka-waktu, dalam mana penyerahan termaksud
pada ayat 1 harus dilakukan.
(3) Pencabutan dan panggilan itu sekurang-kurangnya diumumkan satu
kali oleh Bank dalam Berita Negara.
(4) Sehabis waktu yang termaksud dalam ayat 2 maka uang-kertas-bank
yang tersebut dalam panggilan itu hanya ditukar oleh kantor-besar
Bank, setelah ternyata menurut pemeriksaan, bahwa permintaan akan
menukar itu selayaknya dikabulkan.
(5) Sepuluh tahun sesudah waktu tersebut di atas berakhir, maka jumlah
uang-kertas-bank yang tersebut dalam panggilan tetapi tidak
diserahkan, ditambahkan kepada laba tahun-buku yang sedang
berjalan. Uang-kertas yang masih diserahkan sesudah itu dan telah
diperiksa seperti termaksud dalam ayat 4 ditukar atas beban rekening
laba-rugi.
(6) Sesudah tiga puluh tahun berselang sejak akhir jangka-waktu yang
termaksud dalam ayat 2, maka hak untuk menuntut penukaran uang-
kertas yang tersebut dalam panggilan itu tak berlaku lagi.
Pasal 13
Selain mengeluarkan uang-kertas-bank, Bank berhak melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang berikut:
1. memindahkan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
1. memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram,
maupun dengan surat, ataupun dengan jalan memberikan wesel-
tunjuk di antara sesama kantor-kantornya, penarikan atas saldi kredit
yang ada pada koresponden-koresponden hanya boleh dilakukan
secara telegram atau dengan wesel-tunjuk;
2. menerima dan membayarkan kembali uang-uang dalam rekening-
koran, menjalankan perintah-perintah untuk pemindahan uang,
menerima pembayaran dari tagihan atas kertas-kertas berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga;
3. mendiskonto:
a. surat-surat wesel dan surat-surat order dengan dua penanggung-
jawab atau lebih secara solider dan dengan masa berlaku yang
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan;
b. surat-surat wesel dan kertas-dagang yang lain yang tidak lebih
lama masa berlakunya daripada kebiasaan dalam perdagangan,
baik yang ditarik dengan jaminan surat-surat-kredit, maupun
dengan jaminan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal;
c. kertas-perbendaharaan atas beban Republik Indonesia,
d. surat-surat-utang dengan pelunasan dalam enam bulan dan
selamanya diskontannya turut bertanggung-jawab secara solider;
e. mandat-mandat yang dikeluarkan di Indonesia atau ordonansi-
ordonansi atas Kas-kas Negeri untuk rendemen-rendemen-lelang;
4. membeli dan menjual:
a. wesel-wesel yang diakseptasi oleh bank-bank yang menjalankan
perusahaannya di Indonesia dan yang waktu berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan;
b. kertas- ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
b. kertas-perbendaharaan atas beban Republik Indonesia;
c. surat-surat-utang yang tercatat pada suatu bursa-effek yang resmi
di Indonesia atas beban Republik Indonesia atau bunganya atau
pelunasannya dijamin oleh Republik Indonesia;
5. membeli dan menjual pembayaran-pembayaran dengan surat dan
secara telegram, cek-cek, surat-surat wesel dan kertas-dagang yang
lain, satu dan lain dibayar di luar negeri, yang masa berlakunya -
sekadar berlaku atas hal ini - tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalam perdagangan dan:
a. dengan dua penanggung-jawab atau lebih secara solider; atau
b. ditarik dengan jaminan surat-surat-kredit atau
c. dengan jaminan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal;
6. memberi uang-muka secara penggadaian atau dalam rekening-koran
dan memberikan jaminan dengan tanggungan effek-effek, hasil
bumi, barang-barang, mata-uang dan bahan mata-uang, juga dengan
tanggungan dokumen-dokumen-pengangkutan dengan kapal dan
dokumen-dokumen penyimpanan atau cedul-cedul yang mewakili
barang-barang itu, begitu juga dengan tanggungan kertas-kertas
berharga termaksud pada angka-angka 3 dan 5, yang mewakili
barang-barang itu;
7. menjalankan untuk sementara waktu uang yang ada pada bank-
cabang, kantor-kantor agen-besar dan pada koresponden-
koresponden di luar negeri, sekadar uang itu tidak segera diperlukan,
baik dalam kertas perbendaharaan luar negeri atau dengan
mendiskonto kertas-kertas berharga sebagaimana termaksud pada
angka 3 huruf a dan d, maupun menurut cara lain yang biasa pada
bursa;
8. a. Bertindak ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
8. a. bertindak sebagai pemegang kuasa atau bankir Pemerintah
Republik Indonesia pada transaksi-transaksi keuangan;
b. memberi bantuan teknis pada perjanjian-perjanjian dengan
negara-negara asing dan organisasi-organisasi luar negeri atau
internasional, kedua-duanya atas permintaan Pemerintah;
9. mengurus dan menyelenggarakan administrasi persediaan alat-alat
pembayaran luar negeri Republik Indonesia;
10. perdagangan logam mulia, mata-uang dan kertas-bank luar negeri
dan memeriksa kadar serta memurnikan dan menyuruh memeriksa
kadar serta menyuruh memurnikan bijih-bijih dan logam-logam;
11.menyimpan effek-effek, barang-barang, cedul-cedul, akta-akta,
barang-barang kemas-kemas dan benda-benda lain yang berharga
atas syarat-syarat yang diumumkan oleh Bank, jika dikehendaki,
dengan penyelenggaraan administrasinya;
12.menyewakan lemari-lemari besi atau ruangan-ruangan lain
gedungnya.
Pasal 14
(1) Dalam hipotik-hipotik untuk keperluan Bank sekali-kali tidak boleh
ditanam lebih daripada satu persepuluh modal Bank dan satu perlima
daripada dana-cadangan.
(2) Hipotik sekali-kali tidak boleh melebihi dua pertiga bahagian dari
harga nilai barang tetapnya dan hanya boleh diadakan dengan
jangka-waktu penghentian selambat-lambatnya enam bulan.
Pasal 15 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 15
(1) Bank tidak memberi kredit atau uang-muka blanko kepada barang
siapa pun. Dalam kredit atau uang-muka blanko tidak termasuk
perbuatan mempercayakan untuk kepentingan Bank sendiri uang
atau barang-barang kepada penerima kuasa yang tidak bekerja tetap
pada Bank.
(2) Bank tidak ikut serta dalam perusahaan perdagangan dan kerajinan
atau perusahaan manapun juga.
(3) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam angka 4 huruf c
Pasal 13 dan dalam ayat pertama Pasal 17 maka Bank tidak membeli
dan tidak menjual hasil bumi, barang, effek atau barang tetap,
kecuali pada penyitaan barang-barang tetap atau hasil bumi, barang-
barang, effek-effek atau tanggungan lain, yang terikat kepada Bank,
sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap
Bank itu.
Dalam hal terakhir ini Bank berhak membeli seluruh atau sebagian
dari barang tetap atau hasil bumi, barang-barang, effek-effek atau
tanggungan yang lain itu untuk dijadikan uang kembali dengan
selekas-lekasnya.
(4) Kecuali yang ditentukan dalam ayat 3, maka Bank tidak membeli
atau mempunyai barang-barang tetap selain yang diperlukannya
untuk menjalankan perusahaannya dan bagi perumahan para
pegawainya.
(5) Bank tidak memberi uang-muka dengan kapal sebagai tanggungan.
Pasal 16 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal 16
(1) Jumlah semua uang-kertas-bank, saldo rekening-koran dan tagihan-
tagihan lain yang segera dapat ditagih dari Bank harus satu perlima
dijamin dengan emas, mata-uang emas, bahan mata-uang emas atau
cadangan yang terdiri atas alat-alat pembayaran luar negeri yang
umumnya dapat ditukar-tukarkan, begitu pula dengan hak-hak atas
International Monetary Fund dan Worldbank yang diserahkan atau
akan diserahkan kepada Bank dengan Undang-undang.
(2) Jaminan yang termaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya satu
perlima bahagian harus ada di Indonesia.
(3) Dalam keadaan luar biasa Bank dapat menentukan, bahwa untuk
sesuatu masa selama-lamanya tiga bulan Bank boleh menyimpang
daripada peraturan ayat 1 pasal ini sampai pada suatu batas yang
ditentukan pada waktu itu.
(4) Keputusan yang diambil menurut ayat ketiga dimuat dalam
Tambahan Lembaran Negara dan dalam Berita Negara.
(5) Bilamana Bank dalam waktu tiga bulan yang dimaksudkan dalam
ayat 3 pasal ini tidak dapat mengembalikan keadaan seperti
tercantum dalam ayat 1 pasal ini, maka Pemerintah mengajukan
permintaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperpanjang
waktu tersebut dalam ayat 3 pasal ini dengan tiga bulan lagi.
Pasal 17
(1) Bank berhak menanam modal Bank, dana-cadangan dan cadangan
istimewanya.
(2) Penghasilan ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
(2) Penghasilan yang diperoleh daripada penanaman uang termaksud
dimasukkan sebagai laba Bank.
Bertambah atau berkurangnya nilai harta-benda, yang dalamnya
ditanamkan modal Bank dan dana-cadangan ataupun cadangan
istimewa itu, dimasukkan sebagai keuntungan atau kerugian atas
dana-cadangan atau cadangan istimewa itu.
Sekadar hal itu berhubung dengan yang ditetapkan pada Pasal 34
tidak mungkin dilakukan terhadap dana-cadangan, maka tambahan
atau kekurangan itu dimasukkan ke dalam rekening laba-rugi Bank.
Pasal 18
(1) Bank wajib menyelenggarakan penyimpanan kas umum Negara
dengan cuma-cuma dan bertindak sebagai pemegang-kas Republik
Indonesia, baik di Jakarta maupun pada segala tempat di mana bank-
cabang atau kantor-agen-besar dan kantor agennya ada atau akan
diadakan. Terhadap segala sesuatu mengenai hal ini Bank
bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan dan wajib
memberikan perhitungan kepada Dewan Pengawas Keuangan.
(2) Bank wajib menyelenggarakan dengan cuma-cuma pemindahan uang
untuk Republik Indonesia di antara kantor-besar, kantor-kantor agen
besar dan kantor-kantor agennya dan di antara kantor-kantor agen
besar dan kantor-kantor agennya sesamanya, sepanjang kantor-kantor
ini tidak berkedudukan di luar negeri.
(3) Bank wajib menjadi pemegang-kas Bank Tabungan Pos dengan
cuma-cuma dan menyimpan benda-benda berharga milik badan itu
atau yang menjadi tanggungan pada badan itu, begitu pula jika
Menteri Keuangan menganggap perlu, maka Bank wajib dengan
cuma-cuma menjadi pemegang-kas badan-badan lain yang didirikan
dengan undang-undang dan menyimpan semua benda-benda
berharga kepunyaan Republik Indonesia dan badan-badan itu.
(4) Bank ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
(4) Bank wajib memberikan bantuannya dengan cuma-cuma untuk
mengeluarkan dengan langsung surat-surat-utang atas beban
Republik Indonesia, demikian pula.untuk membayar dengan cuma-
cuma kupon dan surat-utang yang telah diundikan di atas kepada
para pemegangnya, atas beban rekening kas-Negara di tempat
pembayaran itu.
Pasal 19
(1) Dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam Pasal 16 dan
menyimpang daripada yang ditentukan pada ayat pertama Pasal 15,
Bank wajib setiap kali Menteri Keuangan menganggap hal ini perlu
untuk menguatkan kas-Negara sementara waktu, memberikan uang-
muka dalam rekening-koran kepada Republik Indonesia, yang
diadakan atas tanggungan yang cukup dalam kertas-perbendaharaan
dan yang pengeluaran atau penggadaiannya akan diizinkan dengan
atau berdasarkan undang-undang.
(2) Uang-muka tersebut dalam ayat 1 tidak boleh lebih daripada 30%
(tiga puluh perseratus) dari penghasilan Negara dalam tahun
anggaran, yang mendahului tahun anggaran, pada waktu mana
Pemerintah meminta uang-muka itu kepada Bank.
(3) Batas uang-muka seperti tersebut dalam ayat 2 pasal ini hanya boleh
dilampaui dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Daripada seluruh jumlah uang-muka itu sejumlah Rp. 50.000. 000,-
(lima puluh juta rupiah) tidak berbunga.
Pasal 20 …
Pasal 20
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Untuk kepentingan umum Bank dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang lain daripada yang tersebut dalam Undang-undang ini.
Keputusan tentang hal itu dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara
dan Berita Negara.
BAB III
TENTANG DEWAN MONETER, DIREKSI DAN
DEWAN PENASEHAT
Pasal 21
Bank Indonesia dipimpin oleh:
a. Dewan Moneter,
b. Direksi dan
c. Dewan Penasehat,
yang tugas dan susunannya ditetapkan dalam pasal-pasal berikut.
a. Dewan Moneter
Pasal 22
(1) Tugas Dewan Moneter ialah:
a. menetapkan kebijaksanaan moneter umum dari Bank;
b. memberi petunjuk-petunjuk kepada Direksi tentang
kebijaksanaan Bank dalam urusan-urusannya yang lain, sekadar
kepentingan umum memerlukannya;
c. pekerjaan- ...
c. pekerjaan-pekerjaan Bank sebagai tersebut dalam Pasal 7 ayat 1,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
3 dan 4, Pasal 13 ayat 9, Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 20, begitu pula
penetapan tarip-tarip bunga dari Bank yang bagaimanapun juga
dianggap sebagai urusan kebijaksanaan moneter umum atau
urusan Bank yang mengenai kepentingan umum.
(2) Tanggung-jawab atas kebijaksanaan moneter berada pada
Pemerintah.
Pasal 23
(1) Dewan Moneter terdiri atas tiga orang anggota yang mempunyai hak
suara, yakni Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian dan
Gubernur Bank.
(2) Jika ternyata perlu, maka Pemerintah dengan mengadakan
pengangkatan untuk masa selama-lamanya lima tahun dapat
menambahkan seorang atau dua orang anggota penasihat kepada
Dewan Moneter, yang berjasa dalam lapangan ilmu-pengetahuan.
(3) Jika Pemerintah hendak mengangkat seorang anggota penasihat,
maka ia meminta supaya Dewan Moneter membuat suatu daftar-
anjuran yang memuat dua orang untuk tiap-tiap lowongan yang akan
diisi.
Pemerintah dapat memperhatikan daftar-anjuran itu sebagaimana
dianggapnya perlu.
(4) Uang-jasa bagi anggota yang termaksud dalam ayat 2 ditetapkan oleh
Pemerintah.
(5) Setelah ...
(5) Setelah meletakkan jabatannya karena masa pengangkatannya
berakhir, maka anggota-anggota penasihat pada Dewan Moneter
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
pada saat sesudah berhentinya dapat diangkat kembali.
Mereka dapat dipecat atau diperhentikan oleh Pemerintah dari
keanggotaannya.
(6) Di dalam pembicaraan mengenai hal-hal yang pada hakekatnya
bersifat teknis, anggota-anggota Dewan Moneter masing-masing
berhak menunjuk seorang penasihat yang dapat menghadiri sidang-
sidang Dewan.
Pasal 24
(1) Jabatan Ketua Dewan Moneter dipangku oleh Menteri Keuangan,
jika beliau tidak ada, maka Gubernur menggantikannya.
(2) Seorang anggota Dewan Moneter yang dimaksud dalam pasal 23
ayat 1 wajib menunjuk seorang wakil, yang jika anggota tersebut di
atas tidak ada, dengan surat kuasa dapat turut serta pada sidang-
sidang dan dapat memberikan suara.
(3) Keputusan Dewan Moneter diambil dengan suara terbanyak.
Jika suara sama banyak, maka usul bersangkutan dianggap tidak
diterima.
(4) Seorang anggota Dewan Moneter yang kalah suara dalam Dewan itu
berhak dalam waktu satu minggu meminta, supaya pokok pertikaian
itu diajukan kepada Dewan Menteri untuk diputuskan.
Sambil menunggu keputusan Dewan Menteri, maka selanjutnya
seorang anggota dapat meminta, supaya keputusan yang diambil oleh
Dewan Moneter itu ditunda pelaksanaannya dan permintaan
penundaan itu dikabulkan, kecuali jika Dewan Moneter dalam hal
yang sangat mendesak lain keputusannya.
(5) Jika ...
(5) Jika pendapatnya tidak dibenarkan dalam hal yang termaksud dalam
ayat 4 pasal ini, maka Gubernur berhak mengumumkan pendiriannya
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
dalam Berita Negara, jika menurut anggapan Dewan Menteri hal ini
tidak bertentangan dengan kepentingan Negara.
(6) Notulen Dewan Moneter adalah rahasia, jika Pemerintah
menghendakinya, maka ia dapat melihatnya.
(7) Dewan Moneter sekurang-kurangnya bersidang sekali empat belas
hari dan selanjutnya setiap kali salah seorang anggota yang
mempunyai hak-suara atau yang menjadi penasihat menyatakan
keinginannya.
(8) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Dewan Moneter, begitu
juga peraturan selanjutnya tentang perhubungan ke dalam antara
Dewan Moneter dan Direksi ditetapkan dalam dua peraturan yang
akan disusun oleh Dewan Moneter.
(9) Dewan Moneter mengangkat sendiri seorang sekretaris yang harus
warganegara Indonesia, begitu pula pegawai-pegawai lain dari
Dewan Moneter diangkat dan diperhentikan oleh Dewan.
Pasal 25
(1) Anggota Dewan Moneter tidak boleh berdagang atau mempunyai
kepentingan pada salah satu perusahaan manapun juga, baik
langsung maupun tidak langsung.
(2) Antara anggota-anggota Dewan Moneter dan para Direksi satu sama
lain tidak boleh ada pertalian darah atau periparan pada atau dalam
derajat ketiga, kecuali jika diizinkan oleh Pemerintah.
Jika ...
Jika sesudah pengangkatan mereka masuk periparan yang terlarang
itu, maka mereka tidak boleh terus memangku jabatannya tidak
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
seizin Pemerintah.
b. Direksi
Pasal 26
Tugas Direksi ialah.
a. menyelenggarakan kebijaksanaan moneter umum yang telah
ditetapkan oleh Dewan Moneter,
b. menyelenggarakan pemberian kredit oleh Bank, teristimewa
mengenai pemberian dan untuk memperpanjang kredit dengan
penetapan syarat-syarat yang berhubungan dengan kredit-kredit
tersebut, begitu pula untuk menghentikan kredit yang lagi berjalan
dan menolak pemberian kredit,
c. menyelenggarakan segala pekerjaan Bank yang lain dengan
memperhatikan Pasal 22 ayat 1 huruf b dan c.
Pasal 27
(1) Direksi terdiri atas Gubernur dengan sekurang-kurangnya dua orang
Direktur.
Atas usul Dewan Moneter maka jumlah anggota Direksi dapat
ditambah oleh Pemerintah sampai sebanyak-banyaknya lima orang.
(2) Jika ...
(2) Jika Gubernur tidak ada, maka kekuasaan-kekuasaannya dijalankan
oleh seorang Gubernur-pengganti yang diangkat oleh Pemerintah
atas usul Dewan Moneter daripada Direktur-direktur yang lain untuk
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
waktu selama-lamanya lima tahun.
(3) Gubernur dan para Direktur diangkat oleh Pemerintah setiap kali
untuk waktu selama-lamanya lima tahun atas suatu usul yang
memuat nama dua orang yang diajukan oleh Dewan Moneter kepada
Pemerintah bagi tiap kali pengangkatan.
Pemerintah mengangkat salah seorang dari calon-calon yang dimuat
dalam daftar usul yang bersangkutan.
(4) Gaji dan pendapatan lainnya bagi Gubernur dan Direktur-direktur
ditetapkan oleh Pemerintah.
(5) Semua anggota Direksi yang berhenti dapat lantas diangkat kembali
pada saat sesudah mereka berhenti.
(6) Atas usul Dewan Moneter tiap-tiap anggota Direksi dapat dipecat
atau diperhentikan oleh Pemerintah dari jabatannya.
Jika diusulkan pemecatan, maka diadakan suatu usul pula untuk
mengisi jabatan itu untuk sementara waktu.
(7) Anggota-anggota Direksi harus warganegara Indonesia.
(8) Untuk membantu Direksi, maka Direksi dapat meminta kepada
Dewan Moneter untuk mengangkat seorang penasihat atau lebih
untuk masa selama-lamanya lima tahun.
Mereka itu dapat dipecat atau diperhentikan oleh Dewan Moneter.
Pasal 28 …
Pasal 28
(1) Jika seorang Direktur sakit atau tidak ada, maka Direktur yang
bersangkutan untuk sementara waktu diwakili oleh seorang Direktur-
pengganti.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
(2) Direktur-pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dua orang
diangkat oleh Pemerintah untuk masa lima tahun atas usul Dewan
Moneter.
(3) Direktur-pengganti harus penjabat dari Bank.
Pasal 29
(1) Direksi mewakili Bank di hadapan dan di luar pengadilan.
Dengan memperhatikan Pasal 22, maka Direksi memimpin Bank,
mengurus milik mutlak Bank dan berhak menguasai atau
menjalankan segala tindakan pemilihan mutlak terhadap milik-
mutlak itu.
(2) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi dimuat dalam
suatu peraturan yang akan ditetapkan oleh Direksi.
(3) Pengurus bank-cabang, agen-agen besar, agen-agen, koresponden-
koresponden dan semua penjabat serta lain-lain pegawai Bank
diangkat dan diperhentikan oleh Direksi.
Pasal 30
(1) Anggota Direksi dan penasihat-penasihat yang tersebut dalam Pasal
27 ayat 8 tidak boleh memangku pekerjaan, jabatan atau tugas lain
yang digaji.
(2) Tidak termasuk dalam hal itu ialah:
a. jabatan ...
a. jabatan yang dipikulkan Pemerintah kepadanya;
b. bagi para Direktur dan penasihat-penasihat: pekerjaan komisaris
pada perseroan terbatas atau perseroan komanditer, asal saja tidak
menjadi komisaris-amanat (gedelegeerd commissaris).
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Para Direktur dan penasihat-penasihat tidak boleh tetap
memegang atau menerima suatu pekerjaan yang tersebut dalam
sub b kecuali jika mendapat izin dari Dewan Moneter.
(3) Dua orang Direktur tidak boleh bersama-sama menjadi komisaris
pada suatu perseroan.
(4) Anggota Direksi dan penasihat-penasihat yang tersebut di atas tidak
boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada usaha dagang
manapun juga.
Pasal 31
Pada akhir tiap-tiap tahun-buku Gubernur, sesudah berunding dengan
Dewan Moneter, memberikan laporan keuangan dan ekonomi yang luas.
Dewan Penasihat
Pasal 32
(1) Tugas Dewan Penasihat ialah memberi nasihat kepada Dewan
Moneter, atas permintaan atau tidak atas permintaan Dewan
Moneter, tentang segala urusan Dewan Moneter dengan maksud
supaya Dewan ini antara lain mengetahui dengan sebaik-baiknya
aliran-aliran yang terdapat tentang urusan itu dalam masyarakat.
Dewan ...
Dewan Penasihat berhak mengumumkan nasihat-nasihatnya, sekadar
hal itu oleh Pemerintah tidak dianggap bertentangan dengan
kepentingan Negara.
Ketika memberikan nasihat kepada Dewan Moneter, maka pendapat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
dari seorang anggota yang berbeda dengan pendapat terbanyak dan
anggota-anggota lain, dinyatakan dengan terpisah, yakni jika ketua
atau anggota tersebut memintanya.
2) Dewan Penasihat terdiri atas 9 orang anggota, termasuk ketua.
Ketua dan anggota-anggota yang lain ditunjuk oleh Pemerintah
untuk masa lima tahun dari orang-orang ahli dan/atau terkemuka
dalam kalangan perusahaan, pertanian dan perburuhan.
Pemerintah dapat memecat dan memperhentikan mereka itu dan
jabatannya.
Anggota-anggota yang berhenti dapat diangkat kembali pada saat
sesudah mereka berhenti.
Jika sementara itu terjadi lowongan, maka anggota yang baru
diangkat itu, menggantikan orang yang digantikannya itu untuk
selama sisa masa duduk orang yang digantikannya itu.
(3) Dewan Penasihat sekurang-kurangnya bersidang dua kali setahun
dan selanjutnya setiap kali dianggap perlu oleh ketua atau sekurang-
kurangnya oleh empat orang anggota.
(4) Anggota Dewan Moneter dapat menghadiri rapat-rapat Dewan
Penasihat.
(5) Anggota-anggota dan Sekretaris Dewan diwajibkan merahasiakan
segala yang diketahui mereka menurut jabatannya, sekadar
kewajiban itu sudah sepatutnya menurut sifat hal yang bersangkutan
atau dinyatakan dengan tegas oleh ketua.
Jika ...
Jika kewajiban merahasiakan itu dilanggar, maka pelanggaran itu
dapat menjadi alasan bagi Pemerintah untuk memecat atau
memperhentikan orang yang bersangkutan.
(6) Dewan menetapkan suatu peraturan tata-tertib.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
(7) Uang-jasa bagi anggota-anggota Dewan Penasihat ditetapkan oleh
Pemerintah.
(8) Direksi Bank menunjuk seorang sekretaris bagi Dewan Penasihat.
BAB IV
NERACA SINGKAT
Pasal 33
(1) Sekali seminggu Bank mengumumkan neraca singkat.
Neraca singkat ini harus juga dimuat dalam Berita Negara.
(2) Pekerjaan-pekerjaan Bank yang dilakukannya sebagai Bank Sentral
dan pekerjaan-pekerjaan yang terletak dalam lapangan bank-bank
yang lain dipisahkan dengan sejelas-jelasnya dalam neraca singkat
ini.
BAB V
PENETAPAN SURAT-SURAT TAHUNAN DAN
PEMBAGIAN LABA
Pasal 34
(1) Neraca dan perhitungan laba-rugi disusun oleh Direksi dan
disampaikan kepada Dewan Moneter.
(2) Dewan ...
(2) Dewan Moneter menetapkan surat-surat tahunan ini untuk sementara
waktu dan dalam hal itu Dewan dibantu oleh Jawatan Akuntan
Negeri.
(3) Selanjutnya neraca dan perhitungan laba-rugi sementara itu
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
diserahkan oleh Dewan Moneter kepada Pemerintah.
Jika dalam waktu satu bulan sesudah Pemerintah menerima surat-
surat itu, tidak diajukan keberatan-keberatan dengan surat oleh
Menteri Keuangan kepada Dewan Moneter, maka itu berarti bahwa
surat-surat tahunan itu telah disahkan oleh Pemerintah.
(4) Neraca dan perhitungan laba-rugi yang disahkan demikian memberi
pembebasan sepenuhnya kepada Direksi.
(5) Dari laba Bank yang telah disahkan demikian pertama-tama dapat
disisihkan dahulu suatu jumlah bagi cadangan istimewa, sisa dari
laba ini disetor sebanyak dua puluh prosen ke dalam dana-cadangan
sampai jumlah dana itu menjadi sama besar dengan modal Bank.
Sisanya jatuh ke dalam tangan Negara.
BAB VI
DANA PENSIUN DAN SOKONGAN PARA PEGAWAI BANK
Pasal 35
(1) Bank mengadakan dana pensiun dan sokongan untuk para pegawai
Bank.
(2) Bank wajib mengusahakan supaya dana ini mencapai jumlah harga
tunai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap para
pegawai Bank, juga Bank wajib menjaga supaya jumlah harga tunai
itu jangan berkurang.
(3) Sumbangan-sumbangan ...
(3) Sumbangan-sumbangan Bank kepada dana dan peraturan-peraturan
selanjutnya tentang dana ini ditentukan dengan suatu peraturan.
BAB VII
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
KETENTUAN PERALIHAN DAN KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
(1) Pada hari mulai berlakunya undang-undang ini, maka:
a. De Javasche Bank NV berada dalam likwidasi;
b. segala hak-hak, kekuasaan-kekuasaan, hutang-hutang dan
kewajiban-kewajiban dari De Javasche Bank NV pindah kepada
Bank Indonesia;
c. Bank Indonesia menjadi pelikwidasi dari De. Javasche Bank NV;
d. Sekadar perlu berhubung dengan likwidasi de Javasche Bank
NV, maka Presiden dan Direktur-direktur De Javasche Bank NV
masih bertindak terus.
(2) Segala ketentuan dalam Pasal 13 yang mengenai pekerjaan-pekerjaan
Bank di lapangan lain daripada fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya diserahkan kepada
bank-bank lain yang akan ditunjuk dengan Undang-undang
selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 1953.
Pasal 37
"De Javasche Bankwet 1922" dan Undang-undang tanggal 31 Maret
1922 (Staatsblad 1922 No. 181) masih berlaku sekadar perlu berhubung
dengan likwidasi De Javasche Bank NV dan selanjutnya tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 38 …
Pasal 38
(1) Menyimpang dari anjuran-anjuran dan usul-usul yang diharuskan
dalam Undang-undang pokok ini maka Presiden dan Direktur-
direktur De Javasche Bank yang memangku jabatannya sebelum
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Undang-undang ini mulai berlaku, jika mereka itu warganegara
Indonesia, menjadi Gubernur dan Direktur-direktur Bank untuk
bagian masa-jabatannya yang belum berakhir.
(2) Direktur-direktur De Javasche Bank yang bukan warganegara
Indonesia, meletakkan jabatannya pada hari mulai berlakunya
Undang-undang ini.
(3) Komisaris-komisaris De Javasche Bank yang memangku jabatannya
sebelum hari Undang-undang ini mulai berlaku, meletakkan
jabatannya pada hari itu.
Komisaris baru tidak diangkat lagi.
Pasal 39
Pengangkatan para anggota Dewan Penasihat oleh Pemerintah untuk
pertama kalinya dilakukan pada suatu waktu dalam tiga bulan sesudah
undang-undang ini mulai berlaku.
Pasal 40
Pada waktu Undang-undang,ini mulai berlaku dan menyimpang
daripada yang ditentukan dalam Pasal-pasal 8 dan 10, maka:
a. uang-kertas-bank ...
a. uang-kertas-bank yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank
berdasarkan Pasal 14 "De Javasche Bankwet 1922" dan yang pada
waktu itu mempunyai sifat alat pembayaran sah;
b. uang-kertas-bank yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank menurut
Pasal 1 Ordonansi 14 Juli 1949 (Staatsblad 1949 No. 186) dan yang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
pada waktu itu mempunyai sifat alat pembayaran sah;
tetap sifatnya sebagai alat pembayaran sah sampai uang-kertas-bank
itu dicabut kembali dan ditarik dari peredaran.
Pasal 41
Nama "Bank Indonesia" hanya boleh dipakai oleh Bank.
Pasal 42
(1) Semua persekot dalam rekening-koran yang diberikan oleh De
Javasche Bank kepada Pemerintah sebelum undang-undang ini mulai
berlaku, akan dipisahkan menjadi pinjaman dengan jangka waktu
panjang yang dapat dilunasi.
(2) Untuk keperluan pelunasan pinjaman kepada Bank yang tersebut
pada ayat 1, Negara dapat mengeluarkan pinjaman yang dapat
ditawarkan pada Bursa dengan syarat-syarat yang akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Undang-undang ini dapat disebut "UNDANG-UNDANG POKOK
BANK INDONESIA 1953".
(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953.
Agar ...
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
pada tanggal 19 Mei 1953
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUKARNO
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SUMITRO JOYOHADIKUSUMO
Diundangkan
pada tanggal 2 Juni 1953
MENTERI KEHAKIMAN,
ttd
LOEKMAN WIRIADINATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1953 NOMOR 40
| <reg_id> 11/UU/1953 </reg_id>
<reg_title> PENETAPAN UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA </reg_title>
<set_date> 19 Mei 1953 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 1953 </effective_date>
<issued_date> 2 Juni 1953 </issued_date>
<replaced_reg> '181/STBLD/1922', 'De Javasche Bankwet 1922' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUDS | pasal 89, 109, 110 dan 118' </related_reg>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG
BANK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada
terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata,
mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional;
b. bahwa guna mendukung terwujudnya perekonomian nasional sebagaimana tersebut di
atas dan sejalan dengan tantangan perkembangan dan pembangunan ekonomi yang
semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian
internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, kebijakan moneter harus
dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah;
c. bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien
diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat
dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat,
tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati-
hatian;
d. bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan
Bank Sentral yang memiliki kedudukan yang independen;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tidak sesuai lagi dan perlu diganti dengan
Undang-undang baru tentang Bank Indonesia;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor X/MPR/1998;
3. Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/MPR/1998;
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BANK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia;
2. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
3. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
4. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur;
5. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang tentang perbankan yang berlaku;
6. Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga,
dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna
memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi;
7. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Indonesia dan Bank yang mewajibkan Bank yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;
8. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia;
9. Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan
Gubernur yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib
pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank
Indonesia;
10. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara
lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga;
11. Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang
dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas
dan wewenang Bank Indonesia;
12. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang
dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan
perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia serta untuk penyertaan.
Pasal 2
(1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp.
(2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau
kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia
wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank
Indonesia.
(4) Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dilarang menolak
untuk menerima uang rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau
memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk keperluan pembayaran di
tempat atau di daerah tertentu, untuk maksud pembayaran, atau untuk memenuhi kewajiban
dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, yang akan ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 3
(1) Uang rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa keluar atau masuk wilayah pabean
Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.
BAB II
STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MODAL
Pasal 4
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
Undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 5
(1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik
Indonesia.
Pasal 6
(1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000.000,00
(dua triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi 10% (sepuluh
per seratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari Cadangan Umum atau
sumber lain.
(3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau sumber lainnya ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.
BAB III
TUJUAN DAN TUGAS
Pasal 7
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pasal 8
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai
tugas sebagai berikut:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c. mengatur dan mengawasi Bank.
Pasal 9
(1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari
pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
BAB IV
TUGAS MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN
KEBIJAKAN MONETER
Pasal 10
(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang:
a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang
ditetapkannya;
b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi
tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
(2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan
pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang
diterimanya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 12
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan.
Pasal 13
(1) Bank Indonesia mengelola cadangan devisa.
(2) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa.
(3) Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.
Pasal 14
(1) Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu
diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain
berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.
(3) Dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib
memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia.
(4) Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan
sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kecuali yang secara tegas
dinyatakan lain dalam Undang-undang.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
BAB V
TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN
SISTEM PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang:
a. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran;
b. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan
tentang kegiatannya;
c. menetapkan penggunaan alat pembayaran.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 16
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau
valuta asing.
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing
dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.
Pasal 18
(1) Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
(2) Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 19
Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan
yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.
Pasal 20
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari
peredaran.
Pasal 21
Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai.
Pasal 22
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena
sebab apapun.
Pasal 23
(1) Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan
memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
(2) Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai
penerimaan tahun anggaran berjalan.
(3) Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.
(4) Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
(5) Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB VI
TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Pasal 24
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi
terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 26
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Bank Indonesia:
a. memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
b. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;
c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;
d. memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Pasal 27
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah
pengawasan langsung dan tidak langsung.
Pasal 28
(1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari Bank.
Pasal 29
(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
(2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank.
(3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada
pemeriksa:
a. keterangan dan data yang diminta;
b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan
dengan kegiatan usahanya;
c. hal-hal lain yang diperlukan.
Pasal 30
(1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.
(3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 31
(1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu
transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
(2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim
tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut.
(3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti
yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 32
(1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan
lembaga lain di bidang keuangan.
(3) Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat
dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.
Pasal 33
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan
usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi
kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.
Pasal 35
Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum
dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
BAB VII
DEWAN GUBERNUR
Pasal 36
Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.
Pasal 37
(1) Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan
sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur.
(2) Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil.
(3) Dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi
Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur.
(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (3) karena sesuatu hal tidak dapat
dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak
sebagai pemimpin Dewan Gubernur.
Pasal 38
(1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-undang ini.
(2) Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Dewan Gubernur ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 39
(1) Dewan Gubernur mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur.
(3) Gubernur dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau
seorang atau beberapa orang pegawai Bank Indonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk
untuk itu.
(4) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan hak
substitusi.
Pasal 40
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus
memenuhi syarat antara lain:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki akhlak dan moral yang tinggi;
c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau
hukum.
Pasal 41
(1) Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau calon Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden atau Gubernur wajib mengajukan calon baru.
(4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden atau Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib
mengangkat kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan
yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur
Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan
Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
(5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
(6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan
secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang.
Pasal 42
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya
wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah
Agung.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut.
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi
Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak
memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan
ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau
pemberian dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan
tugas dan kewajiban Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya
akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara".
Pasal 43
(1) Rapat Dewan Gubernur diselenggarakan:
a. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di
bidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili
Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara;
b. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menetapkan
kebijakan lain yang prinsipil dan strategis.
(2) Rapat Dewan Gubernur dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari
separuh anggota Dewan Gubernur.
(3) Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai,
Gubernur menetapkan keputusan akhir.
(4) Dalam keadaan darurat dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat diselenggarakan karena
jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat
menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan.
(5) Kebijakan dan atau keputusan Gubernur atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam rapat Dewan Gubernur berikutnya.
(6) Tata tertib dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 44
(1) Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia.
(2) Dewan Gubernur menetapkan peraturan kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan,
pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 45
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia tidak
dapat dihukum karena telah mengambil
keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
Pasal 46
(1) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai
derajat ketiga dan besan.
(2) Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti mempunyai
hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga
tersebut, salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya.
(3) Dalam hal salah satu anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti
dari jabatannya.
Pasal 47
(1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang:
a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga;
b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku
jabatan tersebut;
c. menjadi pengurus dan atau anggota partai politik.
(2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib
mengundurkan diri dari jabatannya.
Pasal 48
Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang
bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan
tetap.
Pasal 49
Dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan,
permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari
Presiden.
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi
Gubernur karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 47
ayat (2), dan Pasal 48, Presiden mengangkat Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau
Deputi Gubernur yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5), untuk sisa masa jabatan yang digantikannya.
(2) Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai
pejabat Gubernur sementara.
(3) Dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berhalangan,
Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur
sebagai pejabat Gubernur sementara.
Pasal 51
(1) Gaji, penghasilan lainnya dan fasilitas bagi Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi
Gubernur ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
(2) Besarnya gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan penghasilan lainnya bagi pegawai dengan
jabatan tertinggi di Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Dewan Gubernur.
BAB VIII
HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Pasal 52
Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
Pasal 53
Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap
pihak luar negeri.
Pasal 54
(1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia
dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas Bank Indonesia, atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank
Indonesia.
(2) Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Pasal 55
(1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih
dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
(2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder.
(5) Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar
sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum.
Pasal 56
(1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.
(2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum.
BAB IX
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pasal 57
(1) Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Sentral lainnya, organisasi, dan
lembaga internasional.
(2) Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga
multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak
untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.
BAB X
AKUNTABILITAS DAN ANGGARAN
Pasal 58
(1) Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui
media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat:
a. evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya;
b. rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang
akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi
ekonomi dan keuangan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan juga secara tertulis kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 (tiga) bulan.
(4) Dengan tidak mengurangi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia
wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya apabila
diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 59
Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia
atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat apabila diperlukan.
Pasal 60
(1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender.
(2) Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur
menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun
berjalan.
(3) Setiap penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam tahun anggaran
berjalan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Gubernur.
Pasal 61
(1) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia
telah menyelesaikan penyusunan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selesai disusun, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk dimulai pemeriksaan.
(3) Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada
publik melalui media massa.
Pasal 62
(1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:
a. 30% (tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan;
b. sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan
Umum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan
kepada Pemerintah.
(3) Apabila modal menjadi kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut, yang
pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan
pajak penghasilan.
Pasal 63
Bank Indonesia menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Pasal 64
(1) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan
lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dana untuk penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil dari dana
Cadangan Tujuan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 65
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan
dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 66
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 67
Barang siapa yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 68
Anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang melanggar ketentuan Pasal 9
ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 69
Badan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3),
diancam dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 70
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4), diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta
denda sekurang-kurangnya Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Penuntutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
mereka yang memberi perintah, yang melakukan perbuatan, yang bertindak sebagai pimpinan
dalam perbuatan dimaksud, atau terhadap ketiga-tiganya.
Pasal 71
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak
lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang
memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena
jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan, badan
tersebut diancam dengan pidana denda sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(3) Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 72
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal
66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71, Dewan Gubernur dapat menetapkan
sanksi administratif terhadap pegawai Bank Indonesia serta pihak-pihak lain yang tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. denda; atau
b. teguran tertulis; atau
c. pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila
pelanggaran dilakukan oleh badan usaha; atau
d. pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia atau Peraturan Dewan Gubernur.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
Segala aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968
tentang Bank Sentral beralih menjadi aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang
ini.
Pasal 74
(1) Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik, dialihkan berdasarkan suatu perjanjian
kepada Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk Pemerintah, dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini.
(2) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengelola hasil
angsuran dan atau pelunasan pokok dan bunga kredit likuiditas dimaksud sampai dengan jangka
waktu kredit likuiditas tersebut berakhir.
(3) Subsidi bunga atas kredit likuiditas yang berada dalam pengelolaan Badan Usaha Milik
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap menjadi beban Pemerintah.
Pasal 75
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Direksi yang diangkat berdasarkan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dinyatakan diberhentikan dan diangkat kembali
sebagai anggota Dewan Gubernur dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Gubernur dan seorang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 4 (empat)
tahun;
b. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 1 (satu) tahun;
c. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 2 (dua) tahun;
d. 2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 3 (tiga) tahun.
(2) Selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak Undang-undang ini berlaku, Presiden
mengusulkan calon Deputi Gubernur Senior menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 40
dan Pasal 41 untuk masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun.
(3) Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usul Gubernur.
Pasal 76
(1) Ketentuan tentang Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dinyatakan mulai berlaku selambat-
lambatnya 1 Januari 2000 kecuali untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan.
(2) Terhadap tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank
Indonesia dan belum jatuh tempo, Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu tagihan
tersebut selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun sejak jatuh tempo apabila diperlukan oleh
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal diperlukan perpanjangan jangka waktu tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tagihan tersebut
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tagihan jatuh tempo.
Pasal 77
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Undang-undang ini, Bank
Indonesia wajib sudah melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan
lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1).
Pasal 78
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang
ini dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan
peraturan perundang-undangan lainnya sepanjang belum diperbarui dan tidak bertentangan
dalam Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 79
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
PROF. DR. H. MULADI, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 66
.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG
BANK INDONESIA
UMUM
Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan
termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan
tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan
dalam mengelola dana, diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya
penegakan hukum disertai dengan sistem politik yang kurang demokratis sehingga di antaranya
mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasar
yang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian nasional.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi internasional mengalami perubahan yang cepat dan sangat
mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang ditandai dengan semakin terintegrasinya
pasar keuangan dunia yang memudahkan pergerakan arus lalu lintas modal disertai dengan
semakin ketatnya persaingan di dunia internasional. Selain menguntungkan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan arus modal juga meningkatkan kerentanan
perekonomian nasional. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan pemecahannya yang
sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan
yang tepat dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi
kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di
kancah perekonomian internasional.
Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu diadakan penyesuaian berbagai
kebijakan ekonomi dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan
moneter yang merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan pembangunan ekonomi
nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas
moneter. Selama ini perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh Dewan
Moneter sementara status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam
melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan Moneter
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968.
Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang tersebut di atas dipandang
sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian
nasional dan internasional dewasa ini dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan
penggantian Undang-undang tersebut dengan yang baru yang memberikan status, tujuan dan
tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia selaku otoritas moneter.
Dalam Undang-undang ini, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan
sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang
pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia
tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar
dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan yang
kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengah-tengah
perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk
memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan
karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing
perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia.
Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu
ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem
pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang
menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara
yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola
cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca
pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri Pemerintah
dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman luar negeri swasta
merupakan tanggung jawab yang bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank
Indonesia secara fungsional dan transparan.
Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender the of
last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam melaksanakan fungsi lender of the last resort, Bank Indonesia hanya membantu untuk
mengatasi mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, risiko manajemen, dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas
Bank Indonesia.Mengantisipasi perkembangan perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, tugas
dan fungsi Bank Indonesia perlu mengakomodasikan Prinsip-prinsip Syariah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga
yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat
pembayaran yang sah. Berhubung kelancaran sistem pembayaran sangat penting bagi
pelaksanaan kebijakan moneter, kepada Bank Indonesia diberikan tugas mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, kepada
Bank Indonesia perlu diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang luas dalam mengatur dan
melaksanakan kegiatan kliring dan jasa transfer dana, serta penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antar bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan
tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat
luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan Bank, kepada Bank Indonesia
diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan
usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara lain juga menetapkan prioritas
penyaluran dana kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.
Kewenangan Bank Indonesia dimaksudkan pula untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam
waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang
wajar. Hal ini sesuai dengan amanat Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter,
sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut
diharuskan membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan
mendayagunakan devisa. Dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak
lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.
Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar
pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Independensi ini membawa
konsekuensi yuridis logis bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau
membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang dan
menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai
suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai
kemungkinan pemberian sanksi administratif.
Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan praktek-
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan pasal 3 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998.
Dalam rangka koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan sektor riil,
Rapat Dewan Gubernur dapat dihadiri oleh Menteri atau pejabat pemerintah. Demikian pula
sebaliknya Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
Dewan Moneter tidak diperlukan lagi.
Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas
publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat.
Transparansi dan prinsip akuntabilitas publik tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan
rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan
moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan dan
perbankan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara berkala dan terbuka kepada
masyarakat disampaikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan
perbankan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Satu rupiah terdiri atas 100 (seratus) sen.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan wilayah negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah teritorial
Indonesia termasuk kapal yang berbendera Republik Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini akan
ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang memuat antara lain:
a. pencantuman harga barang dan jasa dalam valuta asing di tempat dan kegiatan usaha
tertentu;
b. penggunaan mata uang ASEAN dalam rangka ekspor dan atau impor di kawasan
ASEAN;
c. antisipasi terhadap kemungkinan integrasi ekonomi.
Ayat (4)
Dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah, pihak yang meragukan tersebut dapat
meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia. Ketidaksepakatan para pihak yang melakukan
transaksi tidak dianggap sebagai penolakan menerima rupiah.
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. penetapan wilayah dan atau daerah tertentu;
b. tempat usaha atau kegiatan usaha tertentu;
c. perjanjian perdagangan barang dan jasa.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. penetapan jumlah uang rupiah yang dapat dibawa keluar atau masuk wilayah Indonesia;
b. prosedur perizinan membawa uang rupiah keluar atau masuk wilayah Indonesia;
c. sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan pemindahan uang rupiah dari atau
ke luar negeri tanpa izin.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk
mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan
mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank Sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan
tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh Bank pada umumnya.
Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugas-tugasnya Bank Sentral dapat melakukan
aktivitas perbankan yang dianggap perlu.
Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 23 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia.
Ayat (2)
Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar
pemerintahan dan lembaga lain sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dalam
pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Selain itu, laporan keuangan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Ayat (3)
Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-undang ini dan dimaksudkan
agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang
terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai
badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam
batas kewenangannya.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia
adalah kantor-kantor cabang Bank Indonesia di daerah atau kantor-kantor perwakilan Bank
Indonesia di luar negeri.
Pada kantor-kantor tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan Bank Indonesia sesuai dengan tugas
dan wewenangnya.
Pasal 6
Ayat (1)
Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang merupakan penjumlahan dari modal, Cadangan Umum, Cadangan Tujuan dan
bagian dari laba yang belum dibagi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral sebelum Undang-undang ini diberlakukan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber lain untuk tambahan modal dapat berupa hasil revaluasi aset
dan atau setoran modal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Selain itu, sumber lain tersebut dimaksudkan pula untuk menampung kemungkinan perubahan
standar akuntansi keuangan tentang modal.
Yang dimaksud dengan kewajiban moneter adalah kewajiban Bank Indonesia kepada
masyarakat, Bank, dan Pemerintah yang terdiri atas uang kartal yang diedarkan, saldo kredit
rekening milik Bank, milik Pemerintah, dan milik pihak lain seperti simpanan pegawai yang
tercatat di Bank Indonesia serta surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur meliputi antara
lain:
a. perlakuan akuntansi untuk modal Bank Indonesia;
b. persyaratan dan tata cara revaluasi aset;
c. persyaratan penambahan modal yang berasal dari sumber-sumber lain.
Pasal 7
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam pasal ini adalah kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan
atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pasal 8
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mempunyai keterkaitan dalam
mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga.
Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat,
aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal
tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur
dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian
moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem
perbankan.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah semua pihak di luar Bank Indonesia, termasuk
Pemerintah dan atau lembaga-lembaga lainnya.
Yang dimaksud dengan segala bentuk campur tangan adalah segala perbuatan pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas
Bank Indonesia.
Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya
berdasarkan Undang-undang ini secara efektif.
Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak
lain atau bantuan teknis yang diberikan oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam
rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan
memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju
inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga
yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter.
Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan
asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.
Dalam hal terjadi perbedaan, Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan secara
terbuka apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Huruf b
Angka 1
Termasuk dalam pengertian operasi pasar terbuka pada ayat ini adalah intervensi di
pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka stabilisasi rupiah.
Angka 2
Yang dimaksud dengan penetapan tingkat diskonto adalah penetapan tingkat bunga
tertentu yang diberlakukan oleh Bank Indonesia antara lain dalam operasi pasar terbuka
dalam rangka kredit dari Bank Indonesia maupun dalam pelaksanaan fungsi lender of the
last resort.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan pengaturan kredit atau pembiayaan adalah penetapan
pertumbuhan penyaluran kredit atau pem-biayaan oleh lembaga perbankan secara
keseluruhan berkaitan dengan pengendalian moneter.
Ayat (2)
Operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter melalui Bank berdasarkan Prinsip
Syariah dilakukan dengan cara penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan sebagai pengganti
tingkat diskonto yang diberlakukan pada Bank konvensional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara
lain:
a. tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah;
b. tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah;
c. instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka;
d. tata cara penetapan tingkat diskonto;
e. penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi Bank, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing;
f. penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum;
g. pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas pinjaman
dana melalui pasar rupiah dan valuta asing;
h. pengaturan huruf c, huruf d, dan huruf g yang didasarkan pada Prinsip Syariah, terutama
mengenai penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan.
Pasal 11
Ayat (1)
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang dimaksudkan
dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian
antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar.
Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.
Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini merupakan
jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya.
Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh
tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencair-kan agunan yang dikuasainya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh
Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek,
memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
terhadap kondisi Bank tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat
berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang
mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten
dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, misalnya bagi hasil atau risiko
yang ditanggung bersama secara proporsional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, termasuk di dalamnya persyaratan tingkat kesehatan Bank penerima. Dalam
rangka meneliti pemenuhan persyaratan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia
melakukan pemeriksaan terhadap Bank calon penerima kredit atau pembiayaan;
b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya;
c. jenis agunan berupa surat berharga dan atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi;
d. tata cara pengikatan agunan.
Pasal 12
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan kebijakan nilai tukar yang
ditetapkan sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut, antara lain berupa:
a. dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
b. dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
c. dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian
serta lebar pita intervensi.
Penetapan kebijakan-kebijakan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencapai tujuan Bank
Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh
Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa
emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang
dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Cadangan devisa mencakup pula hak
atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional.
Bank Indonesia mengupayakan agar cadangan devisa yang dipelihara mencapai jumlah yang
oleh Bank Indonesia dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter.
Ayat (2)
Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis
transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat
berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan
pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi
kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal.
Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar
Ayat (3)
Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia pada ayat ini adalah pinjaman luar negeri
atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan hukum.
Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk
memperkuat posisi neraca pembayaran sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan moneter.
Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak termasuk dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Jumlah pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan
Bank Indonesia untuk membayar kembali. Pelaksanaan pinjaman dimaksud dapat dipantau
Dewan Perwakilan Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia.
Pasal 14
Ayat (1)
Survei yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa pengumpulan informasi yang bersifat makro
atau mikro seperti survei mengenai kegiatan usaha, survei konsumen, survei perkembangan
harga aset dan survei-survei lainnya, yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, termasuk survei dalam rangka penyusunan dan penyem-purnaan
statistik neraca pembayaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah lembaga survei yang independen,
kompeten dan profesional.
Ayat (3)
Keterangan dan data yang diminta oleh Bank Indonesia bukan untuk maksud pemeriksaan,
melainkan untuk kepentingan statistik.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Undang-undang pada ayat ini adalah Undang-undang lain yang
mewajibkan pihak yang mempunyai keterangan dan data yang bersifat rahasia untuk
mengungkapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. tata cara pengumpulan dan penyampaian data;
b. koordinasi dan kerja sama pengumpulan data dengan pihak-pihak lain apabila
diperlukan;
c. persyaratan bagi pihak ketiga sebagai pelaksana survei.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Jasa sistem pembayaran yang dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia antara lain
adalah jasa transfer dana nilai besar. Adapun persetujuan terhadap penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi.
Huruf b
Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem
pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau
penyelenggaraan sistem pembayaran. Informasi yang diperoleh dari penyelenggaraan
sistem pembayaran itu juga diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Huruf c
Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang
digunakan dalam masyarakat memenuhi per-syaratan keamanan bagi pengguna. Dalam
wewenang ini termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka
prinsip kehati-hatian.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pada ayat (1) ini, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang memerlukan persetujuan Bank
Indonesia dan prosedur pemberian persetujuan oleh Bank Indonesia;
b. cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara jasa sistem pembayaran,
termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan manajemen risiko;
c. persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
d. penyelenggara jasa sistem pembayaran yang wajib menyampaikan laporan kegiatan;
e. jenis laporan kegiatan yang perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dan tata cara
pelaporannya;
f. jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alat
pembayaran yang bersifat elektronis seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu
pra bayar dan uang elektronik;
g. persyaratan keamanan alat pembayaran;
h. sanksi administratif berupa denda bagi pelanggaran ketentuan pada huruf a, huruf d dan
huruf f tersebut di atas.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan
elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan
alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan
lain yang berlaku, yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran.
Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Pengaturan
sistem kliring lintas negara mencakup antara lain:
a. penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau Bank dalam keanggotaan pada sistem
kliring yang bersifat regional atau internasional;
b. pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai
penyelenggara sistem pembayaran dengan Bank Sentral dan atau lembaga
penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan oleh pihak lain;
b. persyaratan dan bentuk hukum pihak lain yang dapat menyelenggarakan kliring;
c. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan
kliring.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Persetujuan Bank Indonesia kepada pihak lain dapat diberikan atas dasar permintaan atau
permohonan pihak lain, atau dapat berupa penunjukan oleh Bank Indonesia. Persetujuan
tersebut hanya diberikan apabila untuk daerah tertentu Bank Indonesia belum dapat
menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. persyaratan bagi pihak lain yang dapat menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antar bank;
b. tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan
penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank;
c. mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajib-an Bank dalam
penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan macam uang adalah jenis uang yang dikeluarkan Bank
Indonesia, yaitu uang kertas dan uang logam. Uang kertas adalah uang dalam bentuk
lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Uang logam adalah uang
dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel dan bahan
lainnya.
Harga uang adalah nilai nominal atau pecahan uang yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
Ciri uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap uang yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan.
Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda
lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 20
Sebagai konsekuensi dari ketentuan pasal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk:
a. melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya;
b. melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan;
c. menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai
yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat
kerusakannya.
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk
diedarkan kembali.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Pengertian uang yang hilang atau musnah adalah uang yang karena suatu sebab, fisik dan atau
tanda keasliannya telah hilang atau musnah. Namun, Bank Indonesia dapat memberikan
penggantian atas uang yang karena suatu sebab telah rusak sebagian tetapi tanda keaslian uang
tersebut masih dapat diketahui atau dikenali. Adapun besarnya penggantian atas uang yang
rusak tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. pengumuman mengenai uang yang akan ditarik dari peredaran;
b. prosedur penukaran uang;
c. tempat dan waktu penukaran uang yang ditarik dari peredaran.
Pasal 24
Dalam hal ini, pengaturan dan pengawasan Bank mengacu pada Undang-undang Nomor
7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 tahun 1998.
Pasal 25
Ayat (1)
Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan
rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem
perbankan yang sehat.
Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan-
peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan
sanksi-sanksi yang adil.
Pengaturan Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuaikan pula dengan standar
yang berlaku secara internasional.
Ayat (2)
Pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia antara
lain memuat:
a. perizinan Bank;
b. kelembagaan Bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan;
c. kegiatan usaha Bank pada umumnya;
d. kegiatan usaha Bank berdasarkan Prinsip Syariah;
e. merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank;
f. sistem informasi antarbank;
g. tata cara pengawasan Bank;
h. sistem pelaporan Bank kepada Bank Indonesia;
i. penyehatan perbankan;
j. pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum Bank;
k. lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.
Pasal 26
Huruf a
Pemberian dan pencabutan izin usaha Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank
Indonesia.
Huruf b
Pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank dilakukan dengan
keputusan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam pengertian izin pembukaan kantor Bank termasuk pula persetujuan mengenai
peningkatan status kantor Bank.
Huruf c
Pemberian persetujuan kepemilikan dan kepengurusan Bank dilakukan dengan keputusan
Gubernur Bank Indonesia.
Huruf d
Dalam pengertian izin untuk melakukan kegiatan usaha tertentu termasuk izin untuk melakukan
kegiatan usaha sebagai bank devisa, penitipan, melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, dan kegiatan-kegiatan usaha lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul
dengan tindakan–tindakan perbaikan.
Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini
melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Bank.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini diterapkan apabila perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak
terafiliasi tersebut mendapat fasilitas tertentu dari Bank atau dapat diduga mempunyai peran
dalam kegiatan operasional Bank.
Pasal 29
Ayat (1)
Tujuan pemeriksaan terhadap Bank adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi
kegiatan usaha Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui
kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan pemeriksaan Bank oleh Bank
Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data
elektronis, termasuk salinan-salinannya.
Ayat (2)
Pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan
debitur Bank dilakukan secara selektif dan dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan keterangan dan data termasuk data elektronis dan penjelasan
yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hal-hal lain yang diperlukan antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan
dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan.
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah pihak-pihak yang oleh Bank Indonesia
dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan, misalnya Akuntan Publik.
Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari
Bank Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara
lain:
a. kriteria tentang pihak yang ditugasi sebagai pemeriksa;
b. kode etik pemeriksa Bank;
c. sanksi yang dikenakan bagi pihak lain yang melakukan pelanggaran dalam
melaksanakan pemeriksaan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang termasuk dalam transaksi tertentu antara lain adalah transaksi dalam jumlah besar yang
diduga berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Sistem informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha Bank. Informasi antar bank tersebut antara lain berupa:
a. informasi Bank, untuk mengetahui keadaan dan status Bank;
b. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur Bank guna mencegah
penyimpangan pengelolaan perkreditan;
c. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.
Ayat (2)
Perluasan sistem informasi kepada lembaga lain di bidang keuangan diperlukan karena adanya
keterkaitan antara kegiatan usaha Bank dan lembaga tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap
Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar
pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-
undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan
dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.
Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal Gubernur berhalangan, tugas Gubernur diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior
dengan berita acara serah terima.
Ayat (3)
Yang dimaksud berhalangan adalah apabila Gubernur:
a. menjalani masa cuti;
b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;
c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal
6 (enam) hari kerja;
d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi
Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan
surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.
Pasal 38
Ayat (1)
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Gubernur dapat menetapkan organisasi berikut
perangkatnya.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:
a. pembagian tugas anggota Dewan Gubernur;
b. pendelegasian wewenang;
c. kode etik Dewan Gubernur.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan atau orang di luar Bank Indonesia yang memiliki
kapasitas tertentu yang menyediakan jasanya untuk mewakili Gubernur antara lain dalam
berperkara di muka pengadilan.
Hal-hal yang dapat didelegasikan adalah tugas Bank Indonesia yang pelaksanaannya menjadi
tanggung jawab Dewan Gubernur, tetapi sifat dari tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh
pejabat Bank Indonesia atau badan lain, misalnya saksi ahli, penyediaan atau pengedaran uang
kecil di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia.
Pemberian kuasa kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas
yang dikuasakan tersebut pada umumnya dilakukan secara langsung.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan hak substitusi adalah hak dari penerima kuasa untuk menunjuk
seseorang atau lebih untuk menggantikannya dalam melaksanakan tugas pemberi kuasa tanpa
menghilangkan haknya sebagai penerima kuasa.
Pasal 40
Huruf a
Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai warga negara Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memiliki akhlak dan moral yang tinggi adalah seseorang yang dapat
dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya. Yang bersangkutan senantiasa
melaksanakan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara adil
serta tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
kehidupannya sehari-hari.
Huruf c
Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai suatu bidang
keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan pengalaman yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan tugas yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan memiliki pengalaman adalah latar belakang perjalanan karir yang
bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum khususnya
yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Sentral.
Pasal 41
Ayat (1)
Untuk setiap jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior, Presiden menyampaikan paling
kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) nama calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan atau Deputi
Gubernur Senior. Usul Presiden tersebut dilakukan dengan memperhatikan pula aspirasi
masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui salah satu atau menolak seluruh calon Gubernur atau
Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul diterima.
Dalam rangka pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon
Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang
berkaitan dengan moral dan akhlak calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior.
Calon yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dan diangkat
menjadi Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior oleh Presiden sebagai kepala negara
dengan keputusan Presiden.
Ayat (2)
Gubernur menyampaikan paling banyak 3 (tiga) nama calon untuk setiap jabatan Deputi
Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa
jabatan Deputi Gubernur berakhir.
Calon Deputi Gubernur yang diusulkan oleh Gubernur berasal dari pejabat Bank Indonesia yang
memenuhi syarat menurut Undang-undang ini.
Tata cara persetujuan dan pengangkatan untuk calon Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior
sebagaimana terdapat dalam Penjelasan ayat (1) alinea 2, 3, dan 4 berlaku juga untuk Deputi
Gubernur.
Ayat (3)
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior yang
diusulkan, Presiden mengajukan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) calon baru
Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda
terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Deputi Gubernur yang diusulkan, Gubernur
mengajukan paling banyak 3 (tiga) calon baru Deputi Gubernur selambat-lambatnya 2 (dua)
minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan salah satu calon yang diusulkan atau menolak seluruh
calon selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul kedua diterima Dewan Perwakilan Rakyat
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan mengangkat untuk jabatan yang lebih tinggi adalah apabila Deputi
Gubernur Senior atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Gubernur, atau Deputi Gubernur
diangkat menjadi Deputi Gubernur Senior.
Periode masa jabatan Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur sebelum diangkat ke
jabatan yang lebih tinggi tersebut tidak diperhitungkan dalam periode masa jabatan baru.
Pengangkatan calon yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi anggota Dewan
Gubernur dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum berakhirnya
masa jabatan anggota Dewan Gubernur yang akan digantikan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penggantian anggota Dewan Gubernur yang dilakukan secara berkala dimaksudkan untuk
menjamin kesinambungan kepemimpinan dan pelaksanaan tugas pengelolaan Bank Indonesia
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1) huruf a dan huruf b
Rapat Dewan Gubernur adalah forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis, misalnya kebijakan
umum di bidang moneter.
Pengertian prinsipil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang mempunyai
dampak luas baik ke dalam maupun ke luar Bank Indonesia. Adapun kebijakan lain yang bersifat
strategis dan prinsipil termasuk antara lain kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharaan
kelancaran sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan Bank.
Untuk hal-hal lain tidak perlu dibahas dalam rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan
dalam rapat bidang yang dipimpin oleh tiap-tiap Deputi Gubernur sesuai dengan kewenangannya
atau rapat antar bidang terbatas yang dapat dihadiri anggota Dewan Gubernur yang terkait,
dengan catatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat Dewan Gubernur mingguan untuk
diketahui.
Ayat (2)
Penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi misalnya melalui konferensi jarak jauh (teleconference). Hal ini memungkinkan
anggota Dewan Gubernur dapat mengikuti rapat Dewan Gubernur tanpa selalu harus hadir
secara fisik dalam ruang rapat yang sama.
Ayat (3)
Pengertian Gubernur pada ayat ini termasuk Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur yang
bertindak sebagai pemimpin rapat menggantikan Gubernur yang karena sesuatu hal berhalangan
hadir.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah situasi dan kondisi kritis yang apabila tidak
diambil tindakan tertentu dapat berdampak negatif baik bagi Bank Indonesia maupun terhadap
pelaksanaan tugas yang diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian pengangkatan adalah melakukan penempatan dan mutasi baik
diikuti dengan maupun tanpa promosi.
Ayat (2)
Dalam menetapkan peraturan kepegawaian Bank Indonesia, Dewan Gubernur memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan hal tersebut sepanjang
tidak mengurangi independensi Bank Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:
a. pengangkatan dan pemberhentian pegawai;
b. peraturan kepegawaian;
c. sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan
lainnya.
Pasal 45
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab pribadi
bagi anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang dengan itikad baik
berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sulit tetapi sangat diperlukan
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Pengambilan keputusan dapat dianggap telah memenuhi itikad baik apabila:
a. dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga,
kelompoknya sendiri, dan atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi
dan nepotisme;
b. dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif;
c. diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak
tepat;
d. dilengkapi dengan sistem pemantauan.
Yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia adalah pegawai Bank Indonesia yang
berdasarkan keputusan Dewan Gubernur diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak
mengambil keputusan sesuai dengan batas wewenangnya.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan langsung pada suatu perusahaan adalah
apabila yang bersangkutan duduk sebagai pengurus dalam suatu perusahaan atau menjalankan
sendiri usaha perdagangan barang atau jasa.
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan tidak langsung adalah apabila yang
bersangkutan memiliki kepentingan melalui kepemilikan saham suatu perusahaan di atas 25%
(dua puluh lima per seratus).
Huruf b
Mengingat anggota Dewan Gubernur memiliki tugas yang sangat strategis di bidang moneter,
sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan bank sudah sewajarnya apabila anggota
Dewan Gubernur lebih profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya.
Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan Gubernur secara ex-
officio dapat merangkap jabatan pada lembaga-lembaga tertentu, antara lain pada International
Monetary Fund (IMF), World Bank dan Institut Bankir Indonesia.
Huruf c
Larangan dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak politik yang
bersangkutan dalam memilih atau dipilih dalam pemilihan umum.
Ayat (2)
Dalam hal Deputi Gubernur Senior dan atau Deputi Gubernur yang diketahui telah melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (1) tidak bersedia mengundurkan diri, Gubernur
mengajukan usul kepada Presiden untuk meminta yang bersangkutan mengundurkan diri.
Apabila yang melakukan pelanggaran adalah Gubernur, Presiden meminta yang bersangkutan
untuk mengundurkan diri.
Pasal 48
Pengunduran diri sebagaimana disebut dalam pasal ini adalah diajukan secara sukarela oleh
yang bersangkutan atau disebabkan oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(2) atau Pasal 47 ayat (2).
Pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
ini harus dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, mengalami cacat fisik dan
atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas-
tugasnya dengan baik atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang diangkat untuk mengisi
kekosongan jabatan dimaksud dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan berhalangan adalah apabila Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior:
a. menjalani masa cuti tahunan;
b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;
c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal
6 (enam) hari kerja;
d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana
kejahatan sebagai tersangka/terdakwa.
Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi
Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan
surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan rekening Pemerintah.
Pasal 53
Penerimaan pinjaman luar negeri untuk kepentingan Pemerintah hanya dilakukan oleh Bank
Indonesia atas permintaan Pemerintah. Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama
Pemerintah berdasarkan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank
Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada
Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi
pinjaman.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tepat waktu dan tidak berakibat
negatif terhadap kebijakan moneter sehingga pelaksanaan penjualan surat utang tersebut dapat
dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta menguntungkan Pemerintah.
Ayat (2)
Pelaksanaan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan komisi yang
membidangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (3)
Apabila penerimaan negara dari pajak, laba perusahaan negara, dan sebagainya tidak cukup
untuk membiayai pengeluaran negara seluruhnya, kekurangan tersebut di atas ditutup dengan
dana yang berasal dari masyarakat, baik berupa pinjaman dalam negeri maupun masyarakat luar
negeri dengan menerbitkan surat-surat utang negara.
Pembelian surat-surat utang negara oleh Bank Indonesia hanya dapat dilakukan secara tidak
langsung atau di pasar sekunder.
Ayat (4)
Dalam hal Bank Indonesia membeli surat-surat utang negara di pasar sekunder semata-mata
untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter.
Ayat (5)
Pembatalan demi hukum dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat
kepada Mahkamah Agung.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembatalan demi hukum dalam ayat ini dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau
masyarakat kepada Mahkamah Agung.
Pasal 57
Ayat (1)
Kerja sama Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional termasuk multilateral
dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Kerja sama tersebut misalnya di bidang:
a. intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing;
b. penyelesaian transaksi lintas negara;
c. hubungan koresponden;
d. tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas Bank
Sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan Bank;
e. pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran.
Ayat (2)
Keanggotaan Bank Indonesia pada lembaga multilateral dimaksud dilakukan berdasarkan kuasa
Presiden sebagai kepala negara.
Pasal 58
Ayat (1)
Penyampaian informasi kepada masyarakat dimaksudkan agar masyarakat ikut serta
memantau/mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya
karena masyarakat mempunyai hak untuk melakukan kontrol agar Bank Indonesia dapat menjadi
lembaga yang dapat dipercaya dan berwibawa.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian informasi kepada Presiden bersifat informatif, sedangkan penyampaian informasi
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan agar lembaga tinggi negara tersebut dapat
mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya.
Ayat (3)
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Bank Indonesia
menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 59
Pemeriksaan khusus atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Bank Indonesia
dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan
tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh Bank
Indonesia.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian anggaran tahunan Bank Indonesia yang telah ditetapkan Dewan Gubernur dan
evaluasi pelaksanaan anggaran tahun yang lalu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan
untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran, sedangkan
untuk Pemerintah dimaksudkan sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit
anggaran Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia adalah neraca dan laporan
penerimaan dan pengeluaran beserta lampiran-lampirannya.
Selisih lebih dari perhitungan antara penerimaan dan pengeluaran selama satu tahun anggaran
merupakan surplus yang dapat digunakan untuk Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan.
Dalam hal penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran, Bank Indonesia mengalami defisit yang
dapat ditutup dari Cadangan Umum dan modal.
Ayat (2)
Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan tugasnya memeriksa laporan keuangan Bank
Indonesia dapat menggunakan jasa kantor akuntan publik yang memiliki reputasi internasional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia yang diumumkan kepada publik adalah laporan
keuangan singkat yang terdiri atas neraca singkat dan laporan pokok-pokok penerimaan dan
pengeluaran yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 62
Ayat (1)
Cadangan Umum dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia,
sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau
pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan
organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia, serta penyertaan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, pembagian surplus Bank
Indonesia untuk Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus) yang
digunakan untuk biaya penggantian/pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang diperlakukan
dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank Indonesia.
Dalam Undang-undang ini, Cadangan Tujuan digunakan untuk biaya penggantian dan atau
pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, pengembangan sumber daya
manusia dan organisasi dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta
penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
Pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini
ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank
Indonesia antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
berkesinambungan serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi.
Ayat (2)
Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari
kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah terlebih dahulu harus
digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia.
Ayat (3)
Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia dapat dilakukan
dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat diperjualbelikan selambat-lambatnya
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan.
Besar maksimum yang harus disetor oleh Pemerintah adalah selisih kurang dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) dengan jumlah modal yang tersedia dalam laporan
keuangan tersebut di atas.
Ayat (4)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar pemenuhan kecukupan modal Bank Indonesia sebesar 10
% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter dapat segera tercapai. Dalam hal modal Bank
Indonesia sudah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sebagian besar
dari surplus yang diperoleh Bank Indonesia diserahkan kepada negara melalui Pemerintah.
Pasal 63
Pengumuman neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan
sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut kepada
masyarakat.
Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh
Bank Indonesia dalam badan hukum atau badan lain tertentu.
Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam
melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan
lembaga penjamin simpanan.
Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat
dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Yang dimaksud dengan badan dalam ketentuan ini adalah semua badan, misalnya badan
hukum, persekutuan perdata, yayasan, asosiasi atau badan-badan lain yang ditetapkan sebagai
responden dalam suatu survei.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rahasia pada ayat ini adalah rahasia jabatan.
Yang dimaksud dengan pihak lain yang melakukan tugas tertentu adalah pihak lain yang ditunjuk
atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud
antara lain dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal
32 ayat (3), dan Pasal 39 ayat (3).
Yang dimaksud dengan secara melawan hukum adalah apabila seseorang atau badan yang
dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:
a. jenis keterangan dan data lainnya yang dikategorikan rahasia, antara lain keterangan
dan data individual yang diperoleh melalui survei dan data individual Bank peserta kliring;
b. perlakuan terhadap keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
c. prosedur pengungkapan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
d. pejabat yang berwenang mengungkapkan keterangan dan data lainnya yang bersifat
rahasia.
Pasal 72
Ayat (1)
Kewenangan Dewan Gubernur untuk menetapkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam
pasal ini berlaku terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-
undang ini dan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia
dan Peraturan Dewan Gubernur.
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau badan yang diatur dalam Undang-undang
ini antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), Pasal 14 ayat (3),
Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 29 ayat (3), Pasal
30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan pihak-pihak yang ditunjuk dalam ketentuan
pelaksanaan Undang-undang ini.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan denda adalah kewajiban untuk membayar uang dalam jumlah
tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pencabutan atau pembatalan izin usaha terhadap badan usaha dilakukan oleh instansi
yang berwenang berdasarkan permintaan Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha yang ditunjuk atau disetujui
oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat
(1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan badan usaha lain yang ditunjuk dalam
ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini.
Huruf d
Sanksi disiplin hanya dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia berdasarkan
peraturan disiplin kepegawaian yang ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Ayat (3)
Pengaturan lebih lanjut sanksi administratif yang dikenakan terhadap pihak lain di luar pegawai
Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia, sedangkan sanksi administratif
yang dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Dewan
Gubernur.
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara
lain:
a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
b. besarnya sanksi administratif yang berupa denda;
c. tata cara pengenaan sanksi administratif.
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara
lain:
a. jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
b. jenis-jenis sanksi disiplin pegawai;
c. tata cara pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.
Pasal 73
Pengalihan aktiva dan pasiva Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
dilaksanakan terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 74
Ayat (1)
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit
likuiditas dalam rangka kredit program.
Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah adalah Badan Usaha Milik Negara
yang kondisi keuangannya sehat.
Pengalihan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk pula pengalihan pinjaman
penerusan yang dananya berasal dari luar negeri dan bantuan teknis dalam rangka penyaluran
kredit program.
Mengingat pinjaman penerusan dan bantuan teknis tersebut melibatkan lembaga/pihak lain di
luar Bank Indonesia, batas waktu pengalihannya kepada Badan Usaha Milik Negara ditentukan
berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait.
Tugas dan wewenang Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah antara lain
adalah:
a. melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia;
b. melakukan penyaluran dan administrasi kredit program;
c. mencari sumber-sumber pendanaan untuk kelanjutan pelaksanaan kredit program.
Ayat (2)
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program meliputi berbagai jenis
(skim) yang masing-masing memiliki persyaratan tersendiri baik jangka waktu maupun suku
bunganya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan jangka waktu KLBI tersebut adalah jangka
waktu KLBI untuk masing-masing skim yang bersangkutan.
Selama KLBI tersebut belum dibayar kembali kepada Bank Indonesia, Bank yang bersangkutan
membayar pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara .
Badan Usaha Milik Negara membayar pokok dan bunga KLBI yang terutang kepada Bank
Indonesia pada waktu berakhirnya jangka waktu KLBI untuk tiap-tiap skim.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan subsidi bunga dalam ayat ini adalah selisih antara suku bunga pasar dan
suku bunga KLBI.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Adanya pengecualian untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan pada ayat ini
dimaksudkan untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pada
dasarnya adalah untuk meringankan beban rakyat.
Ayat (2)
Perpanjangan jangka waktu surat-surat utang negara diperlukan oleh Pemerintah apabila kondisi
keuangan negara tidak memungkinkan untuk menyelesaikan kewajiban kepada Bank Indonesia
tersebut.
Tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia
adalah dalam rangka:
a. pelaksanaan kredit program;
b. pembayaran berbagai kewajiban dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara;
c. program jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat;
d. rekapitalisasi perbankan.
Berkaitan dengan keempat butir di atas, huruf c dan huruf d adalah program restrukturisasi
perbankan dengan bagian yang terbesar merupakan kewajiban pembayaran Bank Pemerintah.
Penyelesaian tagihan atas surat-surat utang negara yang dibeli oleh Bank Indonesia tersebut
seharusnya diselesaikan sebelum jatuh tempo surat utang dimaksud. Penyelesaian ini hanya
dapat dicapai apabila:
a. instansi terkait seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Departemen Keuangan,
dan sebagainya dapat melakukan pengamanan uang masyarakat (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) secara optimal atau meminimumkan beban rakyat;
b. keberhasilan dalam memulihkan kondisi perekonomian nasional.
Dalam hal huruf a dan huruf b terpenuhi, tidak diperlukan pengaturan mengenai perpanjangan
jatuh tempo. Namun untuk berjaga-jaga, dalam hal terjadi kondisi yang tidak diharapkan,
diperlukan landasan hukum untuk mencari jalan keluar yang memungkinkan melakukan
perpanjangan jatuh tempo.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3843
| <reg_id> 23/UU/1999 </reg_id>
<reg_title> BANK INDONESIA </reg_title>
<set_date> 17 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 17 Mei 1999 </effective_date>
<issued_date> 17 Mei 1999 </issued_date>
<replaced_reg> '13/UU/1968' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33', 'X/MPR/1998|TAP-MPR/1998 | Bab IV huruf A butir 1a', 'XI/MPR/1998|TAP-MPR/1998 | Pasal 3', 'XVI/MPR/1998|TAP-MPR/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XI' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
mendukung perekonomian nasional melalui pelaksanaan
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, diperlukan
stabilitas sistem keuangan yang kokoh;
b. bahwa untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangan
yang kokoh guna menghadapi ancaman, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri, diperlukan upaya pencegahan
dan penanganan krisis sistem keuangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN.
BAB I . . .
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Keuangan adalah sistem yang terdiri atas lembaga
jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur
keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang
berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana
masyarakat dan pengalokasiannya untuk mendukung
aktivitas perekonomian nasional.
2. Stabilitas Sistem Keuangan adalah kondisi Sistem
Keuangan yang berfungsi efektif dan efisien serta mampu
bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam negeri
dan luar negeri.
3. Krisis Sistem Keuangan adalah kondisi Sistem Keuangan
yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif
dan efisien, yang ditunjukkan dengan memburuknya
berbagai indikator ekonomi dan keuangan.
4. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
5. Bank Sistemik adalah Bank yang karena ukuran aset,
modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas
transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya
sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa
keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika
Bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
6. Surat Berharga Negara adalah surat utang negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
surat utang negara dan surat berharga syariah negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
surat berharga syariah negara.
7. Bank . . .
- 3 -
7. Bank Perantara adalah bank umum yang didirikan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan untuk digunakan sebagai
sarana resolusi dengan menerima pengalihan sebagian
atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank yang
ditangani Lembaga Penjamin Simpanan, selanjutnya
menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan
dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
8. Program Restrukturisasi Perbankan adalah program yang
diselenggarakan untuk menangani permasalahan
perbankan yang membahayakan perekonomian nasional.
9. Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Otoritas Jasa Keuangan adalah otoritas jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
Otoritas Jasa Keuangan.
11. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga penjamin
simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
12. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut dengan
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 2
Pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan
diselenggarakan berdasarkan asas:
a. kepentingan nasional;
b. kemanfaatan;
c. keadilan;
d. keterpaduan;
e. efektivitas;
f. efisiensi; dan
g. kepastian hukum.
Pasal 3 . . .
- 4 -
Pasal 3
(1) Pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan
meliputi:
a. koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas
Sistem Keuangan;
b. penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan
c. penanganan permasalahan Bank Sistemik, baik dalam
kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal maupun
kondisi Krisis Sistem Keuangan.
(2) Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a mencakup bidang:
a. fiskal;
b. moneter;
c. makroprudensial dan mikroprudensial jasa keuangan;
d. pasar keuangan;
e. infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran
dan penjaminan simpanan; dan
f. resolusi Bank.
(3) Penanganan Krisis Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup penanganan
seluruh bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penanganan permasalahan Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi penanganan
permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank Sistemik.
BAB II
KOMITE STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 4
(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Komite Stabilitas
Sistem Keuangan.
(2) Komite . . .
- 5 -
(2) Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pencegahan
dan penanganan Krisis Sistem Keuangan untuk
melaksanakan kepentingan dan ketahanan negara di
bidang perekonomian.
(3) Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beranggotakan:
a. Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap
anggota dengan hak suara;
b. Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota dengan hak
suara;
c. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
sebagai anggota dengan hak suara; dan
d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
sebagai anggota tanpa hak suara.
(4) Setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertindak untuk dan
atas nama lembaga yang dipimpinnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 5
Komite Stabilitas Sistem Keuangan bertugas:
a. melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan
pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan;
b. melakukan penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan
c. melakukan penanganan permasalahan Bank Sistemik,
baik dalam kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal
maupun kondisi Krisis Sistem Keuangan.
Pasal 6
Komite Stabilitas Sistem Keuangan berwenang:
a. menetapkan keputusan mengenai tata kelola Komite
Stabilitas Sistem Keuangan dan sekretariat Komite
Stabilitas Sistem Keuangan;
b. membentuk . . .
- 6 -
b. membentuk gugus tugas atau kelompok kerja untuk
membantu pelaksanaan tugas Komite Stabilitas Sistem
Keuangan;
c. menetapkan kriteria dan indikator untuk penilaian kondisi
Stabilitas Sistem Keuangan;
d. melakukan penilaian terhadap kondisi Stabilitas Sistem
Keuangan berdasarkan masukan dari setiap anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan, beserta data dan
informasi pendukungnya;
e. menetapkan langkah koordinasi untuk mencegah Krisis
Sistem
Keuangan dengan mempertimbangkan
rekomendasi dari setiap anggota Komite Stabilitas Sistem
Keuangan;
f. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan
perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan, dari kondisi
normal menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan atau dari
kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal;
g. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan
langkah penanganan Krisis Sistem Keuangan;
h. menyerahkan penanganan permasalahan solvabilitas Bank
Sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan;
i. menetapkan langkah yang harus dilakukan oleh anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk mendukung
pelaksanaan penanganan permasalahan Bank Sistemik
oleh Lembaga Penjamin Simpanan;
j. menetapkan keputusan pembelian oleh Bank Indonesia
atas Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga
Penjamin Simpanan untuk penanganan Bank; dan
k. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan
penyelenggaraan dan pengakhiran
Program
Restrukturisasi Perbankan.
Bagian . . .
- 7 -
Bagian Ketiga
Kesekretariatan
Pasal 7
(1) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dibantu oleh
sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang
dipimpin oleh sekretaris Komite Stabilitas Sistem
Keuangan.
(2) Anggaran sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat
menyelenggarakan rapat yang dihadiri oleh pejabat
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk
mempersiapkan pelaksanaan rapat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan.
(4) Organisasi dan tata kerja sekretariat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Rapat dan Tata Cara Pengambilan Keputusan
Pasal 8
(1) Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyelenggarakan
rapat secara berkala atau sewaktu-waktu.
(2) Rapat secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan.
(3) Rapat sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan berdasarkan permintaan anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 9
(1) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan harus dihadiri
oleh seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Rapat . . .
- 8 -
(2) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan dipimpin oleh
koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(3) Dalam hal anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
berhalangan hadir secara fisik pada waktu dan tempat
rapat yang telah ditentukan, rapat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan dapat diselenggarakan melalui sarana
komunikasi elektronik yang memungkinkan anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan saling melihat
dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi
dalam rapat.
(4) Dalam hal koordinator dan/atau anggota Komite Stabilitas
Sistem Keuangan berhalangan tetap, koordinator
dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang
bersangkutan diwakili oleh pejabat pengganti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan tidak
dihadiri oleh seluruh anggota, baik secara fisik maupun
melalui sarana komunikasi elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) atau oleh pejabat pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rapat dijadwalkan
kembali.
(6) Dalam hal rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
merupakan rapat sewaktu-waktu berdasarkan permintaan
anggota, penjadwalan kembali dilakukan paling lambat
1x24 (satu kali dua puluh empat) jam.
(7) Rapat hasil penjadwalan kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6) diselenggarakan dengan
kehadiran paling sedikit 2 (dua) anggota dengan hak suara
dan dapat mengambil keputusan.
(8) Pelaksanaan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
harus didokumentasikan secara utuh mulai dari awal
sampai dengan berakhirnya rapat.
Pasal 10
(1) Pengambilan keputusan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan dilakukan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem
Keuangan.
(2) Pengambilan . . .
- 9 -
(2) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank
Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan.
(3) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
berhak menyampaikan pendapat dalam rapat Komite
Stabilitas Sistem Keuangan, tetapi tidak berhak
memberikan suara dalam pengambilan keputusan.
Pasal 11
(1) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) dilakukan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.
(2) Dalam hal tidak tercapai mufakat, usulan keputusan yang
diajukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
dinyatakan ditolak dan pendapat akhir setiap anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan didokumentasikan.
(3) Usulan keputusan yang dinyatakan ditolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali dalam
rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan paling lambat
1x24 (satu kali dua puluh empat) jam.
(4) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai
mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
suara terbanyak.
(5) Setiap keputusan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
ditandatangani oleh seluruh anggota Komite Stabilitas
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3).
(6) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang tidak
hadir dalam rapat, dianggap menyetujui keputusan rapat
tanpa harus menandatangani keputusan rapat.
Bagian . . .
- 10 -
Bagian Kelima
Pertukaran Data dan Informasi
Pasal 12
(1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan
pertukaran data dan informasi antaranggota yang
diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan
Krisis Sistem Keuangan.
(2) Pertukaran data dan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Kode Etik
Pasal 13
Komite Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan
menegakkan kode etik Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Bagian Ketujuh
Akuntabilitas dan Pelaporan
Pasal 14
(1) Komite Stabilitas Sistem Keuangan memublikasikan dan
memberikan akses informasi kepada publik mengenai
keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Komite Stabilitas Sistem Keuangan memublikasikan
pelaksanaan tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh
Undang-Undang ini.
(3) Komite Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan:
a. jenis informasi yang bersifat rahasia;
b. jenis informasi yang tidak bersifat rahasia; dan
c. tata cara akses informasi oleh publik,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam . . .
- 11 -
(4) Dalam hal informasi ditetapkan sebagai jenis informasi
yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, setiap orang yang mengetahui informasi tersebut,
baik karena kedudukan, profesi, maupun hubungan apa
pun dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dilarang
menggunakan atau mengungkapkan informasi dimaksud
kepada pihak lain, kecuali untuk pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang, atau diwajibkan oleh Undang-
Undang.
Pasal 15
Komite Stabilitas Sistem Keuangan melaporkan kepada
Presiden mengenai:
a. kondisi Stabilitas Sistem Keuangan setiap 3 (tiga) bulan;
b. penanganan Krisis Sistem Keuangan;
c. penanganan permasalahan Bank Sistemik; dan/atau
d. pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan.
BAB III
PENCEGAHAN KRISIS SISTEM KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan
pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem
Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang setiap
anggota untuk mencegah terjadinya Krisis Sistem
Keuangan.
(2) Pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem
Keuangan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
dilakukan berdasarkan Undang-Undang dan sesuai
dengan protokol manajemen krisis setiap anggota.
(3) Anggota . . .
- 12 -
(3) Anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan
menyampaikan hasil pemantauan dan pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dalam rapat
Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(4) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merumuskan rekomendasi
kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas
dan wewenang masing-masing.
Bagian Kedua
Bank Sistemik
Pasal 17
(1) Untuk mencegah Krisis Sistem Keuangan di bidang
perbankan, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan
Bank Indonesia menetapkan Bank Sistemik.
(2) Penetapan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pertama kali dilakukan pada kondisi Stabilitas
Sistem Keuangan normal.
(3) Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank
Indonesia melakukan pemutakhiran daftar Bank Sistemik
secara berkala 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
(4) Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan hasil penetapan
dan pemutakhiran daftar Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) kepada Komite
Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 18
(1) Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
wajib:
a. memenuhi ketentuan khusus mengenai rasio
kecukupan modal dan rasio kecukupan likuiditas; dan
b. menyusun rencana aksi untuk disetujui oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
(2) Rencana . . .
- 13 -
(2) Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b paling sedikit memuat kewajiban pemegang saham
pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal
Bank dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal
Bank.
(3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan
tambahan kapasitas permodalan bagi Bank Sistemik yang
digunakan untuk menyerap kerugian pada saat Bank
mengalami permasalahan keuangan.
(4) Ketentuan mengenai rasio kecukupan modal, rasio
kecukupan likuiditas, dan rencana aksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta tambahan
kapasitas permodalan Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
Pasal 19
(1) Dalam hal Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 mengalami kesulitan keuangan, Bank Sistemik
menerapkan rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) huruf b dan ayat (2) yang sudah disetujui
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Dalam hal rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) huruf b dan ayat (2) belum disetujui oleh
Otoritas Jasa Keuangan, Bank Sistemik menerapkan
langkah penyehatan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan memastikan dilaksanakannya
rencana aksi atau langkah penyehatan oleh Bank dengan
menerbitkan perintah tertulis, menempatkan pengelola
statuter, dan/atau melalui mekanisme lain berdasarkan
Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Ketentuan mengenai rencana aksi dan langkah
penyehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Bagian . . .
- 14 -
Bagian Ketiga
Penanganan Permasalahan Likuiditas Bank Sistemik
Pasal 20
(1) Bank Sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dapat
mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk
mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah.
(2) Dalam pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian
mengenai pemenuhan persyaratan solvabilitas dan
tingkat kesehatan Bank Sistemik; dan
b. Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan
melakukan penilaian mengenai pemenuhan
persyaratan agunan dan perkiraan kemampuan Bank
Sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas
jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka
pendek berdasarkan prinsip syariah.
(3) Pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah harus dijamin dengan agunan yang berkualitas
tinggi berupa surat berharga yang memiliki peringkat
tinggi dan mudah dicairkan.
(4) Dalam hal Bank Sistemik tidak memiliki agunan surat
berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jumlah yang cukup, Bank Sistemik dapat menggunakan
aset kredit dengan kolektibilitas lancar sebagai agunan
pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan
likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.
(5) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Bank Indonesia memutuskan pemberian
pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan
likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.
(6) Pemberian . . .
- 15 -
(6) Pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
berdasarkan Undang-Undang ini dan Undang-Undang
mengenai Bank Indonesia.
(7) Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank
Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Sistemik
yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk
memastikan penggunaannya dan pelaksanaan rencana
pembayarannya kembali sesuai dengan perjanjian.
Bagian Keempat
Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik
Pasal 21
(1) Dalam hal terdapat Bank Sistemik yang mengalami
permasalahan solvabilitas, Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan wewenangnya melakukan penanganan
permasalahan solvabilitas, termasuk memastikan
pelaksanaan rencana aksi Bank Sistemik.
(2) Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada Lembaga
Penjamin Simpanan untuk melakukan persiapan
penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kondisinya memburuk dan ditetapkan sebagai
Bank dalam pengawasan khusus, Otoritas Jasa Keuangan
meminta Lembaga Penjamin Simpanan meningkatkan
intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik.
(4) Dalam meningkatkan intensitas persiapan penanganan
Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan koordinasi dengan
Lembaga Penjamin Simpanan:
a. meminta pengurus Bank untuk menjaga kondisi
keuangan Bank sehingga tidak terjadi penurunan aset
dan/atau peningkatan kewajiban Bank Sistemik secara
material;
b. meminta . . .
- 16 -
b. meminta pengurus Bank untuk mendukung
pelaksanaan pengalihan aset dan kewajiban Bank
Sistemik; dan/atau
c. memfasilitasi Lembaga Penjamin Simpanan dalam
melakukan pemasaran atas aset dan/atau kewajiban
Bank Sistemik dan memfasilitasi calon Bank penerima
untuk melakukan uji tuntas dalam hal akan dilakukan
pengalihan aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik.
(5) Dalam hal penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (4) tidak dapat mengatasi
permasalahan solvabilitas Bank Sistemik, Otoritas Jasa
Keuangan meminta penyelenggaraan rapat Komite
Stabilitas Sistem Keuangan disertai dengan rekomendasi
langkah penanganan permasalahan Bank Sistemik.
(6) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diselenggarakan untuk
menetapkan langkah penanganan permasalahan
solvabilitas Bank Sistemik.
(7) Langkah penanganan permasalahan solvabilitas Bank
Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
dengan:
a. memutuskan penyerahan Bank Sistemik kepada
Lembaga Penjamin Simpanan untuk dilakukan
penanganan berdasarkan Undang-Undang ini dan
Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan; dan
b. menetapkan langkah yang harus dilakukan oleh
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
sesuai dengan wewenang masing-masing untuk
mendukung pelaksanaan penanganan Bank Sistemik
oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
(8) Ketentuan
mengenai
penanganan
permasalahan
solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan persiapan penanganan Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 22 . . .
- 17 -
Pasal 22
(1) Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik oleh
Lembaga Penjamin Simpanan dilakukan dengan cara:
a. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima;
b. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank Sistemik kepada Bank Perantara; atau
c. melakukan penanganan Bank sesuai dengan Undang-
Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(2) Ketentuan mengenai pemilihan cara penanganan
permasalahan solvabilitas Bank Sistemik dan tata cara
penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 23
Dalam pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a atau kepada Bank
Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huruf b, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang:
a. menetapkan jenis dan kriteria aset dan kewajiban Bank
Sistemik yang dialihkan;
b. mengalihkan kewajiban Bank Sistemik sesuai dengan
kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada
Bank penerima atau Bank Perantara yang diikuti dengan
pengalihan sebagian atau seluruh aset Bank Sistemik
tanpa persetujuan kreditur, debitur, dan/atau pihak lain;
c. melakukan pembayaran kepada Bank penerima atau Bank
Perantara atas selisih kurang antara nilai aset dan nilai
kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan; dan
d. melakukan wewenang lain sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 24 . . .
- 18 -
Pasal 24
(1) Pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin
Simpanan kepada Bank penerima dan/atau Bank
Perantara, terjadi demi hukum sejak akta pengalihan
ditandatangani.
(2) Pengalihan demi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku pula bagi perizinan untuk melakukan kegiatan
tertentu yang dimiliki Bank Sistemik kepada Bank
Perantara.
(3) Pengalihan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus diikuti dengan proses penyesuaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Setelah dilakukan pengalihan sebagian atau seluruh aset
dan/atau kewajiban Bank Sistemik kepada Bank penerima
dan/atau Bank Perantara, Lembaga Penjamin Simpanan
meminta Otoritas Jasa Keuangan untuk mencabut izin
usaha Bank yang telah dialihkan sebagian atau seluruh
aset dan/atau kewajibannya.
(5) Lembaga Penjamin Simpanan melakukan proses likuidasi
terhadap Bank yang telah dicabut izin usahanya oleh
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga
Penjamin Simpanan.
Pasal 25
(1) Lembaga Penjamin Simpanan mendirikan Bank Perantara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b
untuk menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset
dan/atau kewajiban Bank Sistemik dan menjalankan
aktivitas usaha Bank.
(2) Dalam pendirian Bank Perantara oleh Lembaga Penjamin
Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan
terbatas.
(3) Otoritas . . .
- 19 -
(3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin Bank Perantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 2 (dua) tahap:
a. persetujuan prinsip untuk melakukan persiapan
pendirian Bank; dan
b. izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha Bank
setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a selesai dilakukan.
(4) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a diberikan setelah memenuhi persyaratan:
a. anggaran dasar yang paling sedikit memuat kegiatan
usaha sebagai Bank;
b. modal disetor sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang mengenai perseroan terbatas; dan
c. struktur organisasi dan sumber daya manusia,
pedoman manajemen risiko, tata kelola perusahaan
yang baik, prosedur kerja, rencana bisnis, proyeksi
neraca dan laba rugi, serta laporan arus kas bulanan.
(5) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
diberikan setelah memenuhi persyaratan:
a. kewajiban penyediaan modal minimum bank umum;
b. susunan direksi dan dewan komisaris; dan
c. rencana tindak meliputi cara dan jadwal pengalihan,
pemenuhan dan pengelolaan sumber daya manusia,
serta migrasi infrastruktur Bank Perantara.
(6) Uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota dewan
komisaris dan direksi Bank Perantara dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan uji
kemampuan dan kepatutan yang dibuat Otoritas Jasa
Keuangan bagi anggota dewan komisaris dan direksi Bank
Perantara.
(7) Bank Perantara dalam menjalankan kegiatan usaha harus:
a. menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
laporan berkala dan dokumen lain yang diwajibkan
bagi bank umum; dan
b. memenuhi persyaratan terkait prinsip kehati-hatian
dan indikator tingkat kesehatan bank umum.
Pasal 26 . . .
- 20 -
Pasal 26
(1) Lembaga Penjamin Simpanan harus segera menjual Bank
Perantara atau mengalihkan seluruh aset dan kewajiban
Bank Perantara kepada Bank atau pihak lain.
(2) Penjualan Bank Perantara kepada pihak lain atau
pengalihan seluruh aset dan kewajiban Bank Perantara
kepada Bank lain dilakukan berdasarkan nilai wajar,
secara terbuka, dan transparan.
Pasal 27
(1) Dana untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank
Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
bersumber dari kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan.
(2) Untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank
Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga
Penjamin Simpanan:
a. menjual Surat Berharga Negara yang dimilikinya
melalui pasar, kepada Bank Indonesia dan/atau pihak
lain; dan/atau
b. memperoleh pinjaman dari pihak lain.
(3) Penjualan Surat Berharga Negara oleh Lembaga Penjamin
Simpanan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a diputuskan oleh Komite Stabilitas
Sistem Keuangan.
(4) Berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank
Indonesia membeli Surat Berharga Negara.
Pasal 28
(1) Selisih kurang antara dana hasil penjualan Bank
Perantara ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang
telah ditangani permasalahannya dan dana yang
dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk
penanganan permasalahan Bank Sistemik, merupakan
biaya penanganan permasalahan Bank Sistemik bagi
Lembaga Penjamin Simpanan dan bukan merupakan
kerugian keuangan negara.
(2) Selisih . . .
- 21 -
(2) Selisih lebih antara dana hasil penjualan Bank Perantara
ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang telah
ditangani permasalahannya dan dana yang dikeluarkan
Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan
permasalahan Bank Sistemik, merupakan penambah
kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 29
Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan laporan
mengenai perkembangan penanganan Bank Sistemik kepada
Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 6
(enam) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Bagian Kelima
Penanganan Permasalahan Bank selain Bank Sistemik
Pasal 30
Ketentuan mengenai pemberian pinjaman likuiditas jangka
pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Bank
selain Bank Sistemik.
Pasal 31
(1) Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a
dan huruf b dapat dilakukan Lembaga Penjamin
Simpanan terhadap Bank selain Bank Sistemik yang
diserahkan Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(2) Ketentuan mengenai penyelesaian permasalahan
solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Lembaga
Penjamin Simpanan.
BAB IV . . .
- 22 -
BAB IV
PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32
(1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat
meminta penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem
Keuangan kepada koordinator Komite Stabilitas Sistem
Keuangan jika protokol manajemen krisis yang dimilikinya
mengindikasikan adanya permasalahan pada bidang yang
menjadi tanggung jawab setiap anggota yang dapat
memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Permintaan penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan hasil penilaian protokol manajemen krisis
anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang
bersangkutan yang mengindikasikan adanya
permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung
jawabnya.
(3) Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan memberikan informasi
mengenai hasil penilaian protokol manajemen krisis yang
memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan di bidang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Penilaian mengenai status Stabilitas Sistem Keuangan
didasarkan pada data, informasi, kerangka penilaian
kondisi Stabilitas Sistem Keuangan, dan pertimbangan
dari seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan,
termasuk pertimbangan profesional setiap anggota Komite
Stabilitas Sistem Keuangan.
(5) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyepakati
status Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi:
a. normal; atau
b. Krisis Sistem Keuangan.
(6) Dalam . . .
- 23 -
(6) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi normal
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, penanganan
permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas
dan wewenang masing-masing.
(7) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan
menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b, Komite Stabilitas Sistem Keuangan
menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk
memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem
Keuangan dari kondisi normal menjadi kondisi Krisis
Sistem Keuangan.
(8) Penyampaian rekomendasi kepada Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) disertai dengan langkah
penanganan kondisi Krisis Sistem Keuangan yang
mencakup bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2).
(9) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua
puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan
menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan sesuai dengan
rekomendasi atau menolak rekomendasi status Stabilitas
Sistem Keuangan yang disampaikan oleh Komite Stabilitas
Sistem Keuangan.
Pasal 33
Dalam hal Presiden menolak rekomendasi status Stabilitas
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(9), penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan
oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai
dengan tugas dan wewenang masing-masing.
Pasal 34
Dalam hal Presiden memutuskan Stabilitas Sistem Keuangan
dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (9), Presiden dapat menerima sebagian
atau seluruh rekomendasi langkah penanganan yang
disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8).
Pasal 35 . . .
- 24 -
Pasal 35
Selain langkah penanganan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat
mengusulkan kepada Presiden untuk memutuskan
perubahan besaran nilai simpanan nasabah penyimpan pada
Bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 36
(1) Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai
terjadi perubahan Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi
Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal, Komite
Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi
kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status
Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua
puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan
menjadi kondisi normal sesuai dengan rekomendasi atau
menolak rekomendasi perubahan status Stabilitas Sistem
Keuangan menjadi kondisi normal yang disampaikan oleh
Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Bagian Kedua
Penanganan Permasalahan Bank
Pasal 37
(1) Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas
dan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 29 berlaku juga
untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik dalam
kondisi Krisis Sistem Keuangan.
(2) Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas
dan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, serta ketentuan
mengenai penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki
Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a,
ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga untuk penanganan
permasalahan Bank selain Bank Sistemik dalam kondisi
Krisis Sistem Keuangan.
Bagian . . .
- 25 -
Bagian Ketiga
Restrukturisasi Perbankan dalam Krisis Sistem Keuangan
Pasal 38
(1) Dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan dan terjadi
permasalahan sektor perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan merekomendasikan kepada Presiden untuk
memutuskan penyelenggaraan Program Restrukturisasi
Perbankan.
(2) Rekomendasi penyelenggaraan Program Restrukturisasi
Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian dari rekomendasi yang disampaikan
oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8).
(3) Program
Restrukturisasi Perbankan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan.
Pasal 39
(1) Dana
penyelenggaraan
Perbankan berasal dari:
a. pemegang saham Bank atau pihak lain berupa
tambahan modal dan/atau perubahan utang tertentu
menjadi modal;
b. hasil pengelolaan aset dan kewajiban yang berasal dari
aset dan kewajiban Bank yang ditangani;
c. kontribusi industri perbankan; dan/atau
d. pinjaman yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan
dari pihak lain.
(2) Kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c merupakan bagian dari premi
penjaminan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Penetapan kontribusi industri perbankan sebagai bagian
dari premi penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan sebelum Program Restrukturisasi Perbankan
diselenggarakan.
(4) Ketentuan . . .
Program Restrukturisasi
- 26 -
(4) Ketentuan mengenai besaran bagian premi untuk
pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
(1) Lembaga Penjamin Simpanan bertanggung jawab atas
pengelolaan serta penatausahaan aset dan kewajiban yang
diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan Program
Restrukturisasi Perbankan.
(2) Lembaga Penjamin Simpanan memisahkan pencatatan
aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari
penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan dari
aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari
pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin
Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai
Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan, penatausahaan, serta
pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 41
(1) Dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Lembaga
Penjamin Simpanan berwenang:
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang organ yang setara dengan pemegang saham
dan rapat umum pemegang saham Bank;
b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan
wewenang direksi dan dewan komisaris Bank atau
organ lain yang setara;
c. menangguhkan pembayaran kewajiban tertentu dari
Bank;
d. menjual, melelang, atau mengalihkan kekayaan Bank
di dalam negeri maupun di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui penawaran umum;
e. menjual . . .
- 27 -
e. menjual, melelang atau mengalihkan tagihan Bank
dan/atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak
lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur;
f. mengalihkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kekayaan, kegiatan, dan/atau manajemen Bank
kepada pihak lain;
g. melakukan penyertaan modal sementara pada Bank
secara langsung atau melalui konversi tagihan
Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank menjadi
saham Bank;
h. melakukan konversi kewajiban Bank kepada kreditur
tertentu menjadi modal;
i. menagih piutang Bank yang sudah pasti dengan
penerbitan surat paksa;
j. melakukan pengosongan atas tanah dan/atau
bangunan milik atau yang menjadi hak Bank yang
dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan
bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
k. meneliti dan memeriksa untuk memperoleh segala
keterangan yang diperlukan dari dan mengenai Bank,
dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga
terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan
Bank;
l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami
Bank dan membebankan kerugian tersebut kepada
modal Bank yang bersangkutan, dan bilamana
kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian anggota direksi, anggota dewan komisaris
atau organ yang setara, dan/atau pemegang saham,
maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang
bersangkutan;
m. mewajibkan pemegang saham Bank untuk menambah
modal sesuai dengan jumlah tambahan modal yang
ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan;
n. membekukan aset milik pengurus Bank, pemegang
saham Bank, dan/atau pihak terafiliasinya yang
terindikasi melakukan tindakan yang merugikan Bank,
baik yang berada di dalam negeri maupun di luar
negeri;
o. mengalihkan . . .
- 28 -
o. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank
Perantara;
p. menjual Bank kepada pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajiban;
q. menjamin pinjaman tertentu dari Bank;
r. memberi pinjaman kepada Bank; dan
s. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Komite
Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk menjalankan Program Restrukturisasi Perbankan,
Lembaga Penjamin Simpanan dapat menggunakan seluruh
wewenang terkait dengan penanganan Bank sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga
Penjamin Simpanan.
Pasal 42
Ketentuan mengenai pengalihan sebagian atau seluruh aset
dan/atau kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank
Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai
dengan Pasal 26 berlaku secara mutatis mutandis bagi
pelaksanaan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf o.
Pasal 43
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa
Keuangan memberikan dukungan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi
Perbankan.
Pasal 44
Lembaga Penjamin Simpanan melaporkan pelaksanaan
Program Restrukturisasi Perbankan kepada Presiden melalui
Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 1 (satu)
bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Pasal 45 . . .
- 29 -
Pasal 45
(1) Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai
permasalahan sektor perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional telah teratasi, Komite Stabilitas
Sistem Keuangan merekomendasikan kepada Presiden
untuk memutuskan pengakhiran Program Restrukturisasi
Perbankan.
(2) Presiden memutuskan untuk mengakhiri Program
Restrukturisasi Perbankan sesuai dengan rekomendasi
atau menolak rekomendasi Komite Stabilitas Sistem
Keuangan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi
Perbankan.
Pasal 46
(1) Dalam hal Presiden memutuskan untuk mengakhiri
Program Restrukturisasi Perbankan, aset dan kewajiban
yang masih tersisa dari Program Restrukturisasi
Perbankan tetap menjadi aset dan kewajiban Lembaga
Penjamin Simpanan.
(2) Pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari pencatatan
aset dan kewajiban yang diperoleh atau yang berasal dari
pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin
Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai
Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Dalam hal terdapat selisih lebih antara aset dan kewajiban
yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan,
selisih lebih tersebut menambah kekayaan Lembaga
Penjamin Simpanan yang berasal dari kontribusi industri
perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
huruf c.
(4) Dalam hal terdapat selisih kurang antara aset dan
kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi
Perbankan, selisih kurang tersebut tidak diperhitungkan
dalam modal Lembaga Penjamin Simpanan dan ditutup
dengan kontribusi industri perbankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c yang diterima
Lembaga Penjamin Simpanan.
(5) Untuk . . .
- 30 -
(5) Untuk menyelesaikan aset dan kewajiban yang masih
tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga
Penjamin Simpanan memiliki wewenang untuk
menghapus buku dan menghapus tagih aset.
(6) Penghapusbukuan dan penghapustagihan aset yang masih
tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan
dari ketentuan penghapusan aset negara sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
perbendaharaan negara.
(7) Ketentuan mengenai tata cara penghapusbukuan dan
penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai
kerahasiaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau
pidana denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
(1) Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang,
anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris
Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat
Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau
pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas
Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tidak
dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana atas
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2) Dalam . . .
- 31 -
(2) Dalam hal anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan,
sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota
sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan
pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga
Penjamin Simpanan yang melaksanakan tugas
berdasarkan Undang-Undang ini menghadapi tuntutan
hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan maka yang
bersangkutan mendapat bantuan hukum dari lembaga
yang diwakilinya atau yang menugaskannya.
Pasal 49
Keputusan yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem
Keuangan dan/atau pelaksanaan dari keputusan tersebut
oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan
berdasarkan Undang-Undang ini adalah sah dan mengikat
setiap pihak.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, keputusan
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5253) dinyatakan tetap sah dan
mengikat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 51
Tugas dan wewenang sekretariat Komite Stabilitas Sistem
Keuangan, termasuk pengelolaan dokumen, dilaksanakan
oleh sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
sampai dengan terbentuknya sekretariat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 52 . . .
- 32 -
Pasal 52
Penetapan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Pasal 37A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
b. Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 55 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4962); dan
c. Pasal 1 angka 25, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan
Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5253),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pada . . .
- 33 -
(2) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Komite
Koordinasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4420) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963) beralih
menjadi Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(3) Fungsi, tugas, dan wewenang Komite Koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan fungsi,
tugas, dan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan
yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 54
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
Pasal 55
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 34 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 70
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan mendukung perekonomian nasional melalui
pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional,
diperlukan stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Belajar dari krisis keuangan tahun 1997-1998, Pemerintah
melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membangun sistem
keuangan yang lebih tangguh dan siap dalam menghadapi krisis sistem
keuangan. Upaya perbaikan tersebut meliputi penataan kembali
kelembagaan yang ada, antara lain melalui reorganisasi Kementerian
Keuangan, amendemen Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, pendirian Lembaga Penjamin Simpanan yang diatur
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan, serta pendirian Otoritas Jasa Keuangan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
Mekanisme koordinasi dalam rangka menciptakan dan memelihara
stabilitas sistem keuangan secara terpadu dan efektif menjadi semakin
penting setelah munculnya krisis keuangan global pada awal tahun 2008.
Indonesia melanjutkan penyusunan dan penerapan kebijakan strategis di
berbagai sektor keuangan, termasuk mempersiapkan Undang-Undang
tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan sebagai
landasan hukum bagi lembaga untuk berkoordinasi dalam menjaga dan
menciptakan stabilitas sistem keuangan. Undang-Undang ini melengkapi
peraturan perundang-undangan yang telah ada untuk pencegahan dan
penanganan krisis sistem keuangan, terutama untuk permasalahan yang
tidak dapat ditangani oleh lembaga secara sendiri-sendiri sesuai dengan
wewenang yang dimilikinya.
Undang-Undang . . .
- 2 -
Undang-Undang ini mengatur peran Komite Stabilitas Sistem
Keuangan yang meliputi (i) koordinasi pemantauan dan pemeliharaan
stabilitas sistem keuangan, (ii) penanganan krisis sistem keuangan, dan
(iii) penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi
stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem
keuangan. Komite Stabilitas Sistem Keuangan beranggotakan Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan.
Titik berat Undang-Undang ini terletak pada pencegahan dan
penanganan permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari
sistem keuangan. Meskipun demikian, pemantauan, pemeliharaan, dan
penanganan permasalahan sistem keuangan dilakukan juga terhadap
bidang fiskal, moneter, lembaga jasa keuangan, pasar keuangan, dan
infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran. Hal ini didasarkan
pada dua pertimbangan utama. Pertama, permasalahan bank sistemik
dapat menyebabkan gagalnya sistem pembayaran yang mengakibatkan
tidak berfungsinya sistem keuangan secara efektif dan berdampak
langsung pada jalannya roda perekonomian. Kedua, sebagian besar dana
masyarakat saat ini dikelola oleh sektor perbankan, khususnya bank
sistemik, dan perlu dijaga keamanannya dari kemungkinan kegagalan
bank. Pencegahan dan penanganan permasalahan pasar keuangan dan
lembaga jasa keuangan lain dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan
wewenang yang diatur dalam Undang-Undang mengenai perbankan,
perasuransian, pasar modal, surat utang negara, Lembaga Penjamin
Simpanan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia.
Dalam Undang-Undang ini, penanganan permasalahan bank
diutamakan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan pendekatan
bisnis tanpa menggunakan anggaran negara. Jika upaya penanganan ini
belum dapat mengatasi permasalahan, penanganan permasalahan bank
dilakukan dengan dukungan Bank Indonesia untuk penanganan masalah
likuiditas dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan masalah
solvabilitas.
Dalam kondisi krisis sistem keuangan, jika terjadi permasalahan
sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Presiden
berdasarkan rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat
memutuskan diselenggarakannya program restrukturisasi perbankan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui program ini Lembaga Penjamin
Simpanan menangani permasalahan bank, baik bank sistemik maupun
bank selain bank sistemik.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dibentuk Undang-
Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
II. PASAL . . .
- 3 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah
pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan
mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di
atas kepentingan lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah seluruh
pengaturan kebijakan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem
Keuangan bermanfaat bagi kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat, khususnya dalam mewujudkan cita-cita
kesejahteraan umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan
pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan menjunjung
tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang
terlibat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah
penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem
Keuangan merupakan kesatuan yang utuh, saling menunjang,
selaras antarberbagai kepentingan, serta terkoordinasi dalam satu
kendali yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah penyelenggaraan
pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan secara tepat
dalam mencegah dan menangani permasalahan Krisis Sistem
Keuangan, termasuk permasalahan Bank Sistemik.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah penyelenggaraan
pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan
menggunakan sumber daya secara tepat guna dan berdaya guna
untuk memastikan keefektifan pencegahan dan penanganan
permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan.
Huruf g . . .
- 4 -
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah
penyelenggaraan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem
Keuangan dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum bagi
pengambil keputusan dalam menetapkan langkah pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Makroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan
lembaga jasa keuangan yang bersifat makro dan berfokus pada
risiko sistemik dalam rangka mendorong Stabilitas Sistem
Keuangan.
Mikroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan
lembaga jasa keuangan yang bersifat mikro dan berfokus pada
kesehatan dan kinerja setiap individu lembaga jasa keuangan
tersebut.
Huruf d
Pasar keuangan mencakup pasar uang, pasar modal, dan pasar
Surat Berharga Negara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “resolusi Bank” adalah penyelesaian
permasalahan solvabilitas Bank, baik Bank Sistemik maupun
Bank selain Bank Sistemik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 4 . . .
- 5 -
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hak suara” adalah hak untuk memberikan
suara dalam pengambilan keputusan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam menetapkan kriteria dan indikator, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan mempertimbangkan kerangka kerja penilaian kondisi
Stabilitas Sistem Keuangan yang digunakan oleh setiap anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j . . .
- 6 -
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah meninggal
dunia, mengalami cacat fisik, atau cacat mental yang tidak
memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan
tugasnya.
Pejabat pengganti termasuk pejabat sementara atau istilah lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Pendokumentasian dilakukan secara tertulis dan/atau secara
elektronik.
Pasal 10 . . .
- 7 -
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kehadiran Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan tetap diperlukan
karena informasi dan pendapat dari Lembaga Penjamin Simpanan
diperlukan untuk pengambilan keputusan.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Jika rapat diselenggarakan dengan sarana komunikasi elektronik,
tanda tangan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang
berhalangan hadir secara fisik dibubuhkan sementara dalam
keputusan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan oleh pejabat
yang ditunjuk untuk mewakilinya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Pertukaran data dan informasi dilakukan melalui sekretariat
Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud mencakup
Undang-Undang mengenai perbankan, Undang-Undang mengenai
pasar modal, Undang-Undang mengenai perpajakan, dan Undang-
Undang mengenai surat berharga negara.
Pasal 13 . . .
- 8 -
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penanganan permasalahan Bank Sistemik merupakan penanganan
permasalahan yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem
Keuangan.
Huruf d
Laporan ini merupakan laporan mengenai hal yang sama dari
Lembaga Penjamin Simpanan yang telah dievaluasi dan diberikan
catatan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “protokol manajemen krisis” adalah
pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah pencegahan
dan penanganan krisis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18 . . .
- 9 -
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Kecukupan modal antara lain mencakup bantalan cadangan
permodalan (capital conservation buffer) dan tambahan modal
(capital surcharge) untuk Bank Sistemik.
Kecukupan likuiditas antara lain mencakup rasio kecukupan
likuiditas (liquidity coverage ratio) dan rasio pendanaan yang
stabil (net stable funding ratio).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “rencana aksi” (recovery plan) adalah
rencana untuk mengatasi permasalahan keuangan yang
mungkin terjadi di Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Tambahan kapasitas permodalan bagi Bank Sistemik antara lain
jenis utang tertentu yang dapat dikonversi menjadi modal.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Berdasarkan Undang-Undang mengenai Bank Indonesia, Bank
yang mengalami kesulitan likuiditas dapat mengajukan pinjaman
likuiditas jangka pendek kepada Bank Indonesia sebagai lender of
last resort sepanjang Bank yang bersangkutan memenuhi
ketentuan solvabilitas dan memiliki agunan yang cukup.
Pinjaman likuiditas jangka pendek untuk Bank Syariah berupa
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.
Ayat (2) . . .
- 10 -
Ayat (2)
Ketentuan ini memperhatikan wewenang yang dimiliki oleh Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Penilaian solvabilitas dan
tingkat kesehatan Bank merupakan wewenang Otoritas Jasa
Keuangan selaku lembaga pengawas Bank sehingga
pelaksanaannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Penilaian agunan dan perkiraan kemampuan Bank Sistemik
mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah,
yang dilakukan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia,
merupakan kebutuhan Bank Indonesia selaku pihak yang akan
memberikan pinjaman atau pembiayaan. Untuk penilaian tersebut,
Bank Indonesia memerlukan kerja sama Otoritas Jasa Keuangan
selaku pengawas yang mengetahui kondisi terkini aset dan
kewajiban Bank serta kondisi keuangan Bank Sistemik secara
keseluruhan.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan dapat melakukan pemeriksaan dalam rangka penilaian
pemenuhan persyaratan agunan dan perkiraan kemampuan Bank
Sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek
atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah.
Ayat (3)
Surat berharga yang memiliki peringkat tinggi dan mudah
dicairkan mencakup surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia atau Surat Berharga Negara atau surat berharga yang
diterbitkan badan hukum lain yang memiliki peringkat tinggi
berdasarkan penilaian dari lembaga pemeringkat yang kompeten.
Ayat (4)
Aset kredit dengan kolektibilitas lancar yang dapat dijadikan
agunan merupakan aset kredit yang telah dipersiapkan
kelengkapan dokumennya dan nilainya telah dimutakhirkan oleh
Bank, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 11 -
Ayat (7)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat ikut serta
untuk melakukan pengawasan bersama Otoritas Jasa Keuangan
untuk memantau dan memastikan penggunaan pinjaman
likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah oleh Bank sesuai dengan
peruntukannya. Selain itu, pengawasan dimaksudkan agar Bank
menjaga kondisi keuangannya sehingga dapat mengembalikan
pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas
jangka pendek berdasarkan prinsip syariah pada saat jatuh tempo.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “permasalahan solvabilitas” adalah
kesulitan permodalan yang dialami Bank Sistemik sehingga tidak
memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank
Sistemik yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Penanganan permasalahan solvabilitas antara lain mencakup
konversi kewajiban Bank Sistemik menjadi modal (bail-in).
Ayat (2)
Persiapan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan agar pada saat
Lembaga Penjamin Simpanan menerima penyerahan Bank
Sistemik dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Lembaga
Penjamin Simpanan telah siap mengimplementasikan pengalihan
sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik.
Persiapan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
antara lain penilaian aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik (due
diligence) setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (3)
Peningkatan intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik
dalam pengawasan khusus dilakukan Lembaga Penjamin
Simpanan antara lain dengan melakukan penjajakan kepada Bank
lain yang bersedia menerima pengalihan sebagian atau seluruh
aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik setelah berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (4) . . .
- 12 -
Ayat (4)
Huruf a
Permintaan kepada pengurus Bank, sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang
mengenai Otoritas Jasa Keuangan, wajib dipenuhi untuk
menjaga kondisi keuangan Bank sehingga pada saat akan
dilakukan penanganan Bank Sistemik tidak terjadi perubahan
secara material.
Huruf b
Permintaan kepada pengurus Bank, sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang mengenai perbankan dan Undang-Undang
mengenai Otoritas Jasa Keuangan, wajib dipenuhi untuk
melancarkan proses pengalihan aset dan kewajiban Bank
Sistemik.
Huruf c
Fasilitasi tersebut dimaksudkan agar penyelesaian transaksi
pengalihan aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dapat
dilakukan secepat mungkin setelah Komite Stabilitas Sistem
Keuangan menyerahkan penanganan Bank Sistemik kepada
Lembaga Penjamin Simpanan.
Ayat (5)
Permasalahan solvabilitas tidak dapat diatasi apabila kondisi Bank
semakin memburuk atau batas waktu Bank dalam pengawasan
khusus telah berakhir.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Bank Sistemik yang diserahkan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan merupakan Bank yang mengalami kesulitan
keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta
dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga
Penjamin Simpanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (8) . . .
- 13 -
Ayat (8)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain mengatur waktu
pemberitahuan mengenai Bank Sistemik yang mengalami
permasalahan solvabilitas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cara penanganan ini bertujuan agar fungsi dan pelayanan
Bank yang berpotensi menimbulkan dampak sistemik dapat
dijaga kesinambungannya. Untuk itu, fungsi dan pelayanan
Bank tersebut dialihkan ke Bank lain, disertai dengan
pengalihan sejumlah aset, terutama yang masih berkualitas
baik.
Huruf b
Pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban
Bank Sistemik dilakukan kepada Bank baru yang dibentuk dan
dimiliki sendiri oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Bank baru
ini disebut Bank Perantara.
Huruf c
Cara penanganan ini dilakukan dengan penambahan modal
oleh Lembaga Penjamin Simpanan ke dalam Bank, dengan
ataupun tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan diatur kriteria
untuk pemilihan cara penanganan permasalahan solvabilitas Bank
Sistemik, antara lain dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian, kompleksitas permasalahan Bank, kebutuhan
waktu penanganan, ketersediaan investor, dan efektivitas
penanganan permasalahan Bank.
Pasal 23
Huruf a
Jenis dan kriteria aset yang dapat dialihkan antara lain:
1. aset yang memiliki kualitas lancar atau dalam perhatian
khusus, tidak dalam sengketa, disita, dan/atau dijaminkan;
2. aset tetap dan inventaris yang digunakan dalam kegiatan
usaha Bank; dan
3. aset tak berwujud yang dimanfaatkan untuk kegiatan usaha
Bank.
Jenis . . .
- 14 -
Jenis dan kriteria kewajiban yang dapat dialihkan antara lain:
1. simpanan nasabah penyimpan, termasuk simpanan dari Bank
lain; dan
2. pinjaman yang diterima dari Bank lain dalam bentuk transaksi
pasar uang antar-Bank, kecuali pinjaman tersebut dijamin
dengan aset Bank.
Huruf b
Fungsi dan layanan Bank Sistemik, terutama yang berpotensi
menimbulkan dampak sistemik, perlu dipertahankan
kesinambungannya dengan mengalihkan kepada Bank lain
dengan cara yang seksama dan dalam waktu sesingkat-
singkatnya. Untuk itu, Lembaga Penjamin Simpanan perlu
memiliki wewenang untuk mengalihkan kewajiban Bank yang
melekat pada fungsi dan layanan tersebut, termasuk simpanan
nasabah dan pinjaman antarbank, tanpa menunggu persetujuan
dari pihak yang memiliki kepentingan atas kewajiban tersebut.
Pihak lain antara lain mencakup organ perusahaan seperti dewan
komisaris dan rapat umum pemegang saham.
Jumlah kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan sebesar saldo
kewajiban Bank yang berupa simpanan dan pinjaman yang
diterima dari Bank lain yang tercatat pada pembukuan Bank
pada saat dialihkan.
Huruf c
Pembayaran kepada Bank penerima untuk menutup selisih
kurang nilai aset dari nilai kewajiban Bank Sistemik yang
dialihkan dimaksudkan sebagai kompensasi atas kesediaannya
menerima pengalihan aset dan kewajiban tersebut.
Bagi Bank Perantara, pembayaran tersebut dimaksudkan untuk
memenuhi tingkat kesehatan Bank yang dipersyaratkan Otoritas
Jasa Keuangan.
Huruf d
Wewenang lain yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan dan
diperlukan untuk menerapkan cara penanganan melalui
pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank
Sistemik kepada Bank penerima atau kepada Bank Perantara
antara lain wewenang untuk melikuidasi Bank.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25 . . .
- 15 -
Pasal 25
Ayat (1)
Pada dasarnya satu Bank Perantara digunakan untuk menerima
pengalihan aset dan kewajiban dari satu Bank Sistemik. Dalam
kondisi tertentu, satu Bank Perantara dapat digunakan Lembaga
Penjamin Simpanan untuk menerima pengalihan aset dan
kewajiban lebih dari satu Bank Sistemik.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik
warga negara Indonesia maupun warga negara asing, atau badan
hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum
asing.
Dengan ketentuan ini, Lembaga Penjamin Simpanan sebagai badan
hukum menjadi pendiri dan satu-satunya pemegang saham Bank
Perantara. Pengecualian ini dimaksudkan agar Lembaga Penjamin
Simpanan menguasai sepenuhnya pengoperasian Bank Perantara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemenuhan persyaratan dapat menggunakan surat
pernyataan dari Lembaga Penjamin Simpanan bahwa
persyaratan tersebut akan dipenuhi dengan menggunakan
data dan/atau dokumen Bank Sistemik yang akan dialihkan
sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajibannya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Uji kemampuan dan kepatutan bagi anggota dewan komisaris dan
direksi Bank Perantara memperhatikan kebutuhan untuk
beroperasinya Bank Perantara dalam waktu segera. Anggota dewan
komisaris dan direksi Bank Perantara dinyatakan memenuhi
persyaratan kemampuan dan kepatutan apabila yang
bersangkutan tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan
daftar tidak lulus.
Pada . . .
- 16 -
Pada saat Bank Perantara dijual oleh Lembaga Penjamin
Simpanan, anggota dewan komisaris dan direksi Bank harus telah
memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan yang berlaku
umum.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Lembaga Penjamin Simpanan dapat menjual Bank Perantara
setelah Bank Perantara memenuhi tingkat kesehatan dan terdapat
calon investor yang berkomitmen untuk menjaga tingkat kesehatan
Bank Perantara.
Lembaga Penjamin Simpanan juga dapat menjual seluruh aset dan
kewajiban Bank Perantara dan selanjutnya membubarkan badan
hukum Bank Perantara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “terbuka” adalah dapat diikuti oleh setiap
calon investor yang memenuhi persyaratan.
Yang dimaksud dengan “transparan” adalah proses penjualan dan
pengalihan dapat diakses oleh publik.
Pasal 27
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak membatasi pemegang saham Bank Sistemik
dan/atau pihak lain menyediakan pendanaan untuk menangani
permasalahan solvabilitas Bank Sistemik, disamping dana yang
bersumber dari kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan.
Ayat (2)
Huruf a
Penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga
Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia merupakan salah
satu cara untuk menjaga stabilitas pasar Surat Berharga
Negara.
Huruf b
Pinjaman dapat berbentuk surat utang yang diterbitkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan dan dibeli oleh pihak lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 17 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Yang dimaksud dengan “mutatis mutandis” adalah ketentuan
mengenai pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau
pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah
kepada Bank Sistemik, dengan perubahan kecil atau yang perlu untuk
disesuaikan, berlaku juga untuk Bank selain Bank Sistemik.
Contoh:
Penggantian frasa “Bank Sistemik” dalam Pasal 20 menjadi kata “Bank
selain Bank Sistemik”.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan antara lain mengatur
kriteria pemilihan cara penyelesaian Bank selain Bank Sistemik
yang sekurang-kurangnya dengan mempertimbangkan perkiraan
biaya yang paling rendah (least cost test).
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 18 -
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan profesional” (professional
judgement) adalah suatu proses pragmatik melalui faktor berupa
pengalaman, pembenaran terhadap tindakan, merespons terhadap
motivasi dari luar, dan belajar dari kesalahan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 33
Jika rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditolak oleh
Presiden, status Stabilitas Sistem Keuangan tetap berada dalam
kondisi normal.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin dilakukan sesuai
dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jika rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan ditolak oleh
Presiden, status Stabilitas Sistem Keuangan tetap berada dalam
kondisi Krisis Sistem Keuangan.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 19 -
Ayat (2)
Penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin
Simpanan kepada Bank Indonesia dalam kondisi Krisis Sistem
Keuangan juga dapat dilakukan untuk mendanai penanganan
permasalahan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik.
Pasal 38
Ayat (1)
Permasalahan sektor perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional ditandai dengan kegagalan sejumlah Bank,
baik Bank Sistemik maupun Bank selain Bank Sistemik.
Rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan kepada Presiden
antara lain memuat kriteria Bank yang masuk dalam Program
Restrukturisasi Perbankan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Pihak lain antara lain investor baru dan pemegang obligasi
yang dapat dikonversi menjadi modal.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pinjaman dari pihak lain berasal dari orang perseorangan,
badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta,
dan/atau badan hukum lainnya.
Ayat (2)
Bagian premi penjaminan yang digunakan untuk pendanaan
Program Restrukturisasi Perbankan dihitung dan dikelola secara
terpisah dari premi penjaminan untuk pelaksanaan tugas Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Besaran bagian premi ini
menjadi tambahan atas besaran premi yang dikenakan sebelum
berlakunya Undang-Undang ini.
Ayat (3) . . .
- 20 -
Ayat (3)
Kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi
penjaminan ditetapkan sebelum Program Restrukturisasi
Perbankan diselenggarakan agar Program tersebut dapat segera
dilaksanakan setelah penetapan oleh Presiden dan agar tidak
membebani industri perbankan pada saat Krisis Sistem Keuangan.
Ayat (4)
Penetapan besaran bagian premi untuk pendanaan Program
Restrukturisasi Perbankan dalam Peraturan Pemerintah mengikuti
prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai
Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemisahan pencatatan aset dan kewajiban merupakan bagian dari
akuntabilitas Lembaga Penjamin Simpanan dalam menjalankan
tugas berdasarkan Undang-Undang ini yang terpisah dari tugas
berdasarkan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan.
Ayat (3)
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Lembaga Penjamin
Simpanan antara lain memuat pedoman pembukuan dan
pelaporan keuangan, pedoman pengadaan barang dan jasa,
pedoman penagihan piutang, pedoman penyelesaian kewajiban,
pedoman standar biaya, pedoman penempatan dana, dan pedoman
penghapusan aset.
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Berdasarkan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan memiliki wewenang
mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang
pemegang saham, termasuk hak dan wewenang rapat umum
pemegang saham Bank.
Ketentuan . . .
- 21 -
Ketentuan ini menegaskan bahwa Lembaga Penjamin
Simpanan juga memiliki wewenang untuk mengambil alih dan
menjalankan segala hak dan wewenang organ yang setara
dengan pemegang saham dan rapat umum pemegang saham
dalam hal Bank dalam Program Restrukturisasi Perbankan
berbentuk hukum selain perseroan terbatas sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penjualan atau pengalihan kekayaan Bank oleh Lembaga
Penjamin Simpanan diikuti dengan beralihnya hak kebendaan
kepada pembeli. Dengan demikian, pembeli memperoleh
kepastian hukum beralihnya hak atas kekayaan tersebut.
Penjualan atau pengalihan dapat dilakukan secara langsung
atau melalui penawaran umum untuk memperoleh harga
terbaik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah orang
perseorangan, badan usaha milik negara, badan usaha milik
swasta, dan/atau badan hukum lainnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Ketentuan ini menegaskan bahwa penyertaan modal sementara
oleh Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilakukan secara
langsung melalui penyetoran modal dan/atau melalui konversi
tagihan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank menjadi
saham. Mengingat kekhususan penyertaan modal sementara
oleh Lembaga Penjamin Simpanan, pelaksanaannya
dikecualikan dari ketentuan dan prosedur penambahan modal
yang berlaku bagi Bank yang sahamnya tercatat di bursa efek.
Huruf h . . .
- 22 -
Huruf h
Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau
kewajiban Bank, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang
melakukan konversi kewajiban Bank kepada kreditur tertentu
menjadi modal. Mengingat kekhususan konversi kewajiban
menjadi modal tersebut, pelaksanaannya dikecualikan dari
ketentuan dan prosedur penambahan modal yang berlaku bagi
Bank yang sahamnya tercatat di bursa efek.
Huruf i
Menurut ketentuan ini, atas piutang Bank terhadap pihak
ketiga, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan
tindakan penagihan piutang dengan penerbitan surat paksa,
dengan berdasarkan pada catatan utang debitur yang
bersangkutan pada Bank dalam Program Restrukturisasi
Perbankan.
Surat paksa ini memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Dalam hal tindakan penagihan piutang tidak diindahkan oleh
debitur, Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan
penyitaan atas kekayaan debitur dan selanjutnya dapat
melakukan pelelangan atas kekayaan debitur dalam rangka
pengembalian piutang dimaksud. Harta debitur yang tidak
dapat disita meliputi perlengkapan rumah tangga, buku-buku,
dan peralatan kerja untuk kelangsungan hidup debitur.
Walaupun Lembaga Penjamin Simpanan diberi wewenang
untuk melakukan penagihan paksa, tata cara pelaksanaannya
tetap memperhatikan aspek kepastian hukum dan keadilan.
Huruf j
Pengosongan atas tanah dan/atau bangunan milik atau yang
menjadi hak Bank dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan
berdasarkan bukti kepemilikan dan/atau bukti hak antara lain
hak jaminan yang dipegang Bank sebagai kreditur, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf k
Untuk memperoleh keterangan dimaksud, Lembaga Penjamin
Simpanan dapat meminta bantuan aparat penegak hukum
yang berwenang.
Yang . . .
- 23 -
Yang dimaksud dengan “pihak manapun” adalah pihak
terafiliasi dan pihak lain yang terlibat atau patut diduga
terlibat, termasuk badan hukum yang dimiliki oleh Bank atau
pihak terafiliasi.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Yang dimaksud dengan “mutatis mutandis” adalah ketentuan
mengenai pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban
Bank Sistemik kepada Bank penerima atau Bank Perantara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 26,
dengan perubahan kecil atau yang perlu untuk disesuaikan, berlaku
juga untuk pelaksanaan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf o.
Pasal 43
Dukungan kepada Lembaga Penjamin Simpanan antara lain
mencakup penetapan peraturan tertentu bagi Bank dalam Program
Restrukturisasi Perbankan dan pengalokasian sumber daya, termasuk
sumber daya manusia dan teknologi informasi.
Pasal 44 . . .
- 24 -
Pasal 44
Pelaporan sewaktu-waktu dilakukan atas permintaan Presiden,
permintaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, atau atas kebutuhan
Lembaga Penjamin Simpanan untuk menyampaikan informasi
mengenai permasalahan dan/atau penanganan Program
Restrukturisasi Perbankan kepada Presiden.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Aset yang dapat dihapus buku atau dihapus tagih berupa tagihan.
Penghapusbukuan pada dasarnya merupakan upaya terakhir jika
upaya penyelamatan tagihan seperti penagihan intensif,
pengondisian kembali, penjadwalan kembali, restrukturisasi, dan
penjualan agunan memberikan hasil yang diperkirakan lebih kecil
dari biaya yang akan dikeluarkan dan/atau upaya penagihan tidak
bisa dilakukan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Peraturan Pemerintah ini antara lain memuat kriteria tagihan yang
dapat dihapus buku dan dihapus tagih, mekanisme persetujuan
penghapusbukuan dan penghapustagihan, serta pihak yang
berwenang menyetujui penghapusbukuan dan penghapustagihan.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
- 25 -
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Tuntutan hukum antara lain mencakup tuntutan hukum pidana,
hukum perdata, dan hukum tata usaha negara.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “keputusan Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan” adalah simpulan rapat Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan yang ditandatangani oleh seluruh anggota Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5872
| <reg_id> 9/UU/2016 </reg_id>
<reg_title> PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN </reg_title>
<set_date> 15 April 2016 </set_date>
<effective_date> 15 April 2016 </effective_date>
<issued_date> 15 April 2016 </issued_date>
<replaced_reg> '6/UU/2009 | Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 55 ayat (5)', '23/UU/1999', '2/PERPPU/2008', '21/UU/2011 | Pasal 1 angka 25, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 69 ayat (3)', '10/UU/1998 | Pasal 37A', '7/UU/1992' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB V' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1968
TENTANG
BANK SENTRAL
DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sebagai langkah ke arah perbaikan ekonomi rakyat perlu diadakan penilaian kembali daripada semua
landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan dengan maksud untuk memperoleh
keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai yaitu terciptanya
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila;
b. bahwa dalam rangka pengamanan Keuangan Negara pada umumnya dan pengawasan serta penyehatan
tata-perbankan pada khususnya, dianggap perlu segera dihidupkan kembali suatu Bank Sentral yang dapat
menjalankan
tugasnya
dengan
sebaik-baiknya,
satu
dan
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966.
c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu segera meninjau kembali peraturan perundangan
yang berlaku terhadap Bank Negara Indonesia Unit I dan menetapkan suatu Undang-undang tentang Bank
Sentral;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XLIV/MPRS/1968.
4. Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan.
5. Undang-undang Nomor 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu-Lintas Devisa.
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Memutuskan :
Mencabut : Penetapan Presiden nomor 8, 9, 10, 11, 13, 16, 17 dan 18 tahun 1965 dan Undang-undang
Nomor 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia dengan segala perobahan dan tambahannya
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BANK SENTRAL.
BAB I.
KETENTUAN PENDIRIAN.
Pasal 1.
(1) Dengan nama Bank Indonesia didirikan suatu Bank Sentral di Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah milik Negara dan merupakan badan hukum , yang berhak melakukan tugas
dan usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, terhadap Bank Indonesia
berlaku segala macam hukum Indonesia.
BAB II.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 2.
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :
a. "Bank" adalah Bank Indonesia;
b. "Gubernur" adalah Gubernur Bank Indonesia;
c. "Pengganti-Gubernur" adalah Pengganti-Gubernur Bank Indonesia;
d. "Direktur" adalah Direktur Bank Indonesia;
e. "Direksi" adalah Gubernur dan Direktur-direktur Bank Indonesia.
Pasal 3.
(1) Bank berkedudukan serta berkantor Pusat di Ibu Kota Republik Indonesia dan dapat mempunyai
kantor-kantor di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2) Bank dapat mempunyai perwakilan-perwakilan dan koresponden-koresponden di luar-negeri.
BAB III.
MODAL.
Pasal 4.
(1) Modal Bank berjumlah Rp. 1.000.000.000,- (seribu juta rupiah) yang merupakan kekayaan Negara
yang dipisahkan.
(2) Modal termaksud dalam ayat (1) dapat ditambah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 5.
(1) Bank mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan dalam Pasal 47
ayat (6) huruf a.
(2) Cadangan umum dipergunakan untuk menutup kerugian yang mungkin diderita terhadap modal
Bank.
Pasal 6.
(1) Bank membentuk cadangan tujuan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 47 ayat (6) huruf b.
(2) Setiap cadangan yang diadakan oleh Bank harus jelas ternyata dalam tata-buku Bank.
BAB IV.
TUGAS POKOK BANK.
Pasal 7.
Tugas pokok Bank adalah membantu Pemerintah dalam:
a. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah;
b. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja;
guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
BAB V.
HUBUNGAN BANK SENTRAL DENGAN PEMERINTAH.
Pasal 8.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(1) Bank menjalankan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2) Dalam menetapkan kebijaksanaan tersebut pada ayat (1)Pemerintah dibantu oleh suatu Dewan
Moneter.
BAB VI.
DEWAN MONETER.
Pasal 9.
(1) Dewan Moneter membantu Pemerintah dalam merencanakan dan menetapkan kebijaksanaan
moneter seperti termaksud dalam Pasal 8, dengan mengajukan patokan-patokan dalam rangka usaha
menjaga kestabilan moneter, kepenuhan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup rakyat.
(2) Dewan Moneter memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 10.
(1) Dewan Moneter terdiri
atas 3 (tiga) orang anggota, yaitu Menteri-menteri yang membidang
Keuangan dan Perekonomian serta Gubernur Bank.
2) Antara Anggota-anggota Dewan Moneter dan Anggota-anggota Direksi tidak boleh ada hubungan
keluarga sampai dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk
menantu dan ipar.
(3) Jika seorang Anggota Direksi sesudah pengangkatannya masuk hubungan keluarga yang terlarang
dengan seorang Anggota Dewan Moneter sebagai dimaksudkan dalam ayat (2), maka Anggota Direksi
yang bersangkutan tidak boleh terus memangku jabatannya tanpa izin Presiden.
(4) Jika dipandang perlu, Pemerintah dapat, menambahkan beberapa orang Menteri sebagai Anggota
penasehat kepada Dewan Moneter.
(5) Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh Departemen Keuangan.
Pasal 11
(1) Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.
(2) Anggota Dewan Moneter pada tiap kali ia berhalangan, menunjuk seorang wakil yang atas kuasanya
dapat turut serta dalam Sidang-sidang Dewan Moneter dengan mempunyai hak suara.
Pasal 12.
(1) Dewan Moneter bersidang sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sekali dan selanjutnya setiap
kali apabila seorang Anggota memintanya.
(2) Dalam pembicaraan mengenai hal-hal yang bersifat tehnis, Anggota Dewan Moneter masing-masing
berhak menunjuk penasehat ahli yang dapat menghadiri Sidang Dewan.
(3) Dewan Moneter dapat meminta Komisaris Pemerintah untuk menghadiri Sidang-sidang Dewan.
Pasal 13.
(1) Keputusan Dewan Moneter diambil dengan hikmah musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila Gubernur tidak dapat memufakati hasil musyawarah Dewan Moneter, maka ia dapat
mengajukan pendapatnya kepada Pemerintah.
Pasal 14.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Dewan Moneter ditetapkan oleh Dewan Moneter.
BAB VII.
DIREKSI.
Pasal 15.
(1) Bank dipimpin oleh Direksi yang terdiri atas seorang Gubernur dan sekurang-kurangnya 5 (lima)
dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Direktur.
(2) Sebanyak-banyak 2 (dua) orang Direktur ditunjuk oleh Presiden sebagai Pengganti-Gubernur untuk
mewakili Gubernur apabila Gubernur berhalangan.
(3) a. Gubernur dan Direktur diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Moneter untuk masa jabatan
5 (lima) tahun. Setelah waktu itu berakhir, yang bersangkutan dapat diangkat kembali;
b. Untuk dapat diangkat sebagai Gubernur dan Direktur, yang bersangkutah harus Warga-
Negara Indonesia yang memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.
Pasal 16.
(1) Tugas dan kewajiban Direksi ialah :
a. melaksanakan segala pekerjaan Bank sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini;
b. melaksanakan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;
c. menentukan kebijaksanaan dalam pengurusan Bank.
(2) Atas pelaksanaan tugas dan kewajiban tersebut dalam ayat (1) Direksi bertanggung-jawab kepada
Pemerintah.
(3) Keputusan Direksi diambil dengan hikmah musyawarah untuk mufakat.
(4) Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai Bank menurut peraturan kepegawaian
Bank tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan-peraturan Pemerintah yang
berlaku.
(5) Direksi menetapkan gaji, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya dari Pegawai
Bank.
(6) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam suatu Peraturan yang ditetapkan
oleh Direksi.
Pasal 17.
(1) Presiden dapat memberhentikan Gubernur dan Direktur-direktur meskipun masa jabatan yang
bersangkutan belum berakhir :
a. karena meninggal dunia;
b. karena melakukan sesuatu atau bersikap yang merugikan Bank atau yang bertentangan
dengan kepentingan Negara;
c. karena sesuatu hal yang menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan wajar;
d. atas permintaan sendiri.
(2) Dalam hal-hal dimana diduga terdapat tuduhan tersebut dalam ayat (1) huruf b, Gubernur dan
Direktur-direktur dapat diberhentikan untuk sementara dari tugasnya oleh Pemerintah.
Pemberhentian sementara tersebut diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai
alasan-alasan yang menyebabkan tindakan tersebut.
(3) Gubernur dan Direktur-direktur yang dikenakan pemberhentian sementara diberi kesempatan untuk
membela diri secara tertulis kepada Presiden dalam waktu 2 (dua) minggu setelah yang bersangkutan
diberitahukan tentang keputusan tersebut.
(4) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberhentian sementara tidak ada pengesahan
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
atau keputusan Presiden tentang hal ini, maka pemberhentian sementara tersebut menjadi batal
menurut hukum.
(5) Apabila pelanggaran sebagaimana disebut dalam ayat
(1) huruf b, merupakan suatu pelanggaran hukum pidana, maka pemberhentian itu akan merupakan
pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 18.
(1) Antara para anggota Direksi satu sama lainnya tidak boleh ada hubungan keluarga sampai dengan
derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar. Jika
sesudah pengangkatannya mereka masuk hubungan keluarga yang terlarang itu, maka salah seorang
di antara mereka itu, tidak boleh melanjutkan jabatannya tanpa izin Presiden.
(2) Gubernur dan Direktur-direktur tidak boleh berdagang atau mempunyai kepentingan pada salah
satu perusahaan manapun juga, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Gubernur dan Direktur-direktur tidak dapat merangkap jabatan lain, kecuali dengan persetujuan
Pemerintah.
Pasal 19.
Gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur dan Direktur- direktur ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 20.
Peraturan-peraturan yang ada tentang tuntutan ganti rugi terhadap Pegawai Negeri bukan Bendaharawan
berlaku juga terhadap Anggota Direksi dan Pegawai-pegawai Bank.
Pasal 21.
(1) Direksi mewakili Bank di dalam dan di luar Pengadilan.
(2) Direksi dapat menyerahkan kekuasaan mewakili tersebut pada ayat (1) kepada seorang atau
beberapa orang Direktur yang khusus ditunjuk untuk itu atau kepada seorang beberapa orang
Pegawai Bank, baik sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang/badan lain.
BAB VIII.
KOMISARIS PEMERINTAH.
Pasal 22.
(1) Komisaris Pemerintah mengawasi pengurusan Bank sebagai Perusahaan.
(2) Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai Komisaris Pemerintah, yang bersangkutan harus Warga-Negara
Indonesia yang memiliki keahlian dan akhlak serta moral yang baik.
(4) Pengangkatan Komisaris Pemerintah berlaku untuk 3 (tiga) tahun. Setelah waktu itu berakhir, ia
dapat diangkat kembali.
(5) Antara Komisaris Pemerintah dan Anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai
dengan derajat ketiga menurut garis lurus maupun garis kesamping termasuk menantu dan ipar.
Apabila sesudah pengangkatannya Komisaris Pemerintah masuk hubungan keluarga yang terlarang
itu, maka ia tidak boleh melanjutkan jabatannya tanpa izin Presiden.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23.
(1) Komisaris Pemerintah berhak meminta segala keterangan dan memeriksa segenap buku dan surat
Bank serta ia dapat minta bantuan Direktorat Akuntan Negara untuk memeriksa buku-buku dan
surat-surat tersebut jika dipandangnya perlu untuk menjalankan kewajibannya.
(2) Direksi wajib memberikan segala penjelasan yang diperlukan oleh Komisaris Pemerintah untuk
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
(3) Komisaris Pemerintah berhak menghadiri rapat Direksi
Pasal 24.
(1) Dalam menjalankan tugasnya Komisaris Pemerintah dibantu oleh sebuah Sekretariat yang
pembiayaannya dibebankan pada Bank.
(2) Komisaris Pemerintah menerima uang jasa yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
dibebankan pada Bank.
BAB IX.
SATUAN HITUNG UANG.
Pasal 25.
(1) Satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah. Sebagai singkatannya dipakai tanda "Rp".
(2) Rupiah Indonesia dibagi dalam 100 (seratus) sen.
(3) Tiap perbuatan yang mengenai uang atau mempunyai tujuan pembayaran ataupun tujuan kewajiban
yang harus dipenuhi dengan uang, jika dilakukan di Indonesia, dilakukan dalam uang Rupiah
Indonesia, kecuali jika dengan tegas diadakan ketentuan lain dengan peraturan perundangan.
BAB X.
PERINCIAN TUGAS BANK.
Pengedaran uang.
Pasal 26.
(1) Bank mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam.
(2) Uang termaksud pada ayat (1) pasal ini merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.
(3) Sebelum permulaan tahun Anggaran Pemerintah menentukan jumlah maksimum uang yang
berdasarkan ayat (1) akan beredar dalam tahun yang bersangkutan dan mencantumkannya dalam
Nota Keuangan.
(4) Jenis, nilai dan ciri-ciri uang yang akan dikeluarkan ditentukan oleh Bank, dan diberitahukan kepada
umum dengan jalan pengumuman dalam Berita-Negara.
(5) Uang yang dikeluarkan oleh Bank dibebaskan dari bea meterai.
(6) Uang yang mengalir kembali ke dalam kas Bank dan oleh karena dianggap tidak layak lagi untuk
diedarkan kembali, diberi tanda oleh Bank dan cara pemberian tanda itu diumumkan dengan
penempatan dalam Berita-Negara.
(7) Uang yang telah diberi tanda demikian, tidak berharga lagi dan tidak ditukar oleh Bank, jika uang itu
karena pencurian atau sebab lain beredar lagi.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 27.
(1) Uang dapat ditukar di kantor pusat Bank dan Kantor- kantor cabangnya pada tiap hari kerja pada
waktu jam kas yang ditetapkan oleh Bank.
(2) Bank tidak memberi penggantian kerugian jika uang hilang atau musnah, Bank tidak memberi
penggantian kerugian untuk bagian-bagian uang uang kecuali jika ada jaminan yang dianggap
perlu untuk mencegah timbulnya kerugian Bank.
(3) Jika ada persangkaan kejahatan atau atas permintaan tertulis oleh yang berkepentingan, Bank dapat
meminta surat tanda penyerahan dan pembubuhan tanda-tangan pada uang atau paket uang kepada
pihak yang menukarkan uang itu atau yang menyerahkannya untuk dibukukan dalam suatu rekening
di Bank.
(4) Ketentuan dimaksud dalam Pasal-pasal 229 i, 229 j, dan 229 k dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang tidak berlaku terhadap uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank.
Pasal 28.
(1) Bank dapat mencabut kembali uang yang dikeluarkannya serta menariknya dari peredaran dan
memanggil para pemegang uang itu untuk menyerahkannya guna ditukar.
(2) Bank menetapkan jangka waktu untuk penyerahan tersebut pada ayat (1).
(3) Pencabutan dan panggilan itu diumumkan dalam Berita-Negara.
(4) Sehabis waktu yang disebut pada ayat (2) uang yang dimaksud dalam panggilan itu hanya dapat
ditukar pada kantor pusat Bank, setelah menurut pemeriksaan ternyata, bahwa permintaan
penukaran selayaknya dilakukan.
(5) Sepuluh tahun sesudah waktu tersebut pada ayat (2) berakhir jumlah uang yang dimaksud dalam
panggilan yang tidak diserahkan, ditambahkan kepada laba tahun buku yang sedang berjalan. Uang
yang masih diserahkan sesudah pemindah-bukuan dan telah diperiksa seperti termaksud pada ayat
(4) ditukar atas beban perhitungan laba-rugi.
(6) Sesudah tiga puluh tahun berselang sejak akhir jangka waktu yang termaksud pada ayat (2), hak
untuk menuntut penukaran uang yang disebut dalam panggilan itu tidak berlaku lagi.
PERBANKAN DAN PERKREDITAN.
Pasal 29.
(1) Bank memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan perbankan.
(2) Bank mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit.
Pasal 30.
Bank membina perbankan dengan jalan :
a. memperluas, memperlancar dan mengatur lalu-lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan clearing
antar Bank;
b. menetapkan ketentuan-ketentuan umum tentang solvabilitas dan likwiditas Bank-bank;
c. memberikan bimbingan kepada Bank-bank guna penata-laksanaan Bank secara sehat.
Pasal 31.
Bank meminta laporan yang dianggap perlu dan mengadakan pemeriksaan terhadap segala aktivitas bank-
bank guna mengawasi pelaksanaan ketentuan yang telah dikeluarkan dalam bidang perbankan seperti tercantum
dalam Pasal 29 dan
Pasal 30.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 32.
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, maka Bank :
a. menyusun rencana kredit untuk suatu jangka waktu tertentu untuk diajukan kepada
Pemerintah melalui Dewan Moneter;
b. menetapkan tingkat dan struktur bunga;
c. menetapkan pembatasan kwalitatif dan kwantitatif atas pemberian kredit oleh perbankan.
(2) Bank dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank dengan cara :
a. menerima penggadaian ulang;
b. menerima sebagai jaminan surat-surat berharga;
c. menerima aksep;
dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank.
(3) Bank dapat pula memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan
likwiditas dalam keadaan darurat.
(4) Pemberian kredit Bank dibatasi oleh rencana kredit yang bersangkutan.
(5) Bank tidak diperkenankan melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan kecuali
dalam Lembaga-lembaga Keuangan penyertaan mana hanya dapat dilakukan dari cadangan.
Pasal 33.
(1) Bank dapat mengadakan ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan penggunaan dana-dana oleh
Lembaga-lembaga Keuangan, kecuali Badan-badan Asuransi.
(2) Lembaga-lembaga termaksud pada ayat (1) diwajibkan mengikuti petunjuk dan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank.
HUBUNGAN KEUANGAN DENGAN PEMERINTAH.
Pasal 34.
(1) Bank bertindak sebagai Pemegang Kas Pemerintah.
(2) Bank menyelenggarakan pemindahan uang untuk Pemerintah di antara kantor-kantornya di seluruh
wilayah Republik Indonesia.
(3) Bank membantu Pemerintah dalam penempatan surat-surat hutang Negara, penata-usahaan serta
pembayaran kupon dan pelunasannya.
(4) Dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal ini Bank tidak memperhitungkan biaya-biaya.
Pasal 35.
(1) Bank memberikan kepada Pemerintah kredit dalam rekening koran untuk memperkuas kas Negara
menurut keperluan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Kredit tersebut diberikan atas tanggungan yang cukup dalam kertas perbendaharaan Negara dan
yang pengeluaran serta penggadaiannya diizinkan dengan atau berdasarkan Undang-undang.
(3) Atas penggunaan kredit tersebut di atas, Pemerintah membayar bunga sebesar 3% (tiga perseratus)
setahun dan tingkat bunga termaksud dapat dirubah oleh Dewan Moneter mengingat perkembangan
keadaan.
(4) Hasil pembayaran bunga termaksud pada ayat (3) setelah dikurangi biaya-biaya Bank yang
bersangkutan disisihkan dan diselesaikan menurut ketentuan pada ayat (5).
(5) Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun Anggaran yang bersangkutan
berakhir, maka Pemerintah wajib memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang
jumlah kredit berdasarkan ayat (1) dan tentang hasil pembayaran bunga yang disisihkan menurut
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
ayat (4) di atas disertai usul-usul penjelasannya. Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya menetapkan
cara penyelesaian tersebut.
Pasal 36.
(1) Bank membantu penempatan surat-surat hutang Negara untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang pengeluarannya diatur dengan atau berdasarkan Undang-undang.
(2) Bank dapat membeli sendiri surat-surat hutang Negara tersebut pada ayat (1).
PENGERAHAN DANA-DANA
Pasal 37.
Bank mendorong pengerahan dana-dana masyarakat oleh perbankan untuk tujuan usaha pembangunan
yang produktif dan berencana.
HUBUNGAN INTERNASIONAL.
Pasal 38.
(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, maka Bank menyusun rencana devisa
yang mencerminkan pemeliharaan Ekonomi Nasional dan memperlancar usaha pembangunan
dengan memperhatikan posisi likwiditas dan solvabilitas internasional untuk diajukan kepada
Pemerintah melalui Dewan Moneter.
(2) Untuk menjaga dan memelihara posisi likwiditas dan solvabilitas internasional termaksud pada ayat
(1) di atas :
a. Bank menguasai, mengurus dan menyelenggarakan tata-usaha cadangan emas dan devisa
milik Negara;
b. Pemerintah menetapkan syarat-syarat pembayaran berkenaan dengan perjanjian-perjanjian
pinjaman yang mengakibatkan kewajiban pembayaran atas beban cadangan emas dan devisa
Negara, walaupun dalam batas-batas yang telah ditetapkan dalam rencana devisa dengan
memperhatikan pertimbangan Bank;
c. Bank menata-usahakan tagihan dan kewajiban tunai maupun berjangka eterhadap luar
negeri;
d. Bank mengusahakan pemeliharaan jumlah cadangan minimum emas dan devisa milik Negara
terhadap kewajiban internasional dalam perbandingan yang akan diatur dengan Undang-
undang.
Pasal 39.
(1) Apabila perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang mengakibatkan
turunnya cadangan emas dan devisa milik Negara di bawah cadangan minimum yang ditetapkan
dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d maka Bank melaporkan perkembangan tersebut kepada Pemerintah
melalui Dewan Moneter dan mengambil tindakan pengamanan yang dipandangnya perlu untuk
mengembalikan keseimbangan dalam neraca pembayaran tersebut.
(2) Pemerintah dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan menetapkan tindakan selanjutnya untuk
mengatasi keadaan di atas.
Pasal 40.
Bank dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan dalam bidang pembayaran dengan Luar Negeri.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
BAB XI.
USAHA-USAHA BANK.
Pasal 41.
Dalam rangka tugasnya sebagai Bank Sentral:
(1) Bank memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram maupun dengan surat, atau
dengan jalan memberikan wesel-tunjuk di antara kantornya; penarikan atas saldo kredit yang ada
pada koresponden dilakukan secara telegram atau dengan wesel-tunjuk.
(2) Bank menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, menjalankan perintah
untuk pemindahan uang, menerima pembayaran dari tagihan atas kertas berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.
(3) Bank mendiskonto :
a. surat-wesel dan surat-order dengan dua penanggung-jawab atau lebih secara solider dan
dengan masa berlaku yang tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan;
b. surat-wesel dan kertas-dagang yang lain yang tidak lebih lama masa berlakunya dari
kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik dengan jaminan surat-kredit, maupun
dengan jaminan dokumen-pengangkutan;
c. kertas-perbendaharaan atas beban Negara;
d. surat-hutang dengan pelunasan dalam enam bulan dan selama diskontonya turut
bertanggung-jawab secara solider;
e. mandat dan/atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk rendemen-lelang.
(4) Bank membeli dan menjual :
a. wesel yang diakseptasi oleh suatu bank dengan masa berlaku yang tidak lebih lama dari
kebiasaan dalam perdagangan;
b. kertas-perbendaharaan atas beban Negara;
c. surat-hutang Negara atau surat-hutang lainnya yang tercatat pada suatu bursa efek yang
resmi yang bunga dan pelunasannya dijamin oleh Negara.
(5) Bank membeli dan menjual cek, surat-wesel, kertas-dagang lainnya, pembayaran dengan surat atau
telegram dengan masa berlaku tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan dan adanya
jaminan yang lazim berlaku untuk itu.
(6) Bank memberi jaminan-bank (bank-garansi) dengan tanggungan yang cukup.
(7) Bank menyediakan tempat penyimpanan barang-barang berharga.
Pasal 42.
Pada penyitaan barang-tetap atau hasil bumi, barang efek atau tanggungan lain, yang terikat kepada Bank,
sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban terhadap Bank, maka Bank boleh membeli seluruh atau sebagian dari
barang-barang atau hasil bumi, barang efek atau tanggungan lain, untuk dijadikan uang kembali dengan secepat-
cepatnya.
BAB XII.
PERATURAN PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA
PADA PEGAWAI BANK.
Pasal 43.
(1) Bank mengadakan dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank yang merupakan
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
kekayaan yang dipisahkan.
(2) Bank wajib mengusahakan supaya dana ini mencapai jumlah harga tunai kewajiban yang harus
dipenuhi terhadap para Pegawai Bank dan wajib menjaga juga supaya jumlah harga tunai itu jangan
berkurang.
(3) Bank memberi sumbangan kepada dana yang disebut pada ayat (1).
(4) Dana pensiun dan tunjangan hari tua para pegawai Bank disebut pada ayat (1) dan sumbangan Bank
kepada dana disebut pada ayat (3) tidak diperhitungkan dengan dana-dana dalam Pasal 47 ayat (6)
huruf c dan d.
(5) Ketentuan selanjutnya tentang dana tersebut pada ayat (1) serta sumbangan tersebut pada ayat (3)
ditetapkan oleh Direksi.
BAB XIII.
ANGGARAN, NERACA DAN LAPORAN.
Pasal 44.
(1) Sebelum tahun buku baru mulai berjalan, Direksi menyampaikan Anggaran Tahunan Bank kepada
Pemerintah untuk disetujui.
(2) Persetujuan Pemerintah atas Anggaran Tahunan Bank harus telah diberikan selambat-lambatnya
2(dua) bulan sesudah diterimanya Anggaran Tahunan Bank tersebut pada ayat (1).
Apabila dalam waktu yang telah ditetapkan itu Pemerintah tidak mengemukakan keberatan-keberatan
terhadap Anggaran Tahunan Bank, Anggaran tersebut berlaku sepenuhnya untuk dilaksanakan oleh
Direksi.
(3) Tiap perubahan atas Anggaran Tahunan Bank yang terjadi dalam tahun buku yang bersangkutan
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah sebelum dapat dilaksanakan.
Pasal 45.
Bank membuat neraca singkat mingguan yang harus diumumkan tiap 7 (tujuh) hari sekali dan dimuat
dalam Berita-Negara.
Pasal 46.
Pada akhir tiap tahun buku, Bank menyusun laporan tahunan yang menggambarkan perkembangan
keuangan dan ekonomi secara luas.
BAB XIV.
PERHITUNGAN TAHUNAN.
Pasal 47.
(1) Tahun buku Bank adalah Tahun Dinas Anggaran.
(2) Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah akhir tahun buku, Direksi menyampaikan perhitungan
tahunan yang terutama terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi kepada Pemerintah untuk
disahkan.
(3) Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah Pemerintah menerima perhitungan tahunan itu tidak
diajukan keberatan olehnya, maka hal itu berarti bahwa perhitungan tahunan telah disahkan oleh
Pemerintah.
(4) Direktorat Akuntan Negara memeriksa perhitungan tahunan itu.
(5) Neraca dan perhitungan laba-rugi yang disahkan secara demikian memberi pembebasan tanggung-
jawab sepenuhnya kepada Direksi.
(6) Laba Bank yang disahkan dan setelah dikurangi pajak dibagi sebagai berikut :
a. dua puluh perseratus untuk cadangan umum, sampai cadangan ini mencapai jumlah yang
sama besarnya dengan modal Bank;
b. dua puluh perseratus untuk cadangan tujuan;
c. tujuh setengah perseratus untuk dana kesejahteraan Pegawai Bank yang penggunaannya
dilaksanakan dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Pemerintah;
d. tujuh setengah perseratus untuk jasa produksi bagi Pegawai Bank, dengan batas sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali gaji sebulan;
e. penggunaan laba selebihnya ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB XV.
KETENTUAN KHUSUS.
Pasal 48.
Bank dapat mewajibkan badan-badan dan/atau kesatuan ekonomi untuk memberikan kepadanya
keterangan-keterangan dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Bank dalam melakukan tugas dan usahanya.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 49
(1) Gubernur, Direktur dan Pegawai Bank, Komisaris Pemerintah serta Pegawai Sekretariat Dewan
Moneter dan Pegawai Sekretariat Komisaris Pemerintah tidak memberikan keterangan- keterangan
yang diperoleh karena jabatannya kecuali apabila diperlukan untuk pelaksanaan tugasnya atau untuk
memenuhi kewajiban menurut Undang-undang ini.
(2) Gubernur, Direktur dan Pegawai Bank, Komisaris Pemerintah serta Pegawai Sekretariat Dewan
Moneter dan Pegawai Sekretariat Komisaris Pemerintah yang bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan tersebut pada ayat (1) memberikan keterangan yang diperolehnya karena jabatannya,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/ atau denda setinggi-
tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut pada ayat (2) pasal ini dianggap sebagai kejahatan.
Pasal 50
Apabila kewajiban tersebut dalam Pasal 48 Undang-undang ini tidak dipenuhi oleh Badan-badan atau
kesatuan-kesatuan ekonomi, maka yang bersangkutan dapat dihukum dengan hukuman denda sebanyak-
banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
(1) Segala hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan Bank negara Indonesia Unit I
sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965, beralih menjadi hak dan
kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank.
(2) Segala hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank Negara Indonesia Unit II, III,
IV dan V sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965, beralih menjadi
hak, kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan dari Bank-bank Negara yang masing-masing akan
dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.
(3) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku Gubernur dan Direktur-direktur serta pegawai lainnya
pada Bank Negara Indonesia Unit I tetap melanjutkan pekerjaannya sampai ketentuan lebih lanjut.
Pasal 52
Untuk menjamin konstinuitas dalam pimpinan Bank, maka pada pengangkatan pertama dari Direktur dapat
diadakan penyimpangan dari ketentuan masa jabatan seperti tersebut dalam
Pasal 15 ayat (3) huruf a.
Pasal 53
Untuk pertama kali tahun buku Bank dimulai pada tanggal yang akan ditentukan oleh Menteri Keuangan
dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1969.
Pasal 54
(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, maka uang kertas Bank Indonesia serta uang kertas
logam Pemerintah yang dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap sifatnya sebagai
alat pembayaran yang sah.
(2) Dengan pengeluaran Undang-Undang ini, maka Undang- undang tentang Mata Uang Tahun 1951
dengan tambahan dan perubahannya dinyatakan tidak berlaku.
(3) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953 dan
Penetapan
Presiden Nomor 17 tahun 1965 sepanjang
ketentuan dalam Undang-undang ini tetap berlaku.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56.
Undang-undang ini disebut "Undang-undang Bank Indonesia 1968", Saat mulai berlakunya Undang-
undang ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Desember 1968.
Presiden Republik Indonesia,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Desember 1968.
Sekretaris Negara R.I.
ALAMSJAH.
Major Jenderal T.N.I.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1968
tidak
bertentangan dengan ketentuan-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
BANK SENTRAL.
A. PENJELASAN UMUM.
I. Dalam membangun suatu tata-perekonomian nasional yang berlandaskan suatu demokrasi
ekonominya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila, perlu digali
dan diolah segala kekuatan ekonomi potensiil menjadi, kekuatan ekonomi riil dengan mempergunakan segala
potensi dan daya rakyat itu sendiri.
Berhubung dengan itu maka perbankan sebagai salah satu kekuatan ekonomi potensiil dan suatu aparatur
yang berkewajiban turut serta dalam menanggulangi kesulitan dibidang ekonomi dan moneter perlu dinilai kembali
untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan
pembangunan. Sebagai langkah kearah usaha penyehatan tata- perbankan pada umumnya, maka dianggap perlu
untuk membangun kembali Bank Sentral yang dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dalam menjaga
dan memelihara kestabilan intern maupun kestabilan ekstern dari nilai satuan Rupiah kita guna mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan.
Dengan membangun kembali Bank Sentral, maka pengintegrasian bank-bank Pemerintah ke dalam bank
Negara Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 perlu ditinjau kembali
dan disesuaikan dengan maksud tersebut diatas. Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 23 Undang-undang Dasar
1945, maka Bank Sentral tersebut diberi nama "Bank Indonesia". Oleh karena itu dengan Undang-undang ini segala
hak dan kewajiban, kekayaan dan perlengkapan Bank Negara Indonesia Unit I sebagaimana dimaksud dalam
Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 beralih menjadi hak dan kewajiban, kekayaan dan perlengkapan dari
Bank Indonesia. Sebagai lanjutan dari pada pengalihan Bank Negara Indonesia Unit I ini maka pada saat yang
bersamaan juga Unit-unit lainnya yang tergabung dalam Bank Negara Indonesia itu perlu dialihkan kepada Bank-
bank Negara lain yang akan dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.
II. Sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dimana kekuasaan
Pemerintah berada ditangan Presiden, sedangkan para Menteri adalah menjadi pembantunya maka penetapan
kebijaksanaan di bidang moneter dengan sendirinya berada dalam tangan Presiden.
Dalam prakteknya penetapan kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter itu diolah dan dipersiapkan
terlebih dahulu oleh para Pembantu Presiden.
Dalam Prakteknya penetapan kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter itu diolah dan dipersiapkan
terlebih dahulu oleh para Pembantu Presiden.
Oleh karena penelaahan persoalan moneter itu memerlukan koordinasi dan synkhronisasi mengenai pelbagai
bidang, maka dianggap perlu untuk membentuk suatu Dewan yang terdiri dari Menteri-menteri yang memimpin
bidang keuangan dan perekonomian serta Gubernur Bank Sentral, yang bertugas membantu Pemerintah dalam
pemikiran, perencanaan dan penetapan kebijaksanaan di bidang moneter.
Dewan tersebut diberi nama Dewan Moneter.
Jumlah Anggota Dewan Moneter ini besarnya dibatasi dengan maksud agar Dewan ini tidak menjadi terlalu
besar dan dapat bekerja secara cepat dan tepat.
Sungguhpun demikian, oleh karena bidang moneter itu menyangkut pula bidang-bidang ekonomi dan
pembangunan lainnya, maka jika dianggap perlu, Pemerintah dapat menambahkan beberapa orang Menteri sebagai
anggota penasehat pada Dewan Moneter.
Disamping tugas tersebut diatas, maka dalam pelakasanaan kebijaksanaan moneter itu perlu juga adanya
koordinasi dan synkhronisasi serta kesatuan pimpinan yang dapat menjamin terlaksananya kebijaksanaan tersebut.
Berhubung
dengan
itu maka Dewan Moneter
juga
bertugas
memimpin
dan mengkoordinasikan
pelaksanaaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Dewan Moneter itu tidak lain daripada suatu alat Pemerintah yang terdiri
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
dari beberapa Menteri ditambah Gubernur Bank Sentral guna membantu Pemerintah secara effisien dalam
mempersiapkan serta dalam memimpin pelaksanaan kebijaksanaan moneter. Dalam hubungan ini kedudukan
Gubernur Bank Sentral dalam Dewan Moneter mempunyai arti khusus, disebabkan oleh karena Bank Sentral dalam
struktur pemerintahan berkedudukan di luar Departemen-departemen, sedangkan Gubernur Bank Sentral tidak
mempunyai kedudukan sebagai Menteri.
Bank Sentral adalah suatu Lembaga Negara yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan
kebijaksanaan moneter, sehingga karena itu Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis pokok
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Dengan kedudukannya di luar Departemen-departemen, Bank Sentral kini dapat menilai kebutuhan dan
kemampuan perekonomian Negara lebih obyektif dan bertindak berdasarkan wewenang yang tercantum dalam
Undang-undang ini.
Berhubung dengan itu kedudukan Gubernur Sentral dalam Dewan Moneter akan membawa pandangan dan
pendapat yang sesuai dengan situasi moneter yarg dihadapinya, dan karena itu kepada Bank Sentral diberikan
wewenang untuk mengajukan pendapatan-pendapatannya secara khusus kepada Pemerintah apabila keputusan
yang diambil oleh Dewan Moneter itu menurut pertimbangannya tidak atau kurang sesuai dengan situasi moneter
yang dihadapinya atau prinsip-prinsip ekonomi yang obyektif dan realistis.
Dengan demikian
Pemerintah mempunyai bahan-bahan tambahan untuk dapat mempertimbangkan
kebijaksanaannya dibidang moneter secara lebih obyektif dan rasionil.
III. Sungguhpun Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis kebijaksanaan Pemerintah
di bidang moneter, namun dalam Undang-undang ini kepada Bank Sentral diberikan beberapa wewenang yang
ditujukan ke arah pemeliharaan dan jaminan dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter itu yang sesuai dengan
kebutuhan penjagaan kestabilan nilai satuan uang rupiah dan perkembangan produksi dan pembangunan guna
meningkatkan taraf hidup rakyat.
Wewenang-wewenang tersebut adalah antara lain:
a. Dibidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pemberian kredit dalam rekening-koran kepada Pemerintah oleh Bank Sentral hanya dilakukan
dalam batas-batas Anggaran yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan jaminan kertas
perbendaharaan. Permintaan kredit yang melebihi batas-batas tersebut diatas hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ini berarti bahwa Bank Sentral diberi wewenang untuk menolak
permintaan kredit dari Pemerintah sebelum Anggaran tambahan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Memperhatikan perkembangan ekonomi dan keuangan sekarang ini, maka dalam Undang-undang
ini batas-batas terhadap pemberian kredit dalam rekening-koran kepada Pemerintah ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Apabila keadaan ekonomi dan keuangan berubah sedemikian rupa hingga dapat diusahakan kembali
adanya kestabilan moneter maka batas-batas dalam pengendalian pembelian kredit kepada Pemerintah ini
perlu ditinjau kembali.
b. Di bidang perkreditan.
Bank Sentral dan perbankan pada umumnya diwajibkan mengikuti batas-batas yang telah ditetapkan
dalam rencana kredit. Rencana kredit tersebut disusun oleh Bank Sentral untuk diajukan kepada Pemerintah
melalui Dewan Moneter dalam rangka penyusunan rencana moneter.
Sebagai bangkers bank, Bank Sentral dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk
tujuan peningkatan produksi dan lain-lain sesuai dengan program Pemerintah, sedangkan sebagai lender of
last resort Bank Sentral dapat memberikan kredit likwiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan-
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
kesulitan likwiditas yang dihadapinya dalam keadaan darurat.
Dalam hal ini pemberian kredit yang diberikan oleh Bank Sentral, dilakukan dalam rangka program
Pemerintah dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh rencana kredit dari tahun yang bersangkutan.
Disamping itu Bank Sentral mempunyai wewenang untuk menetapkan batas-batas kwantitatif dan
kwalitatif dibidang perkreditan bagi perbankan, satu dan lain dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan
moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Dibidang devisa.
Dalam menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah terhadap valuta asing, maka Bank Sentral
menyusun rencana devisa dalam rangka pemeliharaan ekonomi nasional dan memperlancar usaha-usaha
pembangunan dengan memperhatikan posisi likwiditas dan solvabilitas internasional.
Rencana devisa tersebut diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dalam rangka
penyusunan rencana moneter.
Untuk keperluan ini Bank Sentral antara lain menetapkan dan memelihara cadangan minimum
dibidang devisa dalam pertandingan yang layak terhadap kewajiban internasional. Apabila
perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang menunjukkan turunnya cadangan
devisa dan emas milik Negara dibawah cadangan minimum, maka Bank mendahului Keputusan Pemerintah
tentang hal ini wajib mengambil tindakan pengamanan yang dipandangnya perlu untuk mengembalikan
keseimbangan dalam neraca pembayaran tersebut.
d. Dibidang pembinaan dan pengawasan Bank.
Bank Sentral berkewajiban pula untuk membina dan mengawasi perbankan di Indonesia, baik dari
sudut ekonomi perusahaan terutama dengan jalan pengaturan dan penjagaan likwiditas dan solvabilitas
bank maupun dan sudut moneter dengan jalan pengaturan dan pengawasan terhadap pemberian kredit
bank.
Kewajiban tersebut diatas dilakukan dalam rangka usaha perkembangan yang sehat dari urusan
kredit dan urusan perbankan.
IV. Sebagaimana dimaklumi, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (termasuk anggaran
pembangunan), rencana kredit dan rencana devisa merupakan komponen-komponen dari rencana
moneter, yang penetapannya
dilakukan dengan memperhatikan efek-efek moneter yang telah
diperhitungkan oleh Pemerintah berdasarkan suatu program ekonomi jangka pendek dan jangka
panjang, yang telah ditetapkan bagi tahun yang bersangkutan.
Bersama-sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang setiap tahunnya diajukan oleh
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk disetujui, maka dalam Nota Keuangan yang
diajukan itu dicantumkan pula komponen-komponen lainnya yaitu rencana kredit dan rencana
devisa.
Dalam rangka rencana moneter tersebut, maka dalam Nota Keuangan dinyatakan pula oleh
Pemerintah jumlah maksimum uang yang dapat diedarkan oleh Bank Sentral untuk tahun yang
bersangkutan. Penetapan jumlah maksimum uang yang dapat diedarkan itu pada dasarnya
merupakan pembatasan yang pada dewasa ini berdasarkan keadaan ekonomi dan keuangan Negara
dapat diletakkan terhadap Bank Sentral sebagai Bank yang mempunyai hak tunggal untuk
mengeluarkan uang yang merupakan alat pembayaran yang sah.
Apabila keadaan ekonomi keuangan berubah sedemikian rupa, hingga memungkinkan diusahakan
kembali adanya suatu kestabilan moneter, maka batas-batas dalam pengendalian pengedaran uang
oleh Bak Sentral itu perlu ditinjau kembali. Dalam hubungan ini dapat kiranya diusahakan adanya
suatu jaminan berupa emas dan devisa milik Negara dalam perbandingan yang wajar terhadap
jumlah uang yang beredar, satu dan lain untuk mengembalikan dan mempertinggi kepercayaan
terhadap Rupiah.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
(1) Bank Sentral berdasarkan Undang-undang ini diberi nama "Bank Indonesia", sesuai dengan bunyi
penjelasan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945.
(2) Cukup jelas.
(3) Dengan ketentuan dalam ayat (3) ini, maka selain berdasarkan hukum perdata Eropah dan hukum
dagang Eropah, Bank dapat melakukan perbuatan-perbuatan menurut hukum adat dengan orang-
orang/badan-badan yang takluk pada hukum adat serta menjalankan hak-hak atas benda-benda
yang takluk pada hukum adat.
Pasal 2.
Cukup jelas.
Pasal 3.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
Pasal 4.
(1) Sebagai Badan Hukum berdasarkan Undang-undang maka Bank mempunyai modal yang merupakan
kekayaan Negara yang dipisahkan. Dengan demikian, maka untuk selanjutnya Bank dalam
menjalankan usahanya terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Cukup jelas.
Pasal 5.
(1) Bank perlu memupuk cadangan umum untuk memperbesar jaminan terhadap kewajibannya dalam
melakukan tugas dan usahanya seperti dalam Bab IV, X dan XI.
(2) Cukup jelas.
Pasal 6.
(1) Cadangan tujuan dimaksud dalam pasal ini ialah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan
untuk tujuan tertentu, yaitu untuk biaya penggantian/pembaharuan milik tetap dan perlengkapan
yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank.
(2) Tiap-tiap cadangan atau pemupukan dana lain harus dengan jelas ternyata dalam tata-buku Bank,
sehingga dengan demikian diperoleh suatu gambaran mengenai keadaan kegiatan usaha Bank yang
sebenarnya.
Pasal 7.
Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
Pasal 8.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(1) Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
(2) Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
Pasal 9.
(1) Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
(2) Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
Pasal 10.
(1) Dengan tidak mengurangi jumlah Anggota yang ditetapkan dalam pasal ini maka komposisi dari pada
Anggota Dewan Moneter disesuaikan dengan struktur dan organisasi Pemerintah.
Kecuali Gubernur, maka Anggota-anggota Dewan Moneter lainnya terdiri dari Menteri-menteri.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Anggota penasehat dapat memberikan nasehat-nasehat kepada Dewan Moneter baik diminta maupun
tidak diminta. Komposisi dari pada Anggota Penasehat disesuaikan dengan kebutuhan dalam bidang
moneter.
Juga Anggota-anggota penasehat ini harus terdiri dari Menteri-menteri.
(5) Demi
kelancaran
Pasal 11
(1) Oleh karena Menteri Keuangan adalah penanggung-jawab dalam bidang keuangan dan sebagai
sektor yang terpenting dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter, maka jabatan Ketua Dewan
Moneter dipegang oleh Menteri Keuangan.
(2) Cukup jelas.
Pasal 12.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Dewan Moneter dapat meminta Komisaris Pemerintah menghadiri Sidang-sidang Dewan untuk
didengar pendapatnya atau apabila Dewan menganggap hal-hal yang akan dibicarakan perlu
diketahui oleh Komisaris Pemerintah.
Pasal 13.
(1) Keputusan Dewan Moneter diambil dengan hikmah musyawarah untuk mencapai mufakat, namun
apabila mufakat tidak tercapai keputusan dapat diambil atas dasar suara terbanyak.
Jika suara sama banyaknya, maka hal yang dimusyawarahkan diserahkan kepada kebijaksanaan
Pemerintah untuk diputuskan.
(2) Cukup jelas diterangkan dalam Penjelasan Umum.
Pasal 14.
Cukup jelas.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
dan
kelengkapan
diselenggarakan oleh Departemen Keuangan.
penata-usahaan
maka
Sekretariat
Dewan
Moneter
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 15.
(1) Untuk menjamin pelaksanaan tugas Bank yang effisien dan effektif perlu ditentukan jumlah minimal
dan maksimal dari Anggota-anggota pimpinan Bank.
(2) Gubernur sebagai Anggota pimpinan Bank dan sebagai anggota Dewan Moneter, sudah barang tentu
tidak dapat senantiasa menjalankan tugas pimpinan sehari-hari dari Bank. Oleh karena itu untuk
menjamin kelangsungan pimpinan sehari-hari dari Bank di antara Direktur-direktur ditunjuk oleh
Pemerintah 2 (dua) orang sebagai Pengganti Gubernur untuk mewakili Gubernur apabila Gubernur
berhalangan.
(3) Sebelum memangku jabatannya, para Anggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan menurut
peraturan yang berlaku.
Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu di bawah ini :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Panca Sila;
c. berwibawa;
d. jujur;
e. cakap/ahli;
f. adil;
g. tidak
terlibat,
G.30.S/P.K.I. atau organisasi- organisasi terlarang lainnya.
Dalam mengangkat seseorang menjadi Anggota Direksi harus diperhatikan pula calon-calon yang
diajukan oleh dan dari Bank, serta jangan sampai ia mempunyai kepentingan-kepentingan dan di
luar Bank yang dapat berlawanan dengan atau merugikan kepentingan Bank.
Pasal 16.
(1) Yang dimaksud dengan "pengurusan" dalam huruf c ayat ini adalah management.
(2) Cukup jelas.
(3) Apabila mufakat tak tercapai dapat diambil keputusan atas dasar suara terbanyak.
Jika suara sama banyaknya, maka keputusan diserahkan kepada kebijaksanaan Gubernur.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
(6) Cukup jelas.
Pasal 17.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 18.
(1) Dalam hal terjadinya hubungan keluarga yang terlarang maka penetapan siapa di antara kedua
Anggota Direksi tersebut yang boleh melanjutkan jabatannya didasarkan atas pertimbangan obyektif
sesuai dengan kepentingan Bank.
(2) Cukup jelas.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(3) Mengingat kedudukan Bank yang sangat vital dalam bidang ekonomi, dan keuangan, maka dalam
pasal ini perlu ditentukan larangan jabatan rangkap, kecuali dengan persetujuan Pemerintah. Dalam
hal Direksi merangkap pekerjaan lain yang telah disetujui oleh Pemerintah, maka harus diusahakan
jangan sampai jabatan yang dirangkap tersebut adalah incompatible.
Pasal 19.
Dewan Moneter mengusulkan gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur dan Direktur.
Pasal 20.
Cukup jelas
Pasal 21.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
Pasal 22.
(1) Komisaris Pemerintah adalah seorang wakil Pemerintah di dalam Bank yang mengawasi supaya tugas
dan kewajiban Direksi dilaksanakan se-effisien mungkin dan selanjutnya ia memberikan laporan-
laporannya kepada Pemerintah.
ditetapkan oleh Pemerintah.
Tata-kerja
Komisaris
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya
(2) Cukup jelas.
(3) Sebelum memangku jabatannya, Komisaris Pemerintah harus mengucapkan sumpah jabatan menurut
peraturan yang berlaku.
Untuk dapat diangkat sebagai Komisaris Pemerintah harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dibawah
ini:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Panca Sila
c. berwibawa;
d. jujur;
e. cakap/ahli,
f. adil;
g. tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi G. 30 S./P.K.I.
atau organisi-organisasi terlarang lainnya.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 23.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Dalam rapat-rapat Direksi, Komisaris Pemerintah tidak mempunyai hak suara, tetapi ia dapat
memberikan pandangannya tentang hal-hal yang dibicarakan.
Pasal 24.
(1) Cukup jelas.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(2) Cukup jelas.
(1) Dengan memuat ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, maka Undang-undang tentang Mata Uang
tahun 1951 dengan tambahan dan perubahannya tidak diperlukan lagi dan dapat dinyatakan tidak
berlaku (lihat pasal 54 ayat (2))
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 26.
(1) Mengingat bahwa antara uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank dan uang kertas dan logam yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dipandang dari sudut ekonomi tidak ada perbedaan fungsionil, lagi
pula Bank adalah Lembaga Keuangan Negara, maka untuk kepentingan keseragaman dan effisiensi,
pengeluaran uang baik uang kertas maupun uang logam, cukup dilakukan oleh satu instansi saja,
yaitu Bank.
(2) Cukup jelas.
(3) Selama keadaan ekonomi dan keuangan belum memungkinkan adanya suatu pembatasan peredaran
uang yang dihubungkan/dijamin dengan suatu jumlah tertentu cadangan emas dan devisa milik
Negara, maka pada taraf sekarang pembatasan itu hanya dilakukan dengan jalan menentukan jumlah
masksimum uang cartal yang akan beredar tersebut dalam Nota Keuangan yang setiap tahunnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penetapan jumlah maksimum uang cartal tersebut di atas
merupakan landasan yang cukup untuk dipakai sebagai pegangan yang effektif guna pengendalian
jumlah yang yang beredar termasuk uang giral.
(4) Yang dimaksud dengan:
- "Jenis" adalah uang logam atau uang kertas;
- "Nilai" adalah nilai nominal;
- "Ciri-ciri" adalah warna, gambar atau tanda-tanda lain dan uang.
Adapun "macam" dan "harga" uang yang disebut dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(5) Cukup jelas.
(6) Yang dimaksud dengan tidak layak adalah lusuh, rusak sebagian atau seluruhnya karena terbakar,
robek ataupun karena sebab-sebab lainnya.
(7) Cukup jelas.
Pasal 27.
(l) Yang dimaksud dengan penukaran uang dalam ayat ini, ialah penukaran uang dengan berbagai
kopur lainnya. Jika dianggap perlu Bank dapat menunjuk badan-badan lain untuk melancarkan
penukaran uang.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
Pasal 28.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(4) Penukaran ini sudah tentu dapat dilakukan dengan perantaraan cabang Bank.
(5) Cukup jelas.
(6) Cukup jelas.
Pasal 29.
(1) Tugas tersebut dalam pasal ini disandarkan kepada sifat dan kedudukan Bank sebagai pembina dan
pengawas perbankan. Dalam rangka tugas tersebut Bank memajukan perkembangan yang sehat dari
perbankan dan perkreditan serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan uangnya
kepada Bank-bank. Bank-bank sebagai perusahaan diselenggarakan berdasarkan azas-azas ekonomi
perusahaan yang sehat dan wajar.
(2) Cukup jelas.
Pasal 30.
Dalam rangka pembinaan perbankan, maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin
uang fihak ketiga yang dipercayakan kepada Bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi deposito dengan tujuan
pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Di samping itu dalam rangka membimbing perbankan Bank mengusahakan pendidikan dengan tujuan
mempertinggi mutu dan keahlian para pegawai perbankan.
Pasal 31.
Cukup jelas.
Pasal 32.
(1) Bank menyusun rencana kredit untuk suatu jangka waktu tertentu.
Di samping itu Bank dapat menggunakan alat-alat kebijaksanaan moneter antara lain tingkat dan
struktur bunga guna menjamin terlaksananya kebijaksanaan Pemerintah sebaikbaiknya.
(2) Apabila dianggap perlu, Bank menyediakan kredit likwiditas kepada perbankan untuk bidang-bidang
yang sesuai dengan kebijaksanaan kredit yang telah ditetapkan. Pemberian kredit tersebut dilakukan
dengan cara-cara seperti termaksud dalam ayat ini.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Penyertaan Bank dalam Lembaga-lembaga keuangan masih dimungkinkan dengan alasan guna
mendorong berkembangnya Lembaga-lembaga tersebut dengan sebaik-baiknya. Penyertaan yang
dilakukan
oleh Bank hanya bersifat sementara yang berarti bahwa Bank mencabut kembali
partisipasinya bilamana lembaga tersebut telah berkembang dengan baik. Yang dimaksud dengan
"Lembaga Keuangan" termasuk pula lembaga keuangan swasta. Adapun yang dimaksud dengan
cadangan ialah cadangan umum.
Pasal 33.
(1) Ketentuan dalam pasal ini mengatur wewenang dari Bank sebagai Bank Sentral untuk melakukan
hal-hal yang dianggap perlu dalam melaksanakan tugasnya di bidang pengawasan dan pembinaan,
terutama dalam penggunaan dana-dana dari Lembaga-lembaga Keuangan (termasuk badan-badan
yang menjalankan lalu-lintas cek dan giro) dan badan-badan penanaman modal (institutional
investors) guna memajukan perkembangan yang sehat dari urusan perkreditan.
Penggunaan dana-dana oleh badan-badan asuransi dikecualikan dari ketentuan ini karena diatur
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
khusus dalam Undang-undang tersendiri.
(2) Cukup jelas.
Pasal 34.
(1) Dengan adanya ketentuan dalam pasal ini, maka Bank wajib menyelenggarakan penyimpanan kas
umum Negara dan bertindak sebagai pemegang kas Republik Indonesia.
(2) Bank wajib menyelenggarakan pemindahan uang untuk Pemerintah di antara kantor-kantornya.
(3) Dalam pengeluaran surat-surat hutang atas beban Negara, bank wajib memberikan bantuan sebesar-
besarnya. Dengan adanya ketentuan tersebut di atas, maka dimungkinkan pemusatan dari
penyimpanan semua Keuangan Negara sehingga dapat dicapai penata-usahaan yang lebih effisien
dari penerimaan dan pengeluaran Negara.
(4) Cukup jelas.
Pasal 35.
(1) Untuk memenuhi kekurangan likwiditas, Bank dapat memberikan kepada Pemerintah kredit dalam
rekening-koran atas jaminan penuh dalam kertas perbendaharaan Negara. Kredit itu dapat diberikan
di sampigng, untuk membiayai kekurangan pendapatan karena ketidak-samaan waktu antara
pendapatan dan pengeluaran, juga untuk membiayai defisit sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Apabila dalam tahun Anggaran yang sedang berjalan terdapat tanda-tanda bahwa kredit yang
dibutuhkan itu akan melampaui jumlah yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
tersebut, maka Pemerintah wajib dengan segera melaporkannya dan mengajukan tambahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Sebelum tambahan tersebut disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Bank tidak diperkenankan
untuk memberi kredit kepada Pemerintah.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Apabila tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir, maka selambat-lambatnya dalam waktu 3
(tiga) bulan, Pemerintah wajib memberikan, laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang
realisasi penggunaan kredit atas dasar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang bersangkutan
disertai usul-usul penyelesaiannya.
Dalam hubungan ini selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan cara penyelesaian kredit
dalam rangka usaha mencapai stabilitas nilai rupiah.
Mengingat bahwa cara demikian baru untuk pertama kali dilakukan, maka Dewan Perwakilan Rakyat
perlu pula menetapkan cara penyelesaian dari kredit Pemerintah yang ada pada dewasa ini. sehingga
dengan demikian Pemerintah dapat mulai dengan lembaran baru dalam melaksanakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 36.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
(1) Apabila penerimaan Negara dari Pajak, laba perusahaan- perusahaan Negara dan lain sebagainya
tidak cukup untuk membiayai pengeluaran Negara seluruhnya, maka kekurangan tersebut diatas
harus diusahakan sedapat mungkin ditutup dengan hasil pinjaman-pinjaman dari masyarakat.
Dalam penempatan pindjaman-pinjaman Negara yang diatur oleh/atau berdasarkan Undang-
undang sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut Bank memberikan
bantuannya secara aktif.
(2) Cukup jelas.
Pasal 37.
Dalam menjalankan tugasnya Bank wajib berusaha menciptakan suatu iklim yang sebaik-baiknya untuk
dapat mendorong masyarakat menyimpan dana-dananya ke dalam perbankan atau menjalankan kegiatan usahanya
dengan mempergunakan jasa-jasa perbankan.
Pasal 38.
(1) Cukup jelas.
(2) Dengan adanya ketentuan dalam ayat ini, maka Bank adalah satu-satunya Lembaga Negara yang
menguasai, mengurus dan menyelenggarakan tata-usaha cadangan emas dan devisa milik Negara.
Termasuk pula dalam cadangan emas dan devisa adalah hak atas devisa yang dapat setiap waktu
ditarik (drawing rights) dari sesuatu badan keuangan internasional. Pemerintah menetapkan syarat-
syarat pembayaran berkenaan dengan perjanjian-perjanjian pinjaman yang
mengakibatkan
kewajiban pembayaran atas beban dadangan emas dan devisa milik Negara dengan maksud untuk
dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara kemapuan dan kewajiban. Oleh karena
berdasarkan perkembangan keadanan devisa pada dewasa ini sulit untuk menetapkan jumlah
cadangan minimum emas dan devisa milik Negara yang harus dipelihara, maka untuk sementara
waktu penetapan
jumlah cadangan minimum tersebut
ditetapkan
tersebut ditetapkan oleh Bank. Apabila keadaan telah memungkinkan kembali, maka penetapan
cadangan minimum emas dan devisa milik Negara sewajarnya dilakukan dengan Undang-undang
berdasarkan perbandingan yang lebih tepat antara kemampuan dan kewajiban.
Pasal 39.
(1) Dengan pasal ini kepada Bank diberikan wewenang untuk mengambil tindakan pengamanan yang
dipandangnya perlu, apabila perkembangan neraca pembayaran menunjukkan gejala-gejala yang
mengakibatkan turunnya cadangan emas dan devisa milik Negara, dibawah cadangan minimum yang
telah ditetapkan.
Dengan sendirinya perkembangan tersebut diatas dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Pemerintah
melalui Dewan Moneter. Dewan Moneter meneruskan persoalan tersebut kepada Pemerintah dengan
disertai pertimbangan-pertimbangannya.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Direksi Bank menjyampaikan laporan
tersebut, Pemerintah wajib menetapkan tindakan-tindakan selanjutnya untuk mengatasi keadaan
tersebut.
Pasal 40.
Cukup jelas.
Pasal 41.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
jumlah cadangan minimum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Bank menyelenggarakan usaha-usaha dalam pasal ini semata-mata dalam rangka tugasnya sebagai Bank
Sentral.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan menguangkan kepada Bank kertas-kertas
berharga sebagaimana dimaksudkan dalam ayat ini.
(4) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan Bank secara aktif turut serta dalam pasar uang
dan modal.
(5) Cukup jelas.
(6) Cukup jelas.
(7) Cukup jelas.
Pasal 42.
Cukup jelas.
Pasal 43.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Cukup jelas.
Pasal 44.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 45.
Cukup jelas.
Pasal 46.
Laporan tahunan ini diumumkan oleh Bank secara luas kepada masyarakat.
Pasal 47.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.-
(4) Pemerintah dalam mengesahkan neraca dan perhitungan laba-rugi yang disusun oleh Direksi
menggunakan Direktorat Akuntan Negara untuk memeriksa neraca dan perhitungan laba-rugi
tersebut.
(5) Cukup jelas.
(6) Sisa laba sebagaimana dimaksud dalam huruf e ayat ini pada dasarnya masuk dalam Kas Negara.
Dalam penggunaan sisa laba tersebut Pemerintah juga memperhatikan keperluan-keperluan di
bidang sosial.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Pasal 48.
Keterangan dan bahan-bahan yang diminta oleh Bank bukan untuk maksud pemeriksaan melainkan
diperlukan antara lain guna penyusunan laporan di bidang ekonomi dan keuangan yang sifatnya sangat luas.
Keterangan-keterangan dan bahan-bahan dari perbankan dapat diminta oleh Bank berdasarkan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang Perbankan 1967.
Pasal 49.
(1) Cukup jelas.
(2) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 50.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya tugas dan kewajiban Bank secara effektif.
Pasal 51.
(1) Dalam peralihan hak dan kewajiban serta kekayaan dan perlengkapan maka untuk permodalan
Bank, bagi rekening-rekening cadangan dan bagian sisa laba Bank Negara Indonesia Unit I yang
belum dibagikan, dipindahkan ke rekening modal Bank.
Selama modal Bank belum mencapai jumlah tersebut dalam Pasal 4, maka bagian sisa laba Bank yang
menurut Pasal 47 ayat (6) huruf a diperuntukkan cadangan umum dimasukkan ke rekening modal.
Agar modal Bank selekas-lekasnya terpenuhi, maka tiap tahun Pemerintah menetapkan jumlah dari
sisa laba termaksud Pasal 47 ayat (6) huruf e yang harus dipindahkan ke rekening modal.
(2) Cukup jelas.
(3) Selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun harus telah terbentuk susunan Direksi berdasarkan
Undang-undang ini.
Pasal 52.
Cukup jelas.
Pasal 53.
Cukup jelas.
Pasal 54.
(1) Cukup jelas.
(1) Cukup jelas.
(3) Cukup jelas.
Pasal 55.
Cukup jelas.
Pasal 56.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Saat berlakunya Undang-undang ini perlu ditetapkan oleh Menteri Keuangan oleh karena persiapan-
persiapan di dalam dan di luar Negeri yang diperlukan untuk menampung akibat-akibat dari peralihan Bank
Negara Indnesia Unit I ke dalam Bank Indonesia harus selesai tepat pada waktunya sehingga pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia dapat melakukan tugasnva dengan lancar.
file:///C|/Users/yulianta/Desktop/temp/UNDANG-UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA.htm[14/10/2011 15:59:21]
| <reg_id> 13/UU/1968 </reg_id>
<reg_title> BANK SENTRAL </reg_title>
<set_date> 7 Desember 1968 </set_date>
<issued_date> 7 Desember 1968 </issued_date>
<replaced_reg> '11/UU/1953', '8/PENPRES/1965', '9/PENPRES/1965', '10/PENPRES/1965', '11/PENPRES/1965', '13/PENPRES/1965', '16/PENPRES/1965', '17/PENPRES/1965', '18/PENPRES/1965' </replaced_reg>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33', '32/UU/1964', '14/UU/1967', 'XXIII/MPRS/1966|TAP-MPRS/1966 | Pasal 55', 'XLIV/MPRS/1968|TAP-MPRS/1968' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB XVI' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
TRANSFER DANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah
menunjukkan peningkatan, baik dari jumlah transaksi,
jumlah nilai nominal transaksi, maupun jenis media yang
digunakan;
b. bahwa seiring dengan peningkatan transaksi
perkembangan media transfer dana dan permasalahan
yang terjadi, diperlukan pengaturan yang menjamin
keamanan dan kelancaran transaksi transfer dana serta
memberikan kepastian bagi pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan kegiatan transfer dana;
c. bahwa penyelenggaraan transfer dana yang aman, lancar,
dan memberikan kepastian bagi pihak terkait diharapkan
dapat mewujudkan kelancaran sistem pembayaran
nasional;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Transfer Dana;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23D Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang–
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
3. Undang-Undang . . .
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4962);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5164);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TRANSFER DANA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai
dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan
memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang
disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan
diterimanya Dana oleh Penerima.
2. Penyelenggara . . .
- 3 -
2. Penyelenggara Transfer Dana, yang selanjutnya disebut
Penyelenggara, adalah Bank dan badan usaha berbadan
hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan
kegiatan Transfer Dana.
3. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
4. Dana adalah:
a. uang tunai yang diserahkan oleh Pengirim kepada
Penyelenggara Penerima;
b. uang yang tersimpan dalam Rekening Pengirim pada
Penyelenggara Penerima;
c. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara
Penerima pada Penyelenggara Penerima lain;
d. uang yang tersimpan dalam Rekening Penerima pada
Penyelenggara Penerima Akhir;
e. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara
Penerima yang dialokasikan untuk kepentingan
Penerima yang tidak mempunyai Rekening pada
Penyelenggara tersebut; dan/atau
f. fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang
diberikan Penyelenggara kepada Pengirim.
5. Perintah Transfer Dana adalah perintah tidak bersyarat
dari Pengirim kepada Penyelenggara Penerima untuk
membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada Penerima.
6. Pengirim (Sender) adalah Pengirim Asal, Penyelenggara
Pengirim Asal, dan semua Penyelenggara Penerus yang
menerbitkan Perintah Transfer Dana.
7. Pengirim Asal (Originator) adalah pihak yang pertama kali
mengeluarkan Perintah Transfer Dana.
8. Penyelenggara Pengirim adalah Penyelenggara Pengirim
Asal dan/atau Penyelenggara Penerus yang mengirimkan
Perintah Transfer Dana.
9. Penyelenggara Pengirim Asal adalah Penyelenggara yang
menerima Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal
untuk membayarkan atau memerintahkan kepada
Penyelenggara lain untuk membayar sejumlah Dana
tertentu kepada Penerima.
10. Penyelenggara . . .
- 4 -
10. Penyelenggara Penerima adalah Penyelenggara Pengirim
Asal, Penyelenggara Penerus, dan/atau Penyelenggara
Penerima Akhir yang menerima Perintah Transfer Dana,
termasuk bank sentral dan Penyelenggara lain yang
menyelenggarakan kegiatan penyelesaian pembayaran
antar-Penyelenggara.
11. Penyelenggara Penerus adalah Penyelenggara Penerima
selain Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara
Penerima Akhir.
12. Penyelenggara Penerima Akhir adalah Penyelenggara yang
melakukan pembayaran atau menyampaikan Dana hasil
transfer kepada Penerima.
13. Penerima (Beneficiary) adalah pihak yang disebut dalam
Perintah Transfer Dana untuk menerima Dana hasil
transfer.
14. Autentikasi (Authentication) adalah prosedur yang
dilakukan oleh Penyelenggara Penerima untuk
memastikan bahwa penerbitan suatu Perintah Transfer
Dana, perubahan, atau pembatalannya benar-benar
dilakukan oleh pihak yang dalam Perintah Transfer Dana
dimaksudkan sebagai Pengirim yang berhak.
15. Pengaksepan (Acceptance) adalah kegiatan Penyelenggara
Penerima yang menunjukkan persetujuan untuk
melaksanakan atau memenuhi isi Perintah Transfer Dana
yang diterima.
16. Tanggal Pelaksanaan (Execution Date) adalah tanggal
tertentu Penyelenggara Penerima wajib melaksanakan
Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal.
17. Tanggal Pembayaran (Payment Date) adalah tanggal saat
Penyelenggara Penerima Akhir wajib menyediakan Dana
yang dapat digunakan untuk kepentingan Penerima.
18. Rekening adalah rekening giro, rekening tabungan,
rekening lain, atau bentuk pencatatan lain, baik yang
dimiliki oleh perseorangan, institusi, maupun bersama,
yang dapat didebit dan/atau dikredit dalam rangka
pelaksanaan Transfer Dana, termasuk Rekening
antarkantor Penyelenggara yang sama.
19. Sistem . . .
- 5 -
19. Sistem Transfer Dana adalah sistem terpadu untuk
memproses perintah Transfer Dana dengan menggunakan
sarana elektronik atau sarana lain sesuai dengan
peraturan.
20. Perintah Transfer Debit adalah perintah tidak bersyarat
dari Pengirim Transfer Debit kepada Penyelenggara
Pengirim Transfer Debit untuk menagih sejumlah Dana
tertentu kepada Penyelenggara Pembayar Transfer Debit
agar dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit.
21. Pengirim Transfer Debit adalah Pengirim Asal Transfer
Debit, Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit, dan
semua Penyelenggara Penerus Transfer Debit yang
menerbitkan Perintah Transfer Debit.
22. Pengirim Asal Transfer Debit atau Penerima Akhir
Transfer Debit adalah pihak yang pertama kali
menyerahkan Perintah Transfer Debit kepada
Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit yang
sekaligus merupakan pihak yang berhak menerima Dana.
23. Pembayar Transfer Debit adalah pihak yang mempunyai
kewajiban untuk membayar sejumlah Dana tertentu
kepada Penerima Akhir Transfer Debit melalui
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit.
24. Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit atau
Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit adalah
Penyelenggara yang menerima Perintah Transfer Debit
dari Penerima Akhir Transfer Debit atau pihak yang
menerbitkan Perintah Transfer Debit untuk
kepentingannya sendiri, kemudian memerintahkan
Penyelenggara
Pembayar Transfer Debit untuk
membayarkan sejumlah Dana tertentu kepada
Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit untuk
dibayarkan kepada Penerima Akhir Transfer Debit.
25. Penyelenggara Pengirim Transfer Debit adalah
Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit dan/atau
Penyelenggara Penerus Transfer Debit yang mengirimkan
Perintah Transfer Debit.
26. Penyelenggara . . .
- 6 -
26. Penyelenggara
Penyelenggara
Penerima Transfer Debit adalah
Penerima Akhir Transfer Debit,
Penyelenggara Penerus Transfer Debit, dan/atau
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang menerima
Perintah Transfer Debit, termasuk bank sentral dan
Penyelenggara lain yang menyelenggarakan kegiatan
penyelesaian akhir (settlement) pembayaran antar-
Penyelenggara.
27. Penyelenggara Penerus Transfer Debit adalah
Penyelenggara
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit yang meneruskan
Perintah Transfer Debit.
28. Penyelenggara Pembayar Transfer Debit adalah
Penyelenggara yang melakukan pembayaran atau
menyampaikan Dana hasil transfer kepada Penerima
Akhir Transfer Debit.
29. Hari Kerja adalah hari Penyelenggara Penerima membuka
kantor untuk melaksanakan kegiatan Transfer Dana.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku untuk:
a. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra-
Penyelenggara dalam rupiah atau valuta asing yang
Penyelenggara Pengirim dan Penyelenggara Penerima
seluruhnya berada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan/atau
b. Transfer Dana antar-Penyelenggara atau intra-
Penyelenggara ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang melibatkan Penyelenggara di
Indonesia, baik sebagai Penyelenggara Pengirim Asal,
Penyelenggara Penerus, maupun Penyelenggara Penerima
Akhir, sepanjang Perintah Transfer Dana telah atau masih
berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga . . .
Penerima Transfer Debit selain
- 7 -
Bagian Ketiga
Prinsip Umum
Pasal 3
Undang-Undang ini menganut prinsip umum sebagai berikut:
a. setiap kantor Penyelenggara, baik Penyelenggara yang
sama maupun Penyelenggara yang berbeda, dianggap
sebagai pihak yang berbeda dalam proses Transfer Dana;
b. tidak diberlakukannya prinsip berlaku surut sejak pukul
00.00 (zero hour rules);
c. prinsip pembayaran atau penyelesaian pembayaran yang
telah memenuhi persyaratan bersifat final (finality of
payment/finality of settlement);
d. diberlakukannya prinsip penyerahan terhadap pembayaran
(delivery versus payment); dan
e. diakuinya mekanisme netting dalam suatu Sistem Transfer
Dana yang efisien.
Pasal 4
Ketentuan intern Penyelenggara yang berkaitan dengan
pelaksanaan Transfer Dana, baik untuk keperluan
Penyelenggara
hubungannya dengan nasabah, tidak boleh bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
Pasal 5
(1) Perintah Transfer Dana yang telah memperoleh
Pengaksepan berlaku sebagai perjanjian.
(2) Perjanjian yang menyebabkan timbulnya Transfer Dana
antara Pengirim Asal dan Penerima, perjanjian antara
Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal,
perjanjian antara Penyelenggara Pengirim Asal dan
Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima
Akhir, serta perjanjian antara Penyelenggara Penerus dan
Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima
Akhir masing-masing merupakan perjanjian yang
terpisah dan berdiri sendiri.
(3) Dalam . . .
yang bersangkutan maupun dalam
- 8 -
(3) Dalam hal perjanjian antara Pengirim Asal dan
Penyelenggara
Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerus
atau Penyelenggara Penerima Akhir, serta perjanjian
antara Penyelenggara Penerus dan Penyelenggara Penerus
atau Penyelenggara Penerima Akhir dibuat secara baku,
klausul dalam perjanjian tersebut tunduk pada peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana,
Penyelenggara dapat meneliti perjanjian atau melakukan
verifikasi dokumen perjanjian antara Pengirim dan
Penerima yang menyebabkan timbulnya Transfer Dana,
kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
Pasal 6
Untuk keperluan konfirmasi dalam transaksi Transfer Dana
yang dilakukan secara elektronik, pemberitahuan nomor
Rekening dan/atau nama Penerima dapat dikecualikan dari
ketentuan rahasia Bank.
Bagian Keempat
Bentuk Perintah Transfer Dana
Pasal 7
(1) Perintah Transfer Dana dapat disampaikan secara tertulis
atau elektronik.
(2) Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diberikan untuk satu kali pembayaran atau
lebih.
BAB II . . .
Pengirim Asal, perjanjian antara
- 9 -
BAB II
PELAKSANAAN TRANSFER DANA
Bagian Kesatu
Penerbitan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal
Pasal 8
(1) Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya
informasi:
a. identitas Pengirim Asal;
b. identitas Penerima;
c. identitas Penyelenggara Penerima Akhir;
d. jumlah Dana dan jenis mata uang yang ditransfer;
e. tanggal Perintah Transfer Dana; dan
f. informasi lain yang menurut peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Transfer Dana wajib
dicantumkan dalam Perintah Transfer Dana.
(2) Identitas Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi sekurang-kurangnya nama dan
nomor Rekening atau apabila Pengirim Asal tidak
memiliki Rekening pada Penyelenggara Pengirim Asal,
identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama
dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Identitas Penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi sekurang-kurangnya nama dan nomor
Rekening atau apabila Penerima tidak memiliki Rekening
pada Penyelenggara Penerima Akhir, identitas tersebut
meliputi sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Informasi identitas Penyelenggara Penerima Akhir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
dicantumkan dalam Perintah Transfer Dana yang
dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh
Penerima.
(5) Informasi . . .
- 10 -
(5) Informasi identitas Pengirim Asal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat diteruskan kepada Penerima jika
terdapat permintaan dari Pengirim Asal kepada
Penyelenggara Pengirim Asal untuk meneruskan
informasi tersebut kepada Penerima.
(6) Pengirim Asal dapat mencantumkan berita atau pesan
dalam Perintah Transfer Dana.
(7) Dalam hal Pengirim Asal mencantumkan berita atau
pesan dalam Perintah Transfer Dana, Penyelenggara
Pengirim Asal harus menginformasikan berita atau pesan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada
Penyelenggara Penerima untuk diinformasikan kepada
Penerima.
(8) Tata cara Transfer Dana dari dan ke luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 9
(1) Pengirim Asal wajib mengisi informasi secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali
untuk Perintah Transfer Dana yang dananya
dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh Penerima
yang pengisiannya dilakukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (4).
(2) Dalam hal Pengirim Asal tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara
Pengirim Asal berhak untuk tidak melaksanakan Perintah
Transfer Dana.
(3) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal tidak
melaksanakan Perintah Transfer Dana karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara
Pengirim Asal wajib memberitahukannya kepada Pengirim
Asal mengenai tidak dapat dilaksanakannya Perintah
Transfer Dana beserta alasannya paling lambat pada Hari
Kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya Perintah
Transfer Dana dari Pengirim Asal.
(4) Jangka waktu pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dikecualikan berdasarkan
kesepakatan antara Penyelenggara Pengirim Asal dan
Pengirim Asal.
Pasal 10 . . .
- 11 -
Pasal 10
Pengirim Asal dapat mencantumkan Tanggal Pelaksanaan
dalam Perintah Transfer Dana berdasarkan kesepakatan
dengan Penyelenggara Pengirim Asal.
Pasal 11
Pengirim Asal berhak mendapatkan informasi dari
Penyelenggara Pengirim Asal mengenai perkiraan jangka
waktu pelaksanaan Transfer Dana.
Pasal 12
(1) Pengirim Asal dapat mencantumkan Tanggal Pembayaran
dalam Perintah Transfer Dana sepanjang tidak
ditentukan lebih awal dari tanggal diterimanya Perintah
Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerima Akhir.
(2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal menyetujui
pencantuman Tanggal Pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal
menjamin Dana dapat dibayarkan kepada Penerima
sesuai dengan Tanggal Pembayaran yang tercantum
dalam Perintah Transfer Dana.
(3) Dalam hal Tanggal Pembayaran Perintah Transfer Dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggal
hari libur, Tanggal Pembayaran Perintah Transfer Dana
menjadi tanggal Hari Kerja berikutnya.
Pasal 13
Perintah Transfer Dana dianggap telah diterbitkan oleh
Pengirim Asal apabila Perintah Transfer Dana telah dikirim
oleh Pengirim Asal dan diterima oleh Penyelenggara Pengirim
Asal.
Bagian Kedua . . .
- 12 -
Bagian Kedua
Pelaksanaan Perintah Transfer Dana
oleh Penyelenggara Pengirim
Paragraf 1
Pelaksanaan Perintah Transfer Dana
oleh Bank Pengirim Asal
Pasal 14
(1) Penyelenggara Pengirim Asal melaksanakan Perintah
Transfer Dana sesuai dengan isi Perintah Transfer Dana
yang diterima dari Pengirim Asal dengan memperhatikan
Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan
lain.
(2) Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana dari
Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal wajib
memperhatikan perjanjian antara Pengirim Asal dan
Penyelenggara Pengirim Asal.
(3) Dalam hal Dana yang akan ditransfer berasal dari setoran
tunai, Penyelenggara Pengirim Asal dapat meneliti
kewenangan Pengirim Asal atas Dana yang akan
ditransfer,
kecuali diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Penyelenggara
Pengirim Asal dapat melakukan
Pengaksepan terhadap Perintah Transfer Dana apabila
memenuhi persyaratan:
a. Perintah Transfer Dana memuat informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali
informasi identitas Penyelenggara Penerima Akhir bagi
Transfer Dana yang diserahkan secara tunai;
b. tersedia Dana yang cukup dari Pengirim Asal;
c. Penyelenggara Pengirim Asal telah melakukan
Autentikasi; dan
d. Perintah Transfer Dana telah memenuhi peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Transfer
Dana.
(2) Penyelenggara Pengirim Asal hanya dapat menolak
melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana atas
dasar alasan yang wajar.
Pasal 16 . . .
- 13 -
Pasal 16
(1) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal melakukan
Pengaksepan, Pengaksepan tersebut wajib dilakukan
dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal
diterimanya Perintah Transfer Dana dari Pengirim Asal.
(2) Penyimpangan terhadap waktu Pengaksepan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan apabila terdapat:
a. alasan yang wajar dan paling lambat dilakukan pada
Hari Kerja berikutnya setelah diterimanya Perintah
Transfer Dana; atau
b. kesepakatan tentang waktu Pengaksepan antara
Penyelenggara Pengirim Asal dan Pengirim Asal yang
terekam dan/atau tercatat dalam administrasi
Penyelenggara Pengirim Asal.
Pasal 17
(1) Dalam hal persyaratan Pengaksepan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) terpenuhi,
Penyelenggara Pengirim Asal dianggap telah melakukan
Pengaksepan jika melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. melakukan pendebitan Rekening Pengirim Asal;
b. menerbitkan Perintah Transfer Dana yang
dimaksudkan untuk melaksanakan Perintah Transfer
Dana yang diterima dari Pengirim Asal; atau
c. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada
Pengirim Asal melalui media yang disepakati antara
Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal.
(2) Penyelenggara Pengirim Asal dianggap telah melakukan
Pengaksepan apabila telah menerima Perintah Transfer
Dana dan tidak memberikan penolakan dalam waktu 1
(satu) Hari Kerja berikutnya setelah tanggal Perintah
Transfer Dana diterima.
(3) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal melakukan lebih
dari satu kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), saat Pengaksepan terhitung sejak kegiatan
Pengaksepan yang dilakukan lebih dahulu.
(4) Pelaksanaan . . .
- 14 -
(4) Pelaksanaan pendebitan Rekening sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan Perintah
Transfer Dana oleh Penyelenggara Pengirim Asal.
(5) Apabila pelaksanaan pendebitan Rekening Pengirim Asal
oleh Penyelenggara Pengirim Asal dilakukan lebih awal
dari tanggal penerbitan Perintah Transfer Dana,
Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa,
bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal terhitung
sejak tanggal pendebitan Rekening Pengirim Asal sampai
dengan tanggal penerbitan Perintah Transfer Dana.
Pasal 18
Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf b telah diterbitkan apabila Perintah Transfer
Dana telah dikirim oleh Penyelenggara Pengirim Asal kepada
Penyelenggara Penerima dan telah diterima oleh
Penyelenggara Penerima, baik secara langsung maupun
melalui Sistem Transfer Dana.
Pasal 19
(1) Penyelenggara Pengirim Asal dapat menolak melakukan
Pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan
dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya
setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari
Pengirim Asal, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal menolak
melakukan Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Penyelenggara
Pengirim Asal wajib
memberitahukan penolakan tersebut beserta alasannya
kepada Pengirim Asal pada tanggal yang sama dengan
tanggal penolakan Pengaksepan.
(3) Apabila Penyelenggara Pengirim Asal tidak melaksanakan
Perintah Transfer Dana setelah melakukan Pengaksepan,
Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa,
bunga, atau kompensasi kepada Pengirim Asal yang
dihitung sejak tanggal Pengaksepan sampai dengan
tanggal pengembalian Dana.
Pasal 20 . . .
- 15 -
Pasal 20
Penyelenggara Pengirim Asal yang telah melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab
kepada Pengirim Asal atas terlaksananya Perintah Transfer
Dana sampai dengan Pengaksepan oleh Penyelenggara
Penerima Akhir sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 21
(1) Penyelenggara Pengirim Asal yang telah melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana tetap bertanggung
jawab untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana
walaupun terjadi keadaan sebagai berikut:
a. bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik
bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang
ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau
lokasi Penyelenggara Pengirim Asal yang sedang
melaksanakan Perintah Transfer Dana;
b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau
nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap
pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat
dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim Asal;
c. kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana;
atau
d. hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Penyelenggara Pengirim Asal yang tidak
melakukan Perintah Transfer Dana setelah melakukan
Pengaksepan tetap berkewajiban membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada Pengirim Asal atas Dana yang
seharusnya ditransfer.
Pasal 22
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Penyelenggara Pengirim Asal harus memberitahukan
dan melakukan tindak lanjut penanganan Perintah Transfer
Dana kepada Pengirim Asal.
Pasal 23 . . .
- 16 -
Pasal 23
(1) Pelaksanaan Perintah Transfer Dana tidak dilanjutkan
oleh Penyelenggara Pengirim Asal jika terdapat perintah,
penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang
berwenang dari negara asal atau negara tertuju yang
melarang pelaksanaan Perintah Transfer Dana.
(2) Dalam hal Transfer Dana tidak dapat diselesaikan oleh
Penyelenggara
Pengirim Asal karena keadaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dana transfer
diperlakukan sesuai dengan perintah, penetapan,
putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang.
Pasal 24
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23, Penyelenggara Pengirim Asal harus memberitahukan
keadaan tersebut kepada Pengirim Asal pada hari yang sama
atau paling lambat pada Hari Kerja berikutnya.
Pasal 25
Dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana, Penyelenggara
Pengirim Asal dapat menggunakan jasa Penyelenggara
Penerus.
Pasal 26
Dalam hal penggunaan Penyelenggara Penerus ditetapkan
oleh Penyelenggara Pengirim Asal dan Penyelenggara Penerus
tidak dapat melaksanakan Perintah Transfer Dana karena
dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau
dinyatakan pailit, Penyelenggara Pengirim Asal wajib
menerbitkan Perintah Transfer Dana baru atas beban
Penyelenggara Pengirim Asal tanpa menunggu pengembalian
Dana dari Penyelenggara Penerus yang dibekukan kegiatan
usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit.
Pasal 27 . . .
- 17 -
Pasal 27
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan
jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), Pasal 19 ayat
(3), dan Pasal 21 ayat (2) serta tata cara pemberitahuan dan
penanganan Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
Paragraf 2
Pelaksanaan Perintah Transfer Dana
oleh Penyelenggara Penerus
Pasal 28
Kecuali diatur secara khusus dalam Paragraf ini, ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal
27 berlaku juga terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana
dan pelaksanaan atau penolakan Pengaksepan Perintah
Transfer Dana oleh Penyelenggara Penerus dengan
penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara
Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus sebelumnya.
Pasal 29
Penyelenggara Penerus melaksanakan Perintah Transfer Dana
jika telah tersedia Dana yang cukup pada salah satu Rekening
sebagai berikut:
a. Rekening Penyelenggara Penerus di Penyelenggara
Pengirim;
b. Rekening Penyelenggara Pengirim di Penyelenggara
Penerus;
c. Rekening Penyelenggara Penerus di Penyelenggara lain;
atau
d. Rekening Penyelenggara Penerus di bank sentral.
Pasal 30 . . .
- 18 -
Pasal 30
Dalam hal Penyelenggara Penerus menerima Perintah Transfer
Dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal
diterimanya Dana pada Rekening sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29, dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 16 dan Pasal 17, Pengaksepan
Perintah Transfer Dana dilaksanakan oleh Penyelenggara
Penerus pada tanggal yang lebih akhir di antara kedua tanggal
tersebut.
Pasal 31
Penyelenggara Penerus yang telah melakukan Pengaksepan
Perintah Transfer Dana bertanggung jawab kepada
Penyelenggara Pengirim sebelumnya atas terlaksananya
Perintah Transfer Dana sampai dengan Pengaksepan oleh
Penyelenggara Penerima Akhir sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Perintah Transfer Dana
oleh Penyelenggara Penerima Akhir
Pasal 32
Kecuali diatur secara khusus dalam Bagian ini, pelaksanaan
Perintah Transfer Dana dan pelaksanaan atau penolakan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara
Penerima Akhir dilakukan sesuai dengan pelaksanaan
Perintah Transfer Dana dan pelaksanaan atau penolakan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana oleh Penyelenggara
Pengirim Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai
dengan Pasal 27 dengan penyesuaian penyebutan Pengirim
Asal menjadi Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara
Penerus.
Pasal 33
Penyelenggara Penerima Akhir melaksanakan perintah
Transfer Dana jika telah tersedia Dana yang cukup pada salah
satu Rekening sebagai berikut:
a. Rekening . . .
- 19 -
a. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di Penyelenggara
Pengirim;
b. Rekening Penyelenggara Pengirim di Penyelenggara
Penerima Akhir;
c. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di Penyelenggara
lain; atau
d. Rekening Penyelenggara Penerima Akhir di bank sentral.
Pasal 34
(1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir menerima
Perintah Transfer Dana tidak pada tanggal yang sama
dengan tanggal diterimanya Dana pada Rekening
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17,
Pengaksepan Perintah Transfer Dana dilaksanakan oleh
Penyelenggara Penerima Akhir pada tanggal yang lebih
akhir di antara kedua tanggal tersebut.
(2) Dalam hal Perintah Transfer Dana mencantumkan
Tanggal Pembayaran dan Tanggal Pembayaran tersebut
lebih akhir dari tanggal Pengaksepan, nilai Dana yang
dibayarkan dihitung sesuai dengan tanggal valuta pada
saat Pengaksepan.
Pasal 35
Penyelenggara Penerima Akhir yang telah melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana bertanggung jawab
kepada Penyelenggara Pengirim sebelumnya atas
terlaksananya Perintah Transfer Dana untuk kepentingan
Penerima sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini
dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 36
(1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan
Pengaksepan, Pengaksepan tersebut wajib dilakukan
dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal
diterimanya Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara
Pengirim sebelumnya.
(2) Penyelenggara . . .
- 20 -
(2) Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara
Pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan
sebagai berikut:
a. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada
Penyelenggara Pengirim sebelumnya;
b. melakukan pendebitan Rekening Penyelenggara
Pengirim sebelumnya pada Penyelenggara Penerima
Akhir;
c. mengalokasikan Dana untuk kepentingan Penerima;
d. menerima Perintah Transfer Dana dari Penyelenggara
Pengirim sebelumnya dan antara Penyelenggara
Penerima Akhir dan Penyelenggara Pengirim tersebut
telah terdapat perjanjian bahwa setiap Perintah
Transfer Dana yang diterima dari Penyelenggara
Pengirim akan dilaksanakan oleh Penyelenggara
Penerima Akhir;
e. mengkredit Rekening Penerima pada Penyelenggara
Penerima Akhir; atau
f. mengirimkan pemberitahuan kepada Penerima bahwa
Penerima mempunyai hak untuk mengambil Dana
hasil transfer.
(3) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan
lebih dari satu kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), saat Pengaksepan terhitung sejak dilakukan
Pengaksepan yang lebih dahulu terjadi.
(4) Penyelenggara Penerima Akhir dianggap telah melakukan
Pengaksepan apabila Penyelenggara Penerima Akhir tidak
melakukan salah satu kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) pada Hari Kerja berikutnya setelah tanggal
diterimanya Perintah Transfer Dana dan Dana dari
Penyelenggara Pengirim sebelumnya.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dikecualikan jika terdapat kesepakatan antara
Penyelenggara Penerima Akhir dan Penyelenggara
Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus tentang waktu
Pengaksepan yang terekam dan/atau tercatat dalam
administrasi Penyelenggara Penerima Akhir.
(6) Dalam . . .
- 21 -
(6) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir dibekukan
kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan
pailit sebelum melakukan salah satu kegiatan
Pengaksepan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetapi
Perintah Transfer Dana dan dananya telah diterima oleh
Penyelenggara Penerima Akhir dan tidak terdapat
kekeliruan transfer dari Penyelenggara Pengirim,
Penyelenggara Penerima Akhir dianggap telah melakukan
Pengaksepan atas Perintah Transfer Dana.
Pasal 37
(1) Dana hasil transfer yang harus diambil secara tunai oleh
Penerima, tetapi belum diambil dalam jangka waktu
tertentu setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2) huruf f, Penyelenggara Penerima
Akhir memberitahukan kembali sebanyak 2 (dua) kali
kepada Penerima dalam jangka waktu yang wajar.
(2) Dalam hal Dana hasil transfer setelah diberitahukan
sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak diambil oleh Penerima, Dana tersebut
dikembalikan kepada Penyelenggara Pengirim Asal untuk
diserahkan kembali kepada Pengirim Asal.
(3) Dalam hal Pengirim Asal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak diketahui keberadaannya dalam waktu 90
(sembilan puluh) hari, Dana hasil transfer tersebut
diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal kepada
Balai Harta Peninggalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Penyelenggara Penerima Akhir dapat menolak melakukan
Pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan
dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya
setelah tanggal diterimanya Perintah Transfer Dana dari
Penyelenggara Pengirim sebelumnya, kecuali
diperjanjikan lain.
(2) Penolakan beserta alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberitahukan kepada Penyelenggara Pengirim
sebelumnya pada tanggal yang sama dengan tanggal
penolakan Pengaksepan.
(3) Pemberitahuan . . .
- 22 -
(3) Pemberitahuan pada tanggal yang sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika tidak terdapat
informasi yang cukup mengenai identitas Penyelenggara
Pengirim sebelumnya.
(4) Apabila Penyelenggara Penerima
Akhir tidak
melaksanakan Perintah Transfer Dana setelah melakukan
Pengaksepan, Penyelenggara Penerima Akhir wajib
membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada
Penyelenggara Pengirim sebelumnya untuk diteruskan
kepada Pengirim Asal.
(5) Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
oleh Penyelenggara Penerima Akhir kepada Penyelenggara
Pengirim sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dikecualikan jika Penyelenggara Penerima Akhir tidak
melaksanakan Perintah Transfer Dana karena perintah
undang-undang.
Pasal 39
Ketentuan mengenai tata cara Pengaksepan dan penetapan
jangka waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dan Pasal 37 serta tata cara pembayaran,
penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4)
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Keempat
Berakhirnya Proses Transfer Dana
Pasal 40
Proses Transfer Dana berakhir pada saat Dana hasil transfer
diterima oleh Penerima atau Penyelenggara Penerima Akhir
telah melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (2).
Bagian Kelima . . .
- 23 -
Bagian Kelima
Penundaan Pelaksanaan Transfer Dana
Pasal 41
Dalam hal Penyelenggara Penerima telah melakukan
Pengaksepan, Penyelenggara Penerima wajib segera
melaksanakan Perintah Transfer Dana, kecuali Penyelenggara
Penerima melakukan penundaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan atau adanya permintaan dari pihak
yang berwenang.
BAB III
PEMBATALAN DAN PERUBAHAN
TRANSFER DANA
Bagian Kesatu
Pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim
Pasal 42
(1) Pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim hanya
dapat dilakukan sepanjang permintaan pembatalan
tersebut telah diterima oleh Penyelenggara Penerima dan
Penyelenggara Penerima mempunyai waktu yang cukup
untuk
melaksanakan pembatalan dan/atau
Penyelenggara Penerima Akhir belum melakukan
langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2).
(2) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembatalan oleh Pengirim Asal hanya dapat
dilakukan dengan alasan:
a. terdapat perjanjian antara Pengirim Asal dan
Penyelenggara Pengirim Asal untuk melakukan
pembatalan tersebut; atau
b. Penyelenggara Penerima tidak melaksanakan Perintah
Transfer Dana.
(3) Dalam . . .
- 24 -
(3) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir telah
melakukan langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2), permohonan
pembatalan Perintah Transfer Dana diproses sesuai
dengan ketentuan mengenai permintaan pengembalian
Dana.
(4) Segala biaya yang timbul sehubungan dengan
pembatalan Perintah Transfer Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan
beban Pengirim yang meminta pembatalan.
(5) Penyelenggara Pengirim Asal dibebaskan dari segala
akibat hukum yang timbul sehubungan dengan
pembatalan Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
(6) Dalam hal terjadi pembatalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, Penyelenggara Pengirim Asal wajib
membayar jasa, bunga, atau kompensasi dan
mengembalikan biaya transfer kepada Pengirim Asal.
(7) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan
jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 43
Pembatalan atas Perintah Transfer Dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dilakukan secara tertulis
atau dengan sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Pasal 44
(1) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan
Pasal 43 dilakukan menurut tata cara yang berlaku
dalam setiap Sistem Transfer Dana.
(2) Dalam hal Sistem Transfer Dana tidak mengatur
mengenai ketentuan pembatalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pembatalan dilakukan dengan tata cara
sesuai dengan kesepakatan antar-Penyelenggara yang
terkait dalam proses pembatalan.
Bagian Kedua . . .
- 25 -
Bagian Kedua
Pembatalan Perintah Transfer Dana
Berdasarkan Penetapan atau Putusan Pengadilan
Pasal 45
(1) Pembatalan Perintah Transfer Dana dapat dilakukan
berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan.
(2) Penyelenggara Penerima dibebaskan dari segala akibat
hukum yang timbul sehubungan dengan pembatalan
Perintah Transfer Dana berdasarkan penetapan atau
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Bagian Ketiga
Perubahan Perintah Transfer Dana
oleh Penyelenggara Pengirim
Pasal 46
(1) Perubahan Perintah Transfer Dana hanya dapat
dilakukan oleh Penyelenggara Pengirim jika terjadi
kekeliruan yang diatur dalam BAB V Bagian Kedua
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian.
(2) Perubahan Perintah Transfer Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara
Penerima jika Penyelenggara Penerima mempunyai waktu
yang cukup untuk melaksanakan perubahan dan/atau
Penyelenggara Penerima Akhir belum melakukan
langkah-langkah Pengaksepan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2).
BAB IV . . .
- 26 -
BAB IV
PENGEMBALIAN DANA
Bagian Kesatu
Pengembalian Dana dalam Keadaan Memaksa
Pasal 47
(1) Dalam hal Perintah Transfer Dana tidak terlaksana
karena keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) serta Pengirim Asal meminta pembatalan Perintah
Transfer Dana dan pengembalian Dana transfer dari
Penyelenggara Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim
Asal wajib mengembalikan Dana kepada Pengirim Asal.
(2) Dalam hal Penyelenggara Pengirim Asal terlambat
mengembalikan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Penyelenggara Pengirim Asal wajib membayar jasa,
bunga, atau kompensasi.
Pasal 48
Dalam hal Penyelenggara Penerus tidak dapat melaksanakan
Perintah Transfer Dana, pengembalian Dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
jika penggunaan Penyelenggara Penerus terbukti
ditentukan oleh Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim
Asal wajib mengembalikan Dana kepada Pengirim Asal
setelah memperoleh pengembalian Dana dari
Penyelenggara Penerus; atau
b. jika penggunaan Penyelenggara Penerus terbukti
ditentukan oleh Penyelenggara Pengirim Asal,
Penyelenggara Pengirim Asal wajib mengembalikan Dana
kepada Pengirim Asal tanpa menunggu pengembalian
Dana dari Penyelenggara Penerus.
Pasal 49 . . .
- 27 -
Pasal 49
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan
jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) serta tata cara
pengembalian Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Kedua
Pengembalian Dana oleh Penyelenggara
yang Dibekukan Kegiatan Usaha
atau Dicabut Izin Usaha
atau Dinyatakan Pailit
Pasal 50
Dalam hal Penyelenggara Pengirim dibekukan kegiatan usaha
atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Perintah
Transfer Dana wajib diselesaikan apabila Perintah Transfer
Dana tersebut:
a. telah dilaksanakan oleh Penyelenggara Pengirim mulai
pukul 00.00 sampai dengan saat dilakukan penutupan
sistem operasional Penyelenggara Pengirim yang
dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha;
b. telah dilaksanakan oleh Penyelenggara Pengirim mulai
pukul 00.00 sampai dengan saat diucapkan putusan
pernyataan pailit Penyelenggara Pengirim; atau
c. telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana
tertentu.
Pasal 51
(1) Dalam hal Penyelenggara dibekukan kegiatan usaha atau
dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, Dana yang
sedang dalam proses Transfer Dana wajib dikembalikan
kepada:
a. Pengirim Asal, jika yang dibekukan kegiatan usaha
atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit
merupakan Penyelenggara Pengirim Asal dan Perintah
Transfer Dana belum dilaksanakan; atau
b. Pengirim . . .
- 28 -
b. Pengirim Asal, Penyelenggara Pengirim Asal, atau
Penyelenggara Penerus sebelumnya, jika yang
dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha
atau dinyatakan pailit merupakan Penyelenggara
Penerus dan Perintah Transfer Dana belum
dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan pengembalian Dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan
mengenai pengembalian Dana dengan tidak mengurangi
ketentuan mengenai kewajiban Penyelenggara Pengirim
untuk mengirim Perintah Transfer Dana baru atas beban
sendiri.
(3) Dalam hal Penyelenggara yang dibekukan kegiatan usaha
atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit
merupakan Penyelenggara Penerima Akhir, hak atas
Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara Penerima
Akhir diatur sebagai berikut:
a. merupakan hak Penerima jika tidak terdapat
kekeliruan dalam pengiriman Perintah Transfer Dana;
atau
b. merupakan hak Pengirim yang pertama kali
melakukan kekeliruan.
(4) Mekanisme pengembalian Dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin
usaha, atau kepailitan.
Pasal 52
Ketentuan mengenai kewajiban penyelesaian Perintah
Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan
kriteria Perintah Transfer Dana yang belum dilaksanakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Ketiga . . .
- 29 -
Bagian Ketiga
Pengembalian Dana Berdasarkan Penetapan
atau Putusan Pengadilan
Pasal 53
(1) Dalam hal terjadi pembatalan Perintah Transfer Dana
berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1),
Penyelenggara Penerima Akhir wajib menahan atau
menarik kembali Dana hasil transfer sepanjang masih
terdapat Dana dalam Rekening Penerima atau Dana
tersebut belum dibayarkan secara tunai kepada
Penerima.
(2) Dana yang ditahan atau ditarik kembali oleh
Penyelenggara Penerima Akhir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembalikan kepada pihak yang berhak
sesuai dengan penetapan atau putusan Pengadilan.
BAB V
KETERLAMBATAN DAN KEKELIRUAN TRANSFER DANA
SERTA TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA PENERIMA
Bagian Kesatu
Keterlambatan Transfer Dana
Pasal 54
(1) Setiap Penyelenggara yang terlambat melaksanakan
Perintah Transfer Dana bertanggung jawab dengan
membayar jasa, bunga, atau kompensasi atas
keterlambatan tersebut kepada Penerima.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan
jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 55 . . .
- 30 -
Pasal 55
Dalam hal keterlambatan pelaksanaan Perintah Transfer Dana
disebabkan oleh keterlambatan Penyelenggara Penerus atau
Penyelenggara Penerima Akhir, kewajiban pembayaran jasa,
bunga, atau kompensasi keterlambatan kepada Penerima
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) tetap
merupakan kewajiban Penyelenggara Pengirim Asal dengan
tidak mengurangi haknya untuk mengajukan penggantian
kepada Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima
Akhir yang melakukan keterlambatan dalam meneruskan
Perintah Transfer Dana.
Bagian Kedua
Kekeliruan dalam Pelaksanaan
Transfer Dana
Pasal 56
(1) Dalam hal Penyelenggara Pengirim melakukan kekeliruan
dalam pelaksanaan Transfer Dana, Penyelenggara
Pengirim harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut
dengan melakukan pembatalan atau perubahan.
(2) Penyelenggara Pengirim yang terlambat melakukan
perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi
kepada Penerima.
Pasal 57
(1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir melakukan
kekeliruan Pengaksepan Perintah Transfer Dana sehingga
Pengaksepan dilakukan untuk kepentingan penerima
yang tidak berhak, Penyelenggara Penerima Akhir wajib
melakukan koreksi atas kekeliruan Pengaksepan dan
melakukan tindakan Pengaksepan untuk kepentingan
Penerima yang berhak.
(2) Penyelenggara Penerima Akhir yang terlambat melakukan
perbaikan atas kekeliruan Pengaksepan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada Penerima.
Pasal 58 . . .
- 31 -
Pasal 58
Ketentuan mengenai jenis kekeliruan, tata cara untuk
memperbaiki kekeliruan, serta tata cara penghitungan dan
pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Penyelenggara Penerima
Dalam Membantu Pelaksanaan Transfer Dana
Pasal 59
Penyelenggara Penerima bertanggung jawab membantu
Pengirim Asal dan setiap Penyelenggara Pengirim sebelumnya
atau Penyelenggara Penerus mengenai penyelesaian
pelaksanaan Perintah Transfer Dana sampai dengan
selesainya pelaksanaan Transfer Dana, termasuk jika terjadi
pembatalan atau koreksi Perintah Transfer Dana.
BAB VI
PELAKSANAAN TRANSFER DEBIT
Pasal 60
Transfer debit merupakan rangkaian 2 (dua) kegiatan yang
tidak terpisahkan, yang meliputi:
a. permintaan pembayaran, yaitu kegiatan Penyelenggara
Pengirim Transfer Debit, baik untuk kepentingannya
sendiri maupun atas permintaan Pengirim Transfer Debit
dengan menggunakan sarana transfer debit yang
diterbitkan sendiri atau dengan menggunakan sarana
transfer debit tertentu yang diterbitkan oleh
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, untuk menagih
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit dan melakukan
Transfer Dana atas beban Penyelenggara Pembayar
Transfer Debit sendiri atau atas perintah dan beban
Pembayar Transfer Debit; dan
b. pelaksanaan . . .
- 32 -
b. pelaksanaan pembayaran, yaitu kegiatan Penyelenggara
Pembayar Transfer Debit, baik atas beban dirinya sendiri
maupun atas perintah dan beban Pembayar Transfer
Debit melaksanakan Transfer Dana kepada Penyelenggara
Penerima Akhir Transfer Debit, untuk kepentingan
Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit sendiri atau
untuk diteruskan kepada Penerima Akhir Transfer Debit.
Pasal 61
Sarana transfer debit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
berfungsi sebagai Perintah Transfer Debit.
Pasal 62
(1) Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit hanya dapat
melakukan Pengaksepan terhadap Perintah Transfer
Debit jika seluruh persyaratan sebagai berikut telah
terpenuhi:
a. Perintah Transfer Debit memuat informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali
informasi mengenai identitas Pengirim Asal Transfer
Debit;
b. Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit telah
melakukan Autentikasi jika diperlukan;
c. Perintah Transfer Debit telah memenuhi ketentuan
internal yang berlaku pada Penyelenggara Pengirim
Asal Transfer Debit; dan
d. Perintah Transfer Debit telah memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait
dengan Transfer Dana.
(2) Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit telah
melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Debit dari
Pengirim Asal Transfer Debit jika telah melakukan salah
satu kegiatan sebagai berikut:
a. menerbitkan sarana Perintah Transfer Debit untuk
kepentingan Pengirim Asal Transfer Debit;
b. meneruskan . . .
- 33 -
b. meneruskan sarana transfer debit tertentu kepada
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit; atau
c. menyampaikan pemberitahuan Pengaksepan kepada
Pengirim Asal Transfer Debit melalui media yang
disepakati Pengirim Asal Transfer Debit.
(3) Pengaksepan bagi Penyelenggara Pengirim Asal Transfer
Debit dalam Bab ini dilakukan sesuai dengan ketentuan
Pasal 17 sampai dengan Pasal 20.
(4) Dalam hal pelaksanaan transfer debit didasarkan pada
perintah dari Pengirim Asal Transfer Debit untuk
melakukan pendebitan langsung atas Rekening Pembayar
Transfer Debit, Pengaksepan oleh Penyelenggara Pengirim
Asal Transfer Debit hanya dilakukan jika terdapat
kesepakatan tertulis di antara pihak terkait dalam
pelaksanaan transfer debit.
Pasal 63
(1) Penyelenggara Pembayar Transfer Debit hanya dapat
melakukan Pengaksepan terhadap Perintah Transfer
Debit jika seluruh persyaratan sebagai berikut telah
terpenuhi:
a. Perintah Transfer Debit memuat informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali
informasi mengenai identitas Pengirim Asal Transfer
Debit;
b. Penyelenggara Pembayar Transfer Debit telah
melakukan Autentikasi jika diperlukan;
c. Perintah Transfer Debit memenuhi ketentuan internal
yang berlaku pada Penyelenggara Pembayar Transfer
Debit;
d. Perintah Transfer Debit telah memenuhi peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan
Transfer Dana; dan
e. dalam . . .
- 34 -
e. dalam hal pelaksanaan transfer debit didasarkan pada
perintah dari Penerima Akhir Transfer Debit untuk
mendebit Rekening Penyelenggara Pembayar Transfer
Debit atau Rekening Pembayar Transfer Debit,
Pengaksepan oleh Penyelenggara Pembayar Transfer
Debit hanya dilakukan jika Perintah Transfer Debit
sesuai dengan kesepakatan tertulis di antara para
pihak.
(2) Penyelenggara Pembayar Transfer Debit dianggap telah
melakukan Pengaksepan jika telah melakukan
pendebitan Rekening Pembayar Transfer Debit.
(3) Dalam hal Penyelenggara Pembayar Transfer Debit
melakukan Pengaksepan, Penyelenggara Pembayar
Transfer Debit wajib membayarkan Dana kepada
Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit sesuai
dengan Perintah Transfer Debit yang diterimanya dari
Penyelenggara Pengirim Asal Transfer Debit pada tanggal
yang sama dengan tanggal pendebitan Rekening
Pembayar Transfer Debit.
(4) Penyimpangan terhadap waktu Pengaksepan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan jika terdapat alasan dan jangka waktu yang
wajar.
Pasal 64
(1) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit
menerima Perintah Transfer Debit dari Pengirim Asal
Transfer Debit yang memuat permintaan pendebitan:
a. lebih dari satu Pembayar Transfer Debit untuk untung
satu Rekening Pengirim Asal Transfer Debit; dan/atau
b. satu Pembayar Transfer Debit untuk untung lebih dari
satu Rekening Pengirim Asal Transfer Debit yang
sama,
setiap permintaan pendebitan tersebut dianggap sebagai
satu Perintah Transfer Debit.
(2) Dalam . . .
- 35 -
(2) Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah nominal
yang tercantum dalam Perintah Transfer Debit yang
diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal Transfer
Debit dan jumlah nominal yang dibayar oleh
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara
Pengirim Asal Transfer Debit wajib menolak dan
mengembalikan Dana kepada Penyelenggara Pembayar
Transfer Debit.
(3) Penyimpangan terhadap kewajiban pengembalian Dana
dan pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan
yang wajar dan jangka waktu yang ditentukan.
(4) Dalam hal Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit
menolak dan mengembalikan Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Pembayar
Transfer Debit wajib menyampaikan kembali Dana
kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit
sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Perintah
Transfer Debit.
(5) Penyimpangan terhadap kewajiban menyampaikan
kembali Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
hanya dilakukan berdasarkan alasan yang wajar dan
dalam jangka waktu yang ditentukan.
(6) Dalam hal terjadi kekeliruan penyampaian Dana yang
jumlahnya tidak sesuai dengan Perintah Transfer Debit,
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit membayar jasa,
bunga, atau kompensasi.
(7) Ketentuan mengenai jangka waktu, tata cara
perhitungan, dan pengenaan besarnya jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 65
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah uang yang
ditulis dalam huruf dan yang ditulis dalam angka pada
Perintah Transfer Debit:
a. Penyelenggara Penerima Transfer Debit dapat menolak
untuk melakukan Pengaksepan Perintah Transfer
Debit; atau
b. Penyelenggara . . .
- 36 -
b. Penyelenggara Penerima Transfer Debit dapat
melakukan Pengaksepan dengan ketentuan:
1. jumlah uang yang berlaku sesuai dengan yang
tertulis dalam huruf; dan
2. jika jumlah uang yang dicantumkan dalam huruf
dan/atau angka ditulis berulang-ulang, dalam hal
terdapat perbedaan, berlaku jumlah uang yang
terkecil.
(2) Dalam hal Penyelenggara Penerima Transfer Debit
menolak melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Debit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
Penyelenggara Penerima Transfer Debit
wajib
mengembalikan Perintah Transfer Debit sesegera
mungkin dan paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja kepada
Pengirim Transfer Debit disertai dengan alasan
penolakan.
Pasal 66
Kegiatan pelaksanaan pembayaran dalam transfer debit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Transfer Dana, kecuali ditentukan
lain dalam Bab ini, dengan penyesuaian penyebutan sebagai
berikut:
a. Pengirim Asal menjadi Pembayar Transfer Debit;
b. Penyelenggara Pengirim Asal menjadi Penyelenggara
Pembayar Transfer Debit;
c. Penyelenggara Penerima Akhir menjadi Penyelenggara
Pengirim Asal Transfer Debit; dan
d. Penerima menjadi Pengirim Asal Transfer Debit.
Pasal 67
Dalam hal terdapat ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai sarana transfer debit
yang digunakan sebagai Perintah Transfer Debit, penggunaan
sarana transfer debit tersebut tunduk pada setiap ketentuan
tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini.
BAB VII . . .
- 37 -
BAB VII
BIAYA TRANSFER DANA
Pasal 68
(1) Setiap Penyelenggara Penerima berhak mengenakan biaya
Transfer Dana.
(2) Penyelenggara Pengirim Asal wajib memberikan informasi
mengenai besarnya biaya Transfer Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Pengirim Asal.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan biaya dan
kewajiban pemberian informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
BAB VIII
PERIZINAN PENYELENGGARA TRANSFER DANA
Pasal 69
(1) Badan usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan
penyelenggaraan Transfer Dana wajib berbadan hukum
Indonesia dan memperoleh izin dari Bank Indonesia.
(2) Syarat dan tata cara perizinan Penyelenggara Transfer
Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 70
Badan Usaha bukan Bank yang melakukan kegiatan
penyelenggaraan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang ini.
BAB IX . . .
- 38 -
BAB IX
PENGATURAN KOMPENSASI
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Pasal 71
(1) Segala kewajiban yang berkaitan dengan pembayaran
jasa dan bunga yang diatur dalam Undang-Undang ini
bagi kegiatan Transfer Dana yang dilakukan oleh
Penyelenggara yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah berlaku ketentuan
kompensasi berdasarkan prinsip syariah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompensasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
BAB X
PEMANTAUAN
Pasal 72
(1) Pemantauan terhadap penyelenggaraan Transfer Dana
oleh Penyelenggara dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Dalam melakukan kegiatan pemantauan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia berkoordinasi
dengan otoritas pengawas terkait.
(3) Pemantauan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan pemantauan langsung dan/atau
pemantauan tidak langsung.
(4) Pemantauan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemeriksaan
berkala dan/atau setiap waktu apabila diperlukan.
(5) Pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan melalui penelitian terhadap laporan,
keterangan, dan penjelasan penyelenggaraan Transfer
Dana.
(6) Bank . . .
- 39 -
(6) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan
atas nama Bank Indonesia dalam melaksanakan
pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7) Pihak lain yang melaksanakan pemantauan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) wajib merahasiakan keterangan
dan data yang diperoleh dalam pemantauan.
Pasal 73
Penyelenggara wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan
penjelasan penyelenggaraan Transfer Dana kepada Bank
Indonesia.
Pasal 74
Dalam hal Penyelenggara tidak memenuhi kewajiban dalam
rangka pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72,
dan/atau penyampaian laporan, keterangan, dan penjelasan
sebagaimana dimaksud Pasal 73, Bank Indonesia berwenang
mengenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan sementara kegiatan usaha Transfer Dana;
atau
d. pencabutan izin kegiatan usaha Transfer Dana.
Pasal 75
Ketentuan mengenai ruang lingkup dan tata cara pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, tata cara
penyampaian laporan, keterangan, dan penjelasan
penyelenggaraan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73, serta tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
BAB XI . . .
- 40 -
BAB XI
ALAT BUKTI DAN BEBAN PEMBUKTIAN
Pasal 76
(1)
(2)
Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil
cetaknya dalam kegiatan Transfer Dana merupakan alat
bukti hukum yang sah.
Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan hukum acara yang berlaku.
Pasal 77
Tanda tangan elektronik dalam kegiatan Transfer Dana
memiliki kekuatan hukum yang sah.
Pasal 78
Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer
Dana yang menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau
Penerima, Penyelenggara dan/atau pihak lain yang
mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani kewajiban
untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau
kesalahan Transfer Dana tersebut.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 79
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan penyelenggaraan
Transfer Dana tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Selain . . .
- 41 -
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
setiap orang
yang melakukan kegiatan
penyelenggaraan Transfer Dana tanpa izin wajib
menghentikan seluruh kegiatan penyelenggaraan Transfer
Dananya.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum membuat atau
menyimpan sarana Perintah Transfer Dana dengan
maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang
lain untuk menggunakannya dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan dan/atau menyerahkan
sarana Perintah Transfer Dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 81
Setiap orang yang secara melawan hukum mengambil atau
memindahkan sebagian atau seluruh Dana milik orang lain
melalui Perintah Transfer Dana palsu dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 82
Penerima yang dengan sengaja menerima atau menampung,
baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, suatu Dana
yang diketahui atau patut diduga berasal dari Perintah
Transfer Dana yang dibuat secara melawan hukum dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 83 . . .
- 42 -
Pasal 83
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum mengubah,
menghilangkan, atau menghapus sebagian atau seluruh
informasi yang tercantum dalam Perintah Transfer Dana
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan kerugian Pengirim dan/atau
Penerima yang berhak dan/atau pihak lain, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
Pasal 84
Setiap orang yang secara melawan hukum merusak Sistem
Transfer Dana dipidana dengan pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 85
Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui
sebagai miliknya Dana hasil transfer yang diketahui atau
patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 86
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
80, Pasal 81, atau Pasal 83 dilakukan oleh pengurus, pejabat,
dan/atau pegawai Penyelenggara, dipidana dengan pidana
pokok maksimum ditambah 1/3 (satu pertiga).
Pasal 87 . . .
- 43 -
Pasal 87
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
80 sampai dengan Pasal 85 dilakukan oleh korporasi,
pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap
korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk
dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut
termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain
yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
(3) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh personel
pengendali korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi
korporasi.
(4) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah
pidana denda maksimum ditambah 2/3 (dua pertiga).
Pasal 88
Di samping pidana pokok, tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), Pasal 81, Pasal 83 ayat (2),
atau Pasal 85 juga dapat dikenai kewajiban pengembalian
Dana hasil tindak pidana beserta jasa, bunga, atau
kompensasi kepada pihak yang dirugikan.
BAB XIII . . .
- 44 -
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 89
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. orang perseorangan atau badan usaha bukan badan
hukum yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia
sebagai penyelenggara Transfer Dana wajib berbadan
hukum Indonesia dalam waktu paling lambat 2 (dua)
tahun;
b. badan usaha yang telah melakukan penyelenggaraan
Transfer Dana dan telah memperoleh izin dari institusi lain
di luar Bank Indonesia izinnya tetap berlaku dan diakui
sebagai Penyelenggara setelah melaporkan kegiatannya
kepada Bank Indonesia dalam waktu paling lambat 6
(enam) bulan; dan
c. badan usaha yang telah melaporkan kegiatannya kepada
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b
wajib menyesuaikan kegiatannya sesuai dengan Undang-
Undang ini dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai
Transfer Dana yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 91
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 45 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Maret 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Maret 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 39
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
TRANSFER DANA
I. UMUM
Meningkatnya kegiatan perekonomian nasional merupakan salah satu
faktor utama dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap iklim usaha di Indonesia. Meningkatnya kepercayaan masyarakat
tersebut antara lain tercermin dari arus transaksi perpindahan Dana yang
terus menunjukkan peningkatan tidak saja dari sisi jumlah transaksi, tetapi
juga dari sisi nilai nominal transaksinya. Selain faktor kelancaran dan
kenyamanan dalam pelaksanaan Transfer Dana, faktor kepastian dan
pelindungan hukum bagi para pihak terkait juga merupakan faktor utama
dalam Transfer Dana. Untuk mewujudkan upaya tersebut dan dalam
rangka mencapai tujuan akhir untuk menjaga keamanan dan kelancaran
sistem pembayaran, perlu adanya peraturan yang komprehensif tentang
kegiatan Transfer Dana. Belum adanya peraturan yang komprehensif dalam
bentuk undang-undang yang mengatur kegiatan Transfer Dana
mengakibatkan permasalahan yang timbul dalam kegiatan Transfer Dana
pada saat ini terkendala dalam penyelesaiannya. Di sisi lain, perkembangan
perekonomian internasional sudah semakin terintegrasi dengan pasar
keuangan global. Pergerakan Dana secara lintas batas (cross border) telah
menjadi kebutuhan para pelaku ekonomi dunia dan menuntut adanya
pemanfaatan yang optimal atas kondisi tersebut dari pemerintah dan
otoritas yang berwenang sebagai salah satu upaya dalam memajukan
perekonomian nasional. Sebagai suatu transaksi yang bersifat universal,
kegiatan Transfer Dana semakin melibatkan banyak pihak, baik pihak
dalam negeri maupun luar negeri. Pihak luar negeri sebagai mitra pelaku
usaha dalam negeri perlu mendapat keyakinan terkait dengan kelancaran
dan keamanan pelaksanaan Transfer Dana di Indonesia. Jaminan
tersedianya peraturan perundang-undangan yang memadai tentang
kegiatan Transfer Dana sangat diperlukan tidak hanya untuk pihak di
dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Jika …
- 2 -
Jika melihat kompleksitas permasalahan dan luasnya materi yang diatur,
pengaturan kegiatan Transfer Dana tidak cukup hanya dituangkan dalam
ketentuan yang lebih rendah dari undang-undang. Selain itu, pengaturan
tentang alat bukti dan aspek pemidanaan dalam kegiatan Transfer Dana
menuntut kepastian agar hal tersebut dapat diterapkan secara tegas oleh
seluruh pihak dan otoritas terkait, baik dalam penyelesaian perselisihan
maupun tindak pidana dalam kegiatan Transfer Dana.
Sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan
Transfer Dana, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa prinsip
pengaturan, seperti pengecualian terhadap prinsip berlaku surut sejak
pukul 00.00 (zero hour rules), prinsip pembayaran atau penyelesaian
pembayaran yang telah memenuhi persyaratan bersifat final (finality of
payment/finality of settlement), dan prinsip penyerahan terhadap
pembayaran (delivery versus payment). Dengan tidak dianutnya prinsip zero
hour rules, Transfer Dana yang telah dilaksanakan setelah pukul 00.00
pada hari itu sampai dengan saat ditutupnya sistem operasional
Penyelenggara yang berupa Bank atau diucapkannya putusan pailit
Penyelenggara berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan
Bank wajib diselesaikan. Dengan demikian, Dana yang telah ditransfer
kepada Penyelenggara Penerima tidak dapat ditarik kembali. Untuk
memperkuat pengaturan tersebut, dalam Undang-Undang ini juga dianut
prinsip finality of payment/finality of settlement yang merupakan penjabaran
dari pengecualian prinsip zero hour rules, yaitu Dana yang telah berpindah
dari satu lembaga ke lembaga lain pada prinsipnya bersifat final dan tidak
dapat ditarik kembali. Apabila proses tersebut dikaitkan dengan kewajiban
Penerima sebagai penjual untuk menyerahkan suatu barang setelah
diterimanya Dana dari Pengirim Asal selaku pembeli, sejak saat itu pula
Penerima berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dibeli kepada
Pengirim Asal (prinsip delivery versus payment).
Untuk memberikan pengaturan yang sama kepada seluruh Penyelenggara
dalam melakukan kegiatan Transfer Dana, pengaturan dalam Undang-
Undang ini tidak saja berlaku bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha
secara konvensional, tetapi juga berlaku bagi Bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan badan usaha berbadan
hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Untuk Bank dan badan
usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, ketentuan yang terkait dengan jasa
bunga, atau kompensasi dan kewajiban lain disesuaikan berdasarkan
prinsip syariah.
Untuk …
- 3 -
Untuk menjamin pemenuhan seluruh aspek tersebut, termasuk aspek
pelindungan konsumen, pemenuhan prinsip pengenalan nasabah, serta
pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang dalam Transfer Dana,
baik yang dilakukan oleh Bank maupun badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank, diperlukan adanya pengaturan mengenai perizinan
dan bentuk pemantauan kegiatan Transfer Dana. Untuk badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank, kegiatan Transfer Dana pada
prinsipnya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari
otoritas yang berwenang. Selain itu, kegiatan Transfer Dana tersebut wajib
dilaporkan secara periodik kepada otoritas yang berwenang sebagai bentuk
pemantauan dalam kegiatan Transfer Dana. Khusus untuk Bank,
mengingat kegiatan Transfer Dana merupakan salah satu kegiatan usaha
Bank, maka penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana oleh Bank tidak
memerlukan persetujuan dari otoritas yang berwenang. Namun,
pelaksanaan kegiatan Transfer Dana oleh Bank tetap harus memenuhi
segala aspek yang ditentukan dalam Undang-Undang ini, termasuk
kewajiban pelaporan atas kegiatan tersebut.
Berkaitan dengan alat bukti, mengingat hampir seluruh kegiatan Transfer
Dana melibatkan penggunaan media elektronik, dalam Undang-Undang ini
diatur secara tegas cakupan alat bukti yang meliputi pula informasi,
dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang
sah. Pengaturan tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi
perkembangan alat bukti dalam transaksi elektronik sehingga dapat
meningkatkan kepastian hukum bagi para pihak dalam melakukan
kegiatan Transfer Dana. Mengingat tindak pidana dalam berbagai transaksi
saat ini tidak saja dilakukan oleh individu, tetapi juga melibatkan korporasi,
dalam Undang-Undang ini juga diatur aspek pemidanaan terhadap
korporasi yang melakukan tindak pidana dalam kegiatan Transfer Dana.
Dengan diaturnya segala aspek terkait dengan kegiatan Transfer Dana,
diharapkan para pihak, baik pihak dalam negeri maupun luar negeri,
semakin yakin dan merasa aman melakukan kegiatan Transfer Dana tidak
hanya dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga dari
dalam ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dari luar ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi tersebut
secara langsung berdampak pada meningkatnya transaksi Transfer Dana
yang pada akhirnya juga akan mendorong kelancaran perkembangan
ekonomi tanah air.
II. PASAL …
- 4 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”Transfer Dana intra-Penyelenggara” adalah
Transfer Dana yang dilakukan oleh satu Penyelenggara yang sama,
baik dilakukan antarkantor Penyelenggara yang sama maupun dalam
satu kantor Penyelenggara yang sama.
Contoh: Pelaksanaan transfer dari nasabah A ke nasabah B melalui
Bank yang sama atau dari nasabah A ke nasabah B melalui badan
usaha bukan Bank yang sama.
Yang dimaksud dengan ”Transfer Dana antar-Penyelenggara” adalah
Transfer Dana yang dilakukan oleh Penyelenggara yang berbeda, baik
dilakukan antar-Bank, antarbadan usaha bukan Bank, maupun
antara Bank dan badan usaha bukan Bank.
Contoh: Pelaksanaan transfer dari nasabah A melalui Bank X ke
nasabah B melalui Bank Y atau dari nasabah A pada badan usaha
bukan Bank X ke nasabah B melalui badan usaha bukan Bank Y.
Termasuk dalam pengertian ”Penyelenggara Pengirim dan
Penyelenggara Penerima yang berada di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia” adalah kantor Bank asing yang berada di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Dalam proses Transfer Dana, prinsip setiap kantor Penyelenggara,
baik Penyelenggara yang sama maupun Penyelenggara yang berbeda,
dianggap sebagai pihak yang berbeda dimaksudkan untuk
menegaskan pelaksanaan kewajiban dari setiap kantor Penyelenggara
dalam melaksanakan Perintah Transfer Dana. Namun, prinsip
tersebut tidak berlaku dalam kaitannya dengan tanggung jawab
Penyelenggara sebagai korporasi.
Huruf b …
- 5 -
Huruf b
Prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 yang disebut zero hour rules
merupakan suatu prinsip dalam hukum kepailitan yang menetapkan
bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh Penyelenggara setelah
pukul 00.00 pada tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan
kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha Bank, atau diucapkannya
pernyataan pailit badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan
Bank tersebut dianggap batal atau tidak berlaku.
Dengan tidak berlakunya prinsip zero hour rules, seluruh Transfer
Dana yang telah dilaksanakan setelah pukul 00.00 pada hari itu
sampai dengan saat ditutupnya sistem operasional Bank atau
diucapkannya putusan pernyataan pailit badan usaha berbadan
hukum Indonesia bukan Bank tidak menjadi batal dan wajib
diselesaikan. Dengan demikian, Dana yang telah ditransfer kepada
Penyelenggara Penerima tidak dapat ditarik kembali. Hal itu
dimaksudkan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran sistem
pembayaran dan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan.
Dengan tidak berlakunya prinsip zero hour rules, dalam hal terjadi
kondisi:
1) Pengirim Asal dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha
atau dinyatakan pailit, Dana tetap diteruskan kepada Penerima.
Dengan adanya kondisi tersebut, tim likuidasi atau kurator dari
Pengirim Asal berhak menilai transaksi atau motif yang
mendasari pelaksanaan Transfer Dana. Dalam hal terdapat
ketidakbenaran atau ketidakabsahan transaksi atau motif
tersebut, tim likuidasi atau kurator dapat mengajukan
permintaan pembatalan transaksi dan meminta Dana yang telah
ditransfer oleh Pengirim Asal untuk dikembalikan sebagai budel
likuidasi atau budel pailit.
Dalam hal Penyelenggara berupa Bank, tim likuidasi berhak
menilai motif pelaksanaan transfer dan meminta pembatalan
Transfer Dana jika terbukti pelaksanaan transfer dilakukan
dengan maksud untuk merugikan Bank.
2) Penyelenggara Pengirim dibekukan kegiatan usaha atau dicabut
izin usaha atau dinyatakan pailit, Perintah Transfer Dana yang
telah dilaksanakan mulai pukul 00.00 sampai dengan:
a. saat dilakukannya penutupan sistem operasional
Penyelenggara Pengirim yang dibekukan kegiatan usaha atau
dicabut izin usaha; atau
b. saat …
- 6 -
b. saat diucapkannya putusan pernyataan pailit Penyelenggara
Pengirim,
wajib diselesaikan.
3) Penyelenggara Penerima dibekukan kegiatan usaha atau dicabut
izin usaha atau dinyatakan pailit, Dana dari Perintah Transfer
Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara Penerima menjadi
hak Penerima yang penyelesaiannya dilakukan oleh tim likuidasi
atau kurator Penyelenggara Penerima sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Prinsip pembayaran atau penyelesaian pembayaran yang telah
memenuhi persyaratan bersifat final (finality of payment/finality of
settlement) merupakan sebuah prinsip bahwa Dana yang telah
berpindah dari satu Penyelenggara ke Penyelenggara lain bersifat final
dan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh Penyelenggara
Pengirim, kecuali terdapat permintaan pembatalan dari Penyelenggara
Pengirim dengan mekanisme pembatalan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “prinsip penyerahan terhadap pembayaran
(delivery versus payment)” adalah suatu prinsip bahwa jika Transfer
Dana merupakan suatu kewajiban yang timbul dari perjanjian lain
antara Pengirim dan Penerima pada saat Penyelenggara Penerima
Akhir telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana,
kewajiban Pengirim untuk melakukan pembayaran kepada Penerima
telah selesai dan Pengirim berhak atas objek yang diperjanjikan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “mekanisme netting” adalah suatu proses
perhitungan hak dan kewajiban antara 2 (dua) pihak atau lebih yang
dilakukan oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana dengan
memperhitungkan secara langsung hasil akhir hak dan kewajiban
yang dimiliki para pihak tersebut (offsetting).
Penyelenggara Sistem Transfer Dana yang menggunakan mekanisme
perhitungan secara netting harus melaksanakan setiap Perintah
Transfer Dana yang telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer
Dana tersebut dan Perintah Transfer Dana tersebut tidak dapat
ditarik kembali secara sepihak oleh pihak Pengirim.
Dalam hal …
- 7 -
Dalam hal terdapat keputusan pembekuan kegiatan usaha atau
pencabutan izin usaha Bank atau keputusan pernyataan pailit badan
usaha bukan Bank berbadan hukum merupakan peserta suatu
Sistem Transfer Dana yang menggunakan mekanisme netting,
penyelenggara Sistem Transfer Dana tersebut tetap melaksanakan
proses perhitungan atas Perintah Transfer Dana yang telah diterima
untuk atau dari peserta yang bersangkutan pada tanggal
diberlakukannya keputusan likuidasi atau pailit tersebut.
Dengan demikian, seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh
peserta yang dikenai pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan
izin usaha atau pailit pada tanggal diterbitkannya keputusan
pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha atau
diucapkannya putusan pernyataan pailit tetap diperhitungkan dan
dilakukan penyelesaian akhirnya sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai Sistem Transfer Dana tersebut.
Contoh: Putusan pailit diucapkan di Jakarta pada tanggal 30
November 2010 pukul 13.00 WIB maka seluruh Perintah Transfer
Dana yang telah diterima oleh penyelenggara Sistem Transfer Dana
pada tanggal 30 November 2010 pukul 00.00 WIB sampai dengan
sebelum pukul 13.00 WIB tetap diperhitungkan dan dilakukan
penyelesaian akhirnya.
Dalam hal hasil netting menunjukkan bahwa peserta yang dibekukan
kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit
memiliki kewajiban kepada penyelenggara atau peserta lain, peserta
yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau
dinyatakan pailit harus memenuhi kewajiban pembayaran tersebut
sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan mengenai
Sistem Transfer Dana dimaksud.
Dalam hal hasil netting menunjukkan bahwa peserta yang dibekukan
kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit
memiliki hak untuk memperoleh pembayaran dari penyelenggara atau
peserta lain, peserta yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin
usaha atau dinyatakan pailit harus memperoleh pembayaran tersebut
sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan mengenai
Sistem Transfer Dana dimaksud.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5 …
- 8 -
Pasal 5
Ayat (1)
Dengan adanya Pengaksepan dari Penyelenggara Penerima atas
Perintah Transfer Dana dari Pengirim, hal itu berarti telah ada
kesepakatan dari Penyelenggara Penerima untuk melaksanakan
Perintah Transfer Dana dari Pengirim.
Ayat (2)
Pengaturan sebagai perjanjian yang terpisah dan berdiri sendiri pada
ayat ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa
walaupun Transfer Dana merupakan suatu rangkaian kegiatan,
hubungan hukum di antara setiap pihak dalam proses Transfer Dana
diatur berdasarkan kesepakatan di antara setiap pihak yang terlibat
dalam setiap perjanjian Transfer Dana. Dengan demikian, batalnya
salah satu perjanjian tidak dengan sendirinya membatalkan
perjanjian lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”dibuat secara baku” adalah perjanjian yang
dibuat secara sepihak oleh Penyelenggara Pengirim atau
Penyelenggara Penerima Akhir.
Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan” antara lain
undang-undang yang mengatur mengenai pelindungan konsumen.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “ketentuan rahasia Bank” adalah ketentuan
rahasia Bank sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur
mengenai perbankan.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”Perintah Transfer Dana dapat disampaikan
secara elektronik” adalah Perintah Transfer Dana yang dibuat dengan
media elektronik yang digunakan dalam proses pelaksanaan Perintah
Transfer Dana.
Sistem elektronik yang digunakan untuk memproses Perintah
Transfer Dana yang disampaikan secara elektronik tunduk pada
peraturan …
- 9 -
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transaksi
elektronik, seperti sertifikasi terhadap sistem penyelenggaraan
Transfer Dana secara elektronik tersebut.
Ayat (2)
Perintah Transfer Dana yang dapat diberikan untuk lebih dari satu
kali pembayaran dalam ketentuan ini antara lain standing instruction,
yaitu Pengirim cukup menerbitkan Perintah Transfer Dana satu kali
untuk dilaksanakan lebih dari satu kali oleh Penyelenggara Pengirim.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam Perintah Transfer Dana yang disampaikan secara
elektronik melalui sistem elektronik yang disepakati untuk
digunakan oleh Pengirim Asal dan Penyelenggara Pengirim Asal,
pencantuman tanggal Perintah Transfer Dana dilakukan secara
otomatis oleh sistem komputer.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Transfer Dana” antara lain ketentuan yang
mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang dan prinsip
mengenal nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) …
- 10 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan ”berita atau pesan” antara lain keterangan
mengenai peruntukan Dana yang ditransfer.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kewajiban pemberitahuan kepada Pengirim Asal dilakukan dengan
menggunakan sarana komunikasi yang lazim digunakan oleh
Penyelenggara, baik elektronik maupun nonelektronik.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Penyelenggara Pengirim Asal dapat menyepakati adanya Tanggal
Pelaksanaan hanya apabila Penyelenggara Pengirim Asal menyediakan
fasilitas Perintah Transfer Dana titipan yang pelaksanaannya dilakukan
kemudian. Dalam hal Tanggal Pelaksanaan telah disepakati,
Penyelenggara Pengirim Asal melaksanakan Perintah Transfer Dana pada
Tanggal Pelaksanaan.
Pasal 11 …
- 11 -
Pasal 11
Penyelenggara memberikan perkiraan lamanya waktu sesuai dengan
praktik yang umum berlaku di dalam kegiatan Transfer Dana dan
perkiraan lamanya waktu tersebut tidak mengikat Penyelenggara
Pengirim Asal..
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dapat dibayarkan” adalah sesuai dengan
pengertian Pengaksepan oleh Penyelenggara Penerima Akhir.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan lain” antara
lain peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian
uang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”perjanjian antara Pengirim Asal dan
Penyelenggara Pengirim Asal” antara lain berupa perjanjian
pembukaan Rekening dan perjanjian pengiriman uang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” misalnya
peraturan mengenai tindak pidana pencucian uang.
Pasal 15 …
- 12 -
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tersedia Dana yang cukup” adalah Dana
dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan Perintah Transfer
Dana yang telah disetorkan secara tunai oleh Pengirim Asal atau
telah tersedia dalam Rekening Pengirim Asal di Penyelenggara
Pengirim Asal, termasuk fasilitas cerukan atau kredit lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Transfer Dana” antara lain peraturan mengenai
pembatasan transaksi rupiah dan valuta asing.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana antara lain Penyelenggara
Pengirim Asal tidak sanggup melaksanakan Perintah Transfer Dana
sesuai dengan Tanggal Pembayaran atau Penyelenggara Pengirim Asal
tidak dapat menggunakan jasa Penyelenggara Penerus yang telah
ditunjuk oleh Pengirim Asal.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam ketentuan ini alasan yang wajar antara lain penyerahan
Perintah Transfer Dana oleh Pengirim Asal kepada Penyelenggara
Pengirim Asal telah mendekati berakhirnya jam operasional
Penyelenggara Pengirim Asal sehingga Penyelenggara Pengirim Asal
tidak memungkinkan memproses Perintah Transfer Dana pada
hari yang sama.
Huruf b …
- 13 -
Huruf b
Kesepakatan tentang waktu Pengaksepan tidak harus dalam
bentuk kontrak, tetapi dapat juga dalam bentuk kesepakatan
secara lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat
Penyelenggara yang berwenang.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Perintah Transfer Dana yang diterbitkan oleh Penyelenggara
Pengirim Asal dapat berbentuk, antara lain:
a. warkat transfer;
b. data elektronik yang berisi Perintah Transfer Dana untuk
diproses dalam Sistem Transfer Dana; atau
c. pemrograman dalam aplikasi komputer untuk melaksanakan
Perintah Transfer Dana.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam ketentuan ini kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi dimaksudkan untuk menegaskan hak Pengirim Asal yang
rekeningnya telah didebit oleh Penyelenggara Pengirim Asal,
sementara Penyelenggara Pengirim Asal belum menerbitkan Perintah
Transfer Dana kepada Penyelenggara Penerima.
Pasal 18 …
- 14 -
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab
Penyelenggara Pengirim Asal sehingga Penyelenggara Pengirim Asal tidak
dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”keadaan bahaya” adalah keadaan bahaya
yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”huru-hara” termasuk pertikaian
antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya
kegiatan operasional Penyelenggara.
Yang dimaksud dengan ”Penyelenggara Pengirim Asal yang sedang
melaksanakan Perintah Transfer Dana” adalah kantor
Penyelenggara yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. Dalam
hal Penyelenggara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang
mengintegrasikan seluruh sistem akuntansi dan/atau Sistem
Transfer Dana Penyelenggara tersebut, pengertian Penyelenggara
Pengirim Asal yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana
termasuk kantor Penyelenggara tempat pusat kendali komputer
dioperasikan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kerusakan pada sistem infrastruktur
elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung
terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat
dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim Asal” antara lain kerusakan
yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir.
Huruf c …
- 15 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”kegagalan sistem kliring atau Sistem
Transfer Dana” adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem
kliring atau Sistem Transfer Dana secara keseluruhan tidak dapat
dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh
sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti.
Kegagalan sistem yang hanya terjadi di Penyelenggara Pengirim
Asal tidak tergolong pengertian kegagalan sistem kliring atau
Sistem Transfer Dana.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “hal lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia” antara lain keputusan Bank Indonesia mengenai
penghentian sementara Penyelenggara Pengirim Asal dari kegiatan
kliring atau kegiatan Sistem Transfer Dana lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Pemberitahuan dapat dilakukan melalui surat atau sarana tertulis lain
kepada Pengirim Asal atau melalui media cetak. Dalam hal
pemberitahuan tersebut dilakukan melalui media cetak, pemberitahuan
tersebut sekurang-kurangnya harus dimuat dalam satu media cetak
yang mempunyai oplah terbesar di setiap wilayah tempat Penyelenggara
dan/atau kantor Penyelenggara yang tidak dapat beroperasi tersebut
berada.
Pasal 23
Ayat (1)
Perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang
berwenang dari suatu negara yang melarang pelaksanaan Perintah
Transfer Dana antara lain dalam kaitannya dengan tindak pidana
pencucian uang.
Yang dimaksud dengan “negara asal atau negara tertuju” adalah
negara asal Pengirim atau negara tempat Dana akan diterima.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24 …
- 16 -
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Kewajiban penerbitan Perintah Transfer Dana baru merupakan
konsekuensi dari tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum
antara Penyelenggara Pengirim Asal dan Pengirim Asal untuk
mengirimkan Dana kepada Penerima sesuai dengan Perintah Transfer
Dana dari Pengirim Asal.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi Penyelenggara Penerus
sebelumnya diperlukan apabila Penyelenggara Pengirim Asal
menggunakan lebih dari satu Penyelenggara Penerus.
Pasal 29
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Penyelenggara lain” adalah Penyelenggara
selain bank sentral yang memelihara Rekening Penyelenggara
Penerus.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 30 …
- 17 -
Pasal 30
Penggunaan tanggal yang lebih akhir dimaksudkan agar Penyelenggara
Penerus telah memiliki informasi yang cukup untuk meneruskan
Perintah Transfer Dana dan telah menerima Dana untuk ditransfer.
Pasal 31
Pembatasan tanggung jawab Penyelenggara Penerus dimaksudkan agar
Penyelenggara Penerus tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan
yang telah diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
Pasal 32
Yang dimaksud dengan “penyesuaian penyebutan Pengirim Asal menjadi
Penyelenggara Pengirim Asal atau Penyelenggara Penerus” adalah
perubahan posisi para pihak, yaitu Penyelenggara Pengirim Asal atau
Penyelenggara Penerus berposisi sebagai Pengirim Asal.
Pasal 33
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Penyelenggara lain” adalah Penyelenggara
selain bank sentral yang memelihara Rekening Penyelenggara
Penerima Akhir.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Penggunaan tanggal yang lebih akhir dimaksudkan agar
Penyelenggara Penerima Akhir telah memiliki informasi untuk
meneruskan Perintah Transfer Dana dan telah menerima Dana untuk
dibayarkan.
Ayat (2) …
- 18 -
Ayat (2)
Penggunaan tanggal valuta sesuai dengan tanggal Pengaksepan
disebabkan kewajiban Penyelenggara muncul pada saat
Penyelenggara melakukan Pengaksepan.
Pasal 35
Terlaksananya Perintah Transfer Dana untuk kepentingan Penerima
ditandai dengan dilakukannya salah satu kegiatan Pengaksepan oleh
Penyelenggara Penerima Akhir sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab
Penyelenggara Penerima Akhir sehingga Penyelenggara Penerima Akhir
tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”mengalokasikan Dana untuk kepentingan
Penerima” adalah menyediakan Dana pada Rekening tertentu di
Penyelenggara Penerima Akhir untuk dibayarkan secara tunai
kepada Penerima.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Ayat (3) …
- 19 -
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “kesepakatan“ adalah tidak harus dalam
bentuk kontrak, tetapi dapat juga dalam bentuk lain, antara lain
kesepakatan secara lisan yang dituangkan dalam catatan resmi
pejabat Penyelenggara yang berwenang.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan
Pengaksepan Perintah Transfer Dana antara lain:
a. Perintah Transfer Dana bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
b. Penyelenggara Penerima Akhir tidak dapat melaksanakan Perintah
Transfer Dana sesuai dengan Tanggal Pembayaran;
c. terdapat perbedaan nomor Rekening dan nama Rekening
Penerima; dan
d. Perintah Transfer Dana diterima oleh Penyelenggara Penerima
Akhir mendekati berakhirnya jam operasional Penyelenggara
Penerima Akhir sehingga tidak memungkinkan Penyelenggara
Penerima Akhir untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana pada
hari yang sama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ayat (5) …
- 20 -
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “undang-undang” antara lain undang-undang
yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain kepolisian,
kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),
dan pengadilan.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” antara lain
peraturan mengenai tindak pidana pencucian uang.
Pasal 42
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan
situasional, antara lain terkait dengan Sistem Transfer Dana yang
digunakan untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 43 …
- 21 -
Pasal 43
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini antara lain
melalui proses Autentikasi.
Pasal 44
Ayat (1)
Contoh Sistem Transfer Dana antara lain Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Sistem BI RTGS).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan
situasional antara lain terkait dengan Sistem Transfer Dana yang
digunakan untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51 …
- 22 -
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”Perintah Transfer Dana belum dilaksanakan”
adalah Dana masih berada di dalam Sistem Transfer Dana pada
Penyelenggara Pengirim dan belum berpindah kepada Penyelenggara
Penerima.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”Rekening Penerima” termasuk Rekening
antara milik Penyelenggara untuk menampung kewajiban segera
kepada Penerima.
Dalam hal Dana dalam Rekening Penerima tidak mencukupi,
pendebitan dilakukan sebesar Dana yang tersedia setelah dikurangi
saldo minimum yang wajib dipelihara pemegang Rekening di
Penyelenggara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Pada prinsipnya pihak yang berhak menerima jasa, bunga, atau
kompensasi keterlambatan adalah Penerima.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 55 …
- 23 -
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Huruf a
Sarana transfer debit yang diterbitkan sendiri oleh Penyelenggara
Pengirim Asal Transfer Debit antara lain nota debit antar-Bank.
Sarana transfer debit tertentu yang diterbitkan oleh Penyelenggara
Pembayar Transfer Debit antara lain cek, bilyet giro, dan wesel.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 61
Dengan penerimaan sarana transfer debit tertentu sebagai Perintah
Transfer Debit, Penyelenggara Penerima Transfer Debit tidak
memerlukan penerbitan Perintah Transfer Debit baru.
Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b …
- 24 -
Huruf b
Autentikasi diperlukan antara lain untuk mengecek kewenangan
Penerima Akhir Transfer Debit dalam penerbitan Perintah Transfer
Debit.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”menerbitkan sarana Perintah Transfer
Debit untuk kepentingan Pengirim Asal Transfer Debit” adalah
penerbitan Perintah Transfer Debit untuk melaksanakan perintah
penagihan yang diberikan oleh Penerima Akhir Transfer Debit.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait dalam pelaksanaan transfer
debit” antara lain Pembayar Transfer Debit, Penyelenggara Pembayar
Transfer Debit, dan Pengirim Asal Transfer Debit untuk melakukan
pembayaran kepada Pengirim Asal Transfer Debit atas beban
Rekening Pembayar Transfer Debit.
Yang dimaksud dengan “kesepakatan tertulis” adalah kesepakatan
antara Pembayar Transfer Debit dan Penerima Akhir Transfer Debit
mengenai cara Penerima Akhir Transfer Debit untuk memperoleh
pembayaran dari Pembayar Transfer Debit atas prestasi yang
dilakukan oleh Penerima Akhir Transfer Debit, yaitu dengan cara
Penerima Akhir Transfer Debit menerbitkan suatu permintaan
pembayaran, antara lain berupa nota debit antar-Bank untuk
ditagihkan oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit kepada
Penyelenggara Pembayar Transfer Debit.
Pasal 63 …
- 25 -
Pasal 63
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Autentikasi diperlukan antara lain untuk mengecek kewenangan
Pembayar Transfer Debit dalam melakukan pembayaran.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”para pihak” antara lain Pembayar
Transfer Debit, Penyelenggara Pembayar Transfer Debit,
Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit, dan/atau Penerima
Akhir Transfer Debit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ”alasan dan jangka waktu yang wajar” antara
lain penyerahan Perintah Transfer Debit oleh Penerima Akhir Transfer
Debit kepada Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit telah
mendekati berakhirnya jam operasional Penyelenggara Penerima
Akhir Transfer Debit sehingga Penyelenggara Penerima Akhir Transfer
Debit tidak memungkinkan memproses Perintah Transfer Debit pada
hari yang sama.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) …
- 26 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “alasan yang wajar” antara lain pembayaran
diterima oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit mendekati
berakhirnya jam operasional sehingga Penyelenggara Penerima Akhir
Transfer Debit tidak memungkinkan melakukan penolakan dan
pengembalian Dana.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Perintah Transfer Debit dapat dilakukan dengan sarana transfer
debit, seperti cek, bilyet giro, wesel, atau bentuk lain, yang diterima
dari Penerima Akhir Transfer Debit atau nota debit kliring yang
diterbitkan sendiri oleh Penyelenggara Penerima Akhir Transfer Debit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Seluruh ketentuan yang terkait dengan tanggal penarikan, tanggal
efektif, tenggang waktu penawaran, dan kedaluwarsa tunduk pada
ketentuan yang mengatur setiap dokumen.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69 …
- 27 -
Pasal 69
Ayat (1)
Kewajiban memperoleh izin dilakukan mengingat kegiatan Transfer
Dana pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi karena
terkait dengan kepentingan masyarakat yang dananya diamanatkan
untuk ditransfer. Kewajiban untuk memperoleh izin tidak berlaku
bagi Penyelenggara berupa Bank karena izin untuk melakukan
kegiatan Transfer Dana sudah menjadi bagian kegiatan usaha Bank
sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai
perbankan.
Badan hukum dari badan usaha bukan Bank yang dapat melakukan
kegiatan Transfer Dana adalah badan hukum Indonesia, seperti
perseroan terbatas dan koperasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Pemantauan (oversight) terdiri atas kegiatan pengamatan (monitoring),
penilaian (assessment), dan kegiatan upaya mendorong perubahan
(inducing change).
Pengamatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana.
Penilaian (assessment) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memahami dan menilai penyelenggaraan kegiatan Transfer Dana.
Kegiatan upaya mendorong perubahan (inducing change) merupakan
upaya untuk mendorong perubahan industri dalam penyelenggaraan
Transfer Dana yang dilakukan antara lain dengan kegiatan imbauan
moral, pertemuan konsultatif, penegakan sanksi, kerja sama dengan
institusi lain, dan penyusunan pedoman atau panduan bagi industri.
Ayat (2) …
- 28 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “otoritas pengawas terkait” antara lain
lembaga pengawas jasa keuangan dan kementerian yang membidangi
kegiatan perposan, telekomunikasi, dan informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud “pihak lain” adalah pihak yang menurut Bank
Indonesia memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan
pemantauan dan penilaian. Pelaksanaan kegiatan pemantauan
dan/atau penilaian oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau
bersama-sama dengan Bank Indonesia.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Dalam ketentuan ini, informasi elektronik dalam kegiatan Transfer Dana
adalah satu atau sekumpulan data elektronik dalam kegiatan Transfer
Dana, antara lain dalam bentuk tulisan, suara, gambar, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telekopi atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau
perforasi …
- 29 -
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
Dalam ketentuan ini, dokumen elektronik dalam kegiatan Transfer Dana
adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau
didengar melalui komputer atau sistem elektronik, antara lain tulisan,
suara, gambar, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol,
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
Pasal 77
Yang dimaksud dengan “tanda tangan elektronik” adalah informasi
elektronik yang dilekatkan yang memiliki hubungan langsung atau
terkait pada suatu informasi elektronik lain yang dibuat oleh
penandatangan untuk menunjukkan identitas subjek hukum, misalnya
kode akses (password), infrastruktur kunci publik (tanda tangan digital),
biometrik, dan kriptografi simetrik.
Dalam menilai keabsahan suatu tanda tangan elektronik dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik.
Pasal 78
Yang dimaksud dengan “pihak lain yang mengendalikan sistem” adalah
pihak yang mengoperasikan Sistem Transfer Dana.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Yang dimaksud dengan “Dana milik orang lain” termasuk Dana milik
Penyelenggara Pengirim.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83 …
- 30 -
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “korporasi” dalam ketentuan ini adalah kumpulan orang
dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Personel pengendali korporasi terdiri atas setiap orang yang
memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan
korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan
korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
.Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 88 …
- 31 -
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5204
| <reg_id> 3/UU/2011 </reg_id>
<reg_title> TRANSFER DANA </reg_title>
<set_date> 23 Maret 2011 </set_date>
<effective_date> 23 Maret 2011 </effective_date>
<issued_date> 23 Maret 2011 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23D', '7/UU/1992', '10/UU/1998', '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008', '11/UU/2008', '8/UU/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB X Pasal 74', 'BAB XII' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2008
TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional
Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan
sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai
dengan prinsip syariah;
b. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa
perbankan syariah semakin meningkat;
c. bahwa perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan
dengan perbankan konvensional;
d. bahwa pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara
khusus dalam suatu undang-undang tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perbankan Syariah;
Mengingat: 1. Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790);
3. Undang-Undang ...
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4357);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4420);
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG PERBANKAN SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
3. Bank ...
- 3 -
3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat.
5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS,
adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.
11. Kantor Cabang adalah kantor cabang Bank Syariah yang
bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang
bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas
sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan
usahanya.
12. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah.
13. Akad ...
- 4 -
13. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah
atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan
Prinsip Syariah.
14. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan Simpananannya serta Nasabah Investor
dan Investasinya.
15. Pihak Terafiliasi adalah:
a. komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat, dan
karyawan Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
b. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank
Syariah atau UUS, antara lain Dewan Pengawas
Syariah, akuntan publik, penilai, dan konsultan
hukum; dan/atau
c. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut
serta memengaruhi pengelolaan Bank Syariah atau
UUS, baik langsung maupun tidak langsung, antara
lain pengendali bank, pemegang saham dan
keluarganya, keluarga komisaris, dan keluarga
direksi.
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank
Syariah dan/atau UUS.
17. Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk
Simpanan berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.
18. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam bentuk
Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.
19. Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang
memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan
dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah.
20. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad
wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
21. Tabungan ...
- 5 -
21. Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah
atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
22. Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara
Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.
23. Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan perintah
pemindahbukuan.
24. Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
25. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,
salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang
qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah
untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.
26. Agunan . . .
- 6 -
26. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda
bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan
oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS,
guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima
Fasilitas.
27. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan Akad
antara Bank Umum Syariah atau UUS dan penitip,
dengan ketentuan Bank Umum Syariah atau UUS yang
bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas
harta tersebut.
28. Wali Amanat adalah Bank Umum Syariah yang mewakili
kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan Akad
wakalah antara Bank Umum Syariah yang bersangkutan
dan pemegang surat berharga tersebut.
29. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Bank atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Bank lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Bank yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Bank yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
Bank yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
30. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua Bank atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu Bank baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Bank yang
meleburkan diri dan status badan hukum Bank yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
31. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Bank yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Bank tersebut.
32. Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu Bank
menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI
Pasal 2
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian.
Pasal 3 . . .
- 7 -
Pasal 3
Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Pasal 4
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
(2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial
dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola
zakat.
(3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi
wakaf (wakif).
(4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
PERIZINAN, BENTUK BADAN HUKUM, ANGGARAN DASAR,
DAN KEPEMILIKAN
Bagian Kesatu
Perizinan
Pasal 5
(1) Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank
Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin
usaha sebagai Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus
memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
e. kelayakan usaha.
(3) Persyaratan .. .
.
- 8 -
(3) Persyaratan untuk memperoleh izin usaha UUS diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia.
(4) Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas
kata “syariah” pada penulisan nama banknya.
(5) Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin usaha
UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan dengan jelas frase “Unit Usaha Syariah”
setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan.
(6) Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank
Indonesia.
(7) Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank
Umum Konvensional.
(8) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi
menjadi Bank Perkreditan Rakyat.
(9) Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di
kantor pusat Bank dengan izin Bank Indonesia.
Pasal 6
(1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya
dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
(2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-
jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah
dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS hanya
dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib
dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat
surat penegasan dari Bank Indonesia.
(4) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk
membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis
kantor lainnya di luar negeri.
Bagian Kedua
Bentuk Badan Hukum
Pasal 7
Bentuk badan hukum Bank Syariah adalah perseroan terbatas.
Bagian ...
- 9 -
Bagian Ketiga
Anggaran Dasar
Pasal 8
Di dalam anggaran dasar Bank Syariah selain memenuhi
persyaratan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan memuat pula ketentuan:
a. pengangkatan anggota direksi dan komisaris harus
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;
b. Rapat Umum Pemegang Saham Bank Syariah harus
menetapkan tugas manajemen, remunerasi komisaris dan
direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukkan
dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal
lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Keempat
Pendirian dan Kepemilikan Bank Syariah
Pasal 9
(1) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia;
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan
hukum asing secara kemitraan; atau
c. pemerintah daerah.
(2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan
dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia;
b. pemerintah daerah; atau
c. dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b.
(3) Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah oleh warga
negara asing dan/atau badan hukum asing diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 10 ...
- 10 -
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, bentuk badan
hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan
Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 11
Besarnya modal disetor minimum untuk mendirikan Bank
Syariah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 12
Saham Bank Syariah hanya dapat diterbitkan dalam bentuk
saham atas nama.
Pasal 13
Bank Umum Syariah dapat melakukan penawaran umum efek
melalui pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 14
(1) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum
Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau
membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau
melalui bursa efek.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 15
Perubahan kepemilikan Bank Syariah wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14.
Pasal 16
(1) UUS dapat menjadi Bank Umum Syariah tersendiri setelah
mendapat izin dari Bank Indonesia.
(2)
Izin perubahan UUS menjadi Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 17 . . .
- 11 -
Pasal 17
(1) Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Bank
Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Bank
Indonesia.
(2) Dalam hal terjadi Penggabungan atau Peleburan Bank
Syariah dengan Bank lainnya, Bank hasil Penggabungan
atau Peleburan tersebut wajib menjadi Bank Syariah.
(3) Ketentuan mengenai Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Bank Syariah dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
JENIS DAN KEGIATAN USAHA, KELAYAKAN PENYALURAN DANA, DAN
LARANGAN BAGI BANK SYARIAH DAN UUS
Bagian Kesatu
Jenis dan Kegiatan Usaha
Pasal 18
Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Pasal 19
(1) Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa
Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa
Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad
murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan .. .
- 12 -
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak
atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad
ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad
hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri
surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank
Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau
antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip
Syariah;
m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan
Prinsip Syariah;
o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan
Akad wakalah;
p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan ...
- 13 -
(2) Kegiatan usaha UUS meliputi:
a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa
Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa
Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad
murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak
atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad
ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad
hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah,
musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank
Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau
antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
l. menyediakan .. .
- 14 -
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan
Prinsip Syariah;
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
berdasarkan Prinsip Syariah; dan
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1), Bank Umum Syariah dapat pula:
a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip
Syariah;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank
Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya;
d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun
berdasarkan Prinsip Syariah;
e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang
berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan
sarana elektronik;
g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan
surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip
Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pasar uang;
h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan
surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip
Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pasar modal; dan
i. menyediakan . . .
- 15 -
i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha
Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip
Syariah.
(2) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2), UUS dapat pula:
a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip
Syariah;
b. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya;
d. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang
berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan
sarana elektronik;
e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan
surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip
Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pasar uang; dan
f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha
Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip
Syariah.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah
atau musyarakah;
2. Pembiayaan .. .
- 16 -
2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau
istishna’;
3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk
titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi
berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum
Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan
e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank
Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah
berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Pasal 22
Setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana
dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip
Syariah tanpa izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia, kecuali
diatur dalam undang-undang lain.
Bagian Kedua
Kelayakan Penyaluran Dana
Pasal 23
(1) Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan
atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima
Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana
kepada Nasabah Penerima Fasilitas.
(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan
penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan,
modal, Agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah
Penerima Fasilitas.
Bagian ...
- 17 -
Bagian Ketiga
Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS
Pasal 24
(1) Bank Umum Syariah dilarang:
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di
pasar modal;
c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c;
dan
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali
sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
(2) UUS dilarang:
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di
pasar modal;
c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c; dan
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali
sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
Pasal 25
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang:
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
b. menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran;
c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali
penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia;
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai
agen pemasaran produk asuransi syariah;
e. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang
dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah; dan
f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 26 . . .
- 18 -
Pasal 26
(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah,
wajib tunduk kepada Prinsip Syariah.
(2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
(3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
dalam Peraturan Bank Indonesia.
(4) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia
membentuk komite perbankan syariah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
keanggotaan, dan tugas komite perbankan syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
BAB V
PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS,
DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI,
DAN TENAGA KERJA ASING
Bagian Kesatu
Pemegang Saham Pengendali
Pasal 27
(1) Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus
uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia.
(2) Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji
kemampuan dan kepatutan wajib menurunkan kepemilikan
sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh persen).
(3) Dalam hal pemegang saham pengendali tidak menurunkan
kepemilikan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
maka:
a. hak suara pemegang saham pengendali tidak
diperhitungkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham;
b. hak suara pemegang saham pengendali tidak
diperhitungkan sebagai penghitungan kuorum atau
tidaknya Rapat Umum Pemegang Saham;
c. dividen . . .
- 19 -
c. deviden yang dapat dibayarkan kepada pemegang
saham pengendali paling banyak 10% (sepuluh persen)
dan sisanya dibayarkan setelah pemegang saham
pengendali tersebut mengalihkan kepemilikannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
d. nama pemegang saham pengendali yang bersangkutan
diumumkan kepada publik melalui 2 (dua) media massa
yang mempunyai peredaran luas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan
kepatutan diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Kedua
Dewan Komisaris dan Direksi
Pasal 28
Ketentuan mengenai syarat, jumlah, tugas, kewenangan,
tanggung jawab, serta hal lain yang menyangkut dewan komisaris
dan direksi Bank Syariah diatur dalam anggaran dasar Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 29
(1) Dalam jajaran direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 wajib terdapat 1 (satu) orang direktur yang
bertugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah
terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan
kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan
Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 30
(1) Calon dewan komisaris dan calon direksi wajib lulus uji
kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia.
(2) Uji kemampuan dan kepatutan terhadap komisaris dan
direksi yang melanggar integritas dan tidak memenuhi
kompetensi dilakukan oleh Bank Indonesia.
(3) Komisaris . . .
- 20 -
(3) Komisaris dan direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan
kepatutan wajib melepaskan jabatannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 31
(1) Dalam menjalankan kegiatan Bank Syariah, direksi dapat
mengangkat pejabat eksekutif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat
eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Dewan Pengawas Syariah
Pasal 32
(1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah
dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi
serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip
Syariah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Keempat
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 33
(1) Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Syariah dapat
menggunakan tenaga kerja asing.
(2) Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB VI . . .
- 21 -
BAB VI
TATA KELOLA, PRINSIP KEHATI-HATIAN,
DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
Bagian Kesatu
Tata Kelola Perbankan Syariah
Pasal 34
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata kelola yang
baik yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam
menjalankan kegiatan usahanya.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyusun prosedur internal
mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Kedua
Prinsip Kehati-hatian
Pasal 35
(1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya
wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia laporan keuangan berupa neraca tahunan dan
perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku
umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan
bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh
kantor akuntan publik.
(4) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba
rugi kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan
oleh Bank Indonesia.
Pasal 36 . . .
- 22 -
Pasal 36
Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang
tidak merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan
Nasabah yang mempercayakan dananya.
Pasal 37
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga
yang berbasis syariah, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada Nasabah
Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima
Fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang
bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga,
atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank
Syariah kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen)
atau lebih dari modal disetor Bank Syariah;
b. anggota dewan komisaris;
c. anggota direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c;
e. pejabat bank lainnya; dan
f. perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
dengan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(5) Pelaksanaan ...
- 23 -
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pengelolaan Risiko
Pasal 38
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko,
prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 39
Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan
dengan transaksi Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah
dan/atau UUS.
Pasal 40
(1) Dalam hal Nasabah Penerima Fasilitas tidak memenuhi
kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat membeli
sebagian atau seluruh Agunan, baik melalui maupun di luar
pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh
pemilik Agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk
menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga
pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban Nasabah kepada
Bank Syariah dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut
harus dikembalikan kepada Nasabah setelah dikurangi
dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait
dengan proses pembelian Agunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian Agunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB VII . . .
- 24 -
BAB VII
RAHASIA BANK
Bagian Kesatu
Cakupan Rahasia Bank
Pasal 41
Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan keterangan
mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah
Investor dan Investasinya.
Bagian Kedua
Pengecualian Rahasia Bank
Pasal 42
(1) Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan, pimpinan
Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank
agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti
tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat
pajak.
(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib
pajak, dan kasus yang dikehendaki keterangannya.
Pasal 43
(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada
polisi, jaksa, hakim, atau penyidik lain yang diberi wewenang
berdasarkan undang-undang untuk memperoleh keterangan
dari Bank mengenai Simpanan atau Investasi tersangka atau
terdakwa pada Bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah
Agung, atau pimpinan instansi yang diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan.
(3) Permintaan . . .
- 25 -
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
menyebutkan nama dan jabatan penyidik, jaksa, atau hakim,
nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan, dan hubungan perkara pidana yang
bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Pasal 44
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 dan Pasal 43.
Pasal 45
Dalam perkara perdata antara Bank dan Nasabahnya, direksi
Bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan Nasabah yang
bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan
dengan perkara tersebut.
Pasal 46
(1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antarbank, direksi
Bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
Nasabahnya kepada Bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
Pasal 47
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah
Penyimpan atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis,
Bank wajib memberikan keterangan mengenai Simpanan
Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada Bank yang
bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah
Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut.
Pasal 48
Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah
meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai Simpanan Nasabah Penyimpan atau
Nasabah Investor tersebut.
Pasal 49 ...
- 26 -
Pasal 49
Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh
Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45,
dan Pasal 46, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut
dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam
keterangan yang diberikan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 50
Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dan UUS dilakukan
oleh Bank Indonesia.
Pasal 51
(1) Bank Syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan
yang meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan
modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam
aspek keuangan, kepatuhan terhadap Prinsip Syariah dan
prinsip manajemen Islami, serta aspek lainnya yang
berhubungan dengan usaha Bank Syariah dan UUS.
(2) Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib
dipenuhi oleh Bank Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 52
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan segala
keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank
Indonesia menurut tata cara yang ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
(2) Bank Syariah dan UUS, atas permintaan Bank Indonesia,
wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku
dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib
memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen,
dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah dan UUS
yang bersangkutan.
(3) Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia
berwenang:
a. memeriksa . . .
- 27 -
a. memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap
tempat yang terkait dengan Bank;
b. memeriksa dan mengambil data/dokumen dan
keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian
Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank; dan
c. memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening
tertentu, baik rekening Simpanan maupun rekening
Pembiayaan.
(4) Keterangan dan laporan pemeriksaan tentang Bank Syariah
dan UUS yang diperoleh berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Pasal 53
(1) Bank Indonesia dapat menugasi kantor akuntan publik atau
pihak lainnya untuk dan atas nama Bank Indonesia,
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (2).
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank
Indonesia.
Pasal 54
(1) Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia
berwenang melakukan tindakan dalam rangka tindak lanjut
pengawasan antara lain:
a. membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham,
komisaris, direksi, dan pemegang saham;
b. meminta pemegang saham menambah modal;
c. meminta pemegang saham mengganti anggota dewan
komisaris dan/atau direksi Bank Syariah;
d. meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran
dana yang macet dan memperhitungkan kerugian Bank
Syariah dengan modalnya;
e. meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau
peleburan dengan Bank Syariah lain;
f. meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang
bersedia mengambil alih seluruh kewajibannya;
g. meminta . . .
- 28 -
g. meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan
seluruh atau sebagian kegiatan Bank Syariah kepada
pihak lain; dan/atau
h. meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh
harta dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak
lain.
(2) Apabila tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
cukup untuk mengatasi kesulitan yang dialami Bank
Syariah, Bank Indonesia menyatakan Bank Syariah tidak
dapat disehatkan dan menyerahkan penanganannya ke
Lembaga Penjamin Simpanan untuk diselamatkan atau tidak
diselamatkan.
(3) Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan Bank
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diselamatkan, Bank Indonesia atas permintaan Lembaga
Penjamin Simpanan mencabut izin usaha Bank Syariah dan
penanganan lebih lanjut dilakukan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Atas permintaan Bank Syariah, Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha Bank Syariah setelah Bank Syariah
dimaksud menyelesaikan seluruh kewajibannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencabutan izin usaha Bank Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian
sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
BAB X ...
- 29 -
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 56
Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif kepada Bank
Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan
Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, yang menghalangi
dan/atau tidak melaksanakan Prinsip Syariah dalam
menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 57
(1) Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif kepada
Bank Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota
Dewan Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
yang melanggar Pasal 41 dan Pasal 44.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat
dari pelanggaran kerahasiaan bank.
Pasal 58
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini adalah:
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah dan UUS;
d. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor
cabang tertentu maupun untuk Bank Syariah dan UUS
secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS, dan selanjutnya
menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai
Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti
yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
g. pencantuman ...
- 30 -
g. pencantuman anggota pengurus, pegawai, dan
pemegang saham Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS dalam daftar orang
tercela di bidang perbankan; dan/atau
h. pencabutan izin usaha.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 59
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah,
UUS, atau kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk
Simpanan atau Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa
izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan
hukum dimaksud dilakukan terhadap mereka yang memberi
perintah untuk melakukan perbuatan itu dan/atau yang
bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu.
Pasal 60
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa membawa perintah
tertulis atau izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 dan Pasal 43 memaksa Bank Syariah, UUS,
atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
(2) Anggota ...
- 31 -
(2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak
Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
Pasal 61
Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah
atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan
sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 47, dan Pasal 48
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 62
(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
yang dengan sengaja:
a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau
b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan
perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
yang lalai:
a. tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau
b. tidak memberikan keterangan atau tidak melaksanakan
perintah yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52
dipidana . . .
- 32 -
dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 63
(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
yang dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu
dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau
laporan kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi
atau rekening suatu Bank Syariah atau UUS;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam
pembukuan atau dalam laporan, dokumen atau laporan
kegiatan usaha, dan/atau laporan transaksi atau
rekening suatu Bank Syariah atau UUS; dan/atau
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
dokumen atau laporan kegiatan usaha, dan/atau
laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah
atau UUS, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau
merusak catatan pembukuan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui
untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang
tambahan, pelayanan, uang, atau barang berharga
untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka:
1. mendapatkan ...
- 33 -
1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi
orang lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas penyaluran dana dari Bank
Syariah atau UUS;
2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau UUS
atas surat wesel, surat promes, cek dan kertas
dagang, atau bukti kewajiban lainnya;
3. memberikan persetujuan bagi orang lain untuk
melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas
penyaluran dananya pada Bank Syariah atau UUS;
dan/atau
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 64
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 65
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh anggota dewan
komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan yang mengakibatkan Bank Syariah atau
UUS tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap
ketentuan dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima
belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Pasal 66 . . .
- 34 -
Pasal 66
(1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS yang dengan
sengaja:
a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
Undang-Undang ini dan perbuatan tersebut telah
mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau UUS
atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah
atau UUS tidak sehat;
b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu
pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan komisaris atau
kantor akuntan publik yang ditugasi oleh dewan
komisaris;
c. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan
dengan melanggar ketentuan yang berlaku yang
diwajibkan pada Bank Syariah atau UUS, yang
mengakibatkan kerugian sehingga membahayakan
kelangsungan usaha Bank Syariah atau UUS; dan/atau
d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS
terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian
Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau ketentuan yang berlaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja
melakukan penyalahgunaan dana Nasabah, Bank Syariah
atau UUS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
BAB XII ...
- 35 -
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
(1) Bank Syariah atau UUS yang telah memiliki izin usaha pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah
memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Bank Syariah atau UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai
berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 68
(1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang
nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima
belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka
Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan
Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi
Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, segala ketentuan
mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)
beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 36 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 94
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
Setio Sapto Nugroho
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2008
TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
I. UMUM
Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional
adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur, berdasarkan demokrasi
ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan tujuan tersebut,
pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada
perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri,
handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian
internasional.
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif
dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan kontribusi
semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di
masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya
merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk
penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian
nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai
Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem
Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan,
kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin).
Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang
didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah.
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang
berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam
adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan
sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank
Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena
semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko
yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara
bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong
pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya
dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal.
Perbankan . . .
- 38 -
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional
memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan
kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah
satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai
dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya
dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan
Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan
bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan
Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional
Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha
Bank Syariah berkembang cukup pesat.
Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus
memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk
dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini
diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha,
penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang
merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk
memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan
kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula
kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi
kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar,
haram, dan zalim.
Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam
Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah
compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan UUS. Untuk
menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam
Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk
komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan
dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang
komposisinya berimbang.
Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada
perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan
Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian
sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase,
atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang
disepakati di dalam Akad oleh para pihak.
Untuk . . .
- 39 -
Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini,
maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada
dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan,
apabila telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan
untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan memenuhi
tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan
Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin
terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank
Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi
dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank
Syariah dalam undang-undang tersendiri.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah
kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil)
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak
sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau
dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan
Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima
melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan
yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki,
tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada
saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah;
atau
e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi
pihak lainnya.
Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan
ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan,
pemerataan, dan kemanfaatan.
Yang . . .
- 40 -
Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman
pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan
yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 3
Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah
secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dana sosial lainnya”, antara lain
adalah penerimaan Bank yang berasal dari pengenaan sanksi
terhadap Nasabah (ta’zir).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
sekurang-kurangnya memuat tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. modal kerja;
c. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
d. kelayakan usaha.
Ayat (4)
Yang diwajibkan mencantumkan kata “syariah” hanya Bank
Syariah yang mendapatkan izin setelah berlakunya Undang-
Undang ini.
Penulisan kata “syariah” ditempatkan setelah kata “bank”
atau setelah nama bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 41 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kantor di bawah Kantor Cabang”
adalah kantor cabang pembantu atau kantor kas yang
kegiatan usahanya membantu kantor induknya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
antara lain:
a. pemberhentian anggota direksi dan komisaris yang tidak
lulus uji kemampuan dan kepatutan;
b. pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang
harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;
c. pengalihan . . .
. . .
- 42 -
c. pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru,
perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi
Bank terbuka harus mendapatkan persetujuan Bank
Indonesia;
d. perubahan modal disetor Bank yang meliputi
penambahan, pengurangan, dan komposisi harus
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;
e. pelarangan penjaminan saham yang dimiliki oleh
pemegang saham pengendali.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan
Bank Umum Syariah adalah badan hukum asing, yang
bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh
rekomendasi dari otoritas perbankan negara asal.
Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat
keterangan bahwa badan hukum asing yang
bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak
pernah melakukan perbuatan tercela di bidang
perbankan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13 . . .
- 43 -
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Perubahan kepemilikan Bank Syariah yang tidak mengakibatkan
perubahan pemegang saham pengendali cukup dilaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Bank Indonesia
mencakup antara lain:
a. minimum kecukupan modal;
b. persiapan sumber daya manusia;
c. susunan organisasi dan kepengurusan; dan
d. kelayakan usaha.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad
penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau
uang.
Huruf b . . .
- 44 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam
menghimpun dana adalah Akad kerja sama antara
pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah)
sebagai pemilik dana dan pihak kedua (‘amil,
mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai
pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha
sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam
Akad.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam
Pembiayaan adalah Akad kerja sama suatu usaha
antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank
Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak
kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak
selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan
usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan
dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung
sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak
kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau
menyalahi perjanjian.
Yang dimaksud dengan “Akad musyarakah” adalah
Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
dana masing-masing.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Akad murabahah” adalah
Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati.
Yang dimaksud dengan “Akad salam” adalah Akad
Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu yang disepakati.
Yang dimaksud dengan “Akad istishna’ ” adalah Akad
Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat
(shani’).
Huruf e . . .
- 45 -
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Akad qardh” adalah Akad
pinjaman dana kepada Nasabah dengan ketentuan
bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Akad ijarah” adalah Akad
penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Yang dimaksud dengan “Akad ijarah muntahiya
bittamlik” adalah Akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan
opsi pemindahan kepemilikan barang.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Akad hawalah” adalah Akad
pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada
pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “transaksi nyata” adalah
transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud.
Yang dimaksud dengan “Akad kafalah” adalah Akad
pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada
pihak lain, di mana pemberi jaminan (kafil)
bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang
yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n . . .
- 46 -
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “Akad wakalah” adalah Akad
pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah, antara
lain, melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima
dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta
dana kebajikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal” adalah
penanaman dana Bank Umum Syariah dalam bentuk
saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam
bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi
saham (convertible bonds) atau jenis transaksi tertentu
berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank
Umum Syariah memiliki atau akan memiliki saham
pada perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan syariah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal sementara”
adalah penyertaan modal Bank Umum Syariah, antara
lain, berupa pembelian saham dan/atau konversi
pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan
Nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana
dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia.
Huruf d . . .
- 47 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Kemauan berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah
Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan
dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS.
Kemampuan berkaitan dengan keadaan dan/atau aset
Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk
membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh
Bank Syariah dan/atau UUS.
Ayat (2) . . .
- 48 -
Ayat (2)
Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama
didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara
Bank Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon
Nasabah yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh
dari pihak lain yang dapat dipercaya sehingga Bank Syariah
dan/atau UUS dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah
Penerima Fasilitas yang bersangkutan jujur, beriktikad baik,
dan tidak menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di
kemudian hari.
Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas
terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah
Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau
kemampuan manajemen calon Nasabah sehingga Bank
Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang
akan dibiayai dikelola oleh orang yang tepat.
Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah
Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah dan/atau UUS
harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara
keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun
perkiraan untuk masa yang akan datang sehingga dapat
diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima
Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha
calon Nasabah yang bersangkutan.
Dalam melakukan penilaian terhadap Agunan, Bank Syariah
dan/atau UUS harus menilai barang, proyek atau hak tagih
yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang
bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi
risiko yang ditambahkan sebagai Agunan tambahan, apakah
sudah cukup memadai sehingga apabila Nasabah Penerima
Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, Agunan
tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran
kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang
bersangkutan.
Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima
Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis
mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar
negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan
datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari
hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai
dengan fasilitas Pembiayaan.
Pasal 24 . . .
- 49 -
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bank Umum Syariah dapat memasarkan produk
asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan
asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah. Semua tindakan Bank Umum Syariah
yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang
dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi
tanggung jawab perusahaan asuransi syariah.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
UUS dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja
sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan
kegiatan usaha berdasrkan Prinsip Syariah. Semua
tindakan UUS yang berkaitan dengan transaksi
asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama
dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan
asuransi syariah.
Pasal 25
Huruf a
Usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah antara lain
usaha yang dianggap riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 50 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk
asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi
syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan
transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama
dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi
syariah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Komite perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari
Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat
dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di
bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 (sebelas)
orang.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemegang saham pengendali”
adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau
kelompok usaha yang:
a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan memperoleh hak suara; atau
b. memiliki . . .
- 51 -
b. memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara, tetapi yang
bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan
pengendalian perusahaan atau bank, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian merupakan suatu tindakan yang bertujuan
untuk memengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan
perusahaan, termasuk bank, dengan cara apa pun, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan
dengan cara-cara, antara lain, sebagai berikut:
a. memiliki secara sendiri-sendiri atau bersama-sama 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;
b. secara langsung menjalankan manajemen dan/atau
memengaruhi kebijakan Bank Syariah;
c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham
yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak
tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham Bank;
d. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
(acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama
memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung
maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian
tertulis;
e. melakukan kerja sama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank
(acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain sehingga secara bersama-sama
mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki
saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan
menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau
mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham Bank Syariah;
f. mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang
secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan
secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau
lebih saham Bank;
g. mempunyai . . .
- 52 -
g. mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan/atau
memberhentikan pengurus Bank Syariah;
h. secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan
manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah;
i. melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk
atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank
Syariah; dan/atau
j. melakukan pengendalian terhadap pihak yang melakukan
pengendalian sebagaimana dimaksud pada huruf a
sampai dengan huruf i.
Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan
kewenangan Bank Indonesia untuk menilai kompetensi,
integritas, dan kemampuan keuangan pemegang saham
pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji
kemampuan dan kepatutan adalah untuk memperoleh
pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan,
penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh
Bank Indonesia tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Ayat (2)
Kewajiban menurunkan kepemilikan saham bagi Pemilik
Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan adalah
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dinyatakan tidak
lulus uji kemampuan dan kepatutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan
adalah Peraturan Bank Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan tugas direksi Bank Syariah dalam
anggaran dasar antara lain:
a. tugas dan tanggung jawab;
b. pelaporan; dan
c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 29 . . .
- 53 -
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pokok-pokok pengaturan tugas direktur adalah:
a. tugas dan tanggung jawab;
b. pelaporan; dan
c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 30
Ayat (1)
Uji kemampuan dan kepatutan bertujuan untuk menjamin
kompetensi, kredibilitas, integritas, dan pelaksanaan tata
kelola yang sehat (good corporate governance) dari pemilik,
pengurus bank, dan pengawas syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif” adalah pejabat
yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau
mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional
Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin Kantor Cabang,
atau kepala satuan kerja audit internal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 54 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-
kurangnya meliputi:
a. ruang lingkup, tugas, dan fungsi dewan pengawas
syariah;
b. jumlah anggota dewan pengawas syariah;
c. masa kerja;
d. komposisi keahlian;
e. maksimal jabatan rangkap; dan
f. pelaporan dewan pengawas syariah.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Dalam rangka menjamin terlaksananya pengambilan
keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan
prinsip kehati-hatian, Bank memiliki dan menerapkan,
antara lain, sistem pengawasan intern.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “prinsip akuntansi syariah yang
berlaku umum” adalah standar akuntansi syariah yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Ayat (3)
Kantor akuntan publik yang dimaksud adalah kantor
akuntan publik yang memiliki akuntan dengan keahlian
bidang akuntansi syariah.
Ayat (4)
Dalam memberikan pengecualian, Bank Indonesia
memperhatikan kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36 . . .
- 55 -
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank
Syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan atau
kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan Bank Syariah dan UUS. Mengingat
bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana
masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah dan UUS,
risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS dapat
berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat
tersebut.
Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan
meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar
risiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian
jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga
tidak terpusat pada Nasabah debitur atau kelompok Nasabah
debitur tertentu.
Ayat (2)
Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” sesuai dengan
pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank.
Batas maksimum yang dimaksud diperuntukkan bagi
masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok
Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan-
perusahaan dalam kelompok yang sama.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
- 56 -
Huruf d
Yang dimaksud dengan “keluarga” adalah hubungan
sampai dengan derajat kedua, baik menurut garis
keturunan lurus maupun ke samping termasuk
mertua, menantu, dan ipar.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengertian “modal Bank Syariah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia” sesuai dengan
pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “manajemen risiko” adalah
serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh
perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha
bank.
Prinsip mengenal Nasabah (know your customer principle)
merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan
yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan
dan identifikasi Nasabah serta pemantauan kegiatan
transaksi Nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang
mencurigakan.
Perlindungan Nasabah dilakukan antara lain dengan cara
adanya mekanisme pengaduan Nasabah, meningkatkan
transparansi produk, dan edukasi terhadap Nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Penjelasan yang diberikan kepada Nasabah mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian Nasabah dimaksudkan
untuk menjamin transparansi produk dan jasa Bank.
Apabila informasi tersebut telah disediakan, Bank dianggap telah
melaksanakan ketentuan ini.
Pasal 40 . . .
- 57 -
Pasal 40
Ayat (1)
Pembelian Agunan oleh Bank melalui pelelangan
dimaksudkan untuk membantu Bank agar dapat
mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima
Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli Agunan
Nasabah Penerima Fasilitasnya, status Bank adalah sama
dengan pembeli bukan Bank lainnya.
Bank dimungkinkan membeli Agunan di luar pelelangan
dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya.
Batas waktu 1 (satu) tahun dengan memperhitungkan
pemulihan kondisi likuiditas Bank dan batas waktu ini
merupakan jangka waktu yang wajar untuk menjual aset
Bank.
Agunan yang dapat dibeli oleh Bank adalah Agunan yang
pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka
waktu tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a. Agunan yang dapat dibeli oleh Bank Syariah dan UUS
adalah Agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan
macet selama jangka waktu tertentu;
b. Jangka waktu pencairan Agunan yang telah dibeli.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memperlihatkan bukti tertulis”,
termasuk menyampaikan keterangan atau fotokopi.
Ayat (2) . . .
- 58 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pimpinan instansi yang diberi
wewenang untuk melakukan penyidikan” adalah pimpinan
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen
setingkat menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Pembinaan yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain, mengenai
aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan (termasuk uji
kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta
aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Bank
Syariah dan UUS.
Pengawasan . . .
- 59 -
Pengawasan bank meliputi pengawasan tidak langsung (off-site
supervision) atas dasar laporan Bank dan pengawasan langsung
(on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank
yang bersangkutan.
Pasal 51
Ayat (1)
Bank Syariah dan UUS perlu menjaga tingkat kesehatannya
dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “data/dokumen” adalah segala
jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun
elektronis, yang terkait dengan objek pengawasan
Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “setiap tempat yang terkait
dengan Bank” adalah setiap bagian ruangan dari
kantor bank dan tempat lain di luar bank yang terkait
dengan objek pengawasan Bank Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “data/dokumen” adalah segala
jenis data atau dokumen, baik tertulis maupun
elektronis yang terkait dengan objek pengawasan Bank
Indonesia.
Yang dimaksud dengan “setiap pihak” adalah orang
atau badan hukum yang memiliki pengaruh terhadap
pengambilan keputusan dan operasional Bank, baik
langsung maupun tidak langsung, antara lain, ultimate
shareholder atau pihak tertentu yang namanya tidak
tercantum sebagai pegawai, pengurus atau pemegang
saham bank tetapi dapat memengaruhi kegiatan
operasional bank atau keputusan manajemen bank.
Huruf c . . .
- 60 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “rekening Simpanan maupun
rekening Pembiayaan” adalah rekening-rekening, baik
yang ada pada Bank yang diawasi/diperiksa maupun
pada Bank lain, yang terkait dengan objek
pengawasan/pemeriksaan Bank Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak lainnya” adalah pihak yang
menurut penilaian Bank Indonesia memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pemeriksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Keadaan suatu Bank dikatakan mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya apabila
berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha Bank
semakin memburuk, antara lain, ditandai dengan
menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan
rentabilitas, serta pengelolaan Bank yang tidak dilakukan
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang
sehat.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membatasi kewenangan”
antara lain pembatasan keputusan pemberian bonus
(tantiem), pemberian dividen kepada pemilik Bank,
atau kenaikan gaji bagi pegawai dan pengurus.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 61 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah pihak di
luar Bank yang bersangkutan, baik Bank lain, badan
usaha lain, maupun individu yang memenuhi
persyaratan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a. musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56 . . .
- 62 -
Pasal 56
Pada dasarnya sanksi administratif dikenakan terhadap anggota
komisaris atau anggota direksi secara personal yang melakukan
kesalahan, tetapi tidak menutup kemungkinan sanksi administratif
dikenakan secara kolektif apabila kesalahan tersebut dilakukan
secara kolektif.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67 . . .
- 63 -
Pasal 67
Ayat (1)
UUS yang telah memiliki izin usaha dalam ketentuan ini
adalah UUS yang sudah ada berdasarkan izin pembukaan
Kantor Cabang Syariah pada Bank Umum Konvensional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4867
| <reg_id> 21/UU/2008 </reg_id>
<reg_title> PERBANKAN SYARIAH </reg_title>
<set_date> 16 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 16 Juli 2008 </effective_date>
<issued_date> 16 Juli 2008 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 20 dan Pasal 33', '23/UU/1999', '24/UU/2004', '3/UU/2004', '40/UU/2007', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB X', 'BAB XI' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1999
TENTANG
LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kesinambungan pembangunan nasional harus dipelihara
berdasarkan keadilan yang merata dan diarahkan untuk terwujudnya
perekonomian nasional yang bernafaskan kerakyatan, mandiri, andal,
dan mampu bersaing dalam kancah perekonomian internasional yang
ditunjang dengan sistem devisa dan sistem nilai tukar yang dapat
mendukung tercapainya stabilitas moneter guna mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa devisa merupakan salah satu alat dan sumber pembiayaan yang
penting bagi bangsa dan negara, oleh karena itu pemilikan dan
penggunaan devisa serta sistem nilai tukar perlu diatur sebaik-baiknya
untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran
dengan luar negeri;
c. bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu
Lintas Devisa sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan
perkembangan keadaan, oleh karena itu perlu diadakan pembaruan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu ditetapkan undang-undang baru tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Nomor 66 Tahun 1999, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3843);
- 2 -
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN
SISTEM NILAI TUKAR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Lalu Lintas Devisa adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial
antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan
kewajiban finansial luar negeri antar penduduk;
2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam
transaksi internasional;
3. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang
berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri;
4. Sistem Nilai Tukar adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan
harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing.
BAB II
LALU LINTAS DEVISA
Pasal 2
(1) Setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan
Devisa.
(2) Penggunaan Devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
keperluan transaksi di dalam negeri, wajib memperhatikan ketentuan
mengenai alat pembayaran yang sah sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang Bank Indonesia.
- 3 -
Pasal 3
(1) Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data mengenai
kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan oleh Penduduk.
(2) Setiap Penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai
kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya, secara langsung atau
melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 4
(1) Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia
menetapkan ketentuan atas berbagai jenis transaksi Devisa yang
dilakukan oleh bank.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB III
SISTEM NILAI TUKAR
Pasal 5
(1) Bank Indonesia mengajukan Sistem Nilai Tukar untuk ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2) Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan
Sistem Nilai Tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
- 4 -
BAB IV
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 6
Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diancam dengan pidana denda sekurang-
kurangnya Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 7
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Bank Indonesia berwenang menetapkan sanksi
administratif terhadap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. teguran tertulis; atau
b. denda; atau
c. pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang
berwenang apabila pelanggaran dilakukan oleh badan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
Dengan berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 32 Tahun
1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun
1964 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2717) dinyatakan
tidak berlaku.
- 5 -
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 67
| <reg_id> 24/UU/1999 </reg_id>
<reg_title> LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR </reg_title>
<set_date> 17 Mei 1999 </set_date>
<effective_date> 17 Mei 1999 </effective_date>
<issued_date> 17 Mei 1999 </issued_date>
<replaced_reg> '32/UU/1964' </replaced_reg>
<related_reg> '23/UU/1999', 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasal 33' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB IV' </penalty_list>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2009
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI
UNDANG-UNDANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis
ekonomi secara global yang mempengaruhi stabilitas
sistem keuangan termasuk perbankan, diperlukan
upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan sehingga tidak menyebabkan
kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank
karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk
yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana
keluar;
b.
bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004, Bank Indonesia dapat
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek Bank;
c.
bahwa pengaturan mengenai kriteria agunan yang
dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari
Bank Indonesia tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi saat ini, sehingga Presiden telah
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
d. bahwa . . .
- 2 -
d.
bahwa perubahan terhadap ketentuan yang
mengatur mengenai kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia
kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek bagi Bank dengan menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, merupakan langkah tepat untuk
menjaga kepercayaan masyarakat
perbankan;
terhadap
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4357);
Dengan . . .
- 3 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG
BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG.
Pasal 1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4901) ditetapkan menjadi Undang-
Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Undang-Undang
ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 7
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2009
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI
UNDANG-UNDANG
I. UMUM
Dampak krisis keuangan global saat ini berimbas pada berbagai negara
termasuk Indonesia, karena sistem keuangan global saling interdependensi.
Menyikapi krisis keuangan global tersebut pemerintah Indonesia sudah,
tengah, dan akan terus melakukan berbagai langkah antisipatif dan
mengambil langkah-langkah responsif dalam membendung dampak krisis
keuangan global sehingga stabilitas sistem keuangan nasional tetap
terpelihara.
Selama ini pelaksanaan fungsi sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR)
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada
Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin
dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, namun
pengaturan mengenai kriteria agunan tersebut tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi saat ini.
Salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan agar tidak menyebabkan kesulitan pendanaan jangka pendek
bagi Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan dengan arus dana keluar adalah dengan merubah kriteria
agunan yang dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia. Pemerintah
menilai kebutuhan perubahan kriteria tersebut merupakan keadaan
kegentingan yang memaksa sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Penetapan . . .
- 2 -
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia oleh Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan
yang memaksa merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan dalam menghadapi ancaman krisis
keuangan global, sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai
dengan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4962
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 6 TAHUN 2009
TANGGAL : 13 JANUARI 2009
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG BANK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis
ekonomi secara global yang mempengaruhi stabilitas
sistem keuangan, diperlukan upaya untuk menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan;
b.
bahwa dalam rangka menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan dipandang perlu
untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang
mengatur mengenai kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia
kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek bank;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia;
Mengingat
: 4. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang …
- 4 -
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4357);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG
BANK INDONESIA.
Pasal I
Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4357) diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 11 ...
- 5 -
Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari
kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima
dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya
minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang
diterimanya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.
(4) Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan
yang berdampak sistemik dan berpotensi
mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem
keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas
pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi
beban Pemerintah.
(5) Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan
mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak
sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan
sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang-
undang tersendiri.
Pasal II
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar ...
- 6 -
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengudangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 142
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG BANK INDONESIA
I. UMUM
Adanya krisis keuangan akhir-akhir ini di Amerika Serikat yang merupakan
terbesar sejak krisis 1929 telah memaksa pemerintah Amerika Serikat
memberikan dana talangan atau bantuan likuiditas kepada industri
keuangan yang bermasalah sebesar USD700 miliar. Krisis keuangan ini
dipicu dari masalah pembiayaan kredit properti (subprime mortgage) yang
dilakukan kurang hati-hati.
Dampak krisis keuangan ini berimbas pada berbagai negara termasuk
Indonesia, karena sistem keuangan global saling interdependensi.
Pemerintah Indonesia sudah, tengah, dan akan terus melakukan berbagai
langkah antisipatif dan mengambil langkah-langkah responsif dalam
membendung dampak krisis keuangan Amerika Serikat sehingga stabilitas
sistem keuangan tetap terpelihara.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk memenuhi kebutuhan yang
sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 11
Ayat (1)
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
kepada Bank yang dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan
untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian
antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan
arus dana keluar.
Yang . . .
- 2 -
Yang dimaksud dengan “hari” adalah hari kalender. Jangka waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini
merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan
termasuk perpanjangannya.
Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak
dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya
berhak mencairkan agunan yang dikuasainya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank
Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan
likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila
diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kondisi Bank tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “agunan yang berkualitas tinggi” meliputi
surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah
atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten
dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk
dijadikan uang tunai dan aset kredit kolektibilitas lancar.
Yang dimaksud dengan “pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”
misalnya bagi hasil atau risiko yang ditanggung bersama secara
proporsional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk didalamnya persyaratan
Bank penerima. Dalam rangka meneliti pemenuhan kesehatan
Bank tersebut, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan Bank
calon penerima kredit atau pembiayaan;
b. jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan
biaya lainnya;
c. jenis agunan berupa surat berharga dan/atau tagihan yang
mempunyai peringkat tinggi; dan
d. tata cara pengikatan agunan.
Ayat (4) …
- 3 -
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4901
| <reg_id> 6/UU/2009 </reg_id>
<reg_title> PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG </reg_title>
<set_date> 13 Januari 2009 </set_date>
<effective_date> 13 Januari 2009 </effective_date>
<issued_date> 13 Januari 2009 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2)', '23/UU/1999', '3/UU/2004', '7/UU/1992', '10/UU/1998' </related_reg>
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa sektor perdagangan luar negeri merupakan salah
satu faktor penunjang pertumbuhan, pemerataan, dan
stabilitas perekonomian nasional untuk meningkatkan
kesejahteraan, kemajuan, dan kemandirian bangsa;
c. bahwa untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan
luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku
bisnis, diperlukan suatu lembaga pembiayaan independen
yang mampu menyediakan pembiayaan, penjaminan,
asuransi, dan jasa lainnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN
EKSPOR INDONESIA.
BAB I ...
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang
diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan
dalam rangka mendorong ekspor nasional.
2. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan.
3. Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan non-bank
yang salah satu kegiatannya memberikan pembiayaan
kepada Eksportir.
4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah
pabean Indonesia dan/atau jasa dari wilayah Negara
Republik Indonesia.
5. Eksportir adalah badan usaha, baik berbentuk badan
hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk
perorangan yang melakukan kegiatan Ekspor.
6. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.
7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
8. Pembiayaan adalah kredit dan/atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia.
9. Kredit adalah fasilitas pinjaman, baik berbentuk tunai
maupun non-tunai, yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga maupun imbalan jasa.
10. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah fasilitas
pembiayaan, baik berbentuk tunai maupun non-tunai,
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan fasilitas pembiayaan setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
11. Prinsip Syariah adalah pokok-pokok aturan berdasarkan
hukum Islam yang dijadikan landasan dalam pembuatan
perjanjian antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
dan pihak lain dalam menjalankan kegiatan Pembiayaan
Ekspor Nasional.
12. Penjaminan . . .
- 3 -
12. Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk
menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak
terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi
kewajiban perikatan kepada kreditornya.
13. Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas
kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa
yang tidak pasti.
BAB II
PEMBIAYAAN EKSPOR NASIONAL
Bagian Kesatu
Asas, Tujuan, dan Kebijakan Dasar
Pasal 2
Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional berdasarkan
atas asas:
a. kepentingan nasional;
b. kepastian hukum;
c. keterbukaan;
d. akuntabilitas;
e. profesionalisme;
f. efisiensi berkeadilan; dan
g. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Pembiayaan Ekspor Nasional bertujuan untuk menunjang
kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program
ekspor nasional.
Pasal 4
Pemerintah menetapkan kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor
Nasional untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi
peningkatan ekspor nasional;
b. mempercepat peningkatan ekspor nasional;
c. membantu peningkatan kemampuan produksi nasional
yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk
ekspor; dan
d. mendorong . . .
- 4 -
d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi untuk mengembangkan produk yang
berorientasi ekspor.
Bagian Kedua
Bentuk Pembiayaan Ekspor Nasional
Pasal 5
(1) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 diberikan dalam bentuk:
a. Pembiayaan;
b. Penjaminan; dan/atau
c. Asuransi.
(2) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip
Syariah.
(3) Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan kepada badan usaha baik badan
usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak
berbentuk badan hukum termasuk perorangan.
(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berdomisili di dalam atau di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.
Pasal 6
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja
dan/atau investasi.
Pasal 7
Bentuk Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penjaminan bagi Eksportir Indonesia atas pembayaran
yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar
negeri;
b. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di
luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau
akan diberikan kepada Eksportir Indonesia untuk
pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang
dan/atau jasa atau pemenuhan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia;
c. Penjaminan . . .
- 5 -
c. Penjaminan bagi Bank yang menjadi mitra penyediaan
pembiayaan transaksi Ekspor yang telah diberikan kepada
Eksportir Indonesia; dan/atau
d. Penjaminan dalam rangka tender terkait dengan
pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian
merupakan kegiatan yang menunjang Ekspor.
Pasal 8
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
c dapat diberikan dalam bentuk:
a. Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor;
b. Asuransi atas risiko kegagalan bayar;
c. Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan
Indonesia di luar negeri; dan/atau
d. Asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi
tujuan ekspor.
Pasal 9
Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dilakukan oleh lembaga keuangan yang didirikan
khusus untuk itu.
BAB III
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
Bagian Kesatu
Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan
Pasal 10
(1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Ekspor
Nasional, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya
disingkat LPEI sebagai lembaga keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9.
(2) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan
hukum menurut Undang-Undang ini.
(3) LPEI adalah lembaga yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan
independen.
(4) LPEI bertanggung jawab kepada Menteri.
Pasal 11 . . .
- 6 -
Pasal 11
(1) LPEI berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota
Negara Republik Indonesia.
(2) LPEI dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar
wilayah Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 12
LPEI berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui
Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1).
Pasal 13
(1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, LPEI mempunyai tugas:
a. memberi bantuan yang diperlukan pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam
rangka Ekspor, dalam bentuk Pembiayaan,
Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan dalam
rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau
usaha lain yang menunjang Ekspor;
b. menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek
yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh
perbankan, tetapi mempunyai prospek untuk
peningkatan ekspor nasional; dan
c. membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh
Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan
pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial
cukup potensial dan/atau penting dalam
perkembangan ekonomi Indonesia.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), LPEI dapat melakukan:
a. bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank,
Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang
ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi; dan
b. melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan
wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.
Pasal 14 . . .
- 7 -
Pasal 14
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, LPEI berwenang:
a. menetapkan skema Pembiayaan Ekspor Nasional;
b. melakukan restrukturisasi Pembiayaan Ekspor
Nasional;
c. melakukan reasuransi terhadap asuransi yang
dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
dan
d. melakukan penyertaan modal.
(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d hanya dapat dilakukan pada badan hukum atau
badan lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
LPEI dengan persetujuan Menteri.
Pasal 15
LPEI dapat memberikan fasilitas Asuransi kepada Eksportir
dalam hal lembaga asuransi ekspor tidak dapat memenuhi
permintaan fasilitas asuransi bagi Eksportir atau dalam
rangka memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh
pembeli di luar negeri.
Pasal 16
Dalam melakukan kegiatannya, LPEI turut serta dalam sistem
pembayaran nasional dan internasional.
Pasal 17
(1) Dalam menjalankan tugasnya, LPEI wajib menerapkan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik, prinsip
penerapan manajemen risiko, dan prinsip mengenal
nasabah.
(2) Penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup prinsip
keterbukaan, akuntabilitas,
kemandirian, dan kewajaran.
tanggung jawab,
(3) Penerapan prinsip manajemen risiko sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan
kecukupan modal minimum, pengawasan aktif, dan
pemenuhan disiplin pasar terhadap risiko yang melekat.
(4) Penerapan . . .
- 8 -
(4) Penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup
kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah, pemantauan
rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah, serta
manajemen risiko.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan
pelaksanaan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penugasan Khusus
Pasal 18
(1) LPEI dapat melaksanakan penugasan khusus dari
Pemerintah untuk mendukung program Ekspor nasional
atas biaya Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkait
dengan penugasan khusus pelaksanaan program Ekspor
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Permodalan LPEI
Pasal 19
(1) Modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit
Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas
saham.
(3) Dalam hal modal LPEI menjadi berkurang dari
Rp4.000.000.000.000,00 (empat
triliun rupiah),
Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan
mekanisme yang berlaku.
(4) Penambahan modal LPEI untuk menutup kekurangan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) LPEI dapat membentuk cadangan umum dan cadangan
tujuan.
(2) Dalam . . .
- 9 -
(2) Dalam hal akumulasi cadangan umum dan cadangan
tujuan telah melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari
modal awal LPEI, kelebihannya sebesar 75% (tujuh puluh
lima persen) digunakan untuk kapitalisasi modal dan 25%
(dua puluh lima persen) sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
(3) Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam Keputusan Menteri.
Pasal 21
(1) Surplus yang diperoleh LPEI dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun kegiatan digunakan untuk:
a. cadangan umum;
b. cadangan tujuan;
c. jasa produksi dan tantiem; dan
d. bagian laba Pemerintah.
(2) Persentase alokasi surplus ditetapkan:
a. cadangan umum dan cadangan tujuan sebesar 90%
(sembilan puluh persen) dari surplus; dan
b. jasa produksi dan tantiem serta bagian laba
Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari surplus.
(3) Besarnya persentase untuk cadangan umum, cadangan
tujuan, jasa produksi dan tantiem, serta bagian laba
Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kelima
Sumber dan Penempatan Dana
Pasal 22
(1) Untuk membiayai kegiatannya, LPEI dapat memperoleh
dana dari:
a. penerbitan surat berharga;
b. pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan/atau
jangka panjang yang bersumber dari:
1. pemerintah asing;
2. lembaga multilateral;
3. bank serta lembaga keuangan dan pembiayaan,
baik dari dalam maupun luar negeri;
4. Pemerintah; dan/atau
c. hibah.
(2) Selain . . .
- 10 -
(2) Selain memperoleh dana dari sumber-sumber
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat
membiayai kegiatannya dengan sumber pendanaan dari
penempatan dana oleh Bank Indonesia.
Pasal 23
(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman atau hibah
kepada LPEI sesuai dengan yang tercantum atau
ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) LPEI dapat menempatkan dana yang belum dipergunakan
untuk membiayai kegiatannya dalam bentuk pembelian
surat berharga dan/atau penempatan di lembaga
keuangan dalam negeri maupun luar negeri.
(2) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain dalam bentuk:
a. surat berharga yang diterbitkan Pemerintah;
b. Sertifikat Bank Indonesia;
c. surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah
negara donor;
d. surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga
keuangan multilateral;
e. simpanan dalam bentuk rupiah atau valuta asing pada
Bank Indonesia; dan/atau
f. simpanan pada bank dalam negeri dan/atau bank luar
negeri.
(3) Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
likuiditas dan risiko.
BAB IV
ORGANISASI
Bagian Kesatu
Organ LPEI
Pasal 25
(1) Dewan Direktur merupakan organ tunggal LPEI.
(2) Anggota . . .
- 11 -
(2) Anggota Dewan Direktur berjumlah paling banyak 10
(sepuluh) orang, yang terdiri atas:
a. 3 (tiga) orang pejabat yang berasal dari instansi atau
lembaga yang membidangi fiskal, 1 (satu) orang pejabat
yang berasal dari instansi atau lembaga yang
membidangi perdagangan, 1 (satu) orang pejabat yang
berasal dari instansi atau lembaga yang membidangi
perindustrian, dan 1 (satu) orang pejabat yang berasal
dari instansi atau lembaga yang membidangi
pertanian.
b. paling banyak 3 (tiga) orang yang berasal dari luar
LPEI dan 1 (satu) orang dari dalam LPEI.
(3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
atas usul instansi atau lembaga yang bersangkutan.
(4) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(5) Salah seorang dari anggota Dewan Direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Menteri
sebagai Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur
Eksekutif.
(6) Ketua Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) tidak mempunyai hak suara dalam rapat Dewan
Direktur.
(7) Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
melakukan tugas secara penuh waktu dan dilarang
merangkap jabatan eksekutif di tempat lain.
(8) Anggota Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 5
(lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 26
(1) Dewan Direktur bertugas merumuskan dan menetapkan
kebijakan serta melakukan pengawasan terhadap
kegiatan operasional LPEI.
(2) Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas
anggota Dewan Direktur ditetapkan oleh Dewan Direktur.
(3) Gaji, penghasilan, dan tunjangan lainnya Dewan Direktur
dan Direktur Pelaksana ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 27 . . .
- 12 -
Pasal 27
Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Direktur, paling sedikit
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. mampu melakukan perbuatan hukum;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. memiliki integritas, kepemimpinan, perilaku yang baik,
serta dedikasi yang tinggi;
e.
f.
tidak termasuk daftar tidak lulus, baik yang disusun oleh
otoritas perbankan maupun otoritas pasar modal dan
lembaga keuangan;
tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang
perbankan dan perekonomian;
g. memiliki keahlian dan pengalaman di salah satu bidang
yang menjadi ruang lingkup kegiatan LPEI; dan
h. tidak pernah dinyatakan pailit.
Pasal 28
(1) Anggota Dewan Direktur dapat diberhentikan oleh Menteri
apabila:
a. berhalangan tetap;
b. masa jabatannya berakhir;
c. mengundurkan diri;
d. kinerja anggota Dewan Direktur tidak memenuhi
kriteria kinerja yang ditetapkan oleh Menteri;
e. memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua atau besan dengan anggota Dewan Direktur
yang lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan
diri;
f. melakukan kejahatan korporasi, tindak pidana
korupsi, tindak pidana lainnya, atau pelanggaran
moral; dan/atau
g. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf f, dan huruf h.
(2) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) huruf a diberhentikan dari jabatannya
karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
tidak lagi menjadi pejabat di instansi atau lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a.
3. Anggota . . .
- 13 -
(3) Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) sebelum diberhentikan karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam
waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk
melakukan pembelaan diri kepada Menteri.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(5) Pemberhentian anggota Dewan Direktur dan
pengangkatan anggota yang baru harus dilakukan
sehingga jumlah anggota Dewan Direktur paling sedikit 4
(empat) orang.
(6) Dalam hal anggota Dewan Direktur diberhentikan,
anggota Dewan Direktur penggantinya ditetapkan dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal
pemberhentian.
(7) Masa jabatan anggota Dewan Direktur yang diangkat
untuk menggantikan anggota yang diberhentikan bukan
karena berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b adalah sisa masa jabatan anggota
Dewan Direktur yang digantikannya.
Pasal 29
(1) Kegiatan operasional LPEI dilakukan oleh Direktur
Eksekutif.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Eksekutif
dibantu oleh paling banyak 5 (lima) orang Direktur
Pelaksana.
(3) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling banyak 4 (empat) orang berasal dari dalam LPEI.
(4) Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Direktur atas
usul Direktur Eksekutif.
Pasal 30
(1) Direktur Eksekutif mewakili LPEI, baik di dalam maupun
di luar pengadilan;
(2) Kewenangan . . .
- 14 -
(2) Kewenangan Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada 2 (dua) orang
Direktur Pelaksana.
Bagian Kedua
Kepegawaian
Pasal 31
(1) Direktur Eksekutif menetapkan sistem kepegawaian,
penggajian, penghargaan, program pensiun, dan
tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi
pegawai LPEI.
(2) Direktur Eksekutif mengangkat dan memberhentikan
pegawai LPEI.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Eksekutif.
Bagian Ketiga
Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Piutang
serta Penghapusbukuan Aktiva Tetap
Pasal 32
(1) Kewenangan penghapusbukuan piutang LPEI
dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif, Dewan Direktur,
atau Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
a. piutang sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) oleh Direktur Eksekutif dengan
persetujuan Dewan Direktur;
b. piutang lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) oleh Dewan Direktur dengan
persetujuan Menteri; dan
c. piutang lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah) oleh Menteri.
(2) Piutang yang dapat dihapusbukukan adalah piutang
macet yang walaupun telah dilakukan upaya
restrukturisasi, tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan
oleh adanya kesalahan dalam penyalurannya.
(3) LPEI wajib terus melakukan upaya penagihan atas
piutang yang telah dihapusbukukan sebelum piutang
tersebut dihapus tagih.
Pasal 33 . . .
- 15 -
Pasal 33
(1) Dalam hal upaya penagihan atas piutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) telah dilakukan lebih
dari 10 (sepuluh) tahun, tetapi tetap tidak tertagih dan
perkiraan biaya tagih lebih besar dibandingkan dengan
hasil tagih, piutang tersebut dapat dihapustagihkan.
(2) Kewenangan penghapustagihan piutang LPEI
dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh
persetujuan dari Dewan Direktur.
Pasal 34
(1) Aktiva tetap yang dapat dihapusbukukan adalah aktiva
yang telah habis umur ekonomisnya atau mengalami
keusangan karena kemajuan teknologi.
(2) Kewenangan penghapusbukuan aktiva tetap dilaksanakan
oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan
dari Dewan Direktur.
Pasal 35
Tata cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 33
ayat (1) serta tata cara penghapusbukuan aktiva tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan
dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan
Pasal 36
Tahun Buku dan Tahun Anggaran LPEI dimulai dari 1
Januari sampai dengan 31 Desember.
Pasal 37
(1) Direktur Eksekutif menyiapkan Rencana Jangka Panjang
sebagai rencana strategis yang memuat sasaran yang
hendak dicapai oleh LPEI dalam periode 5 (lima) tahunan.
(2) Direktur Eksekutif menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran Tahunan sebagai penjabaran tahunan dari
Rencana Jangka Panjang.
(3) Tata cara penyusunan, penyampaian, dan pengubahan
Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan
Anggaran Tahunan ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kelima . . .
- 16 -
Bagian Kelima
Pelaporan dan Akuntabilitas
Pasal 38
(1) LPEI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan
yang telah diaudit kepada Menteri paling lambat tanggal
30 April tahun berikutnya.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh
Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur.
(3) LPEI wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah
diaudit melalui media massa elektronik dan paling sedikit
2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas
secara nasional, paling lambat tanggal 30 April tahun
berikutnya.
Bagian Keenam
Pembubaran
Pasal 39
LPEI hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 40
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap LPEI dilakukan
oleh Menteri.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI
ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
BAB VI
BANTUAN HUKUM
Pasal 41
LPEI memberikan bantuan hukum kepada anggota Dewan
Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, pegawai,
mantan Dewan Direktur, mantan Direktur Eksekutif, mantan
Direktur Pelaksana, dan mantan pegawai atas tuntutan
pidana dan/atau gugatan yang dapat menimbulkan kewajiban
dan/atau akibat hukum, sepanjang keputusan dan/atau
kebijakan yang diambil dilakukan dengan iktikad baik dan
sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
BAB VII . . .
- 17 -
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 42
(1) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur
Pelaksana, dan pegawai yang melanggar ketentuan Pasal
17 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat
(3), dan Pasal 40 dikenai sanksi administratif berupa
teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dilakukan.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1) Pegawai LPEI yang dengan sengaja melakukan kegiatan
yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1), Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24
ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan kerugian
bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, atau
Direktur Pelaksana yang dengan sengaja melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1),
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), Pasal 22,
Pasal 24 ayat (1), dan/atau Pasal 32 yang mengakibatkan
kerugian bagi LPEI dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
BAB IX . . .
- 18 -
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia
tetap melaksanakan kegiatan operasional sampai dengan
beroperasinya LPEI.
b. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk
mempersiapkan operasional LPEI dan melakukan
sosialisasi.
c. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk
menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan audit
atas laporan keuangan penutup Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Bank Ekspor Indonesia.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Untuk pertama kali, anggota Dewan Direktur diangkat untuk
masa jabatan sebagai berikut:
a. anggota Dewan Direktur yang merupakan Ketua Dewan
Direktur merangkap Direktur Eksekutif diangkat untuk
masa jabatan 5 (lima) tahun;
b. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk
masa jabatan 4 (empat) tahun;
c. 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a diangkat untuk
masa jabatan 3 (tiga) tahun;
d. paling banyak 3 (tiga) orang anggota Dewan Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b
yang berasal dari luar LPEI yang bukan merupakan
Ketua Dewan Direktur diangkat untuk masa jabatan 4
(empat) tahun; dan
e. 1 (satu) orang . . .
- 19 -
e. 1 (satu) orang anggota Dewan Direktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang berasal
dari dalam LPEI yang bukan merupakan Ketua Dewan
Direktur diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
Pasal 46
Dalam menjalankan kegiatannya, baik dalam melakukan
Pembiayaan, Penjaminan, maupun Asuransi, LPEI tunduk
pada Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 47
LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dapat
menggunakan nama Indonesia Eximbank.
Pasal 48
(1) Paling lama 9 (sembilan) bulan sejak Undang-Undang ini
diundangkan:
a. LPEI mulai beroperasi;
b. anggota Dewan Direktur telah diangkat; dan
c. peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
telah ditetapkan.
(2) Dengan beroperasinya LPEI sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor
Indonesia dinyatakan bubar dan semua aktiva dan
pasiva serta hak dan kewajiban hukum Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi
aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum
LPEI; dan
b. semua pegawai Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Bank Ekspor Indonesia menjadi pegawai LPEI.
Pasal 49
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 20 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 2
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun
1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pembentukan pemerintahan
negara adalah memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat konstitusi negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini, dilaksanakan melalui
pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, mandiri, serta menjaga keseimbangan, kemajuan,
dan kesatuan ekonomi nasional.
Perekonomian Indonesia semakin terintegrasi ke dalam perekonomian
global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk, dan efisiensi
semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi
tersebut dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang
perekonomian. Oleh karena itu, sebagai bangsa dengan sumber daya
ekonomi yang sangat besar, pengembangan perekonomian nasional secara
berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata
rantai perekonomian nasional sehingga bangsa Indonesia mampu
mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia yang salah satu tolok ukurnya
adalah meningkatnya kapabilitas di dalam memproduksi barang dan jasa
yang kompetitif di pasar global. Pencapaian sasaran ini menjadi semakin
relevan, karena kontribusi perdagangan luar negeri di dalam perekonomian
nasional semakin penting. Hal itu terbukti bahwa peningkatan ekspor
nasional tidak hanya berdampak pada stabililitas makro-ekonomi melalui
peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya
kapasitas produksi nasional. Dengan demikian, kebijakan perdagangan luar
negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya
merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor,
kebijakan fiskal terkait dengan fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan
kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta kebijakan
pengembangan sektor riil.
Jika . . .
- 2 -
Jika ditinjau dari dimensi kebijakan pengembangan ekspor nasional,
Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan
dasar pengembangan ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional,
yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Agar
dapat berperan dan berfungsi secara efektif, LPEI beroperasi secara
independen, berdasarkan undang-undang tersendiri (Lex specialist), dan
memiliki sifat sovereign status. Status tersebut diperlukan agar lembaga
tersebut mempunyai akses pada pendanaan, baik dari sumber resmi
maupun dari pasar keuangan global dengan biaya yang relatif rendah, tetapi
tetap beroperasi berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam
industri perbankan, sehingga diharapkan tidak membebani anggaran
tahunan Pemerintah (APBN).
LPEI sebagai lembaga independen dengan status sovereign membawa
konsekuensi adanya kewajiban Pemerintah untuk menutup kekurangan
modal dari APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku, jika modal LPEI
berkurang dari Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah). Status
tersebut juga memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan dan
kemudahan bagi LPEI untuk mendapatkan sumber pembiayaan, baik
melalui penerbitan surat berharga, pinjaman jangka pendek, menengah,
dan/atau jangka panjang yang bersumber dari pemerintah asing, lembaga
multilateral, bank dalam dan luar negeri maupun lembaga pembiayaan dan
keuangan dalam dan luar negeri, serta dari Pemerintah maupun yang
berasal dari penempatan dana oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, dengan
adanya sumber pembiayaan yang murah dan adanya jaminan pemerintah
untuk menutup kekurangan modal, kebutuhan pembiayaan ekspor yang
sering bersifat jangka menengah/panjang dapat diatasi. Di samping itu,
LPEI dapat pula mendukung dan membantu mengatasi kesulitan bank-bank
dalam penyediaan pembiayaan yang diperlukan, terutama kredit berjangka
menengah/panjang.
LPEI sebagai agen Pemerintah dapat membantu memberikan
pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga
keuangan komersial (fill the market gap) yang tidak memiliki kemampuan
pembiayaan yang kompetitif dan kemampuan menyerap risiko dengan
tingkat bunga kompetitif guna pengembangan usaha yang menghasilkan
barang dan jasa ekspor dan/atau usaha-usaha lain yang menunjang ekspor.
LPEI juga menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang secara
komersial sulit dilaksanakan, baik oleh lembaga keuangan komersial
maupun oleh LPEI sendiri, tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk
menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national Interest
Account).
Pembiayaan . . .
- 3 -
Pembiayaan diberikan LPEI dalam bentuk modal kerja dan/atau
investasi. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja, antara lain pembiayaan
untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pembelian bahan
baku dari luar negeri, penggantian dan/atau pemeliharaan komponen dan
sarana produksi. Pembiayaan dalam bentuk investasi antara lain
pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk
pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek, misalnya
pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di luar negeri. Selain
pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, LPEI juga dapat memberikan
pembiayaan kepada pihak pembeli di luar negeri dalam rangka mengimpor
barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia.
Penjaminan ekspor yang dilakukan oleh LPEI pada dasarnya
merupakan bentuk pembiayaan tidak langsung, tetapi tidak terbatas pada
penerbitan stand by letter of credit, konfirmasi atas surat kredit berdokumen
(letter of credit) yang diterbitkan oleh bank di luar negeri, penjaminan
pembayaran kembali pembiayaan yang diberikan kepada eksportir, dan
industri penunjang ekspor.
Tugas lain yang diemban LPEI adalah memberikan pembiayaan dalam
bentuk asuransi. Adanya berbagai risiko yang dihadapi dalam kegiatan
ekspor-impor, menimbulkan kebutuhan bagi eksportir dan importir akan
jasa asuransi agar tidak mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya.
Kebutuhan akan jasa asuransi dalam kegiatan ekspor impor itu menjadi
permasalahan bagi para eksportir dan pengusaha yang terkait dengannya
karena premi yang harus ditanggung/dibayar oleh para pengusaha relatif
tinggi. Hal itu dikarenakan ekspor-impor merupakan kegiatan yang berisiko
tinggi sehingga jumlah perusahaan asuransi yang berminat memberikan
jasa di sektor ini sangat sedikit. Berdasarkan hal tersebut, untuk dapat
memenuhi kebutuhan jasa asuransi di bidang ekspor-impor dan agar harga
komoditas ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional,
dibutuhkan jasa asuransi dengan premi kompetitif yang diharapkan dapat
diwujudkan oleh LPEI.
Selain melakukan kegiatan usaha konvensional, LPEI juga dirancang
untuk dapat memberikan pembiayaan ekspor nasional yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ini
dilakukan mengingat bahwa di Indonesia telah berkembang berbagai
kegiatan ekonomi dengan prinsip syariah, seperti bank syariah, asuransi
dan reasuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah, efek syariah
lainnya yang telah diterima oleh masyarakat dan dinilai mempunyai
keunggulan, baik komparatif maupun kompetitif.
Melalui . . .
- 4 -
Melalui kegiatan usaha di atas, LPEI diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang optimal terhadap pembangunan ekonomi nasional dengan
turut menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program
ekspor nasional. Oleh karena itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya,
LPEI wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang meliputi prinsip tata
kelola perusahaan yang baik, penerapan manajemen risiko, dan prinsip
mengenal nasabah. Perwujudan tata kelola perusahaan yang baik berarti
LPEI wajib menerapkan transparansi dan memenuhi prinsip akuntabilitas
publik, antara lain dengan menyampaikan laporan keuangan kepada
Pemerintah dan kepada publik. Perwujudan penerapan manajemen risiko
adalah bahwa dalam memberikan pembiayaan ekspor, LPEI selalu mengacu
pada prinsip analisis yang sehat dan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku
umum, sedangkan berkaitan dengan perolehan dana dan penempatan dana,
LPEI hanya dapat melakukan dalam bentuk tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
berikut peraturan pelaksanaannya. Perwujudan pelaksanaan prinsip
mengenal nasabah adalah bahwa LPEI mengetahui identitas yang jelas serta
sumber dana dan transaksi nasabah. Di samping wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian, LPEI tidak melakukan persaingan dengan bank atau lembaga
keuangan lainnya, serta dapat melakukan pembiayaan dengan cara
pembiayaan bersama dengan bank dan/atau lembaga keuangan lainnya.
Peran strategis LPEI tersebut di atas, memerlukan kebijakan dasar
pembiayaan ekspor nasional untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang
kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat peningkatan
ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional
yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta
mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.
LPEI sebagai lembaga khusus (sui generis) secara kelembagaan tidak
tunduk pada peraturan perundang-undangan tentang perbankan, Badan
Usaha Milik Negara, lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan,
dan usaha perasuransian. Namun, dalam menjalankan kegiatan usahanya,
LPEI tunduk kepada ketentuan materiil tentang pembiayaan, penjaminan,
dan asuransi sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh
Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
penanggungan utang, dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan.
Walaupun LPEI adalah lembaga pembiayaan yang tidak semata-mata
mencari keuntungan, LPEI dimungkinkan untuk mendapatkan laba hasil
usaha atau surplus dalam menjalankan kegiatan usahanya. Surplus
tersebut dialokasikan untuk cadangan umum, cadangan tujuan, jasa
produksi, tantiem, dan bagian laba Pemerintah.
Untuk . . .
- 5 -
Untuk melaksanakan tugas tersebut, LPEI perlu didukung organisasi
yang fleksibel dan dapat bergerak cepat untuk pengelolaan perusahaan.
Oleh karena itu, sistem susunan dewan satu tingkat (One Board System)
dianggap sesuai dengan kebutuhan LPEI. Meskipun demikian, untuk
mencegah pemusatan pengaruh dominan pada salah satu anggota Dewan
Direktur yang ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Direktur
merangkap Direktur Eksekutif, Ketua Dewan Direktur tidak mempunyai hak
suara dalam rapat Dewan Direktur.
Dengan adanya undang-undang ini diharapkan LPEI mampu
memberikan fasilitas pembiayaan ekspor dan jasa konsultasi untuk
meningkatkan nilai ekspor barang dan jasa Indonesia, menumbuhkan
kepercayaan dunia internasional, dan meningkatkan daya saing pelaku
bisnis di Indonesia. Dengan demikian, LPEI diharapkan semakin mampu
melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung
program ekspor nasional.
Mengingat besarnya harapan terhadap LPEI, proses transformasi dari
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna memastikan pengalihan
aktiva dan pasiva melalui audit penutupan atas laporan PT Bank Ekspor
Indonesia disertai dengan pemberian opini yang wajar sehingga dapat
menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI. Di sisi lain,
pengalihan hak dan kewajiban hukum dari Perusahaan Perseroan (Persero)
PT Bank Ekspor Indonesia ke LPEI harus disertai dengan pemberian opini
atas aspek hukum yang terkait dengan peralihan tersebut.
Undang-Undang LPEI ini berlaku sejak tanggal diundangkan sehingga
LPEI juga terbentuk sejak diberlakukannya undang-undang ini. Namun,
beroperasinya LPEI memerlukan masa transisi paling lama 9 (sembilan)
bulan sejak undang-undang ini diundangkan. Dengan beroperasinya LPEI,
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia dinyatakan
bubar dan semua pegawai PT Bank Eskpor Indonesia menjadi pegawai LPEI.
Di samping itu, karena kegiatan usahanya dalam dunia perdagangan
internasional, LPEI dapat menggunakan nama Indonesia Eximbank.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah asas
yang meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan lainnya.
Huruf b . . .
- 6 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas
yang meletakkan hukum dan ketentuan perundang-undangan
sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam
Pembiayaan Ekspor Nasional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang
memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar dan tidak diskriminatif.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang
menjamin bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas profesionalisme” adalah asas yang
menjamin bahwa pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional
dilakukan berdasarkan keahlian, pengalaman, dan integritas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas
yang menjamin pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional
dilakukan secara efisien untuk mewujudkan iklim usaha yang
adil, kondusif, dan berdaya saing.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang mendasari bahwa
kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional harus
mempertimbangkan keseimbangan kemajuan daerah dalam
kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan modal kerja, antara lain
pembiayaan untuk pengadaan bahan baku dan/atau bahan
penolong, pembelian bahan baku dari luar negeri, penggantian
dan/atau pemeliharaan komponen dan sarana produksi.
Pembiayaan . . .
- 7 -
Pembiayaan dalam bentuk pembiayaan investasi, antara lain
pembiayaan untuk modernisasi mesin, ekspansi usaha termasuk
pembangunan dan perluasan pabrik baru, pembiayaan proyek,
misalnya pembangunan proyek konstruksi, infrastruktur, kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi, serta industri pendukung di dalam dan di
luar negeri.
Fasilitas pembiayaan modal kerja dan/atau investasi juga dapat
diberikan kepada pembeli di luar negeri untuk membeli barang dan
jasa yang diproduksi di Indonesia (buyer’s credit).
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penjaminan dalam rangka tender, antara lain bid bond dan
performance guarantee.
Pasal 8
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor”
adalah asuransi yang diberikan kepada bank atau pihak lain
yang dirugikan karena kegagalan Ekspor yang dilakukan
Eksportir.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko kegagalan bayar”
adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir untuk
menutup kerugian karena pihak pembeli barang dan/atau jasa
tidak memenuhi kewajiban bayar sesuai dengan perjanjian.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Asuransi atas investasi yang dilakukan
oleh perusahaan Indonesia di luar negeri” adalah asuransi yang
diberikan kepada investor Indonesia untuk menutup kerugian
atas investasi yang dilakukannya di luar negeri.
Huruf d . . .
- 8 -
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Asuransi atas risiko politik di suatu
negara” adalah asuransi yang diberikan kepada Eksportir
untuk menutup kerugian yang timbul karena risiko politik yang
terjadi di suatu negara, antara lain nasionalisasi
(nationalization), ketaktertukaran mata uang
(currency
inconvertibility), hambatan transfer devisa (exchange transfer
restricted), dan pembatalan kontrak sepihak (contract
repudiation).
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan atau
organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek
hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban yang memiliki status
sama dengan orang perorangan sebagai subjek hukum.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “independen” adalah tidak dapat campur
tangannya pihak lain termasuk Pemerintah terhadap LPEI dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya, kecuali atas hal-hal yang
dinyatakan secara jelas dalam Undang-Undang ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 9 -
Huruf c
Hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga
Keuangan lainnya, antara lain kekurangmampuan
memenuhi permintaan fasilitas pembiayaan dari Eksportir,
keterbatasan akses kepada perbankan luar negeri, atau
keterbatasan sumber pendanaan yang sesuai dengan
skema pembiayaan ekspor.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kegiatan lain” adalah kegiatan
yang lazim dilakukan oleh lembaga pembiayaan ekspor
(eximbank) di negara lain antara lain pemberian
penjaminan balik (counter guarantee) dan penjaminan
bersama (joint guarantee), pembiayaan substitusi impor,
serta pembiayaan impor bahan baku yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan nasional.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “restrukturisasi Pembiayaan
Ekspor Nasional” adalah upaya yang dilakukan oleh LPEI
dalam membantu nasabahnya agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, antara lain melalui:
a. penjadwalan kembali (reschedulling), yaitu perubahan
jadwal pembayaran kewajiban nasabah dan/atau
jangka waktunya;
b. persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan
sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan; dan
c. penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan
persyaratan pembiayaan tidak terbatas kepada
reschedulling atau reconditioning.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
- 10 -
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Untuk memudahkan dalam melaksanakan Pembiayaan Ekspor
Nasional, LPEI dapat ikut serta sebagai peserta dalam sistem
pembayaran nasional. Untuk itu, LPEI tunduk pada ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran nasional” adalah sistem
pembayaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “sistem pembayaran internasional” adalah
sistem pembayaran yang lazim dilakukan untuk menyelesaikan
kewajiban pembayaran antar-bank atau lembaga keuangan antar-
negara.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penugasan khusus” adalah penugasan
yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan
pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau
proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap
perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program
Ekspor nasional.
Ayat (2)
Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain
tata cara pengajuan usul program Ekspor nasional dari
kementerian dan lembaga, sumber dana, denda, provisi
penjaminan, premi asuransi, penggantian kerugian (coverage),
dan pembayaran.
Pasal 19
Ayat (1)
Modal awal LPEI berasal dari seluruh kekayaan negara yang
tertanam dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 11 -
Ayat (3)
Penutupan kekurangan modal tersebut, pertama-tama dilakukan
dengan menggunakan sumber internal LPEI, yaitu penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP), cadangan umum, dan
modal lainnya. Dalam hal penutupan kekurangan tersebut
mengakibatkan modal awal LPEI menjadi kurang dari
Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah), kekurangan
tersebut akan ditutup dari dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Yang dimaksud dengan “mekanisme yang berlaku” adalah proses
pengusulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara oleh
Pemerintah melalui persetujuan DPR.
Ayat (4)
Penambahan modal untuk menutup kekurangan modal LPEI ini
diperhitungkan sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “cadangan umum” adalah dana yang
berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang digunakan
untuk menutup kerugian yang timbul dari pelaksanaan kegiatan
usahanya.
Yang dimaksud dengan “cadangan tujuan” adalah dana yang
berasal dari penyisihan sebagian surplus LPEI yang dapat
digunakan, antara lain untuk biaya penggantian dan/atau
pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang
diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya
manusia dalam melaksanakan tugas LPEI.
Ayat (2)
Persentase kapitalisasi modal sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dimaksudkan untuk memperkuat permodalan LPEI.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surplus” adalah laba dari hasil kegiatan
usaha LPEI dalam 1 (satu) tahun buku.
Besarnya surplus dihitung dari selisih lebih antara pendapatan
dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai
dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum di
Indonesia.
Huruf a . . .
- 12 -
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jasa produksi dan tantiem” adalah
bagian surplus yang diberikan kepada pegawai dan anggota
Dewan Direktur berdasarkan kinerjanya.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Persentase alokasi surplus memperhitungkan pemupukan
cadangan dalam rangka memperkuat struktur permodalan LPEI
serta antisipasi LPEI dalam menghadapi kerugian yang mungkin
timbul dalam kegiatan usaha pada masa yang akan datang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Surat berharga atau surat utang yang diterbitkan oleh
LPEI, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain
dalam bentuk obligasi atau surat utang jangka menengah
(medium terms note), baik yang diterbitkan secara
konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah.
Huruf b
Pinjaman dapat diterima dalam bentuk, antara lain
pinjaman langsung dan penerusan pinjaman (two step
loan).
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 13 -
Ayat (2)
Penempatan dana pada bank di dalam dan luar negeri diperlukan
untuk mendukung kegiatan operasional transaksi LPEI, misalnya
penempatan dana dalam bentuk rekening giro dan rekening
nostro serta keikutsertaan dalam Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Ayat (3)
Untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dalam menjalankan
kegiatan usahanya, surat berharga yang dibeli atau penempatan
yang dilakukan harus mudah dicairkan.
Untuk mengamankan kepentingan di atas, surat berharga yang
dibeli atau penempatan yang dilakukan memiliki risiko yang
terkendali.
Pasal 25
Ayat (1)
Dewan Direktur terdiri atas Direktur Non-Eksekutif dan Direktur
Eksekutif. Direktur Non-Eksekutif melakukan tugas tidak secara
penuh waktu.
Ayat (2)
Huruf a
Pejabat dari instansi atau lembaga yang akan menjadi
anggota Dewan Direktur diusulkan kepada Menteri
Keuangan oleh menteri dari instansi atau lembaga yang
bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Dewan
Direktur, antara lain hal-hal yang berkaitan dengan:
a. pembiayaan. . .
- 14 -
a. pembiayaan ekspor yang merupakan operasionalisasi
kebijakan Pembiayaan Ekspor Nasional;
b. pembiayaan, penjaminan, asuransi, jasa konsultasi, dan
kegiatan lain yang diatur dalam Undang-Undang ini;
c. pendanaan dan penempatan dana sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini;
d. pengawasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b
dan c;
e.
tata cara pengusulan, penunjukan, pengangkatan, dan
pemberhentian Direktur Pelaksana;
f. penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja
dan Anggaran Tahunan;
g. evaluasi pelaksanaan kegiatan usaha;
h. pelaporan kegiatan usaha;
i. struktur organisasi;
j. pengadaan aktiva bergerak, tidak bergerak, dan jasa;
dan/atau
k. bantuan hukum.
Ayat (2)
Pembagian tugas dan tata cara pelaksanaan tugas anggota
Dewan Direktur meliputi, antara lain:
a. pembagian tugas di antara anggota Dewan Direktur;
b. rapat Dewan Direktur, kuorum rapat, dan tata cara
penyelenggaraan rapat Dewan Direktur;
tata cara pengambilan keputusan Dewan Direktur; dan
d. ketentuan benturan kepentingan.
c.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 15 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Keahlian dan pengalaman yang dimaksud, antara lain keahlian
dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan,
perdagangan internasional, dan/atau hukum.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah
meninggal dunia, kehilangan kewarganegaraan Indonesia,
atau mengalami cacat fisik dan/atau cacat mental yang
tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kriteria kinerja anggota Dewan Direktur ditetapkan dalam
kontrak kerja antara anggota Dewan Direktur dan
Menteri.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindak pidana lainnya” adalah
yang tindak pidana yang mengganggu integritas
organisasi, misalnya tindak pidana pencucian uang atau
tindak pidana ekonomi seperti penyelundupan.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) . . .
- 16 -
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana paling sedikit
menjalankan fungsi kegiatan usaha, manajemen risiko, hukum,
keuangan, dan administrasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Piutang macet yang disebabkan adanya kesalahan dalam
penyalurannya dapat dihapusbukukan sesuai mekanisme yang
berlaku, apabila pihak yang bertanggung jawab atas penyaluran
telah dikenakan sanksi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35 . . .
- 17 -
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Rencana Jangka Panjang memuat, antara lain:
a. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya;
b. posisi lembaga saat ini;
c. asumsi yang digunakan dalam penyusunan Rencana Jangka
Panjang; dan
d. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja Rencana
Jangka Panjang.
Ayat (2)
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan memuat, antara lain:
a. misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program
kerja/kegiatan;
b. anggaran yang diperinci atas setiap anggaran program
kerja/kegiatan;
c. proyeksi keuangan; dan
d. hal-hal lain yang memerlukan keputusan Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengumuman laporan keuangan LPEI dilakukan dalam rangka
pemenuhan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Pasal 39
Sebagai lembaga yang didirikan oleh Undang-Undang, pembubaran
LPEI harus dilakukan dengan Undang-Undang. LPEI juga tidak dapat
dipailitkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang
Kepailitan.
Pasal 40 . . .
- 18 -
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain
kegiatan usaha, kualitas aktiva produktif, batas maksimum
pemberian pembiayaan, modal minimum, posisi devisa neto,
pelaporan, dan pemeriksaan.
Pasal 41
Bantuan hukum diberikan dalam bentuk, antara lain penyediaan jasa
pengacara, pendampingan, dan penyediaan akses dokumen LPEI.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penunjukan kantor akuntan publik dilakukan sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik.
Yang dimaksud dengan “audit atas laporan keuangan penutup”
adalah proses penutupan seluruh akun untuk menunjukkan
posisi terakhir dari akun-akun tersebut pada tanggal penutupan
pembukuan, disertai dengan pemberian opini wajar.
Selanjutnya, laporan keuangan yang telah ditutup tersebut
menjadi dasar penyusunan laporan keuangan pembukaan LPEI.
Konsultan hukum memberikan opini atas aspek hukum yang
terkait dengan peralihan Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46 . . .
- 19 -
Pasal 46
Undang-Undang ini bersifat lex specialis terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah perbankan, usaha
perasuransian, lembaga keuangan non-bank, badan usaha milik
negara, perseroan terbatas, dan kepailitan. LPEI dalam menjalankan
kegiatan usahanya, tunduk pada ketentuan materiil tentang
Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi sebagaimana diatur dalam
Bab Ketiga belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang pinjam-meminjam, Bab Ketujuh belas Buku Ketiga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang, dan
Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya.
Pasal 47
Penggunaan nama Indonesia Eximbank dimaksudkan untuk
memudahkan LPEI dalam menjalankan kegiatan usahanya serta
menyejajarkan diri dengan lembaga sejenis yang ada di luar negeri.
Pasal 48
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4957
| <reg_id> 2/UU/2009 </reg_id>
<reg_title> LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA </reg_title>
<set_date> 12 Januari 2009 </set_date>
<effective_date> 12 Januari 2009 </effective_date>
<issued_date> 12 Januari 2009 </issued_date>
<related_reg> 'UUD 1945 | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33' </related_reg>
<penalty_list> 'BAB VII', 'BAB VIII' </penalty_list>
|